UVEITIS
-
Upload
muminah-moe-chan -
Category
Documents
-
view
21 -
download
1
Transcript of UVEITIS
STATUS CASE REPORT SESSION
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.I
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukadana, Ciparay
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2007
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Mata kanan yang merah dan terasa sakit
Anamnesis Khusus :
Sejak 5 hari SMRS penderita mengeluh mata kanannya merah. Keluhan
disertai rasa sakit kepala disekitas kelopak mata, panas, dan penglihatannya
menjadi buram. Pasien juga merasa nyeri jika matanya terkena cahaya dan
sering berair . Keluhan tidak disertai dengan mual dan muntah.
Riwayat mata terkena debu diakui pasien seminggu sebelum masuk rumah
sakit.
Pasien mengakui mempunyai riwayat nyeri sendi pada tangan dan kaki
sejak 2 tahun yang lalu dan sering mengalami kekakuan pada pagi hari.
Riwayat batuk-batuk lama tidak diakui.
Riwayat mata buram dan memakai kacamata untuk melihat jauh dan dekat
disangkal. Tidak ada riwayat alergi, tekanan darah tinggi dan kencing manis.
Karena keluhannya pasien menggunakan tetes mata rotho selama 3 hari.
Dan karena keluhannya yang tidak kunjung membaik penderita datang ke RS
Mata Cicendo.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
KU : tampak sakit ringan, compos mentis
Tanda Vital : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik : dalam batas normal
Status Oftamologi :
1. Pemeriksaan Subjektif
Visus
VOD SC : 5/20 VOS SC : 5/6
CC : - CC : -
Koreksi : tidak dikoreksi Koreksi : tidak dikoreksi
2. Pemeriksaan Objektif
a. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Posisi bola mata Orthotropia
Gerakan bola mata Duksi baik Duksi baik
versi baik
Palpebra Superior Edema Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva :
Tarsus Sup. Tenang Tenang
Tarsus Inf. Tenang Tenang
Bulbi Injeksi sillier (+) Tenang
Injeksi Konjungtiva (+)
Injeksi Sklera (+)
Kornea KP (+) halus Jernih
Bilik mata depan Sedang Sedang
Flare (+)
Sel (+)
Pupil Lonjong, irregular, Bulat, regular,
3 mm, RC (+) 3 mm, RC (+)
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Iris Pigmen (+) Jernih
b. Palpasi
Tekanan Intraokuler normal
c. Pemeriksaan dengan alat
Funduskopi :
OD OS
Media Jernih Jernih
Papil Bulat, batas tegas Bulat, batas tegas
a/v 2/3 2/3
C/d 0,3 0,3
Retina Flat Flat
Macula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)
Slit Lamp :
OD OS
Konjungtiva bulbi Injeksi Siliaris (+) Tenang
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Flare (+)
Sel (+)
Pupil Lonjong, dilatasi Bulat, dilatasi regular
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa Iris Pigment Jernih
IV. Diagnosis Banding
- Uveitis anterior Non granulomatous OD
- Skleritis OD
V. Diagnosis Kerja
- Uveitis anterior Non Granulomatous OD + Skleritis OD
VI. Penatalaksanaan
- Midriatik, Cyclon ED 3 x OD
- P-prednison 1 tetes/ jam
- Prednison 1 mg/kgBB/hr
- Asam mefenamat 3 x 250 mg
- Mata ditutup dengan verband
- Konsultasi ke bagian Ilmu Penyakit Dalam terhadap nyeri sendi dan
penyakit sistemik lain
VII. Usul Pemeriksaan
- Tonometer
- Observasi glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan retensi air
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
UVEITIS
Pendahuluan
Uvea terdiri dari iris, korpus silliaris, dan koroid, dimana terdapat vaskularisasi
utama yang memperdarahi mata. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi (-it is) uvea
dari bahasa latin yang berarti anggur. Studi mengenai uveitis sendiri dipersulit oleh
kenyataan bahwa inflamasi pada mata bagian dalam dapat disebabkan oleh proses
infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. Sebagai tambahan, proses yang
sekundernya hanya melibatkan uvea, seperti toksoplasmosis okuler, penyakit yang
primernya mengenai retina, dapat menyebabkan inflamasi yang luas pada koroid dan
vitreus.
Pada bagian ini akan dibahas mengenai penggunaan anatomi sebagai dasar untuk
pendekatan diagnosis uveitis. Jenis – jenis inflamasi pada mata bagian dalam dan
klasifikasi sistemik dari manifestasi tersebut. Satu pendekatan yang sederhana adalah
pertama untuk menentukan gejala-gejala uveitis yang menyebabkan pasien mencari
pertolongan ke dokter dan berikutnya untuk melengkapi pemeriksaan dasar yang
diperlukan untuk mencari tanda-tanda uveitis. Karena uveitis sering dihubungkan
dengan dengan penyakit sistemik, anamnesa mengenai sstem organ secara teliti dapat
membantu untuk mengetahui penyakit inflamasi yang ada pada pasien tersebut.
Selanjutnya pemeriksaan fisik menyeluruh dapat dilakukan untuk menentukan jenis
inflamasi yang terjadi pada pasien tersebut.
Setiap pasien hanya menunjukan sebagian gejala dan tanda uveitis. Setelah dokter
memiliki informasi yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan klasifikasi anatomis dari uveitis, ia dapat menggunakan beberapa factor
yang saling berhubungan untuk mengkategorikan lebih lanjut lagi untuk keperluan
pemeriksaan laboratorium dan pemilihan terapi.
Gejala Uveitis
Gejala-gejala uveitis diantaranya
- mata merah
- Nyeri
- Fotofobia
- Epiphora
- Gangguan penglihatan, dapat berupa :
Pandangan kabur menyeluruh yang disebabkan oleh miopi, hipermetrop, sel-sel
inflamasi dan katarak
- Skotoma
- Floater
Gejala yang paling sering dari uveitis adalah pandangan kabur, floaters, nyeri,
fotofobia, dan mata merah. Gejala-gejala tersebut bervariasi sesuai dengan jenis
inflamasi yang terjadi (akut ataupun kronik) dan struktur spesifik pada mata yang
terlibat. Pandangan kabur dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, seperti miopi
ataupun hipermetrop yang berhubungan dengan edem macula, hipotoni, ataupun
perubahan posisi lensa. Penyebab lain pandangan kabur di antaranya kekeruhan pada
aksis visual akibat adanya sel-sel inflamasi, fibrin, atau protein pada bilik mata depan ;
keratic precipitates (KPs); katarak sekunder; debris di vitreus; edema macula; dan atrofi
retina.
Nyeri pada uveitis biasanya disebabkan oleh inflamasi akut pada daerah iris,
seperti irits akut, atau dari glaucoma sekunder. Nyeri yang berhubungan dengan spasme
siliaris pada iritis dapat berupa nyeri menjalar (referred pain) ke daerah yang lebih luas
yang dipersarafi oleh nervus V (trigeminal). Epiphora dan fotofobia biasanya timbul
jika proses inflamasi mengenai iris, kornea, atau korpus siliaris. Kadang kala, uveitis
dijumpai secara tidak sengaja sewaktu dilakukan pemeriksaan mata rutin pada pasien-
pasien yang asimptomatik.
Tanda-tanda uveitis
Respon inflamasi terhadap proses infeksi, trauma, neoplasma, atau autoimun
menghasilkan tanda-tanda uveitis. Mediator kimiawi pada inflamasi akut diantaranya
serotonin, komplemen, dan plasmin. Leukotriene, kinin, dan prostaglandin
memodifikasi fase kedua (sekunder) dari respon akut melalui antagonis vasokontriktor.
Komplemen yang teraktivasi merupakan agen leukotaktik. Leukosit polimorfonuklear
(PMN), eusinofil, dan sel mast berperan dalam terjadinya tanda-tanda inflamasi. Namun
sejauh ini, limfosit tetap merupakan sel inflamasi dominant pada bagian dalam mata
untuk terjadinya uveitis. Mediator-mediator kimiawi ini akan menyebabkan dilatasi
vascular (ciliary flush), peningkatan permeabilitas vascular (aqueus flare), dan
kemotaksis sel-sel inflamasi ke dalam mata (aqueous and vitreous cellular reaction).
a. Segmen anterior
Tanda-tanda uveitis pada bagian anterior mata, diantaranya :
KPs
Sel
Flare
Fibrin
Hipopion
Dispersi pigmen
Miosis pupil
Nodul iris
Sinekia, anterior maupun posterior
Band keratoplasty (dapat juga terlihat pada kornea dengan uveitis yang
lama)
Pelebaran vascular perilimbus (ciliary flush) atau injeksi difus pada konjungtiva,
episklera, ataupun keduanya tipikal pada uveitis anterior akut. Dengan meningkatnya
permeabilitas kapiler, reaksi pada bilik mata depan dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
- serosa (aqueous flare yang disebabkan oleh influks protein)
- Purulen (leukosit PMN dan debris nekrotik yang menyebabkan hipopion)
- Fibrin (plastic, atau eksudat fibrin intens)
- Sangunoid (sel-sel inflamasi dengan eritrosit yang manifestasinya berupa
campuran hipopion dan hifema).
Intentitas reaksi seluler pada bilik mata anterior dapat diberi tingkatan menurut
jumlah sel-sel inflamasi yang terlihat pada lapang pandang berukuran 1x3 mm dengan
intensitas penuh pada sudut 45o-60o.
0 tidak ditemukan sel-sel inflamasi
trace <5 sel
1+ 5-10 sel
2+ 10-20 sel
3+ 20-30 sel
4+ Jumlah sel sangat banyak
KPs merupakan kumpulan sel-sel inflamasi pada endotel kornea. Jika baru
terbentuk, umumnya berwarna putih, berbentuk bulat, dengan permukaan yang halus,
tetapi lambat laun akan mengalami krenasi (mengkerut), berpigmen, atau glassy. KPs
berwarna kekuningan dan berukuran besar disebut KPs mutton-fat, biasanya
berhubungan dengan jenis inflamasi granulomatosa.
Kadang-kadang uveitis diklasifikasikan menjadi granulomatosa atau
nongranulomatosa. Perbedaan antara granulomatous dengan non granulomatous terletak
pada onset dan tandanya. Uveitis granulomatous biasanya terjadi secara perlahan
(progresif), reaksi selularnya lebih hebat, permukaan iris tampak keruh, KPs terlihat
tebal di endotel kornea, segmen anterior tampak dalam dan vitreus tampak keruh.
Sedangkan Uveitis non granulomatous biasanya disebabkan reaksi autoimun, onsetnya
akut, dapat ditemukan KPs tetapi tampak halus, vitreus tidak keruh dan kadang disertai
dengan hipopion. Namun, system klasifikasi tersebut terbatas karena perbedaan dosis
eksperimen terhadap antigen dapat menghasilkan baik; dan sarkoidosis, sering dianggap
sebagai contoh klasik dari uveitis granulomatosa, dapat juga muncul dengan gambaran
suatu nongranulomatosa.
Keterlibatan iris dapat bermanifestasi baik sebagai sinekia anterior maupun
posterior, nodul iris (nodul Koeppe pada pinggir pupil dan nodul Busacca pada stroma
iris, dan nodul Berlin pada sudutnya), granuloma iris, heterokromia (misalnya
iridosiklitis heterkromik Fuxhs), atau atrofi stroma (misalnya uveitis herpes)
Dengan terlibatnya korpus siliaris dan trabecular meshwork, tekanan intraocular
(TIO) sering menurun sekunder akibat penurunan produksi humor aqueous atau
meningkatnya aliran keluar alternative, tetapi TIO juga dapat meningkat jika meshwork
tersebut dipenuhi oleh sel-sel inflamasi atau debris, atau juka trabecular meshwork itu
sendiri menjadi tempat terjadinya inflamasi (trabeculitis). Blokade pupil dengan iris
bombe dan penutupan sudut sekunder juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
TIO secara akut.
b. Segmen intermediate
Tanda-tanda uveitis pada segmen intermediate diantaranya :
Sel-sel inflamasi pada vitreous, yang densitasnya dapat dibuat tingkatan
dari 0 sampai 4+
Snowball opacities yang sering disertai dengan sarkoidosis atau uveitis
intermediate. Eksudat pada pars plana (snowbanking)
Vitreal strands.
Uveitis kronik dapat dihubungkan dengan pembentuka membrane siklitik
dengan ablation korpus siliaris dan hipotoni.
c. Segmen Posterior
Tanda-tanda uveitis pada segmen posterior diantaranya :
- infiltrate inflamasi retina atau koroid
- Inflamasi pada selubung arteri atau vena
- Perivascular inflammatory cuffing
- Hipertrofi atau epitel pigmen retina
- Atrofi atau pembengkakan retina, koroid, atau papilla nervus optikus
- Fibrosis pre atau subretinal
- Ablatio retina eksudatif, traksional, maupun rhegmatogen
- Neovaskularisasi retina atau koroid
- Tanda-tanda pada retina dan koroid dapat unifokal, multifokal, ataupun difus.
Uveitis dapat meluas ke seluruh mata (panuveitis) atau tampak menyebar dari
satu area ke area lain seperti toksoplasmosis yang primernya mengenai retina
tetapi juga dapat menyebabkan inflamasi bilik mata depan juga.
Klasifikasi
Ada beberapa metode untuk mengklasifikasikan uveitis, diantaranya:
Usia : bayi (infant), anak, remaja, dewasa muda, dewasa
Demografi : jenis kelamin, ras, lokasi tempat tinggal, traveling, imigrasi,
pekerjaan, hobi, kebiasaan makan dan nutrisi, hewan peliharaan, penyakit lain,
stress, kepribadian.
Riwayat social : merokok, penggunaan alcohol, ketergantugan obat-
obatan, orientasi seksual.
Lokasi anatomis : anterior (iritis, iridosiklitis, siklitis anterior),
intermediate (siklitis posterior, pars planitis, hyalites) posterior (retinitis,
retinokoroiditis, korioretinitis, koroiditis, papilitis), panuveitis (uveitis difus,
endoftalmitis)
Kronologi atau durasi : akut, subakut, rekuren
Karakteristik : patologi (granulomatosa, non granulomatosa), lesi (fokal,
multifokal, diseminata, difus), pola KP (fokal, sentral, diskiform, segitiga Arlt,
stelat atau difus, perifer), gambaran yang berhubungan (sinekia, fibrin, nodul).
Namun, diantara beberapa system klasifikasi diatas, yang paling sering digunakan
adalah klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis yang dikemukakan oleh The
International Uveitis Study Group yang membagi uveitis menjadi 4 kategori, yaitu :
- Uveitis anterior
- Uveitis intermediate
- Uveitis posterior
- Panuveitis (uveitis difus)
- Gejala dan tanda masing-masing uveitis tersebut sudah dijelaskan pada bagian
sebelumnya.
Etiologi
Karena uveitis sering berhubungan dengan proses inflamasi pada system organ
yang lain, maka penyebab uveitis dapat dibagi menjadi :
1. inflamasi : penyakit otoimun primer
2. Infeksi : akibat pathogen okuler dan sistemik
3. Infiltratif : proses neoplasma invasive
4. Injury : trauma
5. Iatrogenik : pembedahan, trauma atau medikasi
6. Inherited : penyakit metabolik atau distrofi
7. Iskemik : gangguan sirkulasi yang dapat menyebabkan inflamasi
8. Idiopatik
Pemeriksaan Penunjang dan Evaluasi Medis
Pada pasien dengan dugaan uveitis dapat dilakukan pemeriksaan :
- Tonometer, berfungsi untuk mengarah ke komplikasi gloukoma
- Fluorosein angiografi, dapat menunjukkan adanya edema macula kistoid,
koroiditis, keterlibatan vascular, ablation retina serosa, dan neovaskularisasi
koroid.
- Ultrasonografi : dapat bermanfaat untuk melihat kekeruhan vitreous, penebalan
koroid, ablation retina,atau pembentukan membrane siklitik, terutama jika
kekeruhan media dapat mencegah pandangan ke segmen posterior.
- Biopsi vitreous : berguna untuk evaluasi diagnostic pada kasus-kasus tersangka
large cell lymphoma (dahulu disebut reticulum sarcoma) atau endoftalmitis
bakteri dan jamur, cairan juga dapat dianalisa dengan pemeriksaan PCR untuk
menentukan penyebab pada kasus-kasus tertentu.
- Biopsi korioretinal : bermanfaat jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi
berdasarkan gambaran klinik atau pemeriksaan laboratorium lainnya (misalnya
kasus retinitis nekrotikan pada pasien dengan AIDS atau tersangka limfoma
intraocular)
Terapi
Beberapa usaha dapat dilakukan dalam mengani pasien dengan uveitis,
diantaranya dengan :
Observasi terhadap komplikasi dan perubahan pada gambaran/beratnya
penyakit/progresifitasnya.
Medikamentosa dengan pemberian sikloplegik untuk mengatasi nyeri dan
menghancurkan sinekia posterior/ blockade pupil, kortikosteroid dalam bentuk
tetes/salep topical,inkesi subtenon, oral maupun injeksi intravena dengan
indikasi untuk mengobati inflamasi aktif pada mata,pencegahan komplikasi
seperti edem macula kistoid, dan reduksi infiltrasi proses inflamasi ke retina,
koroid, ataupun nervus optikus; obat-obatan imunosupresif, seperti agen alkilasi,
antimetabolit, dan supresor sel-T, dengan indikasi untuk mengatasi inflamasi
intraocular yang mengancam fungsi penglihatan, reversibilitas proses penyakit,
respon inadekuat terhadap pengobatan dengan kortikosteroid, kontraindikasi
terapi dengan kortikosteroid karena masalah sistemik atau efek samping yang
tidak dapat ditoleransi tubuh; sebelum pemberian imunosupresif perlu
diperhatikan beberapa hal berikut : tidak adanya infeksi, kontraindikasi
hematologist, follow-up teratur oleh internist ataupun dokter mata, evaluasi
objektif terhadap proses penyakit dan informed consent.
Pembedahan meliputi : prosedur diagnostic (aspirasi bilik mata depan dan
biopsy vitreous) dan reparative (ekstraksi katarak, rekonstruksi pupil, operasi
glaucoma, epiretinal membrane peeling, sceral buckle dan virektomi)
Prognosa
Quo ad vitam
Dilihat dari fungsi tanda-tanda vital, pada pasien tersebut mengarah ke prognosa
yang baik. Hal ini dikarenakan uveitis tidak mengancam jiwa.
Quo ad functionam
Sedangkan untuk prognosa mengenai fungsi penglihatannya, untuk pasien tersebut
mengarah ke dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan pasien tersebut dapat mengalami
gangguan penglihatan dalam hal ini ini penurunan tajam penglihatan.