USULAN METODE KERJA PENANGANAN MATERIAL SECARA …
Transcript of USULAN METODE KERJA PENANGANAN MATERIAL SECARA …
USULAN METODE KERJA PENANGANAN
MATERIAL SECARA MANUAL DI AREA MIXING
PROSES ES KRIM
Oleh
Coky Kurniawan Daulay
004200900108
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Strata Satu
pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2015
v
ABSTRAK
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari keterkaitan antara interaksi manuasia
dengan elemen lingkungannya dan digunakan untuk merancang suatu sistem kerja
atau peralatan kerja. Stasiun kerja tangki silo di area mixing perlu dilakukan
perbaikan dikarenakan penanganan material di area ini masih dilakukan secara
manual, ketinggian tangki silo yang tidak sesuai dengan rata-rata dimensi tubuh
pekerja berdasarkan data Antropometri, dan berat material untuk produk yang
dihasilkan tidak sesuai dengan nilai recommended weight limit, kurangnya alat
bantu yang dapat meringankan beban kerja di area ini. Maka perlu dilakukan
perbaikan fasilitas kerja di area mixing dengan menghitung Lifting Index
menggunakan metode NIOSH, penilaian berdasarkan metode REBA, OWAS dan
perhitungan pengeluaran energinya untuk merekomendasikan stasiun kerja yang
ergonomis serta usulan alat bantu yang dapat meringankan beban kerja di area
tersebut guna penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan
perbaikan area kerja ini dapat menurunkan skor REBA dari 14 di level hight risk
menjadi 6 di level medium.
Kata kunci : Ergonomi, Tangki Silo, Penanganan material secara manual,
Recommended Weight Limit, Lifting Index, OWAS, REBA, Perhitungan
pengeluaran energi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dengan segala kemajuan teknologi dan informasi di bidang industri saat ini, aspek
kesehatan dan keselamatan kerja menjadi syarat mutlak bagi penyedia lapangan
pekerjaan untuk memastikan lapangan kerja yang dibangun memenuhi standar
kelayakan agar setiap pekerjanya dapat bekerja aman dan sehat sesuai dengan
peraturan pemerintah Indonesia nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Salah satu aspek pendukung
dalam sistem menajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah perancangan
stasiun kerja yang aman dan nyaman, hal tersebut dapat diwujudkan dengan
prinsip ergonomi.
Hal inilah yang belum terpenuhi dan diaplikasikan di PT. X pabrik Es Krim
khususnya di bagian proses mixing, karena berdasarkan keadaan di lapangan area
kerja di bagian ini masih jauh dari prinsip ergonomi dan masih memerlukan
perbaikan. Masalah ini dikuatkan dengan bukti data dari Occupational Health
Service (OHS) perusahaan yang menunjukan 70% dari pekerja mengalami fatigue,
penurunan kemampuan dan kekuatan dibeberapa bagian tubuh bahkan 10% dari
pekerja mengalami cacat permanen seperti low back pain setelah bekerja dalam
jangka waktu panjang sehingga di sarankan oleh dokter tidak boleh mengangkat
beban lebih dari 5 kg.
Penjabaran latar belakang masalah di atas menarik untuk diteliti lebih dalam
karena di area proses ini setiap pengerjaannya masih dilakukan secara manual,
serta intensitas kerja di area ini cukup tinggi. Berdasarkan hasil kuesioner Nordic
body map dari 33 responden diperoleh data 38% pekerja mengalami rasa agak
sakit, 17% mengalami rasa sakit dan 2% mengalami rasa sakit sekali, dari 26 titik
bagian tubuh yang diteliti 21% rasa sakit sekali dialami pada bagian pinggang dan
9% pada bagian punggung setelah melakukan pekerjaan penanganan material
secara manual karena tidak didukung dengan alat bantu kerja yang memadai.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat merumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Pekerjaan apa saja yang menjadi faktor utama resiko cidera bagi pekerja di
area proses mixing es krim?
2. Apa saja faktor yang membuat cara kerja menjadi tidak efisien?
3. Perbaikan apa yang perlu dilakukan pada area kerja tangki silo yang ideal
untuk pekerja?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menurunkan faktor utama penyebab terjadinya resiko cidera pada
saat bekerja di area mixing proses es krim.
2. Merekomendasikan rancangan stasiun kerja yang lebih ergonomis dan alat
bantu penanganan material yang sesuai dengan postur para pekerja.
3. Mengurangi faktor yang membuat cara kerja menjadi tidak efisien.
1.4 Batasan Penelitian
Untuk mempermudah penelitian dan agar permasalahan lebih terarah pada suatu
pokok bahasan, maka perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup permasalahan.
Lingkup batasan disini meliputi :
1. Objek penelitian dibatasi kepada pekerja yang melakukan aktivitas
penanganan material secara manual.
2. Penelitian akan menghasilkan rekomendasi stasiun kerja dan alat bantu
kerja yang ergonomis.
3. Penelitian dibatasi hanya sampai memberikan usulan perbaikan sistem
pada stasiun kerja dan alat bantu yang dapat diimplementasikan, tidak
sampai tahap pengimplementasian usulan tersebut.
4. Penelitian ini dilakukan tanpa memperhitungkan aspek biaya dan
penigkatan produktivitas kerja secara langsung terhadap perusahaan.
3
1.5 Asumsi
Pada penelitian ini di asumsikan pekerja dalam keadaan sehat saat sebelum
melakukan pekerjaan dan mengasumsikan semua keterangan dalam pengambilan
data kuesioner menghilangkan subyektivitas.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari hasil penelititan secara garis besar dijelaskan seperti di
bawah ini:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, manfaat penelitian, dan sitematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bagian ini menguraikan tentang landasan teori terkait yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan penelitian ini. Menjelaskan tentang pengertian dan tujuan
Ergonomi, perhitungan Anthropometri, perancangan pekerja secara manual,
penelitian gerakan, dan teori penanganan material yang baik.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan tentang tempat dan waktu penelitian dilaksankan,
rancangan dan skema penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulan data dan
informasi, serta pengolahan data.
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Bab ini berisi tentang uraian dan penjelasan lengkap dari pengumpulan data, hasil
pengolahan dan analisis data dengan teori-teori berdasarkan pada study literatur.
4
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisi tentang simpulan yang dapat diambil dari hasil keseluruhan
penelitian dan pemecahan masalahnya, serta saran yang perlu dipertimbangkan
oleh perusahaan.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang
tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk
perancangan mesin, peralatan, sistem kerja, dan lingkungan yang produktif, aman,
nyaman dan efektif bagi manusia. Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang
sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat manusia, kemampuan
manusia dan keterbatasannya untuk merancang suatu sistem kerja yang baik agar
tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 2005).
Fokus utama pertimbangan Ergonomi menurut Cormick dan Sanders (1992)
adalah mempertimbangkan unsur manusia dalam perancangan objek, prosedur
kerja dan lingkungan kerja. Sedangkan metode pendekatannya adalah dengan
mempelajari hubungan manusia, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya, dengan
harapan dapat sedini mungkin mencegah kelelahan yang terjadi akibat sikap atau
posisi kerja yang keliru.
Untuk itu, dibutuhkan adanya data pendukung seperti ukuran bagian-bagian tubuh
yang memiliki relevansi dengan tuntutan aktivitas, dikaitkan dengan profil tubuh
manusia, baik orang dewasa, anak-anak atau orang tua, laki-laki dan perempuan,
utuh atau cacad tubuh, gemuk atau kurus. Jadi, karakteristik manusia sangat
berpengaruh pada desain dalam meningkatkan produktivitas kerja manusia untuk
mencapai tujuan yang efektif, sehat, aman dan nyaman (Saktiawan, 2010).
2.1.1 Tujuan Ergonomi
Tujuan dari Ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling
serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja.
Tujuan utama Ergonomi ada empat ( Eka, 2010), yaitu:
1. Memaksimalkan efisiensi karyawan
2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja.
6
3. Menganjurkan agar bekerja dengan aman, nyaman dan bersemangat.
4. Memaksimalkan bentuk kerja
Menurut Nurmianto (1996), peranan penerapan Ergonomi antara lain:
a. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal
ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools),
bangku kerja (benches/platform), kursi, pegangan alat kerja (workholders),
sistem pengendali (controls), jalan/lorong (access ways/eisel), pintu,
jendela dan lain–lain.
b. Desain pekerjaan pada suatu organisasi. Misalnya: penentuan jumlah jam
istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja),
meningkatkan variasi pekerjaan, mengoptimalkan jam kerja dengan
produktivitas, dan lain – lain.
c. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya: desain
suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem
kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja. Hal itu adalah untuk
mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu
perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu
peletakan 1 instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi
dalam proses transfer informasi dan lain–lain.
Ketika ergonomi diterapkan dalam merancang suatu system kerja, akan
tercipta sebuah system kerja yang lebih baik dengan mengeliminasi aspek-aspek
fungsi dari suatu system yang tidak diinginkan, tidak dapat dikontrol, atau yang
seharusnya tidak diperhitungkan:
Tidak efisien karena pekerja menghasilkan output yang tidak maksimal
Kelelahan akibat perancangan area kerja yang kurang baik
Cidera, Kecelakaan kerja, dan kesalahan
Kesulitan yang dialami pekerja akibat kombinasi pekerjaan yang tidak
sesuai dan tidak praktis dan mengakibatkan kurang semangat dan
penurunnya produktivitas bekerja.
7
Ilmu ergonomic dapat diterapkan pada berbagai macam aspek kerja diantaranya:
Posisi kerja
Posisi ketika bekerja, baik berdiri maupun duduk merupakan posisi kerja
yang sering dievaluasi dengan menggunakan pendekatan ergonomic. Posisi
berdiri yang baik adalah posisi dimana letak tulang belakang vertical dan
seluruh berat badan tertumpu secara seimbang pada kedua kaki. Sedang
pada posisi kerja duduk yang baik adalah posisi dimana kaki tidak terbebani
dengan berat tubuh dan stabil selama bekerja.
Proses kerja
Pendekatan ergonomic biasanya digunakan untuk mengevaluasi jangkauan
dan gerakan pekerja pada stasiun kerjanya supaya sesuai dengan ukuran
antropometri pekerja tersebut.
Tata letak tempat kerja
Tata letak yang baik memudahkan pekerja dalam melakukan seluruh
aktivitas pekerjaannya. Dalam evaluasi tata letak, yang ditekankan adalah
kemudahan pekerja meraih objek dan jangkauan penglihatan dalam
melakukan suatu pekerjaan.
Pengangkatan beban
Pendekatan ergonomic diguanakan untuk mencari solusi terbaik dalam
mengangkat suatu beban, sehingga beban yang diangkat akan lebih mudah
dan tidak menimbulkan cidera pada bagian-bagian tubuh yang terkena beban
terutama pengangkatan beban secara manual.
2.1.2 Tempat Kerja Ergonomis
Desain tempat kerja yang ergonomis memiliki hubungan yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Kondisi tempat kerja yang tidak
memperhatikan kenyamanan, kepuasan, kesehatan, dan keselamatan kerja tentu
lambat laun akan berdampak pada produktivitas kerja manusia. Tubuh manusia
mempunyai rentang gerak (range of movement). Pergerakan yang dilakukan
dalam rentang gerak akan memperlancar peredaran darah manusia dan lebih
fleksibel sehingga manusia menjadi lebih nyaman ketika bergerak dan
produktivitasnya meningkat. Dalam mendesain suatu tempat kerja maka harus
8
diperhatikan rentang gerak manusia untuk membantu mengurangi kelelahan dan
gangguan otot (Openshaw & Taylor, 2006).
Selain itu, desain tempat kerja harus dapat mengakomodasi karakteristik dari
pekerja dan jenis pekerjaannya. Secara umum terdapat dua jenis postur kerja yang
umum ditemui dalam suatu industri manufaktur, yaitu pekerjaan dalam posisi
duduk (sitting work) dan posisi berdiri (standing work).
Posisi berdiri pada saat bekerja sangat dipengaruhi oleh ketinggian permukaan
kerja. Ketinggian permukaan kerja haruslah sesuai dengan tinggi penggunanya.
Apabila ketinggian permukaan kerja terlalu tinggi akan mengakibatkan bahu dan
lengan bagian atas akan terangkat kedalam posisi tidak nyaman yang dapat
menyebabkan kelelahan dan nyeri otot. Sedangkan apabila ketinggian permukaan
terlalu rendah, leher dan kepala akan sering menunduk sehingga dapat
menyebabkan tulang dan otot bagian belakang menegang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa stasiun kerja yang tidak sesuai dengan ketinggian ideal
penggunanya dapat mengakibatkan kelelahan dan nyeri pada otot.
Ketinggian permukaan kerja yang digunakan untuk bekerja dipengruhi oleh jenis
pekerjaannya. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi ketinggian permukaan
kerja yang ideal sesuai jenis pekerjaanya dalam posisi berdiri (Sanders &
McCormic, 1993).
2 sampai 4 inci (5-10 cm) di atas tinggi siku dengan penyangga tangan
untuk tipe pekerjaan yang membutuhkan ketelitian penglihatan dengan
beban atau tekanan kurang dari 1kg, seperti merangkai produk elektronik
2 sampai 4 inci (5-10 cm) di bawah siku untuk jenis pekerjaan normal,
yaitu pekerjaan dengan beban atau tekanan kurang dari 5 kg, seperti
pekerjaan mekanik, packaging, atau assembly line
4 sampai 8 inci (10-20 cm) di bawah tinggi siku untuk jenis pekerjaan
berat, yaitu pekerjaan mendorong, mengangkat, atau memindahkan yang
membutuhkan banyak gaya, dengan beban 5 kg.
9
Rekomendasi rancangan stasiun kerja untuk pekerja dengan posisi berdiri sangat
dipengaruhi oleh tinggi siku yang ada pada populasi pekerja. Tinggi siku (elbow
height) merupakan jarak antara permukaan lantai dengan siku pekerja yang berada
pada posisi berdiri. Secara jelas dapat dilihat pada gambar di bawah:
(Sumber: Openshaw, Scot dkk, 2006, hal. 217)
Gambar 2.1. Rekomendasi Rancangan Stasiun Kerja
Ketika bekerja dalam posisi berdiri maka semua objek yang berkaitan dengan
pekerjaan yang sedang dilakukan harus berada pada kegiatan antara pinggul dan
bahu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi postural stress yang
terjadi akibat posisi tangan terlalu tinggi. Prinsip ini harus dipertimbangkan ketika
mendesain suatu tempat kerja untuk pekerjaan yang dilakukan dengan posisi
berdiri.
2.2 Antropometri
Antropometri adalah suatu kajian dari Ergonomi yang secara khusus mempelajari
pengukuran anatomi dan dimensi tubuh manusia guna untuk merumuskan
perbedaan-perbedaan pada setiap individu seperti menghitung tinggi badan, berat
badan, suhu, kekuatan otot manusia dilihat dari jenis kelaminnya yang secara luas
10
akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan
produk, peralatan maupun sistem kerja yang memerlukan interaksi antara manusia
dengan objek atau ruang geraknya. Data antropometri digunakan dalam kajian
ergonomi untuk menentukan dimensi fisik dari tempat kerja, peralatan, perabotan
dan pakaian yang bertujuan untuk memastikan bahwa ketidaksesuaian secara fisik
antara dimensi peralatan dan produk dengan dimensi yang berkaitan dengan
pengguna dapat dihindari (Bridger, 2003)
Faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia, yaitu:
1. Umur (age)
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun
untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Setelah itu, tidak lagi akan terjadi
pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan
menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
2. Jenis kelamin (gender)
Jenis kelamin pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali
dada dan pinggul.
3. Suku bangsa (etnik),
Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik tertentu akan memiliki karakteristik
fisik yang berbeda satu dengan yang lainnya.
4. Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh manusia. Pada
negara-negara maju dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, penduduknya
mempunyai dimensi tubuh yang besar dibandingkan dengan negara-negara
berkembang.
5. Posisi tubuh (posture)
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh karena
itu posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran.
Antropometri dibagi menjadi kedalam dua bagian, yaitu:
a. Antropometri statis, adalah pengukuran yang dilakukan saat tubuh dalam
kondisi diam/tidak bergerak, dimana dimensi tubuh yang diukur dengan
posisi tetap antara lain berat badan, tinggi badan (posisi berdiri dan
11
duduk), ukuran kepala, panjang lutut (posisi berdiri dan duduk), dan
panjang lengan.
b. Antropometri dinamis, adalah pengukuran dimensi tubuh pada berbagai
macam posisi tubuh dalam keadaan bergerak, seperti mengukur putaran
sudut pergelangan tangan, posisi kemiringan badan saat membungkuk, dll.
Data-data dari hasil pengukuran tersebut adalah data antropometri yang akan
digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan atau objek-objek lain yang
berinteraksi dengan manusia (Sutalaksana dan Iftikar, 2005).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan pengukuran
antropometri:
1. Menentukan dimensi tubuh yang berpengaruh terhadap desain penelitian.
2. Menetukan populasi yang akan menjadi objek penelitian. Penentuan populasi
ini akan berpengaruh terhadap interval data yang akan digunakan.
3. Menentukan konsep pengukuran yang akan diaplikasikan (design for extreme,
design for adjustability, atau design for average).
4. Menetnukan persentase populasi yang dapat diakomodasikan dari hasil
pengukuran.
Terdapat 3 prinsip umum dalam mengaplikasikan data antropometri pada suatu
aktivitas perancangan, yaitu (Niebel & Freivalds, 2003):
2.2.1 Rancangan Untuk Kondisi Ekstrim (Design For Extreme)
Dalam beberapa kondisi, dimensi desain yang spesifik dapat menjadi factor yang
membatasi penggunaan suatu fasiltas oleh individu. Untuk mengatasi keterbatasan
penggunaan oleh individu yang memiliki ukuran tubuh yang ekstrim (terlalu
besar ataupun terlalu kecil dibandingkan rata-rata), maka perlu digunakan nilai
parameter maksimum dan minimum yang mampu mengakomodasi ukuran yang
ekstrim tersebut. Parameter yang digunakan untuk dimensi maksimum adalah
dengan menggunakan persentil 95 dari ukuran tubuh laki-laki, sedangkan
parameter pengukuran untuk dimensi minimum menggunakan persentil 5 dari
ukuran tubuh perempuan.
12
2.2.2 Rancangan Yang Bisa Disesuaikan (Design For Adjustability)
Rancangan produk yang dihasilkan bersifat fleksibel karean bisa disesuaikan
untuk berbagai jenis ukuran tubuh penggunanya. Untuk mendapatkan rancangan
yang bisa diubah-ubah maka data antropometri yang umumnya digunakan adalah
dalam rentang ukuran persentil 5 dari tubuh perempuan dan persentil 95 dari
ukuran tubuh laki-laki. Desain dengan ukuran yang dapat disesuaikan merupakan
metode yang ideal, namun tidak selalu memungkinkan untuk menerapkan hal
tersebut.
2.2.3 Rancangan Untuk Ukuran Rata-Rata (Design For Average)
Rancangan produk yang dibuat berdasarkan ukuran rata-rata ukuran populasi.
Kendala yang sering terjadi ketika merancang produk dengan menggunakan rata-
rata Ukuran populasi adalah sedikitnya jumlah populasi yang kenyataannya
berada dalam rentang rata-rata ukuran tubuh manusia. Namun, seringkali ukuran
rata-rata diambil untuk mengatasi kompleksitas dari ukuran antropometri. Suatu
ukuran rata-rata dapat diterima apabila situasinya tidak meliputi pekerjaan yang
bersifat kritis dan dilakukan setelah melalui pertimbangan.
2.3 Aplikasi Ergonomi Untuk Perancangan Tempat Kerja
Sebagaimana kita ketahui manusia adalah objek utama dalam setiap kegiatan
pekerjaan, yang segala kemampuannya dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa faktor tersebut berupa faktor (intern) dari pribadinya atau faktor (extern)
atau pengaruh luar. Salah satu faktor pengaruh dari luar yang akan dibahas di sini
adalah lingkungan kerja sebagai lingkungan micro. Suatu kenyataan bahwasannya
lingkungan kerja dapat berpengaruh kepada hasil kerja, manusia akan mampu
melaksanakan kegiatannya dengan hasil yang optimal apabila lingkungan
didalamnya memberikan keamanan, kenyamanan, dan sehat.
Suatu kondisi lingkungan yang baik tidak bisa diperoleh begitu saja akan tetapi
harus melalui beberapa tahap pengujian atas setiap kondisi dengan dasar ilmu
pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku manusia akan sangat membantu dalam
mencapai hasil pengujian ini. Keadaan lingkungan dibentuk oleh berbagai
13
unsurnya, yakni suhu udara, dan kelembabannya, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, kecepatan, percepatan, ketinggian,
kedalaman, dan lain-lain.
Perancangan tempat kerja pada umumnya merupakan suatu aplikasi data
Antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat
pada data statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik diperoleh dengan cara
pengukuran langsung dari data statis seperti gerakan menjangkau, mengambil
objek, mengoperasikan alat.
Ada dua aspek penting dari perancangan tempat kerja yaitu:
1. Daerah kerja horizontal pada sebuah bangku atau landasan adalah
batasan jarak atau pekerja untuk menjangkau bangku kerja material atau peralatan
disusun pada bidang datar horizontal, R.M Barnes (1980) mendefinisikan daerah
kerja menjadi dua bagian yaitu daerah kerja “Normal” adalah sikap kerja berdiri
dengan lengan bawah yang berputar pada bidang horizontal dengan siku tetap, dan
daerah kerja “Maksimum” adalah lengan direntangkan keluar dan diputar sekitar
bahu (Nurmiato, 1996), kerja seharus dibatasi sampai dengan wilayah kerja
normal, jika mungkin hindarkan kebutuhan untuk menaikan lengan. Dengan
demikian lay-out atau area kerja tersebut seharusnya dirancang agar
menyesuaikan posisi alami anatomi tubuh manusia agar pekerjaan tetap berada
dalam wilayah kerja normal dan menghasilkan tenaga yang optimal seperti pada
gambar di bawah:
(Sumber : Nurmianto, 1996. Hal 23)
Gambar 2.2. Daerah Kerja Horizontal
14
2. Ketinggian bangku / kursi kerja dari atas lantai adalah penyesuaian
tinggi bangku / kursi kerja dengan dimensi ideal dari setiap penggunanya,
beberapa prinsip dari perancangan dari ketinggian bangku ini yaitu hindari beban
otot yang terlalu berat, ketinggian bangku kerja dapat diatur sesuai dengan rata-
rata penggunanya kira-kira 5cm dibawah siku (Nurmianto, 1991) agar
mendapatkan posisi berdiri badan tegak, lengan santai (vertikal), untuk pekerjaan
yang berat usahakan tidak terlalu tinggi.
2.4 Work Related Musculoskeletal Disorders (WMSD)
Kondisi yang tidak ergonomis selama bekerja dapat menimbulkan terjadinya
Work Musculoskeletal Disorders (WMSD) merupakan kejadian yang
berhubungan dengan kerja. Beberapa literatur menjelaskan bahwa pada pekerjaan
tertentu dan khusus merupakan faktor penyebab resiko terkenanya WMSD begitu
pula dengan pekerjaan lain yang tidak memperlihatkan factor resiko yang terjadi
(Venita, 2010).
Keluhan mosculoskletal pada umumnya terjadi karena kontrkasi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang sangat panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak
terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15–20 % dari kekuatan
maksimum otot. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran
darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme ke otak terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam
laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982).
Secara garis besar, keluhan otot musculoskeletal dikelompokan menjadi dua
(Tarwaka dkk., 2004):
1. Keluhan sementara, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima
beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila
pembebanan dihentikan.
15
2. Keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun
pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut.
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya keluhan otot yaitu:
1. Posisi kerja yang tidak alamiah (awkward posture)
2. Pengulangan pekerjaan pada satu jenis otot.
3. Penggunaan tenaga yang berlebihan.
4. Posisi kerja yang statis.
5. Terjadi kontak bagian tubuh dengan lingkungan atapun perlatan kerja.
6. Metode atau cara kerja.
7. Jam kerja yang terlalu panjang.
Disamping tujuh faktor tersebut di atas, faktor lingkuangan kerja fisik seperti
paparan kebisingan, suhu, getaran, dan pencahayaan yang kurang baik juga akan
mempengaruhi timbulnya keluhan pada otot. Selain lingkungan kerja fisik faktor
lingkungan kimia, biologi dan psikososial juga sangat mempengaruhi terjadinya
keluhan pada otot. Untuk itu dalam melakukan identifikasi dan analisis bahaya
perlu mencakup faktor pekerjaan dan lingkungan kerja.
Ergonomic adalah pencegahan untuk menghindari muskoleskeletal disorder
tersebut terdapat beberapa bagian panduan ergonomi yang telah dibuat oleh
Silverstein, Fine, dan Amstrong, yaitu:
a) Gerakan berulang (repetitive)
Gunakan bantuan mekanis atau dengan atotmatis mesin, misalnya
dengan pengemasan barang, gunakan lebih banyak bantuan alat dari
pada tangan.
Analisa pekerjaan, untuk mengurangi gerakan yang tidak perlu.
Rotasi pekerjaan yang mempunyai gerakan berbeda.
Mengurangi lembur dan rangsangan upah lebih
Rancang perkakas sesuai dengan tangan yang digunakan, kanan atau
kidal.
16
b) Gerakan sangat kuat (forceful)
Kurangi berat atau ukuran perkakas atau material yang digunakan agar
sesuai dengan kekuatan normal tangan.
Gerakan perkakas yang bergaya berat di telapak tangan atau
genggaman tangan agar beban menyebar ke otot dan persendian,
gunakan perkakas yang kurang memerlukan pergerakan pergelangan
tangan.
Jangan menggunakan perkakas licin, perkakas yang gerakannya
menyentak, atau perkakas yang banyak memelintir.
c) Sikap tubuh yang kaku
Sesuaikan jenis pekerjaan dengan pekerja.
Hindari gerakan abduksi (fleksi ke depan) 30-40⁰, fleksi siku atau
ekstensi >20⁰, hindari gerakan yang sering memutar leher.
Posisi pergelangan tangan harus selalu netral, dengan membuat
pekerjaan lebih mudah dijangkau.
d) Tekanan mekanis
Member alas atau bantalan pada pegangan perkakas yang digunakan,
panjangkan atau lebarkan perkakas sesuai dengan genggaman, agar
tekanan mekanis merata pada permukaan tangan.
Jangan gunakan perkakas dengan pegangan yang bertapi tajam.
e) Pengendalian getaran
Gunakan alat atau tambahkan pada perkakas peredam getaran.
Hindari penggunaan perkakas pemutar yang kuat.
f) Penggunaan perlindungan bagian tubuh
Pergunakan yang sesuai ukuran bagian tubuh pekerja, dan melindungi
bagian tubuh yang memerlukan, misalnya untuk melindungi jari
tangan gunakan yang sesuai kebutuhan jangan gunakan sarung tangan
yang terlalu besar karena akan membutuhkan gerakan yang besar juga,
cukup berikan pelindung yang tidak mengurangi sensai raba.
Menggunakan apron untuk menahan tetelan besi bubutan.
17
2.5 Ovako Working Posture Analysis System (OWAS)
Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) adalah sebuah alat analisis
ergonomi yang digunakan untuk mengecek tingkat kenyamanan pada posture
kerja dan kemudian menetukan langkah-langkah perbaikan yang dibutuhkan.
Metode ini pertama kali dikembangkan di Ovako Oy, salah satu perusahaan
industri baja di negara Finlandia pada era 70-an.
Metode OWAS digunakan untuk menilai posisi tulang belakang, lengan, dan kaki,
secara bersamaan selama melakukan pekerjaan tertentu. Aktivitas yang akan
dinilai harus diobservasi selama 30 detik. Pengumpulan data dan analisis yang
dilakukan untuk perancangan ulang terhadap prosedur kerja uang, bertujuan untuk
mengurangi atau mengeliminasi postur yang kemungkinan besar berbahaya.
Metode OWAS dapat memberikan manfaat bagi penggunanya yaitu:
a. Memberikan penilaian dari suatu postur kerja terhadap posisi tulang
belakang, pinggang, kedua tangan dan kaki dan juga beban kerja yang
dijalankan dengan cepat sehingga dapat diketahui resiko-resiko cidera
yang dapat terjadi.
b. Membantu dalam pembuatan rancangan kegiatan kerja atau perbaikan
dari kegiatan yang telah ada sehingga dapat tercipta suatu stasiun kerja
yang lebih nyaman dan aman.
c. Mengidentifikasi dan memprioritaskan postur kerja yang
membutuhkan perhatian lebih untuk dilakukan tindakan perbaikan
yang dapat mengurangi potensi cidera dari postur kerja sebelumnya.
Dalam OWAS, aktivitas-aktivitas dikelompokan menggunakan empat kelas
utama, yaitu tidak berbahaya (no harmful effect), sedikit berbahaya (a limited
harmful effect), berbahaya (recognized harmful effect on wealth), dan sangat
berbahaya (highly harmful effect on wealth). Pengelompokan ini adalah
berdasarkan estimasi para ahli dengan mempertimbangkan resiko kesehatan dari
satu postur kerja atau kombinasi postur kerja dan hubngannya dengan sistem
musculoskeletal (Karwowski, 2001.). Tabel 2.1 berikut merupakan pembobotan
nilai yang didapatkan dari metode OWAS:
18
Tabel 2.1. Level Penilaian OWAS
Skor Keterangan Penjelasan
1 Normal posture Tidak perlu dilakukan tindakan perbaikann
2 Slightly harmful Perlu dilakukan tindakan perbaikan di masa mendatang
3 Distinctly harmful Diperlukan segera tindakan perbaikan
4 Extremely harmful Diperlukan secepat mungkin tindakan perbaikan
(Sumber : Karwowski, 2001, Hal. 299)
Nilai skor tunggal dengan range 1 hingga 4 yang dikeluarkan oleh OWAS pada
tabel 2.1 di atas, memliki penjabaaran lanjutan yang dituangkan dalam empat
baris kode angka yang mengindikasikan posisi-posisi yang dialami oleh tubuh
selama melakukan suatu aktivitas tertentu. Penjabaran kode tersebut secara
berturut-turut mengindikasikan postur yang dialami oleh punggung, pinggang,
lengan, kaki dan beban yang diterima oleh tubuh. Ilustrasi gambar 2.5 berikut ini
memperlihatkan indikasi postur yang dialami oleh pekerja, beserta detail penilaian
dari kode OWAS tersebut.
(Sumber : karwowski, 2001, Hal. 299)
Gambar 2.3. Postur Kerja OWAS
19
2.6 Nordic Body Map
Nordic Body Map (NBP) kuesioner adalah suatu alat bantu sederhana dalam ilmu
ergonomi yang telah distandarisasi untuk mengukur tingkat keluhan atau gejala
musculoskeletal yang dirasakan pada tubuh manuasia yang dikarenakan aktivitas
fisik mulai dari rasa tidak nyaman, hingga sangat sakit (Corlett, 1992). Cara ini
sangatlah sederhana dan mengandung subyektivitas yang sangat tinggi.
(Sumber: Corlett,1992, hal. 37)
Gambar 2.4. Kuesioner Nordic Body Map
Nama :
Umur :
Lama Kerja dibagian ini :
Centang berdasarkan tingkatan rasa sakit
0 A B C
0 Sakit/kaku di leher bagian atas
1 Sakit/kaku di leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada jari-jari tangan kiri
17 Sakit pada jari-jari tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada jari kaki kiri
27 Sakit pada jari kaki kanan
0 A B C
Tidak Sakit Agak Sakit Sakit Sakit Sekali
No. Jenis Keluhan
JUMLAH SKOR:
Keterangan Tingkatan Rasa
KUESIONER NORDIC BODY MAP[PENGUKURAN: SEBELUM / SETELAH BEKERJA]
20
2.7 NIOSH Lifting
NIOSH Lifting ditetapkan dengan tujuan mengurangi jumlah low back pain dan
cidera dalam bekerja lainnya dari pengangkatan manual. Persamaan dari NIOSH
Lifting ini pertama kali dipublikasikan tahun 1981.
Dalam proses pengembangannya, persamaan NIOSH diperbarui dengan
mencakup tiga kriteria yaitu biomechanical, physiological, dan psychophysical
(Waters dkk., 1993).
Kriteria biomekanik berdasarkan perhitungan tekanan pada bagian L5/S1.
Beberapa studi menyatakan bahwa selama kegiatan pengangkatan, momen
terbesar diciptakan pada area batang tubuh bagian L5/S1 merupakan bagian yang
paling rentan terkena resiko. Kriteria ini sangat penting untuk membatasi
parameter beban pengangkatan pada persamaan NIOSH. Berdasarkan hasil studi,
didapatkan bahwa tekanan maksimum untuk beberapa orang dapat menjadi dua
kali lipat.
Kriteria fisiologis mengevaluasi tekanan metabolisme dan kelelahan otot yang
terjadi selama kegiatan pengangkatan. Kriteria ini sangat penting untuk
pengangkatan dengan frekuensi yang tinggi. Batasan kelelahan otot maksimal
untuk pekerjaan aerobik adalah 9.5 kkal/min. jumlah ini adalah batas untuk
persentil 50 wanita. Sebuah tugas pengankatan sebaiknya tidak boleh
membutuhkan kapasitas aerobik lebih dari 70%. Untuk periode yang lama seperti
1 jam, maksimal pemakaian kapasitas aerobik adalah 50%, 40% untuk periode 1-2
jam atau 33% untuk periode 2-8 jam. Dalam mengembangkan persamaan tersebut,
ketinggian melakukan pekerjaan yang paling nyaman adalah dalam batas
pinggang yaitu sekitar 75 cm. Ketinggian pengangkatan lebih dari itu akan
melibatkan kedua pundak dan lengan sedangkan kegiatan pengangkatan kurang
dari itu akan melibatkan keseluruhan anggota tubuh.
Kriteria ketiga yaitu psychophysical mengambil pertimbangan pada kemampuan
pengangkatan untuk pekerja. Kriteria ini diambil berdasarkan penilaian subjektif
21
antara pekerja-pekerja dengan batasan pengangkatan harus dapat diterima oleh
75% pekerja wanita dan 99% pekerja pria.
Persamaan NIOSH untuk menghitung RWL (Recommended Weight Limit)
mewakilkan ketiga kriteria di atas. Persamaan ini merupakan model yang telah
mempertimbangkan banyak variable. Secara matematis, standar lifting NIOSH ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
RWL = LC x HM x VM x DM x FM x AM x CM (2-1)
dimana RWL adalah batas beban yang direkomendasikan, LC adalah beban
konstan, dan faktor lainnya dalam rumus tersebut adalah :
HM, faktor “Horizontal Multiplier”,
VM, faktor “Vertical Multiplier”,
DM, faktor “Distance Multiplier” atau faktor pengali jarak,
FM, faktor “Frequency Multiplier” atau faktor pengali frekuensi,
AM, faktor “Asymmetric Multiplier”, dan
CM, faktor “Coupling Multiplier”
Variable-variable tersebut mempunyai penjabaran masing-masing sebagai berikut:
LC = berat beban konstan sebesar 23 kg
HM = 25/H (2-2)
VM = 1-0.003|V-75| (2-3)
DM = 0.82+4.5/D (2-4)
AM = 1-0.0032A (2-5)
FM = (didapatkan dari tabel FM)
CM = (bervariasi dari1.00 untuk parameter baik sampai dengan 0.90
untuk parameter tidak baik)
Dimana H adalah lokasi horizontal dari tangan dengan pertengahan mata kaki, V
adalah lokasi vertikal tangan dari lantai, D adalah jarak vertikal antara titik awal
dan titik tujuan, dan A adalah sudut asimetri dari jarak pertengahan mata kaki
dengan jarak pertengahan buku-buku tangan. Perhatikan gambar 2.7 untuk
menjelaskan arah gerakan kerja tersebut:
22
(Sumber: Helander, 2006. Hal. 298)
Gambar 2.5. Arah Gerakan Kerja
23
Parameter lainnya untuk menentukan variable nilai gerakan kerja dapat dilihat
dari Tabel 2.2 sampai dengan Tabel 2.5.
Tabel 2.2. Horizontal Multiplier
H HM H HM
In cm
≤ 10 1.00 ≤ 25 1
11 0.91 28 0.89
12 0.83 30 0.83
13 0.77 32 0.78
14 0.71 34 0.74
15 0.67 36 0.69
16 0.63 38 0.66
17 0.59 40 0.63
18 0.56 42 0.60
19 0.53 44 0.57
20 0.50 46 0.54
21 0.48 48 0.52
22 0.46 50 0.50
23 0.44 52 0.48
24 0.42 54 0.46
25 0.40 56 0.45
> 25 0.00 58 0.43
60 0.42
63 0.40
> 63 0.00
Tabel 2.3. Assymetric Multiplier
A AM
deg
0 1.00
15 0.95
0 0.90
45 0.86
60 0.81
75 0.76
90 0.71
105 0.66
120 0.62
> 135 0.00
24
Tabel 2.4. Vertical Multiplier
V VM V VM
in cm
0 0.78 0 0.78
5 0.81 10 0.81
10 0.85 20 0.84
15 0.89 30 0.87
20 0.93 40 0.90
25 0.96 50 0.93
30 1.00 60 0.96
35 0.96 70 0.99
40 0.93 80 0.99
45 0.89 90 0.96
50 0.85 100 0.93
55 0.81 110 0.90
60 0.78 120 0.87
65 0.74 130 0.84
70 0.70 140 0.81
>70 0.00 150 0.78
160 0.75
170 0.72
157 0.70
>175 0.00
Tabel 2.5. Distance Multiplier
D DM D DM
in cm
≤ 10 1.00 ≤ 25 1.00
15 0.94 40 0.93
20 0.91 55 0.90
25 0.89 70 0.88
30 0.88 85 0.87
35 0.87 100 0.86
40 0.87 115 0.86
45 0.86 130 0.85
50 0.86 145 0.85
55 0.85 160 0.85
60 0.85 175 0.00
70 0.85 > 175
> 70 0.00
25
Tabel 2.7. Frequency Multiplier
Frequency
Lift/min
(F) :
Work Duartion
≤ 1 Hour > 1 but ≤ 2 Hours > 2 but ≤ 8 Hours
V < 30 V ≥ 30 V < 30 V ≥ 30 V < 30 V ≥ 30
≤ 0.2 1.00 1.00 0.95 0.95 0.85 0.85
0.5 0.97 0.97 0.92 0.92 0.81 0.81
1 0.94 0.94 0.88 0.88 0.75 0.75
2 0.91 0.91 0.84 0.84 0.65 0.65
3 0.88 0.88 0.79 0.79 0.55 0.55
4 0.84 0.84 0.72 0.72 0.45 0.45
5 0.80 0.80 0.60 0.60 0.35 0.35
6 0.75 0.75 0.50 0.50 0.27 0.27
7 0.70 0.70 0.42 0.42 0.22 0.22
8 0.60 0.60 0.35 0.35 0.18 0.18
9 0.52 0.52 0.30 0.30 0.00 0.15
10 0.45 0.45 0.26 0.26 0.00 0.13
11 0.41 0.41 0.00 0.23 0.00 0.00
12 0.37 0.37 0.00 0.21 0.00 0.00
13 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0.00 0.31 0.00 0.00 0.00 0.00
15 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00
> 15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.8 Rapid Entire Body Assesment
REBA atau Rapid Entire Body Assesment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan
Dr. Lynn Mc Atamney (University of Nottinghan’s Institute of Occupational
Ergonomics). Sama seperti fungsi OWAS, REBA juga menggunakan kode angka
untuk bagian-bagian tubuh yang dijadikan parameter REBA dan menggunakan
skor untuk menjelaskan level atau tingkatan resiko yang terjadi serta rujukan
untuk usulan perbaikannya. Berikut bobot nilai hasil evaluasi dalam REBA dan
REBA Assessment Worksheet pada gambar 2.7.
Tabel 2.7. Bobot nilai perhitungan REBA
1 = Negligible risk
2 or 3 = low risk, change may be needed
4 to 7 = medium risk, further investigation, change soon
8 to 10 = high risk, investigate & implement change
11+ = very high risk, implement change
26
Gambar 2.6. Metode REBA
REBA Employee Assessment Worksheet Permission granted by Dr Lynn McAnatomany to convert the paper based format to an Excel spreadsheet version.
A. Neck, Trunk and Leg Analysis SCORES B: Arms and Wrist AnalysisStep 1: Locate Neck Position Step 7: Locate Upper Arm Position:
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 5 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Step 1a Adjust…. Neck Score 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
If neck is tw isted: +1 4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9 Step 7a: Adjust….
If neck is side bending: +1 5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9 If shoulder is raised: +1
If Upper Arm is abducted: +1 Upper Arm Score
Step 2: Locate Trunk Position If arm is supported or leaning: -1
1 2 3 1 2 3 Step 8: Locate Lower Arm Position:
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Step 2a: Adjust…. 3 3 4 5 4 5 5
If trunk is tw isted: +1 4 4 5 5 5 6 7 Low er Arm Score
If trunk is side bending: +1 Trunk Score 5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Step 3: Legs Step 9: Locate Wrist Position:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Wrist Score
Leg Score 1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7 Step 9a: Adjust……
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8 If w rist is bent from midline or tw isted: Add +1
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8 Step 10: Look-up Posture Score in Table B:
Step 4: Look-up Posture Score in Table A 4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 Using values from steps 7-9 above, locate score in Table B Posture Score B
Using values from steps 1-3 above, locate score in 5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9 Step 11: Add Coupling Score +Table A Posture Score A 6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10 Well f itted handles and mid range pow er grip, good: +0
+ 7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11 Acceptable but not ideal hold or coupling
Step 5: Add Force/Load Score 8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11 acceptable w ith another body part, fair: +1 Coupling Score
If Load < 5kgs: +0 9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 Hand hold not acceptable but possible poor: +2
If Load is 5 to 10kgs +1 Force/Load Score 10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12 No handles, aw kw ard, unsafe w ith any body part, =If load >22lbs +2 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 Unacceptable: +3
Adjust: If shock or rapid build up of force:add +1 = 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 Step 12: Score B, Find column in Table C
Step 6: Score A, Find Row in Table C Add values from steps 10 & 11 to obtain
Add values from steps 4 & 5 to obtain Score A. Score B> Find Column in Table C and match w ith Score A in Score B
Find row in Table C. Score A row from step 6 to obtain Table C score.
Table C Score Activity Score Step 13: Activity Score
Scoring: +1 1 or more body parts are held longer than a minute (static)
1 = Negligible risk +1 Repeated small range actions (more than 4x per minute)
2 or 3 = low risk, change may be needed +1 Action causes rapid large range change in postures or unstable base
4 to 7 = medium risk, further investigation, change soon8 to 10 = high risk, investigate & implement change
11+ = very high risk, implement change Final REBA Score
Table A 321
Neck
Trunk Posture
Score
Legs
Upper Arm
Score
Wrist
Low er Arm
Table B
Score B, (table B value + coupling score)
Score A (score
form table A
+load/force
score)
1 2
9
2
6
3
2
1
4
31
Table C
11
110 +
2
2
4
27
Pada perhitungan REBA, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi yaitu:
1. Pengulangan (frekuensi)
Semakin tinggi frekuensi pekerjaan tersebut semakin tinggi pula resiko cidera
yang bisa terjadi.
2. Gaya
Gaya atau tenaga menjelaskan usaha yang dilakukan untuk melakukan
sesuatu kegiatan atau suatu urutan aksi. Kebutuhan untuk memperbesar gaya
selama pekerjaan dilakukan berhubungan dengan pergerakan atau pertahanan
poisi akan kegiatan tersebut. Semakin besar gaya yang digunakan maka
semakin besar pula nilai akhir REBA yang dihasilkan.
3. Postur dan tipe pergerakan
Semakin ganjil postur dan tipe pergerakan maka semakin besar pula nilai
REBA karena tubuh melakukan usaha yang lebih untuk melakukan gerakan
ekstrim.
4. Recovery periode
Periode waktu ini berada diantara putaran kegiatan. Periode waktu ini
meliputi waktu berhentinya kegiatan setelah dilakukan satu putaran penuh,
dimana metabolisme dan mekanisme otot kembali ke keadaan awal yaitu
ketika otot sedang tidak bekerja. Kurangnya melakukan recovery periode ini
dapat meningkatkan resiko cedera bagi pekerja.
Metode REBA dapat digunakan untuk tujuan:
1. Sebagai sarana pengidentifikasian secara cepat potensi dari beban kerja yang
memungkinkan dapat mengakibatkan cedera pada tubuh
2. Sebagai panduan desain untuk kerja manual baru ataupun pedoman
perancangan ulang perbaikan pekerjaan manual yang telah ada
3. Sebagai bahan identifikasi skala prioritas postur kerja yang paling
membutuhkan perbaikan secara prinsip ergonomi.
28
2.9 Pengaruh Beban Kerja Terhadap Tingkat Metabolisme Basal dan
Pengeluaran Energi
Beban kerja merupakan beban kerja yang di alami oleh tenaga kerja akibat
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tersebut. Pengaruh beban kerja cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga menimbulkan
efek negatif terhadap keselematan dan kesehatan tenaga kerja. Dalam
penerapannya di lapangan penilaian beban kerja dilaksanakan bersamaan dengan
pengukuran iklim kerja panas sesuai SNI dan nilai ambang batas iklim kerja
sebagaimana diatur dalam keputusan mentri tenaga kerja No. Kep. 51/MEN/1999
(BSNI 7269, 2009).
Dalam beraktivitas tubuh mengolah asupan makanan sebagai kebutuhan kalori
kemudian mengubah menjadi energi begitu juga dengan bekerja tubuh mengubah
makanan dan memanfaatkan oksigen untuk menyediakan energi kimia bagi otot
agar dapat berkontraksi dan dan menghasilkan gerakan-gerakan, proses tersebut
dinamakan metabolisme. Kebutuhan kalori minimum yang dibutuhkan pada
individu untuk mempertahankan hidup dalam satuan kalori per satuan waktu,
dengan asumsi dalam keadaan istirahat tanpa melakukan aktivitas apapun adalah
Metabolisme Basal atau Basal Metabolic Rate (BMR).
Menurut rumus Harris Benedict, 1919 persamaan BMR sebagai berikut:
Pria : 66 + (13,7 x berat badan) + (5 x tinggi badan) – (6,8 x usia)
Wanita : 655 + (9,6 x berat badan) + (1,8 x tinggi badan) – (4,7 x usia), dan untuk
menghitung Energy Expenditure dikenal adanya activity multiplier yang
bergantung pada aktivitasnya sebagai berikut:
Lightly active = BMR × 1.375 (ringan)
Mod. Active = BMR × 1.55 (sedang)
Very active = BMR × 1.725 (keras)
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal adalah gender atau
jenis kelamin, usia, dan dimensi tubuh. Kemampuan maksimum tubuh dalam
mersepon pengeluaran energi metabolisme disebut maximum aerobic power
(MAP), dalam 1kcal / 1000 kalori heat energy sama dengan 426,8 newton-meters
29
pekerjaan dibagi satuan waktu dalam detik (Sparrow and Newell, 1998) dan rata-
rata pria umur 35 tahun memiliki kapasitas MAP sebesar 16 kkal/min jadi untuk 8
jam kerja sebesar 5,2 kkal /min.
MB untuk laki-laki adalah berat badan (kg) x 1 kkal/jam
MB untuk perempuan adalah berat badan (kg) 0,9 kkal/jam
Berdasarkan Kep. No. 51 Menteri Tenaga Kerja tahun 1999 pekerjaan dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
1. Kerja ringan: pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran
energi sebesar 100 Kkal/jam sampai 200 Kkal/jam
2. Kerja sedang: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran
energi lebih besar dari 200 Kkal/jam sampai 350 Kkal/jam
3. Kerja berat: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran
energi lebih besar dari 350 Kkal/jam sampai 500 Kkal/jam.
Perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi berdasarkan tabel yang
dirancang oleh Badan Standar Nasional Indonesia sebagai berikut:
Tabel 2.8. Perkiraan Beban Kerja Menurut Pengeluaran Energi
No.
Jenis Pekerjaan
Posisi badan
1 2 3 4
Duduk Bediri Berjalan Berjalan
mendaki
(0,3) (0,6) (3,0) (3,8)
1 Pekerjaan dengan tangan
Kategori I (contoh : menulis, merajut) (0,30) 0,60 0,90 3,30 4,10
Kategori II (contoh : menstampel) (0,70) 1,00 1,30 3,70 4,50
Kategori III (contoh : menggeser benda
ringan)
(1,10) 1,40 1,70 4,10 4,90
2 Pekerjaan dengan satu tangan
30
Tabel 2.8. Perkiraan Beban Kerja Menurut Pengeluaran Energi (Lanjutan)
No
.
Jenis Pekerjaan
Posisi badan
1 2 3 4
Dudu
k
Bedir
i
Berjala
n
Berjala
n
mendak
i
(0,3) (0,6) (3,0) (3,8)
Kategori I (contoh : menyapu lantai) (0,90) 1,20 1,50 3,90 4,70
Kategori II (contoh : menggergaji) (1,60) 1,90 2,20 4,60 5,40
Kategori III (contoh : memukul paku) (2,30) 2,60 2,90 5,30 6,10
3 Pekerjaan dengan dua lengan
Kategori I (contoh : mengemas
barang dalam dus)
(1,25) 1,55 1,85 4,25 5,05
Kategori II (contoh : menempa besi) (2,25) 2,55 2,85 5,25 6,05
Kategori III (contoh : mendorong
kereta bermuatan)
(3,25) 3,55 3,85 6,25 7,05
4 Pekerjaan dengan menggunakan gerakan tangan
Kategori I (contoh : pekerjaan
administrasi
(3,75) 4,05 4,35 6,75 7,55
Kategori II (contoh : membersihkan
karpet
(8,75) 9,05 9,35 11,75 12,55
Kategori III (contoh : menggali
lubang
(13,75
)
14,05 14,35 16,75 17,55
Pengeluaran energi dapat dihitung sesuai rata-rata beban kerja dengan persamaan
berikut:
( ) ( ) ( )
Total beban kerja = Rata-rata beban kerja + Metabolisme Basal.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan tata cara dan metodologi pada saat penelitian
dilaksanakan, pengamatan awal, identifikasi masalah, studi pustaka, pengumpulan
data, simpulan dan saran.
3.1 Kerangka penelitian
Garis besar kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut :
Diagram Kerangka Penelitian 3.1
PENGAMATAN AWAL
IDENTIFIKASI MASALAH
STUDI PUSTAKA
PENGUMPULAN DATA
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
SIMPULAN DAN SARAN
32
Berikut gambaran kerangka penelitian secara rinci:
3.1.1 PENGAMATAN AWAL
Pengamatan awal dilakukan pada saat proses kerja sedang berlangsung dan
dianggap adanya ketidak sesuaian dengan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja
di area mixing proses es krim.
3.1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Proses indentifikasi masalah dilaksanakan guna mengetahui latar belakang
masalah, maka indentifikasi masalah dimulai dari mengamati alur pekerjaan sejak
kegiatan pengiriman material dikirim dari RMS atau gudang penyimpanan
material, penyiapan material sesuai dengan batch yang akan diproses, hingga
tahapan penuangan material kedalam tangki Silo.
3.1.3 STUDI PUSTAKA
Pada tahap ini proses dilakukannya pengkajian permasalahan dari pengamatan di
lapangan dengan merunut kepada referensi buku-buku, dan jurnal guna mendapat
pengetahuan keilmuan yang akan diterapkan untuk membantu menyelesaikan
permasalahan pada penelitian ini khususnya yang berhubungan dengan Ilmu
Ergonomi untuk pemecahan masalah ini, metode apa saja yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kekurangan, dan bagaimana perbaikan yang dapat
diusulkan. Pustaka yang diperdalam antara lain Ergomonic work place,
Anthropometri, Ovako Working Posture Analysis System (OWAS), NIOSH lifting
(National Institute for Occupational Safety and Health) Nordic Body Map
Quisionnairre, , REBA (Rapid Entire Body Assessment).
3.1.4 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang diperlukan dimulai dari:
a) Mendapatkan informasi dari OHS perusahaan yang mengindikasi pekerja
di area mixing memiliki kecenderungan terjadi penurunan kesehatan, dan
kemampuan secara fisik.
b) Kemudian melakukan pengamatan di lapangan secara langsung dengan
pengambilan video pekerja saat melakukan proses bekerja di area mixing
33
c) Penyebaran kuesioner nordic body map kepada pekerja dan wawancara
kepada sebagian pekerja secara acak
d) Pengukuran dimensi tubuh seluruh pekerja, pengukuran dimensi stasiun
kerja dan alat bantu kerja yang sedang digunakan sebelum perbaikan
3.1.5 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
Setelah data aktual yang diperlukan didapat, kemudian proses pengolahan data
dilakukan, sebagai berikut:
a) Rekapitulasi hasil penyebaran kuesioner dan membuat korelasi antara
informasi dari OHS dengan hasil kuesioner.
b) Mengamati setiap gerakan kerja dari video kerja pada setiap tim dengan
perhitungan waktu kerjanya dan mencari bagian gerakan kerja yang
dianggap paling beresiko pada kesehatan, keselamatan bekerja dan
dianggap kurang ergonomis
c) Membuat data Antropometri pekerja dan melakukan verifikasi dengan data
dimensi stasiun kerja dan alat bantu kerja.
d) Melakukan analisis perhitungan REBA dan OWAS terhadap postur tubuh
dan gerakan - gerkan kerja.
e) Menghitung beban kerja dengan metode NIOSH (RWL dan LI)
f) Menghitung waktu kerja dan pengeluaran energi pekerja saat penerimaan
material hingga menuang material kedalam tangki silo
3.1.6 SIMPULAN DAN SARAN
Menarik simpulan dari hasil semua pengamatan dan pehitungan secara aktual
yang dibandingkan dengan hasil apabila dilakukan perbaikan. Dan memberi
usulan serta saran kepada perusahaan untuk kemajuan bersama.
34
3.2 Flow Chart Kerangka Penelitian
Untuk mengetahui langkah-langkah penelitian secara garis besar dapat dilihat
pada flowchart kerangka penelitian sebagai berikut:
Mulai
Studi Pendahuluan:
Studi Pustaka
Studi Kondisi Aktual
Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data:
Wawancara Langsung dengan Pekerja
Penyebaran Kuesioner Nordic Body Map
Pengukuran Dimensi Stasiun Kerja
Pengukuran Jarak Horizontal
Pengukuran Jarak Vertikal
Pengukuran Sudut Assimetrik
Pengukuran Data Anthropometri Pekerja
C
35
Flow Chart Kerangka Penelitian
Pengolahan Data:
Menghitung Nilai Ergonomic LI dan RWL dengan Metode NIOSH
Menghitung Nilai Ergonomi dengan Metode REBA
Menghitung Nilai dengan Metode OWAS
Menghitung Energi yang Dikeluarkan Pada Saat Bekerja
Analisis Data:
Analisis Hasil Pengolahan data
Usulan
Analisis Hasil Usulan
C
(lanjutan)
Simpulan Hasil Penelitian
Saran Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Selesai
36
BAB 4
DATA DAN ANALISIS
Bab ini menjelaskan hasil dari penelitian mulai dari analisis kondisi aktual,
pengumpulan data, analisis kondisi usulan.
Analisis data yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:
Faktor penyebab terjadinya cidera yang dialami pekerja berdasarkan prinsip
ergonomi
Faktor penyebab cara kerja menjadi tidak efisien
Analisis kesesuaian desain area kerja berdasarkan prinsip ergonomic
Berdasarkan tiga aspek tesebut maka analisis penilaian REBA, NIOSH dan
OWAS merupakan metode tepat yang akan dijadikan dasar usulan alat bantu dan
rancang perbaikan di area Silo tank yang sesuai dengan prinsip ergonomi.
Untuk mengetahui hal ini dilakukan analisa kondisi secara aktual dengan
penyebaran kuesioner Nordic (Nordic body map kuesioner) yang bertujuan untuk
mengetahuai adakah dampak negatif yang dirasakan pada kondisi tubuh dan
kesehatan para pekerja setelah melakukan pekerjaan tersebut, kendala apa saja
yang dialami pekerja dan seberapa jauh kendala tersebut mempengaruhi kinerja
para pekerja, kemudian melakukan pengamatan pada lingkungan kerja dan mesin
kerja yang ada apakah sudah menerapkan prinsip ergonomis. Analisa kondisi
aktual ini akan menjadi pembanding seberapa jauh pengaruh usulan perbaikan
yang direkomendasikan dengan kondisi aktual sebelum dilakukan perbaikan.
4.1 Analisis Kondisi Awal
Analisa kondisi awal area proses es krim sebelum dilakukan perbaikan
Kondisi awal di area proses es krim dapat digambarkan seperti gambar 4.1.:
37
Gambar 4.1. Flow Kerja Area Mixing
Keterangan :
= Bahan baku dari RMS (Raw Material Storage) atau gudang bahan baku
yang telah di reservasi oleh Storeman dikirim ke loading dock di area mixing.
Setiap bahan baku diletakan di atas pallet, untuk gula pasir 50kg x15karung =
750kg, susu bubuk 25kg x 25karung = 625kg, protein consentrate 25kg x
25karung = 625kg, dan coklat bubuk 25kg x 21karung = 525kg semua bahan baku
di kirim menggunakan truck container dan forklift.
= Material diterima oleh 1 orang assistant storeman lalu material tersebut
ditransfer menggunakan manual hand pallet ke lift material untuk dikirimkan ke
lantai dua area substore mixing dan silo tank. Aktifitas menarik, mendorong dan
mentransfer material di area ini dilakukan secara manual dengan rata-rata beban
material yang ditarik 750kg - 1000kg dan jarak antara loading dock menuju pintu
38
lift material adalah 9 meter dan tinggi antara lantai 1 dengan lantai 2 adalah 7
meter.
Gambar 4.2. Postur Menarik Material
= Material dari lift material diterima oleh 2 orang assistant line.
Assistant line ini juga bertugas menyiapkan dan memisahkan setiap bahan baku
yang akan diproses untuk setiap varian sesuai permintaan produksi selama satu
shift. Setiap pallet material yang sudah disiapkan tersebut disimpan di
penyimpanan sementara / substore mixing dan diberi kode varian.
= Kemudian diarea substore mixing 1orang storeman mixing bertugas
menyiapkan bahan stabilizer, emulsifier (racikan), perisa dan pewarna makanan
serta bertugas memasukan semua data laporan pemakaian bahan baku selama satu
shift kedalam SAP atau System Integrated Production.
= Di area silo tank 6 orang line assistant mixing
yang bertugas menarik bahan baku dengan manual handpallet ke area silo tank
dan menuangkan ke dalam silo tank secara manual. Dalam sekali proses
menuangkan bahan baku kedalam silo tank dilakukan oleh 2 orang pekerja.
39
4.1.1 Pengamatan Cara Bekerja Aktual
Pada bab ini memaparkan penelitan setiap gerakan pekerja pada saat melakuakan
pekerjaan dan memperhitungkan jumlah energi yang terpakai untuk menganalisa
hal-hal apa saja yang dapat mengurangi efisiensi cara kerja yang dapat
berpengaruh pada efektivitas kerja para pekerja.
Sebagian besar sistem kerja di area proses dilakukan secara manual dari
menyiapkan material hingga memasukan material kedalam silo tank. Aktivitas
dimulai dengan menarik material yang dikirim dari RMS menata setiap karung-
karung material dengan bobot 50 kg dan 25 kg di atas pallet di area penyiapan
material hingga menarik material yang sudah disiapkan dengan handpallet manual
dengan beban maksimal 1000 kg ke area Silo tank untuk diproses. Output dari
proses ini adalah mix yaitu bentuk produk setengah jadi sebelum menjadi es krim
dengan volume mix yang dihasilkan sekitar 70 - 90 ton / shift.
Tingginya volume mix yang harus dihasilkan dan proses pengerjaan yang masih
manual menyebabkan kegiatan menarik, mendorong, mengangkat material harus
dilakukan secara berulang-ulang. Dengan jumlah pekerja 6 orang per shift, maka
frekuensi pekerja mengangkat material per shift dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 4.1 Frekuensi Aktivitas Pekerja Mengangkat Material
Jumlah material untuk membuat mix sebanyak 8.000 kg/batch
Material Jml material (Kg) Berat / karung (Kg) Jml (karung)
Gula 1100 50 22
Susu Bubuk 400 25 16
Concentrate protein 200 25 8
Total 46
Jumlah material untuk membuat mix sebanyak 90.000kg/Shift
Material Jml material (Kg) Jml (karung)
Gula 12375 248
Susu Bubuk 4500 180
Concentrate protein 2250 90
Total 518
Aktivitas diatas dilakukan oleh 6 orang pekerja yang dibagi menjadi 3 group
karena pada saat mengangkat atau menuangkan material dilakukan oleh 2 orang
pekerja.
40
Dengan total jumlah karung merupakan jumlah atau frekuensi mengangkat maka
berdasarkan perhitungan pada tabel diatas dapat disimpulkan setiap pekerja
melakukan aktivitas tersebut sebanyak 173 kali/shift. Selain itu beban material
yang diangkat melebihi beban yang direkomendasikan dimana nilai RWL
(Recommended Weight Limit ) dan LI (Lifting Index) lebih dari 1 berdasarkan data
analisa di lapangan dan perhitunga seperti tertera pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Recommended Weight Limit Stasiun Kerja Tangki Silo
NILAI H NILAI V NILAI D NILAI A NILAI F NILAI C
40 Cm 97 Cm 55 Cm 30° 6 lift/min
≤ 8 hours
POOR
LC HM VM DM AM FM CM
(25/H) (1-0.003│V-75) (0.82+4.5/D) (1-0.0032A)
23 Kg 0.63 0.93 0.90 0.90 0.27 0.90
Dimana:
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.63 x 0.93 x 0.90 x 0.90 x 0.27 x 0.90
= 2.65
LI = Berat benda/RWL
LI 25kg = 25 / 2.65
= 9.43
LI 50kg = 50 / 2.65
= 18.86
Dari hasil perhitungan di atas jelas sekali bahwa nilai RWL atau beban yang
diijinkan hanya 2.65 kg / pekerja, dan nilai LI untuk beban 50kg adalah 18.86 jika
nilai terdistrbusi sama rata untuk 2 orang pekerja hasilnya tetap besar yaitu 9.43
dapat disimpulkan kondisi area kerja saat ini sangatlah tidak aman bagi para
pekerja karena berdasarkan perhitungan tim ahli dari NIOSH jika nilai LI melibihi
3.0 dapat mengakibatkan peningkatan resiko pada hampir seluruh pekerja. Posisi
pekerja saat mengangkat bahan baku dapat dilihat pada gambar di bawah:
41
Gambar 4.3. Postur Mengangkat Dengan Badan Membungkuk
Terlihat pada gambar di atas posisi pekerja pada saat mengangkat beban 50kg,
intensitas pekerjaan tersebut cukup tinggi yaitu rata-rata 15 – 20 batch/shift, 1
batch mix sebanyak 8000kg dengan komposisi bahan baku sebagai berikut:
- Gula sebanyak 1100 kg = 22 karung
- Susu bubuk sebanyak 400 kg = 16 karung
- Concentrate protein sebanyak 200 kg = 8 karung
Dengan kondisi area kerja seperti ini jelas sekali para pekerja memiliki resiko
fatigue bahkan cidera yang sangat tinggi hal ini dapat teridentifikasi dengan
kuesioner Nordic Body Map. Dari hasil pernyatan kuesioner yang telah disebarkan
kepada para pekerja didapat keluhan keletihan dan pegal di beberapa bagian tubuh
setelah menyelesaikan pekerjaan selama satu shift dimana keluhan “sakit” pada
bagian pinggang mencapai 61% dan punggung mencapai 58%, dan “sakit sekali”
pada bagian pinggang 21% dan bagian punggung 9%, hal ini dapat disimpulkan
bahwa pekerjaan ini sangat beresiko tinggi. Data tersebut secara terperinci dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut:
42
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Nordic Body Map Pekerja
Tubuh bagian ATAS
NO. JENIS KELUHAN A B C
1 Sakit/kaku di leher bagian atas 12 11 0
2 Sakit/kaku di leher bagian bawah 13 10 0
3 Sakit di bahu kiri 13 12 0
4 Sakit di bahu kanan 10 13 3
5 Sakit pada lengan atas kiri 10 10 0
6 Sakit di punggung 11 19 3
7 Sakit pada lengan atas kanan 17 10 1
* PERSENTASE 37% 37% 3%
Tubuh bagian TENGAH
NO. JENIS KELUHAN A B C
1 Sakit pada pinggang 6 20 7
2 Sakit pada bokong 10 0 0
3 Sakit pada pantat 0 0 0
4 Sakit pada siku kiri 8 0 0
5 Sakit pada siku kanan 8 0 0
6 Sakit pada lengan bawah kiri 15 0 0
7 Sakit pada lengan bawah kanan 17 4 0
8 Sakit pada pergelangan tangan kiri 12 6 2
9 Sakit pada pergelangan tangan kanan 17 5 0
10 Sakit pada jari-jari tangan kiri 11 0 0
11 Sakit pada jari-jari tangan kanan 12 0 0
* PERSENTASE 32% 10% 2%
Tubuh bagian BAWAH
NO. JENIS KELUHAN A B C
1 Sakit pada paha kiri 14 0 0
2 Sakit pada paha kanan 15 0 0
3 Sakit pada lutut kiri 15 2 0
4 Sakit pada lutut kanan 16 3 0
5 Sakit pada betis kiri 13 8 0
6 Sakit pada betis kanan 18 4 1
7 Sakit pada pergelangan kaki kiri 10 0 0
8 Sakit pada pergelangan kaki kanan 9 0 0
9 Sakit pada jari kaki kiri 0 0 0
10 Sakit pada jari kaki kanan 0 0 0
* PERSENTASE 42% 6% 0%
KETERANGAN:
A : AGAK SAKIT
B : SAKIT
C : SAKIT SEKALI
Berdasarkan data kuesioner di atas juga dapat dilihat jenis keluhan yang rentan
dirasakan pekerja hingga taraf “sakit sekali” yaitu sakit pinggang diikuti oleh sakit
43
punggung, sakit bahu kanan dan sakit pada pergelangan tangan kiri. Hal ini jelas
diakibatkan aktivitas membungkuk dan mengangkat material melebihi batas
beban yang direkomendasikan. Apabila kondisi kerja seperti ini tidak diperhatikan
dan tidak segera dilakukan perbaikan, dalam jangka panjang dapat menurunkan
kinerja dan dapat mengakibatkan cidera pada pekerja.
Untuk melihat trend jenis keluhan yang rentan terjadi hingga taraf “sakit sekali”
dapat dilihat grafik pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Grafik Hasil Sebaran Kuesioner Nordic Body Map
44
4.1.2 Penentuan Variable Yang Diteliti
Tahap ini dilakukan guna untuk merumuskan beberapa variable yang akan
diperhitungkan pengaruhnya terhadap nilai ergonomic di area Silo tank, maka
rancangan ini difokuskan pada tinggi antara main hole Silo tank dengan landasan
kaki (lantai), diameter main hole, lebar landasan material (meja).
Gambar 4.5. Tangki Silo Aktual
Gambar 4.6. Dimensi Tray Tempat Material
Gambar 4.7. Dimensi Main Hole Tangki Silo
45
Gambar 4.8. Dimensi Pallet
4.1.3 Penilaian Kondisi Aktual Metode REBA
Hal ini dikuatkan kembali dengan penilaian REBA dengan skor mencapai 14, Risk
level Very High, dan Action bahwa stasiun kerja tersebut harus segera dilakukan
perbaikan, secara lengkap ditunjukan seperti gambar 4.9:
46
Gambar 4.9. Penilaian REBA pada kondisi aktual
4.1.4 Penilaian Kondisi Aktual Metode OWAS
1. Penilaian pada tubuh belakang / back berdiri tegak dan hanya melakukan
pergerkan tangan yang berputar dengan kode 4 seperti pada gambar 4.10.
Gambar.4.10 Postur tulang punggung penilaian OWAS sebelum perbaikan
47
2. Penilaian pada bagian lengan / arms kedua tangan berada di bawah
ketinggian bahu dengan 1 seperti pada gambar 4.11.
Gambar.4.11 Postur lengan penilaian OWAS sebelum perbaikan
3. Penilaian pada bagian kaki / legs berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus
dengan kode 4 seperti pada gambar 4.12.
Gambar.4.12. Postur kaki penilaian OWAS sebelum perbaikan
Penilaian postur tubuh dengan metode OWAS menghasilkan kode 4143 adalah
posisi tubuh bagian belakang 4, bagian lengan 1, bagian kaki 4, dan beban yang
diangkat atau load factor memiliki nilai 3 karena beban lebih dari 20kg. Pada
metode OWAS menghasilkan nilai 4 yang berarti harus segera dilakukan
perbaikan karena posisi kerja yang termasuk dalam kategori extremely harmful.
48
4.1.5 Gerakan Saat Menarik Tumpukan Material
Gerakan saat menarik tumpukan material dilakukan pada beberapa kegiatan yaitu
saat menerima material dari RMS, dan memindahkan material dari tempat
penyimpanan sementara (substore mixing) menuju ke depan tangki silo.
Gerakan kerja dilakukan dengan posisi berdiri dan posisi tulang belakang lurus,
dengan distribusi tenaga yang dikeluarkan bertumpu pada kaki, lengan dan otot
pundak, gerakan dapat dilihat pada gambar di bawah:
Gambar 4.13. Gerakan Menarik Tumpukan Material
Gambar 4.14. Gerakan Mendorong Tumpukan Material
49
4.1.6 Gerakan Saat Memutar Badan 45° Mengambil / Mengangkat Material
Gerakan saat memutar badan 45° mengambil / mengangkat material ketinggian
120 cm, gerakan ini di lakukan oleh pekerja di area tangki silo saat menuang
material ke dalam tangki silo pada saat tumpukan material masih setinggi 120 cm.
Gambar 4.15. Gerakan Memutar Badan 45° Mengambil / Mengangkat Material
Gerakan saat memutar badan 45° dan membungkuk untuk mengambil material
ketinggian 30cm, gerakan ini dilakukan saat ketinggian tumpukan material
berkurang ketinggian paling minimal 30 cm.
Gambar 4.16. Gerakan Saat Memutar Badan 45° Dan Membungkuk
50
Dari empat kegiatan utama di atas yang dianggap memiliki resiko terbesar dalam
menimbulkan cidera, dapat dihitung nilai beban kerja dan pengeluaran energinya
sebagai berikut:
Rata-rata berat badan pekerja = 67,35 kg
Rata-rata tinggi badan pekerja = 168 cm
Rata-rata usia pekerja = 30 th
BMR = 66 + (13,7 x berat badan) + (5 x tinggi badan) – (6,8 x usia)
= 66 + (13,7 x 67,35) + (5 x 168) – (6,8 x 30)
= 66 + 923 + 840 - 204 = 1625 kkal/hari
Basal Metabolic Rate dari dimensi rata-rata pekerja menurut rumus Harris
Benedict adalah 1625 kalori/hari.
Untuk akumulasi dari rata-rata beban kerja pekerja sesuai BSNI digunakan
persamaan sebagai berikut:
Akumulasi rata-rata BK gerakan menarik dan mengangkat material dalam satu
kali proses menarik / mendorong material yang diterima dari RMS adalah 2 menit
dan waktu untuk mengangkat atau menuangkan material dry powder ke dalam
tangki silo adalah 8 menit. Berdasarkan rumus 2-3
Rata-rata BK = ( ) ( )
=
60
kkal
jam
= 763,8
Metabolisme Basal = 67 x 1
= 67
Total BK = MB + Rata-rata BK
= 67 + 763,8
= 830, 8
Dari hasil analisa pengamatan cara bekerja secara actual adalah untuk aktivitas
menerima material dari RMS dan memindahkan material dari penyimpanan
51
sementara area Sub store mixing ke area tangki silo ada gerakan menarik serta
mendorong tumpukan material diatas pallet dengan beban rata-rata 750 kg dan
waktu rata-rata dalam satu kali proses gerakan menerima dan memindahkan
material adalah 2 menit. Kemudian untuk aktivitas menuangkan material ke dalam
tangki silo ada gerakan mengangkat material denga posisi berdiri hingga
membungkuk dan memutar badan 45° dengan beban rata-rata 37,5 kg dan waktu
yang dibutuhkan dalam satu kali proses adalah 8 menit. Jumlah pengeluaran
energi para pekerja dari pengamatan ini dalam satu kali proses kerja yaitu 830,8
kkal/jam lebih dari standar maksimal yang dijabarkan karena batasan maksimum
standar nasional untuk kerja berat pengeluaran energi lebih besar dari 350 kkal/
jam hingga 500 kkal/jam dan batasan maximum aerobic power untuk pria adalah
5,2 kkal/min atau 312 kkal/jam. Maka dari hasil analisa kondisi cara bekerja
secara aktual pekerjaan di area ini sangat membutuhkan perbaikan.
4.1.7 Analisis Kondisi Usulan Pada Gerakan Mengangkat
Ergonomi adalah ilmu yang merancang suatu sistem kerja dengan perancangan
dan sistem kerja yang ergonomis. Pada sub-bab ini akan dibahas nilai dari Lifting
Index, REBA, dan OWAS setelah dilakukan perbaikan. Dalam rangka
memperbaiki kondisi aktual penulis mengusulkan dua variabel yang digunakan
yang pertama yaitu usulan perbaikan rancang ulang area kerja dengan
menurunkan ketinggian tray material / main hole tangki silo mengacu kepada data
antropometri para pekerja khususnya elbow height atau ketinggian siku.
Perbaikan pada gerakan mengangkat dilakukan dengan mengurangi ketinggian
tangki Silo dengan mengacu pada hasil data Antropometri para pekerja untuk
mendapatkan ketinggian yang ideal bagi rata-rata tinggi pekerja, berikut data
antropometri para pekerja:
52
Gambar 4.17. Dimensi Tubuh Yang Di Ukur
Untuk memperoleh nilai antropometri personil di area mixing es krim, maka harus
dilakukan pengambilan data dimensi tubuh pekerja. Bagian tubuh yang harus
diukur yaitu:
1. Tinggi badan
2. Ketinggian siku
3. Panjang lengan
4. Panjang siku-ujung jari
5. Tinggi popliteal/lipat lutut
6. Lebar badan
7. Panjang ujung jari-pergelangan
8. Lebar telapak tangan
9. Berat badan
Secara detil data antropomentri pekerja di area mixing es krim dapat dilihat di
tabel 4.4. berikut:
Tabel 4.4. Data Antropometri Pekerja
DATA ANTROPOMETRI PERSONIL MIXING ES KRIM
No. NIP 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 363268 167 94 78 43 69 44 15 9 64
2 420617 169 95 79 44 70 42 15 9 58
53
Tabel 4.4. Data Antropometri Pekerja (Lanjutan)
DATA ANTROPOMETRI PERSONIL MIXING ES KRIM
No. NIP 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3 419236 170 98 78 43 73 44 16 10 64
4 420644 168 98 77 42 73 45 14 8 92
5 428194 165 102 76 41 77 43 14 8 58
6 431078 169 94 76 41 69 42 16 10 60
7 480962 167 99 79 44 74 44 14 8 66
8 325103 166 104 78 43 79 46 15 9 76
9 404929 165 98 76 41 73 42 15 8 58
10 448208 164 101 76 41 76 43 14 8 61
11 405535 170 102 77 42 77 43 16 9 65
12 369055 170 102 79 44 77 45 17 10 68
13 368713 171 109 79 44 84 42 17 10 57
14 327298 168 110 80 45 85 42 16 9 67
15 480878 170 112 77 42 87 42 17 10 60
16 324857 168 110 76 41 85 45 15 8 83
17 363267 171 109 78 43 84 44 15 8 75
18 411009 169 117 77 42 92 54 15 9 101
19 440259 167 109 79 44 84 41 17 10 64
20 368787 169 118 77 42 93 47 17 10 78
21 447012 168 109 79 44 84 44 15 8 71
22 481027 168 113 79 44 88 41 17 9 52
23 480588 168 107 77 42 82 40 14 8 51
Dari data antropometri di atas, dapat dihitung nilai persentil 5 dan persentil 95
untuk menentukan dimensi area kerja yang ideal dengan dimensi tubuh para
pekerja. Detil nilai persentil para pekerja dapat dilihat di tabel 4.5. berikut:
54
Tabel 4.5. Data Persentil 5 dan Persentil 95
Ket. Bagian tubuh
Persentil Pengukuran
No. SD 5 – th 50 - th 95 – th
1 Tinggi badan 1.9 165 168 171
2 Ketinggian siku 7.1 93 105 116
3 Panjang lengan 1.3 76 78 80
4 Panjang siku - ujung jari 1.3 41 43 45
5 Tinggi popliteal / lipat lutut 7.1 68 80 91
6 Lebar badan 2.8 39 44 48
7 Panjang ujung jari - pergelangan 1.1 14 15 17
8 Lebar telapak tangan 0.8 8 9 10
9 Berat badan 12.3 47 67 88
Dari data antropometri pekerja dilakukan konfigurasi dengan variabel ketinggian
tangki silo berdasarkan data persentil 5 dan persentil 95 pada tabel 4.4 sehingga
diperoleh dimensi silo yang ideal seperti pada gambar di bawah:
Gambar 4.18. Dimensi Tangki Silo Setelah Perbaikan
Berdasarkan gambar di atas ditampilkan kofigurasi kondisi gerakan saat
mengangkat material yang dilakukan oleh persentil 5 dengan memperbaiki
ketinggian tray material / main hole dari lantai menjadi 83cm atau -10cm di
55
bawah elbow height persentil 5 dan menggunakan alat bantu electronic pallet
lifter dan vacuum lifter yang dapat mensejajarkan ketinggian antara material
dengan tinggi tray material / main hole.
Variabel usulan kedua dengan menyediakan alat bantu kerja penanganan material
berupa, Electronic low lifter, Electronic Pallet Lifter dan Vacum Lifter.
Karakteristik dari alat bantu penanganan material ini adalah alat terbuat dari
material baja, dioperasikan dengan menggunakan electrical motor sebagai
penggerak yang sangat berguna untuk membantu menaikkan ketinggian dan
menarik atau mendorong muatan material. Berikut ini gambar untuk menjelaskan
fitur dari alat bantu penangan material tersebut.
1. Electronic Low Lifter
Alat ini berfungsi seperti handpallet biasa untuk memindahkan material dari satu
tempat ke tempat lain secara horizontal tapi tanpa harus menarik ataupun
mendorong karena alat ini sudah dilengkapi motor penggerak untuk maju atau pun
mundur. Alat yang direkomendasikan seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.19. Electronic Low lifter
56
2. Electronic Pallet Lifter
Alat ini befungsi untuk menaikan ataupun menurunkan ketinggian material karena
dapat diatur ketinggiannya sesuai dengan kebutuhan pekerja agar pekerja selalu
pada posisi normal sehingga menghilangkan posisi membungkuk. Salah satu
contoh alat yang dapat digunakan seperti pada gambar di bawah:
Gambar 4.20. Electronic Pallet Lifter
3. Vacum lifter
Vacum Filter berfungsi untuk membantu pekerja pada saat mengangkat material
karena alat ini dapat menghisap benda dengan kekuatan yang disesuaikan
sehingga pekerja tidak mengeluarkan energy ekstra dalam mengangkat material.
Salah satu contoh alat yang dapat digunakan seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.21. Vacum Lifter
57
Apabila aktivitas material handling secara manual dibantu dengan 3 peralatan di
atas dapat diasumsikan menghilangkan aktivitas yang beresiko cedera pada
pinggang, punggung, bahu dan lengan. Perbandingan frekuensi aktivitas sebelum
dan sesudah perbaikan dapat dilihat pada tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6. Perbandingan Frekuensi Aktivitas Pekerja/Shift
Deskripsi Frekuensi Aktivitas/Shift
Mendorong Mengangkat Membungkuk Menarik Memutar
Sebelum perbaikan 45 518 345 45 518
Setelah perbaikan 0 0 0 0 0
Didapat hasil analisa ergonomi RWL dan lifting index, REBA, OWAS, dan
pengeluaran energi akan diuraikan pada perhitungan berikut:
4.1.8 Perhitungan RWL Dan LI
Setelah dilakukan perbaikan nilai RWL meningkat dan nilai LI menurun, ini
berarti perbaikan desain area kerja dapat menurunkan resiko cidera akibat
mengangkat material secara manual. Data perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Nilai Recommended Weight Limit Setelah Perbaikan
NILAI
H
NILAI V NILAI D NILAI A NILAI
F
NILAI
C
30 Cm 0 Cm 40 Cm 15° 6 lift/min
≤ 8
hours
POOR
LC HM VM DM AM FM CM
(25/H) (1-0.003│V-75) (0.82+4.5/D) (1-0.0032A)
23 Kg 0.83 0.78 0.93 0.95 0.27 0.90
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.83 x 0.78 x 0.93 x 0.95 x 0.27 x 0.90
= 3.2
LI = Berat benda/RWL
LI 25kg = 25 / 3.2
= 7.8
LI 50kg = 50 / 3.2
= 15.6
58
Dari perhitungan di atas didapat nilai RWL bertambah menjadi 3,2kg dan nilai LI
menurun menjadi 7,8kg untuk beban 25kg dan 15.6 untuk beban 50kg. pada
perhitungan ini memang tidak terlalu memberikan perbaikan nilai yang signifikan
hal ini disebabkan berat beban yang sangat melampaui nilai RWL 3,2 kg terutama
untuk material gula 50kg, namun disisi lain ada perbaikan ketinggian 10cm di
bawah elbow height pekerja persentil 5 yang dapat mengeliminasi posisi
membungkuk dan memutar badan hingga 40° karena pada posisi membungkuk
dan memutar badan dengan berat material di atas beban yang direkomendasikan
adalah faktor pengkali yang paling besar dampak terhadap resiko cidera.
Dengan menurunkan ketinggian tray material di bawah elbow height adalah
standar ketinggian area kerja untuk jenis pekerjaan berat dan dengan
menggunakan alat bantu height lifter hand pallet ketinggian tumpukan material
dapat diatur selalu sejajar dengan ketinggian tray material / main hole.
4.1.9 Penilaian Metode REBA Setelah Perbaikan
Setelah peninjauan dengan perhitungan RWL dan LI ditinjau kembali dengan
perhitungan REBA, seperti dijelaskan pada gamabr di bawah:
Gambar 4.22. Perhitungan REBA setelah perbaikan
59
Terlihat dari perhitungan di atas skor REBA menjadi 6 yang sebelum dilakukan
perbaikan adalah 14 sudah cukup memberikan perbaikan, jika dari perhitungan
REBA ada tiga hal yang menjadi titik perbaikan yaitu:
1. Mengeliminasi gerakan lengan yang sebelum perbaikan bergerak hingga
45° dan setelah perbaikan menjadi antara 0° - 20°
2. Mengeliminasi gerakan membungkuk sebelum perbaikan pada saat posisi
tumpukan material sudah berada di bawah ketinggian tray material dan
gerakan cepat mengangkat material ke posisi tray material
3. Mengeliminasi gerakan menekuk kaki dan gerakan mengangkat material
secara cepat pada ketinggian tumpukan material di bawah ketinggian tray
material.
Walaupun nilai dari hasil perbaikan ini masih berada di level perlu dilakukan
perbaikan tapi ada penurunan skor REBA yang cukup tinggi, masih perlu
dilakukan perbaikan hal ini di karena ada berat beban yang di atas RWL juga
intensitas pekerjaan penanganan material secara manual yang cukup tinggi selama
satu shift.
4.1.10 Penilaian Metode OWAS Setelah Perbaikan
Penilaian pada tulang belakang / back berdiri tegak dan hanya melakukan
pergerkan tangan yang berputar dengan kode 1 seperti pada gambar 4.23.
Gambar 4.23. Penilaian Postur Punggung Metode OWAS Setelah Perbaikan
Penilaian pada bagian lengan / arms kedua tangan berada di bawah ketinggian
bahu dengan 1 seperti pada gambar 4.24.
60
Gambar 4.24. Penilaian Postur Lengan Metode OWAS Setelah Perbaikan
Penilaian pada bagian kaki / legs berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus dengan
kode 2 seperti pada gambar 4.25.
Gambar 4.25. Penilaian Postur Kaki Metode OWAS Setelah Perbaikan
Setelah mencocokan antara kondisi actual dengan kode-kode penilaian OWAS
barulah dilakukan perhitungan dengan tabel skor OWAS seperti di tabel 4.8.
61
Tabel 4.8. Perhitungan Skor OWAS
Back Arms
1 2 3 4 5 6 7 Legs
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Use
of
Force
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
4
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
Pada metode OWAS ini hasil perbaikan berjalan baik karena menghasilkan nilai 1
yang berarti normal posture dan tidak perlu dilakukan perbaikan.
4.1.11 Pengeluaran Energi Setelah Dilakukan Perbaikan
Setelah dilakukan perbaikan gerakan menarik atau mendorong pallet bermuatan
material dapat dihilangkan dikarenakan electronic low lifting menggunakan motor
listrik sebagai penggerak untuk menarik ataupun mendorong beban dan gerakan
mengangkat dengan posisi membungkuk bisa diminimalkan dengan bantuan hight
lifter hand pallet truck dengan mensejajarkan ketinggian sesuai kebutuhan,
pengeluaran energinya.
Gerakan menarik / mendorong dengan bantuan alat bantu memiliki bobot
pengeluaran energi sebesar 3,70 masuk kedalam pekerjaan dengan tangan,
kategori 2 posisi kerja berjalan. Dan gerakan mengangkat masuk kedalam
pekerjaan dengan menggunakan gerakan tangan, kategori 1 posisi kerja berdiri,
berdasarkan pada tabel yang dikeluarkan BSNI, dengan persamaan dapat dihitung
sebagai berikut:
62
Rata-rata BK = ( ) ( )
=
60
k al
jam
= 253,2
Metabolisme Basal = 67 x 1
= 67
Total BK = MB + Rata-rata BK
= 67 + 253,2
= 320,2
Perhitungan pengeluaran energi setelah dilakukan perbaikan menjadi 320,2
kkal/jam nilai tersebut menjadi termasuk kedalam jenis pekerjaan sedang yang
membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi lebih besar dari 200 kkal/jam
sampai 350 kkal/jam.
4.2 Analisis Perbandingan Dengan Metode RWL dan LI
Analisa perbandingan antara kondisi sebelum dilakukan perbaikan dengan setelah
dilakukan perbaikan penilaian dengan metode RWL dan LI.
Pada saat sebelum dilakukan perbaikan
Nilai RWL adalah 2,65kg dan nilai LI untuk material 25kg adalah 9,43 dan LI
untuk material 50kg adalah 18,86
Pada saat setelah dilakukan perbaikan
Nilai RWL setelah dilakukan perbaikan naik menjadi 3,2kg dan nilai LI untuk
material 25kg menjadi 7,8kg dan LI untuk material 50kg menjadi 15,6kg.
4.3 Analisis Perbandingan Dengan Metode REBA
Analisa perbandingan antara sebelum dilakukan perbaikan dengan setelah
dilakukan perbaikan dengan menggunakan metode REBA.
Pada saat sebelum dilakukan perbaikan
Nilai REBA sebelum dilakukan perbaikan menghasilkan nilai 14 yang berarti
harus segera dilakukan perbaikan karena berada di level very hight risk.
63
Pada saat setelah dilakukan perbaikan
Nilai REBA setelah dilakukan perbaikan menghasilkan nilai 6 yang berarti
perlu ada perbaikan tapi level resiko setelah perbaikan menjadi di level
medium atau sedang.
4.4 Analisis Perbandingan Dengan Metode OWAS
Analisa perbandingan antara sebelum dilakukan perbaikan dengan setelah
dilakukan perbaikan dengan menggunakan metode OWAS.
Pada saat sebelum dilakukan perbaikan
Penilaian dengan metode OWAS sebelum perbaikan adalah 4143 dengan skor
4 yang berarti posisi tubuh pekerja membungkuk, lengan di bawah ketinggian
bahu, berdiri dengan kedua kaki sedikit menekuk, dan beban lebih dari 20kg
perlu segera dilakukan perbaikan.
Pada saat setelah dilakaukan perbaikan
Penilaian dengan metode OWAS setelah perbaikan adalah 1123 dengan skor
1 yang berarti posisi tubuh pekerja tegak, lengan di bawah ketinggian bahu,
berdiri dengan kedua kaki lurus, dan beban lebih dari 20kg tidak perlu
dilakukan perbaikan.
4.5 Analisis Perbandingan Pengeluaran Energi
Analisa perbandingan antara sebelum dilakukan perbaikan dengan setelah
dilakukan perbaikan dengan meninjau sisi pengeluaran energi pekerja.
Pada saat sebelum dilakukan perbaikan
Pengeluaran energi sebelum perbaikan untuk rata-rata beban kerja 763,8
kkal/jam dan total beban kerja 830,8 kkal/jam. Pada saat sebelum perbaikan
rata-rata beban kerja sudah melebihi batas maksimal kategori kerja berat
dengan pengeluaran energi lebih dari 350 kkal/jam sampai 500 kkal/jam.
Pada saat setelah dilakaukan perbaikan
Sedang setelah dilakukan perbaikan rata-rata beban kerja menjadi 253,2
kkal/jam dan total beban kerja menjadi 320,2 kkal/jam nilai tesebut
menandakan perbaikan memberikan dampak yang cukup baik karena ada
penurunan nilai total beban kerja 830,8 kkal/jam menjadi 320,2 kkal/jam,
64
walaupun masih termasuk kedalam kategori kerja berat hal ini disebabkan
berat material dan intensitas kerja yang cukup tinggi.
Hasil analisa perbandingan pengeluaran energy sebelum dan sesudah perbaikan
mengalami penurunan secara signifikan seperti terlihat pada gambar 4.26.
Gambar 4.26. Risk Matrix Pengeluaran Energi
4.6 Analisis Waktu Kerja
Analisa waktu kerja sebelum dilakukan perbaikan dalam satu batch atau satu kali
proses adalah 30 menit sedangkan setelah perbaikan dengan adanya alat bantu
yang diperlukan dapat mengurangi waktu proses hingga 13 menit dalam satu
batch dengan detail perhitungan seperti pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Perbandingan Analisis Waktu Kerja
Waktu Proses Penuangan Material / Shift
Deskripsi
Waktu proses penuangan material / batch (detik) Waktu
set up
alat
Jml
batch
/ shift
Total
waktu /
shift
(detik)
Men-
dorong
Meng-
angkat
Mem-
bungkuk Menarik Memutar
Sebelum
perbaikan 240 600 360 180 420 N/A 12 21600
Setelah
perbaikan 150 100 100 150 250 40 12 9480
65
Dari tabel perhitungan waktu proses penuangan material di atas dapat dilihat
adanya perubahan waktu yang signifikan antara sebelum dan sesudah perbaikan.
Hal ini dikarenakan dengan adanya alat bantu kerja yang membuat pekerjaan lebih
ringan karena setiap berat material terdistribusi terlebih dahulu ke alat bantu jadi
resiko terjadinya cidera saat menarik, mendorong dan menuangkan material dapat
dihilangkan. Namun dalam hal ini adanya variabel baru yaitu waktu untuk
pengoperasian alat bantu tersebut.
66
BAB 5
SIMPULAN dan SARAN
Bab 5 ini merupakan penutup dari skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan dan
saran penulis dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian “USULAN METODE KERJA PENANGANAN
MATERIAL SECARA MANUAL DI AREA MIXING PROSES ES KRIM“
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada area kerja mixing ini, pekerjaan yang perlu segera dilakukan
perbaikan adalah menuangkan material dengan beratnya titdak sesuai dengan nilai
RWL setelah dilakukan perbaikan pada stasiun kerja tangki silo dikarenakan
ketinggian tray / main hole tangki silo di atas elbow height rata-rata faktor utama
terjadinya resiko cidera pada pekerja dapat dihilangkan karena para pekerja tidak
perlu membungkuk dan memutar untuk mengangkat material berat yang
dilakukan secara berulang. Yang dapat dibuktikan oleh hasil penilaian metode
OWAS, NIOSH dan REBA.
2. Berdasarkan hasil kuesioner Nordic Body Map dan perhitungan data
Antropometri dapat diusulkan untuk menurunkan ketinggian tray material pada
tangki Silo. Serta kurangnya alat bantu kerja yang dapat meringankan beban kerja
penanganan material secara manual karena berat dari material tersebut melebihi
batasan makasimal dan pekerjaan di area ini termasuk kedalam kategori kerja
berat, penulis merekomendasikan alat bantu kerja seperti Electronic low lifter,
Electronic pallet lifter, dan Vacuum lifter untuk menghilangkan kegiatan
mendorong dan menarik beban yang berat yang dapat mengakomodir persentil 5
dan persentil 95 para pekerja.
3. Menarik, mendorong, membungkuk, mengangkat selain aktivitas yang
beresiko tinggi jika dilakukan secara berulang dan tidak aman juga merupakan
cara kerja yang tidak efisien karena dilakukan secara manual. Setelah
67
direkomendasikannya alat bantu penangan material, aktivitas-aktivitas yang tidak
efisien tersebut dapat dikurangi hingga dihilangkan.
5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan diatas saran bagi penelitian lebih lanjut yaitu:
kondisi kerja di area mixing es krim ditinjau dari segi ergonomi, ada beberapa
rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Usulan pengadaan alat bantu kerja di area mixing es krim merupakan
investasi besar bagi perusahaan. Saran untuk penelitian selanjutnya yatitu
meghitung aspek biaya pengadaan peralatan dan Break Event Point dari
investasi tersebut.
2. Menghitung peningkatan produktivitas kerja dengan menggunakan alat
bantu yang telah diusulkan karena adanya efisiensi waktu proses kerja.
3. Melakukan penelitian tata ruang dan tata letak di area mixing untuk
penempatan alat bantu baru dan memudahkan aktivitas perawatan atau
perbaikan peralatan lainnya, karena kondisi area saat ini sulit untuk
melakukan hal tersebut, sehingga peralatan saat ini banyak yang tidak
terawat dengan baik.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anugrani, Venita. Analisis Postur Kerja Ergonomis pada Area Cone Filling
Machine menggunakan Virtual Human Modelling. Skripsi, Teknik Industri,
Universitas Indonesia. (2010).
Barnes, Ralph M. Motion and Time Study: Design and Measurement of Work,
(1980) Sevent Edition. Wiley.
Bridger, R.S. Introduction to Ergonomic (2nd
ed.). New York: Taylor & Francis.
(2003).
Eka Sari, Andika. Perancangan Troli Makanan Ergonomis untuk Lanjut Usia.
Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (2010).
Helander, Martin., A Guide to Human Factors and Ergonomics, Second Edition,
Nanyang Technological University Singapore, 2006.
Jennifer. Rekomendasi Alat Bantu Material Handling Yang Ergonomis Pada Area
Substore Pabrik Fast Moving Consumer Goods Menggunakan Metode Virtual
Human Modeling. Skripsi, Teknik Industri, Universitas Indonesia. (2010).
Karwowski, Waldemar. (2006). Intenational Encyclopedia of Ergonomics and
Human Factors Volume 1. Kentucky: CRC Press.
Laksono, Iwan Budi. Usulan Rancangan Perbaikan Meja dan Kursi Belajar
Siswa SLTP Ditinjau dari Aspek Ergonomi. Skripsi Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. (2010).
Niebel, Benjamin W. dan Freivalds, Andris. Methods, Standards, and Work
Design, 11th
Edition, New York : McGraw Hill.
Numianto, Eko., Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, (1996).
Openshaw, Scott and Erin Taylor. Ergonomic and Design: A Reference Guide
Handbook. Allsteel Inc. (2006).
Rosmalina, Yuniar., Perbandingan Perhitungan Energi Basal Dan Energy
Expenditure Pada Lansia, PGM, (2011).
Saktiwan, Panca. Perancangan Ulang Tempat Wudhu untuk Lanjut Usia. Skripsi
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (2010).
69
Sanders. S, Mark and Ernest J McCormick. Human Factor in Engineering and
Design. Singapore: McGraw-Hill Inc. (1993).
Sekaran, Uma and Roger Bougie., Research Methods for Business, A Skill
Building Approach, 2010.
Sutalaksana, Iftikar. Teknik Perancangan Sistem Kerja, Institut Teknologi
Bandung, 2005.
Suma’mur, P.K. Ergonomi untuk produktivitas kerja. Yayasan Swabhawa Karya.
Jakarta. (1982).
Tarwaka, Bakri, Solichul, HA. Sudiajeng, Lilik,. Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. (2004).
Waters, Thomas R., Vern Putz-Anderson., Arun Garg., and Lawrence J. Fine.
Application manual for The Revised NIOSH Equation for The Design and
Evaluation of Manual Lifting Task. National Institut for Occupational Safety and
Health, Cincinnati. U.S Department of Health and Human Services. (1993).
Wignjosoebroto, Sritomo., Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, 2000.