UU Kewarganegaraan

2
Surya Handika Putratama (11/315706/EK/18503) UU Nomor 12 Tahun 2006 memberikan perlindungan bagi perempuan warga negara Indonesia yang menikah dengan pria warga negara asing. Perempuan WNI diberikan hak opsi untuk mempertahankan status kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia atau memilih mengikuti kewarganegaraan suaminya. Undang-undang ini juga memberikan kepastian hukum bagi anak hasil perkawinan campur dari seorang ibu WNI dan ayah WNA sampai anak berusia 18 tahun atau sudah kawin, hingga sesudah itu diwajibkan untuk memilih kewarganegaraannya (status kewarganegaraan ganda terbatas). Potensi permasalahan yang timbul dari pengaturan status kewarganegaraan ganda terbatas adalah bila dikaji dari segi hukum perdata internasional. Permasalahan tersebut diantaranya adalah penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas yang berarti seseorang harus tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Apabila seorang anak memiliki dua kewarganegaraan, maka anak tersebut tunduk pada ketentuan di dua negara, yaitu Indonesia dan negara asing. Potensi permasalahan selanjutnya adalah jika anak sudah menginjak usia 18 tahun. Pasal 6 ayat 3 menyatakan bahwa ada batas waktu maksimal 3 tahun untuk menentukan kewarganegaraan. Dalam kurun waktu tersebut, sang anak bisa saja melakukan tindakan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum. Akan terjadi kesulitan, hukum negara mana yang akan mengatur tindakan hukum anak tersebut. Kritik juga dilontarkan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menyayangkan langkah DPR yang hanya membatasi status kewarganegaraan ganda anak hasil hubungan WNA dan WNI sampai usia 18 tahun saja. Mereka meminta dwi kewarganegaraan hingga seumur hidup. Beberapa orang Indonesia di luar negeri juga berupaya membuat petisi untuk mengubah UU Nomor 12 Tahun 2006 ini. Setelah DPR memberi kesempataan kewarganegaraan ganda sampai 18 tahun, orang- orang tersebut menuntut kemungkinan kewarganegaraan ganda

description

Undang Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Transcript of UU Kewarganegaraan

Page 1: UU Kewarganegaraan

Surya Handika Putratama (11/315706/EK/18503)

UU Nomor 12 Tahun 2006 memberikan perlindungan bagi perempuan warga negara Indonesia yang menikah dengan pria warga negara asing. Perempuan WNI diberikan hak opsi untuk mempertahankan status kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia atau memilih mengikuti kewarganegaraan suaminya. Undang-undang ini juga memberikan kepastian hukum bagi anak hasil perkawinan campur dari seorang ibu WNI dan ayah WNA sampai anak berusia 18 tahun atau sudah kawin, hingga sesudah itu diwajibkan untuk memilih kewarganegaraannya (status kewarganegaraan ganda terbatas).

Potensi permasalahan yang timbul dari pengaturan status kewarganegaraan ganda terbatas adalah bila dikaji dari segi hukum perdata internasional. Permasalahan tersebut diantaranya adalah penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas yang berarti seseorang harus tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Apabila seorang anak memiliki dua kewarganegaraan, maka anak tersebut tunduk pada ketentuan di dua negara, yaitu Indonesia dan negara asing.

Potensi permasalahan selanjutnya adalah jika anak sudah menginjak usia 18 tahun. Pasal 6 ayat 3 menyatakan bahwa ada batas waktu maksimal 3 tahun untuk menentukan kewarganegaraan. Dalam kurun waktu tersebut, sang anak bisa saja melakukan tindakan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum. Akan terjadi kesulitan, hukum negara mana yang akan mengatur tindakan hukum anak tersebut.

Kritik juga dilontarkan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menyayangkan langkah DPR yang hanya membatasi status kewarganegaraan ganda anak hasil hubungan WNA dan WNI sampai usia 18 tahun saja. Mereka meminta dwi kewarganegaraan hingga seumur hidup. Beberapa orang Indonesia di luar negeri juga berupaya membuat petisi untuk mengubah UU Nomor 12 Tahun 2006 ini. Setelah DPR memberi kesempataan kewarganegaraan ganda sampai 18 tahun, orang-orang tersebut menuntut kemungkinan kewarganegaraan ganda seumur hidup. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, tuntutan lembaga swadaya masyarakat dan orang-orang tersebut nantinya bisa berujung masalah baru yang lebih kompleks.

Status kewarganegaraan ganda terbatas yang mulai diterapkan sejak diterbitkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 memang membawa beberapa dampak positif, seperti perlindungan hak perempuan WNI yang menikah dengan WNA dan membuka kemungkinan seorang anak hasil perkawinan WNI dan WNA untuk memilih kewarganegaraan Indonesia. Namun, potensi permasalahan hukum terkait status personal sang anak perlu dikaji ulang, mengingat peraturan perundang-undangan yang semakin kompleks dan berkemungkinan untuk berbenturan dengan peraturan negara lain (misalnya ada UU Perlindungan Anak yang mengatur hak dan kewajiban anak). Potensi permasalahan sosial juga perlu diperhatikan karena semakin banyak orang yang menuntut kewarganegaraan ganda seumur hidup dengan alasan untuk mempermudah urusan terkait kependudukan di luar negeri.