Usul penelitian Nugget tempe

61
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola konsumsi masyarakat dewasa ini semakin berubah. Masyarakat kini lebih menyukai makanan yang praktis dan siap disajikan dalam waktu singkat. Hal tersebut dilakukan untuk efisiensi waktu disela kesibukan sehari-hari. Menurut survei yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa konsumsi makanan cepat saji oleh orang dewasa sebesar 37% sedangkan pada anak-anak mencapai 42% (Paeratakul et al, 2003). Satu diantara makanan cepat saji yaitu nugget. Nugget merupakan produk olahan gilingan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan dengan penambahan bahan-bahan tertentu yang diijinkan (SNI, 2002). Nugget dapat dibuat dari berbagai macam daging, diantaranya adalah daging ayam, sapi, udang dan ikan. Akan tetapi hingga saat ini produk nugget lebih banyak terbuat dari daging ayam dikarenakan daging ayam 1

description

Food Science

Transcript of Usul penelitian Nugget tempe

Page 1: Usul penelitian Nugget tempe

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola konsumsi masyarakat dewasa ini semakin berubah. Masyarakat kini

lebih menyukai makanan yang praktis dan siap disajikan dalam waktu singkat.

Hal tersebut dilakukan untuk efisiensi waktu disela kesibukan sehari-hari.

Menurut survei yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa konsumsi

makanan cepat saji oleh orang dewasa sebesar 37% sedangkan pada anak-anak

mencapai 42% (Paeratakul et al, 2003). Satu diantara makanan cepat saji yaitu

nugget. Nugget merupakan produk olahan gilingan daging yang dicetak, dimasak

dan dibekukan dengan penambahan bahan-bahan tertentu yang diijinkan (SNI,

2002).

Nugget dapat dibuat dari berbagai macam daging, diantaranya adalah

daging ayam, sapi, udang dan ikan. Akan tetapi hingga saat ini produk nugget

lebih banyak terbuat dari daging ayam dikarenakan daging ayam merupakan salah

satu sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat dan mudah

didapatkan (Cahyaningrum et al., 2011). Standar gizi nugget ayam meliputi kadar

air maksimum 60%, kadar protein minimum 12%, kadar lemak maksimum 20%

dan kadar karbohidrat maksimum 25% (SNI, 2002). Selain pangan hewani,

nugget juga dapat dibuat dari pangan nabati. Pangan nabati sangat cocok

dikembangkan untuk tujuan diversifikasi pangan.

Salah satu pangan nabati yang dapat menggantikan daging adalah tempe.

Tempe mengandung lebih banyak kadar protein terlarut, nitrogen terlarut, asam

1

Page 2: Usul penelitian Nugget tempe

amino bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor protein yang lebih

tinggi dibanding produk-produk berbasis kedelai lainnya. Adanya kandungan

antioksidan yang tinggi pun menjadikan tempe menjadi pangan fungsional yang

banyak dicari dan dibutuhkan oleh masyarakat modern saat ini (Mayasari, 2010).

Tingginya nilai gizi yang terkandung dalam nugget (baik nugget hewani

maupun nugget nabati seperti nugget tempe) menjadikan produk ini cepat rusak

karena terjadinya peningkatan pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba dapat

terjadi apabila terdapat kandungan zat gizi yang cukup tinggi dalam bahan

pangan. Effendi (2009) menyatakan bahwa komposisi gizi pangan dapat ikut

menentukan mikroba mana yang tumbuh di dalamnya, karena hal ini menentukan

jumlah zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Salah satu upaya

untuk meminimalisir terjadinya kerussakan bahan pangan karena adanya

pertumbbuhan mikroba adalah dengan melakukan pengawetan. Tujuan dari

pengawetan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan pangan,

mempertahankan mutu bahan, menghindari terjadinya keracunan dan

mempermudah penanganan serta penyimpanan (Fatih, 2005).

Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Secara garis besar

pengawetan dibagi menjadi tiga, yakni secara fisika, kimi dan mikrobiologi.

Pengawetan secara fisika dilakukan dengan cara pengeringan, suhu rendah, suhu

tinggi, serta radiasi. Pengawetan secara kimia dilakukan dengan menambahakan

bahan-bahan kimia (food additive) baik bersifat organik meupun anorganik ke

dalam makanan. Secara mikrobiologi, pengawetan dilakukan dengan melibatkan

2

Page 3: Usul penelitian Nugget tempe

mikroba dalam peroses pengawetan makanan. Pengawetan secara mikrobiologi

dikenal dengan nama fermentasi (Effendi, 2009).

Pengawetan secara kimia dengan menambahkan zat aditif berupa

pengawet pada bahan pangan merupakan salah satu teknik pengawetan yang

sering dilakukan. Menurut SK. Menkes R.1 No. 722 Tahun 1988 tentang Bahan

Tambahan Pangan (Naufalin dan Herastuti, 2012) pengawet pangan adalah bahan

tambahan pangan yang mencegah atau menghambat peruaraian terhadap makanan

yang disebabkan ole mikroba. Penggunaan pengawet sintetis pada makanan

mendapat perhatian khusus oleh pemerintah karena berkaitan dengan keamanan

pangan untuk masyarakat. Saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan

pengawet sintetis pada pangan seperti formalin dan boraks.

Menurut Winarno (2004), penggunaan formalin pada pangan sangat tidak

dianjurkan karena formalin mengandung zat formaldehid yang bersifat racun,

karsinogenik, mutagen dan dapat menyebabkan iritasi lambung, sehingga perlu

upaya untuk menemukan bahan pengawet dari bahan alami. Penyalahgunaan

kedua jenis pengawet sintetis tersebut pada pangan menimbulkan keresahan

masyarakat dan menurunkan kesehatan bahkan meningkatkan kematian untuk

jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan pencarian

bahan-bahan alami yang dapat berpotensi sebagai pengawet untuk bajan pangan.

Salah satu yang memiliki potensi tersebut adalah tanaman kecombrang (Nicolaia

speciosa Horan).

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan salah satu jenis

tanaman rempah-rempah yang sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia

3

Page 4: Usul penelitian Nugget tempe

sebagai obat-obatan. Bagian tanaman kecombrang yang dapat digunakan sebagai

pengawet alami diantaranya yaitu batang, bunga, buah, daun dan akar. Kelima

bagian tanaman kecombrang tersebut memiliki senyawa antimikroba yang diduga

berasal dari senyawa fenolik yang terkandung didalamnya. Bagian batang, bunga,

daun dan rimpang dari tanaman kecombrang mengandung zat aktif saponin dan

flavonoid. Selain itu rimpangnya mengandung polifenol dan minyak atsiri yang

merupakan senyawa antimikroba (Naufalin et al., 2005).

Penelitian mengenai potensi antibakteri bunga kecombrang membuktikan

bahwa petal bunga optimal berpotensi sebagai senyawa antimikroba. Pengujian

aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Gram positif (Bacillus subtilis)

dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli) (Naufalin dan Rukmini, 2012).

Komponen bunga kecombrang terdiri dari alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid,

saponin dan minyak atsiri. Senyawa tersebut mengandung senyawa antimikroba

yang bersifat antiseptik, mematikan kuman dan fungisida (Tampubolon et

al.,1983).

Setiyani (2011) menambahkan bahwa buah berasal dari bunga yang

mengalami pendewasaan sehingga buah kecombrang memiliki komponen bioaktif

yang menyerupai fitokimia dalam bunga kecombrang yang didominasi oleh

alkaloid, triterpenoid, dan steroid yang berfungsi sebagai antimikroba. Bagian

kulit buah kecombrang yang berwarna merah muda dengan konsentrasi 50%

memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi dibanding bagian biji buah. Senyawa

antimikroba inilah yang mampu memperpanjang umur simpan makanan yang

diaplikasikan. Tidak hanya senyawa antimikroba, kelima bagian tanaman

4

Page 5: Usul penelitian Nugget tempe

kecombrang tersebut juga memiliki senyawa antioksidan. Meski demikian, bagian

tanaman kecombrang yang sering digunakan yaitu batang dan bunga yang

biasanya digunakan sebagai pemberi citarasa pada masakan, seperti urab, pecel,

sambal dan masakan lain. Batangnya digunakan sebagai pemberi citarasa pada

masakan daging.

Pemanfaatan kecombrang sebagai pengawet alami produk pangan dapat

diaplikasikan dalam bentuk ekstrak, bubuk maupun nanoenkapsulan. Diantara

ketiga bentuk tersebut yang lebih efektif menghambat pertumbuhan mikroba

adalah bentuk bubuk. Selain itu, proses pembuatannya tidak terlalu rumit dan

tidak pula membutuhkan biaya yang tinggi sehingga bentuk bubuk kecombrang

ini lebih cocok dipilih untuk diaplikasikan pada produk seperti nugget, sehingga

membantu masyarakat dalam mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Meski demikian, pemberian bubuk kecombrang sebagai pengawet nugget tidak

dapat diberikan dalam jumlah yang banyak. Menurut Hikmah (2010),

penambahan bubuk bunga kecombrang menghasilkan adonan kehitaman, sehinga

aplikasi pada nugget ayam menggunakan konsentrasi dengan batas maksimal 3%.

Penelitian tentang kecombrang telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu

hasil penelitian Istianto (2008) yang menunjukkan bahwa bagian-bagian tanaman

kecombrang seperti bunga, batang dan rimpang memiliki aktivitas antimikroba

terhadap bakteri maupun kapang yang dapat merusak tanaman pangan. Selain itu,

penelitian Setiyani (2010) menunjukkan bahwa buah kecombrang berwarna merah

muda bagian kulit dengan konsentrasi 50% memiliki aktivitas antibakteri lebih

tinggi dibanding bagian biji buah, baik terhadap Bacillus cereus maupun

5

Page 6: Usul penelitian Nugget tempe

Eschericia coli. Ningtyas (2010) menambahkan dari hasil penelitiannya mengenai

ekstrak air daun kecombrang. Hasil pengujian ekstrak air daun kecombrang

terhadap S. Aureus pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%

menunjukkan adanya zona hambat sebesar 8,663mm, 14,223mm, 15,33mm,

20,08mm, dan 21, 36mm. Sedangkan penghambatan pada E. Coli hanya terjadi

dalam konsentrasi 100% dimana zona hambatnya sebesar 10mm.

Aplikasi bubuk kecombrang pada produk nugget telah banyak dilakukan.

Namun, aplikasinya pada nugget berbahan dasar tempe belum pernah ada. Selain

itu, belum terdapat penelitian yang mengkaji tentang perbandingan penggunaan

bubuk kecombrang dari bagian bunga, batang maupun buah dengan konsentrasi

berbeda pada nugget tempe. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian mengenai hal

tersebut. Bagian tanaman dan konsentrasi pengawet diteliti untuk mnegetahui

aktivtas pengawet alami kecombrang yang terbaik dari kombinasi perlakuan

tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagian tanaman kecombrang

dan konsentrasinya sebagai pengawet alami kecombrang pada nugget tempe agar

mampu meningkatkan kualitas nugget tempe dilihat dari sifat kimia,

mikrobiologis dan sensoris. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi

informasi mengenai pengawet alami bubuk kecombrang dari berbagai bagian

tanamannnya. Penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh bagian tanaman dan konsentrasi pengawet alami kecombrang

terhadap sifat kimia, mikrobiologis dan sensoris nugget tempe.

6

Page 7: Usul penelitian Nugget tempe

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang

akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi bubuk kecombrang terhadap umur

simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori nugget tempe yang dihasilkan?

2. Bagaimana pengaruh variasi bagian tanaman kecombrang terhadap umur

simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori nugget tempe yang dihasilkan?

3. Bagaimanakah kombinasi perlakuan terbaik antara variasi bagian tanaman

kecombrang dan variasi konsentrasi bubuk kecombrang agar menghasilkan

nugget tempe yang memiliki umur simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan

sensori terbaik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi bubuk kecombrang terhadap umur

simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori nugget tempe yang dihasilkan.

2. Mengetahui pengaruh variasi bagian tanaman kecombrang terhadap umur

simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori nugget tempe yang dihasilkan.

3. Mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara variasi bagian tanaman

kecombrang dan variasi konsentrasi bubuk kecombrang agar menghasilkan

7

Page 8: Usul penelitian Nugget tempe

nugget tempe yang memiliki umur simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan

sensori terbaik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya

yaitu:

1. Memberikan informasi tentang pembuatan nugget berbahan dasar tempe

sebagai produk pangan fungsional sekaligus upaya dalam meningkatkan

potensi pertanian.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi bagian tanaman

kecombrang terhadap umur simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori

nugget tempe yang dihasilkan.

3. Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi bagian tanaman

kecombrang terhadap umur simpan, sifat kimia, mikrobiologi dan sensori

nugget tempe yang dihasilkan.

4. Memberikan informasi mengenai kombinasi perlakuan terbaik antara variasi

bagian tanaman kecombrang dan variasi konsentrasi bubuk kecombrang agar

menghasilkan nugget tempe yang memiliki umur simpan, sifat kimia,

mikrobiologi dan sensori terbaik.

8

Page 9: Usul penelitian Nugget tempe

II. KERANGKAN PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging

giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan

tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget merupakan

salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah

mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

dibekukan (Afrisanti, 2010).

Pembuatan nugget membutuhkan beberapa bahan tambahan seperti bahan

pengikat, bahan pengisi, serta bumbu-bumbu untuk menambah citarasa. Bahan

pengikat memilik kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan

emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam

adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti, 2010).

Afrisanti (2010) menambahkan, bahan pengikat juga berfingsi mengurasgi

penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein

dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat

pengikatan. Pengikat dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan.

Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk

untuk menambahka bobot produk dengan mensubtitusi sebagian daging (Rahayu,

2007). Bahan pengisi yang umum digunakan digunakan pada pembuatan nugget

adalah tepung (Afrisanti, 2010). Menurut Winarno (2004), pati terdiri atas dua

fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan

9

Page 10: Usul penelitian Nugget tempe

fraksi tak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan sangat penting

dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat

molekul air kemudian membentuk massa elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan

penambahan air yang berlebihan.

Selain bahan pengikat dan bahan pengisi, juga ditambahkan bumbu-

bumbu. Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna

untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, dan memantapkan bentuk

dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan nugget memerlukan bahan

pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica. Garam merupakan

komponen bahan makanan tambahan yang digunakan sebagai penegas cita rasa

dan bahan pengawwet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan

menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk jadi asin.

Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya sekitar 2-3% dari berat daging

yang digunakan (Aswar, 2005).

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta

untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang

ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta

untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungiostatik dan

fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang

mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada

(Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan

merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet

makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa

10

Page 11: Usul penelitian Nugget tempe

pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan

piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan

alkaloida (Rismunandar, 2003).

Tahapan pembuatan nugget bermula dari penggilingan yang disertai

pencampuran bahan tambahan pangan serta bumbu-bumbu, pengukusan dan

pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan

awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Produk beku siap saji ini hanya

memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur

nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2008).

Standarisasi kualitas untuk nugget meliputi sifat kimia dan organoleptik.

Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan Standarisasi

Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak, air, abu,

protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan

tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6683-2002

mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak,

dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau

tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan. Syarat mutu nugget mengacu pada nugget dengan bahan dasar daging

ayam menurut BSN (2002) tercantum dalam tabel 1 berikut.

11

Page 12: Usul penelitian Nugget tempe

Tabel 1. Standarisasi nugget berbahan daging ayam

No Jenis Uji Satuan Persyaratan1 Keadaan

1.1 Aroma - Normal, sesuai label1.2 Rasa - Normal, sesuai label1.3 Tekstur - Normal

2 Benda asing - Tidak boleh ada3 Air %, b/b Maks. 604 Protein %, b/b Min. 125 Lemak %, b/b Maks. 206 Karbohidrat %, b/b Maks. 257 Kalsium (Ca) mg/100 g Maks. 308 Bahan tambahan makanan

8.1 Pengawet - Sesuai dengan8.2 Pewarna - SNI 01-0222-1995

9 Cemaran logam9.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,09.2 Tembaga mg/kg Maks. 20,09.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,09.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,09.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

10 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,011 Cemaran mikroba

11.1 Angka lempeng Total Koloni/g Maks. 5x 104

11.2 Coliform APM/g Maks. 1011.3 E.Coli APM/g <311.4 Salmonella /25 g Negatif11.5 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1x 102

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002), SNI 01-6683-2002

Nugget dapat dibuat dari berbagai macam daging, diantaranya adalah

daging ayam, sapi, udang dan ikan. Akan tetapi hingga saat ini produk nugget

lebih banyak terbuat dari daging ayam dikarenakan daging ayam merupakan salah

satu sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat dan mudah

didapatkan (Cahyaningrum et al., 2011).

12

Page 13: Usul penelitian Nugget tempe

Kandungan lemak yang tinggi pada daging ayam dapat diganti dengan

sumber bahan pangan nabati. Salah satu pangan nabati yang dapat menggantikan

daging adalah tempe. Tempe mengandung lebih banyak kadar protein terlarut,

nitrogen terlarut, asam amino bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor

protein yang lebih tinggi dibanding produk-produk berbasis kedelai lainnya

(Mayasari, 2010). Adanya kandungan antioksidan yang tinggi pun menjadikan

nugget tempe menjadi pangan fungsional yang banyak dicari dan dibutuhkan oleh

masyarakat modern saat ini.

Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus

sp. yang bernilai gizi tinggi dan disukai citarasanya. Cita rasa langu yang secara

alami terdapat pada biji kedelai dapat dieliminasi selama proses pengolahan tempe

(Ginting dkk, 2009). Selain merupakan bahan pangan lokal yang murah, tempe

juga memiliki nilai gizi tinggi. Kandungan lemak tempe sebesar 2,89 g / 100 g

didominasi asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Selain itu kadar protein tempe

sebesar 18,3 g /100 g dengan nilai cerna yang lebih tinggi, yaitu 83%

dibandingkan dengan kedelai yang hanya 75%.

Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor

spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada

permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-

miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya

flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990; dalam Dwinaningsih 2010).

13

Page 14: Usul penelitian Nugget tempe

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan

derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh

majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam

proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan,

sedangkan kenaikan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat. Asam lemak

tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum,

sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh. Dua kelompok

vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut

lemak (vitamin A, D, E, dan K) (Mayasari, 2010).

Almatsier (2005) juga menjelaskan bahwa kandungan protein tempe bisa

dikatakan sama dengan daging. Begitu juga dengan mutunya.Tempe mengandung

kesembilan asam amino esensial dalam jumlah cukup, kecuali metionin yang

sedikit berada di bawah pola acuan patokan FAO/WHO, yaitu 78%. Kandungan

lemak tempe jauh lebih rendah daripada daging. Kalsium yang diperlukan untuk

pembentukan tulang dan mencegah kerapuhan tulang, lebih banyak ditemukan di

dalam tempe daripada daging. Di samping itu, ketersediaan kalsium yang dapat

diserap meningkat karena proses fermentasi.

Cahyadi (2006) menambahkan bahwa tempe juga mengandung

superoksida desmutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses

penuaan. Dalam sepotong tempe terkandung berbagai unsur yang bermanfaat

seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim. Tempe juga

mengandung komponen antibakteri dan zat antioksidan yang berkhasiat sebagai

14

Page 15: Usul penelitian Nugget tempe

obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam ftat, asam fenolat, lesitin

dan inhibitor protease.

Kandungan zat besi tempe juga lebih tinggi daripada daging. Ketersediaan

zat besi tempe juga lebih baik dari kedelai. Zat Besi diperlukan untuk mencegah

dan menanggulangi anemia. Tempe juga mengandung mineral-mineral lain

dengan ketersediaan yang baik seperti seng (Zn) dan tembaga (Cu). Kedua

mineral ini merupakan bagian dari enzim-enzim yang berperan dalam berbagai

aspek metabolisme, fungsi kekebalan, pembentukan sel darah merah dan sebagai

antioksidan. Syarat mutu tempe dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Syarat mutu tempe kedelai menurut SNI 01-3144-1992Kriteria uji PersyaratanKeadaan :BauWarnaRasa

Normal (khas tempe)NormalNormal

Air (%b/b) Maks 65Abu (%b/b) Maks 1,5Protein (%b/b) (Nx6,25) Min 20Cemaran mikroba :E. coliSalmonela

Maks 10Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).

Menurut penelitian terdahulu, penambahan tepung tempe 25% pada

produk nugget daging kelinci mempunyai kadar protein sebesar 87,45%.

Penggunaan tempe yang ditepungkan selain bertujuan untuk memudahkan

pencampuran juga untuk memperpanjang umur simpan. Tempe memiliki daya

simpan kurang dari 2 hari sehingga untuk memperpanjang daya simpan perlu

adanya pengolahan (Estiningtyas, 2014).

15

Page 16: Usul penelitian Nugget tempe

Upaya memeperpanjang umur simpan produk pangan disebut sebagai

pengawetan makanan. Naufalin dan Herastuti (2012) mengatakan bahwa

pengawetan pangan adalah perlakuan yang diberikan terhadap bahan pangan

untuk memperpanjang umur simpannya. Pengawetan pangan bertujuan untuk

mengurangi atau mencegah kerusakan-kerusakan dengan mengendalikan

komposisi pangan melalui modifikasi proses dan pengemasan.

Prinsip pengawetan menurut Naufalin dan Herastuti (2012) adalah sebagai

berikut:

1. Menghambat atau memeperlambat dekomposisi makanan oleh mikroa dengan

cara menghindari kontaminasi makanan oleh mikroba, menghilangkan

mikroba yang terdapat dalam bahan pangan, menghambat pertumbuhan dan

aktivitas mikroba serta membunuh mikroba.

2. Menghambat atau memeperlambat dekomposisi kimia pada bahan pangan

dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, menghambat atau

memperlambat reaksi kimia.

3. Menghambat kerusakan pangan yang disebabkan oleh serangga, hewan,

benturan fisik dan sebagainya.

Cara pengawetan yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan

mikroba pada umumnya juga efektif dalam mengendalikan aktivitas enzim atau

reaksi kimia di dalam makanan. Akan tetapi, cara pengawetan seperti pengeringan

atau oenggunaan suhu rendah terkadang memungkinkan terjadinya dekomposisi

kimia, kecuali jika dikombinasikan dengan perlakuan lainnya (Naufalin dan

Herastuti, 2012).

16

Page 17: Usul penelitian Nugget tempe

Penggunaan bahan pengawet dalam upaya memperpanjang umur simpan

bahan pangan telah banyak dilakukan sejak dahulu. Penggunaan zat-zat tersebut

tergantung pada jenis makanan dan umumnya dilakukan dengan

mengombinasikan satu sama lain, karena zat-zat tersebut memunyai efektivitas

yang berbeda terhadap mikroba (Jay, 1986; dalam Naufalin dan Herastuti, 2012).

Zat pengawet secara umum dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni

pengawet sintetis dan pengawet alami (Naufalin dan Herastuti, 2012).

Penggunaan zat pengawet alami saat ini menjadi hal yang menarik di

kalangan masyarakat maupun industri pangan, karena penggunaan zat pengawet

sintetik yang berlebihan maupun dikonsumsi secara terus-menerus memberikan

efek negatif bagi kesehatan tubuh (Afrianti, 2010). Banyak penelitian mengenai

aktivitas antibakteri dari tanaman, baik dalam bentuk ekstrak maupun minyak

atsirinya menunjukkan bahwa banyak tanaman mempunyai aktivitas antimikroba

terhadap bakteri, kapang, dan mikroba penyebab kerusakan pangan (Rahayu,

2000).

Kemampuan bahan pengawet dalam mencegah pertumbuhan mikroba

bergantung pada senyawa antimikroba di dalamnya. Brannen (1993) dalam

Naufalin dan Herastuti (2012) mengatakan bahwa senyawa antimkroba

merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Senyawa antimikroba dapaat diperoleh dari berbagai bagian

tanaman seperti umbi, batang, kulit, daun, rimpang dan biji. Bagian tanaman

tersebut mengandung senyawa antimikroa yang baik jenis dan efektivitas

17

Page 18: Usul penelitian Nugget tempe

penghambatannya berbeda-beda (Nychas, 1995; dalam Naufalin dan Herastuti,

2012).

Senyawa antimikroba yang terkandung dalam berbagai ekstrak tanaman

diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak pangan.

Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman sebagian besar diketahui

merupakan hasil metabolit sekunder tanaman, terutama dari golongan fenolik dan

terpena dalam minyak atsiri. Sebagian besar metabolit sekunder dibiosintesis dari

banyak metabolit primer seperti asam amino, asetil ko-A, asam mevalonat dan

metabolit antara (Herbert, 1995; dalam Naufalin dan Herastuti, 2012).

Fardiaz (1989) menambahkan dalam Naufalin dan Herastuti (2012) bahwa

zat antimikrobia dalam rempah-rempah dapat bersifat bakterisidal yaitu

membunuh bakteri, bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri,

fungisidal, fungistatik, dan menghambat germinasi spora bakteri. Kemampuan

suatu senyawa antimikrobia dalam menghambat pertumbuhan mikroba

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi; waktu penyimpanan; suhu

lingkungan; sifat-sifat mikroba yang meliputi jenis, konsentrasi, umur dan

keadaan mikroba; serta sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH,

jenis dan jumlah senyawa di dalamnya.

Zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa

kriteria ideal. Beberapa kriteria tersebut yakni tidak bersifat racun bagi bahan

pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, citarasa dan aroma

makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen

makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan sebaliknya membunuh

18

Page 19: Usul penelitian Nugget tempe

dibanding menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988 dalam

Naufalin dan Herastuti 2012)

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba

dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, gangguan pada senyawa

penyusun dinding sel. Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi

komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga

menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi

senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi

rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan

berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik

membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri

(Arya, 2012).

Kedua, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan

kehilangan komponen penyusun sel. Komponen bioaktif dapat mengganggu dan

mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan

kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis

sel dan meyebabkan deaturasi protein, menghambat pembentukan protein

sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

Ketiga, menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material

genetik Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu

dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan

enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan

kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

19

Page 20: Usul penelitian Nugget tempe

menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika

kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti

(inaktif) (Arya, 2012).

Aktivitas antimikroba dari tanaman telah banyak diteliti dan ditemukan

oleh para ahli mikrobiologi. Salah satu tanaman yang berpotensi menjadi bahan

pengawet karena kemampuan antimikrobanya adalah tanaman kecombrang

(Nicolaia speciosa Horan). Tanaman kecombrang termasuk salah satu anggota

famili Zingiberaceae dan merupakan sejenis tumbuhan rempah. Kecombrang

(Nicolaia speciosa Horan) merupakan tanaman yang hidupnya tahunan dengan

ketinggian 1-3m. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah pegunungan atau

daerah-daerah rindang dekat dengan air dengan ketinggian 800mdpl. Kecombrang

memiliki beberapa nama sesuai daerah tempat tumbuhna yaitu kalo (Gayo), puwa

kijung (Minangkabau), katinbung (Makasar), dll. Sedangkan dalam Bahasa

Inggris disebut sebagai ginger bud (Naufalin dan Herastuti, 2012).

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan salah satu jenis

tanaman rempah-rempah yang sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia

sebagai obat-obatan. Bagian tanaman kecombrang yang dapat digunakan sebagai

pengawet alami diantaranya yaitu batang, bunga, buah, daun dan akar. Kelima

bagian tanaman kecombrang tersebut memiliki senyawa antimikroba yang diduga

berasal dari senyawa fenolik yang terkandung didalamnya. Bagian batang, bunga,

daun dan rimpang dari tanaman kecombrang mengandung zat aktif saponin dan

flavonoid. Selain itu rimpangnya mengandung polifenol dan minyak atsiri yang

merupakan senyawa antimikroba (Naufalin et al., 2005).

20

Page 21: Usul penelitian Nugget tempe

Penelitian mengenai potensi antibakteri bunga kecombrang membuktikan

bahwa petal bunga optimal berpotensi sebagai senyawa antimikroba. Pengujian

aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Gram positif (Bacillus subtilis)

dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli) (Naufalin dan Rukmini, 2012).

Komponen bunga kecombrang terdiri dari alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid,

saponin dan minyak atsiri. Senyawa tersebut mengandung senyawa antimikroba

yang bersifat antiseptik, mematikan kuman dan fungisida (Tampubolon et

al.,1983).

Setiyani (2011) menambahkan bahwa buah berasal dari bunga yang

mengalami pendewasaan sehingga buah kecombrang memiliki komponen bioaktif

yang menyerupai fitokimia dalam bunga kecombrang yang didominasi oleh

alkaloid, triterpenoid, dan steroid yang berfungsi sebagai antimikroba. Bagian

kulit buah kecombrang yang berwarna merah muda dengan konsentrasi 50%

memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi dibanding bagian biji buah. Senyawa

antimikroba inilah yang mampu memperpanjang umur simpan makanan yang

diaplikasikan. Tidak hanya senyawa antimikroba, kelima bagian tanaman

kecombrang tersebut juga memiliki senyawa antioksidan. Meski demikian, bagian

tanaman kecombrang yang sering digunakan yaitu batang dan bunga yang

biasanya digunakan sebagai pemberi citarasa pada masakan. Batangnya digunakan

sebagai pemberi citarasa pada masakan daging.

Penelitian mengenai potensi kecombrang sebagai pengawet alami telah

banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian Istianto (2008) yang

menunjukkan bahwa bagian-bagian tanaman kecombrang seperti bunga, batang

21

Page 22: Usul penelitian Nugget tempe

dan rimpang memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri maupun kapang

yang dapat merusak tanaman pangan. Selain itu, penelitian Setiyani (2010)

menunjukkan bahwa buah kecombrang berwarna merah muda bagian kulit dengan

konsentrasi 50% memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi dibanding bagian biji

buah, baik terhadap Bacillus cereus maupun Eschericia coli.

Ningtyas (2010) menambahkan dari hasil penelitiannya mengenai ekstrak

air daun kecombrang. Hasil pengujian ekstrak air daun kecombrang terhadap S.

Aureus pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% menunjukkan adanya

zona hambat sebesar 8,663mm, 14,223mm, 15,33mm, 20,08mm, dan 21, 36mm.

Sedangkan penghambatan pada E. Coli hanya terjadi dalam konsentrasi 100%

dimana zona hambatnya sebesar 10mm.

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, masalah, dan tujuan penelitian ini maka

hipotesis yang dihasilkan adalah :

1. Perbedaan konsentrasi bubuk kecombrang mempengaruhi umur simpan dan

karakter sensoris nugget tempe. Konsentrasi tertinggi akan memberikan umur

simpan lebih lama dan mempengaruhi karakter sensoris nugget tempe lebih

kuat.

2. Perbedaan bagian tanaman kecombrang mempengaruhi umur simpan dan

karakter sensoris nugget tempe.

3. Ada interaksi antara konsentrasi bubuk kecombrang dan bagian tanaman

kecombrang terhadap umur simpan dan karakter sensoris nugget tempe.

22

Page 23: Usul penelitian Nugget tempe

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan, Laboratorium

Manajemen dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Penelitian ini

akan dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Februari 2015.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam pembuatan nugget tempe yaitu batang,

buah, dan bunga kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan), tempe yang dibeli di

Paser Cerme Purwokerto, tepung tapioka (Rose Brand), tepung terigu (Segitiga

Biru), putih telur, crumb breader, garlic powder, garam (Refina), lada bubuk

(Koki), STPP. Bahan yang digunakan untuk keperluan analisis yakni akuades

steril, medium PCA (Plate Count Agar) (Oxoid), alkohol, NaCl (Merck,

Germany) 0,85%, NA (Nutrient Agar) (Merck, Germany), PDA (Potato Dextrose

Agar) (Merck, Germany), NaOH, dan indikator PP (phenolphtalein).

Alat yang diperlukan dalam pembuatan nugget tempe terdiri atas: pisau,

baskom, loyang, talenan, sendok, panci, kompor, alat penggorengan, refrigerator,

timbangan analitik (AND, Japan), timbangan digital, dan cabinet dryer. Alat yang

digunakan untuk keperlua analisis yakni timbangan analitik (AND, Japan), cawan

porselen, autoclave (All American, American), spatula, inkubator (Memmert),

23

Page 24: Usul penelitian Nugget tempe

mikropipet (Gilson), kapas, oven (Memmert), lampu bunsen, kertas label, tissue,

mikropipet (Gilson), laminer, seperangkat peralatan gelas yang terdiri atas pipet

tetea, pipet 5ml, Erlenmeyer (Pyrex, Germany), tabung reaksi (Pyrex, Germany),

cawan petri (CMSI), gelas ukur, dan labu ukur.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan

percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor

yang diteliti yaitu:

1. Bagian tanaman kecombrang yang digunakan (B) terdiri dari 3 jenis, yaitu:

B1 = Batang kecombrang

B2 = Bunga kecombrang

B3 = Buah kecombrang (biji dan cangkang)

2. Konsentrasi bubuk kecombrang yang digunakan (K) terdiri dari 3 taraf, yaitu:

K1 = 1%

K2 = 2%

K3 = 3%

Faktor tersebut disusun dalam bentuk rancangan faktorial sehingga

diperoleh 9 kombinasi perlakuan, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Kombinasi perlakuan pada penelitian Bagian Tanaman

(B)Konsentrasi Bubuk (K)

K1 K2 K3B1 B1K1 B1K2 B1K3B2 B2K1 B2K2 B2K3B3 B3K1 B3K2 B3K3

Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga

24

Page 25: Usul penelitian Nugget tempe

diperoleh 27 unit percobaan dan ditambah dengan 1 unit faktor luar sebagai

kontrol (B0K0) setiap ulangannya sehingga diperoleh total unit percobaan yaitu

30 unit. Tiap unit percobaan dibuat sebanyak 100gram. Denah pengacakan tiap

unit percobaan ditampilkan dalam lampiran 1.

D. Variabel Pengukuran

Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi dua macam

variabel, yaitu variabel parametrik dan nonparametrik. Variabel parametrik terdiri

atas yang terdiri atas kadar air (%bb), total asam tertitrasi, total mikroba, total

bakteri, total kapang dan khamir. Variabel nonparametrik yaitu warna, aroma khas

tempe, aroma khas kecombrang, rasa, flavor khas tempe, flavor khas kecombrang,

tekstur dan kesukaan. Pengujian variabel parametrik dilakukan pada minggu 0, 1

dan 2 untuk mengetahui umur simpan produk. Pengajuian dilakukan selama 2

minggu berturur-tururt karena produk nugget tempe diketahui merupakan produk

semi basah yang pada umumnya memiliki umur simpan yang tidak terlalu

panjang. Selama 2 minggu pegujian produk disimpan dalam refigerator.

4. Penentuan kadar air cara pemanasan (AOAC 1970, Rangana 1979)

Penentuan kadar air dilakukan dengan menimbang sampel nugget

tempe yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram dalam cawan yang telah

diketahui beratnya. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu

100-105°C selama 3-5. Kemudian didinginkan dalam desikator dan

ditimbang; perlakuan ini diulangi hingga tercapai berat konstan (selisih

penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2mg). Pengurangan berat

25

Page 26: Usul penelitian Nugget tempe

merupakan banyaknya air dalam bahan. Perhitungan kadar air dilakukan

dengan menggunakan rumus:

Kadar air (%bb) = b−c

a x 100%

Keterangan :

a = berat sampel awal (g)

b = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)

c = berat cawan dan sampel akhir setelah dikeringkan (konstan) (g)

5. Pengujian total bakteri, kapang dan khamir, serta mikroba (Fardiaz, 1993)

a. Sterilisasi alat dan bahan

Alat-alat yang terbuat dari bahan gelas yang digunakan disterilisasi

terlebih dahulu menggunakan oven dengan suhu 200°C selama 2 jam.

Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan menggunakan

etanol 70% dan nyala lampu bunsen. Bahan-bahan yang digunakan

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 2 atm

selama 15 menit.

b. Pembuatan media

1) NA (Nutrient Agar) untuk media uji total bakteri

Media NA dibuat dengan cara melarutkan bubuk media NA

sebanyak 28 gram dalam 1 liter aquades, kemudian merebusnya

hingga mendidih (bening), selanjutnya disterilisasi menggunakan

autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

2) PDA (Potato Dextrose Agar) untuk media uji total kapang dan khamir

26

Page 27: Usul penelitian Nugget tempe

Media PDA dibuat dengan cara melarutkan bubuk media PDA

sebanyak 39 gram dalam 1 liter aquades, kemudian merebusnya hingga

mendidih (bening), selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf

pada sushu 121°Cselama 15 menit.

3) PCA (Plate Count Agar) untuk media uji total mikroba

Media PCA dibuat dengan cara melarutkan bubuk media PCA

sebanyak 23,4 gram dalam 1 liter aquades, kemudian merebusnya

hingga mendidih (bening), selanjutnya disterilisasi menggunakan

autoklaf pada sushu 121°Cselama 15 menit.

c. Hitungan cawan dengan media tuang

Sebanyak 1 gram sampel diambil, kemudian ditambahkan 9 ml

larutan NaCl 0,85% yang telah steril, lalu dihanncurkan hingga homogen

sehingga diperoleh larutan dengan pengenceran 10-1. Larutan tersebut

diambil 1ml dengan menggunakan mikropipet steril untuk selanjutnya

dimasukkan ke dalam tabung berisi 9ml larutan NaCl 0,85% steril

sehingga diperoleh larutan dengan pengenceran 10-2. Pengenceran

berikutnya dilakukan degan cara yang sama, yaitu dengan pengambilan

1ml larutan hasil pengenceran sebelumnya (10-2), lalu dimasukkan ke

dalam tabung reaksi yang berisi 9ml larutan NaCl 0,85% sehingga

diperoleh larutan dengan pengenceran 10-3, dan seterusnya.

1) Proses pemupukan untuk pengujian total bakteri

Proses pemupukan dilakukan dengan mengambil 1ml sampel dari

hasil pengenceran dengan pipet steril dan dipindahkan ke dalam dua

27

Page 28: Usul penelitian Nugget tempe

cawan Petri steril (duplo). Setiap cawan Petri selanjutnya ditambahkan

±15ml media NA yang tersedia dan dogoyang-goyangkan hingga merata,

lalu didiamkan sampai media menjendal. Cawan Petri tersebut kemudian

disimpan dengan posisi terbalik di dalam inkubator pada sushu 37°C

selama 24 jam.

2) Proses pemupukan untuk pengujian total kapang dan khamir

Proses pemupukan dilakukan dengan mengambil 1ml sampel dari

hasil pengenceran dengan pipet steril dan dipindahkan ke dalam dua

cawan Petri steril (duplo). Setiap cawan Petri selanjutnya ditambahkan

±15ml media PDA yang tersedia dan dogoyang-goyangkan hingga

merata, lalu didiamkan sampai media menjendal. Cawan Petri tersebut

kemudian disimpan dengan posisi terbalik di dalam inkubator pada sushu

37°C selama 48 jam.

3) Proses pemupukan untuk pengujian total mikroba

Proses pemupukan dilakukan dengan mengambil 1ml sampel dari

hasil pengenceran dengan pipet steril dan dipindahkan ke dalam dua

cawan Petri steril (duplo). Setiap cawan Petri selanjutnya ditambahkan

±15ml media PCA yang tersedia dan dogoyang-goyangkan hingga

merata, lalu didiamkan sampai media menjendal. Cawan Petri tersebut

kemudian disimpan dengan posisi terbalik di dalam inkubator pada sushu

37°C selama 48 jam.

Perhitungan jumlah mikroba, bakteri, kapang dan khamir dilakukan

pada setiap cawan pengenceran mengacu pada suatu standar yaitu

28

Page 29: Usul penelitian Nugget tempe

“Standard Plate Count” (SPC). Ketentuan SPC yaitu cawan yang dipilih

dan dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah koloni antara 30-

300. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu

kumpulan koloni yang besar dapat dihitung sebagai satu koloni. Suatu

deretan koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu

koloni. Apabila perbandingan jumlah koloni antar pengenceran terendah

dan tertinggi ≤ 2, maka ditentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut

dengan memeperhatikan pengencerannya. Jumlah koloni dari pengenceran

terendah apabila hasil perbandingan antara pengenceran tertinggi dan

terendah ≥ 2. Koloni pada pengenceran terendah dihitung jika pada semua

pengenceran dihasilkan jumlah koloni lebih dari 30 koloni, namun jika

jumlah koloni lebih dari 300 koloni, maka hanya koloni pada pengenceran

tertinggi yang dihitung.

6. Pengujian Total Asam Tertitrasi

Sampel dihomogenkan dan ditimbang sebanyak 10 gram. Kemudian

dilarutkan dengan aquades sampai 100 ml. Selanjutnya disaring dengan kertas

saring dan diambil filtratnya sebanyak 20 ml. Filtrat ditetesi indikator

phenolphtalein (PP) 2-3 tetes dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N

sampai berubah warna menjadi pink dan tidak hilang selama 30 detik.

Rumus: Total asam tertitrasi = V NaOH x N NaOH

berat sampel awal(mg) x 100%

7. Pengujian sensoris nugget tempe dengan uji skoring atau skala hedonik

(Meillgard et al., 1999)

29

Page 30: Usul penelitian Nugget tempe

Pada penelitian ini, analisis sensoris terhadap produk akan dilakukan

melalui: 1) uji skoring terhadap warna, aroma tempe, aroma kecombrang, cita

rasa, dan tekstur nugget tempe; 2) uji hedonik atau penerimaan produk

berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Panelis untuk uji sensori adalah panelis

semi terlatih sebanyak 15 orang. Kuisioner uji sensori dapat dilihat pada

lampiran 2.

Uji skoring dilakukan untuk mendapatkan gambaran atribut sensori

tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel. Pengujian dilakukan dengan

cara : 1) menyajikan sampel secara simultan atau sekuensial; 2) panelis

mendapat set sampel secara balanced randomized order, dan diminta untuk

melakukan skoring menggunakan skala tertentu yang ditetapkan; 3) set

sampel yang disajikan satu kali penyajian atau berkali-kali dengan kode

berbeda.

Uji hedonik (preferensi dan/atau penerimaan) digunakan untuk

menentukan kesukaan atau preferensi panelis terhadap keseluruhan produk

pangan suatu sampel dan untuk mengukur kesukaan atau preferensi terhadap

atribut-atribut tertentu dari suatu produk pangan seperti aroma, warna, tekstur

dan lain sebagainya. Uji hedonik yang dilakukan dengan metode uji

skoring/skala hedonik dilakukan dengan cara meyajikan sampel satu persatu

atau sekaligus. Panelis diminta memberikan penilaian tentang kesukaan atau

penerimaan terhadap sampel, tanpa harus membandingkan satu sama lain.

30

Page 31: Usul penelitian Nugget tempe

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan uji

ragam (uji F) pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan dalam masing-masing faktor perlakuan dan interaksinya terhadap

variabel yang diamati. Analisis lebih lanjur dilakukan apabila hasil analisis

menunjukan pengaruh yang nyata dengan menggunakan Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% dan uji regresi. Data hasil uji

variabel nonparametrik yaitu uji sensori akan dianalisis menggunakan uji skoring,

dimana apabila terdapat keragaman maka akan diuji lanjut menngunakan uji

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Selain itu

data hasil uji sensori juga akan dianalisis menggunakan uji indeks evektivitas

untuk menentukan perlakuan terbaik.

F. Gambaran Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan pembuatan bubuk

kecombrang dari batang, buah dan bunganya. Ketiga jenis bubuk kecombrang ini

kemudian akan diaplikasikan pada pembuatan nugget tempe yang nantinya akan

diuji umur simpan, kadar air, total mikroba, total bakteri, total kapang dan khamir,

serta uji sensori.

1. Persiapan pembuatan bubuk kecombrang

Buah, bunga dan batang kecombrang yang telah dipetik/diambil dari

tanaman dibersihkan dengan air, kemudian ditiriskan. Selannjutnya

31

Page 32: Usul penelitian Nugget tempe

dilakukan sortasi untuk memisahkan bagian buah, bunga dan batang yang

tidak digunakan. Buah kecombrang yang digunakan yakni cangkang serta

biji kecombrang secara keseluruhan. Bunga kecombrang yang digunakan

yakni bagian helai kelopak bunga hingga bagian dalam, tanpa tangkai

bunganya. Bagian batang yang digunakan yakni hanya bagian empulur

(bagian homogen terdalam, merupakan bagian yang tidak berlapis).

2. Proses pembuatan bubuk kecombrang

Masing-masing bagian tanaman kecombrang yang telah dipreparasi

kemudian dikecilkan ukurannya dengan cara dibelah dan dipotong kecil-

kecil. Khusus untuk buah kecombrang, karena memiliki tekstur yang keras

maka sebelum dipotong kecil-kecil bisa dilakukan pemanasan dengan cara

steam blanching menggunakan autoklaf suhu 121ºC selama 15 menit.

Masing-masing bagian tanaman kecombrang kemudian dimasukkan dalam

loyang dan dilakukan proses pengeringan menggunakan cabinet dryer

hingga kering patah. Kecombrang kering kemudian dihaluskan

menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

3. Aplikasi pada produk nugget tempe

Bubuk buah kecombrang, bubuk batang kecombrang dan bubuk bunga

kecombrang yang telah dihasilkan masing-masing akan ditambahkan pada

pembuatan nugget tempe dengan presentase sebesar 1%, 2% dan 3% dari

total adonan nugget yang digunakan. Proses pembuatan nugget tempe

disajikan pada Lampiran 3.

32

Page 33: Usul penelitian Nugget tempe

G. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 6 bulan, mulai September

2014 sampai Februari 2015. Rencana kegiatan penelitian tercantum dalam Tabel 2

berikut.

Tabel 4. Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian

NoJadwal kegiatan

Bulan1 2 3 4 5 6

1 Persiapan, trial dan penyusunan usulan penelitian

2 Pelaksanaan penelitian

3 Pengumpulan data dan analisis data

4 Penyusunan laporan

33

Page 34: Usul penelitian Nugget tempe

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta.

Afrisanti, Dhevina Widhia. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 66 hal.

Almatsier, S.2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arya. 2012. Mekanisme Antimikroba. Online. http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-61973-Teknologi%20Hayati-Mekanisme%20Antimikroba.html Akses pada 8 Februari 2015.

Astawan, M. 2008. Nugget Ayam Bukan Makanan Sampah http://nasional.kompas.com/read/2008/10/28/10371776/ Nugget .Ayam.Bukan.Makanan.Sampah . Akses pada 8 Februari 2015.

Aswar.2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromish sp). Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Instirut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standardisasi Nasional.2002. Nugget Ayam. SNI 02-6683. Badan Standardisasi Nasional

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Cahyaningrum, N., Erni A., Yeyen P.W. 2011. Tingkat Kesukaan dan Kekenyalan Nugget Ayam dengan Variasi bahan Pegisi Berbagai Jenis Umbi. Prosiding Seminar Nasional. ISBN : 978-979-17342-0-2.

Effendi, H.M. dan Supli.2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta CV. Bandung. 202 hal.

Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu – Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Estiningtyas, Dian.2014. Kandungan Gizi Sosis Subtitusi Tepung Tempe Dengan Bahan Pengisis Ubi Jalar Kuning (Ipomoea Batatas) dan Bahan Penstabil Ekstrak Rumput Laut (Euchema cottonii) untuk PMT Ibu Hamil. Artikel

34

Page 35: Usul penelitian Nugget tempe

Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 36 hal.

Fardiaz, S.1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Fatih, M. 2005. Aktivitas Antimikrobia Kokon attacus atlas, L.J. Penelitian Sains & Teknologi 6 (1) : 35-48.

Ginting, Erliana,Sri Satya A dan Sri Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal. Litbang Pertanian, vol 28(3). Hal 79-87.

Istianto, T. 2008 Efektivitas Antimikroba Kecombrang (Nicaolaia speciosa Horan): Pengaruh Bagian-bagian Tanaman Kecombrang terhadap Bakteri Patogen Pangan dan Kapang Salak. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.(Tidak dipublikasikan). 61 hal.

Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Mayasari, Susan. 2010. Kajian Karakteristik Kimia dan Sensoris Sosis Tempe Kedelai Hitam (Glycine soja) dan Kacang (Phaseolus vulgaris) dengan Bahan Biji Berkulit dan Tanpa Kulit. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 73 hal.

Meillgard, G.V. Civille, and B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, Boca Raton, pp. 387 hal.

Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). 181 hal.

Naufalin, R., dan Herastuti S.R. 2012. Pengawet Alami Pada Produk Pangan. UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 132 hal.

Ningtyas, Rina. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior(Jack) R.M. Smith)Sebagai Pengawet Alami Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Sains dan teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 70 hal.

35

Page 36: Usul penelitian Nugget tempe

Paeratakul, Sahasporn, et al. 2003. Fast-food Consumption among US Adults and Children: Dietary and Nutrient Intake Profile. Journal of THE AMERICAN DIETETIC ASSOCIATION. Vol3 No. 10 : 1332-1338.

Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahayu, R. Y. 2007. Komposisi Kimia Rabbit Nugget dengan Komposisi Filler Tepung Tapioka yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas antimikrobia bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi dan Industri Pangan IX(2) : 25 – 28.

Rismunandar. 1993. Lada Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya, Jakarta

Setiyani, T. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah kecombrang (Nicolaia speciosa Horan): Pengaruh Jenis, Bagian Buah, dan Konsentrasi Ekstrak Buah Kecombrang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak dipublikasikan). 83 hal.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Bahan makanan dan Pertanian. Lyberty. Yogyakarta. 160 hal.

Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kandungan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) dalam Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 251 hal.

.

36

Page 37: Usul penelitian Nugget tempe

Lampiran 1. Denah percobaan hasil pengacakan unit-unit kombinasi perlakuan

37

Blok 1 Blok 2 Blok 3

B2K2 B2K1 B2K1

B3K3 B3K2 B1K1

B1K2 B1K3 B3K1

B2K1 B3K3 B1K2

B3K1 B2K3 B1K3

B1K1 B1K1 B2K3

B1K3 B1K2 B3K3

B3K2 B3K1 B3K2

B2K3 B2K2 B2K2

Page 38: Usul penelitian Nugget tempe

Lampiran 2. Kuisioner uji sensoris

KUISIONER UJI SENSORI

Nama/NIM : Tanggal :

No Hp : Tanda tangan :

Dihadapan anda disajikan sampel nugget tempe dengan pengawet alami

kecombrang. Anda diminta memberikan penilaian terhadap parameter yang telah

ada dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang tersedia.

1. Warna bagian dalam nugget

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Kuning keabuan 1Kuning kecoklatan 2Kuning 3Putih kekuningan 4

2. Aroma tempe

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Tidak terasa 1Agak terasa 2Terasa 3Sangat terasa 4

3. Aroma kecombrang

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Sangat kuat 1Kuat 2Agak kuat 3Tidak kuat 4

4. Tekstur

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Tidak kenyal 1

38

Page 39: Usul penelitian Nugget tempe

Agak kenyal 2Kenyal 3Sangat kenyal 4

5. Cita rasa

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Tidak enak 1Agak enak 2Enak 3Sangat enak 4

6. Kesukaan

SkalaSampel

444 225 687 427 879 755 318 741 194 984Tidak suka 1Agak suka 2Suka 3Sangat suka 4

39

Page 40: Usul penelitian Nugget tempe

Lampiran 3. Diagram alir pembuatan nugget tempe dengan pengawet kecombrang

Tempe

Ukuran diperkecil dengan dipotong-potong

Dikukus selama 30 menit

Dihaluskan dengan menggunakan mortar

Tempe halusTepung terigu 8%Tapioka 8%Garam 2%Bawang putih 2%Lada bubuk 1,25%Telur 5%STPP 0,5%Pengawet kecombrang

Diaduk sampai tercampur rata

Dikukus selama 30 menit

Dibiarkan dingin dan dibentuk/dipotong

Dicelupkan dalam adonan terigu

Dilumuri dengan tepung panir

Disimpan dalam freezer selama 24 jam

Digoreng selama 2 menit

Nugget tempe

40