UU Praktik

29
UU Praktik Keperawatan June 3, 2008 by mirzal tawi Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tingi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan : UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan

Transcript of UU Praktik

Page 1: UU Praktik

UU Praktik Keperawatan

June 3, 2008 by mirzal tawi

Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para

perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai

merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan

hukum bagi tenaga keperawatan.

Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat

secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.

Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa

perawat lulusan pendidikan tingi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang

peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap

sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang

mereka miliki.

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik

keperawatan :

UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan

Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa

pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.

UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini

membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi

dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan

sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten

farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi

dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan

kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.

UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga

kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak

mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.

Page 2: UU Praktik

Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan

seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak

mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan

lainnya.

UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.

Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,

menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3

tahun.

Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga

kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri

sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.

UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah

dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas

dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib

kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang

perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai

tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga

dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung

jawab terhadap pelayanannya sendiri.

SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979

Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan

(temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang

perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk

katagori tenaga keperawatan.

 

Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980

Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga

keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik

swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat

membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong

persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil

Page 3: UU Praktik

bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka

praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau

mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati

terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi

terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang

secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan

kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.

SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.

94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga

keperawatan dan sistem kredit point.

Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya

atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.

Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang

Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat

Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.

Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak

tergantung kepada pangkat/golongan atasannya

UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi

kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena

dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,

kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk

keperawatan.

Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai

acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :

Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi

dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas

menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan

kewenangannya

Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan

hukum bagi tenaga kesehatan.

Page 4: UU Praktik

Issue Utama Hari Perawat Sedunia, 12 Mei 2008.

Oleh: Edy Wuryanto, SKp *)

12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, memontum tersebut akan

digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang

Praktik keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa

keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat

terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam

adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan.

Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini

mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi

praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita

sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara lain, sementara mereka akan mudah

masuk ke negara kita.

Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.

Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan

derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari

pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan

perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan

pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga

memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian

yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika

profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,

kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi,

pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi,

fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan

kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

Page 5: UU Praktik

Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden

memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit

menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu

kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan

yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan

bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam

melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak

pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma

dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan

pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih

holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus

pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan

keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai

bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada

pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.

Konsil Keperawatan.

Indonesia menghasilkan demikian banyak tenaga perawat setiap tahun. Daya serap

Dalam Negeri rendah. Sementara peluang di negara lain sangat besar. Inggris merekrut

20.000 perawat/tahun, Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan tahun 2012, Kanada

sekitar 78.000 RN sampai dengan tahun 2011, Australia sekitar 40.000 sampai dengan

tahun 2010. Belum termasuk Negara-negara Timur Tengah yang menjadi langganan kita.

Page 6: UU Praktik

Peluang ini sulit dipenuhi karena perawat kita tidak memiliki kompetensi global. Oleh

karena itu, keberadaan Konsil Keperawatan/Nursing Board sangat dibutuhkan. Konsil ini

yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan, serta penetapan

kompetensi perawat yang menjalankan praktik dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan. Konsil bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh

menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan

dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme

pendisiplinan). Konsil akan bertanggungjawab langsung kepada presiden, sehingga

keberadaan Konsil Keperawatan harus dilindungi oleh Undang-Undang Praktik

Keperawatan.

Tentunya kita tidak ingin hanya untuk memperoleh pengakuan Registered Nurse (RN)

perawat kita harus meminta-minta kepada Malaysia, Singapura atau Australia. Negara

yang telah memiliki Nursing Board. Mekanisme, prosedur, sistem ujian dan biaya

merupakan hambatan. Belum lagi pengakua dunia internasional terhadap perawat

Indonesia. Oleh karena itu, sesuatu yang ironis ketika banyak negara membutuhkan

perawat kita tetapi lembaga yang menjamin kompetensinya tidak dikembangkan.

Kepentingan besar itulah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI). PPNI telah beberapa kali melobi Pemerintah, khususnya

Departemen Kesehatan dan DPR untuk melolosan RUU Praktik Keperawatan menjadi

Undang-Undang. Tetapi upaya itu masih sulit ditembus karena mereka menganggap

urgensi RUU ini masih dipertanyakan. Sementara tuntutan arus bawah demikian kuat.

Oleh karena itu, menindaklanjuti rekomendasi PPNI di Semarang, Hari Perawat Sedunia

12 Mei 2008 digunakan sebagai Hari Kebangkitan Perawat Sedunia untuk

memperjuangkan pengembangan keperawatan di masa yang akan datang.

*) adalah Sekretaris Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Propinsi Jawa Tengah

dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS)

Page 7: UU Praktik

PEMBERDAYAAN PERAWAT DAN UU PRAKTIK KEPERAWATAN

Date: Friday, 16 May 2008 (15:20:19) WIT

Topic: Artikel

Issue Utama Hari Perawat Sedunia, 12 Mei 2008.

Oleh : Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DNSc.*)

12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. International Council of Nurses (ICN)

mengangkat tema”Delivering Quality, Serving Communities: Nurses Leading Primary

Health Care”. Tema tersebut sesungguhnya sangat relevan dengan kondisi Bangsa

Indonesia karena Pertama, Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat turut bertanggung

jawab untuk mewujudkan derajat kesehatan setinggi tingginya. Pada tahun 2004-2009,

Pemerintah telah menetapkan kebijakan pembangunan kesehatan yang diarahkan pada

peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan kuantitas

tenaga kesehatan, pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk

miskin, peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat, peningkatan

pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini serta pemerataan dan peningkatan

kualitas fasilitas kesehatan dasar. Bahkan, pada tahun 2006, Menteri Kesehatan RI

menetapkan flatform baru, terutama inisiatif nasional untuk mobilisasasi sosial dan

pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan kinerja sistem kesehatan.

Kedua, Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah tetapi masalah kesehatan justru semakin

kompleks. Krisis ekonomi dan berbagai bencana alam menyebabkan terpuruknya kondisi

masyarakat termasuk masalah kesehatan. Sebagian masyarakat tidak lagi mampu

membiayai pelayanan kesehatannya sendiri. Pola pelayanan kesehatan dasar sebagian

besar masih di bawah standar pelayanan minimum (Direktorat Kesehatan dan Gizi

Masyarakat Bappenas). Padahal, Pelayanan Kesehatan Dasar sangat diperlukan untuk

menanggulangi berbagai masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat. Hal ini

mengakibatkan penyakit tidak menular meningkat drastis. Di Jawa dan Bali, sekitar 20

juta orang menderita penyakit jantung, dan 30% penyakit ini menyebabkan kematian.

Disisi lain, penyakit menular masih tinggi. Sekitar 22% kematian disebabkan oleh

Page 8: UU Praktik

penyakit menular dan parasit. Demikian juga angka kematian ibu 248/100,000 kelahiran

hidup, angka kematian bayi 26.9/1,000 kelahiran hidup (Data Pusat Statistik, 2007). Hal

ini sangat memprihatinkan, mengingat di Vietnam hanya 18, Thailand, 17, Filipina, 26,

Malaysia, 5.5, dan Singapura, 3. padahal angka-angka tersebut merupakan indikator

kesehatan suatu bangsa.

Masalah gizi juga sangat memprihatinkan. Pada tahun 2007, penderita gizi kurang

mencapai 21.9%. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang

dimana 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk, dan 150,000 diantaranya mengalami

gizi buruk berat (marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor). Ada sekitar 232

balita meninggal dunia karena masalah pada periode Januari-November 2005. Kondisi ini

mengakibatkan pertahanan tubuh lemah sehingga penyakit menular seperti TB Paru,

Malaria, dan demam berdarah cenderung meningkat. Bahkan, angka kesakitan TB Paru

mencapai 102/100,000. Hal yang sama juga terjadi pada lanjut usia (lansia). Lansia akan

tumbuh sebesar 7%. Pada tahun 1990 sampai 2025, Indonesia akan mengalami kenaikan

lansia hingga 414%. Angka ini menjadikan kita menduduki peringkat ke-3 dunia, setelah

Cina dan India (Bureau of the Cencus USA, 1993). Pada awal abad ke 21 ini diperkirakan

mencapai 15 juta orang dan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia tersebut akan meningkat

sekitar 30-40 juta orang.

Ketiga, Alokasi anggaran kesehatan kita masih di bawah standar WHO, yaitu minimal

5%. Anggaran sekecil itu oleh pemerintah diarahkan pada bantuan Jaminan Kesehatan

Masyarakat bagi yang sakit, bukan pada upaya promotif dan preventif. Disisi lain,

kemampuan fiskal daerah tidak menjamin alokasi biaya kesehatan, terutama public

goods, disaat kemampuan masyarakat miskin untuk menjangkau pelayanan kesehatannya

masih rendah. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dalam pencapaian berbagai indikator

kesehatan dasar.

Keempat, seluruh potensi profesi kesehatan belum dioptimalkan. Sejak dulu hingga

sekarang, profesi kesehatan selalu diarahkan untuk pelayanan pengobatan (kuratif).

Perawat sesungguhnya memiliki kemampuan dan kompetensi untuk memimpin

pelayanan kesehatan primer. Perawat mampu memberdayakan keluarga dan masyarakat

untuk membantu mengatasi masalah kesehatannya sendiri.

Page 9: UU Praktik

Undang-Undang Praktik Keperawatan.

Tetapi, dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini

karena pertama, Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya

kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk

menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi

standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik;

bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih

profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan

masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan

dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu,

keluarga, kelompok dan komunitas).

Kedua, Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang

dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar

menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya.

Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila

perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem

registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-

undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak

kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang

Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui

uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik

keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan

untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat

bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang

diperlukan untuk bekerja sesuai standar.

Page 10: UU Praktik

Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat

kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari

pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan

perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan

pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga

memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian

yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika

profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,

kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi,

pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi,

fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan

kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

Keempat, Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam

pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan

pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang

melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan

(Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang

mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari

pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan

penyelenggaraan pelayanan keperawatan.

Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah

memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan

tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk

menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja

di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines

tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum

memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat

derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan keperawatan.

Page 11: UU Praktik

*) adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PP PPNI)

dan Guru Besar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Dalam rangka Hari Keperawatan Sedunia besok, kita-kita (perawat) mau aksi, ini

sebenarnya untuk pencerdasan buat semuanya. Tulisan temen, sebenernya aku udah niat

banget mau bikin tulisan, tapi berhubung kerjaan banyak, sampe hari ini belom sempet

juga (loh kok jadi curhat?). Selamat membaca..Hidup Perawat Indonesia!!

www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=208 - 49k

oleh: Yudi Ariesta Candra

Pentingnya Undang-Undang keperawatan

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya

pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat/ ners harus memilki kompetensi dan

memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat

menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.

Saat ini 40% - 75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Swansburg,

1999). Hal ini dikarenakan telah terjadi pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari

model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma

sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi, bukan sebagai fokus

pelayanan (Cohen, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI mengenai

kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan

pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Dari sini kita dapat menyadari bahwa perawat berada pada posisi

kunci dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masayarakat, sehingga diperlukan suatu regulasi yang

jelas dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan dan perlindungan hukum pun mutlak didapatkan oleh

perawat.

Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keperawatan di Indonesia masih memprihatinkan.

Fenomena “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi

kesehatan lainnya masih sulit dihindari.  Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005 ) menunjukkan

bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%),

Page 12: UU Praktik

melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas (97,1%), melakukan

pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan (57,7%), melaksanakan tugas petugas

kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas admisnistrasi seperti bendahara, dll (63,6%).

Pada keadaan darurat, “gray area” sering sulit dihindari. Dalam keadaan ini, perawat yang

tugasnya berada di samping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada

dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan

wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari

dokter, terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola

Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan.

Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai Puskesmas terutama di daerah-daerah

terpencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai, dan tentu

saja hal ini tidak mendapatkan perlindungan hukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara

professional.

Kemudian fenomena melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum

terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya

pelayanan kesehatan. Padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin ilmu keperawatan.

Dari beberapa kenyataan di atas, jelas bahwa diperlukan suatu ketetapan hukum yang mengatur 

praktik keperawatan dalam rangka menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan

asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan. Hanya perawat yang

memenuhi persyaratan yang mendapatkan izin melakukan praktik keperawatan.

Untuk itu diperlukan Undang-undang Praktik keperawatan yang mengatur keberfungsian Konsil

Keperawatan sebagai badan regulator untuk melindungi masyarakat. Fungsi Konsil keperawatan, sebagai

Badan Independen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, yakni mengatur sistem registrasi,

lisensi, dan sertifikasi bagi praktik perawat (PPNI, 2006).  Dengan adanya Undang-undang Praktik 

Keperawatan maka akan terdapat jaminan terhadap mutu dan standar praktik, di samping sebagai

perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima asuhan keperawatan.

Seruan Aksi Nasional Perawat sukseskan UU Keperawatan.

Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi.

Uraian di atas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat

sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan.  Sejak dilaksanakannya

Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan

Page 13: UU Praktik

pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan

profesi keperawatan.

Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi profesi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan

terbetuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU

Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang di dalamnya mengakui bahwa

keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena

sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam Peraturan Pemerintah

( PP No.32, 1966). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi Rancangan Undang-uandang

( RUU) Keperawatan pada tahun 2004.

Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan dua cara

yakni melalui Pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama

hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan UU Keperawatan melalui Pemerintah, dalam hal ini Depkes

RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU keperawatan berada

pada urutan 250-an pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang pada tahun 2007 berada pada

urutan 160 ( PPNI, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, akhirnya PPNI merubah haluan dalam memperjuangkan UU

Keperawatan, yakni dengan melalui DPR RI.

Tentunya, pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini

terkait status DPR yang merupakan lembaga perwakilan rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang

dilakukan  merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada

masyarakat akan pentingnya UU Keperawatn harus dilakukan agar masyarakat merasa butuh dan usulan

UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.  

Berkaitan dengan itu, pada Rakernas II PPNI, 17 – 19 Mei 2008 di Semarang, disepakati

pelaksanaan Gerakan Nasional Perawat Sukseskan Undang-undang Keperawatan dengan turun ke jalan

melakukan demonstrasi ke DPR RI dan melakukan aksi simpatik, dengan tidak meninggalkan pelayanan

dengan tujuan pem-blow up-an isu pentingnya UU Keperawatan ke masyarakat yang pada akhirnya

memberi desakan kepada DPR RI untuk segera mengesahkan UU Keperawatan.

Pentingnya Keikutsertaan Mahasiswa

Perlu kita cermati bahwa aksi nasional yang akan dilakukan bukan sekedar aksi yang

mengatasnamakan perawat seja, tetapi juga nama baik profesi keperawatan keseluruhan. Keberhasilan

pelaksanaan aksi tidak hanya menjadi presiden yang baik untuk profesi ini tetapi juga memperlancar

terbentuknya UU Keperawatan, demikian pula sebaliknya.  

Page 14: UU Praktik

Belajar dari pengalaman tahun lalu, saat memperingati Hari Keperawatan Sedunia di mana

mahasiswa berjalan sendiri dengan aksi demonstrasinya di HI dan PPNI sibuk dengan konferensi pers-nya

padahal kenyataannya dua kegiatan tersebut memiliki tujuan yang sama yakni Pencerdasan public tentan

UU Keperawatan, yang berujung pada kurang ter-blow up-nya isu ke masyarakat, dapat menjadi pelajaran

untuk kita semua bahwa pentingnya kesatuan gerak seluruh elemen keperawatan dalam mensukseskan UU

Keperawatan. Pelaksanaan Aksi Nasional 12 Mei 2008 ini merupakan momentum yang tepat untuk mulai

mewujudkannya.  

Mahasiswa keperawatan dengan kuantitas massa dan intelektualitasnya yang besar dapat menjadi

salah satu kekuatan utama dalam pelaksanaan aksi nasional ini. Dan mengingat bahwa aksi ini merupakan

awal perjuangan baru dalam mensukseskan UU Keperawatan, peranan mahasiswa sebagai social control

mutlak diperlukan terutama setelah pelaksanaan aksi dalam menjaga kontinuitas usaha PPNI dalam

memperjuangkan terciptanya UU Keperawatan.

Tags: aksi, keperawatan, mahasiswa

Prev: Melihat Kuaci Lebih Dalam

Next: Aksi, Kunjungan, Kelelahan, dan Infeksi, Warna-warni Hari-hariku Belakangan

http://pemikirulung.multiply.com/journal/item/149

A. Hak Perawat

 

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari praktik

keperawatan tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban. Dua hal dasar yang

harus dipenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa yang

semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal. Memperoleh

perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi

dan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu hak perawat yang

mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut aspek legal atas

dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah. Hal ini seperti

dipaparkan pada materi sebelumnya sedang dipertimbangkan oleh berbagai pihak, baik

dari PPNI, Organisasi profesi kesehatan yang lain, lembaga legislatif serta elemen

pemerintahan lain yang berkepentingan.

Page 15: UU Praktik

 

Selain mendapatkan perlindungan hukum secara legal, perawat berhak untuk

memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau keluarganya agar

mencapai tujuan keperawatan yang maksimal. Jadi kepada klien dan keluarga yang

berada dalam lingkup keperawatan tidak hanya memberikan informasi kesehatan klien

kepada salah satu profesi kesehatan lainnya saja, akan tetapi perawat berhak mengakses

segala informasi mengenai kesehatan klien, karena yang berhadapan langsung dengan

klien tidak lain adalah perawat itu sendiri.

 

Hak perawat yang lain yaitu melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan

otonomi profesi. Ini dimaksudkan agar perawat dapat melaksanakan tugasnya hanya yang

sesuai dengan ilmu pengetahuan yang didapat berdasarkan jenjang pendidikan dimana

profesi lain tidak dapat melakukan jenis kompetensi ini. Bagaimana dengan beberapa

jenis kompetensi profesi yang keilmuannya hampir sama dengan keperawatan? hal ini

tentunya ada perimbangan sendiri mengenai kompleksitas alur kerjasama antara perawat

dan bidang profesi lainnya.

 

Perawat berhak untuk dapat memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi,

dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan. Penulis sangat

berterima kasih sekali kepada pemerintah dan masyarakat atas penghargaan yang

diberikan, yaitu berupa kerja sama yang baik dari masyarakat dan sertifikat resmi dari

pusat DEPKES RI Litbangkes sebagai perawat pelaksana saat bertugas di

DACILGALTAS (Daerah Terpencil, tertinggal, rawan konflik dan bencana alam serta

tidak diminati). Hanya saja penulis hingga saat ini masih bingung, selain sebagai

pajangan dirumah kira-kira sertifikat tersebut bisa digunakan untuk apa ya?

 

Page 16: UU Praktik

Layaknya pegawai pemerintahan lainnya (Pegawai Negeri Sipil) perawat juga

berhak memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan

tugasnya. Di Indonesia biasanya kita kenal dengan Asuransi Kesehatan (ASKES). Bagi

pegawai negeri sipil (PNS) berhak memiliki ASKES tersebut tak terkecuali perawat yang

berstasus PNS, sebagai jaminan kesehatan selama menjalani masa tugas hingga masa

pensiun nantinya. Kalau dilihat dari hak perawat yang telah di tetapkan ini sepertinya

belum berjalan dengan optimal. Sebenarnya hak mendapatkan perlindungan terhadap

resiko kerja ini bukan hanya untuk PNS saja, tetapi untuk semua perawat yang sedang

dalam masa tugasnya, misalnya saja yang berada dirumah sakit atau klinik dan balai

perawatan swasta. Semestinya perawat tetap mendapatkan jaminan kesehatan baik itu

dalam lingkungan pemerintahan maupun swasta, namun pada kenyataannya belum

terpenuhi terutama di lingkungan swasta. Hal ini juga tergantung kebijakan dan ketentuan

yang diberlakukan oleh manajemen yang memanfaatkan tenaga perawat tersebut.

 

Satu hal lagi yang sering terabaikan, yaitu mengenai hak perawat untuk menerima

imbalan jasa profesi yang proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.

Penulis berharap agar teman-teman sejawat juga dapat mendiskusikannya disini, karena

dari sekian banyak perawat yang bekerja belum tentu mendapatkan imbalan yang sesuai

dengan ilmu yang diaplikasikan terhadap masyarakat. Akan tetapi jika untuk

menyampaikan keluhan dengan maksud memprotes atau sejenisnya bukan disini

tempatnya. Disini kita hanya mendiskusikan bagaimana mengambil langkah ke depan,

sehingga tidak terjadi lagi hal yang tidak menyenangkan.

 

B. Kewajiban Perawat

 

Dalam melaksanakan praktik keperawatan perawat berkewajiban untuk

memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek

Page 17: UU Praktik

keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien atau pasien dimana standar

profesi, standar praktek dan kode etik tersebut ditetapkan oleh organisasi profesi dan

merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan. Perawat yang

melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas

pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila

tidak mampu melakukan suatu pemerikasaan atau tindakan. Hal ini juga tergantung

situasi, jika lingkungan kita juga tidak memungkinkan maka kita sebagai perawat dapat

menerangkan alasan yang tepat.

 

Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien

dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum. Hal ini menyangkut privasi klien

yang berada dalam asuhan keperawatan karena disis lain perawat juga wajib

menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan dan

peraturan yang berlaku.

 

Perawat wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Jika dalam

konteks ini memang agak membingungkan, saya hanya bisa menjelaskan seperti ini,

pelaksanaan gawat darurat yang sangat membutuhkan pertolongan segera dapat

dilaksanakan dengan baik yaitu di rumah sakit yang tercipta kerja sama antara perawat

serta tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung, sedangkan untuk daerah yang

jauh dari pelayanan kesehatan modern tentunya perawat kebanyakan menggunakan

seluruh kemampuannya untuk melakukan tindakan pertolongan, demi keselamatan jiwa

klien.

 

Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu menambah ilmu

pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan

Page 18: UU Praktik

profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita malas mengembangkan ilmu

keperawata banyak sekali. Contoh kecil saja ketika sudah bekerja, mungkin akan berfikir

bahwa ilmu pengetahuan kita akan bertambah seiring dengan pengalaman yang

didapatkan dilapangan, untuk itu kita harus dapat membagi fokus kita antara belajar dan

bekerja sehingga orientasi kerja juga tidak terganggu dan ilmu kita bertambah banyak.

Bahkan ada yang hanya mengejar pangkat atau golongan sehingga yang dituju adalh

jenjang pendidikan yang kadang-kadang tidak sesuai, misalkan yang seharusnya dari DIII

keperawatan lanjut ke S1 Keperawatan tetapi beralih kejurusan lain, sekolah murah asal

naik pangkat, menurut saya hal ini hanya menyemakkan ruang kerja saja yang berisi

orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang seharusnya mereka miliki.

Namun disisi lain, untuk mencapai jenjang pendidikan yang tinggi di bidang keperawatan

membutuhkan biaya yang super tinggi pula, sehingga mereka yang mengejar pangkat tadi

merasa tidak seimbang dengan apa yang akan mereka dapatkan kelak.

 

Jadi apa yang dimaksud disini adalah bahwa untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan tentang keperawatan bukan hanya di bangku kuliah saja, akan tetapi bisa

melalui internet seperti yang anda lakukan sekarang ini, serta disisi lain kita juga

perlu mengejar jenjang pendidikan karena semua itu tidak kalah pentingnya.

 

Sumber Bacaan:

 

Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik

 

BAB VIII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN Pasal

37