Upload

27
1 Etik, Disiplin dan Hukum Kedokteran Pendahuluan Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan pasien. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan hormat menghormati. 1 Sejak terwujudnya praktik kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengakui adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati, serta integritas ilmiah dan moral yang tidak diragukan. 1 Di Indonesia, Kode Etik Kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah pancasila, sebagai landasan adil dan UUD 1945 sebagai landasan struktural. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter baik yang tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian telah menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). 1 1

description

etika disiplin

Transcript of Upload

Page 1: Upload

1

Etik, Disiplin dan Hukum Kedokteran

Pendahuluan

Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua

insan yaitu manusia penyembuh dan pasien. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut

transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara

konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan hormat menghormati.1

Sejak terwujudnya praktik kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengakui adanya

beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik

dan bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati, serta integritas

ilmiah dan moral yang tidak diragukan.1

Di Indonesia, Kode Etik Kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma

yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah

pancasila, sebagai landasan adil dan UUD 1945 sebagai landasan struktural. Dengan

maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran,

para dokter baik yang tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan, dan

penelitian telah menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).1

Skenario Kasus

Dr. P adalah seorang dokter spesialis obgyn yang berpengalaman. Beliau barau saja

akan menyelesaikan tugas jaga malamnya di sebuah rumah sakit ketika seorang wanita

muda datang dengan ditemani oleh ibunya untuk berobat. Si pasien lalau menceritakan

keluhannya yaitu mengalami perdarahan per vaginam dan sangat kesakitan. Dr. P lalu

melakukan pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami keguguran

atau mencoba melakukan aborsi. Dr. P segera melakukan dilatasi dan curettage dan

mengatakan kepada suster untuk menanyakan kepada keluarga pasien apakah dia bersedia

diopname di rumah sakit sampai keadaannya benar-benar baik. Tidak lama kemudian dr.

Q datang untuk menggantikan dr. P yang langsung pulang tanpa berbicara kepada pasien.

Pembahasan

1

Page 2: Upload

2

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)1

Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksakana profesinya sesuai dengan profesi

yang tertinggi

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang dapat mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik

hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan

pasien

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang

dapat menimbulkan keresahan masyarakat

Pasal 7

Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya

Pasal 8

Seorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih sayang dan

penghormatan atas martabat manusia

Pasal 9

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,

dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan

2

Page 3: Upload

3

dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam

menangani pasien

Pasal 10

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawat, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 11

Setiap dokter harus senantiasa mengingatkan kewajiban melindungi hidup makhluk

insani

Pasal 12

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat da memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik

fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang

sebenar-benarnya

Pasal 13

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat harus saling menghormati

Etika Kedokteran2

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu

pengetahuan tentang azas akhlak. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998), etika adalah:

1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.

2. Kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Menurut Kamus Kedokteran (Ramli dan Pamuncak, 1987), etika adalah pengetahuan

tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.

Hukum Kesehatan2

Definisi hukum tidak dapat memuaskan semua pihak karena banyak seginya, dan

demikian luasnya sehingga sulit disatukan dalam satu rumusan.

3

Page 4: Upload

4

Yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan perundangan, seperti yang terdapat

dalam hukum pidana, hukum perdata, hukum tata Negara, dan hukum administrasi

Negara.

Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan

Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung

dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi

perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai penerima pelayanan

kesehatan maupun sebagai pihak penyelenggara kesehatan dalam segala aspek,

organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan dan

hukum, serta sumber hukum lain.

Persamaan Etika dan Hukum2

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.

2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.

3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling merugikan.

4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.

5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.

Perbedaan Etik dan Hukum2

1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum.

2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan

pemerintah.

3. Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-

undang dan lembaran/berita negara.

4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan, sanksi terhadap pelanggaran

hukum berupa tuntutan.

5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI) yang dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan atau

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang dibentuk oleh IDI, pelanggaran

hukum diselesaikan oleh pengadilan.

6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesaian

4

Page 5: Upload

5

pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien3

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Pasal 14

Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh kelimuan dan

keterampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan

seuatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya, ia wajib

merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.

Pasal 15

Setiap dokter wajib memberikan kepada pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi

dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian

masalah pribadi lainnya.

Pasal 16

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia

Pasal 17

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya

Hak Pasien3

Dalam hubungan dokter dengan pasien, pasien memiliki hak-haknya yang harus

dihormati oleh para dokter. Hak-hak asasi itu dapat dibatasi atau dilanggar apabila tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya persetujuan

tindakan medik, persetujuan menjadi donor dalam tindakan transplantasi atau kesediaan

ikut dalam penelitian biomedik. Kadang-kadang atas perintah undang-undang hak asasi

itu dilanggar, seperti wajib berperan serta dalam kegiatan imunisasi, karena adanya

wabah. Dalam KODEKI terdapat pasal tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang

merupakan pula hak-hak pasien yang perlu diperhatikan. Pada dasarnya hak-hak pasien

5

Page 6: Upload

6

adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk mati secara wajar.

2. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan profesi

kedokteran.

3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya.

4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat menarik

diri dari kontrak terapetik.

5. Memperoleh penjelasan tantang riset kedokteran yang akan diikutinya.

6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran.

7. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan kepada dokter

yang merujuknya setelah konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan

atau tindak lanjut.

8. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi.

9. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit.

10. Berhubungan dengankeluarga, penasihat, rohaniawan, dan lain-lain yang diperlukan

selama perawatan di rumah sakit.

11. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat, pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan Rontgen, Ultrasonografi, CT-Scan, MRI, dan sebagainya

(kalau dilakukan), biaya kamar bedah, kamar bersalin, imbalan jasa dokter, dan lain-

lainnya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa hak memperoleh informasi atau penjelasan

merupakan hak asasi pasien yang paling utama, bahkan dalam tindakan-tindakan khusus

diperlukan Persetujuan Tindakan Medik (PTM) yang ditandatangani oleh pasien dan/atau

keluargannya.

Dalam memberikan informasi kepada pasien, kadang kala agak sulit menentukan

informasi yang mana yang harus diberikan, karena sangat bergantung pada usia,

pendidikan, keadaan umum pasien dan mentalnya. Namun pada umumnya dapat

dipedomani hal-hal berikut:

1. Informasi yang diberikan haruslah dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien.

2. Pasien harus dapat memperoleh informasi tentang penyakitnya, tindakan-tindakan

yang akan diambil, kemungkinan komplikasi dan risiko-risikonya.

6

Page 7: Upload

7

3. Untuk anak-anak dan pasien penyakit jiwa, informasi diberikan kepada orang tua

atau walinya.

Dalam UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52 dinyatakan

hak-hak pasien adalah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis,

meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain, mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan

dengan kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis.

Kewajiban Pasien3

Jika ada hak, tentu ada kewajiban. Dalam kontrak terapetik antara dokter dan pasien,

memang dokter mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan panggilan

perikemanusiaan. Namun, pasien yang telah mengikatkan dirinya dengan dokter, perlu

juga memperhatikan kewajiban-kewajibannya sehingga hubungan dokter dan pasien yang

sifatnya saling hormat-menghormati dan saling percaya-mempercayai terpelihara baik.

Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

1. Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter.

2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya.

3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

4. Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan di rawat di rumah sakit dan lain-

lainnya.

5. Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembuh.

6. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan, dan pengobatan serta

honorarium dokter.

Hak Dokter3

Sebagai manusia biasa dokter memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan

keluarga, di samping tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat. Kerena itu dokter

juga memiliki hak yang harus dihormati dan dipahami oleh masyarakat sekitanya. Hak-

hak dokter adalah sebagai berikut:

1. Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin

Praktik (SIP).

7

Page 8: Upload

8

2. Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang

penyakitnya.

3. Bekerja sesuai standar profesi.

4. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,

agaman, dan hati nuraninya.

5. Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya kerja sama

pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan gawat darurat.

6. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat

atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya.

7. Hak atas kebebasan pribadi dokter.

8. Ketentraman bekerja.

9. Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.

10. Menerima imbalan jasa.

11. Menjadi anggota perhimpunan profesi.

12. Hak membela diri.

Kewajiban Dokter3

Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan selalu

lebih mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya. Dalam

menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku “Aegroti Salus Lex Suprema” yang berarti

keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (yang utama). Kewajiban dokter yang

terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman

sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri telah dibahas di dalam KODEKI.

Dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51 dinyatakan

bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah:

1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur

operasional serta kebutuhan medis pasien.

2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau

kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan

atau pengobatan.

8

Page 9: Upload

9

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah

pasien itu meninggal dunia.

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin

pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau

kedokteran gigi.

Hak serta kewajiban dokter dan pasien perlu disosialisasikan di kalangan dokter dan

di tengah-tengah masyarakat agar tiap-tiap pihak dapat memahami, menghayati,

menghormati, dan mengamalkannya. Dengan demikian, diharapkan hubungan pasien dan

dokter dapat berlangsung dengan baik dan masyarakat pun akan bebas dari keresahan.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat1

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Pasal 18

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan

Sesama dokter sebagai sejawat sebenarnya ingin saling diperlakukan sama oleh

teman sejawatnya (golden rule). Konteks kesejawatan dalam hal ini adalah kesetaraan

hubungan antar sejawat, tidak ada salah satu yang diduga berperilaku menyimpang.

Makna berikutnya ialah agar setiap dokter menahan diri untuk tidak membuat sulit,

bingung, kecewa/marah sejawatnya sehingga terwujud organisasi profesi yang tangguh

dengan tradisi luhur pengabdi profesi sebagai model panutannya.4

Contoh: hindari tindakan tidak kolegial seperti perbuatan sangat tidak kolegial ialah

bila seorang dokter mengejek teman sejawat dan mempergunjingkan dengan pasien atau

orang lain tentang perbuatannya yang dianggap kurang benar.4

Hindari pencemaran nama baik: Seorang dokter harus menghindarkan diri dari

mencemarkan nama baik sendiri, ibarat seperti “menepuk air di dulang terpecik muka

sendiri” selain ada pula aspek hukumnya.4

9

Page 10: Upload

10

Bimbingan dokter senior: Sebagai sejawat senior dokter wajib membimbing teman

sejawatnya yang lebih muda, terutama yang berada di bawah pengawasannya.4

Melecehkan: Seorang dokter janganlah sekalipun mengatakan sejawatnya yang lebih

muda atau lebih tua, di muka umum, bahwa ia lulusan baru dan belum berpengalaman

atau sudah terlalu tua, ilmunya kuno dan sebagainya.4

Hati-hati dan menahan diri: Seorang dokter harus memahami bahwa pada umumnya

masyarakat kita belum begitu memahami tentang hubungan yang begitu erat antara

dokter dengan dokter, sehingga kadang-kadang mereka melakukan sesuatu yang

cenderung mengadu domba dimana seorang pasien mengunjungi dua atau tiga dokter

untuk penyakitnya dan pada akhirnya memilih dokter yang dalam ucapan dan

perbuatannya sesuai dengan selera dan harapannya.4

Mempersulit rekomendasi (persyaratan perizinan): Seorang birokrat yang secara

sengaja mempersulit sejawat lain yang persyaratannya administrasinya sudah memenuhi,

dikategorikan melanggar etik.4

Pasal 19

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis

Setiap dokter seharusnya memahami dan menyadari bahwa masalah saling toleransi

menjadi kunci dari penegak etik kesajawatan ini. Pada umumnya, jika seseorang sudah

percaya pada seorang dokter maka dokter tersebut akan terus dicari pasien walaupun

keadaan praktiknya jauh dari rumahnya. Saat ini di kota besar perkembangan

pengetahuan masyarakat umum maju dengan pesat. Penyakit dengan pengobatannya akan

lebih terbuka dengan tele-health care, e-health, menggunakan teknologi informasi

komunikasi. Beberapa ketentuan globalisasi di masa depan, akan menjadi pemicu

perubahan tentang etika.4

Seorang dokter harus paham, bahwa seorang pasien yang telah kehilangan

kepercayaan pada seorang dokter, tidak dapat dipaksa untuk kembali mempercayainya.

Dokter yang memahami hal tersebut di atas dan kemudian menerima pasien yang

bersangkutan harus berusaha menasihatinya agar kembali ke dokter pertama dan bila

10

Page 11: Upload

11

pasien tidak bersedia, dokter kedua tidak dapat dikatakan merebut pasien dari pihak

pertama.4

Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent5

UU RI Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran Bagian Ketiga: Pemberi Pelayanan

Paragraf 2

Pasal 45

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter atau

dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan secara lengkap

(3) Penjelasan sebagaimana dmaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencangkup:

diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif

tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis

terhadap tindakan yang dilakukan

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pasal 2 dapat diberikan baik secara tertulis

maupun lisan

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus

diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 diatur dengan

Peraturan Menteri

PTM adalah terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent. Sesungguhnya

terjemahan ini tidak begitu tepat. Informed artinya telah diberitahukan, telah

disampaikan, atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan

kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian informed consent adalah

persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. Ada dua

bentuk PTM yaitu:

1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent) yang terdiri dari pada saat

11

Page 12: Upload

12

keadaan normal atau darurat.

2. Dinyatakan (expressed consent) yang meliputi secara lisan atau tertulis.

Persetujuan5

Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat

informasi yang adekuat. Yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan

persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa (di atas 21 tahuh atau sudah menikah) dan

dalam keadaan sehat mental.

Dalam banyak PTM yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini lebih

sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian

terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga

pasien atau atas alasan lain.

Untuk pasien yang di bawah umur 21 tahun, dan pasien gangguan jiwa yang

menandatangani adalah orang tua/wali/keluarga terdekat atau induk semang. Untuk

pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan

tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun (pasal 11 bab IV

Permenkes No. 585).

Sama dengan yang diatur dalam Permenkes tentang PTM ini, The Medical Defence

Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Clinical Practice menyatakan bahwa ada

lima syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya PTM:

1. Diberikan secara bebas.

2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian.

3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat

memahami tindakan itu perlu dilakukan.

4. Mengenai sesuatu hal yang khas.

5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama.

Penolakan5

Seperti dikemukakan pada bagian awal, tidak selamanya pasien atau keluarga setuju

dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian, kalangan

12

Page 13: Upload

13

dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga

mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai

informed refusal.

Tidak ada hak dokter untuk memaksa pasien mengikuti anjurannya, walaupun dokter

menganggap penolakan bisa gawat atau kematian pada pasien.

Bila dokter gagal dalam menyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang

diperlukan untuk keamanan di kemudian hari sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta

pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik

yang diperlukan.

Etika Klinik6

Dalam penanganan pasien di klinik perlu diterapkan standar pelayanan medik yang

bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik di bawah standar dan melindungi

profesi dari tuntutan tidak wajar sekaligus merupakan pedoman pengawasan dan

peningkatan mutu pelayanan.

Selanjutnya dalam mengambil keputusan untuk tindakan medik di klinik, dari segi

etik dianjurkan untuk mengamalkan etika klinis yang merupakan etika terapan untuk

mengenal, menganalisis, dan menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik (Jonsen

et, al, 2002).

Setiap kasus di klinik terutama yang menonjol aspek etiknya dianjurkan pendekatan

praktis dalam mengambil keputusan dengan menggunakan 4 topik seperti, indikasi

medik, pilihan pasien, kualitas hidup, dan gambaran kontekstual.

A. Indikasi Medik

Prinsip-prinsip yang terbaik dan tidak merugikan

1. Apa masalah medik pasien?? Anamnesis, diagnosis, prognosis??

2. Apakah masalahnya akut, kronik, gawat darurat, reversible??

3. Apa tujuan pengobatan??

4. Bagaimana tentang kemungkinana berhasil??

5. Apa rencana berikutnya jika pengobatan gagal??

6. Sebagai simpulan, bagaimana pasien ini dapat memanfaatkan asuhan kedokteran dan

13

Page 14: Upload

14

perawatan dan bagaimana menghindari kerugian bagi pasien??

B. Pilihan Pasien

Prinsip menghormati otonomi pasien

1. Apakah pasien secara mental mampu dan kompeten?? Adakah bukti tidak mampu??

2. Kalau mampu apa kata pasien tentang pengobatan yang dipilihnya??

3. Apakah kepada pasien telah dijelaskan manfaat dan risiko, dan memahami

penjelasan tersebut dan apakah mengerti tentang penjelasan ini dan telah memberikan

PTM nya??

4. Kalau tidak mampu siapa yang layak mewakilinya?? Apakah wakilnya menggunakan

standar yang tepat untuk mengambil keputusan??

5. Apakah pasien sebelumnya telah mengemukakan pilihannya dan ke arah mana

penanganannya??

6. Apakah pasien tidak mau atau tidak mampu menerima pengobatan?? Kalau ya

kenapa??

7. Sebagai simpulan, apakah dari segi etik dan hukum hak pasien memilih telah

dihormati??

C. Kualitas Hidup

Prinsip yang terbaik, tidak merugikan, dan menghormati otonomi pasien.

1. Bagaimana prospeknya dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan

normal??

2. Apa kekurangan fisik, mental, dan sosial yang mungkin dialami pasien kalau

pengobatan berhasil??

3. Adakah bias terhadap penilaian yang diberikan penyelenggara pelayanan kesehatan

terhadap kualitas hidup pasien??

4. Apakah kondisi pasien sekarang dan yang akan datang sebegitu rupa sehingga

kehidupan selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi??

5. Apakah rasional untuk merencanakan pengobatan selanjutnya?

6. Adakah rencana untuk membuat hidupnya pasien nyaman dan apakah perlu

diberikan asuhan paliatif??

14

Page 15: Upload

15

D. Gambaran Kontekstual

Prinsip kesetiaan dan keadilan

1. Adakah hal-hal dalam keluarga yang mempengaruhi keputusan akan pengobatan??

2. Adakah hal-hal yang menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter,

perawat) yang mempengaruhi keputusan akan pengobatan??

3. Adakah faktor biaya dan ekonomi?

4. Adakah faktor agama dan budaya?

5. Adakah batas-batas kerahasiaan?

6. Adakah masalah alokasi sumber daya?

7. Adakah peraturan undang-undang yang mempengaruhi keputusan akan pengobatan??

8. Apakah penelitian klinis atau pendidikan klinis terlibat??

9. Adakah konflik kepentingan dari penyelenggara pelayanan kesehatan atau lembaga??

Kesehatan Reproduksi7

UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Bagian Keenam

Kesehatan Reproduksi

Pasal 71

(1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara

utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan

sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan

(2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan

b. Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seksual

c. Kesehatan sistem reproduksi

(3) Kesehatan reproduksi sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui

kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Pasal 72

Setiap orang berhak:

15

Page 16: Upload

16

a. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta

bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah

b. Menentukan kehidupa reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau

kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat

manusia sesuai dengan norma agama

c. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis

serta tidak bertentangan dengan norma agama

d. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang

benar dan dapat dipertangggungjawabkan

Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat

dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan

bayi tersebut hidup di luar kamdungan

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban

perkosaan

(3) Tindakan sebagimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui

konseling dan/atau penasihat pra tindakan dan diakhiri konseling pasca tindakan yang

dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 76

Aborsi sebagimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,

kecuali dalam hal kedaruratan medis

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki

sertifikat yang ditetapkan oleh menteri

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan

16

Page 17: Upload

17

e. Penyedia pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak

bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan

perundangan-undangan

Kesimpulan

Dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik, disiplin, dan hukum yang sangat

luas serta saling tumpang tindih pada suatu kasus tertentu. Etik mencangkup prinsip-

prinsil moral dan norma yang berlaku dalam suatu profesi tertentu. Dalam kedokteran,

etik terdapat dalam bentuk Kode Etik Kedokteran. Sanksi bagi pelanggaran etik biasanya

hanya berupa teguran. Sementara itu disiplin kedokteran adalah aturan-aturan dan atau

ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh

dokter, dalam kata yang lebih sederhana dapat disebut sebagai standart profesi.

Pelanggaran disiplin kedokteran dapat memunculkan sanksi seperti teguran, reedukasi,

hingga pencabutan ijin praktik. Terakhir adalah hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh

negara, yang tertuang dalam Undang-Undang maupun berita negara lainnya. Saksi dari

pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dan pencabutan ijin praktik. Ketiga hal tersebut

adalah hal yang harus dipahami oleh seorang dokter dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya di masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Hanafiah MJ. Kode etik kedokteran indonesia (kodeki). Dalam: Hanafiah MJ, Amir

A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta; EGC: 2009. Hal. 14.

2. Hanafiah MJ. Pengertian etika kedokteran, bioetik, dan hukum kesehatan. Dalam:

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta; EGC:

2009. Hal. 2-6.

3. Hanafiah MJ. Hak dan kewajiban dokter dan pasien. Dalam: Hanafiah MJ, Amir A.

Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta; EGC: 2009. Hal. 48-56.

4. Purwadianto A, Soetedjo, Gunawan S, Budiningsih Y, Prawiharjo P, Firmansyah A.

17

Page 18: Upload

18

Kode etik kedokteran indonesia. Jakarta; Pengurus Besar IDI: 2012. Hal. 34-9.

5. Amir A. Persetujuan tindakan medik (informed consent). Dalam: Hanafiah MJ, Amir

A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta; EGC: 2009. Hal. 73-7.

6. Hanafiah MJ. Etika klinis. Dalam: Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum

kesehatan. Edisi 4. Jakarta; EGC: 2009. Hal. 85-7.

7. Redaksi Sinar Grafika. Undang-undang kesehatan UU RI No. 36 tahun 2009.

Jakarta; Sinar Grafika Offset: 2010. Hal. 31-4.

18