V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/129850/9/8.pdf · 60 Tabel...
Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi …repository.ub.ac.id/129850/9/8.pdf · 60 Tabel...
58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
5.1.1. Letak Geografis Desa Pandanajeng
Secara geografis Desa Pandanajeng terletak pada posisi 800’10.08”
Lintang Selatan dan 11244’2.4” Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini
adalah berupa daratan sedang yaitu sekitar 450 m di atas permukaan air laut.
Wilayah Desa Pandanajeng terdiri dari 4 dusun dan 27 Rukun Tetangga (RT)
yang dikelompokkan ke dalam 6 Rukun Warga (RW). Tujuan dari digunakannya
istilah RW untuk pembagian kelompok-kelompok RT agar lebih mempermudah
pemerintahan desa dalam menjalankan kegiatan-kegiatan pemerintahan desa.
Desa Pandanajeng termasuk wilayah yang memiliki pegunungan dan
sebagian besar terdiri atas dataran tinggi. Desa Pandanajeng berada di antara lima
desa lain yang juga masih termasuk dalam wilayah Kecamatan Tumpang dan
Kabupaten Malang. Desa Pandanajeng merupakan salah satu dari 15 desa yang
ada di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Desa
Pandanajeng memiliki jarak tempuh sejauh 5 kilometer ke pusat Kecamatan
Tumpang, dan 21 kilometer ke pusat Pemerintahan Kabupaten Malang, serta 89
kilometer ke Ibukota Propinsi Jawa Timur.
Batas-batas wilayah Desa Pandanajeng dikelilingi oleh desa-desa dari
Kecamatan Tumpang kecuali bagian Utara yang dibatasi oleh Desa Banjarejo
yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pakis dan bagian Selatan yang dibatasi
oleh Desa Argosuko Kecamatan Poncokusumo. Sebelah Barat Desa Pandanajeng
berbatasan dengan Desa Kidal dan Desa Kambingan. Sebelah Timur berbatasan
dengan Desa Pulungdowo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngingit, dan
sebelah utara berbatasan dengan Desa Slamet. Peta perbatasan wilayah Desa
Pandanajeng dapat dilihat pada Gambar 5.1.
59
Gambar 5.1. Peta Perbatasan Wilayah Desa Pandanajeng
Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pandanajeng, 2014
5.1.2. Keadaan Pertanian Desa Pandanajeng
Keadaan pertanian di Desa Pandanajeng dalam penelitian ini dijelaskan
dalam aspek pola penggunaan lahan dan komoditas pertanian yang dihasilkan.
Keseluruhan luas wilayah Desa Pandanajeng adalah 255,167 ha yang dapat
dikelompokkan menjadi pemukiman, sawah, perkebunan/tegalan, perkantoran,
sekolah, lapangan olahraga, dan pemakaman umum. Pola penggunaan lahan di
Desa Pandanajeng dapat dilihat pada Tabel 5.1.
60
Tabel 5.1. Pola Penggunaan Lahan di Desa Pandanajeng Tahun 2013
No. Penggunaan Luas lahan (ha) Persentase (%) 1. Pemukiman 85,076 33,34 2. Sawah 141,928 55,62 3. Perkebunan/tegalan 21,483 8,42 4. Perkantoran 0,500 0,20 5. Sekolah 2,520 0,99 6. Lapangan olahraga 1,560 0,61 7. Pemakaman umum 2,100 0,82
Jumlah 255,167 100,00 Sumber: Data sekunder diolah dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Pandanajeng, 2014
Berdasarkan Tabel 5.1. diketahui bahwa penggunaan lahan di Desa
Pandanajeng paling banyak dimanfaatkan untuk pertanian dalam bentuk sawah
dengan luas sebesar 141,928 ha (55,62%). Pemanfaatan lahan untuk pemukiman
memiliki luas yang sedikit lebih rendah dari sawah yaitu seluas 85,076 ha
(33,34%). Pola penggunaan lahan di Desa Pandanajeng berikutnya adalah
perkebunan atau tegalan dengan luas 21,483 ha (8,42%). Pola penggunaan lahan
untuk perkantoran, sekolah, lapangan olahraga, serta pemakaman umum memiliki
persentase masing-masing kurang dari 1% dengan persentase terkecil pada
perkantoran. Tanah basah atau sawah biasa digunakan oleh masyarakat untuk
tanaman sayur-mayur, padi dan palawija. Jenis tanah kering atau tegal yang
kurang produktif biasa dimanfaatkan sebagai lahan peternakan.
Komoditas pertanian di Desa Pandanajeng terdiri atas berbagai macam
tanaman mulai dari tanaman pangan, palawija, buah, hingga sayur-sayuran.
Komoditas pertanian yang utama di desa ini adalah sayur-sayuran seperti
kangkung, sawi, bayam, kubis, tomat, dan lain-lain. Berikut adalah perincian hasil
panen untuk seluruh komoditas pertanian di Desa Pandanajeng pada tahun 2013,
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
61
Tabel 5.2. Hasil Panen Komoditas Pertanian di Desa Pandanajeng Tahun 2013
No. Tanaman Satuan Hasil Panen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
Kangkung Bayam Sawi Padi Jagung Cabai Rawit Cabai Besar Kubis Tomat Kacang Panjang Kelapa
Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton Butir
450 385 320 280 140 3 6 175 160 8
150.000
Sumber: Data sekunder diolah dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa Pandanajeng, 2014
Berdasarkan data pada Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa produksi sayur-
sayuran yang meliputi kangkung, bayam, sawi, kubis, dan tomat merupakan hasil
panen komoditas pertanian yang paling produktif di Desa Pandanajeng. Hasil
panen yang paling tinggi adalah komoditas kangkung yaitu sebesar 450 ton,
sedangkan hasil panen terendah adalah komoditas cabai rawit yaitu sebesar 3 ton.
Komoditas kelapa memiliki satuan yang berbeda dengan komoditas lainnya, hasil
panen kelapa pada tahun 2013 adalah sebesar 150.000 butir.
Tanah di Desa Pandanajeng yang mayoritas berwarna hitam kecoklatan
sangat cocok untuk pertanian terutama jenis sayur-sayuran. Masyarakat
menggunakan lahan basah atau sawah untuk tanaman sayur-mayur, padi, dan
palawija, sedangkan lahan kering atau tegal yang kurang produktif dimanfaatkan
sebagai lahan peternakan. Sumber daya alam berupa air diperoleh secara mudah
oleh penduduk Desa Pandanajeng baik untuk kebutuhan pokok (mandi, minum,
dan mencuci) maupun untuk irigasi lahan pertanian. Petani di Desa Pandanajeng
mempergunakan aliran sungai Amprong untuk penunjang pertanian yaitu irigasi
dan memandikan sapi atau kerbau setelah dipergunakan dalam pengolahan lahan
sawah.
62
5.1.3. Kependudukan Desa Pandanajeng
Jumlah penduduk di Desa Pandanajeng secara keseluruhan pada akhir tahun
2013 sebanyak 4.013 jiwa yang terdiri dari 49,34% laki-laki dan 50,66%
perempuan. Penduduk Desa Pandanajeng yang paling banyak berdasarkan
golongan usia adalah jumlah penduduk pada golongan usia 30-44 tahun sebanyak
1.019 jiwa (25,39%). Jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada golongan usia
di atas 59 tahun yaitu sebanyak 376 jiwa (9,37%). Selain berdasarkan usia dan
jenis kelamin, jumlah penduduk Desa Pandanajeng berdasarkan mata pencaharian
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Desa Pandanajeng Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2013
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Petani Buruh Tani Buruh Bangunan Karyawan Swasta Pedagang Wiraswasta Pegawai Negeri Sipil Lain-lain (Sopir, Pensiunan, Jasa, Peternak)
654 618 279 197 101 743
65 77
23,92 22,60 10,21
7,21 3,69
27,18 2,38 2,81
Jumlah 2.734 100,00
Sumber: Data sekunder diolah dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa Pandanajeng, 2014
Tabel 5.3. di atas menjelaskan bahwa di Desa Pandanajeng jumlah
penduduk yang bermatapencaharian sebagai wiraswasta memiliki jumlah yang
paling banyak yaitu 743 jiwa (27,18%). Selain wiraswasta, jumlah penduduk
dengan mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani juga memiliki persentase
yang tinggi, tidak terlalu jauh berbeda dengan wiraswasta. Jumlah penduduk yang
memiliki pekerjaan sebagai petani yaitu 654 orang (23,92%), kemudian buruh tani
sebanyak 618 orang (22,60%). Apabila jumlah penduduk yang
bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani dijumlahkan, maka sebesar
46,52% penduduk Desa Pandanajeng bekerja di bidang pertanian. Hal ini
63
menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai wiraswata, petani, dan buruh tani
merupakan pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh penduduk Desa
Pandanajeng.
Selain bekerja di bidang pertanian, sebagian penduduk Desa Pandanajeng
juga memiliki pencaharian utama sebagai pedagang walaupun jumlahnya tidak
terlalu dominan 3,69%. Pekerjaan sebagai pedagang biasanya berhubungan
dengan pertanian karena komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani Desa
Pandanajeng dipasarkan di pasar tradisional oleh pedagang di desa tersebut. Para
penduduk Desa Pandanajeng yang bermatapencaharian utama sebagai petani juga
memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang dengan memasarkan produk
pertaniannya di pasar tradisional.
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan masyarakat untuk dapat
memajukan tingkat kesejahteraan dan tingkat perekonomian Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka biasanya dapat meningkatkan pola pikir individu
dan mempermudah untuk menerima informasi yang lebih maju. Tabel 5.4. di
bawah ini merupakan tabel yang menunjukan jumlah penduduk Desa Pandanajeng
berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Desa Pandanajeng Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD/Sederajat Tamat SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Diploma I/II Akademi/Diploma III Diploma IV/Strata I/Strata II
520 650 1448
704 525 19 38
109
12,96 16,20 36,08 17,54 13,08 0,47 0,95 2,72
Jumlah 4.013 100,00
Sumber: Data sekunder diolah dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa Pandanajeng, 2014
64
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa penduduk Desa Pandanajeng yang
bersekolah sampai tingkat SD atau sederajat memiliki jumlah paling tinggi yaitu
1448 orang (36,08%). Tingkat pendidikan yang paling rendah yaitu tidak tamat
SD/sederajat memiliki jumlah sebesar 650 orang (16,20%). Jumlah penduduk
yang menempuh pendidikan hingga Diploma I/II merupakan jumlah paling sedikit
dari tingkat pendidikan lainnya yaitu sebanyak 19 orang (0,47%). Jumlah
penduduk Desa Pandanajeng yang menempuh pendidikan hingga tingkat tertinggi
(Diploma IV/Strata I/Strata II) memiliki persentase 2,72%. Angka tersebut
menunjukkan bahwa penduduk yang telah menempuh pendidikan hingga tingkat
tertinggi memiliki status dan peranan sosial yang cenderung lebih tinggi. Salah
satu contoh dari pentingnya tingkat pendidikan dalam menentukan status dan
peranan sosial di Desa Pandanajeng adalah Ketua Gapoktan Sumbersuko
merupakan lulusan S1 dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Beliau
dipercaya sebagai Ketua Gapoktan Sumbersuko karena dianggap memiliki
pengetahuan lebih luas daripada anggota dan pengurus Gapoktan Sumbersuko
yang lain.
5.2. Gambaran Umum Gapoktan Sumbersuko
Gabungan Kelompok Tani Sumbersuko merupakan gabungan dari susunan
kelompok-kelompok tani yang berada di Desa Pandanajeng. Kelompok-kelompok
tani yang dimaksud adalah Sumber Tani I, Sumber Tani II, Sumber Tani III, dan
Sumber Tani IV. Keempat kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan
Sumbersuko dibagi berdasarkan 4 dusun di Desa Pandanajeng yaitu Dusun
Bangilan, Dusun Tamiajeng, Dusun Bletok, dan Dusun Pandaan. Nama
Sumbersuko diambil dari nama-nama kelompok tani yang berada di Desa
Pandanajeng yaitu Sumber Tani. Menurut Ketua Gapoktan Sumbersuko,
pemberian nama Sumbersuko berasal dari usul salah seorang Petugas Penyuluh
Lapang dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kecamatan Tumpang yaitu Bapak
Kusdiono.
Gapoktan Sumbersuko berdiri pada tahun 1997 atas prakarsa dari Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang dan warga Desa Pandanajeng.
Tujuan yang ingin dicapai oleh Gapoktan Sumbersuko yaitu memajukan bidang
65
usaha pertanian dengan mengunggulkan kualitas produk dan sumber daya
manusianya, melalui pengembangan usaha tani yang bertaraf interlokal (pasar
modern) dengan memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah, terutama
sayur-sayuran yang identik dengan Desa Pandanajeng. Gambar 5.2. berikut ini
adalah struktur organisasi Gapoktan Sumbersuko.
Gambar 5.2. Struktur Kepengurusan Gapoktan Sumbersuko di Desa Pandanajeng
Sumber: Data primer diolah, 2014
Struktur kepengurusan Gapoktan Sumbersuko merupakan hasil musyawarah
antara anggota Gapoktan dalam rapat anggota Gapoktan yang diadakan minimal
tiap 6 bulan sekali atau apabila ada kepentingan tertentu yang perlu dirundingkan
bersama. Struktur kepengurusan yang dijelaskan pada Gambar 5.2. telah berjalan
selama kurang lebih 6 tahun. Bapak Abdul Ghofur telah menjabat sebagai ketua
Gapoktan Sumbersuko mulai tahun 2002. Ketua Gapoktan Sumbersuko baru
mengalami pergantian sebanyak dua kali, ketua Gapoktan yang pertama menjabat
adalah Bapak Ahmad Tho’if (Alm.).
Apabila terdapat permasalahan mengenai pertanian di Desa Pandanajeng
yang perlu untuk dibicarakan bersama, maka Ketua Gapoktan bertugas untuk
mengorganisir dan mengkoordinasikan pertemuan dan diskusi bersama para
pengurus dan anggota Gapoktan. Pertemuan Gapoktan Sumbersuko biasa
diadakan di kediaman salah satu pengurus Gapoktan maupun di rumah packaging
yang terletak di Dusun Pandaan Desa Pandanajeng. Kegiatan yang dilakukan oleh
Gapoktan Sumbersuko untuk mengembangkan pertanian sayuran dimulai dari
proses budidaya, pasca panen hingga pemasaran ke pasar modern. Komoditas
66
yang paling banyak diproduksi oleh petani di Desa Pandanajeng adalah sayuran
kangkung, sawi, dan bayam. Gapoktan Sumbersuko merupakan wadah bagi petani
di Desa Pandanajeng untuk memperkuat posisi tawar petani dalam menentukan
harga hasil pertanian termasuk sayuran tanpa tergantung kepada tengkulak. Oleh
sebab itulah Gapoktan Sumbersuko mengarahkan para petani untuk memasarkan
hasil panen ke pasar modern yang memberikan keuntungan ekonomi lebih tinggi.
Pada tahun 2002-2010 petani Desa Pandanajeng yang memasarkan produk
sayurannya ke pasar modern baru sejumlah 8 orang. Pada tahun-tahun tersebut
Gapoktan Sumbersuko hanya dapat mengirimkan sayuran dalam jumlah sedikit
dan belum dapat mengembangkan jaringan pemasaran hasil pertanian di pasar
modern. Setelah bekerjasama dengan CV. Agri Fresh, kemudian Gapoktan
Sumbersuko juga memasarkan sayuran ke pasar modern melalui supermarket
Hero dan Giant. Mulai bulan Juli 2014, Gapoktan Sumbersuko juga
memasarkankan sayuran ke Mahadaya Apartment di Kota Malang.
Pengembangan jaringan pemasaran di pasar modern ini dapat menampung petani
sayuran dalam jumlah lebih besar sehingga petani anggota Gapoktan yang
memasarkan ke pasar modern hingga tahun 2014 bertambah menjadi 14 orang.
5.3. Peranan Gapoktan dalam Pengendalian Mutu Kangkung
Peranan Gapoktan Sumbersuko dalam pengendalian mutu kangkung
dideskripsikan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Gapoktan untuk
mengatasi rendahnya mutu kangkung dan luas lahan kangkung milik petani yang
relatif sempit agar dapat memenuhi permintaan pasar modern. Berdasarkan data
pada periode Mei-Juni 2014 petani kangkung anggota Gapoktan Sumbersuko
belum dapat sepenuhnya menghasilkan produk kangkung yang sesuai standar dari
pasar modern. Hal ini dapat dilihat dari jumlah return kangkung atau kangkung
yang dikembalikan oleh pihak pasar modern kepada Gapoktan.
Menurut Hermanto (2007) Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan
melakukan fungsi-fungsi yang meliputi:
1. Pemenuhan kebutuhan pasar (kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan harga).
2. Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida dan
lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya.
67
3. Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit atau pinjaman
kepada para petani yang memerlukan.
4. Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading,
pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah.
5. Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan atau menjual produk petani
kepada pedagang atau industri hilir.
Sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka peneliti menjelaskan peranan
yang dilakukan Gapoktan dalam pengendalian mutu dan pemasarannya ke pasar
modern. Akan tetapi Gapoktan Sumbersuko tidak melakukan penyediaan modal
usaha maupun menyalurkan secara kredit atau pinjaman kepada para petani yang
memerlukan. Untuk mengatasi permasalahan mutu kangkung agar sesuai dengan
permintaan pasar modern, maka Gapoktan Sumbersuko perlu melakukan kegiatan
peningkatan mutu, pelayanan informasi, peningkatan pengetahuan, penerapan
teknologi, dan pengadaan sarana pengolahan produk dalam pengendalian mutu
sayuran kangkung.
5.3.1. Peranan Gapoktan dalam Peningkatan Mutu
Gapoktan Sumbersuko berupaya untuk menjaga agar mutu kangkung yang
dihasilkan oleh petani dapat sesuai dengan permintaan pasar modern. Upaya yang
dilakukan oleh Gapoktan adalah dengan mengidentifikasi mutu yang diinginkan
pasar terlebih dahulu, dalam penelitian ini adalah pasar modern berupa
supermarket. Setelah diketahui standar mutu kangkung yang diinginkan oleh pasar
modern, maka kemudian dilakukan perencanaan bersama para petani kangkung
anggota Gapoktan agar standar mutu kangkung dapat terpenuhi. Apabila produk
kangkung yang dihasilkan oleh petani kangkung anggota Gapoktan Sumbersuko
masih belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar modern, maka perlu
dilakukan peningkatan mutu terhadap produk kangkung yang diproduksi.
Standar mutu produk kangkung yang dikirimkan Gapoktan Sumbersuko ke
pasar modern ditunjukkan oleh Tabel 5.5.
68
Tabel 5.5. Standar Mutu Kangkung yang Dikirimkan Gapoktan Sumbersuko ke Pasar Modern
Komoditas Ukuran Kriteria Fisik Proses Pengendalian Mutu
Kangkung Daun berukuran sedang, tidak terlalu lebar dengan ukuran daun ± 3 cm dan panjang ± 10 cm.
Daun tampak masih segar, tidak layu, warna daun tidak ada yang menguning dan tidak ada cacat atau lubang pada daun.
a. Kangkung dipanen pada usia ± 30 hari tidak boleh terlalu tua.
b. Proses pasca panen dilakukan dengan mengikat kangkung yang telah ditata rapi menggunakan selotip berdasarkan ukuran daun relatif sama pada setiap ikatan.
c. Setiap satu ikatan kangkung berdiameter ± 5 cm pada bagian batang yang terkumpul dan memiliki berat 200 gram.
Sumber : Data primer diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 5.5. dapat diketahui bahwa pasar modern memiliki
standar mutu yang harus dipenuhi oleh Gapoktan Sumbersuko untuk produk
kangkung yang akan dipasarkan. Standar mutu sayuran kangkung yang diminta
oleh pasar modern mengutamakan mutu secara eksternal atau kriteria fisik. Oleh
sebab itu Gapoktan Sumbersuko belum melakukan pengendalian mutu kangkung
secara internal seperti pengukuran kandungan zat-zat kimia berbahaya di dalam
sayuran kangkung yang telah dipanen.
Peranan Gapoktan dalam peningkatan mutu kangkung akan diuraikan
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko dimulai dari
mencari tahu tentang informasi permintaan pasar terhadap sayuran kangkung.
Jumlah permintaan dari beberapa pihak pasar modern kemudian dijumlahkan
sehingga diketahui target jumlah produksi kangkung yang harus dipenuhi setiap
harinya. Target jumlah produksi yang telah diketahui selanjutnya didiskusikan
dengan para petani kangkung anggota Gapoktan mengenai mekanisme
pemenuhannya. Pemenuhan target tersebut dilakukan dengan melakukan
69
perencanaan kuota petani dan perencanaan jadwal tanam. Skema perencanaan
pengendalian mutu kangkung yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko
ditunjukkan oleh Gambar 5.3. berikut ini.
Gambar 5.3. Skema Perencanaan Pengendalian Mutu Kangkung oleh Gapoktan Sumbersuko
Permintaan pasar modern terhadap sayuran yang akan dikirimkan oleh
Gapoktan Sumbersuko disertai dengan jenis sayuran apa saja yang diminta,
kontinuitas pengiriman produk, standar mutu produk, dan harga produk yang
dibayarkan oleh pasar modern. Gapoktan Sumbersuko berusaha untuk memenuhi
permintaan sayuran kangkung dari pihak pasar modern setiap harinya. Pada akhir
pekan, bulan ramadhan, dan menjelang hari raya besar agama, jumlah permintaan
meningkat dibandingkan dengan hari-hari biasa. Jenis sayuran yang diminta
terdiri dari kangkung, sawi, bayam, daun singkong, dan tomat. Sayuran kangkung
merupakan jenis sayuran yang memiliki jumlah permintaan paling tinggi
dibandingkan dengan sayuran lainnya.
Perencanaan kuota petani yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko yaitu
dengan mengidentifikasi berapa jumlah petani kangkung yang dibutuhkan untuk
memenuhi permintaan pasar modern. Perencanaan mengenai kuota petani dilihat
dari hasil produksi yang didapat petani dengan luas lahan penanaman kangkung.
Perencanaan jadwal tanam dilakukan agar kangkung dapat tersedia setiap hari
untuk dikirim ke beberapa pasar modern yang telah melakukan kontrak kerjasama
dengan Gapoktan. Petani biasanya menanam kangkung sebanyak tiga hingga lima
Permintaan Pasar Modern, meliputi:
1. Jenis komoditas 2. Kontinuitas
pengiriman produk
3. Mutu produk 4. Harga produk
Peranan Gapoktan Sumbersuko
Kuota Petani Jadwal Tanam
Anggota Gapoktan Sumbersuko
70
kali setiap satu bulan di lahan yang berbeda, sehingga setiap harinya terdapat
kangkung yang dapat dipanen dari 14 orang petani kangkung Desa Pandanajeng
yang memasarkan ke pasar modern. Jadwal tanam kangkung dilakukan
berdasarkan jadwal dari petani dengan menyesuaikan target produksi.
Pihak pasar modern biasa memperbarui kontrak perjanjian dengan Gapoktan
Sumbersuko setiap 3 bulan mengenai jumlah permintaan kangkung oleh
supermarket dan harga kangkung yang dibayarkan oleh pihak pasar modern.
Pengiriman atau distribusi sayuran kangkung ke pasar modern oleh Gapoktan
Sumbersuko dilakukan setiap hari pada pukul 22.00. Oleh sebab itu, para pekerja
di rumah packaging Gapoktan Sumbersuko telah mempersiapkan produk sayuran
kangkung yang akan dikirimkan mulai pukul 18.00. Pada akhir pekan dan bulan
Ramadhan pekerja rumah packaging mulai bekerja pada siang hari sekitar pukul
11.00 untuk mengantisipasi adanya penambahan order pada sore harinya.
2. Pelaksanaan
Proses pelaksanaan pengendalian mutu kangkung oleh Gapoktan
Sumbersuko terdiri atas tiga tahapan yaitu budidaya, panen, dan pasca panen.
Perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya kemudian dilaksanakan oleh
petani anggota yang telah mengetahui jadwal tanamnya masing-masing. Petani
melakukan pelaksanaan produksi dari budidaya hingga panen, selanjutnya
penanganan pasca panen dilakukan di rumah packaging yang ditangani oleh para
pekerja. Rumah packaging berada di lingkungan produksi kangkung sehingga
distribusi kangkung ke rumah packaging tidak mengalami hambatan. Berikut ini
adalah tahapan produksi kangkung yang dilakukan oleh para petani di Desa
Pandanajeng.
a. Budidaya
Proses budidaya kangkung terdiri atas beberapa tahapan mulai dari
persiapan benih, persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan hingga
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Varietas benih kangkung
darat yang dianjurkan oleh Gapoktan Sumbersuko terhadap para petani kangkung
adalah varietas kangkung sutra. Akan tetapi sebagian besar petani masih kurang
memahami cara pemilihan varietas kangkung yang harusnya digunakan. Para
petani Desa Pandanajeng biasa memperoleh benih dari Koperasi Unit Desa yang
71
terletak di Kecamatan Pakis seperti pernyataan yang disampaikan oleh Bapak
Jupri,
“Saya biasanya beli benih di KUD Pakis mbak, kalau jenis benihnya
saya kurang ngerti yang penting saya minta yang bagus. Kata
penjualnya benih kangkung itu dikirim dari Gresik, Jombang sama
Sidoarjo”.
Pernyataan dari Bapak Jupri tersebut menunjukkan bahwa petani
kangkung di Desa Pandanajeng terbiasa untuk langsung membeli benih dari KUD
tanpa mengetahui varietas benih kangkung tersebut.
Benih kangkung yang ditanam oleh petani Desa Pandanajeng dibeli per
kilogram dengan harga sekitar Rp. 11.000,00 tiap kilogramnya. Apabila menurut
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi (2009) untuk luasan lahan 1 ha
diperlukan benih sekitar 10 kg, maka lain halnya dengan yang disampaikan oleh
informan penelitian ini. Para petani biasa menggunakan 20-30 kg benih
kangkung pada tiap ha lahan. Hal ini tentunya menambah biaya pengeluaran
petani dalam produksi kangkung. Petani Desa Pandanajeng tidak membuat benih
secara mandiri karena para petani tidak terbiasa untuk memproduksi sendiri benih
kangkung yang akan ditanam. Menurut keterangan dari informan, kebiasaan
untuk membeli benih di Koperasi Unit Desa dan toko pertanian mempermudah
pekerjaan petani sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam
mempersiapkan benih kangkung.
Tahapan budidaya selanjutnya adalah persiapan lahan yang dilakukan oleh
petani dengan menggemburkan tanah menggunakan mesin pembajak atau
cangkul. Untuk mesin pembajak lahan, Desa Pandanajeng telah memiliki masing-
masing satu mesin di setiap wilayah RW (Rukun Warga) sehingga setiap dusun
memiliki sebanyak satu hingga dua mesin pembajak. Hal ini telah sesuai dengan
standar operasional prosedur dalam persiapan lahan kangkung untuk mencangkul
lahan sedalam kurang lebih 30 cm atau bisa menggunakan alat pembajak sawah.
Proses penggemburan lahan kangkung ini disertai dengan penambahan
pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak kambing. Untuk pemupukan
dengan pupuk kandang diperlukan dosis sebanyak satu pikul (6 kuintal) setiap ha
lahan. Selain pupuk organik berupa pupuk kandang, petani juga menggunakan
72
pupuk kimia berupa phonska dan urea. Pupuk phonska digunakan sebagai pupuk
dasar dengan dosis sebesar 0,5 kuintal tiap ha lahan, sedangkan pupuk urea
diberikan dua kali pada saat usia 1 minggu dan 2 minggu setelah tanam dengan
dosis 100 gr tiap ha lahan.
Setelah menggemburkan tanah maka petani membuat bedengan yang
membujur dari arah barat ke timur agar tanaman kangkung memperoleh cahaya
matahari dengan baik. Menurut petani kangkung yang menjadi informan
penelitian, lebar dan tinggi bedengan pada lahan kangkung disesuaikan dengan
datangnya musim. Panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan yang
tersedia. Apabila musim penghujan, maka tinggi bedengan ditambah agar benih
kangkung tidak tergenang air ataupun hanyut terbawa air. Pada musim
penghujan, lebar bedengan menjadi 1-1,5 m. Pada musim kemarau, tinggi
bedengan dikurangi sehingga hampir rata dengan tempat jalannya air untuk
mempermudah proses pengairan. Lebar bedengan juga diperlebar menjadi ± 2 m.
Hal ini perlu diperhatikan karena tanaman kangkung merupakan jenis tanaman
sayuran yang membutuhkan cukup air agar dapat tumbuh dengan baik.
Setelah persiapan lahan selesai, maka tahapan berikutnya adalah penanaman
benih kangkung pada lahan yang telah dipersiapkan. Petani kangkung Desa
Pandanajeng tidak membuat lubang tanam terlebih dahulu seperti yang
disarankan oleh Gapoktan maupun standar operasional prosedur dari Dinas
Pertanian. Para petani di desa ini biasa langsung menyebarkan benih kangkung di
atas bedengan, kemudian benih tersebut ditutup atau diuruki dengan tanah setebal
3-4 cm. Proses menutup benih dengan tanah tersebut merupakan tahapan yang
paling sulit untuk dilakukan karena apabila kurang tepat dilakukan beih
kangkung tidak akan tumbuh dengan baik. Para petani kangkung berpendapat
bahwa cara penanaman dengan menyebar benih tanpa membuat lubang tanam
lebih cepat dilakukan dan hasilnya sama saja dengan membuat lubang tanam.
Akan tetapi cara menanam seperti ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
kangkung tidak dapat optimal karena beberapa tanaman kangkung tumbuh
berimpitan dengan tanaman kangkung lainnya.
Tahapan dalam budidaya kangkung berikutnya adalah pemeliharaan yang
meliputi pengairan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta penyakit
73
kangkung. Pada musim kemarau, pengairan dengan cara leb atau menggenangi
lahan terutama pinggir bedengan dengan air sungai sebanyak tiga kali sebelum
panen. Pada musim penghujan pengairan dengan sistem leb dilakukan sekali pada
saat penanaman. Petani Desa Pandanajeng tidak kesulitan untuk memperoleh air
irigasi dikarenakan adanya aliran sungai Amprong di desa tersebut.
Pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani kangkung di Desa
Pandanajeng terdiri dari pemberian obat pembasmi gulma dan pencabutan gulma
yang disebut matun di daerah setempat. Pemberian obat pembasmi gulma
dilakukan pada saat penanaman benih kangkung. Walaupun obat pembasmi
gulma telah diberikan, namun pencabutan gulma atau matun masih dilakukan 1-2
kali sebelum panen. Untuk pekerjaan mencabuti gulma, petani biasa
menyerahkan pekerjaan kepada buruh tani wanita dengan upah sebesar Rp.
25.000,00 per orang mulai dari pukul 07.00-16.00 dan istirahat selama satu jam
pada pukul 12.00 siang.
Pada tanaman kangkung terdapat beberapa hama dan penyakit yang biasa
menyerang yaitu ulat grayak dan cabuk putih. Pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) biasa dilakukan dengan pestisida kimia, dosis yang
diberikan yaitu dua tutup botol untuk satu tangki penyemprot pestisida. Gapoktan
Sumbersuko telah menyarankan para petani untuk menggunakan pestisida nabati
untuk mengurangi residu zat-zat kimia pada tanaman kangkung. Namun para
petani lebih memilih untuk tetap menggunakan pestisida kimia karena pihak
pasar modern belum memberikan permintaan untuk memproduksi sayuran
kangkung organik. Selain itu, para petani lebih percaya pada hasil kerja dari
pestisida kimia.
b. Panen
Pelaksanaan panen kangkung dilakukan oleh petani anggota Gapoktan
Sumbersuko mulai dari pagi hingga siang hari (pukul 07.00-12.00). Hal ini
dikarenakan pada sore hari kangkung harus sudah berada di gudang atau rumah
packaging untuk perlakuan pasca panen. Petani kangkung biasa mempekerjakan
buruh tani wanita untuk penanganan panen kangkung. Usia kangkung yang telah
siap panen adalah 25-35 hari setelah tanam yang tergantung pada musim. Pada
musim penghujan usia panen kangkung lebih cepat pada 25-27 hari setelah
74
tanam, sedangkan pada musim kemarau kangkung dapat dipanen pada usia 30-35
hari setelah tanam. Akan tetapi usia panen juga dapat disesuaikan dengan
permintaan pasar, apabila sedang tidak ada permintaan maka petani sengaja tidak
mengairi kangkung supaya usia panen kangkung lebih lama.
Cara pemanenan kangkung dilakukan dengan mencabut tanaman kangkung
hingga ke akar, kemudian diikat sebanyak kurang lebih 20 tanaman dalam satu
ikatan kecil menggunakan tali dari bambu. Selain melakukan panen, petani pun
melakukan sortasi awal yaitu memisahkan kriteria kangkung yang dilihat dari
kecacatan dan warna daunnya saja. Pada pelaksanaan panen, petani juga
melakukan penghitungan jumlah hasil panen kangkung dan jumlah yang
dikirimkan ke rumah packaging. Penanganan yang dilakukan oleh petani selain
sortasi awal adalah pencucian dengan menggunakan air sungai di dekat lahan
kangkung. Setelah dilakukan pencucian dan penghitungan hasil panen, petani
langsung membawa hasil panen ke rumah packaging. Berikut ini adalah Gambar
pemanenan kangkung, ditunjukkan oleh Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Proses Pemanenan Kangkung
Peranan Gapoktan Sumbersuko dalam pelaksanaan panen kangkung adalah
dengan menyediakan keranjang plastik untuk digunakan petani. Penggunaan
keranjang plastik ini bertujuan untuk menghindarkan sayuran kangkung dari
kotoran. Akan tetapi penyediaan keranjang plastik kurang dimanfaatkan oleh
petani kangkung di Desa Pandanajeng karena jumlah keranjang yang belum
memadai dalam menampung kangkung yang dipanen oleh masing-masing petani.
Pengumpulan sayuran kangkung setelah panen yaitu dengan mengikat kangkung
dalam ikatan besar menggunakan tali dari bambu setelah dialasi dengan daun
75
pisang. Keranjang plastik yang disediakan oleh Gapoktan Sumbersuko disimpan
di rumah packaging Gapoktan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
peranan Gapoktan Sumbersuko dalam pelaksanaan panen kangkung masih
kurang dikarenakan petani melaksanakan pemanenan dan pengiriman ke rumah
packaging tanpa dibantu oleh Gapoktan.
c. Pasca panen
Penanganan pasca panen kangkung dilakukan oleh pekerja di rumah
packaging milik Gapoktan yang terletak di Dusun Pandaan Desa Pandanajeng.
Sayuran kangkung yang telah disetorkan oleh petani diperiksa kembali untuk
melihat apakah masih terdapat beberapa kriteria yang tidak sesuai dengan
permintaan supermarket. Apabila ada yang tidak sesuai dengan standar mutu dari
pasar modern, maka akan dikembalikan kepada petani. Para petani ataupun buruh
tani yang melakukan panen umumnya telah sortasi awal di lahan bersamaan
dengan pemanenan, sehingga jarang terjadi pengembalian kangkung oleh
Gapoktan Sumbersuko kepada petani.
Penanganan awal di rumah packaging adalah melakukan grading atau
pengkelasan terhadap sayuran kangkung berdasarkan permintaan dari pasar
modern. Harga kangkung yang dijual di pasar modern untuk ukuran 200 gr setiap
ikatan berkisar antara Rp. 1700,00 hingga Rp. 2000,00. Permintaan dari CV. Agri
Fresh dan Hero yaitu kangkung grade A saja. Sortasi dilakukan kembali di rumah
packaging oleh para pekerja dengan memisahkan produk yang tidak sesuai
dengan standar mutu pasar modern.
Ukuran daun kangkung yang diminta pasar modern memiliki lebar daun ±
3 cm dan panjang batang ± 10 cm. Penampakan luar kangkung juga tidak boleh
layu, masih tampak segar, warna daun tetap terjaga tidak menguning, dan tidak
ada cacat berupa lubang-lubang pada daun kangkung. Kangkung yang telah
sesuai dengan standar mutu pasar modern kemudian ditimbang seberat 200 gr
setiap ikatan kecil dan diikat dengan selotip berlabel “fresh”. Proses yang
dilakukan untuk menangani kangkung sebelum dipasarkan ke pasar modern
adalah menata daun hingga rapi dengan ukuran daun yang relatif sama pada tiap
ikatnya. Pada bagian bawah kangkung dipotong menggunakan pisau untuk
membuang bagian akar dan merapikan bagian batang bawah kangkung.
76
Gambar sayuran kangkung yang telah mengalami sortasi, grading dan
pengikatan dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Kangkung yang Telah Disortasi dan Diikat
Setelah tahapan grading dan pengikatan selesai dilakukan, berikutnya
pekerja rumah packaging melakukan pencucian dengan menggunakan air bersih.
Sayuran kangkung yang telah dicuci kemudian diatur dengan rapi dalam wadah
untuk siap dikirim ke pasar modern pada malam hari.
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan oleh Gapoktan Sumbersuko pada awalnya dilakukan secara
rutin dalam bentuk pendampingan bersama dengan PPL dan pihak perusahaan
mitra yaitu CV. Agri Fresh dengan frekuensi 2 kali dalam sebulan. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya saat ini Gapoktan tidak lagi melakukan pemeriksaan atau
pendampingan secara rutin. Hal ini dilakukan karena petani telah dianggap
mampu dan terbiasa dalam membudidayakan kangkung sesuai dengan standar
operasional prosedur dan standar mutu dari pasar modern. Pemeriksaan tersebut
dilakukan setelah adanya bantuan pembangunan rumah packaging dari Dinas
Pertanian Kabupaten Malang. Pendampingan diberikan selama kurang lebih 4
bulan pada bulan November 2012 hingga Februari 2013 terutama meliputi
penanganan pasca panen sayuran termasuk kangkung. Untuk budidaya kangkung
sudah tidak dilakukan pendampingan maupun pemeriksaan karena petani Desa
Pandanajeng telah dianggap memahami cara-cara budidaya kangkung secara
baik.
Pihak pasar modern juga melakukan pemeriksaan terhadap mutu produk
secara eksternal. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak pasar modern pada
awalnya dilakukan tiga kali dalam sebulan, namun pemeriksaan dilakukan bagi
pihak pasar modern yang baru melakukan kontrak kerja sama dengan Gapoktan
77
Sumbersuko. Sebagian pihak pasar hanya melakukan pemeriksaan pada awal
kontrak saja untuk menjamin mutu kangkung yang dipasok ke pasar modern.
Skema proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko dalam
pengendalian mutu sayuran kangkung dapat dilihat pada Gambar 5.6. sebagai
berikut.
Keterangan: : Bagian
: Alur pemeriksaan
Gambar 5.6. Skema Pemeriksaan dalam Pengendalian Mutu Sayuran Kangkung
Sumber: Data Primer Diolah, 2014
Berdasarkan hasil wawancara, tanggapan informan terhadap kegiatan
pemeriksaan yang dilakukan oleh Gapoktan belum cukup untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas kangkung. Hal ini dikarenakan proses pemeriksaan lebih
difokuskan kepada penanganan pasca panen saja yang sudah dikerjakan oleh para
pekerja di rumah packaging. Pemeriksaan proses produksi kangkung di lapang
dilakukan sekitar tiga kali pada tahun 2011, kemudian hasil pemeriksaan yang
diperoleh tidak diberikan kepada petani anggota agar petani dapat mengetahui
permasalahan yang dialami. Hal ini yang menyebabkan petani kangkung anggota
Pemeriksaan internal
Pemeriksaan eksternal
Gapoktan Sumbersuko didampingi oleh PPL
Pihak pasar modern
Pelaksanaan proses produksi hingga pasca panen kangkung oleh petani dan Gapoktan
Keputusan kerjasama
Pencatatan masalah untuk dilaksanakan
evaluasi
78
Gapoktan Sumbersuko tidak mengetahui kesalahan dalam produksi kangkung di
lahan sebagai bahan perbaikan secara detail.
4. Evaluasi
Proses evaluasi mutu sayuran kangkung dilakukan dengan melihat hasil
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan yang dilakukan kemudian diidentifikasi oleh
pengurus dan anggota Gapoktan Sumbersuko dengan mengadakan pertemuan.
Evaluasi biasa dilakukan apabila terdapat permasalahan yang perlu untuk
dirundingkan bersama. Selain dari hasil pemeriksaan, petani kangkung pun dapat
mengemukakan permasalahan yang dialami saat produksi.
Pembahasan dalam evaluasi yang dilakukan Gapoktan adalah mengenai
produksi sayuran dan masalah yang dihadapi oleh petani sehingga menyebabkan
adanya kegagalan ataupun tidak terpenuhinya permintaan pasar. Tindakan
perbaikan dilakukan secara musyawarah dan bila terdapat masalah yang belum
dapat diatasi oleh Gapoktan, maka Gapoktan akan meminta bantuan dari Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang. Hasil evaluasi yang didapat
kemudian dirumuskan menjadi perencaanaan kegiatan perbaikan secara bersama.
Namun evaluasi yang dilakukan kelompok saat ini tidak lagi secara rutin
dilakukan, evaluasi terakhir yang dilakukan adalah pada bulan Oktober 2013.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui tanggapan informan terhadap
kegiatan evaluasi yang dilakukan Gapoktan. Sebagian besar informan masih
memiliki tanggapan negatif terhadap proses evaluasi yang dilakukan Gapoktan.
Penyebabnya adalah Gapoktan tidak melakukan proses evaluasi secara rutin dan
pada saat ini kurang melibatkan petani untuk mendiskusikan dan musyawarah
bersama.
5.3.2. Peranan Gapoktan dalam Pelayanan Informasi
Pelayanan informasi merupakan salah satu peranan dari Gapoktan yang
harus dipenuhi kepada para anggotanya. Informasi sangat dibutuhkan oleh petani
kangkung dalam menunjang pengendalian mutu produk untuk memenuhi
permintaan pasar modern. Gapoktan Sumbersuko melakukan pelayanan informasi
dengan menyebarkan informasi yang telah didapat dan juga berusaha mencari
informasi yang dibutuhkan oleh Gapoktan dan para anggota. Aspek pelayanan
79
informasi terdiri atas dua, yaitu penyebaran informasi dan kebutuhan informasi
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi yang dilakukan Gapoktan Sumbersuko menggunakan
beberapa media informasi. Media informasi yang digunakan ada tiga macam yaitu
secara langsung, telepon/handphone, dan surat. Penyebaran informasi yang
dilakukan secara langsung disampaikan pada saat pertemuan kepada para anggota
Gapoktan maupun perwakilan dari keempat kelompok tani. Penggunaan
telepon/handpone dilakukan bila informasi yang datang sangat penting dan perlu
secepatnya disebarkan kepada anggota. Informasi yang disampaikan melalui
media telepon/handphone biasanya merupakan informasi dari pihak pasar modern
atau supermarket mengenai jumlah sayuran yang harus dikirim apabila terdapat
perubahan mendadak tidak sesuai dengan kontrak. Media telepon atau handphone
juga digunakan untuk memberi informasi tentang waktu akan diadakan pertemuan
para pengurus dan anggota Gapoktan Sumbersuko. Penggunaan surat digunakan
ketika penyebaran informasi bersifat formal seperti penugasan untuk pelatihan
dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang.
2. Kebutuhan Informasi
Masih dalam aspek pelayanan informasi, Gapoktan Sumbersuko juga
melakukan upaya pemenuhan informasi yang dibutuhkan oleh anggota.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa kebutuhan
informasi yang harusnya dipenuhi oleh Gapoktan antara lain mengenai jumlah
permintaan, harga kangkung di pasar modern, panduan produksi, pelatihan
budidaya kangkung, dan teknologi produksi kangkung. Pihak Gapoktan
Sumbersuko telah memenuhi kebutuhan informasi anggota mengenai jumlah
permintaan kangkung setiap harinya, harga kangkung di pasar modern, dan
panduan produksi kangkung yang sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Malang serta pihak pasar modern. Dari kelima kebutuhan
informasi anggota, pelatihan produksi kangkung dan teknologi produksi kangkung
merupakan kebutuhan informasi yang belum dapat dipenuhi oleh Gapoktan
Sumbersuko.
80
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dapat diketahui bahwa
penyebab dari belum terpenuhinya kebutuhan informasi adalah para petani
kangkung Desa Pandanajeng terbilang pasif dan jarang mengikuti pertemuan yang
diadakan oleh Gapoktan. Hal ini dikarenakan para petani beranggapan bahwa
pertemuan yang diadakan Gapoktan Sumbersuko tidak dapat memberikan solusi
bagi peningkatan mutu sayuran kangkung. Pemenuhan kebutuhan informasi yang
dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko tidak terlepas dari peran sumber informasi
yang mendukung. Sumber informasi Gapoktan yaitu berasal dari Dinas Pertanian
dan Perkebunan Kabupaten Malang, Petugas Penyuluh Lapang, pihak pasar
modern, dan akademisi yang melakukan penelitian dan magang kerja di Gapoktan
Sumbersuko.
5.3.3. Peranan Gapoktan dalam Peningkatan Pengetahuan
Peningkatan pengetahuan yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko
dilakukan untuk menunjang petani anggota Gapoktan agar menghasilkan produk
kangkung yang sesuai dengan kriteria pasar modern (supermarket). Gapoktan
Sumbersuko berperan dalam melaksanakan beberapa program pembelajaran.
Teknis pembelajaran yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko di antaranya
dengan melakukan sharing pendapat dan pengalaman antar petani kangkung dan
mengikutsertakan anggota Gapoktan dalam seminar ataupun pelatihan dari Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang maupun dari perusahaan agribisnis
yang bermitra dengan Gapoktan Sumbersuko. Petani anggota yang mengikuti
seminar ataupun pelatihan terkait dengan produksi dan pemasaran sayuran akan
mengajarkan dan membagi ilmu yang diperoleh kepada petani anggota lainnya
dengan diadakan pelatihan mandiri oleh Gapoktan.
Proses pembelajaran dilakukan dalam periode tertentu, dalam melaksanakan
pelatihan pada saat pembangunan rumah packaging rata-rata dilakukan seminggu
2 kali. Pelatihan yang pernah dilaksanakan dalam hal produksi seperti
pengetahuan mengenai standarisasi mutu sayuran, teknis produksi sesuai SOP
(Standard Operational Procedure), GAP (Good Agriculture Practice), dan
pembuatan pupuk serta pestisida organik. Saat ini peningkatan pengetahuan
berupa pelatihan tidak lagi dilaksanakan secara rutin.
81
5.3.4. Peranan Gapoktan dalam Penerapan Teknologi
Penerapan teknologi budidaya kangkung secara khusus yang dilakukan oleh
Gapoktan Sumbersuko telah menyesuaikan dengan order pasar modern. Budidaya
kangkung di Desa Pandanajeng selalu memperhatikan jumlah tanaman kangkung
yang ditanam, masa panen, dan kriteria kangkung yang siap untuk dipanen. Dalam
teknis penerapan teknologi Gapoktan Sumbersuko dibantu oleh peran serta PPL
untuk pengembangan Gapoktan dalam pemanfaatan rumah packaging dan mesin
pembajak lahan. Gapoktan Sumbersuko selama ini memperoleh teknologi baru
dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang wilayah Kecamatan
Tumpang.
Penerapan teknologi yang pernah diberikan oleh Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Malang pada tahun 2013 adalah budidaya kangkung
secara organik. Pembuatan pupuk dan pestisida organik secara mandiri dengan
memanfaatkan limbah kotoran ternak seperti kotoran ayam dan kotoran kambing
yang dapat dijadikan pupuk dasar serta pestisida organik dari limbah sayuran yang
telah membusuk dan bawang putih. Akan tetapi pada saat ini pendampingan tidak
lagi dilakukan sehingga dari hasil wawancara menunjukkan bahwa semua
informan masih menggunakan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan
penyakit. Penggunaan pupuk kandang pun diperoleh petani dari membeli di
Koperasi Unit Desa.
Petani kangkung di Desa Pandanajeng masih enggan untuk membuat pupuk
organik dan biopestisida sendiri karena membutuhkan waktu lebih untuk
membuatnya. Terutama dalam penggunaan pestisida organik, petani masih merasa
kesulitan untuk mendapatkan pestisida organik dan belum terlalu paham dalam
penggunaannya. Salah satu permasalahan yang terjadi adalah Gapoktan tidak
menyediakan pestisida organik. Reaksi dari pestisida organik untuk pengendalian
hama dan penyakit kangkung yang tidak instan juga menyebabkan petani lebih
memilih menggunakan pestisida kimia. Selain itu pihak pasar modern juga tidak
menuntut agar produk sayuran kangkung yang dikirimkan berupa kangkung
organik. Pasar modern yang bekerjasama dengan Gapoktan Sumbersuko
memberikan standar kualitas eksternal kangkung tanpa memperhatikan
kandungan zat-zat kimia berbahaya di dalamnya.
82
5.3.5. Peranan Gapoktan dalam Pengadaaan Sarana Produksi dan Pengolahan Hasil Usahatani
Ketersediaan sarana produksi dan pengolahan hasil dalam berusahatani
merupakan faktor pendukung dalam pengendalian mutu sayuran agar dapat
berjalan dengan baik. Pengadaan sarana dalam menunjang pengendalian mutu
kangkung terdiri dari input produksi, peralatan pasca panen, sarana tempat
penyimpanan dan pengemasan, serta pengiriman kangkung ke pasar modern.
Pengadaan input terdiri dari pengadaan sarana produksi seperti benih, pupuk,
dan pestisida.
Pengadaan sarana yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko yaitu dalam
aspek penanganan pasca panen dan pemasaran. Sarana produksi berupa benih,
pupuk, pestisida dan lain sebagainya diperoleh sendiri oleh petani dengan cara
membeli. Selain input produksi, terdapat peralatan untuk budidaya kangkung
berupa mesin pembajak merupakan bantuan dari Pemerintah Desa Pandanajeng
yang diberikan kepada setiap wilayah Rukun Warga (RW). Mesin pembajak ini
dikelola oleh Ketua RW atau pihak yang mewakili. Salah seorang informan yang
bernama Bapak Paino misalnya, beliau bertanggung jawab dalam mengelola
mesin pembajak tanah yang diberikan kepada masing-masing RW. Bapak Paino
yang merupakan Ketua RT atau Rukun Tetangga mengatakan,
“Saya yang bertugas mengelola mesin pembajak tanah di RW ini Mbak, jadi
jika ada petani yang membutuhkan untuk membajak lahannya bisa
meminjam ke rumah saya”.
Pengadaan sarana dan prasarana dalam aspek penanganan pasca panen yang
dilakukan oleh Gapoktan adalah adanya rumah packaging yang merupakan
bantuan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang. Rumah
packaging ini terletak di Dusun Pandaan Desa Pandanajeng yang dibangun di atas
tanah milik Ketua Gapoktan Sumbersuko saat ini yaitu Bapak Abdul Ghofur.
Pembangunan rumah packaging tersebut telah dibicarakan secara musyawarah
oleh pengurus dan anggota Gapoktan Sumbersuko. Bapak Abdul Ghofur yang
menjabat sebagai Ketua Gapoktan Sumbersuko pada perencanaan pembangunan
rumah packaging merasa bertanggung jawab untuk berperan dalam pembangunan
tersebut. Selain itu, para anggota juga sepakat dikarenakan Bapak Abdul Ghofur
83
merupakan koordinator dalam pemasaran sayuran Di Desa Pandanajeng ke pasar
modern. Berikut ini adalah gambar dari sarana rumah packaging yang dikelola
oleh Gapoktan Sumbersuko, ditunjukkan pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7. Sarana Rumah Packaging yang Dikelola oleh Gapoktan Sumbersuko
Berdasarkan Gambar 5.7. dapat diketahui bahwa bangunan rumah
packaging berbentuk persegi dengan dua pintu. Dua pintu yang ada dimaksudkan
sebagai pintu masuk dan pintu keluar. Lantai pada bangunan rumah packaging
terbuat dari keramik sehingga memudahkan para pekerja untuk melakukan
pembersihan. Fasilitas yang tersedia di dalam rumah packaging terdiri dari lampu
untuk penerangan, peralatan pasca panen (pisau, timbangan, selotip, plastik wrap,
dan sterofoam), keranjang plastik, dan fasilitas air bersih berupa kran air. Di
bagian depan pintu masuk terdapat rak dari bambu untuk meletakkan sayuran
kangkung yang telah dipanen namun belum diberikan perlakuan pasca panen.
Pembersihan rumah packaging dilakukan setiap kali kegiatan pasca panen telah
dilakukan.
Rumah packaging Gapoktan Sumbersuko belum memenuhi kriteria sesuai
anjuran yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 73 tahun 2013
mengenai pedoman panen, pasca panen, dan pengelolaan bangsal pasca panen
hortikultura. Menurut Peraturan Menteri Pertanian tersebut, seharusnya pekerja
yang melakukan pasca panen di rumah packaging menggunakan baju serta
perlengkapan pelindung seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, dan
sepatu. Tenaga kerja di rumah packaging seharusnya juga melepas semua
perhiasan di tangan. Kelengkapan rambu-rambu keselamatan pekerja juga tidak
tersedia di rumah packaging Gapoktan Sumbersuko ini. Terlebih lagi penanganan
84
pasca panen pada sayuran kangkung dilakukan tanpa memberi alas yang bersih
sehingga sayuran ini dapat mengalami kontaminasi dengan lantai yang kotor.
Pekerja di rumah packaging yang bertugas untuk melakukan pengendalian
mutu kangkung pada tahapan pasca panen merupakan warga di Dusun Pandaan
Desa Pandanajeng. Di rumah packaging Gapoktan Sumbersuko, pekerja diupah
berdasarkan upah borongan yaitu Rp. 150,00 setiap ikatan kecil kangkung. Jumlah
pekerja di rumah packaging ini adalah 10 orang untuk berbagai jenis sayuran.
Pada penanganan pasca panen tenaga kerja yang dominan adalah perempuan yaitu
sebanyak 8 orang. Masing-masing pekerja rumah packaging biasanya
memperoleh upah sebesar Rp. 15.000,00 hingga Rp. 20.000,00. Pekerja yang
khusus menangani perlakuan pasca panen pada kangkung terdiri atas 3 orang.
Kegiatan penanganan pasca panen oleh pekerja di rumah packaging dapat dilihat
pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8. Kegiatan Penanganan Pasca Panen Sayuran di Rumah Packaging
5.4. Peranan Gapoktan dalam Pemasaran Kangkung ke Pasar Modern
5.4.1. Peranan Gapoktan dalam Perencanaan
Berbeda dengan perencanaan pada pengendalian mutu, maka perencanaan
yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko dalam pemasaran kangkung ke pasar
modern berkaitan dengan perencanaan target pasar yang akan dituju. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, Gapoktan Sumbersuko pertama kali bekerjasama
dengan pasar modern dengan melakukan pemasaran kangkung ke Rodeo
supermarket di Lawang pada tahun 2002. Akan tetapi pada saat ini Gapoktan
Sumbersuko lebih memilih untuk melakukan pemasaran lewat CV. Agri Fresh,
Hero, dan Giant saja karena ketiga pihak pasar modern ini memberikan jaminan
85
kontrak yang lebih baik dibandingkan dengan Rodeo supermarket di Lawang.
Oleh sebab itu Gapoktan Sumbersuko kini tidak melanjutkan kerjasama
pemasaran dengan Rodeo Supermarket.
Maksud dari jaminan kontrak yang lebih baik adalah penyediaan sarana
distribusi oleh pihak pasar modern sehingga Gapoktan tidak perlu menyediakan
sarana distribusi untuk mengirimkan kangkung ke pasar modern. Harga yang
ditawarkan oleh CV. Agri Fresh, Hero, dan Giant untuk setiap ikat kangkung juga
lebih tinggi dibandingkan dengan Rodeo Supermarket. Kontrak kerjasama yang
dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko dan pihak pasar modern yaitu CV. Agri
Fresh, Hero dan Giant berisi mengenai harga sayuran termasuk kangkung yang
dipasarkan melalui pasar modern, jumlah sayuran yang harus dikirimkan setiap
hari, dan penyediaan kendaraan distribusi sayuran oleh pasar modern.
5.4.2. Peranan Gapoktan Sumbersuko dalam Penentuan Harga
Harga kangkung yang dipasarkan oleh Gapoktan Sumbersuko ke pasar
modern merupakan harga yang disepakati antara kedua belah pihak yaitu
Gapoktan Sumbersuko dan pihak supermarket. Harga kangkung yang dibayarkan
oleh pasar modern kepada Gapoktan Sumbersuko telah disepakati dalam
perjanjian yang diperbarui setiap tiga bulan sekali. Menurut informan harga jual
ke pasar modern memang lebih tinggi daripada harga sayuran di pasar tradisional.
Akan tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah jumlah permintaan pasar
modern tidak dalam jumlah besar. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar
petani kangkung Desa Pandanajeng lebih memilih untuk memasarkan produknya
ke pasar tradisional saja. Petani kangkung yang biasa memasarkan produknya ke
pasar modern pun masih memasarkan produk ke pasar tradisional. Beberapa dari
informan memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang di pasar tradisional
dan pedagang sayur keliling.
Walaupun harga yang ditawarkan oleh pasar modern lebih mahal dari harga
kangkung di pasar tradisional, namun permintaan pasar modern terhadap sayuran
termasuk kangkung masih lebih sedikit dari pasar tradisional. Harga kangkung
yang dibayarkan oleh pasar modern di tingkat petani berkisar antara Rp. 1.500,00-
Rp. 1.700,00 tiap ikatan 200 gr, sedangkan harga di pasar tradisional mulai dari
86
Rp. 6.000,00 sampai Rp. 10.000,00 setiap satu ikatan besar atau Rp. 300,00
hingga Rp. 500,00 tiap ikatan kecil. Setiap satu ikatan besar terdiri atas 20 ikatan
kecil kangkung. Harga jual di pasar modern atau supermarket berkisar antara Rp.
1700,00 hingga Rp. 2000,00 setiap satu ikatan kecil (200 gr). Setiap harinya
Gapoktan Sumbersuko bisa mendistribusikan 250-500 ikatan kecil kangkung ke
pasar modern. Sayuran kangkung yang dijual di pasar modern dapat dilihat pada
Gambar 5.9. di bawah ini.
Gambar 5.9. Sayuran Kangkung di Pasar Modern
Gambar 5.9. menunjukkan sayuran kangkung yang dijual di salah satu pasar
modern yaitu Hypermart Malang. Hypermart merupakan salah satu supermarket
yang dipasok oleh perusahaan mitra dari Gapoktan Sumbersuko yaitu CV. Agri
Fresh. Harga yang dibayarkan oleh CV. Agri Fresh kepada Gapoktan Sumbersuko
sejak bulan September 2013 adalah Rp. 1.700,00 setiap satu ikatan kangkung.
Harga ini mengalami peningkatan sebesar Rp. 200,00 dari harga semula yaitu Rp.
1.500,00 setiap ikatnya. Harga ini telah disesuaikan dengan harga beli Gapoktan
dari petani, upah pekerja, bahan dan peralatan di rumah packaging, maupun
marjin pemasaran hingga di pasar modern.
Harga kangkung yang dibayarkan kepada petani dan Gapoktan Sumbersuko
tentunya tidak sesuai dengan harga jual di supermarket. Apabila dilihat dari harga
jual kangkung di supermarket dan harga yang dibayarkan kepada Gapoktan, maka
dapat diketahui bahwa perbedaan harga sekitar Rp. 200,00. Akan tetapi, harga jual
87
di Giant supermarket bahkan lebih rendah daripada harga yang dibayarkan kepada
petani dan Gapoktan yaitu sekitar Rp. 500,00. Hal tersebut dikarenakan pihak CV.
Agri Fresh telah memperhitungkan keuntungan dari berbagai macam sayuran,
tidak hanya kangkung. Harga jagung manis yang dibayarkan pada petani oleh CV.
Agri Fresh sebagai salah satu contoh, berkisar antara Rp. 1.500,00 hingga Rp.
2.500,00 setiap kg. Di supermarket, harga jagung manis adalah Rp. 8.000,00-Rp.
9.750,00 setiap kg. Dari harga jagung manis ini tentunya pasar modern
memperoleh keuntungan untuk menutupi kerugian dari harga jual kangkung.
Adanya bantuan rumah packaging pada Gapoktan Sumbersuko juga disertai mobil
box yang dilengkapi dengan cool storage. Mobil tersebut yang kini digunakan
oleh CV. Agri Fresh untuk mengambil sayuran dari rumah packaging dan
pendistribusian ke supermarket.
5.4.3. Peranan Gapoktan dalam Penciptaan Peluang Pasar
Desa Pandanajeng merupakan salah satu desa yang menghasilkan komoditas
sayuran lebih banyak daripada komoditas lainnya. Jenis tanah dan letak geografis
desa ini sesuai untuk budidaya berbagai jenis sayuran sehingga Desa Pandanajeng
pun sering dikatakan identik dengan sayuran. Walaupun harga jual sayuran
berfluktuatif dan relatif murah, namun masa tanam yang tidak terlalu lama
merupakan salah satu alasan bagi petani Desa Pandanajeng untuk memilih
membudidayakan berbagai jenis sayuran termasuk kangkung.
Awal mula dari terciptanya kerjasama antara pihak Gapoktan Sumbersuko
dengan pasar modern adalah adanya permintaan untuk memasok tiga jenis
sayuran (kangkung, sawi, bayam) ke Rodeo supermarket di daerah Lawang. Pada
tahun 2002 Gapoktan Sumbersuko memasarkan ketiga jenis sayuran tersebut atas
bantuan dari rekan Bapak Abdul Ghofur (Ketua Gapoktan Sumbersuko) yang
bekerja di Rodeo supermarket. Pada tahun 2010 Gapoktan Sumbersuko
memperoleh undangan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Timur
untuk mengikuti seminar dan pelatihan mengenai Good Agricultural Practices
(GAP) produk sayuran. Berawal dari undangan tersebut, perwakilan Gapoktan
Sumbersuko memperoleh tawaran kerjasama dari CV. Agri Fresh yang
88
merupakan pemasok produk sayuran ke beberapa supermarket di daerah Jawa
Timur.
Gapoktan Sumbersuko tidak langsung memutuskan untuk menjalin
kerjasama dengan CV. Agri Fresh, melainkan membicarakan hal tersebut dengan
para anggota Gapoktan terlebih dahulu dalam pertemuan Gapoktan. Setelah
mempertimbangkan bahwa CV. Agri Fresh akan membantu pengajuan bantuan
untuk pembangunan rumah packaging sayuran kepada Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Malang, maka Gapoktan Sumbersuko menerima tawaran
untuk memasarkan sayuran (kangkung, sawi dan bayam) ke pasar modern melalui
CV. Agri Fresh.
Gapoktan Sumbersuko telah menjalin kerjasama dalam pemasaran dengan
CV. Agri Fresh selama kurang lebih 4 tahun mulai tahun 2010. Jumlah
permintaan sayuran yang harus dikirimkan oleh Gapoktan Sumbersuko ke CV.
Agri Fresh masih belum bisa menampung sebagian besar hingga seluruh hasil
panen petani sayuran kangkung di Desa Pandanajeng. Kondisi tersebut
menyebabkan pihak Gapoktan Sumbersuko mulai mencari pihak pasar modern
selain CV. Agri Fresh untuk dapat menambah jumlah sayuran kangkung yang
dipasarkan ke pasar modern. Pada awal tahun 2014 Gapoktan Sumbersuko
menerima tawaran kerjasama dengan supermarket Hero dan Giant di Malang yang
keduanya merupakan bagian dari PT. Hero Supermarket Tbk. Ketua Gapoktan
Sumbersuko yang merupakan koordinator dalam pemasaran sayuran ke pasar
modern merupakan pihak yang paling sering berhubungan atau berkomunikasi
secara langsung dengan pihak pasar modern. Mulai 14 Juli 2014 Gapoktan
Sumbersuko juga mulai bekerjasama dengan Mahadaya Apartment di Kota
Malang dalam memasok sayuran.
5.4.4. Peranan Gapoktan dalam Distribusi Produk ke Pasar Modern
Distribusi produk ke pasar modern dilakukan setiap hari pada pukul 22.00
malam. Untuk menyesuaikan dengan jadwal distribusi sayuran termasuk
kangkung, maka para pekerja di rumah packaging mulai bekerja pada pukul
18.00-21.00. Pada saat ini alat transportasi yang dipergunakan untuk
mendistribusikan sayuran ke pasar modern disediakan oleh pihak pasar modern
89
yang merupakan bantuan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Malang. Oleh sebab itu dalam hal ini pihak Gapoktan tidak memberikan peranan
dalam pengadaan alat distribusi kangkung. Pada awal pemasaran ke Rodeo
supermarket di Lawang, pihak Gapoktan Sumbersuko menyewa alat transportasi
untuk mendistribusikan sayuran ke pasar modern sehingga biaya yang dikeluarkan
lebih banyak daripada saat ini.
Setelah memperluas jaringan pemasaran dengan CV. Agri Fresh dan
beberapa supermarket, maka Gapoktan Sumbersuko lebih selektif dalam memilih
pasar modern yang memberikan keuntungan lebih bagi Gapoktan dan para
anggotanya. Alat transportasi yang digunakan oleh pasar modern untuk
mengangkut kangkung dari rumah packaging Gapoktan Sumbersuko adalah mobil
box yang dilengkapi dengan cool storage. Jumlah karyawan dari pasar modern
yang bertugas untuk mengangkut kangkung dari Desa Pandanajeng adalah tiga
orang untuk satu kali pengangkutan. Ketiga karyawan tersebut terdiri dari satu
orang pengemudi dan dua orang yang memasukkan kangkung ke dalam mobil
sekaligus melakukan pencatatan jumlah kangkung yang dikirimkan.
Saluran pemasaran sayuran kangkung dari petani dan Gapoktan
Sumbersuko dalam pasar modern adalah sebagai berikut: produsen – pedagang
besar – pengecer – konsumen akhir. Petani kangkung di Desa Pandanajeng
sebagai produsen, mendistribusikan produknya kepada CV. Agri Fresh sebagai
pedagang besar. Supermarket yang dipasok oleh CV. Agri Fresh merupakan
pengecer, sedangkan konsumen akhir merupakan konsumen yang membeli
sayuran kangkung di supermarket.
Peranan yang dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko dalam distribusi
produk ke pasar modern adalah dengan menyediakan dua orang pekerja laki-laki
di rumah packaging untuk membantu proses pengangkutan kangkung ke dalam
mobil box. Proses pengangkutan perlu untuk dipercepat supaya kerusakan
kangkung sebelum dipasarkan dapat diminimalisir. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah kangkung yang dikembalikan (return) oleh pasar modern
setelah tiga hari pengiriman.
90
5.5. Masalah dalam Pengendalian Mutu Kangkung
Masalah yang dialami Gapoktan Sumbersuko dalam melakukan
pengendalian mutu kangkung diidentifikasi dari pelaksanaan upaya pengendalian
mutu yang telah dijelaskan pada sub bab mengenai peranan Gapoktan dalam
pengendalian mutu kangkung sebelumnya. Pengendalian mutu kangkung yang
dimaksud meliputi lima aspek kegiatan yaitu peningkatan mutu, pelayanan
informasi, peningkatan pengetahuan, penerapan teknologi dan pengadaan sarana
dan prasarana. Berbagai masalah yang dialami oleh Gapoktan Sumbersuko
tersebut diharapkan akan ditemukan solusi untuk mengatasinya sehingga terjadi
peningkatan mutu kangkung maupun jumlah permintaan kangkung di pasar
modern. Dengan demikian jumlah petani kangkung anggota Gapoktan
Sumbersuko yang memasarkan produknya ke pasar modern pun dapat
ditingkatkan sehingga menciptakan pemerataan keuntungan bagi anggota
Gapoktan.
Berdasarkan informasi dari informan penelitian, dapat diketahui bahwa
kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang paling mudah untuk
dibudidayakan. Sayuran kangkung relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit
maupun kondisi cuaca yang tidak menentu. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa petani lebih banyak membudidayakan kangkung dibandingkan jenis
sayuran lainnya seperti sawi, bayam, kubis, dan lain sebagainya. Selain itu,
jumlah permintaan kangkung di pasar tradisional maupun modern yang lebih
tinggi dibandingkan jenis sayuran lain memberikan keuntungan tersendiri bagi
para petani. Namun demikian, tentu saja masih terdapat beberapa masalah yang
dialami oleh informan yang merupakan anggota Gapoktan Sumbersuko dalam
melakukan pengendalian mutu kangkung. Gambar 5.10. berikut ini menunjukkan
masalah utama yang dihadapi oleh Gapoktan Sumbersuko dalam pengendalian
mutu kangkung.
91
Penyampaian informasi
Curah hujan
Matahari Biopestisida
Anggota pasif
Gambar 5.10. Identifikasi Masalah dalam Pengendalian Mutu
Berdasarkan diagram sebab akibat (fishbone) pada Gambar 5.10. di atas
dapat diketahui bahwa masalah utama yang dihadapi Gapoktan Sumbersuko
dalam pengendalian mutu kangkung adalah rendahnya mutu kangkung yang
diproduksi oleh petani di Desa Pandanajeng. Rendahnya mutu kangkung dapat
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab yaitu faktor manusia, metode,
peralatan, bahan, dan lingkungan. Identifikasi masalah dalam pengendalian mutu
berdasarkan penyebabnya secara lebih rinci berdasarkan aspek-aspek
pengendalian mutu dijelaskan sebagai berikut.
5.5.1. Masalah dalam Produksi Kangkung
Salah satu masalah yang dihadapi oleh informan dalam produksi kangkung
di lahan adalah sulitnya melakukan pengurukan atau penutupan benih dengan
tanah setelah ditanam. Apabila terjadi hujan deras pada saat benih baru ditanam
dan belum tumbuh dengan kuat, maka hal tersebut dapat menyebabkan benih
terbawa oleh air. Apabila musim kemarau atau cuaca terlalu panas, maka benih
dapat mati karena mengalami kekeringan. Oleh sebab itu ketebalan tanah yang
digunakan untuk menutup benih harus diperhatikan oleh petani secara tepat.
Berikut ini adalah identifikasi permasalahan dalam produksi kangkung beserta
masalah penyebab terjadinya permasalahan tersebut dengan menggunakan
diagram sebab akibat atau fishbone, ditunjukkan pada Gambar 5.11.
Pupuk
Mutu kangkung yang diproduksi
petani masih rendah
Manusia Metode Peralatan
Bahan Lingkungan
Jadwal diskusi
Standar mutu
Ukuran
92
Intensitas cahaya matahari dan
curah hujan tinggi
Gambar 5.11. Identifikasi Masalah dalam Produksi Kangkung
Berdasarkan Gambar 5.11. dapat diketahui bahwa permasalahan yang
dialami petani berupa kesulitan dalam melakukan pengurukan benih kangkung
terdiri atas tiga faktor penyebab yaitu manusia, metode dan lingkungan. Faktor
manusia yaitu para petani kangkung yang terbiasa menanam benih dengan cara
menyebar tanpa membuat lubang tanam yang memiliki kedalaman sesuai dengan
SOP budidaya kangkung. Cara penanaman kangkung dengan cara menyebar benih
perlu untuk diperbaiki dengan penyebaran berdasarkan baris-baris pada bedengan
sehingga jarak tanam lebih teratur. Para petani kangkung di Desa Pandanajeng
enggan untuk mengubah cara penanaman benih sesuai dengan SOP karena waktu
yang dibutuhkan lebih lama. Faktor penyebab masalah berupa metode adalah
teknik penyampaian cara penanaman kangkung yang baik oleh pihak perusahaan
mitra, Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat, maupun Gapoktan yang tidak
disertai praktik budidaya dan evaluasi secara rutin.
Faktor penyebab masalah berupa lingkungan adalah intensitas cahaya
matahari yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan benih cepat mati dan kering
karena ketebalan tanah di atasnya terlalu sedikit. Faktor lingkungan juga berupa
curah hujan yang terlalu tinggi menyebabkan benih dapat terbawa oleh aliran air
hujan apabila ketebalan tanah kurang tepat. Dalam hal ini diperlukan ketepatan
dalam menentukan ketebalan tanah yang menutupi benih kangkung sehingga
benih dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi baik secara mutu maupun
kuantitas.
Petani lebih memilih cara menanam dengan
menyebar benih
Tidak ada praktik budidaya dan evaluasi rutin
Kesulitan dalam melakukan
pengurukan benih dengan tanah
Lingkungan Metode
Manusia
93
5.5.2. Masalah dalam Pelayanan Informasi
Berikut ini adalah identifikasi masalah dalam penyediaan informasi yang
dibutuhkan oleh petani kangkung di Desa Pandanajeng beserta penyebab masalah
tersebut dapat terjadi. Gambar 5.12. berikut adalah diagram sebab akibat
(fishbone) yang menunjukkan identifikasi masalah dan penyebabnya dalam
pelayanan informasi oleh Gapoktan Sumbersuko.
Gambar 5.12. Identifikasi Masalah dalam Pelayanan Informasi
Gambar 5.12. menunjukkan bahwa permasalahan dalam penyediaan
informasi oleh Gapoktan adalah belum terpenuhinya informasi yang diperoleh
dari pelatihan dan informasi mengenai teknologi. Hal ini disebabkan faktor
metode dan manusia yaitu pemberian informasi pelatihan dan teknologi diberikan
kepada perwakilan Gapoktan. Biasanya perwakilan Gapoktan memberikan
informasi pelatihan kepada anggota Gapoktan yang hadir dalam pertemuan
Gapoktan. Petani anggota Gapoktan Sumbersuko yang tidak hadir dalam
pertemuan atau cenderung pasif akan kekurangan informasi mengenai pelatihan.
Hal ini disebabkan sebagian besar anggota Gapoktan tidak mendapatkan manfaat
dari diadakannya pertemuan Gapoktan bagi peningkatan usahatani mereka.
5.5.3. Masalah dalam Peningkatan Pengetahuan
Pada aspek peranan Gapoktan dalam peningkatan pengetahuan,
permasalahan terdapat pada kegiatan diskusi Gapoktan. Di bawah ini akan
dijelaskan permasalahan dalam peningkatan pengetahuan, dapat dilihat pada
Gambar 5.13.
Informasi pelatihan dan teknologi belum
terpenuhi
Manusia
Metode
Banyaknya anggota Gapoktan yang pasif dan jarang hadir dalam pertemuan Gapoktan
Pemberian informasi pelatihan dan teknologi hanya pada perwakilan Gapoktan dan anggota yang aktif
94
Gambar 5.13. Identifikasi Masalah dalam Peningkatan Pengetahuan
Diagram fishbone pada Gambar 5.13. menunjukkan penyebab terjadinya
permasalahan yang dihadapi Gapoktan Sumbersuko dalam aspek peningkatan
pengetahuan. Penyebab masalah terdiri atas dua unsur pengendalian mutu yaitu
manusia dan metode. Dalam pertemuan Gapoktan Sumbersuko, petani anggota
Gapoktan yang hadir berkisar antara 25 hingga 35 orang saja. Hal ini dikarenakan
metode penentuan jadwal pertemuan yang kurang sesuai dengan sebagian besar
petani. Sebagian besar anggota Gapoktan tersebut tidak bisa datang, terutama bagi
petani kangkung tidak menggunakan jasa buruh tani sehingga sebagian besar
waktunya dihabiskan di lahan.
5.5.4. Masalah dalam Penerapan Teknologi
Kegiatan Gapoktan Sumbersuko dalam penerapan teknologi untuk
meningkatkan mutu kangkung menghadapi permasalahan berupa banyaknya
anggota Gapoktan Sumbersuko yang belum menerapkan biopestisida. Identifikasi
masalah dalam penerapan teknologi produksi kangkung di Desa Pandanajeng
dapat dilihat pada Gambar 5.14.
Sebagian besar waktu petani
dihabiskan di lahan
Penentuan jadwal diskusi tidak sesuai
dengan jadwal petani
Banyaknya anggota Gapoktan yang pasif dalam diskusi Gapoktan
Manusia
Metode
95
Gambar 5.14. Identifikasi Masalah dalam Penerapan Teknologi
Berdasarkan diagram fishbone pada Gambar 5.14. permasalahan yang
dihadapi Gapoktan dalam kegiatan penerapan teknologi adalah pada penerapan
teknologi biopestisida. Semua informan menyatakan belum menerapkan
penggunaan biopestisida. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran dan
pemahaman petani akan pentingnya penggunaan biopestisida untuk meningkatkan
mutu kangkung berkaitan dengan keamanan pangan. Selain itu adanya masalah
dalam penerapan teknologi dikarenakan belum adanya pengadaan biopestisida
oleh Gapoktan Sumbersuko sehingga petani masih kesulitan untuk mendapatkan
biopestisida. Pestisida anorganik lebih mudah diperoleh dan lebih cepat dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman.
5.5.5. Masalah dalam Pengadaan Sarana Produksi dan Pengolahan Hasil Usahatani
Permasalahan lainnya dalam melakukan pengendalian mutu kangkung
adalah kesulitan dalam memperoleh sarana produksi berupa pupuk. Sebagian
besar petani kangkung Desa Pandanajeng harus membeli pupuk di kecamatan lain
untuk memperoleh sarana produksi yang satu ini. Pihak Gapoktan memperoleh
bantuan subsidi pupuk dari pemerintah setempat sebanyak 14 ton pupuk kimia
setiap dua bulan. Walaupun Gapoktan Sumbersuko memperoleh bantuan tersebut,
akan tetapi pembagian pupuk bersubsidi kepada masing-masing anggota
Gapoktan masih belum merata. Hal ini disebabkan jumlah petani yang tergabung
dalam Gapoktan Sumbersuko sebanyak 654 orang dan terbagi ke dalam empat
Banyaknya anggota Gapoktan belum menerapkan
biopestisida
Manusia
Bahan
Kebiasaan petani menggunakan pestisida kimia
Gapoktan belum menyediakan biopestisida
96
kelompok tani. Menurut informasi dari Ketua Gapoktan Sumbersuko yaitu Bapak
Abdul Ghofur, pembagian pupuk bersubsidi dikelola oleh pengurus Gapoktan dan
dibagikan kepada masing-masing ketua kelompok tani. Identifikasi masalah
dalam pengadaan sarana produksi usahatani ditunjukkan pada Gambar 5.15.
Gambar 5.15. Identifikasi Masalah dalam Pengadaan Sarana Produksi
Diagram fishbone pada Gambar 5.15. menunjukkan faktor-faktor penyebab
terjadinya masalah dalam pengadaan sarana produksi. Masalah dalam pengadaan
sarana produksi adalah sulitnya para petani kangkung Desa Pandanajeng dalam
memperoleh pupuk. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab mengenai peranan
Gapoktan dalam penyediaan sarana prasarana, dapat diketahui bahwa petani
kangkung menilai kurangnya peranan Gapoktan dalam penyediaan sarana
produksi berupa pupuk. Walaupun sarana produksi lain berupa benih dan pestisida
diperoleh para petani kangkung dengan membeli di Koperasi Unit Desa, namun
ketersediaan pupuk sering mengalami kekurangan karena distribusi pupuk yang
kurang lancar.
Faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan berupa kesulitan
memperoleh pupuk untuk budidaya kangkung terdiri dari empat faktor yaitu
bahan, manusia, dan metode. Faktor penyebab berupa bahan yaitu masih
kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap potensi Desa Pandanajeng
akan komoditas sayur-sayuran sehingga ketersediaan pupuk bagi sayuran masih
kurang. Pihak Gapoktan Sumbersuko beserta anggotanya berharap adanya
bantuan berupa subsidi pupuk bagi sayuran. Faktor metode yaitu belum adanya
standar mutu yang jelas dari pasar modern yang menyatakan penggunaan
Kesulitan memperoleh
pupuk
Manusia Bahan
Metode
Ketersediaan pupuk untuk sayuran
Standar mutu dari pasar modern
Banyaknya penggunaan pupuk
kimia
97
Fungsi perpindahan
Modal Gapoktan Komunikasi Pertemuan Gapoktan
Perubahan cuaca Sinar matahari
Jam kerja untuk panen
Proses distribusi
maksimal terhadap zat-zat kimia dalam produksi kangkung. Standar mutu dari
pasar modern sejauh ini masih menekankan pada kualitas eksternal sayuran
kangkung yang dikirimkan. Hal ini menyebabkan ketergantungan petani
kangkung pada pupuk kimia masih belum bisa dikurangi bahkan dihilangkan.
Faktor manusia adalah belum adanya kesadaran para petani untuk mulai
mengurangi penggunaan pupuk kimia dan lebih banyak menggunakan pupuk
organik dengan membuatnya sendiri. Para petani kangkung masih terbiasa
menggunakan banyak pupuk kimia atau anorganik sehingga kurangnya
ketersediaan pupuk-pupuk kimia menjadi masalah tersendiri dalam melakukan
produksi kangkung. Petani kangkung di Desa Pandanajeng juga lebih memilih
untuk membeli pupuk organik walaupun dapat membuat sendiri dengan mudah.
5.6. Masalah dalam Pemasaran Kangkung ke Pasar Modern
Masalah yang dialami Gapoktan Sumbersuko dalam melakukan pemasaran
kangkung ke pasar modern dapat dilihat dari faktor-faktor penyebab masalah yang
timbul dalam pelaksanaan pemasaran kangkung ke pasar modern. Dengan
mengidentifikasi berbagai masalah yang dialami oleh Gapoktan Sumbersuko
dalam pemasaran tersebut, diharapkan akan ditemukan solusi untuk mengatasinya
sehingga jumlah permintaan kangkung di pasar modern dapat ditingkatkan.
Dengan demikian jumlah petani kangkung anggota Gapoktan Sumbersuko yang
memasarkan produknya ke pasar modern juga dapat ditingkatkan.
Gambar 5.16. berikut ini menunjukkan masalah utama yang dihadapi oleh
Gapoktan Sumbersuko dalam pemasaran kangkung ke pasar modern beserta
faktor-faktor penyebab masalahnya.
Gambar 5.16. Identifikasi Masalah Utama dalam Pemasaran ke Pasar Modern
Kinerja Gapoktan Jumlah
permintaan pasar modern
lebih sedikit dari pasar tradisional
Ekonomi Sosial
Budaya Lingkungan
Teknis
98
Berdasarkan diagram fishbone pada Gambar 5.16. di atas dapat diketahui
bahwa masalah utama yang dihadapi Gapoktan Sumbersuko dalam pemasaran
kangkung ke pasar modern adalah jumlah permintaan kangkung di pasar modern
masih rendah. Masalah ini menyebabkan sedikitnya jumlah petani kangkung yang
dapat memasarkan produknya ke pasar modern. Rendahnya jumlah permintaan
kangkung di pasar modern dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu teknis,
sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya. Identifikasi masalah dalam pemasaran
kangkung ke pasar modern secara lebih rinci berdasarkan aspek-aspek pemasaran
dijelaskan sebagai berikut.
5.6.1. Masalah dalam Perencanaan
Masalah yang dialami Gapoktan dalam perencanaan pemasaran yaitu pihak
pasar modern sering melakukan penambahan order sayuran termasuk kangkung
secara mendadak biasanya pada sore hari. Apabila terdapat penambahan jumlah
sayuran yang harus dikirimkan, maka Gapoktan Sumbersuko harus mencari petani
kangkung yang dapat melakukan pemanenan sebelum jam pekerja di rumah
packaging dimulai. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar petani di Desa
Pandanajeng lebih memilih untuk memasarkan sayuran kangkung ke pasar
tradisional saja. Pasar tradisional tidak menerapkan standar dan aturan tertentu
dalam menentukan jumlah sayuran yang dipasarkan seperti pada pasar modern.
Identifikasi masalah dalam perencanaan pemasaran ke pasar modern dapat dilihat
pada Gambar 5.17.
Gambar 5.17. Identifikasi Masalah dalam Perencanaan
Kesulitan dalam memenuhi
permintaan sayuran bertambah secara
mendadak
Teknis
Sosial
Kurang komunikasi antara anggota dan pengurus Gapoktan
Kurangnya kinerja pengurus Gapoktan
Pertemuan Gapoktan kurang efektif
99
Berdasarkan diagram sebab akibat (fishbone) pada Gambar 5.17. di atas,
dapat diketahui bahwa penyebab masalah yang dialami Gapoktan Sumbersuko
dalam melakukan perencanaan pemasaran kangkung ke pasar modern terdiri atas
faktor sosial dan teknis. Faktor sosial adalah kurangnya komunikasi antara
anggota Gapoktan Sumbersuko dengan para pengurus yang membantu pemasaran
ke pasar modern. Faktor sosial ini juga yang menyebabkan petani yang
memasarkan produk sayurannya ke pasar modern masih sangat sedikit
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan petani kangkung di Desa Pandanajeng.
Sebagian besar petani yang memasarkan produknya ke pasar modern
merupakan anggota kelompok tani Sumber Tani I yang berada di Dusun Pandaan,
sedangkan sebagian kecil petani saja yang merupakan anggota dari Sumber Tani
II, III, dan IV. Hal ini dikarenakan kehadiran anggota Gapoktan Sumbersuko
dalam pertemuan antara pengurus beserta anggota Gapoktan biasanya dihadiri
oleh 25 hingga 35 petani saja dan sebagian besar merupakan anggota Sumber Tani
I. Faktor teknis yang menyebabkan terjadinya permasalahan ini adalah kurangnya
kinerja pengurus Gapoktan dalam melakukan perencanaan jadwal tanam dan
kuota petani. Para petani kangkung masih terbiasa untuk menanam komoditas
sayuran berdasarkan kemauan petani sendiri karena belum adanya aturan dan
arahan yang jelas dari Gapoktan Sumbersuko.
5.6.2. Masalah dalam Penentuan Harga
Masalah yang dihadapi oleh Gapoktan Sumbersuko dalam penentuan harga
adalah komoditas sayuran termasuk kangkung selalu mengalami fluktuasi harga
pada periode waktu yang tidak terduga. Apabila harga kangkung tengah
meningkat drastis, maka seringkali kangkung di lahan yang siap untuk dipanen
tidak dapat memenuhi permintaan pasar modern. Beberapa petani kangkung yang
melihat harga kangkung di pasar tradisional lebih tinggi daripada harga kontrak
dengan pasar modern, memilih untuk menjual produknya ke pasar tradisional.
Pada saat kondisi demikian terjadi, maka Gapoktan Sumbersuko yang mengalami
kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar modern dengan mencari tambahan
kangkung dari petani lain yang biasanya tidak memasarkan ke pasar modern.
100
Apabila Gapoktan Sumbersuko kesulitan dalam memenuhi permintaan pasar
modern yang mendadak, maka Gapoktan biasanya membeli kangkung dari
pedagang di pasar tradisional untuk mengatasi sulitnya mencari petani kangkung
yang memiliki produk sayuran kangkung siap panen. Pihak Gapoktan
Sumbersuko beberapa kali mengalami kerugian apabila kondisi fluktuasi harga
terjadi, karena harga kangkung yang dibeli oleh Gapoktan lebih tinggi dari harga
kontrak dengan pasar modern. Gambar 5.18. berikut menunjukkan identifikasi
mengenai masalah yang dihadapi oleh Gapoktan Sumbersuko dalam penentuan
harga kangkung di pasar modern.
Gambar 5.18. Identifikasi Masalah dalam Penentuan Harga
Berdasarkan Gambar 5.18. dapat dilihat bahwa harga sayuran yang kerap
mengalami fluktuasi merupakan masalah yang dihadapi Gapoktan Sumbersuko
dalam penentuan harga kangkung di pasar modern. Penyebab masalah tersebut
terdiri dari faktor sosial dan lingkungan. Faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya fluktuasi harga kangkung yaitu perubahan cuaca yang tidak menentu
sehingga pola tanam dan jadwal pemanenan tidak dapat dilakukan sesuai dengan
rencana. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian antara kebutuhan sayuran di pasar
dengan jumlah produksi kangkung oleh petani. Faktor ekonomi yang
menyebabkan harga kangkung fluktuatif adalah kurangnya penyebaran produk
sayuran kangkung ke berbagai wilayah yang memiliki kebutuhan sayur yang
tinggi serta tidak dapat memproduksi sendiri. Hal ini menyebabkan harga sayuran
Harga kangkung fluktuatif
Ekonomi
Lingkungan
Kurangnya fungsi perpindahan
Kebutuhan kangkung di daerah lain lebih tinggi
Perubahan cuaca tidak menentu
101
yang murah di tempat yang memproduksi komoditas sayuran secara berlimpah,
begitu pula sebaliknya.
5.6.3. Masalah dalam Penciptaan Peluang Pasar
Permasalahan dalam penciptaan peluang pasar ke pasar modern adalah
kurang adanya kepercayaan Gapoktan Sumbersuko terhadap karyawan pasar
modern dalam pencatatan dan penghitungan jumlah sayuran kangkung yang
dikirim setiap harinya. Hal ini disebabkan oleh sistem kerja Gapoktan
Sumbersuko yang belum tertata rapi sehingga pihak pasar modern saja yang
melakukan pencatatan dan penghitungan. Pengurus Gapoktan Sumbersuko sering
merasa dirugikan karena jumlah sayur yang dikirimkan ke pasar modern lebih
banyak daripada uang yang diterima dari pasar modern khususnya CV. Agri
Fresh. Berikut adalah identifikasi mengenai faktor masalah terjadinya
permasalahan dalam penciptaan peluang pasar, ditunjukkan pada Gambar 5.19.
Gambar 5.19. Identifikasi Masalah dalam Penciptaan Peluang Pasar
Diagram sebab akibat (fishbone) pada Gambar 5.19. di atas menunjukkan
bahwa kurangnya kepercayaan Gapoktan terhadap kinerja karyawan pasar modern
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu teknis dan ekonomi. Faktor teknis yang
dimaksud adalah tidak adanya catatan terperinci oleh Gapoktan Sumbersuko
mengenai jumlah order dan pembelian komoditas. Catatan yang dimiliki oleh
Gapoktan Sumbersuko berupa catatan kecil yang kurang terperinci sehingga
kemungkinan terdapat ketidakcocokan antara catatan yang dibuat oleh pihak
Gapoktan dengan catatan pihak pasar modern. Faktor ekonomi yang dimaksud
adalah belum adanya sarana yang lebih menunjang dalam pencatatan dan
penghitungan jumlah order maupun pembelian produk yang dimiliki oleh
Kurangnya kepercayaan Gapoktan
terhadap karyawan pasar modern
Teknis
Ekonomi
Gapoktan tidak memiliki catatan terperinci
Gapoktan kekurangan modal
102
Gapoktan. Kurangnya modal yang dimiliki oleh Gapoktan menyebabkan sarana
yang ada dalam menunjang pemasaran ke pasar modern terkesan seadanya.
Padahal apabila melihat Gapoktan dan kelompok tani yang lebih maju seharusnya
sarana seperti kantor, kendaraan distribusi, komputer dan jaringan internet telah
dimiliki untuk mengembangkan jaringan pemasaran sayuran di Desa
Pandanajeng.
5.6.4. Masalah dalam Distribusi Produk Ke Pasar Modern
Masalah yang dihadapi oleh Gapoktan Sumbersuko dalam distribusi produk
ke pasar modern adalah pengembalian atau return produk kangkung kepada
Gapoktan Sumbersuko apabila mutu kangkung yang dikirimkan tidak sesuai
dengan keinginan pasar. Hal ini sering terjadi apabila sayuran kangkung yang
dikirimkan memiliki daun yang layu karena proses pemanenan yang terlalu awal.
Jam kerja para pekerja di lahan kangkung dimulai pada pukul 07.00 pagi hingga
siang hari pada saat intensitas cahaya matahari tinggi. Padahal pihak pasar modern
telah meminta agar pemanenan dilakukan pada sore hari sehingga pada saat
dilakukan penanganan pasca panen kangkung masih dalam kondisi segar. Berikut
ini adalah identifikasi masalah dalam distribusi produk ke pasar modern yang
dilakukan oleh Gapoktan Sumbersuko beserta penyebabnya, ditunjukkan oleh
Gambar 5.20.
Gambar 5.20. Identifikasi Masalah dalam Distribusi Produk ke Pasar Modern
Berdasarkan diagram fishbone pada Gambar 5.20. dapat dijelaskan bahwa
masalah dalam distribusi kangkung ke pasar modern berkaitan dengan budaya
para buruh tani yang tidak terbiasa untuk melakukan panen pada sore hari. Para
Sinar matahari
Return kangkung dari pasar
modern kepada Gapoktan
Budaya
Lingkungan
Teknis
Proses distribusi Jam kerja untuk panen
103
buruh tani memiliki jam kerja mulai pagi hingga siang hari untuk melakukan
pemanenan kangkung, padahal intensitas matahari yang tinggi mulai pukul 08.00
pagi dapat menyebabkan kangkung cepat layu walaupun telah dilakukan
pencucian dengan air bersih. Masalah ini juga disebabkan oleh faktor lingkungan
berupa paparan sinar matahari yang menyebabkan daun kangkung menjadi layu
sebelum dikirimkan ke pasar modern. Faktor lain penyebab terjadinya masalah ini
adalah faktor teknis yaitu proses distribusi ke pasar modern di luar kota yang
terlalu lama. CV. Agri Fresh tidak hanya mengirimkan sayuran kangkung kepada
Carefour dan Hypermart supermarket di Kota Malang, namun juga Carrefour
supermarket di Kota Surabaya dan Madiun.
Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah return kangkung yaitu
perbaikan jam kerja pada buruh tani yang melakukan panen dan penciptaan
inovasi untuk memanfaatkan limbah sayuran kangkung yang dikembalikan oleh
supermarket. Pada saat penelitian ini dilakukan belum ada arahan dari Gapoktan
Sumbersuko untuk memanfaatkan limbah sayuran kangkung yang dikembalikan
dari pasar modern. Sayuran merupakan komoditas yang memiliki sifat cepat rusak
sehingga apabila tidak laku dalam beberapa hari maka petani biasa membuang
produk tersebut begitu saja. Oleh sebab itulah diperlukan pengetahuan dan
keterampilan petani dalam mengelola limbah sayuran agar dapat dimanfaatkan
untuk pupuk organik dan biopestisida misalnya.