UNIVERSITAS INDONESIA STUDI YTTRIUM SEBAGAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294656-S1691-Studi...
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA STUDI YTTRIUM SEBAGAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294656-S1691-Studi...
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI YTTRIUM SEBAGAI KATALIS PADA REAKSI METANOLISIS UREAMEMBENTUK METIL KARBAMAT
SKRIPSI
DWI WAHYU NUGROHO0706263076
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI KIMIA
DEPOKDESEMBER 2011
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
i
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI YTTRIUM SEBAGAI KATALIS PADA REAKSI METANOLISIS UREAMEMBENTUK METIL KARBAMAT
SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
DWI WAHYU NUGROHO0706263076
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI KIMIA
DEPOKDESEMBER 2011
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah penulis
nyatakan dengan benar
Nama : Dwi Wahyu Nugroho
NPM : 0706263076
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Januari 2012
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Dwi Wahyu Nugroho
NPM : 0706263076
Program Studi : Kimia
Judul Skripsi : Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi MetanolisisUrea Membentuk Metil Karbamat
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagianpersyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program StudiKimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. rer. nat. Agustino Zulys ( )
Pembimbing 2 : Drs. Ismunaryo Moenandar , M. Phil ( )
Penguji 1 : Dr. Ridla Bakri, M.Phil ( )
Penguji 2 : Dra. Tresye Utari, M.Si ( )
Penguji 3 : Dr. Herry Cahyana ( )
Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Depok
Tanggal : 11 Januari 2012
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmãnirrohîm,Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya serta hidayah-Nya sehingga penulis dapatmenyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar dan sesuai denganwaktu yang telah ditargetkan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepadatauladan seluruh manusia, kekasih Allah, Rasulullah Muhammad SAW besertakeluarga, sahabat dan segenap umatnya hingga akhir zaman kelak.
Dalam proses penyelesaian sripsi ini, tentunya penulis mendapatkan banyakbantuan serta dorongan dari berbagai pihak maka dari lubuk hati yang dalam, dengansegala kerendahan hati, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihakyang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, diantaranya
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan serta dukungan yangtulus dari semenjak kecil hingga saat ini, yang sangat berarti bagi perkembanganpenulis.
2. Yth. bapak Dr. rer nat Agustino Zulys dan bapak Drs. Ismunaryo Moenandar, M.Phil selaku pembimbing yang telah memberi kesempatan kepada penulis untukmelakukan riset, memberikan banyak ilmu, bimbingan, bantuan, pengertian dandorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
3. Yth bapak Dr. Emil Budianto selaku pembimbing akademis yang telah memberikanbanyak masukan, bimbingan selama studi di Departemen Kimia FMIPA UI.
4. Yth. bapak Dr. Ridla Bakri selaku ketua Departemen Kimia FMIPA UI dan Ibu Dra.Tresye Utari, M.Si. selaku koordinator penelitian yang telah memberikankesempatan dan bantuan dalam penelitian.
5. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA UI yang telah memberikan begitu banyakilmu serta pengalaman yang bermanfaat, serta menjadi sumber motivasi bagipenulis.
6. Pak Hedi S., Mbak Ina, Mba Cucu, Mba Elva, Pak Mul, Pak Kiri, serta para stafDepartemen Kimia yang telah banyak membantu baik teknis atau pun non teknisselama penelitian ini.
7. Pihak-pihak yang telah membantu proses karakterisasi hasil penelitian: Ibu EvaDewi, S. Si dari Puslabfor POLRI dan untuk bapak Drs. Sunardi M.Si darilaboratorium analisa Departemen Kimia, terima kasih atas bimbingannya.
8. Teman-teman penelitian di lantai 3 untuk widya, Sabil, Widi, Ardilla, Atur, Yuliga,Hesty, Yogi, Tyo dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini
9. Teman-teman angkatan 2007, terima kasih atas momen berharga, kebahagian,kesedihan, momen bersama yang tidak ternilai selama 4,5 tahun di DepartemenKimia.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
v Universitas Indonesia
10. Teman-teman Bintang Kecil dan Fathan Mubina yang telah mendukung penulisselama menempuh studi dan organisasi di Universias Indonesia
11. Adik-adik saya di BBKW yaitu Fitri, Titin, Itin, Dia, dan Siti khususnya danangkatan 2009, 2010, dan 2011 umumnya yang telah mendukung penulis serta telahmenjadi teman belajar penulis.
12. Pihak lain yang telah banyak membantu penulis dari awal penelitian hingga skripsiini terselesaikan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagipengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
Desember 2011
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, penulis yang bertandatangan di bawahini:
Nama : Dwi Wahyu NugrohoNPM : 0706263076Program Studi : Sarjana – S1Departemen : KimiaFakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamJenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty FreeRight) atas karya ilmiah penulis yang berjudul :
Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi Metanolisis Urea Membentuk MetilKarbamat
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusifini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengeloladalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mumublikasikan tugaas akhirpenulis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai penulis/pencipta dan sebagaipemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Universitas Indonesia, Depok
Pada tanggal : 11 Januari 2012
Yang menyatakan
(Dwi Wahyu Nugroho)
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Dwi Wahyu Nugroho
Program Studi : Kimia
Judul : Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi Metanolisis UreaMembentuk Metil Karbamat
Urea dan metanol merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam industri kimia.Keduanya merupakan bahan kimia yang mudah didapat dengan biaya yang murah danpemisahan yang mudah saat produksi. Melalui pembentukan intermediet metilkarbamat, keduanya dapat membentuk dimetil karbonat yang berperan sebagai “greenreagent”. Pada reaksi metanolisis ini, suhu optimum yang dapat dicapai sebesar 165 oC.Yttrium nitrat dapat mengkonversi urea sebesar 73,07% pada suhu 165 oC selama 4 jam.Adanya pengaruh anion yang terikat pada katalis yttrium dan kelarutan dalam metanol,mempengaruhi besarnya konversi urea. Dari hasil karakterisasi, pada distilat, terdapatserapan baru pada bilangan gelombang 2902 cm-1 dan 1018 cm-1 yang berasal darigugus CH3 dan C-O, sedangkan serapan dari gugus C=O, N-H, dan C-N juga masih adapada bilangan gelombang 1620 cm-1, 3473 cm-1 dan 1159 cm-1. Analisa menggunakanGC-MS bahwa terdapat satu puncak pada kromatogram pada waktu retensi 5,19 menitdan berat molekul 75 gr/mol menunjukkan bahwa produk yang terbentuk merupakanmetil karbamat.
Kata Kunci : metil karbamat, senyawa yttrium, katalis, urea, metanol
xiv + 35 halaman: 18 gambar; 7 tabel
Daftar Pustaka : 15 (1989-2010)
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Dwi Wahyu Nugroho
Program Study : Chemistry
Title : Study of catalytic activity of Yttrium compounds for methylcarbamate production from urea and methanol
Urea and methanol are chemical reagent, that often be used in chemical industry. Theycan be obtained low cost and facile separation of production. They react to formdimethyl carbonate, that can be “green reagent” over formation methyl carbamate. Inthis methanolysis reaction, the optimum temperature can reach is 165 oC. Yttriumnitrate can convert 73,07 % urea at 165 oC, 4 hour. Anion groups and solubility in themethanol can influence conversion of urea. Based on characterization product, indistillate, there are new absorption in wavenumber 2902 cm-1 and 1018 cm-1, that camefrom CH3 groups and C-O groups, there are also can be found absorpstion, that camefrom C=O, N-H, and C-N groups in wave number 1620 cm-1, 3473 cm-1 and 1159 cm-1.Result of measurement GC-MS showed that one single component which was eluted at5,19 menit and with molecular weight 75 gr/mole. It shows that product are methylcarbamate
Key Word : methyl carbamate, yttrium compound, catalysis, urea, methanol
xiv + 35 pages : 18 pictures; 7 tables
Bibliography : 15 (1989-2010)
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...………...i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………...…...ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………......iii
KATA PENGANTAR……………………………………..………………………..….iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………………vi
ABSTRAK…………..………………..……………………………………………..vii
ABSTRACT..…………………………..…………………………………………...viii
DAFTAR ISI……………………………………..……...……………………………ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………....x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….xi
DAFTAR LAMPIRAN…………..……………………….………………………….xii
1. PENDAHULUAN……………………………………………………….….…...1
1.1. Latar Belakang……………………………………………..…………….….1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………….…...2
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………….............................2
2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………3
2.1. Logam Tanah Jarang………………………………………………………..3
2.1.1 Sumber Mineral Logam Tanah Jarang……………………………….4
2.1.2 Sifat-Sifat Umum Logam Tanah Jarang……………………………..5
2.1.2.1 Valensi yang Beragam……………………………………….6
2.1.2.2 Sifat Magnetik dan Sifat Spektra……………………………6
2.1.2.3 Bilangan Koordinasi dan Stereokimia………………………7
2.1.3 Aplikasi Logam Tanah Jarang……………………………………….7
2.2. Yttrium….………………………………………………………………….8
2.2.1 Yttrium Oksida………………………………………………………9
2.2.2 Yttrium Nitrat………………………………………………………..9
2.2.3 Yttrium Klorida……………………………………………………..10
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
x
2.3. Metanol………...…………………………………………………………..10
2.4. Metil Karbamat…………………………………………………………….10
2.5. Urea………………………………………………………………………...10
2.6. Reaksi Urea dengan Alkohol……... ………………………………………10
2.7. Katalis…………....………………………………………………………...11
2.8. Spektroskopi FTIR ………………………………………………………..12
2.9. Kromatografi Gas………………………………..…………...….………...13
2.10. Spektroskopi Massa………………………………………………………..14
3. METODE PENELITIAN……………………………………………………..15
3.1. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………...15
3.1.1. Bahan……………………………………………………………...15
3.1.2. Peralatan…………………………………………………………...15
3.2. Prosedur Percobaan………………………………………………………..15
3.2.1. Preparasi Katalis…………………………………………………...15
3.2.2. Variasi Suhu terhadap Konversi Urea……...……………………...15
3.2.3. Variasi Anion Katalis terhadap Konversi Urea ……..…………….16
3.2.4. Analisis Produk dengan FTIR..……….………………………….. 16
3.2.5. Analisis Produk dengan GC-MS…………………………………..16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………17
4.1 Reaksi Metanolisis Urea..………………………………………………….18
4.1.1. Pengaruh Variasi Suhu Reaksi……………………………………...18
4.1.2. Pengaruh Anion pada Konversi Urea………………………………19
4.2 Karakterisasi dengan FTIR………………………………………………...20
4.3 Analisis dengan GC-MS…………………………………………………...25
4.4 Analisis Termodinamika…………………………………………………...29
4.5. Mekanisme yang mungkin…………………………………………………,31
5. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….33
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………..33
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
xi
5.2 Saran………………………………………………………………………33
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..………………....34
LAMPIRAN………………………………………………………………………..
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC ………..9
Gambar 2.2 Reaksi antara urea dan metanol …………………………………………11
Gambar 2.3 Perbedaan Fase Katalis Homogen dan Katalis Heterogen dalam
Larutan…………………………………………………………………………….….12
Gambar 2.4 Sistem Optik FTIR……………………………………………………....13
Gambar 4.1 Foto Distilat……………………………………………………………...18
Gambar 4.2 Foto Residu.……………………………………………………………..18
Gambar 4.3 Perbandingan serapan IR pada urea dan serapan IR pada residu…...…..20
Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi
katalis Y2O3…………………………………….……………………………….….....22
Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi
katalis Y(NO3)3.…………………………………………………………………….....23
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi
katalis YCl3……………………………………………………………………………24
Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3.……...…………..……..25
Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3………………………26
Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat………………………………..………..26
Gambar 4.10 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3………………..27
Gambar 4.11 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3……………………27
Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3……………….28
Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3…………………...28
Gambar 4.14 Skema mekanisme reaksi metanolisis urea…………...………………..31
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Unsur-unsur tanah jarang……………………………………...………….....3
Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang…………………………………………...…6
Tabel 4.1 Pengaruh suhu reaksi terhadap reaksi metanolisis…………………………19
Tabel 4.2 Pengaruh variasi anion pada yttrium terhadap konversi urea ..…………...19
Tabel 4.3 Hasil GC MS katalis Y(NO3)3 dan YCl3…………………………………..29
Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi
metanolisis urea….…………………………………………………………………….30
Tabel 4.5 Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap
temperatur……………………………………………………………………………...30
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan % Konversi Urea……………………………………………
Lampiran 2 Spektrum IR pada Urea…………………………………………………..
Lampiran 3 Spektrum IR pada residu distilasi………………………………………..
Lampiran 4 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3…………..…………
Lampiran 5 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3…………………
Lampiran 6 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis YCl3…………………….
Lampiran 7 Kromatogram GC distilat hasil reaksi katalis Y2O3……………………..
Lampiran 8 Spektrum MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3……………………
Lampiran 9 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y2O3………
Lampiran 10Kromatogram GC dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3……………
Lampiran 11Spektra MS dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3………………….
Lampiran 12Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3….
Lampiran 13Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3……………………
Lampiran 14Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3…………………..
Lampiran 15Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis YCl3……...
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urea dan metanol merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam
berbagai industri kimia. Keduanya merupakan bahan kimia yang mudah didapat dengan
biaya yang murah dan pemisahan yang mudah. Melalui pembentukan intermediet metil
karbamat, keduanya dapat membentuk dimetil karbonat yang berperan sebagai “green
reagent” menggantikan peran fosgen, metal halida, dan dimetil sulfat untuk reaksi
metilasi dan alkoksikarbonilasi. (Pietro Tundro et al, 2007). Dalam prosesnya, hasil
samping dari reaksi metanolisis ini akan menghasilkan gas amoniak sehingga sintesis
atau pembentukan dimetil karbonat akan lebih aman secara lingkungan karena tidak
dihasilkan senyawa yang berbahaya dari proses ini.
Senyawa koordinasi dan organometalik dari lantanida mengalami perkembangan
yang besar dalam beberapa tahun belakangan. Senyawa lantanida memiliki kegunaan
yang besar dalam reaksi sintesis, secara stoikiometri maupun hasil katalisis. Kation
lantanida merupakan asam keras Lewis, berdasarkan klasifikasi asam basa keras lunak
(HSAB) menurut Pearson. Kation lantanida memiliki sifat elektrofilik, oksofilik, dan
stabil redoks. Sifat ini, ditunjang dari variasi jari-jari ionik dari kation lantanida,
menjadi suatu hal yang penting dalam proses katalitik. Dari sifat diatas, kation lantanida
memiliki kereaktifan yang besar. Agustino Zulys dkk (2008) telah melaporkan
kereaktifan yang besar pada katalis dari golongan lantanida pada reaksi Tishchenko.
Dengan menggunakan katalis La, didapat hasil sintesis sebesar 99% pada suhu ruang
dan waktu reaksi yang singkat.
Penelitian ini adalah studi awal tentang reaksi metanolisis urea menggunakan
katalis yttrium. Karenanya ruang lingkup penelitian ini diawali dengan sintesis,
karakterisasi dari produk yang terbentuk dan bagaimana pengaruh dari katalis yttrium
yang merupakan unsur tanah jarang terhadap proses reaksi serta optimalisasi produk
akhir dimetil karbonat yang terbentuk. Jika berhasil, merupakan studi yang menarik dan
aplikatif untuk bidang “Green Chemistry” karena dimetil karbonat merupakan “green
reagent”.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
2
Universitas Indonesia
1.2 Perumusan Masalah
Apakah produk dimetil karbonat dapat dibentuk dari reaksi metanolisis urea,
apakah katalis yttrium dapat mengkatalisis proses tersebut, dan bagaimana pengaruh
dari suhu reaksi dan anion yang berikatan dengan kation yttrium pada reaksi ini.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu reaksi dan gugus
anion yang berikatan dengan kation yttrium pada reaksi metanolisis urea, dan
mengkarakterisasi produk yang terbentuk dengan menggunakan parameter spektrum IR
dan spektrum GC-MS
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah suhu reaksi akan mempengaruhi besarnya
konversi urea. Semakin tinggi suhu, akan memperbesar konversi urea. Anion dari
katalis akan mempengaruhi sifat asam lewis kation Y3+ dan kelarutan dalam metanol.
Katalis yang semakin asam, dan mudah larut dalam metanol akan memperbesar
konversi urea. Produk dimetil karbonat dapat terbentuk dari hasil katalisis reaksi ini,
adanya katalis yttrium dapat mengkatalisis reaksi metanolisis urea dengan memebentuk
ikatan koordinasi dengan urea sehingga produk dimetil karbonat dapat terbentuk.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
3 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Logam Tanah Jarang
Logam tanah jarang merupakan kelompok unsur yang terletak pada golongan
lantanida (periode 6, golongan IIIB, dalam sistem periodik unsur) dan ditambah dua
unsur yaitu yttrium dan skandium. Pemasukan yttrium dan skandium ke dalam
golongan tanah jarang karena memiliki kesamaan sifat dengan golongan tersebut. Unsur
yang termasuk ke dalam golongan tanah jarang adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Unsur-unsur tanah jarang
Simbol Nama Unsur Nomor Atom
Sc Skandium 21
Y Yttrium 39
La Lantanum 57
Ce Cerium 58
Pr Praseodymium 59
Nd Neodimium 60
Pm Prometium 61
Sm Samarium 62
Eu Europium 63
Gd Gadolinium 64
Tb Terbium 65
Dy Dysprosium 66
Ho Holmium 67
Er Erbium 68
Tm Thulium 69
Yb Ytterbium 70
Lu Lutetium 71
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
4
Universitas Indonesia
Sesuai dengan namanya, unsur-unsur ini termasuk jarang ditemukan. Saat
ditemukan dalam jumlah sedikit. Unsur tanah jarang ini, pertama kali ditemukan pada
tahun 1787 oleh seorang letnan angkatan bersenjata Swedia bernama Karl Axel
Arrhenius. Ia mengumpulkan mineral hitam ytterbite dari penambangan feldspar dan
quartzkuarsa di dekat desa Ytterby, Swedia. Kemudian, mineral tersebut berhasil
dipisahkan oleh J. Gadoli pada tahun 1794, dengan memperoleh mineral ytterbite
selanjutnya, nama mineral tersebut diganti menjadi Gadolinite.
2.1.1 Sumber mineral logam tanah jarang
Secara umum, logam tanah jarang (rare earth elements) ditemukan dalam
bentuk senyawa kompleks fosfat dan karbonat. Di bawah ini adalah beberapa contoh
mineral logam tanah jarang yang ditemukan di alam.
Bastnaesite (CeFCO3)
Merupakan sebuah floro-karbonat cerium yang mengandung 60-70% oksida
logam tanah jarang selain cerium yang dominan, seperti lantanum (La2O3) dan
Neodymium (Nd2O3). Mineral bastnaesite merupakan sumber logam tanah jarang utama
di dunia. Bastnaesite ditemukan dalam batuan cabonatite, dolomite breccias, pegmatite,
dan amphibole skarn.
Monazite ((Ce,La,Y,Th)PO3)
Merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung 50-70%
oksida lantanida (Ln2O3). Monazite diambil dari mineral pasir berat yang merupakan
hasil samping penambangan senyawa logam berat lain seperti timah di kepulauan
Bangka, Belitong, dan Singkep
Xenotime (YPO4)
Merupakan senyawa yttrium fosfat yang mengandung 54-65% logam Ln
termasuk eurobium, cerium dan thorium. Xenotime juga merupakan mineral yang
ditemukan dalam mineral pasir berat seperti pegmatite dan batuan leleh (igneous rock)
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
5
Universitas Indonesia
Zircon
Merupakan senyawa zirconium silikat yang didalamnya ditemukan thorium,
yttrium, dan cerium oksida.
2.1.2 Sifat-sifat umum logam tanah jarang
Lantanida menampilkan sifat kimia yang berbeda dengan logam pada blok d.
Kereaktifan dari unsur ini, lebih besar dari logam transisi. Secara umum sifat-sifat unsur
logam tanah jarang sebagai berikut:
1. Bilangan koordinasi yang lebih bermacam-macam (umumnya 6-12, tetapi
bikangan koordinasi 2, 3, atau 4 juga dikenal).
2. Geometri koordinasi ditentukan dari faktor sterik ligan daripada efek medan
kristal.
3. Unsur-unsur ini membentuk kompleks ‘ionik’ labil yang mengarah pada
pertukaran ligan
4. Orbital 4f pada ion Ln3+ tidak berpartisipasi secara langsung membentuk ikatan,
dilindungi dengan baik oleh orbital 5s2 dan 5p6. Jadi sifat spektroskopik dan sifat
magnetik, secara keseluruhan tidak dipengaruhi oleh ligan.
5. Splitting medan kristal yang kecil dan spektra elektronik yang sangat tajam
dibandingkan dengan logam blok d.
6. Unsur ini menyukai ligan anionik dengan donor atom yang memiliki
keelektronegatifan yang tinggi (e.g. O, F).
7. Unsur ini mudah membentuk kompleks terhidrasi (energi hidrasi yang tinggi
pada ion kecil Ln3+) dan hal ini menyebabkan ketidakpastian pada penentuan
angka koordinasi.
8. Endapan hidroksida yang tidak larut pada pH netral kecuali ditambahkan bahan
pengompleks.
9. Umumnya satu bilangan oksidasi (3+) (umumnya pada larutan akua).
10. Tidak membentuk ikatan rangkap Ln=O atau Ln≡N seperti pada berbagai logam
transisi dan aktinida.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
6
Universitas Indonesia
11. Tidak seperti logam transisi, unsur lantanida tidak membentuk karbonil stabil
dan sebenarnya tidak memiliki keadaan oksidasi 0.
2.1.2.1 Valensi yang beragam
Beberapa unsur lantanida tertentu membentuk ion-ion +2 (Pr2+) atau +4 (Ce4+).
Ion +2 mudah dioksidasi dan ion +4 mudah direduksi menjadi +3 (La3+, Ce3+, Pr3+,
Nd3+, Sm3+, Eu3+, Gd3+, Y3+, Tb3+, Dy3+). Penjelasan yang sederhana bagi keberadaan
valensi ini adalah bahwa kulit yang kosong,terisi setengah atau terisi penuh sangat
stabil. Fenomena yang mirip ini berhubungan dengan entalpi pengionan unsur deret
transisi pertama. Bagi lantanida, tingkat oksidasi IV bagi cerium memberikan Ce4+
seperti konfigurasi La3+. Demikian juga, pembentukan Yb2+ memberikan konfigurasi
elektron f14
Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang
2.1.2.2 Sifat magnetik dan spektra
Ion lantanida yang memiliki elektron tidak berpasangan, umumnya memberikan
warna dan bersifat paramagnetik. Terdapat perbedaan mendasar dari logam tanah jarang
dengan unsur grup d dalam hal bahwa elektron-elektron 4f adalah elektron dalam dan
terlindungi sangat efektif dari pengaruh gaya luar oleh tumpukan kulit 5s2 dan 5p6.
Dengan demikian, hanya terdapat pengaruh yang sangat lemah dari medan ligan.
Sebagai hasilnya, transisi elektron antara orbital-orbital f menimbulkan pita-pita serapan
6
Universitas Indonesia
11. Tidak seperti logam transisi, unsur lantanida tidak membentuk karbonil stabil
dan sebenarnya tidak memiliki keadaan oksidasi 0.
2.1.2.1 Valensi yang beragam
Beberapa unsur lantanida tertentu membentuk ion-ion +2 (Pr2+) atau +4 (Ce4+).
Ion +2 mudah dioksidasi dan ion +4 mudah direduksi menjadi +3 (La3+, Ce3+, Pr3+,
Nd3+, Sm3+, Eu3+, Gd3+, Y3+, Tb3+, Dy3+). Penjelasan yang sederhana bagi keberadaan
valensi ini adalah bahwa kulit yang kosong,terisi setengah atau terisi penuh sangat
stabil. Fenomena yang mirip ini berhubungan dengan entalpi pengionan unsur deret
transisi pertama. Bagi lantanida, tingkat oksidasi IV bagi cerium memberikan Ce4+
seperti konfigurasi La3+. Demikian juga, pembentukan Yb2+ memberikan konfigurasi
elektron f14
Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang
2.1.2.2 Sifat magnetik dan spektra
Ion lantanida yang memiliki elektron tidak berpasangan, umumnya memberikan
warna dan bersifat paramagnetik. Terdapat perbedaan mendasar dari logam tanah jarang
dengan unsur grup d dalam hal bahwa elektron-elektron 4f adalah elektron dalam dan
terlindungi sangat efektif dari pengaruh gaya luar oleh tumpukan kulit 5s2 dan 5p6.
Dengan demikian, hanya terdapat pengaruh yang sangat lemah dari medan ligan.
Sebagai hasilnya, transisi elektron antara orbital-orbital f menimbulkan pita-pita serapan
6
Universitas Indonesia
11. Tidak seperti logam transisi, unsur lantanida tidak membentuk karbonil stabil
dan sebenarnya tidak memiliki keadaan oksidasi 0.
2.1.2.1 Valensi yang beragam
Beberapa unsur lantanida tertentu membentuk ion-ion +2 (Pr2+) atau +4 (Ce4+).
Ion +2 mudah dioksidasi dan ion +4 mudah direduksi menjadi +3 (La3+, Ce3+, Pr3+,
Nd3+, Sm3+, Eu3+, Gd3+, Y3+, Tb3+, Dy3+). Penjelasan yang sederhana bagi keberadaan
valensi ini adalah bahwa kulit yang kosong,terisi setengah atau terisi penuh sangat
stabil. Fenomena yang mirip ini berhubungan dengan entalpi pengionan unsur deret
transisi pertama. Bagi lantanida, tingkat oksidasi IV bagi cerium memberikan Ce4+
seperti konfigurasi La3+. Demikian juga, pembentukan Yb2+ memberikan konfigurasi
elektron f14
Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang
2.1.2.2 Sifat magnetik dan spektra
Ion lantanida yang memiliki elektron tidak berpasangan, umumnya memberikan
warna dan bersifat paramagnetik. Terdapat perbedaan mendasar dari logam tanah jarang
dengan unsur grup d dalam hal bahwa elektron-elektron 4f adalah elektron dalam dan
terlindungi sangat efektif dari pengaruh gaya luar oleh tumpukan kulit 5s2 dan 5p6.
Dengan demikian, hanya terdapat pengaruh yang sangat lemah dari medan ligan.
Sebagai hasilnya, transisi elektron antara orbital-orbital f menimbulkan pita-pita serapan
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
7
Universitas Indonesia
yang sangat sempit, sama sekali tidak mirip dengan pita lebar yang dihasilkan dari
transisi d-d , dan sifat magnetik ion sedikit dipengaruhi oleh sifat kimia sekelilingnya.
2.1.2.3 Bilangan koordinasi dan stereokimia
Dalam hal ini, kekhasan ion Ln3+ memiliki bilangan koordinasi lebih dari enam
adalah biasa. Sangat sedikit unsur terkoordinasi enam yang diketahu, namun yang
umum adalah bilangan koordinasi 7, 8, 9. Dalam ion [Ce(NO3)6]2-, Ce dikelilingi oleh
12 atom oksigen dari gugus kelat NO3-.
Penurunan jari-jari dari La-Lu dan juga bilangan koordinasi yang berbeda dari
golongan lantanida berpengaruh pada struktur Kristal. Sebagai contoh, atom logam
dalam triklorida La-Gd terkoordinasi 9, sedangkan klorida dari Tb-Lu memiliki struktur
sejenis AlCl3 dengan logam yang terkoordinasi octahedral.
2.1.3 Aplikasi logam tanah jarang
Logam tanah jarang sudah banyak digunakan di berbagai macam produk.
Penggunaan logam tanah jarang ini memicu berkembangnya material baru. Material
baru dengan campuran logam tanah jarang memberikan perkembangan teknologi yang
cukup signifikan. Perkembangan material ini banyak diaplikasikan di dalam industri
untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Contoh, perkembangan yang terjadi pada
magnet. Logam tanah jarang mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang
memiliki medan magnet yang lebih baik dibandingkan dengan magnet biasa. Sehingga
memungkinkan munculnya perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan
volume speaker. Memungkinkan munculnya dinamo yang lebih kuat untuk
menggerakkan mobil sehingga dengan adanya logam tanah jarang memungkinkan
munculnya mobil bertenaga listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. Oleh
karenanya mobil dwifungsi (hybrid) saat ini mulai marak dikembangkan
Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam
pembuatan baja High Strength Low Alloy (HSLA), baja karbon tinggi, superalloy,
stainless steel karena logam tanah jarang memiliki kemampuan untuk meningkatkan
kemampuan material berupa kekuatan, kekerasan, dan peningkatan ketahanan terhadap
panas. Contohnya pada penambahan logam tanah jarang dalam bentuk aditif atau alloy
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
8
Universitas Indonesia
pada paduan magnesium dan alumunium, maka kekuatan dan kekerasan paduan tersebut
akan meningkat dengan signifikan.
2.2. Yttrium
Yttrium adalah unsur kimia dengan nomor atom 39 terletak pada periode 5
golongan IIIB sehingga termasuk dalam logam transisi awal. Yttrium memiliki
kesamaan sifat dengan unsur golongan lantanida. Karena itu, yttrium bersama
scandinavium (Sc) dimasukkan dalam unsur tanah jarang. Logam yttrium berwarna
putih keperakan, dengan massa jenis 4.472 gr/cm3. Unsur ini ditemukan bersamaan
dengan semua mineral tanah jarang (termasuk monazite, xenotime, dan yttria) dan di
bijih uranium tetapi tidak pernah ditemukan dalam unsur bebas.
Senyawa Yttrium diantaranya:
1. YX3 (X = F, Cl, Br, I) yang memiliki struktur yang sama seperti LnX3 (Ln =
Dy–Lu);
2. ion aqua Yttrium [Y(H2O)8]3+ dalam padatan yttrium triflate Y(O3SCF3)3.9H2O
mengandung ion [Y(H2O)9]3+;
3. asetilasetonat [Y(acac)3(H2O)];
4. bis(trimetilsilil)amida Y[N(SiMe3)2]3;
5. terpiridil bereaksi dengan yttrium nitrat, membentuk koordinat 10
[Y(terpy)(NO3)3(H2O)].
Senyawa yttrium sering digunakan sebagai host material untuk ion Ln3+. Yttrium
oksida digunakan untuk men stabilkan zirconia (YSZ), yttrium iron garnets (YIG)
digunakan untuk alat microwave dan YBa2Cu3O7 sebagai superkonduktor. Yttrium,
seperti skandium, di alam monoisotopic. 89Y mempunyai I = 1/2; sehingga sinyal akan
sulit diamati, informasi yang lebih baik didapatkan dari studi NMR
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC (P.S Coan,
L.G. Hubert-Pjalzgraf, dan H.G. Caulton, Inorg. Chem., 1992, 31, 1262).
Reaksi dari YCl3 dengan litium isopropoksida, LiOCHMe2 (LiOPri),
menghasilkan alkoksida Y5O(OPri)13, yang tidak memiliki struktur yang sederhana,
tetapi kluster dari 5 Yttrium tersusun mengelilingi pusat oksigen. Spektrum 89Y NMR
ditunjukkan pada Gambar 2.1. dua kemungkinan bentuk geometri, piramida segiempat
dan trigonal bipiramidal, yang mungkin dari inti Y5O dari molekul.
2.2.1. Yttrium Oksida
Yttrium oksida merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat
molekul 225,82 gr/mol. Yttrium oksida memiliki titik leleh 2410°C dan sangat
sulit larut dalam air dingin, namun mudah larut dalam asam
2.2.2. Yttrium Nitrat
Yttrium nitrat merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat molekul
274,94 gr/mol. Yttrium nitrat mudah larut dalam air
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC (P.S Coan,
L.G. Hubert-Pjalzgraf, dan H.G. Caulton, Inorg. Chem., 1992, 31, 1262).
Reaksi dari YCl3 dengan litium isopropoksida, LiOCHMe2 (LiOPri),
menghasilkan alkoksida Y5O(OPri)13, yang tidak memiliki struktur yang sederhana,
tetapi kluster dari 5 Yttrium tersusun mengelilingi pusat oksigen. Spektrum 89Y NMR
ditunjukkan pada Gambar 2.1. dua kemungkinan bentuk geometri, piramida segiempat
dan trigonal bipiramidal, yang mungkin dari inti Y5O dari molekul.
2.2.1. Yttrium Oksida
Yttrium oksida merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat
molekul 225,82 gr/mol. Yttrium oksida memiliki titik leleh 2410°C dan sangat
sulit larut dalam air dingin, namun mudah larut dalam asam
2.2.2. Yttrium Nitrat
Yttrium nitrat merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat molekul
274,94 gr/mol. Yttrium nitrat mudah larut dalam air
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC (P.S Coan,
L.G. Hubert-Pjalzgraf, dan H.G. Caulton, Inorg. Chem., 1992, 31, 1262).
Reaksi dari YCl3 dengan litium isopropoksida, LiOCHMe2 (LiOPri),
menghasilkan alkoksida Y5O(OPri)13, yang tidak memiliki struktur yang sederhana,
tetapi kluster dari 5 Yttrium tersusun mengelilingi pusat oksigen. Spektrum 89Y NMR
ditunjukkan pada Gambar 2.1. dua kemungkinan bentuk geometri, piramida segiempat
dan trigonal bipiramidal, yang mungkin dari inti Y5O dari molekul.
2.2.1. Yttrium Oksida
Yttrium oksida merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat
molekul 225,82 gr/mol. Yttrium oksida memiliki titik leleh 2410°C dan sangat
sulit larut dalam air dingin, namun mudah larut dalam asam
2.2.2. Yttrium Nitrat
Yttrium nitrat merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat molekul
274,94 gr/mol. Yttrium nitrat mudah larut dalam air
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
10
Universitas Indonesia
2.2.3. Yttrium Klorida
Yttrium klorida meupakan suatu padatan berwarna putih, tidak berbau, memiliki
berat molekul 195,4 gr/mol. Yttrium klorida mudah larut dalam air dan alkohol.
2.3. Metanol
Metanol merupakan senyawa alkohol yang paling sederhana. Metanol memiliki
rumus molekul CH3OH dengan berat molekul 32,04 gr/mol. Metanol merupakan cairan
tak berwarna, memiliki nilai massa jenis 0,7915 gr/mL, titik didih 64.5°C dan titik leleh
-97.8°C. Metanol mudah larut dalam air. Metanol dapat digunakan dalam berbagai
reaksi kimia, salah satunya metanol dapat bereaksi dengan urea.
2.4. Metil Karbamat
Metil karbamat (juga disebut sebagai metil uretan) merupakan senyawa organik
dan ester paling sederhana dari asam karbamat (NH2COOH). Metil karbamat memiliki
berat molekul 75 gr/mol, titik didih 177 °C, titik leleh 52 °C. Metil karbamat dapat
dibuat dari metanol dan urea menggunakan boron trifluorida. Metil karbamat digunakan
dalam industri tekstil pada bagian resin untuk aplikasi campuran resin polyester/katun.
2.5. Urea
Urea merupakan senyawa organik dengan rumus molekul CO(NH2)2. Urea
memiliki dua gugus amina (-NH2) yang terikat pada karbonil (C=O). Urea merupakan
padatan putih dan sedikit berbau amoniak dalam keadaan lembab. Urea memiliki titik
leleh 132,7°C, berat molekul 60,06 gr/mol, dan massa jenis 1,323 gr/mL. Urea
dipergunakan luas dalam industri pertanian sebagai sumber nitrogen bagi tanaman.
Disamping itu, urea juga digunakan dalam industri kimia sebagai resin, industri peledak
dalam bentuk urea nitrat, dan lain-lain.
2.6. Reaksi Urea dengan Alkohol.
Reaksi dari urea dengan alkohol merupakan reaksi substitusi nukleofilik pada
gugus karbonil dari urea. Urea memiliki gugus amida yang kurang reaktif karena dapat
mengalami resonansi sehingga diperlukan katalis untuk melangsungkan reaksi.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
11
Universitas Indonesia
O
NH2 NH2..
:: :O-
NH2+
CH3
.. ..
Reaksi ini bersifat kesetimbangan karena terbentuk intermediet tetrahedral pada
karbonil dan kemudian melepaskan gas amoniak di akhir reaksi.
NH2 NH2
O
CH3 OHNH2 O
O
CH3 NH3+ +
Gambar 2.2 Reaksi antara urea dan metanol
Metil karbamat yang terbentuk, dapat bereaksi kembali dengan metanol
membentuk dimetil karbonat dan melepaskan gas amoniak. Namun proses ini lebih sulit
karena terjadi kompetisi dari dua gugus pergi yaitu gugus CH3O- dan gugus -NH2
dimana gugus CH3O- lebih mudah pergi dibandingkan gugus -NH2.
2.7. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi kimia tanpa
dikonsumsi pada reaksi kimia tersebut. Katalis meningkatkan nilai k (tetapan laju),
dengan meningkatkan nilai A (faktor frekuensi tumbukan) atau menurunkan nilai Ea
(energi aktivasi). Umumnya katalis menurunkan energi aktivasi dengan memberikan
mekanisme yang berbeda dibandingkan reaksi tanpa katalis.
Berdasarkan dari fasa antara katalis dengan senyawa yang bereaksi, katalis
terbagi menjadi dua yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen
adalah katalis yang memiliki fase yang sama dengan reaktan, umumnya dalam bentuk
larutan. Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fase yang berbeda dengan
reaktan
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Perbedaan fase katalis homogen dan katalis heterogen dalam larutan
2.8. Spektrofotometri Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi inframerah adalah suatu alat yang sangat besar andilnya dalam
mengidentifikasi tipe-tipe ikatan kimia yang menyusun suatu molekul tertentu dengan
memproduksi spektrum absorpsi inframerah yang biasanya hasil pengukuran alat ini
disebut sebagai sidik jari molekul “finger-print”. FT-IR banyak digunakan untuk
mengidentifikasi bahan kimia baik yang organik maupun anorganik.
Prinsip alat ini bergantung pada vibrasi ikatan molekular dan tipe ikatan
molekul. Pada setiap vibrasi akan terbentuk frekuensi spesifik yang akan menyerap
energi untuk mengeksitasikan elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi di
atasnya. Energi yang diserap tersebut berasal dari sinar inframerah yang ditembakkan,
sehingga perbedaan energi akan berhubungan dengan energi yang diserap molekul.
Berbagai bahan kimia dapat diidentifikasi seperti cat, polimer, pelapis, obat-
obatan, dll. Secara kualitatif, FT-IR mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
tersebut. Panjang gelombang cahaya yang diserap ialah sesuai karakter ikatan kimia
yang dapat dilihat spektrum khasnya. Biasanya pada senyawa anorganik, spektra yang
muncul lebih simpel. Seperti halnya spektra Si-CH3, Si-O-Si, Si-C, dll. Penggunaannya
untuk analisis kuantitatif dihitung dengan hubungan antara spektrum absorbsi dan
konsentrasi biasanya untuk pengukuran jumlah silika dalam industri.
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Perbedaan fase katalis homogen dan katalis heterogen dalam larutan
2.8. Spektrofotometri Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi inframerah adalah suatu alat yang sangat besar andilnya dalam
mengidentifikasi tipe-tipe ikatan kimia yang menyusun suatu molekul tertentu dengan
memproduksi spektrum absorpsi inframerah yang biasanya hasil pengukuran alat ini
disebut sebagai sidik jari molekul “finger-print”. FT-IR banyak digunakan untuk
mengidentifikasi bahan kimia baik yang organik maupun anorganik.
Prinsip alat ini bergantung pada vibrasi ikatan molekular dan tipe ikatan
molekul. Pada setiap vibrasi akan terbentuk frekuensi spesifik yang akan menyerap
energi untuk mengeksitasikan elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi di
atasnya. Energi yang diserap tersebut berasal dari sinar inframerah yang ditembakkan,
sehingga perbedaan energi akan berhubungan dengan energi yang diserap molekul.
Berbagai bahan kimia dapat diidentifikasi seperti cat, polimer, pelapis, obat-
obatan, dll. Secara kualitatif, FT-IR mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
tersebut. Panjang gelombang cahaya yang diserap ialah sesuai karakter ikatan kimia
yang dapat dilihat spektrum khasnya. Biasanya pada senyawa anorganik, spektra yang
muncul lebih simpel. Seperti halnya spektra Si-CH3, Si-O-Si, Si-C, dll. Penggunaannya
untuk analisis kuantitatif dihitung dengan hubungan antara spektrum absorbsi dan
konsentrasi biasanya untuk pengukuran jumlah silika dalam industri.
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Perbedaan fase katalis homogen dan katalis heterogen dalam larutan
2.8. Spektrofotometri Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi inframerah adalah suatu alat yang sangat besar andilnya dalam
mengidentifikasi tipe-tipe ikatan kimia yang menyusun suatu molekul tertentu dengan
memproduksi spektrum absorpsi inframerah yang biasanya hasil pengukuran alat ini
disebut sebagai sidik jari molekul “finger-print”. FT-IR banyak digunakan untuk
mengidentifikasi bahan kimia baik yang organik maupun anorganik.
Prinsip alat ini bergantung pada vibrasi ikatan molekular dan tipe ikatan
molekul. Pada setiap vibrasi akan terbentuk frekuensi spesifik yang akan menyerap
energi untuk mengeksitasikan elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi di
atasnya. Energi yang diserap tersebut berasal dari sinar inframerah yang ditembakkan,
sehingga perbedaan energi akan berhubungan dengan energi yang diserap molekul.
Berbagai bahan kimia dapat diidentifikasi seperti cat, polimer, pelapis, obat-
obatan, dll. Secara kualitatif, FT-IR mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
tersebut. Panjang gelombang cahaya yang diserap ialah sesuai karakter ikatan kimia
yang dapat dilihat spektrum khasnya. Biasanya pada senyawa anorganik, spektra yang
muncul lebih simpel. Seperti halnya spektra Si-CH3, Si-O-Si, Si-C, dll. Penggunaannya
untuk analisis kuantitatif dihitung dengan hubungan antara spektrum absorbsi dan
konsentrasi biasanya untuk pengukuran jumlah silika dalam industri.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
13
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Sistem Optik FTIR
Sumber: Hardjono, 1992
2.9. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang dapat
ditetapkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya.
Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian,
utamanya dari 50 – 300°C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada
temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis
dengan kromatografi gas
Pemisahan didasarkan pada perbedaan distribusi dari masing- masing komponen
di dalam fasa diam dan fasa gerak. Distribusi komponen antara kedua fasa tersebut
ditentukan oleh tetapan kesetimbangan K. K adalah perbandingan antara banyaknya
suatu komponen dalam fasa diam dan dalam fasa gerak, harga K berkisar 0,5 - 15.
Harga K bergantung pada :
1. Kemudahan menguap dari suatu senyawa
2. Afinitas dari komponen terhadap fasa diam.
Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dengan cara
membandingkan waktu retensi komponen dengan zat standar, juga untuk analisis
kuantitatif yaitu berdasarkan metode perhitungan luas puncak atau dengan metode
internal standar.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
14
Universitas Indonesia
2.10. Spektroskopi Massa
Spektroskopi massa adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan massa
atom atau molekul dari suatu senyawa, ditemukan oleh Franci William Aston pada
tahun 1919. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan yang
diterima dari instrumentasi kromatografi cair menjadi ion-ion gas dan memisahkan
partikel bermuatan tersebut dalam suatu medan magnet. Ada beberapa medan magnet
yang dapat digunakan dalam MS. Single Quadrupole, triple quadrupole, ion trap, TOF
(waktu penerbangan) dan quadrupole –waktu penerbangan (Q-TOF). Di dalam medan
magnet, ion-ion tersebut akan mengalami pembelokan yang bergantung kepada:
1. Kuat medan listrik yang mempercepat aliran ion. Makin besar potensial listrik
yang digunakan, makin besar kecepatan ion dan makin kecil pembelokan.
2. Kuat medan magnet, semakin kuat magnet, makin besar pembelokkan.
3. Massa partikel (ion), semakin besar massa partikel, makin kecil pembelokan.
4. Muatan partikel, semakin besar muatan, makin besar pembelokan.
Partikel-partikel yang dibelokkan yang kemudian dianalisa dengan mass analyzer.
Spektroskopi massa dapat memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif
tentang susunan atom dan molekul zat-zat organik dan anorganik. Bersama dengan data
spektrum IR dan NMR, spektroskopi massa dapat digunakan untuk menentukan bangun
molekul senyawa organik. Umumnya, dipergunakan untuk penentuan berat molekul
senyawa.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
15 Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat Penelitian
3.1.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yttrium oksida (Aldrich),
metanol (Merck), urea (Merck). HNO3 pekat, dan HCl pekat
3.1.2. Peralatan
Pada penelitian ini digunakan alat-alat gelas yang biasa digunakan di
laboratorium. Pada proses reaksi metanolisis urea digunakan pengaduk magnet
(magnetic stirrer), pemanas elektrik, kolom refluks, dan autoklaf. Karakterisasi hasil
sintesis dilakukan dengan alat spektroskopi Gas Chromatography-Spektroskopi Massa
(GC-MS) dan spektroskopi FTIR
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.1. Preparasi Katalis
Katalis Y2O3 langsung digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut, sedangkan
preparasi katalis Y(NO3)3 dan YCl3 dilakukan dengan mereaksikan katalis 0,1 gram
Y2O3 dengan HNO3 pekat dan HCl pekat berlebih hingga katalis Y2O3 larut, kemudian
dilakukan penguapan hingga mendapatkan kristal.
3.2.2. Variasi Suhu terhadap Konversi Urea
Pada reaksi konversi urea ini, direaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol
menggunakan 0,1 gram katalis Y2O3 di dalam autoklaf dan dilakukan pengadukan. Suhu
reaksi divariasikan 150 oC, 165 oC dan 180 oC selama 4 jam. Setelah reaksi selesai,
dilakukan pendinginan pada suhu ruang. Produk kemudian dilakukan penyaringan dan
dilakukan distilasi. Cara kerja yang sama juga dilakukan dengan mengganti katalis Y2O3
menjadi Y(NO3)3, dengan mereaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol serta 0,1 gram
katalis Y(NO3)3 dilakukan variasi suhu 150 oC, 165 oC dan 180 oC selama 4 jam.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
16
Universitas Indonesia
Setelah selesai, dilakukan pendinginan pada suhu ruang. Produk kemudian dilakukan
penyaringan dan dilakukan distilasi.
3.2.3. Variasi Anion Katalis terhadap Konversi Urea
Untuk melihat pengaruh dari gugus anion yang terikat pada kation yttrium
dilakukan variasi katalis. Cara kerja yang dilakukan sama dengan variasi suhu yaitu
mereaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol serta 0,1 gram katalis di dalam autoklaf
dan dilakukan pengadukan pada suhu 165 oC selama 4 jam. Variasi katalis yang
digunakan adalah Y2O3, Y(NO3)3, dan YCl3. Kemudian dilakukan pendinginan pada
suhu ruang dan dilakukan penyaringan. Produk hasil sintesis kemudian dipisahkan
dengan metode distilasi.
3.3.4. Analisis produk dengan FTIR
Kristal yang terbentuk pada bagian residu dikarakterisasi dengan menggunakan
spektro FT-IR mode diffuse reflectance spectroscopy (DRS) untuk melihat serapan dari
produknya, karena zat yang berada di bagian residu merupakan padatan, maka pada saat
pengukuran kristal dicampurkan dengan kristal KBr (sebagai sinyal background) untuk
melihat gugus fungsi yang terdapat dalam kristal tersebut dan dibandingkan dengan
serapan dari urea.
Filtrat pada bagian distilat, dikarakterisasi dengan menggunakan kopartmen
analisa zat cair pada spektro FT-IR. Cairan yang bersifat polar ditempatkan pada
lempengan NaCl (sebagai sinyal background) untuk melihat gugus fungsi yang terdapat
dalam bagian distilat
3.3.5 Analisis produk dengan GC-MS
Analisis dengan instrumen GC-MS bertujuan untuk mengetahui nilai BM
(Berat Molekul) dari bagian distilat. Pada bagian distilat dilakukan analisis dengan GC-
MS ini sehingga dapat ditentukan komponen yang berada dalam bagian distilat. Sampel
dianalisa dan diujikan oleh Puslabfor POLRI.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
17 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Reaksi Metanolisis Urea
Reaksi metanolisis urea merupakan reaksi substitusi nukleofilik pada gugus karbonil dari
urea oleh metanol. Reaksi ini mengikuti mekanisme pembentukan ester dari gugus amida. Reaksi
metanolisis urea adalah sebagai berikut:
NH2 NH2
O
CH3 OHNH2 O
O
CH3 NH3+ +
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi kesetimbangan. Dalam reaksi ini, dihasilkan gas
amoniak sebagai produk samping di akhir reaksi. Reaksi ini berjalan lambat karena gugus amida
merupakan gugus pergi yang buruk sehingga diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi.
Mekanisme yang terjadi berlangsung dalam dua tahapan, yaitu:
Tahap 1:
O
NH2
NH2
CH3 OH+: ...... ..
..:O-
NH2
NH2
O+
CH3
H
..
..:O-
NH2
NH2
O
CH3
- H+
Tahap pertama merupakan penyerangan atom oksigen dari metanol pada atom karbon
yang bersifat δ+ pada gugus karbonil dari urea akibat atom oksigen yang memiliki sifat
keelektronegatifan yang lebih tinggi. Kemudian dihasilkan intermediet tetrahedral pada karbonil
dan diikuti dengan pelepasan pelepasan H+.
Tahap 2
..
..:
H+..
O NH2
O
CH3 + NH3
O-
NH2
NH2
O
CH3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
18
Universitas Indonesia
Pada tahap ini, terjadi regenerasi gugus karbonil dan gugus NH2- akan melepaskan diri.
Ion NH2- akan bertemu dengan ion H+ membentuk molekul amoniak.
Reaksi ini diawali dengan mereaksikan urea, metanol, disertai dengan penambahan
katalis yttrium di dalam autoklaf. Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu yang diinginkan
disertai pengadukan selama 4 jam. Kemudian dilakukan pendinginan dan dilakukan penyaringan
untuk memisahkan katalis dengan filtratnya. Selanjutnya dilakukan distilasi untuk memisahkan
komponen. Setelah dilakukan distilasi, terdapat filtrat tak berwarna yang mengandung metanol
dan metil karbamat pada bagian distilat seperti pada Gambar 4.1, sedangkan pada bagian residu
terbentuk padatan kristal yang mengandung urea seperti pada Gambar 4.2
4.1.1. Pengaruh Variasi Suhu Reaksi
Pada reaksi metanolisis urea, suhu dapat mempengaruhi konversi urea. Berdasarkan
Tabel 4.2, terlihat semakin naik suhu semakin besar urea yang bereaksi, dan cenderung menurun
setelah suhu 165 oC. Studi kinetik yang dilakukan Hongye Lin et al (2004) pada reaksi
metanolisis urea mengungkapkan bahwa konversi urea juga akan naik seiring dengan kenaikan
temperatur, namun kemudian terjadi penurunan ketika suhu berada di atas 170 oC/443 K. Hal ini
dapat terjadi karena semakin tinggi suhu reaksi, terjadi dekomposisi dari metil karbamat yang
terbentuk, sehingga persen yield yang dihasilkan pada suhu di atas 165 oC lebih sedikit.
Gambar 4.1 Distilat Gambar 4.2 Residu
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
19
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Pengaruh suhu reaksi terhadap reaksi metanolisis.
Y2O3 Y(NO3)3
Suhu (oC) % Yield Suhu (oC) % Yield
150 7,55 150 59,86
165 17,21 165 73,07
180 3,68 170 65,36
4.1.2 Pengaruh Anion pada Konversi Urea
Aktifitas katalitik dari senyawa yttrium berasal dari Y3+ dan dipengaruhi oleh gugus
anion dan kelarutan dalam metanol. Dari Tabel 4.3, terlihat Y(NO3)3 menunjukkan aktifitas
katalitik yang paling baik dilihat dari hasil konversi ureanya sebesar 73,07 %. Sedangkan YCl3
dan Y2O3 kurang baik karena hasil konversinya hanya 11,28 % dan 17,21 %. Reaksi tanpa katalis
hanya menghasilkan 4% metil karbamat yang dihasilkan.
Tabel 4.2 Pengaruh variasi anion pada yttrium terhadap konversi urea
Katalis % Yield
Tanpa katalis* 4,0
Y2O3 17,21
Y(NO3)3 73,07
YCl3 11,68Keterangan : * didapat dari literatur
Y(NO3)3 dapat dengan mudah larut dalam metanol pada suhu ruang dan menunjukkan
hasil yang lebih baik dibandingkan senyawa yttrium yang lain seperti YCl3, Y2O3. YCl3 juga
dapat larut dalam suhu kamar, namun Cl- kurang bisa terkoordinasi dengan baik dengan kation
Y3+ semudah ion nitrat. Bahkan Y2O3 tidak larut dalam metanol sehingga ini menjadi penyebab
hasil konversinya yang tidak besar. Ion nitrat meningkatkan sifat asam lewis Y3+ sehingga
memudahkan ikatan koordinasi pada atom oksigen dari karbonil sehingga atom oksigen pada
metanol lebih mudah menyerang gugus karbonil.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
20
Universitas Indonesia
4.2 Karakterisasi dengan FTIR
Setelah dilakukan distilasi, bagian distilat dan residu dilakukan karakterisasi
menggunakan FTIR. Hasil karakterisasi pada bagian residu menandakan pada bagian residu
merupakan urea setelah dibandingkan dengan spektra serapan IR dari urea. Hal ini terlihat pada
Gambar 4.3, menunjukkan serapan dari residu menghasilkan serapan yang sesuai dengan urea.
Hanya perbedaan intensitas saja yang terjadi. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan
cuplikan yang tidak sama.
Gambar 4.3 Perbandingan spektrum serapan IR pada urea dan serapan IR dari residu
Gugus N-H
Gugus C=OGugus C-N
20
Universitas Indonesia
4.2 Karakterisasi dengan FTIR
Setelah dilakukan distilasi, bagian distilat dan residu dilakukan karakterisasi
menggunakan FTIR. Hasil karakterisasi pada bagian residu menandakan pada bagian residu
merupakan urea setelah dibandingkan dengan spektra serapan IR dari urea. Hal ini terlihat pada
Gambar 4.3, menunjukkan serapan dari residu menghasilkan serapan yang sesuai dengan urea.
Hanya perbedaan intensitas saja yang terjadi. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan
cuplikan yang tidak sama.
Gambar 4.3 Perbandingan spektrum serapan IR pada urea dan serapan IR dari residu
Gugus N-H
Gugus C=OGugus C-N
20
Universitas Indonesia
4.2 Karakterisasi dengan FTIR
Setelah dilakukan distilasi, bagian distilat dan residu dilakukan karakterisasi
menggunakan FTIR. Hasil karakterisasi pada bagian residu menandakan pada bagian residu
merupakan urea setelah dibandingkan dengan spektra serapan IR dari urea. Hal ini terlihat pada
Gambar 4.3, menunjukkan serapan dari residu menghasilkan serapan yang sesuai dengan urea.
Hanya perbedaan intensitas saja yang terjadi. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan
cuplikan yang tidak sama.
Gambar 4.3 Perbandingan spektrum serapan IR pada urea dan serapan IR dari residu
Gugus N-H
Gugus C=OGugus C-N
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
21
Universitas Indonesia
Dari spektra serapan IR di atas, pada bilangan gelombang 3473 cm-1 merupakan serapan
dari gugus NH, sedangkan pada 1623 cm-1 merupakan serapan dari gugus C=O dan pada 1159
cm-1 merupakan serapan dari gugus C-N.
Identifikasi pita absorbs khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan
dasar penafsiran spektrum infra merah (J, Clifford. 1982). Jika hasil serapan IR dari
distilat/produk dibandingkan dengan urea sebagai reaktan maka hilangnya serapan khas dari
suatu gugus fungsi dan terbentuknya gugus fungsi yang baru pada reaksi organik menandakan
terjadinya suatu reaksi (Fessenden, 1989).
Hasil spektra serapan IR dari distilat dibandingkan dengan reaktan yaitu urea
menunjukkan terjadinya perubahan gugus fungsi seperti pada Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6.
Dari Gambar 4.4, tampak bahwa terdapat serapan baru bila dibandingkan dengan serapan
dari urea. Terdapat puncak baru pada bilangan gelombang 2902 cm-1 yang berasal dari gugus
CH3 dan pada bilangan gelombang 1018 cm-1 merupakan serapan dari gugus C-O. Sedangkan,
pada bilangan gelombang 3473 cm-1 ditemukan kembali gugus NH. Pada bilangan gelombang
1643 cm-1 masih terdapat serapan dari gugus C=O. Serapan dari gugus C-N juga masih ditemui
pada bilangan gelombang 1159 cm-1
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
22
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Gugus N-H
Gugus CHGugus C=O
Gugus C-N
Gugus C-O
22
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Gugus N-H
Gugus CHGugus C=O
Gugus C-N
Gugus C-O
22
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Gugus N-H
Gugus CHGugus C=O
Gugus C-N
Gugus C-O
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
23
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan pada bilangan gelombang 3441
cm-1 ditemukan kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan
dari gugus C=O. Sedangkan serapan dari gugus CH3 kurang terlihat karena terhalangi oleh gugus
NH. Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
23
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan pada bilangan gelombang 3441
cm-1 ditemukan kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan
dari gugus C=O. Sedangkan serapan dari gugus CH3 kurang terlihat karena terhalangi oleh gugus
NH. Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
23
Universitas Indonesia
Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan pada bilangan gelombang 3441
cm-1 ditemukan kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan
dari gugus C=O. Sedangkan serapan dari gugus CH3 kurang terlihat karena terhalangi oleh gugus
NH. Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan baru pada bilangan gelombang
2902 cm-1 yang berasal dari gugus CH3. Pada bilangan gelombang 3441 cm-1 ditemukan
kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan dari gugus C=O.
Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
Dari data spektra serapan IR pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6, terlihat
bahwa spektra serapan IR dari katalis Y2O3 lebih terlihat gugus fungsi dari metil karbamat
dibandingkan spektra serapan IR dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3.
24
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan baru pada bilangan gelombang
2902 cm-1 yang berasal dari gugus CH3. Pada bilangan gelombang 3441 cm-1 ditemukan
kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan dari gugus C=O.
Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
Dari data spektra serapan IR pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6, terlihat
bahwa spektra serapan IR dari katalis Y2O3 lebih terlihat gugus fungsi dari metil karbamat
dibandingkan spektra serapan IR dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3.
24
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm-1
merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan baru pada bilangan gelombang
2902 cm-1 yang berasal dari gugus CH3. Pada bilangan gelombang 3441 cm-1 ditemukan
kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm-1, muncul serapan dari gugus C=O.
Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
Dari data spektra serapan IR pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6, terlihat
bahwa spektra serapan IR dari katalis Y2O3 lebih terlihat gugus fungsi dari metil karbamat
dibandingkan spektra serapan IR dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
25
Universitas Indonesia
4.3 Analisis GC MS
Keberadaan produk hasil sintesis dapat diketahui dengan menggunakan instrumentasi
GC-MS melalui pendekatan massa molekul relatif dari senyawa yang terbentuk dan juga dilihat
dari hasil kromatografinya, apakah produk yang terbentuk merupakan satu komponen atau lebih.
Pengukuran GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI (Puslabfor POLRI).
Dengan menggunakan GC-MS dengan kolom Agilent untuk memisahkan setiap komponen
molekul pada instrumen GC. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 1,0
mL/menit.
Volume sampel yang diinjeksikan sebesar 1μL dan didapatkan hasil kromatogram dari
masing-masing katalis seperti pada Gambar 4.7, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11.
Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil kromatogram pada Gambar 4.7 terdapat satu puncak terbesar. Waktu retensi yang
dihasilkan pada saat t= 5,19 menit. Senyawa ini setelah dipisahkan langsung dianalisis
menggunakan spektroskopi massa (MS). Didapatkan hasil seperti pada Gambar 4.8 dibawah ini.
25
Universitas Indonesia
4.3 Analisis GC MS
Keberadaan produk hasil sintesis dapat diketahui dengan menggunakan instrumentasi
GC-MS melalui pendekatan massa molekul relatif dari senyawa yang terbentuk dan juga dilihat
dari hasil kromatografinya, apakah produk yang terbentuk merupakan satu komponen atau lebih.
Pengukuran GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI (Puslabfor POLRI).
Dengan menggunakan GC-MS dengan kolom Agilent untuk memisahkan setiap komponen
molekul pada instrumen GC. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 1,0
mL/menit.
Volume sampel yang diinjeksikan sebesar 1μL dan didapatkan hasil kromatogram dari
masing-masing katalis seperti pada Gambar 4.7, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11.
Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil kromatogram pada Gambar 4.7 terdapat satu puncak terbesar. Waktu retensi yang
dihasilkan pada saat t= 5,19 menit. Senyawa ini setelah dipisahkan langsung dianalisis
menggunakan spektroskopi massa (MS). Didapatkan hasil seperti pada Gambar 4.8 dibawah ini.
25
Universitas Indonesia
4.3 Analisis GC MS
Keberadaan produk hasil sintesis dapat diketahui dengan menggunakan instrumentasi
GC-MS melalui pendekatan massa molekul relatif dari senyawa yang terbentuk dan juga dilihat
dari hasil kromatografinya, apakah produk yang terbentuk merupakan satu komponen atau lebih.
Pengukuran GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI (Puslabfor POLRI).
Dengan menggunakan GC-MS dengan kolom Agilent untuk memisahkan setiap komponen
molekul pada instrumen GC. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 1,0
mL/menit.
Volume sampel yang diinjeksikan sebesar 1μL dan didapatkan hasil kromatogram dari
masing-masing katalis seperti pada Gambar 4.7, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11.
Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil kromatogram pada Gambar 4.7 terdapat satu puncak terbesar. Waktu retensi yang
dihasilkan pada saat t= 5,19 menit. Senyawa ini setelah dipisahkan langsung dianalisis
menggunakan spektroskopi massa (MS). Didapatkan hasil seperti pada Gambar 4.8 dibawah ini.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
26
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil pada analisis spektrum massa pada Gambar 4.8 dibandingkan dengan hasil
penelusuran data dalam komputer (library search) sehingga hasil pengukuran dapat
dibandingkan dengan derajat kemiripannya (quality). Bila derajat kemiripannya lebih dari 90%
maka senyawa tersebut dapat dikatakan sama atau identik (Soleh Kosela, 2010). Setelah
ditelusuri menggunakan data library search didapat hasil yang mirip dengan spektrum massa
dari metil karbamat seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat
Kemiripan antara spektrum pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 sebesar 91% sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk sintesis yang didapat merupakan metil karbamat
O
NH2
26
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil pada analisis spektrum massa pada Gambar 4.8 dibandingkan dengan hasil
penelusuran data dalam komputer (library search) sehingga hasil pengukuran dapat
dibandingkan dengan derajat kemiripannya (quality). Bila derajat kemiripannya lebih dari 90%
maka senyawa tersebut dapat dikatakan sama atau identik (Soleh Kosela, 2010). Setelah
ditelusuri menggunakan data library search didapat hasil yang mirip dengan spektrum massa
dari metil karbamat seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat
Kemiripan antara spektrum pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 sebesar 91% sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk sintesis yang didapat merupakan metil karbamat
26
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Dari hasil pada analisis spektrum massa pada Gambar 4.8 dibandingkan dengan hasil
penelusuran data dalam komputer (library search) sehingga hasil pengukuran dapat
dibandingkan dengan derajat kemiripannya (quality). Bila derajat kemiripannya lebih dari 90%
maka senyawa tersebut dapat dikatakan sama atau identik (Soleh Kosela, 2010). Setelah
ditelusuri menggunakan data library search didapat hasil yang mirip dengan spektrum massa
dari metil karbamat seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat
Kemiripan antara spektrum pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 sebesar 91% sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk sintesis yang didapat merupakan metil karbamat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
27
Universitas Indonesia
Sedangkan hasil kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3 terdapat pada
Gambar 4.10 dan 4.11
Gambar 4.10 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Gambar 4.11 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
28
Universitas Indonesia
Hasil kromatogram pada katalis Y(NO3)3 dan YCl3 lebih banyak puncak yang muncul dengan
waktu retensi yang berbeda-beda. Senyawa ini setelah dipisahkan, langsung dianalisis dengan
spektroskopi massa. Hasil yang didapatkan dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3
seperti pada Gambar 4.12 dan 4.13.
Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari spektra massa pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 dapat disimpulkan bahwa distilat hasil
reaksi dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3 mengandung metil karbamat setelah dilakukan penelusuran
data menggunakan Wiley 09. Hasil penelusuran data (library search) dari kromatogram distilat
O
NH2
O
NH2
28
Universitas Indonesia
Hasil kromatogram pada katalis Y(NO3)3 dan YCl3 lebih banyak puncak yang muncul dengan
waktu retensi yang berbeda-beda. Senyawa ini setelah dipisahkan, langsung dianalisis dengan
spektroskopi massa. Hasil yang didapatkan dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3
seperti pada Gambar 4.12 dan 4.13.
Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari spektra massa pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 dapat disimpulkan bahwa distilat hasil
reaksi dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3 mengandung metil karbamat setelah dilakukan penelusuran
data menggunakan Wiley 09. Hasil penelusuran data (library search) dari kromatogram distilat
28
Universitas Indonesia
Hasil kromatogram pada katalis Y(NO3)3 dan YCl3 lebih banyak puncak yang muncul dengan
waktu retensi yang berbeda-beda. Senyawa ini setelah dipisahkan, langsung dianalisis dengan
spektroskopi massa. Hasil yang didapatkan dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3
seperti pada Gambar 4.12 dan 4.13.
Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Dari spektra massa pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 dapat disimpulkan bahwa distilat hasil
reaksi dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3 mengandung metil karbamat setelah dilakukan penelusuran
data menggunakan Wiley 09. Hasil penelusuran data (library search) dari kromatogram distilat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
29
Universitas Indonesia
hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3 menggunakan data wiley 09, didapatkan hasil pada Tabel
4.3
Tabel 4.3 Hasil GC MS katalis Y(NO3)3 dan YCl3.Katalis Y(NO3)3 Katalis YCl3
Waktu retensi(menit)
Senyawa Quality Waktu retensi(menit)
Senyawa Quality
5,39 metilkarbamat
91 3,05 metanol 40
6,16 metilkarbamat
46 3,61 amoniak 4
6,31 etil amina 47 4,95 metilkarbamat
91
7,67 benzena 917,96 anilina 94
Pada hasil GC MS dari katalis Y2O3, Y(NO3)3 dan YCl3, ketiganya mengandung metil karbamat
dimana kelimpahan terbanyak terdapat pada hasil distilat dari katalis Y(NO3)3. Namun pada hasil
GC MS dari katalis Y(NO3)3 terdapat benzena dan anilin yang mungkin berasal dari pengotor
pada saat analisis.
4.4 Analisis Termodinamika
Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan FTIR dan GC-MS, dapat disimpulkan
bahwa senyawa yang terkandung dalam distilat merupakan metil karbamat. . Reaksi metanolisis
urea dapat terjadi dua tahap. Reaksi pertama merupakan reaksi sintesis metil karbamat dan reaksi
2 merupakan reaksi sintesis dimetil karbonat. Reaksi pembentukan dimetil karbonat merupakan
tahap penentu laju
NH2 NH2
O CH3 OH CH3 OH
NH2 O
O
CH3O O
O
CH3CH3NH3 NH3
+ +
- -
Perhitungan secara termodinamika berdasarkan data pada Tabel 4.4 (Mouhua Wang dkk, 2007)
menunjukkan bahwa perubahan entalphi (∆rH) pada reaksi pembentukan metil karbamat sebesar
-10,31 kJ.mol-1 dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 13,11 kJ.mol-1 pada
0,1013 MPa dan 298,15 K. Hal ini menandakan bahwa reaksi pembentukan metil karbamat
merupakan reaksi eksotermik sedangkan reaksi pembentukan dimetil karbonat merupakan reaksi
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
30
Universitas Indonesia
endotermik. Sedangkan nilai energi bebas Gibbs (∆rGo) pada reaksi pembentukan metil karbamat
sebesar -13.26 kJ/mol dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 15,41 kJ.mol-1.
Berdasarkan asas le chatelier, ketika menaikkan suhu maka reaksi akan mengarah ke
reaksi endotermik (reaksi ke arah pembentukan urea), namun ada faktor entropi yang berperan
dalam reaksi ini. Hubungan antara energi bebas Gibbs, entalphi, dan entropi sebagai berikut:
∆G = ∆H – T.∆S
Untuk mendapatkan reaksi yang spontan, maka harus memiliki nilai energi bebas Gibbs yang
negatif. Reaksi pembentukan metil karbamat memiliki nilai energi bebas Gibbs yang negatif.
Sedangkan nilai entalphi dari reaksi ini bernilai negatif sehingga nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan metil karbamat sebesar 9,89 J.mol-1.K-1 sedangkan nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan dimetil karbonat sebesar 7,71 J.mol-1.K-1
Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi metanolisis urea.
Komponen ∆fGo (kJ.mol-1) ∆fHo (kJ.mol-1)
NH3 -16,63 -46,19
CH3OH -161.92 -201,25
CH3OCONH2 -333.88 -427.47
NH2CONH2 -175.35 -262.10
CH3OCOOCH3 -463,78 -569,42
Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur diukur dengan
metode Benson seperti pada Tabel 4. 5
Tabel 4.5 Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur
Ket: Reaksi 1 merupakan reaksi pembentukan metil karbamat
Reaksi 2 merupakan reaksi pembentukan dimetil karbonat
30
Universitas Indonesia
endotermik. Sedangkan nilai energi bebas Gibbs (∆rGo) pada reaksi pembentukan metil karbamat
sebesar -13.26 kJ/mol dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 15,41 kJ.mol-1.
Berdasarkan asas le chatelier, ketika menaikkan suhu maka reaksi akan mengarah ke
reaksi endotermik (reaksi ke arah pembentukan urea), namun ada faktor entropi yang berperan
dalam reaksi ini. Hubungan antara energi bebas Gibbs, entalphi, dan entropi sebagai berikut:
∆G = ∆H – T.∆S
Untuk mendapatkan reaksi yang spontan, maka harus memiliki nilai energi bebas Gibbs yang
negatif. Reaksi pembentukan metil karbamat memiliki nilai energi bebas Gibbs yang negatif.
Sedangkan nilai entalphi dari reaksi ini bernilai negatif sehingga nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan metil karbamat sebesar 9,89 J.mol-1.K-1 sedangkan nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan dimetil karbonat sebesar 7,71 J.mol-1.K-1
Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi metanolisis urea.
Komponen ∆fGo (kJ.mol-1) ∆fHo (kJ.mol-1)
NH3 -16,63 -46,19
CH3OH -161.92 -201,25
CH3OCONH2 -333.88 -427.47
NH2CONH2 -175.35 -262.10
CH3OCOOCH3 -463,78 -569,42
Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur diukur dengan
metode Benson seperti pada Tabel 4. 5
Tabel 4.5 Ketergantungan ∆ rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur
Ket: Reaksi 1 merupakan reaksi pembentukan metil karbamat
Reaksi 2 merupakan reaksi pembentukan dimetil karbonat
30
Universitas Indonesia
endotermik. Sedangkan nilai energi bebas Gibbs (∆rGo) pada reaksi pembentukan metil karbamat
sebesar -13.26 kJ/mol dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 15,41 kJ.mol-1.
Berdasarkan asas le chatelier, ketika menaikkan suhu maka reaksi akan mengarah ke
reaksi endotermik (reaksi ke arah pembentukan urea), namun ada faktor entropi yang berperan
dalam reaksi ini. Hubungan antara energi bebas Gibbs, entalphi, dan entropi sebagai berikut:
∆G = ∆H – T.∆S
Untuk mendapatkan reaksi yang spontan, maka harus memiliki nilai energi bebas Gibbs yang
negatif. Reaksi pembentukan metil karbamat memiliki nilai energi bebas Gibbs yang negatif.
Sedangkan nilai entalphi dari reaksi ini bernilai negatif sehingga nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan metil karbamat sebesar 9,89 J.mol-1.K-1 sedangkan nilai entropi (∆rSo) pada reaksi
pembentukan dimetil karbonat sebesar 7,71 J.mol-1.K-1
Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi metanolisis urea.
Komponen ∆fGo (kJ.mol-1) ∆fHo (kJ.mol-1)
NH3 -16,63 -46,19
CH3OH -161.92 -201,25
CH3OCONH2 -333.88 -427.47
NH2CONH2 -175.35 -262.10
CH3OCOOCH3 -463,78 -569,42
Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur diukur dengan
metode Benson seperti pada Tabel 4. 5
Tabel 4.5 Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur
Ket: Reaksi 1 merupakan reaksi pembentukan metil karbamat
Reaksi 2 merupakan reaksi pembentukan dimetil karbonat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
31
Universitas Indonesia
∆rG naik seiring dengan naiknya suhu pada reaksi 1 (pembentukan metil karbamat) dan menurun
pada reaksi 2 (pembentukan dimetil karbonat). Jadi, reaksi pembentukan metil karbamat secara
termodinamika lebih disukai dibandingkan reaksi pembentukan dimetil karbonat yang kurang
disukai secara termodinamika. Konstanta kesetimbangan K tidak terlalu tinggi pada untuk reaksi
pembentukan metil karbamat dan tidak terlalu rendah untuk reaksi pembentukan dimetil
karbonat.
Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak terdapatnya dimetil karbonat karena reaksi
pembentukan dimetil karbonat kurang disukai secara termodinamik sehingga produk yang
terbentuk lebih banyak berasal dari intermedietnya yaitu metil karbamat.
4.5 Mekanisme yang mungkin
Kimia koordinasi mengungkapkan bahwa unsur tanah jarang, Y3+ dapat berkoordinasi
dengan ligand melalui atom nitrogen, oksigen, dan fosfor untuk mencapai keadaan yang stabil.
Berdasarkan sifat unsur tanah jarang yang oksofilik, maka urea yang memiliki atom oksigen
pada gugus karbonil dapat melakukan ikatan koordinasi dengan Y3+. Pada saat yang sama, atom
oksigen pada gugus nitrat dari yttrium nitrat juga berkoordinasi dengan dengan Y3+
ONH2
NH2
O
NH2NH2
O
O NH2CH3
O
NH2 NH2
Y(NO3)3
Y(NO3)3
CH3 OH
2
2
2
Gambar 4.14 Skema mekanisme reaksi metanolisis urea
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
32
Universitas Indonesia
Dari Gambar 4.14, kompleks koordinasi terbentuk antara urea dan Y(NO3)3 sebagai
intermediet. Elektron pada gugus C-N pada intermediet kompleks diredistribusi dan, proton
berpindah dengan keberadaan karbokation dan anion nitrogen. Hal ini lebih disukai untuk
subtitusi nukleofilik dari kompleks intermediet dengan molekul metanol. Setelah dilakukan
subtitusi, sebuah ikatan C-O baru terbentuk disertai dengan pelepasan molekul NH3. Pada saat
yang sama, katalis didapat kembali bersamaan dengan terbentuknya metil karbamat.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
33 Universitas Indonesia
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Suhu optimum dalam reaksi metanolisis urea adalah 165 oC. Semakin naik suhu maka
laju konversi urea akan semakin besar.
Pengaruh anion pada katalis yttrium akan mempengaruhi sifat asam lewis dari Y3+.
Disamping itu juga mempengaruhi kelarutan katalis dalam metanol. Yttrium nitrat
memiliki aktifitas katalitik yang lebih baik dibandingkan katalis yttrium oksida
maupun yttrium klorida. Kelarutan yttrium nitrat dalam metanol dan adanya anion
nitrat yang meningkatkan sifat asam lewis dari Y3+, menjadi alasan besarnya persen
yield yang dihasilkan yaitu 73,07%.
Hasil karakterisasi spektroskopi FTIR dan GC MS menandakan bahwa produk yang
terbentuk adalah metil karbamat. Hal tersebut terlihat dari spektrum serapan IR pada
distilat dimana pada bilangan gelombang 3473 cm-1 merupakan serapan dari gugus NH
pada metil karbamat. Sedangkan pada bilangan gelombang 2962 cm-1, 1679 cm-1, dan
1200 cm-1 merupakan serapan dari gugus –CH3, gugus karbonil (C=O) dan C-O.
kemudian ditinjau dari hasil analisa GC MS, terdapat puncak pada waktu retensi 5,19
menit dan setelah dianalisis dengan spektroskopi massa, hasil dari spektrum massa
yang diperoleh, dengan massa molekul relatif 75 gr/mol dan dicocokkan dengan data
komputer (library search) menunjukkan bahwa komponen yang terdapat dalam
produk sintesis merupakan senyawa metil karbamat.
5.2 Saran
Untuk melihat perubahan struktur dari katalis Y(NO3)3, perlu dilakukan karakterisasi
menggunakan spektroskopi FTIR dan XRD.
Perlu digunakan zat penarik air seperti MgSO4, Na2SO4, atau pada kondisi atmosfer
inert.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
34 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, Simon. Lanthanide and Actinide Chemistry. John Wiley&Sons Ltd England,
2006
Cotton, F.A., dan Wilkinson, G. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto.
Jakarta:UI-PRESS, 1989
Hutomo, Hogantoro. Sintesis Ligan Makrosiklik Basa Schiff dari Terephthaldialdehyde
dan Dietilentriamine serta Studi Kompleksnya dengan Logam Lanthanum.
Departemen Kimia, FMIPA UI, 2010
Kosela, Soleh. Cara Mudah dan Sederhana Penentuan Struktur Molekul Berdasarkan
Spektra Data (NMA, Mass, IR, UU). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2010
Lin, Hongye. et al. Kinetics Studies for the Synthesis of Dimethyl Carbonate from Urea
and Methanol. Chem Eng Journal. 103 (2004): 21-27
Shaikh, Abbas-Ali, and Sivaram, Swaminathan.”Organic Carbonates”. Chem Rev. 96
(1996) 951
Sunardi. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Departemen Kimia, FMIPA
UI, 2008.
Tundo, Pietro, et al. “Methods and Reagent for Green Chemistry an Introduction”.
John Wiley&Sons Ltd England, 2007
Wang, Dengfeng. et al. Synthesis of Dimethyl Carbonate from Methyl Carbamate and
Methanol over Lanthanum Compounds. Fuel Process Tech. 91 (2010): 1081-1086
Wang, Dongpeng. et al. Synthesis of Diethyl Carbonate by Catalytic Alcoholysis of
Urea. Fuel Process. Tech. 88 (2007): 807–812
Wang, Hui, et al. Reaction of Zinc Oxide with Urea and Its Role in Urea Methanolysis.
Kinet Mech Cat. 99 (2010): 381-389
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
35
Universitas Indonesia
Wang, Mouhua. et al. High-Yield Synthesis of Dimethyl Carbonate from Urea and
Methanol Using a Catalytic Distillation Process. Ind Eng Chem Res. 46 (2007) :
2683-2687
Zhao, Wenbo., et al. “Zinc Oxide as the Precursor of Homogenous Catalyst for
Synthesis of Dialkyl Carbonate from Urea and Alcohols”. Catal. Commun. 10
(2009): 655-658
Zulys, Agustino. “Handout Kuliah Katalis Homogen”. Departemen Kimia, FMIPA UI,
2010
Zulys, Agustino. et al. Lanthanide Formamidinates as Improved Catalysts for the
Tishchenko Reaction. Eur. J. Org. Chem. (2008), 693–697
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Perhitungan % Konversi Urea
Katalis Suhu(oC)
massaurea
(awal)
massaresidu
massaurea ygbereaksi
%konversi/
yield
Y2O3 150 1 0,9245 0,0755 7,55165 1 0,8279 0,1721 17,21180 1 0,9632 0,0368 3,68
Y(NO3)3 150 1 0,4014 0,5986 59,86165 1 0,2693 0,7307 73,07180 1 0,3464 0,6536 65,36
YCl3 165 1 0,8832 0,1168 11,68
Keterangan : % yield = (massa urea awal - massa residu) x 100 %
Massa urea awal
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 2
Spektrum IR pada Urea
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Spektrum IR pada Residu
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 6
Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 7
Kromatogram GC distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Lampiran 8
Spektrum MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 9
Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Lampiran 10
Kromatogram GC dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 11
Spektra MS dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 12
Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 13
Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Lampiran 14
Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Universitas Indonesia
Lampiran 13
Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Lampiran 14
Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Universitas Indonesia
Lampiran 13
Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Lampiran 14
Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 15
Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011