UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367096-PR-Gagas...

163
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GAGAS PRAYOGA, S. Farm. 1206329650 ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367096-PR-Gagas...

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT ACTAVIS INDONESIA

JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMURPERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

GAGAS PRAYOGA, S. Farm.1206329650

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI

DEPOKJANUARI 2014

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

vi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. ACTAVIS INDONESIA

JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMURPERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

GAGAS PRAYOGA, S.Farm.1206329650

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI

DEPOKJANUARI 2014

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

vii

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

viii

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVII Universitas Indonesia, yang

diselenggarakan pada tanggal 12 Agustus – 30 September 2013 di PT Actavis

Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari

kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk

meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah

mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat

mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat

pada saat memasuki dunia kerja khususnya di bidang perindustrian.

Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis tak luput mendapat banyak

bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia.

2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember

2013.

3. Dr. Harmita Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia dan Pembimbing dari Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia

4. Bapak Sumardiyanto dan Bapak Hendry selaku Supervisor Product

Transfer dan Product Development yang telah memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.

5. Seluruh staf PT. Actavis Indonesia

6. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah

memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

x

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan

dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi

Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak

yang membutuhkan.

Depok, Januari 2014

Penulis

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xii

ABSTRAK

Nama : Gagas Prayoga, S. FarmNPM : 1206329650Program Studi : Profesi ApotekerJudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis

Indonesia Periode 12 Agustus – 30 September 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia Jalan RayaBogor KM 28, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswaprofesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatuindustri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspekyang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT.Actavis Indonesia dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenaiperan dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas Khusus yang diberikanberjudul Preformulasi Sediaan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E dan TetrasiklinHCl. Tujuan dari tugas khusus untuk mengetahui mengetahui preformulasi yangsesuai untuk pembuatan kapsul lunak vitamin E dan Tetrasiklin HCl.

Kata kunci : PT. Actavis Indonesia, Preformulasi, Kapsul Gelatin Lunak,Vitamin E dan Tetrasiklin HCl

Tugas umum : viii + 103 halaman; 1lampiranTugas khusus : v + 42 halaman; 5 tabel; 10 gambarDaftar Acuan Tugas Umum : 14 (1967 - 2013)Daftar Acuan Tugas Khusus : 13 (1999 - 2013)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xiii

ABSTRACT

Name : Gagas Prayoga, S. FarmNPM : 1206329650Program Study : Apothecary professionTitle : Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia

Period February 12th - September30th 2013

Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia JalanRaya Bogor KM 28, Jakarta Timur. PKPA activity is intended that students cansee the direct profession pharmacists activity that takes place in thepharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything relatedaspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementationof GMP in PT. Actavis Indonesia and may have a deep understanding of the roleand duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. The title of specialtask given was the preformulation of soft gelatine capsule for Vitamin E andTetracycline HCl. The purpose of the special task is to know the suitablepreformulation of soft gelatine capsule for Vitamin E and Tetracycline HCl.

Keywords : PT. Actavis Indonesia, Preformulation, Soft Gelatine Capsule,Vtamin E and Tetracycline HCl

General Assignment : viii + 103pages; 1appendicesSpecific Assignment : v + 42 pages;5 tables; 10 appendicesBibliography of General Assignment: 14 (1967 - 2013)Bibliography of Specific Assignment: 13 (1999 - 2013)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... iHALAMAN JUDUL .................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iiiKATA PENGANTAR................................................................................. ivDAFTAR ISI .............................................................................................. viDAFTAR TABEL ...................................................................................... viiDAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 11.1 Latar Belakang ...................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ....................................................................... 32.1 Industri Farmasi .................................................................... 32.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) .............................. 4

BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA ........... 213.1 Sejarah PT Actavis Indonesia ................................................ 213.2 Visi dan Misi ........................................................................ 223.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas .................................................... 223.4 Sarana Penunjang .................................................................. 233.5 Produk dan Sertifikat GMP ................................................... 243.6 Struktur Organisasi ............................................................... 25

BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 84

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 995.1 Kesimpulan ........................................................................... 995.2 Saran ..................................................................................... 99

DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 100

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Pengambilan Contoh ................................ .................. 68Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2 ............................................................. 69

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia ....... 101

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya dilaksanakan pembangunan kesehatan yang didasarkan pada prinsip

nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat

penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia. Pembangunan

kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi (Presiden Republik

Indonesia, 2009).

Ketersediaan obat merupakan salah satu faktor penting dari pembangunan

kesehatan. Oleh karena itu, industri farmasi sebagai badan hukum yang dapat

melakukan seluruh tahapan kegiatan produksi obat atau bahan obat, memiliki

peran penting dalam pembangunan kesehatan. Tahapan kegiatan produksi yang

dimaksud meliputi meliputi pengadaan bahan baku, bahan pengemas,

produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh

obat untuk didistribusikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Pengendalian menyeluruh pada proses pembuatan obat sangat penting untuk

menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan

secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk

menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena

itu, setiap industri farmasi harus memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB). CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk

memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan

penggunaan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012).

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

2

Universitas Indonesia

Pemahaman dan kemampuan melaksanakan seluruh aspek CPOB dengan

benar adalah kemampuan yang wajib dimiliki oleh Apoteker yang akan bekerja

pada industri. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia mengadakan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Mahasiswa calon apoteker diharapkan

mampu mengembangkan ilmu yang telah didapatkan ke dalam dunia kerja.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dimulai tanggal 12 Agustus

– 30 September 2013.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan kegiatan Prakter Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

PT. Actavis Indonesia adalah untuk:

a. Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala aspek

CPOB di PT. Actavis Indonesia.

b. Memahami peran dan tugas apoteker dalam industri farmasi.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki

izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi.

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi

Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi sebelum

memulai proses produksinya oleh karena itu industri tersebut wajib memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan yang

diperlukan industri farmasi dalam mendapatakan izin usaha tercantum dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut :

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi dan pengawasan mutu.

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

kefarmasian.

Permohonan Izin industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

4

Universitas Indonesia

berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. dengan

perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman

Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing dan pelaksanaannya. Surat Permohonan izin industri farmasi harus

ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian

mutu.

Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala

mengenai kegiatan usahanya :

a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap

obat atau bahan obat yang dihasilkan.

b. Sekali dalam 1 (satu) tahun.

Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawasan Obat

dan Makanan, 2012)

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB

mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat,

pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen

menerima obat yang bermutu tinggi.

Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan

Fasilita; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi

Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan

Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan

Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

5

Universitas Indonesia

2.2.1 Manajemen Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin

edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung

jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang

memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam

perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu

secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang

didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi

Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen

Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.

Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar

manajemen mutu yaitu:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur

organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan

tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)

yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.

2.2.2 Personalia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan

awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan

dengan pekerjaannya.

Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

6

Universitas Indonesia

oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang

lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang

memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan

terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis

yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial

sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh

dalam produksi obat, termasuk:

a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;

b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan

memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;

c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani

oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu);

d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

produksi;

e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker

terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman

praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan

untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan

Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam

pengawasan mutu, termasuk:

a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan dan produk jadi;

b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

7

Universitas Indonesia

c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan

sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;

d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;

e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

pengawasan mutu;

f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang

apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,

memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial

sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan

dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan

sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk:

a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;

b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu

perusahaan;

c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;

d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;

e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit

terhadap pemasok);

f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;

g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan

mutu produk jadi;

h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan

i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

8

Universitas Indonesia

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil

yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan

atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan),

dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru

hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan

berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya

hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang

disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang

yang terkualifikasi.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan

pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan

pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat

menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah

dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan

tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap

pencemaran tersebut.

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan

dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh

cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,

binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk

pengendalian binatang pengerat dan hama.

Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan,

bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

9

Universitas Indonesia

disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area

produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling

bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan

hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta

perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan

tersebut tidak memengaruhi mutu obat.

2.2.4 Peralatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah

kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya

berdampak buruk pada mutu produk.

Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah

dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis

yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.

Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko

kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada

jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi

kekeliruan dan kecampurbauran produk.

Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau

pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap

mutu produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan

pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

10

Universitas Indonesia

pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui

suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan

pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki

area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang

berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota

manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat

dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan.

Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan,

praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan

dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan

pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan

dibahas secara luas selama sesi pelatihan.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan

dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.

Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan

persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara.

Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan

pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.

2.2.6 Produksi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,

pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau

instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

11

Universitas Indonesia

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain:

a. Pengadaan bahan awal

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah

disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,

langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah

bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan

mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan,

tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang

diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk

pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.

Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat.

Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut:

1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;

2. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;

3. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);

4. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.

Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi

penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam

bentuk tulisan terbaca pada label.

b. Pencegahan pencemaran silang

Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain

harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak

terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau

produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan

pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis

pencemar dan produk yang tercemar.

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap

pencemaran mikroba dan pencemaran lain

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

12

Universitas Indonesia

c. Sistem Penomoran Bets/Lot

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran

bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk

antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.

Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan

dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.Sistem penomoran

bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak

dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat

dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal

pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

d. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan

pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari

siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang

lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk

ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum

daluwarsa yang boleh diserahkan.

Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan

hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh

supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi.

e. Pengembalian

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk

ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah

didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.

Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan

hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

13

Universitas Indonesia

f. Pengolahan

Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa

sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan

hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan

bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan

hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap

penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua

produk antara dan ruahan hendaklah diberi label.

g. Pengadaan bahan pengemas

Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan

bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian

yang sama seperti terhadap bahan awal.

Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan

cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang

memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label

lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam

wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas

hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur

tertulis yang disetujui.

h. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk

ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di

bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan

mutu produk akhir yang dikemas.

Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan

instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang

tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan

pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

14

Universitas Indonesia

i. Pengawasan selama proses

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur

tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau

pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk

hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh

kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat.

Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi

kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi

karakteristik produk dalam-proses.

Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi

tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:

1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah

diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau

pengemasan; dan

2. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan

dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya

dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan

yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.

j. Karantina dan penyerahan produk jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis

hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina,

cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang

diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya

ke gudang produk jadi.

Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam

status karantina.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

15

Universitas Indonesia

2.2.7 Pengawasan Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan

Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten

mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian

serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan

bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan

untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah

dibuktikan memenuhi persyaratan.

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga

harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang

fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan

memuaskan.

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan

Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab

dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang

membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia

untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan

efektif dan dapat diandalkan.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan

Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum

didistribusikan.

Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan,

kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut

telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan,

kemurnian dan parameter mutu lain.

Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut

program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian

semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil

disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

16

Universitas Indonesia

2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara

obyektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang

berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit

independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada

situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi

penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan

dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim

yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah

bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan

pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang

memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

17

Universitas Indonesia

bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat

dari peredaran secara cepat dan efektif.

Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang

mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh

dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam

pengkajian masalah tersebut.

Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah

dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain

juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets

yang cacat hendaklah diselidiki.

Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan

keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut

ini mencakup:

a. Tindakan perbaikan bila diperlukan;

b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan;

dan

c. Tindakan lain yang tepat.

Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi

mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan

pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius

mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk

dilakukan segera dan tiap saat.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan

Kembali

a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah

diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai

reaksi yang merugikan;

b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah

dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan

kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai

tingkat konsumen;

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

18

Universitas Indonesia

c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,

hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan

secara cepat, efektif dan tuntas; dan

d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah

dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat

dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan

terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk

tersebut.

Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat

laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan

yang ditemukan kembali.

Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari

waktu ke waktu.

2.2.10 Dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena

hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi

Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan

harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen

adalah sangat penting.

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi

produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen

ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.

Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur

Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

19

Universitas Indonesia

Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang

digunakan serta menguraikan semua operasi pengo-lahan dan pengemasan.

Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya

pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,

pengujian, dan pengoperasian peralatan.

Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua

keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawasan Obat

dan Makanan, 2012)

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat

secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing

pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk

untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012)

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di

industri farmasi. yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek

kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,

peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang

lingkup dan cakupan validasi.

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai

bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau

mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa

mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni

validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi proses.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

20

Universitas Indonesia

Validasi Pembersihan adalah Tindakan pembuktian yang

didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa

menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi

Proses adalah Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang

dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan

memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang

memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya.

Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas,

atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai

dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi diklasifikasikan

menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi

operasional, dan kualifikasi kinerja.

Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain

dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan.

Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh

aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan

desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat.

Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas,

sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara

efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan

spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang

memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah

diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional

yang diantisipasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah

dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol

hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria

penerimaan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

21 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA

3.1 Sejarah PT Actavis Indonesia

Pada November 2012, Watson Pharmaceutical Inc. mengakuisisi Actavis

Group dan menempatkan Gabungan Actavis dan Watson menjadi perusahaan

generik internasional.

PT Dumex Indonesia berada dibawah Actavis Group, diresmikan pada

tanggal 8 November 1969 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, yaitu Bapak

H.M. Soeharto. Pada tahun 1983 PT Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma

sehingga berubah nama menjadi PT Dumex Alpharma Indonesia, kemudian

menjadi PT Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya, bulan Maret 2006

PT Alpharma berubah menjadi PT Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari

Actavis Group.

Tepat pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di

Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global.

Nama Actavis, Inc. resmi digunakan mulai tgl. 24 Januari 2013 yang ditandai

dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York.

Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada

pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, brand

dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di

Parsippany, New Jersey, USA. Sementara kantor pusat International terletak di

Zug, Swiss.

PT Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis molekul produk yang

terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer,

antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT Actavis

Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep),

sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Produk-produk tersebut selain

dipasarkan untuk pasar lokal, turut dipasarkan ke luar negeri seperti Eropa dan

Asia pasifik. PT Actavis Indonesia memiliki sistem manajemen terintegrasi

bersetifikat ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

22

Universitas Indonesia

3.2 Visi dan Misi

Visi dari PT Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat

didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan

didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang

menyatukan bagaimana bagaimana PT Actavis Indonesia bertindak dan bekerja.

Challenge: Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat,

mengembangkan solusi kreatif, melaju lebih jauh.

Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan

memberikan praktik terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan

sumber daya global, merupakan mitra pilihan.

Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara

sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang

dijanjikan.

Misi PT Actavis Indonesia adalah:

a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.

b. Telah memenuhi kebutuhan customer saat ini dan masa mendatang melalui

investasi yang cerdas di R&D.

c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi.

d. Merayakan beragam budaya di tim global.

e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja.

f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.

3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas

PT Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari

kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT Actavis Indonesia di

Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav.

22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT Actavis Indonesia

dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat ini

yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik yang ada di

dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan

untuk fasilitas lainnya.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

23

Universitas Indonesia

Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu :

a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility)

b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility)

c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility)

d. Gudang raw material dan packaging material

e. Gudang produk jadi

f. Gedung engineering dan workshop

g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product

Development)

h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan)

i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)

3.4 Sarana Penunjang

Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, sarana-

sarana tersbut anatara lain:

a. Sumber energi

PT Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN

dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran

listrik padam.

b. Sumber air

PT Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian

diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM.

c. Udara tekan (Compressed air)

PT Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan

listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan

mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk

mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin.

d. Air Handling Unit (AHU)

AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-

masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah

terjadinya kontaminasi silang.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

24

Universitas Indonesia

3.5 Produk dan Sertifikat GMP

PT Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP

(PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk

produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan

semi padat, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa,

serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari

Ukrainian Authority di tahun 2008.

PT Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang

didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia

(23 November 2011), untuk produk antara lain:

a. Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas

topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak

bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras,

larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim

non antibiotik..

b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak

bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral

antibiotik.

c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin

dari Ukrainian Authority (2008).

d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management

System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut:

ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality

Management System).

ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan

(Enviromental Management System).

OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan

dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).

Produk PT Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi

atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 3 perusahaan dengan skala nasional,

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

25

Universitas Indonesia

yaitu: PT Anugrah Argon Medika (AAM), PT Mensa Bina Sukses (MBS), dan PT

Sawah Besar Farma (SBF) .

3.6 Struktur Organisasi

PT Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 6

orang direktur, yaitu: Managing Director, Direktur Pemasaran dan Penjualan

(Sales and Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director),

Direktur Keuangan (Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human

Resource Director), serta dibantu oleh kepala bagian Scientific Affairs (SCA), dan

Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll (Toll and Business Director)

membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan.

Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional

(Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu

(Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management

Department), Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen

Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development

Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang

manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor.

3.6.1 Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD)

Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa

disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi

menjadi 3 bagian, yaitu:

a. HR Operation Manager, memastikan kebutuhan operasional karyawan

terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan

lainnya

b. People & Organization Development Manager/POD Manager,

memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang

bersifat non manufacturing / soft skill sesuai bidang pekerjaannya masing-

masing.

c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya,

misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

26

Universitas Indonesia

3.6.2 Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department)

Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung

jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku,

bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan

kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang

lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing (Central Procurement

Department/CPD) dan Gudang (Warehouse).

3.6.2.1 Purchasing (Central Procurement Department/CPD)

Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian

seluruh material yang diperlukan oleh PT Actavis Indonesia, terutama bahan

baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan

(MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. MRP

digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan

rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok

yang ada, buffer stock dan sales order.

Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi

spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat purchase order (PO). Bahan

baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh

QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap

pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas

bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat

waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.

3.6.2.2 Gudang (Warehouse)

Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi

barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu

kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar

barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok

secara fisik dengan stock secara administratif. Mutu suatu produk sangat

dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di

area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

27

Universitas Indonesia

helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di

gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area

gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu:

a. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas

(packaging material),

b. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam

Facility (BLF), dan

c. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods).

Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang

dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat

pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi

2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi

didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang masuk

kedalam gudang finished goods merupakan produk yang sudah di-approved dari

bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi

dan memiliki status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Selain produk yang sudah

di-approved, produk yang masih dalam status karantina juga dapat disimpan di

gudang finished goods. Produk toll in yang masuk kedalam gudang finished goods

juga statusnya dikatagorikan karantina.

Kegiatan pengecekan/stock opname barang untuk gudang produk jadi

dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan

packaging dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar

(external) dilakukan setiap bulan Desember.

Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan

bahan kemas dari pemasok dan produk jadi (finished goods) dari departemen

produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk

dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah pemasok datang, dilakukan

pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif

yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan

delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan purchase order (PO) dari

bagian pengadaan yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

28

Universitas Indonesia

terjadi perbedaan maka segera diminta konfirmasi dengan bagian pengadaan.

Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah

barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas

tanggal daluwarsa (expired date). Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta

Certificate of Analysis (CoA) barang. Pemeriksaan barang dilakukan dengan

memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets

barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (due date). Setelah hasil

pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan

data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status “income RM”.

Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label “QUARANTINE”

berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan

barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan

untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan

melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk

dilakukan pemeriksaan di QC. Selama proses pemeriksaan di QC, bahan baku dan

bahan kemas diberi label “QC HOLD” berwarna kuning dan diberi status “QC

HOLD” pada sistem Mfg Pro. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka

bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi

status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan

bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil

pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan

diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk

proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Barang yang

berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Untuk bahan baku yang berstatus

“REJECT” dikembalikan ke supplier dan untuk printed material tidak

dikembalikan ke supplier, namun langsung dimusnahkan.

Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan

penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan

dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki

beberapa kondisi penyimpanan:

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

29

Universitas Indonesia

a. Kondisi AC

Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 oC (15-25 oC),

digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer, bahan baku dan produk

sitotoksik yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.

b. Kondisi non AC

Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30 oC, digunakan untuk

menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang

memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.

c. Lemari pendingin

Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 oC, biasanya digunakan untuk

menyimpan bahan baku vitamin. Terdapat satu produk sitotoksik yang

disimpan dengan suhu penyimpanan di bawah 8 oC.

d. Lemari penyimpanan narkotik

Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus

penyimpanan narkotik dan terkunci. Kunci dipegang oleh apoteker

penanggung jawab.

e. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang

mudah meledak dan terbakar.

Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk

penyimpanan bahan baku dan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu

bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau

berdasarkan rekomendasi dari bagian Quality atau TS (Technical Support).

Untuk peyimpanan produk-produk likuid disimpan di bagian bawah. Selanjutnya

di input kedalam sistem Mfg Pro.

Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua

kali sehari dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu

menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu

diukur berdasarkan Mean Kinetic Temperature (MKT) yaitu rata-rata suhu dalam

satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 15-25 oC, jika MKT di atas 25 oC harus

diadakan risk assessment; untuk ruangan 25-30 oC, risk assessment dilakukan jika

MKT > 30 oC, dan untuk lemari pendingin (8-15 oC), risk assessment dilakukan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

30

Universitas Indonesia

jika MKT > 15 oC. Jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk

sementara.

Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan

bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas

ke lokasi produksi. Distribusi obat jadi untuk market lokal melalui distributor dan

distribusi obat jadi untuk market luar negri dan eksport melalui forwarder. Proses

distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi

dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian

PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah

bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah

disesuaikan dengan forecast marketing.

Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan

menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian

dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh

1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh

seorang dispensing supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan

dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas,

petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan

mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan

baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi

terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani.

Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component

issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di

gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan

diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya

disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen.

Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan

penerimaan work order (WO receive) ke lokasi “income-fg” dengan status

karantina untuk diperiksa oleh QC. Untuk produk obat yang telah lulus dari

pengujian maka akan dilakukan pemindahan barang dari bagian produksi ke

gudang finished good, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang

meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

31

Universitas Indonesia

barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari

produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book

mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data dalam sistem Mfg-Pro

yang dilakukan oleh pihak produksi saat WO receive. Proses penerimaannya

dilakukan pada loading area yang telah disiapkan.

Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan

packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor

akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan

memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke sistem Mfg Pro,

setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian akan

dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan,

sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order

distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang

diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat

panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan

akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment)

dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan kepada

distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang

ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck kesesuaian

barang.

3.6.3 PPIC (Production Planning and Inventory Control)

PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi,

pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing

berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa

kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang

meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab

PPIC antara lain:

a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi.

b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi.

c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan

produksi.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

32

Universitas Indonesia

PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Production Planning Control/PPC

2. Inventory Control and MRP System

3.6.3.1 Production Planning Control (PPC)

Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses

produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai

berikut:

a. Merencanakan produksi.

b. Membuat Manufacturing Order (MO).

c. Memonitor stok produk jadi (Finished Goods).

d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen

Pemasaran/Ekspor.

MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang

diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order).

3.6.3.2 Inventory Control and MRP System

Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan

pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control

adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan

rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku

dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order

(berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi

(lead time production).

b. Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement

Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan

(bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya.

c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas.

d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk

membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

33

Universitas Indonesia

ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk

menunjang proses produksi.

e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang

dan saat berada dalam status QC.

Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari pembuatan rencana produksi

(Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Requirement Planning)

pada sistem Mfg Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran.

Melalui sistem Mfg Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-

data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in process

dan finished goods yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian

diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC

membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada bagian pengadaan. Bagian

pengadaan mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke

pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan

memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pengadaan. Bila sudah

dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan jadwal pengiriman material dan

menerima material sesuai dengan kuantitas. Kemudian gudang membuat bukti

penerimaan barang. Bagian QC melakukan pemeriksaan sebelum barang

digunakan untuk produksi.

PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada

Departemen Produksi beserta picklist yang ditujukan untuk gudang sebagai

permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem

Enterprise Resource Planning/ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer

online Mfg Pro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau

oleh semua pihak terkait melalui komputer.

3.6.4 Departemen Produksi

Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang

bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer produksi dibantu

oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh

administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

34

Universitas Indonesia

supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap

penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi

kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan

dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC.

Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen

produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat,

keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.

Kegiatan produksi di PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu

produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk

sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan

bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan dry syrup).

Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas,

yaitu Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF), Fasilitas Beta laktam

(Beta-Lactam Facility/BLF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF).

Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat

berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR).

Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang

tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di

PT Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey

area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang untuk bahan obat,

obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan

terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang

penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer,

dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat

bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang

pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi. PT Actavis tidak

memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril.

Produksi produk steril dari PT Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out

Manufacturing).

Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus

(overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

35

Universitas Indonesia

cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga

kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock).

Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda.

Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk

lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini

dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Dengan adanya ruang

antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitam

dengan area abu-abu.

Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari

bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian

PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist

sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk

pelaksanaan produksi. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch

Record, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan,

formula, data penimbangan bahan baku, daftar pemeriksaan alat sebelum proses

produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan,

waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan

sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi

harus sesuai dengan yang ada di dalam batch record dan tercatat di dalam batch

record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap

semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama

pembersihnya dan tanggal pembersihan.

Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan

harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan.

Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang

dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal

dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah

terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan

yang tidak semestinya.

Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap

fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan

Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu::

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

36

Universitas Indonesia

a. Pembersihan antar Produk/Major Cleaning

Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang

berbeda atau pembersihan total.

b. Pembersihan antar Batch/Minor Cleaning

Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu

dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu

dengan bets berikutnya dengan “strength” berbeda untuk produk yang

sama.

c. Pembersihan akhir hari

Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.

Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus

didokumentasikan di dalam batch record dan logbook. Pembersihan antar produk

adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak

terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan

pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan

menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan

pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian

mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu

sekali dan di-sampling oleh petugas dari departemen QC.

Akan dilakukan pengambilan sampel untuk produk ruahan maupun produk

jadi yang dihasilkan selama proses produksi ke laboratorium mikrobiologi dan

laboratorium kimia untuk dilakukan pengujian secara mikrobiologi dan kimia,

begitu pula untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi

yang akan diedarkan dimasyarakat.

3.6.4.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF)

Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area

penimbangan (Dispensing), area produksi sediaan padat (Solid), area produksi

sediaan cair (Liquid), serta area pengemasan (Packing) primer dan sekunder.

Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

37

Universitas Indonesia

coordinator) dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang bertanggung jawab

di masing-masing area.

Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk

huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi,

pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair,

dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan

koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada

area Solid memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan

udara positif. Sebaliknya pada area Liquid, pengaturan tekanan diatur sebaliknya

dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki

tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur

antara 10-30 kPa.

Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur

15-25 oC, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%,

listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap.

Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku

oleh bagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan

picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan

selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock

material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah

diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang

di ruang penimbangan.

Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear

Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin

200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift

(kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk proses

granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan

spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi small

scale untuk melakukan proses trial maupun proses produksi dalam jumlah/volume

kecil. Pada ruang granulasi small scale terdapat 3 mesin utama, yaitu High

ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin

Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

38

Universitas Indonesia

Setelah proses granulasi selesai, granulat atau produk antara yang menunggu

proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan

kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang

dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadar air (Moisture

Content) pada granulat yang dihasilkan.

Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu

mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas

20 station), Sejong MRC-31S (kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas

27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-

100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14

station. Tersedia pula dua buah mesin penyalut tablet/coating, yaitu Nicomac

Elite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas

maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil

IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR

untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul

dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan.

Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas.

Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling

terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan

line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk

blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya

dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara

manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian

pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan

proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan

pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan

untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.

Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi Liquid.

Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan syrup.

Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses

produksi dilakukan dengan cara labeling terlebih dahulu pada kemasan tube dan

kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

39

Universitas Indonesia

Untuk sediaan berupa syrup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses

utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki

pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk

untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan

2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter

dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter.

Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH.

Sediaan syrup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan

kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol.

Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan

proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol

(capping torque). Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas

ke dalam box.

3.6.4.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/MPF)

Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab

pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam.

Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah

dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area

produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium

kimia, serta kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan

yang bekerja pada fasilitas beta laktam.

Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan

sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri

dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder,

laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area

produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan

ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area

kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang

penimbangan (dispensing room), area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan

tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

40

Universitas Indonesia

botol, ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara

sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan

selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area

pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia,

kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang

penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan

ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer

maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu

darurat dan penanganan limbah tersendiri.

Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet,

kapsul dan dry syrup. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan

tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer

untuk sediaan tablet, kapsul dan dry syrup. Produksi sediaan solid di fasilitas beta

laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama

dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF).

Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan

pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan

TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif

golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas

beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada

ruang dispensing di MPF.

Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan

dan tamu (visitor), dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam

fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan

khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan

tamu yang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih

dahulu dengan menggunakan sabun khusus sebelum keluar dari fasilitas beta

laktam (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta

Lactam Facility, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu,

pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik,

sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah

sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

41

Universitas Indonesia

direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan

Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh

bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci

area BLF.

3.6.4.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF)

Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu

seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi

menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock

personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan head

cover), toilet dan tempat cuci tangan, area pengemasan sekunder, dan airlock

untuk produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal

(ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan head cover),

area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah

penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah 15-25 oC; RH 75%. Ruang

pengemasan termasuk didalam area hitam.

Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak

dan fase air dalam tangki pencampur yang bernama Lexa Mix berkapasitas 300

liter. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya

disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan

pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu

didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70 oC, pada bagian luar tangki

(jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran

fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara

dilarutkan. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu

proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran

diatur hingga 35 °C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin

dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan

dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang

terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu

proses selanjutnya yaitu proses pengisian.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

42

Universitas Indonesia

Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki

pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan

dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi

label produk ruahan (ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk

menunggu sampai massa krim terbentuk maka krim dipindahkan ke dalam mesin

pengisian untuk proses pengisian ke dalam tube.

Pada proses pengemasan TPF, dilakukan pengisian produk ke dalam tube.

Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta

pemeriksaan kebocoran tube.Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 5

menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan

ketepatan pengisian. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap, yaitu pengemasan

primer dan sekunder. Pada pengemasan primer dilakukan pemeriksaan pada

lipatan pada bagian belakang tube, sedangkan pada pengemasan sekunder

dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, serta tanggal kadaluarsa. Proses

pengemasan antara kemas primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum

kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets dan tanggal

kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke

dalam kertas kerja.

3.6.5 Departemen Mutu (Quality Operation Department)

Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus

diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan,

bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu,

departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang

dihasilkan. Departemen mutu PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen

yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen

Pengawasan Mutu (Quality Control/QC).

3.6.5.1 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)

Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu

bagian GMP Compliance, Validasi, Release dan Document Control yang masing-

masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

43

Universitas Indonesia

dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan

kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan

pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan

Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standard dan peraturan

Authority lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QA yang

bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Head of Quality Operation).

Tujuan departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem

kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi

kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa

obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai

dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki

kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu (Quality

Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai

dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh

bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan

tersebut.

Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan

pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara

lain: SOP, training, PQR, validasi, customer complaint, non conformance,

technical agreement, audit, change control, recall, CAPA.

Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan

tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut:

a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance

Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku,

dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan

dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya

penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007).

Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari

sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo,

2007):

1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP)

2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

44

Universitas Indonesia

3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets (Batch Record)

4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)

5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina,

rejected)

6. Protokol dan laporan validasi

7. Dokumen registrasi

8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,

9. Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-

perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas,

sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain.

Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini

adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan

membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-

lain (Priyambodo, 2007).

Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab

yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut,

pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab

tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan

yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP.

Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat,

kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan

sehari-hari secara kontinu. Pelaksanaan yang kontinu perlu dilakukan

peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan

benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi

dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut.

Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam

mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau

analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya.

Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan

perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui,

dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

45

Universitas Indonesia

didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi

agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.

b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation

Procedure/SOP)

Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal

juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur

tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi

untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk

atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat

umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan

pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi

diri (Priyambodo, 2007).

Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses

setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan

bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS,

memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang

telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru.

SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan

revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen

bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen

QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA

bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan

implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam

bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk

ditinjau. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut

ditandatangi, dicetak pada lembar kertas salem, dan diberikan pada

departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap

pelatihan SOP baru. SOP baru tersebut kemudian didistribusikan kepada

departemen-departemen yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

46

Universitas Indonesia

c. Penanganan Personil (Training)

Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk

membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan,

keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi,

spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta

nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan

Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).

Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan

penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap

standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut

serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan

mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai

kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB,

termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan

tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT Actavis Indonesia, baik

karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan

karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis

Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Sejalan dengan hal tersebut,

standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan

pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS.

Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-

GMP dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan

dengan c-GMP antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja

di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi

dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau

tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas

pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi

efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness

Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang

bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama

dengan fotokopi sertifikat training. Semua kegiatan pelatihan tersebut

didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

47

Universitas Indonesia

yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu,

fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan

referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).

d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR)

PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian

kegiatan dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam

keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-GMP).

Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu:

1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat

produk

2. Crutical in process controls dan hasil produk jadi

3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi

4. Data deviasi

5. Semua perubahan terkait dengan produk

6. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak

7. Hasil dari program stabilitas

8. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi yang

terkait

9. Status kualifikasi dan validasi

Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya

dilakukan secara tahunan. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk

yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi

produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan

hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah

disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku

dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan

bets yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Specification), keluhan

(Complaint), usulan perubahan (Change Control), penarikan kembali

produk (Recall) dan ditolak (Reject), data hasil analisis dan stabilitas dari

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

48

Universitas Indonesia

bagian QC, serta data dari bagian produksi yaitu data IPC dan validasi

proses.

Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang

nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah

memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya

tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode

analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada

revalidasi.

Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk

ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan

produk tahunan ini akan disimpan oleh QA selama 6 tahun dan

selanjutnya akan dimusnahkan.

e. Kualifikasi dan Validasi

Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan

cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem,

perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan

pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Terdapat

syarat sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satunya yaitu peralatan

telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua mesin,

instrument, bangunan, dan fasilitas yang ada di PT Actavis Indonesia.

Kualifikasi yang dilakukan meliputi Kualifikasi rancangan (Design

Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi

operasioanal (Operational Qualification), kualifikasi kinerja

(Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat

atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat

atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga

mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan.

Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang

harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa

semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

49

Universitas Indonesia

selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan.

Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh PT Actavis Indonesia,

yaitu:

1. Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility

dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan

dan sistem pendukung seperti water system,compressor, HVAC, dll.

2. Validasi alat, yang meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang

belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis.

3. Validasi metode analisis, yang dilakukan terhadap produk baru dan

bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode

analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan.

4. Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru,

alat/mesin baru, penggantian bagian alat yang kritis yang dapat

mempengaruhi proses, perubahan proses produksi serta perubahan

pemasok bahan baku terutama bahan aktif.

5. Validasi pembersihan (Cleaning Validation), yang memerlukan

validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai

digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini

dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut

tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya

sehingga tidak terjadi kontaminasi silang (cross contamination), serta

membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari

kontaminasi mikroba.

6. Validasi komputer, dalam kegiatan validasi ini bagian QA berperan

sebagai koordinator dimana semua kegiatan validasi dimasukkan

dalam sistem komputer lalu dikoordinasikan oleh QA dan

dilaksanakan oleh masing-masing departemen yang terkait.

Sebelum melakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat

suatu protokol validasi yang akan direview oleh QA. Setelah disetujui

oleh manajer QA terkait dan direktur perencanaan, kegiatan validasi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

50

Universitas Indonesia

tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai,

departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas

asli dari validasi harus didokumentasikan di QA dan bila diperlukan akan

didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang akan

membutuhkan yang dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen

asli disimpan di Departemen QA selama minimum 6 tahun. (SOP

Pedoman Validasi, 2005).

f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control)

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada

sistem mutu, kualitas dari produk dan atau status registrasi produk

mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi,

metode analisa, premises, utilities, equipment, instrumen, sistem pemasok

bahan baku dan bahan kemas, job description dari personel utama dan

struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang

mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi

tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan.

Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun

perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki

dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan atau efikasi,

dokumen registrasi, metode analisa atau EHS, sedangkan perubahan

minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak

signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen

registrasi, metode analisa atau EHS.

Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk

menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat

baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem change control atau

kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang

direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau

proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status

validasi dari sistem, alat, proses maupun produk.

Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

51

Universitas Indonesia

change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan

menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software yang tervalidasi,

yaitu process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang

ada pada Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain

atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan

perubahan ke dalam ProC, change initiator mendiskusikan usulan

perubahan dengan departemen terkait, lalu change initiator

menginformasikan usulan perubahan kepada QA representative yang

selanjutnya meninjau kelayakan usulan perubahan tersebut. Setelah

disetujui oleh QA representative, change initiator melakukan submit

perubahan kedalam ProC dan nomor usulan perubahan dari ProC

diinformasikan kepada QA representative.

Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait

untuk dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat

menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak

memadai. Selanjutnya pembentukan tim (pemilihan HOD dan QA

Representative) serta dampak perubahan dilakukan oleh change owner.

Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut

ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan

mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek

usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil

terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status

semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka

kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir

dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka

change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan

verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui

oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representativ

dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan.

Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control)

dilakukan setiap 3 bulan oleh QA department. QA supervisor akan

melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen ScA dan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

52

Universitas Indonesia

QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap

kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek

dari perubahan atau dokumen atau sistem yang tekena efek dari

perubahan tersebut.

g. Mengadakan Audit Internal dan External

Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang

mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit

dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang

berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri

(self inspection) dan audit pemasok (vendor audit).

1. Inspeksi Diri (Self Inspection)

Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri

sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk.

Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi

seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum

dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya.

Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari

manajer QA, direktur manufaktur, GMP compliance supervisor, dan

beberapa manajer yang terkait. Manajer QA selaku koordinator audit

bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar

sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP

compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak

yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan

kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat

laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan

perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai

pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan

dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap

laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut.

Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

53

Universitas Indonesia

kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin

(SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2009).

Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:

Inspeksi dibidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun

dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini

dikoordinir oleh bagian QA.

Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety)

dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja

memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung

ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah

dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini

dikoordinir oleh bagian EHS.

Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal

karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem

penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan

produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang akan

diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi,

WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (laboratorium

kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal),

laboratorium pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan

bengkel), registrasi, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi

teknologi dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah.

Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan

inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan

meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu

dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap

tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum

pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan

auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus

dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk

departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

54

Universitas Indonesia

dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF, MPF dan TPF),

engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC,

Pengembangan Produk (Product Development) dan QA.Sedangkan untuk

departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1

kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi),

Scientific Affair dan departemen personalia.

Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan

tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit.

Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan

perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang

yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut.

CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal

yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai

dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta

kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.

2. Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit)

Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok

(bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out

manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan

inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi

sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang

digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk

melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur

bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah

pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau

mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan.

Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan

bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku,

penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit

adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan

yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

55

Universitas Indonesia

dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material

tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan “LULUS”. Untuk

sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan

belum dilakukan audit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi

oleh tim corporate Auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan

dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier

List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan

dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013).

h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi

Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi

catatan bets oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam

melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan

penelusuran terhadap catatan bets yang termasuk pemakaian bahan baku,

label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi

lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen,

catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan

pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal

pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET).

Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan

memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap

halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal

ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang

(double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer

masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian

produksi untuk memperbaiki atau melengkapi.

Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi

terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi,

pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal

kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan

larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan

pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian).

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

56

Universitas Indonesia

Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini

orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan bets dan

laporan analisa, memberi cap “APPROVED” pada catatan bets jika bets

diluluskan atau cap “REJECTED” bila bets ditolak, memberi status

diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak

label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan

penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh

release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada

bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per

pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk.

Penyimpanan catatan bets disimpan untuk menjamin keamanan dan

meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk

tersebut ditambah satu tahun kedepan.

i. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Specification / OOS)

Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi syarat, perlu

dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun

mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak

memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi

yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir

mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan

yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal itu dikenal

sebagai penyelidikan hasil diluar spesifikasi (OOS).

Menurut jenisnya ada 2 macam penyimpangan yaitu penyimpangan

kecil (minor defect) yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas

produk, misalnya kesalahan mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa

dan perekatan label kurang sempurna, dan penyimpangan besar (major

defect) yaitu yang menyebabkan kegagalan bets karena secara langsung

mempengaruhi kualitas produk misalnya kesalahan penggunaan bahan,

kesalahan penimbangan, kesalahan pelaksanaan tahapan proses, tidak

memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan selama proses, misalnya

keseragaman bobot, waktu hancur, warna, dan lain-lain.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

57

Universitas Indonesia

Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kesalahan

laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator,

kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang

berhubungan dengan proses produksi.

Pelaksanaan jika terjadi OOS yaitu :

1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahn di

laboratorium misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan,

peralatan, yang tidak terkalibrasi dan lai-lain

2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan

investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-

data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi.

Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus

dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden

yang terjadi.Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil

pemeriksaan yang di dapat, antara lain:

1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan

produk yang sudah released.

2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh

pemeriksa atau analis yang berbeda.

3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test

method dan farmakope.

Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka

dilakukan investigasi ke proses produksi tentang asal dan penyebab

utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan

tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action)

oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia

maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure

Investigation).

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

58

Universitas Indonesia

j. Penanganan Terhadap Keluhan (Complaint)

Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut Efek Samping Obat (ESO),

dan menyangkut Pharmacovigilance. Ketika ada keluhan dari konsumen,

bagian marketing akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat

diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis

keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek

farnakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan

Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs,

sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke

departemen QA, dimana Manajer QA sebagai deffect centre PT Actavis

Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan

pembuatan dan pengemasan bets dibandingan dengan retain sample untuk

menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila

diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu

penyelidikan

Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap

keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat

ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka

laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk

dilakukan investigasi.

k. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall)

Penarikan produk (recall) dapat bersumber dari adanya keluhan

konsumen, dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya

sampling dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di

pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek

samping yang dapat merugikan konsumen. Penanganan penarikan

kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau

efektifitasnya. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada

beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh

pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek

maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM),

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

59

Universitas Indonesia

komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur,

manajer QA, manajer QC, manajer produksi, dan lain-lain.

Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite

dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden

direktur. Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada

bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi

produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang

obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya

produk.

Pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui

telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali

obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor

harus segera melaporkan distribusi dari bets yang bersangkutan ke bagian

yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor

pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk

memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang

distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manajer

komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional

bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali

obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM,

maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang

diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recall, dilakukan

simulasi, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan

kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil di

tarik kembali.

l. Technical Agreement

Merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail

kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian

yang berhubungan dengan proses produksi dan control kualitas produk.

Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja

sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

60

Universitas Indonesia

kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In

Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2012). Pemberi

kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi

dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah

perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi

dan atau analisis produk toll.

Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply

Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan

kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau

pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP,

Toll Manufacturing Business 2009). Di samping Supply Agreement,

tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang

merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai

quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang

berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.

Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup:

1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan

bahan kemas, proses produksi, pengawasan, selama dan setelah

produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi,

kerusakan produk dan kesalahan produksi.

2. Deskripsi produk

3. Contact person

4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas

5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas

6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF

(Regulatory Compliance File) / SFP (Specification of Finished

Product) untuk produk-produk ekspor ke site Actavis yang lain.

3.6.5.2 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)

Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian

Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah

departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP /

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

61

Universitas Indonesia

Protap) yang diterapkan pada departemen pengawasan mutu sebelumnya telah

melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Pengawasan Mutu menjadi

bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan

penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB pula, bagian ini

sebaiknya independen dan terpisah dari bagian lain, seperti produksi.

Departemen ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan

pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan

baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan

pelatihan yang berkaitan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta

melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; membuat dan

merevisi protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan

peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah

maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian pengawasan Mutu

adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak

masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan

yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini

bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi

menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Analytical

Method, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan

pada suatu Worksheet.

Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC

Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory

Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical

Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability

Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Inspeksi Sampling

Bahan Baku dan Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material

Inspection Supervisor). Untuk manajer laboratorium membawahi group leader

Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor

Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor

Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor).

Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

62

Universitas Indonesia

Chemical Laboratorium), Laboratorium Beta Laktam (BLF Chemical

Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory).

a. Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General

Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory)

Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang

dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium

Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium

Group Leader) dan 12 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk

melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan

baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods).

Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari

analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program

untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada

Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku,

produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk-

produk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan

yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam

dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang

merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian

laboratorium QC berdasarkan kepada spesifikasi dan metode analisa yang telah

ditetapkan.

Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas

sampling bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor RM

Sampling dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku

melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang

diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist

diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan

sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis

serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai

dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan

spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

63

Universitas Indonesia

dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan

sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah

ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang

penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui

monitoring suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel.

Setiap hasil analisa, ditinjau kembali (review) oleh Quality Control

Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem

Mfg Pro. Hal-hal yang di review meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor

batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh.

Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke

manajer laboratorium (laboratory manager) untuk melalui otorisasi sehingga

bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label

berwarna hijau (APPROVED) yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku

tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah

review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat

laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik

terhadap prosedur analisa, reagensia maupun peralatan yang digunakan.

Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan

pencegahan, serta diberi keputusan terhadap status bahan baku tersebut. Jika

keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro.

Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel

akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh

bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya

dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin

(beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum

serah terima limbah dilakukan.

Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya

pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi

juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling

checklist, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai

yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first

in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di review oleh

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

64

Universitas Indonesia

supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi.

Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal

selama 7 hari.

Untuk Program Stabilitas dan Analisis Trend (Stability Program and

Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses

stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sedang berlangsung (on going stability),

yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis

Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk

memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu

kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi

penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua

cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang.

Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia disamping

memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa

karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas

dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan

aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi

proses, bets dengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas

produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets

per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi

penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat

dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan

produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 °C ± 2 °C

dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal

pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk

penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka

panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara,

yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa.

Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 °C ± 2 °C dan

tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan

25 °C ± 2 °C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

65

Universitas Indonesia

dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua

dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan.

Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap bets bahan baku

(kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses

produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa

untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya

digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari

konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat

berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah

menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal

yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali

pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah

ditentukan yaitu 15-25 °C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau

alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama

bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal

didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor

urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika

penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat

dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di

rak berdasarkan nama / kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika

diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample.

Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada

farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European

Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development

Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis

Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah

dibuat, ditinjau oleh manajer Quality Control Department dan disetujui oleh

Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa

yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan.

Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku

selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan.

Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

66

Universitas Indonesia

siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya

akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku.

Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan

disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi.

Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan

sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan

metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope

edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus

disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan

farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika

ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan

limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.

Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan

metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter

pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope

terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi

terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat

usulan perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control

disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui,

maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika

diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive

Action).

b. Laboratorium Mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium

yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis

dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan

uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk),

maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan

uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga

melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi

maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

67

Universitas Indonesia

permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi

penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi

adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air

flow, dan biohazard acabinet untuk bahan-bahan yang toksik.

c. Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling

Dimulai sejak diterimanya checklist penerimaan barang dari gudang, yang

kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk

keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan

baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan

analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject.

Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar

dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan

berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu

maksimal 5 hari.

Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas sampling

(raw material inspector). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas

sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling

melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual

terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi

material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap

dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian

dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila

dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan label

“RELEASE”.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

68

Universitas Indonesia

Tabel 3.1. Pengambilan Contoh

Jumlah yang

diterima (N)

Jumlah Contoh

Inspeksi level

II (n1)

Inspeksi level

III (n2)

2-8 2 3

9-15 3 5

16-25 5 8

26-50 8 13

51-90 13 20

91-150 20 32

151-280 32 50

281-500 50 80

501-1200 80 125

1201-3200 125 200

3201-10000 200 315

10001-35000 315 500

35001-150000 500 800

150001-500000 800 1250

500001 atau lebih 1250 2000

Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara

random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh

bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil

contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1),

dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap

semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

69

Universitas Indonesia

Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2

No n1 n2

1 Pemasok baru

Pemasok lama yang telah terbukti 5

kali pengiriman lolos inspeksi.

2 Desain baru

3 Produk baru

4 Pemasok lama yang tidak lolos

inspeksi pada pengiriman

sebelumnya

5 Bahan kemas yang sedang diinspeksi

tetapi diketemukan cacat lebih besar

dari acceptance number-nya, diambil

contoh ulang sebanyak n2.

Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan

contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan

sanitasi. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari

cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain

yang dapat merubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan

bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan

tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil

contohnya.

Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu

pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam

kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan

meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada

LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan

sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna

seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti

riboflavin.

Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label “BERSIH”

pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja

maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

70

Universitas Indonesia

pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector

packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer

maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium

foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga

dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari

kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna,

kesesuaian rancangan serta berat dari kertas.

Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk

menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil

pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam

keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh

digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal

kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut,

dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula

Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur

Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan

operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini

juga untuk menghindari adanya kesalahan.

Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker,

kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku

pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label

informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan

jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB.

Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah

sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain

ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang

terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta

laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi

dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

71

Universitas Indonesia

3.6.6 Departemen Scientific Affairs/ SCA

Scientific Affair merupakan suatu departemen yang membawahi tiga

bagian, yatu bagian Regulatory Affair Indonesia, Regulatory Affair APRO (Asia

Pasific Regional Officer) dan Medical. Regulatory Indonesia terbagi menjadi 3

team yakni OTC dan Food Suplemen, Etichal & Onko, Registrasi Variasi dan

Artwork (develop kemasan produk). Aktifitas Regulatory Affairs Indonesia mulai

dari saat bussiness development melakukan research di pasaran terhadap produk-

produk yang sedang trend, bila sudah dilakukan searching market dan mendapat

approval oleh pihak manajemen bahwa produk tersebut akan diluncurkan /

release, maka data tersebut akan dimasukkan ke bagian RA Indonesia untuk

diregistrasi agar mendapatkan nomor registrasi. Untuk pendaftaran registrasi

dilakukan di badan POM. Setelah diregistrasi, dilakukan follow up sampai

mendapat nomor registrasi. Setelah dapat nomor registrasi, dokumen diserahkan

ke bagian bussiness development untuk persiapan launching produk. Desain

kemasan juga dilakukan oleh bagian ini yang bekerjasama dengan supervisor

bahan kemas dari QC serta bertanggung jawab mengenai desain kemasan dan

mutu kemasan produk baik untuk dalam maupun luar negeri Regulatory Affair

Indonesia juga betugas di bagian Eksport dan Produk transfer bertugas

menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara yang minta eksport.

Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas

menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasific termasuk ASEAN. Medical,

bertugas untuk support untuk marketing saat akan launching produk baru dengan

memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang

berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para

medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk

mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain.

Bagian medical juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani

pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain

mengenai efek samping bahan aktif obat.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

72

Universitas Indonesia

3.6.7 Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and

Development Department)

Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis

Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama. Hal ini terdiri dari

formulasi produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu

kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi.

Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan

copy, bukan untuk mencari zat kimia baru/new chemical entity. Hal ini

dikarenakan kebijakan PT. Actavis yang memfokuskan diri pada produk obat

generik dan copy.

Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian

pemasaran/business development. Dalam hal ini, bagian pemasaran/business

development sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan

diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan

oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan

formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas.

Pertemuan/meeting dapat dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan

hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar

teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar

yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya

produk terkait.

Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian

pertama adalah bagian “product development” yang produknya ditujukan pada

pasar nasional. Bagian kedua adalah “technology transfer” yang produknya

ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada

“product development” formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang

tersedia, sedangkan pada “technology transfer”, formula produk didapatkan dari

PT. Actavis Global.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

73

Universitas Indonesia

3.6.7.1 Alur Kerja Pengembangan Produk

a. Perencanaan

Pengembangan formulasi di awali permintaan yang diinginkan oleh

Business Development. Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan

Pengembangan Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut

(untuk “product development”) atau meminta “Technical Data Package”(untuk

“technology transfer”).

Formula yang telah dirancang, akan dilakukan trial pada skala laboratorium

untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan trial, bahan-

bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian

“Purchasing”. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian analytical

development. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses trial dapat dijalankan.

b. Pengembangan Produk

Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari “trial” atau

produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi,

dan dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi,

baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang

terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu

proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja

produksi/standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan

dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut

dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan “Operation

Director” dan “Head of Technology Transfer”.

Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat

Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh QA

dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar.

c. Monitoring Produk Jadi

Produk yang telah diproduksi tersebut, akan tetap dimonitor

perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah “Product

Lifecycle”. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

74

Universitas Indonesia

Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan

ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan

sebagainya.

d. Penjaminan Mutu

Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan

Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang

dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar

kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan

pengembangan produk tahap “small scale”, dan penanganan CAPA.

3.6.7.2 Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis

Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method (AM)

melakukan evaluasi sebagai berikut :

a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya:

European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States

Pharmacopoeia, dsb.

b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya:

kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb.

c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada

d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap,

misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb.

Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan

Full Validation Method.

3 Tahap Proses Pengembangan Metoda Analisa adalah :

a. Mencari supplier reagen, kolom, reference standard dan alat-alat untuk

pengembangan metoda analisa

b. Tahap trial metoda analisa

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

75

Universitas Indonesia

c. Tahap validasi

Pembuatan protokol validasi

Pengerjaan validasi

Pembuatan laporan validasi

Bagian Analytical Method mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk

jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang

dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life

produk.

3.6.8 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department)

Di PT Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam

departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer.

Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu maintenance, utility dan

EHS (Environment, Health, and Safety).

3.6.8.1 Departemen Engineering

Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan

pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, validasi,

dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik.

a. HVAC

HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air

conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu

lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara

spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur

dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara,

memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam

ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara.

Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan

fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia,

faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam

ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

76

Universitas Indonesia

ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit)

merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area

produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini

berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan

tekanan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat

dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel.

Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi

yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali

per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas 10.000, dengan

temperatur ruangan antara 20-25 oC, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik.

Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non

penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per

jam, dengan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan

persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara 20-25 oC.

Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang

memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997%

terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA,

dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki

efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran

jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan

pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan

kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek,

yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada

seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel

(partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan

kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan

penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara

serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter.

Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi

ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu

penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau

ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

77

Universitas Indonesia

di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk

proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area

produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting

memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup

menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan

cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi

sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter.

Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring

udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi

penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU

tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor.

Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan

untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses.

Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi

penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin

bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin,

maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu.

Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan

pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge,

particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode

pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle

counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang

dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan

partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan

petri, dan contoh makanan.

Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2

area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun

personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus

melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan

sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang

penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi

ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

78

Universitas Indonesia

tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara

area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan

yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang

produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang

penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga,

terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan

tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge

(magnehelic).

Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih

bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan

rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah

non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar.

b. Kalibrasi

Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai

yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan

dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang

memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator

primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi

terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi

yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang

menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan

digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi,

serta beberapa institusi yang berada di luar negeri.

Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan

suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan

dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang

dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari

alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan

mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena

penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

79

Universitas Indonesia

secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau,

penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi.

Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah

ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi

ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status

kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun.

Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai

dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan.

c. Pengolahan purified water

Sumber air utama yang digunakan PT Actavis Indonesia adalah air bawah

tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga

dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT Actavis

Indonesia harus diolah terlebih dahulu.

Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air

bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan

melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati

penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan

anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya

UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3

filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikroba-

mikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter

dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan

dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke

sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan

baku produk atau untuk membersihkan wadah produk.

3.6.8.2 Departemen EHS (Environmental, Health and Safety)

Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia berkaitan

dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen

EHS PT Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan

keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

80

Universitas Indonesia

untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari

PT Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu:

a. Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan

dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten

b. Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah

lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua

aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh

organisasi.

Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter,

Jamsostek, dan P3K. sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee

medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check

up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga

menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja,

penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah

kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit

akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan

manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi

tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat

menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan

gabungan dari keduanya (unsafe action dan unsafe codition). Setiap kecelakaan

kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan

pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan

berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi.

Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara

lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang

dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik.

Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan.

Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan

dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila

memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

81

Universitas Indonesia

terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-

lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut

dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut

(transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT Actavis Indonesia

dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin.

a. Limbah Padat

Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),

hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk

recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang

atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke

PT Wastec International dan PT Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan

digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke

tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas

kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar

limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan.

b. Limbah Cair

Limbah cair PT Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian

domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah

domestik PT Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai

Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan

limbah cair PT Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan

biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT Actavis,

sebagai berikut:

Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair

masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m2. Pada kolam I terjadi proses

pengumpula dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari

kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses

penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan pH 6 – 9. Apabila pH dibawah

6 maka ditambahkan NaOH, bila pH diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran

yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

82

Universitas Indonesia

mengendap. Limbah cair kemudian disaring melalui filter I dan dipompa masuk

ke kolam 2.

Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai

kapsitas 350 m2. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan

oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2

berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai

oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan

limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada

kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan

Chemical Oxygen Deamand (COD).

Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai

kapasitas 150 m2. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3

dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapt digunakan

untuk menyiram kebun. Kontrol biologis dilakukan dengan memelihara ikan.

Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4.

Untuk pematauan biologis pada kola mini dipelihara ikan mas. Ila dalam keadaan

normal maka ika mas berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana

kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan terdapat luka–

luka.

Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika

dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan

terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua

pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC

laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk

pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan

penampakan visual limbah.

c. Limbah Penisillin

Limbah penisillin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan

berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi

terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila

kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

83

Universitas Indonesia

dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian

cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin

tidak aktif lagi.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

84 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin

bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga

konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang

digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara

Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

PT. Actavis Indonesia merupakan salah satu Perusahaan Modal Asing

(PMA) yang terdapat di Indonesia yang diresmikan pertama kali pada tanggal 8

November 1969 dengan nama PT Dumex Indonesia. PT. Actavis Indonesia berada

di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan generik bertaraf

internasional nomor tiga terbesar di dunia, berpusat di Swiss. Saat ini, Actavis

merupakan perusahaan dengan lebih dari 10.000 karyawan yang tersebar di lebih

dari 40 negara.

PT Actavis Indonesia memproduksi lebih dari 100 jenis molekul produk

yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer,

antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi PT Actavis Indonesia

yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair

(sirup, suspensi), dan enema. Selain dipasarkan untuk pasar lokal, produk-produk

tersebut juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia Pasifik.

PT. Actavis Indonesia sebagai salah satu PMA yang memproduksi obat

telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan

diperolehnya 14 sertifikat GMP untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk,

cairan, dan semipadat dari BPOM pada tahun 2011; dan sertifikat GMP untuk

beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukranian Authority pada

tahun 2008. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan

suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan

yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Dalam menjalankan kegiatannya PT. Actavis Indonesia terbagi dalam

beberapa departemen, antara lain Departemen Keuangan (Finance), IT

(Information Technology), SDM (Human Resource /HRD), Mutu (Quality

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

85

Universitas Indonesia

Operation), Manajemen Bahan Baku (Material Management), Operasi (Produksi

dan PPIC), Teknik (Engineering dan EHS), Pengembangan Produk (Product

Development/PD), Scientific Affairs (SCA), serta departemen Pemasaran

(Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales.

Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management) membawahi

departemen Purchasing, Gudang, serta Ekspor. Departemen Purchasing di PT.

Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement.

Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai

dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang.

Departemen Purchasing ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian raw

material, packaging material, dan pengadaan indirect material. Indirect material

ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan

produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Sedangkan raw material

dan packaging material disebut sebagai direct material, karena menghasilkan

produk obat.

Departemen purchasing melakukan pembelian berdasarkan permintaan

produk (order) dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang

diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk

produksi. Selanjutnya permintaan-permintaan tersebut akan diterjemahkan

menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan

melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama

barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval

Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau

hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging

material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari

supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan

atas jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan.

Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian

purchasing yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT.

Actavis memiliki approval supplier list, dimana bagian purchasing hanya

diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari supplier-supplier yang sudah

disetujui dan diketahui memiliki kualitas yang baik.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

86

Universitas Indonesia

Bagian gudang merupakan salah satu bagian dari departemen material

management. Bagian gudang bertugas menerima, menyimpan dan

mendistribusikan material bahan baku dan bahan kemas yang berkaitan dengan

produksi berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC dan produk jadi

ke distributor. Bagian ini memiliki tanggung jawab yang besar sebab jika bahan

baku atau bahan kemas yang datang dari pemasok tidak disimpan dan

dikondisikan dengan baik maka dapat menyebabkan material rusak ataupun

hilang. Setiap barang yang datang dari supplier akan diberi label “QUARANTINE“

berwarna kuning. Sebelum barang digunakan untuk proses produksi, bagian QC

melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa diberi label “QC HOLD”

berwarna kuning hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC diberi label

“RELEASE” berwarna hijau. Sedangkan barang yang ditolak diberi label

“REJECTED” berwarna merah dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah)

untuk dikembalikan ke supplier.

Untuk produk jadi, proses pendistribusian ke distributor oleh gudang

dilakukan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Produk

yang didistribusi adalah produk yang sudah lulus uji dari bagian QC. Setelah

picklist dikirim ke bagian keuangan, bagian gudang akan menyiapkan produk

yang diminta. Setelah barang siap, bagian keuangan akan melakukan pemotongan

stok di sistem, mencetak invoice, kemudian barang akan diserahkan ke distributor.

Departemen perencanaan (PPIC) PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi

dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian

persediaan (Inventory Control). Departemen ini bertanggung jawab untuk

mengatur order yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group)

serta toll manufacturing. Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan

ekspor, terdapat pula forecast. Forecast ini merupakan perkiraan penjualan, yang

diperoleh dari hasil analisa tim marketing berdasarkan trend tahun lalu. Order dari

marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC

melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC

menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise

Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia

disebut Mfg Pro. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

87

Universitas Indonesia

dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung

kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta

jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain

dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC

membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Selain berkaitan

erat dengan bagian purchasing, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi,

guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order (Pick List) berisi

perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk

produksi.

Setelah PPIC membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan

menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi,

jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka

jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga

dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga

pemenuhan barang berlangsung 3 bulan, sehingga PPIC bertanggungjawab dalam

mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan

melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal

produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami.

Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas

yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk

(Multy Product Facility/MPF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility

/TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan

obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang

telah disetujui oleh bagian QA. Terdapat dua jenis ruangan di fasilitas produksi

PT. Actavis Indonesia, yaitu Area Abu-abu (Grey Area) dan Area Hitam (Black

Area). Area Abu-abu (Grey Area) digunakan untuk proses dispensing, produksi

dan pengemasan primer, sedangkan Area Hitam (Black Area) digunakan untuk

proses pengemasan sekunder.

Tiap fasilitas produksi memproduksi bentuk sediaan yang berbeda-beda,

misalnya untuk sediaan semipadat diproduksi di TPF, sediaan padat dan cair non

betalaktam dilakukan di MPF, sedangkan BLF hanya khusus memproduksi

produk-produk beta laktam/penisilin dalam bentuk tablet kapsul dan dry syrup.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

88

Universitas Indonesia

Dalam melakukan proses produksi, operator produksi dilengkapi dengan alat

pelindung diri. Beberapa diantaranya seperti sarung tangan, kacamata, penutup

telinga, dan baju pelindung khusus untuk produk-produk yang sangat berdebu.

Dari segi standar ruangan, masing-masing fasilitas telah dilengkapi dengan

sistem Airlock (ruang penyangga), dengan tujuan untuk membatasi pertukaran

udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya

kontaminasi silang. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan

produksi yang dilakukan pada bagian BLF pada prinsipnya sama dengan fasilitas

produksi lainnya (MPF dan TPF). Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua

ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh

petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data

Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data

logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian

pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari

tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat

pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di

area produksi adalah 10-30 kPa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan

untuk melakukan proses produksi.

Sebelum memasuki area produksi, terdapat standar operasional (SOP)

yang harus dilakukan oleh karyawan, maupun pengunjung. Saat memasuki ruang

ganti, pertama diharuskan mengganti sepatu dengan sepatu area hitam, ataupun

menggunakan penutup sepatu (shoes cover). Selanjutnya, mengganti baju dengan

menggunakan baju area hitam dan bila ingin memasuki ruangan produksi area

abu-abu maka diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus (overall), penutup

kepala, sepatu khusus atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover), dan

masker. Selanjutnya, karyawan dan pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan

dan menggunakan desinfektan. Semua prosedur ini dilakukan untuk mencegah

adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang

dihasilkan.

Dalam semua proses produksi, operator produksi diwajibkan untuk selalu

membaca MPPCR (job sheet) dan tidak diperkenankan untuk menghafal agar

tidak terjadi kesalahan dalam proses pembuatan obat. Semua hal dalam proses

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

89

Universitas Indonesia

produksi harus terdokumentasikan dengan baik, mulai dari bahan baku yang

diterima, kebersihan mesin, log book penggunaan mesin, pengaturan aktual mesin,

sampai hasil produk ruahan yang diperoleh, dan berapa banyak produk reject

dalam proses produksi. Proses pengisian job sheet menggunakan tinta biru untuk

menjaga keaslian dari dokumen.

Dalam tiap tahap produksi, operator selalu melakukan optimasi terlebih

dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam job sheet. Produk

hasil optimasi ini dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh

spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya

dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses

produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot tablet,

kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC

yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul,

panjang kapsul, dan waktu hancur. Sampel produk hasil IPC dikategorikan

sebagai reject IPC. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel

untuk diuji oleh Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi. Sampel tersebut dikirim

untuk dilakukan uji antara lain: Final mixing blend uniformity, Carr’s Index,

Particle size distribution, Disolusi dan Content Uniformity dan mikrobiologi.

Pada BLF, semua orang yang akan memasuki BLF sebelumnya dilakukan

tes alergi terhadap penisilin terlebih dahulu dan sebelum keluar dari BLF.

Karyawan maupun pengunjung BLF diwajibkan untuk mandi jika akan keluar dari

gedung BLF. Sistem airlock pada ruang betalaktam sedikit berbeda dengan MPF

dan TPF. Pada BLF, koridor grey area memiliki tekanan udara (+++). Udara dari

koridor grey area masuk ke ai lock cutdown yang tekanan udaranya (++),

selanjutnya ke airlock sink yang tekanan udaranya (+). Di sebelah air lock sink

terdapat air lock bubble yang dekat dengan black area dengan tekanan udara (++).

Hal ini bertujuan untuk menahan udara agar tidak kembali ke ruang produksi beta

laktam serta mencegah adanya udara yang keluar dari area produksi.

Proses produksi sediaan padat di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya

memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk

sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya

adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

90

Universitas Indonesia

baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non

penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi

dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang

keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH pH 10.

Sebelum dilakukan pengemasan primer, produk-produk ruahan disimpan

dalam ruangan WIP (Work in Process), dan diberikan label berwarna ungu.

Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi

dan WIP untuk psikotropika. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan

untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book

WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP

produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci.

Secara umum uraian mengenai produksi diatas menunjukkan bahwa dalam

bidang produksi, PT. Actavis Indonesia telah memenuhi persyaratan sesuai yang

ditetapkan oleh CPOB atau GMP.

Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen,

yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen

Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses pengawasan mutu (QC)

dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen

Pemastian Mutu (QA). Untuk itu, kedua departemen ini berada dibawah satu

pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan

mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas

produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat

yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai

dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku.

Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA. QA memastikan

bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat

yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Agar

proses yang dilakukan selalu sama untuk mendapatkan obat dengan mutu yang

seragam, maka QA bertanggungjawab dalam pembuatan Standard Operating

Procedure (SOP). SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat

langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke

departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

91

Universitas Indonesia

harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA

akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak,

dan didistribusikan ke bagian yang terkait. Change control diperlukan untuk

mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan

dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan

baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change

control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen

yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat

pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen.

Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan

dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan

efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan

formula, pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen,

perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan

permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan

dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan

pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mereview dan

menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya

didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan.

Selanjutnya diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan

validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait.

Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah

perlu dilaporkan kepada pihak authority dan diinformasikan mengenai perubahan

yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA

dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait.

Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen

yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record

(MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen

registrasi, dan dokumen Change control. SOP dibuat oleh masing-masing

departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft,

kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil

revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

92

Universitas Indonesia

(kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan

template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang

terkait.Spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi

yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi

mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau

produk jadi sebelum atau selesai digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi

digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun

material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi secara lengkap dan

terperinci semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produk. Dalam MPPCR

terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing,

filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi.

Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih

atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head

of Quality Operation.

Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai.

Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level

karyawan di departemen masing-masing dan mengirmkannya pada bagian QA

untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke

dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan

hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Selain

training tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan

pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak. Semua

kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran

masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan.

Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk

menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan.

Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan

validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility),

validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (Process

Validation), validasi pembersihan (cleaning).

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

93

Universitas Indonesia

Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi

tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setiap tahun pada tiap bets produk

yang diluluskan. Peninjauan mutu produk tersebut dilakukan untuk membuktikan

konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan

obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.

Implementasi GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus

terkontrol maka perlu diadakannya inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh

komite dari pengawasan mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap semua yang

berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan

tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar

diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu

analisis report, batch record, dan laporan validasi untuk setiap batch validasi.

Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan

perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor

audit dan toll out manufacturing audit. Hal ini bertujuan untuk bahwa pemasok

(vendor) maupun jasa servis yang digunakan di Actavis Indonesia mempunyai

kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau

pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out

manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang

membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat

dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produk nya di PT. Actavis

Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal

(BPOM) maupun Eropa (PICS).

Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan

pelulusan obat jadi. PT. Actavis Indonesia menganut Europe GMP, maka untuk

pelulusan obat jadi juga dibutuhkan tandatangan dari seorang qualified person.

Dalam menangani Technical Agreement yaitu jika tidak adanya fasilitas yang

memadai seperti PT. Actavis Indonesia yang tidak memiliki fasilitas steril

sedangkan perusahaan memiliki produk steril maka dilakukan pembuatan produk

steril di pabrik lain dan terdapat kontrak dengan perusahaan tersebut.

Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS

terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC jika tidak terdapat

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

94

Universitas Indonesia

kesalahan laboratorium maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam

keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah

melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu

produk sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Jika terdapat OOS, maka harus dilaksanakan investigasi dan harus

diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja kecuali penyelesaian tindakan perbaikan

dan pencegahan yang mungkin memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi

harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan

yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan dan penyebab OOS atau

hasil uji tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu

kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator

produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang

berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi

investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi.

Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa

cacat produk seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat sedangkan

jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh

medical yang terdapat di Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari

costumer, dari pabrik atau produsen (misalnya stabilitas) dan dari inspektor

(BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh

pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk

menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan

efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akan melakukan investigasi lebih

lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi

dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel

pratinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan

tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan

ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan

formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk

untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA

selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

95

Universitas Indonesia

Jika setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan

penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang

kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan,

kadaluarsa, masalah keamsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat,

wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat

maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembali yaitu departemen QA yang

menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing

kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor

akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai

di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang

diproduksi dalam satu atau beberapa batch. Obat yang masih beredar kemudian

ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia

kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali).

Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia

berpusat pada formulasi obat, analisa metode dan penanganan produk pengalihan

(Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk,

reformulasi/ formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap

produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada

pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan

departemen pengembangan bisnis (Bussines Development) berdasarkan

pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan

kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk

jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk

dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi

persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk.

Pada produk yang mengalami keluhan, yang dilakukan adalah

penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian melakukan formulasi ulang

jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau pengantian kemasan jika berkaitan

dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala

pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka

harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi

variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

96

Universitas Indonesia

transfer, semua SPF (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data

Package) didapat dari Actavis Group kemudian diterapkan di PT. Actavis

Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang

diperoleh dari Actavis Group dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji

coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk

skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer

registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di Negara tempat obat tersebut

beredar dan di Indonesia.

Pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) terdapat

alat yang digunakan untuk uji coba beserta validasi metode analisis namun perlu

beberapa tambahan alat seperti spektrofotometri, AAS dan GC.

Departemen Engineering dan EHS merupakan unit yang penting dalam

kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung

jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau

mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup

pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan

dan keselamatan kerja karyawan.

Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara

berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan

terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau

sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang

terdiri dari kualifikasi desain , kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan

kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan

perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada

beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum

terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam

kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka

kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi

sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat

tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang

sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

97

Universitas Indonesia

EHS merupakan suatu bagian dari Engineering yang berfungsi sebagai

pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi

untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis

untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan.

Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan, kesehatan, dan

kesejahteraan karyawan. Pengolahan limbah di PT. Actavis Indonesia merupakan

tanggung jawab dari bagian EHS. Secara umum berdasarkan keamanannya,

limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3.

Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi

menjadi limbah padat dan cair.

Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan

obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk

limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin,

buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan

kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair

dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri.

Metode pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang

dilakukan secara 4 tahapan. Sedangkan limbah padat, pengolahannya diserahkan

kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastek Internasional dan PT. Indocement.

Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih

dahulu dengan larutan NaOH 2%, barulah kemudian dilakukan pembuangan

sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair.

Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat

berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses

produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan

berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi

dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian

office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan

dibedakan berdasarkan tingkat resiko, seperti pemeriksaan pendengaran

untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin.

Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara

tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

98

Universitas Indonesia

jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai

dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk

kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam

proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter–parameter yang

menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau.

Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan,

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan

untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan

pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga

melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study).

Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka ada dua laboratorium yaitu

laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi

multiproduk dan Topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium

kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau

fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga

area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk

penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium

mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mirkoba

terhadap fasilitas dan bangunan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

99 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat

disimpulkan bahwa :

a. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa

di segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses

produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang

terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan

didokumentasikan dengan baik. Semua bagian di dalam struktur organisasi

PT Actavis Indonesia juga telah dapat bekerja sama dan menciptakan

suasana kerja yang kondusif dan nyaman

b. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting

yaitu, menjadi personil kunci antara lain sebagai kepala produksi, kepala

pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu.

5.2 Saran

a. Tetap mempertahankan kerjasama yang baik antar departemen pada PT

Actavis Indonesia sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik.

b. Terus menjaga dan mempertahankan kualitas produk sesuai dengan CPOB

atau GMP yang telah ada.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

100

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obatyang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan MenteriKesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang IndustriFarmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: PresidenRI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI

Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: GlobalPustaka Utama.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Approved Supplier. Jakarta: PT. ActavisIndonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan danTamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. ActavisIndonesia

PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta: PT.Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2011). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta: PT. ActavisIndonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Change Control (Kontrol Perubahan).Jakarta: PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Pembersihan Mesin Secara Umum. Jakarta:PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta: PT.Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta: PT.Actavis Indonesia.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

101

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

102

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia (lanj.)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. ACTAVIS INDONESIA

JALAN RAYA BOGOR KM. 28 JAKARTA TIMUR 13710

PERIODE 12 AGUSTUS - 30 SEPTEMBER 2013

PREFORMULASI SEDIAAN KAPSUL LUNAK GELATINVITAMIN E DAN TETRASIKLIN HCL

GAGAS PRAYOGA, S.Farm.1206329650

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKJANUARI 2014

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PREFORMULASI SEDIAAN KAPSUL LUNAK GELATINVITAMIN E DAN TETRASIKLIN HCL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

GAGAS PRAYOGA, S.Farm.1206329650

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKJANUARI 2014

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................. iHALAMAN MUKA...................................................................................... iiDAFTAR ISI.................................................................................................. iiiDAFTAR GAMBAR..................................................................................... ivDAFTAR TABEL......................................................................................... vDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viBAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1

1.1 Latar belakang................................................................................. 11.2 Tujuan............................................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 22.1 Kapsul Lunak Gelatin..................................................................... 22.2 Vitamin E........................................................................................ 102.3 Tetrasiklin....................................................................................... 15

BAB 3 METODOLOGI PENGERJAAN............................................... 173.1 Lokasi dan Waktu........................................................................... 173.2 Metode Pengumpulan Pengolahan Data......................................... 17

BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN....................... 184.1 Pertimbangan Pemilihan dan Spesifikasi Bahan............................. 184.2 Formula dan Cara Pembuatan......................................................... 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 375.1 Kesimpulan..................................................................................... 375.2 Saran............................................................................................... 38

DAFTAR ACUAN........................................................................................ 39LAMPIRAN................................................................................................... 41

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin Rotary Die......................................................................... 8Gambar 2.2 Bagian Pengisian Kapsul pada Mesin Rotary Die....................... 8Gambar 2.3 Skema Rotary Die Process.......................................................... 9Gambar 2.4 Mesin Seamless Process.............................................................. 10Gambar 2.5 Struktur Kimia Vitamin E............................................................ 11Gambar 2.6 Struktur Kimia Vitamin E Sintetis.............................................. 12Gambar 2.7 Tetrasiklin.................................................................................. 15Gambar 2.8 Tetrasiklin HCl........................................................................... 15Gambar 4.1 Struktur Kimia Vitamin E Alami............................................... 18Gambar 4.2 Struktur Kimia Tetrasiklin HCl.................................................. 19Gambar 4.3 Struktur Kimia BHT.................................................................... 20Gambar 4.4 Struktur Kimia BHA................................................................. 21Gambar 4.5 Struktur Kimia Propylparaben................................................... 22Gambar 4.6 Struktur Kimia Glycerin............................................................ 24Gambar 4.7 Struktur Kimia Methylparaben.................................................... 25Gambar 4.8 Struktur Kimia Disodium Edetate................................................ 27Gambar 4.9 Struktur Kimia FD&C Blue no.1................................................. 29Gambar 4.10 Struktur Kimia FD&C Yellow no. 6.......................................... 30

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk, Ukuran dan Volume Kapsul Lunak Gelatin...................... 2Tabel 2.2 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 1....................................... 6Tabel 2.3 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 2........................................ 6Tabel 2.4 Hasil Degradasi Vitamin E............................................................... 13Tabel 2.5 Hasil Degradasi Tetrasiklin.............................................................. 16

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E.................. 41Lampiran 2 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl.......... 42

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

1Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin E dan Tetrasiklin merupakan zat obat yang sudah sering digunakan

pada saat ini. Vitamin E dikenal sebagai senyawa antioksidan yang berfungsi

untuk menangkal radikal bebas, sedangkan Tetrasiklin dikenal sebagai senyawa

antibiotik dengan spektrum luas. Keduanya dipasarkan dengan berbagai bentuk

senyawa, baik senyawa aslinya, garamnya, esternya, dan sebagainya. (Reich, G.,

2004; Brigelius-Flohe, R., Traber, G. M., 1999; Agwuh, K. N., MacGowan, A.,

2006)

Kedua senyawa tersebut banyak digunakan oleh masyarakat, namun dilihat

dari sifat fisikokimia senyawa tersebut, keduanya memiliki kekurangan yang

sama. Kekurangan tersebut adalah rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitar,

baik karena oksidasi, perubahan pH, kelasi dan sebagainya. Selain itu keduanya

juga sukar larut pada cairan tubuh karena keduanya bersifat hidrofobik. Karena

sifat hidrofobik ini, maka keduanya sering dianggap memiliki bioavailabilitas

yang kurang baik. Oleh karena itu, perlu dibuat sediaan yang dapat mampu

melindungi terhadap pengaruh lingkungan sekitar dan meningkatkan

bioavailabilitas kedua zat tersebut. (Reich, G., 2004; Brigelius-Flohe, R., Traber,

G. M., 1999; Agwuh, K. N., MacGowan, A., 2006)

Salah satu sediaan yang mampu memenuhi kedua hal tersebut adalah soft

gelatin capsule atau kapsul lunak gelatin. Namun sebelum memutuskan

pembuatan sediaan tersebut, perlu diketahui berbagai hal, antara lain formula yang

sesuai, keuntungan dan kerugian dari sediaan tersebut, dan proses pembuatan

kapsul tersebut. Tugas khusus ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan diatas tadi.

1.2 TujuanMenemukan preformulasi yang sesuai untuk kapsul lunak gelatin Vitamin E

dan Tetrasiklin HCl.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

2Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul Lunak Gelatin

Kapsul lunak adalah sediaan dosis tunggal, mengandung isi berupa cairan

atau semisolid yang dilapisi oleh cangkang kapsul yang terdiri dari satu bagian

dan tersegel. Bentuk ini terbentuk, terisi, dan tersegel dalam satu proses yang

berkesinambungan. Bergantung dari polimer yang membentuk cangkang, sediaan

ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kapsul lunak gelatin, dan kapsul lunak

non-gelatin. Umumnya, sediaan kapsul lunak dibuat dari gelatin, namun, beberapa

sediaan kapsul lunak non-gelatin telah dipatenkan dan telah dipasarkan. (Reich,

G., 2004)

2.1.1 Bentuk, Ukuran, dan Volume

Variasi bentuk, ukuran, dan volume kapsul dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bentuk, Ukuran dan Volume Kapsul Lunak Gelatin (Tabibi, S. E. dan

Gupta, S. L., 2008)

Bulat Oval Oblong Tabung Suppositoria

Ukuran Volumeoptimum

Ukuran Volumeoptimum

Ukuran Volumeoptimum

Ukuran Volumeoptimum

Ukuran Volumeoptimum

3 3,0 2 2,3 3 3,0 3 3,0 10 10,04 4,0 3 3,0 4 4,0 4 4,0 17 17,05 5,0 4 4,0 6 5,0 5 5,0 40 40,06 6,0 5 5,0 8 6,0 6 6,0 80 80,07 7,0 6 6,0 9,5 9,5 8 8,09 9,0 7,5 7,5 11 11,0 17,5 17,5

15 15,0 10 10,0 12 12,0 30 32,020 20,0 12 12,0 14 14,0 45 45,040 40,0 16 16,0 16 16,0 65 65,050 50,0 20 20,0 20 20,0 90 90,080 65,0 30 30,0 120 120,090 80,0 40 40,0

60 60,080 80,085 85,0

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

3

Universitas Indonesia

2.1.2 Keuntungan dan Kerugian

Sediaan kapsul lunak gelatin memiliki beberapa keuntungan dan kerugian.

Oleh karena itu harus dipertimbangkan dengan benar agar mencapai efisiensi dan

memenuhi standar yang dipersyaratkan.

2.1.2.1 Keuntungan (Munyedo, L. L., dan Benza, H. I., 2011)

a. Meningkatkan laju absorbsi obat

Hal ini disebabkan karena dalam kapsul lunak gelatin matriks obat

berbentk cairan. Dalam sediaan solid pada umumnya, obat harus mengalami

tahap disintegrasi terlebih dahulu sebelum diabsorbsi oleh tubuh. Ketika

sediaan lain harus mengalami proses disentegrasi, sediaan kapsul lunak gelatin

hanya perlu mengalami ruptur pada cangkang kapsul, yang kemudian akan

melepaskan cairan obat.

b. Meningkatkan bioavailabilitas obat

Selain meningkatkan laju absorbsi obat, sediaan kapsul lunak gelatin juga

dapat meningkatkan bioavailabilitas obat. Pada penelitian sebelumnya,

dilakukan uji bioavailabilitas dari saquinavir. Hasil dari penelitian tersebut,

AUC dari sediaan kapsul lunak gelatin saquinavir tiga kali lipat dari saquinavir

dalam kapsul biasa.

c. Keseragaman dosis obat lebih terjamin

Proses pencampuran, granulasi, kempa, dan pengisian obat pada sediaan

umumnya berisiko tidak homogen. Hal ini disebabkan proses-proses tadi

memiliki potensi hilangnya sejumlah obat karena terbawa udara. Dengan

menggunakan matriks cair, hilangnya obat dapat diminimalisir dan

keseragaman dosis lebih terjamin. Hal ini menguntungkan untuk obat dengan

indeks terapi sempit atau obat dengan dosis rendah.

d. Stabilitas obat lebih meningkat

Kapsul lunak gelatin meningkatkan perlindungan obat terhadap reaksi

oksidasi ataupun hidrolisis. Hal ini disebabkan cairan obat disiapkan dan

dikapsulasi dalam atmosfer nitrogen. Selain itu cangkang dari kapsul lunak

gelatin memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen. Dengan

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

4

Universitas Indonesia

menggunakan matriks lipofilik, maka permeabilitas terhadap kelembaban

menjadi rendah.

e. Ketertarikan dan kepatuhan pasien

Menurut beberapa penelitian, kapsul lunak gelatin lebih disukai pasien

karena lebih mudah ditelan, tanpa rasa yang mengganggu dan praktis.

Kepatuhan pasien dapat ditingkatkan karena dengan meningkatnya

bioavailabilitas, ukuran kapsul dapan diperkecil. Hal ini mempermudah bagi

pasien untuk menelan.

2.1.2.2 Kerugian (Munyedo, L. L., dan Benza, H. I., 2011)

a. Tingginya biaya produksi

Biaya produksi lebih mahal, karena teknologi yang digunakan juga lebih

maju. Dampak dari biaya produksi yang tinggi adalah biaya obat yang tinggi

juga.

b. Sensitif terhadap panas dan lembab

Karena sediaan ini didesain agar mudah pecah dengan adanya panas

tubuh dan air, maka sediaan ini menjadi sensitif terhadap dua hal tersebut. Soft

gelatin capsule yang terkena panas dan lembab dapat menempel, pecah, dan

menurunkan waktu penyimpanan.

c. Larangan konsumsi

Gelatin berasal dari sapi atau babi. Beberapa golongan masyarakat

seperti Hindu atau Islam melarang konsumsi dari salah satu bahan tersebut.

2.1.3 Pertimbangan Formulasi Kapsul Lunak Gelatin (Munyedo, L. L., dan Benza,

H. I., 2011)

Desain kapsul lunak gelatin mencakup formulasi cangkang dan isi kapsul

yang tepat. Ketika telah ditemukan formulasi yang tepat, diperlukan proses

optimasi. Optimasi diperlukan untuk mencapai efisiensi produksi dan memenuhi

syarat yang ditentukan.

Cangkang kapsul lunak terdiri dari beberapa bahan. Antara lain gelatin,

bahan pelunak (plasticizer), atau kombinasi dari bahan pelunak dan air. Sebagai

bahan tambahan, dapat ditambahkan pengawet, pewarna dan opacifying agent,

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

5

Universitas Indonesia

perasa dan pemanis, bahan pelindung dari asam lambung, dan zat aktif jika

diperlukan.

Keunggulan gelatin sebagai pembentuk massa kapsul antara lain

ketersediannya yang luas, kemampuan membentuk film yang baik, dan stabilitas

mekanis yang baik. Gelatin yang dibuat dari kulit, tulang, tendon, dan kolagen

hewan cepat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Selain itu, mengandung berbagai

asam amino yang berguna bagi tubuh.

Formulasi dari isi kapsul dikembangkan untuk mencapai fungsi terapetik

yang sesuai. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah stabilitas zat aktif dalam

matriks. Studi tentang sifat fisikokimia zat aktif dan matriks pembawanya

berpengaruh terhadap bioavailabilitas. Selain itu, keamanan dan efisiensi proses

pengisian isi kapsul ke cangkang juga perlu diperhatikan, karena berpengaruh

terhadap stabilitas produk yang dihasilkan.

Formulasi dari cairan hidrofobik seperti minyak sayur dan vitamin E relatif

mudah untuk dibuat. Namun, bahan yang tidak larut air sebaiknya dibuat dalam

bentuk suspensi dan memiliki ukuran 80 mesh atau lebih halus. Beberapa jenis

bahan yang kurang sesuai untuk dienkapsulasi dalam sediaan kapsul lunak antara

lain:

Cairan yang mudah bermigrasi menembus cangkang gelatin, seperti bahan

higroskopis dan mudah menguap. Bahan larut air dapat mempengaruhi

cangkang gelatin, kecuali hanya dalam jumlah kecil atau dilapisi carrier yang

mengurangi efeknya pada cangkang.

Aldehid, yang memiliki kemampuan mengeraskan cangkang kapsul, sehingga

mempengaruhi laju disolusi.

Larutan asam atau basa yang harus dihindari, kecuali diatur agar menjadi

netral. Larutan asam dan basa dapat menyebabkan hidrolisis dan kebocoran

pada cangkang gelatin.

contoh formula kapsul lunak gelatin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

6

Universitas Indonesia

Tabel 2.2 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 1 (Ditzinger, G , Gabriel, B.,

Schmitt-Hoffmann, A., Wevelsiep, L., 2005)

Isi Kapsul Cangkang KapsulNama Bahan mg/kapsul Nama Bahan mg/kapsul

Aliteretionin (9-cis retinoicacid

20,00 Gelatin Sapi 80,85

DL-α-Tocopherol 0,028 Gliserol 24,53Hydrogenated Castor Oil 4,20 Sorbitol liquid, non-

crystallizing15,09*

Medium Chain Triglyceride 199,772 Water, Purified 13,33**Stearic Triglyceride 56,00 Iron Oxide, Red (E 172) 0,595

Iron Oxide, Yellow (E 172) 0,595Keterangan:

* = dihitung sebagai bahan kering

** = perkiraan kadar air setelah pengeringan

Tabel 2.3 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 2 (Ditzinger, G , Gabriel, B.,

Schmitt-Hoffmann, A., Wevelsiep, L., 2005)

Isi Kapsul Cangkang KapsulNama Bahan mg/kapsul Nama Bahan mg/kapsul

Aliteretionin (9-cis retinoicacid

20,00 Gelatin Sapi 82,00

DL-α-Tocopherol 0,028 Gliserol 26,40Soybean Oil 162,00 Sorbitol liquid, non-

crystallizing15,30*

Partially HydrogenatedSoybean Oil

65,00 Water, Purified 14,60**

Medium Chain Triglyceride 23,00 Iron Oxide, Red (E 172) 0,60

Stearic Triglyceride 199,772 Iron Oxide, Yellow (E 172) 0,60Yellow Wax 10,00

Keterangan:

* = dihitung sebagai bahan kering

** = perkiraan kadar air setelah pengeringan

2.1.4 Proses Pembuatan (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008)

Proses pembuatan kapsul lunak gelatin ada beberapa macam, antara lain:

2.1.4.1 Plate Process

Plate process merupakan metode produksi kapsul lunak yang pertama.

Secara garis besar, pertama-tama lembaran gelatin elastis diletakkan pada die

plate yang memiliki sejumlah lubang yang berguna untuk mencetak kapsul.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

7

Universitas Indonesia

Dengan menggunakan pompa vakum, lembaran gelatin tersebut akan menempel

pada die plate, dan pada bagian lubang, lembaran tersebut akan terbentuk

mengikuti bentuk lubang tersebut, sehingga terciptalah bentuk kapsul. Kemudian

isi kapsul dimasukkan dalam bentuk kapsul tadi, selanjutnya ditutup dengan

lembaran gelatin, diberi tekanan agar memberi bentuk kapsul, dan dipotong.

Masalah utama dari metode ini adalah kurangnya keseragaman dosis,

kehilangan bahan dalam skala yang besar, dan butuh tenaga kerja yang tinggi.

Oleh karena itu, metode ini sudah tidak digunakan lagi.

2.1.4.2 Rotary Die Process

Proses ini dikembangkan dan disempurnakan oleh Robert P. Scherer pada

tahun 1933. Proses ini menghilangkan hampir semua masalah yang dihadapi pada

plate process. Proses ini dimulai dari pelelehan gelatin dan pembuatan lembaran

gelatin dari dua sisi, kemudian lembaran gelatin tersebut digerakkan

menggunakan roller, dan dicetak menjadi bentuk cangkang kapsul (bagian atas

dan bagian bawah). Selanjutnya dari tengah kedua cangkang tersebut, dimasukkan

isi kapsul. Setelah isi kapsul masuk, kedua bagian kapsul tersebut disatukan

dengan menggunakan panas.

Roller yang mengalirkan lembaran gelatin harus selalu licin, tidak boleh

terjadi macet karena gelatin menempel. Oleh karena itu, roller terus-menerus

diberikan pelumas. Untuk menjamin keamanan sediaan, pelumas yang digunakan

pada mesin harus termasuk kategori aman atau GRAS (Generally Recognized as

Safe Material).

Setelah proses enkapsulasi selesai, kapsul dicuci dengan cairan mudah

menguap untuk menghilangkan sisa cairan pelumas yang mungkin menempel.

Kemudian kapsul mengalami pengeringan tahap pertama dengan cara digulirkan

(tumble drying) atau dikeringkan pada nampan pada suhu 30 - 40 °C hingga kadar

kelembaban (moisture content) kapsul mencapai 50-60%. Selanjutnya pada

pengeringan tahap kedua, kapsul dikeringkan pada nampan pada suhu 21 – 24 °C

dengan RH ruangan 20 – 30%. Proses ini dilakukan hingga kadar kelembaban

kapsul mencapai 6 - 10%. Kapsul tersebut kemudian diperiksa ukurannya,

warnanya, dan dikemas.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

8

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Mesin Rotary Die (Reddy, B. V., Deepthi, A., Ujwala, P., 2012)

Gambar 2.2 Bagian Pengisian Kapsul pada Mesin Rotary Die (Tabibi, S. E. andGupta, S. L., 2008)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

9

Universitas Indonesia

Gambar 2.3 Skema Rotary Die Process (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008)

2.1.3.3 Seamless Process

Proses ini bertujuan untuk menghasilkan kapsul lunak yang tidak memiliki

belahan (seamless). Pada proses ini, lelehan gelatin dan isi kapsul diteteskan

bersamaan, sehingga terbentuklah tetesan berbentuk bulat (sferis). Kedua cairan

ini (lelehan gelatin dan isi kapsul) tidak bercampur karena keduanya terpisahkan

oleh tegangan permukaan. Selanjutnya tetesan ini masuk ke dalam kolom

pendingin. Pada kolom ini, berisi cairan pendingin yang berfungsi mengeraskan

tetesan tadi. Tetesan yang telah keras tersebut, akan membentuk suatu kapsul

lunak yang tidak ada belahannya (seamless). Selanjutnya kapsul mengalami

proses pencucian dan pengeringan seperti proses rotary die.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

10

Universitas Indonesia

Gambar 2.4 Mesin Seamless Process (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008)

2.2 Vitamin E

Vitamin E adalah suatu grup yang poten, larut lemak, dan merupakan

antioksidan pemutus rantai oksidasi. Analisis struktur kimia menyatakan bahwa

molekul yang memiliki aktifitas antioksidan vitamin E termasuk empat tokoferol,

(alfa, beta, gama, delta) dan empat tokotrienol (alfa, beta, gama, delta). Salah satu

bentuknya, alfa-tokoferol, memiliki aktifitas biologi tertinggi. Untuk lebih

jelasnya struktur kimia dari berbagai bentuk vitamin E dapat dilihat pada gambar

2.5. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

11

Universitas Indonesia

Gambar 2.5 Struktur Kimia Vitamin E (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M.,

1999)

Suplemen vitamin E yang tersedia umumnya hanya mengandung alfa

tokoferol, baik berupa bentuk base maupun esternya (asetat, suksinat, nikotinat).

Vitamin E tersebut ada yang berupa vitamin E alami, maupun yang sintetis. Untuk

vitamin E alami biasa diawali dengan huruf d-, sedangkan untuk sintetis diawali

dengan huruf dl-. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999)

Vitamin E sintetis (dl-alfa tokoferol) memiliki delapan jenis isomer. Isomer

yang struktur kimianya sama dengan alfa tokoferol alami disebut RRR-alfa

tokoferol, atau all rac-alfa tokoferol. Untuk jenis lainnya yaitu RRS, RSS, RSR,

SRR, SRS, SSR, SSS alfa tokoferol. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M.,

1999)

Penamaan ini didasarkan pada atom kiral yang terdapat pada C2 di cincin

kroman dan C4 dan C8 di gugus phytyl. Setiap bentuk ini telah diujicobakan pada

tikus, dan didapatkan hasil bahwa setiap isomer memiliki aktifitas yang berbeda.

Jika diandaikan aktifitas biologis RRR-alfa tokoferol adalah 100%, maka RRS

90%, RSS 73%, SSS 60%, RSR 57%, SRS 37%, SRR 31%, and SSR 21%

(Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999). Struktur kimia dari vitamin E

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

12

Universitas Indonesia

sintetis dapat dilihat pada gambar 2.2. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M.,

1999)

Gambar 2.6 Struktur Kimia Vitamin E Sintetis (Brigelius-Flohe, R., dan Traber,

G. M., 1999)

Sediaan vitamin E yang beredar pada umumnya berbentuk vitamin E alami

(RRR-α tokoferol), vitamin E sintetis (dl-α tokoferol), maupun dalam bentuk

esternya (asetat atau suksinat). Secara umum, bentuk ester lebih stabil

dibandingkan bentuk fenol bebasnya, namun bentuk ester harus mengalami proses

hidrolisis ataupun de-esterifikasi oleh enzim pankreas di hati terlebih dahulu.

(Cheeseman, K. H., Holley, A. E., Kelly, F. J., Wasil, T. M., Hughes, L., Burton,

G., 1995)

Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa bioavailabilitas dari dl-α

tokoferol tidak jauh berbeda dibanding dl-α tokoferol asetat. Sedangkan

bioavailabilitas dl-α tokoferol asetat lebih baik daripada dl-α tokoferol suksinat.

Namun bioavailabilitas dari dl-α tokoferol asetat lebih rendah 3 kali lipat

dibanding RRR-α tokoferol. (Kivose,C., Muramatsu, M., Kameyama, Y., Ueda,

T., Igarashi., 1997)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

13

Universitas Indonesia

2.2.1 Stabilitas dan Hasil Degradasi

Vitamin E tidak stabil terhadap oksidasi, baik dengan udara maupun cahaya,

berdasarkan studi literatur, hasil degradasi vitamin E dapat dilihat pada tabel 2.4

(Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A., Rontani, J., 2009)

Tabel 2.4 Hasil Degradasi Vitamin E (Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A.,

Rontani, J., 2009)

No Nama Gambar

1. 8a-

hydroperoxytocopher

one

2. 4,8,12-trimethyltridecanal

3. 2,6,10,14-tetramethylpentadec-

1-ene

4. 4,8,12-trimethyltridecanoic

acid

5. 6,10,14-trimethylpentadecan-2-

one

6. 4,8,12,16-

tetramethylheptadecan-4-olide

7. 4,8,12,16-tetramethyl-4-

hydroxyheptadecanoic acid

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

14

Universitas Indonesia

8. 2,3-epoxy-a-tocopherylquinone

9. 5,6-epoxy-a-tocopherylquinone

10. a-tocopherylquinone

11. ortho-quinone methide

12. 5a-methoxytocopherol

13. 5a-hydroxytocopherol

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

15

Universitas Indonesia

2.3 Tetrasiklin

Gambar 2.7 Tetrasiklin

Gambar 2.8 Tetrasiklin HCl

Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Benjamin Duggar pada tahun 1948

dan telah digunakan lebih dari 6 dekade. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas

dan banyak digunakan. Tetrasiklin bekerja sebagai antimikroba dengan berikatan

ribosom subunit 30 s pada bakteri. (Zakeri, B., Wright, G. D., 2007)

Tetrasiklin termasuk senyawa yang tidak stabul terhadap perubahan pH,

baik terlalu asam maupun terlalu basa. Selain itu, tetrasiklin juga tidak stabil pada

pencernaan, hal ini menyebabkan turunnya bioavailabilitasnya. Tetrasiklin

ditemukan cukup stabil pada pH 6-6.5. Tetrasiklin berfluorosensi ketika terkena

sinar UV. Tetrasiklin inkompatibel dengan beberapa hal, seperti bicarbonate,

aluminum hydroxide, magnesium hidroksida, besi, kalsium, susu. Pada susu,

antasid, dan kaolin menyebabkan turunnya absorpsi. (Anderson, R.,

Groundwater. P., Todd, A., Worsley, A., 2012)

Tetrasiklin diketahui sebagai senyawa dengan bioavailabilitas jika

dikonsumsi secara oral. Penelitian terdahulu menunjukkan kadar tetrasiklin yang

dikonsumsi secara oral hanya mencapai sekitar 77% dari jumlah asalnya. Jika

tetrasiklin dikonsumsi setelah pasien memakan protein, lemak, atau karbohidrat,

absorbsinya turun drastis, dapat mencapai 50% dari asalnya. Hal ini mungkin

disebabkan beberapa hal, seperti terjadinya proses kelasi oleh logam, terbentuk

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

16

Universitas Indonesia

ikatan dengan protein, metabolisme lintas pertama di hati, dan degradasi

tetrasiklin dalam tubuh. (Agwuh, K. N., MacGowan, A., 2006)

2.3.1 Stabilitas dan Hasil Degradasi

Tetrasiklin termasuk senyawa yang tidak stabil terhadap panas, kelembaban

dan perubahan pH. Produk degradasi tetrasiklin yang utama dapat dilihat pada

tabel 2.5. (Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B.,

1998)

Tabel 2.5 Hasil Degradasi Tetrasiklin (Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino,

C., Silveira, I., Castillo, B., 1998)

No. Nama Gambar

1. 4-epitetrasiklin

2. Anhidrotetrasiklin

3. 4-epianhidrotetrasiklin

pada kondisi asam lemah (pH 3) tetrasiklin dapat mengalami epimerisasi menjadi

4-epitetrasiklin, sedangkan pada kondisi asam kuat (pH dibawah 2) tetrasiklin

dapat menjadi anhidrotetrasiklin. Epimerisasi dari anhidrotetrasiklin dan dehidrasi

dari 4-epitetrasiklin akan menghasilkan 4-epianhidrotetrasiklin. (Pena, A.,

Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B., 1998)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

17Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENGERJAAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Pengerjaan tugas khusus ini dilakukan di PT. Actavis Indonesia yang

berlokasi pada Jl. Raya Bogor Km. 28 Jakarta Timur 13710. Pelaksanaan PKPA

berlangsung pada tanggal 12 Agustus hingga 30 September 2013.

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data dikumpulkan dengan metode studi literatur. Dari literatur yang

dikumpulkan penulis, data diolah untuk dijadikan suatu preformulasi yang sesuai.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

18Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Spesifikasi Bahan dan Alasan Pemilihan

4.1.1 Komponen Isi Kapsul

4.1.1.1 Vitamin E Alami

Gambar 4.1 Struktur Kimia Vitamin E Alami (Brigelius-Flohe, R., dan Traber,

G. M., 1999).

Sinonim : natural vitamin E

Nama IUPAC : (2R)-2,5,7,8-tetramethhyl-2-[(4R,8R)-4,8,12-trimethyldecyl]-

3,4-dihydrochromen-6-ol

Pemerian : cairan minyak berwarna kuning sampai dengan kuning

kehijauan.

Titik Didih : 200-220 oC

Kelarutan : tidak larut dalam air. Larut dalam etanol. Dapat bercampur

dengan eter, aseton, minyak nabati, kloroform.

Stabilitas : sensitif terhadap cahaya, udara, dan agen pengoksidasi.

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi.

Penyimpanan : wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : zat aktif, untuk menjaga tubuh dari penuaan dini dan penyakit

degeratif seperti penyakit jantung

Kesetaraan Dosis: 1 unit d-alfa tokoferol setara dengan 0,67 mg d-alfa tokoferol.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

19

Universitas Indonesia

Alasan Pemilihan: bentuk d-alfa tokoferol merupakan bentuk yang paling aktif

dibandingkan dengan bentuk lainnya.

4.1.1.2 Tetrasiklin HCl

Gambar 4.2 Struktur Kimia Tetrasiklin HCl (British Pharmacopoeia

Commission, 2012)

Nama IUPAC : (4S,4aS,5aS,6S,12aS)-4-(Dimethylamino)-3,6,10,12,12a-

pentahydroxy-6-methyl-1, 11-dioxo-1,4,4a,5,5a,6,11,12a-

octahydrotetracene-2-carboxamide hydrochloride.

Pemerian : serbuk berwarna kuning.

Kelarutan : larut dalam air.

Stabilitas : sensitif terhadap cahaya, udara, dan kelembaban

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat.

Penyimpanan : wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : zat aktif, sebagai antibiotik

Alasan Pemilihan : memiliki kelarutan yang lebih baik dalam air, sehingga lebih

mudah diserap tubuh dibanding bentuk base.

4.1.1.3 Soybean Oil

Sinonim : Aceite de soja; Calchem IVO-114; Lipex 107; Lipex 200;

Shogun CT; soiae oleum raffinatum; soja bean oil;

soyabean oil; soya bean oil.

Pemerian : cairan berwarna kuning pucat beraroma sayur.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

20

Universitas Indonesia

Titik Didih : diatas 260°C (500°F)

Kelarutan : tidak larut dalam air.

Stabilitas : stabil jika dilindungi dari oksigen atmosfer.

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat.

Penyimpanan : wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : zat pembawa/pengisi.

Alasan Pemilihan : dapat bercampur dengan d-alfa tokoferol, relatif stabil,

ketersediaannya luas, dan telah dikenal mengandung lesitin,

suatu asam amino yang mampu bekerja sebagai surfaktan,

sehingga lebih menjamin homogenitas sediaan.

4.1.1.4 Butylated Hidroxy Toluene (BHT)

Gambar 4.3 Struktur Kimia BHT (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E.,

2009)

Sinonim : agidol; BHT; 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol;

butylhydroxytoluene; butylhydroxytoluenum; Dalpac;

dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butyl-p-cresol; 3,5-

di-tert-butyl-4-hydroxytoluene; E321; Embanox BHT;

Impruvol; Ionol CP; Nipanox BHT; OHS28890; Sustane;

Tenox BHT; Topanol; Vianol

Rumus Molekul : C15H24O

Berat Molekul : 220,35

Pemerian : kristal atau serbuk berwarna putih atau kuning pucat dengan

bau fenol yang samar.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

21

Universitas Indonesia

Titik Didih : 265 oC

Titik Leleh : 70 oC

Kelarutan : praktis tidak larut di air, gliserin, propilen glikol, larutan

alkali hiroksida. Mudah larut pada aseton, benzen, etanol

(95%), eter, metanol, toluen, minyak mineral. Lebih larut

daripada BHA pada minyak dan lemak di makanan.

Stabilitas : paparan terhadap, cahaya, kelembaban dan panas

menyebabkan diskolorasi dan hilangnya aktifitas.

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat, garam besi, pemanasan dengan

asam

Penyimpanan : BHT harus disimpan di wadah tertutup baik, terlindung

cahaya, di tempat yang kering dan sejuk

Fungsi : antioksidan sediaan

Alasan Pemilihan : BHT merupakan antioksidan yang telah banyak digunakan,

memiliki ketersediaan yang luas, relatif murah, relatif non

toksik, dan memiliki kemampuan untuk bercapur dengan

minyak nabati.

4.1.1.5 Butylated Hydoxy Anisole (BHA)

Gambar 4.4 Struktur Kimia BHA (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E.,

2009)

Sinonim : BHA; tert-butyl-4-methoxyphenol; butylhydroxyanisolum;

1,1-dimethylethyl-4-methoxyphenol; E320; Nipanox BHA;

Nipantiox1-F; Tenox BHA.

Rumus Molekul : C11H16O2

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

22

Universitas Indonesia

Berat Molekul : 180,25

Pemerian : serbuk putih atau hampir putih atau padatan kekuningan

dengan bau khas yang lemah.

Titik Didih : 264oC

Titik Leleh : 47 oC

Kelarutan : praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada

> 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter,

heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak

kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida.

Stabilitas : paparan terhadap, cahaya menyebabkan diskolorasi dan

hilangnya aktifitas.

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat, garam besi, residu logam dan

paparan cahaya.

Penyimpanan : BHA harus disimpan di wadah tertutup baik, terlindung

cahaya, di tempat yang kering dan sejuk

Fungsi : antioksidan sediaan

Alasan Pemilihan : BHA merupakan antioksidan yang telah banyak digunakan,

memiliki ketersediaan yang luas, relatif murah, relatif non

toksik, dan memiliki kemampuan untuk bercapur dengan

minyak nabati. Selain itu memiliki aktifitas antimikroba

yang mirip dengan golongan paraben.

4.1.1.6 Propylparaben

Gambar 4.5 Struktur Kimia Propylparaben (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn

M.E., 2009)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

23

Universitas Indonesia

Sinonim : Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid

propylester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl

Aseptoform; propylbutex; Propyl Chemosept; propylis

parahydroxybenzoas; propylphydroxybenzoate;Propyl

Parasept; Solbrol P; Tegosept P; UniphenP-23.

Rumus Molekul : C10H12O3

BM : 180,20

Pemerian : kristal berwarna putih tidak berbau dan tidak berasa.

Titik Didih : 295oC

Kelarutan : praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada

> 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter,

heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak

kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida.

Stabilitas : larutan propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi

dengan autoklaf tanpa terdekomposisi. Pada pH 3-6, larutan

tersebut stabil selama 4 tahun pada temperatur kamar,

sedangkan larutan pada pH 8 ke atas mengalami hidrolisis

cepat.

Inkompatibilitas : Aktifitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan

nonionik. Plastik, magnesium alumunium silikat,

magnesium trisilikat, besi oksida kuning dan ultramarine

blue mampu menyerap propylparaben. Propylparaben

terdiskolorasi dengan adanya besi dan terhidrolisis secara

cepat dengan adanya alkali lemah dan asam kuat.

Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : Pengawet

Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan antijamur yang baik, sehingga dapat

diandalkan dalam melindungi sediaan yang banyak

mengandung minyak.

4.1.2 Komponen Cangkang Kapsul

4.1.2.1 Gelatin

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

24

Universitas Indonesia

Sinonim : Gelatine; Gelfoam; Puragel.

Pemerian : Serbuk padat berwarna putih hingga kecoklatan.

Titik Didih : >100oC

Kelarutan : larut dalam air panas, tidak larut dalam air dingin.

Stabilitas : stabil dalam kondisi normal, hindari pemanasan berlebih.

Inkompatibilitas : tanin, logam, formaldehid, panas berlebih

Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : pembentuk massa soft capsule

Alasan Pemilihan : ketersediaan relatif luas, aman digunakan

4.1.2.2 Liquid Sorbitol non-Crystallising

Pemerian : cairan kental jernih hingga putih, tidak berbau

Titik Didih : 105oC

Kelarutan : dapat bercampur dengan air

Stabilitas : stabil pada kondisi normal.

Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : plasticizer

Alasan Pemilihan : meningkatkan permeabilitas sediaan dengan cara

meningkatkan sekresi dan motilitas lambung

4.1.2.3 Glycerin

Gambar 4.6 Struktur Kimia Glycerin (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E.,

2009)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

25

Universitas Indonesia

Sinonim : Croderol; E422; glicerol; glycerine; glycerolum; Glycon G-

100; Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol;

trihydroxypropaneglycerol.

Rumus Molekul : C3H8O3

Berat Molekul : 92,09

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, terasa

manis

Titik Didih : 290oC

Kelarutan : larut di air dan metanol. Tidak larut dalam minyak.

Stabilitas : higroskopis

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat seperti chromium trioxide,

potassium chlorate, atau potassium permanganat.

Penyimpanan : wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : plasticizer

Alasan Pemilihan : memiliki kelebihan, yaitu dapat bersifat sebagai antimikroba.

4.1.2.4 Methylparaben

Gambar 4.7 Struktur Kimia Methylparaben (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn

M.E., 2009)

Sinonim : Aseptoform M; CoSept M; E218; 4-hydroxybenzoic acid

methylester; metagin; Methyl Chemosept; methylis

parahydroxybenzoas;methyl p-hydroxybenzoate; Methyl

Parasept; Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P-

23.

Rumus Molekul : C8H8O3

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

26

Universitas Indonesia

Berat Molekul : 152,15

Pemerian : serbuk kristal putih atau tidak berwarna, memiliki bau

lemah atau tidak berbau, memberikan sedikit rasa membakar.

Kelarutan : 1:2 dalam air, tidak larut pada minyak.

Stabilitas : larutan methylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi

dengan autoklaf selama 20 menit tanpa terdekomposisi.

Larutan pada pH 3-6 stabil selama lebih dari 4 tahun pada

temperatur kamar, sedangkan pada pH 8 atau lebih

mengalami hidrolisis cepat.

Inkompatibilitas : surfaktan nonionik, plastik, bentonite, magnesium trisilicate,

talc, tragacanth, sodium alginate, minyak atsiri, besi, asam

lemah dan basa kuat.

Penyimpanan : wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : pengawet

Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan yang baik sebagai antimikroba,

terutama jika dikombinasikan dengan propylparaben.

4.1.2.5 Propylparaben

Sinonim : Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid

propylester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl

Aseptoform; propylbutex; Propyl Chemosept; propylis

parahydroxybenzoas; propylphydroxybenzoate;Propyl

Parasept; Solbrol P; Tegosept P; UniphenP-23.

Rumus Molekul : C10H12O3

BM : 180,20

Pemerian : kristal berwarna putih tidak berbau dan tidak berasa.

Titik Didih : 295oC

Kelarutan : praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada

> 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter,

heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak

kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

27

Universitas Indonesia

Stabilitas : larutan propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi

dengan autoklaf tanpa terdekomposisi. Pada pH 3-6, larutan

tersebut stabil selama 4 tahun pada temperatur kamar,

sedangkan larutan pada pH 8 ke atas mengalami hidrolisis

cepat.

Inkompatibilitas : Aktifitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan

nonionik. Dilaporkan plastik, magnesium alumunium

silikat, magnesium trisilikat, besi oksida kuning dan

ultramarine blue mampu menyerap propylparaben.

Propylparaben terdiskolorasi dengan adanya besi dan

terhidrolisis secara cepat dengan adanya alkali lemah dan

asam kuat.

Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : Pengawet

Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan antijamur yang baik, sehingga dapat

diandalkan dalam melindungi sediaan yang banyak

mengandung minyak.

4.1.2.6 Disodium Edetate

Gambar 4.8 Struktur Kimia Disodium Edetate (Rowe, R.C., Sheskey P.J.,

Quinn M.E., 2009)

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

28

Universitas Indonesia

Sinonim : Dinatrii edetas; disodium EDTA; disodium

ethylenediaminetetraacetate; edathamil disodium; edetate

disodium; edetic acid, disodium salt.

Rumus Molekul : C10H14N2Na2O8

Berat Molekul : 336,20

Pemerian : kristal berwarna putih tidak berbau dan sedikit terasa asam.

Titik Didih : 295oC

Kelarutan : larut dalam 1:11 bagian air. Praktis tidak larut di kloroform

dan eter.

Stabilitas : larutan disodium edetat dapat disterilisasi dengan autoklaf,

dan harus disimpan pada wadah bebas alkali. Higroskopis

dan tidak stabil terhadap kelembaban.

Inkompatibilitas : agen pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam, alloy logam.

Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : agen pengkelat.

Alasan Pemilihan : memiliki aktifitas kelasi logam yang baik.

4.1.2.7 Titanium Dioksida

Sinonim : Anatase titanium dioxide; brookite titanium dioxide; color

index number 77891; E171; Hombitan FF-Pharma; Kemira

AFDC; Kronos 1171; pigment white 6; Pretiox AV-01-FG;

rutile titanium dioxide; Tioxide; TiPure; titanic anhydride;

titanii dioxidum; Tronox.

Rumus Molekul : TiO2

Berat Molekul : 79,88

Pemerian : bubuk putih, amorf, tidak berbau dan tidak berasa.

Titik Leleh : 1855 oC

Kelarutan : praktis tidak larut di air, pelarut organik, dan asam sulfat

encer.

Stabilitas : stabil pada temperatur tinggi.

Inkompatibilitas : Famotidine

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

29

Universitas Indonesia

Penyimpanan : di wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk

Fungsi : opacifying agent

Alasan Pemilihan : Mampu memberikan warna opaque yang baik, dan data

pemakaiannya tersedia dengan jelas.

4.1.2.8 FD&C Blue no.1

Gambar 4.9 Struktur Kimia FD&C Blue no.1

(http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=19700)

Sinonim : Brilliant blue FCF, Acid Blue 9; Erioglaucine

Rumus kimia : C37H34N2O9S3Na2

BM : 792.84

Pemerian : padatan berwarna merah gelap

Titik Leleh : 283 oC

Kelarutan : larut dalam air.

Stabilitas : stabil.

Inkompatibilitas : suhu tinggi, agen pengoksidasi.

Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk.

Fungsi : pewarna.

Alasan Pemilihan : mampu memberikan warna yang baik dan diklaim aman

bagi manusia.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

30

Universitas Indonesia

4.1.2.9 FD&C Yellow no. 6

Gambar 4.10 Struktur Kimia FD&C Yellow no. 6

(http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6093232&loc=ec

_rcs)

Sinonim : Sunset Yellow FCF

Bobot Molekul : 452.36

Rumus Molekul : C16H10N2Na2O7S2

Pemerian : padatan

Kelarutan : larut dalam air.

Stabilitas : stabil.

Penyimpanan : wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang

kering dan sejuk.

Fungsi : pewarna.

Alasan Pemilihan : mampu memberikan warna yang baik dan diklaim aman bagi

manusia.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

31

Universitas Indonesia

4.2 Formula dan Cara Pembuatan

4.2.1 Formula Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E

Fomula isi kapsul lunak gelatin Vitamin E dapat dilihat pada tabel 4.1,

untuk formula cangkang kapsulnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.1 Formula Isi Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E

Nama Bahan Jumlahuntuk per

kapsul

Jumlah untukskala pilot

(100.000 kapsul)

Fungsi

d-alpha tocopherol 67 mg 6,7 kg Zat AktifSoybean oil 283 mg 28,3 kg Zat pengisiButylated HydroxyToluene

7 mg 0,7 kg Anti oksidansediaan

ButylatedHydroxyAnisole

7 mg 0,7 kg Anti oksidansediaan

Propylparaben 7 mg 0,7 kg AntijamurTotal 371 mg 37,1 kg

Tabel 4.2 Formula Cangkang Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E

Nama Bahan Jumlahuntuk per

kapsul

Jumlah untukskala pilot

(100.000 kapsul)

Fungsi

Gelatin 85 mg 8,5 kg Pembentukmassa softcapsule

Liquid Sorbitol non-Crystallising

20 mg 2 kg Plasticizer

Glycerin 50 mg 5 kg PlasticizerMethylparaben 4,018 mg 0,4 kg AntimikrobaPropylparaben 36,162 mg 3,6 kg AntijamurDisodium Edetat 10,045 mg 1 kg Agen

pengkelatTitanium Dioksida 20,09 2 kg Opacifying

agentFD&C Blue no. 1 0,9 mg 0,09 kg PewarnaAquadest 45 mg 4,5 kg PelarutTotal 271,215 mg 27,1 kg

4.2.2 Cara Pembuatan

4.2.2.1 Isi kapsul:

1. Timbang vitamin E, Soybean Oil, BHA dan Propylparaben sesuai jumlah

yang diperlukan.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

32

Universitas Indonesia

2. Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer

oksigen.

3. Masukkan Soybean Oil, BHA, dan Propylparaben ke dalam mixing tank, aduk

hingga homogen.

4. Masukkan Vitamin E ke dalam mixing tank, aduk hingga merata.

5. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary

die.

4.2.2.2 Cangkang Kapsul

1. Timbang Gelatin, Liquid sorbitol non-crystalling, Glycerin, Methylparaben,

Propylparaben, Disodium edetat, Titanium oksida, FD&C Blue no.1 , dan

Aquadest.

2. Masukkan Gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water

jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC.

3. Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu ke dalam

mixing tank, campur hingga homogen.

4. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin

rotary die.

4.2.2.3 Proses Lanjutan:

1. Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi.

2. Kapsul yang terbentuk, dicuci dahulu dengan cairan pencuci yang mudah

menguap.

3. Setelah dicuci, kapsul dikeringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC

hingga kadar air mencapai 50%-60%.

4. Selanjutnya kapsul diletakkan merata pada nampan, kemudian nampan

tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering. Keringkan kapsul pada

suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan

hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%.

5. Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada

kemasan sekunder.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

33

Universitas Indonesia

4.2.3 Formula Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl

Fomula isi kapsul lunak gelatin Tetrasiklin HCl dapat dilihat pada tabel

4.3, untuk formula cangkang kapsulnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.3 Formula Isi Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl

Nama Bahan Jumlahuntuk per

kapsul

Jumlah untukskala pilot(100.000kapsul)

Fungsi

Tetrasiklin HCl 250 mg 25 kg Zat AktifSoybean oil 100 mg 10 kg Zat pengisiBuffer Fosfat pH 6 10 ml 1 kg BufferButylatedHydroxyAnisole

7 mg 0,7 kg Anti oksidansediaan

Propylparaben 7 mg 0,7 kg AntijamurTotal 381 mg 37,4 kg

Tabel 4.4 Formula Cangkang Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl

Nama Bahan Jumlahuntuk per

kapsul

Jumlah untukskala pilot(100.000kapsul)

Fungsi

Gelatin 85 mg 8,5 kg Pembentuk massasoft capsule

Liquid Sorbitol non-Crystallising

20 mg 2 kg Plasticizer

Glycerin 50 mg 5 kg PlasticizerMethylparaben 4,018 mg 0,4 kg AntimikrobaPropylparaben 36,162 mg 3,6 kg AntijamurDisodium Edetat 10,045 mg 1 kg Agen pengkelatTitanium Dioksida 20,09 mg 2 kg Opacifying agentFD&C Yellow no. 6 0,9 mg 0,09 kg PewarnaAquadest 45 mg 4,5 kg PelarutTotal 271,215 mg 27,1 kg

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

34

Universitas Indonesia

Tabel 4.5 Formula Buffer FosfatFormula 1 Formula 2 Formula 3

Bahan Jumlah Bahan Jumlah Bahan JumlahLarutan

Na2HPO4,12H2O(konsentrasi

71.5 g/L)

63,2 mL KH2PO4 0,2 M 250.0mL

LarutanNaH2PO4

(Konsentrasi6.8 g/L)

1000,0mL

Larutan AsamSitrat

(konsentrasi 21g/L

36,8mL

NaOH 0,2 M 28.5mL

Larutan NaOH(Konsentrasi 42

g/100 ml)

HinggapH

mencapai6,0 +0,05

Aquadest hingga1000 ml

4.2.4 Cara Pembuatan

4.2.4.1 Isi kapsul:

1. Timbang Tetrasiklin HCl, Soybean Oil, BHA, buffer fosfat dan Propylparaben

sesuai jumlah yang diperlukan.

2. Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer

oksigen.

3.Masukkan Soybean Oil, BHA, buffer fosfat, dan Propylparaben kedalam

mixing tank, aduk hingga homogen.

4. Masukkan Tetrasiklin HCl kedalam mixing tank, aduk hingga merata.

5. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary

die.

4.2.4.2 Cangkang Kapsul:

1. Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling, glycerin, methylparaben,

propylparaben, disodium edetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, dan

aquadest.

2. Masukkan gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water

jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC.

3. Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu kedalam mixing

tank, campur hingga homogen.

4. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin

rotary die.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

35

Universitas Indonesia

4.2.4.3 Proses lanjutan:

1. Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi.

2. Kapsul yang terbentuk, dicuci dahulu dengan cairan pencuci yang mudah

menguap.

3. Setelah dicuci, kapsul dikeringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC

hingga kadar air mencapai 50%-60%.

4. Selanjutnya kapsul diletakkan merata pada nampan, kemudian nampan

tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering. Keringkan kapsul pada

suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan

hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%.

5. Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada

kemasan sekunder.

4.3 Analisis Kompetitor

Sediaan serupa telah beredar dalam pasar nasional, antara lain:

4.3.1 Natur-E

Produsen : Darya-Varia

Zat Aktif : Gabungan α, β, dan γ- tokoferol

Dosis : Vitamin E setara dengan 100 IU alfa-tokoferol

Pemerian Cangkang : Kapsul lunak berwarna hijau jernih berbau vanilin

Pemerian Isi kapsul : Cairan kental berwarna kuning, berbau sayur

Tabel 4.6 Hasil PenimbanganKapsul Lunak Natur-E

Berat Kapsul Utuh

(mg)

Berat Kapsul Setelah Isi

Dikeluarkan (mg)

Isi Kapsul (mg)

587,97 218,71 369,26

593,37 220,38 372,99

585,89 214.57 371,32

593,81 215,14 324,67

4.3.2 Super Tetra

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

36

Universitas Indonesia

Produsen : Darya-Varia

Zat Aktif : Tetrasiklin HCL

Dosis : Tetrasiklin HCl 250 mg

Pemerian : Kapsul lunak dengan warna kuning dan coklat, berbau

vanilin

Pemerian Isi kapsul : Suspensi dengan cairan berwarna kuning, berbau sayur,

Tabel 4.7 Hasil Penimbangan Kapsul Lunak Super Tetra

Berat Kapsul Utuh

(mg)

Berat Kapsul Setelah Isi

Dikeluarkan (mg)

Isi Kapsul (mg)

956,36 500,64 455,75

979,59 513,47 466,12

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

37Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Formula yang diusulkan untuk pembuatan kapsul lunak gelatin adalah

a. Kapsul Lunak GelatinVitamin E

Cangkang Kapsul Isi Kapsul

Nama Bahan Jumlahper

kapsul

Jumlahskalapilot

(100.000kapsul)

Nama Bahan Jumlahper

kapsul

Jumlahskalapilot

(100.000kapsul)

d-alphatocopherol

67 mg 6,7 kg Gelatin 85 mg 8,5 kg

Soybean oil 283 mg 28,3 kg LiquidSorbitol non-Crystallising

20 mg 2 kg

ButylatedHydroxyToluene

7 mg 0,7 kg Glycerin 50 mg 5 kg

ButylatedHydroxyAnisole

7 mg 0,7 kg Methylparaben 4,018mg

0,4 kg

Propylparaben 7 mg 0,7 kg Propylparaben 36,162mg

3,6 kg

Total 371 mg 37,1 kg DisodiumEdetat

10,045mg

1 kg

TitaniumDioksida

20,09 2 kg

FD&C Blueno. 1

0,9 mg 0,09 kg

Aquadest 45 mg 4,5 kgTotal 271,215

mg27,1 kg

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

38

Universitas Indonesia

b. Kapsul Lunak Tetrasiklin HCl

Cangkang Kapsul Isi Kapsul

Nama Bahan Jumlahper

kapsul

Jumlahskalapilot

(100.000kapsul)

Nama Bahan Jumlahper

kapsul

Jumlahskalapilot

(100.000kapsul)

Tetrasiklin HCl 250 mg 25 kg Gelatin 85 mg 8,5 kgSoybean oil 100 mg 10 kg Liquid

Sorbitol non-Crystallising

20 mg 2 kg

Buffer FosfatpH 6

10 ml 1 kg Glycerin 50 mg 5 kg

ButylatedHydroxyAnisole

7 mg 0,7 kg Methylparaben 4,018mg

0,4 kg

Propylparaben 7 mg 0,7 kg Propylparaben 36,162mg

3,6 kg

Total 381 mg 37,4 kg DisodiumEdetat

10,045mg

1 kg

TitaniumDioksida

20,09mg

2 kg

FD&C Yellowno. 6

0,9 mg 0,09 kg

Aquadest 45 mg 4,5 kgTotal 271,215

mg27,1 kg

2. Proses produksi yang digunakan: Rotary Die Proccess

5.2 Saran

Perlu dilakukan tahap selanjutnya yaitu trial formulasi untuk mengevaluasi

kekurangan yang ada.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

39Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Agwuh, K. N., MacGowan, A. (2006).Pharmacokinetics and pharmacodynamicsof the tetracyclines including glycylcyclines. Journal of AntimicrobialChemotherapy ed. 58.256-265

Anderson, R., Groundwater. P., Todd, A., Worsley, A. (2012). AntibacterialAgents: Chemistry, Mode of Action, Mechanisms of Resistance. UnitedKingdom:Wiley

Brigelius-Flohe, R., Traber, G. M. (1999) Vitamin E: Function and Metabolism.The FASEB Journal vol.13. 1145-1155.

Cheeseman, K. H., Holley, A. E., Kelly, F. J., Wasil, T. M., Hughes, L., Burton,G.(1995). Biokinetics In Humans Of RRR-α-Tocopherol: The Free Phenol,Acetate Ester, and Succinate Ester Forms Of Vitamin E. Free RadicalBiology &Medicine vol. 19. 591-598

Kivose,C., Muramatsu, M., Kameyama, Y., Ueda, T., Igarashi. (1997).Biodiscrimination of α-tocopherol Stereoisomers in Humans after OralAdministration. American Journal of Clinical Nutrition ed 65.785-789)

Munyedo, L. L., Benza, H. I.(2011). Progress and Challenges In Soft GelatinCapsules Formulations for Oral Administration. International Journal ofPharmaceutical Sciences Review and Research vol. 10. 20-24

Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A., Rontani, J. (2009). Generation ofIsoprenoid Compounds, notably prist-1-ene, via Photo and AutoxidativeDegradation of Vitamin E. Organic Geochemistry ed. 40, 38–50.

Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B. (1998)Determination of Tetracycline and its Major Degradation Products byLiquid Chromatography with Fluorescence Detection. Journal ofPharmaceutical and Biomedical Analysis vol.18. 829-845)

Reich, G.(2004). Formulation and Physical Properties of Soft Capsule.Pharmaceutical Capsules 2nd ed.. United Kingdom: Pharmacetical Press)

Tabibi, S. E. and Gupta, S. L.(2008). Handbook of Water Insoluble DrugsFormulation 2nd edition. United States: CRC Press

Zakeri, B., Wright, G. D. (2007).Chemical biology of Tetracycline Antibiotics.Biochemistry and Cell Biology vol. 86. 124-136.

http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=19700.Diakses pada1 November 2013

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

40

Universitas Indonesia

http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6093232&loc=ec_rcs. Diakses pada 1 November 2013

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

Lampiran 1 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E

Timbang vitamin E,Soybean Oil, BHA danPropylparaben sesuaijumlah yang diperlukan

Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oCdengan RH ruangan 20%-30%. Prosespengeringan dilakukan hingga kadar airpada kapsul mencapai 6%-10%.

Operasikan mesin rotary die, jalankanproses enkapsulasi.

Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling,glycerin, methylparaben, propylparaben, disodiumedetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, danaquadest.

Masukkan gelatin kedalam mixing tank yangdilengkapi pemanas (water jacket), kemudianlelehkan gelatin pada suhu 65oC

Masukkan Soybean Oil, BHA, danPropylparaben kedalam mixing tank,aduk hingga homogen.

Semprot mixing tankdengan gas N2

sehingga terlindungdari atmosfer oksigen.

Masukkan Vitamin E ke dalam mixingtank, aduk hingga merata.

Tuangkan campuran tersebut ke dalamwadah bahan obat dalam mesin rotary die.

Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnyasatu-persatu kedalam mixing tank, campur hinggahomogen.

Masukkan campuran tersebut ke dalam wadahbahan cangkang pada mesin rotary die.

Cuci kapsul yang terbentuk dengancairan yang mudah menguap

Keringkan dengan cara tumble dryingpada suhu 33oC hingga kadar airmencapai 50%-60%.

Letakkan kapsul secara merata padanampan, kemudian nampan tersebutdiletakkan pada rak dalam ruangpengering

Masukkan kapsul tersebut pada blisterantilembab, kemudian masukan padakemasan sekunder.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014

42

Universitas Indonesia

Lampiran 2 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl

Timbang TetrasiklinHCl, Soybean Oil,BHA, buffer fosfat danPropylparaben sesuaijumlah yangdiperlukan

Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oCdengan RH ruangan 20%-30%. Prosespengeringan dilakukan hingga kadar airpada kapsul mencapai 6%-10%.

Operasikan mesin rotary die, jalankanproses enkapsulasi.

Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling,glycerin, methylparaben, propylparaben, disodiumedetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, danaquadest.

Masukkan gelatin kedalam mixing tank yangdilengkapi pemanas (water jacket), kemudianlelehkan gelatin pada suhu 65oC

Masukkan Soybean Oil, BHA, bufferfosfat, dan Propylparaben kedalammixing tank, aduk hingga homogen.

Semprot mixing tankdengan gas N2

sehingga terlindungdari atmosfer oksigen.

Masukkan tetrasiklin HCl ke dalammixing tank, aduk hingga merata.

Tuangkan campuran tersebut ke dalamwadah bahan obat dalam mesin rotary die.

Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnyasatu-persatu kedalam mixing tank, campurhingga homogen.

Masukkan campuran tersebut ke dalam wadahbahan cangkang pada mesin rotary die.

Cuci kapsul yang terbentuk dengancairan yang mudah menguap

Keringkan dengan cara tumble dryingpada suhu 33oC hingga kadar airmencapai 50%-60%.

Letakkan kapsul secara merata padanampan, kemudian nampan tersebutdiletakkan pada rak dalam ruangpengering

Masukkan kapsul tersebut pada blisterantilembab, kemudian masukan padakemasan sekunder.

Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014