Untuk orang yang aku cintai SHT · Web viewAgar setiap orang memiliki tempat terhormat di...
Transcript of Untuk orang yang aku cintai SHT · Web viewAgar setiap orang memiliki tempat terhormat di...
Saya mengatakan sebagaimana Anda sekalian dengarkan.
Saya memohon ampunan kepada Allah untuk diri saya, Anda
semua dan seluruh kaum Muslimin. Maka mohonkanlah ampunan
kepada Allah dan bertobatlah. Sesungguhnya Allah Maha
Menerima tobat lagi Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam. Dialah pelindung orang-orang shalih. Tiada permusuhan
melainkan kepada orang-orang zhalim. Shalawat dan salam
tercurah kepada Nabi Muhammad saw. Sang pemimpin para Nabi.
Imam orang-orang takwa dan panutan seluruh umat manusia.
Semoga pula shalawat dan salam mengalir kepada keluarga dan
para sahabatnya.
Amma ba’du.
Allah SWT berfirman, “Pergilah kamu beserta saudaramu
dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai
dalam mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 42) Telah Aku kabulkan
permohonanmu, Wahai Musa! Aku telah jadikan saudaramu
sebagai seorang Nabi yang akan menyertaimu. Dia adalah salah
seorang dari orang-orang pilihan. “dan janganlah kamu berdua
lalai dalam mengingat-Ku” (QS. Thaha: 42) mengandung dua
makna:
Pertama, larangan bersikap lembek dalam berdakwah. Sama artinya dengan janganlah kalian berdua takut pada
seseorang seberapa besar kesombongan dan kedudukannya.
Berjuanglah sekuat tenaga untuk menyampaikan dakwah pada
umat manusia.
Kedua, ada yang mengatakan bahwa firman Allah “dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku” (QS. Thaha:
42) janganlah kalian lengah dari mengingat-Ku dengan
mengucap tasbih, tahlil, takbir dan tahmid. Pasalnya, ketika
Musa memohon kepada Allah agar saudaranya diangkat sebagai
seorang pembantu untuk menyertainya, ia mengatakan, “Supaya
kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat
Engkau.” (QS. Thaha: 33-34) Maka seyogiyanya Musa tidak
melupakan apa yang telah ia tetapkan pada dirinya sendiri.
Yaitu dengan benyak mengucap tasbih serta berdzikir.
Bekal bagi jiwa adalah nilai-nilai yang bermakna.
Bukan dengan makanan dan minuman.
Maka perbanyaklah dzikir pada-Nya selama di bumi.
Agar kelak namamu teringat di langit.
Bermohonlah manakala engkau bersimpuh di hadapan-Nya
dengan mengikuti.
Doa-doa yang dilafalkan Dzu an-nuun bin Matta.
Bekal bagi hati adalah tasbih dan takbir. Bekal bagi
jiwa adalah tahmid dan tahlil. Maka Allah berkata kepada
Musa dan Harun agar mereka memperbanyak ucapan dzikir.
Karena mereka akan melewati tahapan-tahapan perjuangan yang
sangat sulit. Mereka akan berhadapan dengan perlawanan yang
sengit. Dan mereka berdua tidak akan sanggup menghadapi
semua itu tanpa berbekal kedekatan kepada Allah. Agar mereka
berdua selalu mengingat dan mengagungkan kebesaran Allah.
"Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas.” (QS. Thaha: 43) Kali ini ucapan Allah
kembali seperti pada awal-awal surat. Pada awal surat Allah
SWT berkata kepada Musa, “Pergilah kepada Fir’aun,
sesungguhnya ia telah melampaui batas.” (QS. Thaha: 24)
Sedangkan pada kali ini Allah SWT berkata, “Pergilah kamu
berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui
batas.” (QS. Thaha: 43) Pergilah kamu berdua kepadanya.
Ketahui bahwa dia adalah seorang yang sangat kelewatan lagi
diktator.
Namun bagaimana caranya Musa dan Harun untuk
menyampaikan dakwah kepada orang yang angkuh lagi keras itu?
Cara apa yang bisa ditempuh keduanya dalam berdakwah? Allah
SWT menjelaskan bahwa cara yang paling tepat dalam
menyampaikan dakwah kepada orang-orang angkuh lagi sombong
seperti Fir’aun dan para pembantunya adalah dengan ajakan
yang lembut. Ajakan yang ramah tanpa memperlihatkan sikap
keras. Dengan cara yang lemah lembut dan ramah itu bisa
mendatangkan rasa simpati yang mendalam. Orang lebih bisa
menerima ucapan yang baik, ramah dan sopan daripada
mendengarkan ajakan yang disertai dengan caci-maki atau
cemooh. Karena itu, tidak sepantasnya kita menghakimi orang
lain bahwa Allah telah menutup mati hati mereka. Tidak
sepantasnya kita mengatakan pada orang lain bahwa mereka
tidak akan pernah mendapat petunjuk. Bahwa mereka tidak bisa
berfikir secara baik. Untuk menyeru orang lain pada jalan
kebaikan, kita tidak harus menyalahkan mereka terlebih
dahulu. Sebaliknya, ucapan yang ramah, lembut dan sopan
justru bisa mendatangkan simpati yang mendalam dari mereka.
Allah berfirman, “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun,
sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 43-44)
Betapa indah dan menakjubkan firman Allah di atas.
Allah menceritakan keadaan Fir’aun sebagai seorang yang
kelewat batas, sombong, diktator, gemar membunuh dan
penentang kebenaran. Akan tetapi pada saat yang sama Dia
memerintahkan Nabi-Nya untuk bersikap lemah lembut dan ramah
terhadap Fir’aun. Tidak lain agar Fir’aun bisa menangkap
kebenaran dan mengikutinya. Ibnu Abbas mengomentari firman
Allah, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lembut.” Agar Musa dan Harun bersedia melihat
kenyataan bahwa Fir’aun adalah seorang yang memiliki
kekuasaan (kerajaan). Karena itu, mereka sebaiknya menempuh
cara yang ramah.
Ketika Musa sampai kepada Fir’aun, ia berkata, “Jika
engkau menerima ajakan kami, maka Allah akan menjadikan
kekuasaan ini tetap berada padamu. Bahkan Allah akan benar-
benar akan menguatkan kedudukanmu lebih dari sekarang.”
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha:
44) Mudah-mudahan ia mengingat nikmat-nikmat Allah yang
telah dilimpahkan kepadanya. Adakalanya manusia bersedia
menerima sesuatu dikarenakan ketertarikan. Adakalanya pula
yang bersedia menerima sesuatu ajakan melalui intimidasi
terlebih dahulu. Oleh karena itu, menjadi syarat mutlak
untuk mengetahui celah mana agar cara yang disampaikan bisa
menyentuh hati. Bagaimana agar ajakan tersebut bisa
diterima. Dalam hal ini, memahami metode komunikasi
merupakan hal penting yang harus dikuasai seseorang sebelum
melakukan langkah-langkah dakwah. Karena dengan begitu, bisa
ditentukan cara mana yang dapat diterapkan hingga penerimaan
orang bisa lebih diharapkan.
Musa dan Harun berkata, “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya
kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan
bertambah melampaui batas.” (QS. Thaha: 45) Padahal
sesungguhnya Allah amat mengetahui bahwa Fir’aun adalah
seorang yang melampaui batas. Allah mengetahui bahwa ia
adalah seorang yang sangat kejam. Karena itu Allah
berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku
beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thaha:
46) Apabila Allah menyertai kamu, lalu kenapa harus takut?
Jika Allah adalah penolongmu, lalu dari siapa engkau takut?
Pergilah kamu berdua dan pegang teguhlah pendirian ini.
Jangan sekali-kali merasa takut pada seseorang, selama Allah
menyertai kalian. Jangan pernah gentar pada seseorang selama
Allah menjadi penolong kalian.
Musa merasakan takut selama tiga kali. Satu kali saat
melihat tongkat yang berubah menjadi ular. Lalu Allah
berfirman, “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula.” (QS. Thaha: 21)
Lalu kali ini, yaitu ketika ia memasuki istana kerajaan
Fir’aun, hingga Allah berkata, “Janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat.” (QS. Thaha: 46) Kali ketiga adalah
saat berada di medan pertemuan di hadapan banyak orang.
Ketika itu Allah berkata kepadanya, “Maka Musa merasa takut
dalam hatinya. Kami berkata, ‘Janganlah kamu takut,
sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).” (QS.
Thaha: 67-68)
Kembali pada ayat di atas: “Janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat. Maka datanglah kamu berdua kepadanya
(Fir’aun) dan katakanlah, ‘Sesungguhnya kami berdua adalah
utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami
dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah
datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami)
dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang
yang mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha: 46-47)
Musa mendatangi Fir’aun. Harun berdiri di sampingnya.
Musa berbicara kepada Fir’aun. Harun bertugas menguatkan dan
membantu Musa. Sementara penjahat yang kejam dan bengis itu
menatap keduanya dengan angkuh. Ia menggambarkan dirinya
sebagai tuhan. Ia mendeklarasikan dirinya sebagai pencipta.
Ia mengingkari tauhid kepada Tuhan semesta alam. Meskipun
dalam hatinya menyakini kebenaran akan adanya Tuhan yang
Mahakuasa atas segala sesuatu. Hal itu seperti yang
digambarkan Musa, “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa
tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan
Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang
nyata. Dan sesungguhnya aku mengira kamu, Hai Fir’aun
seorang yang akan binasa.” (QS. al-Isra: 102)
Fir’aun hanya tertawa manakala Musa mengajaknya untuk
kembali kepada jalan Allah SWT. Fir’aun merendahkan dan
menghinakan mereka berdua. Itu disebabkan dirinya seorang
yang angkuh, sombong dan durhaka. Ia tidak mengindahkan
nilai-nilai kebenaran. Ia menginjak-injak pesan sejarah di
bawah telapak kakinya. Tata nilai dan perangai bijak ia
sembunyikan di balik punggungnya. Sedikitpun ia tidak
memandang kebenaran sebagai pegangan hidupnya.
Ia menghinakan Musa dan memandangnya tidak lebih dari
seorang penggembala ternak. Ia memandang Musa sebagai
seorang lelaki bodoh yang selalu membawa tongkat gembala.
Seorang lelaki bodoh yang datang dari gurun. Seorang lelaki
yang tidak mengerti peradaban. Lalu ia membandingkannya
dengan keadaan dirinya. Ia melihat dunia berada di bawah
kekuasannya. Dengan begitu kesombongannya semakin bertambah
besar.
Seperti itulah perilaku orang-orang angkuh yang tidak
melihat kebenaran dengan mata hati. Selamanya mereka tidak
beriman kepada Allah. Selamanya mereka tidak menyembah
kepada Allah. Selamanya mereka tidak merasa takut atau
khawatir akan siksa Allah. Dan begitulah tabiat setiap
Fir’aun hingga kiamat tiba.
Fir’aun mengajukan pertanyaan yang sangat merendahkan
Musa tatkala ia menyampaikan amanat dari Tuhannya. “Berkata
Firaun, ‘Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?” (QS.
Thaha: 49) Dia tidak mengetahui adanya Tuhan dan tidak pula
mengimani-Nya. Lalu apa jawaban Musa? “Musa berkata, ‘Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
(QS. Thaha: 50) Maka jika engkau sanggup melakukan itu,
layaklah engkau disebut sebagai tuhan. Jika engkau tidak
sanggup untuk itu, berarti engkau bukanlah tuhan yang pantas
disembah. Bagaimana menurutmu?
Imam Zamakhsari berkata, “Allah SWT menggerakkan
jawaban untuknya.”
Menurut salah seorang ulama bahwa dengan jawaban yang
jelas itu, Musa sesungguhnya telah memberikan tamparan keras
pada muka Fir’aun. Dengan ucapan “Khalqahu” (bentuk
kejadiannya) menyimpan setumpuk ibarat. Demikian pula pada
ucapannya “Hadaa” (memberi petunjuk). Bahwa Tuhan Musa
adalah Tuhan yang memberi petunjuk kepada segala sesuatu.
Dialah yang memberi petunjuk pada sang bayi saat dilahirkan.
Bayi yang tidak mengetahui sesuatu, bayi yang tidak melihat
sesuatu ditunjukkan oleh Allah hingga mencapai susu ibunya.
Dialah Tuhan yang memberi petunjuk pada lebah untuk
terbang beribu-ribu mil jauhnya. Allah mengarahkan lebah
menemukan bunga-bunga mewangi. Dan Allah yang memberinya
petunjuk untuk kembali lagi ke sarangnya.
Dialah Tuhan yang memberi petunjuk pada burung merpati
pos, saat mengantar surat dari suatu tempat ke lain tempat.
Lalu Dia pula yang memberinya petunjuk untuk kembali ke
tempat asalnya. Merpati melewati semua itu tanpa pernah
tersesat di jalannya, tentu berkat petunjuk dari Allah.
Bisa jadi lebah memang dilengkapi dengan perangkat
khusus yang dapat mendeteksi di mana sarangnya berada. Allah
SWT berfirman, “Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah,
‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu,
dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.’ Kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS. an-Nahl:
68-69)
Sesungguhnya Allahlah “yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.” Melalui ayat ini Fir’aun merasa terpukul dan
hanya bisa diam membisu. Kelemahannya tampak jelas sebagai
sebuah kegagalan. Akan tetapi ia mencoba melemparkan
pertanyaan lain. “Berkata Fir’aun, ‘Maka bagaimanakah
keadaan umat-umat yang dahulu?” (QS. Thaha: 51) atau dengan
kata lain, di mana perginya orang tua dan pendahulu kami?
Musa menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku,
di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak
akan lupa.” (QS. Thaha: 52) apa urusanmu dengan masalah ini?
apa kepentinganmu terhadap masalah ini? Engkau tidak lain
hanyalah sebutir biji dari sekian banyak biji yang ada di
muka bumi. Engkau hanyalah seekor serangga dari sekian
banyak serangga.
Tak pernah! Engkau tak pernah tahu siapa engkau.
Engkau tidak pernah mengerti dengan apa engkau ada.
Engkau hanyalah seorang makhluk yang hina lagi tak
berdaya.
Bahkan engkau pun tidak pernah tahu ke mana akan
pergi.
Jawaban Musa seperti yang terekam pada ayat di atas
merupakan pukulan kedua yang mendarat ke muka Fir’aun.
Jawaban itu sekaligus membuka aib dan kelemahan seorang
penguasa bengis di hadapan kaumnya sendiri. Sementara Musa
akan selalu diingat dalam barisan para Nabi yang ikhlas
dalam berdakwah. Namanya akan selalu dikenang hingga kiamat
tiba.
Wahai orang mukmin!
Ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah
ini.
Pertama, berpegang teguh dengan kalimat “la ilaaha illallah”. Untuk menegakkan kalimat inilah sesungguhnya
kitab-kitab itu diturunkan. Untuk kepentingan tauhid inilah
sesungguhnya para Rasul itu diutus. Untuk tujuan itulah
sesungguhnya langit, bumi dan seisinya diciptakan. Dan untuk
meninggikan kalimat itu pulalah peperangan serta perjuangan
dikobarkan.
Suka atau tidak, senang atau tidak, kita harus
berpegang pada kalimat tauhid itu. Dengan kalimat itulah
kita patut berbangga. Dan dengan kalimat itulah masing-
masing dari kita mengatur seluruh sisi kehidupan. Baik
penguasa, pegawai pemerintah, para hakim, orang-orang
berwenang, para aktivis jurnalistik hingga para penyair
sekalipun seharusnya menjadikan kalimat tauhid itu sebagai
pedoman dalam menjalani proses kehidupan.
Kedua, masalah shalat. Aga sesungguhnya dijalankan dengan amalan shalat. Tidak ada agama yang tidak memiliki
amalan shalat. Dan tidak ada pula amalan shalat tanpa agama.
Ketiga, masalah iman pada hari akhir. Manakala kita tidak menjadikan hal ini sebagai sebuah permasalahan yang
patut kita perhatikan, maka kedamaian, keselamatan, dan
ketenteraman tidak akan pernah terwujud. Pasalnya, orang-
orang yang lalai akan hari akhir, mereka akan saling
membunuh. Mereka akan saling menghasut. Mereka akan saling
bermusuhan. Dan mereka akan saling menghancurkan. Semua itu
dikarenakan mereka tidak mempercayai hari akhir.
Keempat, masalah kemenangan. Patut kita tahu bahwa Allah SWT menolong para wali-Nya. Bahwa Allah SWT selalu
menguatkan para kekasih-Nya. Meskipun kelihatannya mereka
adalah orang-orang yang terkalahkan atau terpinggirkan,
sesungguhnya mereka pasti menuai hasil dari usaha dan
perjuangan keras mereka. Dan karena itu, mereka akan
memperoleh kemenangan. “Sesungguhnya kami menolong Rasul-
rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).”
(QS. Ghafir: 51)
Kelima, masalah syukur. Allah SWT menuntut hamba-Nya untuk selalu mengingat kebaikan. Agar selalu mensyukuri
nikmat. Dan agar selalu menjaga pegangan.
Keenam, tentang teknik berdakwah. Bagaimana seorang penyeru kebenaran bisa mengetahui celah yang dapat dilalui
untuk menyentuh hati lawan bicara. Yaitu dengan cara
menghilangkan sikap-sikap kasar yang dapat melukai perasaan.
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran:
159)
Ada seorang lelaki pedalaman mendatangi Harun ar-
Rasyid. Ia berkata, “Wahai Harun!” “Ya.” Jawab Harun. Lelaki
itu kemudian berkata, “Aku mempunyai suatu perkataan yang
sangat keras dan kasar, maka dengarkanlah!” Harun menjawab,
“Demi Allah! Aku tidak bersedia mendengarnya. Demi Allah!
Aku tidak akan mendengarnya. Demi Allah! Aku tidak akan
mendengarnya.” “Kenapa?” Tanya lelaki pedalaman itu
keheranan. Lalu Harun menjawab lagi, “Karena Allah SWT telah
mengutus orang yang lebih baik darimu kepada orang yang
lebih buruk daripada aku.” Kemudian Harun mengucapkan firman
Allah, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”(QS.
Thaha: 44)
Jadi bersikap lemah lembut dalam berdakwah merupakan
suatu tuntutan yang tidak bisa disepelekan. Adab berdialog
dengan orang lain harus ditegakkan dalam berdakwah. Demikian
pula menempatkan orang sesuai dengan kedudukannya adalah
suatu cara yang sangat baik. Sama halnya dengan menjaga
perasaan tatkala melangsungkan komunikasi.
Ketujuh, seorang Muslim tidak perlu merasa khawatir dan takut. Sesungguhnya jiwa manusia berada dalam genggaman
Allah. Rezeki manusia tersimpan dalam lumbung-lumbung
kekuasaan Allah. Dialah yang menghidupkan dan mematikan.
Dialah yang mencukupkan dan meniadakan. Dialah yang
mendatangkan manfaat atau madharat. Hanya dalam genggaman
Allah segala sesuatu bisa terjadi. Tiada Tuhan kecuali Dia.
Dan tiada sesembahan selain Dia.
Itulah beberapa pelajaran yang dapat disarikan dari
kisah Musa as. Dan sesungguhnya pelajaran semacam ini
menjadi ruh dari setiap surat dalam al-Qur’an. Maka marilah
kita senantiasa merapatkan barisan dan duduk melingkar
bersama Musa as.
Kisah Musa sangat panjang. Kejadian serta peristiwa
yang menyertainya amatlah beragam. Di setiap episode selalu
ada hikmah dan pelajaran. Dan di setiap tahapannya selalu
ada pemantapan dasar-dasar akidah. Semoga Allah memberi
keselamatan kepada Musa as.
Adapun Fir’aun dan pengikutnya maka “kepada mereka
dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari
terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah
Fir’aun dan pengikutnya ke dalam azab yang sangat keras.”
(QS. Ghafir: 46)
Wahai hamba Allah!
Berikanlah shalawat dan salam kepada orang yang telah
Allah perintahkan kalian untuk memberi shalawat dan salam
kepadanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi-
Mu sekaligus kekasih-Mu; Muhammad. Dan tampakkanlah
kepadanya ucapan shalawat serta salam dari kami pada saat
yang penuh berkah ini, Wahai Tuhan sekalian alam. Ya Allah
berikanlah ridha-Mu kepada para sahabat yang suci. Orang-
orang Muhajirin dan Anshor. Juga kepada siapa saja yang
mengikuti jalan kebenaran mereka dengan baik hingga hari
kiamat. Dan anugerahkan kepada kami kemurahan-Mu, Wahai
Tuhan kami yang Maha Pemurah.
***
HAJI RASUL
Segala puji bagi Allah. Kepada-Nya kita panjatkan puji
dan kepada-Nya kita mohonkan pertolongan. Ampunan-Nya kita
harapkan dan lindungan-Nya kita nantikan. Kita berlindung
pada-Nya dari keburukan-keburukan dan dosa-dosa yang pernah
kita perbuat. Maka siapa yang Ia beri petunjuk, sekali-kali
tiada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa yang Dia
sesatkan, tiada pula yang sanggup memberinya petunjuk. Aku
bersaksi tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah.
Dialah Tuhan Yang Esa. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku pun
bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitab
Allah SWT. dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk yang
dibawa Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah yang
datang kemudian. Karena apa yang datang kemudian adalah
bid’ah. Sedangkan bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan akan
berakhir di neraka.
Allah SWT berfirman, “Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu
dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. al-Hajj: 27)
Seruan ini merupakan panggilan sangat mulia yang
datang dari Allah SWT. seruan ini ditujukan kepada seluruh
umat Islam untuk melaksanakan ibadah yang agung. Sekaligus
merupakan bagian dari rukun Islam.
Bapak tauhid kita; Ibrahim as telah mendirikan
bangunan rumah Allah. Ia mengangkat batu dari atas bahu
puteranya; Ismail as. Mereka berdua mendekatkan diri kepada
Allah SWT, “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan
kami), sesungguhnya engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 127) Bangunan itu menjadi
sempurna. Dengan begitu ka’bah telah menjulang ke langit,
yang berarti kebenaran telah menjadi nyata.
Ibrahim berkata kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku! Apa yang
harus aku lakukan sekarang?” Tuhan berkata, “Naiklah ke atas
gunung Abi Qais!” itu adalah pegunungan yang terbesar yang
ada di Mekkah. Lalu Ibrahim mendaki gunung dan berkata
kepada Tuhannya, “Apa yang aku ucapkan?” Allah berfirman,
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki,
dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap
penjuru yang jauh.” (QS. al-Hajj: 27) Ibrahim lalu berseru,
“Wahai manusia! Wahai hamba Allah! Berkunjunglah ke rumah
Allah!” Allah memperdengarkan seruan Ibrahim itu kepada
setetes nutfah yang ada dalam rahim para ibu. Allah
memperdengarkan seruan Ibrahim pada kehidupan, pada alam dan
tumbuh-tumbuhan. Lalu semua ahli tauhid menjawab,
“Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik,
innal hamda wannikmata laka walmulka la syarika laka.” (Kami
memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, Kami memenuhi panggilan-Mu.
Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat dan
kekuasaan hanya ada pada-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).
Seluruh kehidupan mengucap talbiah. Bumi mengucap
talbiah. Langit mengucap talbiah. Seluruh alam mengucap
talbiah. Dan seluruh keadaan menjadi saksi bahwa kemenangan
berada di tangan agama hanif ini. Dan bahwa kebahagiaan
hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.
Yang melegakan hati adalah apa yang terjadi di kota
Moskow, ibu kota negara komunis. Dari kota itu keluar ribuan
ahli tauhid melafalkan talbiah sebagaimana yang dilakukan
para ahli tauhid di belahan bumi yang lain.
Wahai saudara seiman dan seagama!
Sesungguhnya ibadah haji menyimpan banyak makna. Ia
mengandung sejumlah tujuan. Dan ia membawa sekian petunjuk
kebenaran. Oleh karena itu kita berkeharusan untuk mengenali
makna-makna dan tujuan yang ada darinya. Secara umum ibadah
yang dijalankan dalam Islam selalu dianjurkan untuk
dikerjakan dengan keindahan dan hiasan yang menarik. Namun
tidak demikian dengan ibadah haji. Pelaku haji yang paling
utama adalah mereka yang kusut dan tidak rapi. Pelaku haji
yang cantik adalah mereka yang tidak beralas kaki. Dan
sekali lagi pelaku haji yang paling agung adalah mereka yang
lapar lagi dahaga.
Dalam pakaian ihram yang serba putih itu sesungguhnya
mengingatkan keniscayaan seorang hamba untuk mengenakan
kafan. Jika dengan pakaian ihram ini seorang hamba melakukan
perjalanan menuju arafat, maka dengan kain kafan
sesungguhnya manusia tengah berproses menuju tempat yang
sangat luas. Setiap kali engkau mengenakan pakaian ihram,
hal itu akan mengingatkanmu pada kafan. Selanjutnya akan
membawa ingatanmu pada hari hasyr. Bahwa engkau tidak akan
pernah meninggalkan dunia ini melainkan dengan memakai kafan
yang putih ini.
Cukupkanlah dirimu dari dunia ini, relakanlah ia.
Tanpa itu engkau hanya beroleh kesenangan badan.
Tataplah mereka yang menggenggam erat dunia.
Adakah meninggalkan dunia tanpa wewangi dan kafan?
Sementara itu dalam ihram ada beberapa pelajaran yang
dapat kita petik. Di antaranya adalah persamaan dan
kesetaraan. Hal ini merupakan perkara yang selalu dianjurkan
oleh Islam untuk diwujudkan. Tidak ada para penguasa maupun
pemimpin yang tidak mengenakan itu saat ihram. Semua orang
sama dalam berpakaian. Tidak ada kelebihan antara yang satu
dari yang lain. Semua orang terkumpul di tengah padang yang
sama. Hanya untuk menyisakan kebesaran, kekuasaan, kemegahan
dan keperkasaan sebagai milik Allah semata. “Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya (Allah). Bagi-Nya-
lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” (QS. al-Qashash: 88)
“Kepunyaan siapakah kerajaan hari ini? Kepunyaan Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”(QS. Ghafir: 16)
Semua orang menjadi rendah. Semua orang menjadi hina.
Dan semua orang menjadi miskin di hadapan kebesaran dan
keagungan Allah.
Adapun wukuf di arafah, hal itu bisa kita artikan
sebagai momen muktamar internasional bagi umat Islam. Wukuf
mencerminkan rahasia keabadian kita di muka bumi. Dengan
wukuf kita layak berbangga sebagai bagian dair penduduk
bumi. Jika banyak orang berkumpul dalam muktamar secara
terjadwal dan teratur dengan seperangkat tata cara, maka
kita sebagai umat Islam pada hari Arafah siap menerkam bumi
di bawah terik matahari yang membakar tubuh.
Allahu Akbar! Allahu Akbar…! Betapa agung haru itu!
Allahu Akbar! Allahu Akbar…! Betapa dahsyat hari itu!
Kemudian Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada
orang-orang yang melakukan wukuf. Pada hari Arafah itu Dia
menampakkan kebesaran-Nya kepada manusia. Dia turun ke
langit bumi melalui kebesaran-Nya. Dia mengumpulkan para
malaikat seraya berkata, “Wahai para malaikat! Lihatlah
kepada hamba-hamba-Ku! Perlihatkan pada-Ku hamba-Ku yang
kusut lagi tidak rapi. Yang mengerjakan dengan terang-
terangan. Aku bersaksi pada kalian bahwa Aku memberi ampunan
pada mereka.” 1
Orang-orang yang kusut, tidak rapi dan sanggup
melakukannya dengan terang-terangan adalah mereka yang
rambutnya kusut karena terbakar sinar matahari. Adalah
mereka yang tidak memakai wewangian. Yang tidak mengenakan
peneduh. Semua yang dilakukan hanya untuk mencari ridha
Allah.
Jika ucapan pendengki Kami bisa membuatmu senang.
Kau takkan terluka manakala rasa sakit itu
memuaskanmu.
Tinggalkanlah rumah dan kampung halaman kalian.
Duduklah di atas debu tanah yang terbakar terik matahari.
Wahai alam! Saksikanlah! Wahai dunia! Dengarkanlah!
Ini adalah hari Arafah. Hari dimana Nabi dan pemimpin kami
melakukan wukuf. Beliau mengenakan dua helai pakaian.
Rambutnya kusut dan berdebu. Beliau berbicara pada dunia dan
berkata-kata kepada seluruh umat manusia. Memang beliau
melakukan wukuf di sana, namun kami selalu mengingatnya di
sini. Dan kami akan selalu mengingatnya di setiap tempat.
Kami akan selalu berteduh dalam kasihnya. Dan kami akan
selalu bernaung dalam dakwahnya.
Sesungguhnya Muhammad saw adalah sejarah umat manusia.
Beliau adalah perlambang kebesaran sekaligus kejayaan umat
manusia. Beliau telah melakukan wukuf di padang arafah ini
dan beliau telah pula menanamkan tiga pedoman penting bagi
kehidupan.
Pertama, mengakhiri perbedaan rasial.1 Riwayat Ahmad dari Abdullah bin Amr bin Ash.
Muhammad saw telah menghapuskan segala bentuk
diskriminasi rasial antara manusia. Secara sungguh-sungguh
beliau mengubur benih-benih diksriminasi yang pernah ada di
muka bumi ini. Beliau memendamnya dalam-dalam di bawah
kakinya. Dan itu terjadi sekitar empat belas abad silam.
Sementara di zaman kita sekarang masih ada negara —yang
mengaku sebagai negara besar di dunia— justru menerapkan
praktek diskriminasi antar warganya sendiri. Ironisnya,
diskriminasi tersebut lebih didasarkan pada warna kulit dan
keturunan.
Islam sendiri tidak membedakan antara kulit putih dan
hitam. Islam tidak memandang perbedaan dari sisi keturunan
dan ras. Islam tidak meletakkan perbedaan atas dasar
kekayaan materi, harta, pangkat dan kedudukan. “Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat:
13)
Saat melakukan wukuf, Nabi memanggil Abu Bakar dan
mengatakan padanya, “Wahai Tuan! Engkau dan Bilal al-Habsy
adalah saudara. Tidak ada perbedaan antara kamu berdua di
hadapan Allah melainkan dengan takwa.” Lalu Rasulullah saw
berpindah dan berkata kepada Umar, “Wahai Umar! Wahai al-
Faruq! Engkau dan Shahib ar-Rumi adalah saudara.” Kemudian
beliau berpindah lagi dan berkata kepada Ali, “Wahai Ali!
Engkau dan Salman al-Farisi adalah saudara.”
Kedua, hak-hak wanita.Beliau menegaskan bahwa wanita memiliki peranan
tersendiri dalam masyarakat. Wanita merupakan perlambang
separuh umat. Selain itu pula wanita sanggup melahirkan
separuh lagi. Dengan demikian maka wanita sesungguhnya umat
yang sangat sempurna.
Adapun mereka yang sering mengkampanyekan kemerdekaan
kaum wanita, sesungguhnya adalah musuh bagi kaum wanita itu
sendiri. Mereka hanya menghendaki keberadaan kaum wanita
tidak lebih dari sekedar jasad yang menjadi buruan serigala
dan binatang buas di muka bumi.
Ketiga, hak asasi manusia.Masalah ketiga yang ditegaskan oleh Rasullah saw dalam
momentum wukuf adalah hak-hak dasar umat manusia. Beliau
mengkampanyekan hak asasi manusia dengan tujuan untuk
memuliakan martabat manusia itu sendiri. Agar setiap orang
memiliki tempat terhormat di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat. Agar manusia tidak bertindak seperti
binatang.
Andaikata orang tersebut seorang Muslim dan beriman,
tentu saja kehormatan dan hak-haknya akan semakin terjaga.
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kekayaan
kalian adalah wajib kalian jaga. Sebagaimana terjaganya hari
ini, pada bulan ini dan di negeri ini.” (HR. Bukhari 1/24)
Beliau menatap ka’bah sambil berkata, “Betapa tinggi
kebesaranmu. Betapa terjaga kesucianmu. Demi Dzat yang Aku
berada dalam kekuasan-Nya, sesungguhnya orang mukmin
memiliki kehormatan yang lebih besar di sisi Allah daripada
engkau.” (HR. Ibnu Majah 2/1297)
Wahai manusia!
Siapakah yang sesungguhnya telah mengkampanyekan hak-
hak asasi manusia? Siapakah yang sesungguhnya telah
menerapkan hak asasi manusia dalam realitas kehidupan?
Adakah perangkat perundang-undangan internasional
datang membawa semangat hak asasi manusia?
Adakah perundang-undangan tersebut sejalan dengan
prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang sesungguhnya?
Demi Tuhan, tidak! Justru merekalah yang seharusnya
bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang menghitamkan
sejarah perjalanan manusia. Mereka membunuh orang-orang
tidak berdosa. Dan mereka memenjarakan orang-orang yang
tidak berdaya. Dengan berlindung di balik undang-undang
mereka mengabsahkan tindakan pembunuhan sesama manusia.
Adapun Muhammad saw, dia adalah seorang pionir yang
sungguh-sungguh menegaskan pentingnya menjaga hak asasi
manusia. Beliau dengan terang-terangan mengajarkan
penghormatan antar sesama. Beliau menegaskan bahwa Allah
senantiasa bersama manusia, selama manusia taat, patuh dan
tunduk kepada-Nya.
Nabi turun dari tempat di mana beliau berdiri. Beliau
pergi menuju jabal rahmah. Selepas shalat Zhuhur hingga
menjelang waktu Maghrib, beliau berwukuf di sana. Beliau
menangis, melafalkan istighfar. Beliau begitu tawadhu kepada
Allah SWT.
Beliau berdiri di jabal rahmah, sementara semua orang
menatap ke arahnya. Semua yang hadir mendengarkan kalimat-
kalimatnya. Karena mereka benar-benar memahami bahwa beliau
“tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS. an-Najm: 3-4)
Pelajaran yang dapat diurai dari peristiwa Arafah
amatlah panjang dan lebar. Belum lagi bahwa makna-makna yang
tersimpan dari pelaksanaan haji Rasulullah saw adalah sangat
banyak. Akan tetapi kita hanya membahas makna-makna yang
agak terselubung dari beragam hikmah yang ada.
Wahai hamba Allah!
Rasulullah saw berangkat menuju tempat pelemparan
jumrah. Dalam hal ini banyak sekali makna yang tersimpan. Di
antaranya:
Pertama, dengan kerikil-kerikil kecil itu sesungguhnya engkau mengumumkan kemenangan berperang melawan setan.
Sekaligus menegaskan bahwa engkau hanyalah hamba Allah
semata. Hingga jika saja engkau tidak mengetahui makna yang
terselubung ini, sesungguhnya pada kondisi semacam itu
engkau menegaskan adanya peperangan yang terus berlangsung
antara yang hak dan yang batil.
Sesungguhnya orang-orang yang melempar jumrah
menegaskan kebenaran mereka. Mereka menyatakan keikhlasan
dalam menghamba kepada Allah. Adapun penghamba dunia,
pujian, sanjungan dan penghargaan dari orang lain
sesungguhnya tidak memahami arti melempar jumrah. Mereka
tidak mengetahui makna berwukuf di Arafah. Tidak pula
mengerti makna thawaf di sekeliling ka’bah.
Kedua, dalam prosesi melempar jumrah sesungguhnya juga menyimpan arti kemenangan manusia dalam menundukkan hawa
nafsu. Sekaligus mengakhiri penghambaan kepada selain Allah
SWT.
Inilah dia Rasulullah saw berpindah lagi untuk
melanjutkan tahapan-tahapan prosesi ibadah haji. kali ini
beliau sampai ke masjid haram. Beliau sampai ke baitullah
untuk melaksanakan thawaf. Beliau hendak memeluk hajar
aswad. Karena dengan begitu akan mengingatkan kembali segala
kenangan yang pernah ada saat bertemu dengan hajar aswad.
Beliau tidak kuasa membendung air mata yang mengguyur
laksana hujan. Hingga Umar bergegas mendekati beliau. “Apa
ini Ya Rasulullah?” Tanya Umar keheranan. Beliau menjawab,
“Di sini tertuang banyak sekali air mata, wahai Umar!”
(HR.Ibnu Majah 2/982)
Ingatlah, kenangan itu membangkitkan emosi anak muda.
Di antara kebiasaan orang yang bersedih hati adalah
suka mengenang.
Wahai hamba Allah!
“Siapa yang berangkat menunaikan haji sedangkan ia
tidak mengucap kata-kata kotor dan tidak pula berbuat fasik
maka ia akan kembali seperti hari saat ia dilahirkan
ibunya.” (HR. Bukhari 2/141) Sungguh orang yang sanggup
berbuat demikian adalah sama dengan keadaannya saat
dilahirkan. Ia terbebas dari dosa, maksiat dan cela.
Pada mulanya orang-orang Quraisy berwukuf di
Muzdalifah, sementara orang-orang banyak yang berwukuf di
Arafah. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, “Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak
(Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 199)
Bergabunglah bersama orang banyak. Lakukanlah wukuf bersama
mereka. Janganlah memisahkan diri dan jangan pula bercerai
berai. Jadilah satu umat dan satu golongan.
Sesungguhnya hari Arafah adalah hari menghancurkan
kesesatan. Hari Arafah adalah saat memperlihatkan kekuatan
Allah SWT. bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain
Allah SWT.
Wahai kaum Muslimin!
Akan tetapi haji bukanlah momen untuk melakukan demo
dan pamer kekuatan. Bukan pula kesempatan untuk berbuat
gaduh. Orang yang menggunakan kesempatan semacam ini untuk
kepentingan yang tidak dibenarkan agama adalah penjahat.
Sesungguhnya amalan ibadah haji ditunaikan dengan khusyu’,
hikmat dan tenang. Berhaji adalah menghadap kepada Yang
Mahaperkasa. Tujuan berhaji adalah untuk mengaitkan hati
kepada Allah SWT. Melalui ibadah ini kita menegaskan
kesatuan, kebersamaan dan keterkaitan kita.
“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang
beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang
berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. al-
Anfal: 63)
Itulah beberapa makna amalan ibadah haji. akan tetapi
siapa saja yang pergi ke sana, ia akan merasakan kehidupan
makna-makna tersebut sepanjang hari.
Semoga Allah menerima para pengunjung rumah-Nya.
Semoga doa-doa mereka didengarkan. Dan amalan-amalan mereka
diberkati oleh Allah SWT. aku mengatakan apa yang kalian
dengarkan. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku, dosa-dosa
kalian dan dosa seluruh kaum Muslimin. Bermohon ampunanlah
kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Pemberi maaf lagi Maha
Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji hanya kepada Allah. Dan permusuhan hanya
kepada oang-orang zhalim. Shalawat dan salam kepada pemimpin
orang-orang bertakwa serta panutan umat manusia; Muhammad
saw. Keselamatan dan kebaikan semoga mengalir kepada
keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya.
Amma ba’du.
Beberapa ulama mengomentari berbagai keajaiban dalam
haji Rasulullah saw. Rasanya saya tertarik untuk
mengemukakannya dalam khutbah kali ini.
Di antara keajaiban haji Rasulullah saw adalah bahwa
beliau berkhutbah kepada lebih dari seratus ribu jamaah
haji. Itu semua tidak termasuk kaum wanita dan anak-anak
kecil. Meskipun beliau tidak menggunakan pengeras suara atau
semisal mikrophon seperti sekarang, akan tetapi Allah SWT
memperdengarkan khutbah beliau kepada setiap orang di sana.
Suara beliau terbawa angin dan menyebar ke segala penjuru.
Seolah-olah beliau berada dekat dengan semua orang.
Peristiwa luar biasa lain adalah tatkala beliau hendak
menyembelih kurban. Beliau membawa seratus ekor unta betina
untuk disembelih sebagai tebusan sebagaimana yang pernah
dilakukan kakeknya, Ibrahim as saat menyembelih Ismail as.
Beliau adalah orang yang paling mengerti segala bentuk sikap
teladan dan terpuji. Selalu terdepan dalam barisan
peperangan. Sebagai seorang pahlawan sejati beliau adalah
orang yang paling senang berdamai. Dalam bersembahyang,
beliau adalah orang yang paling khusyu’. Dalam menghadapi
pertikaian beliau orang paling adil dan bijak. Dalam
berpolitik beliau pemimpin yang disegani. Dalam bersedekah
beliau adalah orang yang paling dermawan. Dan di rumahnya,
beliau adalah seorang ayah yang sangat santun dan hangat
pada keluarga.
Beliau mengambil golok (alat sembelih binatang).
Beliau mendekati unta yang hendak disembelih. Anehnya, unta
tersebut mendahului beliau untuk segera disembelih.
Subhanallah! Hewan, tidak lebih dari sekedar binatang bisa
merasakan kesenangan untuk menjemput maut. Sampai ketika
berada di hadapan beliau, sungguh itu menunjukkan betapa
cinta sejati dan hakiki benar-benar telah ditanamkan Allah
dalam hati seorang Muhammad Rasulullah. Unta-unta itu
mencintainya. Burung-burung di angkasa mencintainya. Hingga
tiang-tiang mimbar pun bernyanyi untuknya. Menurut al-
Bukhari, ketika Rasulullah saw berpindah dari mimbar lama
kepada mimbar yang baru, hal itu menyebabkan tangisan pada
mimbar pertama. Begitulah, semua mencintai beliau. (HR. al-
Bukhari 4/173)
La ilaha illallah! Adakah tiang-tiang kayu itu bisa
menangis? Benar. Itu manakala Muhammad berpisah dari mereka.
Begitulah, unta-unta itu saling mendahului untuk
berebut tempat sembelihan. Masing-masing menempatkan diri
pada tempat penyembelihan. Hingga Rasulullah cukup saja
mengucap, “Bismillah.” Beliau menyembelih enam puluh tiga
ekor, kemudian berhenti. Mengapa tidak meneruskan hingga
seratus ekor unta? Karena usia beliau hanya sampai enam
puluh tiga tahun saja. Setelah enam puluh tiga tahun beliau
akan meninggalkan dunia ini sebagaimana orang lain. Setelah
genap enam puluh tiga menyembelih unta-unta itu, selanjutnya
beliau memberikan golok sembelih kepada Ali bin Abu Thalib.
Ali melanjutkan sembelihan hingga seratus ekor. Dari sini
para sahabat yang memiliki pengetahuan bisa menangkap pesan
bahwa usia Rasulullah saw tidak akan melampaui jumlah
tersebut. Bahwa beliau akan meninggalkan umatnya di dunia.
Para sahabat yang mengerti ini mengucapkan “Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un.” Artinya: sesungguhnya kami adalah
milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. (QS. al-
Baqarah: 156)
Keanehan lain dalma haji Rasulullah saw adalah saat
beliau berkata kepada para sahabatnya, “Bisa jadi aku tidak
lagi berhaji setelah hajiku kali ini.” (HR. Muslim 2/943)
Para sahabat memahami bahwa beliau telah mengucapkan kata
perpisahan. Teriak dan tangis meramaikan suasana. Dan benar
setelah itu mereka tidak lagi menyaksikan Rasulullah saw
berhaji bersama mereka.
Adapun kita, insya Allah akan menyaksikan beliau.
Orang-orang yang jujur dan terpercaya dalam menegakkan
Sunnah beliau akan bisa menyaksikan kehadiran Muhammad.
Orang-orang yang ikhlas, orang-orang yang terus menggali
ajarannya dan tidak membawa jalan lain selain daripada jalan
Muhammad adalah orang-orang yang akan sanggup menyaksikan
kehadiran Rasulullah kembali.
Sementara mereka yang gemar berbuat keburukan dengan
berbuat fasik, menempuh jalan selain yang dibuka Rasulullah,
maka sesungguhnya mereka tidak akan pernah merasakan tetesan
dari tangan Rasulullah saw. Dan kepada mereka itu akan
dikatakan, “Binasalah kalian. Binasalah kalian.” Kita
memohon kepada Allah agar mengaliri kita dengan telaga yang
segar yang tiada akan meninggalkan dahaga selamanya.
Wahai hamba Allah!
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan selesainya masa
Rasulullah saw adalah saat beliau berada di Arafah dan
bermunajat kepada Allah. Saat itu beliau mengangkat kedua
tangannya tinggi-tinggi ke atas. Setelah selesai berdoa,
beliau menangis. Jibril mendatangi beliau dengan membawa
wahyu dari Allah SWT. “Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-
Maidah:3)
Para sahabat senior bisa memahami bahwa ayat tersebut
menandakan ajal Rasulullah saw telah dekat. Bahwa masa
perpisahan dengan Rasulullah saw telah nyaris tiba. Mereka
menangis dan menangis.
Selain keanehan-keanehan di atas, masih ada lagi
peristiwa yang menarik untuk dicatat. Ketika beliau hendak
mencukur rambut, Rasullah saw berkata kepada Muammar bin
Abdullah, “Wahai Muammar! Apakah engkau membawa pisau
pencukur?” “Ya Rasul!” Jawab Muammar. Kemudian beliau
berkata lagi, “Bacalah basmallah lalu cukurlah kepalaku!”
Beliau menyodorkan kepala sebelah kanan ke hadapan Muammar.
Itulah bagian kepala yang mencerminkan keadilan, kebenaran
dan kepastian. Beliau berkata, “Adakah engkau pernah
bermimpi Rasulullah saw menyodorkan kepalanya ke hadapanmu
sedangkan engkau membawa pisau cukur?” Muammar menjawab,
“Demi Allah! Ini adalah nikmat Allah yang sangat besar
hingga saya berkesempatan mencukur rambut Rasulullah saw.”
(HR. Ahmad 6/400)
Setelah sebagian selesai dicukur, Rasulullah saw
berkata kepada para sahabat, “Berbagilah kalian!” Serentak
para sahabat berebut kesempatan untuk mencukur kepala
beliau. Semuanya ingin mendapatkan kesempatan berharga
tersebut. Namun yang terjadi justru kegaduhan karena saling
berebut. Di antara mereka ada yang hanya mendapat sepotong
rambut Rasulullah saw.
Sesungguhnya yang demikian bukan berarti penyembahan
kepada selain Allah. Hal itu tidak lain karena kecintaan
yang sejati kepada Rasulullah saw sang kekasih Allah. Karena
melalui beliau Allah SWT menyelamatkan umat manusia dari
kesesatan dan kegelapan. Melalui beliau, Allah SWT
menunjukkan manusia pada cahaya kebenaran.
Kemudian Rasulullah memerintahkan Muammar untuk
mencukur sebagian yang masih tersisa. Muammar melanjutkan
apa yang diperintahkan Rasulullah saw. Setelah selesai
kepala beliau tercukur, beliau berkata, “Di manakah Abu
Talhah al-Anshari?” Abu Talhah segera mendekat dan Rasul
berkata kepadanya, “Ambillah semua rambut ini!” Dan Abu
Talhah hanya bisa menangis karena bahagia. (HR. Muslim
2/947)
Kebahagiaan yang meluap padaku hingga terasa.
Menakutiku, kebahagiaan itu membuatku menangis.
Itulah tadi beberapa makna haji dan kenangan bersama
Rasulullah saw. Sengaja saya paparkan untuk mengingatkan
diri saya sendiri dan Anda sekalian. Haji adalah salah satu
dari rukun Islam.
Maka barangsiapa berniat untuk mengunjungi rumah
Allah, hendaklah ia mengihlaskan niatnya. Hendaklah ia
menyucikan segala usahanya dari perkara haram. Sesungguhnya
Allah adalah Mahabaik. Dia tidak menerima sesuatu melainkan
yang baik lagi halal.
Jika engkau berhaji dengan harta yang asalnya haram.
Maka tidaklah engkau berhaji, itulah haji keledai
liar.
Jadikanlah teman dekatmu adalah orang-orang yang
shalih lagi baik hati. Berwukuflah engkau di Arafat dengan
penuh hikmat. Memohonlah ampunan kepada Allah SWT dengan
penuh pengharapan. Itu adalah hari di mana Allah SWT
membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka.
Wahai hamba Allah!
Bershalawatlah dan ucapkanlah slaam kepada orang yang
oleh Allah kalian diperintahkan untuk memanjatkan shalawat
dan salam. Dimana dalam kitab-Nya Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalwat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengucap
shalawat untukku satu shalwat, niscaya Allah mengucapkan
shalawat untuknya sepuluh kali.” (HR. Muslim 1/288)
Ya Allah! Limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi-
Mu dan kekasih-Mu Muhammad saw. Dan perlihatkanlah shalawat
serta salam dari kami pada saat yang penuh berkah ini.
***
ALLAH.. ALLAH.. ALLAH
Segala puji bagi Allah. Kami panjatkan puji untuk-Nya
dan kami memohon ampunan daripada-Nya. Kami berlindung
kepada Allah dari keburukan-keburukan diri kami serta
kejelekan-kejelekan perbuatan kami. siapa yang Ia beri
petunjuk, tak seorang pun dapat menyesatkannya. Dan siapa
yang Ia sesatkan, tak seorang pun dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dialah Tuhan Yang
Mahatunggal. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya kalimat yang paling benar adalah kitab
Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah hidayah yang dibawa
Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah yang datang
kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah. Setiap
bid’ah adalah sesat. Dan segala kesesatan berakhir di
neraka.
Wahai kaum Muslimin!
Rasulullah saw bersabda, “Aku diperintahkan untuk
memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah SWT. Bahwa aku adalah Rasul Allah. Juga agar
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka
melakukan semua itu maka mereka telah menjaga darah dan
harta mereka dariku kecuali yang harus diberikan sebagai
suatu keharusan. Dan mereka telah menjaga perhitungannya di
hadapan Allah.” (HR Bukhari 1/11, 12 dan Muslim 1/52)
Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk memerangi
manusia hingga mereka bersujud kepada Allah. Saat manusia
menyepelekan shalat atau mengingkarinya, atau tidak mengakui
kebenaran baitullah, sesungguhnya kehormatan mereka sebagai
manusia telah hilang. Mereka tidak lagi memiliki kemuliaan
dan kedudukan di hadapan Allah SWT.
Saat manusia meninggalkan shalat maka darahnya menjadi
sangat murah tidak berharga. Itu sama dengan menumpahkan
darah dengan sia-sia. Menghancurkan kehormatan sendiri.
Memenggal leher dengan pedang sendiri. Ada pendapat yang
mengatakan hal itu sebagai bentuk kekafiran. Dan pendapat
ini dibenarkan atau shahih.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Allah SWT menceritakan
suatu generasi yang menyepelekan shalat. Dia berfirman,
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan mempertuturkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 29)
Salah seorang ulama salaf ada yang mengatakan bahwa
ayat tersebut bukan berarti mengklaim adanya generasi yang
meninggalkan shalat secara keseluruhan. Melainkan mereka
gemar mengakhirkan shalat dari waktu yang telah ditentukan.
Islam seperti apakah jika seseorang itu meninggalkan
shalat? Agama semacam apa yang ia anut? Lalu apa makna
kalimat syahadat yang pernah terucap darinya; la ilaha
illallah. Apa arti syahadat bagi orang yang menelentarkan
shalat karena kesibukan mereka berdagang, bekerja dan
beraktifitas di masyarakat? Setelah semua itu lalu mereka
dengan ringan mengaku sebagai seorang Muslim. “Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’
(dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit saja.” (QS. an-Nisa: 142)
Benar bahwa mereka mengerjakan shalat. Akan tetapi
shalat Ashar mereka kerjakan saat matahari terbenam. Shalat
Zhuhur pada jam dua siang. Shalat Magrib merangkap Isya’.
Dan shalat Fajar bersama mentari terbit. Lalu di manakah
Islam? Di manakah kalimat la ilaha illallah? Dan di manakah
semangat keagamaan itu?
Sebelum turun perintah shalat Khauf, Rasulullah saw
melakukan perang Ahzab menghadapi orang-orang musyrik.
Beliau disibukkan dengan peperangan menghadapi musuh-musuh
Allah. Hingga beliau melupakan shalat Ashar hingga terbenam
matahari. Sesungguhnya beliau tidak meninggalkan shalat
karena lalai. Melainkan karena kesibukan melakukan
peperangan terhadap musuh-musuh Allah. Orang-orang Yahudi,
orang-orang musyrik dan orang-orang munafik membuat
Rasulullah saw melalaikan shalat Ashar. Ketika matahari
terbenam, beliau berkata, “Semoga Allah memenuhi rumah dan
kubur mereka dengan api neraka, sebagaimana mereka telah
melalaikan kita dari kewajiban mengerjakan shalat al-
wustha.” (HR. Bukjhari 3/233. Muslim 1/437, no 627)
Setelah itu Rasulullah saw berdiri mengerjakan shalat
dan Allah SWT menurunkan perintah shalat Khauf. Yaitu shalat
yang dapat dikerjakan di tengah-tengah pertempuran. Dapat
dikerjakan oleh setiap Muslim yang mengemudikan kendaraan
tempur. Dapat dikerjakan oleh setiap Muslim yang memanggul
senjata. Dapat dikerjakan oleh setiap Muslim yang sedang
sakit terbaring di atas tempat tidur. Dengan demikian maka
tidak seorang pun boleh meninggalkan shalat.
Mengakhirkan shalat dari waktunya adalah kemunafikan
yang sangat nyata. Hal ini banyak terjadi di tengah-tengah
masyarakat kita saat ini. Sesaat sebelum Rasulullah saw
wafat, beliau sempat mengucap, “As-shalat, as-shalat, wa maa
malakat aimanukum.” (HR Ahmad 6/290,31,315,321)
Agama semacam apakah tanpa ada shalat? Apa arti
mengaku sebagai seorang Muslim tanpa mengerjakan shalat?
Kita berbangga mengaku sebagai Muslim akan tetapi kita tidak
mengerjakan shalat. Di manakah Islam yang kita anut jika
masih menyepelekan shalat? Di manakah kejujuran kita kepada
Allah? Padahal Rasulullah saw telah bersabda, “Demi Dzat
yang aku berada dalam kekuasaan-Nya. Aku sungguh-sungguh
ingin memerintahkan shalat hingga ia benar-benar dikerjakan.
Kemudian aku memerintahkan seseorang agar ia mengerjakan
shalat bersama orang-orang. Kemudian aku bergegas bersama
para lelaki yang membawa seikat kayu bakar menuju kaum yang
tidak mengerjakan shalat. Maka aku membakar rumah-rumah
mereka.” (HR Bukhari 1/158)
Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Jika saja di dalam rumah-rumah itu tidak ada kaum
wanita dan anak-anak, niscaya aku kerjakan shalat Isya’ dan
aku perintahkan para pemuda agar mereka membakar semua yang
ada dalam rumah-rumah itu.” (Ahmad 2/36)
Kenapa bisa demikian? Tidak lain karena mereka adalah
orang-orang munafik. Mereka mengaku sebagai orang Islam akan
tetapi tidak mengerjakan shalat jamaah bersama orang-orang.
Mereka menyerukan kalimat la ilaha illallah namun kemudian
menelentarkan shalat di luar waktunya. Pernah suatu ketika
Rasulullah saw ditanya tentang amalan yang paling utama,
beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” (HR. Muslim 1/89 no
85)
Beliau juga pernah menegaskan, “Perjanjian antara kami
dengan mereka adalah shalat, maka siapa yang meninggalkan
shalat berarti telah menjadi kafir.” (an-Nasa’i: 1/231 no
463) Orang seperti itu darahnya halal secara syar’i. Karena
ia telah keluar dari agama. Ia tidak lagi memiliki
kehormatan yang wajib dijaga. Ia telah menjadi musuh Allah
karena telah mengobarkan peperangan melawan perintah-Nya.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya pembeda antara
seseorang dengan kemusyrikan serta kekafiran adalah
meninggalkan shalat.” (HR. Muslim 1/88 no 82)
Tidak ada alasan seseorang untuk meninggalkan shalat
berjamaah. Sepanjang ia masih sehat dan kuat maka
melaksanakan shalat bersama orang-orang (berjamaah) adalah
wajib. Ibnu Mas’ud ra berkata, “Bahkan terjadi pada masa
lalu, ada seorang lemah dengan dipapah dua orang dibawa
untuk sahalat berjama’ah, kemudian didirikan dalam shaf.”
Pernah suatu ketika salah seorang tabi’in bernama
Tsabit bin Amir bin Abdullah bin Zubair jatuh sakit. Saat
mendengar panggilan adzan shalat Maghrib, ia berkata kepada
anak-anaknya, “Bawalah aku ke masjid!” Anak-anaknya
menjawab, “Engkau sedang sakit, Allah memaafkanmu.” Ia
kembali berkata, “La ilaha illallah! Aku mendengar seruan
hayya ala as-shalat hayya ala al-falah dan aku tidak
menjawab seruan itu? Demi Allah! Bawalah aku ke masjid!”
Mereka pun akhirnya membawa ayahnya ke masjid. Ketika sampai
pada sujud terakhir dalam shalat maghrib itu, Allah SWT
mengangkat nyawanya.
Sebagian ulama ada yang menceritakan bahwa lelaki
tesebut ketika melaksanakan shalat Shubuh selalu memanjatkan
doa, “Ya Allah aku memohon kematian yang baik pada-Mu!” Lalu
ia ditanya apa maksud dari kematian yang baik itu. Ia
menjelaskan bahwa kematian yang baik seperti yang ia minta
dalam doanya adalah kematian yang datang saat ia bersujud.
Pada prinsipnya kematian yang baik adalah kematian
yang datang saat engkau berada dalam shalat. atau saat
engkau berjihad di jalan Allah. Atau saat engkau dalam
keadaan suci dan membaca al-Qur’an. Sama halnya ketika
kematian itu datang saat engkau dalam proses talab al-ilmi.
Atau ketika anda berada dalam majelis dzikir.
Sedangkan kematian yang buruk adalah kematian yang
datang saat engkau terlena mendengarkan nyanyian. Atau saat
engkau berpesta mengumbar nafsu di malam hari. Atau saat
engkau terlelap memeluk cawan anggur yang memabukkan. Begitu
pula kematian yang datang saat engkau berada dalam majelis
ghibah. Kematian yang buruk semacam ini semestinya dihindari
oleh orang-orang shalih yang berharap keberuntungan di hari
akhir.
Pernah suatu ketika Said bin al-Musayab berangkat ke
masjid di saat malam gelap gulita. Saat itu ada salah
seorang saudaranya menawarkan lentera untuk menerangi
jalannya. Namun ia hanya menjawab, “Cukuplah cahaya dari
Allah yang menerangiku.” “Dan barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun.” (QS. an-Nur: 40)
Dalam sebuah hadits dari Rasulullah saw dijelaskan,
“Berilah kabar kepada mereka yang ingin ke masjid di malam
gelap gulita akan cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (HR.
Abu Daud 1/154 no 561)
Adakah kegelapan di hari kiamat? Atau adakah waktu
malam di hari kiamat? Demi Allah gelapnya hari kiamat jauh
lebih gelap dari kegelapan yang pernah ada. Malam di hari
kiamat jauh lebih pekat dari kepekatan yang pernah ada. Dan
itu diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi masjid.
Yaitu orang-orang yang menyeleweng dari rumah-rumah Allah.
Di hari kiamat nanti jalan mereka tertutup kegelapan yang
sangat pekat dimana mereka hanya bisa berucap kepada orang-
orang mukmin, “Tunggulah kami supaya kami bisa mengambil
sebagian dari cahayamu.” Dikatakan kepada mereka, Kembalilah
kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” (QS.
al-Hadid: 13)
Konon, Said bin al-Musayyab hanya memiliki satu mata.
Menurut riwayat, matanya yang sebelah menjadi buta karena
terlalu banyak menangis di malam hari. Ia menangis karena
takut kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu ia berangkat
ke masjid di malam hari. Saat menjelang ajalnya tiba, ia
sempat berucap, “Demi Allah tidak pernah ada seorang penyeru
adzan melantunkan seruannya sejak empat puluh tahun lepas
melainkan aku selalu berada di dalam masjid. Sebelum adzan
pastilah engkau akan mendapati Said bin al-Musayyab sudah
berada dalam masjid.”
Kini telah datang suatu kaum, di mana mereka tidak
pernah berhenti mengenyam nikmat dan kemurahan Allah SWT.
Namun bersama itu mereka lupa menunaikan kewajibannya.
Mereka menyepelekan syiar-syiar Allah SWT. Dalam kehidupan
mereka ini shalat hanya menjadi bagian terakhir yang
terpikirkan. Padahal segala keluhan pastilah mengarah kepada
Allah SWT.
Ketika Umar melepaskan Saad untuk berperang ke al-
Qadisiyyah, ia tidak lupa mengucapkan pesan agar semua
pasukan tidak melupakan shalat. umar berkata, “Wahai Saad!
Berpesanlah kepada bala tentaramu untuk melaksanakan shalat.
Allah, Allah dalam shalat. Sesungguhnya kamu semua hanya
akan terkalahkan karena perbuatan maksiat. Maka berwasiatlah
kepada mereka untuk melaksanakan shalat.”
Dalam peperangan di masa sahabat itu mereka tidak
meninggalkan perintah shalat. Ketika barisan telah bertemu,
masing-masing tubuh telah merapat, anak-anak panah telah
keluar dari busurnya, pedang-pedang saling bertabrakan dan
kepala-kepala saling berjatuhan dari atas bahu, maka satu
golongan dari para sahabat yang gagah berani itu
meninggalkan barisan untuk berperang. Sedangkan segolongan
lagi mengerjakan shalat.
Kami adalah orang-orang yang ketika shalat telah
diserukan.
Sedangkan peperangan menumpahkan bejana-bejana merah
ke bumi.
Maka wajah-wajah kami mengarah ke Hijaz (kiblat)
dengan ucapan takbir.
Yang bergema dalam jiwa yang damai hingga jiwa itupun
bertakbir.
Para pendahulu kita pernah mendatangi ibukota
Afganistan. Mereka mengepung dari segala penjuru. Dan mereka
mengenakan pakaian kafan. Karena mereka berkeinginan untuk
hidup mulia atau mati terhormat. “Katakanlah: ‘Tidak ada
yang kamu tunggu-tunggu bagi kami kecuali salah satu dari
dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah
akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya,
atau (azab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah,
sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” (QS. at-
Taubah: 52)
Itulah dia tujuan dan cita-cita seorang Muslim.
Para pendahulu kami masih terus mengepung Kabul,
ibukota Afganistan. Ketika memasuki waktu Zhuhur, Pemimpin
Besar Qutaibah bin Muslim yang sebelum berperang ia menangis
sambil mengucap doa, “Ya Allah berilah kemenangan kepada
kami. Sesungguhnya kemenangan hanya datang dari-Mu.” Kali
ini ia berdiri dan mencari seorang shalih bernama Muhammad
bin Wasi’. Pasukannya kurang lebih berjumlah seratus ribu
orang. Setelah melaksanakan shalat Zhuhur, ia masih saja
menanyakan di mana Muhammad bin Wasi’.
Waktu penentuan telah tiba. Saat penebusan jiwa telah
datang. Itulah saat dibukanya pintu-pintu surga. Itulah saat
turunnya para malaikat. Akan tetapi sang Pemimpin Besar
masih saja mencari Muhammad bin Wasi’ sambil memerintahkan
orang-orangnya untuk mencarinya. Mereka berhasil menemukan
Muhammad bin Wasi’ yang sedang menangis. Ia menyandarkan
tali busurnya. Kedua tangannya terangkat ke atas sambil
mengucap, “Ya Hayyu Ya Qayyum!”
Melihat peristiwa itu, mereka segera melaporkannya
kepada Pemimpin Besar. Dan setelah mendengar berita itu,
Qutaibah Sang Pemimpin meneteskan air mata sambil berkata,
“Demi Dzat yang aku berada dalam Kekuasaan-Nya! Sungguh
Muhammad bin Wasi’ jauh lebih baik bagiku daripada seratus
ribu tentara yang mahir.” Dan peperangan segera dimulai.
Kaum Muslimin berhasil memperoleh kemenangan. Dan mereka
melaksanakan shalat Ashar di kota Kabul, Afganistan.
Itulah shalat. Itulah detak kehidupan jiwa manusia.
Itulah perjanjian antara manusia dengan Tuhannya.
Sekali seseorang meninggalkan kewajiban shalat atau
sengaja menyepelekannya, maka sesungguhnya ia telah
terlantar. Sebab itu ia mendapat laknat dari Allah SWT dan
keberkahan dari langit menjadi terputus.
Wahai Hamba Allah!
Sebab pertolongan Allah kepada kita hingga kita bisa
meraih kebahagiaan adalah berkat kelanggengan kita
menjalankan shalat. Demikian pula dengan kelapangan yang
kita rasakan selama hidup. Sesungguhnya peranan shalat
sangat berarti dalam mewujudkan semua itu. Selain kita
sendiri melaksanakan shalat, seyogiyanya kita menganjurkan
pada saudara serta kerabat kita untuk tidak melalaikan
shalat. Dalam surat Luqman Allah berfirman, “Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.” (QS. Luqman:
17)
Lalu apakah balasan bagi orang yang melaksanakan
shalat itu? apa balasan bagi dia yang bersegara dalam
menjalankan shalat saat seruan adzan dikumandangkan? Apa
keuntungan bagi dia yang bergegas menunaikan syiar agung
itu? tiada lain adalah kehidupan yang sejati. Karena
sesungguhnya tiada kehidupan tanpa shalat.
Demi Allah, Allah berada dalam shalat. maka siapa yang
menjaga kelanggengan shalat, niscaya Allah menjaganya. Dan
siapa yang menyia-nyiakannya niscaya Allah menyia-nyiakannya
pula. Karena itu tidak ada keberuntungan dalan Islam bagi
mereka yang meninggalkan shalat. “Sesungguhnya ahalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Ankabut: 45)
Wahai hamba Allah bershalatlah. Bershalatlah kalian di
awal waktunya. Lakukanlah dengan khusyu’ dan tunduk.
Tunaikanlah semua rukun dan sunnatnya. Semoga Allah menjaga
dan memelihara kita sebagaimana kita menjaga dan
mengagungkan shalat.
Maka kuatkanlah tanganmu pada tali Allah sebagai
pegangan.
Sesungguhnya tali Allah adalah penopang saat penopang-
penopang lain menipumu.
Saya mengatakan apa yang bisa anda dengarkan. Dan saya
memohon ampunan kepada Allah SWT untuk saya dan anda serta
untuk kaum Muslimin seluruhnya. Maka mohonlah ampun kepada
Allah dan bertaubatlah. Sesungguhnya Dia Maha menerima
taubat.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam. Tiada
permusuhan selain kepada orang-orang yang zhalim. Sahalawat
dan salam kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw,
Imam orang-orang bertakwa dan panutan umat manusia.
Keselamatan semoga mengalir kepada keluarga, para sahabat
dan orang-orang mukmin yang mengikuti jalannya.
Wahai manusia!
Hari Jum’at adalah hari yang paling utama bagi umat
Islam. Hari Jum’at adalah hari perayaan bagi kita. Hari
Jum’at adalah hari bersejarah. Dia menyimpan suatu cerita
yang sangat mulia. Pada hari ini Allah menciptakan Adam as.
Pada hari ini Allah memasukkannya ke dalam surga. dan pada
hari ini pula Allah mengusirnya dari sana. Dan di hari
seperti inilah kiamat tiba.2
Pada hari seperti ini pula terjadi pertempuran antara
Musa as dengan Fir’aun terlaknat. Itu adalah hari
pertarungan antara kebaikan dan kebatilan. Pertarungan
antara iman dan kekufuran. Antara hidayah dan kesesatan.
Pada hari itu Musa datang membawa ajaran tauhid.
Dengan tongkat di tangannya, ia menemui Fir’aun. Sementara
Fir’aun adalah seorang pembesar yang sangat kuat, diktator
lagi semena-mena. Ia memiliki segala perangkat untuk
menindas dunia di bawah telapak kakinya. “Berkata Musa,
‘Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu adalah di hari
raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari
sepenggalahan naik.” (QS. Thaha: 59) Dan itulah dia hari
Jum’at yang sangat bersejarah.
Akan tetapi apa kewajiban kita untuk hari bersejarah
ini?
Sangat disayangkan jika banyak orang justru
memanfaatkan hari Jum’at untuk bertamasya dan bepergian
jauh. Karena dengan begitu mereka memiliki alasan untuk
meninggalkan shalat Jum’at. Tidak ada kewajiban untuk
mendengarkan khutbah. Tidak merasa perlu untuk menunaikan
shalat. Bahkan mereka tidak bersiap sedia untuk menyambut
keberkahan hari besar ini.
Sesungguhnya para malaikat sejak pagi telah berdiri di
depan pintu-pintu masjid untuk mencatat siapa-siapa saja
yang mendatangi rumah Allah. Mereka mencatat nama-nama
2 Lafazh hadits yang berkaitan dengan ini berbunyi, “Hari terbaik di mana matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan. Pada hari itu ia masuk surga. pada hari itu ia terusir dari sana. Dan tiada hari kiamat datang melainkan pada hari Jum’at.” (HR. Muslim (2/585 no 854)
sesuai dengan urutan kedatangan. Ketika khatib telah naik
mimbar, mereka melipat buku catatan tersebut. Para malaikat
pun sesungguhnya turut mendengarkan khutbah yang
diperdengarkan di hari itu.
Sedangkan manusia lebih senang menjadikan hari Jum’at
sebagai hari bermain. Mereka merasa bebas untuk tidak
menunaikan shalat Jum’at. Dan dengan terang-terangan
menampakkan perlawanan kepada Allah SWT.
Ibnu Taimiyah pernah menegaskan bahwa seorang musafir
sekalipun (orang dalam perjalanan) ketika mendapati waktu
shalat Jum’at di Madinah, maka orang tersebut berkewajiban
melaksanakannya di masjid. Jadi meskipun keadaan dalam
perjalanan yang dapat diartikan sebagai bagian dari masaqqah
(alasan untuk mengambil keringanan), manakala ia berada di
Madinah saat dilaksanakan shalat Jum’at, maka ia
berkewajiban untuk melaksanakannya di masjid bersama kaum
Muslimin. Bersama saudara-saudara seiman untuk mendengarkan
khutbah.
Wahai kaum Muslimin!
Kita memiliki beberapa keharusan untuk mengisi hari
Jum’at yang penuh makna ini. Kewajiban dan hak-hak yang
harus kita berikan bagi hari itu cukup banyak.
Pada hari Jum’at kita dianjurkan untuk mandi dan
mengenakan wangi-wangian. Sebagian ulama ada yang mewajibkan
mandi hari Jum’at. Tetapi mayoritas dari para ulama hanya
memandangnya sunnah muakkadah. Alasannya adalah untuk
mempersiapkan diri menghadap kepada Allah SWT. Hari Jum’at
adalah hari raya. Karena itu, ia mengingatkan kita akan
pentingnya memperlihatkan diri kepada Allah SWT. Atau dengan
kata lain hari Jum’at adalah hari perayaan besar di hadapan
Allah SWT.
Sebagaimana kita dianjurkan untuk mandi dan mengenakan
wewangian, atau pakaian yang baik-baik, sesungguhnya kita
pun dianjurkan untuk memperbaiki jiwa kita dengan akhlak
karimah. Kita dianjurkan untuk meningkatkan sikap jujur,
terpercaya, sopan dan hormat pada sesama. Dan pada saat yang
sama kita didorong untuk meninggalkan sikap-sikap tercela,
seperti hasud, dengki, gibah dan mencemooh sesama saudara.
Pada hari kiamat nanti, kita akan menemui semua
perhiasan lahir sebagaimana kita lihat sekarang.
Sesungguhnya hari kiamat “Pada hari itu kamu dihadapkan
(kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang
tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haaqah: 18)
Pada hari itu seluruh catatan menjdi terbuka. Jasad
manusia menjadi telanjang. Setiap perasaan terlihat. Dan
seluruh tulisan amal terpampang di hadapan mata.
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu
ini sebagai penghisap terhadapmu.” (QS. al-Isra’: 14)
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-
sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya.” (QS.
al-An’am: 94)
“Dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah
ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang
besar, melainkan ia mencatat semuanya.” (QS. al-kahfi: 49)
Umar bin Khattab pernah berkata, “Hisablah dirimu
sebelum engkau dihisab. Timbanglah dirimu sebelum engkau
ditimbang. Dan bersiaplah untuk menghadapi pembeberan akbar
di hadapan Tuhanmu.”3
Apa manfaatnya jika penampakkan lahirnya indah
sementara batinnya bobrok?
Selain itu kita juga dianjurkan untuk mengumandangkan
takbir shalat Jum’at, serta datang ke masjid sebelum adzan. 3 disebut oleh at-Tirmidzi dalam karyanya ‘Sunan at-Tirmidzi” (5/550)
Tidak layak jika ada khatib memasuki masjid sebelum adzan
sementara para jamaah berdatangan kemudian.
Tapi sekarang kita sering menemui banyak saudara kita
yang datang ke masjid setelah khatib naik mimbar. Bahkan di
dalam masjid masih banyak tempat kosong hingga sang khatib
hampir selesai berkhutbah. Begitu khutbah selesai, orang-
orang berdatangan dan mulai memasuki masjid tanpa membawa
pahala. Mereka hanya hendak melaksanakan shalat bersama
orang-orang. Itu saja.
Sesungguhnya orang-orang masih sering terlambat hingga
Allah mengakhirkan mereka dalam barisan orang-orang di sisi-
Nya. Sebagian ada yang masih selalu bergegas di awal waktu
hingga Allah mendahulukan mereka dalam barisan orang-orang
di sisi-Nya.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat itu adalah mereka
yang tidak memahami ketentuan-ketentuan dari Allah SWT.
mereka masih saja sibuk melakukan jual beli setelah adzan
kedua dan setelah khatib naik mimbar. Jual beli macam apakah
yang mereka lakukan? Sungguh Allah tidak akan menguntungkan
perdagangan mereka.
Sementara para malaikat pun hikmat mendengarkan
khutbah. Dan pintu-pintu langit terbuka menerima seruan-
seruan doa. Para penyeru khutbah senantiasa abadi berada di
atas mimbar-mimbar masjid. Hati manusia selalu mengarah
untuk mendengarkan nasihat dan petuah bijak dari para
khatib. Dengan begitu ketenangan dan keteduhan menyelimuti
benak setiap Muslim. Dan rahmat Allah mengaliri mereka.
Sedangkan mereka yang gemar bersembalewa dan
menghabiskan waktu dengan kesibukan jual beli, sesungguhnya
mereka telah mencederai perasaan kaum Muslimin. Mereka telah
menodai kesucian akan pentingnya shalat Jum’at pada hari
itu.
Ketika seorang penyeru adzan telah mengumandangkan
seruannya, maka tidak ada lagi jual beli. Tidak ada lagi
transaksi dagang. Dan tidak ada lagi kesibukan duniawi yang
masih berlangsung. Saat itu semua yang ada di muka bumi
mengarah kepada Allah SWT. semua yang ada di muka bumi
tunduk menjalani ketentuan-Nya. Bahkan orang yang sudah
duduk di masjid pun haram untuk berkata-kata pada orang
lain. Saat seperti itu tidak perlu lagi mengucapkan salam
pada sesama di dalam masjid.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa setelah
memasuki waktu khutbah, maka tidak lagi diperkenankan kata-
kata muncul selain dari sang khatib. Baik kata-kata yang
bersifat amar ma’ruf maupun nahi mungkar. Rasulullah saw
bersabda, “Jika engkau berkata kepada saudaramu pada hari
Jum’at ‘diamlah’ sementara imam sedang berkhutbah, maka
sesungguhnya itu telah merusakmu (sesungguhnya kamu telah
berbicara).” (HR. al-Bukhari 1/224)
Menurut ulama lain hadits tersebut masih ada
kelanjutannya, “Barangsiapa berbicara maka ia tidak
melaksanakan kewajiban hari Jum’at.” (HR. Abu Daud 1/276,277
no 1051) Dalam Shahih Muslim tertulis, “Barangsiapa
menyentuh batu kerikil berarti ia telah berbicara.” (HR.
Muslim 2/588 no 587)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa manakala khatib
sedang berkhutbah tidak boleh ada gerakan apapun yang bisa
memalingkan konsentrasi mendengarkan isi khutbah.
Singkatnya, kita harus tenang dan diam saat khatib
berkhutbah. Jangan sampai engkau terpancing bermain dengan
siwak (alat pembersih gigi yang sering digunakan kaum
Muslimin saat memulai shalat). Tidak perlu membenahi
pakaian. Tidak perlu mengelus jenggot. Satu hal saja.
Khusyu’ penuh hikmat dan konsentrasi kepada Allah yang Esa.
Rasulullah saw pernah menjelaskan fadhilah dari sikap
seperti itu. beliau bersabda, “Barangsiapa melakukan wudhu
dengan baik, lalu segera mendatangi shalat Jum’at untuk
mendengarkan khutbah dan diam, maka diampuni dosa-dosanya
antara dirinya dengan hari Jum’at. Lalu ditambahkan untuknya
tiga hari lagi.” (HR. Muslim 2/587,588 no 857)
Anjuran lain selain yang diatas tadi adalah membaca
surat al-kahfi. Ada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam
Daruquthni dan Imam Baihaqi, “Siapa yang membaca surat al-
Kahfi pada hari Jum’at, niscaya Allah menyinarinya dengan
cahaya selama antara dua Jum’at.” (HR al-Hakim dan al-
Baihaqi)4
Dalam lafazh yang lain tertulis, “Siapa yang membaca
surat al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya ia akan tersinari
cahaya antara dirinya dengan ka’bah.” (HR. al-Baihaqi)
Wahai manusia!
Bershalawatlah dan ucapkanlah salam penghormatan
kepada orang yang diperintahkan Allah untuk diberikan
shalawat serta salam. Allah bershalawat kepadanya,
keluarganya, para sahabatnya serta orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat.
***
IBADAH RASULULLAH SAW
Segala puji bagi Allah. Hanya kepada-Nya kami memuji.
Dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan. Kami
berlindung kepada Allah atas keburukan dan dosa-dosa yang
kami perbuat. Siapa yang Dia beri petunjuk, maka tiada yang
dapat menyesatkannya. Dan siapa yang Dia sesatkan, tiada 4 diriwayatkan melalui Abi Said
seorangpun yang sanggup memberinya petunjuk. Aku bersaksi
tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dialah Tuhan
Yang Maha Tunggal. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah
perkataan kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
yang dibawa Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah yang
datang kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah. Dan
setiap bid’ah adalah sesat. Sedangkan setiap kesesatan akan
berakhir di neraka.
Wahai Manusia!
Sesungguhnya banyak umat di muka bumi ini yang
membanggakan kebesaran para pahlawannya. Mereka membangun
prasasti dan monumen untuk mengabadikan nama-nama pembesar
negerinya. Mereka merekam sejarah untuk mentahtakan
kebesaran para pendahulunya. Akan tetapi kita belum pernah
menyaksikan atau mengetahui adanya seseorang yang memuliakan
anak bangsanya dengan penghormatan yang sangat besar
sepanjang sejarah melebihi penghormatan yang diberikan
kepada Muhammad Rasulullah saw.
Adakah engkau pernah menyaksikan apa yang diperbuat
oleh bangsa Inggris, Jerman, Perancis hingga Amerika
terhadap para pahlawan mereka? Padahal apa yang mereka sebut
sebagai pahlawan tiada lain orang-orang yang gemar
menumpahkan darah. Orang-orang yang mudah mengobarkan
peperangan. Mereka membangun kebesaran di atas tengkorak
manusia. mereka mengaliri tanaman sejarah dengan darah anak
manusia. mereka membunuh anak-anak dan kaum wanita. Mereka
memerangi kebenaran dan nilai-nilai luhur. Dan mereka
menyebarkan kesesatan serta keburukan di antara negeri-
Negeri di dunia.
Sungguh sangat tidak pantas untuk mengingat Rasulullah
saw dalam jajaran mereka. Sangat tidak patut mensejajarkan
Rasulullah dalam barisan mereka. Sangat berbeda apa yang ada
pada mereka dan apa yang ada pada Rasulullah saw. Dia adalah
Rasul Allah. Dia adalah Nabi. Dia memperoleh pengajaran
langsung dari Tuhan Yang Mahatinggi.
Anehnya, bersama penghormatan mereka yang besar kepada
para penjahat kemanusiaan itu, pada saat yang sama mereka
sangat meremehkan Rasulullah saw.
Sungguh hal ini memang terasa sangat aneh. Apa yang
mereka lakukan merupakan tindakan yang sangat tidak masuk di
akal.
Rasulullah saw adalah sosok manusia paling unggul.
Manakala engkau mendengar suatu berita yang menggemparkan,
maka saat engkau melihatnya peristiwa tersebut tidak sehebat
yang anda dengar. Berbeda dengan Rasulullah saw. Kebesaran
beliau jauh lebih besar dari apa yang anda dengarkan.
Sekarang kita akan membicarakan sisi ibadah beliau.
Bagaimana kehidupan beliau sebagai seorang hamba? Bagimana
ibadahnya kepada Allah? Bagaimana beliau shalat? bagaimana
beliau berpuasa? Dan apa bacaan-bacaan dzikir beliau kepada
Allah SWT?
Allah SWT memuji beliau dalam al-Qur’an sebagai
seorang hamba yang sangat mulia. “Mahasuci Allah yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-masjid al-
haram ke al-masjid al-aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya.” (QS. al-Isra: 1)
“Dan bahwasannya tatkala hamba Allah (Muhammad)
berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-
jin itu desak mendesak mengerumuninya.” (QS. al-Jin: 19)
“Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqon (al-
Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia memberi peringatan kepada
seluruh alam.” (QS. al-Furqon: 1)
Muhammad adalh seorang hamba yang paling taat
beribadah kepada Allah. Muhammad adalah seorang hamba yang
paling dalam rasa takutnya kepada Allah.
Allah berfirman kepadanya, “Dan sembahlah Tuhanmu
sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. al-Hijr:
99)
Maksud dari ‘hatta ya’tiyaka al-yaqin’ adalah hingga
datang maut. Bukan seperti persangkaan orang-orang yang
condong pada keburukan. Mereka mengartikan ‘hatta ya’tiyaka
al-yaqin’ adalah hingga engkau yakin akan ke-esaan-Nya.
Kemudian setelah engkau yakin hal itu maka tinggalkanlah
penyembahan terhadap-Nya. Sesungguhnya mengartikan ayat
tersebut dengan makna semacam ini adalah bentuk dusta kepada
Allah SWT. Makna yang lebih tepat adalah sembahlah Tuhanmu
sepanjang hidupmu hingga ajal menjemputmu. Sembahlah Allah
di musim dingin dan di musim panas. Sembahlah Dia dalam
sehat dan sakitmu. Sembahlah saat engkau kaya maupun fakir.
Sembahlah hingga maut mendatangimu.
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah
(untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit, atau
lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur’an itu dengan
perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu
perkataan yang berat.” (QS. al-Muzzammil: 1-5)
Hai orang yang berselimut, bangunlah untuk membenahi
keadaan umat manusia. Hai orang berkemul, bangkitlah untuk
menebar petunjuk pada umat manusia. Dari situlah Rasulullah
saw mengerjakan tugasnya selama 23 tahun tanpa istirahat,
tanpa tidur. Beliau mengorbankan darah dan air mata demi
menegakkan agama Allah. Beliau mengorbankan harta dan
kekayaannya demi kelangsungan dakwah Ilahi. Siang malam
beliau melakukan segala hal untuk Islam. Tanpa berhenti
beliau terus menerus berjuang hingga kalimat Allah kokoh di
muka bumi.
Kadangkala rasa takut, khawatir dan cemas hinggap di
benak beliau. Saat-saat seperti itu beliau mengucap,
“Rehatkan kami dengan shalat, ya Bilal!” (HR. Abu Daud
(4/296 no 4985, 4986) Begitu pula saat kesedihan dan derita
menimpa beliau. Beliau selalu mengucap kalimat tersebut
kepada Bilal. Saat para sahabat dan orang-orang yang beliau
cintai meninggal, selalu saja beliau mengucap, “Tenangkan
kami dengan shalat, Ya Bilal!”
Rasulullah saw bersabda, “Shalat menjadi penyejuk mata
bagiku.” (HR. an-Nasa’i 7/61,62 no 393,394) Rasulullah saw
tidak pernah beristirahat melainkan beliau selalu mengisinya
dengan melakukan shalat. Ketika beliau mengucap Allahu
Akbar, kedengarannya suara beliau muncul dari kedalaman
hati. Kemudian beliau meletakkan ke dua tangannya di atas
dada. Saat seperti itu, Allah adalah satu-satunya yang
Mahaagung dari segala sesuatu. Karena Allah begitu
Mahabesar, maka seorang hamba seperti beliau hanya sanggup
berdiri khusyu’, tunduk dan rendah di hadapan Yang
Mahatunggal.
Abdullah bin Sukhair berkata, “Suatu ketika aku pernah
menemui Rasulullah saw. Saat itu beliau sedang shalat. Saya
melihat dada Rasulullah saw bergemuruh seperti getaran
tangis.” (HR. Abu Daud 1/238 no 904)
Khudzaifah berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw
mengerjakan shalat lail setelah Isya’. Kemudian aku
bergabung dengan beliau melaksanakan shalat. Beliau
membukanya dengan bacaan surat al-Baqarah. Pada ayat yang
keseratus beliau melakukan sujud. Kemudian Rasulullah saw
mengkhatamkannya. Kemudian membaca surat Ali Imran hingga
khatam. Kemudian membaca surat an-Nisa hingga khatam. Beliau
tidak pernah melewati ayat rahmah tanpa memanjatkan
permohonan kepada Allah. Demikian pula tidak melewati ayat
adzab tanpa memohon perlindungan kepada Allah. Sama halnya
ketika beliau membaca ayat tasbih, maka beliau pun
mengucapkan tasbih kepada Allah. Kemudian beliau ruku’.
Waktu yang digunakan untuk ruku’ tidak jauh berbeda dengan
saat beliau berdiri. Kemudian beliau bangkit dari ruku’.
Bangkit dari ruku’ inipun tidak jauh beda lamanya dengan
saat beliau ruku’. Kemudian beliau bersujud. Lama waktu
bersujud hampir sama dengan lamanya waktu ruku dan berdiri
dari ruku’. Adapun raka’at kedua beliau kerjakan hampir sama
dengan rakaat pertama.” (HR. Muslim 1/536,537) Shalat malam
yang beliau lakukan kurang lebih memakan waktu enam atau
tujuh jam. Selama itu beliau kerjakan tanpa makan atau
minum. Sementara di siang hari beliau tidak pernah
beristirahat melakukan jihad di jalan Allah. Beliau juga
sangat sederhana dan menerima keadaan tanpa menuntut lebih.
Beliau masih melakukan kegiatan berdakwah. Beliau juga tidak
melalaikan pendidikan bagi anak-anak. Beliau masih memiliki
perhatian yang besar dalam urusan rumah tangga dan keluarga.
Akan tetapi di luar semua itu, beliau masih menyempatkan
enam hingga tujuh jam untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena
itu kedua kaki beliau terasa sangat berat hingga Aisyah
menegurnya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana bisa Anda melakukan
ini semua pada diri Anda. Padahal Allah SWT telah mengampuni
dosa baik yang telah lalu maupun yang akan datang dari diri
Anda.” Beliau hanya menjawab, “Jika tidak demikian, bukanlah
aku ini seorang hamba yang pandai bersyukur.” (HR. al-
Bukhari 2/44)
Abdullah bin Masud berkata, “Aku pernah melaksanakan
shalat bersama Rasulullah saw. Beliau sangat lama dalam
bershalat hingga aku merasa berpikiran yang tidak baik.”
Saat Abdullah ditanya pikiran buruk apa yang ia
rasakan selama bershalat bersama Rasulullah, ia menjawab,
“Aku berpikir untuk duduk dan meninggalkan beliau.” (HR.
Muslim 1/537 no 773)
Pada suatu malam Rasulullah saw melakukan shalat lail.
Dalam shalat beliau mengucapkan basmalah lalu menangis.
Kemudian membaca basmalah lagi dan menangis. Kemudian beliau
membaca basmalah dan untuk ketiga kalinya beliau menangis.
Setelah itu beliau mengucap, “Celakalah orang yang tidak
memeperoleh rahmat Allah. Celakalah orang yang tidak
memperoleh rahmat Allah. Celakalah orang yang tidak
memperoleh rahmat Allah.” Hadits ini tidak diketahui
takhrijnya.
Satu kali sujud yang dilakukan Rasulullah sama dengan
lamanya kita membaca lima puluh ayat al-Qur’an. Satu kali
ruku’ yang beliau lakukan lamanya sama dengan kita membaca
lima puluh ayat al-Qur’an. Demikian itu beliau lakukan dalam
shalat lail. Beliau membaca doa dan menangis hingga Shubuh
dan tak disadari kain sorbannya luruh sampai ke bahu. Pada
malam Lailatul Qadr, beliau bermunajat kepada Allah, membaca
ayat al-Qur’an dan dan sepenuhnya berserah kepada Allah.
Itulah ibadah yang beliau lakukan. Ibadah merupakan pintu
terdekat menuju Allah SWT.
Adapun kita kaum Muslimin sekarang sudah menjalani
kehidupan dengan lebih baik. Hidup berkecukupan. Suasana
lebih tenteram dan damai. Sarana dan kemudahan sudah semakin
memadahi. Akan tetapi hal itu tidak membuat kita menjadi
lebih mudah untuk melaksanakan shalat secara berjamaah.
Hanya sedikit saja dari kita yang masih memiliki kesadaran
untuk menjalankan shalat jamaah. Lalu umat macam apa kita?
Bagaimana tabiat dan karakter kita sesungguhnya? Di mana
hati kita selama ini? jika kita masih saja tidak mengerjakan
shalat lima waktu sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT
atas kita.
Bilal pernah berkata sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih, “Aku pernah berlalu di dekat
Rasulullah saw sebelum shalat fajar. Aku mendengar beliau
menangis, lalu aku bertanya kepada beliau, “Apa yang terjadi
pada anda, Rasulullah?” Beliau menjawab, “Malam ini ada
beberapa ayat al-Qur’an diturunkan padaku. Celaka bagi orang
yang membacanya namun ia tidak bertadabbur terhadapnya.”
“Apa ayat itu, wahai Rasul?” Tanyaku kepada beliau. Kemudian
Rasulullah saw membaca ayat, “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci
Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa api neraka.” (QS.
Ali Imron: 190,191)
Pernah Rasulullah saw berpuasa. Beliau menyambung
puasanya siang malam berturut-turut selama tiga hari dan
empat hari. Beliau tidak makan sedikitpun. Lalu para sahabat
ingin meniru apa yang dilakukan Rasulullah saw. Akan tetapi
beliau tidak memperkenankan. Kepada para sahabat beliau
berkata, “Jangan lakukan itu. Kalian tidak sama dengan aku.
Sesungguhnya aku diberi makan dan minum oleh Tuhanku.” (HR.
Bukhari 2/232,242,243) Bukan berarti beliau diberi makan
atau minum berupa makanan dan minuman biasa. Melainkan
dengan hikmah dan ma’rifah. Dengan begitu beliau telah
mencapai keunggulan-keunggulan rabbaniyah.
Beliau pernah berpuasa dalam perjalanan yang sangat
panas. Abu Darda’ mengisahkan, “Kami pernah melakukan
perjalanan dalam udara yang sangat panas. Demi Allah,
masing-masing dari kami meletakkan tangan di atas kepala
karena panasnya terik. Dan tidak ada seorang pun yang
berpuasa di antara kami selain Rasulullah saw dan Abu
Rawaahah.”
Beliau duduk bersama para sahabat, lalu berkata kepada
Ibnu Mas’ud, “Bacalah al-Qur’an untukku!” Ibnu Mas’ud
membacakan al-Qur’an untuk beliau sampai bacaan, “Maka
bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan
Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka
itu (sebagai umatmu).” (QS. an-Nisa: 41) Sampai pada ayat
tersebut Rasulullah saw berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Cukuplah, wahai Ibnu Mas’ud!” Ibnu Mas’ud menghentikan
bacaannya dan ia melihat Rasulullah saw meneteskan air mata.
(HR. Bukhari 5/180) Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika
itu air mata beliau membasahi jenggotnya.”
Beliau menangis disebabkan tawadhu kepada Allah SWT.
selain itu juga karena rasa sayang beliau kepada umatnya.
Aisyah berkata, “Pernah suatu malam aku terbangun dari
tidurku. Lalu aku mencari Rasulullah saw. Aku menemukan
beliau saat tanganku menyentuh kedua kakinya. Kedua kaki itu
terlihat begitu letih. Aku mendengar beliau mengucap, “Ya
Allah! Aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu.
Dengan pengampunan-Mu dari Siksa-Mu. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari Murka-Mu. Aku tidak berhenti memanjatkan puji
terhadap-Mu. Engkau sebagaimana Engkau memuji Diri-Mu
sendiri.” (HR. Muslim 1/352 no 486)
Wahai kaum Muslimin!
Kapan seseorang akan masuk kubur sebelum ia melewati
malam-malam seperti ini? kapan ia akan shalat jika tidak
melakukan shalat pada hari-hari ini? dan kapan ia mengingat
Allah jika tidak pada saat-saat ini?
Aku mendatangi kubur lalu aku menyeru.
Di manakah orang yang diagungkan dan yang dihinakan.
Semua musnah tiada yang dapat memberi kabar.
Semua mati dan mati pula beritanya.
Gadis-gadis bangsawan pergi berlalu.
Keidahan wajah itupun terhapus sudah.
Rasulullah saw adalah sosok yang paling banyak
beribadah kepada Allah SWT. Beliau adalah seorang yang
paling dalam rasa takutnya kepada Yang Kuasa. Padahal dialah
seorang hamba yang telah diampuni dosanya di masa lalu
maupun yang akan datang. Namun demikian Muhammad tidak
pernah berhenti mengabdikan dirinya kepada Sang Pencipta. Di
samping itu beliau selalu mengerjakan shalat malam,
berdzikir, membaca al-Qur’an dan melafalkan kalimat tasbih
serta tahlil.
Maka hendaklah anda semua berpegang teguh pada hidayah
yang dibawa Muhammad saw. Berpegang teguh pada Sunnah yang
diajarkan Muhammad saw. Dalam sebuah atsar Ilahi dikatakan,
“Sekiranya mereka mendatang-Ku dari segala penjuru, atau
mereka mengetuk dari semua pintu-Ku, niscaya Aku tidak akan
membukakannya untuk mereka hingga mereka berada di
belakangmu, wahai Muhammad!”
Demikianlah apa yang saya katakan kepada hadirin
sekalian. Saya memohon ampunan kepada Allah SWT atas diri
saya, anda dan seluruh kaum Muslimin. Maka hendaklah kalian
memohon ampunan kepada Allah sesungguhnya Dia Maha Pemberi
ampunan lagi Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah yang Maha mengetahui lagi Maha
Melihat hamba-hamba-Nya. Mahamulia Allah yang menjadikan
langit berhiaskan keindahan. Di sana terdapat cahaya terang
dan bulan bersinar. Dialah yang menjadikan siang dan malam
sebagai putaran waktu bagi orang-orang yang hendak
mengingat-Nya dan mensyukuri-Nya.
Shalawat dan salam kepada orang yang diutus Tuhannya
untuk membawa hidayah, berita gembira serta pemberi
peringatan kepada manusia. Dialah penyeru umat manusia untuk
menyembah Tuhan Yang Esa. Dialah pembawa risalah dari
langit. Dialah penebar cahaya dari lentera surga. dialah
pemikul amanat kemanusiaan sekaligus teladan bagi manusia
sejagad. Dialah seorang hamba yang tidak pernah berhenti
berjuang di jalan Allah hingga ajal menjemput. Maka
bershalawatlah kepadanya, kepada keluarganya dan para
sahabatnya. Ucapkanlah salam penghormatan kepada mereka.
Wahai manusia!
Ada kisah yang dinukil dari para sahabat dan tabi’in.
Konon jika ada orang berlalu melewati rumah-rumah para
sahabat dan tabi’in di waktu Shubuh, terdengar gemuruh
seperti suara lebah. Suara tersebut tidak lain berupa bacaan
doa, tangisan dan tartil al-Qur’an. Ini adalah yang terjadi
di kota Rasulullah saw. Lalu bagaimana dengan keadaan kita
sekarang? Seperti apa kita dibandingkan mereka? Mereka yang
di setiap waktu Shubuh tidak berhenti menangis, berdoa dan
membaca al-Qur’an. Doa, tangisan dan bacaan al-Qur’an yang
terwujud karena takut kepada Allah, sekarang berganti dengan
gemuruh suara musik, nyanyi-nyanyian dan goyangan.
Dari Abu Hatim bahwa Rasulullah saw pernah suatu malam
berjalan untuk mencari tahu bagaimana para sahabatnya
menjalankan shalat. Bagaimana mereka berdoa dan bagaimana
mereka menangis. Hingga beliau mendengar seorang wanita tua
membaca ayat al-Qur’an sambil menangis. Wanita itu membaca
ayat, “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari
pembalasan?” (Qs. al-Ghasiyah: 1) Wanita itu membaca
berulang-ulang dan selalu menangis. Mendengar bacaan
tersebut Rasulullah saw hanya bisa menangis dan menyandarkan
kepalanya di daun pintu rumahnya. Kemudian beliau berkata,
“Ya, telah datang kepadaku berita itu.”
Itulah tadi bacaan seorang nenek tua. Lalu di manakah
pemuda yang gagah perkasa lagi kuat di kalangan umat ini?
Sesungguhnya keperkasaan yang sesungguhnya adalah
perkasa dalam mentaati Allah SWT. Bahwa keberuntungan adalah
bagi mereka yang berjalan menyusuri jalan Allah. Demikian
pula bahwa kemajuan sesungguhnya ketika umat ini sanggup
mendekati ridha Allah SWT. Jika ada yang sanggup memahami
hal ini, maka sesungguhnya Rasulullah saw adalah orang yang
paling banyak melakukan dzikir dan yang paling banyak
beribadah kepada Allah SWT. Jiwa beliau tidak pernah
berhenti berdzikir. Ucapan, tindakan serta kesibukan beliau
sehari-hari tidak lepas dari mengingat Allah SWT.
Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa Rasulullah saw
ketika melakukan qiyam al-lail, beliau sering mengucap:
“Ya Allah! Segala puji hanya untuk-Mu. Engkau yang
mengatur keadaan di langit dan di bumi beserta penghuninya.
Segala puji hanya untuk-Mu! Engkau yang menguasai langit dan
bumi berserta isinya. Segala puji hanya untuk-Mu! Engkau
cahaya yang menerangi langit dan bumi. Segala puji hanya
untuk-Mu! Engkau Penguasa langit dan bumi. Segala puji hanya
untuk-Mu! Engkau Mahabenar. Janji-Mu benar adanya.
Perkataan-Mu adalah benar. Surgamu adalah benar. Neraka
adalah benar. Para Nabi dan utusan-Mu adalah benar. Dan
Muhammad adalah benar. Ya Allah kepada-Mu aku berserah diri.
Kepada-Mu aku beriman. Kepada-Mu aku bertawakkal. Kepada-Mu
aku bergantung. Kepada-Mu aku mengadu. Dan kepada-Mu aku
memohon keputusan. Maka ampunilah dosa-dosaku yang lalu
maupun tiba kemudian. Ampuni kesalahanku, yang aku
sembunyikan maupun yang aku tampakkan. Sesungguhnya tiada
yang mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau.” (HR. Bukhari
2/41,42)
Aisyah pernah menceritakan bahwa Rasulullah saw ketika
melakukan shalat malam, beliau membuka shalatnya dengan
bacaan:
“Ya Allah Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil. Yang
menciptakan langit dan bumi. Yang mengetahui perkara ghaib
maupun perkara terang. Engkau yang menentukan putusan di
antara manusia ketika mereka saling berselisih. Berilah aku
petunjuk akan kebenaran dari setiap perkara yang
diperselisihkan. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada
siapapun yang Engkau kehendaki menuju jalan kebenaran.” (HR.
Muslim (1/534 no 770)
Betapa indah waktu Suhbuh ketika setiap orang
bermunajat kepada Allah. Betapa indah hari-hari ketika Allah
turun ke bumi seraya mengucap, “Siapapun yang meminta akan
Kuberi. Siapapun yang memohon ampunan akan Kuampuni. Dan
siapapun yang berdoa akan Kukabulkan.”
Muhammad Iqbal, seorang tokoh penyair Islam terkemuka
pernah mengucap, “Ya Tuhan! Jangan Engkau haramkan rintihan
di waktu Shubuh dariku. Ya Tuhan! Jadikanlah aku sebagai
orang yang sanggup menangis kepada-Mu di kala Shubuh. Ya
Tuhan! Jika Engkau haramkan aku untuk sekejap saja duduk di
waktu Shubuh, niscaya hatiku akan membatu dan tiada
sesuatupun yang bisa melunakkannya.”
Wahai hamba Allah!
Demikian itulah tadi ibadah Rasulullah saw. Seperti
itulah Rasulullah saw dalam beribadah. Seperti itulah beliau
dalam menjalankan shalat, berpuasa, berdzikir maupun dalam
membaca kalimat-kalimat Allah. Beliau adalah panutan serta
pemimpin kita menggapai surga. keberhasilan kita tergantung
seberapa serius kita mengikuti jalannya. Manakala jalan yang
kita tempuh tidak lagi sejalan dengan sunnahnya, niscaya
kita akan sampai pada kehancuran dan kebinasaan. Kebinasaan
di dunia dan di akhirat. “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab: 21)
Wahai orang yang menginginkan surga. wahai orang yang
menginginkan keselamatan. Wahai orang yang menginginkan
kebahagiaan. Wahai orang yang menginginkan kebaikan,
keadilan dan keselamatan. Demi Allah! Tiada seorang panutan
dan pemimpin untuk kalian selain Rasulullah saw. Dialah sang
pemimpin. Sang penyelamat. Sang guru. Namun beliau tetaplah
seorang hamba Allah SWT.
Wahai manusia!
Bershalawatlah kepada dia yang untuk mengingatnya kita
berkumpul dalam majelis ini. Allah telah memerintahkan
kalian untuk bershalat kepadanya, “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
***
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG BAGI KAUM MUSLIMIN
Segala puji hanya milik Allah. Kepada-Nya kami
panjatkan puji dan kepada-Nya kami mohon ampunan. Kami
berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan amal
perbuatan. Siapa ya Dia beri petunjuk maka tiada seorang pun
yang dapat menyesatkannya. Siapa yang Dia sesatkan, maka tak
seorang pun dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada
Tuhan selain Allah. Dialah Tuhan Yang Esa. Tiada sekutu
bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kalam
Allah SWT. dan sebaik-baik petunjuk adalah yang dibawa
Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah yang datang
kemudian. Apa yang datang kemudian merupakan bid’ah. Setiap
bid’ada ada;ah sesat. Dan kesesatan akan berakhir di neraka.
Wahai manusia!
Apa yang menambah kemuliaan lagi kebanggaan padaku.
Sementara dengan kaki ini nyaris aku menginjak
kemegahan.
Masuknya aku di bawah ucapan-Mu “Wahai hamba-Ku”.
Tatkala Engkau jadikan Ahmad sebagai Nabi untukku.
Pengajaran yang paling mendasar bagi kita adalah bahwa
kita seharusnya merasa bangga dengan agama yang kita anut
saat ini. Kita seharusnya merasa mulia berkat kemurahan
Allah menjadikan kita sebagai umat Islam. Siapa yang tidak
merasa bangga dengan agama ini, atau siapa yang tidak merasa
senang sebagai seorang Muslim, sesungguhnya dalam hati orang
tersebut terdapat keraguan. Keyakinannya sangat tipis. Allah
SWT berfirman kepada Muhammad dalam hal pentingnya al-Qur’an
diturunkan, “Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar
adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan
kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.” (Qs. az-
Zukhruf: 44)
Bahwa al-Qur’an tersebut merupakan kebanggaan
sekaligus kemuliaan bagi Nabi beserta kaumnya. Al-Qur’an
diturunkan sebagai keberuntungan yang sangat besar bagi
mereka yang mengikutinya hingga hari kiamat. Dengan begitu
maka kita berkewajiban untuk memuliakan kalam Allah (al-
Qur’an) karena kita adalah kaum Muhammad sang pembawa cahaya
al-Qur’an.
Kabar gembira bagi kami umat Islam bahwa kami.
Memiliki pegangan dari inayah yang tiada akan hancur.
Ketika Allah memanggil da’i-Nya untuk mentaati-Nya.
Dengan sebutan Rasul paling terhormat maka kami adalah
umat terhormat.
Untuk itu Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya),
jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran: 139)
Sayyid Qutub menjelaskan bahwa ‘paling tinggi’ dalam
ayat tersebut memiliki arti yang sangat luas. Paling tinggi
dalam hal sandaran. Paling tinggi dalam hal dasar keimanan.
Dan paling tinggi dalam hal metode (manhaj). Bahwa umat
Islam adalah umat yang memiliki dasar ajaran yang orisinil
dan mengakar. Umat Islam memiliki kitab al-Qur’an yang
sangat mulia. Dan umat Islam memiliki sandaran pada Tuhan
Yang Maha Pemurah. Lalu bagaimana bisa orang yang bersandar
kepada Allah akan terhina? Bagaimana orang yang menganut
Rasulullah sebagai panutan akan terhina? Bagaimana bisa
orang yang menjadikan Islam sebagai agamanya terhina?
Untuk itu maka kita harus berbangga. Kita mesti merasa
menjadi umat yang terhormat di saat Allah menjadikan kita
sebagai umat Islam. Karena tidak sedikit manusia yang merasa
enggan untuk mengikuti Sunnah. Ada banyak orang yang enggan
untuk sekedar mempelajari hikmah-hikmah ajaran Muhammad.
Padahal yang demikian sesungguhnya merupakan bahaya terbesar
bagi diri sendiri.
Bagaimana bisa seorang mukmin merasa enggan untuk
mengikuti Sunnah. Padahal keberhasilannya pada hari kiamat
kelak bergantung pada kesungguhannya dalam mengikuti sunnah.
Di antara saudara kita sendiri beranggapan bahwa kemajuan
sains di dunia Barat saat ini membuktikan kebenaran jalan
yang mereka tempuh. Dalam pandangan mereka, orang-orang
Barat lebih mendapat hidayah daripada orang mukmin yang
Muslim. Untuk itu Allah SWT membantah pandangan orang-orang
yang beranggapan bahwa dasar ajaran yang agung tersebut
adalah untuk memperoleh kekayaan dan kejayaan di dunia.
Allah berfirman, “Dan mereka berkata, ‘Mengapa al-Qur’an ini
tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua
negeri (Mekkah dan Thaif) ini? Apakah mereka yang membagi-
bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain
beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan
sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf: 31-32)
Kebesaran dan kemuliaan bukan terletak pada seberapa
besar dan megah tempat tinggal di dunia. Bukan terletak pada
kekayaan materi. Akan tetapi kejayaan serta kemuliaan yang
sesungguhnya adalah bagaimana menjadi seorang hamba yang
taat kepada Tuhan alam semesta. Kemuliaan yang sejati adalah
saat seseorang berhasil menjadi wali Allah di muka bumi ini.
Kemuliaan adalah bagi mereka yang bersedia menjalankan amal
shalih dan menjauhi perbuatan mungkar.
Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang sangat
miskin dan penuh derita ini suatu ketika mendatangi
Rasulullah saw. Ia hendak bertanya kepada beliau mengenai
beberapa permasalahan. Saat itu Rasulullah saw sedang sibuk
bercakap-cakap dengan para pembesar kafir Quraisy. Beliau
hendak mengarahkan mereka pada jalan kebenaran. Ketika
Abdullah ibnu Ummi Maktum menghadap kepada beliau seraya
berkata, “Wahai Rasulullah! Saya kemari untuk suatu
keperluan.” Namun Rasulullah saw tidak menghiraukannya.5
Karena beliau tidak ingin kehilangan kesempatan bersama para
pembesar kafir Quraisy. Karena itu Allah SWT mencela beliau
yang telah mengabaikan persoalan seorang sahabat yang miskin
lagi hina itu.
Allah berfirman, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari
dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu
pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup, meka kamu melayaninya. Padahal
tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri
(beriman). Dan adapun orang yang datang kepadanya dengan
bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut
kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan 5 HR al-Tirmidzi (5/402, 403 no 3331. Tertulis sebagai hadits gharib
(demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah
suatu peringatan.” (QS. ‘Abasa: 1-11)
Allah SWT pada ayat ini menggunakan kata ganti orang
ketiga. Allah tidak mengatakan “Engkau bermuka masam”
melainkan “Dia bermuka masam” (‘abasa bukan ‘abasta).
Seolah-olah Allah hendak berbicara dengan cara ‘ghibah’.
Artinya sang Rasul, sang Nabi, sang Da’i telah bermuka masam
menyambut kedatangan seorang lelaki shalih. Pada ayat
tersebut Allah pun tidak menyebut siapa nama orang yang
mendatangi Rasulullah. Allah hanya menyebut sifatnya saja,
bahwa orang itu adalah seorang yang buta. Kemudian pada ayat
selanjutnya Allah seolah menyindir Nabi-Nya dengan
menanyakan “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan
dirinya (dari dosa).” Seolah-olah Allah hendak menanyakan
siapa yang memberi tahu kamu (Muhammad) jika orang itu
hendak membersihkan dirinya atau ingin memperoleh
pengajaran. Pada ayat selanjutnya, “Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup.” Yaitu orang-orang kafir Quraisy yang
merasa dirinya tidak memerlukan risalah Nabi ataupun al-
Qur’an itu, justru kamu menerimanya. Kepada orang yang tidak
merasa perlu hidayah itu justru engkau melayani pembicaraan
dengannya.
Mereka para pembesar Quraisy yang mendatangimu, engkau
menerimanya. Sedangkan kepada seorang buta yang shalih ini
engkau berpaling. Padahal “tidak ada (celaan) atasmu kalau
dia tidak membersihkan diri (beriman).” Bahwa para pembesar
Quraisy yang kafir itu bukan menjadi tanggung jawabmu.
Biarkan mereka mati bersama kekufuran yang mereka anut.
Biarkan mereka berlabuh ke neraka.
Kemudian Abdullah bin Ummi Maktum mendatangi beliau
untuk kedua kalinya. Dan Rasulullah menyambut dengan hangat.
Beliau berucap, “Selamat datang, wahai orang yang karenanya
aku dicela Tuhanku!”6
Dan benar akhirnya mereka para pembesar kafir Quraisy
mati dalam kekafiran. Sedangkan Ibnu Ummi Maktum bersedia
memeluk Islam hingga akhir hayatnya.
Ketika pemegang kekuatan Islam berada di bawah
kepemimpinan Umar bin Kahttab, pernah ia memerintahkan
perang ke al-Qadisiyyah. Di antara mereka yang turut
berjihad adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Saat itu para
sahabat melarangnya karena ia dianggap berhalangan untuk
itu. akan tetapi Abdullah bin Ummi Maktum tidak menghiraukan
larangan para sahabat. Bahkan dengan tegas ia menjawab
larangan tersebut dengan mengutip ayat firman Allah SWT,
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun
merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di
jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (QS. at-taubah: 41)
Abdullah pun turut berperang di medan pertempuran. Ia
meninggal dalam peperangan tersebut. Dan ia dikuburkan di
sana. Semoga keselamatan dan kedamaian tercurah kepadanya.
Dia adalah seorang hamba yang mukhlis. Seorang pemberani
yang berkeyakinan kuat. Dan dialah seorang yang bangga serta
mulia dengan keislamannya. Dia ibarat penggalan benteng yang
melingkupi kebenaran. Benteng yang menjulang ke langit dan
menebarkan pesona kepada umat manusia. Dan Rasulullah saw
sebagaimana diriwayatkan Aisyah ra, bahwa Beliau tidak
pernah takjub (heran) atas segala hal yang ada di muka bumi.
Beliau pun tidak takjub kepada seorangpun selain mereka yang
bertakwa. (HR. Ahmad: 6/69)
6 Lihat ‘ad-Dur al-mantsur” (6/518,519)
Abdurahman bin Auf pernah berkata, “Demi Allah aku
tidak pernah menyaksikan seorang bertakwa kepada Allah
melainkan aku ingin berada dalam kulitnya.”
Jika engkau seorang Muslim, saat melihat orang yang
bertakwa niscaya hatimu akan merasa tertarik dan takjub. Itu
desebabkan oleh pengaruh yang tampak dari dirinya. Sifat-
sifat yang baik dengan sendirinya muncul dari orang
bertakwa. lemah lembut, santun penuh kasih dan menghargai
orang lain. Akan tetapi saat engkau menyaksikan orang kafir,
maka hatimu akan merasa benci. Meskipun ia adalah seorang
yang rupawan, akan tetapi kekafirannya memancarkan pertanda
amarah dan kebencian pada orang lain. Orang yang kafir
menyimpan prasangka buruk kepada Allah SWT. “Dan apabila
kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu
kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan
mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.” (QS.
al-Munafiqun: 4)
Tubuh-tubuh mereka tinggi dan menawan. Namun hati dan
perasan mereka sangat buruk. Oleh karena itu para sahabat
yang mulia, mereka tidak sedikitpun takjub untuk mengejar
dunia. Para sahabat hidup sangat sederhana. Mereka hanya
memerlukan sepotong roti untuk makan. Tempat mereka berteduh
cukup di lorong-lorong. Akan tetapi Allah SWT melihat pada
hati mereka. Karena itu Allah memberi mereka petunjuk untuk
memeluk Islam. Adapun mereka yang menghuni rumah serta
bangunan-bangunan megah, Allah tidak memberi mereka
petunjuk. “Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada
mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.
Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya
mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri
(dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. al-Anfal: 23)
Suatu ketika Julaibib datang kepada Rasulullah saw.
Beliau melempar senyum ketika melihatnya. Beliau kemudian
berkata kepada Julaibib sambil memberinya nasehat, “Wahai
Julaibib! Apakah kamu bersedia untuk menikah?” Julaibib
menjawab, “Wahai rasulullah! Siapa yang akan menikahkan aku?
Aku ini seorang yang tidak memiliki keluarga. Tidak memiliki
harta. Tidak memiliki rumah dan tidak memiliki kemewahan
dunia sedikitpun. Kemudian Rasululah saw berkata kepadanya,
“Pergilah ke rumah orang Anshar itu. sampaikan salamku untuk
mereka. Dan katakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya Rasulullah
saw memerintahkan kalian untuk menikahkan aku!”
Ia pun berangkat menuju rumah orang Anshar. Ia
mengetuk pintu rumah mereka. Kepada mereka ia menyampaikan
salam Rasulullah dan menceritakan keperluannya sebagaimana
pesan Rasulullah saw. Begitulah hingga salah seorang dari
pemilik rumah di sana menemuinya lalu bermusyarah dengan
istrinya. Setelah mengajak anak perempuannya untuk
bermusyawarah, anak gadis yang tumbuh besar dalam
pengajaran tauhid itu berkata, “Apakah kita menolak utusan
Rasulullah saw?” Akhirnya Julaibib dinikahkan dengan anak
gadis tersebut. Ia dibangunkan rumah yang ditopang sendi-
sendi taqwa. Selanjutnya Julaibab hidup dalam keadaan yang
layak. Rumahnya berhiaskan takbir, tahlil dan bacaan tahmid.
Sedangkan hari-harinya tidak pernah sepi dari ibadah kepada
Allah. Ia pun berpuasa dalam cuaca yang sangat panas.7
Pernah suatu ketika Rasulullah saw turut dalam
peperangan. Setelah usai dengan kemenangan di tangan, beliau
bertanya kepada para sahabat, “Adakah seseorang hilang dari
kalian?” Para sahabat menjawab, “Benar, si fulan, di fulan
dan si fulan.” Beliau menanyakan siapa lagi yang telah
7 Kisah pernikahan Julaibib yang diriwayatkan oleh Ahmad dalm musnadnya (4/422,425)
hilang atau wafat dalam pertempuran. Para sahabat selalu
menjelaskan kepada beliau siapa saja yang meninggal. Hingga
ketika untuk kesekian kalinya Rasulullah bertanya kepada
para sahabat, mereka memastikan bahwa sahabat yang gugur
dalam pertempuran telah disebut semua. Akan tetapi
Rasulullah masih bertanya lagi, “Aku kehilangan Julaibib.
Tolong cari di mana dia!” Para sahabat mencari di mana
Julaibib berada. Dan mereka menemukan mayatnya berada di
antara tujuh orang yang telah mati di tangannya. Rasulullah
saw mendatangi tempat itu. beliau berdiri di sana lalu
berkata, “Julaibib telah membunuh tujuh orang hingga ia
terbunuh. Ini dari saya dan saya darinya. Ini dari saya dan
saya darinya.” (HR. Muslim 9/1918,1919 no 2472)
Kebesaran dan kemuliaan mereka pada hari di mana
mereka bertemu dengan Tuhan Yang Mahatunggal, di mana mereka
mengenal Allah SWT, saat itulah Allah memberitahukan kepada
mereka akan kedudukan dan keutamaan orang-orang yang siddiq.
Sulaiman bin Abdul Malik suatu ketika memasuki kota
haram. Para menteri dan pembesar kerajaan menyertainya. Saat
itu ia bertanya, “Siapa orang alim di Mekkah?” Orang-orang
yang menyertainya menjawab, “Atha’ bin Abi Ribah.”
“Beritahukan padaku di mana ia berada!” Pinta Sulaiman. Ia
pun bisa dipertemukan dengan Atha’ bin Ribah. Ia mendapati
Atha’ seorang yang ahli ibadah. Sebagian kepalanya seperti
berbisul dan tampak lumpuh. Kedua matanya terlihat berwarna
biru. Rambutnya keriting. Ia adalah seorang yang tidak
memiliki sekeping uang. Sulaiman berkata kepadanya, “Apakah
engkau Atha’ bin Ribah yang dzikirmu sanggup menggetarkan
dunia?” Ia menjawab, “Orang-orang yang berkata begitu.”
Sulaiman berkata lagi, “Dengan apa engkau bisa menggapai
pengetahuan ini?” Atha’ menjawab, “Dengan menetapi masjid
haram selama tiga puluh tahun. Selama itu aku tidak pernah
meninggalkan masjid haram hingga aku memperoleh pengetahuan
di sana.” Sulaiman berkata lagi, “Wahai para pengunjung
rumah Allah! Tidak ada yang pantas memberi fatwa dalam
manasik ini selain Atha’.”
Suatu kali terjadi perselisihan antara Sulaiman dengan
putra-putranya dalam masalah haji. Lalu Sulaiman meminta
agar dimintakan jawaban dari Atha’. Mereka pun membawa
Sulaiman sang khalifah menemui Atha’ di dalam masjid haram.
Orang-orang di sana berdesak-desakan untuk bertemu Atha’.
Mereka telah berada di sana mendahului khalifah. Atha’ pun
berkata kepada khalifah agar tidak mendahului tempat orang-
orang yang datang lebih awal. Ketika sampai gilirannya,
Sulaiman menanyakan persoalan yang diperselisihkan dengan
putra-putranya. Dan Atha’ memberikan jawaban kepada
khalifah. Setelah itu khalifah Sulaiman berkata kepada
putra-putranya, “Wahai putra-putraku! Hendaklah kalian
bertakwa kepada Allah! Hendak pula kalian mendalami
pengetahuan agamamu. Demi Allah aku tidak pernah dihinakan
dalam hidup ini selain karena hamba yang taat ini. Karena
dengan kehendak-Nya, Allah SWT mengangkat derajat orang-
orang yang taat pada-Nya. Meskipun orang itu sangatlah
miskin dan terhina. Demikian pula dengan kehendak-Nya, Allah
menghinakan orang-orang yang berbuat maksiat terhadap-Nya.
Meskipun orang itu memiliki kedudukan dan pangkat di hadapan
manusia.”
Saudara Sulaiman, bernama Hisyam bin Abdul Malik sang
khalifah selanjutnya, menunaikan ibadah haji di masjid
Haram. Saat berada di tempat thawaf, ia melihat Salim bin
Abdullah bin Umar. Dia adalah seorang alim yang hidup
sederhana dan ahli ibadah. Ia pun tengah menjalankan thawaf.
Ia menenteng kedua sepatunya. Sementara pakaian dan sorban
yang dikenakannya tidak lebih dari tiga belas dirham. Ketika
itu Hisyam berkata kepadanya, “Wahai Salim! Apakah engkau
menghendaki sesuatu untuk aku penuhi bagimu hari ini?” Ia
menjawab, “Apakah engkau tidak merasa malu kepada Allah
menawarkan sesutu keperluan terhadapku. Sedangkan aku berada
di rumah-Nya yang tidak membuatku butuh kepada selain Dia.”
Kata-kata itu membuat merah muka khalifah.
Ketika keluar dari masjid Haram, khalifah berkata lagi
kepadanya, “Adakah sesuatu yang engkau inginkan?” Ia
menjawab, “Keperluan dunia ataukah keperluan akhirat?”
Khalifah berkata, “Adapun keperluan akhirat aku tidak
memilikinya, melainkan keperluan dunia.” Salim berkata lagi,
“Demi Allah tiada Tuhan selain Dia! Aku tidak meminta
kebutuhan dunia dari Dia Sang Pemilik Tunggal. Lalu
bagaimana aku meminta itu dari Anda?”
Orang-orang seperti tercontoh di atas adalah para
pahlawan yang pantas dibanggakan. Mereka menjalani hidup
dalam pengajaran Nabi. Pengajaran beliau sanggup
menghasilkan generasi-generasi yang istimewa (khairu ummah).
Emas dan perak yang mereka lihat ada di tangan orang-orang
kafir tidak lebih dari kemewahan dunia yang remeh. Mereka
menghancurkannya dan menginjak dengan telapak kaki. Saat
orang-orang kafir menawarkan emas dan perak agar mereka
bersedia meninggalkan negeri-negeri yang ditundukkan, para
pahlawan Muslim yang gagah berani dengan tegas menjawab,
‘Tidak’. Sebaliknya mereka mengatkan bahwa negeri kaum
Muslimin adalah surga yang membentang seluas cakrawala.
Dan orang yang menjual kehidupan (dunia) dengan murah.
Melihat ridha-Mu sebagai yang termegah hingga ia beli.
Ataukah orang yang melihat api Majusi lalu dipadamkan.
Hingga tampaklah wajah pagi yang bersinar putih.
Mereka itulah para sahabat Rasulullah saw. Mereka
adalah generasi unggul yang layak disebut sebagai pahlawan
sejati. Merekalah orang-orang yang bangga dengan Islam
sebagai agama dan Muhammad sebagai panutan.
Ketika Umar bin Khattab ra keluar untuk menerima kunci
bait al-Maqdis, orang-orang berkerumun menyaksikan. Para
prajurit di bawah kepemimpinan Abu Ubaidah al-Miqdam tampak
siaga merayakan upacara penerimaan tersebut. Seluruh
prajurit berparade dalam jumlah yang sangat besar. Dan
ketika Umar berada di hadapan mereka, ia berkata, “La ilaha
illallah. Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan
agama Islam. Kapan kita mencari kemuliaan tanpa Islam,
niscaya Allah menghinakan kita.” Selesai mengucap itu ia
memerintahkan semua orang untuk bubar.
Umar memasuki tempatnya dengan tenang. Ketika para
pembesar yang bersamanya mendekat, ia hanya memerintahkan
mereka untuk bubar kecuali Abu Ubaidah Amir bin al-Jarrah.
Abu Ubaidah mendekatnya dan Umar memeluknya sambil menangis.
Ia berkata kepada Abu Ubaidah, “Wahai Abu Ubaidah! Bagaimana
keadaan kita di hari kiamat saat Allah meminta
pertanggungjawaban? Apa yang telah kita perbuat setelah
Rasulullah saw tidak bersama kita?” Abu Ubaidah menjawab,
“Wahai Amirul mukmini! Merilah kita menangis tanpa ada orang
lain yang melihat.” Keduanya lalu menyimpang dari jalan.
Saat itu semua prajurit, pemimpin, rahib hingga orang-orang
Nasrani melihat mereka berdua menuju ke sebatang pohon. Di
sana mereka berdua menangis berkepanjangan.
Semoga Allah meridhai para salaf yang shalih. Saat
mereka mengetahui bahwa tahun-tahun kehidupan ini hanya
layak untuk dilalui demi meraih ridha Allah SWT.
Rustum, sang pemimpin besar negeri Parsi pernah
berkata kepada Saad bin Abi Waqas, sang pemimpin perang kaum
Muslimin. Di bawah kendali Rustum, ada sekitar dua ratus
delapan puluh ribu tentara kafir. Dia berkata kepada Saad
bin Abi Waqas, “Utuslah salah seorang dari prajuritmu kepada
kami untuk aku ajak bicara!” Saad mengutus Saad Rab’i bin
Amir. Dia lelaki 30 tahun. Tergolong sebagai salah seorang
sahabat yang sangat fakir. Saat mengutusnya, Saad bin Abi
Waqas berpesan agar Saad Rab’i Bin Amir tidak merubah
penampilannya yang terkesan sangat sederhana. Saad
menambahkan bahwa kaum Muslimin menjadi mulia adalah berkat
agama Islam. Ketika kaum Muslimin mencari kemuliaan selain
dengan agama Islam, maka Allah akan menghinakan umat ini.
Saad Rab’i pun berangkat dengan menunggang kudanya
yang kurus dan pakaian yang lusuh. Ketika Rustum mendengar
bahwa utusan kaum Muslimin akan segera menemuinya, ia
mengumpulkan seluruh kerabat keluarganya, para menteri dan
tentara. Mereka disiapkan untuk menakuti utusan kaum
Muslimin ini.
Ketika Rustum telah kembali pada tempat duduknya, ia
memerintahkan agar utusan kaum Muslimin ini dipersilakan
memasuki singgasananya. Saad pun memasuki tempat Rustum
sambil mengendarai tunggangannya. Ia memegang tombaknya yang
menancap di permadani kaum Parsi. Sengaja Saad merobek
hamparan permadani tersebut untuk memperlihatkan pada mereka
bahwa dunia sesungguhnya sangat remeh. Bahwa dunia
sesungguhnya sangat murah. Bahwa kemewahan dunia sama sekali
tidak berarti sedikitpun di hadapan Allah SWT. Karena
keremehan itulah ia diperuntukkan bagi kaum kafir.
Setibanya Saad di hadapan Rustum, ia dipersilakan
untuk duduk. Saad menjawab, “Aku tidak datang ke sini
sebagai tamu. Aku kemari sebagai utusan.” Rustum kemudian
berkata kepada utusan yang ada di hadapannya melalui seorang
juru bicara, “Apa yang engkau miliki, wahai orang Arab? Kami
tidak pernah mengenal kaum yang lebih hina lagi fakir
melebihi kalian orang Arab. Orang Romawi memiliki peradaban
yang sangat besar. Kaum Parsi memiliki peradaban yang megah.
Dan bangsa Yunani memiliki peradaban yang cerah. Demikian
pula dengan bangsa India. Akan tetapi kalian bangsa Arab,
kalian bangsa berkulit hitam lagi buruk rupa. Kalian adalah
penggembala ternak yang hidup di tengah sahara. Lalu apa
yang kalian bawa kemari?” Rab’i menjawab, “Benar apa kata
Anda, Tuan! Dan lebih dari itu, kami dulu adalah kaum yang
sangat bodoh (jahiliyah). Kami dahulu adalah kaum penyembah
berhala. Kami saling membunuh saudara dan kerabat sendiri.
Kami dahulu adalah kaum liar yang tidak memiliki aturan.
Tidak memiliki dasar-dasar ajaran yang benar. Dan sekali
lagi kami tidak memiliki peradaban.”
Setelah mengucap semua itu, Saad Rab’i lalu mengangkat
suara dengan ucapan tinggi. Ia berkata, “Akan tetapi Allah
menjadikan kami sebagai duta-duta untuk membebaskan manusia.
Membebaskan penghambaan manusia kepada manusia. Membebaskan
manusia menuju penyembahan kepada sang Pencipta dan Penguasa
atas manusia. Membebaskan manusia dari cengkeraman dunia
yang sangat sempit ini menuju keluasan alam akhirat yang tak
terbatas. Membebaskan manusia dari kesewenang-wenangan atas
nama agama menuju keadilan berdasarkan Islam.”
Mendengar ucapan Saad Rab’i yang menggetarkan hati
ini, Rustum merasa terhina hingga amarahnya tak tertahankan.
Ia berkata keras, “Demi Tuhan! Engkau tidak akan keluar dari
tempat ini hingga engkau membawa tanah yang kami injak ini
di atas kepalamu.” Saad pulang dengan membawa tanah di atas
kepalanya. Sebelum meninggalkan tempat itu, ia sempat
berujar, “Insya Allah, dengan sebongkah tanah ini, maka akan
tiba waktu penyerahan tanah dan tempat tinggal kalian.”8
“Maka orang-orang yang zhalim itu dimusnahkan sampai
ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta 8 Lihat ‘Kisah kehidupan para sahabat” (4/515)
alam.” (QS. al-An’am: 45) Sesampainya Rab’i kepada Saad bin
Abi Waqas, ditanyakan perihal tanah yang ada di kepalanya.
Ia menjelaskan bahwa tanah itu berasal dari negeri Rustum.
Mendengar cerita itu, kaum Muslimin serentak mengucapkan
takbir hingga perkemahan mereka terasa bergetar. Mereka
dengan bangga berucap, “Ini adalah awal kemenangan. Dengan
izin Allah tanah mereka akan segera diserahkan.”
Keesokan harinya, saat sinar mentari menyapa bumi,
Saad bin Abi Waqas berada pada barisan terdepan memimpin
peperangan. Kedua pasukan bertemu dalam medan peperangan.
Dan Allah SWT melimpahkan kemenangan kepada golongan yang
berpihak pada-Nya. Selama tiga hari, api kesesatan dapat
dibinasakan. Kepala-kepala yang tidak mengenal kalimat la
ilaha illallah saling jatuh bergelimpangan. Dan pada hari
keempat, Saad bin Abi Waqas berhasil memasuki Istana Kasari
yang menjadi pusat kekuasaan selama seribu tahun. Di sana ia
melihat emas, perak dan batu permata. Saat itu Saad hanya
bisa menangis sambil mengucap ayat al-Qur’an, “Alangkah
banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan. Dan
kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah. Dan
kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. Demikianlah,
dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. Maka
langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak
diberi tangguh.” (QS. ad-Dukhan: 25-29)
Siapa yang mengangkat pedang untuk meninggikan nama-
Mu.
Di atas menara bintang-bintang yang menjulang.
Kami adalah gunung di tengah pegunungan.
Barangkali kami akan tertelan ombak lautan.
Kami melihat berhala dari emas.
Maka kami menghancurkan kekufuran di atas mahkotanya.
Jika bukan karena kaum Muslimin.
Niscaya berhala-berhala itu menjadi perhiasan bersama
timbunan dinar.
Demikianlah saya mengatakan sebagaimana Anda
dengarkan. Saya memohon ampunan kepada Allah untuk diri
saya, Anda dan kaum Muslimin semua. Maka mohonlah ampunan
kepada-Nya dan bertaubatlah. Sesungguhnya Allah adalah Maha
menerima taubat lagi Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Segala puji
bagi Allah Penolong orang-orang shalih. Tiada permusuhan
melainkan kepada orang-orang zhalim. Shalawat dan salam
teruntuk Nabi Muhammad saw pemimpin para Rasul, sekaligus
imam orang-orang bertakwa. Dialah orang terpilih yang oleh
Allah ditunjuk sebagai bukti kebenaran untuk semua umat
manusia. Semoga kebaikan dan kedamaian mengalir kepada
keluarga, sahabat serta orang-oang yang mengikuti jalannya.
Wahai manusia!
Di antara kewajiban seorang Muslim yang ingin
membangun rumah kehidupannya atas dasar ajaran Islam, adalah
agar ia mengajarkan Islam kepada keluarga berserta anak-
anaknya. Harapan seperti ini harus didukung pula dengan
kesungguhan dalam mengagungkan syiar Allah di setiap benak
anggota keluarga. Mengerti dan mematuhi batas-batas larangan
yang ditentukan Allah. Dengan demikian maka Allah adalah
satu-satunya yang patut untuk diagungkan. Tiada hal atau
sesuatu lain yang patut diagungkan di samping Allah SWT.
Tiada yang layak untuk dimuliakan dan dipuji kebesarannya
selain hanya Allah SWT. Dan tiada yang patut dicintai
melebihi kecintaan kepada Allah. Demikianlah maka harapan
untuk mewujudkan rumah tangga yang mulia dan terhormat akan
terwujud.
Beberapa langkah yang bisa ditempuh dalam upaya
mewujudkan harapan tersebut antara lain:
Selalu menanamkan nama Allah di hati anggota keluarga.
Mengajari dan mengenalkan mereka akan sifat-sifat Tuhan Yang
Mahatunggal. Seyogianya tidak menyebut nama Allah selain
pada kesempatan-kesempatan yang baik dan positif. Mengajari
mereka bagaimana arti keberadaan Allah yang Mahabesar dan
berkuasa atas segala sesuatu. Bahwa Allah Maha Pemurah. Maha
Pengasih. Mahalembut. Dan Mahabijaksana. Tunjukkan pada
mereka bukti-bukti nyata akan kekuasaan Allah yang
bertebaran di muka bumi.
Saat bersama menyantap hidangan, sebisa mungkin orang
tua mengatakan kepada anak-anaknya bahwa apa yang mereka
makan adalah anugerah Allah SWT. Dengan begitu rasa cinta
dan syukur akan tertanam dalam benak mereka sejak dini.
Begitu juga saat mengenakan pakaian. Katakan kepada anak-
anak Anda bahwa apa yang mereka kenakan tidak lain berkat
kemurahan Allah SWT. Jika dengan teliti dan cermat kita
melakukan hal semacam ini, maka persangkaan positif kepada
Allah akan semakin subur berkembang dalam benak mereka.
Dalam masalah yang berkaitan dengan tata krama atau
penghormatan, jangan dilupakan bahwa penghormatan juga
berlaku kepada kitab Allah yang suci. Kondisikan agar mereka
bisa menyukai dan menghormati al-Qur’an. Tanamkan dalam hati
mereka bahwa al-Qur’an adalah karunia Allah yang sangat
berharga bagi kehidupan manusia. Jadikan konsentrasi mereka
lebih banyak terfokus untuk mempelajari dan mengamalkan al-
Qur’an. Jika suatu saat Anda menemukan mushaf yang
berceceran, hendaklah Anda beri contoh yang baik kepada
mereka dengan menata kembali secara tertib. Contoh dengan
tindakan nyata semacam ini jauh lebih utama dari pada
mengikuti ceramah seratus kali untuk membicarakan keagungan
al-Qur’an.
Atau saat Anda menemukan teks hadits Rasulullah saw
yang tercecer. Sebaiknya Anda memberi contoh bagaimana
melakukan yang terbaik dalam keadaan itu. Jika saja Anda
memungut teks tersebut dan meletakkannya pada tempat yang
baik, insya Allah itu akan menjadi pengajaran yang sangat
bermanfaat. Hal itu dapat mengingatkan Anda seolah
Rasulullah saw berada bersama. Maka ucapkanlah shalawat dan
salam baginya. Anak-anak dan anggota keluarga Anda yang
menyaksikannya akan tersentuh untuk mengingat Rasulullah saw
hingga mereka turut mengucapkan shalawat dan salam baginya.
Kepada para sahabat dan khulafaurrasyidin kita
dianjurkan untuk memberikan penghormatan yang baik. Usahakan
para pahlawan kaum Muslimin yang shalih dan berani membela
kebenaran seperti para sahabat Nabi adalah teladan yang
patut dicontoh. Bukan artis dan bintang film yang patut
dipuji. Dewasa ini anak-anak kita terlalu sering disuguhi
tontonan yang melibatkan para artis serta bintang film.
Hingga mereka terbiasa memuji para penyanyi dan artis yang
seolah menjadi idola paling teladan.
Anak-anak kita sering berpikiran bahwa para artis,
penyanyi dan bintang film adalah orang-orang yang dikaruniai
kelebihan luar biasa. Mereka memiliki keistimewaan yang
tidak setiap orang bisa menjangkaunya. Padahal sesungguhnya
hal itu disebabkan terlalu seringnya anak-anak kita
menghabiskan waktu untuk menyaksikan bintang-bintang idola
mereka. Akan lebih baik jika waktu mereka dihabiskan dengan
mengingat Allah, mengingat Muhammad serta perjuangan para
pahlawan pendahulu kita. Dengan begitu kesadaran hidup untuk
meraih sukses sejati lebih mungkin untuk diwujudkan.
Ada kelompok yang memiliki peradaban serta tradisi
sesat yang sangat memprihatinkan. Mereka berpandangan bahwa
nama-nama seperti Marksis, Lenin hingga Napoleon adalah
pahlawan yang bersinar. Banyak di antara saudara kita
sendiri yang bersungguh-sungguh menelaah pikiran serta
tulisan-tulisan orang-orang yang dianggap pahlawan itu.
padahal sesungguhnya mereka adalah musuh kemanusiaan. Demi
Allah! Semua yang mereka anggap pahlawan sejati itu,
sekiranya mereka dikumpulkan untuk menandingi kebesaran dan
kemuliaan Muhammad saw sama sekali tidak berimbang. Mereka
tidak bisa menyamai sedikitpun dari keistimewaan Rasulullah
saw. Muhammad adalah orang pilihan yang diutus sebagai
pembawa ajaran langit. Mereka tidak sepadan dengan kemuliaan
debu yang menempel di kaki Muhammad. Bahkan kepada para
sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, sesungguhnya
orang-orang yang dianggap sebagai pahlawan itu tidaklah
sepadan sedikitpun. Karena itu benarlah bahwa para pendahulu
kaum Muslimin yang berjuang menegakkan kalimat Allah di muka
bumi dengan nyawa, harta dan tenaga adalah pahlawan sejati
yang layak untuk diteladani dan dihormati.
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. al-An’am:
90)
Mereka para pendahuluku, hadirkanlah aku seperti
mereka.
Saat Engkau kumpulkan kami, Wahai Pengikat orang-orang
yang berkumpul.
Mereka adalah orang-orang yang meniti jalan sejarah.
Mereka adalah orang-orang yang membuka telinga zaman. Mereka
adalah orang-orang yang berlayar di atas samudera kejayaan
dengan meninggikan kalimat la ilaha illallah.
Mereka adalah orang-orang yang diajarkan oleh Allah
tentang keadilan. Mereka adalah orang-orang yang dihindarkan
oleh Allah dari kesesatan. Dan mereka itulah orang-orang
yang mandiri. Mereka tidak melakukan pekerjaan untuk
kepentingan golongan lain.
Mereka adalah generasi tercerahkan berkat cahaya al-
Qur’an. Mereka ibarat al-Qur’an yang berjalan di atas bumi
Allah. Mereka berperilaku dengan ajaran dan akhlak al-
Qur’an. Mereka melewati malam dengan tilawah al-Qur’an. Dan
mereke menghabiskan siang dengan suara al-Qur’an.
Mereka adalah orang-orang yang hatinya selalu berpaut
dengan Allah. Allah meridhai mereka dan mereka meridhai
Allah sebagai Tuhan semesta alam yang berhak disembah.
Karena itu, Allah memuji mereka padahal mereka masih dalam
kehidupan dunia. Mereka berkumpul di bawah pohon hingga
Jibril datang membawa kalam Ilahi, “Sesungguhnya Allah telah
ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan
yang dekat (waktunya).” (QS. al-Fath: 18)
Dan mereka berkumpul pada waktu pagi lalu Jibril
datang menyampaikan kalimat Allah SWT, “Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. al-Fath: 29)
Sedangkan mereka yang terus mnenerus merasuki kita
dengan pikiran-pikiran sesat lagi pekat adalah makhluk Allah
yang paling buruk. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa
anjing jauh lebih mulia dan berharga daripada mereka.
Alasannya jelas. Mereka adalah makhluk berakal, sementara
binatang seperti anjing tidak dikaruniai pikiran dan akal
sebagaimana manusia. Akan tetapi kelebihan mereka yang tidak
dimanfaatkan untuk kebaikan demi kemuliaan manusia, maka
pada saat itu mereka terperosok pada tempat yang lebih hina
dari binatang manapun. Mereka menjadi orang-orang sesat
padahal mereka diberi akal. Dengan begitu, mereka lebih
tersesat daripada binatang. “Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya. Dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. al-
Jatsiyah: 23)
Sesungguhnya orang yang tidak beriman kepada Allah,
niscaya laknat Allah akan menghimpitnya di dunia dan
akhirat. “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati
dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para
malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam
laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan
tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (QS. al-Baqarah: 161-
162)
Saya memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang
terpuji, dengan sifat-sifat-Nya yang mulia. Agar Allah
menjaga dalam keislaman kami. Islam yang dibawa Muhammad
Rasul-Nya. Dengannya, dunia ini terselamatkan dari kegelapan
menjadi terang benderang bersama cahaya iman.
Dunia, saat diutusnya Muhammad.
Allah menatapkan pandangan-Nya hingga berubah ia
(dunia).
Dia memuliakan manusia saat memilih orang terbaik.
Sebagai bintang dan purnama yang menyinarinya (dunia).
Wahai hamba Allah!
Bershalawatlah kepada Muhammad sebagaimana Allah
memerintahkan kalian untuk itu. “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw pernah bersabda, “Siapa yang
bershalawat untukku satu kali shalawat, Allah bershalawat
untuknya sepuluh kali.” (HR. Muslim 1/288 no 384)
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Nabi-Mu dan
kekasih-Mu Muhammad saw. Limpahkanlah pula keberkahan kepada
keluarga dan seluruh sahabatnya. Amin.
***
HAKIKAT KEBANGKITAN
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Kepada-Nya
kami panjatkan puji dan kepada-Nya kami mohonkan
pertolongan. Kami memohon ampunan dari segala dosa. Dan
berlindung pada-Nya dari segala keburukan yang kami perbuat.
Siapa yang Dia beri petunjuk, tiada seorangpun dapat
menyesatkannya. Dan siapa yang Dia sesatkan, maka tak
seorangpun bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah. Dialah Tuhan Yang Esa. Tiada
sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sebenar-benar perkataan adalah perkataan dalam kitab
Allah. Dan sebaik-baik petunjuk adalah hidayah yang dibawa
Muhammad saw. Seburuk-buruk urusan adalah yang datang
kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah. Setiap
bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan akan berakhir di neraka.
Wahai manusia!
Kepada Allah kita keluhkan kerasnya hati.
Setiap hari penyeru maut keras memanggil.
Jika dikata engkau telah tahu, maka apa yang telah kau
perbuat?.
Sedang segalanya tersusun dalam catatan.
Aduhai betapa buruknya, apa yang kami katakan.
Dengan apa kami jawab, sementara urusan hari itu lebih
sulit?
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami
menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia
menjadi penantang yang nyata. Dan dia membuat perumpamaan
bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:
‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang
telah hancur luluh?’ Katakanlah: ‘Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha
Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang
menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu.’ Dan tidakkah Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali
jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? benar. dia
berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas
segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS.
Yaasin: 77-83)
Wahai manusia yang diciptakan Tuhan. Wahai manusia
yang diciptakan dari setetes air mani.
Wahai manusia! wahai manusia yang berani melawan
ketentuan Allah. Wahai manusia yang berani membangkang sang
Pencipta. Engkau makan dari nikmat-Nya. Engkau berjalan di
bawah kolong langit-Nya. Dan engkau mengembara di atas bumi-
Nya.
Wahai manusia! sungguh engkau akan berhadapan dengan
Allah kelak. Celakalah engkau di hari itu! Pernahkah engkau
sejenak saja berfikir akan menghadap Allah!?
Jika kita mati lalu dibiarkan.
Maka kematian adalah tujuan hidup.
Akan tetapi kita mati untuk dibangkitkan.
Dan Tuhan akan menanya segala sesuatu.
“Hai manusia, apakah yang teleh memperdayakan
kamu(berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.”
(QS. al-Infithar: 6)
Apa yang telah memperdayakanmu? Apa yang telah
menipumu hingga engkau berani berbuat maksiat dan melakukan
perlawanan kepada Allah?
Wahai manusia! Bukankah dulu engkau adalah setitik air
mani? Bukankah engkau dulu tiada pernah ada?
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari
masa, sedangkan dia waktu itu belum merupakan sesuatu yang
dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya
(dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat.” (QS. al-Insan: 1-2)
Dari kejadiannya, sungguh manusia ini teramat hina. Ia
teramat tidak berharga. Dari setetes air mani. Dari sesuatu
yang sebelum kejadiannya, ia bukanlah apa-apa. Akan tetapi
ketika ia telah melangkahkan kaki di atas bumi ini,
kesombongannya melupakan semua itu. Bahkan ia pun lupa
kepada sang Pencipta Yang Mahatunggal.
Dalam musnad Imam Ahmad, melalui sanad yang baik dari
Bisr al-Jahhasy al-Qurasy, bahwa Rasulullah saw pernah suatu
ketika meludah di telapak tangan. Kemudian beliau
mengarahkan jarinya ke ludah itu sambil berkata, “Allah SWT
berkata, ‘Ibnu Adam, bagaimana bisa engkau meremehkan Aku?’
Padahal Aku yang menciptakanmu dari tetesan seperti ini.
Hingga ketika Aku telah menegakkanmu dan menguatkanmu,
engkau berjalan dengan sombong dan angkuh. Engkau kumpulkan
harta namun engkau tidak mengeluarkan shadaqah atau
zakatnya. Hingga jika maut menjemputmu, engkau berkata, ‘Aku
akan mengeluarkan shadaqah (zakat).’ Maka ketika itu tidak
berguna lagi baginya shadaqah!!”
Siapa pendurhaka yang sombong lagi congkak ini? Siapa
dia yang merugi ini? Dia yang tidak melakukan perhitungan
dengan selayaknya. Meskipun ia tidak mengucap dengan kata-
kata, namun ia mengingkari kebangkitan melalui perilakunya.
Al-‘Ash bin Wail adalah seorang pendurhaka yang telah
dikaruniai Allah harta berlimpah. Allah memberinya kedudukan
yang tinggi di dunia. Dan Allah memberinya kesehatan jasmani
yang baik. Akan tetapi ia adalah seorang pendurhaka yang
mengingkari Allah SWT. Suatu ketika ia mendatangi Nabi
Muhammad saw dengan membawa sepotong tulang kering. Sambil
meremas-remas dan meniupnya, ia berkata kepada Rasulullah,
“Wahai Muhammad! Adakah engkau mengira bahwa Tuhanmu sanggup
mengembalikan tulang-tulang ini setelah mematikannya?”
Beliau menjawab, “Iya! Allah akan mematikanmu, lalu
menghidupkanmu dan memasukkanmu ke neraka.”9
Allah berfirman kepada Rasul-Nya, “dan dia membuat
perumpamaan bagi Kami.” (QS. Yaasin: 78) Bahwa orang yang
berada di hadapan Muhammad tengah membuat perumpamaan bagi
Allah SWT. Orang tersebut lupa akan kemurahan Allah. Orang
tersebut lupa akan kebesaran Allah. Ia lupa akan keindahan
dan kenikmatan yang datang dari Allah. Kini ia datang
membawa perumpamaan bagi Tuhannya. Padahal Allah yang telah
menciptakannya. Siapa yang telah menjadikannya sebagai
manusia? Siapa yang telah memberinya kekayaan dan
menghindarkannya dari kefakiran? Siapakah yang telah
menggerakkan kedua kakinya hingga ia bisa berlalu di muka
9 Dalam al-Mustadrak, karya al-Hakim (2/108). Al-Hakim menambahkan bahwa hadits tersebut sahih menurut persyaratan syaikhani.
bumi? “Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah
mata, lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan.” (QS. al-Balad: 8-10) Lalu bagaimana ia
sekarang melupakan Kami?
Al-‘Ash bin Wail ini, suatu ketika pernah didatangi
seorang lelaki yang bekerja padanya. Orang tersebut
tergolong kaum fakir miskin di antara kaum Muslimin. Kepada
al-‘Ash bin Wail, ia berkata, “Wahai Aba Amr! Berikanlah
upahku!” al-‘Ash menjawab, “Apakah engkau percaya bahwa
Allah akan membangkitkan kita di hari kiamat?” “Iya.” Jawab
si fakir. Lalu al-‘Ash tertawa sambil mengejek, “Jika Allah
bisa menghidupkan kita kembali, maka Tuhanku akan
membangkitkan aku dari kubur nanti. Aku punya banyak gudang
simpanan kekayaan. Saat itu nanti aku akan membayar
upahmu.”10 Kemudian Allah berfirman kepada Nabi-Nya, “Maka
apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat
Kami dan ia mengatakan: ‘Pasti aku akan diberi harta dan
anak.’ Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat
perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali
tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-
benar Kami akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan
mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada
Kami dengan seorang diri.” (QS. Maryam: 77-80)
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa
kepada kejadiannya; ia berkata: ‘Siapakah yang dapat
menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?’
Katakanlah: ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang
segala makhluk.” (QS. Yaasin: 78-79)
Allah akan membangkitkan kita sebagaimana kita pertama
kali dihidupkan. Kita dibangkitkan seorang diri tanpa busana 10 Lihat ‘ad-Durru al-Mantsur” (4/506)
dan tanpa dikhitan. Persis sebagaimana pertama kali kita
ada. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya kamu datang kepada
Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan
sebelumnya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa
yang telah Kami kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat
besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu
sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah
terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap
daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu
Allah).” (QS. al-An’am:94)
Kita akan keluar dari kubur dengan penuh rasa takut,
bingung dan linglung. Berbeda halnya dengan orang-orang yang
mendapat rahmat Allah SWT. orang yang mendapat pertolongan
dari Allah adalah mereka yang percaya akan murka-Nya. Adalah
mereka yang percaya akan azab-Nya. Dan mereka adalah orang
percaya akan siksa Allah. Sementara mereka yang ingkar akan
itu semua akan bangkit dengan penuh keresahan. Mereka
seperti memasuki dunia baru yang sangat asing. Hanya
pertolongan Allah semata yang dapat menenangkan manusia kala
itu.
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka
ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari
neraka. Mereka tidak mendengar sedikitpun suara api neraka,
dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh
mereka. Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar
(pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat.
(Malaikat berkata): ‘Inilah harimu yang telah dijanjikan
kepadamu. (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai
menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah
memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati;
sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (QS. al-
Anbiya: 101-104)
Benar apa yang dikatakan Rasulullah saw bahwa manusia
akan keluar dari kubur dalam keadaan yang tidak sama. Di
antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua mata kaki.
Ada yang keringatnya hingga mencapai lutut. Ada yang
keringatnya hingga mencapai pinggang. Ada yang keringatnya
hingga mencapai leher. Dan ada pula orang yang terkekang
oleh keringatnya hingga tak berdaya.11
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang zhalim
menggigit dua tangannya, seraya berkata: ‘Aduhai kiranya
(dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.’ Kecelakaan
besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si
fulan itu teman akrab (ku).” (QS. al-Furqan: 27-28)
Kemudian Allah menjawab pertentangan orang-orang yang
dahulu mengingkari adanya kebangkitan kubur. “ia berkata:
‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah
hancur luluh?’ Katakanlah: ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan
yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha
Mengetahui tentang segala makhluk. (Yaitu) Tuhan yang
menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yaasin: 78-80)
Lalu siapa yang telah menyalakan api dari kayu itu?
Dan siapa yang telah menjadikan tanda-tanda alam berada di
hadapan mata? Bukankah itu adalah Dia yang akan
mengembalikan kita pada hari perkumpulan yang dahsyat itu?
“(Yaitu) Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang
hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu. Dan
tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur
11 hadits tentang ini dikeluarkan oleh Muslim (4/2196 no 2864)
itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Yaasin: 80-81)
Wahai manusia! lihatlah langit yang membentang tanpa
penyangga.
Wahai manusia! lihatlah bumi yang terhampar begitu
mempesona. Lihatlah siapa yang menebar udara? Siapa yang
mengalirkan air? Siapa yang menjadikan burung-burung
bernyanyi riang? Siapa yang menjadikan angin bertiup
kencang? Siapa yang menjadikannya berhembus lembut? Dan
siapa yang telah menjadikanmu dalam bentuk yang paling indah
ini? “Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi
itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang
sudah hancur itu? Benar. Dia berkuasa. Dan Dialah Maha
Pencipta lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yaasin: 81)
Subhanallah! Betapa Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Umar ra pernah berkata, “Demi Allah! Jika tidak karena
akan datang kiamat, tidaklah engkau melihat seperti yang ada
sekarang. Jika bukan karena hari kebangkitan itu, maka yang
kuat akan menelan yang lemah. Kezhaliman akan memenjara
orang-orang teraniaya. Dan orang-orang yang tertindas akan
selalu tertindas di muka bumi.
Bayangkan dirimu wahai orang-orang terpedaya.
Berada di hari kiamat sementara langit bergelombang.
Andai dikata cahaya agama datang sebagai penyelamat.
Waspadalah jika engkau datang tanpa membawa cahaya.
Lalu kapan seseorang akan tergugah jika tidak dari
sekarang?
Kapan seseorang bertobat kepada Allah jika tidak saat
ini? Kapan seseorang akan melakukan muhasabah atas dirinya
sendiri sebelum dilakukan muhasabah di hadapan Allah SWT?
Wahai hamba Allah!
Saya mengatakan apa yang Anda dengarkan bersama. Saya
memohon ampunan kepada Allah untuk diri saya, Anda dan
seluruh umat Islam. Maka mohonkanlah ampunan kepada Allah
dan bertobatlah. Sesungguhnya Allah Maha menerima tobat lagi
Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah. Segala puji bagi-Nya yang
selalu melihat dan menyaksikan keadaan hama-hamba-Nya.
Mahasuci Allah yang menghiasi langit dengan cahaya bintang
dan purnama yang bersinar terang. Dia yang menjadikan siang
dan malam sebagai masa bagi orang-orang yang hendak
mengingat-Nya.
Amma ba’du.
Ibrahim as adalah pemimpin ajaran tauhid. Dia membawa
ajaran yang hanif. Dia adalah guru bagi pengikut ajaran
akidah. Ibrahim adalah khalilurrahman (kekasih Allah).
Dialah yang menebarkan ajaran tauhid di muka bumi.
Suatu ketika Ibrahim berjalan menyusuri tepian pantai.
Ia melihat bangkai hewan terseret ombak ke tepian. Saat itu
ada binatang buas datang menghampiri bangkai dan memakannya.
Burung-burung pemakan bangkai pun turut meramaikan pesta
itu. Ibrahim menghentikan langkahnya. Dalam hati ia
bertanya, “Bagaimana Allah mengembalikan kehidupan bangkai
yang telah tercabik-cabik dan terkunyah dalam perut binatang
buas serta burung-burung itu. Bagaimana di hari kiamat nanti
Allah menghidupkan bangkai itu? “Dan (ingatlah) ketika
Ibrahim berkata: ‘Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku
bagaimana engkau menghidupkan yang mati?” (QS. al-Baqarah:
260)
Ibrahim berkata kepada Tuhannya. Ia meminta untuk
diperlihatkan proses menghidupkan kematian dan bagaimana
mematikan kehidupan. Kemudian Allah berkata, “Belum yakinkah
engkau?” (QS. al-Baqarah: 260) Apakah engkau belum beriman
hari ini? Adakah engkau tidak meyakini bahwa Allah bisa
membangkitkan orang-orang dari kubur? Apakah engkau belum
juga mengerti bahwa Allah SWT akan membangkitkan manusia di
hari kebangkitan?
Padahal sesungguhnya Allah Maha Mengetahui bahwa
Ibrahim adalah seorang yang beriman. Bahwa Ibrahim adalah
seorang yang bertauhid. Dan bahwa Ibrahim adalah orang yang
menerima kebenaran. Ibrahim menjawab, “Bahkan aku telah
meyakininya.” (QS. al-Baqarah: 260) Aku yakin dan beriman,
wahai Tuhan. “Akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku).” (QS. al-Baqarah: 260) Mahasuci Allah!
Dalam sahih Bukhari diriwayatkan bahwa Rasulullah saw
pernah berkata, “Kami lebih berhak ragu daripada Ibrahim
as.” (HR. al-Bukhari 5/163) Maksudnya jika saja Ibrahim
masih merasa ragu, maka kita jauh lebih berpeluang untuk
ragu akan kodrat Allah. Akan tetapi kita sama sekali tidak
pernah meragukannya. Karena itu, Ibrahim as jauh lebih tidak
ragu daripada kita.
“Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakininya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (QS. al-Baqarah:
260) Bahwa permintaan itu adalah untuk menambah keyakinan
yang sudah ada dalam hatinya. “Allah berfirman: ‘(Kalau
demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah
semuanya olehmu.” (QS. al-Baqarah: 260) Ambillah empat ekor
burung lalu potonglah burung-burung itu dan campurkan
masing-masing pada yang lain.
“Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu
bagian dari bagian-bagian itu.” (QS. al-Baqarah: 260)
Ibrahim mengambil seluruh bagian yang terpotong itu dan
membagikannya pada empat bukit. Allah berfirman, “Kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan
segera.” (QS. al-Baqarah: 260)
Selesai meletakkan bagian-bagian burung itu di atas
bukit, Ibrahim turun dengan membawa kepala-kepala burung
yang terpotong. Ia memanggil burung-burung itu dari bawah.
“Kemarilah wahai burung-burung dengan izin Allah!
Kemarilah!” Panggil Ibrahim. Kemudian Allah membangkitkan
ruh-ruh burung itu kembali. Dan semua bagian yang telah
dipisah-pisah di empat bukit itu kembali pada bagiannya
masing-masing hingga terbentuk seperti semula. Setiap burung
kembali pada kepalanya masing-masing. Tidak ada yang
tertukar dengan kepala burung lain. Setelah sempurna bentuk
burung-burung itu, mereka terbang ke udara seperti sedia
kala. Kemudian Allah berkata, “Dan ketahulilah bahwa Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijakasana.” (QS. al-Baqarah: 260) Dan
Ibrahim pun berkata, “Aku tahu bahwa Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.”
Wahai orang yang ragu akan kekuasaan Allah. Wahai
orang yang ragu akan hari kebangkitan. Waspadalah akan
datangnya hari dimana Allah membangkitkan orang-orang
terdahulu dan orang-orang yang dtaang kemudian. Waspadalah
akan tibanya hari dimana Allah memanggil mereka semua.
Hiasilah dirimu untuk menyambut hari perkumpulan besar di
hadapan Allah. Kenakanlah pakaian selain yang engkau kenakan
hari ini. Demi Allah! Apa yang kita kenakan saat ini
tidaklah memberi arti sedikitpun di hadapan Allah, selain
pakaian taqwa. Siapkanlah dirimu dengan bekal kebaikan serta
amal shalih yang akan mengangkat derajatmu di sisi Allah.
Sesungguhnya setelah kehidupan ini akan datang suatu
kematian besar. Siapkanlah dirimu untuk menyambut
kebangkitan berikutnya. Tatapkan dan adukan dirimu kepada
Allah semata. Dan lakukanlah sebenar-benar taubat kepada-Nya
untuk memasuki “Hari dimana harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap kepada
Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)
Itulah hari dimana Allah menggulung langit lalu
memegang dalam genggaman-Nya. Saat itu Dia berkata, “Akulah
Penguasa. Di mana orang-orang yang sombong dan durhaka?”
Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan-Nya seraya
berkata, “Akulah Penguasa. Di mana orang-orang sombong lagi
durhaka?” (HR. Muslim 4/2148 no 2788)
Marilah memohon kepada Allah agar menyelamatkan kita
pada hari kiamat. Marilah kita mohon kepada Allah agar
menjadikan kita termasuk orang-orang yang berwajah putih
bercahaya. Marilah kita mohon kepada Allah agar
menghindarkan kita dari golongan orang-orang yang
dipermalukan. Agar kita terhindar dari golongan orang-orang
yang merugi lagi sesal.
Wahai hamba Allah!
Bershalawatlah dan ucapkan salam kepada Nabi
sebagaimana Allah perintahkan atas kita. “Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Siapa mengucapkan shalawat
untukku satu kali, niscaya Allah mengucapkan shalawat
untuknya sepuluh kali.” (HR. Muslim 1/288 no 384)
Ya Allah! Limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi-
Mu Muhammad. Tampakkanlah padanya shalawat dan salam
penghormatan dari kami di hari dan waktu yang berkah ini, ya
Rabbal alamin!
Ya Allah! Limpahkanlah ridha-Mu kepada para sahabat
yang suci. Para sahabat Rasul; Muhajirin dan Anshar. Juga
kepada mereka yang mengikuti jalan kebaikan hingga hari
kiamat. Dan jadikanlah kami sebagai bagian dari mereka,
wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.
***
RASULULLAH TERTAWA
Segala puji bagi Allah. Kami panjatkan puji untuk-Nya
dan kepada-Nya kami mohon ampunan dan perlindungan. Kami
berlindung kepada Allah dari segala keburukan dan dosa.
Siapa yang Dia beri petunjuk, tiada seorangpun dapat
menyesatkannya. Dan siapa yang Dia sesatkan, maka tak
seorangpun dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah. Dialah Tuhan Yang Maha Esa. Tiada
sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba sekaligus Rasul-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah perkataan
dalam kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah hidayah yang
dibawa Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah yang
datang kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah.
Setiap bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan akan berakhir di
neraka.
Wahai orang-orang beriman!
Judul khutbah kali ini adalah “Rasulullah saw
tertawa”. Hari ini kita akan bersama beliau tertawa.
Sebagaimana pernah kita lalui beberapa masa yang telah lewat
bersama beliau, sementara beliau selalu menangis karena
takut kepada Allah. Lalu siapa yang membuat beliau tertawa.
Tidak lain adalah Allah SWT. “Dan bahwasanya Dialah yang
menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43)
Lalu kenapa beliau tidak tertawa? Agama yang dibawa
adalah rahmat. Jalan yang ditempuh adalah kebahagiaan. Dan
syariat yang diembannya adalah kemenangan.
Kita pernah hidup bersama Rasulullah saw dalam masa –
masa yang penuh tangis. Kedua mata beliau tidak berhenti
meneteskan air mata. Sementara perasaan beliau sering
tersakiti oleh perlakuan para penentang Allah. Akan tetapi
hari ini kita hidup bersama beliau dimana beliau tersenyum,
tertawa dan bersendau gurau. Beliau bersendau gurau bersama
para sahabat dalam perbincangan yang mengalir hangat.
Sesungguhnya pendidikan tasawwuf mengajarkan pada para
pengikutnya untuk tidak tertawa. Di antara mereka ada yang
berkata, “Aku tidak tertawa sejak empat puluh tahun lepas.
Akan tetapi sang imam besar, sekaligus pemimpin tertinggi
umat ini tertawa di masa hidupnya.”
Sesungguhnya tertawa Rasulullah saw memili maksud
tertentu. Tertawa beliau membawa manfaat. Beliau menularkan
senyuman dan mengajarkan tertawa. Beliau juga mengajarkan
bagaimana bersenda gurau. Mari kita dengarkan ucapan beliau
saat beliau tertawa:
Hari-hari tertawa untukmu, wahai pembawa cahaya!
Tahun-tahun berpengharapan dengan kehadiranmu.
Sejarah berhenti dan merunduk di sisimu.
Goresan penamu memenuhi lembarannya.
Tertawalah! Karena engkau datang dengan berita
gembira.
Melalui dua telapakmu; kedamaian dan keselamatan.
Tertawalah! Kedatanganmu adalah fajar bersinar.
Bagi kehidupan generasi yang tertutup awan hitam.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya melalui sanad
yang sahih. Demikian pula imam al-Baihaqi, bahwa Rasulullah
saw suatu ketika mengendarai khimarnya yang berjuluk Ya’fur.
Beliau berkata, “Naiklah, wahai Muazd!” Aku menjawab,
“Melajulah, Ya Rasul!” Beliau berkata lagi, “Ayo naiklah!”
Dan akupun menyertai beliau.”
Seharusnya kita bisa menghadirkan gambaran seperti
ini. Siapakah pengendara itu? Dia adalah Rasulullah saw. Dia
adalah Muhammad, seorang yang mengangkat umat manusia dari
kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dialah Muhammad yang
mengendarai keledai dan salah satu murinya menyertai dari
belakang.
Mu’adz berkata, “Maka aku pun menyertai beliau. Lalu
keledai itu terjatuh karena kami.”
Keledai itu jatuh. Muadz pun jatuh. Dan tidak
ketinggalan Rasullah pun demikian. Lalu apa yang diperbuat
Rasulullah saw?
Muadz berkata, “Rasulullah saw lalu bangkit dan
tertawa. Aku segera bangkit dan memohon maaf.” Begitulah.
Beliau bangkit dan langsung tertawa. Sungguh ajarannya penuh
dengan senyum. Ajarannya penuh dengan kesenangan serta
kebahagiaan. Ajarannya adalah rahmat bagi setiap orang.
Orang-orang yang menyukai ajarannya akan selalu dekat dengan
kebahagiaan dalam berbagai bentuknya. Jarir bin Abdullah
pernah berkata, “Demi Allah! Tidak pernah Rasulullah saw
melihatku melainkan beliau melempar senyum padaku.”
Muadz berkata, “Rasulullah saw bangkit lalu tertawa.
Dan aku segera bangkit meminta maaf. Beliau tertawa berulang
kali; dua hingga tiga kali. Kemudian kami melaju lagi.
Beliau mengarahkan tangannya ke punggungku dan memukul pelan
dengan tongkatnya. Kemudian beliau berkata, ‘Wahai Muadz!
Tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?’ Aku
berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba-hamba-Nya
adalah agar mereka menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun.” Kami melaju lagi dan beliau kembali
mengarahkan tongkatnya ke punggungku sambil berkata, “Wahai
Muadz! Tahukah engkau apa hak seorang hamba atas Allah jika
hamba tersebut melakukan itu (melaksanakan hak Allah)?” Aku
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya hak seorang hamba atas Allah jika
hamba tersebut memenuhi hak Allah adalah masuk ke dalam
surga.” (HR. Ahmad 5/238)12
Wahai manusia!
Sesunggunya setiap orang yang melarang dirinya dan
keluarganya untuk menebar senyum dan tawa karena alasan
kesusahan hidup adalah suatu kenyataan yang sangat
memprihatinkan. Kami katakan bahwa orang yang memikul
keresahan umat manusia sejagad, yang menyebarkan risalah
seluas hamparan langit dan bumi, yaitu Muhammad saw adalah
seorang yang gemar tersenyum dan tertawa. Dia yang seluruh
waktunya habis untuk pengabdian kepada kemaslahatan umat
manusia masih sanggup menebar senyum dan tawa.
Suatu ketika di masa perang uhud, saat bala tentara
berperang, pedang-pedang terhunus, kepala berjatuhan, darah
berceceran dan kematian silih berganti, Rasulullah saw masih
bisa tertawa.
Para pejuang itu melewatimu penuh luka.
Sedangkan wajahmu berseri dan bibirmu tersenyum.
Kesempatan lain Rasulullah saw tertawa adalah
sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Abu daud
dengan sanad yang sahih. Dari Ali bin Rabi’ah, ia berkata,
“Aku melihat Ali ra. Dia menuntun unta untuk dinaiki. Ketika
menaikkan kakinya, ia mengucapkan basmallah.
Saat berada di atasnya, ia mengucapkan hamdalah, lalu
membaca ayat, ‘Mahasuci Tuhan yang telah menundukkan semua
ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada
Tuhan kami.’ (QS. az-Zukhruf: 13-14). Lalu ia menambahkan
bacaan hamdalah tiga kali, takbir tiga kali dan menutupnya
dengan bacaan: subhanaka inni zhalamtu nafsi faghfirli, fa 12 diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari (8/164) dan Muslim (1/58 no 30)
innahu la yaghfiru adzunuba illa anta. Kemudian ia tertawa.
Dikatakan kepadanya apa yang membuatnya tertawa. Dia berkata
bahwa Rasulullah saw melakukan seperti apa yang ia lakukan
itu. Saat itu Ali bertanya kepada Rasulullah saw apa yang
membuat beliau tertawa. Dan Rasululah saw kala itu menjawab,
‘Sesungguhnya Tuhanmu kaget kepada hamba-Nya saat mengucap,
‘Ampunilah dosa-dosaku, padahal ia mengerti tiada yang
mengampuni dosa-dosa selain Ia.”13
Rasulullah saw tertawa, karena umat ini mengerti
Tuhannya. Umat ini bertawajuh kepada Tuhan untuk mengampuni
dosa-dosa. Maka Rasulullah saw tertawa, bahwa semua yang ada
ini merupakan rahmat bagi umatnya. Beliau sangat gembira
karena Allah SWT mengampuni dosa-dosa bagi setiap orang yang
memohon ampunan dan bertobat.
Rasulullah saw pun tertawa, seperti yang diceritakan
dalam sahih Muslim. Abu Hurairah ra meriwayatkan dari
Rasulullah saw bahwa penghuni surga terakhir yang masuk
surga adalah orang yang menghadapkan wajahnya ke arah
neraka.14 Orang itu berkata, “Ya Tuhan! Palingkanlah wajahku
dari neraka. Sungguh aromanya terasa menyakitkan dan
luapannya sangat membakar.” Ia memanjatkan doa itu kepada
Allah. Lalu Allah berkata, “Apa mungkin jika Aku kabulkan
itu engkau tidak akan memohon pada-Ku dengan permintaan
lain?” Ia menjawab, “Aku tidak akan memohon pada-Mu yang
lain lagi.” Kemudian Allah memberinya ketetapan dan
memalingkan wajahnya dari api neraka. Saat menghadap ke
surga, spontan ia terdiam. Lalu ia berkata, “Ya Tuhan!
Langkahkan kakiku menuju pintu surga.” Allah menjawab,
“Bukankah telah Aku berikan ketetapan dari-Ku bahwa engkau
13 Diriwayatkan oleh Abu Daud (3/34 no 2602) dan at-Tirmidzi (5/467 no 3446) dikatakan sebagai hadits Hasan Sahih.14 Orang tersebut termasuk ahli tauhid. Akan tetapi ia memiliki dosa yang harus dibayar dengan azab. Kemudian ia masuk surga.
tidak akan meminta pada-Ku sesuatu selain yang telah Aku
berikan kepadamu. Celakalah engkau wahai Bani Adam!”
Orang itu masih saja memanjatkan doa kepada Tuhan.
Tuhan berkata padanya, “Apakah jika Aku kabulkan
permohonanmu maka engkau tidak akan meminta sesuatu yang
lain dari-Ku?” Ia menjawab, “Demi Keagungan-Mu, aku tidak
akan memohon sesuatu yang lain.” Allah memberinya ketetapan
dan melangkahkan kakinya menuju pintu surga. Saat ia
mendekati pintu itu, dengan sendirinya hamparan surga yang
mempesona terbentang di hadapannya. Seperti semula, ia hanya
terdiam tak kuasa menahan pesona. Lalu ia berkata, “Ya
Tuhan! Masukkanlah aku di dalamnya.” Allah menjawab,
“Bukankah telah Aku berikan ketetapan untukmu, bahwa engkau
tidak akan memohon selain yang telah Aku berikan padamu?
Celakalah engkau wahai Bani Adam!” kemudian ia berkata lagi,
“Ya Tuhan! Aku bukanlah makhluk-Mu yang paling berdosa.” Ia
masih saja memohon kepada Tuhan hingga Allah SWT tertawa
karenanya. Saat itulah Allah berkata, “Masuklah engkau di
dalamnya!” Begitu ia berada dalam surga, Allah berkata
kepadanya, “Berharaplah!” Ia pun memanjatkan doa dan harapan
kepada Allah dengan maksud agar Allah menjawabnya. Setelah
ia selesai memanjatkan doa, Allah berkata kepadanya, “Itu
untukmu dan ditambah lagi sebanding dengan itu.”
Abu Said berkata, “Aku bersaksi bahwa aku menghafal
suatu ucapan dari Rasulullah saw, ‘Itu untukmu dan sepuluh
kali lipat lagi.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Aku benar-benar melihat
Rasulullah saw tertawa hingga gigi gerahamnya terlihat.”
(HR. Bukhari 8/179-181)
Wahai manusia!
Ini adalah akidah rabbaniyah yang sangat penting
untuk diimani, bahwa Tuhan tertawa. Dan tatkala Dia tertawa,
maka Ia mengizinkan hamba tersebut untuk memasuki surga.
Bahwa Allah memberinya kepemilikan yang lebih besar daripada
kepemilikan di dunia. Yaitu sepuluh kali lipat. Padahal
orang tersebut adalah penghuni surga yang paling rendah.
Yang terendah dari mereka memiliki kekayaan dunia.
Dan sepuluh kali lipatnya tanpa syak wasangka.
Tetapi penghuni utama di sana.
Lebih utama dari dunia seisinya.
Yang membuat Rasulullah saw tertawa adalah ketamakan
hamba serta keberaniannya membatalkan perjanjian kepada
Allah. Ditambah lagi kemurahan Allah dalam menjawab
permohonan hamba-Nya.
Suatu ketika saat Rasulullah saw didatangi seorang
cendekiawan Yahudi, beliau sempat tertawa. Cendekiawan
Yahudi itu berkata kepada Rasulullah, “Wahai Abu al-Qasim!
Sesungguhnya Allah akan memegang langit dengan satu jari.
Allah akan memegang bumi dengan satu jari. Allah akan
memegang tumbuh-tumbuhan dan hamparan sungai dengan satu
jari. Dan Allah akan memegang makhluk-makhluk-Nya dengan
satu jari. Saat itu nanti Dia berkata, ‘Akulah Penguasa.
Akulah Penguasa.”
Mendengar cerita dari seorang Yahudi ini, Rasulullah
saw tertawa. Beliau takjub dan membenarkan apa yang
dikatakan oleh seorang Yahudi. Kemudian beliau membaca
firman Allah, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan
tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa
yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
Jadi Rasulullah saw tertawa oleh beberapa hal berikut:
1. Bahwa al-Qur’an membenarkan ucapan seorang Yahudi
mengenai hari kiamat.
2. Bahwa orang-orang Yahudi mengerti akan kebenaran
Rasulullah saw. Mereka membenarkan apa yang dibawa
oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi kemudian mereka
berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Rasulullah saw takjub akan kebesaran dan kekuasaan
Allah SWT.
4. Bahwa seorang hamba, setinggi apapun tingkat
ibadahnya, sesungguhnya ia tidak akan pernah
sanggup memenuhi hak Allah.
Itulah beberapa poin di mana kami melihat Rasulullah
saw tertawa. Bahwa tertawa yang beliau lakukan memiliki arti
dan manfaat tertentu. Beliau tidak tertawa hanya untuk
bersenang-senang tanpa makna. Beliau tertawa dengan membawa
ajaran. Beliau tertawa sambil mengajar. Beliau mengarahkan
manusia kepada kebaikan melalui tawa dan senyum.
Rasulullah saw pergi menemui Ummu Haram binti
Mulhan.15 Wanita itu menjamu Rasulullah saw. Suatu ketika
Rasulullah memang pernah mendatangi wanita ini. Saat itu ia
memberi jamuan kepada Rasulullah lalu duduk sambil
membersihkan kepala Rasulullah. Rasulullah tertidur, lalu
bangun dan tertawa. “Apa yang membuat Anda tertawa?” Tanya
Ummu Haram. Beliau menjawab, “Orang-orang di antara umatku
tampak sebagai pahlawan perang di jalan Allah. Mereka
menyeberangi samudera dan menjadi penguasa di atas
‘asirrah’.” Namun perawi hadits ini meragukan kalimat
‘menjadi penguasa atas asirrah.’
Jadi Rasulullah saw tertawa karena hal itu. Beliau
melihat akan adanya berita gembira. Beliau melihat para 15 Ulama sepakat bahwa wanita yang beliau temui adalah mahramnya.
pengikutnya kelak menyeberangi samudera untuk berperang di
jalan Allah. Mereka kelak menyebarkan kalimat la ilaha
illallah yang melewati batas zaman dan tempat.
Rasulullah saw tertawa karena Islam akan tersebar dan
berjaya di muka bumi. Bahwa Islam akan sampai pada kaum yang
menyembah sapi, pohon, api dan berhala.
Mendengar cerita itu, Ummu Haram berkata kepada
Rasulullah, “Wahai Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar
aku bisa bersama mereka!” Rasulullah mendoakan itu untuknya.
Kemudian Rasulullah saw menyandarkan kepalanya lalu
tertidur. Setelah bangun dari tidurnya, beliau tertawa lagi.
Ketika ditanya sebab apa beliau tertawa, Rasulullah menjawab
seperti jawaban sebelumnya. Ummu Haram pun meminta kepada
Rasulullah agar mendoakannya seperti semula. Rasulullah saw
lalu berkata, “Engkau termasuk dari al-awwaliin.”
Di zaman Muawiyah,16 Ummu Haram turut menyeberangi
lautan. Setelah mendarat dari lautan ia terjatuh dari
tunggangannya dan meninggal di sana. (HR. Bukhari 7/140,141)
Dulu kami ibarat pegunungan di antara pegunungan.
Barangkali kami akan hanyut ditelan ombak lautan.
Pada rumah ibadah negro dulu seruan kami bergema.
Sebelum para pejuang membuka penaklukan.
Tiada akan terlupa negeri Afrika dan saharanya.
Hamparan sajadah kami dan bumi menebarkan api.
Wanita shalihah ini wafat saat berjihad di jalan
Allah. Ia adalah seorang syahid yang dikuburkan di negeri
terasing.
16 Menurut al-qadhi sebagaimana perkataan para ahli khabar, bahwa itu terjadi di masa pemerintahan Utsman bin Affan. Saat itu Ummu Haram dan suaminya berangkat ke Qubrus. Ummu Haram terjatuh dari tunggangannya. Ia meninggal dan dikuburkan di sana. Disebut di masa Muawiyah maksudnya di masa peperangan yang terjadi di laut. Bukan di masa pemerintahan Muawiyah.
Wahai hamba Allah!
Itulah beberapa titik yang kita lalui bersama imam
kita, Muhammad saw. Hingga orang-orang mengerti bahwa
lembaran kehidupan Rasulullah saw yang beragam itu tersimpan
satu lembaran khusus. Itulah lembaran tawa. Lembaran canda.
Lembaran gurau dan kasih sesama.
Lembaran ini seharusnya dikenal dan dimengerti oleh
orang-orang. Lembaran ini seyogiyanya diperkenalkan kepada
setiap umat ini oleh para ulama dan ahli dakwah. Agar orang-
orang mengerti bahwa dalam agama kita terdapat kelonggaran
dan ruang terbuka.
Saya mengatakan apa yang Anda dengar. Dan saya
memohon ampunan kepada Allah untuk dosa-dosa saya, Anda
semua dan seluruh kaum Muslim. Maka mohonkanlah ampunan
kepada Allah dan bertobatlah. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Pemberi ampunan lagi Menerima taubat.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji dan syukur bagi Allah. Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada al-ma’shum pembawa hidayah,
Rasulullah saw. Semoga pula tertular kepada keluarga dan
para sahabat hingga hari kiamat.
Amma ba’du.
Dalam kesempatan serta tema ini, ada sebuah hadits
sahih dari Imam Bukhari tentang kehidupan Rasulullah saw
beserta para sahabat. Imam Mujahid mengatakan bahwa Abu
Hurairah ra pernah berkata, “Demi Allah yang tiada Tuhan
selain Dia! Aku pernah terkapar di tanah karena lapar. Aku
pernah merapatkan batu di perutku karena lapar. Pada suatu
hari aku pernah mencegat orang-orang. Saat itu Abu Bakar
berlalu, lalu aku bertanya tentang satu ayat dalam kitab
Allah. Aku bermaksud untuk mencari makan. Akan tetapi Abu
Bakar berlalu tanpa memenuhi permintaanku.
Kemudian aku mencegat Umar dan bertanya padanya
tentang satu ayat dalam kitab Allah. Aku bertanya dengan
maksud untuk mengisi perut. Namun ia pun tidak
menghiraukanku. Kemudian Rasulullah saw berlalu di
hadapanku. Begitu melihatku, beliau tersenyum. Beliau
mengerti apa yang ada dalam benakku. Dan hal itu membuat
beliau tersenyum.”
Engkau melihatnya berseri saat kau menemuinya.
Seolah engkau memberitakan yang kau minta padanya.
“Rasulullah berkata, ‘Ya Aba Hurairah!’ ‘Saya, Ya
Rasulullah!’ Jawabku. ‘Al-haqq.’ Kata beliau sambil berlalu
dan aku mengikuti dari belakang. Beliau memasuki rumah,
akupun memohon izin untuk masuk bersama beliau. Sampai di
dalam, beliau melihat ada cawan berisi susu. ‘Dari mana susu
ini?’ Tanya Rasulullah kepada penghuni rumah. Mereka
menjelaskan perihal susu yang dihadiahkan oleh seseorang
itu. Beliau memanggilku lagi. Akupun mengiyakan panggilan
beliau. ‘Al-haqq! Panggilkan ahli suffah untukku!’ Perintah
beliau kepadaku. Ahli suffah adalah kelompok sahabat
Rasulullah yang sangat miskin. Mereka tidak memiliki
keluarga. Tidak ada harta dan seorangpun yang mereka punya.
Jika ada sedekah datang pada Rasulullah saw, beliau
memerintahkan untuk diberikan kepada ahli suffah tanpa
sedikitpun beliau mengambil terlebih dahulu. Demikian pula
jika ada hadiah yang datang kepada Rasulullah. Beliau selalu
memberikan kepada ahli suffah dan bersama mereka beliau
menikmatinya. Hal ini sangat tidak menguntungkan keadaanku
kali ini. Dalam hatiku terlintas, ‘Apa yang mengharuskan
susu ini diperuntukkan kepada ahli suffah? Padahal aku
hendak menguatkan kondisiku yang lemah ini. Tetapi jika aku
tidak memenuhi perintah beliau, maka aku bukanlah orang yang
taat kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Akupun berangkat memanggil
mereka. Mereka datang ke rumah Rasulullah saw. Seperti
biasa, mereka meminta izin terlebih dahulu sebelum masuk
rumah, dan Rasulullah saw mempersilahkan tamu-tamunya untuk
memasuki ruangan.
Rasulullah kembali memanggilku. Akupun memenuhi
panggilan beliau. ‘Ambillah susu ini dan bagikan kepada
mereka!’ Begitu perintah beliau. Aku segera mengambil cawan
berisi susu itu dan menuangkannya kepada masing-masing ahli
suffah yang datang. Semuanya merasakan susu hingga puas.
Mereka dengan silih berganti memenuhi tenggorokannya hingga
kenyang. Aku berputar hingga sampai pada tempat duduk
Rasulullah saw. Kemudian beliau mengambil cawan seraya
berkata, ‘Tinggal aku dan kamu.’ ‘Benar Ya Rasul.’ Jawabku
singkat. Beliau tersenyum lalu berkata lagi, ‘Duduklah dan
minumlah!’ Aku menuruti perintah beliau. Aku duduk dan
minum. Beliau berkata lagi, ‘Minumlah!’ Akupun meneruskan
pekerjaanku. Hingga tiga kali beliau memerintahku untuk
meneguk susu dalam cawan itu dan aku berkata, ‘Tidak lagi Ya
Rasul! Demi Tuhan! Tidak ada lagi tempat yang tersisa dalam
perutku.’ Beliau berkata, ‘Perlihatkan padaku!’ Akupun
memberikan cawan itu pada Rasulullah. Beliau memanjatkan
puji syukur kepada Allah dan meminum susu yang tersisa.”
(HR. Bukhari 7/179,180)
Nabi tersenyum sejak awal karena beliau mengerti apa
yang terlintas dalam benak Abu Hurairah. Ia telah mencegat
Abu Bakar dan Umar untuk memperoleh isi perut, namun tidak
terpenuhi harapannya. Kemudian ia bertemu dengan Rasulullah
dan beliau mengajaknya masuk rumah. Sesampai di rumah dan
melihat ada susu dalam cawan, Rasulullah justru
memerintahnya untuk memanggil ahli suffah. Semua itu beliau
lakukan dengan tersenyum pada Abu Hurairah. Itu adalah untuk
mengajarkan prinsip-prinsip empati dan solidaritas antar
sesama, sesulit apapun keadaan kita. Dengan demikian, maka
tawa dan senyum beliau adalah sarana meneguhkan kesabaran.
Suatu kaum telah melewati hidup bersama beliau.
Selama itu mereka menyaksikan senyum terpancar dari
Rasulullah. Selama itu mereka menyaksikan kemudahan yang
datang dari Nabi Agung. Selama itu mereka merasakan
kedamaian dan keteduhan bersama sang Nabi.
Generasi didikan Rasulullah saw dengan iklim seperti
itu sungguh akan peka untuk membuka tatanan masyarakat yang
lebih memiliki kesadaran toleransi dan bertadayyun. Jika
kita bandingkan antara gambaran yang cemerlang ini dengan
gambaran para ‘thaghut’ di muka bumi ini, maka satu saja
dari mereka yang kita tangkap sungguh mengesankan
kesombongan dan keserakahan yang sangat lalim.
Tidak jarang darah sesama manusia tercecer akibat
kejahatan yang mereka tebarkan. Orang lain dalam pandangan
mereka tidak lebih daripada seekor binatang piaraan. Mereka
memaksa dan memeras sewenang-wenang. Dan sepanjang sejarah,
mereka tidak berhenti menghabisi nyawa anak manusia.
Saya dan anda semua sama-sama menyaksikan bagaimana
para ‘thaghut’ itu bertindak. Nyaris tidak ada senyum dan
tawa dalam kamus hidup mereka. Jika kita bandingkan dengan
Rasulullah saw, sungguh beliau adalah seorang pemimpin besar
yang murah senyum dan tawa. Sementara orang-orang sombong
itu tampak muram dan masam muka.
Wahai manusia!
Bershalawatlah dan ucapkan salam kepada Rasulullah
sebagaimana Allah perintahkan pada kita. “Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Ya Allah! Limpahkanlah shalawat, salam dan berkah
atas Nabi-Mu. Juga kepada keluarga, sahabat dan seluruh
pengikutnya hingga hari kiamat tiba. Dan karuniailah kami
bersama mereka dengan ampunan serta kemurahan-Mu, Ya Allah!
***
GENERASI YANG TAKKAN TERULANG
Segala puji hanya bagi Allah. Kami panjatkan puji dan
mohonkan pertolongan kepada-Nya. Kami memohon ampunan-Nya
dan kami pun berlindung pada-Nya dari segala kesalahan dan
dosa yang kami perbuat. Siapa yang Dia beri petunjuk, tiada
seorangpun dapat menyesatkannya. Dan siapa Dia sesatkan,
maka tak seorangpun dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia Tuhan Yang Esa. Tiada
sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba sekaligus utusan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu
yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan
daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya
Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni
bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar.” (QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kalam
dalam kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah hidayah yang
dibawa Muhammad saw. Seburuk-buruk urusan adalah yang datang
kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah. Setiap
bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan akan berakhir di neraka.
Wahai hamba Allah!
Tema khutbah kali ini adalah ‘generasi yang takkan
terulang’. Itu adalah generasi di masa Rasulullah saw.
Adalah generasi yang melewati masa hidup bersama Rasulullah
saw. Mereka menyerap pengajaran dan pelajaran dari
Rasulullah saw. Dan mereka menerapkan pangajaran Rasul dalam
kehidupan keseharian.
Saya tidak sedang membicarakan kepahlawanan. Tidak
pula mengenai pengorbanan. Tidak pula tentang ilmu, sastra
atau bahkan tentang kesederhanaan generasi Rasulullah saw.
Saya akan mengambil sisi lain sebagai pokok pembicaraan.
Yaitu tentang kelompok pendosa dan durhaka dari generasi
tersebut. Kemudian kita bandingkan dengan keadaan kita dari
sisi keadilan atau kebenaran.
Cahaya risalah telah bersinar terang di kota
Rasulullah saw sejak empat belas abad silam. Manakala
Rasulullah duduk di masjid dan para sahabat berkumpul
mengitarinya, adalah ibarat rembulan yang dikelilingi
bintang-bintang terang di tengah malam. Beliau memberikan
pengajaran, membuka cakrawala, sekaligus mensucikan umat
yang sebelumnya terjerembab dalam kesesatan yang pekat.
Suatu hari dikala Rasulullah dan para sahabat
berkumpul di masjid, seorang wanita datang memasuki ruangan.
Saat itu majelis Rasulullah dihadiri para sahabat senior dan
pemuka kaum Anshar. Wanita itu melangkah menuju Rasulullah
saw. Seluruh penghuni masjid terdiam mengikuti Rasulullah
saw. Sesampainya di hadapan Rasul, wanita itu menceritakan
perihal kedatangannya. Bahwa ia telah berzina dan datang
untuk mensucikan diri.
Lalu apa yang diperbuat Rasulullah saw? Apakah beliau
meminta para sahabat yang hadir untuk bersaksi? Adakah
Rasulullah saw merasa senang karena ada seorang pezina yang
datang menyerahkan diri? Sama sekali tidak. Bahkan wajah
beliau memerah lalu berpaling seolah tidak pernah mendengar
sesuatupun dari wanita di hadapannya.
Wanita itu adalah seorang yang mulia. Ia seorang yang
mendalam imannya. Kedalaman iman yang begitu kuat telah
mengaliri sekujur tubuh dan jiwanya.
Apakah pernah ia mengira bahwa mensucikan diri bisa
ditempuh melalui perkataan Rasulullah yang membebaskannya?
Atau cukup dengan pemaafan semata? Sama sekali tidak seperti
itu. Wanita itu sangat mengerti bahwa pensucian diri itu
harus ditempuh dengan menghadapi kerikil dan batu tajam yang
siap menghujam. Ia amat menyadari bahwa akibat perbuatan
tersebut adalah remuknya tulang dan tubuh hingga meninggal.
Sungguh amat mulia wanita itu.
Para pendurhaka dan pendosa generasi Rasulullah
memiliki keimanan yang dalam. Keimanan yang nyaris tidak
akan pernah sanggup diraih siapapun dari generasi kita
sekarang. Pendurhaka generasi Rasulullah saat itu lebih
mulia dari orang paling taat dan paling bijak dari generasi
kita sekarang.
Apa yang dilakukan Rasulullah saw menghadapi
pengakuan wanita tadi? Beliau mencoba agar ia mengulang
pengakuannya. Beliau tidak ingin menjatuhkan hukuman hanya
dengan satu kali pengakuan saja. Bisa jadi wanita tersebut
sedang mengalami tekanan jiwa atau emosinya sedang tidak
stabil. Dengan begitu ada kemungkinan syubhat dalam
memutuskan perkara. Padahal beliau pernah bersabda,
“Cegahlah hukuman (hudud) karena syubhat!” 17
Beliau melarang adanya praktek-praktek penyadapan
(tajassus) atau membuka aib orang-orang mukmin. Beliau
pernah mengingatkan kepada kaumnya, “Wahai orang yang
beriman dengan lisannya yang belum masuk dalam hatinya!
Jangan sekali-kali kamu semua mengumpat sesama kaum
Muslimin. Dan jangan sekali-kali kamu semua mengusut aib
mereka. Sesungguhnya siapa yang mengusut aib saudaranya yang
Muslim, Allah akan mengusut aibnya. Dan siapa yang aibnya
diusut Allah, niscaya Allah akan membukanya meskipun aib itu
berada di tengah sudut rumahnya.” (HR. Abu Daud 4/270 no
258)
Wanita itu memberitahu Rasulullah saw bahwa ia kini
hamil akibat zina yang dilakukannya. Kemudian Rasulullah saw
berkata, “Pergilah! Setelah engkau melahirkan anakmu, maka
kemarilah!” Wanita itu pun pergi hingga melahirkan anaknya.
Dan terakhir ia datang kembali kepada Rasulullah saw.
Pendirian Rasulullah saw dalam menyikapi kasus
tersebut sangat menawan, sekaligus mengandung manfaat luar
17 Shigat dari Imam al-Albany seperti yang tertulis dalam “Dha’if al-Jami’” no 258
biasa. Di antaranya adalah menjaga hak hidup anak manusia
yang masih berada dalam kandungan. Ia tidak berhak dibunuh
bersama hukuman akibat dosa orang yang mengandungnya.
Begitulah, karena Rasulullah sangat memahami hak-hak
manusia.
Manfaat lain adalah menguji kesabaran dan keteguhan
wanita mukmin yang berbuat dosa. Meskipun diberikan tangguh
dan hukuman ditunda hingga sembilan bulan untuk melahirkan
anaknya, ia sama sekali tidak merubah ketetapan hatinya
untuk mensucikan diri dari dosa. Wanita itu tetap teguh
untuk menjalani hukuman sebagai akibat dari dosa yang
diperbuatnya. Selama itu pula, ia menanggung beban yang tak
kunjung usai untuk bisa mensucikan diri dari dosa.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135)
Maka ampunilah Ya Allah dosa kami.
Lalu tambahkan kemurahan dari-Mu.
Jangan Kau azab kami, sungguh kesedihan.
telah mengazab kami, dan sayap kegelapan telah
menyiksa kami.
Wanita itu mengandung anaknya selama sembilan bulan.
Hari pertama sejak melahirkan, ia segera menemui Rasulullah
saw untuk mensucikan diri sebagaimana ketetapan hatinya. Ia
mendatangi Rasulullah tanpa pernah beliau mengirim utusan
atau polisi untuk menangkapnya. Beliau tidak menyuruh
seorangpun untuk menyeret wanita itu dari rumahnya. Beliau
membiarkan wanita itu datang sendiri dengan kesadaran dan
keyakinan yang teguh untuk menebus dosa. Ia datang dengan
membawa jabang bayi. “Wahai Rasulullah! Sucikanlah aku!”
ucapnya pada sang Imam besar. Beliau melihat pada jabang
bayi yang didekap ibunya. Beliau merasakan kepedihan
mendalam di hati. Beliau menyadari bahwa kehadirannya di
muka bumi adalah sebagai pembawa rahmat bagi semua makhluk.
Beliau membawa rahmat bagi pendurhaka. Beliau membawa rahmat
bagi binatang dan alam seisinya. Bahkan menurut sebagian
ulama beliau pun membawa rahmat bagi kaum kafir. “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya: 107)
Siapa yang akan menyusui jabang bayi jika beliau
menghukum wanita itu? Siapa yang akan menangani urusan si
bayi jika beliau melaksanakan hukuman saat itu? Beliau
berkata kepada wanita yang membawa jabang bayi di
hadapannya, “Kembalilah, susuilah ia! Jika telah engkau
sapih ia, datanglah padaku!” Wanita itupun kembali ke
rumahnya. Ia menyusui anaknya. Selama itu, keimanan dan
keteguhannya semakin bertambah. Kedekatannya kepada Allah
semakin hari ia asah. Dan Allah selalu membuka pintu maaf
bagi orang-orang yang bertobat.
Setelah melewati masa menyusui, ia kembali mendatangi
Rasulullah saw. Wanita itu telah menyapih anaknya. Bersama
anaknya, ia mendatangi Rasulullah. “Sucikan aku, wahai
Rasul!” Pinta wanita itu. Rasulullah saw lalu memungut anak
kecil itu. Rasulullah sendiri merasa seolah tengah menyabut
tambatan hati wanita tabah yang berada di hadapannya. Akan
tetapi itu adalah ketetapan Allah SWT yang tidak bisa
ditawar. Dalam perkara itu tersimpan keadilan Allah SWT. Itu
adalah keharusan untuk menjaga kelurusan jalan hidup. Itu
adalah undang-undang negara kaum beriman. Yang menempatkan
manusia dalam satu garis kesamaan di depan hukum.
Kemudian Rasulullah saw berkata, “Siapa yang
menanggung anak kecil ini, ia akan bersamaku di dalam surga
seperti ini.” Jadi siapa yang bersedia mengurus dan mendidik
anak tersebut, maka ia akan memperoleh balasan yang sangat
berharga. Ia akan menjadi tetangga Rasulullah saw di surga
kelak. Dan akhirnya salah seorang dari Anshar bersedia
memungut anak kecil itu sebagai tanggungannya.
Itulah suatu pemandangan yang sangat berkesan di masa
Rasulullah saw. Beliau tidak meninggalkan kewajiban
menegakkan hak-hak Allah, namun pada saat yang sama beliau
tidak pula mencela, memaki ataupun membuka aib kaum
Muslimin. Sebaliknya, beliau menanamkan ajaran rohani.
Beliau memberikan pendidikan mulia, hingga orang bersalah
pun dengan sadar berani mengakui kesalahan dan berani
menanggung akibatnya tanpa paksaan. Hingga orang berdosa
datang sendiri mencari keadilan sejati. “Dan tinggalkanlah
dosa yang nampak dan yang tersembunyi.” (QS. al-An’am: 120)
Pemimpin manapun di dunia ini tidak ada yang sanggup
mengatakan kepada rakyatnya untuk meninggalkan dosa yang
tersembunyi. Karena yang tersembunyi adalah wilayah Allah.
Akan tetapi Muhammad saw telah sukses menanamkan pendidikan
batin. Hingga kesalahan yang tersembunyi, yang hanya
diketahui Allah dan pelakunya, dengan mudah menemukan
pemecahan paling adil.
Akhirnya para sahabat membawa wanita itu untuk
dijatuhi hukuman. Wajahnya ditutup dan dari segala arah batu
kerikil menghujani tubuhnya. Saat itu Khalid bin Walid
mendatangi tempat hukuman. Ia pun turut menghantamkan batu
di kepala wanita pendosa hingga darahnya mengenai muka
Khalid. Khalid berang dan mencaci wanita di hadapannya.
Mendengar cacian itu, Rasulullah saw menegur Khalid, “Pelan
dan ramahlah wahai Khalid! Demi Dzat Yang Menguasai diriku!
Sungguh ia telah bertobat. Sekalipun seorang pemakan harta
dengan zhalim, jika ia bersedia melakukan tobat, niscaya ia
akan mendapat ampunan.” (HR. Muslim 3/1323,1324 no 1695)
Wanita itu telah bertobat dengan sebenar-benarnya.
Maka tidak seorangpun berhak mencacinya. Jika seseorang
telah bertobat, niscaya Allah menerima tobat dan memberinya
ampunan. Selain itu, keburukan dan dosa-dosanya ditukar
dengan kebaikan.
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Rasulullah saw
telah memerintahkan rajam atas wanita itu. Setelah ia mati,
beliau melakukan shalat untuknya. Lalu Umar bertanya kepada
Rasulullah, “Apakah engkau bershalat untuknya, padahal ia
telah berzina?” Nabi menjawab, “Ia telah bertobat. Jika
tobatnya itu diperuntukkan bagi 70 penduduk Madinah, niscaya
masih akan tersisa bagi mereka. Adakah tobat yang lebih
utama dari keberanian seorang hamba menyerahkan dirinya
kepada Allah?” (HR. Muslim 3/1324 no 1696)
Seperti inilah Islam memberi contoh. Selalu ada
kekuatan untuk menegakkan ketetapan Allah. Namun selalu ada
rahmat dalam pelaksanaan hukuman sebagaimana diamanatkan
Allah. Ada penerimaan bagi orang-orang yang bertobat. Dan
ada syafaat di sisi Allah kelak di hari kiamat.
Apa yang bisa dipetik dari contoh di atas? Salah
satunya bahwa Islam memberikan pendidikan batin bagi umat
manusia. Islam memiliki metode yang jelas untuk mensucikan
jiwa. Islam memberi jalan untuk menggali keimanan yang dalam
di setiap lubuk hati umatnya. Islam menegaskan bahwa
keadilan harus ditegakkan. Bahwa kesamaan dan persamaan di
depan hukum menjadi elemen penting dalam menata kehidupan
masyarakat. Karena dengan keadilan dan persamaan itulah
sesungguhnya kelangsungan hidup masyarakat yang sehat dan
bersih dapat terus dipertahankan.
Ada kisah lain. Suatu ketika Rasulullah saw
memerintahkan untuk memotong tangan seorang wanita yang
gemar mencuri kepemilikan orang lain. Jika ia meminjam
sesuatu dari orang lain, ia selalu mengingkarinya. Itu sama
artinya dengan mencuri harta orang lain.
Orang-orang Quraisy selalu memperhatikan tingkah laku
wanita itu, namun mereka tidak berani mengungkapnya.
Pasalnya, wanita itu berasal dari kabilah terhormat dan
disegani di antara kaum Quraisy. Suatu ketika mereka
berkumpul untuk mencari pemecahan. Mereka mencari siapa yang
pantas melaporkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw.
Dan mereka sepakat agar Usamah bin Zaid, seorang yang
disayang Rasulullah, untuk menyampaikan perihal wanita itu
kepada Rasulullah saw. Mendengar laporan dari Usamah,
Rasulullah saw terlihat menahan amarah hingga wajah beliau
memerah. Saat sore tiba, Rasulullah saw berkhutbah kepada
para sahabat. Setelah memanjatkan pujian dan syukur kepada
Allah beliau mengucap, “Sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian menjadi binasa disebabkan mereka tidak menjalankan
had saat orang-orang terpandang melakukan perbuatan mencuri.
Sementara kepada orang-orang lemah yang mencuri, mereka
melaksanakan hadnya. Demi Dzat yang Menguasai jiwaku! Jika
saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah aku potong
tangannya.” Selesai mengucapkan itu, Rasulullah saw
memerintahkan agar tangan wanita yang mencuri itu dipotong.
Aisyah berkata, “Kemudian wanita pencuri itu bertobat
dan menikah. Ia pernah mendatangiku, dan aku menyampaikan
keperluannya kepada Rasulullah saw.” (HR. Bukhari 8/16)
Wahai manusia!
Tidak ada seorangpun yang memiliki kekebalan di
hadapan Allah. Tidak ada yang kebal dari hukuman manakala
seseorang melakukan tindakan yang melawan hukum. Setiap kali
dan siapa saja yang melanggar ketentuan Allah, ia berhak
mendapat hukuman.
Sesungguhnya agama ini tidak melakukan klasifikasi
berdasarkan suka atau tidak suka. Bukan pula didasarkan pada
hawa nafsu dan kecenderungan personal. Tidak ada fasilitas
untuk memudahkan urusan dalam menjalankan agama. Hal itu
pernah ditegaskan Nabi Muhammad dalam sebuah haditsnya,
“Jika had-had Allah telah menyentuh penguasa, maka Allah
melaknat orang yang melindungi serta yang dilindungi.” 18
Makna hadits tersebut adalah bahwa syariat harus
dilaksanakan pada semua kalangan. Besar, kecil, tua, muda,
kaya, miskin dan sebagainya. Jika tidak demikian, maka apa
yang hendak ditawarkan oleh Islam? Hal baru apa yang dibawa
Islam jika manusia ini tidak ditempatkan pada lini yang
sejajar?
Ada kisah lain. Tentang seorang lelaki peminum
minuman keras di masa Rasulullah saw. Dan Rasulullah sendiri
telah mencambuknya karena perbuatan ini. Kisahnya, suatu
hari ia mendatangi Rasulullah dengan pengakuannya. Lalu
beliau memerintahkan agar dilakukan hukuman cambuk padanya.
Ada seorang lelaki dari umat Nabi yang berkata, “Ya Allah!
Laknatlah ia! Telah banyak akibat buruk yang
ditimbulkannya.” Lalu Rasulullah saw berkata, “Janganlah
sekali-kali kalian melaknatnya. Demi Allah! Aku tidak
mengerti dia selain bahwa ia sangat mencintai Allah dan
Rasul-Nya.” (HR. Bukhari 8/14)
Itulah gambaran masyarakat yang penuh cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya. Maksiat yang ada tidak menghalangi
18 Ditegaskan oleh al-Haitsami dalam al-Mujma’ (6/262) bahwa hadits ini diriwayatkanoleh at-Thabrani. Dalam periwayatan hadits tersebut terdapat Abu Ghazyah dan Muhammad bin Musa al-Anshari. Menurut Abu Hatim dan beberapa ulama lain hadits tersebut masuk kategori dhaif.
mereka untuk menghadapkan diri kepada Allah SWT untuk
mencari tebusan.
Tapi para pendurhaka di masyarakat kita saat ini,
sama sekali tidak seperti yang dibayangkan oleh sebagian
kalangan. Bahwa mereka telah tercerabut dari ajaran agama
yang suci. Bahwa mereka tidak memiliki harapan untuk menjadi
orang baik. Pandangan semacam ini tidak bisa dibenarkan.
Mereka memiliki kebaikan yang sangat berlimpah. Orang-orang
yang sering kita hukumi sebagai pendusta dan pendurhaka itu
tidak sepenuhnya seperti yang kita bayangkan. Saya sendiri
mengetahui ada orang-orang yang terbiasa begadang dan duduk-
duduk di kios malam hari. Akan tetapi mereka sangat sensitif
manakala ada seseorang yang berani mencela kebenaran agama
Islam. Bahkan jika sampai ada seseorang yang mencela
Rasulullah saw, mereka dengan tangkas melakukan pembelaan
kepada Nabi Agung yang tercinta. Mereka berani menumpahkan
darah untuk membela kebenaran agama Allah dan Rasul-Nya.
Maksud saya adalah untuk mencoba membuka empati dan
kepekaan dalam jiwa mereka. Bahwa kita mesti mengembangkan
nilai-nilai fitrah kepada mereka melalui cara-cara yang
lembut. Bukan dengan caci maki dan olok-olok. Agar mereka
bersedia menerima kebenaran dan menjauhi kemaksiatan.
Wahai manusia!
Mari kita beralih pada masa Umar yang sangat berjaya.
Kita mendapati Umar sebagai seorang khalifah kaum Muslimin
yang menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Di bawah
kepemimpinannya, kaum Muslimin senantiasa berpegang teguh
pada ketentuan Allah. Keamanan dan ketenteraman penduduk
benar-benar mendapat perhatian serius dari Umar bin Khattab.
Hingga suatu ketika manakala ia berkhutbah di atas mimbar
dan ada seorang badui menyangkal pembicaraannya, orang
tersebut bisa kembali ke rumah tanpa perlu merasa takut atau
khawatir karena telah menyangkal pembicaraan Umar. Ia
kembali ke rumah dengan tenang dan aman. Di bawah
kepemimpinan Umar bin Khattab, masyarakat merasa aman
tenteram penuh kebebasan berpendapat tanpa intimidasi.
Pernah ada dua orang pemuda mendatangi Umar ra saat
ia berada dalam majelis. Dua pemuda itu membawa seorang
lelaki ke hadapan Umar. “Ada apa?” Tanya Umar kepada mereka.
“Wahai Amirulmukminin! Lelaki ini telah membunuh ayah kami.”
kata keduanya menjelaskan. “Apakah engkau telah membunuh
ayah mereka?” tanya Umar pada lelaki di hadapannya. “Benar.”
jawabnya singkat. “Bagaimana engkau sampai membunuhnya?”
tanya Umar menyelidik. Lalu lelaki itu bercerita, “Ayah
mereka memasuki pekaranganku bersama untanya. Aku sudah
mencoba mengingatkannya namun ia tidak menghiraukan. Lalu
aku melemparkan batu yang mengena di kepalanya hingga ia
tewas.”
Mendengar cerita lelaki itu Umar berkata, “Qishas dan
hukuman mati adalah ketetapan yang tidak dirubah. Itu adalah
hukum yang benar dan baik yang tidak perlu diperselisihkan.”
Umar tidak menanyakan tentang keluarga lelaki itu. Apakah ia
berasal dari keluarga terpandang yang memiliki kedudukan di
masyarakat? Umar sama sekali tidak peduli itu semua. Karena
Umar tidak akan berkompromi dalam menjalankan ketentuan
Allah. Ia tidak berbasa-basi atau melakukan tawar menawar
dalam menyikapi masalah syariat. Jika saja anak lelakinya
yang membunuh, niscaya ia akan menjatuhkan hukuman mati
padanya. Dia pernah mencambuk anak lelakinya ketika
menyalahi ketentuan yang berlaku.
Lelaki pembunuh itu berkata kepada Umar, “Wahai
Amirulmukminin! Aku mengajukan permintaan padamu demi Dzat
Yang menguasai langit dan bumi. Berikan waktu satu malam
untukku menjenguk istri dan anak-anakku. Aku hendak
mengabari mereka tentang hukuman yang akan aku jalani.
Setelah itu aku akan kembali kemari. Demi Allah! Mereka
tidak memiliki keluarga dan pelindung selain Allah lalu aku
sendiri.” Umar menjawab, “Siapa yang akan menjaminmu untuk
pergi ke kampung, lalu kembali lagi padaku?” Semua yang
hadir terdiam. Mereka tidak mengenal lelaki ini. Mereka
tidak pula mengetahui namanya, keluarganya, marganya,
rumahnya dan jalan menuju ke kampungnya. Lalu bagaimana bisa
memberi jaminan? Jaminan di sini bukanlah berupa kepingan
uang logam atau sebidang tanah yang dapat disuguhkan. Akan
tetapi jaminan tersebut berupa kepala yang dipenggal dengan
pedang, jika saja lelaki badui ini tidak lagi kembali pada
Umar.
Padahal siapa yang berani menentang Umar dalam
menegakkan syariat Allah? Siapa yang bisa menenangkan Umar
jika tekadnya sudah tetap? Semua sahabat terdiam. Umar
sendiri merasa bingung menghadapi masalah ini. Jika saja
lelaki itu harus dihukum mati, lantas siapa yang akan
mencari penghidupan untuk anak-anak dan istrinya di
pedalaman yang jauh itu. Jika dibiarkan ia pergi tanpa ada
yang berani memberi jaminan, lantas bagaimana dengan hak
darah dari ayah kedua pemuda itu. “Apakah kalian tidak
memberinya maaf?” tanya Umar pada pemuda di hadapannya.
“Tidak!” jawab mereka serentak. “Siapa yang membunuh ayah
kami harus duhukum mati!” lanjut mereka menegaskan. Lalu
Umar berseru pada para sahabat yang hadir, “Siapa yang
berani memberi jaminan pada lelaki ini?” lalu Abu Dzar
bangkit dan berkata, “Saya yang menjadi jaminannya.” “Dia
telah membunuh manusia.” kata Umar menegaskan. “Ya, meskipun
ia adalah pembunuh.” Abu Dzar menjawab tanpa ragu. “Apa kamu
mengenalnya?” tanya Umar. “Tidak! Aku tidak mengenalnya.”
jawab Abu Dzar lagi. “Lalu bagaimana engkau berani menjadi
jaminannya?” tanya Umar seperti mendesak. Abu Dzar pun
menjawab, “Aku telah melihat cahaya orang beriman pada
dirinya. Dari situ aku tahu ia tidak akan berbohong. Ia akan
datang kembali, insya allah!”
Umar berkata kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar!
Pernahkah engkau bayangkan jika saja ia terlambat dari tiga
hari, maka aku akan membiarkanmu?” Abu Dzar menjawab, “Allah
Maha Memberi pertolongan, wahai Amirul mukminin!” Lelaki
itupun berangkat menuju kampung halamannya di pedalaman
sahara. Umar memberinya waktu tiga malam untuk menemui
keluarga dan berpamitan pada mereka. Setelah tiga malam yang
dijanjikan, Umar sedikitpun tidak melupakannya. Sore itu,
panggilan bergema di Madinah. Orang-orang berkumpul. Tidak
ketinggalan pula dua pemuda yang menuntut keadilan itu. Abu
Hurairah duduk di hadapan Umar. “Di mana lelaki itu?” Tanya
Umar. Abu Dzar menjawab, “Saya tidak tahu.” Abu Dzar
mengarahkan pandangannya ke matahari yang terasa begitu
melaju lebih cepat dari biasanya. Semua sahabat terdiam
dalam keheningan dan kecemasan.
Benar bahwa Abu Dzar memiliki tempat tersendiri di
hati Umar. Tetapi apa mau dikata jika ia harus memenggal
lehernya. Ini adalah syariat. Ini adalah hukum Tuhan. Tak
ada tempat bergurau dalam wilayah ini. Dan tidak ada tempat
berdebat untuk melaksanakannya. Hukum tidak berkompromi
dengan keadaan maupun tempat. Tidak pula membedakan manusia
atas yang lain.
Beberapa saat sebelum matahari terbenam, lelaki yang
dinanti datang. Segera Umar mengucapkan takbir menyambut
kedatangannya. Dan serentak para sahabat mengikuti takbir
Amirul mukminin. “Wahai engkau! Jika saja engkau tetap
berada di kampungmu, maka kami tidak akan bisa lagi
menemukanmu.” kata Amirul mukminin setelah merasa lega
dengan kehadiran lelaki yang beriman itu. Ia menjawab,
“Wahai Amirul mukminin! Demi Allah! Tidak ada tanggungan
atas diriku untukmu. Melainkan tanggunganku adalah kepada
Dia Yang Mengetahui segala rahasia yang tersembunyi. Kini
aku mendatangimu. Aku tinggalkan anak-anak dan istriku di
rumah ibarat anak-anak burung tanpa air dan pepohonan di
padang sahara. Aku mendatangimu untuk menerima hukuman
mati.” Kata-kata tegas dan penuh keimanan ini meluncur dari
mulut lelaki pembunuh itu. Umar berpaling menatap kedua
pemuda yang mengadukannya. Ia melihat keduanya tak kuasa
menahan air mata. “Bagaimana menurutmu?” tanya Umar pada
mereka berdua. “Kami memaafkannya.” jawab mereka sambil
menangis. “Kami memaafkannya karena ia orang yang bisa
dipercaya.” jawab mereka memantapkan Umar. Sekali lagi Umar
mengucapkan takbir dan air matanya mengalir di kedua pipinya
hingga membasahi jenggot.
Semoga Allah membalas kemurahan mereka berdua yang
memberi maaf pada sesama Muslim. Semoga Allah membalas
ketulusan Abu Dzar yang berani menjamin dan membuka jalan
kesedihan lelaki pembunuh itu. Semoga Allah membalas
kebaikan lelaki pembunuh yang tidak gentar membayar
janjinya. Semoga pula Allah membalas kebaikan Umar yang
berlaku adil kepada setiap orang.
Wahai manusia!
Sesungguhnya agama yang banyak kita bicarakan ini,
hanya sedikit yang kita ketahui. Namun Islam yang utuh,
tetap berada dalam rekor yang dipegang Umar ra. Itulah Islam
yang pernah bersemayam di Madinah, sebagaimana diucapkan
seorang ahli hadits, “Demi dzat yang Menguasai diriku!
Sungguh kebahagiaan iman dan Islam telah terkubur dalam
kafan Umar ra.”
Saya mengatakan apa yang Anda dengarkan. Saya memohon
ampunan kepada Allah atas dosa-dosa saya, Anda dan seluruh
kaum Muslimin. Maka mohonkanlah ampunan pada Allah.
Sesungguhnya Dia Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah. Segala puji untuk-Nya yang
selalu mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. MahaSuci Dia yang
menerangi langit dengan menebar bintang-bintang dan
meletakkan bulan bercahaya. Dia yang memutar siang dan malam
bagi sebagai masa bagi orang-orang yang hendak mengingat
Nama-Nya.
Shalawat dan salam tercurah kepada orang yang diutus
Tuhan sebagai pembawa cahaya hidayah sekaligus pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan. Dialah Muhammad yang
senantiasa menyeru umat untuk beribadah kepada Allah semata.
Amma ba’du.
Rasulullah saw pernah menepuk bahu Ibnu Umar sambil
berkata, “Jadilah engkau di dunia ini sebagai orang asing
atau orang yang menyeberangi jalan.”
Ibnu Umar pernah berkata, “Jika engkau mendapati
senja maka jangan tangguhkan hingga pagi datang. Jika engkau
mendapati pagi, jangan pernah tangguhkan hingga datang
senja. Gunakanlah masa sehatmu untuk menebus masa sakitmu.
Dan gunakanlah hidupmu untuk membayar kematianmu.” (HR.
Bukhari 7/170)
Dapat kita saksikan betapa indah ucapan Rasulullah
saw. Demikian pula perkataan para sahabat yang tumbuh dalam
iklim pengajaran Nabi.
Hadits tadi berisi anjuran untuk meminimalisir angan-
angan di dunia. Sorang mukmin tidak pantas menjadikan dunia
sebagai persinggahan abadi. Dunia ini seharusnya dipandang
sebagai tempat yang dilalui menuju suatu titik akhir. “Hai
kaumku, sesungguhnya dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang
kekal.” (QS. Ghafir: 39)
Nabi sendiri pernah berkata, “Tak ada bagiku dan
dunia ini. Sesungguhnya perumpamaanku dengan dunia ini
adalah seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah
pohon lalu pergi dan meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi:
4/508)
Isa al-Masih pernah berwasiat kepada para sahabatnya,
“Arungilah dunia ini! Jangan pernah engkau tinggal di
dalamnya!”
Pernah diriwayatkan pula bahwa ia berkata, “Siapa
yang membangun rumah tinggal di atas ombak samudera? Seperti
itulah dunia. Maka janganlah engkau jadikan dunia sebagai
kelanggengan.”
Pernah ada seorang lelaki mendatangi Abu Dzar di
kediamannya. Lelaki itu mengarahkan pandangannya ke seluruh
sudut ruangan lalu berkata, “Wahai Abu Dzar! Di mana harta
bendamu?” Ia menjawab, “Kami mempunyai rumah yang selalu
kami tuju.” Lelaki itupun berkata kembali, “Selama engkau
berada di dunia ini seharusnya terdapat harta benda di
rumahmu ini.” Abu Dzar pun menjawab, “Sesungguhnya Pemilik
tempat tinggal (Allah) tidak akan meninggalkan kita di dunia
ini.”
Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Sesungguhnya
dunia ini berputar untuk ditinggalkan. Sedangkan akhirat
berputar untuk dihadapi. Masing-masing memiliki penghuni.
Maka jadilah kalian sebagai penghuni akhirat. Jangan sekali-
kali menjadi penghuni dunia. Hari ini adalah untuk berbuat,
bukan untuk menghitung-hitung hasil. Sementara kelak adalah
untuk menghitung hasil, bukan lagi untuk beramal.” 19
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata dalam
khutbahnya:
Dunia bukanlah rumah tempat tinggal tetap bagi
kalian. Allah telah menetapkan fana atas dunia ini. Dan
Allah telah menetapkan kepergian atas penghuninya. Maka
berapa banyak dari para penghuninya lenyap seketika dengan
membawa sedikit saja lalu pergi? Perbaikilah diri kalian
untuk meninggalkannya. “Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku
hai orang-orang yang berakal.” (QS. al-Baqarah: 197)
Jika dunia ini bukanlah tempat tinggal bagi orang
mukmin, maka setidaknya ada dua hal cara untuk menyikapinya.
Pertama, dengan menjadikan diri sendiri sebagai pendatang di
negeri asing. Dengan demikian tidak terjalin keterikatan
batin dengannya. Bahkan bisa jadi ia sungguh-sungguh
berusaha mencari bekal untuk kembali ke negerinya. Kedua,
dengan menjadikan diri sendiri sebagai seorang pengembara
yang tidak memiliki tempat tinggal tetap. Ia selalu
melakukan perjalanan di siang dan malam hari menuju negeri
keabadian.
Al-Hasan pernah berkata, “Engkau adalah ibarat hari-
hari yang terkumpul. Setiap kali ada hari yang berlalu,
dengan sendirinya sebagian hidupmu ikut berlalu.”
Kita berjalan menuju ajal setiap saat.19 Disebutkan oleh Bukhari (7/171)
Hari-hari kita tergulung, ia ibarat tangga.
Sungguh aku belum pernah saksikan perumpamaan maut.
Manakala tak tersentuh angan, sungguh fatal
akibatnya.
Betapa buruk kealpaan di masa lalu.
Lantas bagaimana di masa tua saat uban menyala.
Pergilah dari dunia dengan berbekal takwa.
Umurmu adalah hari-hari yang semakin berkurang.
Wahai manusia!
Sampai kapan kita bersandar di dunia ini? Dan sampai
kapan kita menangguhkan tobat? Sebagai seorang mukmin, kita
berkewajiban untuk bersegera dalam beramal shalih sebelum
terhalang untuk itu. Kita tidak pernah tahu kapan sakit
datang menghadang. Kita tidak pernah tahu kapan maut datang
menjemput. Dan kita tidak pernah tahu kapan manusia dan
amalnya akan dipisahkan. Saat seperti itu, kita tidak ingin
menjadi orang-orang yang merugi. Kita tidak ingin menyesal
di kemudian hari. Kita tidak ingin menjadi orang yang
berharap dihidupkan kembali untuk memperbaiki amalannya.
Saat itu, sesal dan harap tiada memberi manfaat.
Allah berfirman, “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu,
dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu
kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah
sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu
tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan:
‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan
kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk
orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah),” atau
supaya jangan ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya Allah
memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang
yang bertakwa.’ Atau supaya jangan ada yang berkata ketika
ia melihat azab: ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke
dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat
baik.’ (Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-
keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu
menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang
kafir.” (QS. az-Zumar: 54-59)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga
apabila datang kematian pada seseorang di antara mereka, dia
berkata: ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku
berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku
tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mukminun:
99-100)
Wahai hamba Allah! Bertobatlah kepada-Nya. Rasulullah
pernah menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT
menghamparkan tangan-nya di malam hari untuk menerima tobat
orang-orang yang berbuat buruk di siang hari. Allah
menghamparkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima tobat
orang-orang yang berbuat buruk di malam hari, hingga terbit
matahari dari peraduannya. (HR Muslim 4/2113 no 2759)
Wahai hamba Allah!
Bershalawatlah kepada Nabi Muhammad sebagaimana telah
Allah perintahkan pada kalian. “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan untuknya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, niscaya Allah bershalawat untuknya
sepuluh kali shalawat.” (HR. Muslim 1/288 no 384)
Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Nabi-Mu dan
Kekasih-Mu; Muhammad. Sampaikanlah shalawat dan salam kami
untuknya di hari dan masa yang berkah ini.
***
ANCAMAN BAGI UMAT
Segala puji milik Allah. Kami panjatkan puji dan
mohon perlindungan kepada-Nya. Kepada-Nya pula kami
berlindung dari segala keburukan dan dosa. Siapa yang Dia
beri perunjuk, tiada seorangpun dapat menyesatkannya. Dan
siapa Dia sesatkan, maka tak seorangpun dapat memberinya
petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Dialah Tuhan yang Esa. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya sekaligus Rasul-
Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu
yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan
daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya
Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni
bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar.” (QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma ba’du.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kalam
Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah hidayah yang dibawa
Muhammad saw. Dan seburuk-buruk urusan adalah yang datang
kemudian. Apa yang datang kemudian adalah bid’ah. Setiap
bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan akan berakhir di neraka.
Wahai Hamba Allah!
Tindakan dosa yang terbilang besar yang berkembang di
lingkungan kita adalah penyalahgunaan narkotika dan obat-
obat terlarang. Hal ini menjadi pemandangan yang selalu
mewarnai hari-hari kita, sama halnya dengan kegemaran orang
minum minuman keras.
Kenyataan tersebut merupakan petaka besar yang sangat
fatal. Sekaligus merupakan tindak kejahatan yang sangat
mengkhawatirkan. Generasi muda menjadi terlantar dan tidak
berdaya. Harta dan kekayaan yang bisa kita manfaatkan secara
nyata lenyap sia-sia bersama hilangnya jati diri serta
karakter kemanusiaan kita yang mulia. Maka marilah kita
adukan masalah kita ini kepada Allah SWT.
Allah SWT berbicara tentang orang-orang yang berbuat
kerusakan di muka bumi. Dia melarang orang-orang yang
berbuat jahat dan menerangkan bagaimana hukuman yang
tersedia bagi mereka. “Sesungguhnya pembalasan bagi orang-
orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
betimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan
untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksa
yang besar, kecuali orang-orang yang taubat (di antara
mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka;
maka ketahuilah bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. al-Maidah: 33-34)
Khamar dan segala minuman yang memabukkan dalam
tradisi Arab kuno disebut “Ummu al-Khabaits” (biang
keburukan). Orang-orang terpandang dan yang cerdas di
kalangan Arab tidak mengkonsumsinya. Mereka justru menjauhi
melarangnya untuk diminum. Di antara yang dapat saya
sebutkan adalah Hatim at-Tha’i, Zaid bin Amr bin Nufail dan
Harim bin Sanan. Minuman keras di kala itu sering juga
disebut dengan istilah “as-safihah” (tidak berguna), “al-
qabihah” (kotor) dan “al-makruhah” (yang dibenci).
Ketika Islam muncul, Allah mengharamkannya dalam
kitab-Nya. Rasulullah saw juga mengharamkannya seperti dalam
sabdanya, “Apabila banyak memabukkan, maka sedikit saja
haram.” (HR. Abu Daud 3/327 no 3681)
Suatu ketika seorang lelaki dari Yaman mendatangi
Beliau dan mengajukan suatu pertanyaan. Ia menanyakan hukum
tentang kebiasaan orang-orang di Yaman yang meminum anggur
dari perasan jagung. Oleh kaum di sana minuman semacam ini
biasa disebut bir. Lalu Rasulullah saw berkata, “Apakah itu
memabukkan?” “Ya.” Jawab lelaki Yaman. Lalu Rasulullah
bersabda, “Semua yang memabukkan adalah haram. Sesungguhnya
Allah mempunyai ketetapan bagi orang yang minum minuman
memabukkan. Yakni Allah akan menuangkan padanya “thin al-
khabal”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah! Apa itu
‘thin al-khabal’” Beliau menjawab, “Keringat ahli neraka,
atau perasan penghuni neraka.” (HR. Muslim 3/1587 no 2002)
Rasulullah saw juga pernah berkata, “Siapa yang minum
arak hingga mabuk, maka shalatnya tidak diterima selama
empat puluh hari. Jika ia mati akan masuk neraka. Dan jika
ia bertobat maka Allah menerima tobatnya. Jika ia kembali
minum hingga mabuk lagi, maka shalatnya tidak diterima
selama empat puluh hari. Jika ia mati akan masuk neraka.
Jika ia bertobat Allah akan menerima tobatnya. Jika ia
kembali lagi mabuk, maka sungguh Allah akan menuangkan
padanya “radghah al-khabal”. Para sahabat bertanya, “Apakah
‘radghah al-khabal’, Ya Rasul?” Beliau menjawab, “Keringat
ahli neraka di hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah 2/1120 3377)
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw pernah berkata,
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia
tidak akan duduk di meja yang dikelilingi minuman khamar.”
(HR. At-Tirmidzi 5/104,105 no 2801)20
Wahai hamba Allah!
Sesungguhnya minuman khamar adalah dosa besar. Hal
itu masuk dalam kategori ‘al-fawahish’ (dosa-dosa). Allah
melaknat orang yang minum arak. Sebagaimana pula Dia
melaknat orang-orang yang menyediakannya, membuatnya dan
menjualnya dan juga yang membelinya. Semua yang berperan
dalam penyediaan minuman khamar akan menanggung dosa. (HR.
Ahmad 2/71)21
Dengan minum khamar sesungguhnya dapat membawa
pelakunya untuk melakukan maksiat-maksiat lain kepada Allah
SWT. Dari Ibnu Umar bahwa setelah Rasulullah saw wafat, ia
duduk bersama orang-orang yang menyebut-nyebut tentang dosa
besar. Namun mereka tidak mengerti apa yang termasuk dosa
besar itu hingga mereka mengutusku untuk menemui Ibnu Amr.
Aku bertanya kepada Ibnu Amr tentang dosa besar. Ia
20 dikatakan sebagai hadits “hasan gharib”. Al-Albani menilai hadits inisebagai hadits hasan.21 Menurut al-Haitsami hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Thabrani dengan melalui orang-orang yang terpercaya.
memberitahuku bahwa dosa besar di antara dosa–dosa yang
besar adalah minum minuman keras. Kemudian aku kembali
kepada orang-orang dan aku sampaikan tentang hal ini. Mereka
mengingkarinya hingga aku menyebut salah satu hadits dari
Rasulullah saw, “Seorang pemimpin Bani Israel memanggil
seorang lelaki. Ia memberinya pilihan antara minum khamar,
membunuh anak kecil atau memakan daging babi. Atau orang-
orang akan membunuhnya jika ia mengabaikan pilihan itu.
Lelaki itu memilih untuk meminum khamar. Selesai ia minum
khamar, hal itu ternyata tidak menghalangi sesuatu yang
mereka inginkan darinya.”22
Madharat yang timbul akibat minum khamar teramat
kompleks dan nyata. Hal itu cukup jelas kita saksikan dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat. Banyak musibah
kriminalitas terjadi akibat minuman keras dan penyalahgunaan
obat terlarang. Kerusakan yang menyebar di muka bumi.
Kekacauan yang membayangi keamanan negeri. Kegaduhan yang
mencekam para penduduk. Bahkan pertumpahan darah yang tak
bisa dihindari. Para generasi menjadi rentan terhadap
ancaman global yang tidak pernah berhenti.
Wahai manusia!
Di antara madharat yang timbul akibat minuman keras
adalah:
Pertama, hal itu merupakan bentuk pertentangan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Maka siapapun yang sengaja menyentuh
minuman keras lalu meminumnya berarti ia telah secara nyata
menentang Allah dan rasul-Nya. Demikian pula dengan mereka
yang menawarkan minuman keras pada orang lain. Atau sengaja
menutup mata dari orang-orang yang minum minuman keras.
22 Al-haitsami berkata dalam al-Majma’ (5/70,71) bahwa ini diriwayatkan oleh at-Thabrani melalui orang-orang yang sahih.
Semua sama. Mereka telah memperlihatkan perlawanan kepada
Allah dan Rasulullah saw. Orang-orang seperti itu berhak
mendapat laknat dari Allah SWT. Secara langsung orang-orang
itu telah menghadapkan diri pada murka Allah SWT. “Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah
kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 99)
Jadi meminum minuman keras adalah bentuk penentangan
yang nyata kepada Allah Tuhan semesta alam. Manakala
seseorang mabuk ia akan menebar dusta. Dan jika seseorang
telah mudah menebar fitnah, ia akan meremehkan dosa-dosa
lain. Ia akan mudah membunuh, berbuat zina, merebut hak
orang lain dan melakukan tindakan-tindakan kriminal lain
yang tidak bisa dibenarkan.
Kedua, menghilangkan akal sehat. Padahal nikmat besar
yang kita terima dari Allah yang tidak dimiliki makhluk lain
adalah akal pikiran. Nikmat ini diperuntukkan bagi manusia.
Manakala nikmat tersebut hilang, dengan sendirinya manusia
terperosok pada posisi terendah. Allah SWT berfirman tentang
orang-orang yang berfikir, “Dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. al-Ankabut: 43)
Allah juga berbicara tentang ahli neraka, “Dan mereka
berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-
penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Mulk: 10) Allah
juga berbicara tentang ahli berfikir, “Dan hanya orang-orang
yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).” (QS. al-Baqarah: 269)
Orang yang telah kehilangan akal pikiran serta naluri
dengan sendirinya telah terjerembab dalam posisi binatang.
Ia tidak lagi mengerti dan memahami sesuatu dengan baik dan
benar. Derajat kemanusiaan yang mulia menjadi luntur dan
padam. Sementara di mata Tuhan ia menjadi amat hina. Orang
seperti ini seperti tidak memiliki kejantanan. Tidak
memiliki gairah hidup. Bahkan sama halnya dengan orang yang
tidak beragama.
Bukanlah kematian itu setelah menjadi mayat.
Sesungguhnya kematian adalah mayat hidup.
Manakala seseorang telah kehilangan akal sehatnya,
saat itu Allah memadamkan cahayanya. Allah melepas
pakaiannya dan membuka aibnya di hadapan semua makhluk. Maka
marilah kita mohon pada Allah agar menghapuskan aib dan
memberi kita ampunan.
Ketiga, akibat minum minuman keras dan penyalahgunaan
obat-obat terlarang bisa berakibat pada pertumpahan darah,
berani melakukan tindakan terlarang yang lain dan juga
menyia-nyiakan harta benda.
Tentang pertumpahan darah, kita sering mendengar
adanya tindak kriminal yang disebabkan oleh kecerobohan
menyesatkan semacam ini. Mulai dari pembunuhan yang
mengerikan hingga penjarahan tempat-tempat yang dilindungi
undang-undang. Kita juga sering mendengar hukuman mati
dijatuhkan para perusuh. Padahal jika saja tidak karena
minuman keras, hal-hal semacam ini tidak perlu terjadi.
Semoga Allah menjaga dan melindungi negeri kita dari
keburukan mereka.
Minum minuman keras dan menyalahgunakan obat-obat
terlarang juga berakibat pada munculnya tidakan-tindakan
asusila yang lain. Yaitu tindak kejahatan yang secara umum
dikarenakan khamar. Tidak heran jika saat ini kita mendengar
ada seorang anak yang menyiksa ibu kandungnya sendiri.
Sesuatu yang anjing saja tidak pernah melakukannya. Dan itu
terjadi karena seseorang telah buta, hilang akal akibat
khamar.
Selain akibat di atas, sesungguhnya diakui atau tidak
dampak lain yang sangat merugikan adalah membuang-buang
harta tanpa manfaat yang berarti. Hampir di semua tempat,
manakala orang-orang berkumpul dengan khamar, mereka akan
terbawa bermain judi. Membuang uang dan harta hingga jutaan
rupiah.
Keempat, akibat berikutnya adalah menelantarkan
generasi penerus. Ini bisa mendatangkan dampak sosial yang
sangat fatal. Kekuatan masyarakat menjadi lemah dan rentan
terhadap segala bentuk pengikisan. Mayoritas generasi kita
sekarang terlantar akibat mengkonsumsi obat-obat terlarang
dan minuman keras.
Penjara dan terali besi dipenuhi anak-anak muda
korban narkotika. Allah SWT telah menyeru mereka untuk
menghidupkan masjid dan melanggengkan dzikir. Akan tetapi
mereka memilih berpaling dari seruan itu. “Maka tatkala
mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati
mereka, dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang
fasik.” (QS. as-Shaff: 5)
Mereka diarak memasuki penjara. Ratusan, bahkan
ribuan orang setiap hari. Sungguh suatu pemandangan yang
sangat mengerikan.
Kelima, adalah dampak yang madharatnya tak terbatas.
Dimana madharat tersebut menimpa pemakai, penyalur, penyedia
hingga penggagasnya.
Akibat tersebarnya obat-obat terlarang di masyarakat,
muncul sekian banyak penyakit yang tidak tertanggulangi.
Penyakit AIDS, radang paru-paru, gangguan pencernaan,
penyakit kejang, insomnia, stress, dan penyakit-penyakit
kejiwaan yang juga sangat beragam jenisnya. Ditambah lagi
laknat yang pasti di akhirat. Menurut catatan kesehatan di
Amerika, bahwa empat dari sepuluh penderita AIDS di Amerika
disebabkan obat-obat terlarang.
Penulis Amerika dalam bukunya “Tinggalkan Kesedihan,
Mulailah Kehidupan” mengatakan bahwa orang-orang Amerika
mengubur diri sendiri disebabkan penyalahgunaan obat-obat
terlarang. Akibatnya, akal sehat dan naluri terbang dan
mereka tidak mengenal Allah sedetik pun dalam sehari.
Demikian pula penulis buku “Manusia yang Terbuang”
menyatakan bahwa sebab terbesar yang menghancurkan
masyarakat Eropa saat ini adalah narkoba yang sekarang
banyak kita temukan di negeri kita sendiri.
Keenam, akibat lain yang ditimbulkannya adalah
melemahkan kekuatan dan ekonomi masyarakat. Baik kekuatan
militer maupun industri. Dalam catatan sejarah terbukti
bahwa kekalahan tentara Cina yang bertempur melawan tentara
Jepang pada abad enam belas Masehi disebabkan tentara Cina
banyak mengkonsumsi opium (candu). Kebiasaan para tentara
mengkonsumsi candu ini memaksa mereka meninggalkan medan
pertempuran dan menelan kekalahan pahit.
Hal semacam ini sesungguhnya sangat dikenal di
lingkungan Arab. Di masa Jahiliyah, candu dikenal dengan
aromanya yang dihisap oleh banyak tentara. Manakala ada
tentara yang menghisap aroma candu dalam peperangan, mereka
tunggang langgang meninggalkan medan tempur.
Wahai manusia!
Dampak yang akan kita tanggung akibat penyebaran
narkotika dan obat-obat terlarang di masyarakat kita adalah
sama dengan akibat teroris. Disebabkan minuman keras dan
obat-obatan terlarang, maka kita tidak lagi menemukan
ketentraman di rumah maupun di luar rumah. Anak-anak dan
keluarga kita terancam setiap saat. Secara tidak langsung
kita menggiring generasi muda memasuki lingkungan sesat.
Mereka akan menjadi penentang kebenaran dan dengan mudah
melakukan kerusakan dalam masyarakat.
Sesungguhnya gerakan Zionis internasional memang
memiliki strategi menghancurkan generasi muda kita. Untuk
itu kita saksikan bersama bahwa negeri Israel telah
mempraktekkan bentuk permusuhan terhadap kemanusiaan. Mereka
menghancurkan negeri-negeri kaum Muslimin dengan narkotika
dan obat-obat terlarang. Namun sesungguhnya ada beberapa
sebab mendasar mengapa generasi muda dan masyarakat kita
saat ini mengalami kemunduran luar biasa.
Pertama, lemahnya perhatian kepada Allah SWT.
Manakala sebuah masyarakat tidak lagi peduli kepada Allah
Sang Pencipta alam semesta, Allah akan menyengsarakan dan
menelantarkannya. Dan sudah pasti siapa yang ditelantarkan
oleh-Nya ia akan celaka. “Barangsiapa yang diberi petunjuk
oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan
barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan
mendapatkan seorang pemimpin yang dapat memberi petunjuk
kepadanya.” (QS. al-Kahfi: 17)
Manakala perhatian manusia kepada Allah semakin
melemah, hal itu akan memudahkan peluang terjadinya
kemaksiatan. Dan penyalahgunaan obat-obat terlarang adalah
salah satu bentuk kemaksiatan yang sangat nyata. Sebagaimana
kemaksiatan yang lain, tindakan semacam ini berhak
memperoleh murka Allah SWT. Adapun pesan yang sangat layak
untuk masalah ini adalah ucapan Rasulullah saw kepada Ibnu
Abbas, “Jagalah Allah, maka Dia akan menjagamu. Jagalah
Allah, maka kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu.” (HR. At-
Tirmidzi 4/576 no 2516)
Jadi siapapun yang bersedia menjaga Allah, yang
berarti ia menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan
mengharamkan apa yang diharamkan Allah, menjalankan
kewajiban dan menjauhi larangan, niscaya Allah akan
menjaganya dan ia tidak akan pernah tersesat.
Dalam sahih Muslim dari Jundub bin Abdullah, ia
berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa yang menjalankan
shalat Shubuh, ia berada dalam tanggungan Allah. Allah tidak
menuntut kalian karena tanggungan-Nya itu dengan sesuatupun
melainkan Dia akan mengambilnya dan membenamkannya dalam
neraka jahanam.” (HR. Muslim 1/454 no 657)
Maksudnya, ketika orang-orang itu secara keseluruhan
meninggalkan shalat fajar, Allah akan menimpakan bala’
dengan dosa-dosa. Kemudian Allah akan menghukum mereka tanpa
diduga-duga sebelumnya. Hinga mereka terjerembab dalam
kondisi yang sangat memprihatinkan. Na’udzu billah!
Kedua, pendidikan yang buruk. Tanggung jawab kedua orang tua terhadap anak-anaknya sangat besar dan berat.
Remaja yang tumbuh berkembang dengan nyanyian dan musik,
tidak akan asing dengan minuman keras dan obat-obat
terlarang. Lalu siapa yang akan melarang mereka? Karena
memang mereka terdidik dengan nyanyian dan musik serta
tontonan film-film sadis dan erotis.
Generasi seperti itu tidak pernah mendapat didikan
seperti yang ada dalam surat ‘Thaha’, ‘al-Waqi’ah’ dan
‘Qaaf’. Mereka juga tidak pernah mendengar hadits yang
ditulis dalam sahih Bukhari dan Muslim. Bahkan mereka juga
tidak pernah mempelajari pengetahuan yang mengedepankan akal
sehat.
Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat berat
dalam masalah ini. Tanggung jawab ini akan ditanyakan di
hadapan Allah SWT kelak.
Ketiga, hampa. Manakala hati mereka hampa dari
kesadaran untuk taat kepada Allah, kecenderungan untuk
mengikuti langkah setan menjadi lebih kuat. Setan akan
menyetirnya ibarat keledai yang digiring menuju ambang
jurang kehancuran.
Keempat, lingkungan yang buruk. Kebiasaan berkumpul dengan lingkungan yang buruk menyebabkan seseorang tertular
keburukan tanpa disadari. Hal ini dapat mengikis jati diri
yang positif menjadi semakin tipis.
Generasi muda kita mudah sekali terbawa mengikuti
trend-trend yang berkembang di masyarakat tanpa sensor.
Mereka tidak senang dicap sebagai ketinggalan, kuno, tidak
gaul dan semacamnya manakala sedikit saja mereka tidak
mengikuti perkembangan trend.
Padahal itulah tadi hasil yang mereka peroleh. Yakni
menjadi generasi pengekor yang kehilangan jati diri dan
orientasi hidup. Menjadi terbelakang dan tidak berdaya.
Salah seorang dari mereka melihat seorang pelajar
membaca kitab sahih Bukhari. Lalu ia berkata padanya, “Hei!
Orang-orang telah mencapai permukaan rembulan, sementara
engkau membaca kitab kuno ini?” Pelajar itu balik menjawab,
“Engkau tidak membaca kitab dan tidak pula mencapai
permukaan rembulan. Lalu mana yang lebih utama?”
Jadi mereka sesungguhnya tidak menyuguhkan sesuatu
yang original. Mereka merasa bangga hanya dengan mengikuti
temuan orang lain. Bukan hal positif yang bisa mereka tiru.
Melainkan hal-hal sepele yang tidak berguna. Mereka mengekor
Bangsa Eropa bukan pada teknologinya yang berguna bagi
khalayak. Melainkan mereka menyerap ide-ide miring, yang
rusak, bodoh, konyol dan semacamnya. Dengan begitu, mereka
telah kehilangan agama dan dunia secara bersama. Seperti
fakir Yahudi yang kehilangan agama dan dan dunianya.
“Mereka dalam keadaan yang ragu-ragu antara yang
demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini
(orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu
(orang-orang kafir). Barangsiapa disesatkan Allah, maka kamu
sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi
petunjuk) baginya.” (QS. an-Nisa: 143)
“Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian
itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. al-Hajj: 11)
Kadangkala kita melihat di antara mereka merasa
bangga karena pernah pergi ke Amerika, London, Paris atau
mungkin malah pernah tinggal di sana. Padahal seharusnya
kita hanya dibolehkan bepergian ke kota-kota tersebut dalam
keadaan darurat. Seperti dibolehkannya kita memakan bangkai.
Ada ulama yang mengatakan, “Tidak seharusnya kita
bepergian ke negeri kafir kecuali untuk berobat yang tidak
bisa ditangani negeri kaum Muslimin. Atau untuk mempelajari
masalah keduniawian yang hanya bisa ditempuh di negeri-
negeri itu. Atau untuk mendakwahkan kalimat Allah.”
Adakah mereka pergi ke negeri-negeri kafir itu untuk
berdakwah?
Adakah mereka menyebut Allah di jalan-jalan di kota
London dan Paris?
Adakah mereka meninggikan seruan Muhammad di sana?
Adakah mereka menyebarkan nilai-nilai luhur serta
akhlak mulia di sana?
Benar, mereka telah melawat negeri-negeri tersebut.
Namun di sana mereka menjadi paling hina dan remeh daripada
penduduk negeri. Mereka tidak ke sana untuk berobat. Karena
di negeri kita sendiri sudah sangat cukup untuk itu. mereka
pun tidak ke sana untuk menuntut ilmu. Karena tidak ada
hasil yang mereka bawa pulang ke rumah sendiri.
Di antara mereka hanya membawakan kita sebatang
rokok.
Tidak mengajari kita bagaimana cara membuat mobil.
Sebab mendasar yang menyebabkan generasi kita hancur
adalah bepergian ke negeri-negeri kafir itu. lebih-lebih
jika mereka yang pergi ke sana adalah orang-orang yang tidak
mengenal nikmat Islam. Dengan mudah orang-orang seperti ini
akan tercerabut dari akarnya. Otak mereka akan tercuci.
Agama mereka akan terlewati. Lalu kembali ke negeri sendiri
tidak lebih dari seekor binatang.
Kelima, pemberian obat-obatan secara tidak benar. Atau dengan dalih bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Atau
juga untuk menambah kekuatan seksual. Padahal semua itu
hanya tipu muslihat. Bahkan dalam catatan ahli medis,
terbukti bahwa pemberian obat-obatan yang tidak sesuai
prosedur dapat mengakibatkan kerusakan fatal bagi tubuh
manusia. Termasuk juga bisa mengakibatkan impotensi atau
lemah syahwat.
Apa yang syaa paparkan adalah beberapa hal yang
mengakibatkan berbagai peristiwa mengenaskan menjangkiti
generasi kita. Maka marilah kita memohon kepada Allah yang
di tangan-Nya tersimpan pembuka hati. Agar Dia mengembalikan
kaum Muslimin pada jalan yang benar. Agar Dia mengentaskan
kita dari krisis multidimensi yang sangat menakutkan. Agar
Dia menerima tobat dan memberi ampunan pada kita semua.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mahadekat pada hamba-
hamba-Nya.
Itulah yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali
ini. Apa yang saya sampaikan adalah apa yang Anda sekalian
dengarkan. Karenanya, saya memohon ampunan kepada Allah
untuk diri saya, Anda dan semua kaum Muslimin. Marilah kita
memohon ampunan-Nya dan bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang.
***
KHUTBAH KEDUA
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Dialah
pelindung orang-orang shalih. Tiada permusuhan melainkan
kepada orang-orang zhalim. Shalawat dan salam kepada
Muhammad pemimpin para Nabi, imam para muttaqin dan
sekaligus panutan manusia seluruh alam.
Wahai hamba Allah!
Kita telah bicara mengenai madharat dan sebab-
sebabnya. Allah tidak menurunkan sesuatu penyakit melainkan
bersamanya Dia memberikan penawar. Lalu apa penawar untuk
semua penyakit yang memporakporandakan masyarakat kita?
Pertama, berserah diri dan kembali pada Allah SWT. Memberikan perhatian penuh kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa. Sungguh dengan cara ini akan diperoleh keberhasilan
dunia dan akhirat.
Said bin Musayyab pernah bercerita tentang sebab
seseorang yang meminum khamar. Menurutnya, hal itu
disebabkan seseorang telah meninggalkan ketaatan kepada
Allah SWT. Dengan begitu ia menjadi tidak terpandang di mata
Allah. Allah melepas kemurahan-Nya darinya. Saat Allah telah
melepaskan naungan-Nya dari orang tersebut, maka ia menjadi
seorang diri yang tidak berdaya. Ia tidak tersentuh hidayah
hingga rentan terhadap ancaman api neraka.
Penawar paling mujarab untuk masalah semacam ini
adalah mengembalikan masyarakat kita ke jalan Allah SWT.
Kita harus pandai mengambil pelajaran dari pengalaman umat-
umat yang lain yang terjungkal dalam kehampaan dan kealpaan.
Dimana generasi muda tidak lagi memiliki sandaran menjalani
hidup. Nilai-nilai saling berbenturan dan fenomena bunuh
diri di kalangan remaja serta anak muda menjadi pemandangan
yang tidak mengherankan.
Kedua, adalah mendidik generasi kita dengan semangat ‘la ilaaha illallah’. Menanamkan Islam dengan sebenar-
benarnya dalam jiwa mereka. Bukan Islam sebatas nama yang
dikenal dan disebut. Hanya mengklaim bahwa kita adalah
Muslim dengan sebatas pulang pergi ke masjid adalah cara
yang jauh dari cukup.
Makna Islam berarti Allah selalu hadir dan
menyaksikan saat engkau berada di rumah, di tempat kerja dan
di manapun engkau berada. Dengan begitu kita tidak akan
mencari suatu ketetapan selain kepada Allah SWT.
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-
tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. al-An’am: 162-
163)
Ketiga, mempelajari hal-hal manfaat yang dibutuhkan oleh jiwa raga kita. Dengan pengetahuan yang bermanfaat itu
kita bisa mengisi pikiran setiap orang. Mengisi waktu
senggang mereka dengan amalan yang manfaat. Mengisi hidup
mereka. Mengarahkan mereka. Dan menanamkan pada setiap orang
dalam masyarakat. Pada saat yang bersamaan kita perangi
segala bentuk ajaran yang tidak bisa dibenarkan. Yaitu
ajaran-ajaran yang kotor dan jauh dari manfaat untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Karena yang semacam itu pada
dasarnya bukanlah merupakan ilmu yang patut.
Ibnu Taimiyah pernah menegaskan, “Segala ilmu harus
diserap oleh kaum Muslimin jika mengandung kebaikan (nilai-
nilai positif). Karena kebaikan yang ada pada kita sudah
teramat mencukupi kebutuhan kita. Jika ilmu itu tidaklah
bermanfaat (tidak baik), maka kami tidak membutuhkan
keburukan.”
Penawar yang dapat kita suguhkan adalah mengarahkan
para remaja dan anak muda untuk bersama-sama duduk di dalam
majelis ilmu. Kita kondisikan agar mereka gemar mengikuti
pertemuan-pertemuan dengan para ulama untuk menimba ilmu.
Bagaimana agar mereka senang untuk mempelajari fikih, tafsir
dan ushul. Semua itu untuk mengangkat martabat manusia di
sisi Allah SWT sehingga generasi cemerlang dan bercahaya
yang kita dambakan dapat terwujud.
Keempat, berusaha untuk menghindari kekosongan. Kaum Muslimin sesungguhnya tidak mengenal waktu senggang tanpa
amalan yang bermanfaat. Maka siapa yang memiliki keahlian
ilmiah, hendaknya ia menghabiskan waktunya untuk mengabdi di
lingkungan kampus, madrasah dan tempat-tempat pengajaran.
Demikian pula dengan yang memiliki profesi lain.
Jadi menghindari waktu kosong dalam kehidupan kaum
Muslimin haruslah menjadi konsentrasi pertama untuk memulai
perbaikan keadaan masyarakat.
Kelima, menjaga generasi kita dari keterpengaruhan hal-hal buruk. Banyak sekali para orang tua yang pengetahuan
agamanya sangat minim tidak lagi menghiraukan ke mana anak-
anak mereka mengisi waktu. Bersama siapa mereka menghabiskan
hari-harinya. Orang tua yang tidak peduli semacam ini tidak
pernah merasa perlu untuk bertanya tentang semua itu. Orang
tua tidak mengerti jika anak-anak mereka telah sekian lama
berteman dengan para pendurhaka. Hingga akal, pikiran dan
agamanya terbengkalai dan bergantikan kesesatan yang nyata.
Orang tua tidak menyadari dan tidak menyangka sama sekali.
Jika sampai anak-anak mereka melakukan tindakan melawan
agama berarti aib keluarga dan masyarakat tidak dapat
dihindari, baik di dunia maupun kelak di akhirat.
Keenam, kita tidak mendiamkan segala bentuk praktek penghasutan terhadap kalangan remaja dan anak-anak muda.
Sekuat tenaga kita perangi praktek-praktek penyesatan dan
penghasutan tersebut. Satu persatu kita kuliti dan kita
paparkan pada khalayak hingga tiada lagi unsur-unsur perusak
yang tersisa. Kita tidak seharusnya membiarkan dan menutup-
nutupi meskipun unsur-unsur perusak itu telah beralih
sekalipun. Karena sikap seperti itu sama saja dengan memberi
peluang untuk muncul kembali.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
(kebajikan) dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-
Maidah: 2)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel
dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka
satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang
mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu.” (QS. al-Maidah: 78-79)
Rasulullah kemudian berkata, “Demi Tuhan, sekali-kali
tidak! Sungguh engkau akan menyeru pada kebaikan. Dan
mencegah kemunkaran. Sungguh engkau akan memegang orang
zhalim dan membawanya pada kebaikan. Dan sungguh engkau akan
menahan mereka pada kebenaran.” (HR. Abu Daud 4/121,122)
Wahai kaum Muslimin!
Sesungguhnya kebahagiaan tidak terletak pada seberapa
banyak kita bisa mengumpulkan uang dan harta. Tidak pula
pada seberapa besar istana yang sanggup kita bangun. Kita
tidak layak untuk berbangga atas kebesaran istana yang kita
bangun. Negara-negara Eropa dan Amerika jauh lebih unggul
daripada kita dalam hal ini. Allah berfirman, “Dan sekiranya
bukan hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu
(dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang
yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, loteng-loteng
perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak)
yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu
(perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-
dipan yang mereka bertelekan di atasnya. Dan (Kami buatkan
pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan
semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia,
dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-
orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 33-35)
Jadi kebahagiaan kita terletak pada ajaran Allah yang
diembankan pada kita. Kebahagiaan kita adalah penyembahan
kita kepada Allah. Dan kebahagiaan kita adalah sejauh apa
kita bisa melaksanakan syariat Allah.
Yang menambah kemuliaan dan bahagiaku.
Yang nyaris membuatku seolah menginjak harta
melimpah.
Adalah masuk dalam kalimat dari-Mu “Wahai hamba-Ku!”
Dan agar tetap Ahmad sebagi Nabi untukku.
Wahai pemuda Islam!
Mari kembali kepada Allah. Mari kembalikepada masjid.
Mari kembali kepada al-Qur’an. Dan mari kita kembali pada
majelis ilmu.
Wahai pemuda Islam, kembalilah!
Pada kalian kejayaan dan kemuliaan.
Kalian kunci kebangkitan di masa lalu.
Dan kalian fajar bersinar di masa depan.
Mari memohon kepada Allah agar mengembalikan kita
pada jalan-Nya. Mari kita kembali kepada-Nya dengan sebenar-
benarnya.
Wahai hamba Allah!
Bershalawatlah kepada Nabi Muhammad sebagaimana Allah
perintahkan atas kalian. Allah berfirman, “Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepada Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan untuknya.” (QS. al-Ahzab: 56)
***