Uts Metlit polban

5
Non Performing Financing (NPF) merupakan indikator pembiayaan bermasalah yang perlu diperhatikan karena sifatnya yang fluktuatif dan tidak pasti sehingga penting untuk diamati dengan perhatian khusus. NPF merupakan salah satu instrument penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi intrepretasi penilaian pada aktiva produktif, khususnya dalam penilaian pembiayaan bermasalah. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Transaksi sewamenyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Pembiayaan bermasalah ini dalam dunia perbankan syariah disebut Non Performing Finance (NPF), ini merupakan fenomena yang sering terjadi dalam dunia perbankan syariah karena salah satu kegiatan utama perbankan syariah berasal dari penyaluran pembiayaan. Jika pembiayaan bermasalah melampaui batas, maka akan menjadi masalah serius yang akan mengganggu profitabilitas bank syariah yang berujung pada berhentinya operasional terutama pada bank syariah yang memiliki aset kecil seperti pada BPRS. Oleh karena itu perlu dicari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah khususnya pada BPRS di Indonesia. Seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.3 Salah satu risiko yang dialami oleh bank syariah adalah risiko pembiayaan yang tercermin dalam besarnya rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF). NPF setidaknya menimbulkan permasalahan bagi pemilik dana (bank) dan

description

latihan uts

Transcript of Uts Metlit polban

Page 1: Uts Metlit polban

Non Performing Financing (NPF)merupakan indikator pembiayaan bermasalahyang perlu diperhatikan karena sifatnya yangfluktuatif dan tidak pasti sehingga penting untukdiamati dengan perhatian khusus. NPFmerupakan salah satu instrument penilaiankinerja sebuah bank syariah yang menjadiintrepretasi penilaian pada aktiva produktif,khususnya dalam penilaian pembiayaanbermasalah. Pembiayaan adalah penyediaandana atau tagihan yang dipersamakan denganitu berupa transaksi bagi hasil dalam bentukmudharabah dan musyarakah. Transaksi sewamenyewa dalam bentuk ijarah atau sewa belidalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.transaksi jual beli dalam bentuk piutangmurabahah, salam, dan istishna’. Transaksi pinjammeminjam dalam bentuk piutang qardh.Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentukijarah untuk transaksi multijasa.

Pembiayaan bermasalah ini dalam dunia perbankan syariah disebut NonPerforming Finance (NPF), ini merupakan fenomena yang sering terjadi dalam dunia perbankansyariah karena salah satu kegiatan utama perbankan syariah berasal dari penyaluran pembiayaan.Jika pembiayaan bermasalah melampaui batas, maka akan menjadi masalah serius yang akanmengganggu profitabilitas bank syariah yang berujung pada berhentinya operasional terutamapada bank syariah yang memiliki aset kecil seperti pada BPRS. Oleh karena itu perlu dicarifaktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah khususnya pada BPRS diIndonesia.

Seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.3

Salah satu risiko yang dialami oleh bank syariah adalah risiko pembiayaan yang tercermin dalam besarnya rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF). NPF setidaknya menimbulkan permasalahan bagi pemilik dana (bank) dan pemilik deposito. Pertama bagi pemilik bank, dengan semakin tinggi NPF mereka tidak menerima return pasar dari modal mereka. Kedua untuk pemilik deposito tidak menerima return pasar dari deposito atau tabungan mereka.

Penelitian terdahulu

Adapun faktor penyebab pembiayaan bermasalah dari sisi eksternal yang direpresentasikandengan Gross Domestic Product (GDP) dan inflasi. Salas dan Saurina (2002) menunjukkan

Page 2: Uts Metlit polban

adanya hubungan antara GDP dengan NPL. Hasil penelitian itu ditegaskan oleh Jimenezdan Saurina (2005) bahwa NPL dipengaruhi oleh GDP. Wu, et. al. (2003) dalam penelitianmereka menunjukkan bahwa GDP berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bermasalah.Sementara dalam penitian Rahmawulan (2008), Ahmed (2006) menunjukkan hal sebaliknya,GDP berpengaruh positif signifikan terhadap kredit bermasalah. Lain lagi penelitian Soebagia(2005), Nasution dan Williasih (2007), dalam penelitian mereka diketahui bahwa GDP tidakberpengaruh signifikan terhadap kredit bermasalah. Sedangkan penelitian seperti penelitian olehSoebagio (2005), Rahmawulan (2008), dan Faiz (2010), diketahui bahwa inflasi berpengaruhpositif signifikan terhadap kredit bermasalah. Sedangkan dalam penelitian Wu, et al. (2003)dan Ihsan (2011) dinyatakan tidak ada pengaruh signifikan antara inflasi terhadap kreditbermasalah.

Faktor lainnya yaitu ukuran bank, pada penelitian Misradan Dhal (2010) mengemukakan bahwa ukuran berpengaruh positif terhadap NPL. Sedangkanpenelitian yang dilakukan oleh Ranjan dan Dhal (2003) dalam Kurnia (2013) menyatakan bahwaterdapat pengaruh negatif antara ukuran dengan NPL.

Selain beberapa faktor di atas, kondisi likuiditas bank syariah juga dapat menentukanbesarnya pembiayaan bermasalah. Karena jika kondisi bank syariah lebih likuid maka cenderungbank syariah lebih fleksibel dalam menyalurkan pembiayaan meskipun tingkat kemacetan sedangmeningkat. Biasanya bank syariah lebih giat menangani pembiayaan bermasalah jika kondisilikuiditas sedang kurang baik. Dalam dunia perbankan syariah likuiditas diukur dengan Financeto Deposit Ratio sedangkan pada perbankan konvensional yaitu Loan to Deposit Ratio. Hasilpenelitian Adisaputra (2012) menemukan hasil bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruhpositif terhadap NPL. Meskipun penelitian pada bank konvensional namun menunjukkan bahwakredit macet berada pada saat likuiditas sedang baik. Meskipun demikian, ada pula hasil yangmenunjukkan bahwa LDR berpengaruh negatif terhadap NPL (Faiz, 2010). Sehingga perludilakukan penelitian kembali untuk membuktikannya terutama pada BPRS di Indonesia.

Hasil penelitian Ahmed et. al. (2011) dan Iqbal (2012) menunjukkanbahwa ukuran bank berhubungan positif terhadap likuiditas

Sedangkan GDP yang merupakan jumlah produk yangdihasilkan masyarakat akan berdampak pada jumlah saving yang disimpan di bank. Simpanan

Page 3: Uts Metlit polban

itulah yang akan meningkatkan DPK dan otomatis meningkatkan likuiditas bank. Sehinggadiprediksi GDP berpengaruh positif terhadap likuiditas.Oleh karena itu, likuiditas dalam hal ini FDR menjadi perantara hubungan antara ukuranbank, BOPO, inflasi dan GDP terhadap pembiayaan bermasalah. Akan tetapi hal ini perlu diujikembali agar menemukan kepastian faktor yang berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalahpada BPRS, apakah ukuran bank, BOPO, inflasi dan GDP mempengaruhi dulu likuiditas ataulangsung berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah yang nantinya menjadi bahanpengambilan kebijakan pihak-pihak yang berkepentingan baik manajemen bank, masyarakat,maupun pemerintah.

Penelitian yang dilakukan Yunis Rahmawulan menunjukkan bahwa bonus SWBI direspon negatif oleh NPF

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) jugamerupakan representasi kondisi makro ekonomi.Rahmawulan (2008) berpengaruh positifterhadap pembiayaan bermasalah, sedangkandalam penelitian Padmantyo dinyatakanberpengaruh negatif tidak signifikan terhadappembiayaan bermasalah.

Pada tahun 2005, Hermawan Subagyo melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif terhadap terjadinya Non-Performing Loan (NPL).Hal tersebut bertentangan dengan penelitian dari Yoonhee Tina Chang (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara Non-Performing Loan (NPL) dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Pada tahun 2005, Hermawan Subagyo melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif terhadap terjadinya Non-Performing Loan (NPL).Hal tersebut bertentangan dengan penelitian dari Yoonhee Tina Chang (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara Non-Performing Loan (NPL) dengan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Penelitian yang dilakukan oleh Iksan Adisaputra (2012) mengemukakan bahwa melakukan CAR berpengaruh positif terhadap terjadinya NPL. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian Hermawan Soebagio (2005) dan Anin Diyanti (2012) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara CAR dengan NPL.

Penelitian Prihatiningsih (2011)menyatakan hasil bahwa SBISberpengaruh berpengaruh dan tidaksignifikan terhadap FDR. PenelitianSolissa (2009) yang menunjukkanjumlah penempatan dana pada SBISberpengaruh berpengaruh dansignifikan terhadap penyaluranpembiayaan perbankan syariah.

Page 4: Uts Metlit polban

Namun pada penelitian Aziz (2011)menyatakan bahwa SBIS tidakberpengaruh terhadap FDR banksyariah.

Penelitian Prihatiningsih (2011)memberikan hasil bahwa CARberpengaruh negatif terhadap FDRbank syariah. Penelitian ini tidaksejalan dengan penelitian dari Aziz(2011) dan Amriani (2012) yangmenyatakan bahwa CARberpengaruh positif terhadap FDRbank syariah dan konvensional.