USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan...

28
USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAM COUNTERING VIOLENT EXTREMISM DESEMBER 2017 Dokumen ini disusun oleh tim konsultan Management Systems International untuk dikaji oleh United States Agency for International Development.

Transcript of USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan...

Page 1: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/INDONESIA

ANALISIS GENDER DALAM

COUNTERING VIOLENT EXTREMISM

DESEMBER 2017 Dokumen ini disusun oleh tim konsultan Management Systems International untuk dikaji oleh United States Agency for International Development.

Page 2: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia

Analisis Gender dalam

Countering Violent Extremism

Kontrak dibawah

Indonesia Monitoring & Evaluation Support Project

PERNYATAAN

Pandangan dan pendapat penulis didalam dokumen ini tidak mencerminkan pandangan dan pendapat

dari United States Agency for International Development ataupun Pemerintah Amerika Serikat.

Page 3: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism i

Akronim

AIPJ II Australia Indonesia Partnership for Justice II

BNPT Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

CVE Countering Violent Extremism / penanggulangan kekerasan ektrimis

Desmigratif Desa Migran Produktif

Densus 88 Detasemen Khusus 88

FGC Focus Grup Consultation / konsultasi grup terarah

FKPT Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme

Kesbangpol Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Pos PAUD Pos Pendidikan Anak Usia Dini

PPTKLN Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian

Ketenagakerjaan Republik Indonesia

USAID United States Agency for International Development

UU Undang-Undang

VE Violent Extremism / kekerasan ektrimis

WNI Warga Negara Indonesia

Page 4: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism ii

Daftar Isi

Akronim .............................................................................................................................................. i

Daftar Isi ............................................................................................................................................ ii

Ringkasan Eksekutif ...................................................................................................................... 1 1. Latar Belakang ........................................................................................................................................... 3

1.1. Tujuan ...................................................................................................................................................... 3 1.2. Pertanyaan Analisis Gender ........................................................................................................... 3 1.3. Metodologi ............................................................................................................................................. 4

2. Hasil Analisis Gender dalam CVE ....................................................................................................... 5 2.1. Hukum, Peraturan dan Kebijakan yang berkaitan dengan CVE .................................. 5 2.2. Akses Informasi .................................................................................................................................... 7 2.3. Peran Gender dalam Organisasi Ekstremis ............................................................................ 9 2.4. Peran Perempuan dan Laki-Laki dalam Pencegahan Kekerasan Ekstrim .............. 9 2.5. Dampak dan Strategi Bertahan Hidup .................................................................................. 10

3. Kesimpulan ............................................................................................................................................... 11 4. Inisiatif Program Gender dan CVE .................................................................................................. 13 5. Rekomendasi ........................................................................................................................................... 13

Dokumen Rujukan ...................................................................................................................... 15

Lampiran 1 Kerangka Analisis................................................................................................ 16

Lampiran 2 Instrumen Pengumpulan Data ....................................................................... 18

Lampiran 3 Informan Kunci .................................................................................................... 22

Lampiran 4 Rencana Kerja ....................................................................................................... 24

Page 5: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 1

Ringkasan Eksekutif

Analisis gender ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu gender dan kesenjangan gender

secara makro, serta mendokumentasikannya sebagai bagian dari proses penyusunan program

Contering Violent Extremism oleh USAID. Pertanyaan-pertanyaan analisis disusun menggunakan

kerangka kerja analisis gender USAID yang fokus pada kebijakan dan institusi, akses

informasi, peran-peran gender, norma-norma sosial dan kultural yang mempengaruhi peran

gender, dan pola-pola kepemimpinan.

Analisis gender ini menggunakan metode kualitatif. Temuan-temuan yang dilaporkan dalam

penelitian diperoleh melalui kajian dokumen, publikasi riset yang berkaitan dengan CVE,

wawancara mendalam semi terstruktur, dan Focus Group Consultation (FGC). Wawancara

mendalam semi terstruktur dan FGC melibatkan 54 informan kunci yang terdiri dari 20

orang laki-laki dan 34 orang perempuan dari berbagai kelompok kepentingan. Data analisis

dilakukan dengan cara triangulasi untuk memastikan validitas dan konsistensi data yang

kemudian diinterpretasi menggunakan perspektif gender. Gender analisis ini tidak

dimaksudkan untuk menilai atau mengevaluasi program-program CVE yang sudah dilakukan

oleh pemerintah Indonesia maupun organisasi masyarakat sipil.

Hasil analisis gender terhadap kelima domain yang diteliti dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Paradigma kebijakan penanggulangan violent extremism di Indonesia adalah

penanggulangan terorisme, sehingga upaya pencegahan mengalami ketertinggalan.

Kebijakan penanggulangan terorisme yang mengacu pada Undang-Undang No.15

Tahun 2003 masih netral gender dalam konteks penanggulangan atau pencegahan

violent extremism. Upaya-upaya pencegahan yang lebih banyak diinisiasi oleh organisasi

masyarakat sipil di daerah, mengindikasikan lemahnya kapasitas kepemimpinan

pemerintahan lokal dalam memahami dan merespon ancaman radikalisme dan

ekstrimisme yang semakin marak.

2. Partisipasi masyarakat dalam organisasi ekstremis didorong oleh kombinasi faktor

internal dan external. Faktor-faktor internal diantaranya adalah rasa marah terhadap

ketidakadilan, terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan publik, dan ancaman

terhadap norma-norma dan kultur keagamaan yang diyakini. Faktor eksternal adalah

keberadaan organisasi ekstremis yang menjanjikan kebersamaan kolektif berbasis

keagamaan, perlindungan terhadap norma-norma keagamaaan dan identitas kolektif

berbasis keagamaan.

3. Baik laki-laki maupun perempuan terlibat dalam organisasi ekstremis dan kekerasan

ekstrim. Organisasi tersebut mengandalkan kepemimpinan karismatik laki-laki. Peran

kepemimpinan diberikan kepada laki-laki. Mereka dipercayai memiliki pengetahuan keagamaaan lebih tinggi dan kemampuan memimpin yang lebih baik dari perempuan.

Namun, peran-peran perempuan juga tidak kalah strategis daripada laki-laki.

Perempuan dalam organisasi ekstremis dapat berperan sebagai pendidik, pendakwah,

pengumpul dana, perekrut, penyedia logistik, dan pendamping suami. Perempuan juga

berperan melahirkan dan mengasuh anak yang diproyeksikan menjadi mujahid.

4. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pencegahan radikalisme dan ekstremisme.

Perbedaan cara pandang perempuan dan laki-laki dalam memaknai fenomena

kekerasan dan perbedaan mereka dalam menginternalisasi rasa aman, rasa damai,

Page 6: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 2

harmoni sosial dan terhadap keterbukaan yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari,

memungkinan perempuan memegang kepemimpinan strategis dalam kegiatan

pencegahan radikalisme dan ekstremisme. Maka, kepemimpian perempuan perlu

dipromosikan dalam CVE.

5. Dalam situasi krisis karena terdampak oleh radikalisme, fundamentalisme agama dan

kekerasan ekstrim, laki-laki dan perempuan dalam keluarga mengalami rasa

kehilangan dan kedukaan karena kehilangan anggota keluarga. Absennya pemimpin

keluarga dan pencari nafkah utama, mendorong perempuan untuk mengambil posisi

kepemimimpinan guna mempertahankan ekonomi keluarga. Perempuan membangun

jaringan solidaritas antar perempuan untuk mendukung kemandirian sosial dan

ekonomi.

Untuk merespon isu-isu gender dan ketimpangan gender dalam CVE, direkomendasikan

beberapa strategi berikut:

1. CVE harus mengupayakan agar hukum dan kebijakan penanggulangan kekerasan ekstrim mengintegrasikan perspektif gender, hak perempuan dan hak anak.

Perempuan dan organisasi perempuan harus berpartisipasi dalam setiap proses

pembuatan hukum dan kebijakan CVE di tingkat nasional dan lokal.

2. CVE perlu menggunakan pendekatan keluarga dan komunitas untuk mendukung

ketahanan keluarga dan komunitas dari ancaman radikalisme dan kekerasan ekstrim.

Ketahanan keluarga dan komunitas harus mempromosikan kepemimpinan perempuan

dan orang muda di pedesaan dan perkotaan.

3. Program CVE direkomendasikan untuk mendukung terwujudnya pembangunan desa

yang inklusif melalui penguatan kepemimpinan pemerintahan desa dan penguatan

kapasitas masyarakat.

4. Program-program CVE harus memperkuat kapasitas pemerintahan lokal dalam

merespon VE dan isu gender terkait CVE termasuk kapasitas perencanaan

penganggaran, pengintegrasian dalam program pembangunan dan koordinasi antar

sektoral.

5. Program-program CVE harus bekerja dengan organisasi berbasis keagamaan yang

progresif untuk menyebarluaskan narasi-narasi anti-radikalisme, mempromosikan

kesetaraan gender dan keberagaman secara online dan offline.

6. Perlu penelitian lebih rinci tentang dampak propaganda poligami, anti keluarga

berencana dan anti imunisasi terhadap situasi kesehatan perempuan dan anak-anak.

Page 7: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 3

1. Latar Belakang

Perkembangan fundamentalisme Islam di Timur Tengah memiliki dampak besar bagi Indonesia.

Kemunculan organisasi ekstremis yang mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan

masyarakat dari berbagai kelas sosial, meningkatkan tendensi intoleransi berbasis keagamaan

dan penggunaan kekerasan yang mengancam hak asasi manusia, harmonisasi sosial dan

keberagaman. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil termasuk universitas, lembaga riset,

lembaga berbasis keagamaan dan organisasi perempuan telah melakukan langkah-langkah

penindakan dan pencegahan penyebaran faham-faham ekstremisme dengan berbagai inisiatif,

yang meliputi penyelenggaraan riset, penguatan hukum, dan rehabilitasi.

USAID bersama dengan pemerintah Indonesia mempersiapkan sebuah proyek penanggulangan

kekerasan ekstrim yang akan dimulai pada tahun 2018. Dalam kaitannya dengan pengembangan

proyek-proyek baru, kebijakan USAID mengharuskan adanya gender analisis dalam sektor

khusus yang akan dikembangkan. Bagi USAID, gender analisis adalah sebuah upaya sistematis

untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan peran, pembagian

kerja, sumber daya, hambatan, kebutuhan, kesempatan, kapasitas dan kepentingan perempuan

dan laki-laki termasuk anak perempuan dan anak laki-laki, dalam konteks sosial, ekonomi,

politik dan budaya tertentu. Ruang lingkup analisis akan tergantung dari level kebutuhan dari

departemen teknis, dengan tujuan agar ketidaksetaraan gender dan hambatan keberdayaan

perempuan dapat direspon, sehingga kesetaraan gender dan keberdayaaan perempuan

tercermin dalam tujuan program.

1.1. Tujuan

Analisis gender ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu gender di level makro dalam CVE,

sebagai salah satu sumber informasi untuk program CVE yang sedang disusun oleh USAID.

Analisis ini melihat sektor hukum dan kebijakan tentang CVE, akses informasi terhadap

organisasi ekstremis dan faktor-faktor yang mendorong perempuan dan laki-laki memasuki

organisasi ekstremis, peran-peran gender dalam organisasi ekstremis, serta dampak

keterlibatan anggota keluarga dengan organisasi ekstrim terhadap laki-laki dan perempuan.

Rekomendasi dari analisis ini akan di integrasikan dalam kerangka program serta kerangka

monitoring, evaluasi dan pembelajaran.

1.2. Pertanyaan Analisis Gender

Pertanyaaan-pertanyaan dalam analisis gender ini dikembangkan dari kerangka kerja analisis

gender USAID yang melihat hukum, kebijakan dan institusi; akses sumber daya, peran-peran

gender; norma sosial dan budaya; dan pola kepemimpinan sebagai domain analisis gender.

Pengembangan beberapa pertanyaan spesifik dilakukan untuk memperkaya dan memperkuat

analisis gender sesuai dengan kebutuhan sektor CVE.

Pertanyaan-pertanyaan penelitian disusun dalam kerangka sebagai berikut:

A. Hukum, Peraturan, Kebijakan

1. Apa saja aturan dan kebijakan yang berkaitan tentang CVE?

2. Bagaimana aturan dan kebijakan itu berdampak pada laki2 dan perempuan?

B. Akses Informasi

1. Bagaimana perempuan dan laki-laki memperoleh informasi tentang organisasi

ekstremis?

Page 8: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 4

2. Bagaimana informasi-informasi itu mendorong laki-laki dan perempuan bergabung

dengan organisasi ekstremis?

C. Peran Gender

1. Apa peran laki-laki dan perempuan dalam mempromosikan ekstrimisme?

2. Apa peran laki-laki dan perempuan dalam organisai ekstremis?

3. Bagaimana norma-norma sosial dan kultural yang berkaitan dengan peran gender

berkontribusi mendorong laki-laki dan perempuan untuk bergabung dengan

organisasi ekstremis?

4. Bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam pencegahan kekerasan ekstrim?

D. Dampak Bagi Keluarga

1. Bagaimana keterlibatan anggota keluarga dengan organisasi ekstrim berdampak bagi

laki-laki dan perempuan?

2. Bagaimana laki-laki dan perempuan bertahan dari dampak tersebut

Agar konsisten dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, laporan analisis gender disusun

berdasarkan keempat tema pertanyaan. Pembahasan tentang norma-norma sosial-kultural dan

pola-pola kepemimpinan yang berkaitan dengan peran-peran gender dijelaskan dalam tema-

tema tersebut.

1.3. Metodologi

Gender analisis ini menggunakan metode kualitatif. Temuan-temuan yang dilaporkan dalam

penelitian ini diperoleh dari kajian dokumen, publikasi riset yang berkaitan dengan CVE,

wawancara mendalam semi terstruktur dan Focus Group Consultation (FGC). Wawancara dan

FGC melibatkan 54 informan kunci yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 34 orang perempuan

dari berbagai kelompok kepentingan.

Wawancara mendalam semi terstruktur dilakukan dengan perwakilan beberapa organisasi yang

bekerja di sektor CVE, organisasi perempuan, organisasi internasional dan nasional yang

bekerja di sektor migrasi, organisasi berbasis keagamaan, institusi riset yang berkaitan dengan

program CVE, perwakilan beberapa lembaga pemerintah, dan perwakilan dari beberapa

organisasi ekstremis. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang situasi

hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, sumber-sumber informasi tentang organisasi

ekstremis dan bagaimana masyarakat dapat mengakses informasi dan terdorong untuk ikut

menjadi partisipan organisasi ekstremis. Wawancara juga menggali peran-peran gender dalam

organisasi ekstremis, dan strategi bertahan hidup dari keluarga yang anggotanya terlibat VE.

Data juga diperoleh dari FGC dengan anggota masyarakat perempuan dan laki-laki secara

terpisah di Solo, Kabupaten Tangerang, Dompu, dan Bima. Oral inform consent diberikan oleh

semua individu yang terlibat dalam FGC, dengan catatan nama informan dan nama daerah

asalnya tidak disebutkan dalam laporan penelitian ini. FGC bertujuan untuk menggali informasi

tentang bentuk-bentuk kekerasaan ekstrim yang terjadi dalam masyarakat setempat, serta

bagaimana kekerasan dilihat dari sudut pandang laki-laki dan perempuan. FGC juga

dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari masyarakat laki-laki dan perempuan tentang

kebijakan lokal yang berkaitan dengan CVE.

Data dianalisis dengan triangulasi untuk memastikan validitas dan konsistensi data, kemudian

diinterpretasi menggunakan perspektif gender. Gender analisis dalam CVE ini tidak

dimaksudkan untuk menilai atau mengevaluasi program-program CVE yang sudah dilakukan

Page 9: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 5

oleh pemerintah Indonesia maupun organisasi masyarakat sipil. Penggalian isu-isu gender yang

masih menjadi gap atau sudah direspon oleh institusi pemerintah ataupun organisasi

masyarakat sipil, akan menjadi pengetahuan dalam memperkaya proses design program CVE

yang akan datang. Selain itu, lingkup analisis gender ini terbatas pada pertanyaan analisa

tertentu dan informasi yang diperoleh dari informan kunci.

2. Hasil Analisis Gender dalam CVE

2.1. Hukum, Peraturan dan Kebijakan yang berkaitan dengan CVE

Indonesia tidak memiliki hukum dan peraturan khusus tentang CVE. Kebijakan penanggulangan

violent extremism yang dimiliki oleh Indonesia adalah hukum tentang penanggulangan terrorisme

yang dilandasi oleh Undang-Undang (UU) No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme. Dengan menggunakan UU tersebut, pemberantasan terorisme berfokus

pada penindakan yang dilaksanakan oleh detasemen khusus anti-teror atau lebih dikenal

dengan Densus 88.1

Tujuh tahun sejak berlakunya UU tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2010. BNPT memiliki tiga divisi yang

menggambarkan tugas dan fungsinya. Divisi-divisi tersebut meliputi Divisi Operasi yang bekerja

sama dengan detasemen khusus anti teror dalam kepolisian untuk mengumpulkan dan

mengkoordinasikan data intelijen, monitoring dan penangkapan; Divisi Pencegahan,

Perlindungan dan Deradikalisasi; serta Divisi Kerjasama Internasional.

Selama lebih dari satu dekade, kebijakan penanggulangan terorisme fokus pada penangkapan

dan penindakan teroris. Sementara itu penanganan kondisi sebelum teror terjadi atau upaya

pencegahan, kurang terdengar. Sebuah kemajuan terjadi pada tahun 2011, ketika Divisi

Pencegahan-BNPT mengeluarkan rencana strategis periode 2010 – 2014. Di dalam rencana

tersebut, terdapat strategi pencegahan yang memiliki empat tujuan besar. Pertama, peningkatan

kesadaran melalui diseminasi informasi, pelatihan dan propaganda anti teroris. Kedua,

perlindungan obyek-obyek vital, area perumahan dan tempat-tempat publik dari tindakan

terorisme. Ketiga, menurunkan penyebaran ideologi dan propaganda radikal. Keempat,

mencegah masyarakat agar tidak terpengaruh dengan ideologi radikal, serta pemutusan

hubungan atau disengagement antara pelaku teror, keluarga dan jaringannya dari terorisme.2

Untuk melengkapi upaya pencegahan, BNPT secara bertahap membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang di mulai pada tahun 2012 di tingkat provinsi yang

beranggotakan tokoh-tokoh agama, wakil organisasi kepemudaan, akademisi, dan pemimpin

beberapa organisasi masyarakat sipil. Kegiatan FKPT pada umumnya adalah mempromosikan

dialog untuk pencegahan terorisme melalui seminar. Di tiap-tiap provinsi, kerjasama antara

FKPT dengan pemerintah provinsi dikoordinasikan oleh Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol).

Seminar-seminar dan kegiatan seremonial diselenggarakan untuk diseminasi faham anti

radikalisme dan terorisme. Namun, informan dari organisasi perempuan yang diwawancarai

1 Informasi lebih rinci lihat laporan International Crisis Group, “Deradicalization” and Indonesian Prisons, Asia

Report No 142, 18 November 2007. 2 Untuk informasi lebih lanjut, lihat BNPT, “Rencana Strategis Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan

Deradikalisasi”.

Page 10: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 6

menyayangkan absennya isu-isu perempuan dari substansi seminar dan dialog pencegahan

terorisme. Mereka menjelaskan bahwa dari perspektif perempuan, pengabaian persoalan-

persoalan perempuan yang terkait dengan radikalisme, dapat dikatakan sebagai pengabaian

terhadap keamanan insani.3 Keamanan insani yang dimaknai sebagai keamanan hidup sehari-

hari setiap manusia ditandai dengan tiadanya ancaman terhadap tubuh, kebebasan, dan tumbuh

kembang dimana perempuan dan laki-laki dapat memiliki hidup yang baik. Dengan demikian,

keamanan insani merupakan kondisi yang memungkinkan manusia hidup tanpa ancaman dan

tekanan sehingga dapat menikmati hak-hak asasinya.

Dengan mengedepankan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan keamanan insani,

perempuan menengarai bahwa ideologi Islam yang digunakan oleh organisasi-organisasi

ekstremis di Indonesia telah menghalangi kebebasan perempuan dan anak perempuan,

mengeksploitasi tubuh perempuan dan mengancam hak-hak perempuan. Ancaman terhadap

hak-hak perempuan dapat dilihat dalam praktik-praktik poligami, anti-keluarga berencana,

serta anti imunisasi yang dijalankan dan dikampanyekan oleh kelompok ekstremis.4 Ideologi

Islam yang dipraktikkan dalam bentuk domestikasi perempuan, eksploitasi tubuh perempuan melalui eksploitasi rahimnya serta ancaman terhadap kebebasan perempuan menjadi alert bagi

situasi hak asasi manusia di Indonesia, terlebih jika praktik-praktik yang dilakukan oleh

kelompok kecil mulai disebarkan melalui kampanye secara meluas.5 Informan dari organisasi

perempuan dan masyarakat melaporkan bahwa praktik-praktik poligami, anti-keluarga

berencana dan anti-imunisasi ditemukan dalam komunitas keluarga pengikut organisasi

ekstremis di salah satu lokasi penelitian. 6 Eksploitasi rahim perempuan untuk terus

memproduksi anak adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang meneror tubuh perempuan

dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah tentang keluarga berencana yang salah satu

tujuannya adalah perlindungan terhadap hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Sedangkan

tindakan anti-imunisasi yang dipraktikkan terhadap anak dalam keluarga pengikut organisasi

ekstremis merupakan halangan terhadap tumbuh kembang anak dan mengabaikan kebijakan

pemerintah tentang kesehatan anak yang dipromosikan salah satunya melalui imunisasi.

Meskipun praktik-praktik kekerasan berbasis gender yang bermuara pada ideologi Islam dalam

organisasi ekstremis semakin berkembang di Indonesia, pemerintah belum melihat persoalan

tersebut sebagai bagian dari persoalan terorisme. Sementara, kekerasan berbasis gender yang

melekat dalam perkembangan radikalisme menunjukkan bahwa radikalisme berbasis ideologi

Islam memproduksi dampak yang berbeda bagi kehidupan laki-laki dan perempuan. Oleh

karena itu, paradigma hukum dan kebijakan tentang penanggulangan kekerasan ekstrim di masa

depan harus mengenali perbedaan dampak tersebut. Perspektif gender perlu diintegrasikan

dalam kebijakan yang berkaitan dengan CVE dengan memberikan pengakuan pada perbedaan

pengalaman perempuan dan laki-laki dalam memaknai teror, keamanan dan perdamaian.

Undang-Undang No.15 Tahun 2003 secara substantif dipandang sebagai peraturan yang masih

netral gender. 7 Adanya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam terorisme saat ini,

menunjukkan perlunya integrasi perspektif gender secara eksplisit dalam UU Penanggulangan

Terorisme, peraturan-peraturan pelaksanaan dan rencana aksi baik di tingkat nasional dan

lokal. Penting untuk digaris bawahi bahwa hasil FGC di tiga area penelitian menunjukkan

3 Interview tanggal 8 September 2017 4 Interview tanggal 11 September 2017 5 Interview tanggal 9 September 2017. 6 Interview tanggal 28 September 2017 7 Interview tanggal 9 September 2017

Page 11: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 7

keraguan atas kapasitas pemerintah lokal dalam menangani ekstrimisme, 8 demikian juga

organisasi perempuan menyangsikan kapasitas pemerintah lokal dalam mengintegrasikan isu

gender dalam penanggulangan dan pencegahan ekstremisme.9 Oleh karena itu, penelitian yang

lebih mendalam perlu dilakukan untuk memetakan situasi dan kapasitas pemerintah lokal dalam

penanggulangan dan pencegahan ekstrimisme.

2.2. Akses Informasi

Informasi tentang organisasi ekstremis dan faham-faham radikal pada dasarnya dapat diakses

melalui dua saluran informasi yaitu offline dan online. Saluran online diantaranya adalah

Facebook, Website, Twitter, WhatsApp dan Telegram. Sedangkan saluran offline terdiri dari

beberapa majalah yang diproduksi oleh organisasi ekstremis. Saluran offline juga termasuk

interaksi antara manusia dalam pengajian, majelis taklim, dakwah, dan bisnis-bisnis islami yang

dimiliki oleh organisasi ekstremis. 10 Penyebaran informasi juga terjadi dalam lembaga

pendidikan melalui guru agama Islam,11 dalam penjara melalui interaksi dengan narapidana

teroris,12 dan dalam keluarga melalui pengasuhan.13 Dengan saluran-saluran informasi yang

relatif mudah diakses oleh segala golongan masyarakat ditambah dengan narasi yang memikat, organisasi ekstremis telah menarik perhatian laki-laki dan perempuan untuk menjadi simpatisan

atau anggota.

Teknik perekrutan disesuaikan dengan profil masyarakat yang ditarget. Contoh, perekrutan

anak-anak muda dan mahasiswa lebih banyak menggunakan saluran online karena kehidupan

sehari-hari mereka dekat dengan teknologi komunikasi dan media sosial. Informasi ditawarkan

melalui facebook dan website agar bisa dikunjungi oleh anak-anak muda dan mahasiswa.

Sementara teknik offline dilakukan di dalam kampus, melalui masa orientasi mahasiswa.

Mahasiswa yang direkrut dengan teknik offline juga mendapatkan pendampingan hingga mereka

siap dimasukkan ke dalam jaringan komunitas kajian agama Islam yang lebih besar.14 Dalam

perekrutan anak-anak muda, organisasi ekstremis menggunakan nilai-nilai maskulinitas yang

menggambarkan jihad sebagai perang membela ketidakadilan dan ketertindasan yang dialami

oleh warga Muslim. Dengan narasi kepahlawanan, laki-laki dan perempuan muda masuk dalam

organisasi ekstremis.15

Organisasi ekstremis juga menawarkan kekuatan solidaritas terhadap kelompok marjinal yang

terpinggirkan dari proses demokrasi dan mengalami ketersingkiran karena digusur dari tempat

tinggalnya. Kelompok marjinal ini meyakini bahwa kekuatan solidaritas kelompok dapat

mengamplifikasi suara dalam negosiasi politik dan meningkatkan posisi tawar. Janji solidaritas

kelompok telah menarik laki-laki dan perempuan dari keterpinggiran dan keputusasaan

kedalam organisasi ekstremis yang menjanjikan dukungan kolektif dan harapan keadilan.16

Ketertarikan orang untuk menjadi anggota organisasi ekstremis juga karena adanya daya tarik

narasi religius termasuk pembentukan identitas Islami. Tren gaya hidup “barat” yang marak di

kalangan kelas menengah dianggap sebagai ancaman terhadap budaya Islam. Organisasi

ekstremis menawarkan gaya hidup Islami dan makna religius yang murni kepada laki-laki dan

8 FDC tanggal 18, 22, 27 September 2017 9 Interview tanggal 11 september 2017 10 Interview tanggal 11 September 2017 11 Interview tanggal 22 September 2017 12 Interview tanggal 15 September 2017 13 Interview tanggal 17 September 2017 14 FGC tanggal 19 September 2017 15 FGC tanggal 19 September 2017 16 FGC tanggal 19 September 2017

Page 12: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 8

perempuan. Namun, karena perempuan dianggap sebagai simbol kemurnian agama, maka

organisasi ekstremis memperlihatkan simbol-simbol kemurniannya melalui perempuan, dengan

menerapkan norma-norma keagamaan yang kaku terhadap perempuan.17

Keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam organisasi ekstremis menunjukkan bahwa proses

ideologisasi dan radikalisasi dengan mengeksplorasi faktor-faktor pendorong internal dan

eksternal menjadikan perempuan dan laki-laki memiliki militansi. Namun, dalam masyarakat

patriarki dimana norma-norma sosial-kultural memproduksi nilai-nilai yang tidak adil terhadap

perempuan, sehingga perempuan menjadi kelompok yang tertinggal dalam bidang pendidikan

dan ekonomi, terpinggir dari proses pengambilan keputusan dalam keluarga, maka keterlibatan

perempuan dalam organisasi ekstremis harus diakui tidak hanya sebagai subyek, tapi juga

sebagai obyek (korban).18

Kerentanan perempuan karena kekurangan pengetahuan agama menjadikannya mudah menjadi

korban. Namun diantara kelompok perempuan, kelompok buruh migran merupakan

kelompok yang paling rentan. Profil buruh migran perempuan yang rata-rata kurang berpendidikan formal, tidak memiliki pengetahuan agama yang cukup, mengalami tekanan sosial

dan individual, jauh dari keluarga dan tidak terjangkau oleh kehadiran negara, menjadikan

mereka mengalami kerentanan yang berlapis-lapis. Menurut informasi dari seorang perekrut,

proses perekrutan buruh migran perempuan, menggunakan teknik online melalui media sosial.19

Salah satu faktor yang menjadikan buruh migran perempuan menjadi rentan untuk direkrut

menjadi anggota organisasi ekstremis adalah karena hilangnya rasa ke-Indonesia-an

(nationhood) sebagai akibat dari pengabaian oleh perwakilan negara di luar negeri.20 Buruh

migran yang selama ini menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara, dipandang sebagai

warga negara kelas empat di luar negeri, setelah keluarga diplomat, cendekiawan, mahasiswa

dan WNI pekerja kerah putih di luar negeri.21 Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

hubungan antara migrasi, perburuhan migran dan CVE, diperlukan penelitian lebih lanjut,

karena penelitian ini tidak secara khusus membahas pola perekrutan buruh migran.

Teknik lain yang digunakan untuk merekrut anggota perempuan adalah dengan cara

perkawinan. Informan dari organisasi perempuan melaporkan bahwa beberapa anggotanya di

Jawa Barat telah direkrut dengan cara perkawinan. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari

konstruksi sosial tentang keperempuanan yang selama ini dinilai dengan kemampuan

melahirkan dan mengasuh anak. Perkawinan juga dinilai menjadi salah satu cara untuk

melepaskan keluarga dari beban menghidupi anak, karena perempuan yang menikah akan

menjadi tanggungan suaminya. Budaya patriarki juga mempercayai nilai-nilai kutural yang

menyatakan bahwa “perawan tua” adalah aib keluarga. Oleh karena itu, menjodohkan dan

mengawinkan anak perempuan merupakan pilihan untuk menghindarkan keluarga dari aib.

Nilai-nilai kultural yang melingkupi hidup perempuan yang secara tidak langsung menempatkan

perkawinan sebagai destinasi hidup perempuan, menjadikan perkawinan bukan pilihan murni

bagi sebagian perempuan. Selain nilai kultural, masyarakat setempat juga mempercayai nilai-

nilai keagamaan yang menyatakan bahwa perkawinan dengan anggota kelompok ekstremis

merupakan bagian dari memuliakan perintah agama. Perempuan dan keluarganya juga

17 Interview tanggal 3 November 2017 18 Interview tanggal 3 November 2017 19 Interview tanggal 16 October 2017 20 Interview tanggal 9 September 2017 21 Interview tanggal 9 September 2017

Page 13: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 9

berpendapat bahwa hal tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan pengakuan sebagai

perempuan yang lebih religius.22

2.3. Peran Gender dalam Organisasi Ekstremis

Organisasi ekstremis adalah organisasi maskulin yang mengandalkan kepemimpinan

karismatik laki-laki. Dalam menjalankan peran-peran kepemimpinan organisasi, laki-laki

menentukan strategi gerakan baik dalam bentuk penyebaran ideologi melalui dakwah maupun

seminar-seminar keagamaan. Laki-laki diposisikan sebagai pimpinan dan penentu substansi

karena laki-laki dianggap lebih memiliki pengetahuan keagamaan. Sebagai organisasi maskulin,

organisasi ekstremis memposisikan perempuan dalam berbagai peran kecuali peran-peran

kepemimpinan.23 Perempuan sebagai agen aktif dalam organisasi ekstremis menjalankan

berbagai macam peran. Perempuan bisa berperan sebagai pendidik, pendakwah, pengumpul

dana, perekrut, penyedia logistik, pelaku bom bunuh diri, penghubung rahasia, atau

berperang. Disamping itu, perempuan juga diakui sebagai pendamping suami, melahirkan dan

mendidik anak untuk berjihad.24

Dalam organisasi ekstremis, perempuan menjalankan peran-peran tradisional dan non-

tradisional. Tradisi maskulin dalam organisasi ekstremis membungkus peran-peran tradisional

seperti melahirkan, mengurus anak dan mendampingi suami, sebagai “jihad kecil”.25 Label

jihad yang dilekatkan pada peran-peran tradisional perempuan memberikan efek yang kuat

bagi perempuan. Dengan label jihad melekat pada peran melahirkan, melahirkan anak bukan

lagi peristiwa reproduksi perempuan, tetapi diyakini menjadi peristiwa perjuangan untuk

mencapai cita-cita yang lebih besar. Pelabelan peran melahirkan sebagai “jihad kecil”

merupakan efek maskulin pada peristiwa melahirkan, sekaligus memberikan efek

ketertundukan perempuan tanpa syarat. Maka tidak mengherankan jika perempuan-

perempuan yang hidup dibawah tradisi maskulin harus terus-menerus melahirkan anak tanpa

penolakkan, karena melahirkan anak adalah bentuk jihad bagi perempuan.

Mencermati pembagian peran dalam organisasi ekstremis, perempuan juga memiliki peran-

peran strategis dalam penyebaran paham-paham radikal hingga penyerangan obyek-obyek

strategis. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki potensi untuk

menjadi radikal. Proses radikalisasi dan ideologisasi dalam organisasi ekstremis juga

memungkinkan laki-laki dan perempuan menjadi agen aktif dari gerakan ekstrimisme. Oleh

sebab itu, program-program deradikalisasi dan disengagement yang masih mempertahankan

stereotipe perempuan tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Fenomena keterlibatan

perempuan dalam peran-peran strategis di dalam organisasi ekstremis telah menggugurkan

stereotipe gender.

2.4. Peran Perempuan dan Laki-Laki dalam Pencegahan Kekerasan Ekstrim Yang dimaksud dengan pencegahan kekerasan ekstrim dalam konteks ini adalah upaya-upaya

yang dilakukan agar masyarakat tidak masuk kedalam organisasi ekstremis. Pencegahan

kekerasan ekstrim membutuhkan partisipasi dari semua warga masyarakat untuk menjamin

kepemilikan warga atas proses dan substansinya. Namun, dikarenakan penyebaran faham-

faham radikalisme dimulai dari tingkat keluarga, maka keluarga sebagai satuan masyarakat yang

terkecil menjadi kekuatan strategis untuk menangkalnya. Dalam hal ini, perempuan yang sehari-

22 Interview tanggal 8 September 2017 23 Interview tanggal 20 September 2017 24 Interview tanggal 3 November 2017 25 Interview tanggal 19 September 2017

Page 14: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 10

hari memiliki peran pengasuhan dan pendidikan sangat menentukan resiliensi anak-anak muda

dari pengaruh radikalisme. Penguatan peran perempuan dalam pencegahan radikalisme juga

sejalan dengan pandangan perempuan tentang rasa aman, harmoni dan perdamaian.

Berdasarkan wawancara dan diskusi dengan beberapa informan, perempuan berpandangan

bahwa tindakan intoleransi yang disertai dengan kekerasan, meskipun dilakukan atas nama

agama, adalah ancaman terhadap kedamaian hidup, keamanan keluarga dan harmoni sosial.

Mereka juga berpendapat bahwa anak-anak yang diinduksi dengan intoleransi dan kekerasan

akan melihat tindakan kekerasan dalam kesehariannya, sehingga mereka akan mereplikasi

tindakan tersebut. Sementara, laki-laki berpandangan bahwa semua tindakan intoleran dan

kekerasan tersebut tidak dipandang intoleran dan keras jika untuk menegakkan agama. Bagi

laki-laki, nilai-nilai agama harus ditegakkan dan dibela, jika perlu dengan kekerasan.26

Perbedaan cara pandang perempuan dan laki-laki terhadap fenomena kekerasan dan intoleransi

dalam konteks lokal tertentu menunjukkan bahwa budaya damai, anti-kekerasan dan

keterbukaan melekat dalam kehidupan perempuan karena pengalaman hidupnya sebagai care giver dalam keluarga dan komunitas. Dalam masyarakat Indonesia, peran-peran caring yang

melekat pada perempuan terlihat pada kerja-kerja kerelawanan di pos pelayanan kesehatan

terpadu (posyandu), pos pendidikan anak usia dini (pos PAUD), atau pengorganisasian

dukungan masyarakat pada peristiwa kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, program

pencegahan kekerasan ekstrim harus mempromosikan kepemimpinan perempuan, karena

pencegahan kekerasan ekstrim tidak dapat dipisahkan dari upaya membangun perdamaian,

harmoni sosial, dan keterbukaan terhadap yang berbeda.

Partisipasi laki-laki dalam pencegahan kekerasan ekstrim dibutuhkan untuk mendukung

kepemimpinan perempuan. Di wilayah dimana masyarakatnya masih meyakini kepemimpinan

karismatik laki-laki, program pencegahan kekerasan ekstrim dapat menggunakan

kepemimpinan laki-laki untuk mengamplifikasi suara dan kepentingan perempuan.

2.5. Dampak dan Strategi Bertahan Hidup

Radikalisme dan ekstrimisme membawa berbagai dampak bagi keluarga. Dampak pertama dan

utama yang dirasakan oleh keluarga ketika anggota keluarganya terlibat dengan organisasi

eksterimis adalah rasa kehilangan. Keluarga yang anak-anaknya masuk dalam organisasi

ekstremis dan tidak tahu nasib anak-anaknya, berjuang mengatasi rasa kehilangan dengan

mencari informasi tentang keberadaan anak-anak mereka. Sementara istri-istri yang kehilangan

suaminya karena berjihad di luar negeri atau di penjara karena keterlibatannya dalam

terorisme, kehilangan kepala keluarga dan pencari nafkah utama.27

Dalam situasi krisis dimana kepala keluarga dan pencari nafkah utama tidak ada di tengah-

tengah keluarga, perempuan adalah penopang utama kehidupan keluarga. Dalam beberapa

kasus dimana para suami meninggalkan keluarga untuk berjihad, para istri menanggung seluruh

beban keluarga termasuk menghidupi anak-anak mereka. Dalam hal ini, perempuan tidak hanya

bertanggung jawab secara ekonomi dengan memastikan bahwa anak-anak dan anggota keluarga

lainnya cukup pangan, tetapi juga memastikan bahwa mereka mendapat perlindungan dari

stigma dan bullying. 28 Dari berbagai kasus terorisme, istri dan anak-anak narapidana teror tidak

mendapat pendampingan dan penguatan secara sosial dan ekonomi. Salah satu upaya untuk

26 FGC tanggal 18, 22, 27 September 2017 27 Interview tanggal 8 september & 9 Oktober 2017 28 Interview tanggal 9 September 2017

Page 15: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 11

bertahan hidup, istri-istri jihadis membentuk perkumpulan sebagai jalinan solidaritas antar istri

dan penguatan ekonomi kolektif dengan membentuk beberapa usaha.29 Bagi perempuan yang

masih berada di dalam jaringan organisasi ekstremis, cara bertahan hidup dan mendapat

perlindungan adalah dinikahkan dengan jihadis lain sehingga perempuan tidak keluar dari

lingkungan organisasi ekstremis.30

Beban yang ditanggung oleh perempuan keluarga teroris tidak berhenti pada urusan ekonomi.

Dalam berbagai kasus terorisme, istri yang kehilangan suami juga harus berhadapan dengan

hukum karena tuduhan memberi perlindungan dan menyembunyikan teroris. Panjangnya

proses hukum yang harus dilalui, membuat perempuan-perempuan ini harus meninggalkan

anak-anak mereka tanpa pengasuhan yang layak.31

Proses bertahan hidup yang berat utamanya dialami oleh mantan narapidana teroris dan

keluarganya. Mantan narapidana teroris yang telah selesai menjalankan hukuman dan harus

kembali ke masyarakat mendapatkan tantangan sosial dan ekonomi karena penolakan

masyarakat dan dunia kerja. Di satu sisi mereka dituntut oleh masyarakat untuk menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya, tapi disisi lain masyarakat dan dunia kerja menolak

mereka karena memiliki sejarah keterlibatan dengan organisasi ekstremis.32 Tantangan hidup

paska-penjara yang dialami oleh para mantan teroris harus mendapat respon secara

komprehensif. Program-program CVE diharapkan dapat melihat peluang ini sebagai jalan bagi

pencegahan kekerasan esktrim. Pendekatan disengagement dengan tujuan keberdayaan

ekonomi dan sosial bagi perempuan dan laki-laki mantan narapidana teroris dapat menjadi

salah satu strategi pencegahan kekerasan ekstrim.

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari beberapa domain yang diteliti, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dalam konteks hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE dapat disimpulkan

bahwa paradigma kebijakan penanggulangan violent extremism di Indonesia adalah

penanggulangan terorisme, sehingga kerja-kerja pencegahan mengalami

ketertinggalan. Kebijakan penanggulangan terorisme yang mengacu pada Undang-

Undang No.15 Tahun 2003 masih netral gender, sehingga belum mengakomodasi

perbedaan kebutuhan dan kepentingan laki-laki dan perempuan dalam konteks

penanggulangan atau pencegahan violent extremism. Isu-isu gender dan kekerasan berbasis gender yang berkaitan dengan violent extremism tidak terkandung dalam

substansi UU No. 15 Tahun 2003, sehingga dalam kebijakan penindakan dan

pencegahan, isu-isu gender masih terabaikan. Kerja-kerja pencegahan yang lebih

banyak diinisiasi oleh organisasi masyarakat sipil di daerah, mengindikasikan lemahnya

kapasitas kepemimpinan pemerintahan lokal dalam memahami dan merespon

ancaman radikalisme dan ekstrimisme yang semakin marak.

2. Masyarakat masuk dan berpartisipasi dalam organisasi ekstremis didorong oleh

berbagai faktor. Kombinasi antara faktor internal dan external mendorong laki-laki

dan perempuan berpartisipasi dalam organisasi ekstremis. Faktor-faktor internal

29 Interview tanggal 11 September 2017 30 Interview tanggal 19 September 2017 31 Interview tanggal 17 Oktober 2017 32 Interview tanggal 19 Oktober 2017

Page 16: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 12

diantaranya adalah rasa marah terhadap ketidakadilan, rasa putus asa dan

terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan publik, serta ancaman terhadap

norma-norma dan kultur keagamaan yang diyakini. Sementara, faktor eksternal adalah

keberadaan organisasi ekstremis yang menjanjikan kebersamaan kolektif berbasis

keagamaan, perlindungan terhadap norma-norma keagamaaan dan identitas kolektif

berbasis keagamaan. Organisasi tersebut juga menjanjikan rasa solidaritas sesama

Muslim yang diyakini dapat mengamplifikasi suara yang menuntut keadilan, dan janji

adanya pemerintahan yang lebih adil dan makmur bagi umat Islam yaitu sistem

pemerintahan Khilafah. Janji-janji yang dinarasikan dalam bentuk propaganda dan

dakwah disebarluaskan melalui media sosial (online), dan berbagai medium yang

memungkinkan interaksi antar manusia. Dalam hal ini, gender tidak menghalangi laki-

laki dan perempuan dalam mengakses informasi, sebaliknya bahkan memberikan akses

khusus terhadap informasi yang dibedakan sesuai dengan peran perempuan dan laki-

laki dalam organisasi ekstremis. Dikarenakan konstruksi sosial yang membedakan

posisi perampuan dan laki-laki dalam keluarga, keterlibatan perempuan dalam

organisasi ekstremis dapat disebabkan oleh kesadaran bebas (agen aktif) atau indoktrinasi dan tekanan keluarga atau suami.

3. Laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam organisasi ekstremis dan

kekerasan ekstrim. Organisasi ekstremis merupakan organisasi yang mengandalkan

kepemimpinan karismatik laki-laki. Peran-peran pemimpin diberikan kepada laki-laki

karena mereka dipercayai memiliki pengetahuan keagamaaan lebih tinggi dan

kemampuan memimpin yang lebih baik dari perempuan. Namun, peran-peran

perempuan juga tidak kalah strategis daripada laki-laki. Perempuan dalam organisasi

ekstremis dapat berperan sebagai pendidik, pendakwah, pengumpul dana, perekrut,

penyedia logistik, dan pendamping suami. Perempuan juga berperan melahirkan dan

mengasuh anak yang diproyeksikan menjadi mujahid. Organisasi ekstremis

mengunakan nilai maskulinitas untuk membungkus peran-peran tradisional

perempuan, seperti melahirkan dan mengasuh anak, dengan menyebutnya sebagai

“jihad kecil”. Oleh karena itu, peran melahirkan dan mengasuh anak menjadi bagian

dari cita-cita yang besar. Posisi dan peran perempuan yang strategis dalam organisasi

ekstremis menggugurkan stereotipe gender yang melekat terhadap perempuan.

4. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pencegahan radikalisme dan ekstremisme.

Perbedaan cara pandang perempuan dan laki-laki dalam memaknai fenomena

kekerasan dan perbedaan mereka dalam menginternalisasi rasa aman, rasa damai,

harmoni sosial dan keterbukaan terhadap yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari,

memungkinan perempuan memegang kepemimpinan strategis dalam kegiatan

pencegahan radikalisme dan ekstremisme. Oleh karena itu, kepemimpian perempuan

harus dipromosikan dalam CVE, sejalan dengan pengalaman hidup perempuan sebagai

agen pembangun perdamaian dan harmoni sosial.

5. Dalam situasi krisis karena terdampak oleh radikalisme, fundamentalisme agama dan

kekerasan ekstrim, laki-laki dan perempuan dalam keluarga mengalami rasa

kehilangan dan kedukaan karena kehilangan anggota keluarga. Dalam konteks

absennya pemimpin keluarga dan pencari nafkah utama, perempuan mengambil

kepemimimpinan untuk mempertahankan ekonomi keluarga. Perempuan membangun

jaringan solidaritas antar perempuan untuk mendukung kemandirian sosial dan

ekonomi.

Page 17: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 13

4. Inisiatif Program Gender dan CVE

Bagian ini menjelaskan beberapa strategi gender dalam penanggulangan violent extremism dari

UN Women, Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) II dan Kementerian Tenaga

Kerja, yang sedang berlangsung di Indonesia.

UN Women melaksanakan proyek preventing violent extremism di Indonesia dan Bangladesh

mulai tahun 2017, yang berfokus pada pemberdayaan, advokasi dan riset. Pada pilar

pemberdayaan, UN Women melakukan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui koperasi,

inisiasi model-model Kampung Damai, dan edukasi perempuan yang fokus pada kepemimpinan

perempuan, hak-hak ekonomi, manajemen keuangan, dan kesetaraan gender. Pada pilar

advokasi, UN Women mendukung BNPT dalam mengintegrasikan sensitifitas gender ke dalam

Rencana Aksi Nasional CVE. Dalam bidang riset, UN Women merencanakan dua riset besar

yang berkaitan dengan dinamika partisipasi perempuan dalam radikalisme dan CVE, serta

survei untuk menggali faktor-faktor yang menyebabkan keterlibatan perempuan dalam

kekerasan ekstrim. UN Women memilih beberapa kota di Jawa dan Madura yang meliputi

Kota Solo, Bogor, Depok, Malang, dan Sumenep.

AIPJ II yang pada tahun 2017 memulai fase kedua dari proyek kerjasama dengan pemerintah

Indonesia di bidang hukum dan keadilan, memiliki satu pilar khusus yaitu CVE. AIPJ II memiliki

dua strategi gender dalam pilar CVE nya, pertama adalah integrasi gender dalam kegiatan

deradikalisasi deportan dan returnees dengan mendukung kerjasama antara Dinas Sosial dan

Organisasi Masyarakat Sipil. Strategi kedua yang merupakan gender stand-alone initiative,

merupakan pembentukan model pemberdayaan yang berbasis keluarga. Dalam hal ini, AIPJ

mendukung inisiatif-inisiatif pencegahan radikalisme di komunitas dengan pendekatan keluarga,

terutama di komunitas buruh migran di Jember dan komunitas pesantren di Cirebon. AIPJ juga

mendukung perencanaan strategis kelompok kerja perempuan untuk CVE yang terbentuk pada

awal tahun 2017.

Kementerian Ketenagakerjaan melalui direktur penempatan dan perlindungan tenaga kerja

luar negeri yang menjalankan mandat perlindungan dan pembinaan tenaga kerja Indonesia di

luar negeri mengkonfirmasi maraknya perekrutan buruh migran di luar negeri sebagai

anggota kelompok ekstremis. Sejak tahun 2017, direktorat Penempatan dan Perlindungan

TKI ke Luar Negeri (PPTKLN) memperkuat peran dan fungsi atase ketenagakerjaan yang

bertugas di kedutaan besar Indonesia, terutama di negara-negara tujuan yang diindikasikan

berpotensi terjadinya perekrutan buruh migran Indonesia oleh organisasi ekstremis seperti

Singapur, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan. Atase ketenagakerjaan melakukan kegiatan

penjangkauan buruh migran untuk merawat rasa kebangsaan dan kedekatan dengan

pemerintah dan mensosialisasikan bahaya radikalisme dan ekstremisme. Sementara di dalam

negeri direktorat PPTKLN memfasilitasi pembentukan desmigratif (desa migran produktif).

Dalam Desmigratif, kementerian ketenagakerjaan bekerjasama dengan pemerintahan desa

untuk penguatan ekonomi mantan buruh migran supaya tidak kembali menjadi buruh migran

di luar negeri, dan pusat informasi migran yang juga memberikan informasi tentang bahaya

radikalisme dan ekstrimisme. Saat ini sudah ada 122 desa migran produktif.

5. Rekomendasi

Untuk merepon isu-isu gender dan ketimpangan gender dalam CVE, direkomendasikan

beberapa strategi berikut:

Page 18: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 14

1. CVE harus mengupayakan agar hukum dan kebijakan penanggulangan kekerasan

ekstrim mengintegrasikan persperktif gender, hak perempuan dan hak anak, karena

radikalisme dan kekerasan ekstrim mengancam hidup perempuan dan anak-anak.

Analisis gender harus dilakukan dalam mengkonstruksi kebijakan nasional dan lokal

untuk menemukan isu-isu gender dan mengintegrasikan dalam substansi hukum dan

kebijakan tentang CVE. Direkomendasikan agar perempuan dan organisasi

perempuan berpartisipasi dalam setiap proses pembuatan hukum dan kebijakan CVE

di tingkat nasional dan lokal.

2. CVE perlu menggunakan pendekatan keluarga dan komunitas untuk mendukung

ketahanan keluarga dan komunitas dari ancaman radikalisme dan kekerasan ekstrim,

karena radikalisme dan kekerasan ekstrim mengancam ketahanan keluarga dan

harmoni sosial. Ketahanan keluarga dan komunitas harus mempromosikan

kepemimpinan perempuan dan orang muda di pedesaan dan perkotaan.

3. Radikalisme secara sistematis menarget desa sebagai basis perluasan dukungan.

Program CVE direkomendasikan untuk mendukung terwujudnya pembangunan desa

yang inklusif melalui penguatan kepemimpinan pemerintahan desa dan penguatan kapasitas masyarakat. Kekuatan kepemimpinan desa dan masyarakat yang terorganisir

diarahkan untuk membangun sistem deteksi dini terhadap radikalisme dengan

merevitalisasi forum-forum warga dengan melibatkan perempuan dan orang muda.

4. Program-program CVE harus memperkuat kapasitas pemerintahan lokal dalam

merespon VE dan isu gender terkait CVE, termasuk kapasitas perencanaan

penganggaran, pengintegrasian dalam program pembangunan dan koordinasi antar

sektoral.

5. Radikalisme dan kekerasan ekstrim menggunakan narasi agama untuk memperluas

dukungan, memperbesar organisasi dan mempengaruhi politik negara. Oleh karena

itu, program-program CVE harus bekerja dengan organisasi berbasis keagamaan yang

progresif untuk menyebarluaskan narasi-narasi anti-radikalisme, mempromosikan

kesetaraan gender dan keberagaman secara online dan offline.

6. Organisasi ekstremis mempromosikan poligami, anti keluarga berencana dan anti

imunisasi dalam komunitasnya, dan meluaskan propagandanya kepada masyarakat luas

melalui media sosial dan media mainstream. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih

detil tentang dampak propaganda poligami, anti keluarga berencana dan anti imunisasi

terhadap situasi kesehatan perempuan dan anak-anak.

Page 19: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 15

Dokumen Rujukan Bloom, M. 2011. Bombshell: Women & Terrorism. University of Pennsylvania Press.

Philadelphia.

BNPT. 2010. Rencana Strategis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 2010-2014. Badan

Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Jakarta.

Chowdhury Fink, Naureen; Barakat, Rafia & Shetret, Liat. 2013. “The Roles of Women in

Terrorism, Conflict and Violent Extremism: Lessons for the United

Nations and International Actors”. Policy Brief. Center for Global

Counterterrorism Cooperation, USA.

Fealy, Greg & Funston, John. 2016. Indonesian and Malaysian Support for the Islamic State (Final

Report). USAID.

Huckerby, Jayne & Satterthwaite, Margaret. 2013. Gender, National Security, and Counter-

Terrorism: Human Rights Perspectives. 1st Edition. Routledge. Abingdon,

Oxon, UK.

Republik Indonesia. 2003. UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme. Republik Indonesia.

ICG.2007. “Deradicalization and Indonesian Prisons”. Asia Report. No.142. International

Crisis Group (ICG). Jakarta.

IPAC. 2017. The Radicalisation of Indonesian Women Workers in Hong Kong. Jakarta.

Sumpter, Cameron. 2017. Countering Violent Extremism in Indonesia: Priorities, Practice, and the

Role of Civil Society. Journal for Deradicalization. No.11. pp.112-147.

USAID. 2017. ADS Chapter 205, Integrating Gender Equality and Female Empowerment in

USAID’s Program Cycle. United State Agency for International Development.

Washington, D.C.

USAID. 2011. The Development Response to Violent Extremism and Insurgency: Putting Principles

into Practice. United State Agency for International Development (USAID).

Washington, D.C.

USIP. 2015. Charting a New Course: Women Preventing Violence Extremism. United States

Institute of Peace (USIP). Washington DC.

Page 20: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 16

Lampiran 1 Kerangka Analisis

Data Required Data Sources Data Collection

Methods

Data Analysis Methods

1. What are the existing laws, regulations, and policies related to CVE and how that laws impact women and men differently?

A. Data on existing laws, regulation

and policies related to CVE

B. Different experience of men and

women related to laws,

regulation and policies impact

A. BNPT

B. CSO, WRO/WLO,

C. Women and men in selected

communities

A. Key informant semi-

structure interviews

B. Focus group

Consultation

C. Desk study of secondary

data

A. Analysis of qualitative data

B. Data triangulation

2. Where do women and men obtain the information to become extremist and how those nformation trigger them in joining extremist

organization

A. Data on the pattern of

recruitment

B. Various of factors that influence

the pattern of recruitment

A. BNPT

B. Ministry of Manpower

C. National Commission on Anti

Violence Against Women

D. WRO/WLO, CSO

E. Scholar

A. Key informant

interviews

A. Analysis of qualitative data

B. Data Triangulation

3. How gender roles contribute to the promotion and prevention CVE?

A. The different constructed roles

of women and men to contribute

in promoting VE

B. Different constructed roles of

women and men that contribute

to each sex in participating and

serving extremist organization

C. The role of women and men in

preventing VE

A. BNPT

B. National Commission On anti

VAW

C. CSO, WRO/WLO

D. Scholar

E. Women and men in selected

community

A. Key informant

interviews

B. Focus Group

consultation

A. Analysis of qualitative data

B. Data triangulation

Page 21: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 17

Data Required Data Sources Data Collection

Methods

Data Analysis Methods

D. Set of Cultural norms and beliefs

in different context on gender

roles contribute to trigger men

and women in joining extremist

organization

Page 22: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 18

Lampiran 2 Instrumen Pengumpulan Data

Guidance questions for Government Officials

1. What are the government laws and policies dealing with CVE in prevention,

response, rehabilitation and reintegration?

2. How this laws and policies impact in women and men differently? How the

government response to those different impacts? Is there any specific measure to response women specific needs?

3. Where do men and women usually obtain information about extremist

organizations?

4. How does information trigger women and men in joining extremist organizations?

5. What are the roles of women and men in promoting violent extremism?

6. What are the roles of women and men in participating and serving the interest of

violence extremism?

7. How do cultural norms and beliefs on gender roles contribute to trigger men and

women in joining extremist organizations?

8. How do cultural norms and beliefs on gender roles of men and women contribute in

preventing violent extremism?

9. How are men and women in the family impacted by their member of family joining

extremist groups?

10. How do men and women in the family cope when family member become

radicalized or joint extremist group? How government support their struggle to

cope with the impacts?

Guidance Questions for Government Officals Specific on Migrant Workers

Issues

1. How does the Ministry translate the government’s law and policies on CVE into its

mandate?

2. What are the Ministry initiatives/ program/policies in preventing migrant workers

from joining extremist group?

3. How does the Ministry contribute to the rehabilitation and reintegration of the

migrant workers who joint extremist organizations?

4. How does the Ministry support the migrant workers’ family when member of their

family joining extremist organizations?

Page 23: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 19

Guidance Questions to CSO, WRO/WLO, and Scholar

1. What are the government laws and policies dealing with CVE in prevention,

response, rehabilitation and reintegration?

2. How this laws and policies impact in women and men differently? How the

government response to those different impacts? Is there any specific measure to

response women specific needs?

3. Where do men and women usually obtain information about extremist

organizations?

4. How does the information trigger women and men in joining extremist

organizations?

5. What are the roles of women and men in promoting violent extremism?

6. What are the roles of women and men in participating and serving the interest of

extremist organizations?

7. How do cultural norms and beliefs on gender roles contribute to trigger men and

women in joining extremist organizations?

8. How do cultural norms and beliefs on gender roles of men and women contribute in

preventing violent extremism?

9. How are men and women in the family impacted by their member of family joining

extremist groups?

10. How do men and women in the family cope when family member become radicalized

or joint extremist group? How government support their struggle to cope with the

impacts?

11. What are the role of CSO, WRO/WLO, and Scholar in countering violence

extremism?

Page 24: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 20

Guidance Questions for International Organization

1. What are the government laws and policies dealing with CVE in prevention,

response, rehabilitation and reintegration?

2. How this laws and policies impact in women and men differently? How the

government response to those different impacts? Is there any specific measure to

response women specific needs?

3. Where do men and women usually obtain information about extremist

organizations?

4. How does information trigger women and men in joining extremist organizations?

5. What are the roles of women and men in promoting violent extremism?

6. What are the roles of women and men in participating and serving the interest of

violent extremism?

7. How do cultural norms and beliefs on gender roles contribute to trigger men and

women in joining extremist organizations?

8. How do cultural norms and beliefs on gender roles of men and women contribute in

preventing violent extremism?

9. How are men and women in the family impacted by their member of family joining

extremist groups?

10. How do men and women in the family cope when family member become

radicalized or joint extremist group? How government support their struggle to

cope with the impacts?

11. What are the role of IOM in preventing/ countering VE

12. How do the program/ project related to CVE have impact in men and women

differently?

13. How do the program/project protect women and young women from violent

extremism?

14. How do the program/project response to women and young women specific needs?

15. How do the program/project support family reintegration for community

stabilization?

Page 25: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 21

Guidance Questions for Focus Group Discussion with women and men in the

community

1. Do men and women in the community understand about violence extremism? What

are the form of violence extremism?

2. Do men and women in the community have knowledge on government policy on

CVE?

3. Do men and women have knowledge on extremist organization in the community?

How men and women in the community obtain the information to become

extremist? How does the information trigger women and men in joining extremist

organizations?

4. How do men and women in the community response to any kind of radical and

violent activities that threat to their peace and security and social harmony?

5. What are the roles of women and men in the community in promoting and

preventing violent extremism and how?

6. What are the role of men and women in participating and serving the interest of

extremist organizations?

7. How cultural norms and beliefs on gender roles contribute to trigger men and

women in joining extremist organization?

8. How are men and women in the family impacted by men or women member of the

family joining extremist group? And how they cope?

9. How men and women in the community support the process of reintegration?

Page 26: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 22

Lampiran 3 Informan Kunci

Wawancara

Sektor Institusi TIngkat

Kementerian dan

Lembaga

- Kementerian Luar Negeri

- BNPT

- Kementerian Tenaga Kerja- Direktur

Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri - Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia

- Kementerian Sosial

Nasional

Badan pemerintahan

- Komisi Nasional Anti Kekerasan

Terhadap Perempuan

- Kepolisian

Nasional

- Kepolisian daerah Lokal

Civil Society

Organization

- Asian Moslem Network

- Kemitraan/Partnership for Good Governance

- The Habibi Center

- CSave

- SPEK-HAM

- Kappal Perempuan

- Koalisi Perempuan Indonesia

Nasional

- Solidaritas Perempuan untuk Kemanuasiaan dan HAM (SPEK-HAM)

- GP Ansor

- Koalisi Perempuan Indonesia

Lokal

Lainnya - Peneliti bidang keagamaan

- ICRP

- IOM

- Wahid institute

- PP Muslimah/NU

- APIJ II

- UN Women

Nasional

- Jurnalis

- Pekerja Migran

- Aktivis perempuan

- Peneliti

Lokal

Page 27: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 23

Focus Group Consultation (FGC)

Partisipan TIngkat

Fatayat NU Lokal

Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh

pemuda

Lokal

Anggota LSM Lokal

Pengacara Lokal

Aktivis Lokal

Warga masyarakat Lokal

*FGC dilakukan di empat lokasi dimana pengelompokkan grup disesuaikan dengan sensitifitas materi yang

dikonsultasikan.

Page 28: USAID/INDONESIA ANALISIS GENDER DALAMpdf.usaid.gov/pdf_docs/PA00N61G.pdf · hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan CVE, ... Oral inform consent diberikan oleh semua individu yang

USAID/Indonesia Analisis Gender dalam Countering Voilent Extremism 24

Lampiran 4 Rencana Kerja

Task / Deliverables W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 W9 W10

GA launch; Work Plan

development & submission

Document review

Interviews w/ USAID, IPs, and

Jakarta-based stakeholders

Field visits to selected provinces

Analysis and report drafting

Revision of GA report, based on

USAID comments

Submission and presentation or

briefing to USAID of GA report