Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp...

23
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53 PALEMBANG 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru. Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu dianggap penting agar Fisika dapat dikuasai sedini mungkin oleh para siswa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berhasilnya peneliti (guru) mengajar dalam pembelajaran bersetting kelompok. Pada pembelajaran bersetting kelompok konvensional-tradisional, yang dialami oleh peneliti justru dapat merusak minat dan motivasi siswa. Siswa pandai cenderung mendominasi kelompok belajarnya karena tidak mempercayai teman sekelompoknya. Mereka dapat pula bersikap sebaliknya, cuek dan malas sebagai akibat merasa dirugikan oleh pembelajaran bersetting kelompok karena mereka akan bekerja keras untuk kelompoknya sedang siswa yang kurang pandai akan ikut memperoleh

Transcript of Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp...

Page 1: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53 PALEMBANG

1. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru.

Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.

Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu dianggap penting agar Fisika dapat dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berhasilnya peneliti (guru) mengajar dalam pembelajaran bersetting kelompok. Pada pembelajaran bersetting kelompok konvensional-tradisional, yang dialami oleh peneliti justru dapat merusak minat dan motivasi siswa. Siswa pandai cenderung mendominasi kelompok belajarnya karena tidak mempercayai teman sekelompoknya. Mereka dapat pula bersikap sebaliknya, cuek dan malas sebagai akibat merasa dirugikan oleh pembelajaran bersetting kelompok karena mereka akan bekerja keras untuk kelompoknya sedang siswa yang kurang pandai akan ikut memperoleh hasil kerja kerasnya. Jika dilihat dari siswa yang kurang pandai, mereka cenderung menjadi terpinggirkan, rendah diri, dan pasif, karena seringkali pendapat-pendapat mereka tidak diakomodir oleh siswa-siswa yang lebih pandai. Untuk mengatasi masalah ini peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games Tournaments) dengan sistem penilaian mengacu pada kinerja kelompok dan kinerja individu dalam kontribusinya terhadap kinerja kelompok serta dianggap peneliti dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dan juga menyenangkan dalam proses belajar-mengajar. Karena pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dimana semua siswa dalam setiap kelompok diharuskan untuk berusaha memahami dan menguasai materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok sehingga saat ditunjuk untuk mempresentasikan jawabannya, mereka dapat menyumbangkan skor bagi kelompoknya.

2. Rumusan Masalah

Page 2: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

2.1 Bagaimana realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?

2.2 Bagaimana suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?

2.3 Bagaimana hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?

2.4 Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa ?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Mengetahui realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.

3.2 Mengetahui suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.

3.3 Mengetahui hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.

3.4 Mengetahui Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

4. Manfaat Penelitian

Bagi guru :

Diharapkan melalui hasil penelitian ini guru akan mengetahui model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

Selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan profesionalnya sebagai guru.

Bagi siswa :

Diharapkan dengan selalu aktif siswa mengikuti pembelajaran Fisika akan berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa Fisikanya.

Melatih berpikir bagi siswa. Menumbuhkan rasa percaya diri bagi siswa. Memberikan pengalaman belajar Fisika yang bermakna dan diharapkan dapat memperbaiki

pemahaman konsep siswa.

Bagi sekolah :

Sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran dan prestasi belajar Fisika di sekolah.

Bagi peneliti lain :

Page 3: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

Agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya khususnya dalam pembelajaran Fisika.

5. Tinjauan Pustaka

5.1 Pengertian Belajar dan Mengajar

Belajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti berusaha supaya beroleh ke pandaian atau ilmu pengetahuan dengan melatih diri (poerwadarmita 1960:22). Bruner mengatakan bahwa proses belajar terdiri dari tiga episode yaitu :

Informasi

merupakan proses penjelasan, penguraian, atau pengarahan menggenai prinsip-prinsip struktur pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Transformasi

merupakan suatu proses peralihan atau perpindahan prinsip diatas kedalam anak.

Evaluasi

merupakan taraf pengukur sampai sejauh manakah pengetahuan keterampilan dan sikap itu dapat ditransformasikan atau dimanfaatkan bagi para peserta didik sebagai subjek didik.

Belajar adalah proses perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, bersifat internal dan unik.

Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, cultural, psikologis) yang memberi suasana bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar, bersifat eksternal dan rekayasa.

Belajar karena proses pembelajaran lebih terarah dan terkendali dari pada belajar karena pengalaman semata-mata. Keterarahan dan keterkendalian menuntut proses pembelajaran untuk menghadirkan pembelajar (instructor) atau guru, atau bahan belajar tercetak seperti modul, terekam seperti video/audio, dan tersiar seperti program radio/TV yang bersifat membelajarkan sendiri(self instructional) yaitu memungkinkan seseorang dapat belajar mandiri tanpa terlalu banyak mengantungkan diri pada orang lain.

Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar.

Usman (2000:5) menyatakan proses merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

Page 4: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.

Istilah ”belajar” dan ”mengajar” adalah dua peristiwa yang berbeda akan tetapi diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain dalam keberhasilan proses belajar-mengajar.

Slameto (1995:2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan hal itu, menurut W.H Eurton dalam Usman (1993:4) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Hamalik (2001:30) mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan latihan yang dapat terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya yang dilihat dalam bentuk penguasaan dan penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan kecakapan.

Usman (1993:6) mendefinisikan mengajar sebagai suatu usaha mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik, dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan proses belajar pada diri siswa. Selanjutnya Djamarah (1997:45) menyatakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

Hamalik (2001:48) mendefinisikan bahwa mengajar merupakan usaha mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang segar agar aktivitas belajar menuju ke arah sasaran yang diinginkan. Dengan kata lain, guru juga bertindak selaku organisator belajar siswa sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara optimal.

Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses, yaitu proses pengorganisasian lingkungan disekitar siswa, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk mencapai tujuan yang optimal.

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan, sedangkan mengajar merupakan proses pengubahan agar perubahan itu terjadi.

5.2 Hakikat Mata pelajaran Fisika

Page 5: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian – bagian dari alam dan interaksi didalamnya, sehingga Fisika berhubungan dengan pengamatan, pemahaman, dan peramalan fenomena alam, termasuk sifat – sifat system buatan manusia. ( Muslim, 2005:1)

Mata pelajaran Fisika adalah mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan kemampuam berfikir analisis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. ( Depdiknas, 2002:7 )

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang di dalamnya mempelajari bagian – bagian dari alam dan interaksinya, sehingga membutuhkan kemempuan berfikir analisis secara deduktif dengan menggunakan matematika.

5.3 Minat

Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan (Sujanto Agus : 1981). Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang dipelajari dapat dipahami; Sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Terjadilah suatu perubahan kelakuan.

Perubahan kelakuan ini meliputi seluruh pribadi siswa; baik kognitip, psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di lingkungan secara berkelompok.

5.4 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupaka suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.

a. Landasan Pembelajaran Kooperatif

Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran kooperatif, mahasiswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995 : 16). Menurut teori motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan. Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:

I. Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.

II. Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.

Page 6: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

III. Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur pencapaian tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang dnginkan pada pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.

b. Tujuan Hasil Belajar Siswa

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tertentu.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperetif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Semetara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.

c. Keterampilan Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat

Page 7: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

dibagun dengan mengemangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan denga membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.

d. Tingkah Laku Mengajar (sintaks)

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF FASE-FASE TINGKAH LAKU GURU

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa.

Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan

Page 8: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu dalam kelompoknya. Jika pelajaran pembelajaran kooperatif ingin menjadi berhasil, maka materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.

5.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament

Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang lebih baik, dibanding model pembelajaran lama.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Teams-Games-Tournament (Wartono, 2004:16). Selanjutnya Wartono, menjelaskan dalam Teams-Games-Tournament atau pertandingan-permainan-tim, siswa memainkan pengacakan kartu dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka. Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.

Rachmat (2007:1) menyatakan ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:

Penyajian kelas

Page 9: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok.

Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.

Penghargaan kelompok

Guru mengumumkan kelompok yang terbaik.

Sesuai dengan namanya, model TGT ini mengandung kegiatan-kegiatan yang bersifat permainan. Secara umum peran guru dalam model ini adalah memacu siswa agar lebih serius dan semangat , kemudian membandingkannya dengan prestasi siswa (kelompok ) lain. Dengan demikian dapat ditentukan kelompok mana yang berhasil mencapai prestasi yang paling baik. Pembelajaran Kooperatif TGT ini merupakan hasil modifikasi Pembelajaran Tutorial TGT dimana pada saat diskusi kelompok didesain kelompok-kelompok kooperatif yang diberi istilah model diskusi “berpikir-berpasangan-berempat” atau think-pair-square, yang dikembangakn oleh Frank Lyman dan Spencer Kagan (Lie, 2002 : 56). Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini.

Pembelajaran kooperatif TGT Aktifitas Guru Aktifitas Siswa1. Pendahuluan a. Pembelajaran klasikal bersifat

informatif.Mendengar

b. Relevansic. Menyebutkan Tujuan Khususd. Menerangkan Langkah dan fungsi TGT.e. Membentuk 4 orang per kelompok.

Page 10: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

f. Memandu siswa dalam kelompok.g. Memilih Koordinator (satu siswa dalam tiap kelompok, boleh dipilih oleh anggota kelompok, setiap siswa suatu saat harus jadi koodinator), yang bertugas mewakili jawaban kelompok pada sidang pleno.

2. Penyajian, guru mengorganisir dan memantau PBM

a. Menyiapkan beberapa pertanyaan / soal, yang sudah disiapkan jawabannya.

a. Setiap individu menjawab pertanyaan- pertanyaan untuk persiapan diskusi kelompok “berpikir-berpasangan-berempat”.

b. Mengorganisasikan diskusi kelompok “berpikir-berpasangan-berempat” (semua kelompok) untuk menjawab pertanyaannya.

b. Mendiskusikan jawaban-jawaban pertanyaan dalam kelompok “berpikir-berpasangan-berempat” (per kelompok).

c. Mengorganisir sidang pleno hasil temuan jawaban tiap-tiap kelompok yang diwakili oleh koordinator kelompok.

3. Penutup a. Memberikan pertanyaan/ kuis yang sama kepada tiap tim untuk dikerjakan individu.

a. Mencari / menghitung ulang jawaban yang benar.

b. Koreksi hasil kuis. b. Siswa kembali ke kelompok asal/ mula-mula.

c. Membuat skord. Umpan balik/ tindak lanjut/ ulang lagi dari awal untuk topik selanjutnya

Teknik diskusi “berpikir-berpasangan-berempat” memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak. Langkah-langkah teknik ini adalah sebagai berikut.

a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.

b. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

Page 11: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

c. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompoknya dan berdiskusi dengan pasangannya.

d. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan membagikan hasil kerjanya (kerjanya sendiri dan kerja berpasangan) pada kelompok berempat.

Dalam penilaian pembelajaran kooperatif siswa mendapat nilai pribadi maupun nilai kelompok. Siswa bekerjasama dengan metode gotong-royong, mereka saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan kemudian menerima nilai pribadi. Siswa harus menunjukkan kemampuannya setelah bekerja dalam kelompok dengan mengerjakan tes hasil belajar (post-test) secara individual. Hasil post-test sebagai nilai perkembangan individu dan untuk menentukan skor kelompok. Nilai kelompok dapat ditentukan dengan beberapa cara. Pertama nilai kelompok dapat diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa diambil dari nilai rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap anggota. Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong-royong yang ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun kekurangannya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh rekannya yang nilainya rendah. Sedangkan siswa yang lemah mungkin akan merasa bersalah karena membuat nilai kelompoknya rendah.

Untuk menjaga perasaan-perasaan negatif tersebut ada cara lain yang dapat dipilih dan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan aturan sebagai berikut.

SKOR POST-TEST

SUMBANGAN PADA NILAI KELOMPOK

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

1 s / d 10 poin di bawah skor awal 10

0 s / 10 di atas skor awal 20

10 atau lebih di atas skor awal 30

Nilai sempurna 30

Setelah satu siklus penilaian dilakukan perhitungan ulang untuk siklus berikutnya skor post-test sebagai skor awal baru.

6. Metodelogi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX SMP Negeri 53 Palembang. Jumlah siswa 30 orang dengan latar belakang sosial ekonomi yang heterogen.

7. Variabel Penelitian

7.1 Variabel bebas : Model Pembelajaran kooperatif TGT

Page 12: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

7.2 Variabel terikat : Minat belajar Fisika

8. Instrumen Penelitian

8.1 Suasana yang menyertai proses belajar mengajar pembelajaran kooperatif TGT diamati dengan Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi Sistematis untuk dosen.

8.2 Umpan balik dan teknik evaluasi proses belajar pembelajaran kooperatif TGT diungkap dengan hasil skor individu dan skor kelompok saat pembelajaran kooperatif.

8.3 Hasil belajar matematika mahasiswa setelah pembelajaran kooperatif TGT diukur dengan tes.

Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi Sistematis untuk dosen, masing-masing itemnya diberi bobot 1 (kurang) ,2 (cukup) ,4 (baik) dan 5 (baik sekali). Bobot 3 (sedang) tidak ada, agar setiap penilaian ada kecenderungan dan setiap item diberi catatan untuk hasil pengamatan yang tidak dapat diangkakan, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk dalam kategori item tertentu. Alat ukur Postes berupa paket soal yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban, 5 essay dengan jawaban pendek dan 5 essay dengan jawaban panjang (terbuka) dengan alokasi waktu 90 menit.

9. Rancangan Penelitian

Faktor Yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang akan diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah :

§ Faktor mahasiswa : Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-tes atau kuis sebelumnya untuk penempatan siswa dalam kelompok agar dalam satu kelompok ada yang pandai, sedang dan kurang, sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses belajar individual dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pos-tes target indikator kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe TGT secara individu maupun kelompok (skor kelompok).

§ Faktor Dosen : Mengamati kinerja dosen sebagai perencana, fasilitator, koordinator dan evaluator program perkuliahan Kooperatif Tipe TGT, diamati dengan pedoman observasi sistematis.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri 3 siklus . Tiap siklus dilaksanakan mulai perencanaan, persiapan tindakan , pelaksanaan tindakan , pemantauan, evaluasi individu dan kelompok serta refleksi tindakan, analisis dan dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Siklus I adalah penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaaw II, siklus II adalah penerapan pembelajaran kooperatif TGT, kemudian dilakukan perbandingan antara keduanya untuk mencari metode yang lebih tepat untuk diterapkan pada pembelajaran Fisika SMP dan pada siklus ketiga dilakukan penyempurnaan metode yang terpilih untuk diterapkan sekali lagi dengan beberapa perubahan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Setiap siklus melalui pentahapan-pentahapan sebagai berikut :

Page 13: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

SIKLUS I :

1) Perencanaan

§ Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus I.

§ Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.

§ Menyusun tes untuk Siklus I.

§ Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun kelompok.

§ Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan Tindakan.

2) Persiapan Tindakan

§ Analisis nilai kuis untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif.

§ Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada TGT.

§ Mempersiapkan media dan alat bantu yang diperlukan.

§ Memberikan pengarahan kepada siswa tentang operasional perkuliahan dan tentang tugas yang akan diberikan.

3) Pelaksanaan Tindakan

§ Melaksanakan rancangan perkuliahan.

§ Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode pembelajaran kooperatif TGT.

§ Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

§ Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa, sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis). Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus I serta memberikan penilaian kelompok.

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus I.

Page 14: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

SIKLUS II :

1) Perencanaan

§ Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus II.

§ Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.

§ Menyusun tes untuk Siklus II.

§ Mendesain Pedoman Pemantauan pembelajaran untuk individu maupun kelompok.

§ Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan Tindakan Siklus II.

2) Persiapan Tindakan

§ Analisis nilai tes siklus I untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif baru atau tetap seperti pembagian kelompok siklus I.

§ Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada TGT.

3) Pelaksanaan Tindakan

§ Melaksanakan rancangan perkuliahan.

§ Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode pembelajaran kooperatif TGT.

§ Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

§ Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa, sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis). Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus II serta memberikan penilaian kelompok.

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus II. Pada akhir siklus kedua dilakukan analisis perbandingan untuk menentukan metode yang lebih baik dan merancang perkuliahan untuk siklus III.

SIKLUS III :

Page 15: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

1) Perencanaan

§ Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus III.

§ Membuat rancangan/ scenario pembelajaran.

§ Menyusun tes untuk Siklus III.

§ Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun kelompok.

§ Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan Tindakan.

2) Persiapan Tindakan

§ Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada TGT.

3) Pelaksanaan Tindakan

§ Melaksanakan rancangan pembelajaran .

§ Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode pembelajaran kooperatif TGT.

§ Penilaian individu dan kelompok oleh guru.

§ Pos-tes untuk semua siswa.

4) Observasi

Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan dosen melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa, sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis). Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus III serta memberikan penilaian kelompok.

5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan, dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung, penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus III. Pada akhir siklus III dilakukan analisis perbandingan untuk siklus I, II dan III serta dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Selanjutnya disusun laporan akhir.

10. Teknik Pengumpulan Data

Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-tes atau kuis sebelumnya untuk penempatan siswa dalam kelompok agar dalam satu kelompok ada yang pandai, sedang dan kurang, sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses belajar individual dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa

Page 16: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

(membandingkan pos-tes target indikator kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe TGT secara individu maupun kelompok (skor kelompok).

11. Teknik Analisis Data

Untuk membandingakan hasil belajar Fisika setelah pembelajaran kooperatif TGT terhadap target yang ditetapkan guru dipakai uji t.

Keterangan:

Xi = rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen

X2 = rata-rata nilai siswa pada kelas kontrol

S1 = simpangan baku kelompok eksperimen

S2 = simpangan baku kelas kontrol

n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

Dengan kriteria pengujian terima Ho apabila th <>

h >tt dengan derajat kebebasan untuk derajat distribusi adalah

(n1 + n2 – 2), a = 0,05 dan peluang (1 - a ).

Dan tolak Ho jika berharga lain.

Analisis lembar observasi dibandingkan dengan jumlah skor dan catatan-catatan tambahan yang menjadi pertimbangan.

12. Daftar Pustaka

Brookfield, S. 1984. Adult Learners, Adult Education and the Community. Teacher College Press. New York.

Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.

Irawan, Prasetya. 1996. Beberapa Model Tutorial. Komunika Nomor 13. Hal. 6-7.

Johnson, David, Roger Johnson & Karl Smith 1991. Active Learning : Cooperation in the College Classroom. Interaction Book Company. Edina, MN.

Page 17: Upaya Meningkatkan Minat Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tgt Siswa Kelas Ix Smp Negeri 53 Palembang

Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge Adult Education. New York.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas). Grasindo. Jakarta.

Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe Macmillan Mc Graw Hill. Nem York.

Maryanto. 1998. Pembelajaran Gotong Royong dalam Pengajaran Sains, Matematika dan Bahasa. (Makalah Seminar Nasional Kerja Sama RECSAM Penang Malaysia dan IKIP Semarang). Semarang.

Paulina Pannen, Dr., Ida Malati S.,M.Ed., Drh. 1997. Pendidikan Orang Dewasa (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Paulina Pannen, Dr., Mestika Sekarwinahyu, Dra. 1997. Belajar Aktif . (Dalam “Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn and Bacon Publisher. Massachusetts.

Suhito, Drs. 1987. Diagnosis Kesulitan Belajar. IKIP Semarang Press. Semarang

Tamat, T. 1985. Dari Pedagogik ke Andragogik : Pedoman bagi Pengelola Pendidikan dan Latihan. Pustaka Dian. Jakarta.