UTS manajemen perpajakan

19
TUGAS KELOMPOK JAWABAN ATAS SOAL KUP Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Manajemen Perpajakan Dosen Pengampu : Hendi Subandi, S.E., MA., Ak. Oleh: Akhmad Nurhadi Putranto Annisa Sabrina Djunaedy PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

description

UTS manajemen perpajakan

Transcript of UTS manajemen perpajakan

TUGAS KELOMPOKJAWABAN ATAS SOAL KUP

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Manajemen PerpajakanDosen Pengampu : Hendi Subandi, S.E., MA., Ak.

Oleh:Akhmad Nurhadi PutrantoAnnisa Sabrina Djunaedy

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMARET 2015

SOAL KUP

Soal 1 Sertakan jawaban saudara dengan disertai dasar hukumnyaApabila diketahui bahwa SPT pada Tahun Pajak 2007 diketahui terdapat kekeliruan dalam perhitungan jumlah pajak yang terutang, a. apakah SPT tersebut masih dapat dibetulkan?

Apabila diketahui bahwa SPT pada Tahun Pajak 2007 diketahui terdapat kekeliruan dalam perhitungan jumlah pajak yang terutang, maka SPT Tahunan tersebut masih dapat dibetulkan. Hal ini didasarkan pada Pasal 28 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan yang menyatakan bahwa wajib pajak dapat membetulkan sendiri SPT dengan menyampaikan pernyataan tertulis sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan

b. apa yang dimaksud dengan pengertian mulai melakukan tindakan pemeriksaan?

Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah apabila fiskus telah memulai untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat 25 UU KUP adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Bila dengan adanya pembetulan SPT atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari semula, sanksi apa yang akan dikenakan terhadap kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan SPT tersebut? Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, bila dengan adanya pembetulan SPT atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari semula, maka sanksi yang akan dikenakan terhadap kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan SPT tersebut adalah sanksi administrasi berupa bunga.

d. Berapa besarnya sanksi tersebut?

Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, besarnya sanksi administrasi berupa bunga yang dikenakan kepada wajib pajak terkait pembetulan SPT yang membawa akibat pada perhitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari semula adalah sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

e. Bagaimana penghitungan besarnya sanksi tersebut?

Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembetulan Surat Pemberitahuan, perhitungan sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak atas pembetula SPT, dikenakan sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung mulai saat penyampaian SPT Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan 1 (satu) bulan adalah jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan bagian dari bulan adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.

Contoh:Misalkan Tuan Ali menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2011 pada tanggal 31 Maret 2012. SPT Tuan Ali tersebut menyatakan kurang bayar Rp10.000.000,00. Kemudian pada bulan September 2012, Tuan Ali baru menyadari bahwa terdapat penghasilan yang belum dilaporkannya. Tuan Ali kemudian menyusun ulang SPT Tahunannya. Ternyata posisi seharusnya SPT Tuan Ali adalah kurang bayar Rp15.000.000,00. Artinya Tuan Ali masih harus membayar sisanya Rp5.000.000,00.Setelah membayar PPh Pasal 29 sisanya sebesar Rp5.000.000,00 di bank pada tanggal 24 September 2012, Tuan Ali melaporkan SPT Tahunan PPh Pembetulan untuk tahun pajak 2011 pada tanggal 25 September 2012. Besarnya sanksi bunga adalah 2% x 6 bulan x Rp5.000.000,00 atau sama dengan Rp600.000,00. Jangka waktu perhitungan bunga adalah mulai sejak tanggal 1 April sampai dengan 24 September atau 5 bulan 24 hari dan dibulatkan menjadi 6 bulan.

Soal 2 CV NIRVANA membayar PPh Pasal 25 (angsuran PPh badan yang dibayar sendiri tiap bulan tahun 2009 sebesar Rp2juta) sekaligus untuk bulan April 2009, Mei 2009, dan Juni 2009 sebesar Rp6.000.000 pada tanggal 19 Juli 2009 dan melaporkannya pada tanggal 20 Juli 2009. Pertanyaan: 1. Berapa sanksi administrasi yang dikenakan terhadap CV NIRVANA, apabila: a) CV NIRVANA bukan WP dengan kriteria tertentu

Pembayaran/penyetoran PPh Pasal 25 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2010 dan Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang KUP, pembayaran PPh Pasal 25 disetorkan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Pada kasus tersebut, CV NIRVANA telah terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 selama 3 bulan, yaitu Bulan April 2009, Mei 2009, dan Juni 2009. Berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) UU KUP , sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 25 masa ditetapkan sebesar 2% (dua persen) per bulan, dimana bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan (pemberian sanksi maksimal 24 bulan). Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa, Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2010, wajib pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Pada kasus tersebut, CV NIRVANA melaporkan SPT Masa selama 3 bulan (April, Mei dan Juni) pada tanggal 20 Juli 2009. Sehingga, CV NIRVANA dikenakan sanksi administrasi keterlambatan pelaporan SPT Masa sebesar Rp.100.000 untuk bulan April dan Mei. Bulan Juni tidak dikenakan sanksi atas keterlambatan pelaporan SPT Masa dikarenakan CV NIRVANA masih membayar pada hari ke 20 setelah Masa Pajak berakhir. Hal ini didasarkan pada ketentuan sanksi administrasi berkenaan dengan SPT pada Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2007.

b) CV NIRVANA WP dengan kriteria tertentu yang dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 untuk 3 Masa sekaligus (termasuk bulan-bulan di atas).

Pembayaran/penyetoran PPh Pasal 25Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2010 dan Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang KUP, Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 bagi wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa adalah paling lambat pada akhir Masa Pajak berakhir. Pada kasus tersebut, CV NIRVANA membayarkan PPh Pasal 25-nya pada tanggal 19 Juli 2009 yang seharusnya dibayarkan paling akhir tanggal 30 Juni 2009 (akhir Masa Pajak). Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2010, wajib pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak Terakhir. Sehingga pada kasus tersebut, CV NIRVANA tidak dikenakan sanksi administratif atas pelaporan SPT Masa.

2. Apa sarana yang digunakan untuk menagih sanksi administrasi tersebut?

Sarana yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk menagih sanksi administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan adalah dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 20 UU No. 6 Tahun 1083 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (STP) didefinisikan sebagai surat untuk melakukan penagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

Soal 3Pak Joko selaku Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT PPh OP Tahun Pajak 2010(Tahun kalender) dengan rincian sbb:Pajak Terutang Rp 1.000.000.000,00Kredit Pajak :PPh Pasal 21 Rp 140.000.000,00PPh Pasal 25 Rp 760.000.000,00Pertanyaan :a) Dalam hal kekurangan pembayaran pajak tersebut dibayar pada tanggal 5 Juni 2011 dan SPT disampaikan tanggal 6 Juni 2011 berapa sanksi administrasi yang dapat dikenai? Dan dengan apa sanksi administrasi itu ditagih?

Jawab:Pada kasus tersebut, Pak Joko Selaku Wajib Pajak Orang Pribadi telah melakukan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan. Berdasarkan Pasal 3 UU KUP, SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama dilaporkan 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, yaitu pada tanggal 31 Maret. Berkenaan dengan hal tersebut, maka Pak Joko dikenakan sanksi administrasi berupa pembayaran denda sebesar Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 7 UU No. 28 Tahun 2007).

b) Untuk menghindari sanksi pada huruf a) apa sebaiknya yang dapat dilakukan Pak Joko sebelum jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi? Jelaskan prosedurnya?

Jawab:Untuk menghindari sanksi administrasi

c) Apabila pada bulan September 2011 ditemukan kekeliruan pengisian SPT PPh Orang Pribadi tersebut sehingga seharusnya Pajak yang Terutang adalah sebesar Rp 1.100.000.000,00, apa yang semestinya dilakukan Pak Joko dan bagaimana prosedurnya? Berapa sanksi administrasi yang harus dibayar apabila atas kekurangan pembayaran pajak dilunasi pada tanggal 20 September 2011? Jawab:

d) Setelah Pak Joko melakukan sebagaimana huruf c). dilakukan pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan adalah sebesar Rp 1.400.000.000,00, apa produk hukum yang diterbitkan pemeriksa dan berapa jumlah pajak yang masih harus dibayar (termasuk sanksi administrasi berupa bunga) dalam produk hukum tersebut sekiranya diterbitkan tanggal 15 Maret 2012 dan dikirim tanggal 17 Maret 2012?

Jawab:

Soal 4Ngatinem (WNI)- K/1 pada awal tahun 2014 memulai usahanya sebagai pedagang alat-alat elektronik. Toko tersebut disewa oleh Ngatinem untuk jangka waktu 3 tahun. Kegiatan usaha Ngatinem menunjukkan kesuksesan. Terbukti dari peredaran bruto usahanya sejak maret 2014 menunjukkan peningkatan hingga Desember 2014. Peredaran bruto selama tahun 2014 adalah 4.800.000.000. ditambah penghasilan Ngatinem dari investasi di pasar modal sebesar Rp. 175.000.000 dan penghasilan dari deposito Rp. 50.000.000. Namun karena ketidaktahuan Ngatinem terhadap kewajiban perpajakan. Ngatinem tidak pernah memenuhi kewajiban pajak apapun selama tahun pajak 2014.Pertanyaaan:a. Kewajiabn perpajakan apa saja yang menjadi kewajiban Ngatinem?

Pada kasus diatas, kewajiban perpajakan yang seharusnya menjadi kewajiban Ngatinem adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU KUP menyatakan bahwa Setiap Wajib Pajak yang telah memnuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.2. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU KUP menyatakan bahwa Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 3. Ngatinem memiliki kewajiban perpajakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP yang menyatakan bahwa Seiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. 4. Ngatinem memiliki kewajiban terkait Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 yaitu Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi dengan tarif sebagai berikut:Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif

Rp 0 - Rp 50.000.0005%

Rp 50.000.000 - Rp 250.000.00015%

Rp 250.000.000 - Rp 500.000.00025%

Diatas Rp 500.000.00030%

5. Ngatinem memiliki kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2. Kewajiban ini dikenakan karena Ngatinem memiliki penghasilan dari investasi di pasar modal serta Ngatinem memiliki deposito. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari investasi di pasar modal (dividen) yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi adalah sebesar 10% dari jumlah bruto pembayaran (bersifat final) Dikarenakan jumlah deposito yang dimiliki oleh Ngatinem lebih besar dari Rp 7.500.000, maka Ngatinem seharusnya dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 terkait bunga deposito dengan tarif 20% dari jumlah bruto (bersifat final)6. Dikarenakan peredaran bruto usaha Ngatinem senilai 4.800.000.000 maka Ngatinem memiliki seharusnya memenuhi kewajiban perpajakan terkait PP No. 46 Tahun 2013 sebagaimana yang telah disebutkan dalam peraturan tersebut pasal 2 yang salah satunya menyatakan bahwa wajib pajak yang memenuhi kriteria terkait PP No. 46 Tahun 2013 adalah wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam1 (satu) tahun pajak. Dan berdasarkan Pasal 3 PP No. 46 Tahun 2013 menyatakan bahwa wajib pajak yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan dalam pasal 2, dikenakan tarif sebesar 1%.

b. Apabila ada indikasi tindak pidana yang dilakukan Ngatinem, sanksi apa yang dapat dikenakan kepada Ngatinem?

Sanksi pidana yang akan dikenakan kepada Ngatinem dapat dikaitkan berdasarkan Pasal 39 UU KUP. Berdasarkan bentuk kesengajaan yang dilakukan oleh Ngatinem berdasarkan Pasal 39 UU KUP adalah tidak mendaftarkan diri terkait NPWP dan PKP, tidak menyampaikan SPT dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Oleh karena adanya tindakan yang dilakukan oleh Ngatinem tersebut yang tergolong dalam tindakan kesengajaan berdasarkan Pasal 39 UU KUP, maka sanksi yang akan dikenakan kepada Ngatinem adala pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

c. Bolehkah Ngatinem memberi kuasa kepada karyawannya, padahal karyawannya belum lulus USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak)

Pada kasus ini, Ngatinem tidak diperbolehkan memberi kuasa kepada karyawan yang masih belum lulus USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak). Hal ini didasarkan pada Pasal 2 angka 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tanggal 30 Oktober 2003 yang menyatakan bahwa seseorang boleh menjadi kuasa Wajib Pajak apabila telah memiliki Sertifikat Konsultan pajak. sedangkan untuk memperoleh Sertifikat Konsultan Pajak tersebut, harus lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak yang oleh Pasal 6 ayat (1) KMK 485, penyelenggaraannya diserahkan kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

d. Misalkan Ngatinem telah memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tapi Ngatinem tidak mengukuhkan sebagai PKP, apakah DJP boleh melakukan pengukuhan PKP secara jabatan? Apa saja syaratnya untuk pengukuhan secara jabatan tersebut.

Ya, DJP boleh melakukan pengukuhan PKP secara jabatan. Hal ini didasarkan pada Pasal 20 ayat (1) PER-20/PJ/2013 yang menyatakan bahwa dalam hal Pengusaha yang diwajibkan untuk melaporkan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak melaksanakan kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, KPP dapat mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

e. Apabila Ngatinem ingin melakukan pencabutan PKP apa saja syaratnya dan bagaimana tata caranya?

Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi (Pasal 21 ayat (3) PER-20/PJ/2013). Tata cara pencabutan pengukuhan PKP melalui permohonan PKP dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu:1. Permohonan Pencabutan PKP Online Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi 2-Regristation yang tersedia pada laman website Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 22 ayat (2) PER-20/PJ/2013). Permohonan pencabutan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Regristation dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum (Pasal 22 ayat (3) PER-20/PJ/2013) PKP yang telah menyampaikan formulir Pencabutan Pengukuhan PKP dengan lengkap pada Aplikasi e-Regristation harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha PKP (Pasal 22 ayat (4) PER-20/PJ/2013) Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Regristation atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani (Pasal 22 ayat (5) PER-20/PJ/2013) Apabila pengiriman dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pencabutan pengukuhan PKP secara elektronik, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan (Pasal 22 ayat (6) PER-20/PJ/2013) Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik (Pasal 22 ayat (7) PER-20/PJ/2013)2. Permohonan Pencabutan PKP Secara Tertulis Dalam hal PKP tidak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP secara elektronik, permohonan pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis (Pasal 23 ayat (1) PER-20/PJ/2013) Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP (Pasal 23 ayat (2) PER-20/PJ/2013) PKP yang telah menisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan (Pasal 23 ayat (3) PER-20/PJ/2013) Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengancara langsung ke KPP atau melalui KP2KP, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap (Pasal 23 ayat (7) PER-20/PJ/2013)

Soal 5Apakah Jurusita yang diangkat oleh Kepala KPP A dapat melakukan penyitaan di wilayah KPP B? jelaskan jawaban saudara disertai dengan dasar hukum. Bagaimana posedur bila jurusita KPP A ingin melakukan penyitaan di wilayah KPP B?

Jawab:Jurusita yang diangkat oleh Kepala KPP A dapat melakukan penyitaan di wilayah KPP B. Hal ini didasarkan pada Pasal 5 ayar (5) dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang menjelaskan bahwa pada dasarnya Jurusita Pajak melaksanakan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, namun apabila dalam suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja Pejabat, misalnya di Jakarta, maka Menteri atau Kepala Daerah berwenang menetapkan bahwa Jurusita Pajakn dapat melaksanakan tugasnya di luar wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya. Contoh: dalam hal telah ada keputusan Menteri, maka Jurusita Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng dapat melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pasar Minggu.Prosedur yang harus dilakukan terkait Penyitaan oleh jurusita yang melakukan penyitaan di wilayah kerja lain dapat didasarkan pada Pasal 5 Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-21/PJ/2002 tentang Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yaitu: (1) Apabila dalam satu kota terdapat beberapa Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan selaku pejabat yang menerbitkan Surat Paksa dapat memerintahkan Jurusita Pajaknya untuk melaksanakan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan melaksanakan penyitaan maupun lelang terhadap objek sita yang berada di luar wilayah kerjanya.(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi pelaksanaan Surat Paksa, penyitaan maupun lelang atas objek sita berada, dengan menggunakan formulir surat sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.(3) Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dilakukan 1 (satu) kali yaitu pada saat akan melaksanakan penyampaian Surat Paksa, sedangkan pada saat akan melaksanakan penyitaan maupun pelelangan, tidak perlu dibuat surat pemberitahuannya.