Uveitis Posterior

19
BAB I PENDAHULUAN Radang uvea atau uveitis adalah istilah umum untuk peradangan jaringan uvea. Uveitis dapat terjadi pada satu atau semua bagian jaringan uvea. Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Uveitis posterior merupakan peradangan pada bagian posterior dari uvea, yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis 1-3 . Penyebab uveitis posterior terbagi atas penyebab infeksi dan noninfeksi. Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali dapat ditegakkan berdasarkan morfologi lesi, cara onset dan perjalanan penyakit atau hubungannya dengan penyakit sistemik. Pertimbangan lain adalah umur pasien dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. 1

Transcript of Uveitis Posterior

Page 1: Uveitis Posterior

BAB I

PENDAHULUAN

Radang uvea atau uveitis adalah istilah umum untuk peradangan jaringan

uvea. Uveitis dapat terjadi pada satu atau semua bagian jaringan uvea. Uveitis

adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau

proses autoimun. Uveitis posterior merupakan peradangan pada bagian posterior

dari uvea, yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis1-3.

Penyebab uveitis posterior terbagi atas penyebab infeksi dan noninfeksi.

Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu bentuk penyakit

sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali dapat ditegakkan berdasarkan

morfologi lesi, cara onset dan perjalanan penyakit atau hubungannya dengan

penyakit sistemik. Pertimbangan lain adalah umur pasien dan apakah timbulnya

unilateral atau bilateral.

Pada uveitis posterior, retina hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini

dikenal sebagai koriorenitis. Pada uveitis posterior umumnya lebih sering terjadi

uveitis jenis granulomatosa. Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau

lambat tanpa gejala, tapi biasanya berkembang menjadi proses granulomatosa

kronis2,4.

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat

uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan

peningkatan tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu,

dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan

1

Page 2: Uveitis Posterior

penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan

fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan

yang tepat5,6.

2

Page 3: Uveitis Posterior

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uvea1,2

Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang

terletak antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu

iris, badan siliaris, dan koroid.

Gambar 1. Anatomi Uvea

Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina

dan sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang,

dan kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di

bagian luar terdapat suprakoroidal.

3

Page 4: Uveitis Posterior

Gambar 2 Lapisan Koroid

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang

berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus

arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri

siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari

arteri siliaris posterior longus dan brevis.

2.2 Definisi1-3

Uveitis posterior merupakan salah satu klasifikasi uveitis berdasarkan

anatomis. Uveitis posterior adalah radang uvea bagian posterior yang biasanya

disertai dengan keradangan jaringan disekitarnya. Inflamasi ini terletak dibagian

uvea di belakang dengan batas basis vitreus. Jika mengenai retina disebut retinitis

dan jika mengenai vitreous disebut vitritis.

4

Page 5: Uveitis Posterior

Gambar 3. Klasifikasi Uveitis secara Anatomi

2.3 Insidensi2,4,7

Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan

sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-

laki dan perempuan. Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis

posterior. Syamsoe pada penelitiannya dalam periode Januari 1981 – Maret 1982

terhadap 144 penderita uveitis menemukan 8 (5,56%) kasus disebabkan oleh

toksoplasmosis. Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia

70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua

umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia.

2.4 Etiologi2

Penyebab dari uveitis posterior dapat dibagi atas dari penyakit infeksi

(uveitis granulomatosa) dan non infeksi (uveitis non granulomatosa).

1. Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)

5

Page 6: Uveitis Posterior

virus : virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola,

HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie.

bakteri : Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan

endemik, Nocardia, Neisseria meningitides, Mycobacterium avium-

intracellulare, Yersinia, dan Borrelia.

fungus : Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, dan Aspergillus.

parasit : Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca.

2. penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)

autoimun : penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, poliarteritis

nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina.

keganasan : sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi

metastatik.

etiologi tak diketahui : sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati pigmen

plakoid multifokal akut, retinopati “birdshot”, epiteliopati pigmen retina.

2.5 Patofisiologi6

Pada stadium awal terjadi kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang

seperti PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. PMN lebih

banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa sampai terjadinya supurasi.

Sebaliknya pada uveitis non granulomatosa limfosit lebih dominan. Apabila

inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga lekosit pada retina akan

menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses supurasi di

dalamnya. Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel

6

Page 7: Uveitis Posterior

epiteloid, dan giant cell sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian

eksudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan

retina yang terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula

pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan

difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.

Gambar 4. Uveitis Posterior

Sel-sel radang pada humor vitreus, lesi berwarna putih atau putih

kekuningan pada retina dan atau koriod, eksudat pada retina, vaskulitis retina dan

edema nervus optikus dapat ditemukan pada uveitis posterior.

2.6 Gejala Klinis2,4-6

Gejala Uveitis Posterior antara lain :

a. Penurunan ketajaman penglihatan, dapat terjadi pada semua jenis uveitis

posterior.

b. Injeksi mata—kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang

terkena, jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada

histoplasmosis.

c. Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina

akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior, dan pada kondisi-

kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien toksoplasmosis, toksokariasis,

7

Page 8: Uveitis Posterior

dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya tanpa

rasa sakit pada mata. Penyakit segmen posterior noninfeksi lain yang khas

tidak sakit adalah epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, koroiditis

geografik, dan Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada.

Tanda yang penting untuk diagnosis uveitis posterior adalah :2

a. Hipopion—Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia,

penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen.

b. Pembentukan granuloma—Jenis granulomatosa biasanya pada uveitis

granulomatosa anterior yang juga mengenai retina posterior dan koroid,

sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis, sifilis, Sindroma Vogt-Koyanagi-

Harada, dan oftalmia simpatis. Sebaliknya, jenis non granulomatosa dapat

menyertai penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut,

bruselosis, sarkoma sel retikulum, dan sindrom nekrosis retina akut.

c. Glaukoma yang terjadi sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina

akut, toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis.

d. Vitritis—Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.

Peradangan dalam vitreum berasal dari fokus-fokus radang di segmen

posterior mata. Vitritis tidak terjadi pada koroiditis geografik atau

histoplasmosis. Peradangan ringan terjadi pada pasien sarcoma sel retikulum,

infeksi virus sitomegalo, rubella, dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan

fokus-fokus infeksi kecil pada retina. Sebaliknya, peradangan berat dengan

banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberkulosis, toksokariasis, sifilis,

8

Page 9: Uveitis Posterior

penyakit Behcet, nokardiosis, toksoplasmosis, dan pada pasien endoftalmitis

bakteri atau kandida endogen.

e. Morfologi dan lokasi lesi—Toksoplasmosis adalah contoh khas yang

menimbulkan retinitis dengan peradangan koroid di dekatnya. Infeksi virus

sitomegalo, herpes, rubella, dan rubeolla umumnya mengenai retina secara

primer dan lebih banyak menyebabkan retinitis daripada koroiditis. Pada

pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses granulomatosa,

yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik terutama mengenai koroid

dengan sedikit atau tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien

sistemik. Sebaliknya, koroid terlibat secara primer pada oftalmia simpatis dan

penyakit Lyme. Ciri morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi punctata,

nodul Dalen-Fuchs.

f. Vaskulitis.

g. Hemoragik retina.

h. Parut lama.

2.7 Komplikasi5,6

Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a. Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus humour,

badan siliar, iris, nervus optikus, dan sklera.

b. Sinekia posterior.

c. Edema makula sistoid.

d. Vaskular dan optik atropi.

9

Page 10: Uveitis Posterior

e. Traction retinal detachment.

f. Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior.

2.8 Diagnosis Banding3

Diagnosis banding dari uveitis posterior antara lain:

1. Penyakit degenerasi retina

Biasanya disertai miopia tinggi

Bersifat slowly progressive dan menetap

Tidak bisa diobati

2. Kekeruhan badan kaca karena penyakit lain

Biasanya ada penyakit sistemik

Ultrasonografi jelas terlihat

Diresorbsi spontan 6 bulan

3. Ablasio retina

Progresif, USG jelas terlihat

Bila regmatogenus ditemukan sobekan retina

Satu-satunya tindakan hanya operasi

2.9 Terapi3,4,8

Terapi uveitis posterior tergantung dari penyebabnya. Pada prinsipnya

pengobatan ditujukan untuk mempertahankan penglihatan sentral,

mempertahankan lapang pandang, mencegah atau mengobati perubahan-

10

Page 11: Uveitis Posterior

perubahan struktur mata yang terjadi seperti katarak, glaukoma sekunder, sinekia

posterior, kekeruhan badan kaca, ablasi retina dan sebagainya.

Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu

midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat infeksi

harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai. Midriatikum

berfungsi untuk memudahkan follow up keberhasilan pengobatan. Atropin tidak

diberikan lebih dari 1-2 minggu.

Indikasi operasi pada pasien dengan uveitis mencakup rehabilitasi visual,

biopsi diagnostik (hasil penemuan dari biopsi menyebabkan adanya perubahan

pada rencana pengobatan), dan pengeluaran Opacities media untuk memonitor

segmen posterior. Apabila timbul perubahan struktur pada mata (katarak, glukoma

sekunder) maka terapi terbaik adalah dengan operasi.

Vitrektomi berfungsi untuk menentukan diagnosis dan pengobatan.

Indikasi vitrektomi adalah peradangan intraokular yang tidak sembuh pada

pengobatan, dugaan adanya keganasan dan infeksi pada mata. Uveitis posterior

berkaitan dengan kekeruhan vitreus yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-

obatan. Dengan adanya vaskulitis dan oklusi vaskular pada pars planitis, penyakit

Behcet dan sarkoidosis neovaskularisasi retina atau pada diskus optikus (pada

pasien uveitis) menyebabkan timbulnya perdarahan pada vitreus. Vitrektomi

merupakan salah satu pilihan untuk situasi tersebut.

11

Page 12: Uveitis Posterior

2.10 Prognosis6

Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan atrofi

daerah lesi. Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan

berpengaruh pada fungsi penglihatan. Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang

fundus tidak mempengaruhi penglihatan apabila tidak mengenai area makula.

12

Page 13: Uveitis Posterior

BAB III

PENUTUP

Uveitis posterior merupakan peradangan pada bagian posterior dari uvea,

yaitu pada lapisan koroid, sehingga sering disebut koroiditis. Keluhan utama

adalah penglihatan kabur dan floaters akibat sel radang. Penurunan visus dapat

mulai dari ringan sampai berat. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Mulai

dari pemberian kortikosteroid sampai dengan tindakan pembedahan.

13

Page 14: Uveitis Posterior

DAFTAR PUSTAKA

1. Melinda. Uveitis. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Riau, 2009.

2. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.

3. Soewono W, Eddyanto. Uveitis Posterior dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi bagian Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga, 2006.

4. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto, 2002.

5. Ilyas R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.

6. Allen. J. H., May’s manual of the disease of the eye, Robert E. Kriger Pubhlising Company New York 1968, hal 124-149.

7. Robert HJ. Uveitis. 2005; (online), (http://www.emedicine.com/oph/topic581.htm diakses 14 Juli 2010).

8. Anonymous. Uveitis. 2006; (online), (http://www.stlukeseye.com/conditions/uveitis.asp diakses 14 Juli 2010).

14