UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

136
UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT BLITAR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Durotun Nafi’ah NIM. 11150321000007 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Transcript of UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

Page 1: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA

BAGI MASYARAKAT BLITAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Durotun Nafi’ah

NIM. 11150321000007

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

i

UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA

BAGI MASYARAKAT BLITAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Durotun Nafi’ah

NIM. 11150321000007

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 3: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …
Page 4: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …
Page 5: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …
Page 6: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

v

ABSTRAK

Durotun Nafiah, “Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi

Masyarakat Blitar. Skripsi. Jakarta: Program Studi Studi Agama-Agama

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Upacara siraman Gong Kyai Pradah merupakan salah satu tradisi lokal yang

masih dilakukan hingga sekarang. Upacara ini dilakukan di Kecamatan Sutojayan,

Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Syawal dan 12

Rabi’ul Awwal dengan cara dan perlengkapan yang sama di setiap pelaksanaannya.

Upacara ini diikuti oleh masyarakat yang berasal dari berbagai kalangan dan agama.

Banyaknya masyarakat yang mempercayai dan mengikuti setiap prosesi membuat

penulis ingin meneliti mengenai pengaruh upacara siraman bagi kehidupan

masyarakat. Hal ini menarik untuk dikaji, mengingat bahwa di era modern ini

seharusnya semua hal dinilai secara rasio dan mulai berkurang jumlah orang yang

sepenuhnya percaya kepada hal-hal mistis. Akan tetapi, masyarakat yang

menghadiri tradisi ini semakin tahun justru semakin bertambah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field

research) dengan menggunakan pendekatan antropologi. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan pengumpulan dokumentasi. Data

yang telah didapatkan kemudian dikumpulkan, diverifikasi kebenarannya,

kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian adalah adanya pengaruh upacara siraman bagi kehidupan

masyarakat, yakni dalam keyakinan, pemikiran, dan sosial-ekonomi. Dengan

diadakannya ritual, masyarakat akan merasa lebih aman dan tenteram. Bagi

masyarakat yang mengonsumsi air bekas siraman menyatakan bahwa ia merasa

lebih bugar dari sebelumnya. Selain itu, keadaan sosial-ekonomi masyarakat juga

mengalami peningkatan menjadi lebih baik. Sikap kekeluargaan dan perekonomian

masyarakat dinilai semakin meningkat ketika upacara siraman dilakukan.

Kata Kunci: Tradisi Lokal, Upacara Siraman, Gong Kyai Pradah

Page 7: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT. tidak ada kekuatan apapun dalam diri ini selain karunia dan

ridho-Nya. Dan karena anugerahnya-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi

ini dengan judul: Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi

Masyarakat Blitar. Shalawat beserta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW. yang selalu menjadi tauladan bagi seluruh umatnya hingga

akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa perjalanan dalam upaya menyelesaikan kuliah dan

skripsi ini dibuat banyak bantuan dari berbagai pihak. Karenanya, penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta, Kaelani dan Nurul Mahmudah, atas semua pengorbanan,

kesabaran, dukungan, dan kasih sayang yang tiada pamrih. Baik berupa moril

maupun materiil, serta doa yang tidak pernah putus untuk keberhasilan dan

kesuksesan penulis. Terima kasih untuk segalanya, karena kalian aku ada. Dan

aku bangga.

2. Mbak Zuhrotul Mabruroh beserta suami, mas M. Habibul Huda yang selalu

memberikan motivasi belajar dan membimbing dengan sabar. Ayah Turmudzi,

ibu Nafsiati, terima kasih atas dukungan dan doanya. Bantuan materi maupun

non-materi dari kalian sangatlah berarti. Adik Ilyas Amirul Labib dan M. Daffa

Rafiqul Huda, kelucuan kalian adalah hiburan dan semangat bagi penulis.

Terima kasih untuk kalian semua, keluargaku tercinta.

Page 8: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

vii

3. Dra. Hj. Hermawati, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dalam proses penulisan proposal skripsi.

4. Dr. Hamid Nasuki, M. Ag., terima kasih atas kesabaran bapak karena telah

bersedia meluangkan waktu untuk mengoreksi dan memberikan saran dalam

penulisan skripsi ini. Tanpa arahan dan kritikan yang bapak berikan, skripsi ini

tidak akan pernah selesai.

5. Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc, MA., selaku Rektor Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf dan jajarannya.

7. Bapak Syaiful Azmi, MA., selaku Ketua Program Studi Studi Agama-Agama

dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku sekretaris Program Studi Studi

Agama-Agama.

8. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu

kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung.

9. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Proklamator Bung Karno, dan Perpustakaan Nasional RI, yang

telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan, sehingga

dapat mempermudah penulis dalam menyelesaikan tugas perkuliahan.

10. Bapak Supalil, Bapak Muhammad As’adi, Bapak Drs. Hartono, MM, Bapak

Mujiono, Bapak Iskandar, Ibu Karti, Bapak Bambang, Bapak Slamet, Ibu

Samiatun, terima kasih atas kerelaan waktu, tenaga, dan pikirannya. Juga atas

Page 9: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

viii

kesediaannya menjadi narasumber inti dari penulisan skripsi penulis dengan

penuh kesabaran. Semoga kebaikan bapak dan ibu sekalian dibalas dengan

semestinya oleh Allah SWT., semoga keberkahan serta kesehatan selalu

menyertai kalian.

11. Teman-teman terbaikku, Umi Lailatul Baroroh, Siti Subadriah, Intan Pertiwi,

Ranty Aprillia, Munawwaroh, Guruh Purnama, Ahmad Syarif al-Azizi, dan

Syarif Hidayat, yang walaupun sering mengeluh tapi masih setia menemani dan

rela direpotkan. Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik untuk segala

keluh kesah penulis, memberikan motivasi, dan semangat. Guys, you’re the

best. Kesuksesan menunggu kita. Semangat!!

12. Kakak-kakakku sekalian, Luftah, Iis Fatimah, Siti Kurniawati, Liza Mazida,

Novi, dan Muhammad Sairi, yang senantiasa memberikan semangat dan

dukungan.

13. Teman-teman seperjuangan di kelas Studi Agama-Agama angkatan 2015.

Kalian luar biasa.

14. Dra. Hj. Mastanah, M. Si., selaku pembimbing KKN di Desa Argapura,

Cigudeg, Bogor. Banyak ilmu dan pengalaman yang ibu berikan kepada penulis

dan teman-teman KKN RELEVANT. Semoga Allah SWT. membalasnya.

15. Teman-teman KKN RELEVANT, Yully, Nurhasanah, Khusnul, Keziah,

Farhanah, Audy, Annisa, Rif’atul, dan yang lainnya. Kalian luar biasa. Terima

kasih juga untuk masyarakat Kampung Tipar, Argapura, Cigudeg, Bogor.

Pengalaman bersama kalian selalu menyadarkan penulis tentang arti

Page 10: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

ix

persahabatan, kekeluargaan, dan keberagaman sifat dan sikap manusia. Semoga

kebersamaan kita dapat terus terjaga.

16. Teman-teman al-Ayyubi, terima kasih atas doa, semangat, dan motivasi yang

selalu kalian berikan.

17. Keluarga besar IKAPPMAM, terima kasih atas doa dan ilmu yang diberikan.

18. Keluarga besar SALMADA, terima kasih atas doa dan ilmu yang diberikan.

19. Sahabat-sahabati PMII KOMFUSPERTUM, terima kasih atas ilmu,

pengalaman, saran, bantuan, dan doanya. Kalian luar biasa.

20. Semua orang yang pernah bertanya, “Kapan lulus? Kapan wisuda? Kapan

kerja? Kapan nikah?” Terima kasih telah menyadarkan penulis bahwa

kehidupan masih berlanjut. Karena kalian penulis termotivasi untuk secepatnya

menyelesaikan skripsi ini.

21. Semua pihak yang telah membantu, yang belum disebutkan satu-persatu.

Terima kasih atas segala kebaikan kalian.

Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan

kemampuan bahwa hasil skripsi masih jauh dari kata kesempurnaan. Untuk semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima

kasih. Penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT., semoga berkenan

menerima segala kebaikan dan ketulusan mereka. Semoga skripsi ini dapat

menambah khazanah keilmuan kita semua. Aamiin.

Jakarta, 13 Januari 2020

Penulis

Durotun Nafi’ah

Page 11: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 4

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 5

E. Kerangka Teori ........................................................................................... 6

F. Metodologi Penelitian ............................................................................... 12

G. Teknik Penulisan ...................................................................................... 18

H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 18

BAB II SEJARAH UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH .......... 20

A. Profil Lokasi Penelitian ............................................................................ 20

B. Sejarah Gong Kyai Pradah ....................................................................... 23

C. Upacara Siraman Gong Kyai Pradah ....................................................... 26

Page 12: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

xi

BAB III PROSESI UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH .......... 30

A. Tempat Penyimpanan dan Pelaksanaan Upacara Siraman ....................... 30

B. Perlengkapan Upacara Siraman ............................................................... 35

C. Proses Pelaksanaan Upacara Siraman ...................................................... 37

BAB IV PENGARUH UPACARA SIRAMAN SIRAMAN GONG KYAI

PRADAH ............................................................................................................. 52

A. Motivasi Mengikuti Upacara Siraman ..................................................... 52

B. Pengaruh Upacara Siraman ...................................................................... 61

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 66

A. Kesimpulan .............................................................................................. 66

B. Saran ......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 77

A. Lampiran 1: Surat Penelitian .................................................................... 78

B. Lampiran 2: Pedoman dan Hasil Wawancara .......................................... 80

C. Lampiran 3: Upacara Siraman Gong Kyai Pradah ................................. 115

D. Lampiran 4: Wawancara ........................................................................ 122

Page 13: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Peta Wilayah Kabupaten Blitar ...................................................... 20

Gambar 2.2 : Peta Wilayah Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar ................. 21

Gambar 2.3 : Gong Kyai Pradah .......................................................................... 23

Gambar 3.1 : Sanggar Pusaka Gong Kyai Pradah ................................................ 30

Gambar 3.2 : Panggung Siraman ......................................................................... 35

Page 14: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai macam ritual atau tradisi telah ada dan dilaksanakan secara

turun-temurun sehingga tak jarang dijumpai adanya sesembahan yang

kemudian setiap kali masyarakat memiliki hajat, seperti pernikahan, kelahiran,

dan kematian selalu mengadakan ritual.1 Tujuan diadakannya tradisi pun

bermacam-macam. Akan tetapi kebanyakan masyarakat meyakini bahwa

dengan mengadakan ritual, keselamatan serta hal baik akan mendatanginya.

Masyarakat Jawa hingga saat ini masih memegang teguh tradisi-tradisi

peninggalan leluhur mereka. Meskipun mayoritas masyarakat Jawa beragama

Islam, tidak serta merta membuat mereka meninggalkan tradisi Jawa Kuno

bahkan tradisi yang sebelumnya adalah tradisi Hindu-Buddha.2 Masyarakat

Jawa memiliki berbagai macam kebudayaan yang berbeda di setiap daerah,

salah satunya Blitar. Blitar merupakan salah satu daerah yang memiliki budaya

khas yang tercermin dalam kesenian maupun produk budaya lainnya, seperti

makanan khas dan upacara adat.

Upacara Siraman Gong Kyai Pradah merupakan salah satunya. Gong

adalah canang besar (kadang-kadang dipukul sebagai tanda pembukaan upacara

dan sebagainya).3 Sedangkan Kyai Pradah merupakan sebutan untuk sebuah

1 Clifford Geertz, Agama Jawa, Abangan, Santri, Priyai dalam Kebudayaan Jawa, (Depok:

Komunitas Bambu, 2014), h. 89. 2 Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal, Protret dari Cerebon, (Ciputat: Logos

Wacana Ilmu, 2001), h. 2. 3 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), h. 368.

Page 15: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

2

gong yang merupakan salah satu instrumen gamelan Jawa berdiameter 60 cm

yang tebuat dari besi perunggu dan dibungkus kain mori (kain putih) yang

dikeramatkan masyarakat Lodoyo sebagai benda pusaka.4 Jadi, yang dimaksud

dengan upacara siraman Gong Kyai Pradah adalah kegiatan memandikan benda

pusaka berupa sebuah gong dengan menggunakan air kembang setaman.

Upacara ini merupakan produk budaya lokal yang hingga saat ini masih

diadakan agar tidak hilang terkikis oleh budaya Barat. Upacara siraman

dilakukan di Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, atau

yang lebih dikenal oleh masyarakat Blitar sebagai Lodoyo.

Gong ini dipuja dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat Blitar dan

sekitarnya. Upacara siraman dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu

pada 1 Syawal yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri dan 12 Rabi’ul Awal

yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Upacara ini dilakukan

dalam rangka melestarikan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur dan telah

ada sejak zaman Mataram Kuno.

Mayoritas masyarakat percaya bahwa dengan melakukan upacara

tersebut, maka akan terhindar dari bencana, baik bagi diri sendiri, maupun untuk

wilayah tempat tinggal mereka. Di hari pelaksanaan upacara, masyarakat dari

berbagai latar belakang berbondong-bondong datang dengan berbagai tujuan.

Baik yang asli Blitar, maupun dari luar Blitar, dari berbagai usia, dan juga

agama. Ada yang datang dengan tujuan untuk menyaksikan upacara siraman

4 Sugianto, “Ritual Adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah”, Universitas Terbuka, h. 6-7,

diakses dari http://pk ut.ac.id/j si/1 31.sugianto.html, pada tanggal 18 September 2019, pukul 20.58

WIB.

Page 16: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

3

sebagai sebuah tontonan atau warisan budaya yang harus dilestarikan, ada pula

yang datang dengan tujuan mengharapkan berkah, dan tak sedikit pula

masyarakat yang datang untuk mengambil (memperebutkan) air bekas siraman

yang dipercaya dapat memberikan berbagai manfaat. Sebagian besar

masyarakat percaya bahwa air bekas siraman gong tersebut dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit, mendatangkan jodoh, menjadikan

awet muda, dan dapat melancarkan rezeki.

Upacara ini telah dikenal dan dipercayai oleh masyarakat Blitar dan

sekitarnya, sehingga yang mengikuti prosesi upacara semakin bertambah di

setiap tahunnya. Upacara ini diikuti oleh masyarakat yang berasal dari berbagai

kalangan dan agama. Banyaknya masyarakat yang mempercayai dan mengikuti

setiap prosesi membuat penulis ingin meneliti mengenai upacara siraman dan

hal-hal yang berkaitan dengannya, serta apa saja pengaruhnya bagi kehidupan

masyarakat. Hal ini sangat menarik untuk dikaji, mengingat bahwa di era

modern ini seharusnya semua hal dinilai secara rasio dan mulai berkurang

jumlah orang yang sepenuhnya percaya pada hal-hal mistis. Akan tetapi,

masyarakat yang menghadiri tradisi ini semakin tahun justru semakin

bertambah.

Berdasarkan gambaran realitas dan berangkat dari keunikan yang ada,

penulis ingin melakukan penelitian dengan memilih judul, “Upacara Siraman

Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Blitar”.

Page 17: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

4

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Adapun batasan dan rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Batasan Masalah

Penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti dengan hal-hal

yang berkaitan dengan kepercayaan dan budaya yang terdapat dalam

upacara siraman Gong Kyai Pradah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Upacara Siraman Gong Kyai Pradah bagi

masyarakat Blitar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian adalah untuk memenuhi

persyaratan akhir perkuliahan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1)

Sarjana Agama (S.Ag) dalam Program Studi Studi Agama-Agama Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah

dapat memberikan kontribusi berupa karya ilmiah bagi pengembangan

penelitian lanjutan, sehingga dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai tradisi lokal yang ada di

Page 18: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

5

Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang hingga kini masih eksis di kalangan

masyarakat.

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan apa saja

pengaruh diadakannya upacara tersebut bagi masyarakat, sehingga upacara

siraman masih diadakan hingga saat ini.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah telah beberapa

kali dilakukan karena tradisi ini dikenal dan dilakukan oleh masyarakat Blitar

selama bertahun-tahun. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis,

ditemukan beberapa tulisan yang berkaitan dengan tema penulisan, antara lain:

Jurnal yang ditulis oleh Ruddat Ilaina R.A., dkk, Vol. 12. No. 01 (2018)

yang berjudul Makna dan Relevansi Simbolik Mantra Siraman Gong Kyai

Pradah Lodaya dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di Desa

Lodaya Blitar. Karya ini membahas mengenai mantra yang diucapkan dalam

upacara siraman Gong Kyai Pradah dan kisah-kisah mengenai adanya pengaruh

mantra tersebut terhadap perayaan maulid Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang ditulis oleh Mohamad Nadzif (2001) yang berjudul

Upacara Siraman Gong Kyai Pradah Di Sutojayan Kabupaten Blitar (Studi

Akulturasi Islam dan Budaya Lokal). Karya ini membahas mengenai akulturasi

atau perpaduan Islam dengan budaya lokal yang terdapat dalam upacara siraman

yang dilakukan di daerah Sutojayan, Blitar. Akulturasi yang terjadi dapat kita

Page 19: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

6

ketahui dari waktu pelaksanaan ritual serta serangkaian acara yang

menggunakan unsur-unsur Islam di dalamnya.

E. Kerangka Teori

Kebudayaan dan manusia merupakan dua entitas yang sama sekali tidak

dapat dipisahkan. Manusia hidup dengan budaya yang telah ada dan diwarisi

secara turun-temurun. Demikian dengan agama yang dianut oleh masyarakat

tertentu, sedikit banyak akan mempengaruhi berbagai aspek yang ada dalam

kehidupan manusia, salah satunya budaya yang dimiliki. Dalam konteks

hubungan kebudayaan dan agama, agama dipandang sebagai realitas dan fakta

sosial sekaligus sebagai sumber nilai dalam tindakan-tindakan sosial maupun

budaya. Hubungan yang erat antara agama dengan masyarakat dan budayanya

tidak berarti bahwa agama harus menyesuaikan diri dengan segala yang ada

dalam masyarakat. Akan tetapi sebaliknya, agama diharapkan memberi

pengarahan dan bantuan untuk memainkan peran terhadap masyarakat. Dengan

demikian, baik dalam konteks budaya maupun dinamika kehidupan masyarakat,

peran agama sangat menonjol.5

Makna dari agama sendiri dari pandangan para ahli mencakup sistem

kepercayaan, cara hidup, kerohanian, dan sebagainya. Dalam hal ini Clifford

Geertz melihat agama sebagai satu sistem kebudayaan yang ditandai dengan

simbol-simbol yang menonjolkan citra keagamaan sebuah masyarakat

beragama. Kebudayaan di dalamnya memiliki makna-makna historis yang

5 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan,

Keyakinan, dan Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 31-32.

Page 20: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

7

terwujud dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang diwariskan dalam

bentuk simbolis dan dengan konsep inilah manusia berinteraksi, melestarikan,

dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai kehidupan.6 Clifford

Geertz merupakan orang pertama yang mengungkapkan pandangan tentang

agama sebagai sebuah sistem budaya. Dalam karyanya yang berjudul “Religion

as a Cultural System”, memberikan arah baru bagi kajian agama. Geertz

mengungkapkan bahwa agama harus dilihat sebagai suatu sistem yang mampu

mengubah suatu tatanan masyarakat. Ia yakin bahwa agama adalah sistem

budaya sendiri yang dapat membentuk karakter masyarakat.7

Agama adalah sebuah sistem simbol, yakni segala sesuatu yang

memberikan penganutnya ide-ide. Sebagaimana kebudayaan yang bersifat

publik, simbol-simbol dalam agama juga bersifat publik dan bukan murni

bersifat privasi. Seperti yang dinyatakan Geertz bahwa agama adalah suatu

sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan perasaan dan motivasi secara

kuat, menyeluruh, dan bertahan lama pada diri manusia dengan cara

memformulasikan konsep mengenai hukum dan menyelimuti dengan suatu

aturan yang mencerminkan kenyataan, sehingga perasaan-perasaan dan

motivasi-motivasi tersebut tampak nyata ada yang kemudian membuat

penganutnya melakukan sesuatu seperti ritual.8 Penggunaan simbol dalam adat

istiadat orang Jawa sangat menonjol. Dalam pandangan masyarakat Jawa,

simbol memiliki daya magis melalui kekuatan abstraknya untuk membentuk

6 Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), h. 3. 7 Adeng Muchtar, Antropologi Agama, h. 36. 8 Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), h. 90.

Page 21: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

8

dunia melalui pancaran makna. Daya magis simbol tidak hanya terletak pada

kemampuannya untuk merepresentasikan kenyatan, namun realitas pun di

representasikan melalui penggunaan logika simbol.9

Suwardi Endraswara menjelaskan dalam bukunya, “Agama Jawa:

Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen” bahwa fenomena religius Jawa dapat

dibagi menjadi dua kategori, yaitu kepercayaan dan ritus. Yang pertama

merupakan pendapat-pendapat (states of opinion) dan terdiri dari representasi-

representasi. Sedangkan yang kedua merupakan bentuk-bentuk tindakan

(action) yang khusus.10 Keduanya tidak dapat dipisahkan karena orang Jawa

banyak membangun ritus-ritus untuk mengekspresikan seluruh keyakinannya.

Semua kepercayaan religius memperlihatkan satu ciri umum yang

mensyaratkan pengklasifikasian segala sesuatu menjadi dua kelas, yaitu profane

(biasa) dan sacred (keramat).11 Dalam agama Jawa juga demikian, terdapat

kondisi sakral yang biasanya lebih personal, subjektif, dan hanya diketahui oleh

pihak tertentu saja. Ada pula yang profan, yang biasanya lebih awam, boleh

diketahui orang lain, dan tanpa pengecualian. Hal-hal yang sakral cenderung

dianggap memiliki martabat dan kekuatan yang lebih superior daripada hal-hal

yang profan. Hal-hal yang sakral ini biasanya berkaitan dengan dunia magi.

Magi Jawa berkaitan dengan persoalan yang rumit dan wingit (suci; keramat;

9 Fauzi Fashri, Penyingkapan Kuasa Simbol, Apropriasi Reflektif Pemikiran Pierre Bourdieu,

(Yogyakarta: Juxtapos, 2007), h. 1. 10 Suwardi Endraswara, Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen, (Yogyakarta:

Penerbit Narasi-Lembu Jawa, 2018), h. 19. 11 Suwardi Endraswara, Agama Jawa, h. 20.

Page 22: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

9

angker). Magis juga berisi kepercayaan dan ritus yang harus dilaksanakan oleh

masyarakat Jawa.

1. Pengertian Upacara

Kata upacara berakar dari dua suku kata, yaitu upa dan cara. Upa

artinya mendekat, sedangkan kata cara berakar dari urutan car yang

memiliki arti harmonis; seimbang; selaras. Upacara artinya keseimbangan,

keharmonisan, dan keselarasan dalam hidup akan mendekatkan ke hadapan

Tuhan Yang Maha Esa.12 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, upacara

diartikan sebagai rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada

aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.13 Dapat dikatakan bahwa

upacara merupakan suatu permohonan dalam pemujaan atau pengabdian

yang ditujukan kepada kekuasaan-kekuasaan leluhur. Upacara berfungsi

sebagai alat komunikasi dengan roh leluhur menurut keyakinan yang harus

ditaati.

Dalam upacara selalu menghadirkan sesajen sebagai perlengkapan

ritual. Menurut Robertson Smith, fungsi upacara bersaji adalah di mana

manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya

kepada dewa, kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya, juga

dianggap sebagai suatu aktivitas mendorong rasa solidaritas dengan dewa

atau para dewa.14 Upacara biasanya dipimpin oleh kepala suku atau syaman

12 Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda, Makna Filosofi Upacara dan Upakara, (Surabaya:

Paramita, 2004), h. 46. 13 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 994. 14 Koentjaraningrat, Pengantar Teori Antropologi I, (Jakarta: UI-Press, 1987), h. 68.

Page 23: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

10

(dukun), dengan makan-makan dan minum bersama, diiringi dengan

sesembahan puja dan sesaji terhadap para arwah nyanyian-nyanyian, tari-

tarian, dan bunyi-bunyian. Keberhasilan upacara ditentukan oleh jampi-

jampi dan mantra-mantra yang diucapkan oleh syaman.15 Upacara yang

menyangkut kehidupan seseorang sangat banyak macamnya. Salah satunya

adalah upacara siraman Gong Kyai Pradah yang ada di Kabupaten Blitar,

Jawa Timur.

2. Pengertian Siraman

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata siraman berasal dari asal

kata siram yang berarti mandi. Dalam bahasa Indonesia, kata siraman

diartikan sebagai hasil menyiram; guyuran; curahan. Sedangkan dalam

bahasa Jawa, makna kata siraman adalah upacara membersihkan pusaka

pada setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon di mana pusaka-pusaka

keraton dibersihkan dalam sebuah upacara. Kata siraman dapat juga

diartikan sebagai air bekas yang dianggap bertuah.16 Siraman merupakan

salah satu ritual kejawen yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat

Jawa di mana setiap prosesinya memiliki makna dan maksud tertentu.17

Dalam bahasa Jawa, siraman diartikan sebagai mengguyur atau

mandi. Dalam hal ini, siraman dimaknai sebagai proses penyucian dan

pembersihan diri secara lahir dan batin, membuang segala kejelekan yang

15 Zakiah Darajat, Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 38. 16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus, h. 846. 17 Kuswa Endah, Petung, Prosesi, dan Sesaji dalam Ritual Manten Masyarakat Jawa, Vol. 1,

No. 2, (Agustus: 2006), h. 147.

Page 24: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

11

ada pada diri.18 Siraman dilakukan pada saat hendak melangsungkan

pernikahan dan sebelum melakukan ritual-ritual tertentu. Dalam sistem

penanggalan Jawa dipercaya bahwa setiap hari dan pasaran19 memiliki

kebaikan serta makna tertentu. Banyak masyarakat menjadikan hari Jumat

Legi sebagai hari yang sakral. Menurut masyarakat Jawa, hari Jumat Legi

merupakan hari wiwitan atau hari permulaan, jadi hari tersebut sangat baik

digunakan untuk ritual, ziarah, mengirim tahlil, dan lain-lain.20

3. Pengertian Gong Kyai Pradah

Gong adalah canang besar (kadang-kadang dipukul sebagai tanda

pembukaan upacara dan sebagainya).21 Adapun Kyai Pradah adalah sebutan

untuk sebuah gong yang merupakan salah satu instrumen gamelan Jawa

berdiameter 60 cm yang tebuat dari besi perunggu dan dibungkus kain mori

(kain putih) yang dikeramatkan masyarakat Lodoyo sebagai benda pusaka.22

Gong Kyai Pradah merupakan salah satu benda pusaka yang ada di

Kabupaten Blitar. Jadi, yang dimaksud dengan upacara siraman Gong Kyai

Pradah adalah suatu upacara penyucian benda pusaka berupa gong yang

dinamakan Kyai Pradah dengan menggunakan air kembang setaman.

18 Sumarsono, Budaya Masyarakat Perbatasan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1999), h. 73. 19 Pasaran adalah nama pada 5 hari dalam 1 siklus. Ada 5 pasaran yaitu Legi, Pahing, Pon,

Wage, Kliwon. Lihat di Primbon Jawa Lengkap, Neptu dan Pasaran Jawa, diakses dari

https://www.primbon.net/2014/05/neptu-dan-pasaran-jawa.html, pada tanggal 28 September 2019,

pukul 18.34 WIB. 20 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Juru Kunci ke-6 Gong Kyai Pradah, Blitar,

16 September 2019. 21 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 368. 22 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019.

Page 25: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

12

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yakni

dengan mengadakan penelitian lapangan di Lodoyo, Blitar, Jawa Timur

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah

pendekatan yang berdasarkan data-data dari sumber tertulis mengenai

pokok-pokok permasalahan yang dikaji. Menurut Bodgan dan Taylor,

seperti dikutip Prof. Dr. Syamsir Salam dalam buku Metode Penelitian

Sosial, menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.23

Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk mengetahui secara

mendetail mengenai ritual upacara siraman yang dilaksanakan di Lodoyo,

Blitar. Penelitian ini berfokus pada mendeskripsikan bagaimana sejarah

dilaksanakannya ritual Upacara Siraman Gong Kyai Pradah serta

pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini

bersifat deskriptif analisis, karena hasil dari penelitian ini berupa data

deskriptif dalam bentuk kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang

diamati.

23 Syamsir Salam dan Zaenal Arifin, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2006), h. 30.

Page 26: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

13

Penelitian dilakukan selama tiga bulan, terhitung dari bulan

September hingga November 2019. Adapun observasi lapangan yang

dilaksanakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Penelitian Pertama

Tanggal: 16 September 2019.

Tempat : Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.

b. Penelitian Kedua

Tanggal: 18 September 2019.

Tempat : Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.

c. Penelitian Ketiga

Tanggal: 10 November 2019.

Tempat : Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.

d. Penelitian Keempat

Tanggal: 11 November 2019.

Tempat : Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan

Antropologi. Pendekatan ini digunakan karena objek penelitian ini adalah

upacara tradisional (ritual) yang dipengaruhi agama. Pendekatan

antropologi berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan produk manusia

yang berhubungan dengan agama.24 Dalam pendekatan ini, penulis

24 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama: Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940)

Hingga Masa Reformasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 47-48.

Page 27: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

14

menggunakan kerangka Clifford Geertz dengan merujuk pandangannya

mengenai dimensi kebudayaan agama. Geertz menjelaskan bahwa agama

dan kebudayaan adalah sutu sistem simbol yang bertujuan untuk

menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar, dan tidak

mudah hilang. Dengan cara membentuk konsepsi mengenai sebuah tatanan

umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini. Berkenaan dengan objek

penulis dalam penelitian ini bersentuhan langsung dengan keberagamaan

aliran dalam masyarakat Jawa, yang berkaitan dengan aktivitas ritual yang

dipandang masih berbau animisme-dinamisme.

3. Sumber Data

Penelitian bersumber pada sumber primer dan sekunder. Sumber data

primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data lngsung

pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.25 Sumber data primer

didapatkan dari data yang diperoleh dari juru kunci Gong Kyai Pradah dan

pelaku ritual.

Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber yang biasanya telah

tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Biasanya data yang diperoleh

dari buku-buku dan dokumentasi yang relevan dengan penelitian. Data ini

digunakan untuk melengkapi data primer.26 Sumber data sekunder diperoleh

dari buku, jurnal, artikel, dan sebagainya.

25 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 91. 26 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, h. 91.

Page 28: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

15

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid, maka langkah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan serta pencatatan

secara sistematik terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek

penelitian.27 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi

partisipasi aktif, yakni memantau gejala pada objek penelitian, namun

tidak andil di dalamnya. Observasi ini berfokus mengenai lokasi dan

prosesi ritual, serta nilai yang terkandung di dalamya.

b. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan keterangan melalui

proses tanya jawab secara lisan, di mana dua orang atau lebih saling

berhadap-hadapan secara fisik dan mendengarkan secara langsung.28

Narasumber dalam penelitian ini adalah juru kunci Gong Kyai Pradah,

kepala bidang kebudayaan Kabupaten Blitar, dan masyarakat setempat.

Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai beberapa

narasumber yang merupakan pelaku, pelaksana, dan penjaga tradisi ini,

yaitu:

Bapak Supalil, selaku juru kunci ke-5 Gong Kyai Pradah

27 Hadari Nawai dan M. Martini, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah

Mada Press, 2006), h. 98. 28 Sutrisno Hadi, Metode Research II, (Yogyakarta: Adi Offset, 1989), h. 192.

Page 29: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

16

Bapak Muhammad As’adi, selaku juru kunci ke-6 Gong Kyai

Pradah.

Bapak Drs. Hartono, M.M., selaku kepala bidang kebudayaan Dinas

Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga

(DISPARBUDPORA) Kabupaten Blitar.

Bapak Mujiono, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah.

Bapak Iskandar, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah.

Ibu Karti, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Bapak Bambang, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah.

Bapak Slamet, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Ibu Samiatun, selaku pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

mengumpulkan dokumen-dokumen yang sesuai dan terkait dengan

permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji

bahan tertulis dan tidak tertulis dengan tujuan untuk mendapatkan data

pelengkap dari dua metode sebelumnya.29 Sumber tersebut berupa arsip

dan foto-foto yang dimiliki juru kunci Gong Kyai Pradah serta yang

29 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1996), h. 169.

Page 30: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

17

terdapat di instansi terkait, yakni bidang kebudayaan Dinas Pariwisata,

Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (DISPARBUDPORA) Kabupaten

Blitar.

5. Analisis Data

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

meliputi heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber),

interpretasi (penafsiran), dan penulisan hasil penelitian.30 Berikut adalah

langkah-langkah penelitian yang dilakukan:

a. Heuristik

Tahap awal yang dilakukan adalah mengumpulkan sumber.

Beberapa cara yang dilakukan dalam memperoleh sumber adalah:

Wawancara. Wawancara dilakukan secara langsung kepada pihak-

pihak yang mengerti mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

dengan mewawancarai juru kunci dan masyarakat yang ada di

Kecamatan Lodoyo, sehingga informasi yang didapatkan akurat.

Dokumentasi. Dokumen yang diperoleh berupa arsip serta foto-foto

yang berhubungan dengan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

b. Verifikasi

Tahap selanjutnya adalah membuktikan kebenaran sumber

sekunder yang telah didapatkan. Dengan metode ini, kebenaran dan

keaslian data tidak akan diragukan sehingga data yang diperoleh dapat

digunakan.

30 Louis Gottzchalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1983),

h. 32.

Page 31: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

18

c. Interpretasi

Dalam tahap ini peneliti melakukan penafsiran terhadap fakta-

fakta mengenai pelaksanaan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah serta

pengaruhnya terhadap masyarakat. Penulis diharuskan menguraikan

sumber-sumber yang didapat, kemudian menganalisa dan

menyesuaikan dengan tema penulisan.

d. Penulisan hasil penelitian

Tahap akhir dari proses ini adalah penulisan hasil penelitian. Pada

tahap ini, penulis membuat kesimpulan berdasarkan sumber-sumber

yang telah didapatkan menjadi sebuah karya tulis yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

G. Teknik Penulisan

Penulisan hasil penelitian mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Blitar berdasarkan buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and

Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

H. Sistematika Penulisan

Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan ini dikelompokkan dalam tiga

bagian, yaitu: pengantar, hasil penelitian, dan kesimpulan. Setiap bab

dideskripsikan atau dijabarkan dalam beberapa sub-bab yang saling

berhubungan. Keterkaitan setiap bab menunjukkan adanya korelasi yang

menunjukkan fakta tertulis dari data yang terangkum.

Page 32: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

19

Fakta-fakta yang telah ditemukan menjadi sumber acuan untuk

menuliskan mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan pengaruhnya

bagi masyarakat yang tertuang dalam penulisan ini. Pembagian permasalahan

ini dijabarkan dalam lima bab, dengan tujuan untuk mengetahui kronologi

penelitian dan memfokuskan penelitian yang dibahas. Adapun sistematika

penulisan karya ilmiahnya, yaitu:

BAB I, merupakan pendahuluan yang di dalamnya terdiri dari beberapa

sub-bab, yaitu: Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konseptual,

Metodologi Penelitian, Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II, membahas Sejarah Upacara Siraman Gong Kyai Pradah. Di

dalamnya terdiri dari beberapa sub-bab, yaitu: Profil Lokasi Penelitian, Sejarah

Gong Kyai Pradah, dan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

BAB III, membahas mengenai Prosesi Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah. Di dalamnya terdiri dari: Tempat Penyimpanan dan Pelaksanaan

Upacara Siraman, Perlengkapan Upacara Siraman, dan Proses Pelaksanaan

Upacara Siraman.

BAB IV, berisikan data dan hasil temuan penelitian mengenai Pengaruh

Upacara Siraman Gong Kyai Pradah. Pada bab ini menjelaskan mengenai

Motivasi Mengikuti Upacara Siraman dan Pengaruh Upacara Siraman.

BAB V, merupakan penutup yang berisikan Kesimpulan dan Saran dari

penulisan skripsi.

Page 33: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

20

BAB II

SEJARAH UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

A. Profil Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan yang

merupakan bagian dari Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Kabupaten Blitar sendiri terbagi oleh sungai Brantas menjadi dua bagian, yakni

utara dan selatan. Kecamatan Sutojayan terletak di bagian selatan sungai

Brantas. Secara geografis, Kecamatan Sutojayan merupakan salah satu dari dua

puluh dua kecamatan yang membagi wilayah administrasi Kabupaten Blitar.1

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kabupaten Blitar2

1Angga Pratama, “Kecamatan Sutojayan, Kab. Blitar", diakses dari

https://singoutnow.wordpress.com/2016/12/01/kecamatan-sutojayan-kab-blitar/ pada tanggal 19

September 2019, pukul 14.28 WIB. 2Kabupaten Blitar, diakses dari https://www.eastjava.com/east-

java/tourism/blitar/map/blitar_map-high.png , pada tanggal 19 September 2019, pukul 14.49 WIB.

Page 34: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

21

Gambar 2.2 Peta Wilayah Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar3

Wilayah Kecamatan Sutojayan yang memiliki luas 44.20 km tersebut

berada pada ketinggian 150 m dari permukaan laut. Seluruh wilayahnya adalah

daratan yang terdiri dari 11 desa/ kelurahan4, yaitu:

Kelurahan Jegu

Kelurahan Jengglong

Kelurahan Kalipang

Kelurahan Kedungbunder

Kelurahan Kembangarum

Kelurahan Sutojayan

Kelurahan Sukorejo

Desa Kaulon

Desa Sumberjo

Desa Bacem

Desa Pandanarum

3 Angga Pratama, “Kecamatan Sutojayan, Kab. Blitar", 19 September 2019, 14.28 WIB. 4 Angga Pratama, “Kecamatan Sutojayan, Kab. Blitar", 19 September 2019, 14.28 WIB.

Page 35: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

22

Adapun batas-batas Kecamatan Sutojayan adalah sebagai berikut:

Timur : Kecamatan Panggungrejo dan Kecamatan Binangun.

Selatan : Kecamatan Wonotirto.

Barat : Kecamatan Kademangan.

Utara : Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Talun.

Di Kabupaten Blitar, Kecamatan Sutojayan dikenal dengan Lodoyo.

Nama Lodoyo sudah cukup dikenal dikalangan masyarakat Blitar karena nama

tersebut masih biasa digunakan untuk menyebut daerah di selatan sungai

Brantas. Menurut sejarah yang ada, pada zaman dahulu sebagian besar wilayah

Lodoyo adalah hutan belantara yang banyak dihuni binatang buas. Pada waktu

itu Lodoyo termasuk daerah yang rawan dan berbahaya dengan ungkapan kata

“jalmo moro, jalmo mati” yang artinya “siapa yang datang, berarti mencari

kematian”.5 Karena hukuman dari Sri Paku Buwono I, seorang raja dari

Kartasura, maka datanglah Pangeran Prabu ke Lodoyo. Pangeran Prabu adalah

saudara tiri sang raja yang memiliki niat buruk pada raja. Ketika Pangeran Prabu

datang, Lodoyo tak hanya berupa hutan lebat, tapi juga masih wingit (angker).

Ia membawa pusaka kerajaan berupa gong atau bendhe, yang dinamakan Gong

Kyai Pradah. Dengan memukul gong sebanyak tujuh kali, maka binatang buas

yang ada di hutan Lodoyo menjadi jinak dan keangkeran Lodoyo ditaklukkan.6

5Agus MS, “Sekelumit Sejarah Benda Pusaka Gong Kyai Pradah dan Sejarah Terjadinya

Daerah Lodoyo”, diakses dari http://lodoyodadikutho.blogspot.com/ , pada tanggal 21 September

2019, pukul 10.17 WIB. 6Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas

Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (DISPARBUDPORA) Kabupaten Blitar, Blitar, 25

September 2019.

Page 36: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

23

Mitos mengenai Gong Kyai Pradah sebagai warisan dari nenek moyang harus

dilestarikan karena dipercaya sebagai lambang kesuburan bagi masyarakat

Kalipang. Apabila dijalankan secara rutin serta sungguh-sungguh akan membawa

berkah ketenteraman hidup dan kebahagiaan lahir batin. Mitos tersebut merupakan

dasar dalam menjalankan ritual.

B. Sejarah Gong Kyai Pradah

Gambar 2.1 Gong Kyai Pradah7

Sebagian besar masyarakat Blitar adalah beragama Islam. Ada yang

menjalankan ajarannya dengan sungguh-sungguh, ada pula yang yang hanya

setengah-setengah dalam menjalankannya atau yang dikenal dengan istilah

Islam abangan. Disebut Islam abangan karena mereka masih menjalankan adat

Jawa yang telah diwariskan nenek moyang. Adapun tradisi yang masih

dijalankan salah satunya adalah upacara siraman Gong Kyai Pradah.

7 Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Siraman Gong Kyai Pradah Warisan Budaya

Untuk Generasi Bangsa, diakses dari https://www.blitarkab.go.id/2016/12/14/siraman-gong-kyai-

pradah-warisan-budaya-untuk-generasi-bangsa/ pada tanggal 20 Desember 2019, pukul 22.03 WIB.

Page 37: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

24

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung, sebagaimana yang

dikisahkan Bapak Adi selaku juru kunci Gong Kyai Pradah, ritual siraman Gong

Kyai Pradah merupakan upacara tradisional yang masih dilestarikan oleh

masyarakat Lodoyo. Berdasarkan kisah babad8 Pusaka Kyai Pradah di Lodoyo

yang disahkan oleh panitia siraman Kyai Pradah, Gong Kyai Pradah sudah ada

pada masa Mataram Kuno, tahun 1704-1719 M. Asal-mula diadakannya tradisi

siraman (jamasan) Gong Kyai Pradah berkaitan dengan berdirinya Desa

Lodoyo. Semua berawal dari seorang pangeran dari kesultanan Kartasura,

Pangeran Prabu. Ia merupakan saudara dari Sri Susuhun Paku Buwono I. Ia

lahir dari istri ampeyan (selir), karenanya ia tidak dapat menjadi raja untuk

menggantikan ayahnya. Setelah Sri Susuhan Paku Buwono I dinobatkan

menjadi raja, timbul rasa kecewa dalam hati pangeran Prabu. Rasa kecewa

tersebut membuat ia berencana membunuh adik tirinya, Sri Susuhan Paku

Buwono I. Namun rencananya gagal karena ia ketahuan oleh Sri Susuhan Paku

Buwono I. Sebagai hukuman, pangeran Prabu diusir dari kerajaan. Ia diutus

pergi ke Timur, tepatnya di hutan Lodoyo yang masih angker yang masih

banyak binatang buasnya. Sri Susuhan Paku Buwono I berharap pangeran Prabu

meninggal dimangsa binatang buas.9

Pangeran Prabu pun pergi ke hutan Lodoyo bersama istrinya, Putri

Wandansari dan pengikutnya, Ki Amat Tariman. Ia juga membawa seperangkat

wayang, prajurit, para penari, tenda-tenda, serta pusaka berwujud bandhe

8 Babad adalah sejarah. Lihat di Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 100. 9Cariyos Babad “Pusoko Kyai Pradhah” ing Lodoyo: Miturut Serat Babad Tanah Jawi,

(Lodoyo, 2000), h. 1.

Page 38: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

25

(gong) yang dinamakan Kyai Bicak, sebagai tumbal untuk hutan Lodoyo yang

dikenal angker.10

Setibanya di Lodoyo, Pangeran Prabu beserta istri dan pengikutnya

singgah di Desa Ngekul, di rumah Nyi Mbok Randha Potrosuto untuk

beristirahat. Suatu ketika Pangeran Prabu ingin melakukan semedi di Wono

Pakel (Lodoyo Barat). Sebelum pergi, Pangeran Prabu menitipkan pusaka Kyai

Bicak kepada Nyi Mbok Randha Potrosuto dan memberikan pesan:

- Saben dhawah tanggal, 1 Syawal lan 12 Mulud supados dipun suceni

nganggo toyo lan sekar (kembang setaman). Yang artinya: setiap jatuh

tanggal 1 Syawal dan 12 Maulud disucikan dengan air dan bunga setaman.

- Toyanipun sesucen kenging kangge tetiyang engkangsami nandhang sesakit

lan supados gesangipun sami seneng. Yang artinya: Air bekas penyucian

dapat menyembuhkan orang yang sedang sakit dan yang sedang susah

menjadi senang.

Karena tak kunjung kembali, Ki Amat Tariman (pengikut Pangeran

Prabu) khawatir terjadi sesuatu kepada Pangeran Prabu. Ia pun memukul Kyai

Bicak tujuh kali dengan harapan Pangeran Prabu akan segera kembali dengan

mengikuti arah suara gong. Akan tetapi, yang datang bukan Pangeran Prabu,

melainkan harimau besar dan sangat banyak. Anehnya, bukannya memangsa Ki

Amat Tariman, tetapi harimau tersebut menjaganya. Karenanya, Kyai Bicak

disebut Kyai Macan atau Kyai Pradah.

10 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019.

Page 39: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

26

Setelah kepergian Pangeran Prabu, Nyi Potrosuto lah yang menyimpan

Gong Kyai Pradah. Setelah beliau wafat, pusaka Gong Kyai Pradah disimpan

oleh Ki Rediboyo di Dusun Ngekul, kemudian Ki Dhalang Rediguno di Dusun

Kepek, kemudian Kyai Imam Sampurno. Ketika Kyai Imam Sampurno

dipanggil ke kerajaan Surakarta, pusaka Gong Kyai Pradah dibawa dan

disimpan oleh adiknya, Kyai Imam Seco yang menjabat sebagai wakil Penghulu

Blitar, di Dusun Sukoanyar sekarang Sukorejo. Pada tahun 1798 Kyai Imam

Seco wafat, dan pusaka Gong Kyai Pradah dipercayakan kepada Raden Ronggo

Kertorejo. Sejak tahun inilah, gong disimpan di sanggar Gong Kyai Pradah yang

didirikan di Dusun Kalipang, Kecamatan Sutojayan hingga saat ini.11

C. Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

Gong Kyai Pradah merupakan salah satu benda pusaka yang ada di Kabupaten

Blitar. Gong adalah canang besar (kadang-kadang dipukul sebagai tanda

pembukaan upacara dan sebagainya).12 Adapun Kyai Pradah adalah sebutan

untuk sebuah gong yang merupakan salah satu instrumen gamelan Jawa

berdiameter 60 cm yang tebuat dari besi perunggu dan dibungkus kain mori

(kain putih) yang dikeramatkan masyarakat Lodoyo sebagai benda pusaka.13

Gong tersebut disakralkan dan dipercaya mendatangkan keberkahan bagi siapa

saja yang mempercayainya. Pada dasarnya, benda-benda yang sakral

sebenarnya secara lahiriah tidak berbeda dengan benda-benda biasa yang ada

11 Cariyos Babad “Pusoko Kyai Pradhah” ing Lodoyo, h. 3-4. 12 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), h. 368. 13 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019.

Page 40: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

27

dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, yang sakral dapat diartikan sebagai sesuatu

yang disisihkan dari sikap hormat terhadap hal-hal yang berguna bagi

kehidupan sehari-hari. Artinya, bahwa yang sakral itu tidak difahami dengan

akal sehat yang bersifat empiris (berdasarkan pengalaman) untuk memenuhi

kebutuhan praktis.14 Sebagaimana benda yang disakralkan lainnya, Gong Kyai

Pradah juga tidak boleh disentuh kecuali pada saat-saat tertentu oleh orang-

orang tertentu atau yang telah diberikan otoritas secara khusus.

Kepercayaan kepada kesakralan sesuatu menuntut ia diperlakukan secara

khusus. Terdapat tata cara perlakuan terhadap sesuatu yang disakralkan dengan

diadakannya upacara. Upacara dan perlakuan khusus ini tidak dapat dipahami

secara rasional, akan tetapi dilakukan dari dahulu, sekarang, dan di masa yang

akan datang.15 Dengan melakukan upacara, masyarakat percaya dapat

mengadakan hubungan langsung untuk meminta bantuan atau untuk menguasai

roh-roh gaib bagi kepentingan duniawi dan rohani mereka. Hubungan dengan

roh dan daya gaib dilakukan dengan berbagai ritual yang berupa sesaji,

pembacaan mantra-mantra, dan melibatkan juru kunci.16

Juru kunci atau penjaga sekaligus yang merawat pusaka Gong Kyai

Pradah sendiri telah mengalami enam kali pergantian. Pergantian juru kunci

dilakukan dengan pemilihan langsung oleh ‘Kyai Pradah’ melalui juru kunci

sebelumnya dengan mengadakan beberapa tes. Tidak ada syarat khusus dalam

14 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, terj.

Abdul Muis Naharong, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 11. 15 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2007), h. 95-96. 16 Simuh, Islam dan Pergumulan Jawa, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 43.

Page 41: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

28

pemilihan juru kunci, siapapun, dari agama apapun, dan bebas dari daerah

mana, semua yang berminat dapat mengikuti tes ini. Menurut Bapak As’adi,

dari keenam juru kunci hanya empat yang diketahui identitasnya karena

memang tidak ada penulisan sejarahnya. Beliau adalah Zainal Mustofa (juru

kunci ketiga), Imam Bukhori (juru kunci keempat), Supalil (juru kunci kelima),

dan sejak tahun 2016 orang yang dipercaya menjadi juru kunci keenam pusaka

Gong Kyai Pradah adalah dirinya yang merupakan cucu menantu dari juru kunci

sebelumnya, yaitu Bapak Supalil.17

Upacara siraman Gong Kyai Pradah yang dilakukan setiap tanggal 1

Syawal bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, dilaksanakan secara sederhana

oleh petugas yang berkepentingan saja. Sedangkan setiap tanggal 12 Rabi’ul

Awwal bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW., dilaksanakan secara

besar-besaran yang didukung dan dikoordinasi oleh pemerintah daerah dan

dihadiri oleh seluruh pejabat daerah dan tamu undangan dari berbagai daerah.

upacara siraman tidak boleh dilakukan di semua Wage. Apabila tanggal 12

Maulud dan 1 Syawal bertepatan di hari Wage, maka ritual akan diundur di hari

berikutnya.18 Adapun yang bertugas melakukan siraman (menyucikan) gong

adalah Bupati Kabupaten Blitar. Namun, apabila di hari tersebut Bupati tidak

dapat hadir, maka yang bertugas menyucikan gong adalah juru kunci atau orang

yang dipilih oleh juru kunci.19

17 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 18 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 19 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019.

Page 42: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

29

Pada dasarnya masyarakat tidak mempermasalahkan diselenggarakannya

ritual tersebut karena keyakinan masyarakat akan dampak baik yang akan

mereka dapatkan. Mayoritas umat Islam juga tidak keberatan dengan

pelaksanaannya karena ritual bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi

Muhammad SAW. dan Hari Raya Idul Fitri. Pelaksanaannya dikemas

sedemikian rupa sehingga terdapat nuansa Islami dalam susunan acaranya.

Menurut juru kunci, upacara siraman yang dilakukan pada 1 Syawal bertujuan

sebagai permohonan kepada Allah SWT. dan merupakan upaya pembersihan

diri. Gong dibunyikan untuk mengumpulkan masyarakat agar saling bertemu

dan saling memaafkan. Sedangkan upacara siraman pada 12 Maulud dilakukan

untuk memperingati lahirnya Rasulullah SAW. atau yang akrab disebut

muludan. Dengan diadakannya siraman, diharapkan masyarakat akan

berbondong-bondong berkumpul dan memperingati lahirnya Rasulullah SAW.

Page 43: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

30

BAB III

PROSESI UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

A. Tempat Penyimpanan dan Pelaksanaan Upacara Siraman

Gambar 3.1 Sanggar Pusaka Gong Kyai Pradah1

Upacara siraman Gong Kyai Pradah dilaksanakan di Kelurahan

Kalipang, tepatnya di alun-alun Kecamatan Sutojayan. Di tepi sebelah barat

alun-alun berdiri sebuah bangunan kecil yang disebut sanggar. Sanggar tersebut

merupakan tempat menyimpan Gong Kyai Pradah sebelum dan setelah

pelaksanaan upacara siraman. Sanggar tersebut telah berdiri sejak zaman

penjajahan Belanda. Pada tahun 1978 saat Wedana (Pembantu Bupati) dijabat

oleh Budi Susetyo, sanggar tersebut direnovasi sehingga menjadi seperti saat

ini.2 Bagian utama sanggar berbentuk rumah panggung selebar dua setengah

meter dan panjang empat meter dengan dinding dan lantai dari papan kayu serta

1 Observasi Lapangan tanggal 16 September 2019. 2 Sugianto, “Ritual Adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah”, Universitas Terbuka, h. 4,

diakses dari http://pk ut.ac.id/j si/1 31.sugianto.html, pada tanggal 18 September 2019, pukul 20.58

WIB.

Page 44: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

31

beratap sirap3. Lantainya setinggi satu meter dari tanah dan untuk menaikinya

terdapat tangga dari semen selebar satu setengah meter dengan enam anak

tangga yang dilapisi ubin berwarna putih. Dinding sanggar bercat dasar putih

dan sebagian berwarna hijau, jendela dan pintunya pun berwarna hijau.4

Menurut juru kunci, warna hijau merupakan simbol kerajaan Mataram Kuno.5

Rumah panggung tersebut merupakan tempat menyimpan Gong Kyai Pradah,

kenong, keris, tombak, dan wayang kayu.6

Bagian di sekeliling rumah panggung tempat penyimpanan gong disebut

serambi. Serambi adalah selasar, langkan rumah atau balai, biasanya lebih

rendah letaknya daripada bagian tengah rumah, berada di samping, depan,

belakang rumah.7 Di serambi berdiri pilar-pilar dari beton cetak berukir dan

berlantai ubin berwarna hijau dan beratap anyaman bambu yang dicat warna

putih. Di atap bagian depan, sejajar dengan tangga rumah panggung, terdapat

tempat menggantung gong yang hanya digunakan ketika pelaksanaan siraman

pada 1 Syawal. Untuk menggantung gong, terdapat alat bantu berupa meja kayu

bermotif setinggi satu meter. Bagian atas meja diberi kayu seperti pagar dan

dicat merah putih. Untuk menaikinya, disediakan tangga yang dibuat dari kayu.8

Bangunan serambi digunakan sebagai tempat berkumpul untuk memohon

berkah setiap malam Jumat Legi sambil mengadakan selamatan. Bagi yang

3 Sirap. atap sirap adalah atap yang terbuat dari bilah-bilah kayu besi tipis-tipis. Lihat di

Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1994), h. 1334. 4 Observasi Lapangan tanggal 16 September 2019. 5 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 6 Wawancara pribadi dengan Supalil, Juru Kunci ke-5 Gong Kyai Pradah, Blitar, 16 September

2019. 7 Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus, h. 1293. 8 Observasi Lapangan tanggal 16 September 2019.

Page 45: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

32

beragama Islam dapat melakukan tahlil di musala. Musala hanya digunakan

ketika malam Jumat Legi setelah magrib hingga pagi hari dan ketika malam

siraman. Sedangkan yang beragama selain Islam dapat bersemedi atau berdoa

sesuai kepercayaannya di ruangan khusus dan di serambi sanggar.9

Sejak dahulu masyarakat Jawa telah memiliki perhitungan mengenai

pasaran, hari, bulan, dan sebagainya yang digunakan untuk menentukan baik

buruknya hari atau bulan tersebut. Dalam menentukan baik buruknya hari,

masyarakat Jawa memiliki hitungan pasaran yang berjumlah lima yang sejalan

dengan ajaran “sedulur papat, kalima pancer” yang artinya empat saudara

sekelahiran, kelimanya pusat.10 Ajaran ini berarti badan manusia yang berupa

jasad lahir bersama empat unsur atau roh yang berasal dari tanah, air, api, dan

udara yang mana keempat unsur ini memiliki tempat di empat kiblat dan yang

terakhir merupakan unsur yang bertempat di tengah. Pasaran Legi bertempat di

timur, satu tempat dengan unsur udara yang memancarkan sinar putih, pasaran

Pahing bertempat di selatan satu tempat dengan unsur api yang memancarkan

sinar merah, pasaran Pon bertempat di barat satu tempat dengan unsur air yang

memancarkan sinar kuning, pasaran Wage bertempat di utara satu tempat

dengan unsur tanah yang memancarkan sinar hitam, dan yang terakhir Kliwon

tempatnya di tengah (pusat) yang merupakan tempat sukma atau jiwa yang

memancarkan sinar manca warna (bermacam-macam).11 Dengan adanya ilmu

9 Wawancara pribadi dengan Mujiono, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah, Blitar,

11 November 2019. 10 Purwadi, Petungan Jawa, (Yogyakarta: Pinus, 2006), h. 9. 11 Uung Abdurrahman, Sinopsis Peneliian Keagamaan, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN

Sunan Kalijaga, 2006), h. 87.

Page 46: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

33

inilah masyarakat Jawa menandai beberapa hari dengan pasaran yang dianggap

sebagai hari terbaik untuk melaksanakan ritual dengan harapan keinginannya

segera terpenuhi.

Ruangan khusus tersebut kurang lebih selebar tiga meter dengan panjang

delapan meter membujur ke samping, mempunyai pintu di tengah, lurus dengan

rumah panggung, di samping kanan dan kirinya terdapat jendela. Dindingnya

berwarna putih dan bagian bawahnya diberi ubin warna hijau, jendela dan

pintunya juga berwarna hijau.12 Di atas pintu dan jendelanya terdapat lukisan

harimau putih, yang diartikan sebagai simbol Kyai Pradah.13

Seluruh bangunan dipagari tembok bermotif botol bercat putih dan

memiliki dua pintu masuk, yaitu pintu masuk utama yang menghadap ke alun-

alun dan sebuah pintu kecil yang berada di samping kanan, yang berfungsi

sebagai pintu darurat. Gerbang utama berpintu jeruji besi dengan dua daun pintu

berwarna hijau. Di bagian depan sanggar, terdapat dua patung harimau setinggi

satu setengah meter, di bagian kanan terdapat harimau putih dan sebelah kiri

patung harimau kuning. Harimau merupakan simbol Kyai Pradah. Selain itu,

dua buah patung harimau tersebut merupakan simbol untuk menjaga dan

melindungi masyarakat yang percaya pada pusaka tersebut.14 Hal tersebut

dikaitkan dengan mitos bahwa pada zaman dahulu Gong Kyai Pradah pernah

12 Observasi Lapangan tanggal 18 September 2019. 13 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 14 Ruddat Ilaina R.A., dkk., Makna dan Relevansi Simbolik Mantra Siraman Gong Kyai

Pradah Lodaya dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di Desa Lodaya Blitar, Jurnal

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo, Vol.

12. No. 01, Juni 2018, h. 12.

Page 47: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

34

menjelma menjadi harimau dan menyelamatkan Nyi Mbok Randha Dadapan

dari para perampok.15 Di atas pintu gerbang utama bagian depan terdapat tulisan

yang berbunyi “Sanggar

Pusaka Gong Kyai Pradhah Lodoyo”.

Selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan gong setelah dimandikan,

sanggar juga digunakan sebagai tempat kegiatan rutin para peziarah setiap

malam Jumat Legi, baik untuk kegiatan selamatan maupun untuk tirakatan,

yaitu menahan diri tidak tidur semalaman suntuk dalam rangka mencari berkah

yang diinginkan, misalnya keselamatan.16

Selain itu, ada juga bangunan yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

bangunan sanggar, yaitu panggung yang berada di tengah alun-alun. Panggung

tersebut dibangun bersamaan dengan renovasi sanggar pada tahun 1978.17

Bangunan tersebut terbuat dari beton berbentuk panggung terbuka segi delapan

setinggi tiga meter. Di bagian bawahnya terdapat fondasi beton sebagai

penyangga utama, dan terdapat empat pilar lagi sebagai penyangga tambahan.

Lantai panggung tersebut berpagar besi dan beratap sirap. Untuk menaikinya

terdapat tujuh belas anak tangga dari beton yang juga berpagar besi. Panggung

tersebut berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ritual utama, yaitu penyucian

Gong Kyai Pradah setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, bertepatan dengan

perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

15 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 16 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019. 17 Sugianto, Ritual Adat, h. 4, pada 18 September 2019, 20.58 WIB.

Page 48: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

35

Gambar 3.2 Panggung Siraman18

B. Perlengkapan Upacara Siraman

Peralatan atau perlengkapan upacara dan upacara siraman merupakan

unsur yang tidak dapat dipisahkan. Peralatan atau perlengkapan upacara

menjadi salah satu komponen penting yang harus ada. Pada sistem religi

masyarakat, suatu upacara tidak dapat dilaksanakan dan bahkan dipandang

tidak sah apabila peralatan atau perlengkapan yang menyertai upacara tidak

lengkap. Secara umum, benda-benda atau peralatan yang digunakan, disajikan,

atau dipersembahkan dalam upacara memiliki makna religi apabila digunakan

dalam peristiwa religi. Apabila tidak, bisa jadi benda atau peralatan tersebut

hanyalah benda-benda yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dan

tidak memiliki makna khusus.19

18 Observasi Lapangan tanggal 16 September 2019. 19 Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi: Memahami Realitas Sosial Budaya, (Malang:

Intrans Publising, 2015), h. 95.

Page 49: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

36

Adapun perlengkapan (ubarampe) dan peralatan yang digunakan untuk

pelaksanaan upacara siraman Gong Kyai Pradah adalah sebagai berikut20:

1. Sesajen yang terdiri dari berbagai jenis makanan.

2. Satu kepala kambing.

3. Boreh, yaitu bedak yang terbuat dari kunyit dicampur dengan beras dan

minyak kelapa, lalu digiling halus-halus, biasanya digunakan untuk

membedaki tubuh mempelai wanita atau pemain wayang orang.21

4. Kembang setaman. Dinamakan kembang setaman karena terdiri dari

berbagai jenis bunga diantaranya bunga kantil, melati, kenanga, mawar

merah, dan mawar putih. Secara simbolik, kembang setaman

melambangkan keharuman sehingga digunakan sebagai wewangian ketika

proses jamasan (siraman).

5. Panji-panji berwarna hijau satu buah. Warna hijau merupakan simbol

Kerajaan Mataram Kuno, karenanya semua yang berkaitan dengan Gong

Kyai Pradah cenderung menggunakan warna hijau.

6. Kemenyan.

7. Sebuah payung berwarna hijau untuk memayungi sesajen.

8. Tujuh buah gentong, sebagai tempat menyimpan air yang akan digunakan

untuk menyiram atau menyucikan Gong Kyai Pradah.

9. Kain mori, yaitu sejenis kain putih yang digunakan bahan batik.22 Kain

mori biasa dikenal dengan kain kafan.

20 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 21 Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus, h. 202. 22 Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus, h. 909.

Page 50: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

37

10. Air dari sanggar untuk menyucikan gong ketika proses siraman (jamasan).

11. Handuk untuk membersihkan gong setelah disucikan.

Selain ubarampe, terdapat hal lain yang harus ada23, yaitu:

a. Juru kunci

b. Ajudan juru kunci

c. Tiga wanita sebagai pengiring

d. Genjringan/ shalawat jowo/ shalawat kuno

e. Pengiring shalawat

f. Jaranan

g. Pejabat pemerintahan, yakni: lurah, camat, kepala dinas pemerintah, dan

pejabat-pejabat pemerintah tertentu.

h. Panitia acara dan beberapa orang yang ditugaskan untuk membawa

perlengkapan upacara siraman.

Ketika pelaksanaan upacara siraman, juru kunci, para ajudan, panitia,

para undangan, dan yang ditugaskan membawa perlengkapan upacara siraman

diwajibkan menggunakan pakaian kejawen. Hal ini dilakukan untuk

menghormati warisan leluhur.

C. Proses Pelaksanaan Upacara Siraman

Secara keseluruhan, acara dalam upacara siraman Gong Kyai Pradah

dapat diklasifikasin menjadi tiga tahap24, yaitu:

23 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019 24 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019.

Page 51: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

38

1. Tahap Persiapan

Sehari sebelum pelaksanaan siraman, sanggar penyimpanan,

panggung siraman, serta tempat penyembelihan kambing sesajen dihias

dengan janur. Setelah menghias selesai, dilanjutkan dengan pemotongan

kambing sesajen. Kambing yang digunakan hanya satu ekor, yang

digunakan hanya kepala dan jeroannya saja, yang kemudian dibungkus

dengan kain mori untuk dijadikan sesajen ketika ziarah. Selesai pemotongan

kambing, dilanjutkan pembuatan sesajen yang dilakukan oleh para ibu

dengan dikoordinasi oleh juru kunci. Sesajen yang dipersiapkan adalah

sesaji untuk sanggar penyimpanan, sesaji keselamatan, sesaji ziarah, dan

sesaji siraman.

Sesaji atau bersaji meliputi perbuatan-perbuatan upacara yang

biasanya dilakukan untuk menyajikan makanan, benda-benda, dan

sebagainya kepada dewa-dewa, ruh-ruh nenek moyang, atau makhluk halus

yang lain, tetapi yang di dalam praktik jauh lebih kompleks dari pada itu.

Pada banyak upacara bersaji, orang memberi makanan yang oleh manusia

dianggap lezat, seolah-olah dewa-dewa atau ruh-ruh itu mempunyai

kegemaran yang sama dengan manusia.25

Robertson mengajukan teorinya mengenai fungsi upacara bersaji.

Menurutnya, bersaji merupakan aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas

dengan dewa atau para dewa. Robertson menggambarkan upacara sesaji

sebagai suatu upacara yang khidmat. Pemberian sesajen di tempat-tempat

25 Sugianto, Ritual Adat, h. 6-7, pada 18 September 2019, 20.58 WIB.

Page 52: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

39

keramat bertujuan untuk mendukung kepercayaan mereka terhadap adanya

kekuatan makhluk halus agar jangan mengganggu. Selain itu, manusia

mengharapkan berkah dan terhindar dari gangguan makhluk hidup lain.26

Sajen yang disiapkan untuk perlengkapan dalam pelaksanaan upacara

siraman Gong Kyai Pradah adalah berupa nasi tumpeng lengkap dengan

lauk pauk dan ayam panggang yang lazim disebut ingkung, kemudian

pisang raja tiga tangkep (6 sisir), serta kembang setaman, yang kemudian

disimbolkan berupa seperangkat bunga yang terdiri dari tunas pohon pisang

raja yang dilengkapi dengan berbagai bunga, seperti mawar, kenanga,

kerantil, daun bunga andong, serta daun puring, yang dilengkapi dengan

bedak basah yang disebut boreh dan juga kemenyan. Boreh digunakan di

akhir, yakni digunakan untuk melumuri gong yang telah selesai dicuci

ketika upacara inti. Sesajen dalam wujud makanan antara lain adalah sego

golong, yaitu nasi putih yang dibungkus kecil-kecil dengan daun pisang

yang bermakna keteguhan hati (gumolong), serta bubur sengkolo, yaitu

bubur putih dan bubur merah.27

Sesaji yang lain yaitu kepala kambing dan organ dalam perut

kambing (jeroan) yang pada pagi harinya, sebelum upacara siraman

dilaksanakan ditanam di sebuah rumah kecil yang lazim disebut cungkup28

dan terkenal dengan sebutan petilasan Mbok Randha Dadapan. Petilasan ini

26 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1987), h. 67-68. 27 Wawancara pribadi dengan Iskandar, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah, Blitar,

11 November 2019. 28 Cungkup adalah atap penutup kubur atau makam seperti makam orang-orang Cina. Lihat di

Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus, h. 294.

Page 53: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

40

merupakan tempat peristirahatan Nyi Potrosuto yang rumahnya menjadi

rumah singgah Pangeran Prabu ketika di Lodoyo.29 Di petilasan inilah

masyarakat datang untuk ziarah. Ritual tersebut memberikan kesempatan

kepada masyarakat untuk mengambil bagian dalam dimensi adi kodrati

yang dihadirkan dalam kesatuan mistik. Umumnya, masyarakat akan

mengunjungi makam untuk memohon berkah, meminta kejelasan sebelum

membuat keputusan penting, memohon kenaikan pangkat, dan

sebagainya.30 Dalam tradisi masyarakat Jawa, berdoa selain dilakukan

untuk menghormati para leluhur yang sudah meninggal, juga untuk

mendapatkan suatu keberkahan.

Semua sesajen disiapkan oleh juru kunci dan para pengurus sanggar

yang lain dan diletakkan di sanggar, tepatnya di atas meja di samping Gong

Kyai Pradah. Buceng beserta ingkung ayam dibiarkan sampai ritual siraman

selesai dilaksanakan. Setelah itu baru diambil dan dimakan oleh juru kunci

dan beberapa anggota sanggar sebagai berkah dari Kyai Pradah, termasuk

pisang setangkep (2 sisir), sego golong, dan bubur sengkolo. Pisang raja

yang dua tangkep (4 sisir) lagi, dua sisirnya dibawa ke petilasan Mbok

Randha Dadapan dan sisanya dibawa ke panggung acara upacara siraman

bersama kembang setaman, boreh, serta kemenyan.

Penyiapan sesajen tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan lain yang

berkaitan dengan penyiapan perlengkapan ritual siraman di panggung.

29 Wawancara pribadi dengan Karti, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah, Blitar, 11

November 2019. 30 Frans Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafat tentang Kebijaksanaan Hidup

Jawa, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 87.

Page 54: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

41

Perlengkapan ritual siraman antara lain, penyiapan tujuh tempayan berisi

air, pemasangan janur kuning untuk dipasang di sanggar maupun panggung,

pembersihan lantai serambi sanggar, pengaturan tempat kesenian tradisional

jedor, sound system, dan tikar untuk tempat tirakatan malam harinya.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Malam Tirakatan (Melekan)

Upacara siraman Gong Kyai Pradah dimulai dengan melakukan

tirakat dengan menyediakan sesajen dan penataan alat. Tirakat adalah

usaha manusia sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan Yang Maha

Esa agar serangkaian pelaksanaan sebuah tradisi dapat berjalan dengan

lancar sebagaimana mestinya.31 Satu malam sebelum pelaksanaan

siraman, dilaksanakan tahlil. Hal ini menggambarkan adanya usaha

yang dilakukan oleh masyarakat sebelum upacara siraman dimulai.

Malam tirakatan yang dikenal dengan melekan merupakan

sebuah ritual yang dilakukan secara menahan diri semalam suntuk

dengan tidak tidur dengan maksud memohon berkah dari Tuhan melalui

Gong Kyai Pradah. Malam tirakatan dimulai pukul 01.00 WIB. Malam

tirakatan diawali dengan kegiatan selamatan atau kenduri. Dalam

kehidupan masyarakat Jawa tak lepas dari ritual selamatan yang yang

telah tercampur dengan adat-istiadat Jawa. Selamatan dipandang

sebagai sebuah representasi harapan yang penuh pengorbanan secara

31 N. Rahayu, dkk, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Pemanfaatan Upacara

Ritual, (Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 12. No. 1, 2014), h. 65.

Page 55: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

42

ikhlas lahir batin.32 Selamatan adalah suatu upacara makan bersama

makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu

tidak terpisahkan dari kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti

maupun makhluk-makhluk halus.33 Hampir semua selamatan ditujukan

untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan-

gangguan apapun. Tujuannya adalah mencapai keadaan slamet, yang

pernah dideskripsikan Koentjaraningrat sebagai “sebuah keadaan di

mana peristiwa-peristiwa mengikuti alur yang telah ditetapkan dengan

mulus dan tak satu pun kemalangan yang menimpa siapa saja”.34

Selamatan merupakan ritus religius orang Jawa. Selamatan

memiliki makna sosial bagi masyarakat Jawa tradisional yang sangat

diyakini dan memegang peranan yang sangat penting dalam

menciptakan kondisi untuk mempertebal rasa aman serta memberi

pegangan dalam menentukan sikap dan tingkah laku bagi segenap warga

masyarakat yang bersangkutan.35

Upacara selamatan dapat digolongkan ke dalam enam macam

sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-

hari36, yakni:

32 Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya

Spiritual Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2018), h. 73. 33 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999), h.

347. 34 Niels Mulder, Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia, terj. Noor Cholis, (Yogyakarta: PT.

LKiS Printing Cemerlang, 2011), h. 136. 35 Andri Yanto, dkk., “Simbol-Simbol Lingual dalam Tuturan ‘Ujub Genduren’ Siklus Hidup

Masyarakat Desa Seneporejo”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP, Universitas Jember

(UNEJ), 2015, h. 2. 36 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan, h. 348.

Page 56: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

43

Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil

tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara

menyentuh tanah pertama kali, sunat, dan setelah kematian.

Selamatan yang bertahan dengan bersih desa, penggarapan tanah

pertanian, dan setelah panen padi.

Selamatan berhubung dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam.

Selamatan pada saat-saat tertentu, berkenan dengan kejadian-

kejadian, seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah

kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari

sakit (kaul), dan lain-lain.

Selamatan atau kenduri merupakan acara inti sebelum ritual

siraman yang dilakukan di pagi harinya. Selamatan selalu dilakukan

pada pukul 23.00 WIB, dan tidak seorangpun berani mengubahnya.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh para pejabat daerah setempat yang lazim

disebut Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan). Juru kunci dan

para pejabat naik ke sanggar untuk berdoa di depan Gong Kyai Pradah,

setelah itu turun, dan duduk bersila di tikar membaur dengan para

pengunjung yang lain dengan formasi melingkar atau yang lebih dikenal

dengan meditasi atau semedi.37

Meditasi adalah membiasakan diri kita agar senantiasa

mempunyai sikap yang positif, realistis, dan konstruktif. Dalam agama

Buddha, istilah meditasi sebenarnya dapat disamakan dengan istilah

37 Wawancara pribadi dengan Iskandar, Blitar, 11 November 2019.

Page 57: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

44

bhavana yang arti harfiahnya pengembangan batin, yakni usaha untuk

menumbuhkan batin terpusat, tenang, mampu dengan jelas melihat sifat

batin sesungguhnya dan gejala apapun yang dapat merealisir suatu

keadaan batin ideal dari batin yang sehat.38

b. Ziarah

Di hari pelaksanaan upacara siraman, semua gentong diisi air

yang bersumber dari sumur yang berada di sanggar pusaka Gong Kyai

Pradah dan bunga tujuh rupa yang telah di ronce (diuntai). Air inilah

yang nantinya digunakan untuk menyucikan Gong Kyai Pradah. Air

dipercaya sebagai sumber kehidupan, bahkan dalam tubuh kita terdiri

dari air hingga 80%.39 Air sangat penting bagi kehidupan dari pertama

kali ada dalam rahim ibu kita sudah diliputi air. Sejak manusia pertama

lahir hingga meninggal pun harus dibersihkan dengan air. Dalam mistik

Jawa, air yang mengalir merupakan simbol dari kehidupan, sebab air

akan menjadikan tanah menjadi subur, sehingga masyarakat menjadi

sejahtera.40 Dalam hal ini air memiliki makna tersendiri sehingga

digunakan sebagai sarana penyucian secara simbolis baik lahir maupun

batin.

Setelah semua persiapan selesai, ritual dimulai dengan mengiring

gong dari sanggar ke petilasan Nyi Mbok Randha Dadapan pada pukul

38 Piyadassi Thera, Meditasi Budhis Jalan Menuju Ketenangan dan Kebersihan Batin,

(Surabaya: Paramita, 2005), Hlm. 27. 39 Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air, Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka Penyakit

berdasarkan Wahyu dan Sains, terj. Ahmad Taufiq, (Jakarta: Qultum Media, 2008), h. 79 40 Waryunah Irmawati, Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa, Vol. 21, No.

2, November 2013, h. 323.

Page 58: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

45

06.00 WIB. Semua perlengkapan dan pengiring ikut serta. Di petilasan

tersebut terdapat sebuah tradisi, yakni mengubur kepala kambing

dengan tujuan ngalap berkah. Setelah prosesi selesai, rombongan

kembali lagi ke sanggar. Setibanya di alun-alun, sebagai hiburan

diadakan pementasan jaranan di bawah panggung tempat upacara

siraman selama beberapa menit.41

c. Upacara Siraman

Acara inti dilaksanakan pukul 09.00 WIB. Acara dimulai dengan

pembacaan sejarah Gong Kyai Pradah oleh tokoh budaya setempat.

Kemudian juru kunci akan mengambil Gong Kyai Pradah dari sanggar

yang kemudian diserahkan kepada Bapak Lurah Kalipang. Selain gong,

di dalam sanggar juga terdapat kenong atau tabuh, tombak, keris, dan

wayang kayu yang juga di bawa ke panggung untuk disucikan. Yang

ditugaskan membawa kenong adalah Bapak Camat Sutojayan dan yang

membawa wayang adalah anggota yang lain. Yang ditugaskan

membawa kembang setaman satu orang, membawa boreh satu orang,

membawa handuk satu orang, membawa panji-panji dan payung

masing-masing satu orang. Semuanya dibawa naik ke atas panggung

siraman, termasuk juru kunci beserta ajudan. Di tempat siraman sudah

ada Bupati, kepala dinas, dan pejabat pemerintahan yang lain.

Prosesi siraman inilah yang dianggap sakral. Menurut Eliade,

sakral merupakan memanifestasikan diri sebagai sebuah realitas yang

41 Observasi Prosesi Upacara Siraman tanggal 11 November 2019.

Page 59: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

46

secara keseluruhan berbeda tingkatannya dengan realitas-realitas

alami.42

Selama pelaksanaan upacara siraman, mulai dari pagi ketika ke

petilasan hingga selesainya siraman Gong Kyai Pradah tidak ada yang

boleh melanggar peraturan yang ada, dimana sesajen yang digunakan

harus lengkap, tidak boleh berkata kasar mengenai gong, dan upacara

siraman tidak boleh dilakukan di semua Wage. Apabila tanggal 12

Maulud dan 1 Syawal bertepatan di hari Wage, maka ritual akan diundur

di hari berikutnya.43

Dijelaskan oleh juru kunci, selama prosesi tidak ada sambutan,

yang ada hanyalah instruksi dari panitia dan juru kunci. Ketika prosesi

siraman dilangsungkan, yang bertugas menyucikan gong adalah Bupati

Kabupaten Blitar yang diawali dengan pembacaan basmalah, syahadat,

shalawat. Setelah itu kain penutup gong dibuka, kemudian gong

dibersihkan menggunakan kembang setaman. Setelah bersih, gong

dihanduki dan disiram menggunakan air yang ada di gentong, setelah itu

gong dipukul sebanyak tujuh kali. Setiap pukulan berakhir selalu

ditanyakan kepada pengunjung dengan menggunakan bahasa Jawa

sebagai berikut: “Suwantenipun sae nopo awon?”, yang artinya,

“Suaranya bagus atau jelek”. Kemudian dijawab serentak oleh

pengunjung, “sae” yang artinya “bagus”. Masyarakat percaya, apabila

42 Daniel L. Pals, Dekontruksi Kebenaran: Kritik Tujuh Teori Agama, (Yogyakarta: IRCiSoD,

2001), h. 270. 43 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019.

Page 60: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

47

gong tersebut bersuara bagus atau nyaring, maka setelah acara selesai

hal baik akan terjadi, dan sebaliknya.

Setelah itu gong diberi boreh dan dibungkus kain mori sebanyak

tiga lapis. Pada saat inilah air bekas siraman dicampur dengan air yang

ada di gentong dan yang ada di mobil pemadam kebakaran. Air inilah

yang dipercaya mendatangkan banyak manfaat bagi yang meminumnya.

Setelah prosesi selesai, Gong Kyai Pradah dan semua rombongan turun

dari panggung siraman dan kembali ke sanggar.44

Masyarakat Jawa memiliki berbagai cara untuk menolak

keburukan yang berasal dari pengaruh setan, jin, dan roh jahat karena

memiliki doa atau mantra yang dipercaya mampu memberikan

pertolongan menghadapi pengaruh-pengaruh buruk yang akan terjadi.45

Pengaruh buruk yang ditimbulkan dapat berupa kemiskinan,

kekeringan, bahkan perpecahan antar sesama masyarakat. Untuk

mencegahnya, maka dilaksanakan selamatan dengan tujuan agar Yang

Maha Kuasa senantiasa memberikan keselamatan.

Doa atau mantra yang digunakan ketika pelaksanaan upacara

siraman Gong Kyai Pradah dikhususkan kepada Mbah Pradah dan

mantra permohonan kesejahteraan kepada Allah SWT. bagi masyarakat.

Mantra tersebut berbunyi46:

44 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019. 45 R.P. Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis, (Yogyakarta: PT. LKiS

Printing Cemerlang, 2009), h. 163. 46 Ruddat Ilaina R.A., dkk., Makna dan Relevansi Simbolik, h. 8-9.

Page 61: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

48

Mantra Khusus Mbah Pradah (Gong Kyai Pradah)

Kagem Mbah Pradhah

Mugi-mugi Mbah Pradhah saget njagi Desa Lodoyo soko macem-

macemipun blai ingkang dugi barang alus lan dedemit ingkang

ngancem masyarakat Desa Lodoyo

Artinya:

Untuk Mbah Pradah

Semoga Mbah Pradah bisa menjaga Desa Lodoyo dari macam-

macam malapetaka yang datang dari roh-roh jahat yang mengancam

masyarakat Desa Lodoyo

Mantra tersebut memiliki makna bahwa mantra ditujukan

kepada Mbah Pradah yang menjelma menjadi sebuah gong agar

tetap menjaga dan melindungi masyarakat dari malapetaka dan roh

jahat. Kepercayaan masyarakat kepada roh Mbah Pradah terjadi

karena masyarakat Jawa masih menganut ajaran nenek moyang,

yaitu kepercayaan animisme. Roh-roh tersebut dipercaya memiliki

pengaruh yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat.47

Mantra Permohonan Kesejahteraan kepada Allah SWT.

Damel nyucihaken pusaka

Mugi-mugi Allah maringi kerukunan lan diparingi keselametan

agem masyarakat Blitar, khususipun Desa Lodoyo

47 Simuh, Sufisme Jawa, (Jakarta: Narasi, 2016), h. 134.

Page 62: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

49

Artinya:

Untuk menyucikan pusaka

Semoga Allah SWT. memberikan kerukunan dan memberikan

keselamatan untuk masyarakat Blitar, khususnya Desa Lodoyo

Mantra tersebut memiliki makna bahwa doa yang diucapkan

semata-mata meminta kepada Allah SWT. agar memberikan

keselamatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Blitar, khususnya

Desa Lodoyo. Masyarakat percaya bahwa doa-doa yang dipanjatkan

ketika pelaksanaan upacara siraman pusaka Gong Kyai Pradah

mampu mendatangkan kebaikan dalam bentuk keselamatan,

kesejahteraan, kemakmuran, dan kerukunan antar sesama. Mantra

yang diucapkan ketika upacara dilakukan merupakan usaha

masyarakat dan bukti kepercayaan atas kehendak Tuhan yang Maha

Penentu segalanya.48

3. Tahap Penutupan

Setelah selesai semua rangkaian acara penyucian pusaka Gong Kyai

Pradah, acara dilanjutkan dengan pementasan berbagai penampilan, seperti

jaranan dan tari-tarian sebagai hiburan bagi pengunjung. Pertunjukan ini

mengandung arti bahwa kesenian daerah yang tersebut dapat memberikan

kepuasan dan diselenggarakan sebagai pelengkap dalam suatu pesta,

perayaan hari besar atau acara-acara tertentu. Seni yang terdapat dalam

48 Welly Setiawan, Bentuk, Makna, dan Fungsi Mantra di Padepokan Rogo Sutro Desa

Gondangwinangun Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung, (Jurnal Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Vol. 4, No. 2, 2014), h. 39.

Page 63: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

50

pelaksanaan upacara mengandung arti bahwa kesenian khususnya seni tari

tradisional yang ditampilkan di hari pelaksanaan upacara siraman

mempunyai peranan penting, yaitu untuk menambah suasana magis dan

sakral yang tentunya tidak dapat dilepaskan dari mitos dan ritual.

Sebagai penutup, acara dilanjutkan dengan tasyakuran atau selamatan

berupa kenduri dan makan bersama. Acara setelah prosesi upacara siraman

masih ada, yakni selamatan sepasaran dan selapanan. Selamatan ini

merupakan acara penutup upacara siraman Gong Kyai Pradah yang

dilakukan setelah acara inti, tepatnya di hari kelima dan di hari ke-35 setelah

prosesi jamasan pusaka Gong Kyai Pradah dengan tujuan mengharapkan

keselamatan dari Sang Pencipta.

Sepasaran adalah perhitungan waktu Jawa yang lamanya lima hari.

Selamatan sepasaran adalah selamatan yang diadakan ketika bayi berumur

lima hari.49 Akan tetapi, berdasarkan tradisi ini yang dimaksud dengan

selametan sepasaran adalah selamatan yang dilakukan lima hari setelah

prosesi penyucian pusaka Gong Kyai Pradah. Sedangkan yang dimaksud

dengan selamatan selapanan adalah selamatan yang diadakan 35 hari

setelah kelahiran bayi.50 Berdasarkan tradisi, maka selamatan selapanan ini

dapat diartikan sebagai upacara selamatan yang dilakukan 35 hari setelah

49 Rachman Halim, Pusaka Jawatimuran “Sepasaran (Puputan), Tradisi Budaya

Jawatimuran”, diakses dari https://jawatimuran.wordpress.com/2012/10/23/sepasaran-puputan-

tradisi-budaya-jawatimuran/ pada tanggal 29 Desember 2019, pukul 15.00 WIB. 50 Bagus Adi Kuncoro, Sinar Arjuna “Selametan Kelahiran Bayi”, diakses dari

https://bagusadikuncoro.wordpress.com/2015/01/10/selametan-kelahiran-bayi/ , pada tanggal 29

Desember 2019, pukul 15.10 WIB.

Page 64: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

51

penyucian pusaka Gong Kyai Pradah. Selamatan dilakukan setelah magrib,

di sanggar pusaka Gong Kyai Pradah.51

Ketika diadakan selamatan, seluruh partisipan menikmati status ritual

yang sama, masing-masing orang memberikan sumbangan yang sama bagi

kekuatan spiritual dari kejadian tersebut. Oleh karenanya, selamatan

berfungsi untuk menunjukkan komunitas harmonis yang dikenal dengan

nama rukun, yang menjadi prasyarat efektif mendatangkan berkah dari

Allah SWT. Selamatan biasanya dipimpin oleh juru kunci atau seseorang

yang ditugaskan oleh juru kunci.

51 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019.

Page 65: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

52

BAB IV

PENGARUH UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH

A. Motivasi Mengikuti Upacara Siraman

Masyarakat dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja

bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur hidup mereka dan

menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang

telah ditentukan.1 Sebuah tradisi maupun kepercayaan umumnya memiliki

ritual tertentu dalam kehidupan sehingga tradisi tersebut selalu dilakukan. Hal

ini telah dilakukan masyarakat untuk mengikuti tradisi yang ada pada

pendahulu dan nenek moyang mereka. Tradisi diartikan sebagai segala sesuatu

(seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya) yang turun-

temurun dari nenek moyang.2 Tradisi merupakan suatu hal yang sulit berubah,

karena telah menyatu dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tradisi adalah adat kebiasaan

yang dilakukan turun temurun dan masih dilakukan masyarakat di suatu tempat

atau suku yang berbeda.3 Tradisi sebagai sistem budaya mengandung makna

adanya sistem gagasan berdasarkan pengetahuan, keyakinan, norma, serta nilai-

nilai sosial budaya.4 Karena telah diakui dan disepakati bersama, tradisi tersebut

dapat menjadi adat istiadat yang berlaku di masyarakat dalam suatu daerah.

1Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 22. 2Arqom Kuswanjoyo, Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perennial, (Yogyakarta: Arindo Nusa

Media, 2006), h. 61. 3Anisatun Mutiah, dkk, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia, Vol. 1, (Jakarta: Balai

Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), h. 15. 4Abdullah Ali, Sosiologi Islam, (Bogor: IPB Press, 2005), h. 195.

Page 66: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

53

Tradisi yang ada dalam setiap masyarakat adalah tatanan sosial yang mapan,

baik yang berhubungan dengan unsur-unsur kehidupan maupun sebagai aturan

sosial yang memberikan pedoman tingkah laku bagi anggota atau masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, tradisi merupakan sosial budaya yang selalu ingin

dipertahankan oleh masyarakat sebagai identitas penting bagi kehidupan

mereka.5

Menurut Prof. Dr. Kasmiran Wuryo, tradisi masyarakat merupakan

bentuk norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk diketahui sumber

asalnya. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang

dibakukan dalam kehidupan masyarakat.6 Sebagai kebiasaan dan kesadaran

kolektif, tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu memperlancar

pertumbuhan pribadi anggota masyarakat. Sangat penting pula kedudukan

tradisi sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. Fitrah

hidup tersebut tumbuh dan berkembang. Tradisi yang tidak mampu berkembang

adalah tradisi yang menyalahi fitrah hidup.7

Setiap tradisi selalu dipercaya membawa pengaruh dan akibat yang

beraneka ragam bagi masyarakat. Sejak masyarakat Jawa belum mengenal

peradaban, sebenarnya mereka telah mengakui adanya kekuatan lain di luar

dirinya. Masyarakat Jawa percaya bahwa apa yang telah mereka bangun adalah

hasil dari adaptasi pergulatan dengan alam.8 Kekuatan tersebut tak lain berupa

5 Abdullah Ali, Muludan Tradisi Bermakna. (Cirebon: Percetakan Lestari, 2001), h. 30. 6 Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip

Psikologi, (Jakarta: Rajawali, 2016), h. 193. 7 Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 3. 8 M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), h. 9.

Page 67: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

54

kegaiban alam semesta. Mereka menganggap apabila mampu menegoisasi

kekuatan lain itu, hidupnya akan terbantu oleh alam semesta. Sebaliknya, jika

tak mampu menegoisasi dengan alam semesta, hidupnya akan celaka.9 Ketika

melakukan negoisasi inilah masyarakat Jawa percaya adanya kekuatan terhadap

kayu, batu, keris, dan sebagainya yang disebut dinamisme. Dinamisme berasal

dari kata yang terdapat dalam bahasa Yunani, yaitu dunamos dan diingriskan

menjadi dynamic yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

dengan kekuatan, kekuatan, atau khasiat, dan dapat juga diterjemahkan dengan

daya. Dinamisme disebut juga pra-animisme yang mengajarkan tiap-tiap benda

atau makhluk mempunyai mana.10 Menurut Codrinston dalam bukunya The

Melainesains yang diterbitkan pada tahun 1981, mana adalah suatu

kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan yang sama sekali berbeda dengan

kekuatan fisik. Mana merupakan suatu kekuatan menonjol, menyimpang dari

kebiasaan.

Pemujaan terhadap kekuatan benda keramat atau benda sakti seringkali

dilakukan melalui kutukan dan siraman pusaka. Kutukan biasanya dilakukan

setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Caranya dengan membakar

kemenyan pada sebuah dupa, lalu benda sakti tadi dilambai-lambaikan di

atasnya. Hal ini dipercaya sebagai tindakan ‘memberi makan’ kepada benda

tersebut, sedangkan pembersihan benda tersebut dilakukan di waktu-waktu

tertentu dengan cara dijamasi (dicuci).11 Begitu pula yang terjadi di Kabupaten

9 Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya

Spiritual Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2018), h. 63. 10 Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1973), h. 318. 11 Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen, h. 77.

Page 68: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

55

Blitar. Walaupun masyarakat Blitar umumnya beragama Islam, namun dalam

pelaksanaannya, tradisi upacara siraman Gong Kyai Pradah masih dipengaruhi

oleh praktik-praktik Hinduisme, yakni adanya nilai-nilai kepercayaan animisme

dan dinamisme. Seperti halnya membakar kemenyan sebelum ritual dimulai dan

membawa sesajen (baik berupa kembang sesajen maupun makanan yang khusus

dipersiapkan).

Upacara siraman Gong Kyai Pradah memberikan pengaruh yang besar

bagi masyarakat setempat, khususnya dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

Tradisi ini menjadi magnet yang mampu menarik masyarakat dari berbagai

daerah, baik secara nasional maupun internasional. Untuk itu, dalam

pelaksanaannya selalu dipenuhi oleh masyarakat yang datang dengan berbagai

tujuan, bukan hanya bertujuan mencari berkah dari Gong Kyai Pradah dan air

bekas siraman saja, akan tetapi dengan motif yang lain, seperti wisata, ekonomi,

dan sebagainya. Dalam perkembangannya, pelaksanaan upacara tersebut

memberikan dampak yang sangat luas kepada masyarakat. Masyarakat percaya

bahwa pusaka Gong Kyai Pradah ini bertuah dan memiliki kesaktian. Oleh

karena itu, melalui upacara siraman Gong Kyai Pradah masyarakat

mengharapkan keselamatan dan ketentraman hidup serta terhindar dari mala

petaka dan bencana alam.

Diadakannya ritual upacara siraman Gong Kyai Pradah memberikan

pengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang

percaya, ada juga yang hanya menganggapnya sebagai ritual kebudayaan biasa.

Pelaksanaan ritual ini selalu dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat mistis

Page 69: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

56

dan memberikan keberkahan bagi yang mengikutinya. Upacara ini dilakukan

sebagai sarana memohon berkah kepada kekuatan gaib atau roh leluhur yang

ada di dalam Gong Kyai Pradah. Tak sedikit masyarakat yang percaya bahwa

air bekas siraman Gong Kyai Pradah apabila diminum akan mendatangkan

jodoh, menjadikan awet muda, menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan

kelancaran dalam mencari rezeki, bahkan hari pelaksanaan upacara siraman

dipercaya sebagai waktu yang paling baik untuk membeli peralatan pertanian

karena dengan menggunakan alat yang dibeli ketika upacara akan

mendatangkan kesuburan dan tanaman akan terbebas dari hama. Pada musim

kemarau, siraman ini juga dipercaya sebagai sarana memohon diturunkan

hujan.12

Menurut kesaksian bapak Slamet, ia telah mengikuti tradisi tersebut lebih

dari 50 tahun. “Aku wes kat enom melu acara iki. Manfaat banyu bekas siraman

iki akeh nduk. Iso nggae awet enom, sehat, tur ma sio wes tuwek iseh etes.”

Yang artinya, “Saya sudah sejak muda mengikuti acara ini. Manfaat air bekas

siraman ini banyak nak. Bisa membuat awet muda, sehat, dan walaupun sudah

tua masih cekatan.”13 Ia selalu datang dan ikut berebut air bekas siraman

meskipun ia tahu bahwa air yang disiramkan ke para penonton bukanlah air

murni bekas siraman. Walaupun begitu beliau tetap yakin bahwa air tersebut

tetap memberikan berkah dan manfaat bagi siapapun yang meminumnya.

12 Wawancara pribadi dengan Mujiono, Blitar, 11 November 2019. 13 Wawancara pribadi dengan Slamet, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah, Blitar,

11 November 2019.

Page 70: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

57

Sedangkan menurut Bapak Supalil, tradisi siraman ini telah dilakukan

secara turun-temurun oleh masyarakat Lodoyo. Tradisi tersebut dilakukan

untuk mendapatkan kesejahteraan bagi masyarakat Lodoyo agar senantiasa

mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. dan terbebas dari berbagai macam

malapetaka seperti terhindar dari kemiskinan, kekeringan, dan terhindar dari

pertikaian antarmasyarakat.14

Hakikat keberagamaan manusia terletak pada ikhtiar manusia dalam

ragam keyakinan dan peribadatannya. Dalam menuju keyakinan tersebut,

manusia akan melakukan beragam ritual dan upacara keagamaan sebagai

bentuk pengabdian atau ketaatannya kepada Tuhan yang diyakininya tersebut.

Ritual merupakan tata cara peribadatan sebagai manifestasi keyakinan yang

dianut manusia terhadap Tuhannya. Hampir semua agama memiliki beragam

tata cara penyembahan terhadap Tuhannya. Semuanya dimaksudkan sebagai

bentuk penghormatan dan ketundukkan. Selain itu, juga sebagai upaya mencari

perlindungan dan pertolongan atas kehidupan yang dialami manusia di dunia

dan keyakinan atas kehidupan setelah kematian.15

Penggunaan adat atau ritual selaras dengan ketentuan yang menurut

Ahmad Azhar Basyir meliputi16:

14 Wawancara pribadi dengan Supalil, Blitar, 16 September 2019. 15 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Press, 2015), h.

48-49. 16 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, (Yogyakarta: Fakultas UII, 1993), h.

30.

Page 71: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

58

a. Dapat diterima dengan kemantapan oleh masyarakat berdasarkan pada

pertimbangan akal sehat dan sejalan dengan tuntuan watak pembaruan

manusia.

b. Menjadi kemantapan umum dalam masyarakat dan dijalankan secara terus-

menerus.

c. Tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunah.

d. Dirasakan oleh masyarakat karena mempunyai ketentuan yang mengikat,

mengharuskan untuk ditaati, dan mempunyai akibat apabila tidak

dilakukan.

Aktivitas ritual mengacu kepada salah satu komponen agama yang

dinyatakan dalam tindakan-tindakan nyata. Tindakan-tindakan tersebut pada

dasarnya merupakan bentuk intervensi untuk mempengaruhi kekuatan-

kekuatan adikodrati agar sesuai dengan keinginannya. Bentuk-bentuk aktivitas

ritual itu sendiri dapat dilakukan pada tingkat individual maupun tingkat

komunitas atau masyarakat yang lebih luas.17 Pengamalan terhadap suatu

kepercayaan menunjukkan bahwa hubungan antara individu dengan yang sakral

dalam beberapa hal erat kaitannya dengan nilai-nilai moral individu tersebut.18

Upacara siraman Gong Kyai Pradah merupakan suatu bentuk tingkah

laku masyarakat dalam menanggapi adanya kekuatan dari luar, yang merupakan

perwujudan dari keterbatasan manusia dalam menghadapi tantangan hidup, baik

yang berasal dari diri sendiri maupun alam sekitar. Para pelaku dan pendukung

17 Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir.

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 197. 18 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 19.

Page 72: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

59

upacara akan mendapat perasaan aman apabila telah melakukannya. Di sisi lain,

upacara tersebut merupakan suatu sarana pembentukan norma kemasyarakatan.

Ritual tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat

setempat. Masyarakat percaya setelah mengadakan upacara siraman maka

kehidupan akan tenteram, jauh dari mara bahaya, dan segala gangguan penyakit

yang kemungkinan dapat terjadi.19 Karenanya, masyarakat menganggap

upacara siraman tersebut wajib dilaksanakan.

Upacara siraman Gong Kyai Pradah akan tetap dilaksanakan hingga

kapan pun. Selama bertahun-tahun pelaksanaanya selalu didukung pemerintah

daerah karena tradisi tersebut berhubungan dengan upacara adat dan budaya.

Pada tahun 2017, upacara siraman atau yang lebih dikenal dengan Jamasan

Pusaka Gong Kyai Pradah telah diakui dan diresmikan sebagai Warisan Budaya

Tak Benda (BPTB) Indonesia dan masuk ke dalam calendar of event (agenda

kegiatan) wisata budaya Kabupaten Blitar.20 Dengan ini, pelaksanaan upacara

siraman Gong Kyai Pradah tidak hanya sekedar tradisi yang harus dilakukan

secara turun-temurun, namun juga memberikan manfaat untuk menarik

kehadiran wisatawan yang datang dari Blitar dan sekitarnya.

Upacara religi yang digelar dalam pesta rakyat, menjadi suatu hal yang

menarik bagi wisatawan. Para wisatawan berusaha memotret dan merekam

dalam video berbagai bentuk upacara serta prosesi yang berlangsung dalam

upacara. Upacara adat kini telah menjadi objek seni, bahkan komoditas yang

19 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019. 20 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019.

Page 73: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

60

dikonsumsi secara massal. Hall (1994:75) menjelaskan karakter Indonesia

sebagai tempat tujuan wisata sudah berkembang karena permintaan pasar yang

terus berubah. Calendar of event yang dikeluarkan oleh masing-masing

pemerintah daerah melalui dinas pariwisata, informasi yang ditampilkan

meliputi tanggal, waktu, tempat, nama acara, penjelasan acara, sarana

transportasi, akomodasi, tiket masuk. Calendar of event yang dibuat pemerintah

pusat maupun pemerintah kabupaten atau kota dicetak dalam brosur, poster,

baliho, dan dapat diakses melalui internet. Hal ini menunjukkan betapa besar

semangat pemerintah dalam mengenalkan upacara religi atau adat kepada

masyarakat luas.21

Sayangnya, ketika upacara adat diposisikan sebagai komoditas

pariwisata, maka perlahan tapi pasti perubahan budaya pada religi tersebut akan

terjadi. Karenanya, upacara adat tidak lagi mencerminkan semangat religiusitas,

akan tetapi semata-mata menjadi tontonan yang unik dan menarik, bahkan bisa

jadi terjadi pergeseran makna dan tujuan awal diadakannya. Oleh karena itu,

dalam beberapa hal kekhidmatan atau kekhusyukannya cenderung berkurang.

Hal ini disebabkan orang-orang yang hadir dalam upacara tersebut tidak

seluruhnya terlibat dalam ritual. Sebagian di antaranya hanya sebagai penonton

yang mengharapkan ‘berkah’ dari air bekas siraman Gong Kyai Pradah.

21 Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi, h. 113-114.

Page 74: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

61

B. Pengaruh Upacara Siraman

Menurut juru kunci Gong Kyai Pradah dan masyarakat sekitar, ritual

tersebut dari dulu hingga sekarang masih dilaksanakan pada waktu dan dengan

cara yang sama. Upacara ini semata-mata dilakukan dalam rangka

memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. dan hari raya Idul Fitri. Gong

Kyai Pradah bukanlah sesembahan dan tidak seharusnya masyarakat memuja

gong ini. Upacara siraman pada 1 Syawal dilakukan sebagai wujud permohonan

kepada Allah SWT. dan upaya pembersihan diri. Gong dibunyikan untuk

mengumpulkan masyarakat agar saling bertemu dan saling memaafkan.

Sedangkan upacara siraman pada 12 Maulud dilakukan untuk memperingati

lahirnya Rasulullah atau yang akrab disebut muludan. Dengan diadakannya

siraman, diharapkan masyarakat akan berbondong-bondong berkumpul dan

memperingati lahirnya Rasullah SAW.

Makna air bekas siraman tergantung pada keyakinan setiap individu.

Banyak yang percaya bahwa air bekas siraman dipercaya dapat membuat awet

muda, memberikan kesehatan, bahkan mendatangkan jodoh. Akan tetapi semua

manfaat tersebut akan didapatkan selama ada keyakinan dalam diri. Apabila

seorang individu percaya Tuhan akan mengabulkan keinginannya, makaTuhan

akan mengabulkannya, begitu pula sebaliknya. Semuanya tergantung

kepercayaan setiap individu, karena semuanya dikembalikan kepada Tuhan.

Dalam Islam pun diajarkan hal yang serupa22, sebagaimana firman Allah SWT.:

22 Wawancara pribadi dengan Muhammad As’adi, Blitar, 16 September 2019.

Page 75: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

62

:، قال -صلى الله عليه وسلم -: أن رسول الله -رضي الله عنه -وعن أبي هريرة

، فإن ذكرني في نفسه، يقول الله تعالى : أنا عند ظن عبدي بي ، وأنا معه إذا ذكرني

ي نفسي، وإن ذكرني في مل ذكرته في مل خير منهم. متفق عليه ف ذكرته

Artinya:

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Nabi SAW. bersabda, “Allah

Ta’ala berfirman: “Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika

ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan

mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku

akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan

malaikat)” (Mutafaqqun ‘alaih). [HR. Bukhari, No. 6970 dan Muslim, No.

2675]23

Dengan adanya keyakinan tersebut, masyarakat yang tetap mengikuti

ritual siraman namun tanpa didasari iman yang kuat sesuai dengan ajaran agama

yang telah diyakininya, maka dapat menjadikan mereka kehilangan

keseimbangan. Mereka akan kesulitan dalam membedakan antara nilai tradisi

dengan nilai keagamaan. Karena hal inilah, bisa jadi mereka meminta sesuatu

atau percaya kepada air bekas siraman Gong Kyai Pradah tanpa sadar bahwa

semua ini milik yang Kuasa dan tanpa disadari mereka telah menyekutukan

Tuhannya.

23 Muhammad Abduh Tuasikal, Rumaysho.com “Aku Sesuai Persangkaan Hamba-Ku Hingga

Balasan Mengingat Allah” diakses dari https://rumaysho.com/17041-aku-sesuai-persangkaan-

hamba-ku-hingga-balasan-mengingat-allah.html , pada tanggal 11 Desember 2019, pukul 16.47

WIB.

Page 76: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

63

Perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan yang

terkandung dalam upacara siraman Gong Kyai Pradah terlihat ketika

masyarakat melakukan ziarah, ketika masyarakat mengikuti serangkaian acara

upacara siraman, dan juga ketika masyarakat memperebutkan air bekas siraman.

Dengan adanya kepercayaan terhadap Gong Kyai Pradah, masyarakat memiliki

dorongan untuk melakukan tahlil dan tirakatan di sanggar Gong Kyai Pradah

setiap malam Jumat Legi dan malam sebelum prosesi siraman dilangsungkan.24

Kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan magis Gong Kyai Pradah

merupakan makna sakral yang berkaitan dengan Sang Pencipta. Dapat

dikatakan bahwa sebuah ritual mempunyai makna sangat luhur sebagaimana

doktrin ataupun ajaran yang telah menjadi tradisi atau kebiasaan sejak zaman

nenek moyang. Dengan dilaksanakannya upacara siraman, masyarakat percaya

bahwa keberkahan akan senantiasa menyertai kehidupan mereka. Keberkahan

tersebut dapat berwujud dalam berbagai macam hal, dapat berupa kesehatan,

lancar rezeki, segera bertemu jodoh, bahkan awet muda. Pun dengan

masyarakat yang percaya bahwa keberkahan akan didapatkan ketika mereka

meminum air bekas siraman Gong Kyai Pradah.25

Secara sosial, sebagaimana yang terdapat dalam beberapa tradisi yang

ada di Indonesia seperti yasinan atau pun selamatan, dapat dipahami bahwa

sebuah ritual memiliki dampak yang positif bagi masyarakat yang

melakukannya, baik secara langsung maupun tidak, tanpa menilai besar atau

24 Wawancara pribadi dengan Samiatun, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah Blitar,

11 November 2019. 25 Wawancara pribadi dengan Bambang, Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah, Blitar,

11 November 2019.

Page 77: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

64

kecilnya dampak yang ditimbulkan. Dengan diadakannya upacara siraman

Gong Kyai Pradah, masyarakat akan melakukan gotong-royong dan saling

tolong-menolong. Hubungan yang baik antara pihak pemerintah dan

masyarakat setempat pun akan terjalin dengan baik. Sikap kekeluargaan,

gotong-royong, dan persatuan yang tinggi dalam masyarakat ini terlihat sejak

tahap persiapan upacara siraman hingga tahap penutupan, yakni ketika

menyiapkan sesajen, menghias sanggar dan panggung siraman, dan ketika

diadakannya selamatan. Pelaksanaan selamatan yang dilakukan sebelum dan

sesudah acara siraman juga memberikan pengaruh positif bagi masyarakat.

Selamatan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan perbedaan antara

satu dengan yang lain. Dengan selamatan, diharapkan manusia dapat terhindar

dari roh-roh jahat yang mengganggu dan membahayakan manusia.26

Hubungan sosial antar masyarakat yang semakin hari semakin terjalin

dengan baik merupakan hal besar yang dapat diterima oleh masyarakat dan

lingkungan. Bagi masyarakat, pelaksanaan ritual upacara siraman Gong Kyai

Pradah menanamkan sikap baik ke dalam kesadaran diri yang tinggi. Dengan

demikian, melakukan suatu tradisi merupakan tindakan sosial atau tindakan

berjamaah di mana kelompok menetapkan kembali hubungannya dengan objek-

objek suci dan melalui hubungan ini akan memperkuat solidaritas dan

mengukuhkan nilai-nilai sendiri.27

26 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dan Masyarakat Jawa, terj. Aswab Makasin,

(Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), h. 18. 27 Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan,

2001), h. 76.

Page 78: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

65

Secara ekonomi, agenda kegiatan tersebut disamping sebagai sarana

pelestarian warisan budaya, juga sebagai salah satu cara mempromosikan

wisata budaya Kabupaten Blitar, dan yang terpenting adalah untuk peningkatan

pendapatan atau perekonomian masyarakat, baik dari pelaku seni, pelaku usaha,

maupun penjual jasa. Beberapa hari sebelum pelaksanaan ritual siraman, di

alun-alun Kecamatan Sutojayan dan jalanan di sekitarnya dipenuhi para

pedagang. Pedagang yang berjualan di pasar malam ini umumnya berasal dari

luar wilayah Sutojayan, bahkan ada juga yang berasal dari luar Jawa Timur.

Barang yang dijual berupa makanan, minuman, pakaian, peralatan rumah

tangga, kerajinan, mainan anak-anak, peralatan pertukangan dan pertanian,

kaset berbagai jenis musik, ada juga yang menjual bunga dan kemenyan untuk

keperluan ziarah. Pengunjung pasar malam pun beragam. Para pedagang yang

datang mayoritas berasal dari luar Lodoyo. Mereka datang untuk ngalap

berkah. Mereka percaya meskipun pada saat upacara dagangan tidak banyak

yang terjual, tetapi setelah upacara berakhir dagangan akan mudah terjual.28

Selain meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya yang ada di

wilayah Kecamatan Sutojayan, dengan dilaksanakannya acara ini, Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB)29 Kabupaten Blitar pun ikut meningkat.30

28 Observasi Lapangan tanggal 10 November 2019. 29 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul

dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Lihat lebih lanjut di Badan Pusat Statistik,

diakses dari https://www.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto--lapangan-usaha-

.html , pada tanggal 27 November 2019, pukul 23.02. 30 Wawancara pribadi dengan Drs. Hartono, M.M., Blitar, 25 September 2019.

Page 79: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, penulis berkesimpulan bahwa salah satu

kepatuhan yang dilakukan masyarakat Lodoyo terhadap kepercayaan dan adat

nenek moyang adalah dengan melakukan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah,

atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Jamasan Gong Kyai

Pradah. Upacara ini merupakan warisan kebudayaan yang dilakukan di

Kelurahan Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Gong Kyai Pradah merupakan sebuah gong yang dibawa oleh Pangeran Prabu.

Ia adalah seorang pangeran dari kerajaan Kartasura yang diusir karena memiliki

niat jahat pada adiknya yang menjadi raja. Ketika ia hendak melanjutkan

perjalanan, ia menitipkan Gong Kyai Pradah kepada seorang janda tua, yakni

Nyi Mbok Randha Potrosuto yang rumahnya ia singgahi selama berada di Desa

Lodoyo karena hukuman yang diterimanya.

Secara keseluruhan, rangkaian acara dalam upacara siraman Gong Kyai

Pradah dapat diklasifikasin menjadi tiga tahap, yaitu:

- Tahap persiapan, meliputi pemotongan kambing sesaji, pembuatan sesaji,

dan menghias tempat pelaksanaan upacara, yakni sanggar dan panggung

siraman.

- Tahap pelaksanaan, meliputi acara tirakatan (melekan), selamatan, ziarah,

dan siraman.

Page 80: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

67

- Tahap penutupan, meliputi acara hiburan dan selamatan setelah prosesi

jamasan, selamatan sepasaran, dan selamatan selapanan.

Dengan diadakannya upacara siraman, terdapat berbagai pengaruh yang

terjadi dalam masyarakat, khususnya terhadap keyakinan atau cara berfikir

mereka yang kemudian terlihat dari sikap mereka ketika mengikuti upacara

siraman. Keyakinan merupakan pengaruh paling utama yang ada dalam diri

masyarakat. Berbagai cara pandang dan pola berfikir pun menentukan motivasi

mereka dalam mengikuti upacara siraman. Tak sedikit diantara para pengunjung

yang sepenuhnya percaya bahwa dengan dilaksanakannya upacara siraman

maka keberkahan dalam berbagai hal akan didapatkan, baik untuk masyarakat

yang mengikuti dan meminum air bekas siraman, yang ziarah di sanggar Gong

Kyai Pradah, ziarah di petilasan Nyi Mbok Randha Potrosuto, maupun bagi

daerah tempat tinggal mereka. Bagi yang percaya akan kesaktian Gong Kyai

Pradah, mereka akan datang dengan tujuan ingin mendapatkan berkah, baik

hanya dengan menghadiri ritual atau bahkan ikut memperebutkan dan

mengonsumsi air bekas siraman. Ada juga yang datang karena ingin terlibat

dalam pelestarian budaya, bahkan ada pula yang datang hanya untuk berbelanja.

Berdasarkan kesaksian masyarakat yang percaya akan berkah Gong Kyai

Pradah menyatakan bahwa setelah mengikuti ritual, jiwa terasa semakin tenang

dan lebih bugar daripada sebelumnya.

Perubahan dalam hal sosial dan ekonomi masyarakat juga nampak jelas

sejak pra-acara. Pengaruh dalam hal sosial masyarakat yang terjadi antara lain,

adanya sikap saling tolong-menolong dan gotong-royong yang kemudian

Page 81: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

68

menumbuhkan sikap kekeluargaan yang semakin erat dari sebelumnya.

Sedangkan dalam hal ekonomi dapat dilihat sejak beberapa hari sebelum

pelaksanaan upacara inti, yaitu sejak dimulainya pasar malam yang diadakan di

alun-alun Lodoyo dan sekitarnya. Banyak pedagang maupun penjual jasa

seperti tukang parkir yang mendapatkan manfaat dari diadakannya tradisi ini,

yakni peningkatan perekonomian mereka.

B. Saran

Upacara Siraman Gong Kyai Pradah merupakan salah satu tradisi unik

yang masih dilakukan di zaman modern ini. Kemunculannya telah terjadi pada

abad ke-18. Sesuai dengan informasi yang ada, masa tersebut merupakan masa

di mana pemahaman masyarakat Sutojayan mengenai Islam tidak lepas dengan

adat istiadat yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan beberapa saran untuk

mengurangi kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat mitos, yakni dengan

menanamkan pengetahuan pada generasi muda bahwa tradisi yang ada

merupakan aset budaya yang harus dilestarikan, bukan untuk dipercayai sebagai

sesuatu yang memiliki kekuatan gaib, apalagi disembah.

Page 82: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Uung. Sinopsis Peneliian Keagamaan. Yogyakarta: Lembaga

Penelitian UIN Sunan Kalijaga. 2006.

Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: RajaGrafindo

Persada. 2007.

Ali, Abdullah. Muludan Tradisi Bermakna. Cirebon: Percetakan Lestari. 2001.

Ali, Abdullah. Sosiologi Islam. Bogor: IPB Press. 2005.

Amin, M. Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media. 2000.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta. 1996.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998.

Badudu dan Sutan Mohammad Zain. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan. 1994.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama: Dari Era Teosofi Indonesia

(1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2015.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Adat Bagi Umat Islam. Yogyakarta: Fakultas UII.

1993.

Cariyos Babad “Pusoko Kyai Pradhah” ing Lodoyo: Miturut Serat Babad Tanah

Jawi. Lodoyo. 2000.

Darajat, Zakiah. Perbandingan Agama. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Endraswara, Suwardi. Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen.

Yogyakarta: Penerbit Narasi-Lembu Jawa. 2018.

Page 83: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

70

Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme

dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi. 2018.

Ensiklopedia Umum. Yogyakarta: Kanisius. 1973.

Fashri, Fauzi. Penyingkapan Kuasa Simbol, Apropriasi Reflektif Pemikiran Pierre

Bourdieu. Yogyakarta: Juxtapos. 2007.

G., Muhaimin A. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal, Protret dari Cerebon.

Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 2001.

Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dan Masyarakat Jawa, terj. Aswab

Makasin. Jakarta: Pustaka Jaya. 1983.

Geertz, Clifford. Agama Jawa, Abangan, Santri, Priyai dalam Kebudayaan Jawa.

Depok: Komunitas Bambu. 2014.

Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1992.

Geertz, Clifford. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1992.

Ghazali, Adeng Muchtar. Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman

Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama. Bandung: Alfabeta. 2011.

Gottzchalk, Louis. Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.

1983.

Hadi, Sutrisno. Metode Research II. Yogyakarta: Adi Offset. 1989.

Jalaluddin. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan

Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Rajawali. 2016.

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

1999.

Koentjaraningrat. Pengantar Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press. 1987.

Page 84: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

71

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi Jilid I. Jakarta: UI Press. 1987.

Kuswanjoyo, Arqom. Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perennial. Yogyakarta:

Arindo Nusa Media. 2006.

Mahmud, Mahir Hasan. Terapi Air, Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka

Penyakit berdasarkan Wahyu dan Sains, terj. Ahmad Taufiq. Jakarta: Qultum

Media. 2008.

Mulder, Niels. Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia, terj. Noor Cholis.

Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang. 2011.

Nawai, Hadari dan M. Martini. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gadjah Mada Press. 2006.

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi

Agama, terj. Abdul Muis Naharong. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1997.

O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Pustaka Sinar

Harapan. 2001.

Pals, Daniel L. Dekontruksi Kebenaran: Kritik Tujuh Teori Agama. Yogyakarta:

IRCiSoD. 2001.

Pujileksono, Sugeng. Pengantar Antropologi: Memahami Realitas Sosial Budaya.

Malang: Intrans Publising. 2015.

Purwadi. Petungan Jawa. Yogyakarta: Pinus. 2006.

Rahardjo, Supratikno. Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit

Akhir. Jakarta: Komunitas Bambu. 2011.

Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia. 1984.

Page 85: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

72

Salam, Syamsir dan Zaenal Arifin. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN

Jakarta Press. 2006.

Simuh. Islam dan Pergumulan Jawa. Jakarta: Teraju. 2003.

Simuh. Sufisme Jawa. Jakarta: Narasi. 2016.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

2006.

Sumarsono. Budaya Masyarakat Perbatasan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. 1999.

Suseno, Frans Magnis. Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafat tentang Kebijaksanaan

Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia. 2003.

Suyono, R.P. Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta:

PT. LKiS Printing Cemerlang. 2009.

Thera, Piyadassi. Meditasi Budhis Jalan Menuju Ketenangan dan Kebersihan

Batin. Surabaya: Paramita. 2005.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Jakarta: Balai Pustaka. 2007.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988.

Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho. Antropologi Agama. Jakarta: UIN Press.

2015.

Wijayananda, Ida Pandita Mpu Jaya. Makna Filosofi Upacara dan Upakara.

Surabaya: Paramita. 2004.

Page 86: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

73

Jurnal:

A., Ruddat Ilaina R, dkk. Makna dan Relevansi Simbolik Mantra Siraman Gong

Kyai Pradah Lodaya dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di

Desa Lodaya Blitar. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Vol. 12. No. 01. Juni 2018.

Endah, Kuswa. Petung, Prosesi, dan Sesaji dalam Ritual Manten Masyarakat Jawa.

Vol. 1. No. 2.Agustus: 2006.

Irmawati, Waryunah. Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa.

Vol. 21. No. 2. November 2013.

Mutiah, Anisatun, dkk. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Vol. 1.

Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta. 2009.

Rahayu, N. dkk. Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Pemanfaatan

Upacara Ritual. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 12. No. 1. 2014.

Setiawan, Welly. Bentuk, Makna, dan Fungsi Mantra di Padepokan Rogo Sutro

Desa Gondangwinangun Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung.

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Vol. 4. No. 2. 2014.

Artikel:

Yanto, Andri, dkk. “Simbol-Simbol Lingual dalam Tuturan ‘Ujub Genduren’ Siklus

Hidup Masyarakat Desa Seneporejo”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

FKIP. Universitas Jember (UNEJ). 2015.

Page 87: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

74

Internet:

Badan Pusat Statistik diakses pada 27 November 2019 dari

https://www.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto--

lapangan-usaha-.html.

Halim, Rachman. Pusaka Jawatimuran “Sepasaran (Puputan), Tradisi Budaya

Jawatimuran” diakses pada 29 Desember 2019 dari

https://jawatimuran.wordpress.com/2012/10/23/sepasaran-puputan-tradisi-

budaya-jawatimuran/.

Kabupaten Blitar diakses pada 19 September 2019 dari

https://www.eastjava.com/east-java/tourism/blitar/map/blitar_map-high.png.

Kuncoro, Bagus Adi. Sinar Arjuna “Selametan Kelahiran Bayi” diakses pada 29

Desember 2019 dari

https://bagusadikuncoro.wordpress.com/2015/01/10/selametan-kelahiran-

bayi/.

Pratama, Angga. “Kecamatan Sutojayan, Kab. Blitar" diakses pada 19 September

2019 dari https://singoutnow.wordpress.com/2016/12/01/kecamatan-

sutojayan-kab-blitar/.

Primbon Jawa Lengkap. Neptu dan Pasaran Jawa diakses pada 28 September 2019

dari https://www.primbon.net/2014/05/neptu-dan-pasaran-jawa.html.

S., Agus M. “Sekelumit Sejarah Benda Pusaka Gong Kyai Pradah dan Sejarah

Terjadinya Daerah Lodoyo” diakses pada 21 September 2019 dari

http://lodoyodadikutho.blogspot.com/.

Page 88: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

75

Sugianto. “Ritual Adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah”. Universitas Terbuka

diakses pada 18 September 2019 dari http://pkut.ac.id/jsi/131.sugianto.html.

Tuasikal, Muhammad Abduh. Rumaysho.com “Aku Sesuai Persangkaan Hamba-

Ku Hingga Balasan Mengingat Allah” diakses pada 11 Desember 2019 dari

https://rumaysho.com/17041-aku-sesuai-persangkaan-hamba-ku-hingga-

balasan-mengingat-allah.html.

Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar. Siraman Gong Kyai Pradah Warisan

Budaya Untuk Generasi Bangsa diakses pada 20 Desember 2019 dari

https://www.blitarkab.go.id/2016/12/14/siraman-gong-kyai-pradah-warisan-

budaya-untuk-generasi-bangsa/.

Observasi dan Wawancara:

Observasi Lapangan tanggal 16 September 2019.

Observasi Lapangan tanggal 18 September 2019.

Observasi Lapangan tanggal 10 November 2019.

Observasi Prosesi Upacara Siraman tanggal 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Juru Kunci ke-5 Gong Kyai Pradah. Supalil. Blitar, 16

September 2019.

Wawancara pribadi dengan Juru Kunci ke-6 Gong Kyai Pradah Muhammad As’adi.

Blitar, 16 September 2019.

Wawancara pribadi dengan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata,

Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (DISPARBUDPORA) Kabupaten Blitar.

Drs. Hartono, M.M. Blitar, 25 September 2019.

Page 89: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

76

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Mujiono. Blitar, 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Iskandar. Blitar, 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah. Karti.

Blitar, 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Bambang. Blitar, 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah. Slamet.

Blitar, 11 November 2019.

Wawancara pribadi dengan Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah.

Samiatun. Blitar, 11 November 2019.

Page 90: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 91: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

78

A. Lampiran 1: Surat Penelitian

Page 92: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

79

Page 93: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

80

B. Lampiran 2: Pedoman dan Hasil Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama :

Umur :

Agama :

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

B. Berita Wawancara

Asal-Usul Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana asal-usul diadakannya Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah?

2. Sejak kapan upacara ini ada?

3. Siapa yang pertama kali melaksanakan upacara?

4. Kapan saja upacara ini dilaksanakan?

5. Kenapa dinamakan upacara siraman?

6. Kenapa gong tersebut dinamakan Kyai Pradah?

7. Apa tujuan dilaksanakannya upacara?

8. Adakah perbedaan cara pelaksanaan dulu dan sekarang?

9. Siapa saja yang dipercaya merawat Gong Kyai Pradah?

10. Di mana saja Gong Kyai Pradah pernah disimpan?

11. Apa dampak yang terjadi apabila upacara siraman tidak dilakukan?

Pelaksanaan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana prosesi upacara siraman?

2. Siapa saja yang dilibatkan dalam rangkaian upacara?

Page 94: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

81

3. Siapa saja yang mengikuti rangkaian upacara?

4. Adakah larangan atau pantangan dalam upacara?

5. Apa saja perlengkapan yang diperlukan dalam upacara siraman? Dan

apa maknanya?

6. Apakah sama perlengkapan yang digunakan pada zaman dulu dan

sekarang?

7. Di mana saja upacara dilaksanakan?

Pengaruh Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Mengapa mengikuti upacara siraman ini?

2. Apa yang bapak/ ibu percaya ketika mengikuti upacara ini?

3. Sejak kapan mengikuti upacara siraman?

4. Bagaimana pengaruh upacara siraman terhadap kehidupan sehari-hari?

5. Apakah keyakinan bapak/ ibu ketika mengikuti upacara siraman

terjadi?

Page 95: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

82

SURAT KETERANGAN

Sesuai surat permohonan dari dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta No. B-2417/F3/KM.01.3/8/2019.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Durotun Nafi’ah

NIM : 11150321000007

Alamat : Dusun Balong RT 05 RW 01, Desa Butun, Kecamatan

Gandusari, Kabupaten Blitar, (66187)

Program Studi : Studi Agama-Agama

Program : S1

Telah melaksanakan wawancara untuk bahan penulisan skripsi yang berjudul

Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat

Blitar.

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana

mestinya.

Blitar, ………………………….

( )

Page 96: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

83

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Muhammad As’adi

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : S1

Pekerjaan : Swasta

Juru Kunci Ke-6 Gong Kyai Pradah

Hari/ tanggal : Senin, 16 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Muhammad As’adi

B. Hasil Wawancara

Asal-Usul Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana asal-usul diadakannya Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah?

Narasumber: Gong Kyai Pradah ada pada masa Mataram Kuno. Pada

saat itu ada seorang raja yang mempunyai satu istri dan satu selir. Dari

selirnya, ia mempunyai anak laki-laki, namanya Pangeran Prabu

(kakinya bejok atau cacat). Menjelang dewasa ia menikah, tapi tidak

bisa menggantikan ayahnya karena hanya anak selir. Semenjak itu,

anak dari istri yang sah yang menjadi raja. Kemudian Pangeran Prabu

di usir dari kerajaan. Ketika pergi, ia membawa seperangkat wayang

dan membawa prajurit, para penari, dan tenda-tenda. Berjalan dari

Mataram, hingga Ponorogo selama empat bulan, tiba di Kademangan

satu bulan, dan di Lodoyo yang masih berbentuk hutan. Di sinilah ia

berhenti dan mendirikan tenda-tenda dan rumah dari bambu.

Kemudian ia membabat alas hingga akhirnya prajurit berpencar dan

mencari makan sendiri-sendiri dengan membawa peralatan yang ada.

Page 97: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

84

Sampai akhirnya tinggal Pangeran Prabu, istrinya, yaitu Mbok Randha

Dadapan, dan dua putra. Suatu waktu salah satu putra sakit. Akhirnya

di suruh mencari bunga oleh istrinya. satu versi ia mendapatkan bunga

tersebut dan akhirnya dapat menyembuhkan putranya. Versi lain,

mengatakan bahwa ia tidak mendapatkan bunga yang dicari, dan

putranya yang sakit akhirnya meninggal dan yang satu lagi ikut ibunya.

Kemudian ia berkelana dengan meninggalkan sebuah bendhe, Gong

Kyai Pradah. Diserahkan ke istrinya dengan meninggalkan pesan:

“Mbok, iki ono gong. Tak tinggali Gong. Engko lek ono opo-opo

gong iki tabuhen ping pitu. Terus jalukku gong iki siramen tiap

tanggal 1 Syawal karo 12 Maulud. Wes, iki pesenku. Engko lek ono

opo-opo gong iki tabuhen.” Yang artinya, “Mbok, ini ada gong. Saya

tinggalkan gong. Nanti kalau ada apa-apa tabuh gong ini tujuh kali.

Kemudian, aku minta mandikan gong ini setiap tanggal 1 Syawal dan

12 Maulud. Sudah, itu saja pesanku. Nanti kalau ada apa-apa tabuh

saja gong ini.”

Pangeran Prabu berkelana ke arah Barat. Kemudian nama gong

di ganti dengan nama Kyai Bicak. Alasannya, apabila gong tersebut

tetap dinamakan Kyai Pradah dengan kesaktiannya, gong itu akan

diambil oleh Belanda. Karenanya, Mbok Randha mengganti namanya

dengan Kyai Bicak, yang berarti bejok atau cacat. Ketika mencari kayu

bakar ada perampok meminta uang Mbok Randha. Kemudian Mbok

Randha memukul gong tujuh kali dan keluar harimau putih dan

kuning. Sejak kepergian Pangeran Prabu, upacara siraman Gong Kyai

Pradah dilakukan hingga sekarang.

2. Sejak kapan upacara ini ada?

Narasumber: Sejak zaman Mataram Kuno, tepatnya ketika Pangeran

Prabu meninggalkan Lodoyo dan menitipkan Gong Kyai Pradah ke

Mbok Randha Dadapan.

3. Siapa yang pertama kali melaksanakan upacara?

Narasumber: Mbok Randha Dadapan.

Page 98: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

85

4. Kapan saja upacara ini dilaksanakan?

Narasumber: Upacara Siraman Gong Kyai Pradah resmi diadakan

setiap tanggal 1 Syawal dan 12 Rabi’ul Awwal. Akan tetapi, apabila

pada tanggal tersebut jatuh di hari yang pasarannya Wage, maka

upacara akan diundur satu atau dua hari setelahnya.

5. Kenapa dinamakan upacara siraman?

Narasumber: Karena gong disucikan dengan cara disiram atau

dimandikan.

6. Kenapa gong tersebut dinamakan Kyai Pradah?

Narasumber: Pradah berarti macan atau harimau. Pradah artinya

dermawan. Gong ini dibuat oleh Sunan Kalijaga dan setiap alat diberi

nama.

7. Apa tujuan dilaksanakannya upacara?

Narasumber: Upacara siraman ini dilakukan sepenuhnya dalam

rangka nguri-nguri budaya (melestarikan budaya). Gong ini bukan

sesembahan. Gong dibunyikan pada 1 Syawal yang bertepatan dengan

Idul Fitri dimaksudkan untuk mengumpulkan masyarakat agar saling

memaafkan (membersihkan diri). Ketika tanggal 12 Maulud gong

dibunyikan untuk mengumpulkan masyarakat untuk memperingati

lahirnya Rasulullah.

8. Adakah perbedaan cara pelaksanaan dulu dan sekarang?

Narasumber: Tidak ada. Semua yang berkaitan dengan upacara

siraman dari dulu hingga sekarang sama. Mulai dari perlengkapan

yang digunakan hingga keseluruhan prosesinya. Hanya saja sejak

tahun 2016, ada tambahan tahlil di malam sebelum acara inti

(siraman).

9. Siapa saja yang dipercaya merawat Gong Kyai Pradah?

Narasumber: Juru kunci lah yang bertugas menyimpan dan

merawatnya.

Page 99: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

86

10. Di mana saja Gong Kyai Pradah pernah disimpan?

Narasumber: Gong ini disimpan di Sanggar Pusaka Gong Kyai

Pradah Lodoyo. Hanya di sanggar ini dan tidak ada yang berani

memindahkannya.

11. Apa dampak yang terjadi apabila upacara siraman tidak

dilakukan?

Narasumber: Tidak tahu. Upacara siraman selalu dilakukan karena

tidak ada yang berani melanggar adat yang ada.

Pelaksanaan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana prosesi upacara siraman?

Narasumber: Jam 06.00 dari sanggar ke petilasan Mbok Randha

Dadapan, mengubur kepala kambing, lalu kembali ke sanggar. Jam

09.00 prosesi siraman. Yang mengambil gong juru kunci diserahkan

kepada Pak Lurah Kalipang. Yang membawa kenong atau tabuh Pak

Camat Sutojayan. Yang membawa wayang anggota. Yang membawa

kembang setaman satu orang, boreh satu orang, handuk satu orang,

juru kunci, pengawal juru kunci, panji-panji, dan payung. Naik ke

tempat siraman. Di tempat siraman sudah ada Bupati, kepala dinas,

dari pemerintahan, dan yang lainnya.

Mulai jam 6 pagi adalah masa bakti, masa tenang, masa

menghormati leluhur. Sambutan dilaksanakan setelah upacara siraman

berlangsung, setelah gong turun. Sambutan dari Bupati, kepala dinas,

dll. Selama ritual juru kunci yang mempersilahkan Bupati untuk

memandikan gong, dll. Selama ritual tidak ada sambutan, yang ada

hanya instruksi dari juru kunci dan panitia. Gong keluar hanya ketika

Syawal dan Maulud. Gong diletakkan di atas tempat siraman,

digantungkan, gong dibersihkan, di siram air dari sanggar, di pukul 7x,

setelah di pukul tanya ke masyarakat sae nopo awon (baik atau buruk),

pukul lagi, sampai 7x, kemudian dibungkus kain mori tiga lapis.

Setelah itu gong dibawa kembali ke sanggar.

Page 100: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

87

2. Siapa saja yang dilibatkan dalam rangkaian upacara?

Narasumber: Yang pasti juru kunci, lurah, camat, bupati, kepala dinas

pemerintah, dan pejabat-pejabat pemerintah tertentu. Pelaksananya 20

orang: dari pemerintah 12 orang.

3. Siapa saja yang mengikuti rangkaian upacara?

Narasumber: Semua yang ada di lokasi. Khususnya pasti juru kunci,

lurah, camat, bupati, kepala dinas pemerintah, dan pejabat-pejabat

pemerintah tertentu. Tradisi ini diikuti lebih dari seribu orang dari

daerah manapun dan agama apapun, nasional maupun internasional.

4. Adakah larangan atau pantangan dalam upacara?

Narasumber: Larangan atau pantangan selama pelaksanaan upacara

siraman sesajen harus lengkap. Dilarang berkata kasar mengenai gong.

Tidak boleh disiram di semua Wage. Apabila bertepatan di hari Wage,

maka ritual diundur di hari berikutnya.

5. Apa saja perlengkapan yang diperlukan dalam upacara siraman?

Dan apa maknanya?

Narasumber: Perlengkapan (ubarampe) dan peralatan yang

digunakan untuk pelaksanaan upacara siraman Gong Kyai Pradah

adalah:

- Sesajen yang terdiri dari berbagai jenis makanan.

- Satu kepala kambing.

- Boreh.

- Kembang setaman.

- Panji-panji berwarna hijau satu buah. Warna hijau merupakan

simbol Kerajaan Mataram Kuno, karenanya semua yang berkaitan

dengan Gong Kyai Pradah cenderung menggunakan warna hijau.

- Kemenyan.

- Sebuah payung berwarna hijau untuk memayungi sesajen.

- Tujuh buah gentong, sebagai tempat menyimpan air yang akan

digunakan untuk menyiram atau menyucikan Gong Kyai Pradah.

Page 101: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

88

- Kain mori, yaitu sejenis kain putih yang digunakan bahan batik.

Kain mori biasa dikenal dengan kain kafan.

- Air dari sanggar untuk menyucikan gong ketika proses siraman

(jamasan).

- Handuk untuk membersihkan gong setelah disucikan.

Selain perlengkapan tersebut, terdapat hal lain yang harus ada,

yaitu:

a. Juru kunci

b. Ajudan juru kunci

c. Tiga wanita sebagai pengiring

d. Genjringan/ shalawat jowo/ shalawat kuno

e. Pengiring shalawat

f. Jaranan

g. Pejabat pemerintahan, yakni: lurah, camat, kepala dinas pemerintah,

dan pejabat-pejabat pemerintah tertentu.

h. Panitia acara dan beberapa orang yang ditugaskan untuk membawa

perlengkapan upacara siraman.

Ketika pelaksanaan upacara siraman, juru kunci, para ajudan,

panitia, para undangan, dan yang ditugaskan membawa perlengkapan

upacara siraman diwajibkan menggunakan pakaian kejawen. Hal ini

dilakukan untuk menghormati warisan leluhur.

6. Apakah sama perlengkapan yang digunakan pada zaman dulu

dan sekarang?

Narasumber: Selalu sama dan tidak ada yang berani menambah atau

mengurangi.

7. Di mana saja upacara dilaksanakan?

Narasumber: Setiap tanggal 1 Syawal tradisi dilakukan di sanggar

Pusaka Gong Kyai Pradah. Sedangkan ketika tanggal 12 Maulus,

siraman dilakukan di panggung siraman yang letaknya di tengah alun-

alun Kecamatan Sutojayan.

Page 102: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

89

Pengaruh Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Mengapa mengikuti upacara siraman ini?

Narasumber: Karena saya juru kunci dan wajib ada ketika prosesi.

Selain itu, saya mengikuti tradisi ini dalam rangka nguri-nguri budaya.

Saya ingin melestarikan budaya agar tidak terkikis oleh budaya barat.

2. Apa yang bapak/ ibu percaya ketika mengikuti upacara ini?

Narasumber: Upacara ini hanya sebuah tradisi. Tradisi ini bukan

sesembahan. Jadi, tradisi ini dilakukan semata-mata untuk

melestarikan budaya.

3. Sejak kapan mengikuti upacara siraman?

Narasumber: Sudah lama. Saya lupa kapan tepatnya.

4. Bagaimana pengaruh upacara siraman terhadap kehidupan

sehari-hari?

Narasumber: Tidak ada pengaruh khususnya. Cenderung sama saja,

apalagi tradisi ini kan hanya dilakukan dua kali dalam setahun, jadi

kalau dalam kehidupan sehari-hari tidak terlihat pengaruhnya.

Page 103: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

90

Page 104: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

91

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Supalil

Umur : 93 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : -

Pekerjaan : Juru Kunci Ke-5 Gong Kyai Pradah

Hari/ tanggal : Senin, 16 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Supalil

B. Hasil Wawancara

Asal-Usul Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana asal-usul diadakannya Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah?

Narasumber: Zaman dulu ada seorang pangeran. Namanya Pangeran

Prabu. Ia diusir dari kerajaan karena memiliki niat buruk kepada raja.

Ia diasingkan untuk membabat hutan Lodoyo yang masih angker dan

banyak binatang buasnya. Setibanya ia di Lodoyo, ia singgah di rumah

Mbok Randha Dadapan selama beberapa hari. Kemudian sebelum ia

melanjutkan pengembaraan, ia menitipkan Gong Kyai Pradah kepada

Mbok Randha dan meningalkan pesan agar gong disucikan setiap

tanggal 1 Syawal dan 12 Maulud.

2. Sejak kapan upacara ini ada?

Narasumber: Sejak zaman Mataram Kuno. Sejak Pangeran Prabu

menitipkan bendhe Kyai Pradah kepada Mbok Randha Dadapan.

3. Siapa yang pertama kali melaksanakan upacara?

Narasumber: Mbok Randha Dadapan.

Page 105: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

92

4. Kapan saja upacara ini dilaksanakan?

Narasumber: 1 Syawal dan 12 Maulud

5. Kenapa dinamakan upacara siraman?

Narasumber: Karena gong disucikan dengan cara dimandikan.

6. Kenapa gong tersebut dinamakan Kyai Pradah?

Narasumber: Pradah artinya harimau. Ada suatu kisah, dimana pada

zaman dahulu Mbok Randha pernah didatangi perampok, kemudian ia

memukul gong 7x dan keluar harimau yang menolongnya.

7. Apa tujuan dilaksanakannya upacara?

Narasumber: Dalam rangka melestarikan adat.

8. Adakah perbedaan cara pelaksanaan dulu dan sekarang?

Narasumber: Tidak ada.

9. Siapa saja yang dipercaya merawat Gong Kyai Pradah?

Narasumber: Juru kunci.

10. Di mana saja Gong Kyai Pradah pernah disimpan?

Narasumber: Di sanggar pusaka Gong Kyai Pradah, Lodoyo, Blitar.

11. Apa dampak yang terjadi apabila upacara siraman tidak

dilakukan?

Narasumber: Tidak tahu. Karena selama ini upacara siraman selalu

dilakukan.

Pelaksanaan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana prosesi upacara siraman?

Narasumber: Gong diletakkan di atas tempat siraman, digantungkan,

gong dibersihkan, di siram air dari sanggar, di pukul 7x, setelah di

pukul tanya ke masyarakat sae nopo awon (baik atau buruk), pukul

lagi, sampai 7x, kemudian dibungkus kain mori tiga lapis. Setelah itu

gong dibawa kembali ke sanggar.

2. Siapa saja yang dilibatkan dalam rangkaian upacara?

Narasumber: Juru kunci, ajudan, beberapa orang dari pemerintahan.

3. Siapa saja yang mengikuti rangkaian upacara?

Narasumber: Masyarakat setempat dan dari luar Blitar.

Page 106: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

93

4. Adakah larangan atau pantangan dalam upacara?

Narasumber: Tidak boleh berbicara buruk mengenai gong. Semua

perlengkapan harus ada.

5. Apa saja perlengkapan yang diperlukan dalam upacara siraman?

Dan apa maknanya?

Narasumber: Sesajen yang terdiri dari berbagai jenis makanan Satu

kepala kambing. Boreh. Kembang setaman. Panji-panji berwarna hijau

satu buah. Kemenyan. Payung berwarna hijau satu. Tujuh buah

gentong. Kain mori. Air dari sanggar. Handuk. Genjringan/ shalawat

jowo. Pengiring shalawat. Jaranan.

6. Apakah sama perlengkapan yang digunakan pada zaman dulu

dan sekarang?

Narasumber: Iya, sama.

7. Di mana saja upacara dilaksanakan?

Narasumber: Di sanggar dan di panggung siraman yang ada di tengah

alun-alun Lodoyo.

Pengaruh Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Mengapa mengikuti upacara siraman ini?

Narasumber: Karena ini tradisi yang harus dilakukan.

2. Apa yang bapak/ ibu percaya ketika mengikuti upacara ini?

Narasumber: Tradisi dilakukan untuk mendapatkan kesejahteraan

bagi masyarakat Lodoyo agar senantiasa mendapatkan perlindungan

dari Allah SWT. dan terbebas dari berbagai macam malapetaka seperti

terhindar dari kemiskinan, kekeringan, dan terhindar dari pertikaian

antarmasyarakat.

3. Sejak kapan mengikuti upacara siraman?

Narasumber: Sudah sangat lama.

4. Bagaimana pengaruh upacara siraman terhadap kehidupan

sehari-hari?

Narasumber: Hidup menjadi lebih tentram dan damai.

Page 107: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

94

Page 108: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

95

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Drs. Hartono, MM

Umur : 53 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : S2

Pekerjaan : ASN

Hari/ tanggal : Rabu, 25 September 2019

Tempat : Kantor DISPARBUDPORA Kabupaten Blitar

B. Hasil Wawancara

Asal-Usul Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana asal-usul diadakannya Upacara Siraman Gong Kyai

Pradah?

Narasumber: Pada zaman Mataram Kuno, sekitar abad 18 di Kerajaan

Kartasura ada seorang pangeran dari istri ampeyan (selir) raja,

namanya Pangeran Prabu. Karena saudara tiri Pangeran Prabu

dinobatkan menjadi raja ia iri karena merasa ia yang pantas. Akhirnya

ia dihukum ke Lodoyo. Membawa pusaka bendhe atau gong. Ia

bersama istri dan pengikutnya. Setibanya di Lodoyo, ia singgah di

Dusun Dadapan, di rumah Nyi Potrosuto. Disinilah gong dititipkan dan

memberi pesan untuk menyucikan gong pada 12 Maulud dan 1 Syawal

dengan menggunakan air kembang setaman dan boreh yang airnya

dipercaya untuk menyembuhkan orang sakit, untuk melancarkan

usaha, juga untuk membuat awet muda. Ia berkeliling untuk

melakukan semedi. Setelah lama tidak kembali, pengikutnya pun

membunyikan gong 7x, muncul harimau, tapi tidak memangsanya.

Setelah peristiwa ini, pangeran dan pengikutnya melanjutkan

Page 109: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

96

perjalanan dan menitipkan pesan agar gong disucikan setiap tanggal 1

Syawal dan 12 Maulud.

2. Sejak kapan upacara ini ada?

Narasumber: Sejak Pangeran Prabu menitipkan gong kepada Nyi

Potrosuto.

3. Siapa yang pertama kali melaksanakan upacara?

Narasumber: Nyi Potrosuto.

4. Kapan saja upacara ini dilaksanakan?

Narasumber: Masyarakat Jawa berpedoman dengan hitungan

kalender Jawa aboge. Ketika kalender 12 Maulud atau 1 Syawal jatuh

pada tanggal Wage, maka upacara mundur sehari atau dua hari.

Dilestarikan hingga sekarang. Pada tahun 2017, Jamasan Pusaka Gong

Kyai Pradah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (BPTB)

Indonesia dan masuk dalam kalender event wisata budaya Kabupaten

Blitar untuk mendukung kehadiran wisatawan yang datang dari Blitar

dan sekitarnya.

5. Kenapa dinamakan upacara siraman?

Narasumber: Karena disucikan dengan cara disiram.

6. Kenapa gong tersebut dinamakan Kyai Pradah?

Narasumber: Kurang tau. Yang jelas nama tersebut sudah ada sejak

dibawa Pangeran Prabu ke Lodoyo, sebelum gong dititipkan kepada

Nyi Potrosuto.

7. Apa tujuan dilaksanakannya upacara?

Narasumber: Tujuan awal bagi yang percaya untuk ngalap berkah dan

pelestarian budaya, juga perlindungan adat tradisi (ritus), untuk

promosi pariwisata, serta peningkatan ekonomi masyarakat.

8. Adakah perbedaan cara pelaksanaan dulu dan sekarang?

Narasumber: Tidak ada.

9. Siapa saja yang dipercaya merawat Gong Kyai Pradah?

Narasumber: Juru kunci.

Page 110: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

97

10. Di mana saja Gong Kyai Pradah pernah disimpan?

Narasumber: Di sanggar Gong Kyai Pradah.

11. Apa dampak yang terjadi apabila upacara siraman tidak

dilakukan?

Narasumber: Kurang tahu, karena setahu saya upacara siraman ini

selalu dilakukan.

Pelaksanaan Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Bagaimana prosesi upacara siraman?

Narasumber: Pada acara inti, yang ada di panggung siraman adalah

juru kunci, pemerintah, panitia yang berasal dari rombongan juru

kunci. Pemerintah daerah melalui bidang kebudayaan memfasilitasi

kehadiran bupati. Penyiapan akomodasi, hiburan, untuk biaya acara

berasal dari panitia lokal dan kabupaten. Rangkaian siraman banyak.

Sebelumnya ada jedoran dan kesenian lain. Ada tahlilan. Setelah acara

ada wayang, 5 hari setelah acara ada sepasaran. Pagi hari sebelum

siraman di desa Dadapan diadakan acara penguburan kepala kambing.

Di acara siraman, seminggu atau dua minggu sebelum hari H telah ada

pasar malam. Malam ada pagelaran wayang, 5 hari setelahnya ada

sepasaran atau selametan. Rangkaian acara setelah menanam kepala

kambing, ada rangkaian kesenian daerah diiringi jaranan jur (khusus

daerah Lodoyo).

Hari H pra acara, menunggu bupati datang hiburan tari-tarian

(tari beksan), pembukaan. Kedatangan bupati disambut ajudan dan

mengiringinya. Tari beksan (tari selamat datang), sambutan bupati,

bupati dan FORKOMPIMDA (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah)

naik ke panggung, pembacaan sejarah oleh panitia, gong keluar dari

sanggar dibawa naik panggung, prosesi siraman (jamasi, boreh, air

bekas siraman dicampur air dan dicampur dengan air dari pemadam

kebakaran, disiramkan ke warga), bupati turun, kesenian tayub, ujub

doa dari panitia, tumpeng lanang wedok (tumpeng besar) diberikan ke

Page 111: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

98

warga dimakan dengan berebutan. Doa dari kemenag. Bupati dan

rombongan makan tumpeng bersama. Malamnya pagelaran wayang.

Pasar malam sudah mulai sepi. Lima hari kemudian diadakan

selamatan.

2. Siapa saja yang dilibatkan dalam rangkaian upacara?

Narasumber: Rangkaian kegiatan sudah turun-temurun. Panitia lokal

ada, panitia khusus dari pemerintah ada, untuk pelaksana dinas

pariwisata, keterlibatan bagian perlengkapan atau penyiapan tempat

duduk, pengamanan dari satpol PP, polres, koramil, pengaturan lalu

lintas dari dishub, komunitas radio. Kerjasama panitia lokal,

kecamatan, koramil, polsek, dinas instansi terkait, humas protokol

(ketika acara). Upacara adat, undangan, panitia, dan tokoh masyarakat

setempat menggunakan pakaian kejawen ketika prosesi acara.

3. Siapa saja yang mengikuti rangkaian upacara?

Narasumber: Semua yang memiliki tugas dan wewenang, diantaranya

juru kunci, panitia, dan pejabat pemerintah tertentu yang telah dipilih.

4. Adakah larangan atau pantangan dalam upacara?

Narasumber: Upacara harus dilakukan di hari yang ditentukan.

Apabila hari tersebut jatuh pada hari Wage (kalender Jawa), maka

upacara mundur sehari atau dua hari.

5. Apa saja perlengkapan yang diperlukan dalam upacara siraman?

Dan apa maknanya?

Narasumber: Sesajen yang terdiri dari berbagai jenis makanan Satu

kepala kambing. Boreh. Kembang setaman. Panji-panji berwarna hijau

satu buah. Kemenyan. Payung berwarna hijau satu. Tujuh buah

gentong. Kain mori. Air dari sanggar. Handuk. Genjringan/ shalawat

jowo. Pengiring shalawat. Jaranan. Untuk lebih jelas dan lengkapnya

langsung ke juru kunci saja.

6. Apakah sama perlengkapan yang digunakan pada zaman dulu

dan sekarang?

Narasumber: Iya, sama.

Page 112: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

99

7. Di mana saja upacara dilaksanakan?

Narasumber: Setiap tanggal 1 Syawal dilakukan di sanggar, kalau

tanggal 12 Maulud upacara dilakukan di panggung siraman yang ada

di depan sanggar, tepatnya di tengah alun-alun Sutojayan.

Pengaruh Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

1. Mengapa mengikuti upacara siraman ini?

Narasumber: Untuk melestarikan budaya.

2. Apa yang bapak/ ibu percaya ketika mengikuti upacara ini?

Narasumber: Dengan mengikutinya, maka saya turut serta dalam

melestarikan budaya.

3. Sejak kapan mengikuti upacara siraman?

Narasumber: Sudah beberapa tahun. Saya lupa kapan tepatnya.

4. Bagaimana pengaruh upacara siraman terhadap kehidupan

sehari-hari?

Narasumber: Meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Selain itu, dengan diadakannya upacara siraman tersebut Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Blitar pun ikut

meningkat.

Page 113: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

100

Page 114: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

101

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Iskandar

Umur : 89 tahun

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : -

Pekerjaan : Petani

Pengikut Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Upacara ini telah dilakukan sejak bertahun-tahun yang lalu. Sudah lama

sekali. Upacara siraman ini selalu dilakukan dengan cara yang sama.

Perlengkapan yang digunakan juga sama. Gong disimpan di sanggar dan

hanya dikeluarkan ketika hendak disucikan. Penyucian pusaka dilakukan

setiap tanggal 1 Syawal dan 12 Rabi’ul Awwal. Saya sudah mengikuti siraman

ini sejak masih muda hingga sekarang. Di malam sebelum siraman, saya akan

diantarkan anak saya ke sanggar agar dapat ziarah dan baru dijemput setelah

siraman selesai dilakukan. Di malam sebelum siraman diadakan kenduri.

Kenduri selalu dilakukan pada pukul 23.00 WIB, dan tidak seorangpun berani

mengubahnya. Kegiatan tersebut dihadiri oleh para pejabat daerah setempat

yang lazim disebut Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan). Juru kunci

dan para pejabat naik ke sanggar untuk berdoa di depan Gong Kyai Pradah,

setelah itu turun, dan duduk bersila di tikar membaur dengan para pengunjung

yang lain dengan formasi melingkar atau yang lebih dikenal dengan meditasi

atau semedi.

Page 115: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

102

Saya mengikuti acara ini karena air bekas siraman gong dipercaya dapat

menyembuhkan penyakit dan membuat awet muda. Alhamdulillah, saya bisa

berumur panjang dan semoga tahun depan saya masih bisa mengikuti acara

ini. Ketika mengikuti acara ini hati saya menjadi tenang dan damai. Saya juga

merasa lebih sehat setelah meminum airnya. Apabila tidak mengikuti acara ini

tidak ada dampak khusus. Semuanya tetap sama, baik-baik saja.

Page 116: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

103

Page 117: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

104

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Bambang

Umur : 50 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Pedagang

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Dengan dilaksanakannya siraman, masyarakat percaya bahwa hal ini

dilakukan agar keberkahan senantiasa menyertai kehidupan. Keberkahan

tersebut dapat berwujud dalam berbagai macam hal, dapat berupa kesehatan,

lancar rezeki, segera bertemu jodoh, bahkan awet muda. Pun dengan

masyarakat yang percaya bahwa keberkahan akan didapatkan ketika mereka

meminum air bekas siraman Gong Kyai Pradah.

Saya sendiri mengikuti siraman ini sudah lama. Sejak saya masih berusia

20an. Kalau ada biaya saya akan datang, tapi kalau tidak ada ya tidak.

Walaupun tidak ikut tidak ada efeknya. Saya ikut acara ini untuk mencari

berkah dari Mbah Pradah. Kadang ikut berebut air, kadang juga tidak. Yang

jelas saya kesini dengan harapan Allah akan memberikan kelancaran rezeki,

umur panjang, serta kesehatan untuk saya dan keluarga melalui berkah Mbah

Pradah.

Page 118: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

105

Page 119: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

106

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Mujiono

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Swasta

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Upacara siraman Gong Kyai Pradah sudah ada sejak lama. Saya tidak

tahu bagaimana sejarahnya. Yang jelas siraman ini selalu dilakukan di tanggal

12 Maulud dan 1 Syawal, kecuali di semua Wage. Apabila tanggal tersebut

jatuhnya di hari Wage, siraman dilakukan sehari atau dua hari setelahnya.

Cara dan perlengkapan yang digunakan pun selalu sama. Pemerintah juga

terlibat di acara ini. Gong disimpan di sanggar dan hanya dikeluarkan ketika

siraman. Di malam hari sebelum siraman, di serambi sanggar diadakan tahlil

dan melekan. Bangunan serambi digunakan sebagai tempat berkumpul untuk

memohon berkah setiap malam Jumat Legi sambil mengadakan selamatan.

Bagi yang beragama Islam melakukan tahlil di musala. Musala hanya

digunakan ketika malam Jumat Legi setelah magrib hingga pagi hari dan

ketika malam siraman. Sedangkan yang beragama selain Islam dapat

bersemedi atau berdoa sesuai kepercayaannya di ruangan khusus dan di

serambi sanggar.

Upacara siraman dilakukan sebagai sarana memohon berkah kepada

kekuatan gaib atau roh leluhur yang ada di dalam Gong Kyai Pradah. selain

itu, masyarakat percaya air bekas siraman Kyai Pradah dapat membuat awet

muda dan menyembuhkan berbagai penyakit. Ketika upacara juga dipercaya

Page 120: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

107

sebagai waktu yang paling baik untuk membeli peralatan pertanian karena

dengan menggunakan alat yang dibeli ketika upacara akan mendatangkan

kesuburan dan tanaman akan terbebas dari hama. Pada musim kemarau,

siraman ini juga dipercaya sebagai sarana memohon tujun hujan.

Page 121: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

108

Page 122: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

109

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Karti

Umur : 50 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Upacara ini selalu ada dari lama. Sebelum pelaksanaan, ada sesaji yang

harus ada, yaitu kepala kambing dan jeroannya yang pada pagi hari sebelum

upacara siraman dilaksanakan ditanam di sebuah rumah kecil yang disebut

cungkup, yaitu sebutan untuk petilasan Mbok Randha Dadapan. Petilasan ini

merupakan tempat peristirahatan Nyi Potrosuto yang dahulu dititipi gong oleh

Pangeran Prabu. Saya selalu mengikuti acara ini dari usia remaja untuk ziarah

dan mendapatkan air bekas siramannya. Airnya dipercaya dapat membuat

awet muda, mengobati penyakit, dan melancarkan rezeki. Intinya, saya

mengikuti acara ini karena berharap mendapatkan berkah Mbah Pradah.

Page 123: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

110

Page 124: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

111

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Slamet

Umur : 86 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : -

Pekerjaan : Petani

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Saya telah mengikuti tradisi ini lebih dari 50 tahun. Saya sudah sejak

muda mengikuti acara ini. Di pagi harinya, gong dibawa ke petilasan Mbok

Randha Dadapan. Di sana dilakukan penguburan kepala kambing dan

jeroannya, lalu gong dibawa kembali ke sanggar. Gong keluar lagi dari

sanggar ketika acara inti, yaitu acara siraman yang dimulai sekitar pukul 09.00

WIB.

Saya selalu datang untuk mendapatkan air bekas siraman. Manfaat air

bekas siraman ini banyak. Bisa membuat awet muda, sehat, dan walaupun

sudah tua masih cekatan. Bisa juga untuk menghilangkan pegel linu. Caranya,

air bekas siraman diusap-usapkan di bagian yang sakit. Saya sudah mengikuti

siraman ini selama bertahun-tahun. Sudah beberapa kali pergantian juru kunci.

Page 125: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

112

Page 126: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

113

HASIL WAWANCARA

A. Latar Belakang Informan

Nama : Samiatun

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Pedagang

Hari/ tanggal : Senin, 11 November 2019

Tempat : Alun-Alun Kecamatan Sutojayan

B. Hasil Wawancara

Setiap tahunnya selalu banyak masyarakat yang datang ke acara ini. Di

acara ini, saya dan yang lain datang untuk memperebutkan air bekas siraman.

Airnya dipercaya memiliki banyak manfaat apabila diminum. Di sanggar

diadakan tahlil dan tirakatan setiap malam Jumat Legi dan malam sebelum

prosesi siraman dilangsungkan. Saya tidak selalu mengikuti acara ini, hanya

ketika ada rezeki saja. Kalaupun tidak mengikuti acara tidak ada dampak yang

ditimbulkan karena gong ini bukan sesembahan, tapi hanya sebagai perantara

dari Tuhan.

Dengan adanya siraman, ekonomi masyarakat pasti meningkat, apalagi

tukang parkir dan para pedagang. Gotong-royong dan kebersamaan

masyarakat juga terjalin dengan baik. Banyak manfaatnya, banyak pengaruh

yang ditimbulkan dari diadakannya upacara siraman. Tapi ya itu, kebanyakan

masyarakat datang ingin mendapatkan berkah Mbah Pradah melalui air bekas

siramannya.

Page 127: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

114

Page 128: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

115

C. Lampiran 3: Upacara Siraman Gong Kyai Pradah

Gambar 3.1: Sertifikat Peresmian Jamasan Gong Kyai Pradah sebagai Warisan Budaya Tak

Benda (WBTB) Kab. Blitar, Indonesia

Gambar 3.2: Sanggar Pusaka Gong Kyai Pradah, Lodoyo, Kab. Blitar

Gambar 3.3: Panggung Siraman

Page 129: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

116

Gambar 3.4: Rumah Panggung (Tempat Penyimpanan Gong Kyai Pradah dan Benda Pusaka

Lain)

Gambar 3.5: Ruang Serbaguna dan Serambi Sanggar

Gambar 3.6: Musala

Page 130: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

117

Gambar 3.7: Meja sebagai Pijakan ketika Siraman 1 Syawal

Gambar 3.8: Anak Tangga untuk Menaiki Meja

Gambar 3.9: Proses Menghias Panggung Siraman

Page 131: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

118

Gambar 3.10: Sanggar Pusaka Gong Kyai Pradah Setelah Dihias

Gambar 3.11: Panggung Siraman Setelah Dihias

Gambar 3.12: Gong Kyai Pradah sebelum Disucikan

Page 132: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

119

Gambar 3.13: Proses Siraman

Gambar 3.14: Penyiraman Air Bekas Siraman kepada Masyarakat

Gambar 3.15: Penyiraman Air Bekas Siraman kepada Masyarakat

Page 133: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

120

Gambar 3.16: Tempat Menggantung Gong Gambar 3.17: Cungkup atau Petilasan Nyi

ketika Siraman 1 Syawal Potrosuto (Mbok Randha Dadapan)

Gambar 3.18: Salah Satu Wayang yang Disimpan di Sanggar Gong Kyai Pradah

Page 134: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

121

Gambar 3.19: Sebelum ke Petilasan Nyi Potrosuto

Gambar 3.20: Perjalanan ke Petilasan Nyi Potrosuto

Gambar 3.21: Makan Bersama setelah Upacara Siraman

Page 135: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

122

D. Lampiran 4: Wawancara

Gambar 4.1: Foto Bersama Bapak Gambar 4.2: Foto Bersama Bapak Supalil

Muhammad As’adi

Gambar 4.3: Foto Bersama Bapak Hartono Gambar 4.4: Foto Bersama Bapak Iskandar

Page 136: UPACARA SIRAMAN GONG KYAI PRADAH DAN PENGARUHNYA …

123

Gambar 4.5: Foto Bersama Bapak Bambang Gambar 4.6: Foto Bersama Bapak Mujiono

Gambar 4.7: Foto Bersama Ibu Karti dan Bapak Slamet Gambar 4.8: Foto Bersama Ibu

Samiatun