Vaksinasi Penting Pra kehamilan

11
3 Vaksinasi Penting Prakehamilan Di Indonesia, persiapan kehamilan secara khusus dengan vaksinasi masih jarang dilakukan. Kebanyakan perempuan baru datang ke dokter setelah kehamilan mereka memasuki usia satu atau dua bulan. Padahal, pemberian vaksin prakehamilan penting bagi pertumbuhan janin. Terlebih lagi pada 8 minggu pertama ketika fase embriologis berlangsung. Pada masa ini kesehatan ibu harus terjaga secara baik, agar tidak mempengaruhi pertumbuhan janin. Ada tiga jenis vaksin yang perlu didapatkan ibu prakehamilan untuk melindungi janinnya, yaitu: 1. Vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) Rubela adalah infeksi yang ditandai gejala bercak kemerahan (pink-red rash) pada wajah yang kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Penyakit ini disertai demam ringan dan pembesaran kelenjar getah bening. Ibu hamil yang terinfeksi virus rubela pada tiga bulan pertama, berisiko mengalami gangguan pembentukan dan perkembangan janin, sebesar 50-85%. Janin yang terinfeksi rubela, mengalami kelainan yang disebut sindrom rubela kongenital. Kelainan itu dapat berupa gangguan mata (katarak), jantung, atau lingkar kepala yang mengecil (mikrosefalus). Pada umur kehamilan 16-20 minggu, cacat bawaan yang dialami janin adalah gangguan pendengaran atau tuli. Sedangkan infeksi rubela pada ibu berusia kehamilan lanjut (lebih dari 20 minggu) jarang menyebabkan cacat bawaan. Bayi yang mengalami cacat karena rubela akan terus menyandang kelainan tersebut selama hidupnya. Umumnya 1 dari 10 bayi yang mengalami infeksi rubela akan meninggal dalam usia satu tahun. Tidak ada yang dapat dilakukan terhadap janin bila di masa hamil ibu terinfeksi rubela. 2. Vaksinasi TT (Tetanus Toksoid) Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh racun bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena penderitanya kerap mengalami kejang pada otot rahang. Bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Bila ibu terpapar bakteri tersebut selama proses persalinan, maka infeksi bisa terjadi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (Tetanus neonatorum). Biasanya vaksinasi TT ditawarkan pada pasangan sejak masih calon pengantin. Sayangnya, banyak pasangan yang menolak. Hal ini terjadi akibat salah pengertian. Banyak yang menyangka bahwa vaksin TT adalah suntikan kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan. Meski kasus ibu hamil menderita tetanus sudah jarang ditemui tindakan pencegahan tetap awal yang baik bukan? 3. Vaksin Hepatitis Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan virus. Infeksi yang ditimbulkan dapat bersifat akut maupun kronik. Mayoritas penderita akan menjadi karier (pembawa) tanpa gejala klinis tapi dapat menularkan penyakit ini karena pada darah terdapat virus hepatitis. Selain dalam darah, virus ini dapat ditemukan pada urin, feses, dan saliva, tergantung jenis virus. Sifat penularan virus yang sangat mudah, menyebabkan hepatitis dapat ditularkan ibu ke janin selama dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun setelahnya. Risiko penularan tetap tinggi, sekalipun bayi dilahirkan melalui bedah caesar. Meski tidak ditemukan cacat bawaan pada bayi yang terinfeksi hepatitis B sejak dalam kandungan atau jika ibu di masa hamil menderita hepatitis B, bayi-bayi

description

.

Transcript of Vaksinasi Penting Pra kehamilan

3 Vaksinasi Penting Prakehamilan

3 Vaksinasi Penting Prakehamilan

Di Indonesia, persiapan kehamilan secara khusus dengan vaksinasi masih jarang dilakukan. Kebanyakan perempuan baru datang ke dokter setelah kehamilan mereka memasuki usia satu atau dua bulan. Padahal, pemberian vaksin prakehamilan penting bagi pertumbuhan janin. Terlebih lagi pada 8 minggu pertama ketika fase embriologis berlangsung. Pada masa ini kesehatan ibu harus terjaga secara baik, agar tidak mempengaruhi pertumbuhan janin.

Ada tiga jenis vaksin yang perlu didapatkan ibu prakehamilan untuk melindungi janinnya, yaitu:

1. Vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella)

Rubela adalah infeksi yang ditandai gejala bercak kemerahan (pink-red rash) pada wajah yang kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Penyakit ini disertai demam ringan dan pembesaran kelenjar getah bening. Ibu hamil yang terinfeksi virus rubela pada tiga bulan pertama, berisiko mengalami gangguan pembentukan dan perkembangan janin, sebesar 50-85%.

Janin yang terinfeksi rubela, mengalami kelainan yang disebut sindrom rubela kongenital. Kelainan itu dapat berupa gangguan mata (katarak), jantung, atau lingkar kepala yang mengecil (mikrosefalus). Pada umur kehamilan 16-20 minggu, cacat bawaan yang dialami janin adalah gangguan pendengaran atau tuli. Sedangkan infeksi rubela pada ibu berusia kehamilan lanjut (lebih dari 20 minggu) jarang menyebabkan cacat bawaan. Bayi yang mengalami cacat karena rubela akan terus menyandang kelainan tersebut selama hidupnya. Umumnya 1 dari 10 bayi yang mengalami infeksi rubela akan meninggal dalam usia satu tahun. Tidak ada yang dapat dilakukan terhadap janin bila di masa hamil ibu terinfeksi rubela.

2. Vaksinasi TT (Tetanus Toksoid)

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh racun bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena penderitanya kerap mengalami kejang pada otot rahang. Bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Bila ibu terpapar bakteri tersebut selama proses persalinan, maka infeksi bisa terjadi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (Tetanus neonatorum). Biasanya vaksinasi TT ditawarkan pada pasangan sejak masih calon pengantin. Sayangnya, banyak pasangan yang menolak. Hal ini terjadi akibat salah pengertian. Banyak yang menyangka bahwa vaksin TT adalah suntikan kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan. Meski kasus ibu hamil menderita tetanus sudah jarang ditemui tindakan pencegahan tetap awal yang baik bukan?

3. Vaksin Hepatitis

Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan virus. Infeksi yang ditimbulkan dapat bersifat akut maupun kronik. Mayoritas penderita akan menjadi karier (pembawa) tanpa gejala klinis tapi dapat menularkan penyakit ini karena pada darah terdapat virus hepatitis. Selain dalam darah, virus ini dapat ditemukan pada urin, feses, dan saliva, tergantung jenis virus. Sifat penularan virus yang sangat mudah, menyebabkan hepatitis dapat ditularkan ibu ke janin selama dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun setelahnya. Risiko penularan tetap tinggi, sekalipun bayi dilahirkan melalui bedah caesar. Meski tidak ditemukan cacat bawaan pada bayi yang terinfeksi hepatitis B sejak dalam kandungan atau jika ibu di masa hamil menderita hepatitis B, bayi-bayi tersebut dapat mengidap penyakit-penyakit hati kronis seperti hepatitis kronis, sirosis hepatis dan hepatoma (tumor hati yang ganas).

Kapankah saat yang tepat melakukan vaksinasi?

Pada saat tubuh dalam kondisi sangat prima. Vaksinasi yang dilakukan saat kondisi tubuh kurang baik, justru akan menyebabkan infeksi.

6 bulan sebelum kehamilan. Dalam rentang waktu tersebut, diharapkan tubuh sudah dapat membunuh semua virus yang diberikan melalui vaksinasi, sehingga pada saat hamil tidak ada lagi virus yang dapat membahayakan janin. Jangan melakukan vaksinasi saat Anda sedang hamil. Karena dikhawatirkan akan membahayakan janin. Boleh dilakukan namun dengan catatan, dokter yang menangani Anda sudah memperhitungkan risiko.

Bila vaksinasi TT tidak dilakukan sebelum menikah, pemberiannya dapat dilakukan pada saat usia kehamilan belum mencapai 7 bulan.

Vaksinasi Kehamilan

Perlukah vaksinasi pada masa kehamilan? Jawabannya tergantung pada jenis vaksinasi apa yang ingin Anda lakukan. Ada beberapa vaksinasi yang boleh dan ada pula yang tidak boleh dilakukan selama hamil.

Pada umumnya, dokter tidak akan merekomendasikan Anda vaksinasi dari virus yang hidup atau dilemahkan. Hal itu bisa berbahaya untuk janin dalam perut Anda. Namun jika vaksinasi atau imunisasi berasal dari virus yang sudah mati atau tidak aktif lagi, masih boleh diberikan.

Vaksinasi apa yang boleh dan penting diberikan selama hamil?

Influenza. Bagi ibu hamil yang berada dalam musim flu, penting untuk menerima vaksin flu ini. Risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil yang terkena flu cukup tinggi dan seringkali sampai harus dirawat di rumah sakit.

Hepatitis B. Seringkali banyak orang tidak tahu bahwa mereka terinfeksi virus hepatitis B, dan janin bisa terkena penyakit ini ketika proses kelahiran dari ibu yang terinfeksi. Itu sebabnya vaksinasi hepatitis B sangat perlu bagi ibu hamil. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus Hepatitis B sebaiknya juga segera diberikan vaksinasi ini agar terhindar dari penyakit ini.

Tetanus-difteri-polio. Jangan heran, ya Bunda, vaksinasi ini ternyata termasuk dalam daftar vaksinasi ibu hamil yang harus dilakukan. Biasanya vaksinasi ini diberikan pada trimester pertama kehamilan.

Pneumococcal. Vaksin ini wajib bagi calon ibu yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit pneumococcal. Kondisi yang seperti apa sih yang disebut memiliki risiko tinggi? Risiko itu mencakup masalah sistim pernapasan (bukan asma), penyakit cardiovascular (jantung dan pembuluh darah), diabetes mellitus, penyakit liver yang kronis, gagal ginjal kronis, asplenia dan sickle cell (salah satu jenis kelainan jantung), kondisi melemahnya sistem imun (HIV, Leukimia, lymphoma, multiple myeloma, penyakit Hodgkins, dan sebagainya). Risiko lainnya adalah perawatan dengan beberapa obat-obatan tertentu, atau pemasangan alat bantu pendengaran (cochlear).

Vaksinasi apa yang harus dihindari selama kehamilan?

MMR. Calon ibu tidak boleh menerima vaksin ini karena vaksin ini berasal dari virus yang hidup atau sudah dilemahkan. Dan apabila seorang perempuan ingin menerima vaksinasi MMR, ia tidak boleh hamil sampai empat bulan setelah vaksinasi. Vaksinasi MMR pada perempuan hamil bisa menyebabkan kelainan pada janin, seperti gangguan mental, ketulian, masalah mata, dan juga jantung.

Cacar air. Sama seperti MMR, vaksin ini mengandung virus yang hidup atau sudah dilemahkan, dan tidak boleh diberikan pada calon ibu. Selain itu, mereka yang menerima vaksinasi cacar air ini tidak boleh hamil sampai paling tidak satu bulan setelah vaksinasi.

Bagaimana, Bunda? Sudah tahu mau vaksinasi apa?Vaksinasi & Kehamilan & Melahirkan

Pembicaraan mengenai risiko terhadap perkembangan janin dari vaksinasi terhadap ibu hamil meruapakn wacana teoritis saja. Tidak ada bukti akan risiko dari ibu hamil yang mendapat vaksin dengan virus atau bakteri atau toxoids yang telah dibuat tidak aktif. Vaksin hiduplah yang mengandung resiko bagi janin secara teoritis. Manfaat dari vaksinasi terhadap wanita hamil biasanya lebih penting dari potensial resiko bila kemungkinan untuk terkena penyakit relatif tinggi, atau ketika infeksi akan menimbulkan risiko bagi ibu atau janin, dan ketika vaksin tidak akan membahayakan.

Umumnya, vaksin virus hidup vaksin dikontraindisikan terhadap wanita hamil karena secara teoritis adanya risiko penularan virus dari vaksin ke janin. Jika vaksin virus hidup secara tidak sengaja diberikan kepada wanita hamil, atau jika seorang wanita menjadi hamil dalam 4 minggu setelah vaksinasi, dia harus mendapatkan konseling tentang adanya potensial efek pada janin. Namun vaksinasi biasanya bukan merupakan indikasi untuk menghentikan kehamilan. Apakah vaksin hidup atau vaksin tidak aktif, vaksinasi terhadap wanita hamil harus tetap mempertimbangkan risiko versus keuntungan - yakni risiko vaksinasi dibandingkan manfaat perlindungan dalam keadaan tertentu.

Tabel berikut ini dapat digunakan sebagai panduan umum.

* Vaksin hidup

Hepatitis A

Keamanan vaksinasi hepatitis A selama kehamilan belum diketahui, namun karena vaksin hepatitis A merupakan vaksin tidak aktif dari virus Hepatitis A, maka secara teoritis resiko bagi perkembangan janin diharapkan rendah. Risiko yang berkaitan dengan vaksinasi harus dipertimbangkan terhadap risiko untuk terinfeksi virus hepatitis A pada ibu hamil yang mungkin akan menghadapi risiko tinggi dari papar-an virus hepatitis A.

Hepatitis B

Kehamilan bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Data yang terbatas menunjukkan kemungkinan tidak ada resiko terhadap perkembangan fetuses ketika vaksin hepatitis B diberikan kepada wanita hamil. Vaksin ini mengandung HBsAg yang tidak menginfeksi dan tidak menimbulkan resiko bagi janin.

Wanita hamil yang diidentifikasi dengan beresiko untuk mendapat infeksi HBV selama kehamilan (misalnya, memiliki lebih dari satu pasangan seks selama 6 bulan sebelumnya, telah dievaluasi atau dirawat untuk penyakit kelamin menular, penggunaan narkoba suntikan sekarang, atau yang suaminya memiliki HBsAg positif hendaknya divaksinasi.

Human Papillomavirus (HPV)

Vaksin Quadrivalent HPV tidak dianjurkan untuk digunakan dalam kehamilan. Vaksin ini belum dapat dihubungkan dengan masalah pada kehamilan atau terhadap perkembangan janin. Namun, data mengenai vaksinasi selama kehamilan masih sangat terbatas. Sebelum ada informasi tambahan, inisiasi dari seri vaksinasi ini hendaknya ditunda sampai selesai masa kehamilan. Jika seorang wanita diketahui hamil setelah melakukan seri vaksinasi, maka sisa dari 3-dosis selanjutnya harus ditunda sampai selesai masa kehamilan. Jika dosis vaksin telah diberikan selama masa kehamilan, tidak ada intervensi yang diperlukan.

Influenza (tidak aktif)

Vaksinasi dengan vaksin influenza yang tidak aktif dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki peningkatan risiko komplikasi parah dari influenza

Satu studi terhadap imunisasi influenza terhadap sekitar 2000 wanita hamil menunjukan tidak ada efek berbahaya terhadap fetus yang berhubungan dengan vaksin influenza; hal yang serupa juga didapat dalam hasil studi lain terhadap 252 wanita hamil yang diterima vaksin influenza tidak aktif dalam waktu 6 bulan sebelum melhirkan pengiriman.

Influenza (LAIV)

Ibu hamil tidak boleh divaksinasi dengan LAIV. Ibu hamil harus menerima vaksin influenza yang tidak aktif.

Campak

Campak-gondongan-rubella (Measles-mumps-rubella - MMR) dan komponen vaksin ini tidak boleh diberikan kepada wanita yang diketahui hamil. Karena beresiko terhadap janin, wanita harus dikonseling untuk menghindari menjadi hamil selama 28 hari setelah vaksinasi dengan vaksin MMR atau vaksin berisi rubella yang lain.

Jika vaksinasi terjadi pada wanita hamil atau jika dia menjadi hamil dalam 4 minggu setelah vaksinasi MMR, dia harus dikoseling akan resiko dari vaksinasi tersebut. Namun vaksinasi MMRselama kehamilan tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri kehamilan.

Meningokokus (MCV4) (konjugasi)

MCV4 adalah aman dan immunogenic di antara wanita orang berusia 11-55 tahun yang tidak hamil, tetapi tidak ada data yang tersedia akan keamanan MCV4 selama kehamilan. Wanita usia subur yang menjadi tahu bahwa mereka hamil pada saat vaksinasi MCV4 harus menghubungi produsen vaksin.

Gondongan

Campak-gondongan-rubella (Measles-mumps-rubella - MMR) dan komponen vaksin ini tidak boleh diberikan kepada wanita yang diketahui hamil. Karena beresiko terhadap janin, wanita harus dikonseling untuk menghindari menjadi hamil selama 28 hari setelah vaksinasi dengan vaksin MMR atau vaksin berisi rubella yang lain.

Jika vaksinasi terjadi pada wanita hamil atau jika dia menjadi hamil dalam 4 minggu setelah vaksinasi MMR, dia harus dikoseling akan resiko dari vaksinasi tersebut. Namun vaksinasi MMRselama kehamilan tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri kehamilan.

Pneumokokus (PPV23)

Keamanan vaksin polysaccharide pneumokokus selama kehamilan trimester pertama belum dievaluasi, walaupun tidak ada konsekuensi yang berbahaya yang telah telah dilaporkan di antara ibu-ibu yang baru secara tidak sengaja mendapat divaksinasi selama kehamilan.

Polio (IPV)

Meskipun tidak ada efek berbahaya dari IPV yang telah dilaporkan di kalangan wanita hamil atau terhadap janin, vaksinasi IPV terhadap wanita hamil harus dihindari, secara teoritis. Namun, jika wanita hamil mendapat risiko infeksi yang meningkat dan memerlukan perlindungan segera terhadap polio, IPV dapat diberikan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan untuk orang dewasa.

Rubella

Campak-gondongan-rubella (Measles-mumps-rubella - MMR) dan komponen vaksin ini tidak boleh diberikan kepada wanita yang diketahui hamil. Karena beresiko terhadap janin, wanita harus dikonseling untuk menghindari menjadi hamil selama 28 hari setelah vaksinasi dengan vaksin MMR atau vaksin berisi rubella yang lain.

Jika vaksinasi terjadi pada wanita hamil atau jika dia menjadi hamil dalam 4 minggu setelah vaksinasi MMR, dia harus dikoseling akan resiko dari vaksinasi tersebut. Namun vaksinasi MMRselama kehamilan tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri kehamilan.

Wanita usia subur yang rentan terhadap Rubella dan mungkin akan hamil namun belum divaksinasi, hendaknya mendapat konseling tentang potensi resiko untuk CRS dan pentingnya untuk divaksinasi secepatnya sebelum mereka hamil.

Catatan vaksinasi wanita usia subur yang rentan terhadap Rubella, pada waktu 3 bulan sebelum dan 3 bulan setelah pembuahan dilakukan antara tahun 1971 dan 1989. Tidak ada bukti kejadian CRS pada anak dari 226 wanita yang menerima vaksin rubella RA 27 / 3 dan mereka terus melanjutkan kehamilannya.

Tetanus dan difteri (Td) (lihat juga Tdap)

Wanita hamil harus mendapat vaksin Td. Ibu hamil yang telah mendapat vaksinasi Td selama 10 tahun terakhir hendaknya menerima dosis penguat (booster dose).

Wanita hamil yang belum menerima tiga dosis vaksin yang mengandung toxoid tetanus dan difteri harus melengkapi 3 rangkaian vaksinasi. Dua dosis Td harus diberikan selama kehamilan untuk memastikan perlindungan terhadap tetanus pada ibu dan bayi yang dilahirkan. Jadwal untuk dua dosis Td dipisahkan selama 4 minggu, dan dosis Tdap 6 bulan setelah dosis kedua (post-partum). Petugas layanan kesehatan dapat memilih untuk mengganti satu dosis Td dengan Tdap selama kehamilan.

Meskipun tidak ada bukti bahwa toxoid tetanus dan difteri bersifat teratogenic, tetapi menunggu hingga trimester kedua kehamilan untuk pemberian Td adalah baik, guna pencegahan untuk meminimalkan semua kekhawatiran tentang kemungkinan seperti teori reaksi.

Tetanus, difteri dan pertusis (Tdap)

Tdap tidak memiliki kontraindikasi terhadap wanita hamil. Data tentang keamanan, immunogenisitas dan kehamilan tidak tersedia bagi wanita hamil yang menerima Tdap. Ketika Tdap diberikan selama kehamilan, antibodies ibu transplasenta mungkin melindungi bayi terhadap pertusis pada awal kehidupan. Namun Tdap juga dapat mengganggu respon kekebalan bayi terhadap vaksin DTaP, dan membuat bayi kurang terlindungi dengan baik terhadap pertusis.

Rekomendasi diberikan atas Td ketika perlindungan terhadap difteri dan tetanus diperlukan selama kehamilan. Pada beberapa situasi, petugas kesehatan bisa memilih untuk memberikan Tdap daripada Td untuk menambah perlindungan terhadap pertusis. Ketika Td atau Tdap diberikan selama kehamilan, maka waktu yang dipilih adalah trimester kedua atau ketiga.

Varicella

Efek dari vaksin virus varicella pada janin belum diketahui, sehingga wanita hamil tidak boleh divaksinasi varicella. Wanita yang tidak hamil dan divaksinasi harus menghindari menjadi hamil selama 1 bulan berikutnya setiap suntikan. Untuk orang yang rentan, memiliki anggota rumah tangga hamil bukan kontraindikasi untuk vaksinasi.

Karena kekuatan virus yang dilemahkan digunakan dalam vaksin lebih kecil dibanding virus yang yang liar, maka risiko terhadap janin, jika ada, harus lebih rendah.

Jika vaksinasi dilakukan pada wanita yang tidak tahu bahwa dia hamil atau jika dia menjadi hamil dalam 4 minggu setelah vaksinasi varicella, dia harus mendapat konseling tentang resiko terhadap janin, namun vaksinasi varicella selama kehamilan tidak boleh dianggap sebagai alasan untuk mengakhiri kehamilan.

VZIG [varicella zoster Immune Globulin] harus benar-benar dipertimbangkan untuk wanita hamil yang rentan terhadapnya akibat paparan lingkungan.

Vaksin Lain-lain dan Persiapan Perjalanan

* Anthrax

* BCG *

* Japanese Encephalitis

* Meningokokus (MPSV4)

* Rabies

* Penyakit tipus (Parenteral & Oral *)

* Vaccinia *

* Yellow Fever *

* Ikat pinggang *

Vaksin dilemahkan

Anthrax

Tidak ada studi tentang penggunaan vaksin Anthrax di antara wanita hamil. Ibu hamil harus divaksinasi terhadap Anthrax hanya jika potensi manfaat vaksinasi lebih penting dari potensi resiko pada janin.

BCG

Walaupun tidak berbahaya terhadap janin yang dikaitkan dengan vaksin BCG, penggunaannya tidak dianjurkan selama kehamilan.

Japanese Encephalitis (JE)

Tidak ada informasi spesifik akan keamanan vaksin JE pada kehamilan. Vaksinasi mungkin memilki risiko terhadap janin yang sedang berkembang, dan vaksin yang tidak boleh diberikan secara rutin selama kehamilan.

Wanita hamil yang harus melakukan perjalanan ke suatu wilayah di mana berresiko tinggi JE harus divaksinasi ketika risiko imunisasi lebih rendah dibanding risiko infeksi pada ibu dan janin yang sedang berkembang.

Meningokokus (MPSV4 - Polysaccharide)

Studi tentang vaksinasi MPSV4 selama kehamilan belum didokumentasikan adanya efek berbahaya baik bagi ibu atau anak yang baru lahir. Atas dasar data ini, kehamilan seharusnya tidak menghalangi vaksinasi dengan MPSV4, jika diindikasikan.

Rabies

Karena kemungkinan atas konsekuensi perawatan akibat paparan rabies, dan karena tidak ada indikasi adanya ketidak-normalan janin yang dikaitkan dengan vaksinasi rabies, kehamilan tidak dianggap kontraindikasi untuk pencegahan terhadap paska paparan rabies.

Jika risiko terkena rabies sangat tinggi, maka vaksinasi rabies menjadi dianjurkan sebelum terpapar oleh rabies.

Penyakit tipus

Tidak ada data yang telah dilaporkan terhadap penggunaan salah satu dari tiga vaksin tipus pada wanita hamil.

Vaccinia (cacar)

Vaksin virus hidup memiliki kontraindikasi terhadap kehamilan, sehingga vaksin vaccinia tidak boleh diberikan untuk ibu hamil untuk indikasi tidak darurat.

Namun, vaksin vaccinia diketahui tidak menyebabkan cacat bawaan. Meskipun