unram

download unram

of 22

description

unram

Transcript of unram

BAB IPENDAHULUANRinosinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran finansial masyarakat. Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi bersamaan, sehingga terminologi saat ini yang lebih diterima adalah rinosinusitis.1,2 Infeksi sinus yang disebabkan oleh jamur jarang terdiagnosis kerena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala mirip dengan rinosinusitis kronis yang disebabkan bakteri. Apabila kasus rinosinusitis tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan antibiotika dan dekongestan, perlu dipikirkan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Walaupun secara luas diketahui infeksi jamur pada hidung dan sinus paranasal jarang ditemukan, beberapa ahli setuju bahwa terdapat peningkatan kejadian infeksi sinus yang disebabkan oleh jamur pada dua dekade terakhir. Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan terdapat pada 10 % kasus rinosinusitis yang memerlukan tindakan pembedahan. Laporan terbaru dan kontroversi oleh Ponikau et al memperkirakan bahwa infeksi jamur terdapat pada 96 % kasus rinosinusitis kronis.1-4Rinosinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang di temukan. Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. 5Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau jamur.5,6

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi Hidunga. Bentuk HidungBentuk hidung menurut antropologi dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu golongan Mesorrhine/Asia, golongan Plattyrrhine/Afrika, dan Leptorrine/Kaukasian (Orang Barat). Pada hidung Asian ketinggian tulang hidung sedang, lubang hidung oval, lebar ke tengah. Pada hidung Afrika hidung pesek/rendah, lubang hampir bulat dan datar. Pada ras Kaukasian umumnya tulang hidung lebih tinggi dan lebih sempit, lubang hidung ovale ke atas, tulang rawan upper lateral dan lower lateral lebih besar. Gambar 1. Golongan Mesorrhine Gambar 2. Golongan PlattyrrhineGambar 3. Golongan

Gambar 1. Anatomi Nasal Externus

b. Rongga HidungCavum nasi terletak dari nares anterior sampai nares posterior (choana). Dasar dari cavum nasi dibentuk oleh processus palatinus ossis maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini yaitu permukaan atas palatum durum. Bagian atap di bentuk oleh corpus os sphenoidalis, lamina cribrosa, os ethmoidalis, os frontale, os nasale, dan cartilago nasi. Dinding lateral dari cavum nasi terdapat tiga benjolan yaitu concha nasalis superior, media dan inferior. Area dibawah tiap concha disebut meatus. Recessus sphenoethmoidalis adalah daerah kecil yang terletak diatas concha nasalis superior dan didepan corpus sphenoedalis.7Meatus nasi superior terletak dibawah dan lateral dari concha nasalis superior dan terdapat muara dari sinus ethmoidalis posterior. Meatus nasi media terletak di bawah dan lateral concha media. Pada dinding lateralnya terdapat bulla ethmoidalis. Sebuah celah yang melekung disebut hiatus semilunaris yang terletak tepat dibawah bulla. Ujung anterior hiatus masuk kedalam saluran yang ber bentuk corong disebut infundibulum. Sinus maksilaris bermuara pada meatus nasi media melalui hiatus semilunarus. Sinus frontalis dan sinus ethmoidalis anterior bermuara pada infundibulum.7 Meatus nasi inferior terletak dibawah dan lateral concha inferior dan terdapat muara dari duktus nasolakrimalis. Dinding medial atau septum nasi merupakan osteokartilago yang di tutupi membrana mukosa. Membrana mukosa melapisi cavum nasi kecuali vestibulum. Terdpat dua jenis membrana mukosa yaitu mukosa olfactorius dan respiratorius. Membrana mukosa olfactorius melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan recessus sphenoetmoidalis; juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan dengan atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mukosa memiliki sel-sel penghidu khusus. Permukaan membrana mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlah banyak. 7c. Histologi HidungRongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda :di luar adalah vestibulum dan di dalam fossa nasalis.Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang melebar, kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang mengalami keratinisasi, terdapat rambut-rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat. Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masing-masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu concha superior, concha tengah dan concha inferior. Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia, sel-sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat dan kelenjar serous dan mukus yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena yang membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies. Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah olfaktori dengan sel-sel khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori merupakan neuron bipolar/ sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria dan silia pada permukaan epitel. Silianya mengandung reseptor olfaktori yang merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel epitel kubus. Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna kekuningan. Gambar 2. Histologi Rongga Hidungd. Vaskularisasi HidungBagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anteriordan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri. karotis interna. Bagianbawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya adalah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dariforamen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan daricabangcabang a.fasialis.Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arterisfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina mayor yangdisebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung)terutama pada anak.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan denganarterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yangberhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehinggamerupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intrakranial.7,8,9e. Inervasi HidungBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. 7,8Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.7,8

2. Fungsi PernapasanFungsi pernapasan normal pada hidung, saat udara mengalir melalui hidung, terdapat tiga fungsi yang berbeda ysng di kerjakan oleh rongga hidung:1. Udara dihangatkan oleh permukaan concha dan septum yang luas, dengan total area kira-kira 160 cm2,2. Udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna bahkan sebelum udara meninggalkan hidung,3. Udara disaring sebagian.Semua fungsi ini secara bersama-sama disebut fungsi pelembab udara dari saluran napas bagian atas. Biasanya suhu udara inspirasi meningkat sampai 1F melebihi suhu tubuh dan dengan kejenuhan uap air 2 sampai 3 persen sebelum udara mencapai trakea.10Fungsi penyaringan hidung. Bulu-bulu pada pintu masuk lubang hidung penting untuk menyaring partikel-partikel besar. Walaupun demikian, jauh lebih penting untuk mengeluarkan partikel melalui presipitasi tubulen. Artinya, udara yang mengalir melalui saluran hidung membentur banyak dinding penghalang: konka (disebut juga turbinates sebab konka menimbulkan turbulensi udara), septum dan dinding faring. Tiap kali udara membentur penghalang ini, udara harus mengubah arah alirannya. Partikel-partikel yang tersuspensi dalam udara, mempunyai momentum dan massa yang jauh lebih besar daripada udara, sehingga tidak dapat mengubah arah perjalanannya secepat udara. Oleh karena itu, partikel-partikel tersebut terus maju kedepan, membentur permukaan penghalang-penghalang ini, dan kemudian dijerat oleh mukus pelapis dan diangkut oleh silia ke faring untuk ditelan.10

Gambar 3. Anatomi Cavum Nasi

Membrana mukosa respiratorius melapisi bagian bawh kcavum nasi. Fungsinya adalah untuk menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara inspirasi. Proses menghangatkan terjadi oleh adanya plexus spenosus didalam jaringan submukosa. Proses melembabkan berasal dari banyaknya mucus yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar dan sel goblet. Partikel debu yng terinspirasi akan menempel pada permukaan mukosa yang basah dan lengket. Persyarafan cavum nasi berasal dari nervus olfactorius yang mempersarafi membrana mikosa olfactorius saraf naik keatas melalui lamina cribrosa dan mencapai bulbus olfactorius.7,9Saraf-saraf sensasi umum berasal dari nervus trigeminus cabang ophtalmica dan maxilaris. Persyarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari nervus ethmoidalis anterior. Persyarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus nasopalatinus, dan ramus palatina gnglion pterigoppalatinum. Suplai arteri untuk cavum nasi berasal dari cabang-cabang arteri maxilaris. Cabang yang terpenting yaitu arteri splenopalatina yang beranastomosis dengan cabang sertalis arteri labialis superior yang merupakan cabang dari arteri facialis di daerah vestibulum. Vena-vena membntuk plexus yang menyertai arteri. Pembuluh limfe megalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi cervicales profundi superior.7,8

3. Sinus Paranasalis

Gambar 4. Sinus Paranasal

Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang terdapat didalam os maxilla, os frontal, os ethmoidalis. Sinus dilapisi oleh mucoperiostereum dn berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil. Sinus maxillaris dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usianya delapan tahun menjadi cukup besar dan pada masa remaja sudah terbentuk sempurna. Sinus berfungsi sebagai resonator suara dan mengurangi berat tengkorak. Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan kualitas suara jelas berubah.7,9Sinus maxillaris terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk piramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apex di dalam processus zygomaticus maxillae. Atap dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar dibentuk oleh processus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar ketiga dan kadang-kadang akar dari caninus menonjol ke dalam sinus sehingga jika dilakukan ekstraksi gigi tersebut dapat menyebabkan terbentuk fistula bahkan terjadi sinusitis. Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis bermuara ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris, kemungkinan penyebaran infeksi dari sinus-sinus tersebut ke sinus maxillaris sangat besar. Membrana mukosa sinus maxillaris dipersarafi oleh n.alveolaris dan n.infraorbitalis.7,9Sinus frontalis ada dua buah dan terdapat dalam os frontale dan dipisahkan oleh septum tulang yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke belakang ke bagian medial atap orbita. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.supraorbitalis. Sinus sphenoidalis ada dua buah dan terletak di dalam corpus os sphenoidalis. Setiap sinus akan bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidalis di atas concha nasalis superior. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.ethmoidalis superior.7,9Sinus ethmoidalis terdapat dalam os ethmoidale di antara hidung dan orbita. Sinus ini terpisah dari orbita oleh selapis tipis tulang, sehinggga infeksi dengan mudah menjalar dari sinus ke dalam orbita. Sinus ini terbagi menjadi tiga yaitu anterior, media dan posterior. Kelompok anterior bermuara ke dalam infundibulum, kelompok media bermuara ke dalam meatus nasi medius, dan kelompok posterior bermuara ke dalam meatus nasi superior. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.ethmoidalis anterior dan posterior. Sinus paranasal hampir tidak mempunyai aliran limfe, sehingga metastasis ke kelenjar limfe sangat jarang terjadi dan bila ada, hal itu mungkin terjadi pada waktu tumornya sudah meluas keluar dari sinus paranasal seperti nasofaring, mukosa pipi atau kulit.7

BAB IIIRINOSINUSITIS JAMUR INVASIF AKUT

1. EPIDEMIOLOGIBerdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar 17,4% penduduk dewasa Amerika Serikat (AS) pernah mengidap rinosinusitis.3 Dari survei yang dilakukan, diperkirakan angka prevalensi rinosinusitis pada penduduk dewasa AS berkisar antara 13-16 %, dengan kata lain, sekitar 30 juta penduduk dewasa AS mengidap rinosinusitis.1-4 Dengan demikian rinosinusitis menjadi salah satu penyakit yang paling populer di AS melebihi penyakit asma, penyakit jantung, diabetes dan sefalgia.2,4 Dari Kanada tahun 2003 diperoleh angka prevalensi rinosinusitis sekitar 5 % dengan rasio wanita berbanding pria yaitu 6 berbanding 4 (lebih tinggi pada kelompok wanita).1,3 Berdasarkan penelitian divisi Rinologi Departemen THT-KL FKUI tahun 1996, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50 % penderita sinusitis.3

Gambar 4. Posisi Rinosinusitis diantara penyakit lain

Prevalensi rinosinusitis di indonesia cukup tinggi, terbukti pada data penelitian tahun 1996 dari sub-bagian Rinologi Departemen THT-KL FK-UI/RSCM bahwa dari 496 pasien rawat jalan di sub-bagian ini didapati 50% nya dengan rinosinusitis kronis.5

2. ETIOLOGIPada sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, dimana mempunyai angka mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.Jamur saprofit selainMucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia, Mucor, Cunninghamel, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp, menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasif jamur kejaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukimia atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosepresan. Imunitas yang rendah dan invasif pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.11

3. PATOFISIOLOGIPatofisiologi sinusitis jamur mencakup pengisian sinus dan adanya perubahan respons imun terhadap jamur, sindrom invasif dan non invasif pada sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang jelas. Keduanya dapat terjadi pada pasien dengan immunocompetent atau immunocompromised, dapat seecara akut atau kronik dan dapat menyebar ke orbita, struktur-struktur mata, dan ke otak. Purulen, pucat, sering berbau busuk ada pada sinus-sinus yang terkena.Patofisiologi allergic fungal sinusitis diperkirakan sama dengan allergic bronchopulmonary fungal disease.Pertama, host yang atopik terpapar jamur, secara teori masuk melalui saluran napas yang normal dan berkoloni di kavitassinus, yang mana mengandung inisial stimulus antigen. Respon terhadap inisial inflamasi terjadi sebagai akibat dari reaksi Gell and Coombs tipe I (IgE mediated) dan tipe III (immune complex-mediated), menyebabkan edema jaringan. Hal ini menyebabkan obstruksi ostium sinus. Apabila siklus terjadi terus-menerus akan menghasilkan produk, alergi mucin yang mengisi sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan memperberat proses. Sinus mycetoma biasanya unilateral dan melibatkan sinus maksilaris.Pasien dengansinus mycetoma adalah pasien dengan immunocompetent. Kondisi alergi IgE jamur spesifik biasanya kurang. Sinus mycetoma acute invasif terjadi dari penyebaran cepat jamur melalui invasi vaskular ke orbita dan sistem saraf pusat. Ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes dan pasien dengan immunocompromised dan dilaporkan juga pada orang-orang dengan immunocompetent.12 4. MANIFESTASI KLINIKRinositis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang memiliki farktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang tidak terkontrol, atau imun yang rendah.Gambaran klinisnya menyerupai sinusitis kronis yaitu sekret yang purulen, obstruksi hidung, sakit kepala satu sisi, nyeri wajah, dan nafas yang berbau, kadang-kadang dapat terlihat massa jamurbercampur sekret di dalam kavum nasi. Pada operasi mungkin ditemukan massa yang berwarna coklat kehitaman kotor bercampur sekret purulen di dalam rongga siinus.13

5. GAMBARAN RADIOLOGI

Foto polos walaupun menyediakan beberapa informasi, tidak cukup detail.Pada CT scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa yang tebalatau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak destruksi tulang sinus yang agresif tanpa perluasan.

6. PEMERIKSAAN LABORATORIUMDiagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain) yang lebih baik untuk pemeriksaan sinusitis jamur. Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam jaringan, inflamasi granuloma tanpa perkejuan dengan sel datia berinti banyak, tidak tampak invasi vaskuler dan mungkin ada nekrosis jaringan lunak atau tulang. Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur. 15

7. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding sinusitis jamur adalah: Neorfplasma benigna maupun maligna. Mycetoma fungal sinusitis Chronic Invasive Fungal Sinusitis

BAB IVDIAGNOSIS RINOSINUSITIS JAMUR INVASIF AKUT 1. ANAMNESISSinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yangmemiliki faktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangkapanjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang tidakterkontrol, atau imun yang rendah. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur padakasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapiantibiotik.. Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.18 Informasi lain yang perlu berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang sudah dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala yang dapat diperoleh melalui anamnesis dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian depan.

2. PEMERIKSAAN FISIS Dari inspeksi memperlihatkan ada atau tidaknya pembengkakan pada daerah wajah. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan menunjukkan suatu bentuk rinosinusitis. Pmbengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan rinosinusitis frontal akut. Palpasi sinus dilakukan untuk mengevaluasi nyeri atau bengkak. Sakit atau nyeri tekan di dasar sinus frontal, nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi. Selain itu kita juga memerlukan rinoskopi anterior dan posterior untuk melihat kelainan. Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya) Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip.12Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung.12

3. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan laboratoriumTerdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien dengan allergic fungal sinusitis. Sedangkan padasinus mycetoma jarang terjadi. Biasanya >1000 U/ml (normal