UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN …/Upaya...1 upaya peningkatan kemampuan menulis...

42
1 UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI LATIHAN MOTORIK HALUS PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS D I C SEMESTER II DI SDLB NEGERI PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Skripsi Oleh : Zuhriyah X.5107707 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN …/Upaya...1 upaya peningkatan kemampuan menulis...

1

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN

MELALUI LATIHAN MOTORIK HALUS PADA ANAK

TUNAGRAHITA KELAS D I C SEMESTER II

DI SDLB NEGERI PURWOREJO

TAHUN PELAJARAN 2008/2009

Skripsi

Oleh :

Zuhriyah

X.5107707

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal budi dan

kehendak bebas maka dari hari ke hari selalu ingin berkembang menuju taraf yang

lebih baik .Setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dan

pengajaran yang layak .Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

1945 Bab XIII pasal 31, yang berbunyi :

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya.

Juga ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1

tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi bahwa “Pendidikan khusus

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” (Depdiknas RI, 2003:

23).

Dengan undang-undang tersebut di atas pemerintah Indonesia telah

menerapkan pendidikan dengan tidak membedakan bagi warga negara normal

maupun yang mengalami kelainan atau ketunaan. Dalam penelitian ini subjek

sasaran adalah anak tunagrahita. Anak tunagrahita disediakan SLB-C (Sekolah

Luar Biasa Bagian C).

Sekolah untuk anak-anak tunagrahita dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

a. SLBC (Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Ringan)

b. SLBC1 (Sekolah Luar Biasa Tunagrahita Sedang)

Selain SLB tersebut diatas disediakan bentuk layanan pendidikan yang baru, yaitu

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Berbeda dengan SLB, SDLB

menyelenggarakan pendidikan dasar bagi semua jenis ketunaan dalam satu

1

3

sekolah. Berkaitan dengan waktu dan sarana penelitian yang terbatas maka penulis

mengarahkan diri pada anak tunagrahita ringan.

Anak tunagrahita ringan adalah anak luar biasa yang bisa juga disebut

debil. Kelompok anak ini memiliki IQ diantara 68-52, pada skala Binet dan 69-55

menurut skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita ringan masih dapat di didik

belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.

Kemampuan membaca dan menulis menjadi dasar utama. Dengan

membaca dan menulis siswa akan memperoleh pengetahuan dan perkembangan

daya pikir, sosial dan emosionalnya. Tanpa memiliki kemampuan membaca dan

menulis yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar

dikemudian hari.

Sehubungan dengan materi pembelajaran di sekolah-sekolah terutama

anak tunagrahita ringan dilatih agar mampu membaca, menulis dan menghitung.

Untuk keterampilan menulis kita tidak mengelak bahwa keterampilan menulis

tersebut berhubungan dengan aktifitas motorik halus dari setiap orang.

Berdasarkan kenyataan yang ada siswa anak tunagrahita kelas D I C SDLB

Negari Purworejo kemampuan motorik halusnya rendah. Hal ini menyebabkan

anak mengalami kesulitan dalam menulis permulaan.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka penulis

mengadakan Penelitian Tindakan Kelas tentang Upaya Peningkatan Kemampuan

Menulis Permulaan Melalui Latihan Motorik Halus Pada Anak Tunagrahita Kelas

D I C Semester II di SDLB Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2008/2009.

Berdasarkan uraian latar belakang dan fakta di atas penulis menemukan

indentifikasi masalah bahwa anak tunagrahita ringan mengalami hambatan dalam

motorik halusnya yaitu dalam mempelajari gerak jari-jari tangan sehingga

mempengaruhi kemampuan menulis permulaan untuk itu anak tunagrahita ringan

perlu latihan motorik halus untuk meningkatkan kemampuan menulis permulaan.

4

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas lebih singkat dan jelas penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

Adakah peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan

motorik halus pada anak tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak

tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo tahun pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Mengembangkan dan penambahan khasanah ilmu tentang kemampuan

menulis permulaan anak tunagrahita melalui latihan motorik halus.

b. Peluang untuk penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Siswa merasa lebih senang dan termotivasi dalam mengikuti latihan

motorik halus sehingga dapat menguasai materi yang disampaikan

guru.

b. Upaya menemukan pembelajaran menulis permulaan yang disesuaikan

dengan kebutuhan anak tunagrahita ringan.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Anak Tunagrahita

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang

mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan

bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mental retarted,

mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut

sesungguhnya memiliki arti yang sama, yang menjelaskan kondisi yang

kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan

intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

Tunagrahita adalah kata lain dari retardasi mental (mental retardation).

Arti harfiah dari perkataan tuna adalah merugi. Sedangkan grahita artinya

pikiran, seperti namanya tunagrahita ditandai ciri utamanya adalah kelemahan

dalam berpikir atau bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut anak tunagrahita

memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya berada dibawah rata-rata.

Menurut Depdiknas (2003 : 6). Pengertian anak tunagrahita adalah : Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun social, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.

Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD)

bahwa : “Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual umum yang

berada dibawah rata-rata dan kelainan dalam perilaku adaptifnya yang

diwujudkan selama masa perkembangan “ ( Kufman dan Hallahan, 1986 )

yang dikutip oleh Sutjihati Somantri, (1996 : 86)

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata secara jelas. Maksudnya usia kecerdasannya berada di bawah usia kalendernya. Di samping itu mereka memperlihatkan kurang harga diri,

4

6

mudah rasa cemas, hiperaktif, hipoaktif dan lain sebagainya. (Astati, 1995: 203).

Berdasarkan batasan-batasn tersebut diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual

di bawah rata-rata atau bisa juga diartikan sebagai kondisi anak yang

kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan

intelegensi, dan ketidakcakapan dalam adaptasi sosial yang diwujudkan

selama masa perkembangan dan karenanya memerlukan layanan pendidikan

khusus. Karena keterbatasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di

sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental

membutuhkan layanan pendidikan secara khusus, yakni sesuai dengan

kemampuan anak tersebut.

b. Faktor Penyebab Anak Tunagrahita

Menurut Bambang Suhendro (1994:30) bahwa : Penyebab anak

menjadi tunagrahita atau reterdasi mental dapat digunakan sebagai

landasan dalam melakukan usaha-usaha preventif.

Tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu genetik,

sebab-sebab pada masa prenatal, sebab-sebab pada masa perinatal, sebab-

sebab pada masa postnatal, dan faktor-faktor sosio-kultural.

1) Faktor genetik

Penemuan di bidang biokimia dan genetik telah memberikan penjelasan

tentang penyebab tunagrahita. Teknik khusus telah dikembangkan yang

memungkinkan dilakukannya studi jaringan kultur dan identifikasi

beberapa kromosom. Penyebab tunagrahita berupa kerusakan biokimaiwi

dan abnormalisasi kromosomal.

2) Pada Masa Prenatal

Terdapat beberapa kondisi yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

embrio dan yang menyebabkan kesalahan perkembangan sistem syaraf

serta menyebabkan terardasi mental. Pada masa ini terdapat penyebab,

antara lain :

7

a) Infeksi Rubella ( cacar )

Pada awal tahun 1940-an telah ditemukan bahwa virus rubella yang

mengenai ibu hamil 3 bulan pertama kehamilan mungkin

menyebabkan kerusakan kongenital dan kemungkinan retardasi mental

pada anak.

Kerusakan-kerusakan yang dapat ditmbulkan oleh penyakit rubella

misalnya gangguan penglihatan, tuli, penyakit hati dan retardasi

mental.

b) Faktor Rhesus ( Rh )

Pada manusia 86% memiliki Rh-positif dan 14% memiliki Rh-negatif.

Darah Rh-positif dan darah Rh-negatif merupakan pasangan yang

saling menolak. Jika keduanya bertemu dalam satu aliran darah yang

sama, maka akan terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah

menggumpal dan menghasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa dan

gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang.

Hasil penelitian Yannet dan Liberman seperti dikutip oleh Kirk dan

Gallagher ( 1979 :p.119) menunjukan adanya hubungan antara

keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada penderita retardasi

mental.

Ketika janin ( fetus) memiliki Rh yang tidak kompatibel dengan darah

ibunya, anak itu menjadi retardasi mental kecuali kalau dilakukan

perbaikan ( tindakan medis ) pada usia yang sangat dini.

3) Pada masa perinatal

Penyebab ini terjadi pada saat kelahiran yaitu,

a) Luka-luka pada saat kelahiran

b) Sesak nafas

c) Prematuritas

Luka-luka pada saat kelahiran bisa menyebabkan anak menjadi retardasi

mental. Proses kelahiran yang berhubungan dengan lamanya kelahiran dan

kesulitan kelahiran, penggunaan alat kedokteran dan lahir sungsang bisa

8

menyebabkan kerusakan pada otak. Kerusakan pada otak menjadi

penyebab adanya retardasi mental.

4) Pada Masa Postnatal

Penyebab retardasi mental pada masa ini bisa karena :

a) Penyakit-penyakit akibat infeksi, misal encephalitis dan meningitis.

b) Malnutrisi.

Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan resiko yang lebih tinggi

terhadap infeksi dan penyakit berbahaya lain.

Kekurangan nutrisi biasanya kekurangan protein terutama pada masa

perkembangan anak usia balita sehingga berpengaruh negatif terhadap

perkembangan intelektual.

5) Penyebab Sosiokultural

Para psikolog dan pendidik umumnya mempercayai bahwa lingkungan

social budaya berpengatuh terhadap kemampuan intelektual manusia.

c. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengelompokkan pada umumnya berdasar pada taraf intelegensinya,

yang terdiri dari terbelakang ringan, sedang, dan berat. Kemampuan

intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan

skala Weschler (WISC). Dalam Sutjihati Somantri, (1996:86) Psikologi Anak

Luar Biasa.

1) Tunagrahita ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 68 – 52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 69 – 55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen. Ia akan

9

membelanjakan uangnya dengan tolol tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal. Bila dikehendaki mereka ini masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan maka ia akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa.

2) Tunagrahita sedang

Tunagrahita sedang disebut juga embisil. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 51 – 36, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 54 – 40. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung, walaupun mereka masih dapat menulis secara social misalnya menulis namanya sendiri, alamatnya, dll, dapat dididik mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan yang terus menerus.

3) Tunagrahita berat

Tunagrahita berat disebut juga idiot. Menurut skala Binet kelompok ini memiliki IQ antara 32 - 20, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ antara 39 – 25. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.

d. Karakteristik Anak Tunagrahita

Secara umum karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut.

1) belajar dan ingatan

a) kemampuan belajar kurang,

b) mengalami kesulitan menangkap rangsangan,

c) memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas,

d) memiliki kesanggupan yang rendah dalam mengingat dalam jangka

waktu yang lama.

10

2) problem bahasa

a) tingkat kemampuan bahasanya berada di bawah tingkat usia

mentalnya,

b) sering mengalami problem bicara (artikulasi, suara, dan gagap).

3) prestasi akademik

a) cenderung berprestasi kurang, terutama dalam bidang membaca,

b) kemampuan penalaran hitungan juga rendah,

c) tingkat prestasi optimal kadang-kadang dapat dicapai setinggi anak

SD kelas VI.

4) Kepribadian

a) anak yang memiliki intelegensi terbatas potensial memiliki berbagai

problem sosial emosi,

b) miskin motivasi,

c) kurang berpandangan luas.

Karakteristik anak tunagrahita menurut penulis adalah:

1. daya ingat rendah

2. kurang dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya

3. kurang perhatian terhadap lingkungan

4. koordinasi gerak kurang

5. perkembangan bicara atau bahasa terlambat.

Salah satu bidang pengajaran bahasa di sekolah dasar dan luar

biasa yang memegang peranan penting adalah pengajaran membaca dan

menulis. Tanpa memiliki kemampuan membaca dan menulis yang

memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar dikemudian

hari. Mengingat pentingnya peranan membaca menulis, maka sudah

dilakukan di sekolah luar biasa maupun bukan sekolah luar biasa.

Anak tunagrahita ringan karena perkembangan mentalnya

tergolong sub normal akan mengalami kesulitan dalam mengikuti

program pengajaran di sekolah dasar. Meskipun demikian anak

tunagrahita ringan dipandang masih memiliki potensi untuk menguasai

11

mata pelajaran akademik di sekolah luar biasa. Mereka masih dapat

belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

2. Menulis Permulaan

a. Pengertian Menulis

Banyak orang yang lebih menyukai membaca dari pada menulis karena

menulis dirasakan lebih lambat dan sulit. Meskipun demikian kemampuan

menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di

masyarakat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian menulis maka penulis

ketengahkan beberapa pengertian sebagai berikut.

1) Menurut Kamus Bahasa Indonesia Trisno Yuwono (1994: 440), “Menulis

adalah membuat angka (huruf) dengan pena (pensil, kapur) pada sesuatu.”

2) Menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192) “Menulis

adalah menuangkan ide dalam suatu bentuk visual.”

3) Menurut Tarigan dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192)

mendefinisikan, “Menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis

dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang-orang lain yang

menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.”

4) Menurut Poteet dan Hargrove dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 192).

“Menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan

ide dengan menggunakan simbol-simbol sistem bahasa penulisnya untuk

keperluan komunikasi atau mencatat.”

Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan di atas

maka dapat disimpulkan bahwa: menulis adalah merupakan salah satu

komponen sistem komunikasi, dan menggambarkan pikiran, perasaan, ide ke

dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis serta dilakukan untuk mencatat

dan komunikasi dengan pena.

Menulis merupakan bagian dari alat komunikasi. Melalui tulisan kita

dapat menyampaikan pesan, pikiran atau gagasan-gagasan yang ingin kita

sampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain mengerti apa yang kita

maksud atau inginkan. Di dalam aktivitas menulis terjadi proses yang rumit

12

karena di dalamnya melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan,

lengan, jari, mata, koordinasi pengalaman belajar, dan kognisi, semua

modalitas itu bekerja secara terintegrasi. Oleh karena itu pelajaran menulis

terasa begitu berat dan melelahkan. Tidak jarang anak yang belajar menulis

menolak untuk menulis banyak-banyak atau bahkan ada juga anak yang

kesulitan dalam belajar menulis. Menurut Lovitt (1989 : 225) yang dikutip

oleh Mulyono Abdurrahman (2003: 194) menyatakan bahwa pelajaran

menulis mencakup tiga aspek yaitu:

a) menulis dengan tangan,

b) mengeja,

c) menulis ekspresif atau komposisi.

Namun yang akan dibahas disini adalah pengajaran menulis pada aspek

menulis dengan tangan (handwriting).

Pengajaran menulis dengan tangan (handwriting) sering disebut pola

dengan pengajaran menulis permulaan. Menurut Lerner (1985 : 402 ) yang

dkutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 2003 : 196) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi anak untuk menulis yaitu :

(1) faktor motorik;

(2) perilaku ketika menulis;

(3) faktor persepsi;

(4) faktor memori;

(5) kemampuan cross modal;

(6) penggunaan tangan ; dan

(7) kemampuan memahami instruksi.

Sebelum anak belajar dan mampu menulis huruf maka faktor-faktor

kesiapan tersebut harus dimatangkan terlebih dahulu, terutama bagi anak-anak

berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam motorik, persepsi dan

kognisi.

13

b. Strategi Pengajaran Menulis Permulaan

Modal utama untuk menulis permulaan adalah keterampilan

menggerakkan tangan dan jari-jari. Latihan keterampilan menggerakkan

tangan ini dengan jalan mencoret-coret di papan tulis, di kertas, dan

sebagainya. Modal ini semuannya diberikan kepada anak sebagai persiapan

dasar yang dijadikan bekal untuk menulis permulaan sebelum mereka belajar

menulis lanjut.

1) Aktifitas kesiapan menulis permulaan

a) membiasakan memegang alat tulis

(1) mewarnai dengan menggunakan kuas. Ukuran gagang kuas mulai

dari kuas yang bergagang besar sampai yang terkecil. Dalam

proses mewarnai ini menekankan pada pembiasaan bukan hasil

mewarnainya.

(2) mencoret-coret dengan spidol besar

(3) menggambar dengan kapur tulis

(4) mewarnai dengan pensil warna yang gagangnya bebentuk segitiga

(5) bagi anak yang sulit untuk memegang alat tulis karena ada

hambatan pada motorik jarinya maka dapat menggunakan alat tulis

bantu khusus, di mana alat tulis dapat terikat pada gengaman anak.

b) Finger painting

Dalam aktifitas ini dapat digunakan berbagai media dan warna, dapat

menggunakan tepung kanji, adonan kue, pasir, dan sebagainya.

Aktifitas ini penting dilakukan sebab akan memberikan sensasi pada

jari sehingga dapat merasakan control gerakan jarinya dan membentuk

konsep gerak membuat halus.

c) menulis di udara

Anak diajak beraktifitas menulis atau menggambar sesuatu di udara

dengan tanpa menggunakan media dan alat tulis. Anak mengacungkan

telunjuk kemudian mulailah gerakan-gerakan menulis atau

menggambar sesuatu di udara dengan telunjuk itu.

d) menggambar atau menulis di atas media bertekstur.

14

2) Kesiapan menulis huruf

a) menarik garis

anak diarahkan untuk melakukan aktifitas menarik garis lurus,

lengkung, dan melingkar. Pada awalnya arah tarikan garis tidak

ditentukan, selanjutnya jika sudah terbiasa menarik garis tersebut,

mulai diarahkan mulai menarik garis kiri ke kanan dan dari atas ke

bawah.

b) membuat bentuk-bentuk bangun datar, persegi, segitiga, dan lingkaran

c) menjiplak bentuk-bentuk huruf

d) menelusuri garis (tracing)

e) menyambungkan titik untuk membentuk huruf

f) membuat huruf pada buku berpetak besar

g) membuat huruf pada buku garis tiga.

Menurut Lerner (1988: 422), yang dikutip oleh Mulyono

Abdurrahman ( 2003 : 198 ) ada lima belas perlunya anak diajar menulis

huruf cetak dahulu pada awal belajar permulaan:

1) Aktifitas menggunakan papan tulis Aktifitas ini dilakukan sebelum pelajaran menulis yang

sesungguhnya. Kepada anak disediakan papan tulis dan kapur, dan pada papan tulis ersebut anak diberi kebebasan untuk menggambar garis, lingkaran, bentuk-bentuk geometri, angka, dan sebagainya. Aktifitas tersebut dapat melibatkan motorik kasar dan halus.

Kegunaan aktifitas ini adalah untuk mematangkan motorik kasar, motorik halus dan koordinasi mata-tangan yang merupakan ketrampilan prasyarat dalam belajar menulis.

2) Bahan – bahan lain untuk latihan gerakan menulis Selain papan tulis, ada bahan-bahan lain yang dapat

digunakan untuk melatih gerakan menulis, yang mencakup motorik kasar maupun motorik halus. Bahan-bahan tersebut antara lain adalah kertas yang ditempel pada papan atau dengan menggunakan bak pasir. Pada kertas atau bak pasir tersebut anak dapat berlatih membuat angka, huruf, atau bentuk-bentuk geometri.

Tujuannya yaitu untuk melatih gerakan menulis yang erat kaitannya dengan kematangan motorik halus dan koordinasi mata-tangan

.

15

3) Posisi Untuk latihan menulis, anak hendaknya disediakan kursi

yang nyaman dan meja yang cukup berat agar tidak mudah goyang. Kedua tangan anak diletakkan di atas meja, tangan yang satu untuk menulis dan tangan lain untuk memegang kertas bagian atas.

4) Kertas Posisi kertas untuk menulis cetak sejajar dengan posisi meja,

untuk menulis tulisan sambung 60 derajat ke kiri bagi anak yang menggunakan tangan kiri atau kidal.

5) Memegang pensil Banyak anak memegang pensil dengan cara yang tidak benar.

Untuk memegang pensil yang benar, ibu jari dan telunjuk di atas pensil, sedangkan jari tengah beradadi bawah pensil, dan pensil dipegang agak sedikit di atas bagian yang diraut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil dengan cara benar, bagian pensil yang harus dipegang dapat dibatasi dengan selotip. Bagi anak yang sulit memegang pensil dengan benar, pensil dapat dimasukkan ke dalam plastik yang berbentuk segitiga dan anak memegang segitiga tersebut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil latihan dapat dimuali dengan spidol besar, spidol sedang, spidol biasa, dan baru kemudian pensil.

6) Kertas stensil dan karbon Kepada anak diberikan kertas stensil yang sudah digambari

berbagai bentuk. Letakkan kertas polos di atas meja, letakkan karbon di atasnya, dan kemudian letakkan kertas stensil bergambar di atas kkarbon tersebut, diklip, dan selanjutnya anak diminta mengikuti gambar dengan pensil.

7) Menjiplak Buat bentuk atau tulisan dengan warna hitam tebal di atas

kertas yang agak tebal, letakkan di atasnya selembar kertas tipis, dan suruh anak menjiplak bentuk tau tulisan tersebut. Latihan dapat juga menggunakan OHP (Overhead Projector). Berbagai gambar bentuk atau tulisan di tulis di transparansi dan ditayangkan di papan tulis berwarna putih (white board), dan selanjutnya anak diminta menjiplak gambar bentuk atau tulisan tersebut dengan spidol di atas papan putih.

Gambar hendaknya berupa garis-garis tegak lurus (vertikal), horisontal, miring ke kiri, miring ke kanan, lengkung kiri, lengkung kanan, lengkung atas, dan lengkung bawah, dan baru kemudian bentuk segi empat, segitiga, lingkaran, angka, dan huruf.

8) Menggambar di antara dua garis Anak diberikan selembar kertas bergaris dan anak diminta

membuat ”jalan” yang mengikuti atau memotong garis-garis tersebut. Selanjutnya, anak diminta menulis berbagai angka dan huruf diantara garis-garis secara tepat.

16

9) Titik – titik Guru membuat dua jenis huruf, huruf yang utuh dan huruf

yang terbuat dari titik-titik. Selanjutnya, anak diminta untuk menghubungkan titik-titik tersebut menjadi huruf yang utuh.

10) Menjiplak dengan semakin dikurangi Pada mulanya guru menulis huruf utuh dana anak diminta

unuk menjiplak huruf tersebut. Lama kelamaan guru yang menulis sebagian besar hingga sebagian kecil huruf tersebut dan anak diminta untuk meneruskan penulisannya.

11) Buku bergaris tiga Buku bergaris tiga sering disebut juga buku tipis-tebal.

dengan buku bergaris semacam itu, anak dapat berlatih membuat dan meletakkan huruf-huruf secara benar. Garis dapat diberi warna yang mencolok untuk meningkatkan perhatian anak.

12) Kertas dengan garis pembatas Anak yang mengalami kesulitan untuk berhenti menulis pada

tempat yang telah ditentukan dapat dibantu dengan menggunakan pembatas berupa karton yang diberi ”jendela” atau dibatasi oleh selotip.

Jendela pada karton hendaknya disesuaikan dengan tinggi huruf; huruf a sama tingginya dengan c, e, i, m, n; huruf b sama tingginya dengan d, h, k, l, dan huruf-huruf yang memotong garis seperti f, g, j, dan p.

13) Memperhatikan tingkat kesulitan penulisan huruf Ada huruf yang mudah dan ada pula huruf yang sulit untuk

ditulis. Berbagai huruf yang mudah ditulis adalah m, n, t, i, u, r, s, dan e; sedangkan yang sulit adalah j, p, b, h, k, f, dan g. Anak hendaknya diajar menulis dengan huruf-huruf yang lebih mudah, meningkat ke yang lebih sulit, dan baru kemudian gabungan dari keduanya.

14) Bantuan verbal Pada saat anak sedang menulis, guru dapat memberikan

bantuan dengan mengucapkan petunjuk seperti ”naik”, ”turun”, ”belok”, ”stop”.

15) Kata dan kalimat Setelah anak mampu menulis huruf-huruf, latihan

ditingkatkan dengan menulis kata-kata dan selanjutnya kalimat. Penempatan huruf, ukuran, dan kemiringan hendaknya memperoleh perhatian.

c. Metode Menulis

Membaca dan menulis mempunyai hubungan yang erat. Metode

membaca menulis permulaan yang pertama kali dikenal adalah metode SAS,

17

para guru di Indonesia umumnya mengajarkan huruf cetak lebih dahulu

kepada anak, baru kemudian belajar huruf sambung.

Menurut Hagin (Lovitt, 1989: 227) yang dikutip oleh Mulyono

Abdurahman ( 2003 : 198 ). Ada lima alasan perlunya anak diajar menulis

huruf cetak dahulu pada awal belajar menulis.

1) Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana. 2) Buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga anak-anak tidak perlu

mengakomodasikan dua bentuk tulisan. 3) Tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca daripada tulisan

dengan huruf sambung. 4) Huruf cetak digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti mengisi

formulir atau berbagai dokumen. 5) Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja karena

huruf-huruf tersebut berdiri sendiri-sendiri.

d. Tujuan Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis diajarkan dengan tujuan agar siswa mempunyai

kemampuan dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman dan pendapatnya

dengan benar. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa. Untuk itu,

menulis perlu dilatihkan secara sering dan ajeg.

Keseringan dan keajekan dalam latihan memberikan peluang agar

tulisan siswa berkualitas lebih baik. Keterampilan menulis tidak bisa dikuasai

secara otomatis, melainkan harus melalui latihan serta praktek berulang.

Tarigan, (1986) dalam http://ardhana12.wordpress.com./2009/01/07 strategi-

dalam-pembelajaran-menulis-2/

3. Motorik Halus

a. Pengertian Motorik

Motorik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan

perilaku gerakan yang dilakukan oleh tubuh manusia. Sedangkan jenis

gerakan motorik yaitu: motorik kasar dan motorik halus.

1) Motorik kasar mencakup keseluruhan otot tubuh dan kemampuan menggerakkan berbagai bagian tubuh (...) seperti aktivitas berjalan, aktivitas balok keseimbangan dan aktivitas motorik kasar lainnya.

18

a) Aktivitas berjalan (1) berjalan ke depan (2) berjalan mundur (3) berjalan menyamping (4) berjalan bervariasi (5) berjalan meniru hewan

b) berjalan di bulan (meniru langkah astronot di bulan) c) Aktivitas balok keseimbangan

Balok keseimbangan dapat berupa papan datar berukuran 2x4 inci, dapat dibuat lebar atau sempit. Meniti balok yang sempit lebih sulit daripada meniti balok yang lebar. Kephart dalam Lerner (1988: 294) menyarankan agar balok keseimbangan dibuat dari kayu berukuran 2x4 inci sepanjang 8 sampai 12 kaki. Letak balok harus dijaga agar tidak membahayakan anak.

d) Aktivitas motorik kasar lainnya (1) meloncat (2) melambung (3) lari cepat bertahap (4) permainan simpai. (Mulyono Abdurrahman, 2003 : 134).

2) Motorik Halus

Motorik halus berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau

memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Menurut

Dedi Suhardi (1995: 67), yang dikutip oleh Edward Rahantokman

(1988:9) “Motorik halus adalah koordinasi dan gerakan halus, serta

manipulasi dan ketangkasan dalam menggunakan group otot-otot kecil

terutama jari-jari tangan untuk mengontrol gerakan menulis dan

mengambil benda.”

Berdasarkan batasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

motorik halus adalah koordinasi dan gerak halus, serta manipulasi dan

ketangkasan dalam menggunakan group otot-otot kecil terutama jari-

jari tangan untuk mengontrol gerakan menulis, mengambil benda,

meletakkan sesuatu atau memegang suatu obyek.

b. Strategi Pengembangan Latihan Motorik Halus

Meskipun anak mungkin dapat melakukan aktifitas motorik kasar

dengan baik, dalam melakukan aktifitas motorik halus belum tentu demikian.

19

Strategi pengembangan motorik halus menurut Mulyono Abdurrahman (2003

: 136 ) mencakup:

1) Melempar Melempar dapat dilakukan dengan bola berbagai ukuran dan arah

lemparan dapat ke guru atau anak lain, atau sasaran tertentu. 2) Menangkap Menangkap merupakan keterampilan yang lebih sulit daripada

melempar. Oleh karena itu, menangkap dapat dimulai dengan bola kain atau bola plastik yang kurang memantul, dan baru setelah anak terampil menangkap benda-benda seperti itu anak dilatih menangkap bola berbagai ukuran.

3) Bermain bola 4) Bermain ban dalam Ban dalam bekas dapat digunakan untuk latihan menggelindingkan dan

menangkap. 5) Bermain bola dari kain 6) Aktifitas koordinasi mata-tangan Aktivitas koordinasi mata-tangan dapat dilakukan dengan

menggabungkan dua titik yang berjauhan, mengarsir gambar, mewarnai gambar, dan sebagainya.

7) Menjiplak (tracing) 8) Menggunting 9) Latihan menggunting dapat mengembangkan kemampuan motorik

halus jari tangan, koordinasi mata-tangan, keseimbangan, persepsi visual dan konsentrasi. Langkah pertama dalam latihan menggunting adalah anak diperkenalkan dengan cara kerja gunting. Sebagai awal gunakanlah gunting yang gagangnya ringan dan mudah dibuka-tutup. Awalnya anak boleh menggunakan kedua tangannya untuk memegang gagang gunting. Kedua, ajarkan anak menggunting diantara dua garis lurus. Setelah mahir menggunting diantara dua garis lurus kemudian tingkatkan dengan garis zig-zag, melengkung dan melingkar. Memotong bentuk-bentuk geometri seperti bujur sangkar, empat persegi panjang, segitiga dan sebagainya merupakan aktivitas yang lebih sulit. Ketiga, tahap mahir, yaitu anak menggunting bebas tetapi rapih. Perlu diperhatikan bagi anak yang mengalami hambatan motorik sehingga tidak bisa mengkoordinasikan tangannya untuk memegang kertas sambil menggunting maka ujung kertasnya diisolatif pada meja.

10) Menempel 11) Melipat

Melipat kertas untuk membentuk burung, perahu dan sebagainya merupakan sarana pengembangan motorik halus yang bermanfaat.

Pengembangan motorik halus ini merupakan modal dasar anak untuk

menulis.

20

c. Pentingnya Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh

perkembangan motorik terhadap perkembangan individu dipaparkan oleh

Hurlock (1996) yang dikutip pada 3 Maret 2008 oleh parentingislami sebagai

berikut :

1) Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan

memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan

memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap

bola atau memainkan alat-alat mainan.

2) Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak

berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang

independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan

dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang

perkembangan rasa percaya diri.

3) Melalui perkembangan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal

sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis

dan baris-berbaris.

4) Melalui perkembangan motorik memungkinkan anak dapat bermain atau

bergaul dengan teman sebayanya.

5) Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan

self-concept atau kepribadian anak.

B. Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan sehari-hari gerak motorik merupakan dasar utama dalam

kehidupan manusia, baik itu gerak motorik kasar maupun gerak motorik halus,

karena semua itu tidak terlepas dari gerak. Bagi anak tunagrahita yang

mempunyai hambatan yang cukup banyak, faktor penyebab dan hambatannya

bervariasi. Hambatan itu disebabkan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar.

21

Kerusakan pada jaringan susunan urat syaraf menyebabkan tidak berfungsinya

susunan syaraf itu. Sehingga proses kerjanya tidak berjalan dengan baik.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka diperlukan suatu latihan motorik

pada anak tunagrahita tersebut. Dimana latihan itu diberikan pada anak mulai

masuk sekolah sebagai latihan dasar gerak motorik. Latihan ini dapat sebagai

terapi sekaligus memberikan latihan penampilan yang baik. Dengan rajin dan

tekun mengikuti latihan motorik diharapkan anak mampu untuk mengatasi

kekakuan gerak yang mereka alami.

Salah satu bidang pengajaran di sekolah yang erat hubungannya dengan

gerak tangan adalah menulis. Bagi anak tingkat persiapan dasar sebelum mereka

diberikan materi keterampilan menulis lanjut, kepadanya terlebih dahulu anak

diberikan keterampilan menulis permulaan, pada saat anak akan mulai aktivitas

menulis permulaan gerak motorik halus diperlukan. Sedangkan latihan ini

menggunakan atau menggerakkan jari-jari dan tangan.

Dengan rajin dan tekun mengikuti latihan motorik halus diharapkan

kekakuan gerak motorik halus pada anak seperti waktu masih sekolah tidak

dialami lagi. Dengan demikian anak-anak tidak akan mengalami kesulitan lagi

dalam mengikuti aktivitas menulis.

22

Kondisi Awal :

Kemampuan menulis permulaan siswa rendah

Tindakan :

Guru menggunakan latihan Motorik Halus

Kondisi Akhir : Kemampuan menulis permulaan siswa meningkat

Bagan 1. Kerangka Berpikir

23

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

(Suharsimi Arikunto, 2006: 71).

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka hipotesis

penelitian ini adalah :

Ada peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik

halus pada anak tunagrahita kelas D I C di SDLB Negeri Purworejo.

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Setting dalam penelitian ini meliputi: tempat penelitian, waktu penelitian,

dan siklus PTK sebagai berikut.

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDLB Negeri Purworejo

mengenai kemampuan menulis permulaan kelas D I C.

Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita kelas D I C

tahun pel ajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa sebanyak 7 anak, terdiri dari 5

siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.

Pemilihan sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan

proses pembelajaran di sekolah tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni

2009.

Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah,

karena PTK memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar

mengajar yang efektif di kelas. Sedangkan jadwal pelaksanaan penelitian dapat

dilihat pada lampiran 1.

3. Siklus PTK

PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan

kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada anak tuna

grahita.

25

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Guru : Belum menggunakan latihan motorik halus

Siswa : Hasil menulis meningkat Guru : Lebih kreatif

Siswa : Hasil menulis rendah

Siklus 1 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi Hasil menulis masih rendah

Siklus 2 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi Hasil menulis ada peningkatan

Siklus 3 : 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Pengamatan 4. Refleksi Hasil menulis meningkat

Bagan 2. Pelaksanaan Siklus

Guru : Menggunakan latihan motorik halus I melempar bola, menangkap bola, bermain ban dalam

Guru : Menggunakan latihan motorik halus II mewarnai gambar, menggunting, menempel kertas warna menguhubungkan titik-titik menjadi huruf

Guru : Menggunakan latihan menulis huruf, kata dan kalimat sederhana

26

B. Subjek Penelitian

Dalam PTK ini yang menjadi subjek penelitian adalah anak tunagrahita

kelas D I C SDLB Negeri Purworejo yang terdiri dari 7 anak dengan komposisi 5

siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.

C. Data dan Sumber Data

Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang kemampuan

siswa dalam menulis permulaan, motivasi siswa tentang menulis permulaan, serta

kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan

pembelajaran di kelas.

Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi :

1. informan atau narasumber yaitu siswa dan guru

2. tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran

3. dokumen atau arsip yang antara lain berupa kurikulum, rencana

pelaksanaan pembelajaran dan buku penilaian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, kajian

dokumen, dan tes.

1. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap guru ketika melaksanakan kegiatan belajar

mengajar di kelas maupun kinerja siswa selama proses belajar mengajar

berlangsung. Pengamatan terhadap guru difokuskan pada kegiataan guru dalam

melaksanakan pembelajaran menulis permulaan melalui latihan motorik halus.

Pengamatan terhadap kinerja guru juga diarahkan pada kegiatan guru dalam

menjelaskan pelajaran, memotivasi siswa, mengajukan pertanyaan dan

menanggapi jawaban siswa, mengelola kelas, memberikan latihan, dan melakukan

penilaian terhadap hasil belajar siswa. Sementara itu pengamatan terhadap siswa

difokuskan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas

dan lain-lain.

27

2. Kajian Dokumen

Kajian juga dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada

seperti kurikulum, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat guru, buku

atau meteri pelajaran, hasil tulisan siswa dan nilai yang diberikan guru. (ulangan

harian).

3. Tes

Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang

diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan.

Tes diberikan pada awal kegiatan penelitian untuk mengidentifikasi

kekurangan atau kelemahan siswa dalam menulis permulaan dan setiap akhir

siklus untuk mengetahui peningkatan mutu hasil menulis siswa. Dengan kata lain,

tes disusun dan dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan

menulis siswa sesuai dengan siklus yang ada.

E. Validitas Data

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah triangulasi.

Lexy J. Moleong, (1995: 178) yang dikutip oleh Sarwiji Suwandi ( 2008 : 69).

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan

sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembandingan data itu.

Teknik triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan

triangulasi metode pengumpulan data.

Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak tunagrahita

dalam kegiatan menulis dan faktor-faktor penyebabnya, peneliti memberikan tes

menulis permulaan dan selanjutnya menganalisis hasil tulisan itu untuk

mengidentifikasi kesalahan yang masih mereka buat.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik

deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif). Teknik statistik deskriptif

komparatif digunakan untuk data kuantitatif yaitu dengan membandingkan hasil

antar setiap siklus.

28

Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir

setiap siklus. Membandingkan rerata nilai kemampuan menulis siswa pada

kondisi sebelum tindakan, setelah siklus I,siklus II dan setelah siklus III.

G. Indikator Kinerja

Dalam PTK ini yang akan dilihat indikator kinerjanya selain siswa adalah

guru, karena guru merupakan fasilitator yang sangat berpengaruh terhadap kinerja

siswa.

1. Siswa

a. Tes kemampuan menulis permulaan diberikan sebelum dan sesudah diberi

tindakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis permulaan.

Kriteria penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis

permulaan adalah sebagai berikut : baik, cukup, kurang di mana

Baik : 3

Cukup : 2

Kurang : 1

Sedangkan persentase perolehan skor setiap siswa dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

%p mumskor maksiehanskor perol 100´=

Keterangan: p = persentase.

Pembelajaran dikatakan berhasil apabila persentase yang diperoleh masing-

masing siswa mengalami kenaikan minimal menjadi 60%.

b. Observasi : keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar menulis

permulaan.

2. Guru

a. Dokumen : kehadiran siswa

b. Observasi : hasil observasi dalam melaksanakan pembelajaran

menulis permulaan

29

H. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dikembangkan

oleh Kemmis dan Taggart yang dikutip oleh Suharsini Arikunto (2006: 90) yang

terdiri dari 3 siklus dan masing-masing siklus menggunakan empat tahap yaitu

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Siklus 1

1. Tahap Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) lengkap dengan instrumen tes dan lembar tugas siswa, menyiapkan

peralatan yang diperlukan untuk latihan motorik halus I.

2. Tindakan (Acting)

Melaksanakan pembelajaran menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana

di kelas atau ruangan dan mengadakan latihan motorik halus I.

Dengan materi sebagai berikut :

a. Melempar bola

Peneliti menyediakan 2 bola mainan, satu bula kecil, satu bola besar.

Bola tersebut digunakan untuk mainan dengan cara peneliti memberikan

contoh melempar bola tersebut, kemudian siswa menirukan contoh.

b. Menangkap bola

Peneliti menyediakan bola kain atau bola plastik yang kurang memantul.

Peneliti memberi contoh cara menangkap bola tersebut kemudian siswa

menerimanya.

c. Bermain ban dalam

Peneliti menyediakan ban dalam bekas, kemudian peneliti memberikan

contoh menggelindingkan dan menangkap. Siswa menirukan contoh.

3. Pengamatan (Observation)

Pada saat melakukan tindakan penelitian melakukan pengamatan

terhadap semua kegiatan siswa, konsentrasi siswa selama pembelajaran

menulis permulaan, keaktifan siswa dalam mengikuti latihan motorik I.

30

4. Refleksi (Reflecting)

Setelah kegiatan inti, berdasarkan hasil obervasi, peneliti melakukan

refleksi untuk menilai sejauh mana kemampuan siswa mengikuti latihan

motorik I dan kemampuan siswa dalam menulis permulaan setelah mendapat

latihan motorik I tersebut.

Selain itu juga mencari solusi atas hambatan-hambatan yang muncul

untuk diperbaiki pada siklus kedua.

Siklus 2

1. Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran,

lengkap dengan instrumen tes dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan

yang diperlukan untuk latihan motorik halus II.

2. Tindakan (Acting)

Pada kegiatan selanjutnya melaksanakan pembelajaran menulis huruf,

kata, dan kalimat sederhana serta mengadakan latihan motorik halus II dengan

kesulitan yang lebih tinggi dengan materi sebagai berikut :

a. Mewarnai gambar

Peneliti menyediakan gambar dan pensil warna kemudian siswa diminta

untuk mewarnai gambar tersebut dengan baik.

b. Menggunting

Peneliti menyediakan kertas manila yang diberi sebuah gambar dan

peneliti menyediakan 7 gunting, kemudian penulis memberi contoh

terlebih dahulu pada sebuah pola gambar, kemudian siswa dianalisa untuk

menggunting pola tersebut dengan baik dan lancar.

c. Menempel kertas warna

Peneliti menyediakan kertas manila putih yang sudah diberi gambar

bunga, kemudian peneliti memberi contoh untuk menempel sebuah kertas

warna yang sudah dibentuk gambar bunga pada kertas yang berwarna

putih, kemudian siswa disuruh untuk mencontoh menempel kertas warna

31

tersebut pada kertas putih sehingga menjadi bentuk bunga yang indah. Ini

dilakukan 2-3 kali cara untuk menempel.

d. Menghubungkan titik-titik sehingga menjadi bentuk huruf

Peneliti menyediakan bentuk huruf, siswa diminta untuk menghubungkan

titik-titik sehingga menjadi bentuk huruf. Latihan ini dilakukan 2 kali.

3. Pengamatan (Observastion)

Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap

semua kegiatan siswa bagaimana kesiapan siswa dalam pembelajaran,

konsentrasi siswa selama pembelajaran menulis permulaan, keaktifan siswa

dalam mengikuti latihan motorik halus II.

4. Refleksi (Reflecting)

Setelah kegiatan inti, berdasarkan hasil observasi,peneliti melakukan

refleksi untuk menilai sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis

permulaan setelah mendapatkan latihan motorik II.

Mencari solusi dari hambatan-hambatan yang muncul untuk diperbaiki

dalam siklus ke 3.

Siklus 3

1. Perencanaan (Planning)

Pada siklus ketiga ini peneliti membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran, membuat instrumen tes dan menyiapkan lembar tugas siswa.

2. Tindakan (Acting)

Pada kegiatan ini peneliti melaksanakan tes menulis huruf vokal,

menulis huruf konsonan, menulis kata dan menulis kalimat sederhana.

3. Pengamatan (Observation)

Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap

peningkatan kemampuan siswa dalam menulis permulaan.

4. Refleksi (Reflecting)

Setelah mengikuti latihan motorik I dan latihan motorik halus II

kemampuan siswa dalam menulis permulaan meningkat.

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi siswa dalam kegiatan

menulis serta berbagai faktor penyebab munculnya permasalahan sebagaimana

telah dikemukakan pada bagian pendahuluan dilakukan serangkaian tindakan

guna mengatasi permasalahan tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa

latihan motorik halus dipandang tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan

menulis permulaan pada anak tunagrahita.

Prosedur penelitian yang ditempuh meliputi (1) perencanaan (planning), (2)

tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi ( reflecting).

Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam tiga siklus sebagaimana

pemaparan berikut ini.

A. Siklus Pertama

Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: perencanaan, tindakan,

pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan (Planning)

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes

dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam latihan

motorik halus I.

2. Tindakan (Acting)

Pada saat awal siklus pertama pelaksanaan belum sesuai dengan rencana.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

a. sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan motorik halus dengan

menggunakan jari tangan terutama pada saat latihan menangkap bola

sebagian siswa ada yang merasa takut ketika guru melemparkan bola

kepada siswa dan siswa diminta untuk menangkap bola tersebut.

b. sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan menggelingingkan dan

menangkap ban dalam bekas. Sebagian siswa ada yang merasa takut ketika

guru meminta siswa menangkap ban yang digelindingkan ke arahnya.

33

Untuk mengatasi masalah di atas dilakukan upaya sebagai berikut.

a. Guru dengan sabar memberi pengertian kepada siswa agar tidak takut

ketika menangkap bola maupun menangkap ban dalam dan guru memberi

contoh cara menangkapnya.

b. Guru membantu siswa yang belum mampu untuk menangkap bola maupun

menangkap ban dalam..

Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan guru dapat disimpulkan

bahwa:

a. Siswa mulai terbiasa mengikuti latihan motorik halus yaitu menangkap

bola dan menangkap ban dalam bekas.

b. Siswa mampu melakukan sendiri meskipun belum maksimal hasilnya.

3. Pengamatan (Observing)

a. Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar menulis

permulaan selama siklus pertama

Dalam kegiatan belajar mengajar guru menugasi siswa membuat

macam-macam garis terlebih dahulu di antaranya garis lurus, garis

lengkung dan lingkaran. Selanjutnya guru menugasi siswa menulis huruf

vokal, huruf konsonan, kata dan kalimat sederhana.

Guru memandu mereka cara menulis, cara memegang pensil dan

menggoreskan pensil di lembar tugas siswa. Sebagian siswa dalam

menulis hurufnya berubah tidak sesuai dengan contoh guru ada beberapa

huruf yang terbalik penulisannya, misalnya:

n manjadi u,

p menjadi b,

d menjadi b,

s menjadi z,

m menjadi w,

e menjadi 9,

r menjadi n.

Demikian juga ketika menulis hasil tulisan kurang jelas dan belum rapi.

34

Berdasarkan hasil pengamatan tentang kemampuan menulis

permulaan pada siklus pertama, maka dapat penulis sajikan dalam bentuk

tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Diadakan Latihan Motorik Halus I

No. Nama Siswa Skor Perolehan

Skor Maksimal

Persentase Ket.

1. DW 21 36 58 2. JF 16 36 44 Terendah 3. IT 22 36 61 4. AR 26 36 72 5. AJ 18 36 50 6. AF 27 36 75 7. RI 28 36 78 Tertinggi

Rerata 22,57 36 63

0

1020

3040

5060

70

80

Per

sen

tase

DW JF IT AR AJ AF RI

Nama Siswa

Grafik 1. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus I

Dari hasil pengamatan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran

masih tergolong rendah. Dari skor maksimal 36, skor perolehan rata-rata

hanya mencapai 22,57 atau 63%.

b. Hasil pengamatan siklus I Aktivitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Dari pengamatan dapat dikemukakan bahwa baru sebagian siswa

menunjukkan keaktifannya. Belum maksimalnya peran serta siswa dalam

mengerjakan tugas tersebut terutama disebabkan oleh masih besarnya

peran guru, guru banyak memberikan bantuan kepada siswanya.

35

4. Refleksi (Reflecting)

Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama

adalah sebagai berikut.

a. Guru banyak memberikan bantuan kepada siswa.

b. Sebagian siswa belum terbiasa mengikuti latihan motorik halus I.

c. Sebagian siswa ada yang belum mampu menulis sesuai contoh, hal ini

karena faktor tergesa-gesaan, kelelahan dan sebagainya.

B. Siklus Kedua

Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan,

tindakan, pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan (Planning)

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes,

dan lembar tugas siswa, menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk

kegiatan latihan motorik halus II.

2. Tindakan (Acting)

Suasana pembelajaran sudah hampir sesuai dengan rencana. Hal ini

disebabkan oleh:

a. Sebagian besar siswa sudah mampu mengikuti latihan motorik halus II.

b. Hanya sebagian kecil siswa masih mengalami kesulitan mengikuti

latihan terutama menggunting pola, ada sebagian siswa dalam

menggunting tidak sesuai dengan pola yang ada mereka menggunting

tidak menurut garis.

3. Pengamatan (Observing)

Berdasarkan hasil pengamatan tentang kemampuan menulis permulaan

pada siklus kedua, maka dapat penulis sajikan data hasil penelitian dalam

bentuk tabel sebagai berikut.

36

Tabel 2. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Latihan Motorik Halus II

No. Nama Siswa Skor Perolehan

Skor Maksimal

Persentase Ket.

1. DW 26 36 72 2. JF 21 36 58 Terendah 3. IT 27 36 75 4. AR 28 36 78 5. AJ 23 36 64 6. AF 29 36 81 7. RI 30 36 83 Tertinggi

Rerata 26,28 36 73

0102030405060708090

Pers

en

tase

DW JF IT AR AJ AF RI

Nama Siswa

Grafik 2. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus II

a. Hasil Pengamatan kemampuan menulis permulaan siswa mengalami

peningkatan dari siklus pertama. Yaitu dari skor maksimal 36, diperoleh

skor rerata mencapai 26,28 atau 73%.

b. Guru nampak lebih mendorong siswa untuk lebih aktif mengikuti

pembelajaran baik latihan motorik halus maupun pembelajaran menulis

permulaan.

4. Refleksi (Reflecting)

Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah

sebagai berikut.

37

a. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan evaluasi terhadap

tulisan siswa mengalami peningkatan.

b. Mayoritas siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan

baik.

c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar didukung

oleh meningkatnya keaktifan guru dalam membimbing siswa saat siswa

mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar.

C. Siklus Ketiga

Sama seperti pada siklus pertama dan kedua, siklus ketiga ini terdiri dari

perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

1. Perencanaan (Planning)

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat instrument tes,

dan menyiapkan lembar tugas siswa.

2. Tindakan (Acting)

a. Suasana pembelajaran menulis huruf vokal, huruf konsonan, kata dan

kalimat sederhana berlangsung lebih baik. Tugas yang diberikan guru

kepada siswanya mampu dikerjakan lebih baik lagi.

b. Sebagian besar siswa kemampuan menulisnya mengalami peningkatan.

3. Pengamatan (Observing)

Hasil pengamatan selama siklus ketiga dapat penulis sajikan data hasil

tes menulis permulaan adalah sebagai berikut..

Tabel 3. Perolehan Skor Rerata Menulis Permulaan Sesudah Diadakan

Latihan Motorik Halus I dan II

No. Nama Siswa Skor Perolehan

Skor Maksimal

Persentase Ket.

1. DW 30 36 83 2. JF 24 36 67 Terendah 3. IT 31 36 86 4. AR 33 36 92 5. AJ 28 36 78 6. AF 34 36 94 7. RI 35 36 96 Tertinggi

Rerata 30,71 36 85

38

0

20

40

60

80

100

Per

sen

tase

DW JF IT AR AJ AF RI

Nama Siswa

Grafik 3. Perolehan Skor Menulis Permulaan pada Siklus III

a. Hasil pengamatan kemampuan menulis permulaan siswa mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan kemampuan menulis mereka

pada siklus-siklus sebelumnya. Dari skor rerata 22,57 pada siklus

pertama, 26,28 pada siklus kedua dan 30,71 atau 85% pada siklus ketiga.

Hal ini berarti menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.

b. Guru telah mampu mengatasi segala hal yang menghambat kegiatan

belajar-mengajar dengan mengadakan perbaikan yang dirasa masih

kurang.

4. Refleksi (Reflecting)

Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus ketiga ini adalah

sebagai berikut.

a. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan evaluasi terhadap

tulisan siswa mengalami peningkatan.

b. Mayoritas siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru

dengan lebih baik lagi.

c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar didukung

oleh meningkatnya keaktifan guru dalam membimbing siswa saat siswa

mengalami kesulitan selama proses belajar mengajar.

39

Tabel 4. Perolehan Skor Menulis Permulaan Sebelum dan Sesudah Siklus I, II, dan III

Skor Perolehan No. Nama Siswa

Sebelum Siklus I Siklus II Siklus III 1. DW 53 58 72 83 2. JF 39 44 58 67 3. IT 56 61 75 86 4. AR 67 72 78 92 5. AJ 47 50 64 78 6. AF 69 75 81 94 7. RI 72 78 83 96

Rerata 58 63 73 85

Grafik 4. Perolehan Skor Menulis Permulaan Sebelum dan Sesudah Siklus I, II, dan III

0

20

40

60

80

100

120

Sebelum

D W

J F

I T

A R

A J

A F

R I Siklus I Siklus II Siklus III

40

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas tentang upaya

peningkatan kemampuan menulis permulaan melalui latihan motorik halus pada

anak tunagrahita kelas D C I semester II di SDLB Negeri Purworejo tahun pela

jaran 2008/2009 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bahwa melalui latihan motorik halus dapat meningkatkan kemampuan menulis

permulaan pada anak tunagrahita kelas D I C semester II di SDLB Negeri

Purworejo tahun pelajaran 2008/2009.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka dikemukakan saran sebagai berikut.

1. Bagi siswa SDLB Negeri Purworejo kelas D 1 C karena adanya hasil yang

positif dari latihan motorik halus dengan menulis permulaan maka kepada

semua siswa agar lebih giat dalam mengikuti latihan motorik halus yang

dilaksanakan di sekolah maupun di rumah. Sehingga hasil dari latihan

motorik halus tersebut dapat digunakan sebagai modal mengembangkan

kemampuan menulis.

2. Bagi sekolah hendaknya menyediakan sarana berupa alat peraga yang dapat

mendukung pelaksanaan latihan motorik halus bagi anak tunagrahita ringan.

39

41

DAFTAR PUSTAKA

“Aspek Perkembangan Motorik dan Keterhubungannya dengan Aspek Fisik dan Intelektual Anak (Part 2)”. 2008. Maret. 3.

Astati. 1995. Terapi Okupasi, Bermain, Dan Musik Untuk Anak Tunagrahita.

Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bambang Suhendro. 1994. Ortopedagogik Umum. Jakarta: Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Departemen Agama RI. 1971. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta. Depdiknas. 2003. Identifikasi Anak Luar Biasa. Jakarta: Direktorat Pendidikan

Luar Biasa. . 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Luar

Biasa Tunagrahita Ringan (SDLB-C). Jakarta. Edward Rahantokman. 1988. Belajar Motorik Teori Dan Aplikasinya Dalam

Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

http://ardhana12.wordpress.com. “Strategi Dalam Pembelajaran Menulis 2”. 2009.

Januari. 7. http://id.wikipedia.org. “Gerakan Motorik”. 2009. Februari. 23. http://pembelajaranguru.wordpress.com. “Perkembangan Motorik Kasar dan

Perkembangan Motorik Halus”. 2008. Mei. 25. Iim Imandala. 2009. Pebruari. “Pengajaran Menulis”. http://www.plbjabar.com Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rohmat Wahab. 1993. Mengenal Anak Berkelainan. Yogyakarta. IKIP. Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dan Penulisan Karya

Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sunardi. 1995. Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

42

Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Trisno Yuwono dan Pius Abdullah. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.

Surabaya: Arkola. . 2007. Pedoman Penulisan Skripsi . Surakarta: Universitas Sebelas Maret.