Unlock-1.docx

166
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP SENSE OF HUMOR GURU DENGAN MOTIVASI BELAJAR DI KELAS XII TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMKN RAJAPOLAH KABUPATEN TASIKMALAYA PENELITIAN ILMIAH Disusun Dalam Memenuhi Salah Satu Persyaratan Kenaikan Pangkat Jabatan Guru Oleh ADITIANA SUKADARUSMAN, S.Pd NIP 19831022200901003 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TASIKMALYA SMKN RAJAPOLAH GANJIL, 2013/14

Transcript of Unlock-1.docx

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP SENSE OF HUMOR GURU DENGAN MOTIVASI BELAJAR DI KELAS XII TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMKN RAJAPOLAH KABUPATEN TASIKMALAYA

PENELITIAN ILMIAH

Disusun Dalam Memenuhi Salah Satu PersyaratanKenaikan Pangkat Jabatan Guru

OlehADITIANA SUKADARUSMAN, S.PdNIP 19831022200901003

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TASIKMALYASMKN RAJAPOLAH GANJIL, 2013/14

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penulisan Karya Tulis ini dapat terselesaikan.Sebagai pengajar guru dituntut untuk memliki berbagai strategi mengajar. Siantar strategi untuk memecah kebosanan dalam belajar, guru diharapkan memiliki rasa humor (sense of humor) untuk meningkatkan perhatian siswa. . Penulis menyadari Karya Tulis ini belum memenuhi harapan dari segenap pembaca, hal ini disebabkan kurangnya kemampuan penulis sangat memerlukan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan moral dari berbagai pihak penulis harapkan, sehingga hambatan dan halangan dapat teratasi, untuk itu penulis sampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada guru-guru produktif Teknik Kendaran Ringan yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan :Akhirnya mudah-mudahan Karya Tulis ini ada guna dan manfaatnya bagi perkembangan pendidikan serta kemajuan dan perkembangan masyarakat dimasa mendatang.

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHANiKATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISIivDAFTAR TABELviiiDAFTAR LAMPIRANxBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah1B. Rumusan Masalah..7C. Tujuan Penelitian..8D. Manfaat Penelitian81. Manfaat teoritis82. Manfaat praktis.8

BAB II LANDASAN TEORIA. Motivasi Belajar..101. Pengertian Motivasi Belajar....102. Aspek-aspek Motivasi Belajar....11

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar..144. Prinsip-prinsip motivasi belajar18B. Persepsi Siswa.211. Pengertian Persepsi212. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi...223. Pengertian siswa remaja .21

C. Sense of Humor Guru 241. Pengertian humor ...242. Dimensi Humor .253. Fungsi Humor264. Pengeritan sense of humor275. Aspek-aspek sense of humor 286. Karakteristik kepribadian orang yang memiliki sense of humor 29 7. Keuntungan memiliki sense of humor308. Pengertian guru30D. Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru .31E. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan

Motivasi Belajar Siswa32F. Hipotesis...35

BAB III METODE PENELITIANA. Identifikasi Variabel Penelitian..36B. Definisi Operasional Variabel Penelitian361.Persepsi siswa terhadap sense of humor guru .362. Motivasi Belajar .36C.Populasi dan Pengambilan Sampel371. Populasi dan sampel37D.Instrumen Yang Digunakan..381. Pengukuran persepsi siswa terhadap sense of humor guru382. Skala motivasi belajar 41E. Validitas dan Reliabilitas dan Uji Daya Beda Alat ukur 43

1. Validitas alat ukur.432. Reliabilitas 443. Uji Daya Beda Alat ukur44F. Hasil Uji Coba Alat Ukur451. Skala Persepsi Siswa terhadap sense of humor guru452. Motivasi Belajar 46G. Prosedur Penelitian471. Permohonan izin47

2. Pembuatan alat ukur473. Uji coba alat ukur484. Pelaksanaan penelitian495. Pengolahan data50H. Metode Analisa Data50

BAB IV ANALISA DATA PENELITIANA. Gambaran Subjek Penelitian511. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin512. Gambaran subjek penelitian berdasarkan subjek berdasarkan usia53B. Hasil Penelitian531. Hasil uji asumsi penelitian532. Hasil utama penelitian543. Deskripsi data penelitian54C. Pembahasan60

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARANA. Kesimpulan59B. Diskusi60C. Saran621. Saran metodologis622. Saran praktis63

DAFTAR PUSTAKA64

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 1.Citra guru terbaik dan terburuk menurut siswa5

Tabel 2Blue Print Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru40

Tabel 3Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Diuji Coba42

Tabel 4Blue Print Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of HumorGuru Setelah Uji Coba46Tabel 5Blue Print Skala Motivasi Belajar Setelah Uji Coba47Tabel 6Subyek Penelitian Berdasarkana Jenis Kelamin52Tabel 7Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Usia53Tabel 8Deskripsi Skor Skala Persepsi Terhadap Sense of HumorGuru54Tabel 9Kategorisasi Data Empirik Variabel Persepsi TerhadapSense of Humor Guru56

Tabel 10Deskripsi Skor Skala Motivasi Belajar57Tabel 11Kategorisasi Data Empirik Variabel Motivasi Belajar57

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Ax1. Reliabilitas Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru .. xi

2. Reliabilitas Skala Motivasi Belajarxii

LAMPIRAN Bxiv1. Data Mentah Skala Persepsis Siswa terhadap Sense of Humor Guru xvi

2. Data Mentah Skala Motivasi Belajarxvii

LAMPIRAN C

1. Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guruxx2. Skala Motivasi Belajar

LAMPIRAN D 1. Uji Normalitas Sebaran

2. Uji Linearitas 3. Korelasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah, pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik jika proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Kesuksesan pengajaran bisa dilihat dari hasilnya, tetapi harus tetap diperhatikan juga prosesnya. Pada proses inilah nantinya siswa akan beraktivitas. Proses yang baik dan benar kemungkinan akan memberikan hasil yang baik pula (Sardiman, 2003).

Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokok yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa, agar siswa merasa bergairah memiliki semangat, potensi, dan kemampuan yang dapat meningkatkan harga diri. Dengan demikian siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Peranan guru sangat penting, bagaimana usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas dengan baik, sehingga untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik. Memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu (Sardiman, 2003). Berikut ini adalah pernyataan salah seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya pemberian motivasi di dalam kelas (komunikasi personal, 27/11/2008) : Guru memang harus berusaha bagaimanapun caranya agar siswa yang diajarinya termotivasi untuk belajar, karena motivasi siswa untuk belajar itu penting sekali. Jadi siswa menjadi aktif dalam belajar untuk menguasai materi pelajaran. Percuma saja guru menerangkan bagus-bagus kalau siswa nggak ada motivasi belajarnya, bisa sia-sia pelajaran yang diberikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, guru mengakui bahwa motivasi belajar memang penting ada pada diri siswa. Motivasi belajar yang kurang akan menyebabkan siswa tidak memiliki semangat belajar, sehingga apa yang diajarkan

oleh guru kepada siswa di kelas tidak akan sia-sia. Purwanto (1990) mengatakan bahwa motivasi menjadi salah satu faktor penting dan syarat mutlak untuk belajar. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Sardiman (2003) juga menambahkan bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu dapat melahirkan prestasi yang baik. Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Mengenai materi pelajaran sering dikeluhkan oleh para siswa sebagai sesuatu yang membosankan, terlalu sulit, tidak ada manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas, dan sebagainya. Akan tetapi hal yang lebih utama daripada faktor materi pelajaran, sebenarnya adalah faktor guru (Sarwono, 1989). Suasana belajar mengajar yang menyenangkan membuat siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar. Seorang guru bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, dan humor adalah salah satu cara yang digunakan untuk menunaikan tanggung jawab tersebut (Charles & Senter, 2005). Penting bagi guru untuk menggunakan humor dalam kelas (Young, Whitley & Helton dalam Manning, 2002). Berikut adalah pernyatan seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya penggunaan humor di kelas (komunikasi personal, 27/11/2008) :

memang nggak sumua guru bisa menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Tetapi menurut saya humor itu memang penting sekali diberikan kepada siswa ketika mengajar. Waktu saya sekolah dulu aja merasa nggak senang kalau gurunya gak pernah ngelucu. Jadi pandai-pandailah guru memberi humor dikelas biar suasana kelas nggak kaku. Kalau suasana kelas nggak kaku, pasti lebih enak siswa itu belajar. Jadi betah siswa dikelas dan pasti siswa menyimak pelajaran yang diberikan guru. Berdasarkan pernyataan tersebut, guru tersebut berpendapat bahwa guru memang harus menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Jadi kemampuan guru menyisipkan humor sangat penting agar suasana kelas tidak kaku. Suasana kelas yang tidak kaku akan membuat siswa senang belajar di kelas. Apte (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula halnya dengan seorang guru. Sense of humor guru merupakan kemampuan seorang guru dalam mengapresiasikan, menciptakan, dan mengungkapkan kelucuan serta tertawa dalam menjalankan tugasnya tanpa mengakibatkan individu lain terluka secara fisik maupun psikis. Guru yang memiliki sense of humor yang baik membuat kelas menjadi menarik. Di SMP Negeri 1 Medan yang terletak di Jalan Bunga Asoka No. 6 Medan , pada kelas 7 Internasional ada seorang guru bahasa Mandarin berinisial HW yang menurut para siswa suka menyampaikan humor pada saat mengajar. Seperti dikemukakan oleh seorang siswa kelas 7 (tujuh) Internasional SMPN 1 Medan (komunikasi personal, 27/11/2008) :

senang kali kalo guru yang masuk suka ngasih humor, jadi gak bosen. Kalo gurunya ketat terus di kelas, apalagi gak pernah senyum pengennya keluar aja dari kelas. Ada guru kami Pak HW (inisial) guru bahasa mandarin, senang kali kalo dia yang ngajar. Sering buat lucu jadi semangat kalau udah dia yang ngajar. Kalau masuk bapak itu suka cerita yang lucu-lucu, nanti dikasih teka teki juga. Jadi seru! Dari komunikasi personal yang dilakukan dengan siswa tersebut, siswa ternyata menyukai guru yang suka memberikan humor dikelas. Pemberian humor di kelas dalam bentuk-bentuk tertentu akan menyebabkan siswa semangat untuk belajar. Dalam sebuah survei nasional terhadap sekitar seribu siswa berusia antara 13 sampai 17 tahun, para siswa tersebut menyebutkan beberapa karakter penting yang harus dipunyai oleh guru, diantaranya adalah mempunyai selera humor yang baik, mampu mebuat kelas menjadi menarik, dan menguasai mata pelajaran yang diajarkan (NASSP, dalam Santrock, 2004). Dari tabel dibawah ini yang mengambarkan karakteristik terbaik dan terburuk yang dilihat siswa terhadap guru, dapat dilihat bahwa peranan humor sangat penting sekali untuk membuat siswa tertarik terhadap seorang guru. Tabel 1. Citra guru terbaik dan terburuk menurut siswa

Karakteristik% TotalKarakteristik% Total

Punya selera humor79,2Membuat kelasmenjadi79,6membosankan

Membuat kelas menjadimenarik73,7Tidak menerangkan secarajelas63,2

Menguasai mata pelajaran70,1Pilih kasih52,7

Menerangkan secara jelas66,2Sikapnya buruk49,8

Mau meluangkan waktu65,8Terlalubanyak menuntut49,1untuk membantu siswakepada siswa

Bersikap adil kepada siswa61,8Tidak nyambung dengan siswa46,2

Memperlakukansiswaseperti orang dewasa54,4Memberikan PR terlalaubanyak44,2

Berhubungan baik dengan54,2Terlalu kaku40,6siswa

Memperhatikan perasaansiswa51,9Tidakmembantu/memperhatikansiswa40,5

Tidak pilih kasih46,6Kontrol kurang39,9

Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan (Hadis, 2006). Namun, beberapa siswa mungkin mempersepsikan sense of humor guru akan dapat mengganggu pelajaran dan mengakibatkan masalah dalam proses belajar mengajar di kelas apabila humor yang dibuat guru menjadikan murid sebagai bahan tertawaan teman-temanya (Charles & Senter, 2005). Berikut adalah pernyataan siswa tentang bagaimana siswa memandang humor yang diberikan guru (komunikasi personal, 27/11/2008): gak semuanya kami suka ada juga yang gak lucu, apalagi kalo uda ada porno-pornonya malas kami dengernya, tapi yang anak laki-laki pasti ketawa-ketawa. Ada guru kami yang suka cerita-cerita porno, kadang-kadang agak-agak meragakan gitu dia. Males kali kalau udah bapak itu yang masuk. Kami ketawa cuma menghargai aja, padahal sebenernya bosen kami ngeliatnya Dari pernyataan siswa di atas, bahwa pada kenyataannya di dalam kelas tidak semua humor yang dikeluarkan guru disukai oleh siswa, tergantung siswa mempersepsikan sense of humor guru. Sebagaimana dikemukakan Irwanto (1996)

bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Proses penerimaan rangsang ini disebut penginderaan. Tetapi pengertian kita akan lingkungan dan dunia sekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima, yang kemudian menjadikan kita subyek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima inilah yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap linkungan. Hal ini juga terkait dengan persepsi siwa terhadap sense of humor guru di kelas. Siswa menerima rangsang-rangsang atau stimulus-stimulus berupa guru dan proses pengajaran yang dilakukanya, yang selanjutnya diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai suatu pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya. Soemanto (1998) menambahkan bahwa persepsi siswa yang cenderung negatif muncul karena siswa memandang guru sebagai individu yang menakutkan, oleh karena itu siswa cenderung untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan guru dengan cara bolos sekolah atau tidak masuk kelas disaat guru mengajarkan bidang studi tertentu. Sedangkan persepsi yang cenderung positif muncul karena siswa menilai guru sebagai individu yang menyenangkan dan patut diteladani, oleh karena itu perlu didekati, mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Berdasarkan uraian di atas, dalam proses belajar mengajar adanya sense of humor guru berhubungan dengan motivasi belajar siswa. Namun hubungan tersebut tergantung bagaimana siswa mempersepsikan sense of humor guru. Oleh karena itu,

peneliti ingin melihat hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar.

B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan. Dari penelitian ini diharapkan memperkaya pengetahuan tentang sense of humor guru dalam proses belajar-mengajar di kelas.

2. Manfaat praktis. a. Guru bisa mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap sense of humor guru, sehingga bisa dijadikan masukan bagi guru penting atau tidaknya penggunaan humor terkait dengan interaksi guru dan siswa di kelas. b. Selain dapat mengetahui motivasi belajar siswanya, pihak sekolah juga dapat mengetahui hal-hal yang bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu penggunaan humor di kelas, sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengadakan peningkatan kemampuan guru yang berkaitan dengan interaksi di kelas guna meningkatkan motivasi belajar siswa.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliput i teori motivasi belajar siswa, humor, sense of humor guru, persepsi dan motivasi belajar, hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar siswa dan hipotesa penelitian. BAB III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri dari identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, rancangan penelian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen penelitian, uji coba alat ukur, serta metode analisa data.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Motivasi Belajar

1. Pengertian motivasi belajar Motivasi sering disebut penggerak perilaku yang membuat kita bergerak untuk melakukan sesuatu dan membantu kita untuk menyelesaikannya (Irwanto, 1990). Seluruh aktivitas mental yang dirasakan atau dialami memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku tersebut disebut motif. Setiap pekerjaaan yang dilakukan tanpa motif yang kuat, tanpa dorongan dan kehendak untuk melakukannya, pasti pekerjaan itu tidak akan membawakan hasil yang memaskan. Demikian juga dalam belajar. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar sehingga dalam kegiatan belajar motivasi dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar yang dikehendaki subjek dapat tercapai (Purwanto, 1990). Sardiman (2003) menerangkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Lebih lanjut, Witherington (dalam Purwanto, 1990) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Dalam pengertian yang umum, belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya

yang dilakukannya(Suparno,2001). Perubahan-perubahan tersebut tidakdisebabkan faktor kelelahan, kematangan, ataupun mengkonsumsi obat tertentu. Berdasarkan beberapa penjelasan motivasi belajar diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan belajar yang dikehendaki.

2. Aspek-aspek dalam motivasi belajar Terdapat dua aspek dalam motivasi belajar (Santrock, 2004), yaitu :

a. Motivasi intrinsik

b. Motivasi ekstrinsik Kedua aspek dalam motivasi belajar tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1). Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu karena keinginannya sendiri.

Terdapat dua tipe dari motivasi intrinsik yang dikemukakan Santrock (2004), yaitu : a). Motivasi intrinsik berdasarkan penentuan diri dan pemilihan pribadi.

Siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan mereka sendiri, bukan karena adanya penghargaan dari luar (eksternal). b). Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati sesuatu secara mendalam. Csikzentmihalyi (dalam Santrock, 2004) menggunakan istilah flow untuk menggambarkan pengalaman optimal dalam hidup, dan menemukan keadaan flow paling sering terjadi ketika seseorang mengembangkan perasaan menguasai (mampu melakukan sesuatu) dan konsentrasi penuh sementara mereka terlibat dalam suatu kegiatan. Keadaan flow juga terjadi ketika seseorang sedang melakukan sesuatu tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit maupun tidak terlalu mudah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa motivasi belajar intrinsik berarti keinginan untuk mencapai suatu tujuan terkandung dan utuh bersama-sama dengan kegiatan proses dan perbuatan kegiatan belajar itu sendiri. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya.

2). Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesutau yang lain (suatau alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik seringkali dipengaruhi oleh ganjaran eksternal, seperti pemberian hadiah dan hukuman. Menurut Harter (dalam Santrock, 2004) berdasarkan penelitian ditemukan bahwa motivasi intrinsik siswa terus mengalami penurunan karena siswa tumbuh dan berkembang sejak Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Penurunan motivasi intrinsik dan peningkatan motivasi ekstrinsik yang besar terjadi pada siswa yang duduk antara tingkat enam dan tujuh (kelas 6 SD dan 1 SMP). Hal ini dapat dikarenakan pendidikan yang diterapkan pihak sekolah lebih berorientasi pada motivasi belajar eksternal. Oleh karena itu seiring pertambahan usia dan kenaikan jenjang sekolah para siswa menjadi lebih mengutamakan perolehan nilai yang baik daripada kesenangan mereka untuk belajar yang berasal dari motivasi intrinsik (Santrock, 2004). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa terdiri dari dua tipe berdasarkan sumber dorongannya, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

3. Fungsi motivasi dalam belajar

Sardiman (2003) mengatakan, bahwa ada 3 (tiga) fungsi motivasi dalam belajar yaitu : a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi belajar bagi siswa adalah sebagai pendorong untuk berbuat, menentukan arah perbuatan dan menyeleksikan perbuatan guna mencapai tujuan belajarnya.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut (Elliot, dkk, 1996) : a.KecemasanKecemasan yang dimaksud adalah kecemasan situasional, yang diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk merasa cemas pada beberapa situasi, tetapi tidak pada situasi yang lainnya. Ada beberapa sumber kecemasan bagi siswa ketika berada di dalam kelas, seperti guru, ujian, teman sebaya, hubungan sosial, dan lain-lain. Kecemasan terhadap beberapa sumber kecemasan tersebut akan berpengaruh terhadap performansi siswa. Apabila tingkat kecemasan relatif rendah atau sedang, maka hal itu akan bersifat konstruktif. Namun apabila kecemasan tersebut berada pada tingkat yang relatif tinggi, maka hal itu dapat bersifat destruktif dan non adaptif. b.Sikap.Sikap dapat didefinisikan sebagai individu yang relatif permanen dalam hal merasakan, berfikir dan bertingkah laku terhadap sesuatu atau orang lain. Dalam hal ini, guru memiliki pengaruh yang besar dalam hal perubahan tingkah laku siswa melalui komunikasi yang persuasif. c.Keingintahuan.Keingintahuan sering digambarkan sebagai sebagai perilaku yang aktif, suka mengeksplorasi atau manipulasi sesuatu. Keadaan yang rileks, kebebasan untuk mengeksplorasi sesuatu, dan penerimaaan

terhadap hal-hal yang tidak biasa dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa. d. Locus of Control Locus of Control dapat diartikan sebagai suatu penyebab terjadinya tingkah laku, yang dapat diatribusikan terhadap diri sendiri (internal locus of control) atau dari luar diri/lingkungan (eksternal locus of control). Jika siswa percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan kemampuan mereka sendiri, maka mereka telah dianggap mampu untuk mengendalikan tujuan mereka (internal locus of conrol). Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa kesuksesan dan penghargaan yang mereka raih dikarenakan faktor keberuntungan, maka mereka dianggap memilki kontrol yang rendah terhadap tujuan mereka (eksternal locus of control). e. Learned Helplessness Learned helplessness adalah reaksi individu yang merasa frustasi dan putus asa setelah kegagalan yang terjadi berulang kali. f.Efikasi DiriEfikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan seluruh kehidupannya, termasuk perasan dan kompetensinya. Siswa yang memilki efikasi diri yang tinggi cenderung untuk memfokuskan perhatian dan usahanya pada tuntutan tugas dan berusaha untuk meminimaliskan kesulitan yang mungkin terjadi.

g. Belajar Bersama Belajar bersama diartikan sebagai serangkain metode instruksional dimana siswa didorong untuk kerjasama dalam menyelesaikan tugas akademis, yang bertujuan membantu siswa yang satu dengan yang lainnya untuk belajar. Salah satunya adalah dengan dengan membentuk kelompok diskusi dalam mengerjakan tugas yang sulit. Frandsen (dalam Suryabrata, 1995) menyatakan bahwa faktor yang mendorong seseorang untuk belajar adalah : a. Adanya sifat ingin tahu untuk menyelidiki dunia yang lebih luas. b. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman. d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kerjasama maupun kompetisi. e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

Berdasarkan uraian di atas faktor-faktor yang bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah kecemasan, sikap, keingintahuan, locus of control, learned helplessness, efikasi diri, belajar bersama, adanya sifat ingin tahu untuk

menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kerjasama maupun kompetisi, adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, serta adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

5. Prinsip-prinsip motivasi dalam belajar Menurut Slameto (2003) jumlah motivator yang mempengaruhi siswa pada suatu saat yang sama dapat banyak sekali, dan faktor-faktor yang membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku yang dibangkitkan oleh motivatior-motivator tersebut mengakibatkan terjadinya sejumlah tingkah laku yang dimungkinkan untuk ditampilkan oleh seorang siswa. Berikut ini adalah prinsip-prinsip motivasi dalam belajar yang meliputi : a. Kebermaknaan. Siswa akan termotivasi untuk belajar jika kegiatan dan materi pelajaran dirasa bermakna baginya.

b. Pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Guru perlu memahami pengetahuan awal siswa untuk diakaitkan dengan bahan yang akan dipelajarinya sehingga membuat belajar menjadi lebih mudah dan bermakna.

c. Model. Siswa akan menguasai keterampilan guru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru. d. Komunikasi terbuka. Siswa akan termotivasi untuk belajar jika penyampaian dilakukan secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa sehingga pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat. e. Keaslian dan tugas yang menantang. Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka disediakan materi, kegiatan baru, atau gagasan murni, asli, atau novelti yang berbeda. f. Pelatihan yang tetap dan aktif. Siswa akan dapat mengusai materi pembelajaran dengan efektif jika kegiatan belajar mengajar memberikan kegiatan latihan yang sesuai dengan kemampuan siswa dan siswa dapat berperan aktif untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

g. Pemilihan tugas. Siswa akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika tugas dibagi dalam rentang waktu yang tidak terlalu panjang dengan frekuensi pengulangan yang tinggi. h. Kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan.

Siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman, dan menyehatkan perasaan siswa . i. Keragaman pendekatan. Siswa akan belajar jika mereka diberi kesempatan untuk memilih dan menggunakan berbagai pendekatan dan strategi belajar baik melalui kegiatan seperti simulasi, penelitian/ pengujian. j. Mengembangkan beragam kemampuan. Siswa akan belajar secara optimal jika pengalaman belajar yang disajikan dapat mengembangkan berbagai kemampuan seperti kemampuan logis, matematis, bahasa, musik, dan kempuan interpersonal maupun intrapersonal. k. Melibatkan sebanyak mungkin indera. Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal jika dalam belajar siswa dimungkinkan menggunakan sebanyak mungkin inderanya untuk interaksi dengan isi pembelajaran.

l. Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar. Siswa akan lebih menguasai materi pembelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk membuat satu refleksi penghayatan, mengungkapkan, dan mengevaluasi apa yang dipelajari.

Dari uraian di atas prinsip-prinsip dalam motivasi belajar siswa adalah kebermaknaan, pengetahuan dan keterampilan prasyarat, model, komunikasi terbuka, keaslian dan tugas yang menantang, pelatihan yang tetap dan aktif, pemilihan tugas, kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan, keragaman pendekatan, mengembangkan beragam kemampuan, melibatkan sebanyak mungkin indera, serta keseimbangan pengaturan pengalaman pelajar.

B. Persepsi Siswa

1. Pengertian persepsi Leavit (dalam Sobur, 2003) menyatakan persepsi ialah pandangan atau pengenalan yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Ditambahkan Sarwono (2001) bahwa persepsi tidak sekedar pengenalan atau pemahaman tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional (menarik kesimpulan). Seperti halnya Rakhmat (dalam Sobur, 2003) yang menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan peran. Begitu juga Yusuf (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan. Atkinson, dkk (1987) menambahkan bahwa persepsi didefenisikan sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia atau situasi yang bersifat positif maupun negatif.

Lindgren (dalam Gufron, 2003) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahaman mereka terhadap situasi yang dikaitkan dengan tujuan. Perilaku seseorang dapat diprediksi apabila diketahui bagaimana individu mempersepsikan situasi dan apa yang diharapkan. Perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi mengenai diri mereka dan lingkungan sekitarnya, sehingga apa yang dilakukan merupakan cerminan dari lingkungan sekitarnya, dan persepsi dapat mempengaruhi perilaku. Persepsi merupakan salah satu prediktor perilaku. Persepsi seseorang bisa positif maupun negatif. Seperti dikemukanan oleh Fiske (dalam Hogg, 2002) bahwa informasi negatif mengarah pada persepsi yang negatif, sebaliknya informasi yang positif mengarahkan pada persepsi positif. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan serangkaian proses dalam diri seseorang yang meliputi pengenalan, pemahaman, penafsiran dan menarik kesimpulan atas hasil pengamatan terhadap benda, manusia, serta situasi yang bersifat positif maupun negatif.

2. Faktor yang mempengaruhi persepsi Gufron (2003) menyatakan faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :

a. Pelaku persepsi

Bila seseorang memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi. Selain itu ada juga sikap yang dapat mempengaruhi tafsiran mengenai apa yang dilihat, motif yang tidak dipuaskan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi, kepentingan atau minat individu yang berbeda, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. b. Objek atau target yang dipersepsi. Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Beberapa hal lain yang termasuk dalam target adalah hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan.

c. Konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita. Waktu adalah dimana suatu objek atau peristiwa itu dilihat dapat mempengaruhi perhatian, seperti lokasi, cahaya, panas atau setiap jumlah faktor situasional.

2. Pengertian siswa remaja

Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar (Sardiman, 2003). Mnks, dkk (1999) membagi masa remaja menjadi tiga tahap. Tahap pertama, masa remaja awal yang berkisar antara usia 12-15 tahun. Tahap kedua, masa remaja pertengahan yang berada antara usia 15-18 tahun, dan tahap ketiga, masa remaja akhir yang berada antara usia 18-21 tahun. Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk kepada remaja awal, yaitu berada pada rentang usia 12-15 tahun. Hurlock (1992) menyatakan bahwa status disekolah membuat remaja sadar akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terfikirkan. Kesadaran akan status formal yang baru, baik di rumah maupun di sekolah, mendorong sebagian besar remaja untuk berperilaku lebih matang. Disamping itu, berkaitan dengan minat mereka terhadap pendidikan, pada umumnya remaja muda suka mengeluh tentang sekolah dan larangan-larangan, pekerjaan rumah, dan sebagainya. Mereka bersikap kritis terhadap guru-guru dan cara guru mengajar. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Menengah Pertama termasuk remaja awal yang berada pada rentang usia 12-15 tahun. Pada usia ini remaja sudah sadar akan tanggung jawabnya disekolah dan mulai berfikir kritis terhadap guru dan cara mengajar guru.

C. Sense of Humor Guru

1. Pengertian humor Di dalam kamus Encyclopedia Britannica, humor adalah suatu stimulus yang cenderung mengundang refleks tertawa (Leung, 2004). Mungkin saja dikatakan bahwa sesuatu itu mengandung humor, meskipun tak seorangpun tertawa pada saat itu dan dapat juga terjadi dimana orang-orang tertawa, tetapi seseorang dapat mengatakan bahwa hal itu tidak lucu (Ross, 1998). Menurut May (dalam Martin & Lefcourt, 1983), humor berfungsi sebagai pemelihara sense of self, yaitu cara sehat yang dilakukan seseorang untuk merasakan jarak antara dirinya dengan masalah, cara untuk menghindarkan diri dari masalah dan memandang masalah dari sudut pandang berbeda. Pendapat May ini serupa dengan pendapat Oconnel (dalam Martin & Lefcourt, 1983) yang mengatakan bahwa melalui humor seseorang dapat menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari sudut pandang kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tak berdaya. Peran humor yang positif membantu orang-orang untuk menangani stres, membangun dan memelihara hubungan yang suportif dan mempertahankan kondisi hidup yang terus. Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa humor adalah suatu sitimulus yang dianggap lucu dan cenderung mengundang refleks tertawa, walaupun tidak semua menyatakan bahwa sesuatu itu lucu.

2. Dimensi humor Menurut Deshefy & Longhi (2004) humor terbagi atas 4 dimensi yaitu :

a.Survival humor.Humor ini digunakan ketika seorang atau sekelompok orang harus beradaptasi pada kondisi yang jarang dihadapi, ekstrim, atau yang mengandung ancaman. Survival humor terdiri dari agresi, sakit, menghindar, kotor, agama, menyimpang, sadis. b. Bonding humor. Humor ini digunakan untuk membentuk ikatan/hubungan diantara individu, atau untuk membangun hubungan dan yang termasuk dimensi ini adalah humor etnik, rasial, positif social, penghinaan, dan humor protes diri. c.Celebatory humor.Humor ini digunakan ketika mengalami sukacita atau kesenangan dan ingin membaginya dengan orang lain. Anak-anak yang biasanya mahir pada celebratory humor. Celebatory humor terbagi atas badut, permainan kata, dan tertawa untuk menikmati kesenangan. 4. Coping humor. Humor ini digunakan untuk mengatur situasi atau kejadian mengancam yang menciptakan stres, ketegangan dan ambigu. Coping humor dibagi atas humor yang menghalangi, humor jarak dan humor pertahanan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi humor adalah survival humor, bonding humor, celebatory humor, coping humor. 3. Fungsi humor

Humor berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari fungsi yang diberikan humor. Nilsen (dalam Munandar, 1996) membagi humor menjadi empat fungsi yaitu : a. Fungsi fisiologik Humor dan bermain dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan mempunyai akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh seseorang, termasuk sistem saraf, peredaran darah, endokrin, dan sistem kekebalan. b. Fungsi psikologik Humor efektif menolong seseorang menghadapi kesukaran. Kemampuan untuk melihat humor dalam suatu situasi merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan. c. Fungsi pendidikan Humor dan tertawa menyebabkan seseorang lebih waspada, otak digunakan, dan mata bersinar. Oleh karena itu humor dan tertawa merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan pembicaraaan dan merupakan alat persuasi yang baik.

d. Fungsi sosial

Humor tidak saja dapat digunakan untuk mengikat seseorang atau kelompok yang disukai tetapi juga dapat menjauhkan seseorang dari orang atau kelompok yang tidak disukai.

4. Pengeretian sense of humor Untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor seseorang harus memiliki sense of humor. Sense of humor adalah sesuatu yang bersifat universal yaitu konsep dari berbagai bidang yang mempunyai banyak definisi. The American heritage dictionary mendefinisikan sense of humor sebagai kemampuan untuk mengamati, menikmati, atau mengekspresikan apa yang lucu (Apte, 2002). Selanjutnya Martin (2001) mendefinisikan sense of humor sebagai kebiasaan individu yang berbeda-beda pada setiap perilaku, pengalaman, perasaan, kesenangan, sikap, kemampuan untuk menghubungkan sesuatu hal dengan kesenangan, tertawa, bercanda dan sebagainya. Jadi berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sense of humor adalah kemampuan seseorang untuk mengapresiasikan, menciptakan dan mengekspresikan humor untuk mengundang perasaan senang terhadap orang lain.

5. Aspek-aspek sense of humor

Thorson & Powell (1997) menyatakan empat aspek penting Sense of humor, yang terdiri dari: a. Humor production Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan. b. Coping with humor Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stressful pada individu. c. Humor appreciation Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku orang lain. d. Attitude toward humor Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu.

6. Karakteristik kepribadian orang yang memiliki sense of humor Seseorang yang memiliki sense of humor dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain daripada orang yang kurang sense of humor-nya: mereka cenderung lebih imaginatif dan fleksibel, lebih terbuka untuk menerima saran orang lain dan lebih dapat didekati (Morreal, 1982). Sense of Humor juga berkorelasi secara positif dengan karakteristik kepribadian yang antusias, suka

permainan, menggembirakan, dan teguh dan berkorelasi negatif dengan ketakutan, depresi, marah, tidak perduli, dan sikap menunggu (McGhee & Goldstein, 1977). Ditambahkan oleh Thorson & Powell (1997) bahwa orang yang memiliki perilaku yang mengarah pada humor dikorelasikan berhubungan positif dengan kemampuan sosial dan psikologi yang bervariasi. Individu dengan sense of humor yang tinggi lebih dicirikan dengan orang yang merendah dan lebih terbuka, lebih berinisiatif di dalam interaksi sosial, berusaha menciptakan hal yang lucu, dan mempunyai kemauan dan kemampuan yang lebih tinggi untuk mengkomunikasikannya. Berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan bahwa orang yang memiliki sense of humor memiliki karakteristik kepribadian sebagai berikut : menonjolkan diri, dominan, memiliki kepribadian yang hangat, asertif, terlihat selalu gembira, mampu membangkitkan emosi positif, kecenderungan untuk mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada kedalam diri sendiri dan lebih ceria. Selain itu sense of humor berkorelasi negatif dengan neurotisme, pesimis, menghindar, self-esteem yang negatif, agresi, depresi dan kecemasan yang tinggi, selalu serius dan mood yang buruk.

7. Keuntungan memiliki sense of humor Menurut Martin (2001) mempunyai sense of humor mengandung banyak keuntungan. Individu dengan sense of humor yang lebih tingi, lebih termotivasi, lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi. Kelly (2002) menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar dengan memiliki sense of humor adalah pengaruhnya pada kesehatan. Pertama, humor bisa

mengantarai hubungan sosial, yang mana ini bisa berdampak meningkatkan kesehatan. Kedua, humor mempunyai efek secara tidak langsung pada tingkat stres. Ketiga, proses fisiologi yang dipengaruhi oleh humor, contohnya tertawa bisa mengurangi ketegangan saraf.

8. Pengertian guru Guru, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Moeliono, 1990) diartikan sebagai orang yang pekejaannya adalah mengajar. Anderson dan Burns (dalam Elliot, 1996) mendefenisikan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang bersifat interpersonal dan interaktif, dan secara khusus melibatkan komunikasi verbal yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu satu atau lebih siswa agar dapat belajar atau mengubah cara mereka dalam bertingkah laku. Dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses pembuatan seorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya. Perilaku ini meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang bersifat tertutup seperti berfikir (ranah cipta) dan berperasaan (ranah rasa) (Syah, 2001). Lebih lanjut, Sadiman (2003) mengemukakan bahwa mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian guru adalah seseorang yang melakukan aktifitas yang bersifat interpersonal dan interaktif, dan

secara khusus melibatkan komunikasi verbal yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu satu atau lebih siswa agar dapat belajar atau mengubah cara mereka dalam bertingkah laku dengan berorientasi pada kecakapan-kecakapan berdimensi ranah cipta, ranah rasa, dan ranah karsa.

D. Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Beberapa siswa merasa senang dengan guru yang memberikan humor di dalam kelas, namun siswa yang lain mungkin merasa humor yang diberikan guru tersebut dapat mengganggu pelajaran. Ini terkait dengan persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Persepsi siswa terhadap sense of humor guru dapat diartikan sebagai tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang guru untuk mengapresiasikan, menciptakan dan mengungkapkan humor dalam menjalankan tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa tanpa mengakibatkan siswa terluka secara fisik maupun psikis. Persepsi tersebut bisa bersifat positif maupun negatif.

E. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan Motivasi Belajar Siswa Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan

guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokok yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa, agar siswa merasa bergairah memiliki semangat, potensi, dan kemampuan yang dapat meningkatkan harga diri. Dengan adanya motivasi siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2003). Peranan guru sangat penting, bagaimana usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas dengan baik, sehingga untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Akan tetapi hal yang lebih utama dari faktor materi pelajaran, sebenarnya adalah faktor guru (Sarwono, 1989). Seperti dikemukakan McCombs, et al (dalam santrock, 2004) bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan diperhatikan gurunya. Charles & Senter (2005) menyatakan bahwa seorang guru bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, humor adalah salah satu cara yang digunakan untuk menunaikan tanggung jawab tersebut. Penting bagi guru untuk menggunakan humor dalam kelas (Young, Whitley & Helton dalam Manning, 2002). Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu

pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan (Hadis, 2006). Apte (2002) menyatakan bahwa untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula halnya dengan seorang guru. Guru yang memiliki sense of humor yang baik membuat kelas menjadi menarik. Seseorang yang memiliki sense of humor dapat berinteraksi dengan orang baik dengan orang lain daripada orang yang kurang sense of humor-nya: mereka cenderung lebih imaginatif dan fleksibel, lebih terbuka untuk menerima saran orang lain dan lebih dapat didekati (Morreal, 1982). Humor berkorelasi secara positif dengan karakteristik kepribadian yang antusias, suka permainan, menggembirakan, dan teguh dan berkorelasi negatif dengan ketakutan, depresi, marah, tidak perduli, dan sikap menunggu (Mcghee & Goldstein, 1977). Nilsen (dalam Munandar, 1996) humor dan tertawa menyebabkan seseorang lebih waspada, otak digunakan, dan mata bersinar. Oleh karena itu humor dan tertawa merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarakan pembicaraaan dan merupakan alat persuasi yang baik. Dengan demikian guru yang memiliki sense of humor yang tinggi mampu berinteraksi dengan baik dengan siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan

menyenangkan (Hadis, 2006). Pengetahuan guru mengenai siswa yang akan diajarkannya merupakan karakteristik yang harus dimiliki oleh setiap guru (NASSP, dalam Santrock, 2004). Beberapa siswa mungkin mempersepsikan sense of humor guru akan dapat mengganggu pelajaran dan mengakibatkan masalah dalam proses belajar mengajar di kelas misalnya apabila humor yang dibuat guru menjadikan murid sebagai bahan tertawaan teman-temanya (Charles & Senter, 2005). Ini terkait dengan persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Persepsi siswa terhadap sense of humor guru dapat diartikan sebagai tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang untuk mengerti, mengamati, menciptakan dan mengekspresikan humor guna mengundang perasaan senang terhadap orang lain. Persepsi tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Siswa menerima rangsang-rangsang atau stimulus-stimulus berupa guru dan proses pengajaran yang dilakukanya, yang selanjutnya diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai suatu pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya. Soemanto (1998) menambahkan bahwa persepsi siswa yang cenderung negatif muncul karena siswa memandang guru sebagai individu yang menakutkan, oleh karena itu siswa cenderung untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan guru dengan cara bolos sekolah atau tidak masuk kelas disaat guru mengajarkan bidang studi tertentu. Sedangkan persepsi yang cenderung positif muncul karena siswa menilai guru sebagai individu yang menyenangkan dan patut diteladani, oleh karena itu perlu didekati, mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

G. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Artinya semakin positif (tinggi) persepsi siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identivikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Terlebih dahulu perlu diidentifikasi variabel-variabel penelitian yang terdiri dari : 1. Variabel X: Persepsi siswa terhadap sense of humor guru

2. variabel Y: Motivasi belajar

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian 1. Persepsi siswa terhadap sense of humor guru Persepsi siswa terhadap sense of humor guru adalah tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang guru untuk menciptakan, mengapresiasikan, dan mengekspresikan humor dalam menjalankan tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa tanpa mengakibatkan siswa terluka secara fisik maupun psikis . Penilaian tersebut berdasarkan pengalaman siswa dengan guru selama mengikuti mata pelajaran di kelas. Data mengenai persepsi siswa terhadap sense of humor guru diperoleh dari skala psikologis yang disusun sendiri oleh peneliti. Skor total merupakan petunjuk tinggi rendahnya persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Semakin tinggi skor skala sense of humor maka semakin positif persepsi siswa terhadap sense of humor guru. Sebaliknya, semakin rendah skor skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru maka semakin negatif persepsi siswa terhadap sense of humor guru.

2. Motivasi belajar

Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar yang dikehendaki yaitu prestasi yang tinggi. Data mengenai motivasi belajar ini diperoleh dari skala psikologis yang disusun sendiri oleh peneliti. Skor total merupakan petuntuk tinggi rendahnya tingkat motivasi belajar. Semakin tinggi skor skala motivasi belajar maka semakin tinggi pula motivasi belajar siswa. Sebaliknya, semakin rendah skor skala motivasi belajar maka semakin rendah motivasi belajar siswa.

C. Populasi dan Pengambilan Sampel

1. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7 (tujuh) Internasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan. Alasan peneliti memilih populasi kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Medan adalah selain karena alasan izin dari pihak sekolah, dikelas 7 Internasional juga terdapat seorang guru bahasa Mandarin yang mengajar di tiga kelas tersebut dan menurut para siswa guru tersebut sering memberikan humor di kelas sehingga siswa senang mengikuti pelajaran bahasa Mandarin. Di sekolah tersebut untuk kelas 7 (tujuh) terdiri dari 3 kelas dan masing-masing kelas terdiri dari 22 siswa, jadi jumlah seluruh populasi adalah 66 orang. Di kelas Internasional setiap kelas mempunyai nama tersendiri yaitu kelas Pascal, kelas Einsten, dan kelas Celcius. Seluruh anggota populasi diikutsertakan dalam

penelitian, karena perneliti mampu menjangkau seluruh populasi. Jadi di dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan tehnik pengambilan sampel.

D. Instrumen yang digunakan Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengukur motivasi belajar dan skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru yang akan dikenakan kepada siswa. 1. Pengukuran persepsi siswa terhadap sense of humor guru Persepsi siswa terhadap sense of humor guru adalah tanggapan atau penilaian yang diberikan siswa terhadap kemampuan seorang guru untuk mengapresiasikan, menciptakan, dan mengekspresikan humor dalam menjalankan tugasnya guna mengundang perasaan senang terhadap siswa tanpa mengakibatkan siswa terluka secara fisik maupun psikis.

Skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru disusun berdasarkan aspek-aspek sense of humor yang dikemukakan oleh Thorson & Powell (1997) menyatakan empat aspek penting Sense of humor, yang terdiri dari: a. Humor production Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan. b. Coping with humor

Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stressful pada individu. c. Humor appreciation Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku orang lain. d. Attitude toward humor Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu. Skala persepsi terhadap sense of humor guru menggunakan model skala Likert. Peneliti menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Penilaian bergerak dari 4 sampai 1 untuk aitem-aitem yang favorable dan 1 sampai 4 untuk aitem-aitem yang unfavorable. Skala persepsi terhadap sense of humor memiliki distribusi aitem-aitem seperti tertera dalam tabel 1 di bawah ini : Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru

NoAspekFavorableUnfavorableTotal

1Humor production1, 9, 17, 25, 335, 13, 21, 29, 3710

2Coping with humor2, 10, 18, 26, 346, 14, 22, 30, 3810

3Humor appreciation3, 11, 19, 27, 357, 15, 23, 31, 3910

4Attitude toward humor4, 12, 20, 28, 368, 16, 24, 32, 4010

Total202040

Subyek dalam penelitian dikatekorikan berdasarkan mean empirik dengan kategorisasi berdasar model distribusi normal. Subyek digolongkan kedalam dua kategori (Sudijono, 1987), yaitu : Persepsi Positif: x (x + 0.25 SD)

Persepsi Negatif: x < (x+ 0.25 SD)Keterangan :

x= Mean EmpirikSD= Standar Deviasi Empirik

2. Pengukuran motivasi belajar siswa Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan belajar yang dikehendaki yaitu prestasi yang tinggi. Skala motivasi belajar dibuat berdasarkan aspek motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2004), yaitu : a. Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu karena keinginannya sendiri. Terdapat dua tipe dari motivasi intrinsik yang dikemukakan Santrock (2004), yaitu : 1). Motivasi intrinsik berdasarkan penentuan diri dan pemilihan pribadi.

Siswa percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena keinginan mereka sendiri, bukan karena adanya penghargaan dari luar (eksternal). 2). Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal melibatkan perasaan senang dan menikmati sesuatu secara mendalam. Csikszentmihalyi (dalam Santrock, 2004)menggunakan istilah flow untuk menggambarkanpengalaman optimaldalam hidup, dan menemukan keadaan flowpaling sering terjadiketika seseorang mengembangkan perasaanmenguasai (mampumelakukan sesuatu) dan konsentrasi penuhsementara mereka terlibatdalam suatu kegiatan. Keadaan flow

juga terjadi ketika seseorangsedang melakukan sesuatu tantanganyang mereka anggap tidak terlalusulit, tetapi juga tidak terlalumudah.

b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk memperoleh sesuatu yang lain (suatau alat untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik seringkali dipengaruhi oleh ganjaran eksternal, seperti pemberian hadiah dan hukuman. Skala motivasi belajar menggunakan model skala Likert. Peneliti menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian bergerak dari 4 sampai 1 untuk aitem-aitem yang favorable dan 1 sampai 4 untuk aitem-aitem yang unfavorable.

Skala motivasi belajar memiliki distribusi aitem-aitem seperti tertera dalam tabel di bawah ini : Tabel 3. Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Diuji Coba

NoAspekFavorableUnfavorableTotal

1Motivasi intrinsik

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,13, 14, 15, 16, 17,9, 10, 11, 1218, 19, 20, 21, 22

22

2Motivasi ekstrinsik23, 24, 25, 26, 27,28, 29, 30, 31, 3233, 34, 35, 36, 37,38, 39, 40, 41, 4220

Total222042

Subyek dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan mean empirikdengan kategorisasi berdasar model distribusi normal. Subyek digolongkankedalam tiga kategori (Azwar, 2005), yaitu :Motivasi Rendah:x < (x- 1.0 SD)Motivasi Sedang: (x - 1.0 SD) x < (x + 1.0 SD)Motivasi Tinggi: (x+ 1.0 SD) x

D. Validitas, Reabilitas, dan Uji Daya Beda Alat Ukur 1. Validitas alat ukur Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dari profesional judgement (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti meminta profesional judgement dari dosen Pembimbing Skripsi. 2. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur menunjukkan yang dapat dilihat dari koefisien reabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini teknik reabilitas yang digunakan adalah teknik satu kali pengukuran atau disebut juga konsistensin internal. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien alpha dari Cronbach.

3. Uji Daya beda Setiap aitem pada kedua skala dalam penelitian ini diberi skor pada level interval, oleh karena itu uji daya beda aitem kedua skala pada penelitian ini menggunakan formula koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Sebagai kriteria pemilihan aitem total, biasanya digunakan batasan r 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Apabila kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi yang rendah (Azwar, 2005). Untuk itu peneliti menggunakan ( r 0,30) agar aitem yang di gunakan nantinya dalam penelitian memiliki daya beda

yang dianggap memuaskan. Jadi aitem yang nilai koefisien korelasi aitem total setelah dikoreksi < 0,30, aitem tersebut dianggap gugur dan tidak dimasukkan kedalam skala penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment untuk mengukur daya beda item dengan bantuan program SPSS (Statistical Package fos Social Sciences) 16.0 for Windows.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Kedua skala yang digunakan dalam penelitian ini diujicobakan pada 123 orang siswa kelas 7 Sekolah Penengah Pertama Negeri 1 Medan, yang berasal dari 3 kelas yaitu 7A sebanyak 42 orang, kelas 7B sebanyak 40 orang, dan 7C siswa yang hadir sebanyak 41 orang. Pemilihan 3 kelas dari 6 kelas yang ada untuk kelas 7 SMP negeri 1 Medan dilakukan peneliti dengan menggunakan tehnik purposive sampling dengan alasan karakteristik dari 3 kelas yang dipilih peneliti sama dengan 3 kelas yang lain yaitu berada pada usia 11-13 tahun dan diajar oleh guru Bahasa Mandarain yang sama. 1. Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor Guru Skala ini terdiri dari 40 aitem yang terbagi menjadi 20 aitem yang favourable dan 20 aitem yang unfavourable. Setelah dilakukan analisis pertama

diperoleh Nilai Cronbachs Alpha 0,869. Kemudian peneliti membuang aitem yang nilai koefisien korelasi aitem total setelah dikoreksi < 0,30. Terpilihlah 25 aitem, yang kemudian dilakukan analisis kedua diperolehlah nilai Cronbachs Alpha 0,868 dengan indeks diskriminasi aitem yang berkisar antara

Berikut distribusi aitem-aitem Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor Guru setelah diujicoba. Tabel 4. Blue Print Skala Persepsi Siswa terhadap Sense of Humor Guru Setelah Uji Coba

NoAspekFavorableUnfavorableTotal

1Humor production6, 11, 26, 362, 16, 21, 31, 379

2Coping with humor12, 27, 3217, 33, 386

3Humor appreciation23, 2814, 24, 295

4Attitude toward humor15, 3410, 25, 305

Total121325

2. Skala Motivasi Belajar Skala ini terdiri dari 42 aitem yang terbagi menjadi 22 aitem yang favourable dan 20 aitem yang unfavourable. Pada analisis pertama, dari 42 aitem yang dianalisis diperoleh Nilai Cronbachs Alpha 0,928. Kemudian peneliti membuang aitem yang nilai koefisien korelasi aitem total setelah dikoreksi < 0,30.

Terpilihlah 37 aitem, yang kemudian dilakukan analisis kedua diperolehlah nilai Cronbachs Alpha 0,936 dengan indeks diskriminasi aitem yang berkisar antara 0.306 hingga 0.729.

Berikut adalah distribusi aitem-aitem skala motivasi belajar setelah uji coba. Tabel 5. Blue Print Skala Motivasi Belajar Setelah Uji Coba

NoAspekFavorableUnfavorableTotal

1Motivasi intrinsik1, 5, 9, 13, 16,3, 8, 11, 20, 21,2217, 25, 26, 32,23, 28, 31, 36,35, 38, 4241

2Motivasi ekstrinsik2, 10, 15, 19,29, 34, 404, 6, 12, 14, 22,27, 30, 3715

191837

G. Prosedur Penelitian Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang dilakukan peneliti, antara lain : 1. Permohonan izin Peneliti mengurus permohonn izin penelitian dari Fakultas Psikologi USU. Setelah mendapatkan surat izin yang dibutuhkan, peneliti mengurus perizinan ke SMP Negeri 1 Medan dengan menemui guru yang bisa membantu peneliti

melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Medan dan menjelaskan aktivitas penelitian yang akan dilakukan. Pihak sekolah memberikan izin oleh peneliti untuk melakukan penelitian. Kemudian peneliti melakukan komunikasi dengan siswa di kelas Internasional yang di anjurkan oleh pihak sekolah , untuk mengetahui apakah ada guru yang menurut para siswa lucu dan mempunyai selera humor yang baik. Ada 2 kelas yang bisa dimasuki oleh peneliti yaitu kelas Pascal dan kelas Einstein. Dari hasil komunikasi tersebut peneliti memeperoleh informasi bahwa siswa-siswa mengatakan bahwa guru yang masuk ke kelas mereka yang paling lucu yaitu guru pelajaran Bahasa Mandarin, maka peneliti menentukan akan melakukan penelitian hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru di kelas 7 Internasional SMP Negeri 1 Medan pada pelajaran Bahasa Mandarin. 2. Pembuatan alat ukur Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam menyusun aitem peneliti melakukan analisis rasional untuk menentukan pernyataan yang tepat dalam mengungkap aspek-aspek dari masing-masing variabel sebagai upaya untuk melakukan pengujian terhadap validitas alat ukur yang dipergunakan dan diperkuat dengan profesional judgement, dalam hal ini dibantu oleh dosen pembimbing peneliti. Peneliti membuat 40 aitem untuk skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan 42 aitem untuk skala motivasi belajar. Skala

persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar digabung menjadi 1 booklet menggunakan kertas A4 sebanyak 12 halaman dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban. Kedua skala tersebut dipersiapkan sebanyak 126 eksemplar. 3. Uji coba alat ukur

Uji coba dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12 Februari 2009 di kelas 7 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan karena karakteristik siswa kelas 7 Internasional SMP Negeri 1 Medan yang akan diambil datanya nanti dalam penelitian sama dengan karakteristik siswa kelas 7 SMP Negeri 1 Medan yaitu berada pada usia 11-13 tahun dan diajar oleh guru Bahasa Mandarin yang sama. Dengan menggunakan tekhnik purposive sampling, dari 7 kelas peneliti hanya mengambil data dari 3 kelas, yaitu 7A, 7B, 7C karena karakteristik dari 3 kelas yang dipilih peneliti sama dengan 3 kelas yang lain yaitu berada pada usia 11-13 tahun dan diajar oleh guru Bahasa Mandarain yang sama. Namun tidak semua siswa hadir pada saat dilakukan pengambilan data. Untuk kelas 7A siswa yang hadir sebanyak 42 orang, kelas 7B siswa yang hadir sebanyak 40 orang, dan 7C siswa yang hadir sebanyak 41 orang. Jadi keseluruhan jumlah siswa yang ikut serta dalam pelaksanaan uji coba skala adalah sebanyak 123 orang dan semua siswa mengisi skala tanpa ada satu nomerpun yang terlewatkan, maka semua skala yang telah diisi bisa dipergunakan. Dari skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru yang berjumlah 40 aitem dan skala motivasi belajar dengan jumlah aitem 42, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan SPSS versi 16 dan diperoleh hasil yang

memuaskan. Walaupun ada beberapa aitem yang dinyatakan gugur karena tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh penelit, namuni semua aspek dari masing-masing skala terwakili dan dinyatakan valid dan reliabel. Kemudian peneliti membuat susunan skala yang baru untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian. d. Pelaksanaan penelitian Pengambilan data dilakukan peneliti di kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan pada hari Jumat tanggal 20 Februari 2009, dengan membagikan skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala Motivasi belajar. Ketiga kelas tersebut masing-masing kelas Pascal sebanyak 22 orang siswa, kelas Einstein sebanyak 21 orang siswa, dan kelas Celcius sebanyak 22 orang siswa. Jadi jumlah siswa yang ikut dalam penelitian adalah 65 orang siswa. Seluruh siswa yang mendapatkan skala mengisi pernyataan tanpa ada yang terlewatkan, sehingga semua skala bisa dipergunakan dalam penelitian. 5. Pengolahan data Setelah semua skala terkumpul maka data hasil penelitian dari skor skala persepsi siswa terhadap sense of humor guru dan skala motivasi belajar siswa kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0 for windo ws

E. Metode Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan mengggunakan analisis statistik.

Hadi (2002) mengemukakan bahwa analisis data secara statistik dilakukan dengan alasan sebagai berikut : 1. Analisis statistik bekerja dengan angka-angka dan angka-angka ini dapat menunjukkan jumlah frekuensi nilai atau harga. 2. Statistik bersifat obyektif. 3. Statistik bersifat universal, yakni dapat digunakan pada hampir seluruh penelitian Analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Pearson Product Moment. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian, yaitu : 1. Uji normalitas, yaitu untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas ini menggunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov Z. 2. Uji linieritas, yaitu untuk mengetahi apakah data dari variabel X memiliki hubungan yang linier dengan variabel Y. Uji linieritas ini menggunakan teknik uji F. Data dapat dikatakan linear apabila P0.05

dan variabel motivasi belajar juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai Z =

0.672 dengan p>0.05 (lihat lampiran D). Berdasarkan analisis tersebut, maka variabel persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar mengikuti sebaran normal. 2. Uji Linearitas Hubungan Hasil uji liniearitas dengan menggunakan teknik uji F. Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F = 4.756 dengan nilai signifikansinya (p) = 0.033 ( lihat lampiran D). Karena nilai p dari uji F < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa variabel persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi mempunyai hubungan yang linear.

3. Hasil Utama Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat hubungan antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Dari hipotesis penelitian yang diajukan pada BAB II yaitu Ada hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Artinya semakin positif (tinggi) persepsi siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin tinggi motivasi belajar siswa ; demikian pula sebaliknya, semakin rendah (negatif) persepsi siswa terhadap sense of humor guru, maka semakin rendah motivasi belajarnya. Untuk pengujian statistik dilakukan perumusan hipotesis statistik, yaitu : a. Ho (Hipotesis Nihil) : p0; artinya: ada hubungan positif antarapersepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar. Dari hasil pengujian statistik didapat koefisien korelasi (r) sebesar 0.265 dengan taraf signifikansi (p) = 0.033 (lihat lampiran D) dengan syarat hubungan linier adalah p