uu
-
Upload
marliana-sihombing -
Category
Documents
-
view
44 -
download
5
description
Transcript of uu
BAB I
PENDAHULUAN
Prosedur penatalaksanaan seorang pasien dilakukan secara simultan mulai
dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Setelah melalui prosedur tersebut maka diagnosis yang tepat dapat ditegakkan
berdasarkan keluhan utama dan gejala penyerta lainnya. Selanjutnya akan
dilakukan upaya penyembuhan terhadap diagnosis yang telah ditegakkan dengan
berbagai cara misalnya melalui upaya pembedahan, fisioterapi, penyinaran,
dengan obat dan lain-lain. Namun secara umum, terapi awal dilakukan dengan
menggunakan obat.1,2
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena
penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari
tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi.3
Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan
menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu
penderita. Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau
dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan
tertentu dan menyerahkannya kepada pasien. Resep merupakan perwujudan akhir
dari kompetensi, pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan
pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Resep juga perwujudan
hubungan profesi antara dokter, apoteker dan pasien. Selain sifat-sifat obat yang
diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter yang menulis
resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh,
ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap
penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara
dokter, apoteker dan penderita.1,2
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan
dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan
obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan
kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep
adalah kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam
resep yang meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik.3
1.1. Definisi dan Arti Resep
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.1
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.4
Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana
komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker
penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). Resep ditulis
dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep
merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan
berhasil, resepnya harus benar dan rasional.1
1.2. Kertas Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Dokumentasi berupa pemberian obat kepada
penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan.2,5
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut
pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat
tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita
acara pemusnahan seperti diatur dalam SK. Menkes RI
no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek.2
1.3. Resep Lengkap
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di apotek. Resep yang lengkap terdiri atas:2,5
a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil” (superscriptio).
d. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio).
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok
ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau
obat (corrigens saporis, coloris dan odoris).
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa
komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat
minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan
padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes,
milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah “gram”.
e. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya
f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.
f. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.
g. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran
bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
h. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan
resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari
golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter
gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah:2
1. Resep harus ditulis dengan tinta
2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca oleh apoteker atau
asisten apoteker.
3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama
generiknya.
4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan.
5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi penderita.
Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:2
1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamat praktek dan rumah,
serta paraf dokter pada setiap signatura.
2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik terdapat nama dan alamat rumah
sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep
tersebut serta bagian/unit di rumah sakit.
3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.
4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.
Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu:2
1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan formula
yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut.
2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya sudah
standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik oleh apotek
apabila diminta oleh dokter pembuat resep.
3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya,
dikemas dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya
lebih kompleks.
1.4. Resep Tepat dan Rasional
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk pasiennya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual.1
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.2
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut:2
1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, rasio
antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor penderita
(umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu
dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan
harga murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja
obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan
lain-lain).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut:2
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
1.5. Resep Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tetap secara
medik, yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lamanya pemberian,
serta tidak tepat informasi yang disampaikan sehubungan pengobatan yang
diberikan. Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila risiko penggunaan
obat lebih besar dari manfaatnya. Dalam praktek sehari-hari ketidakrasionalan
penggunaan obat banyak dijumpai dan beragam jenisnya, mulai dari pereesepan
obat tanpa indikasi, pembnerian yang tidak tepat, peresepan obat yang mahal atau
manfaatnya masih diragukan serta praktek polifarmasi.6
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat diklasifikasikan menjadi:2,6
a. Extravagant prescribing (peresepan yang boros)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat yang harganya mahal (biasanya
obat baru), padahal masih ada obat lama yang harganya masih lebih murah.
b. Over prescribing (peresepan yang berlebihan)
Keadaan ini dtemukan pada pemberian obat yang tidak diperlukan, manfaatnya
diragukan, diberikan dalam dosis yang berlebihan, atau jangka pemberian
terlalu lama.
c. Incorret prescribing (peresepan yang salah)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat untuk diagnosis yang salah,
indikasi yang salah atau tidak mempertimbangkan pengaruh factor genetic
maupun lingkungan.
d. Multiple prescribing (peresepan majemuk)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian banyak obat untuk satu indikasi yang
sama atau pemberian banyak obat untuk penyakit yang berkaitan dengan
penyakit primer.
e. Under prescribing (peresepan kurang)
Keadaan ini ditemukan bila obat yang dibutuhkan tidak diresepkan atau
pemberian obat dengan dosis kurang atau jangka waktunya kurang.
BAB II
ANALISIS RESEP
2.1 Resep
Kelengkapan resep
Klinik : Poliklinik Mata
Tanggal : 9 Agustus 2011
Nama Pasien : Hj Asiah
Umur : 53 tahun
No. RMK : 67-62-67
Alamat : Jl Sultan Adam no 17 rt 25
Pekerjaan : -
Keluhan : Pasien datang dengan mata kemerahan dan gatal semenjak
2 hari yang lalu
Diagnosa RS : Konjungtivitis.
2.2 Analisis Resep
2.2.1 Penulisan Resep
- Pada resep ini, penulisan obat tidak semua dapat dibaca secara jelas. Pada
penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat.
- Bentuk sediaan obat dan petunjuk penggunaan obat pada resep ini tidak
ditulis dengan baik. Penulisan bentuk sediaan jelas tetapi satuan berat obat
tidak jelas. Bentuk sediaan obat sebaiknya ditulis dengan bahasa latin,
sehingga tidak akan menimbulkan persepsi ganda antara satu daerah dengan
daerah lain tentang bentuk sediaan obat yang diberikan. Begitu pula cara
dan waktu pemberian hendaknya ditulis dengan baik dan menggunakan
bahasa latin sehingga tidak terdapat persepsi yang ganda.
- Resep pada penulisan sudah ditulis dengan menggunakan tinta, sehingga
diharapkan tulisan pada kertas resep tidak akan hilang selama penyimpanan.
- Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 21 cm dan
panjangnya 16 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm
dan panjang 15-18 cm. Berdasarkan ketentuan tersebut ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini, hanya ukuran panjang kertas resep yang sudah
ideal dan untuk lebar tidak ideal. Keseluruhan kertas resep belum ideal.
2.2.2 Kelengkapan Resep
1. Nama dan alamat dokter
Pada bagian atas tidak tercantum nama rumah sakit, kota rumah sakit, tetapi
tercantum nama dokter, dan nama bagian instansi rumah sakit tempat dokter
tersebut bekerja. Nama dokter dan bagian instansi rumah sakit diketahui dari cap
stempel yang ada di bawah kanan resep. Namun, pada bagian atas tidak tercantum
alamat lengkap rumah sakit dan nomor surat izin praktek dokter bersangkutan
yang merupakan kelengkapan suatu resep.
2. Nama kota serta tanggal resep ditulis
Nama kota dan tanggal pembuatan resep tidak ditulis pada resep.
3. Superscriptio
Tanda R/ (superscriptio) pada resep ini tidak ditulis pada setiap obat yang
ditulis pada resep. Tanda R/ yang merupakan singkatan dari recipe ini berarti
“harap diambil”, seharusnya ditulis pada setiap obat yang ditulis pada resep.
4. Inscriptio
a) Jenis/bahan obat dalam resep ini, terdiri dari:
- Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah Inmatrol.
- Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan adalah Interhistin dan
Somerol.
- Remedium Corrigens tidak digunakan.
- Constituens atau vehikulum tidak digunakan.
b) Pada resep ini tidak disebutkan jumlah bahan obat yang dinyatakan dalam
suatu berat sediaan seperti miligram atau mililiter pada semua nama obat.
c) Resep ini sudah mencantumkan berapa jumlah obat yang ingin diberikan.
5. Subscriptio
Resep ini bukan merupakan resep magistralis sehingga obat diberikan dalam
bentuk apa adanya, tidak mengguakan subscriptio.
6. Signatura
Pada bagian signatura yaitu petunjuk cara penggunaan obat, telah diberikan
keterangan waktu pemakaian apakah sebelum makan (a.c) atau sesudah makan
(p.c), sehingga nantinya didapatkan hasil yang optimal. Pada bagian signatura
untuk obat kausatif (antibiotik) harus diberikan setiap berapa jam obat diminum,
misalnya tiap 8 jam (o.8.h). Pada resep simptomatik juga seharusnya dicantumkan
pemakaian apabila gejala saja timbul (p.r.n). Penulisan signatura kurang jelas dan
sulit dibaca sehingga sulit mengetahui berapa frekuensi penggunaan obat.
7. Identitas penderita
Nama penderita tertulis di atas kanan resep dan alamat pada bawah
resep .Sedangkan berat badan dan umur penderita tidak tertulis. Hal tersebut
untuk menghindari kemungkinan nama yang sama, jika terdapat alamat penderita
maka kemungkinan untuk tertukar akan kecil sekali terjadi. Jika seperti resep di
atas, penulisan No.RMK dapat membantu agar tidak terjadi resep yang tertukar.
8. Kesahan resep
Pada resep tidak terdapat paraf dokter di masing-masing resep yang ditulis
setelah garis pemisah antar resep . Terdapat tanda tangan dokter di bawah sebelah
kanan resep. Tidak terdapat tanda penutup (seperti tanda S berkelok) ,sehingga
dapat terjadi penambahan resep oleh orang lain.
2.2.3 Keabsahan Resep
Pada resep ini sudah dicantumkan kop RSUD Ulin, nama dokter, tanda
tangan dan paraf dokter pada setiap signatura sehingga menunjukkan bahwa resep
ini sah.