Uvulopalatofaringoplasti+Untuk+Tatalaksana+Gangguan+Tidur+Apneu+Obstruktif 1
description
Transcript of Uvulopalatofaringoplasti+Untuk+Tatalaksana+Gangguan+Tidur+Apneu+Obstruktif 1
Uvulopalatofaringoplasti untuk Tatalaksana Gangguan Tidur Apneu
Obstruktif : Pengalaman Mayo Clinic
TUJUAN: Untuk menilai fungsi uvulopalatofaringoplasti (UPPP) dalam tatalaksana
gangguan tidur apneu obstruktif (OSA) menggunakan polisomnografi (PSG) dalam 6
bulan sebelum dan sesudah operasi.
PASIEN DAN METODE: Kami menganalisis PSG dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dari pasien dengan OSA yang berusia 18 tahun ke atas dan dilakukan UPPP antara
periode 1 Januari 2988 hingga 31 Agustus 2006.
HASIL: 63 pasien (51 pasien (81%; rata-rata ± SD usia 42,1 ± 13,9 tahun; rata-rata ±
SD IMT 34,9 ± 7,2) dilakukan PSG 50 ± 47 hari sebelum dan 88,5 ± 34 hari sesudah
UPPP. Kesembuhan operatif dinyatakan dengan indeks apneu-hipopneu post-operatif
(AHI) 5 atau kurang. Lima belas pasien (24%) mencapai kesembuhan operatif. Dua
puluh satu pasien (33%) memiliki AHI 10 atau kurang, sementara 32 pasien (51%)
mencapai 50% atau lebih penurunan AHI dan/atau AHI 20 atau kurang. Tidak ada
perubahan berarti pada IMT pada 6 bulan sebelum dan sesudah UPPP. Pasien yang
mencapai AHI 5 atau kurang berusia lebih muda (rata-rata ± SD 35,9 ± 13,1 tahun vs
44 ± 13,7 tahun; p=0,05), memiliki IMT lebih kecil (rata-rata ± SD 30,8 ± 6,5 vs 34,6
± 6,6; p=0,05), dan memiliki OSA yang lebih ringan (rata-rata ± SD AHI 38,1 ± 33,6
vs 69,6 ± 32,8; p=0,004). Dari 48 pasien (76%) yang memiliki AHI pasca UPPP lebih
dari 5, 35 (56%) mendapat tekanan airway positif kontinyu, dengan pengurangan
tekanan rata-rata 1,4 cmH2O.
KESIMPULAN: Perubahan independen dari IMT, pada analisis retrospektif kami,
UPPP mencapai AHI 5 atau kurang pada 24% dan AHI 10 atau kurang pada 33%
pasien OSA yang dilakukan PSG 6 bulan sebelum dan sesudah operasi. Pada pasien
dengan OSA residual yang mendapat tekanan airway positif kontinyu, tekanan yang
dibutuhkan diturunkan 1,4 cmH2O.
Keterangan: AHI = indeks apneu-hipopneu; IMT = Indeks Massa Tubuh; CPAP =
tekanan airway positif kontinyu; OSA = gangguan tidur apneu obstruktif; PSG =
polisomnografi; UPPP = uvulopalatofaringoplasti
Gangguan tidur apneu obstruktif (OSA) banyak ditemukan, diderita oleh 4%
pria dan 2% wanita yang memenuhi syarat setidaknya 5 episode apneu atau hipopneu
per jam tidur (AHI ≥ 5) dan mengantuk berlebihan pada siang hari. CPAP, teknik
yang secara pneumatik menyokong saluran nafas atas, merupakan terapi andalan
untuk OSA. CPAP telah terbukti menurunkan AHI, menurunkan kantuk dan
meningkatkan kualitas hidup, dan menurunkan risiko kardiovaskuler. Terlepas dari
manfaat yang terlihat dan perkembangan teknologi perlengkapan, komplians dengan
terapi CPAP bervariasi, dengan 29% hingga 83% pasien yang menggunakan CPAP
kurang dari 4 jam dalam semalam dalam berbagai penelitian. Oleh karena itu, dokter
dapat merekomendasikan pilihan lain untuk pasien dengan OSA, termasuk modifikasi
faktor risiko seperti penurunan berat badan, aplikasi oral yang memanipulasi
mandibula atau lidah saat tidur, atau berbagai prosedur operasi hingga bypass atau
melebarkan jalan nafas atas.
Prosedur operasi yang paling sering dilakukan untuk OSA adalah
uvulopalatofaringoplasti (UPPP). Pertama kali diperkenalkan oleh Fujita dkk pada
1981, UPPP antara lain termasuk tonsilektomi (jika belum pernah dilakukan
sebelumnya), trimming dan re-orientasi pada pilar tonsil posterior dan anterior, dan
eksisi uvula dan palatum posterior. Seringkali, UPPP dikombinasikan dengan
prosedur nasofaringeal atau orofaringeal. Kesuksesan UPPP sebagai terapi OSA
berkisar antara 16% hingga 83%, tergantung pada definisi dari outcome positif.
Beberapa penulis mendefinisikan kesuksesan operasi UPPP sebagai penurunan AHI
50%, sementara yang lain mengombinasikan kriteria ini dengan AHI absolut 20 atau
kurang. Sayangnya, penggunaan kriteria tersebut berarti bahwa pasien yang sukses
diterapi dapat tetap memiliki OSA residual ringan atau sedang. Bukti yang
berkembang menunjukkan bahwa saat menerapi OSA, menurunkan AHI hingga
kurang dari 5 penting untuk meningkatkan outcome yang berhubungan dengan
kesehatan, misalnya hipertensi. Oleh sebab itu, beberapa mengusulkan UPPP sebagai
terapi lini pertama untuk OSA dan seluruh penelitian mendatang tentang UPPP
mendasarkan keberhasilan operasi pada outcome AHI 5 atau kurang atau 10 atau
kurang, target biasanya diharapkan dari terapi CPAP. Maka dari itu, untuk
mendefinisikan respon terhadap UPPP dengan lebih baik, kami membahas
pengalaman UPPP pada Mayo Clinic di Rochester, menggunakan kriteria yang lebih
ketat dan kontemporer.
PASIEN DAN METODE
Kami menganalisis secara retrospektif rekam medik seluruh pasien berusia 18
tahun atau lebih yang telah didiagnosis dengan OSA lewat PSG dan telah dilakukan
UPPP antara 1 Januari 1988 hingga 31 Agustus 2006 setelah mendapatkan
persetujuan dari Institutional Board Review Mayo Clinic. Pasien yang dilakukan PSG
dalam 6 bulan sebelum dan sesudah UPPP dimasukkan dalam analisis ini. Spesialis
tidur bersertifikasi di Pusat Mayo Clinic untuk Pengobatan Tidur mengevaluasi
seluruh pasien sebelum dan sesudah PSG, me-review data PSG menggunakan kriteria
standar, dan mendiskusikan hasil serta pilihan terapi dengan seluruh pasien.
Seluruh studi PSG didatangi oleh teknologis, pemeriksaan di laboratorium
menggunakan poligraf digital. Parameter berikut direkam: elektroensefalografi
(EEG), elektrookulografi, elektromiografi submental dan tibialis anterior, mengorok
dengan mikrofon laryngeal, saturasi oksigen (oksimeter jari atau telinga), dan usaha
respirasi (pletismografi torakal, abdominal, dan induktif total). Dari 1 Januari 1988
hingga 30 September 2001, aliran udara dianalisis dengan sebuah perangkat
thermocouple oronasal. Dari 1 Oktober 2001 hingga 31 Agustus 2006, penilaian
aliran udara dilakukan dengan transduser tekanan nasal.
Hingga 30 April 2002, hipopneu didefinisikan sebagai penurunan aliran udara
30% selama setidaknya 10 detik, terlepas dari usaha respirasi, dan disertai dengan
penurunan saturasi oksihemoglobin setidaknya 2%. Untuk periode setelah itu, kriteria
desaturasi hipopneu adalah 4% atau kurang untuk memenuhi cakupan kebutuhan
CPAP yang dikeluarkan oleh Pusat Pelayanan Medicare dan Medicaid. Apneu
obstruktif didefinisikan sebagai penghentian aliran udara setidaknya selama 10 detik
terlepas dari usaha respirasi. Baik PSG pre dan post UPPP dilakukan sebagai studi
diagnostik atau saat tidur dengan titrasi CPAP saat paruh kedua jika AHI 5 atau lebih
besar.
Data dianalisis dengan perangkat lunak JMP. T-test paired sample digunakan
untuk membandingkan data preoperasi dan postoperasi dan T-test independent
sample digunakan untuk membandingkan kelompok yang mencapai dan tidak
mencapai AHI 5 atau kurang. Data berpasangan juga dianalisis menggunakan uji
Wilcoxon signed rank dan data tak berpasangan menggunakan uji Wilcoxon rank
sum. Tidak ada perbedaan yang yang ditemukan antara pengukuran parametric dan
nonparametric, sehingga hanya hasil dari uji parametric yang dilakukan. P<0,05
dianggap signifikan secara statistic. Data dirangkum dengan nilai rata-rata ± SD atau
median. Sebagai tambahan, confidence interval 95% dilaporkan di sekitar titik
estimasi.
HASIL
Enam puluh tiga pasien dianggap memenuhi kriteria inklusi penelitian. Usia
rata-rata adalah 42,1 ± 13,9 tahun, dan kelompok tersebut terutama terdiri dari laki-
laki (51 orang, 81%). PSG dilakukan 50 ± 47 hari sebelum dan 88,5 ± 34 hari setelah
UPPP. AHI preoperatif rata-rata adalah 62 ± 35,4. Data PSG preoperatif dan
postoperatif disajikan dalam Tabel 1 dan Gambar 1. Prosedur yang dilakukan
berbarengan dengan UPPP disajikan dalam Tabel 2. Meskipun tonsilektomi biasanya
dilakukan sebagai bagian dari UPPP, namun untuk tujuan analisis ini, toksilektomi
dianggap sebagai prosedur kedua.
Uvulopalatofaringoplasti dengan prosedur operasi tambahan memberi hasil
reduksi 54,4% dalam rata-rata AHI menjadi 28,3 ± 28,9 saat postoperatif (p=0,001).
Terdapat penurunan 38,4% dalam indeks arousal rata-rata dari 58,3 ± 30,6 ke 35,9 ±
22,3 (p=0,001), dengan peningkatan saturasi oksigen rata-rata dan persentase waktu
yang dihabiskan dengan saturasi oksigen kurang dari 90% (Tabel 1).
Penggunaan definisi outcome tradisional dalam mencapai penurunan AHI
50% atau lebih dan/atau AHI 20 atau kurang member hasil UPPP yang berhasil pada
32 pasien (51%). Penggunaan kriteria respons yang lebih ketat memberi hasil 21
pasien (33%) mencapai AHI postoperatif 10 atau kurang dan 15 pasien (23,8%)
mencapai AHI postoperatif 5 atau kurang. Data pasien yang mencapai AHI
postoperatif 5 atau kurang (operasi berhasil) dibandingkan dengan yang tidak
ditampilkan pada Tabel 3 dan Gambar 2. Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam
durasi antara operasi dan PSG follow-up pada pasien dengan operasi berhasil atau
gagal (88.8±28.4 vs 88.4±35.9 hari; P=0,97). Pasien yang memiliki AHI 5 atau
kurang berusia lebih muda (35.9±13.1vs 44±13.7 tahun; P=0.05), memiliki IMT
lebih rendah (30.8±6.5 vs 34.6±6.6; P=0,05), memiliki OSA lebih ringan (AHI,
38.1±33.6 vs 69.6±32.8; P=0,004), dan memiliki saturasi oksigen preoperatif
minimum lebih tinggi (81.9%±13.3% vs 71.4%±17.0%; P=0,04) (Tabel 3 dan
Gambar 2).
IMT rata-rata tetap stabil sebelum dan 6 bulan sesudah UPPP (34,9±7,2 vs
35,2±7,1; P=0,41). Empat dari 5 pasien (80%) dengan IMT 25 atau kurang mencapai
AHI post-operatif 5 atau kurang, dibanding dengan 11 dari 58 pasien (19%) dengan
IMT lebih dari 25. Perbedaan berbeda secara signifikan (0,005). Sepuluh dari 17
pasien dengan AHI pre-UPPP 30 atau kurang mencapai AHI post-UPPP 5 atau
kurang dari5, dibanding dengan 5 dari 46 pasien dengan AHI pre-UPPP lebih dari 30,
sehingga mengakibatkan rasio ganjil 11,7 untuk keberhasilan operasi pada pasien
dengan AHI pre-UPPP 30 atau kurang.
Tabel 2. Prosedur Operasi yang Dilakukan Bersamaan dengan UPPP
Prosedur Jumlah dan Presentase Pasien
UvulopalatofaringoplastiUvulopalatofaringoplasti dengan toksilektomiToksilektomi sebelumnya dan tanpa tonsil redisualSeptoplastiReduksi conchaSomnoplasti dasar lidahTrakeostomi (sementara)
63 (100%)52 (83%)11 (17%)24 (38%)10 (16%)3 (5%)1 (2%)
Dari 48 pasien dengan AHI residual post-UPPP lebih dari 5, 13 orang (21%)
menolak terapi CPAP dan memilih penurunan berat badan dan terapi posisional,
sementara 35 orang (56%) menyetujui terapi CPAP. Data CPAP berpasangan
didapatkan pada 27 orang, dengan rata-rata reduksi CPAP 9,7±3 cmH2O preoperatif
dan 8,3±2,4 cmH2O post-operatif untuk estimasi point 1,4 cmH2O (interval
confidence 95%, −0.4 to −2.4 cm H2O).
PEMBAHASAN
Peran operasi jalan nafas atas secara umum dan UPPP secara khusus dalam
tatalaksana OSA masih belum jelas karena kebanyakan penelitian dibatasi oleh besar
sampel yang sedikit, sedikitnya consensus tentang definisi keberhasilan operasi yang
jelas, ketergantungan pada poin akhir yang subyektif, dan ketidakmampuan untuk
membandingkan UPPP secara acak dengan CPAP. Pada pembahasan terbaru oleh
Megwalu dan Piccirillo, dalam 30 percobaan UPPP dari Januari 1996 hingga Agustus
2005, digunakan 7 definisi OSA yang berbeda dan 17 definisi keberhasilan operasi
yang berbeda. Dari artikel tersebut, 67% terapi UPPP yang dievaluasi berhasil tanpa
data PSG post-operatif subyektif.
Secara tradisional, outcome berhasil dari UPPP didefinisikan sebagai
pencapaian reduksi AHI setidaknya 50% dan/atau AHI residual 20 atau kurang. AHI
merupakan penanda yang kontinyu, dan perubahan yang signifikan secara statistik
yang ditandai oleh reduksi 50% pada indeks dan/atau indeks 20 atau kurang mungkin
tidak dapat mewakili outcome klinis yang memuaskan, selain pasien berjuang untuk
mengikuti segala bentuk terapi OSA. Jika batas definisi OSA adalah AHI 5 atau
lebih, mencapai AHI kurang dari 5 bisa jadi optimal untuk mengendalikan
konsekuensi yang berhubungan dengan penyakit. Tentu saja, reduksi sebesar 50%
dari AHI tidak cukup untuk menurunkan tekanan darah pada lengan kontrol
percobaan terapi CPAP. Kebanyakan pasien yang didiagnosis menderita OSA
ditawarkan terapi CPAP setelah titrasi tekanan berbasis laboratorium. Titrasi CPAP
yang optimal adalah yang mengurangi frekuensi kejadian gangguan nafas tidur
obstruktif hingga AHI 5 atau kurang, sementara titrasi yang baik didefinisikan
sebagai AHI kurang dari 10. Beberapa peneliti menyarankan outcome UPPP dibuat
dengan kriteria yang sama.
Hanya 24% dari pasien penelitian kami yang mencapai AHI 5 atau kurang
setelah UPPP, dinilai dari PSG dalam jangka waktu 6 bulan setelah operasi,
sementara 33% mencapai AHI 10 atau kurang. Jika definisi outcome yang lebih
tradisional digunakan (≥50% pengurangan AHI dan/atau AHI ≤20), UPPP berhasil
pada setengah dari jumlah pasien kami. Data ini mirip dengan temuan Elshaug dkk, di
mana keberhasilan didefinisikan dengan AHI 5 atau kurang (16,1%), AHI 10 atau
kurang/ AHI mengalami reduksi 50% (34,1%), dan/atau AHI 20 atau kurang (51,5%).
Hasil kami mengulang seberapa besar kesuksesan UPPP bervariasi, tergantung pada
definisi yang digunakan dan pentingnya follow-up pasien post-UPPP secara obyektif,
karena sebagian pasien yang telah dioperasi beresiko memiliki OSA residual.
Kami melakukan analisis univariat untuk menentukan pasien mana yang
memiliki kemungkinan lebih besar mencapai AHI 5 atau kurang setelah operasi dan
menemukan bahwa pasien dengan usia lebih muda, memiliki IMT lebih rendah, AHI
pre-operatif lebih rendah, dan desaturasi oksigen minimum lebih tinggi saat diagnosis
pertama kali dengan PSG, lebih memiliki kemungkinan untuk mencapai AHI 5 atau
kurang dengan dilakukan UPPP. Letak penyempitan anatomis pada jalan nafas atas
atau penggunaan sistem grading anatomis juga dapat membantu meningkatkan
perkiraan kesuksesan UPPP. Sayangnya, kami tidak mendapat laporan tentang
grading anatomis jalan nafas atas pada kebanyakan pasien kami sehingga tidak dapat
membahasnya pada analisis retrospektif kami.
Pada penelitian kami, IMT merupakan prediktor keberhasilan UPPP karena
pasien dengan BMI 25 atau kurang memiliki persentase yang lebih besar dalam AHI
post-operatif 5 atau kurang. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terpenting
untuk OSA. Penimbunan jaringan adiposa pada lemak parafaringeal lateral, struktur
intraluminal (contoh: lidah), dan leher, meningkatkan kecenderungan kolaps pada
saluran nafas atas saat tidur karena menekan saluran nafas, merubah geometri saluran
nafas atas, dan/atau mengubah susunan jaringan lunak. Akumulasi lemak visceral
abdomen dapat juga menjadi risiko OSA, mungkin karena mengurangi “tarikan
trakea”, sebuah kekuatan traksi paru yang terletak di kaudal dan menstabilisasi faring,
dikendalikan lewat trakea. Uvulopalatofaringoplasti tidak dapat mengarah secara
langsung pada jaringan adipose parafaringeal atau sentral yang berlebihan, sehingga
secara biologis masuk akan bahwa individu dengan IMT lebih tinggi cenderung untuk
memiliki AHI pasca operasi yang meningkat persisten.
Tekanan jalan nafas positif kontinyu direkomendasikan untuk pasien dengan
AHI residual lebih dari 5 setelah UPPP. Dari 35 pasien yang menyetujui terapi
CPAP, data berpasangan CPAP sebelum dan sesudah operasi hanya didapatkan dari
27 pasien, dan kebutuhan CPAP mereka dikurangi poin perkiraan 1,4 cmH2O setelah
UPPP. Apakah reduksi tersebut meningkatkan komplians terapi CPAP karena efek
samping penurunan tekanan dan kenyamanan yang meningkat, masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.
Salah satu keunggulan dari penelitian saat ini adalah penilaian IMT pre-UPPP
dan post-UPPP, karena perubahan berat badan dapat mengacaukan interpretasi hasil
operasi. Keunggulan lain antara lain adanya data komprehensif pada evolusi AHI
yang relatif terhadap tahapan dan posisi tidur, dan jumlah pasien yang dianalisis,
yang membuat penelitian ini penelitian UPPP terbesar sejak 2002.
Penelitian kami juga memiliki beberapa keterbatasan. Meskipun pada institusi
kami terdapat 978 pasien yang dilakukan UPPP antara tahun 1988 – 2006, namun
hanya 63 yang memenuhi kriteria inklusi (yaitu: ketersediaan data PSG dalam 6 bulan
sebelum dan sesudah UPPP). Sedikitnya jumlah pasien yang mengikuti PSG follow-
up membuat bias pemilihan, karena ada kemungkinan bahwa pasien yang kurang
puas dapat diteliti lagi dalam rentang post-operatif yang kami tentukan selama 6
bulan. Beberapa pasien tidak melakukan PSG follow-up mungkin karena merasa tidak
butuh atau memiliki keterbatasan asuransi, masalah-masalah yang sulit disortir pada
analisis retrospektif. Pasien dengan OSA yang lebih berat lebih cenderung untuk
diteliti karena pandangan bahwa mereka lebih sulit disembuhkan dengan UPPP.
Tentu saja, pasien penelitian kami biasanya menderita OSA berat dengan AHI post-
operatif rata-rata 62,6±35,4. Pasien kami dengan AHI pre-operatif kurang dari 30
memiliki kecenderungan berhasil operasinya (ratio ganjil: 11,7), sebuah temuan yang
mirip dengan penelitian-penelitian lain. Menentukan spectrum total dari komplikasi
post-operatif tidak dapat dilakukan dengan tinjauan retrospektif. Walaupun banyak
parameter tidur berubah signifikan secara statistik, dalam artian yang positif,
kepentingan klinis dari perubahan tersebut masih belum jelas, dan kami tidak dapat
mengeluarkan faktor perancu dari resolusi efek malam pertama. Keterbatasan lain,
adalah bahwa UPPP jarang dilakukan dalam isolasi. Tiga puluh empat dari pasien
kami dilakukan prosedur yang ditujukan untuk saluran nafas nasal, dan 3 orang
mendapatkan terapi ablasio radiofrekuensi satu sesi yang ditujukan untuk setinggi
basis lidah. Walaupun sebuah sesi ablasi radiofrekuensi yang dikombinasikan dengan
UPPP telah menunjukkan outcome yang lebih baik, dengan 50% pasien mencapai
AHI post-operatif kurang dari 5, maka jika pasien tersebut dieksklusikan, hasil
analisis kami tidak berubah.
Kami memilih untuk menganalisis data PSG dalam rentang 6 bulan setelah
UPPP. Kami berharap hal tersebut dapat meningkatkan keseragaman interval antara
operasi dan pemeriksaan PSG. Kami menyadari bahwa sebuah rentang waktu yang
terbatas mencegah ditemukannya komplikasi yang tertunda yang mungkin dapat
menghambat respon UPPP, misalnya penyempitan sikatriks pada hubungan
velofaringeal-orofaringeal dan potensi perubahan dalam sensitifitas faringeal, karena
keefektifan UPPP telah terbukti menurun pada jangka panjang.
KESIMPULAN
Kemungkinan untuk mencapai tujuan terapi sementara yaitu AHI post-
operatif 5 atau kurang atau 10 atau kurang dengan UPPP, kecil pada pasien yang
tidak terseleksi, yang bervariasi pada usia, IMT, dan tingkat keparahan OSA (yang
didefinisikan dengan AHI dan saturasi oksigen minimal). Namun demikian, hal ini
tidak berarti bahwa UPPP tidak memiliki peran dalam terapi OSA. Modifikasi pada
kriteria klinis pemilihan UPPP telah dilakukan, namun, kebanyakan pasien yang kami
anggap membutuhkan UPPP di institusi kami pada periode hingga 2006 tidak
mencapai AHI 5 atau kurang. Penelitian kami menyatakan bahwa kecenderungan
penyembuhan OSA yang lebih besar adalah pada OSA awal yang lebih ringan dan
IMT yang normal. Ini merupakan informasi yang penting bagi dokter yang memiliki
pasien yang mungkin tidak ingin mendapatkan terapi CPAP karena merasa lebih
besar kemungkinan OSA untuk sembuh dengan UPPP.