unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

34
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker leher rahim adalah suatu neoplasma yang berawal dari jaringan baru/neoplasma pada servik. Kanker leher rahim termasuk salah satu penyakit paling mematikan yang menghantui kehidupan perempuan, sering menyerang perempuan yang hidup di negara berkembang. Angka kejadian kanker leher rahim terus mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab kematian usia reproduktif. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan proporsi penyebab kematian karena kanker semakin meningkat. Kanker leher rahim di Indonesia pada tahun 1976 sebesar 1,3%, pada tahun1980 menjadi 3,4%, pada tahun 1986 meningkat menjadi 4,3 % dan pada tahun 1992 meningkat menjadi 4,8 % (Nuranna, 1992). Menurut WHO setiap tahun jumlah penderita kanker leher rahim terus bertambah. Diperkirakan ditemukan kasus baru kanker leher rahim sekitar 6,25 juta per tahun. Rata-rata setiap 11 menit ada satu orang perempuan meninggal karena kanker leher rahim dan setiap 3 menit ada satu penderita baru. Diperkirakan pula 9 juta orang meninggal setiap tahun akibat kanker leher rahim. Dua pertiga dari penderita kanker tersebut berada di negara- negara berkembang termasuk Indonesia (Bustan, 1997 ; Ratna, 2004). Menurut Hacker & Moore (2001), di Asia pada tahun 2000 angka kejadian kanker leher rahim ditemukan 510/100 000 wanita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 39,8 %. 1

description

FEWEWGEWG

Transcript of unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

Page 1: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker leher rahim adalah suatu neoplasma yang berawal dari jaringan

baru/neoplasma pada servik. Kanker leher rahim termasuk salah satu penyakit

paling mematikan yang menghantui kehidupan perempuan, sering menyerang

perempuan yang hidup di negara berkembang. Angka kejadian kanker leher rahim

terus mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab kematian usia

reproduktif. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan

proporsi penyebab kematian karena kanker semakin meningkat. Kanker leher

rahim di Indonesia pada tahun 1976 sebesar 1,3%, pada tahun1980 menjadi 3,4%,

pada tahun 1986 meningkat menjadi 4,3 % dan pada tahun 1992 meningkat

menjadi 4,8 % (Nuranna, 1992). Menurut WHO setiap tahun jumlah penderita

kanker leher rahim terus bertambah. Diperkirakan ditemukan kasus baru kanker

leher rahim sekitar 6,25 juta per tahun. Rata-rata setiap 11 menit ada satu orang

perempuan meninggal karena kanker leher rahim dan setiap 3 menit ada satu

penderita baru. Diperkirakan pula 9 juta orang meninggal setiap tahun akibat

kanker leher rahim. Dua pertiga dari penderita kanker tersebut berada di negara-

negara berkembang termasuk Indonesia (Bustan, 1997 ; Ratna, 2004). Menurut

Hacker & Moore (2001), di Asia pada tahun 2000 angka kejadian kanker leher

rahim ditemukan 510/100 000 wanita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 39,8 %.

1

Page 2: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

2

23

Data Kementrian Kesehatan menunjukkan di Indonesia saat ini ada 200 000

kanker leher rahim setiap tahunnya atau 100 kasus per 100 000 wanita. Dari data

tersebut 70 % kasus yang datang ke Rumah sakit ditemukan sudah dalam stadium

lanjut. Data yang ada di 13 pusat patologi di Indonesia menunjukkan bahwa 27 %

(3684) adalah kanker leher rahim (Azis, 1996).

Kanker leher rahim terdiri dari 4 stadium, dimana pada stadium displasia,

masih dapat dilakukan upaya pencegahan, agar tidak terjadi kanker invasif. Untuk

itu diperlukan upaya-upaya deteksi dini baik melalui pap smear, IVA (inspeksi

visual dengan asam asetat) maupun dengan ginoskop. Pada keadaan dimana

tenaga profesional masih terbatas, maka metode dengan memakai asam asetat 4%

tampaknya lebih feasible. Karena bisa dikerjakan oleh tenaga-tenaga para medis

(bidan) yang telah terlatih, hasilnya bisa langsung diberitahukan kepada pasien

dan biayanya lebih murah. Dengan metode ini dilaporkan bahwa dari 100

penderita yang dinyatakan positif, 98 orang (98%) juga dinyatakan positif dengan

pemeriksaan kolposkopi (Van Le, dkk., 1993; Ficsor, dkk., 1990). Kanker leher

rahim disebabkan oleh adanya infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Beberapa

faktor lain yang berpengaruh adalah umur pertama kali melakukan hubungan

seksual, kawin usia dini, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan,

jumlah kehamilan, kontrasepsi hormonal, jumlah perkawinan, sosial ekonomi

yang rendah berkaitan dengan pendidikan yang rendah, higiene dan sirkumsisi,

serta kebiasaan merokok (Andrijono, 2010).

Page 3: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

3

23

Penelitian ini akan menggali hubungan perkawinan usia dini, paparan rokok

dan kontrasepsi hormonal terhadap kejadian lesi prakanker leher rahim. Pada

tahun 2010, dilakukan skrining kanker leher rahim dengan metode IVA di

Kecamatan Payangan terhadap 545 orang PUS didapatkan 184 orang yang positif

yaitu sebesar 33 %. Diantara ibu-ibu yang test IVA positif sebagian besar menikah

dibawah umur 20 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal. Jumlah ibu

hamil usia kurang dari 20 tahun di Pukesmas Payangan dalam tiga tahun terakhir

mengalami peningkatan. Data cakupan program KIA yaitu KI (kunjungan

pertama ibu hamil) tahun 2008 sebesar 6,05 %, tahun 2009 sebesar 6,48 % dan

tahun 2010 sebesar 7,32 %. Cakupan peserta KB aktif di Kecamatan Payangan,

menunjukkan bahwa peserta KB IUD semakin menurun dan peserta KB hormonal

semakin meningkat. Pada tahun 2008 akseptor KB hormonal sebesar 30,67%,

tahun 2009 sebesar 35,11% dan pada tahun 2010 sebesar 36,4 %.

Tingginya angka case fatality rate (CFR) kanker leher rahim dan tingginya

angka kejadian IVA positif di Kecamatan Payangan, membuat peneliti tertarik

untuk mengetahui hubungan perkawinan usia dini, paparan rokok dan pemakaian

kontrasepsi hormonal terhadap kejadian lesi prakanker leher rahim.

1.2 Rumusan Masalah :

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang dijelaskan diatas, dalam

penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Page 4: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

4

23

1.2.1 Apakah risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada perkawinan di

bawah umur 20 tahun lebih besar dibandingkan dengan perkawinan diatas

umur 20 tahun?

1.2.2 Apakah risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada perempuan yang

mendapat paparan rokok lebih besar dibandingkan perempuan yang tidak

mendapat paparan rokok?

1.2.3 Apakah risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim meningkat pada

pemakaian kontrasepsi hormonal dibandingkan pemakaian kontrasepsi

bukan hormonal?

1.3 Tujuan :

1.3.1 Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko perkawinan

usia dini, paparan rokok, dan pemakaian kontrasepsi hormonal terhadap kejadian

lesi prakanker leher rahim.

1.3.2 Tujuan Khusus :

1.3.2.1 Untuk mengetahui risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada

perkawinan di bawah umur 20 tahun.

1.3.2.2 Untuk mengetahui risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada

perempuan yang mendapat paparan rokok.

Page 5: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

5

23

1.3.2.3 Untuk mengetahui risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada

pemakaian kontrasepsi hormonal.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penellitian antara lain :

1. Manfaat Teoritis yaitu menambah pengetahuan peneliti tentang peran faktor

risiko terhadap kejadian lesi prakanker leher rahim.

2. Manfaat praktis yaitu untuk program pencegahan atau deteksi dini lesi pra

kanker leher rahim.

Page 6: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

6

23

Page 7: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

7

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lesi Prakanker Leher Rahim

Istilah lesi prakanker leher rahim (displasia serviks) telah di kenal luas di

seluruh dunia, lesi prakanker disebut juga lesi intraepithel servik (cervical

intraepithelial neoplasia). Keadaan ini merupakan awal dari perubahan menuju

karsinoma leher rahim. Diawali dengan NIS I (CIN I) karsinoma yang secara

klasik dinyatakan dapat berkembang menjadi NIS II, dan kemudian menjadi NIS

III dan selanjutnya berkembang menjadi karsinoma leher rahim. Konsep regresi

yang spontan serta lesi yang persistent menyatakan bahwa tidak semua lesi

prakanker akan berkembang menjadi lesi invasif, sehingga diakui bahwa masih

cukup banyak faktor yang berpengaruh (Andrijono, 2010). Hal ini mengisyaratkan

bahwa perempuan yang memiliki displasia yang rendah dan ringan, tidak selalu

berkembang menjadi kanker leher rahim, karena dapat hilang dan lenyap dengan

sendirinya tergantung pada sistem kekebalan tubuh (Suhemi, 2010). Kondisi lesi

prakanker diklasifikasikan menjadi : NIS I adalah displasia ringan, NIS II adalah

displasia moderat dan NIS III adalah displasia parah ( Suhemi, 2010).

Perjalanan lesi prakanker leher rahim sebagai berikut : NIS I, 57 % regresi, 32

% persistent, 11 % progres ke NIS III, dan 1 % progres ke karsinoma. NIS II, 43

% regresi, 35 % persistent, 22 % progres ke NIS III dan 5 % progres ke

Page 8: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

8

23

karsinoma. NIS III, 32 % regresi, 56 % persistent, dan lebih dari 12 % progres ke

karsinoma.

Infeksi HPV merupakan faktor inisiator dari kanker leher rahim. Integrasi

DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah

transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi

menyebabkan E2 tidak berfungsi dan menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7

yang akan menghambat p53 dan pRB. Hambatan p53 dan pRB menyebabkan

siklus sel tidak terkontrol. Protein E6 akan berikatan dengan p53, dengan

demikian fungsi p53 (tumor suppressor gene / menghentikan siklus sel) akan

hilang sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Penghentian siklus sel bertujuan

untuk memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang

timbul.

2.2 Definisi Kanker Leher Rahim

Kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh di dalam leher rahim

(serviks) yaitu suatu daerah yang terdapat pada organ reproduksi wanita, yang

merupakan pintu masuk kearah rahim (uterus), dengan vagina (Marjikoen, 2007).

Diantara berbagai jenis keganasan pada genetalia wanita hanya kanker leher

rahim yang dapat dicegah dengan suatu teknik skrining yang cukup efektif, murah

dan dapat mendeteksi terhadap keadaan prakanker yang dikenal dengan nama

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Walaupun sudah banyak dikenal

Page 9: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

9

23

masyarakat, namun belum seluruh wanita diatas 30 tahun dan sudah menikah

melaksanakan pemeriksaan ini secara rutin. Keterlambatan diagnosa

menyebabkan keterlambatan pasien mendapat pengobatan. Pengobatan kanker

leher rahim menurut beberapa penulis belum memberikan hasil yang memuaskan.

Terutama di Negara berkembang, pasien pada umumnya datang dalam keadaan

stadium klinis yang telah lanjut. Waktu yang diperlukan untuk terjadinya lesi

prakanker cukup panjang. Periode laten dari fase pra invasif menjadi invasif

memerlukan waktu sekitar 10 tahun. Kanker leher rahim sering terjadi pada

wanita berusia antara 45-50 tahun dengan puncaknya pada usia 35-39 tahun dan

60-64 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun ( Saefudin, 1999).

2.3 Epidemi Kanker Leher Rahim

Berdasarkan laporan, kanker leher rahim ditemukan paling banyak pada usia

setelah 40 tahun dan lesi derajat tinggi pada umumnya dapat dideteksi sepuluh

tahun sebelum terjadi kanker dengan puncak terjadinya displasia leher rahim pada

usia 35 tahun (WHO, 1992). Di Indonesia terjadi peningkatan kejadian kanker

dalam jangka waktu 10 tahun. Peringkat kanker sebagai penyebab kematian naik

dari peringkat 12 menjadi peringkat 6. Diperkirakan terdapat 190.000 penderita

baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker. Namun akibat kanker bisa

dikurangi 3-35 % bila dilakukan tindakan preventif, skrining dan deteksi dini

(Dalimartha, 2004).

Page 10: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

10

23

Kawin Muda berpengaruh terhadap kejadian kanker leher rahim, (Sandra Van

Loon, 1992). Faktor risiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan

kejadian kanker leher rahim. Semakin dini seorang perempuan melakukan

hubungan seksual semakin tinggi risiko terjadinya lesi prakanker pada leher

rahim. Sehingga dengan demikian semakin besar pula kemungkinan

ditemukannya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan pada usia tersebut terjadi

perubahan lokasi sambungan skuamo-kolumner sehingga relatif lebih peka

terhadap stimulasi onkogen (Jacobs, N, 2003).

Di Kabupaten Wonosobo pada pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan

Asam Asetat) dari bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan April tahun 2009

telah terdeteksi kasus IVA positif sejumlah 209 kasus (Lestari, 2009). Dari kasus

IVA positif tersebut terdapat beberapa faktor yang menonjol yaitu umur pertama

kali melakukan hubungan seksual, jumlah kehamilan dan partus, jumlah

perkawinan, sosial ekonomi, higiene dan sirkumsisi, serta kebiasaan merokok.

2.4 Faktor Risiko Kanker Leher Rahim

Faktor risiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV

dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker leher rahim atau

meningkatkan risiko menderita kanker leher rahim. Menurut American Cancer

Society (Suheimi, 2010) faktor-faktor tersebut antara lain : Infeksi Human

Papilloma Virus adalah virus yang tersebar luas menular melalui hubungan

seksual. Faktor risiko lain meliputi : multi partner, aktivitas seks dini (sebelum

Page 11: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

11

23

usia 18 tahun), berhubungan seks dengan laki-laki yang tidak disunat, IMS lain

(HIV/AIDS, GO), riwayat keluarga kanker leher rahim, umur lebih dari 40 tahun,

kontrasepsi oral (pil KB), merokok, status sosial ekonomi rendah, Ras, diet yang

tidak sehat, anak perempuan dari ibu yang minum obat DES (dietilstilbesterol),

sering hamil dll. Menurut Andrijono, (2007), faktor penyerta kanker leher rahim

antara lain multi paritas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan

seksual,dan faktor nutrisi.

2.4.1 Usia pertama kali kawin / melakukan hubungan seksual

Umur pertama kali melakukan hubungan seksual merupakan salah satu faktor

yang penting. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual

pertama kali, semakin besar risiko untuk terjadinya kanker leher rahim.

Hubungan seksual pertama dianggap sebagai awal mulanya proses kanker leher

rahim pada wanita (Yakub, 1993).

Menurut Riono, (1999), Edward (2001), Aziz (2002), (Melva, 2007) wanita

menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan

terjadi kanker leher rahim dibandingkan dengan mereka yang menikah diatas

usia 20 tahun. Pada usia tersebut rahim seorang remaja putri sangat sensitif.

Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses

metaplasia yang aktif, yang terjadi dalam zona transformasi selama periode

perkembangan. Metaplasia epitel skuamosa biasanya merupakan proses

Page 12: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

12

23

fisiologis. Tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi

sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang patologik. Perubahan

yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut neoplasma intraepitil

serviks (Cervical intraepithelial Neoplasia (CIN) yang merupakan fase

prainvasif dari kanker leher rahim.

2.4.2 Berganti-ganti pasangan

Perilaku seksual yang berganti-ganti pasangan atau multi partner

meningkatkan risiko kanker leher rahim meningkat 10 kali lebih besar bila

bermitra seks lebih dari 6. Risiko juga meningkat bila melakukan hubungan

seksual dengan laki-laki yang bermitra seks multi patner atau mengidap

kondiloma akuminata (Aziz, 2002). Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual

dan melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 20 tahun lebih berisiko untuk

terjadi kanker leher rahim, karena memperbesar kemungkinan terinfeksi virus

HPV (Aziz, 2002).

2.4.3 Multi Paritas

Kanker leher rahim sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Hal

ini dapat terjadi karena perlukaan dan trauma akibat proses melahirkan. Kategori

paritas yang berisiko tinggi belum ada keseragaman. Pada umumnya para ahli

memberikan batasan antara 3-5 kali melahirkan (Tambunan, G.W., 1995).

2.4.4 Kontrasepsi

Page 13: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

13

23

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama lebih dari 4 sampai 5 tahun

dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim sebesar 1,5-2,5 kali

(Hidayati, 2001). Kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV

yang menyebabkan adanya peradangan pada genetalia, sehingga berisiko terkena

kanker leher rahim (Hidayati, 2001). Pil kontrasepsi oral diduga akan

menyebabkan defisiensi asam folat, yang mengurangi metabolisme mutagen

sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu ko-faktor yang dapat

membuat replikasi DNA HPV. Menurut Andrijono, 2007, penggunaan kontrasepsi

hormonal meningkatkan risiko menderita kanker leher rahim. Penggunaan

kontasepsi hormonal 10 tahun meningkatkan risiko sampai dua kali.

2.4.5 Merokok

Tembakau mengandung bahan karsinogen, baik yang diisap sebagai rokok

atau yang dikunyah. Asap rokok mengandung nikotin. Wanita perokok,

konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam

serum. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan menurunkan status

imun lokal, sehingga dapat menjadi ko-karsinogen. Hasil penelitian, bila merokok

20 batang setiap hari resiko untuk terkena kanker leher rahim adalah tujuh kali

dibanding orang yang tidak merokok. Bila merokok 40 batang setiap hari risiko

untuk terkena kanker leher rahim adalah 14 kali dibanding orang yang tidak

merokok. Penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak dan lama wanita

Page 14: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

14

23

merokok maka semakin tinggi risiko terkena kanker leher rahim (Hidayati,2001,

Melva, 2008).

2.4.6 Sosial Ekonomi Rendah

Banyaknya penderita kanker leher rahim dari keluarga dengan status kurang

berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi.

Kurangnya konsumsi sayur dan buah-buahan meningkatkan risiko kanker leher

rahim, karena kurangnya pasokan vitamin A, C, E dan beta carotin yang berfungsi

sebagai anti oksidan. Penurunan anti oksidan mengakibatkan penurunan PH

serviks, sehingga menimbulkan neoplasma sel dan infeksi human papiloma virus

(elwinzai, 2007, Tara.E, 2001)

2.5 Inflamasi Leher Rahim

Leher rahim pada wanita yang sudah menikah sering mengalami infeksi,

dengan gejala keputihan. Sebagian proses infeksi dapat sembuh sendiri, dan

kadang-kadang ada hubungan dengan keganasan leher rahim. Penyebab infeksi

leher rahim antara lain : infeksi (protozoa, kuman, jamur dan virus), mekanis

(IUD, tampon, pesarium trauma selama senggama), perubahan hormonal

(pemakaian kontrasepsi pil/suntik), anatomis (polip), bahan kimia (cairan pencuci

vagina), keganasan (kanker leher rahim).

Oleh karena itu dianjurkan kepada semua wanita yang telah menikah atau

wanita dengan kegiatan seksual aktif, untuk melaksanakan deteksi dini lesi

Page 15: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

15

23

prakanker leher rahim baik dengan Pap Smear maupun dengan metode IVA

(Suheimi, 2010).

2.6 Infeksi Virus HPV

Virus HPV dikenal sebagai Human Papilloma virus yang menyerang pada

bagian kulit dan lapisan lembab sepanjang tubuh kita seperti : selaput di dalam

mulut dan tenggorokan, serviks dan anus. Sejak tahun 1980 banyak peneliti

dalam bidang biologi molekuler telah menunjukkan identitas karakteristik dari

virus HPV dan peranannya sebagai agens onkogenik. Diperkirakan saat ini

jumlah wanita berusia hingga 50 tahun yang terinfeksi HPV sebanyak 70-80 %

(Mortakis, Alexandros, 2007). Menurut Prof. DR. Harald Zur Hausen penemu

virus HPV : bahwa saat ini ada 150 jenis HPV dan di masa depan jumlah ini akan

bertambah. Ada 20 jenis HPV di samping jenis HPV 16 dan HPV 18 yang

menyebabkan kanker. Jenis yang lain ini mempengaruhi 30% dari jumlah kasus

kanker leher rahim secara global. Human Papiloma Virus adalah faktor utama

penyebab kanker leher rahim. Virus ini tidak langsung membentuk kanker leher

rahim, melainkan HPV bereaksi dengan faktor-faktor lainnya sehingga

menyebabkan mutasi genetik. Kegagalan sistem pertahanan dan kekebalan tubuh

sehingga terjadilah sel abnormal yang berkembang menjadi kanker.

2.7 Patogenesis

Kanker leher rahim 95 % terdiri dari karsinoma skoamosa dan sisanya

merupakan adenoma karsinima dan jenis kanker lain. Hamper semua kanker leher

Page 16: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

16

23

rahim di dahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan karsinoma

in-situ. Proses perubahan dimulai didaerah sambungan skuamosa-kolumner (SSK)

dari selaput lendir porsiogan. Perubahan mula-mula ditandai dengan atipik dengan

mitosis aktif, susunan sel teratur meliputi sepertiga basal lanjut, maka perubahan

disebut displasia ringan. Bila perubahan berlanjut maka perubahan akan

melibatkan dua pertiga atau seluruh lapisan epidermis, dan masing-masing disebut

displasia sedang, berat, kanker in-situ yang sangat potensial menjadi kanker

invasif.

2.8 Sitologi Displasia

Secara histologi, spektrum perubahan epitel yang meliputi neoplasia intra

epithelial cervical diklasifikasikan secara kuantitatif berdasarkan jumlah sel

abnormal yang tidak berdiferensiasi yang menempati seluruh ketebalan epitel

serviks. Pada displasia terdapat proliferasi sel-sel basal atipik yang mempunyai

rasio inti sitoplasma yang meningkat. Apabila proliferasi sel-sel yang abnormal

mengenai kurang dari sepertiga bagian bawah tebalnya lapisan epitel serviks, lesi

disebut displasia ringan (NIS I). Apabila proliferasi sel abnormal mengenai

sepertiga sampai dua pertiga bagian bawah tebalnya lapisan sel epitel serviks, lesi

disebut displasia sedang (NIS II). Apabila proliferasi sel abnormal mengenai lebih

dari duapertiga bagian bawah tebalnya lapisan sel epitel serviks, lesi disebut

displasia berat (NIS III). Apabila sel-sel abnormal mengenai seluruh tebalnya

lapisan epitel serviks disertai hilangnya polaritas sel-sel yang normal, inti

Page 17: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

17

23

menjadi pleiomorfik, hiperkromatik dan mitosis meningkat disebut sebagai

karsinoma insitu. World Health Organization (1973), telah mengembangkan

sistem klasifikasi sitologi standar yaitu displasia ringan, sedang, berat dan

karsinoma insitu. Richart (1973) memperkenalkan cervical intraepithelial

neoplasia (CIN) atau neoplasma intraepitel serviks (NIS), mencakup semua lesi

prakanker dari epitel serviks uteri.

2.9 Sambungan Skuamo-Kolumner dan Zona Transformasi

Selama masa anak-anak dan perimenarche sambungan skuamo-kolumner

sangat dekat dengan osteum uteri eksterna. Setelah masa pubertas dan selama

masa reproduksi organ wanita berkembang karena pengaruh estrogen. Serviks

menjadi sembab dan membesar serta kanalis endoserviks memanjang. Hal ini

akan mengakibatkan SSK menuju ektoserviks. Karena suasana asam vagina,

epitel kolumner mengalami pergantian oleh epitel skuamosa metaplastik. Proses

metaplasia berawal dari sambungan skuamo-kolumner berjalan menuju osteum

uteri eksterna. Zona transformasi disebut normal bila mengandung sel-sel

skuamosa metaplasia imatur dan atau matur dengan diselingi sel-sel epitel

kolumner, tanpa tanda-tanda karsinogenik. Zona trasformasi abnormal atau

atipikal bila ditemukan tanda-tanda karsinogenik seperti perubahan displasia

ditemukan pada zona transformasi.

2.10 Stadium Kanker Leher Rahim

Page 18: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

18

23

Berdasarkan FIGO 1992, (Andrijono, 2005) stadium klinis karsinoma

serviks adalah :

1. Karsinoma pre invasif

Stadium 0 : karsinoma insitu, karsinoma intra-epithelial (selaput basal utuh)

2. Karsinoman invasif

Stadium 1 : karsinoma terbatas pada serviks

A : karsinoma mikroinvasif dini, diagnose dengan mikroskopis.

B : invasi stoma minimal.

A2 : lesi secara mikroskopik dapat diukur, dalamnya kurang dari 7 mm.

B : lesi lebih dari IA2

Stadium 2 : karsinoma keluar dari serviks, mengenai vagina tetapi 1/3 distal

masih bebas atau infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai

dinding panggul.

IIA : mengenai vagina parametrium masih bebas.

IIB : parametrium sudah terkena.

III : karsinoma mengenai dinding panggul, 1/3 distal vagina.

IIIA : belum mengenai dinding panggul

IIIB : mencapai dinding panggul atau hidronefrosisi atau ginjal non

fungsi ( kecuali diketahui penyebab lain)

IV : sudah meluas ke luar panggul (true pelvis)

IVA : menyebar ke organ sekitar (buli-buli,rectum)

Page 19: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

19

23

IVB : menyebar ke organ jauh.

2.11 Pencegahan Kanker Leher Rahim

Ada 2 pencegahan antara lain :

1. Pencegahan primer adalah pencegahan faktor penyebab kanker leher rahim

yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV baik dengan cara menghindari faktor-

faktor yang menyebabkan infeksi HPV dan melakukan vaksinasi HPV

(Suwiyoga, 2010). Cara mencegah infeksi HPV yaitu : menghindari kontak

dengan yang menderita infeksi HPV, memakai kondom, setia dengan

pasangan, membatasi jumlah pasangan seks, memilih pasangan yang tidak

memiliki atau sedikit pasangan seks sebelumnya ( Faizah, 2010).

2. Pencegahan sekunder dapat dilakukan skrining baik dengan metode IVA

maupun pap smear (Misha Datta, 2010).

2.12 Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter, bidan,

paramedis) mengamati serviks yang telah diolesi asam asetat/asam cuka 3-5%

secara inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata langsung (Sjamsudin, S,

2000). Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif. Pemeriksaan IVA

mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan uji yang sudah ada. Kelebihan

yang dimaksud yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar),

lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana. Hasilnya

Page 20: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

20

23

segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih

luas, dan pada saat penapisan tidak dibutuhkan tenaga skrinner untuk memeriksa

sediaan sitologi (Budiana, 2009). Pemberian asam asetat akan mempengaruhi

epitel abnormal bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler.

Cairan ektraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari

intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin

dekat. Sebagai akibatnya jika permukaan sel mendapat sinar, maka sinar tersebut

tidak akan diteruskan ke dalam stroma tetapi dipantulkan keluar sehingga

permukaan epitel abnormal akan berwarna putih atau disebut juga epitel putih.

Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya.

Efek asam asetat akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan

pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal

(merah homogen) atau bercak putih (mencurigai displasia). Pada epitel yang

abnormal (atipik), didapatkan ketebalan yang bertambah dan perubahan struktur

epitel akan menyebabkan cahaya yang dipantulkan tampak opak, gambaran opak

tampil sebagai bercak putih. Hasil pemeriksaan IVA di kategorikan sebagai

berikut :

1. Negatif : licin, merah muda, bentuk porsio normal

2. Positif : plak putih, epitel acetowhite (bercak putih), indikasi lesi prakanker

leher rahim (Hartono P, 2001).

Page 21: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

21

23

2.13 Pengobatan Kanker Leher Rahim

Kanker Leher Rahim dapat disembuhkan, kemungkinan keberhasilan terapi

kanker leher rahim stadium I adalah 85%, stadium II adalah 60%, stadium III

adalah 40%. Pengobatan kanker leher rahim tergantung stadium penyakit. Pada

stadium IB-IIA dapat diobati dengan pembedahan, radiasi (penyinaran) dan

kemoterapi. Sedangkan stadium IIB ke atas diobati dengan radiasi saja atau

kombinasi radiasi dengan kemoterapi (kemoradiasi). Pembedahan dilakukan

dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher

rahimnya. Bentuk pembedahan antara lain :

1. Cryosurgery yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan

jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker leher rahim).

2. Bedah laser : untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker

leher rahim.

3. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP) : menggunakan arus listrik

yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan yang abnormal

kanker leher rahim.

4. Total histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks.

5. Radikal histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung

telur, tuba falopii maupun kelenjar getah bening di dekatnya (Julisar L, 2010).

Page 22: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

22

23

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penyebab lesi pra kanker adalah infeksi human papilloma virus (HPV)

kelompok onkogenik risiko tinggi, terutama HPV-16 dan HPV-18. Pada

perjalanan alamiah infeksi HPV, reseptornya terdapat pada lapisan basal epitel

Page 23: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

23

23

serviks. Perubahan epitel dimulai pada regio transisional antara epitel skuamosa

dengan epitel silindris mukosa serviks. Dalam mekanisme patogenesisnya,

peranan respon imun dan antionkogen adalah besar. Respon imun terkait dengan

status gizi dan umur. Selain itu, diduga struktur dan fungsi epitel serviks yang

belum sempurna seperti pada kawin usia muda dan paparan rokok dapat

menurunkan respon imun seluler.

Sementara servisitis dapat memudahkan terjadinya infeksi HPV. Sedangkan

kerusakan serviks akibat persalinan berulang pada multiparitas juga berperan

sebagai faktor predisposisi. Multiparner seksual juga berperan dalam hal

memudahkan terjadinya servisitis.

Beberapa faktor risiko minor berperan pada mekanisme terjadinya lesi

serviks. Perkawinan usia muda memudahkan terjadinya infeski terkait dengan

struktur dan fungsi epitel serviks yang belum sepenuhnya matur dan risiko

multipartner lebih besar atau lebih terbuka terkait kesempatan dan biologis.

Paparan rokok yang konsisten diduga berperan dalam menurunkan respon imun

seluler pada mukosa serviks itu sendiri. Selain itu, nikotin terakumulasi pada

mukosa serviks yang dapat menggangu fungsi imunologiknya. Kontrasepsi

hormonal lama juga mungkin berperan terkait pematngan epitel serviks dan

respon imun humoral.

Page 24: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

24

23

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka kerangka konsep yang dipakai dalam

penelitian ini adalah :

Bagan 3.2 Kerangka Konsep

Variabel yang akan diteliti adalah perkawinan usia dini, paparan rokok dan

pemakaian kontrasepsi hormonal hubungannya dengan kejadian lesi prakanker

leher rahim.

3.3 Hipotesis Penelitian

1 Risiko terjadinya lesi pra kanker leher rahim pada perkawin usia muda lebih

besar dibandingkan dengan bukan kawin usia muda.

Lesi

Prakanker

Leher Rahim

Perkawinan usia dini

Paparan rokok

Kontrasepsi hormonal

Sosial ekonomi rendah

Umur > 40 tahun

Multi partner

Multi paritas

Servisitis

Respon Imun

Human Papilloma

virus

Page 25: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

25

23

2 Risiko terjadinya lesi pra kanker leher rahim pada pajanan rokok lebih besar

dibandingkan tanpa paparan rokok.

3 Risiko terjadinya lesi pra kanker leher rahim pada akseptor kontrasepsi

hormonal lebih besar dibandingkan dengan bukan akseptor kontrasepsi

hormonal.

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Page 26: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

26

23

Penelitian observasional analitik dengan desain kasus control tidak berpasangan,

dimana penelitian di mulai dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan kasus

dari ibu-ibu yang mengikuti test IVA (test IVA positif) kemudian dicarikan

pembanding sebagai kontrol (test IVA negatif). Pajanan faktor risiko pada kedua

kelompok ditelusuri ke belakang.

faktor risiko Kasus

faktor risiko Kontrol

Lesi prakanker leher rahim (IVA Positif)

Kawin usia dini

Memakai kontrasepsi hormonal

ya

ya

tidak

tidak

ya

Kawin usia dini

Paparan rokok

tidak

ya

tidak

Page 27: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

27

23

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar

pada tahun 2011.

4.3 Sumber data

Sumber data adalah hospital base yaitu dengan menggunakan catatan

kuesioner MFS See and Treat Secreening Cervical Cancer terhadap ibu-ibu yang

telah melakukan test IVA di UPT Kesehatan Masyarakat Payangan pada tahun

2010/2011.

4.3.1 Besar Sampel

Sampel akan diambil dari ibu-ibu yang melakukan test IVA di UPT

Kesehatan Masyarakat Payangan tahun 2010/2011.

Rumus besar sampel pada studi kasus kontrol tidak berpasangan dengan

menggunakan OR adalah (Dahlan, Sopiyudin, 2009. Danim, Sudarwan, 2003)

n1 = n2 = [Zα √ 2PQ + Zβ √(P1Q1 + P2Q2) ]2

leher rahim normal (IVA Negatif

Memakai kontrasepsi hormonal

ya

tidak

Paparan rokok ya

tidak

Page 28: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

28

23

(P1 –P2)2

n1 = n2 = [1,96 √ 2 x 0,35 x 0,65 + 0,90 √(0,43 x 0,57 + 0,27 x 0,73) ]2

(0,43 – 0,27)2

= 144

Jadi sampel untuk setiap kelompok adalah 144 (kelompok kasus sebanyak

144, kelompok kontrol sebanyak 144).

4.4 Kriteria Subjek :

4.4.1 Kriteria Inklusi : subjek dengan data kuesioner terisi dengan lengkap.

4.4.2 Kriteria Inklusi : subjek dengan data kuesioner tidak terisi dengan lengkap.

4.5 Variabel Penelitian :

4.5.1 Variabel tergantung : lesi prakanker leher rahim

4.5.2 Variabel bebas : perkawinan usia dini

: paparan rokok

: pemakaian kontrasepsi hormonal

4.5.3 Variabel perancu : Multi partner, menderita IMS, riwayat keluarga,

personal hygiene, multi paritas, umur lebih dari 40 tahun, status ekonomi.

Variabel perancu akan dikontrol by design

Page 29: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

29

23

4.6 Definisi operasional variabel

Dari variabel yang akan diteliti maka dapat didefinisikan sebagai berikut:

4.6.1 Kasus adalah ibu-ibu dengan hasil IVA positif.

4.6.2 Kontrol adalah ibu-ibu dengan hasil IVA negatif.

4.6.3 Perkawinan usia dini adalah umur saat menikah kurang dari umur 20 tahun

4.6.4 Paparan rokok adalah ibu yang suaminya merokok

4.6.5 Pemakaian kontrasepsi hormonal adalah PUS yang pernah atau sedang

menggunakan kontrasepsi pil, kontrasepsi suntik dan kontrasepsi susuk

(implant).

4.6.6 IVA positif adalah lesi putih cuka pada leher rahim (Acetowhite), indikasi

lesi prakanker leher rahim.

4.6.7 IVA negatif adalah gambaran leher rahim normal.

4.6.8 Lesi prakanker leher rahim adalah NIS I, NIS II dan NIS III

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian secara murni menggunakan Kuesioner MFS See and

Treat Screening Cervical Cancer, dimana kuesioner tersebut sudah teruji

reliabilitas dan validitasnya pada beberapa penelitian kanker leher rahim.

Page 30: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

30

23

Kasus akan di dapat dari data sekunder yaitu register pemeriksaan atau test

kesehatan dengan IVA tahun 2010/2011 di Kecamatan Payangan yang hasil IVA-

nya positif.

Pembanding/kontrol akan diambil pula dari register pemeriksaan atau test

kesehatan dengan IVA di Kecamatan Payangan tahun 2010/2011 yang hasil

IVA-nya negatif.

Kasus dan kontrol didapatkan dari ibu-ibu yang mendaftarkan diri untuk

melakukan test IVA di UPT Kesehatan Masyarakat Payangan. Sebelum

mendaftarkan diri untuk periksa, ibu-ibu telah mendapatkan sosialisai tentang

kanker leher rahim

4.7 Alur Penelitian

4.7.1 Penelitian dimulai dengan melakukan listing data ibu-ibu yang melakukan

test IVA di UPT Kesehatan Masyarakat Kecamatan Payangan.

4.7.2 Melakukan listing ibu-ibu yang test IVA-nya positif.

4.7.3 Melakukan listing ibu-ibu yang test IVA-nya negatif.

4.7.4 Memilih sampel secara sistematik random sampling dari ibu-ibu yang test

IVA-nya positif sejumlah sampel sebagai kasus.

4.7.5 Memilih sampel secara sistematik random sampling dari ibu-ibu yang test

IVA-nya negatif sejumlah sampel sebagai kontrol.

4.7.6 Melakukan pengumpulan data.

4.7.7 Melakukan analisis data dengan computer program SPSS 13,5.

Page 31: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

31

23

4.7.8 Melakukan penyajian data.

4.8 Rencana Analisis

Data di analisis dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan dua

variabel yaitu variabel independen (expose) dan variabel independen yang

dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji t test independen dan test X2

(chi square) sehingga didapatkan rasio odds (RO).

Page 32: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

32

23

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta,

Jakarta.

Andrijono, 2005. Sinopsis Kanker Gynekologi, Divisi Onkologi Departemen

Obstetri dan Gynecologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.

Andrijono, 2007, Kanker Serviks, Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan

Gynecologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Bustan M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, PT Rineka Cipta,

Jakarta.

Budiana, Single Visite Approach Sebagai Upaya Pencegahan Kanker Serviks,

Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Gynecologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar.

Danim, Sudarwan. 2003, Metode Penelitian Kebidanan, Prosedur, Kebijakan &

Etik, EGC, Jakarta .

Dahlan, Sopiyudin, 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta.

Datta, Misha., at al. 2009. Rujukan Cepat Obstetri & Ginekologi, EGC, Jakarta.

Page 33: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

33

23

Fasiah, SA. 2010. Waspada Kanker Serviks, Lintang Aksara, Jakarta.

Hartono P., 2001 VIA (VISUAL INSPECTION with ACETC ACID), pengamatan

serviks secara langsung setelah asam asetat, sebagai alternative

penapisan dan deteksi dini kanker serviks. Surabaya; Lab/SMF Obstetri

Genekologi FK Unair/RSUD Dr. Sutomo.

Hacker & Moore, 2001. Essential of Obstetri and Gynaecology, alih bahasa Edi

Nugroho, Penerbit J. George Hypopcrates ; 637.

Lestadi, Julisar., 2009. Sitologi Pap Smear Alat Pencegah & Deteksi Dini Kanker

Leher Rahim, EGC, Jakarta.

Melva, 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kanker Leher Rahim

Pada Penderita yang Datang Berobat di RSUP H. Adam Malik Medan.

Nuranna,L. 2001. Skrining Kanker Serviks Dengan Metode Skrining Alternatif :

IVA, Cermin Dunia kedokteran No. 133.

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Sarwono, 2006. Oncology Ginekologi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirodihardjo, Jakarta.

Suwiyoga, 2006. Buku Ajar Keluarga Berencana, Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana : BKKBN, Propinsi Bali.

Suwiyoga, Beberapa Masalah Pap Smear Sebagai Alat diagnosis Dini Kanker

Serviks di Indonesia, Lab. Obstetri dan Genekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana Denpasar.

Sjamsudin S., 2000, Inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat (IVA), suatu

metode alternatif skrining kanker serviks, Subbagian Onkologi Bagian

Obstentri dan Genekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/Rumahsakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Tambunan, G.W., 1995, Diagnosa dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker

Terbanyak di Indonesia, cetakan 2, EGC, Jakarta.

Tara, E, 2001, Kanker Pada Wanita, Ladang Pustaka dan Intimedia, Jakarta.

Page 34: unud-291-1009483473-bab i, ii, iii, iv

34

23

WHO, 2006. Cervical Cancer Screening in Developing Countries : Report of

WHOconsultation.Geneva26-31.

available:httod/www.nccc.online.ora./world cancer. html.