UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...

81
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TIKA NURHASANAH 1306344305 ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014 Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN

DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 17 – 28 MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

TIKA NURHASANAH

1306344305

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

DEPOK

JUNI 2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN

DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 17 – 28 MARET 2014

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

TIKA NURHASANAH

1306344305

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

DEPOK

JUNI 2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iii

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 28 Juni 2014

Tika Nurhasanah

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Tika Nurhasanah

NPM : 1306344305

Tanda Tangan :

Tanggal : 28 Juni 2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

v

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :

Nama : Tika Nurhasanah, S. Farm.

NPM : 1306344305

Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi UI

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan

Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 8 Januari- 14

Februari

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolehgelar Apoteker pada

Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitasndonesia.

EWAN PENGUJI

embibing I : Dr. Harmita, Apt. ( ................................................ )

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Tika Nurhasanah

NPM : 1306344305

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktek kerja Profei

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17 – 28 Maret 2014

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,

dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 28 Juni 2014

Yang menyatakan

(Tika Nurhasanah)

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

ii

ABSTRAK

Nama : Tika Nurhasanah

Program Studi : Farmasi

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Periode 17 – 28 Maret 2014

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia bertujuan agar calon apoteker mengetahui dan memahami fungsi dan

program kerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen

Binfar Alkes), khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Laporan

praktek kerja ini membahas tugas pokok dan fungsi Kementerian Kesehatan,

Dirjen Binfar Alkes, serta Sekretariat dan Direktorat-Direktorat Bina yang berada

di bawahnya.. Laporan ini secara khusus membahas Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian dalam hal tugas pokok dan fungsi, sasaran kebijakan, struktur

organisasi, dan kegiatan. Salah satu kebijakan Direktorat Bina Pelaanan

Kefarmasian yang dianalisa adalah Pengembangan Software Pelayanan Informasi

Obat (PIO)

Kata Kunci : Apoteker, Kementrian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian, Pelayanan Informasi Obat (PIO)

vii+ 32 halaman : (-) gambar; (-) tabel; 7 lampiran

Daftar Pustaka : 4 (2005-2010)

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iii

ABSTRACT

Name : Tika Nurhasanah

Program Study : Pharmacy

Title : Report of Pharmacist Profession Internship at Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

in 17 -28 March 2014

The objectives of Pharmacist Internship in Ministry of Health Republic of

Indonesia is introducing the function and role of Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar Alkes), especially Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian to the pharmacists and their related role within it. This

report contains main function and role of Ministry of Health Dirjen Binfar Alkes,

and other secretariats and directories below it. This report specifically describes

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian: its the function and role, policy

objectives, organization structure, and activity. One of the policy of Direktorat

Bina Pelaanan Kefarmasian which is analized in this report it the development of

Drug Information Service (Pelayanan Informasi Obat) Software

Key Words : Pharmacist, Ministry of Health, Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian, Drug Information Service

vii+ 32 pages : (-) pictures; (-) tables; 7 appendices

Bibliography : 4 (2005-2010)

Pembimbing II : Nadia Farhanah S., S.Farm. M.Si. ( ............................................... )

Penguji I : ................................................... ( ................................................ )

Penguji II :

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iv

)KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa pencipta manusia dan

kehidupan, yang penuh rahmat dan kasih sayang. Alhamdulillah atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian,

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia yang telah dilaksanakan pada tanggal 17 – 28 Maret 2014,

serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin

mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Elon Sirait, Apt., MScPH selaku Kasubdit Farmasi Komunitas

serta Pembimbing bagi peserta PKPA di Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian, atas waktu yang telah diberikan dan ilmu-ilmu yang telah

dibagikan kepada kami;

2. Ibu Nadia Farhanah S., S.Farm. M.Si., selaku pembimbing dari Fakultas

Farmasi UI yang telah mengarahkan selama pelaksanaan dan penulisan

laporan,

3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si selaku Dekan Fakultas Farmasi UI dan Drs.

Hayun, M.Si selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI

beserta seluruh staf pengajar, dan staf administrasi di Fakultas Farmasi UI atas

segala ilmu pengetahuan, pendidikan, arahan, nasehat, dan fasilitas

yangpenulis dapatkan selama penulis menempuh pendidikan ini;

4. Keluarga dan orang-orang terdekat penulis, atas segala bentuk dukungan,

perhatian, kasih sayang, serta doa tiada henti yang diberikan kepada penulis;

5. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 78 Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah

terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker; dan

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

v

Pada akhirnya, penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan

ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk

menerima saran dan kritikan yang membangun untuk memperbaiki penulisan

laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri

penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.

Penulis

2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

vi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi

1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................... 2

2. TINJAUAN UMUM .................................................................................... 3

2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ........................................ 3

2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................. 8

2.3 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan ............................................................................................... 12

2.4 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ....................... 13

2.5 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ............................................... 14

2.6 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ...................... 15

2.7 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .......................... 16

3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN

KEFARMASIAN ......................................................................................... 18

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ....................................................................... 18

3.2 Sasaran Kebijakan ................................................................................. 19

3.3 Struktur Organisasi ............................................................................... 19

3.4 Kegiatan ................................................................................................. 23

4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 27

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 32

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 32

5.2 Saran .................................................................................................... 32

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 33

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

vii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .. 34

Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan................................................................................. 35

Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan ........................................................................................ 36

Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan ........................................................................................ 37

Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ......... 38

Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat

Kesehatan ........................................................................................ 39

Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian ..................................................................................... 40

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demi mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan

sebagaimana yang tercantum dalam visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

diperlukan dukungan pemerintah dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat

Indonesia. Salah satunya meningkatkan pelayanan kefarmasian di Masyarakat.

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat

sebagai komoditas (drug oriented) menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Konsekuensi perubahan

orientasi tersebut adalah apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan melalui pembinaan pelayanan kefarmasian.

Suatu badan yang bertugas untuk merumuskan, melaksanakan kebijakan,

dan standardisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan diperlukan

melaksanakan tersebut. Menyadari hal ini, maka pemerintah melalui Keputusan

Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) yang

selanjutnya diubah menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Ditjen Binfar Alkes terdiri dari empat

Direktorat, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan,

dan Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia,

bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker

(PKPA) bagi calon Apoteker. PKPA di Dirjen Binfar Alkes dilaksanakan mulai

tanggal 17 – 28 Maret 2014. Tujuan penyelenggaraan PKPA ini agar para calon

apoteker dapat mengetahui dan memahami peran, tugas, dan fungsi dari

Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

2

Universitas Indonesia

Alat Kesehatan. Selain itu, diharapkan mahasiswa apoteker mengetahui,

mempelajari, dan memahami kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman,

kriteria, prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian.

Pada saat ini, pelayanan kesehatan masyarakat profesional tidak akan

terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana yang selalu mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apoteker sebagai salah satu SDM

kesehatan dituntut untuk meningkatkan perannya dalam penyediaan obat-obatan

yang bermutu, aman, dan terjamin efikasinya.

Beberapa program kerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah

merumuskan kebijakan dan program-program yang dibutuhkan untuk menerapkan

pelayanan kefarmasian dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah, contohnya

membuat pedoman, modul, dan program Pelayanan Informasi Obat (PIO) dalam

bentuk software. Software PIO tersebut mencakup informasi tentang obat, kerja

obat, farmakokinetik, efek samping yang tidak dikehendaki, dan sebagainya.

Terdapat beberapa kekurangan dalam software PIO tersebut sehingga terus

dilakukan pengembangan agar software PIO semakin akurat dan mudah

digunakan. Saat ini telah terdapat software PIO 2013 yang merupakan

pemutakhiran dari software PIO 2009. Oleh karena itu, penulis ingin

memapaparkan bagaimana kondisi software PIO 2013 saat ini.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dan memahami program kerja serta peran Apoteker di Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian.

2. Menganalisis program kerja subdirektorat Farmasi Komunitas mengenai

software Pelayanan Informasi Obat (PIO).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

3

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan

badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri

Kesehatan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian

Kesehatan, 2010b). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama

Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu

Departemen Kesehatan (Peraturan Presiden No. 47/2009). Tugas Kementerian

Kesehatan adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan

untuk membantu Presiden (Kementerian Kesehatan, 2010b). Kementerian

Kesehatan dan lembaga yang dibawahinya menggunakan logo Bakti Husada.

Pengertian dari logo tersebut adalah pengabdian dalam upaya kesehatan paripurna.

2.1.1 Dasar Hukum

a. Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan

dan organisasi kementerian negara.

b. Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan

fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon I

kementerian negara.

c. Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang

organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan.

2.1.2 Visi dan Misi

Kemenkes RI periode 2010-2014 memiliki visi “Masyarakat Sehat yang

Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan, 2010b). Untuk mencapai

visinya maka Kementerian Kesehatan menetapkan misi sebagai berikut

(Kementerian Kesehatan, 2010b) :

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

4

Universitas Indonesia

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

2.1.3 Nilai-Nilai

Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan maka nilai-nilai

yang diyakini dan dijunjung tinggi oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai

berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a) :

a. Prorakyat

Kementerian kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan

menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Hal tersebut dimaksudkan agar

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.

Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah salah satu hak

asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial

ekonomi.

b. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak

karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh

Kementerian Kesehatan saja. Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat

(meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha,

masyarakat madani, dan masyarakat bawah) harus ikut berpartisipasi secara aktif.

c. Responsif

Program kesehatan yang dirancang Kementerian Kesehatan harus sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan rakyat. Kementerian Kesehatanharus tanggap

dalam mengatasi permasalahan di daerah, disesuaikan dengan situasi kondisi

setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor tersebut menjadi

dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga

penanganan yang diberikan dapat berbeda pula.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

5

Universitas Indonesia

d. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target

yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.

e. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi,

dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.4 Struktur Organisasi

Kementerian Kesehatan memiliki susunan organisasi yang menunjang

pelaksanaan tugaspokok dan fungsinya. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi

dan Tata Cara Kerja Kementerian Kesehatan, maka struktur (Kementerian

Kesehatan, 2010b):

a. Sekretariat Jenderal.

b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

f. Inspektorat Jenderal.

g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.

j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.

k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.

m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.

n. Pusat Data dan Informasi.

o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.

p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.

r. Pusat Komunikasi Publik.

s. Pusat Promosi Kesehatan.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

6

Universitas Indonesia

t. Pusat Inteligensia Kesehatan.

u. Pusat Kesehatan Haji.

Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1

2.1.5 Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan

fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.

b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan.

c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah.

e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

2.1.6 Strategi

Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014

dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan maka pembangunan kesehatan

dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010a):

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat

madanidalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan

berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif

dan preventif.

c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk

mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang

merata dan bermutu.

e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

7

Universitas Indonesia

f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna,

dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang

bertanggungjawab.

2.1.7 Kewenangan

Kementerian Kesehatan mempunyai kewenangan (Kementerian Kesehatan,

2010b) :

a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung

pembangunan secara makro.

b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang

wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan.

c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan.

d. Penetapanpersyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga

profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan.

e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang

meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di

bidang kesehatan.

f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan

atas nama negara di bidang kesehatan.

g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan.

h. Penanggulangan wabah dan bencana berskala nasional.

i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan.

j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan.

k. Penyelesaian perselisihan antar propinsi di bidang kesehatan.

l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka

kematian ibu, bayi, dan anak.

m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.

p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan, penerapan teknologi

kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

8

Universitas Indonesia

q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan

gizi.

r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.

s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan

penanggulangan wabah, penyakit menular, dan kejadian luar biasa.

t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar

sangat esensial (buffer stock nasional).

u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang

berlaku, yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu, serta

pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

2.2.1 Sejarah

Sebelum dibentuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan, pengawasan

peredaran obat dan makanan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan yang terdapat dalam struktur Departemen Kesehatan. Dengan

dikeluarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan

Non Departemen, dibentuklah Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang

bertugas untuk melakukan pengawasan obat dan makanan secara mandiri.

Sementara itu, tanggung jawab mengenai perumusan serta pelaksanaan kebijakan

dan standardisasi teknis di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan

dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan membentuk Direktorat Jenderal

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes).

Sejalan dengan perubahan yang terjadi pada berbagai bidang

pemerintahanmaka Kementerian Kesehatan memperbarui susunan organisasinya

melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1575/Menkes/PER/XI/2005. Dalam peraturan tersebut, Direktorat Jenderal

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan berubah menjadi Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

9

Universitas Indonesia

kefarmasian dan alat kesehatan. Pada tahun 2010, susunan organisasi

Kementerian Kesehatan diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

2.2.2 Visi dan Misi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai visi

“Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemerataan Pelayanan Farmasi dan Alat

Kesehatan Menuju Masyarakat yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” dengan misi

“Menjamin Pelayanan Kefarmasian yang Bermutu”.(Kementerian Kesehatan,

2010b)

2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan Standardisasi teknis di

bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan(Kementerian Kesehatan,

2010b). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan

tugas dan menyelenggarakan fungsi(Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

b. Pelaksanaan kebijakan bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

c. Penyusunan NSPK dibidang pembinaankefarmasian dan alat kesehatan.

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan

kefarmasiandan alat kesehatan.

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

AlatKesehatan.

2.2.4 Tujuan

2.2.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum Ditjen Binfar dan Alkes adalah menjamin ketersediaan,

pemerataan, mutu, keterjangkauan obat, dan perbekalan kesehatan termasuk obat

tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan kosmetika (Kementerian

Kesehatan, 2010b).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

10

Universitas Indonesia

2.2.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari Ditjen Binfar dan Alkes antara lain (Kementerian

Kesehatan, 2010b):

a. Terbinanya penggunaan obat yang rasional.

b. Terbinanya pelayanan farmasi komunitas dan klinik.

c. Tersedianya obat publik.

d. Tersusunnya standar, norma, dan pedoman.

e. Terjaminnya ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat dan

alatkesehatan dengan diterapkannya konsepsi obat esensial nasional serta

meningkatnya mutu, efisiensi, dan efektivitas pelayanan kefarmasian.

2.2.5 Sasaran Kebijakan

2.2.5.1 Sasaran Umum

Sasaran umum Ditjen Binfar dan Alkes adalah semakin baiknya

pembinaan dalam bidang penggunaan obat rasional, pelayanan farmasi komunitas

dan klinik, obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pembinaan produksi dan

distribusi alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b).

2.2.5.2 Sasaran Khusus

Sasaran khusus Ditjen Binfar dan Alkes antara lain (Kementerian

Kesehatan, 2010b) :

a. Ketersediaan obat esensial-generik di sarana pelayanan kesehatan

menjadi95%.

b. Anggaran untuk obat esensial-generik di sektor publik setara dengan dua

dolar Amerika Serikat/kapita/tahun.

2.2.6 Kebijakan

Kebijakan yang dimiliki oleh Ditjen Binfar dan Alkes antara lain

(Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Meningkatkan kualitas sarana pelayanan kefarmasian sampai tingkat desa.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

11

Universitas Indonesia

b. Meningkatkan kualitas sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat

kesehatan.

c. Meningkatkan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di sektor

publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat

dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin.

d. Melaksanakan perizinan dalam rangka perlindungan terhadap penggunaan

obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan,

dan kemanfaatan.

e. Menyelenggarakan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui penerapan

jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker serta pelaksanaan

pendidikan berkelanjutan.

f. Menyelenggarakan pembinaan, advokasi, dan promosi penggunaan obat

rasional.

g. Meningkatkan pelaksanaan harmonisasi standar bidang kefarmasian dan alat

kesehatan dengan standar regional maupun internasional.

2.2.7 Struktur Organisasi

Ditjen Binfar dan Alkes dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direjtur Jenderal

merupakan pelaksana yang bertanggung jawab langsung terhadap Menteri

Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010b). Struktur Ditjen Binfar dan Alkes

terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Sekretariat Direktorat Jenderal

b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 2.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

12

Universitas Indonesia

2.3 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan

2.3.1 Tugas

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

memiliki tugas untuk melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua

unsur di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes (Kementerian Kesehatan, 2010b).

2.3.2 Fungsi

Fungsi Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari (Kementerian

Kesehatan, 2010b):

a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran.

b. Pengelolaan data dan informasi.

c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan

hubungan masyarakat.

d. Pengelolaan urusan keuangan.

e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah

tangga dan perlengkapan.

f. Evaluasi dan penyusunan laporan.

2.3.3 Struktur Organisasi

Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Kementerian Kesehatan,

2010b):

a. Bagian Program dan Informasi.

b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.

c. Bagian Keuangan.

d. Bagian Kepegawaian dan Umum.

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 3.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

13

Universitas Indonesia

2.4 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

2.4.1 Tugas

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan (Kementerian

Kesehatan, 2010b).

2.4.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi

harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan

kesehatan.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis

dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik

dan perbekalan kesehatan.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

2.4.3 Struktur Organisasi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas

(Kementerian Kesehatan, 2010b):

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

14

Universitas Indonesia

a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.

b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 4.

2.5 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

2.5.1 Tugas

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta

pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian

(Kementerian Kesehatan, 2010b).

2.5.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat

rasional.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2.5.3 Struktur Organisasi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas:

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

15

Universitas Indonesia

a. Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian .

b. Subbagian Tata Usaha.

c. Subdirektorat Standardisasi.

d. Subdirektorat Farmasi Komunitas.

e. Subdirektorat Farmasi Klinik.

f. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 5.

2.6 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

2.6.1 Tugas

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan

distribusi alat kesehatan serta perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian

Kesehatan, 2010b).

2.6.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi

dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan

sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

c. Penyusunan NSPK di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi

alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah

tangga.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

16

Universitas Indonesia

2.6.3 Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas

(Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.

b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga.

c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga.

d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 6.

2.7 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

2.7.1 Tugas

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

NSPK, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan

distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2010b).

2.7.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

kefarmasian.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

17

Universitas Indonesia

2.7.3 Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas

(Kementerian Kesehatan, 2010b):

a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan

Sediaan Farmasi Khusus.

d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 7.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

18 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian di bawah Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbentuk berdasar Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1575/Menkes/Per/XI/2005

(Kementerian Kesehatan, 2010; Kementerian Kesehatan, 2005). Dalam peraturan

tersebut diatur tugas, fungsi, visi, misi, tujuan, dan sasaran Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian.

3.1 Tugas dan Fungsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Pelayanan Kefarmasian

menyelengarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasikomunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasiklinik, dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria (NSPK) di

bidangstandardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

rasional.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi,

farmasikomunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

19

Universitas Indonesia

e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakandi

bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

rasional.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

3.2 Sasaran Kebijakan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran

hasil program yang tersusun dalam RENCANA STRATEGI 2010-2014

Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan

yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya

sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin

sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan

dilakukan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatkan

penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk

tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator dari pencapaian sasaran

tersebut meliputi :

a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan

pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 45%.

b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian

sesuai standar sebesar 40%.

c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan sebesar

60%.

3.3 Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di

bawah naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari :

a. Subdirektorat Standardisasi.

b. Subdirektorat Farmasi Komunitas.

c. Subdirektorat Farmasi Klinik.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

20

Universitas Indonesia

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Tiap subdirektorat dan subbagian dipimpin oleh seorang kepala

subdirektorat dan kepala subbagian untuk bagian Tata Usaha. Setiap subdirektorat

memiliki dua seksi, seperti Subdirektorat Standarisasi yang memiliki Seksi

Standarisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standarisasi Penggunaan Obat

Rasional. Kemudian, Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi

Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi

Komunitas. Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki seksi Pelayanan Farmasi

Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik, serta yang terakhir

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional yang terdiri atas Seksi Promosi

Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat

Rasional. Selanjutnya, tiap subdirektorat tersebut membawahi empat staf untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya. Struktur organisasi dapat dilihat pada

Lampiran 5.

3.3.1 Subdirektorat Standarisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor1144/MENKES/PER/VII/2010 pasal 571, Subdirektorat Standardisasi

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, dan penyusunan NSPK dibidang pelayanan kefarmasian dan

penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat

Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI,2010) :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

b. pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian

d. dan penggunaan obat rasional.

e. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang

f. pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

21

Universitas Indonesia

Subdirektorat Standardisasi terdiri atas :

a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian

Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang

pelayanan kefarmasian.

b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di

bidang penggunaan obat rasional.

3.3.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas

Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK

serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidangfarmasi

komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Farmasi

Komunitas menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi

komunitas.

b. Penyiapan bahan NSPK di bidang farmasi komunitas.

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan dibidang

farmasi komunitas.

Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas :

a. Seksi pelayanan Farmasi Komunitas

Seksi pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK

dibidang farmasi komunitas.

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta

penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

22

Universitas Indonesia

3.3.3 Subdirektorat Farmasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta

bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan. Laporan di bidang farmasi klinik.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Farmasi Klinik

menyelenggarakan fungsi (Kementerian KesehatanRI, 2010) :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi

klinik.

b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik.

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik.

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang

farmasi klinik.

Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas :

a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik

Seksi pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK dibidang

farmasi klinik.

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta

penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.

3.3.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK

serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan dibidang farmasi klinik.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

menyelenggarakan fungsi (Kementerian KesehatanRI, 2010) :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan

obat rasional.

b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang penggunaan obat rasional.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

23

Universitas Indonesia

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penggunaan obat rasional.

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang

penggunaan obat rasional.

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas :

a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di

bidang penggunaan obat rasional.

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional tugas

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta

penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional.

3.4 Kegiatan

Penetapan Kinerja di Lingkungan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

3.4.1 Kegiatan Umum Direktorat

a. Rapat konsultasi teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

b. Monitoring Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan.

c. Peningkatan Kapasitas SDM Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

d. Peningkatan Kapasitas Dalam Negeri.

e. Koordinasi kerja lintas sektor dalam rangka sosialisasi NSPK, Program dan

Pendampingan.

3.4.2 Kegiatan Tata Usaha

a. Penyusunan analisis beban kerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

b. Penyusunan laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian 2014.

c. Penyusunan laporan tahunan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 2014.

d. Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-

AP) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

24

Universitas Indonesia

e. Penyusunan program dan rencana kerja Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian 2015.

f. Pemantapan dan konsolidasi penyusunan laporan BMN Pemerintahan

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 2014.

g. Evaluasi pelaksanaan program Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian TA

2014.

h. Administrasi perkantoran.

i. Administrasi kegiatan.

j. Pengadaan Alat pengolahan data Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

tahun 2014.

k. Pengadaan Saran Perkantoran.

3.4.3 Subdirektorat Standarisasi

Subdirektorat Standarisasi memiliki kegiatan sebagai berikut:

a. Revisi Formularium Haji.

b. Review obat dalam FORNAS 2013 dan DOEN 2013.

c. Pencetakan Buku Pedoman dan Standar.

d. Advokasi Implementasi FORNAS kepada stake holder dan Prescriber di

wilayah tengah.

e. Evaluasi implementasi pedoman dan standar di regional tengah.

f. Advokasi implementasi FORNAS kepada stake holder dan Prescriber di

wilayah timur.

g. Evaluasi implementasi pedoman dan standar di regional timur.

h. Evaluasi Implementasi Pedoman Dan Standard Di Regional Timur.

i. Advokasi Implementasi FORNAS Kepada Stake Holder dan

Prescriber di Wilayah Barat.

j. Sosialisasi Formularium Nasional.

k. Pengembangan Koding Sistem Untuk Obat Dalam FORNAS.

l. Evaluasi Implementasi Pedoman Dan Standard Di Regional Barat.

3.4.4 Subdirektorat Farmasi Komunitas

Subdirektorat Farmasi Komunitas memiliki kegiatan sebagai berikut:

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

25

Universitas Indonesia

a. Penggunaan software Pelayanan Informasi Obat berbasis web.

b. Advokasi pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada Mahasiswa Program

Profesi Apoteker.

c. Preliminary Tools Assessment pelayanan kefarmasian di Apotek dalam rangka

penerapan akreditasi.

d. Evaluasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

e. Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan pelayanan kefarmasian.

f. Pembekalan bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas untuk penatalaksanaan

pelayanan rujuk balik untuk penyakit kronik.

g. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan

di provinsi Bali.

h. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan

di provinsi Sulawesi Tengah.

i. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan

di provinsi Sulawesi Barat.

j. Percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan

di provinsi Lampung.

3.4.5 Subdirektorat Famasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki kegiatan sebagai berikut:

a. Revisi pedoman konseling.

b. Pengembangan sistem pelayanan kefarmasian yang berkelanjutan dalam

rangka SJSN.

c. Implementasi Software sistem pelaporan pelayanan kefarmasian secara

elektronik (Dinkes/RS/Puskesmas).

d. Penyusunan Joint Class Mahasiswa Fakultas Farmasi, Kedokteran & Rumah

Sakit.

e. Penyusunan pedoman penatalaksanaan pelayanan kefarmasian dalam rangka

menunjang akreditasi di RS.

f. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam pelayanan kefarmasian sesuai

standar (Regional I).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

26

Universitas Indonesia

g. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam pelayanan kefarmasian sesuai

standar (Regional II).

h. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam pelayanan kefarmasian sesuai

standar (Regional III).

i. Evaluasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

j. Evaluasi Penggunaan Obat di Fasilitas Kesehatan dalam rangka pelaksanaan

JKN.

3.4.6 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional memiliki kegiatan sebagai

berikut:

a. Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Sumatra Utara.

b. Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Riau.

c. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan Penggunaan Obat

Rasional di Provinsi Banten.

d. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan Penggunaan Obat

Rasional di Provinsi Jawa Timur.

e. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan Penggunaan Obat

Rasional di Provinsi Kalimantan Selatan.

f. Workshop Antibiotika Regional 1.

g. Workshop Antibiotika Regional 2.

h. Penyebaran informasi Penggunaan Obat Rasional dan Obat Generik.

i. Rapat Koordinasi pemantauan dan evaluasi Penggunaan Obat Rasional.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

27 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan

salah satu unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi

teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini membawahi empat Direktorat Bina,

yakni Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Pelayanan Kefarmasian, Produksi

dan Distribusi Alat Kesehatan, Produksi dan Distribusi Kefarmasian dan Alat

Kesehatan yang masing-masing direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan

fungsinya.

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan direktorat yang baru

dibentuk sesuai dengan Permenkes No. 1144 tahun 2010. Direktorat ini

merupakan gabungan dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dengan

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,

serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian.

Direktorat ini terbagi menjadi 4 subdirektorat, subbagian tata usaha dan kelompok

jabatan fungsional. Keempat subdirektorat tersebut adalah subdirektorat

standarisasi, subdirektorat farmasi komunitas, subdirektorat farmasi klinik, dan

subdirektorat penggunaan obat rasional.

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian memfokuskan tugas dan

fungsinya pada praktek kefarmasian di komunitas, praktek kefarmasian di klinik,

kebijakan mengenai standarisasi, serta pembinaan dalam penggunaan obat secara

rasional.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

28

Universitas Indonesia

4.1 Subdirektorat Standarisasi

Subdirektorat Standarisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat

rasional. Pada tahun 2014 ini, Subdirektorat Standarisasi memiliki rencana

kegiatan antara lain revisi Formularium Haji, melakukan review obat dalam

FORNAS 2013 dan DOEN 2013, pencetakan buku pedoman dan standar,

sosialisasi Formularium Nasional, evaluasi implementasi pedoman dan standar di

regional barat, dan lainnya.

4.2 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis,

pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang

penggunaan obat rasional. Kegiatan dari subdirektorat ini adalah menggerakkan

penggunaan obat rasional di wilayah Indonesia, memberdayakan masyarakat

dalam rangka peningkatan penggunaan obat rasional di wilayah Indonesia,

mengadakan workshop berskala regional, dan lainnya. Kegiatan ini dilakukan

untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di Indonesia. Pada tahun 2014,

penggerakan penggunaan obat rasional akan dilakukan di Provinsi Sumatra Utara

dan Riau.

4.3 Subdirektorat Farmasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,

prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di

bidang farmasi klinik. Pada subdirektorat ini, salah satu program kerjanya adalam

pembuatan pedoman konseling. Kegiatan subdirektorat ini untuk tahun 2014

antara lain pengembangan sistem pelayanan kefarmasian yang berkelanjutan

dalam rangka SJSN, penyusunan pedoman penatalaksanaan pelayanan kefrmasian

dalam rangka menunjang akreditasi rumah sakit, dan lainnya.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

29

Universitas Indonesia

4.4 Subdirektorat Farmasi Komunitas

Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma,

standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan

laporan di bidang farmasi komunitas. Kegiatan subdirektorat ini, untuk tahun

2014, antara lain pengembangan software Pelayanan Informasi Obat berbasis web,

advokasi pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada mahasiswa program profesi

apoteker, preliminary tools assesment pelayanan kefarmasian di apotek dalam

rangka penerapan akreditasi, evaluasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di

puskesmas, koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan kefarmasian,

pembekalan bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas untuk penatalaksanaan

pelayanan rujuk balik untuk penyakit kronik, serta percepatan peningkatan mutu

pelayanan kefarmasian di Puskesmas perawatan di Provinsi Bali, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Barat, dan Lampung.

4.4.1 Software Pelayanan Informasi Obat

Software Pelayanan Informasi Obat (PIO) 2013 merupakan hasil

pemutakhiran dari Software PIO 2009. Kegiatan pelayanan informasi obat

dilatarbelakangi oleh fakta terdapatnya obat yang beredar dengan lebih dari dua

puluh ribu nama dagang yang menyebabkan ledakan informasi bagi tenaga

kesehatan dan masyarakat serta dapat memberikan informasi yang bias mengenai

suatu obat. Pembuatan software PIO bertujuan untuk mempermudah Apoteker,

Tenaga Teknis Kefarmasian dan Tenaga Kesehatan lain, serta Mahasiswa

program profesi Apoteker, dalam memperoleh informasi mengenai karakteristik

obat dan bentuk sediaannya, antara lain: nama generik, deskripsi, golongan, rumus

bangun, nama dagang, indikasi, perhatian pada penggunaan off-label, dosis, cara

pemakaian, frekuensi dan lama pemberian, farmakologi, stabilitas dan

penyimpanan, kontraindikasi, peringatan dan atau perhatian, reaksi obat yang

tidak dikehendaki (ROTD), interaksi obat dengan obat lain, interaksi obat dengan

makanan, monitoring pasien, bentuk dan kekuatan sediaan.

Pembuatan software PIO diharapkan dapat menjadi sarana untuk

memperoleh informasi obat yang dibutuhkan dengan cepat dan akurat, mendorong

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

30

Universitas Indonesia

penggunaan obat yang rasional, meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

serta dapat melengkapi Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium

Nasional dalam rangka mendukung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Software

yang sedang dikembangkan ini mencantumkan 297 item/obat dengan 16 kategori

informasi, yang dijelaskan dengan lengkap dan rinci.

Informasi dalam bentuk software ini seharusnya akan sangat memudahkan

pengguna untuk mengakses dan mendapatkan informasi mengenai obat tersebut.

Namun pada pelaksanaannya ditemukan beberapa kekurangan, misalnya awalnya

diperkirakan software PIO hanya dapat di-install langsung pada komputer yang

menggunakan operating system windows XP, tidak dapat digunakan langsung

pada komputer dengan operating system terbaru seperti windows vista, windows 7

dan windows 8. Padahal sebenarnya software PIO tersebut dapat digunakan pada

komputer dengan operating system terbaru dengan cara melakukan klik kanan

mouse pada program lalu pilih “run as administrator”. Petunjuk peng-install-an

tersebut sebenarnya sudah ada pada kemasan wadah (softcover) CD PIO di bagian

belakang sebelah atas, hanya saja tulisan petunjuk tersebut berisi sangat kecil dan

berisiko luput dari penglihatan mata, sehingga hal ini dapat mempersulit pengguna

software PIO dan mengurangi pemanfaatan software PIO karena dianggap CD

PIO tersebut rusak dan tidak dapat digunakan. Selain itu, seringkali program

mengalami gangguan (error), sehingga seluruh kata yang dicari tidak muncul.

Pada saat gangguan, pengguna harus me-reinstall program, setelah itu program

dapat digunakan kembali.

Kekurangan lainnya yaitu pencarian kata kunci dalam software yang

seharusnya memudahkan pengguna, justru mempersulit pencarian. Hal tersebut

disebabkan karena tidak semua item tercantum dalam Bahasa Indonesia, beberapa

item tercantum dalam bahasa asing. Sehingga ketika memasukkan kata kunci

dalam bahasa Indonesia, hasil tidak ditemukan.

Program Pelayanan Informasi Obat sudah didistribusikan oleh

Subdirektorat Farmasi Komunitas ke Dinas Kesehatan Provinsi. Namun,

pendistribusian selanjutnya ke daerah kabupaten/kota oleh Dinkes Provinsi tidak

dikontrol secara langsung oleh Subdirektorat Farmasi Komunitas. Dari laporan

tahunan dan laporan akuntabilitas kinerja direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

31

Universitas Indonesia

juga tidak dijelaskan bagaimana evaluasi pemanfaatan PIO di daerah-daerah,

sehingga tidak diketahui bagaimana kebermanfaatan PIO terhadap peningkatan

pelayanan kefarmasian di lapangan dan tidak ada umpan balik dan follow up dari

Subdirektorat Farmasi Komunitas mengenai penggunaan PIO di lapangan.

Dari pemaparan masalah di atas, ada beberapa saran yang mungkin dapat

membantu menyelesaikan masalah. Sebaiknya, seluruh item yang terdaftar ditulis

dalam ejaan Bahasa Indonesia. Akan lebih baik apabila item tersebut tercantum

dalam dua bahasa, yaitu ejaan Bahasa Indonesia dan istilah internasional.

Informasi dalam software harus selalu diupdate secara berkala untuk menjamin

bahwa informasi yang didapat selalu baru (up to date). Dari segi isi program PIO,

sebaiknya ditambahkan kategori mengenai data toksisitas dan cara penanganannya.

PIO sebaiknya tidak hanya diakses dalam bentuk compact disc. Namun,

juga dapat diakses melalui internet dalam bentuk website PIO atau aplikasi PIO

yang bisa diunduh. Bila perlu, terdapat dalam bentuk buku untuk memudahkan

pengguna PIO di daerah yang tidak terjangkau internet atau tidak memiliki

fasilitas mengakses program ini. Supaya informasi dapat dimengerti oleh

masyarakat awam, sebaiknya dibuat dua versi untuk praktisi dan masyarakat

awam. Bagi masyarakat awam bahasa yang digunakan harusnya adalah bahasa

yang informatif dan jelas.

Dalam hal pendistribusian software PIO sebaiknya dipastikan bahwa

setiap dinas kesehatan se-Indonesia menerima CD PIO dengan jumlah yang sesuai

dan kemudian disalurkan merata ke Rumah Sakit dan Puskesmas. Sehingga setiap

praktisi kesehatan baik di RS dan Puskesmas pemerintah dapat memanfaatkan

program ini. Selain itu sebaiknya dibuat program PIO yang bisa digunakan di

smartphone seperti pada aplikasi micromedex ataupun medscape. Kemudian

setiap tahunnya dilakukan evaluasi dan timbal balik dari pengguna PIO untuk

bahan revisi PIO berikutnya. Sehingga program ini dapat dirasakan

kebermanfaatannya dalam jangka panjang.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

32 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Salah satu program kerja dari Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

yang perlu ditingkatkan adalah pengembangan software Pelayanan Informasi Obat

(PIO) berbasis web. Adapun permasalahan-permasalahan yang perlu diselesaikan

terkait PIO antara lain: kata kunci dengan penggunaan bahasa yang beragam

sehingga menyulitkan pencarian, software yang sering mengalami gangguan dan

masih menggunakan sistem operasi windows lama, serta belum ada pelaporan

mengenai distribusi dan evaluasi penggunaan PIO oleh praktisi di lapangan.

5.2 Saran

Untuk mengatasi masalah terkait pengembangan software pelayanan

Informasi Obat (PIO) berbasis web, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

disarankan untuk melakukan hal-hal berikut, antara lain: kata kunci obat ditulis

seluruhnya dalam bahasa indonesia atau ditulis dalam dua bahasa yakni indonesia

dan inggris. Kemudian, informasi pada PIO harus diperbaharui secara berkala

agar relevan dengan kondisi di lapangan. Selain itu PIO sebaiknya dapat diakses

melalui website, telepon gengam atau dapat diunduh dari internet sehingga lebih

mudah diakses. Selain itu bila ingin dibaca oleh masyarakat awam sebaiknya PIO

menggunakan dua versi yakni untuk praktisi dan masyarakat awam. Terakhir

perlu dipastikan bahwa distribusi software PIO harus merata ke seluruh dinas

kesehatan, RS dan Puskesmas di Indonesia dan diminta timbal balik serta

masukan dari praktisi pengguna PIO sebagai bahan evaluasi PIO.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

33 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Kementerian Kesehatan. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan

organisasi kementerian negara

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

LAMPIRAN

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lam

pir

an

1. S

truktu

r O

rgan

isas

i K

emen

teri

an K

eseh

atan

Rep

ubli

k I

ndones

ia

34

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN

DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN

PERBEKALAN KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PELAYANAN

KEFARMASIAN

DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN

DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN

DISTRIBUSI KEFARMASIAN

SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

35

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

SEKRETARIS DITJEN BINFAR & ALKES

KABAG PROGRAM DAN

INFORMASI

KASUBBAG PROGRAM

KASUBBAG DATIN

KASUBBAG EVAPOR

KABAG KEPEGAWAIAN

DAN UMUM

KASUBBAG KEPEGAWAIAN

KASUBBAG TU & GAJI

KASUBBAG RT

KABAG HUKUM, ORGANISASI, DAN

HUMAS

KASUBBAG HUKUM

KASUBBAG ORGANISASI

KASUBBAG HUMAS

KABAG KEUANGAN

KASUBBAG VER. & AKUN

KASUBBAG ANGGARAN

KASUBBAG PERBENDAHARAAN

36

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

DIREKTUR BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

SUBDIT PENYEDIAAN

SEKSI PERENCANAAN

SEKSI PEMANTAUAN

KETERSEDIAAN OBAT

SUBDIT PENGELOLAAN

SEKSI STANDARISASI PENGELOLAAN

OBAT

SEKSI BIMBINGAN PENGENDALIAN

OBAT PUBLIK

SUBDIT PEMANTAUAN DAN EVALUASI

PROGRAM

SEKSI PEMANATAUAN PROGRAM OBAT

PUBLIK

SEKSI EVALUASI PROGRAM OBAT

PUBLIK

SUBDIT ANALISIS DAN

STANDARISASI HARGA OBAT

SEKSI ANALISIS HARGA OBAT

SEKSI STANDARISASI HARGA OBAT

SUBBAGIAN TATA USAHA

37

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

38

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 6. Struktur Organisasi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

SUBDIT PENILAIAN ALAT KESEHATAN

SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK

SEKSI ALKES NONELEKTROMEDIK

SUBDIT PENIALAIAN PRODUK DR & PKRT

SEKSI PRODUK DR

SEKSI PRODUK PKRT

SUBDIT INSPEKSI ALKES & PKRT

SEKSI INPEKSI PRODUK

SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI

DAN DISTRIBUSI

SUBDIT STANDARISASI &

SERTIFIKASI

SEKSI STANDARISASI PRODUK

SEKSI STANDARISASI & SERTIFIKASI PRODUKSI & DISTRIBUSI

SUBBBAGIAN TATA USAHA

39

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN

SUBDIT PRODIS OBAT & OBAT TRADISIONAL

SEKSI STANDARISASI

PRODIS

SEKSI PERIZINAN SARANA PRODIS

SUBDIT PRODIS KOSMETIK & MAKANAN

SEKSI STANDARISASI

PRODIS KOSMETIK & MAKANAN

SEKSI PERIZINAN SARANA PRODUKSI

KOSMETIK

SUBDIT PRODIS NARKOTIKA

SEKSI NARKOTIKA,

PSIKOTROPIKA

SEKSI SEDIAAN FARMASI KHUSUS

SUBDIT KEMANDIRIAN

OBAT & BBO

SEKSI ANALISIS OBAT & BBO

SEKSI KERJASAMA

SUBBAGIAN TATA USAHA

4

0

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

HALAMAN SAMPU L

UNIVERSITAS INDONESIA

PELAYANAN INFORMASI OBAT

(FINASTERID DAN DIETILKARBAMAZIN)

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

TIKA NURHASANAH

1306344305

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

FEBRUARI 2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

ii

HALAMAN JUDU L

UNIVERSITAS INDONESIA

PELAYANAN INFORMASI OBAT

(FINASTERID DAN DIETILKARBAMAZIN)

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

TIKA NURHASANAH

1306344305

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

FEBRUARI 2014

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... 1 HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 2.1 Definisi Pelayanan Informasi Obat .............................................................. 3 2.2 Tujuan Pelayanan Informasi Obat ................................................................ 3 2.3 Sasaran Informasi Obat ................................................................................ 3 2.4 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat............................................................. 3 2.5 Langkah-Langkah Sistematis Pemberian Informasi Obat............................ 4 2.6 Sumber Informasi Obat ................................................................................ 5 2.7 Dokumentasi ................................................................................................ 7 2.8 Evaluasi kegiatan ......................................................................................... 8

BAB 3 METODE PENULISAN ........................................................................... 9 3.1 Waktu Penulisan........................................................................................... 9 3.2 Metode Penulisan ......................................................................................... 9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 10 4.1 Hasil ................................................................................................................ 10 4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 14

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 16 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 16

5.2 Saran ................................................................................................................ 16

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 17

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

iv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Struktur Kimia Finasterid ............................................................. 10

Gambar 4. 2 Sturuktur Kimia Dietilkarbamazin ................................................. 12

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

v Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Sumber Informasi Obat (Teks dan Referensi) ....................................... 6

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

vi Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Obat dalam FORNAS yang tidak tercantum dalam

software PIO 2013 ........................................................................... 19

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bagian dari pekerjaan kefarmasian menurut PP No. 51 tahun

2009 adalah Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Presiden Republik Indonesia,

2009). PIO menjadi sangat penting karena saat ini terdapat lebih dari dua puluh

ribu nama dagang obat yang beredar yang menyebabkan ledakan informasi bagi

tenaga kesehatan dan masyarakat. Saat ini sangat jarang terdapat sumber-sumber

informasi yang netral dan mampu memberikan informasi dengan lengkap dan

akurat mengenai suatu obat. Sering kali penguna atau konsumen informasi justru

memperoleh informasi obat dari perusahan farmasi yang berorientasi pada produk

dan kurang obyektif.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah

Sakit menyebutkan bahwa Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan

pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara

akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan

lainnya dan pasien.. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:

cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas

serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dengan

pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat ini, pada akhirnya diharapkan akan

mendukung upaya penggunaan obat yang rasional di rumah sakit dan apotek.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan juga turut serta

menyukseskan program Pelayanan Informasi Obat melalui program kerja

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Program kerja ini dilaksanakan oleh

Subdit Farmasi Komunitas dalam bentuk pembuatan software Pelayanan

Informasi Obat (PIO) dalam bentuk compact disc (CD).

Dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dilaksanakan mulai Januari 2014,

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

2

Universitas Indonesia

maka isi software PIO 2013 harus disesuaikan dengan Formularium Nasional

(FORNAS). Saat ini masih terdapat 259 item obat (Lampiran 1) dalam

Formularium Nasional yang tidak tercantum di dalam software PIO 2013,

diantaranya adalah Finasterid dan Dietilkarbamazin. Oleh karena itu, diperlukan

peran Apoteker dalam menyusun materi informasi obat yang bersifat obyektif,

ilmiah dan terpecaya. Melalui penulis ingin memaparkan informasi dua obat

tersebut sehingga diharapkan informasi yang dipaparkan dapat dimanfaatkan

dalam pemutakhiran software PIO selanjutnya.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan tugas khusus ini adalah memberikan informasi dua obat

yaitu Finasterid dan Dietilkarbamazin berdasarkan literatur ilmiah terbaru.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pelayanan Informasi Obat

Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004

Pemberian Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan

oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini

kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

2.2 Tujuan Pelayanan Informasi Obat

Adapun tujuan pelayanan informasi obat yakni :

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di

lingkungan rumah sakit.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang

berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/ Komite Farmasi dan Terapi.

c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.

d. Menunjang terapi obat yang rasional (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2006).

2.3 Sasaran Informasi Obat

Pihak yang menjadi sasaran dari pelayanan informasi obat, antara lain:

a. Pasien atau keluarga pasien.

b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten

apoteker, dan lain-lain.

c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

2.4 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang

bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan

informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

4

Universitas Indonesia

melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin,

brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker

pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas

pertanyaan yang diterima.

Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan

kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat

disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat

melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi

dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan

penelusuran literatur serta evaluai secara seksama (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2006).

2.5 Langkah-Langkah Sistematis Pemberian Informasi Obat

Adapun langkah-langkah dalam pemberian informasi obat yakni:

a. Penerimaan permintaan informasi obat: Mencatat data permintaan informasi

dan mengkategorikan permasalahan: aspek farmasetik (identifikasi obat,

perhitungan farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat, harga

obat, efek samping obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik,

farmakodinamik, aspek farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.

b. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan: menanyakan lebih

dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan

mencari informasi sebelumnya.

c. Penelusuran sumber data: rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu

rujukan primer.

d. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan: jawaban jelas, lengkap dan

benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak boleh

memasukkan pendapat pribadi.

e. Pemantauan dan tindak lanjut: menanyakan kembali kepada penanya manfaat

informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

5

Universitas Indonesia

2.6 Sumber Informasi Obat

2.6.1 Sumber daya, meliputi:

1. Tenaga kesehatan: dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan

lain.

2. Pustaka: terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan

Farmakope.

3. Sarana: fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.

4. Prasarana: industri farmasi, Badan POM, pusat informasi obat, pendidikan

tinggi farmasi, organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain)

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006)..

2.6.2 Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga)

kategori:

1. Pustaka primer

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi

yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam

jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer: laporan hasil penelitian, laporan

kasus, studi evaluatif, dan laporan deskriptif.

2. Pustaka sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari

berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat

membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber

informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base,

contoh: MedLine yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat,

International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian

kefarmasian.

3. Pustaka tersier

Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan

pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang

berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami. Menurut undang-

undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan

bahwa Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

6

Universitas Indonesia

petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang

berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam

melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud

dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan

persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006)..

Tabel 2. 1 Sumber Informasi Obat (Teks dan Referensi)

Kategori Pilihan Acuan Pustaka

Obat pada

wanita hamil

dan menyusui

Meyler’s Side Effects of Drugs; Briggs Freeman and Yaffe:

Drugs in Pregnancy and Lactation; AHFS Drug

Information; Martindale’s: The Extra pharmacopeia;

ADEC: Medicines in Pregnancy; Royal Women’s Hospital,

Melbourne: Guide on Drug in Lactation; MEDLINE; IDIS;

Micromedex (drugdex, repotext, poisindex); Specialist drug

information center.

Dosis Obat

Martindale’s: The Extra Pharmacopeian; AHFS Drug

Information; Micromedex (drugdex); Manufacturer; IDIS;

MEDLINE; Pediatric Dosage Handbook: Teketoma; Geriatric

Dosage Handbook for oncology.

Interaksi Obat

Haten and Horn: Drug Interactions; Tatro: Drug Interactions

Facts; Stockley: Drug Interactions; AHFS Drug Information;

Martindale’s: The Extra Pharmacopeia; Meyler’s Side Effects

of Drugs; IDIS MEDLINE; Inpharma/ Reactions;

Micromedex (drugdex); Manufacturer.

Stabilitas Obat

Martindale’s: The Extra Pharmacopeia; Merck Index; Trissel:

Handbook of Injectable Drugs; AHFS Drug Information;

Pharmacopeian (BP, BPC, USPO); IDIS; MEDLINE; School

of Pharmaceutical Chemistry.

Terapi Obat

Kode Kimble: Applied Therapeutics; AHFS Drug

Information; Victorian Drug Usage Advisory; Committee

Guidelines; Micromedex; IDIS; MEDLINE; Appropriate

specialist texts; Consult with medical consultant or relevan

expert.

Identifikasi

Obat

MIMS annual; Martindeles’s: The Extra Pharmacopeia;

Merck Index; Micromedex (drugdex, poisindex); National

Register of Therapeutic Goods (Commonwealth Department

of Health and Family Service); Manufacturer; Index

Nominum, Foreign Country Drug; Compendiums; IDIS- cross

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

7

Universitas Indonesia

reference index.

Farmakokinetik

Ritschel: Handbook of Basic Pharmacokinetics; Goodman

and Gilman: Pharmacological Basis of Therapeutics; AHFS

Drug Information; Evans, Schentag, Jusko: Applied

Pharmacokinetics; Winter: Basic Clinical Pharmacokinetics;

Micromedex; IDIS; MEDLINE.

Farmakologi

Goodman and Gilman: Pharmacological Basis of

Therapeutics; Kode Kimble: Applied Therapeutics; Harrison:

Principles of Internal Medicine; The Merck Manual; IDIS;

MEDLINE; Facts and comparisons; Micromedex.

Pediatrik Martindale’s: The Extra Pharmacopoiea; Royal Childrenis

Hospital, Melbourne; Pharmacopoiea; Micromedex; AHFS

Drug Information; Pediatric Formulary: Guy’s/ Australia.

Dosis Obat Pada

Gagal Ginjal

AHFS Drug Information; Micromedex; Martindele’s: The

Extra Pharmacopoiea; Brater: Drug Use in Renal Disease;

IDIS; MEDLINE.

Dosis Obat Pada

Kerusakan Hati

AHFS Drug Information; Martindale’s: The Extra

Pharmacopoiea; Goodman and Gilman: Pharmacological

Basis of Therapeutics; Micromedex; IDIS; MEDLINE.

Administrasi

Obat

Martindale’s: The Extra Pharmacopoiea; Micromedex; AHFS

Drug Information; APP Guide or MIMS annual and updates;

IDIS; MEDLINE; Trissel: Handbook of Injectable Drugs.

Formulasi Obat

Martindale’s: The Extra Pharmacopoiea; Nation Poisons

Register; Britsh National Formulary; Manufacturer.

Informasi

Umum Obat

Baru

Micromedex; IDIS; MEDLINE; Martindale’s: The Extra

Pharmacopoiea; Manufacturer; Commonwealth Department

of Health and Family Services; SAS Register.

[Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006]

2.7 Dokumentasi

Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka

kegiatan tersebut harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah:

a. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam

menjawab pertanyaan dengan lengkap.

b. Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa

c. Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.

d. Media pelatihan tenaga farmasi

e. Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

8

Universitas Indonesia

f. Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi

obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006)..

2.8 Evaluasi kegiatan

Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan

pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan

tingkatkeberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat.

Dalam mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat,

indikator yang dapat digunakan antara lain:

a. Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.

b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.

c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.

d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin, ceramah).

e. Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.

f. Menurunnya keluhan atas pelayanan (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2006).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

9 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Waktu Penulisan

Penulisan dilakukan pada tanggal 17-28 April 2014.

3.2 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur.

Referensi yang digunakan antara lain situs resmi, jurnal, buku teks, dan referensi

ilmiah lainnya dari media cetak maupun elektronik mulai dari tahun 2006 hingga

2014.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

10 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Finasterid

4.1.1.1 Nama dan Struktur Kimia

Nama lain Finasterid adalah N-tert-Butyl-3oxo-4-aza-5 α-androst-1-ene-

17β-carboxamide. Rumus molekulnya yakni C23H36N2O2 dengan berat molekul

sebesar 372,5 (Martindale, 2009a).

[Sumber: Matindale 36th ed., p 2188]

Gambar 4. 1 Struktur Kimia Finasterid

4.1.1.2 Sifat Fisikokimia

Finasterid merupakan serbuk putih atau serbuk kristal hampir putih.

Memiliki polimorfisme. Praktis tidak larut di dalam air. Mudah larut dalam

alkohol dan diklorometan (Martindale, 2009)..

4.1.1.3 Indikasi dan Golongan

Finasterid digunakan untuk mengobati Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

dan alopecia pada pria. Selain itu terdapat penggunaan secara offlabel untuk

mengobati Benign Prostatic Hyperplasia-Hematuria, profilaksis karcinoma

prostat, dan hirsutism. Finasterid termasuk dalam golongan: 5 Alpha-reductase

inhibitor, agen alopecia, agen benign prostat hipertrofi (Apha, 2008).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

11

Universitas Indonesia

4.1.1.4 Dosis, Cara Pemakaian, Frekuensi dan Lama Pemberian

Dosis Finasterid pada penderita BPH dewasa yakni 5 mg secara oral

sehari sekali dapat diberikan sendiri atau dengan doxazosin. Sedangkan untuk

alopecia pada pria sebanyak 1 mg secara oral sekali sehari, dengan atau tanpa

makanan. Pada penggunaan umum digunakan selama 3 bulan atau lebih hingga

efek terlihat dan efek akan hilang 12 bulan setelah terapi dihentikan (Apha, 2008

& Micromedex).

4.1.1.5 Mekanisme Kerja dan Profil Farmakokinetika

Finasterid adalah azasteroid sintetik yang menghambat 5 α-reduktase,

enzim yang bertanggung jawab pada pengubahan testosteron menjadi bentuk yang

lebih aktif dihidrotestosteron sehingga memiliki efek anti-androgenik dan

memperkecil ukuran prostat sehingga digunakan untuk mengatasi Benign Prostat

Hiperplasia (BPH) yakni pembesaran prostat pada pria yang menyebabkan

kesulitan dalam berkemih. T maks melalui oral yakni 1,3-1,8 jam. Bioavabilitas

tablet 1 mg dan 5 mg berturut-turut 65% dan 63%. Metabolismenya melalui hati

dengan jalur enzim CYP3A4. Ikatan dengan protein sebesar 90%. Ekskresi di

ginjal sebesar 39%, dengan waktu paru 4,5 jam ( pada 19-42 tahun) hingga 8,2

jam (pria umur 70 tahun lebih) (Apha, 2008).

4.1.1.6 Efek Samping dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

Efek samping yang umum yakni, ejakulasi abnormal (1,2-7,2 %), nyeri

pada payudara (0,4-0,7%), dan penurunan libido (1,8-10%). Efek samping yang

serius yakni neoplasm pada payudara pria, kanker prostat (resiko tinggi 1,8%)

(Apha, 2008 & Micromedex).

4.1.1.7 Kontraindikasi, Peringatan, dan Monitoring Pasien

Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitivitas pada Finasterid atau

komponen lain pada produk, wanita yang akan atau sedang hamil, dan tidak

digunakan pada anak-anak. Monitoring pada parameter penurunan benign prostat

hiperplasia, termasuk peningkatan aliran urin, penurunan simptom urgensi, dan

penurunan kesulitan berkemih (Apha, 2008).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

12

Universitas Indonesia

4.1.1.8 Sediaan dan Nama Dagang di Indonesia

Sediaan yang mengandung Finasterid di Indonesia antara lain: Alopros,

Finpro, Finaxal, Prosh, Prostacom, Reprosid, dan Reprostom. Bentuk Sediaan

tablet 5 mg (IAI, 2012).

4.2.1 Dietilkarbamazin

4.2.1.1 Nama dan Struktur Kimia

Nama lain dari dietilkarbamazin adalah NN-Diethyl-4methylpiperazine-1-

carboxamide dihydrogen citrate. Rumus molekulnya yakni C10H21N3O.C6H8O

dengan berat molekul sebesar 391,4 (Martindale, 2009b).

[Sumber: Matindale 36th ed., p 143]

Gambar 4. 2 Sturuktur Kimia Dietilkarbamazin

4.2.1.2 Sifat Fisikokimia

Dietilkarbamazin adalah serbuk putih atau hampir putih. Sangat larut

dalam air, larut dalam alkohol, praktis tidak larut pada aseton (Martindale,

2009b).

4.1.2.3 Indikasi

Sebagai antihelmintik, lymphatic filariasis, loiasis (karena cacing Loa loa),

dan toxocariasis. Dietilkarbamazin digunakan untuk melawan cacing dewasa dari

W. bancrofti, B. malayi, B. timori and Loa loa tapi hanya bisa melawan

mikrofilaria dari O. Volvulus (Apha, 2008).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

13

Universitas Indonesia

4.1.2.4 Dosis, Cara Pemakaian, Frekuensi dan Lama Pemberian

Dosis dietilkarbamazin pada penderita Lymphatic filariasis, dewasa yakni

6 mg/kg per hari dalam 3 dosis terbagi untuk 3 minggu. Dosis awal yakni 1 mg/kg

perhari dan ditingkatkan menjadi 6mg/kg selama 3 hari untuk menurunkan angka

kejadian dan keparahan reaksi hipersensitivitas karena penghancuran

mikrofilaria.

Hari ke-1 yakni 50 mg setelah makan, Hari ke-2 yakni 50 mg tiga kali

sehari, Hari ke-3 yakni 100 mg tiga kali sehari, dan Hari ke-4 hingga 14 adalah 6

mg/kg dalam 3 dosis terbagi. Sedangkan dosis untuk anak-anak, hari ke-1 adalah

1 mg/kg setelah makan, Hari ke-2 yakni 1 mg/kg tiga kali sehari, Hari ke-3

adalah 1-2 mg/kg tiga kali sehari, dan hari ke-4 hingga 14 sebesar 6 mg/kg dalam

3 dosis terbagi.

Dosis untuk loiasis adalah 6 mg/kg perhari dalam 3 dosis terbagi

diberikan selama 2 hingga 4 minggu. Sedangkan, profilaksis loiasis diberikan

dosis 300 mg per minggu. Toxocariasis yakni 9 mg/kg perhari dalam 3 dosis

terbagi selama 21 hari (Apha, 2008 & Micromedex).

4.1.2.5 Mekanisme Kerja dan Profil Farmakokinetika

Dietilkarbamazin bekerja sebagai agen mikrofilarisidal dan

makrofilarisidal. Absorbsinya cepat dan terdistribusi ke seluruh kompartemen

kecuali jaringan lemak. Waktu paruh yakni 8 jam, tmax sebesar 1-2 jam. Memiliki

metabolit aktif yakni diethylcarbamazine N-oxide, dieksresi di urin dan feses

(5%) (Apha, 2008 & Micromedex).

4.1.2.6 Efek Samping dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

Efek samping yang umum terjadi adalah nausea, muntah, sakit kepala, dan

kehilangan kesadaran. Sedangkan efek samping serius adalah reaksi

hipersensitivitas (sering terjadi) dan encephalitis pada pasien loiasis (Apha, 2008).

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

14

Universitas Indonesia

4.1.2.7 Kontraindikasi, Peringatan, dan Monitoring Pasien

Dietilkarbamazin dikontraindikasi untuk bayi, ibu hamil, menyusui,

geriatri, dan pasien dengan kondisi badan lemah terutama dengan gangguan

jantung dan ginjal. Perlu monitoring pada reaksi hipersensitivitas karena sering

terjadi dan kemungkinan parah. Pada pasien loiasis kemungkinan dapat terjadi

encephalopathy bila timbul tanda awal penggunaan dietilkarbamazin harus segera

dihentikan(Apha, 2008).

4.1.2.8 Sediaan dan Nama Dagang di Indonesia

Dietilkarbamazin hanya memiliki satu bentuk sediaan dan diproduksi

dengan nama generik yakni Dietilkarbamazin, tablet 6 mg. Hal ini dikarenakan

penggunaannya hanya sewaktu-waktu ketika terjadi wabah (IAI, 2012).

4.2 Pembahasan

Dalam memberikan informasi obat mengenai finesterid dan

dietilkarbamazin terdapat hal-hal penting yang tidak boleh terlewatkan. Pada

pemberian PIO obat finasterid apoteker harus menjelaskan indikasi sesuai dengan

dosis yang diresepkan, karena finasterid memiliki dua dosis yang berbeda

dengan indikasi yang berbeda pula. Misalnya, finasterid 1 mg sehari sekali

ditujukan untuk mengatasi alopecia (kebotakan) pada pria, umumnya obat ini

dikombinasikan dengan sediaan topikal minoksidil yang diaplikasikan ke kulit

kepala.

Finasterid 5 mg diindikasikan untuk mengobati Benign Prostat

Hiperplasia (BPH), untuk indikasi BPH biasanya finasterid dikombinasikan

dengan tamsulosin 0,2 mg atau doxazosin atau terazosin. Selain itu harus

dijelaskan bahwa efek samping drai penggunaan finasterid adalah penurunan

libido (10%) dan ejakulasi abnormal (7,2%). Perlu diperhatikan bahwa saat

meracik finasterid atau dalam penyimpanannya harus dijauhkan dari wanita yang

ingin atau sedang hamil serta anak-anak, karena finasterid mempengaruhi

regulasi hormon testosteron. Waktu penggunaan finasterid yang terbaik adalah

pada pagi hari karena pada waktu tersebut hormon dalam kadar yang tinggi.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

15

Universitas Indonesia

Dalam hal efektivitas dalam menghilangkan sindrom kesulitan berkemih

finasterid lebih efektif dibandingkan tamsulosin namun, tidak lebih efektif

dibandingkan doxazosin atau terazosin. Drug Related Problems (DRP) pada

penggunaan finasterid jarang terjadi. Dibandingkan dengan tamsulosin dan

doxazosin resiko terjadinya asthenia, pusing, hipotensi postural lebih rendah pada

penggunaan finasterid (Tacklind et al, 2010).

Pada pemberian PIO pada obat dietilkarbamazin hidroklorida terdapat hal-

hal penting yang harus diperhatikan. Apoteker harus meningkatkan kepatuhan

pasien karena obat ini harus digunakan hingga 14 hari dan tidak boleh putus obat,

dengan dosis yang berbeda pada awal penggunaan. Hal ini dikarenakan pada saat

awal pengobatan dietilkarbamazin hanya membunuh larva cacing, dibutuhkan

waktu yang lebih lama untuk membunuh cacing dewasa. Maka dari itu penting

bagi pasien untuk terus mengkonsumsi obat agar tujuan terapi terwujud. Selai itu,

Apoteker harus memperhatikan kondisi ginjal pasien karena dietilkarbamazin

memiliki metabolit aktif yang dieksresikan di ginjal. Maka dari itu, obat ini tidak

boleh diberikan pada bayi, ibu hamil, dan pasien geriatri. Penggunaan

dietilkarbamazin sering menimbulkan reaksi alergi sehingga pasien perlu diawasi

dalam awal penggunaan.

Seiring dengan berkembangnya dunia farmasi dan kedokteran, Apoteker

harus selalui memperbaharui pengetahuannya terkait penggunaan obat baik

indikasi sesuai label atau yang tidak terdapat pada label. Selain itu juga harus

mengikuti informasi mengenai efektivitas obat dan drug related problems demi

pengobatan yang lebih rasional dan menjaga keamanan pasien.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

16 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Finasterid berfungsi untuk mengobati Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

dan alopecia pada pria, dengan nama dangang antara lain: Alopros, Finpor,

Proscar, Prostacom, Prostide, dan Reprostom dalam bentuk tablet 5 mg.

Sedangkan Dietilkarbamazin hanya diproduksi dengan satu nama generik yakni

Dietilkarbamazin 6 mg karena penggunaanya hanya pada saat terjadi wabah.

5.2 Saran

Perlunya selalu memperbaharui informasi terkait obat karena dunia

farmasi dan kedokteran yang terus berkembang khusunya terkait indikasi,

efektivitas obat, dan drug related problems untuk terciptanya pengobatan yang

rasional dan menjaga keamanan pasien.

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

17 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

American Pharmacist Asociation (Apha). (2008). Drug Information handbook. Ed

ke-17.

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). (2012). Informasi Spesialite Obat (ISO)

Indonesia. Volume 47. ISFI Penerbitan: Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Konseling

Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Martindale. (2009a). Martindale: The Complete Drug Reference. Ed ke-36. USA:

Pharmaceutical Press, hal 2188.

Martindale. (2009b). Martindale: The Complete Drug Reference. Ed ke-36. USA:

Pharmaceutical Press, hal 143.

Micromedex. (2014). Truven Health Analytics: Micromedex. USA Presiden

Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Tacklind J, Fink HA, MacDonald R, Rutks I, Wilt TJ. Finasterid e for benign

prostatic hyperplasia. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010,

Issue 10. Art. No.: CD006015. DOI: 10.1002/14651858.CD006015.pub3

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

LAMPIRAN

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

19 Universitas Indonesia

Lampiran 1 Daftar Obat dalam FORNAS yang tidak tercantum dalam software

PIO 2013

No. Nama Item

153-Sm-EDTMP

(ethylenediamine

tetramethylene phosphonic

acid)

2 air untuk injeksi

3 air untuk irigasi

4 akarbose

5 albendazol

6 albumin serum normal (human

albumin)

7 alteplase

8 amidotrizoat

9 anastrozol

10 antihemoroid: bismut subgalat

+ heksaklorofen + lidokain +

seng oksida (suppositoria)

11 articulating paper

12 asam folat

13 asam ibandronat

14 asam pipemidat

15 asam ursodeoksikolat

16 asam zoledronat

17 asiklovir

18 asparginase

19 atapulgit

20 bahan tumpatan sementara

21 barium sulfat

22 bedak salisil

23 benzatin penisilin

24 beractant

25 beraprost sodium

26 bevasizumab

27 bikalutamid

28 budesonid-formoterol (fixed

combination)

29 busulfan

30 coal tar

31 dabigatran eteksilat

32 deferasiroks

33 deferipron

34 desogestrel

35 desoksimetason

36 dialisa peritonial: larutan

intraperitonial

37 dietil karbamazin

38 diflukortolon valerat

39 dinatrium edetat

40 dinatrium klodronat

41 DMSA (dimercapto succinic

acid )

42 doksazosin mesilat

43 doksisildin

44 dopamin

45 dosetaksel

46 DTPA (diethylene triamine

pentaacetic acid )

47 dutasterid

48 eksemestan

49 enoksaparin sodium

50 epirubisin

51 eritropoetin-alfa

52 eritropoetin-beta

53 estrogen terkonjugasi

54 etil klorida

55 etonogestrel

56 eugenol

57 everolimus

58 faktor IX kompleks

59 faktor koagulasi II 14-35 UI,

faktor koagulasi VII 7-20 UI,

faktor koagulasi IX 25 UI,

faktor koagulasi X 14-35 UI

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

20

Universitas Indonesia

60 faktor VIIa (konsentrat)

61 faktor VIIa (rekombinan)

62 fenitoin

63 fenobarbital

64 fenoterol HBr

65 ferro fumarat

66 ferro sulfat

67 filgrastim

68 Finasterid

69 fludarabin

70 flufenazin

71 fluor

72 fluorecein

73 fluoro deoxy glucose

74 fluorometolon

75 flusinolon asetonid

76 flutikason furoat

77 flutikason propionat

78 fondaparinuks

79 formokresol

80 fraksi protein plasma

81 gadobutrol

82 gadodiamid

83 gadoksetat disodium

84 galactose microparticle

85 gefitinib

86 gemsitabin

87 glass ionomer ART

(Atraumatic Restorative

Treatment)

88 gliseril trinitrat

89 goserelin asetat

90 gutta percha dan paper points

91 halotan

92 hemodialisa: lar konsentrat

basis natrium bikarbonat; lar

konsentrat basis asetat

93 hepatitis B imunoglobulin

94 hidro klorokuin

95 hidroxyl ethyl starch

96 hiosina butilbromida

97 human tetanus imunoglobulin

98 ifosfamid

99 imatinib mesilat

100 imidapril

101 iodiksanol

102 iodium 131

103 iodohippurate sodium I 131

104 ioheksol

105 iopamidol

106 iopromid

107 ipratropium bromida

108 irbesartan

109 irinotekan

110 isofluran

111 kalium aspartat

112 kalsium hidroksida

113 kalsium polistirena sulfonat

114 kandesartan

115 kaolin + pektin

116 kapesitabin

117 karbamazepin

118 karbogliserin

119 karboksi metil selulosa

120 klobazam

121 kloral hidrat

122 klorambusil

123 klorfeniramin

124 klorfenol kamfer mentol

(CHKM)

125 klortalidon

126 klotrimazol

127 kolestiramin

128 koloid HES BM 130 000

129 kombinasi (asam folat, ferro

sulfat)

130 kombinasi (desogestrel,

etinilestradiol)

131 kombinasi

(medroksiprogesteron asetat,

estradiol sipionat)

132 kombinasi (spironolakton,

tiabutazid)

133 kombinasi ferro sulfat + asam

folat

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

21

Universitas Indonesia

134 kombinasi ipratropium

bromida + salbutamol

135 kombinasi salmeterol-

flutikason

136 komposit resin

137 lapatinib

138 larutan mengandung asam

amino

139 larutan mengandung lipid

140 latanoprost

141 lenograstim

142 letrozol

143 leuprorelin asetat

144 levodopa + karbidopa +

entekapon

145 linesterol

146 lisinopril

147 litium karbonat

148 loperamid

149 low molecule feri sucrose

150 low molecullar weight iron

dextran

151 MAA (macro agregate

albumin )

152 MAG3 (mercapto acetyl tri

glysine )

153 maprotilin

154 MDP (methylene

diphosphonate )

155 mebendazol

156 medroksi progesteron asetat

157 melfalan

158 meropenem

159 mesalazin

160 mesna

161 metenamin mandelat

(heksamin mandelat)

162 metildopa

163 metotreksat

164 metronidazol

165 MIBG (meta-

iodobenzylguanidine )

166 mikrofenolat mofetil

167 mitomisin C (crystallin)

168 modified fluid gelatine BM 30

000

169 moksifloksasin

170 nadroparin

171 nalokson

172 N-asetil sistein

173 natamisin

174 natrium aminohipurat

175 natrium fosfat

176 natrium fusidat

177 natrium hipoklorit

178 natrium klorida (8,664 mg)

+kalium klorida (1,32 mg)

(tetes mata 2,5 mg/mL)

179 natrium tiosulfat

180 nifedipin

181 nikotinamid

182 nilotinib

183 nitrofurantoin

184 nitrogen oksida

185 ofloksasin

186 okreotid

187 oksaliplatin

188 oksigen

189 olopatadin

190 paklitaksel

191 parafin + gliserin + fenoftalein

192 pasta devitalisasi (non arsen)

193 pasta pengisi saluran akar

194 perindoprilarginin

195 permetrin

196 petidin

197 podofilin

198 polietilen glikol

199 poligelin

200 polikresulen

201 pramipeksol

202 pravastatin

203 prazikuantel

204 prednisolon

205 probenesid

206 propofol

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014

22

Universitas Indonesia

207 rituksimab

208 rivaroksaban

209 rokuronium

210 ropinirol

211 salep 2-4 kombinasi asam

salisilat 2% + belerang endap

4%

212 sefepim

213 sefoperazon

214 setirizin

215 setuksimab

216 sevofluran

217 silostazol

218 stannous pyrophosphate

219 sufentanil

220 sulfasalazin

221 sulfur colloid

222 takrolimus

223 tamsulosin

224 technetium 99m

225 telmisartan

226 temozolamid

227 tetanus toxoid

228 thallous chloride TI-201

229 thiopental

230 tiamazol

231 tiotropium

232 trastuzumab

233 travoprost

234 triamsinolon asetonid

235 tropikamid

236 tuberkulin protein purified

derivative

237 urea

238 vaksin jerap difteri tetanus

pertusis

239 vaksin kombinasi DPT +

hepatitis B

240 valsartan

241 vinorelbin

242 vitamin D2 (ergokalsiferol)

243 zinc (seng)

Laporan praktek…, Tika Nurhasanah, FFar UI, 2014