Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Senyawa Siklamat Dalam Minuman Ringan
Click here to load reader
-
Upload
naomita-joice -
Category
Documents
-
view
217 -
download
15
Transcript of Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Senyawa Siklamat Dalam Minuman Ringan
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
1
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR SENYAWA SIKLAMAT DALAM MINUMAN RINGAN
Oleh
Yus Maria Novelina S1, Sutanto2, Alia Fatimah2
Abstrak
Penetapan kadar senyawa siklamat di dalam minuman ringan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dipelajari untuk menentukan kelayakannya sebagai metode analisis uji standar. Pada penelitian ini digunakan contoh minuman ringan yang beredar di pasaran. Pemisahan senyawa dari matriksnya dilakukan dengan melarutkan contoh ke dalam fasa gerak yang digunakan, sedangkan pemisahannya dengan menggunakan kolom C18. Kolom distabilkan dengan menggunakan KH2PO4: methanol dengan perbandingan (7:3) dengan kecepatan alir 1 mL/menit, kemudian komposisi fase gerak yang tetap selama 10 menit. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan HPLC detektor UV. Sebagai pembanding digunakan standar siklamat. Validasi menggunakan spike sample menunjukkan bawa metode ini teliti dalam menentukan kadar siklamat. Presisinya cukup tinggi dan nilai batas deteksinya adalah 154 mg/L . Penelitian menyimpulkan bahwa metode KCKT dapat dipakai sebagai metode uji penetapan kadar siklamat dalam minuman ringan.
Kata kunci : siklamat, minuman ringan
1 Peneliti di Balai Besar Industri Agro – Bogor
2 Jurusan Farmasi Universitas Pakuan - Bogor
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
2
I PENDAHULUAN
Penggunaan bahan sintetik semakin diminati di berbagai lapisan masyarakat,
termasuk kalangan industri. Tingkat kemanisan serta harga yang ekonomis menjadi
penyebab berbagai kalangan lebih tertarik menggunakan pemanis sintetik tersebut
dibandingkan pemanis alami yang cenderung lebih mahal.
Siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang paling besar jumlahnya
dikonsumsi di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
penggunaannya hanya diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang
membutuhkan makanan berkalori rendah (Farida, 1989). Tetapi pada kenyataannya
penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk
(Winarno dan Birowo, 1988).
Penggunaan siklamat sempat dilarang dibeberapa Negara di dunia seperti
Amerika Serikat, Kanada, Inggris pada tahun 1970an. Alasan pelarangan didasarkan
atas dugaan adanya sifat karsinogenik yang disebabkan oleh hasil uraiannya berupa
sikloheksamin.
Namun demikian penelitian yang mendasari timbulnya larangan penggunaan
siklamat tersebut mendapat banyak kritikan. Jumlah (konsentrasi) siklamat yang
digunakan untuk uji toksisitas, karsinogen maupun mutagen dilakukan dengan
menggunakan dosis yang sangat tinggi dan tidak mungkin terjadi pada praktek
sehari-hari. Selain itu data-data pengujian siklamat pada Beberapa hewan
percobaan tidak menunjukkan efek yang merugikan dalam dosis kecil setiap harinya
(Mitchel, 2006). Oleh karena itu WHO masih memasukkan siklamat sebagai bahan
tambahan pangan (BTP) yang diperbolehkan (Albiner S, 2002) selama
penggunaannya sesuai dengan ketentuan acceptable daily intake (ADI). Pada
akhirnya, Joint Expert Comitte on Food Additives (JECFA) menetapkan ADI untuk
siklamat sebesar 11 mg/kg bb/hari (Watson, 2001).
Di Indonesia penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh Badan
POM dalam Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis
Buatan dalam Produk Pangan (BPOM, 2004). Aturan ini membahas batas
penggunaan maksimum siklamat untuk tiap katagori pangan dengan mendasarkan
perhitungannya pada Acceptable Daily Intake (ADI). Sebagai lembaga yang
berwenang dalam hal pengawasan obat dan makanan yang beredar dipasaran
Indonesia, serta memperhatikan aspek keamanan terhadap penggunaan bahan
pemanis sintetis, Badan POM menegaskan pada setiap industri yang akan
menggunakan siklamat sebagai pemanis harus mencantumkan laporan hasil uji
siklamat yang dilakukan oleh lembaga (Laboratorium pengujian) terakreditasi.
Sampai saat ini analisis siklamat masih dilakukan menggunakan metode
konvensional secara gravimetri. Akan tetapi teknik tersebut memerlukan waktu yang
cukup lama dengan resiko analisis yang cukup tinggi, sehingga dilakukan teknik
analisis yang lebih praktis dan mudah serta dalam waktu relative singkat dengan
menggunakan teknik kromatografi cair.
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
3
Metode analisis siklamat secara KCKT telah dilakukan oleh Inggris dan
dibakukan dalam British Standard versi EN 1379 : 1996. Di Indonesia sendiri belum
banyak industri maupun laboratorium uji yang menggunakan metode ini dalam
menganalisis siklamat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh sebab itu untuk
menjamin keabsahan hasil analisis maka metode tersebut harus divalidasi terlebih
dahulu. Validasi merupakan konfirmasi bahwa metode dapat memenuhi persyaratan
tujuan penggunaannya melalui pengujian metode dan mengumpulkan bukti-bukti
yang objektif (Harmita, 2004).
Sebagai tindak lanjut fungsi pengawasan tersebut, maka diperlukan adanya
suatu metode pengujian yang dapat menganalisis kandungan siklamat dalam
berbagai produk terutama produk pangan.
II METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dua tahap pekerjaan, yaitu persiapan analisis dan validasi
metode uji siklamat yang mengacu pada British Standard versi EN 1379 tahun 1996.
Pada validasi ini dilakukan uji selektivitas, linieritas, limit deteksi metode, uji akurasi,
uji presisi serta uji ketegaran.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah standar natrium siklamat, methanol
HPLC grade, kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), akuades, akuabides, sample
minuman ringan.
Peralatan yang digunakan adalah KCKT UV, kolom C18, neraca analitik,
peralatan gelas (labu ukur, gelas ukur, corong, pipet mohr, pipet volumetrik, pipet
tetes, dan tabung reaksi), penyaring Millipore, kertas saring, vakum penyaring, bulp
dan sudip.
Prosedur
a. Kondisi HPLC
Kolom: 12 cm x 4.6 mm Nucleosil
Detektor: UV set pada panjang gelombang 200 nm
Volume injeksi: 20 uL
Mobile phase: methanol-kalium dihidrogen fosfat 0.0125 mg/L
(KH2PO4) (3:7)
b. Preparasi standar
Larutan baku diperoleh dengan menimbang sebanyak 100 mg standar Na
siklamat, dimasukkan ke dalam labu 100 mL dan dilarutkan dengan fase
gerak sampai tanda tera, dihomogenkan (larutan mengandung 1000 ppm).
Persiapan standar yang akan digunakan dengan membuat deret standar yang
memiliki konsentrasi 10, 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700,800, 900
dan 1000 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dengan memipet 0.1, 0.25, 0.5,
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
4
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mL larutan baku standar siklamat 1000 ppm
masing-masing dilarutkan dengan menggunakan fasa gerak hingga batas tera
dan dihomogenkan.
c. Preparasi Sample
Ditimbang kurang lebih 0.5 gram sample kemudian tambahkan larutan fase
gerak hingga tanda batas, dihomogenkan dan disaring. Filtrat yang dihasilkan
kemudian dimasukkan ke dalam vial. Larutan siap untuk diinjeksikan.
Validasi Metode
Beberapa aspek yang diukur dalam validasi metode adalah selektivitas, linieritas,
presisi, akurasi, limit deteksi dan uji ketegaran. Penetapan selektivitas dilakukan
dengan membandingkan kromatogram standar yang dihasilkan dengan blanko.
Sedangkan uji linieritas diperoleh dari data pengukuran larutan deret standar yang
telah dibuat sehingga diperoleh kurva kalibrasi dan persamaan regresinya. Uji presisi
dilakukan dengan cara pengulangan (repeatability) 7 kali larutan contoh yang di buat
sesuai prosedur yang diinjekkan pada hari yang sama sehingga diperoleh data yang
akan dinyatakan nilai presisinya sebagai simpangan baku relative (% SBR). Uji
akurasi (uji perolehan kembali) dilakukan dengan membuat larutan sample sesuai
prosedur diulangi sebanyak 7 kali dan masing-masing diinjekkan ke dalam alat KCKT.
Nilai akurasi dinyatakan sebagai % recovery. Pengukuran limit deteksi dilakukan
dengan mengolah data yang diperoleh dari hasil pengukuran linieritas standar
sehingga diperoleh nilai Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ).
Nilai tersebut dijadikan dasar dalam menentukan limit deteksi metode (LDM).
Kemudian dilakukan uji ketegaran yang dilakukan dengan memvariasikan komposisi
fasa gerak yang digunakan yaitu 70:30 sebagai control, 60:40 dan 80 :20.
III HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian zat aditif di dalam suatu produk, terutama pangan bersifat amat krusial,
guna menjamin keamanan penggunaan produk. Anaisis ini harus menghasilkan data
yang benar mengenai kandungan analit dalam produk. Selain itu metode yang
digunakan dalam pengujian harus dapat diandalkan sehingga dapat menjamin
kebenaran data yang diperoleh.
Metode uji yang diadopsi berprinsipkan pada serapan molekuler siklamat
terhadap cahaya UV pada daerah panjang gelombang 200 nm, pemisahan analitik
melalui kolom C18 menggunakan fasa gerak (mobile phase) KH2PO4 0.0125 mg/L
dan methanol HPLC grade dengan perbandingan (70:30) dengan laju alir 1 mL/menit.
Dan alat yang digunakan adalah KCKT dengan detektor UV.
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
5
IV VALIDASI METODE
Kehandalan suatu metode yang digunakan dapat ditentukan dari Beberapa faktor
antara lain, akurasi, presisi dan limit deteksi. Dalam penelitian ini dilakukan
parameter-parameter yang meliputi, selektivitas, linieritas, limit deteksi metode
presisi, akurasi dan uji ketegaran.
Selektivitas
Selektivitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram standar dengan blanko.
Hasil penelitian menunjukkan dari hasil penginjekkan standar muncul peak area
pada retention time (RT)/waktu retensi 4 menit. Sedangkan pada larutan blanko tidak
terdapat peak yang dihasilkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peak yang
diperoleh pada waktu retensi 4 menit tersebut merupakan senyawa siklamat.
Gambar kromatogram uji selektivitas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Kromatogram Uji Selektivitas Standar Siklamat
Linieritas Standar
Nilai koefisien korelasi (R) merupakan indikator kualitas dari parameter linieritas yang
menggambarkan proposionalitas respon analitik (luas area) terhadap konsentrasi
yang diukur.
Berdasarkan data evaluasi kalibrasi deret standar siklamat pada level konsentrasi
antara 10.8 mg/L sampai 1018 mg/L diperoleh persamaan regresi linier y = 150.59x
– 913.2 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.9997. Nilai koefisien yang diperoleh
menunjukkan hasil yang baik karena mendekati nilai 1. Hal ini menginformasikan
bahwa terdapat hubungan yang proporsional antara respon analitik dengan
konsentrasi yang diukur. Dari hasil uji linieritas dapat dilihat kurva deret standar pada
Gambar 2 berikut ini.
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
6
Gambar 2 Kurva Deret Standar Siklamat
Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Pembahasan limit deteksi dan limit kuantitasi tidak dapat dipisahkan karena diantara
keduanya terdapat hubungan yang sangat kuat. Secara praktis cara evaluasi
keduanya dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan diantara
keduanya hanya pada sifat kuantitatif data yang diperoleh. Jika pada limit deteksi
didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil yang dapat dideteksi namun tidak perlu
secara kuantitatif, sedangkan pada definisi limit kuantitasi dikatakan konsentrasi
terkecil analit yang dapat diukur secara kuantitatif. Secara statistik perhitungan batas
deteksi dan batas kuantitasi diperoleh melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi
standar siklamat. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai limit of detection (LOD)
sebesar 24.8 mg/L dan limit of quantitation sebesar 82.5 mg/L.
Presisi (Keterulangan)
Uji presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji yang dilakukan secara
berulang pada sample. Pengujian dilakukan dengan metode ripitabilitas
(pengulangan) sehingga diperoleh ketepatan system dalam memberikan respon
terhadap analit yang dideteksi. Sebagai syarat keberterimaan digunakan persamaan
koefisien variasi Horwitz sesuai AOAC (Association of Official Analytical Chemist,
2005) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Presisi suatu metode dikatakan
memenuhi syarat keberterimaan jika nilai %RSD lebih kecil dari 2/3CVHorwitz. Uji
presisi dilakukan dengan menginjekkan larutan sebanyak 7 kali. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh nilai %RSD untuk uji presisi sebesar 3.03 %. Nilai tersebut
memenuhi persyaratan AOAC ≤2/3 CVHorwitz 3.73 %. Hal ini menginformasikan
bahwa system operasional alat dan analis memiliki nilai presisi yang baik terhadap
metode dengan respon yang relative konstan, sehingga hasil pengukuran memiliki
nilai presisi yang memenuhi persyaratan. Data uji presisi dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
7
Tabel 1 Data Hasil Uji Presisi
Akurasi
Berbeda halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi
merujuk pada pengertian ketepatan (kecermatan). Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa metode terpilih memiliki kisaran % perolehan kembali (% recovery) yang
menyatakan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan. Nilai recovery
yang mendekati 100% menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan
yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran
yang sebanding dengan nilai sebenarnya (true value). Hasil uji akurasi dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Data Hasil Uji Akurasi
Pada Tabel 2 diperoleh % recovery berada pada rentang 86 – 109% dengan
rata-rata % recovery 101%. Nilai recovery hasil pengujian menunjukkan
kecenderungan terjadinya kesalahan acak, dimana nilai % recovery yang dihasilkan
berada dibawah dan diatas 100%. Sumber kesalahan acak yang terjadi pada praktek
disebabkan adanya senyawa lain yang ada pada matriks yang masih terbawa
Jumlah
Replikat Parameter uji
Area
Sample Hasil (mg/L)
1 66222 1009.67
2 69579 1071.98
3 70889 1079.33
4 70821 1087.92
5 71159 1094.27
6 72135 1100.73
7
SIKLAMAT
72842 1106.86
Rata-rata 1078.68
SD 32.70
%RSD 3.03
CVHorwitz 5.59
2/3CVHorwitz 3.73
Replikat Konsentrasi
Praktis (x)
Konsentrasi
teoritis (µ) %Recovery
1 217.03 198.89 109
2 216.20 198.73 109
3 186.55 197.10 95
4 206.88 199.37 104
5 171.65 198.89 86
6 210.16 198.67 104
Rata-rata 201.41 198.67 101
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
8
meskipun telah dilakukan penyaringan. Senyawa ini menyebabkan analisis
terganggu, sehingga konsentrasi yang terukur oleh alat sebagian lebih tinggi dan
sebagian lebih rendah dari 100%. Kesalahan acak tersebut dapat diminimalisasi
dengan melakukan sonikasi terhadap larutan uji pada rentang waktu tertentu.
V LIMIT DETEKSI METODE
Limit deteksi metode (LDM) adalah konsentrasi terendah yang terbaca dari
pengukuran suatu sample dengan mengasplikasikan secara lengkap metode
pengukuran sample tersebut, sehingga nilai yang diperoleh memenuhi criteria cermat
dan seksama. Nilai LDM diperoleh dari hasil percobaan dengan melakukan secara
langsung konsentrasi analit terendah yang diperkirakan sebagai limit kuantitasi.
Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil konsentrasi terendah yang terdeteksi
oleh alat sebesar 154 ppm.
Nilai konsentrasi praktis menyatakan nilai terendah yang dapat terkuantitasi
serta memenuhi criteria cermat dan seksama oleh metode yang digunakan, dengan
nilai SBR sebagai indikator kualitas presisi (cermat) sebesar 1.52% dan nilai
recovery sebagai indicator kualitas akurasi (seksama) berkisar antara 94.16% -
98.68%. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Data Hasil Uji Limit Deteksi Metode (LDM)
Jenis Sample Replikat Luas
Area
Konsentrasi
Praktis Analit
dalam Contoh
Konsentrasi
Teoritis Analit
dalam Contoh
%Recovery
1 0 0 0 0 Sirup IC
2 0 0 0 0
1 5567 157.67 159.78 98.68
2 5452 154.71 160.13 96.62
3 5344 150.32 158.77 94.68
4 5451 154.25 159.68 96.60
5 5428 153.99 160.09 96.19
6 5499 155.66 159.71 97.46
7 5471 155.29 160.16 96.96
Spike
8 5344 151.45 159.97 94.68
Rata-rata 5445 154.17 159.79 96.48
SD 2.34
SBR 1.54
CVHorwitz 7.495
2/3CVHorwitz 4.997
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
9
VI KESIMPULAN DAN SARAN
1. Metode HPLC dapat digunakan untuk penetapan siklamat sebagai metode
standar.
2. Limit deteksi pada metode ini adalah 24.8 mg/L, sedangkan limit kuantitasi
adalah 154 mg/L.
3. Untuk mengantisipasi maksimum limit siklamat dalam produk pangan, dan
mempermudah dalam analisis maka metode ini perlu terdaftar dalam Standar
Nasional Indonesia.
4. Metode standar yang digunakan dalam penelitian ini perlu disosialisasikan
kepada laboratorium lain.
VII DAFTAR PUSTAKA
1. AOAC. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemist. Benyamin Franklin Station. Washington, D.C
2. Badan POM. 2004. Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Direktorat Standarisasi Produk
Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keaman Pangan dan Bahan Berbahaya.
p : 34-36
3. British Standard International. Foodstuffs-Determination of cyclamate and
saccaharin in liquid table top sweetener preparations-Method by high
performance liquid chromatography EN. 1379 : 1996. Europian comitte for
standardization
4. Chan, C.C. et al. 2004. Analytical Method Validation and Instrument
Performance Verification. Willer Interscience. New Jersey
5. Farida, I. 1989. Status Siklamat Dewasa Ini. Warta AKAB, Vol I (2). Akademi
Kimia Analisis. Bogor. p : 49-50
6. Furia, T.E. 1980. CRC Handbook of Food Additives. 2nd Edition. Boca Raton :
CRC Press Inc
7. Harmita. 2004. Majalah Ilmu Kefarmasian UI. FMIPA UI. Jakarta
8. Johnson, E.L dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Penerjemah:
Kosasih Padmawinata. Bandung. Penerbit ITB
9. Leo M. L. Nollet, 1996. Handbook of Food Analysis. Marcell Decker. New York.
10. Miller, J.C. dan J.N. Miller. 1991. Statistika Untuk Kimia Analisis.
Diterjemahkan oleh Drs. Suroso M.Sc. Bandung. Penerbit ITB
11. Mitchell, 2006. Sweeteners and Sugar Alternative in Food Technology.
Victoria, Autralia. Blackwell Publishing. p : 32; 118; 122-123
12. Nabors, Lyn O. dan Robert C, Gelardi. 1991. Alternative Sweeteners. Marcel
Dekker, Inc. New York
13. Prosiding. 1997. Seminar Nasional Kimia II Peran Kimia Organik dalam Era
Industri Kimia Indonesia. FMIPA UGM. Yogyakarta
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
10
14. Siagian, Albiner. 2002. Bahan Tambahan Makanan. USU Digital Library.
Medan
15. Skoog, Douglas A. Dan James J, Leary. 1992. Principles of Instrumental
Analysis. New York. Saunders College Publishing
16. Sumardi. 2002. Validasi Metode Pengujian. Pusat Standardisasi dan
Akreditasi Sekretariat Jenderal Pertanian. Jakarta
17. USP. 1995. United States Pharmacopeia Convention, Inc. Twinbrook Park
Way Rockville. USA
18. Winarno, F.G. dan A.T. Birowo. 1988. Gula dan Pemanis Buatan di Indonesia.
Sekretariat Dewan Gula Indonesia. Jakarta