UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS AIR TANAH …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291640-S989-Kualitas...
-
Upload
duongthuan -
Category
Documents
-
view
231 -
download
5
Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS AIR TANAH …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291640-S989-Kualitas...
UNIVERSITAS INDONESIA
KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK
SKRIPSI
YULI NURRAINI
0706265932
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN GEOGRAFI
DEPOK
JULI 2011
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
i
UNIVERSITAS INDONESIA
KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPATPEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
YULI NURRAINI
0706265932
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN GEOGRAFI
DEPOK
JULI 2011
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
ii
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
iii
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah rabbil’allamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga
penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kualitas Air Tanah Dangkal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Cipayung Depok” ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, MS selaku pembimbing I, yang telah banyak
meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, saran,
dukungan selama penelitian.
2. Dr. Ir, Tarsoen Waryono, M.S selaku pembimbing II, atas kesabaran,
masukan, saran, dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan.
3. Drs. Supriatna, MT selaku penguji I atas masukan, saran, dan kritikan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs Sobirin, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan kritikan,
masukan, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Dr. Rohmatulloh, M.Eng selaku ketua siding yang telah memberikan kritik
dan masukan yang mambangun demi kesempuranaan skripsi ini.
6. Drs. Djoko Harmatyo, MS, selaku pembimbing akademik,
7. Seluruh staf pengajar Departemen Geografi atas ilmu-ilmu yang diberikan
selama menjalani masa kuliah. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat,
amien.
8. Drs. Triarko Nurlambang, MA selaku Kepala Pusat Penelitian Geografi
Terapan, Bapak Hafid Setiadi, S.Si, MT, Ibu Dra.Widyawati, M.S., Mba
Syarifah F Syakuat M.Si, Mba Irma Susanti S.Si, Mba Nurul Sri
Rahartiningtias S.Si, Mba Nurrokhmah Rizqihandari, S.Si, M.Si atas ilmu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
v
yang telah diberikan serta dukungannya terhadap penulis dan memberikan
pengalaman yang luar biasa.
9. Asisten Dosen Geografi, Mas Jarot Mulyo Semedi, S.Si, Awal Setiawan
S.Si, Weling S, S.Si, Ratri Candra S.Si yang telah memberikan tutorial dan
saran yang bermanfaat untuk skripsi ini.
10. Bapak, Ibu dan Kakak serta adik (Mia Permawati S.Farm, Apt dan Fikri
Yogo Wicaksono) tercinta yang selalu memberikan doa yang tak pernah
putus, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis selama ini.
11. Sahabat-sahabat “Hore” tersayang Deliyanti Ganesha S.Si, Estriastuti Nur
Aisyah S.Si, Dani Vina Okatarine S.Si, dan Dian Anggraeini atas cinta dan
kasih sayang, keceriaan, kehangatan dan dukungan kepada penulis disaat
susah dan senang
12. Satria Indratmoko yang bersedia membantu dalam survey lapang,
terimakasih atas bantuan, pengalaman, dan sabarnya kepada penulis.
13. Teman-teman Geografi angkatan 2007, yang telah memberikan
kenyamanan dan kehangatan selama ini. Dan untuk Dicky Arvianza yang
menjadi temen curhat akan keluh kesah berbagi cerita selama masa
perkuliahan.
14. Saras Tiara Damayanti, S.Si angkatan geografi 2006, Kurniawati Sugiyo,
S.Si (Geo 2004), Dian Wahyu, S.Si (Geo 2006) yang telah memberikan
bantuannya kepada penulis.
15. Seluruh staf karyawan Geografi UI atas bantuan administrasi pendukung
keperluan proses pembuatan skripsi.
16. Teman-teman geografi angkatan 2008, 2009, dan 2010
17. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Sempga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Wassalammualaikum Wr.Wb.
Depok, 12 Juli 2011
Penulis
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
vi
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
vii
ABSTRAK
Nama : Yuli Nurraini
Program Studi : Geografi
Judul : Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TempatPembuangan Akhir ( TPA) Cipayung Kota Depok
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Depok terletak di KelurahanCipayung, merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari KotaDepok. TPA sampah Cipayung beroperasi dengan sistem control landfill sehinggaberpotensi untuk mencemari air tanah dangkal di sekitarnya. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pola spatial kualitas air tanah dangkal denganparameter TDS, DHL, nitrat (NO3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO4)-3 disekitar TPA, serta menggambarkan perbedaan dan persamaan kualitas airtanahdangkal berdasarkan waktu hujan dan tidak hujan, jarak dari TPA, penggunaantanah, jenis tanah, dan jenis batuan daerah penelitian. Dalam penelitian ini,pengukuran kualitas air dari 33 titik penentuan yang diambil denganmenggunakan teknik systematic random sampling, dengan batasan jangkauanhingga 500 meter dari pusat TPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitasairtanah untuk konsentrasi nitrat dan fosfat diatas baku mutu atau tercemar. Polaspatial untuk setiap parameter kualitas airtanah membentuk pola acak atau tidakseragam saat kondisi hujan dan tidak hujan dan tidak dipengaruhi oleh jarak dariTPA, jenis tanah, jenis batuan dan penggunaan tanah.
Kata Kunci :
Kualitas airtanah dangkal, TPA Cipayung, Kota Depok
xviii + 81 hlm : 20 gambar, 14 tabel, 17 peta
Biblografi : 29 (1972-2008)
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
viii
ABSTRACT
Name : Yuli Nurraini
Major : Geography
Tittle : Shallow groundwater quality in the around of TPA Cipayung,
Depok
Garbage Dump (GD) of Cipayung Depok which is located at the the Village ofCipayung, district is dump of garbage coming from the City of Depok. GarbageDump of cipayung operates with control landfill so that it is potential to pollutethe surrounding shallow ground water. his study aims to determine the spatialpattern of shallow ground water quality with TDS parameter, DHL, nitrate (NO3),ammonia (NH3-N) and phosphate (PO4)-3 around the landfill, and explains thedifferences and similarities shallow ground water quality based on the time it didn rain and not rain, distance from the landfill, land use, soil types and rock typesof research areas. In this study, measurement of water quality determination of the33 points taken using systematic random sampling technique, with coverage limitsup to 500 meters from the center of the landfill. The results showed that thequality of ground water for nitrate and phosphate concentrations above thestandard quality or contaminated. Spatial patterns of soil water quality parametersfor each pattern is not random or uniform when the rain and wet conditions didnot exist and is not influenced by the distance from the landfill, soil types, rocktypes and land use.
Keywords:
The quality of shallow groundwater, TPA Cipayung, Depok City
xviii + 81 page : 20 picture, 14 table, 17 map
Biblograph : 29 (1972-2008)
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i
HALAM PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………………..ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………...iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………...vi
ABSTRAK…………………………………………………………………….…vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………xv
DAFTAR PETA ………………………………………………………………..xvii
LAMPIRAN……………………………………………………………………xviii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..............1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………..……..1
1.2 Masalah Penelitian………………………………………………………...3
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….....4
1.4 Batasan Penelitian ………………………………………………………...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………6
2.1 Pengertian Sampah ………………………………………………………..6
2.2 Pengolahan Sampah ………………………………………………………7
2.3 Pengolahan Lindi (Leachate) ……………………………………………..9
2.4 Airtanah ………………………………………………………………….10
2.5 Aliran Airtanah …………………………………………………………..13
2.6 Karakteristik Hidrogeologi ……………………………………………....14
2.6.1 Akuifer ……………………………………………………………14
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
x
Halaman
2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah ………..……………………………...16
2.6.3 Topografi ………………………………………………………….16
2.6.4 Tekstur Tanah ……………………………………………………..16
2.7 Curah Hujan ……………………………………………………………..17
2.8 Penggunaan Tanah ………………………………………………………18
2.9 Pencemaran Airtanah ……………………………………………………19
2.10 Kualitas Air ……………………………………………………………...20
2.11 Parameter Kualitas Air ………………………………………………….21
2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids) …………………………………...21
2.11.2 DHL (Daya Hantar Linstrik) ………………………………….…22
2.11.2 Nitrat (NO3) …………………………………………………….22
2.11.3 Amoniak (NH3-N) ……………………………………………...22
2.11.4 Fosfat (PO4)-3 …………………………………………………...23
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………24
3.1 Daerah Penelitian ……………………………………………………….24
3.2 Alur Pikir Penelitian …………………………………………………….24
3.3 Metode Pengambilan Sampel Airtanah …………………………………26
3.3.1 Peralatan ………………………………………………………...…26
3.3.2 Titik Pengambilan Sampel ……………………………………...…27
3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang ………………………..…27
3.3.4 Cara Pengkuran Sampel di Lapang ………………………………..28
3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium ……………………..…28
3.4 Pengumpulan Data ………………………………………………………28
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xi
Halaman
3.5 Pengolahan Data …………………………………………………………...30
3.6 Analisis Data ……………………………………………………….……...32
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………………..35
4.1 Letak dan Luas Daerah Penelitian ………………………………...……35
4.1.1 Letak TPA Cipayung …………………………………………..…35
4.1.2 Kelurahan Cipayung …………………………………………...…36
4.1.3 Kelurahan Pasir Putih ………………………………………….…36
4.2 Ketinggian ……………………………………………………………...36
4.3 Curah Hujan …………………………………………………………….37
4.4 Hidrologi ……………………………………………………………….37
4.4.1 Hidrologi Permukaan ……………………………………………37
4.4.2 Hidrogeologi …………………………………………………….37
4.5 Geologi …………………………………………………………………38
4.6 Jenis Tanah ……………………………………………………………..38
4.7 Penggunaan Tanah ……………………………………………………..39
4.8 Kondisi Demografi …………………………………………………..…40
4.8.1 Kelirahan Cipayung ……………………………………………..40
4.8.2 Kelurahan Pasir Putih ……………………………………………41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………..…43
5.1 Hasil………………………………………………………………………….43
5.1.1 Jenis Batuan……………………………………………………..43
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xii
Halaman
5.1.2 Jenis Tanah……………………………………………………….44
5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah………………………………………45
5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah……………………………………….47
5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok……48
5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung………………………49
5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS……………….50
5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL……………….53
5.1.5.4 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Nitrat………………55
5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak…………58
5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Patameter Fosfat……………...61
5.2 Pembahasan………………………………………………………………...64
5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL…………………….64
5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL
Dengan Jenis Batuan……………………………………..65
5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL
Dengan Jenis Tanah……………………………………..65
5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL
Dengan Penggunaan Tanah………………………………66
5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL
Dengan Jarak dari TPA…………………………………..66
5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Nitrat………………………………68
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xiii
Halaman
5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Batuan……68
5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Tanah……...69
5.2.2.3 Hubungan Konsentrasi Nitrat
Dengan Penggunaan Tanah…………………………......70
5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jarak dari TPA….70
5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Amoniak…………………………..71
5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Batuan…72
5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Tanah…..72
5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak ……………………….73
Dengan Penggunaan Tanah……………………………...73
5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jarak dari
TPA……………………………………………………...73
5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat……………………………...74
5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Batuan…….75
5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Tanah……...75
5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat
Dengan Penggunaan Tanah………………………………76
5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jarak dari TPA…76
BAB VI KESIMPULAN ……………………………………………………….78
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..79
LAMPIRAN
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pembagian Kelas Tekstur Tanah ………………………………..17
Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian …………………....39
Tabel 4.2 Penduduk Berdasarkan Tingkatan Usia Kelurahan Cipayung Tahun2010………………………………………………………………40
Tabel 4.3 Penduduk Berdasarkan TingkatanUsia Kelurahan Pasir PutihTahun 2010 ………………………………………………………42
Tabel 5.1 Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung…………………….44
Tabel 5.2 Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung……………………..43
Tabel 5.3 Luas Kedalam Muka Airtanah…………………………………...45
Tabel 5.4 Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi…………………49
Tabel 5.5 Luas Klasifikasi Kualitas Air Perameter TDS …………………..52
Tabel 5.6 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL …………………..54
Tabel 5.7 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat …………………57
Tabel 5.8 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak ……………...60
Tabel 5.9 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat ………………...62
Tabel 5.10 Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, JenisBatuan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah……………………64
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Arah Aliran Airtanah …………………………………………….13
Gambar 2.2 Hidrogeologi Airtanah ………………………………………..…15
Gambar 2.3 Hubungan Antara Intensitas Hujan, Air Permukaan, dan Airtana 18
Gambar 2.4 Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah ………..19
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian …………………………………………….24
Gambar 3.2 Alat Multiparameter Ion Spesific meter for Environmental danSampel Air Hasil Pengujian ……………………………………..28
Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok…………..41
Gambar 5.1 Sumur Gali (sampel A10: kiri, sampel D1:kanan) ……………....46
Gambar 5.2 Sumur Gali (sampel A2: kiri, sampel B3:kanan) ………………..47
Gambar 5.3 (a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan
(c) Kolam Lindi Lama (2000)……………………………………50
Gambar 5.4 Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan …………………………………………………………….51
Gambar 5.5 Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan …………………………………………………………….54
Gambar 5.6 Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan …………………………………………………………….55
Gambar 5.7 Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan ……………………………………………………….........58
Gambar 5.8 Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan …………………………………………………………….61
Gambar 5.9 Hubungan Antara Nilai TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan dengan Jarak dari TPA …………………………………...67
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xvi
Halaman
Gambar 5.10 Hubungan Antara Nilai DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan dengan Jarak dari TPA ……………………………………68
Gambar 5.11 Hubungan Antara Nilai Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan dengan Jarak dari TPA …………………..………...............71
Gambar 5.12 Hubungan Antara Nilai Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan
Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA ……………………………74
Gambar 5.13 Hubungan Antara Nilai Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan dengan Jarak dari TPA …………………………………….77
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xvii
DAFTAR PETA
Peta 1 Adminstrasi Daerah Penelitian di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 2 Sebaran Titik Sampel di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 3 Penggunaan Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 4 Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 5 Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 6 Kedalaman Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 7 Arah Aliran Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 8 Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Hujan)
Peta 9 Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Hujan)
Peta 10 Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Hujan)
Peta 11 Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Hujan)
Peta 12 Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Hujan)
Peta 13 Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Tidak Hujan)
Peta 14 Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Tidak Hujan)
Peta 15 Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Tidak Hujan)
Peta 16 Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Tidak Hujan)
Peta 17 Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok(Periode Tidak Hujan)
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
xviii
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel Terhadao
TPA Cipayung
Lampiran 2 Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak
Hujan dan Hujan
Lampiran 3 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)
Lampiran 4 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)
Lampiran 5 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan)
Lampiran 6 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak 2
(Hujan)
Lampiran 7 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat 2 (Hujan)
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu kota umumnya diikuti dengan berbagai
permasalahan. Salah satu permasalahan yang sering terungkap adalah masalah
pencemaran oleh sampah domestik masyarakat. Semakin meningkat aktivitas
masyarakat, cenderung semakin meningkat konsumsi kebutuhan yang diperlukan,
sehingga menyebabkan bertambahnya buangan limbah yang dihasilkan.
Di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, issu persampahan
menjadi menonjol, terutama di wilayah perkotaan. Sampah perkotaan merupakan
salah satu persoalan rumit dihadapi, selain pengelola sampah harus menyediakan
sarana dan prasarana, juga harus mengatasi dan menangani sampah secara rutin.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi diikuti oleh tingkat perekonomian
yang baik, memiliki kecenderungan meningkanya volume sampah. Apabila
kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik, akan mempengaruhi kebersihan
lingkungan perkotaan baik di pusat-pusat aktivitas ekonomi maupun di daerah
permukiman.
Timbunan sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA), akan
mengalami proses penguraian secara alami. Pada saat itulah aliran air yang
melimpas melalui tumpukan sampah akan meresap ke dalam timbunan sampah
dan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan
oksigen yang sangat tinggi. Keberadaan tersebut oleh Clark (1977) disebut dengan
istilah ”leachate” (air lindi). Lebih jauh dikatakan bahwa keberadaan tersebut
akan mempengaruhi kondisi air permukaan dan airtanah dangkal di sekitar TPA,
karena kualitas air menjadi rendah.
Menurut Clark (1977), banyak cara yang dapat ditempuh dalam
pengelolaan sampah, diantaranya yang dianggap terbaik hingga saat ini adalah
penimbunan dan pemandatan secara berlapis-lapis (sanitary landfills). Melalui
cara tersebut sampah tidak terbuka selama lebih dari 24 jam. Hamparan sampah
ditutup dengan tanah, dan dipadatkan, bagian atasnya ditimbun sampah kembali
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
2
Universitas Indonesia
dan berangsur-angsur ditutup tanah dan dipadatkan, sehingga membentuk lapisan
sampah dan pemadatan tanah.
Sistem tersebut mempercepat proses perombakan sampah oleh mikroba
tanah yang menghasilkan lindi (leachate). Lindi yang terkena air hujan, mudah
mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah. Tanah yang poros (sarang)
memudahkan dalam proses peresapan lindi secara vertikal horizontal, dan sangat
mudah mencemari airtanah khususnya air sumur penduduk di sekitarnya (Slamet,
1994).
Lindi merupakan sumber utama pencemar air permukaan dan airtanah
yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiota air. Keberadaan
tersebut menyebabkan turunnya kualitas air (Rand et al,.1975 dan Husin &
Kustaman, 1992). Akibatnya yang ditimbulkan tercemarnya airtanah di sekitar
TPA, antara lain air sumur penduduk sebagai sumber air baku (air minum, masak,
mandi dan cuci) akibat akumulasi lindi. Lebih jauh dikatakan bahwa pencemaran
air sumur penduduk dipercepat karena sumur-sumur sederhana tanpa beton,
memudahkan proses perembesan baik pada saat hujan maupun rembesan biasa.
Penelitian tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air
sumur gali di sekitar tempat pembuangan akhir sampah telah banyak dilakukan.
Di TPA Suwung Denpasar, Bali (Sundara, 1997). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kualitas air sumur gali di sekitar TPA hingga jarak 800 meter, tercemar dan
telah melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang persyaratan kualitas air
minum, serta Indeks Mutu Lingkungan Air Sumur (IMLAS) pada jarak 0 - 40
meter tergolong buruk, dan pada jarak 60-80 meter tergolong sedang. Penelitian
lain, telah dilakukan di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta (Astuti, 2008).
Dalam penelitian tersebut mengidentifikasi mengenai kualitas air lindi.
Pendekatan analisis tersebut menggunakan 28 indikator kualitas air. Hasil yang
diperoleh bahwa 19 parameter (67,86%) menunjukkan kualitas air lindi berada di
atas tetapan baku mutu, sedangkan 9 parameter (32,14%) sisanya masih di bawah
baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah,
Nomor 10 Tahun 2004.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
3
Universitas Indonesia
Depok adalah kota yang mengalami perkembang dengan pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi, dimana sebesar 80 persen dari penduduk Kota
Depok memanfaatkan airtanah dangkal untuk keperluan sehari-hari dibandingkan
dengan penduduk yang menggunakan PDAM sebesar 20 persen. Airtanah dangkal
tersebut sangat rentan terkena zat pencemar yang berasal dari berbagi sumber,
salah satunya adalah sampah. Depok yang sudah berdiri sebagai Kotamadya
(Kota) memiliki satu tempat pembuangan akhir sampah yaitu TPA Cipayung yang
terletak di Kecematan Cipayung, Depok. Di sekitar tempat pembuangan sampah
ini berdekatan dengan pemukiman warga yang kurang lebih 50 meter dari pusat
pengelolaan sampah tersebut. Dengan banyaknya pemukiman disekitar TPA
Cipayung, dimana penduduk tersebut menggunakan airtanah dangkal sebagai
sumber air bersih. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan kualitas air yang
dikonsumsi oleh masayarakat setempat.
Faktor terpenting yang akan memberikan pengaruh terhadap penurunan
kualitas air adalah keberadaan sumber air dengan sumber pencemar.. Faktor yang
mempengaruhi penyebaran dari zat pencemar adalah siklus hidrologi, meteorologi
(curah hujan), dan geologi (litologi, stratigrafi, dan sturktur) (J.H. Guswa and W.J
Lyman, 1983). Jenis batuan akan menentukan tingkat permeabilitas aquifer
(Sundra, 2006). Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi zat pencemar yang
akan masuk kedalam airtanah dan menurunkan kualitas airtanah tersebut.
Dengan kondisi yang demikian mendorong penulis untuk melakukan
penelitian mengenai kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses masuknya zat
pencemar ke dalam airtanah.
1.2 Masalah Penelitian
Dalam pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)
memiliki persyaratan salah satunya jarak dari pemukiman penduduk sejauh 2 Km
(Salvato, 1972). Kota Depok memiliki TPA Cipayung yang mana jarak terhadap
pemukiman penduduk kurang lebih 100 meter dari pusat pengolahan sampah
tersebut. Sampah merupakan salah satu sumber pencemar dalam penurunan
kualitas airtanah. Zat pencemar masuk ke dalam tanah disebabkan oleh gerakan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
4
Universitas Indonesia
airtanah yang dipengaruhi oleh kondisi hidrogeologi. Sejauh mana pergerakan zat
pencemar tersebut dapat dilihat dari faktor jarak dari sumber pencemar, Dengan
kondisi demikian dimana air merupakan sumber utama dalam kehidupan dan
sebagian besar masyarakat sekitar TPA masih menggunakan airtanah dangkal
yang rentan akan terjadinya proses pencemaran akibat sampah tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah
1. Bagaimana pola spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung
Depok?
2. Apakah pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terbentuk dipengaruhi
oleh penggunaan tanah, jenis bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial kualitas airtanah
dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok dan melihat hubungan kualitas airtanah
dangkal dengan jarak dari pusat TPA, serta pengaruh kondisi fisik terhadap
kualitas airtanah.
1.4 Batasan Penelitian
1. Airtanah dangkal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah airtanah yang
terdapat di dalam akuifer (wilayah jenuh air) yang tidak tertutup oleh
lapisan kedap air dan kedalamannya kurang dari 30 meter dari permukaan
tanah.
2. Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka
airtanah.
3. Sampel airtanah yang diambil dalam penelitian ini adalah airtanah dangkal
yang berasal dari sumur gali penduduk, aliran sungai, dan kolam lindi.
4. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian sebanyak 33 buah, yang
terdiri dari air sumur gali, aliran sungai, dan kolam lindi TPA.
5. Pengambilan sampel air dilakukan dua kali yaitu pada waktu hujan dan
waktu tidak hujan.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
5
Universitas Indonesia
6. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan
waktu tidak hujan adalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturut-
turut.
7. Baku mutu kualitas air berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No.82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
8. Parameter kualitas yang diukur yaitu TDS (Total Dissolved Solid/Jumlah
Pedatan Terlarut), DHL (Daya Hantar Listirk), Amoniak (NH3-N), Nitrat
(NO3) dan fosfat (PO4)-3 ,
9. Jarak dari TPA adalah jarak dari sumur sampel ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir)
10. Klasifikasi penggunaan tanah pada skla 1:10.000 yang digunakan adalah
klasifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
6 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sampah (solid waste) adalah semua jenis bahan padat yang dibuang yang
dianggap sebagai barang buangan, tidak memiliki manfaat atau barang-barang
yang dibuang karena kelebihan (Tchobanaglous et al., 1977). Menurut Diana
(1992), sampah dapat berarti segala sesuatu yang tidak memenuhi persyaratan
secara langsung maupun tidak langsung untuk pemakaian yang sama, tidak
dikehendaki dan hasil sampingan dari aktivitas manusia sehari-hari. Jadi ,dapat
dikatakan bahwa sampah adalah suatu material buangan yang dapat bersifat padat,
cair, atau gas.
Selain itu oleh Clark (1977), sampah (solid waste) dinyatakan berupa
bentuk limbah padat yang berasal dari kegiatan manusia. Sampah-sampah
domestik pada umunya didominasi oleh bahan-bahan organik, meskipun
komposisi sampah bervariasi antara satu kota dengan kota lainnya, bahkan dari
hari keharinya. Jenis komposisi sampah sangat mempengaruhi sifat-sifat sampah.
Sebagian besar kegiatan manusia selalu menghasilkan bahan sisa atau
sampah. Oleh karena itu, dimana pun manusia hidup selalu menimbulkan
sampah. Timbulnya sampah adalah suatu konsekuensi dari kehidupan itu sendiri.
Sampah lebih dirasakan dampaknya di daerah urban atau daerah perkotaan karena
menimbulkan masalah lingkungan. Jumlah dan jenis sampah di daerah pedesaan
lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah perkotaan karena rata-rata konsumsi
masyarakat pedesaan lebih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan. Pada
lahan yang tersedia di pedesaan lebih luas, sehingga daya dukung lingkungan
lebih baik di pedesaan daripada perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang
cepat di daerah perkotaan menyebabkan makin banyaknya jumlah sampah yang
harus ditanggulangi.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
7
Universitas Indonesia
2.2 Pengolahan Sampah
Sampah timbul sejak adanya kegiatan manusia. Dengan demikian, maka
cara pengolahan dan pemusnahan sampah sudah dikenal sejak dahulu. Cara
pengolahan dan pemusnahan sampah harus memenuhi persyaratan kesehatan.
Menurut Salvato (1972), syarat tersebut meliputi ;
a. Tidak berdekatan dengan sumber air yang dipergunakan untuk air minum
atau kegiatan mandi, cuci manusia. Jika terdapat suatu tempat
penampungan air sampah maka jarak sekitar 200 meter dari sumber air
merupakan jarak yang cukup aman bila dilihat dari kejadian pencemaran
air yang diakibatkan oleh TPA sampah.
b. Tidak berdekatan dengan lokasi untuk pemukiman. Jarak yang dipakai
adalah 2 km, sehingga kemungkinan bau, kehidupan lalat, dan tikus tidak
akan mencapai lokasi tersebut.
c. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir. Estetika atau keindahan
penggunaan tanah, kesehatan lingkungan pencermaran air, pencemaran
udara, dan pertimbangan ekonomi mengakibatkan pengelolaan sampah
memerlukan perhatian yang serius.
Sampah yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber penghasil sampah,
setelah dipilah-pilah untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali, selanjutnya
akan dimusnahkan agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Ada beberapa cara untuk mengolah atau memusnahkan sampah yang
dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara tersebut berikut dengan kelebihan dan
kekurangannya adalah sebagi berikut (Departement Pekerjaan Umum, 1994) ;
1) Open Dumping
Open Dumping adalah suatu cara pembuangan sampah yang dibuang
begitu saja di tempat pembuang akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai
pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke
lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya
dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau
peralatan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
8
Universitas Indonesia
Keuntungan cara open dumping ini adalah operasi sangat mudah, biaya
operasi dan perawatan serta biaya investasi TPA relatif murah.
Kerugiannya adalah timbulnya lindi sehingga menimbulkan pencemaran
airtanah, mendorong timbulnya sarang-sarang vektor penyakit dan
mengurangi estetika lingkungan. Pemusnahan sampah dengan sistem open
dumping ini secara bertahap ditinggalkan.
2) Incineration (Pembakaran)
Pemusnahan sampah dengan cara pembakaran merupakan cara yang telah
lama dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara ini dilakukan masyarakat
pedesaan, yaitu dengan cara membakar sampah yang sudah kering. Cara
pembakaran ini tentu saja dapat menimbulkan asap dan debu yang dapat
bertebrangan ke mana saja dan berpotensi sebagai penyebab munculnya
penyakit saluran pernafasan apabila sering dilakukan.
Keuntungan pemusnahan sampah dengan menggunakan incinerator adalah
tidak membutuhkan lahan yang luas, tidak tergantung cuaca dan aman
serta mampu mengurangi volume sampah hingga kurang lebih 90%.
Sedangkan kekurangan sistem ini adalah membutuhkan biaya tinggi dan
mempunyai potensi pencemaran udara.
3) Composing
Cara pembuangan sampah dengan cara mengolahnya menjadi kompos.
Sampah yang diubah menjadi kompos adalah sampah organik yang dapat
terurai. Sampah ditempatkan pada suatu galian tanah dan dibiarkan agar
terjadi proses aerobik atau proses dekomposisi. Dalam pelaksanaannya
cara komposing ini mempunyai kendala antara lain; pemasaran dan jumlah
sampah, di mana timbunan sampah minimum 20 sampai 30 ton perhari.
Kelebihan sistem composing adalah lebih dari 50% sampah dapat
dimanfaat dan luas lahan TPA yang dibutuhkan kecil. Kekurangan sistem
composing ini adalah bila diterapkan dengan menggunakan sistem
mekanis di mana dibutuhkan biaya tinggi.
4) Pembuangan dengan cara Landfill
Cara pembungan sampah pada suatu lahan terbuka yang dilakukan secara
berlapis-lapis dengan ketebalan tertentu. Setiap lapisan sampah ditutup
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
9
Universitas Indonesia
dengan lapisan tanah dan diupayakan agar setiap akhir hari kerja sampah
telah ditutupi tanah.
Metode pembuangan Landfill, dalam pelaksanaanya mempunyai kendala
antara lain ;
- Ketersediaan tanah penutup
- Pengerjaan harus hati-hati
- Timbunan sampah minimum 15 sampai dengan 60 ton perhari tetapi
dapat mencapai 300 ton perhari bila energi dimanfaatkan.
- Memerlukan sistem pengangkutan yang sesuai.
Selain kendala, keuntungan dari sistem landfill adalah biaya relatif
lebih murah, mudah dioperasikan dan luwes dalam menghadapai fluktuasi
timbunan. Kekurangan sistem ini adalah perlu lahan yang luas dan adanya
pencemaran lindi.
2.3 Pengolahan Lindi (Leachate)
Suatu alat yang sangat penting berkaitan dengan lingkungan pada saat
pembuangan dan pengoperasikan TPA adalah terbentuknya cairan yang
mengandung bahan pencemar dengan terbentuknya cairan yang mengandung
bahan pencemar dengan konsentrasi tinggi disebut leachate (lindi). Lindi ini
terbentuk pada saat air menembus melalui timbunan sampah yang mengalami
proses dekomposisi. Masuknya lindi ke dalam perairan baik, air sungai maupun
airtanah akan dengan segera menyababkan turunya kualitas air tersebut.
Sumber air yang memicu timbulnya lindi berasal umumnya dari rembesan
air hujan ke dalam timbunan sampah atau airtanah yang tinggi disamping cairan
yang terkandung dalam sampah. Pada saat air menembus dalam timbunan sampah
akan terjadi reaksi dengan sampah baik secara kimiawi maupun biologis. Proses
biologis akan berlangsung secara terus menerus di dalam timbunan sampah
sampai jangka waktu yang panjang tergantung pada tahap penguraian yang ada
dan ketersediaan oksigen. Hasil dari proses kimia maupun biologis tersebut akan
menambah kandungan zat pencemar dalam air yang dilaluinya.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
10
Universitas Indonesia
Tujuan dan fungsi dari pengolahan lindi di TPA adalah untuk mengolah
lindi yang telah terkumpul sehingga dapat dibuang secara aman ke dalam air
penerima dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap sekitarnya baik sungai
maupun airtanah.
Karakteristik kimiawi dari lindi tergantung pada komposisi dan
karakteristik sampah serta kondisi dalam TPA seperti temperatur, kelembaban,
tahap dekomposisi, kedalaman TPA dan lain-lain. Struktur dan teknologi
pembuangan lindi juga secara langsung akan mempengaruhi kualitas lindi yang
dihasilkan. Dalam perencanaan TPA perlu dipertimbangkan jumlah lindi yang
akan timbul terutama dalam perencanaan fasilitas pengolahannya. Secara umum
jumlah lindi tergantung pada beberapa hal ;
a. Air yang jatuh di atas tumpukan sampah pada saat operasi TPA
b. Air yang mengalir ke dalam TPA dari sekelilingnya.
c. Air yang terkandung dalam sampah.
d. Remebesan air melalui lapisan tanah penutup
e. Air yang menembus melalui dinding TPA
f. Air yang mengalir ke dalam timbunan sampah dari airtanah
2.4 Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah, yang mengalami
pergerakan dalam ruang-ruang antara butir tanah yang membentuk ikatan dan
didalam retak-retak batuan. Kadar air dalam tanah bervariasi antara batas-batas
yang luas. Air mengalami suatu daur yang disebut siklus hidrologi. Air jatuh dari
langit sebagai hujan. Hujan sebagian mengalir di atas permukaan tanah dan
sebagian lagi masuk ke dalam tanah. Air laut, danau, sungai, waduk, dipermukaan
tanah, tanaman dan lain-lain menguap karena panas matahari. Uap air di udara
membentuk awan dan akhirnya mengembun dan menjadi titik air hujan dan
akhirnya jatuh lagi ke permukaan tanah. Daur ini berlangsung sepanjang masa tak
ada habisnya.
Untuk mengetahui terjadinya airtanah diperlukan peninjauan kembali
bagaimana dan dimana airtanah tersebut berada. Distribusi di bawah permukaan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
11
Universitas Indonesia
tanah dalam arah vertikal dan horizontal harus di masukkan dalam pertimbangan.
Zona geologi yang sangat mempengaruhi airtanah dan strukturnya dalam arti
kemampuannya untuk menyimpan dan menghasilkan airtanah harus didefinisikan.
Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air pada zona bawah
tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan
mempengaruhi gerakan airtanah, sehingga peranan geologi terhadap airtanah tidak
dapat diabaikan (Soemarto, 1995).
Airtanah terdiri dari airtanah dangkal, airtanah dalam, dan mata air.
Airtanah dapat ditemukan pada aquifer dengan pergerakan yang lambat. Hal ini
yang akan menyebabkan airtanah untuk sulit pulih jika telah terjadi pencemaran.
Klasifikasi airtanah dangkal yaitu;
a. Airtanah Dangkal
Yaitu air yang terdapat diatas lapisan kedap air pertama. Airtanah
dangkal sangat rentan terhadap pencemaran. Daerah yang memiliki jumlah
penduduk yang banyak, biasanya memiliki kondisi airtanah yang telah
tercemar oleh limbah domestik (septic tank, saluran irigasi). Sedangkan
daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah kondisi kualitas air
relatifcukup baik.
Airtanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, sehingga airtanah akan jernih
tetapi banyak mengandung zat-zat kimia karena air tersebut selama dalam
perjalanannya melewati lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur kimia
tertentu untuk masing-masing lapisan tanah.
Lapisan tanah berfungsi sebagai penyaring. Disamping
penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada
muka air yang dengan muka tanah. Air akan terkumpul pada lapisan rapat
air, berkumpulnya air ini merupakan airtanah dangkal dimana air dapat
dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
12
Universitas Indonesia
b. Airtanah Dalam
Airtanah dalam merupakan air yang terdapat dibawah lapisan
kedap air (aquifer) pertama. Airtanah ini mempunyai sifat yang
berlawanan dengan airtanah dangkal dimana fluktuasinya relatif kecil.
Kualitasa air tidak tergantung pada kegiatan lingkungan diatasnya.
Pengambilan airtanah dalam tidak semudah pada airtanah dangkal.
Dalam hal ini menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya
hingga kedalaman tertentu (100-300 meter). Kualitas dari airtanah dalam
pada umumnya lebih baik daripada airtanah dangkal, karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.
c. Mata air
Mata air adalah airtanah yang keluar dengan sendirinya
kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kuantitas dan kualitas sama dengan airtanah
dalam. Selain itu, gaya gravitasi juga mempengaruhi aliran airtanah
menuju ke laut. Tetapi, dalam perjalannnya airtanah juga mengikuti
lapisan geologi yang berkelok sesuai jalur aquifer dimana airtanah tersebut
itu berada. Bila terjadi patahan geologi di dekat permukaan tanah, maka
aliran airtanah tersebut akan muncul ke permukaan bumi. Sebagai
tumpahan airtanah alami yang pada umumnya berkualitas baik, maka mata
air dijadikan pilihan sumber air bersih yang dicari-cari dan diperebutkan
oleh penduduk kota (Asdak, 2004).
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
2.5 Aliran Airtanah
Airtanah mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi menuju
ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya
menuju ke laut atau sungai.
Sumber : ga.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.htm
Dalam Gambar 2.1 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah
tangkapan/imbuhan atau pengisian
merupakan daerah pelepasan luahan atau pengelu
ilustrasi tersebut daerah pelepasan adalah daerah aliran sungai. Daerah tangkapan
dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
area ) dimana aliran
daerah pengeluaran didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed/catchment area)
airtanah (Freeze dan Cherry, 1979). Biasanya daerah tangka
terletak pada suatu kedalaman tertentu sedangkan muka
pengeluaran umunya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah
pantai.
Aliran air dipengaruhi gaya gr
bawah, tekanan tanah beroperasi ke seluruh arah dalam keadaan tanah lembab dan
Universitas Indonesia
mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi menuju
ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya
menuju ke laut atau sungai.
a.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.html
Gambar 2.1 Arah Aliran Airtanah
Dalam Gambar 2.1 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah
tangkapan/imbuhan atau pengisian (recharge area) dan daerah yang lebih rendah
merupakan daerah pelepasan luahan atau pengelu aran (discharger area)
ilustrasi tersebut daerah pelepasan adalah daerah aliran sungai. Daerah tangkapan
dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (watershe
dimana aliran airtanah (saturated) menjauhi muka airtanah
daerah pengeluaran didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed/catchment area) dimana aliran airtanah (saturated) menuju muka
(Freeze dan Cherry, 1979). Biasanya daerah tangkapan m
terletak pada suatu kedalaman tertentu sedangkan muka
pengeluaran umunya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah
Aliran air dipengaruhi gaya gravitas akan menarik secara vertikal ke
bawah, tekanan tanah beroperasi ke seluruh arah dalam keadaan tanah lembab dan
13
Universitas Indonesia
mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi menuju
ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya
Dalam Gambar 2.1 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah
dan daerah yang lebih rendah
(discharger area). Pada
ilustrasi tersebut daerah pelepasan adalah daerah aliran sungai. Daerah tangkapan
(watershed/catchment
airtanah. Sedangkan
daerah pengeluaran didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
saturated) menuju muka
pan muka airtanahnya
terletak pada suatu kedalaman tertentu sedangkan muka airtanah daerah
pengeluaran umunya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah
avitas akan menarik secara vertikal ke
bawah, tekanan tanah beroperasi ke seluruh arah dalam keadaan tanah lembab dan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
14
Universitas Indonesia
kering. Air bebas bergerak karena gaya gravitasi dan ikatan air karena potensial
matriks. Apabila tanah yang kering terkena hujan, kandungan lengas tanah di
lapisan permukaan meningkat mencapai kapasitas lapangan, kemudian airtanah
bergerak kelapisan yang lebih dalam. Air juga bergerak kesemua arah, di atas
kapasitas lapang perkolasi bergerak lambat melalui pori berukuran 10-50 µm dan
pengatusan terjadi dengan cepat melalui pori berukuran > 50 µm.
2.6 Karakteristik Hidrogeologi
2.6.1 Akuifer
Suatu lapisan tanah yang pori-porinya berisi air, terdapat pembatas
dan lokasinya berbeda-beda, maka dapat didefinisikan sebagai akuifer,
aquichlude, aquitard, confined akuifer, dan unconfained akuifer (Kodoatie,
1996), yang kemudian dijelaskan masing-masing sebagai berikut :
a. Akuifer adalah sebagai suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi
satuan geologi yang permeabel dengan kondisi jenuh air dan mempunyai
suatu besaran konduktivitas hidraulik sehingga dapat membawa air (air dapat
diambil) dengan kuantitas yang ekonomis.
b. Aquiclude adalah sebagai lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan
geologi yang kedap air, dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat
kecil, sehingga tidak mungkin air melewatinya. Sehingga dapat dikatakan
juga sebagai lapisan pembatas dan pembatas bawah dari suatu akuifer
tertekan.
c. Confined aquifer adalah akuifer yang dibatasi lapisan atas dan bawahnya
oleh aquiclude, dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer. Pada
lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir. Confined aquifer juga
disebut sebagai akuifer tertekan.
d. Artesian Aquifer, akuifer ini merupakan akuifer tertekan, dimana
ketinggian hidrauliknya lebih tinggi dari muka tanah. Oleh karena itu, apabila
pada akuifer jenis ini dilakukan pengeboran untuk mendapatkan pancaran air,
hal ini dikarenakan air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai
ketinggian hidruliknya.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
e. Aquitard adalah lapisan tipis, formasi atau kelompok formasi satuan
geologi yang permeab
Namun, memungkinkan air mele
lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan atas dan bawah suatu semi
confined aquifer.
f. Unconfined Aquifer
aquichude hanya pada ba
dilapisan atasnya, batas di lapisan atasnya merupakan muka airtanah.
Tekanan udara dipermukaan airt
Airtanah yang terdapat pada
begitupun denga
dipengaruhi oleh curah hujan.
g. Semi Unconfined Aquifer
hanya lapisan bawahnya oleh aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan
pembatas yang mempunyai konduktivitas
konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka
airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
Sumber : www.douglas.co.us/water/images/Denver_Basin_A
Universitas Indonesia
adalah lapisan tipis, formasi atau kelompok formasi satuan
geologi yang permeabel dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil.
Namun, memungkinkan air melewati lapisan ini walau dengan gerakan yang
pat dikatakan juga merupakan lapisan atas dan bawah suatu semi
confined aquifer.
Unconfined Aquifer adalah akuifer yang lapisan pembatasnya merupakan
hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pem
dilapisan atasnya, batas di lapisan atasnya merupakan muka airtanah.
Tekanan udara dipermukaan airtanah relatif sama dengan tekanan atmosfer.
Airtanah yang terdapat pada akuifer ini disebut juga
begitupun dengan tinggi muka airtanahnya relatif tidak stabil karena
dipengaruhi oleh curah hujan.
Semi Unconfined Aquifer , merupakan akuifer yang jenuh air, yang dibatasi
hanya lapisan bawahnya oleh aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan
pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada
konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka
airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
www.douglas.co.us/water/images/Denver_Basin_A
Gambar 2.2 Hidrogelogi Airtanah
15
Universitas Indonesia
adalah lapisan tipis, formasi atau kelompok formasi satuan
dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil.
wati lapisan ini walau dengan gerakan yang
pat dikatakan juga merupakan lapisan atas dan bawah suatu semi
adalah akuifer yang lapisan pembatasnya merupakan
mbatas aquiclude
dilapisan atasnya, batas di lapisan atasnya merupakan muka airtanah.
sama dengan tekanan atmosfer.
kuifer ini disebut juga airtanah bebas,
tidak stabil karena
, merupakan akuifer yang jenuh air, yang dibatasi
hanya lapisan bawahnya oleh aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan
hidraulik lebih kecil dari pada
konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
16
Universitas Indonesia
2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah
Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka
airtanah yang dihitung antara permukaan airtanah dengan permukaan tanah
tempat dilakukannya pengukuran atau jarak dari permukaan tanah sampai ke
muka airtanah (Watertabel). Muka airtanah dijadikan acuan untuk dapat
melihat pengaruh terjadinya pencemaran, karena semakin dangkal
kedalaman untuk mencapai muka airtanah, maka akan semakin rentan
terhadap pencemaran. Untuk mendapatkan data kedalaman muka airtanah
dilakukan dengan pengukuran langsung ke lapangan.
2.6.3 Topografi
Topografi (lereng) merupakan variabel dari permukaan bumi yang
berperan sebagai pengontrol polutan yang mangalir (runoff) atau
menggenang, yang memberikan cukup waktu untuk terjadi infiltrasi (Mato,
2002). Lereng yang cukup datar, memungkinkan terjadi pencemaran
menjadi besar karena air lama berada di atas tanah serta memungkinkan
untuk terjadi penyerapan yang lebih banyak (infiltrasi > run off). Kondisi ini
akan berbalik pada lereng yang cukup terjal, run off yang terjadi akan lebih
besar daripada infiltrasinya.
2.6.4 Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel-
partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam sutu massa
tanah. Tekstur dapat diartikan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif tekstur dapat diartikan tektur tersebut apakah kasar atau halus,
sedangkan secara kuantitatif tekstur digambarkan susunan relatif berat
fraksi-fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan liat, sehingga dapat diketahui
persentase kandungan masing-masing fraksi tanah yang dimana
pengkelasannya dapat mengacu pada segitiga tekstur tanah. Pertimbangan
dan pembagian kelas yang biasa digunakan untuk menjelaskan tanah pada
segitiga tekstur tanah sebagai berikut :
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Pembagian Kelas Tekstur Tanah
Sumber : Fort (1988)
2.7 Curah Hujan
Hujan adalah unsur iklim yang paling tinggi. Curah hujan yang paling
banyak diamati dibandingkan dengan unsur iklim lainnya. Terlebih di Indonesia,
dimana suhu tidak begitu banyak dan begitu cepat berubah (Sandy, 1987).
Air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi sebagian meresap ke dalam
tanah (Sandy, 1996). Jumlah air hujan yang meresap tergantung pada kondisi fisik
tanah dan lama hujan. Pada saat hujan jatuh pada permukaan tanah yang kering,
daya serapa tanah ada pada tingkat maksimum. Sehingga semakin lama hujan itu
turun, maka akan banyak kandungan air di dalam tanah. Kondisi ini akan
menyebabkan kemampuan tanah menjadi berkurang dalam proses menyerap air.
Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah dapat dijelaskan
sebagai berikut ;
Tanah berpasir Tanah berteksturkasar
pasirpasir berlempung
Tanahberlempung
Tanah berteksturkasar lempung berpasirSedang lempung berpasir halus
Tanah bertekstursedang
lempung berpasir sangathaluslempunglempung berdebudebulempung liat
Tanah berteksturhalus lempung liat berpasirSedang lempung liat berdebu
Tanah berliat Tanah berteksturhalus
liat berpasirliat berdebuliat
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Sumber : Sandy, 1996
Gambar 2.3 Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah
Menurut Seyhan (1997) semua a
dari presipitasi (hujan). Dengan demikian
hujan. Air hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan
perkolasi. Proses ini juga akan melarutkan garam
dikandung oleh batuan yang dilaluinya, yang akan
Air hujan merupakan sarana utama untuk melepaskan dan mentransportasikan zat
pencemar secara verti
media akuifer. Semakin besar intensitas hujan, maka akan semakin meningkatkan
potensi terhadap pencemaran airtanah.
2.8 Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting
terhadap pencemaran airtanah. Penggunaan tanah adalah pencerminan berbagai
aktivitas manusia di satu
dapat memberikan dampak positif maup
misalnya berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Penggunaan tanah permukiman
menyebabkan pencemaran kualitas airtanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan tanah terbuka hijau. Hal ini dikarenakan penggunaa
hijau akan lebih mudah meneruskan air hujan ke dalam tanah dibandingkan
dengan penggunaan tanah permukiman sehingga kualitas airtanah akan lebih baik.
Universitas Indonesia
Sumber : Sandy, 1996
Gambar 2.3 Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah
Menurut Seyhan (1997) semua a ir bawah permukaan atau airtanah berasal
dari presipitasi (hujan). Dengan demikian , sumber utama airtanah berasal dari air
ir hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan
perkolasi. Proses ini juga akan melarutkan garam-garam dan mineral yang
dikandung oleh batuan yang dilaluinya, yang akan menentukan kualitas airtanah.
ir hujan merupakan sarana utama untuk melepaskan dan mentransportasikan zat
pencemar secara vertikal sampai pada muka airtanah dan secara horizontal pada
akuifer. Semakin besar intensitas hujan, maka akan semakin meningkatkan
potensi terhadap pencemaran airtanah.
2.8 Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting
terhadap pencemaran airtanah. Penggunaan tanah adalah pencerminan berbagai
aktivitas manusia di satu daerah (Sandy, 1985). Penggunaan tanah disatu daerah
dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan sekitar
misalnya berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Penggunaan tanah permukiman
menyebabkan pencemaran kualitas airtanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan tanah terbuka hijau. Hal ini dikarenakan penggunaa
hijau akan lebih mudah meneruskan air hujan ke dalam tanah dibandingkan
dengan penggunaan tanah permukiman sehingga kualitas airtanah akan lebih baik.
18
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah
ir bawah permukaan atau airtanah berasal
sumber utama airtanah berasal dari air
ir hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan
n mineral yang
menentukan kualitas airtanah.
ir hujan merupakan sarana utama untuk melepaskan dan mentransportasikan zat
al sampai pada muka airtanah dan secara horizontal pada
akuifer. Semakin besar intensitas hujan, maka akan semakin meningkatkan
Penggunaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting
terhadap pencemaran airtanah. Penggunaan tanah adalah pencerminan berbagai
(Sandy, 1985). Penggunaan tanah disatu daerah
tif terhadap lingkungan sekitar
misalnya berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Penggunaan tanah permukiman
menyebabkan pencemaran kualitas airtanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan tanah terbuka hijau. Hal ini dikarenakan penggunaa n tanah terbuka
hijau akan lebih mudah meneruskan air hujan ke dalam tanah dibandingkan
dengan penggunaan tanah permukiman sehingga kualitas airtanah akan lebih baik.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
2.9 Pencemarana Airtanah
Zat pencemar (
yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang
kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak langsung)
(anthropogenic origin
bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas
manusia (Watts 1997 dalam Notodarmojo, 2005).
Di sebagian wilayah Indonesia,
utama. Airtanah yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum
tentu baik. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya
akan semakin menurun. Pencemaran
teraturnya pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemaran yang
menyebabkan menurunya kualita
1. Sampah dari TPA
2. Tumpahan Minyak
3. Kegiatan Pertanian
4. Pembuangan limbah cair pada sumur dalam, dll
5. Pembuangan limbah ke tanah
6. Pembuangan limbah radioaktif
Sumber :
Gambar 2.4 Pence
Universitas Indonesia
Airtanah
Zat pencemar (pollutant) dapat didefiniskan sebagai zat kimi
yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang
kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak langsung) ataupun dari kegiatan manusia
anthropogenic origin ) yang telah diidentifakasi mengakibatkan efek yang buruk
dupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas
manusia (Watts 1997 dalam Notodarmojo, 2005).
Di sebagian wilayah Indonesia, airtanah masih menjadi sumber air minum
yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum
tentu baik. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya
akan semakin menurun. Pencemaran airtanah antara lain disebabkan oleh kurang
teraturnya pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemaran yang
menyebabkan menurunya kualita s airtanah antara lain (Freeze dan Chery, 1979):
Sampah dari TPA
Tumpahan Minyak
Kegiatan Pertanian
Pembuangan limbah cair pada sumur dalam, dll
Pembuangan limbah ke tanah
Pembuangan limbah radioaktif
Sumber : https:/.../images/Issue36/water_e_l.gif
Gambar 2.4 Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah
19
Universitas Indonesia
definiskan sebagai zat kimia, radioaktif
yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang
taupun dari kegiatan manusia
kasi mengakibatkan efek yang buruk
dupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas
masih menjadi sumber air minum
yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum
tentu baik. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya
antara lain disebabkan oleh kurang
teraturnya pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemaran yang
antara lain (Freeze dan Chery, 1979):
maran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Akibat pengambilan airtanah yang intensif di daerah tertentu dapat
menimbulkan pencemaran airtanah dalam yang berasal dari airtanah dangkal,
sehingga kualitas airtanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak
dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran
pantai akibatnya pengambilan airtanah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya instrusi air laut karena pergerakan air laut ke airtanah.
2.10 Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau uji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan
dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis.
Parameter fisik menyatakan kondisi air atau keberadaan bahan yang dapat
diamati secara visual atau kasat mata. Parameter fisik adalah kekeruahan,
kandungan partikel atau padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.
Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam air,
seperti kandungan oksigen, bahan organik (BOD, COD, TOC), mineral atau
logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter
mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, sperti bakteri,
virus, dan mikroba pathogen lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran atau
pengujian airtanah dangkal dapat dinyatakan kondisi baik atau tercemar. Sebagai
acuan dalam kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 (Masduqi, 2007).
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
21
Universitas Indonesia
2.11 Parameter Kualitas Air
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau
kenampakan (bau dan warna).
2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids)
Total zat padat tersuspensi adalah kandungan larutan non-organik
dan organik yang terkandung dalam perairan alamiah yang di dalamnya
terdapat beberapa jenis mineral dan gas yang memegang peranan dalam
menentukan kualitas air. Pada larutan non-organik gas CO2 dan O2
memegang peranan dalam menentukan status kualitas air. Sebagai contoh
untuk mengetahui bahwa status kualitas air untk pengguna tertentu
memang dipengaruhi oleh mineral-mineral terlarut ialah bila kalsium
dalam jumlah yang sedikit dapat mempengaruhi rasa enak pada air
kemasan. Sedangkan bila ditemukan magnesium dalam jumlah yang sama
dalam air kemasan tersebut makan akan memberikan efek rasa tidak enak
bagi yang mengkonsumsi air tersebut.
Menurut Arsadi, dkk (2007) padatan terlarut anorganik umumnya
berasal dari dedaunan, limbah industri, lumpur, pupuk, limbah rumah
tangga, dan lain-lain. Sedangkan TDS organik pada dasarnya bisa berasal
dari bebatuan, nitrogen, oksigen, karbondioksida, serta mineral-mineral
seperti ; belerang, fosfor, sulfat. Jadi kosentrasi TDS dalam air yang
meruapkan zat padat terlarut dalam air atau ditambah lagi dengan
konsentrasi beberapa koloid yang lolos saringan, jika suatu air
mengandung partikel-pertikel koloid.
2.11.1 DHL (Daya Hantar Listrik)
Pemeriksaan terhadap bahan terlarut dalam air, dapat dilakukan
secara cepat dengan penetapan Daya Hantar Listrik (DHL) suatu larutan.
Penetapan ini merupakan pengukuran terhadap kemampuan sampel air
untuk menghantarkan aliran listrik. Besar kecilnya hsil pengukuran
bergantung pada konsentrasi total saat terlarut yang terionisasi dalam air
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
22
Universitas Indonesia
pada suhu air. Pergerakan ion terlarut, konsentrasi, dan valensi akan
mempengaruhi daya hantar listrik suatu larutan. Larutan yang
mengandung ion-ion akan menghantar listrik. Pada umumnya asam, basa,
dan garam-garam anorganik merupakan pengantar listrik yang baik.
Sebaliknya senyawa-senyawa organik yang tidak terionisasi dalam larutan
merupakan pengantar listrik yang lemah (Purwanti, dkk, 2006).
2.11.2 Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama di mana terjadi nitrogen dalam
airtanah, meskipun nitrogen terlarut juga dapat hadir nitrit (NO2), amoniun
(NH4+), N2, dan nitrogen organik. Nitrat dalam air erat kaitanya dengan
siklus nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa
nitrat dapat terjadi baik dari N2 di atmosfer ataupun dari pupuk-pupuk
yang digunakan dari dari oksidasi NO2- oleh kelompok bakteri
Nitrobacter. Nitrat yang terdapat dalam sumber air seperti air sumur dan
sungai umumnya berasal dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea,
ZA, dan lain-lain) di bagian hulu (Poernomo, 1989 dalam Ghufran 2007).
2.11.3 Amoniak (NH3-N)
Amoniak merupakan sumber dari nitrogen (N) dan penting bagi
tumbuhan dan mikroorganisme air. Amoniak dihasilkan oleh hewan air
dan dibentuk saat proses pembusukan dahan hewan air. Amoniak terdapat
di dalam limbah pertanian, seperti pupuk dan juga limbah industri serta
kotoran hewan. Pada pH dan temperature umum air, amonia tersedia
dalam bentuk ion (NH4+). Saat terjadi peningkatan pH dan temperatur, ion
tersebut berubah menjadi gas ammonia (NH3). Gas tersebut berbahaya
bagi ikan dan organisme lainnya. Jika kadar oksigen mencukupi, maka
amonia dapat dipecah oleh bakteri menjadi nitrit (NO2) (Colt dan
Amstrong, 1981, dalam Ghufran, 2007)..
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
23
Universitas Indonesia
2.11.4 Fosfat (PO4)-3
Fosfat adalah salah satu bahan pencemar diperairan. Senyawa ini
merupakan salah satu kunci yang esensial untuk pertumbuhan ganggang
dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan akan menjadi
penyebab penurunan kualitas air. Fosfat yang terdapat dalam baik sebagai
bahan padat maupun bentuk terlarut. Fosfat terdapat dalam air alam atau
air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap
senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau
terikat di dalam sel organisme air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal
dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai atau danau melalui
drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air
buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang
mengandung fosfat, seperti industri logam dan sebagainya.
Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan
sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang
terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman
menyerap fosfat bagi pertumbuhannya ( Alaerts, 1984). Keberadaan
senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L),
pertumbuhan ganggang akan terhalang, kedaan ini dinamakan oligotrop.
Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan
ganggang tidak terbatas lagi (kedaaan eutrop), sehingga dapat mengurangi
jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian
ekosistem perairan.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
24Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Daerah Penelitian
Daerah Penelitian adalah Daerah sekitar TPA Cipayung Depok yang
terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106047’12” – 106047’25” BT dalam
jangkaun hingga 500 meter dari TPA, Yang meliputi Kelurahan Cipayung
Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan. (Peta 1)
3.2 Alur Pikir Penelitian
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian
JARAK
CURAH
MERESAPKE
AKUIFER
TPA CIPAYUNG DAN DAERAHSEKITARNYA (KOTA DEPOK)
Kedalamanmuka airtanah
PENGGUNAAN TANAH
Menyebarkedalamairtanah
Pola Spasial Kualitas AirtanahDangkal di Sekitar TPA Cipayung
ParameterKualitas air(TDS, DHL,NH3-N, NO3,
(PO4)-3 )
KONDISIHIDROGEO
AIR LINDI
Ketinggian
Jenis Batuan
Jenis Tanah
Ketinggianmuka
airtanah
HUJAN TIDAKHUJAN
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
25
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa kualitas airtanah di sekitar TPA
Cipayung Depok dipengaruhi oleh lindi sebagai sumber pencemar yang berasal
dari buangan pengolahan sampah yang terjadi di TPA Cipayung, selain itu juga
dipengaruhi oleh kondisi fisik dari daerah sekitar yaitu kondisi hidrogeologi dan
geologi yang akan mempercepat zat pencemar bergerak dalam airtanah.
Pengunan tanah dalam penelitian ini digunakan untuk mendukung nilai kualitas
airtanah.. Keberadaan zat pencemar dalam penelitian ini selain berasal dari air
buangan sampah (lindi) juga berasal dari penggunaan tanah daerah tersebut.
Kodisi hidrogeologi dalam penelitian ini terdiri dari, kedalaman muka
airtanah, ketinggian, jenis tanah, dan jenis batuan. Kedalaman airtanah akan
memperangaruhi sumber zat pencemar untuk sampai ke airtanah, semakin dekat
muka airtanah maka akan semakin cepat sumber zat pencemar untuk masuk ke
muka airtanah. Ketinggian digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah
dengan menggunakan kedalaman muka airtanah. Jenis batuan dan Jenis tanah
dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan batuan untuk menyimpan (porositas)
dan meloloskan (permeabilitas) airtanah.
Curah hujan digunakan sebagai sumber utama keberdaan airtanah dalam
siklus hidrologi dan arah aliran airtanah yang sangat dipengaruhi oleh banyaknya
air yang terdapat dalam tanah. Jarak sumur gali penduduk terhadap sumber
pencemar (lindi) digunakan untuk mengetahui sejauh mana zat pencemar akan
bergerak dalam airtanah dalam kondisi fisik yang sudah diketahui (hidrogelogi,
pengunan tanah dan curah hujan).
Berdasarkan pemaparan Gambar 3.1 variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ;
1. Kedalaman muka airtanah
Kedalaman muka airtanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jarak antara permukaan tanah dengan muka airtanah yang diukur
langsung dari sumur gali penduduk.
2. Ketinggian
Ketinggian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketinggian daerah
yang didapatkan dari Peta Digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) berupa
data kontur Kota Depok.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
26
Universitas Indonesia
3. Ketinggian Muka airtanah
Ketinggian muka airtanah diperoleh dari pengurangan ketinggian tempat
dengan kedalaman muka airtanah.
4. Jenis Batuan
Jenis batuan dalam penelitian ini terdiri dari alluvium, kipas alluvium,
dan formasi Bojong Manik.
5. Jenis Tanah
Jenis tanah dalam penelitian ini terdiri dari alluvium kelabu, latosol
merah, latosol coklat, regosol coklat, dan regosol coklat kemerahan
6. Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah yang digunakan adalah penggunaan yang terdapat di
daerah penelitian
7. Curah Hujan
Curah hujan yang terjadi pada waktu Januari-April 2011 dari stasiun
pengamatan curah hujan Pancoranmas dan stasiun pengamatan di
Fakultas Teknik.
8. Jarak sumur terhadap TPA Cipayung
Jarak sumur gali atau titik sampel terhadap TPA Cipayung dengan
menggunakan metode buffer pada software Arc.Gis 9.3 dengan jarak
jangkauan 100 meter.
9. Konsentrasi parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat.
Konsentrasi dari setiap parameter kualitas airtanah dalam sampel
penelitian didapatkan dari hasil uji laboratorium.
3.3 Metode Pengambilan Lokasi Titik Sampel
3.3.1 Peralatan
Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel airtanah yaitu :
a. Peta Kerja
b. Global Positioning System (GPS)
c. Meteran (ketelitian 1 cm dan panjang maksimal 50 m)
d. Botol gelas
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
27
Universitas Indonesia
e. Tabel Isian Survei Lapang
f. Alat Tulis
g. Kamera Digital
3.3.2 Titik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel menggunakan metode systematic
random sampling. Sampel air sumur penduduk pada berbagai jarak
tertentu secara sistematik dari pusat TPA Cipayung yaitu ; Jarak 100
meter, 200 meter, 300 meter, 400 meter, dan 500 meter
Dengan dibatasi jarak tersebut titik sampel dipilih secara random
atau acak pada batasan jangkauan. Jumlah titik sampel yang diambil
disetiap jangkauan yaitu :
a. Jarak 100 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 13 titik
b. Jarak 200 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 8 titik
c. Jarak 300 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 6 titik
d. Jarak 400 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 titik
e. Jarak 500 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 tiitik
3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang
Waktu pengambilan sampel dilakukan dalam dua waktu yaitu waktu
hujan dan tidak hujan. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga
hari berturut-turut dan pengambilan waktu hujan pada tanggal 5 Mei 2011
dan 12 Mei 2011 saat pagi hingga siang hari, sedangakan waktu tidak
hujan sadalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan
pengambilan dilakuakan pada tanggal 20 April 2011 dan 23 April 2011
sat pagi hingga siang hari.
3.3.4 Cara Pengukuran Sampel di Lapangan
a. Mencari lokasi sampel yang sebelumnya sudah ditentukan, dengan
menggunakan peta kerja kemudian menentukan koordinat dengan GPS,
dan mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
b. Melakukan pengukuran kedalaman muka airtanah pada sumur, dan
mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.
3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium
a. Menyiapkan alat yang digunakan dalam pengujian yaitu TDS meter,
DHL meter, dan
Testing
b. Pengujian
menyelupkan alat kedalam air sampel yang sebelumnya dibilas dengan air
yang sama, tunggu hinga 1
c. Pengujian
Memasukan sampel air ke
regen atau indik
hingga 3-5 menit, selanjutnya catat hasil pengukuran setiap parameter.
Sumber : Peng
Gambar 3.2 kiri :Environmental Testing
3.4 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data survey lapang
(primer) dan data yang diperoleh dari instansti dan studi kepustakaan (sekunder).
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi, yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Di
Bakosurtanal, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Kebersihan dan
Universitas Indonesia
ukan pengukuran kedalaman muka airtanah pada sumur, dan
mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.
3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium
kan alat yang digunakan dalam pengujian yaitu TDS meter,
DHL meter, dan Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental
Pengujian kualitas air untuk parameter TDS, dan DHL dengan
menyelupkan alat kedalam air sampel yang sebelumnya dibilas dengan air
tunggu hinga 1-2 menit kemudian catat hasil pengukuran.
kualitas air untuk parameter nitrat, amoniak, dan
Memasukan sampel air ke dalam gelas kaca sebanyak 6 ml, masukkan
regen atau indikator setiap parameter yang berbeda. Setelah itu tunggu
5 menit, selanjutnya catat hasil pengukuran setiap parameter.
Sumber : Pengukuran Laboratorium, 2011
Gambar 3.2 kiri : Alat Multiparameter Ion Specific Meter forEnvironmental Testing , kanan : Sampel Air Hasil Uji Laboratorium
3.4 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data survey lapang
(primer) dan data yang diperoleh dari instansti dan studi kepustakaan (sekunder).
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi, yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Kesehatan, Balai Penelitian Tanah,
Bakosurtanal, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Kebersihan dan
28
Universitas Indonesia
ukan pengukuran kedalaman muka airtanah pada sumur, dan
kan alat yang digunakan dalam pengujian yaitu TDS meter,
Specific Meter for Environmental
TDS, dan DHL dengan
menyelupkan alat kedalam air sampel yang sebelumnya dibilas dengan air
2 menit kemudian catat hasil pengukuran.
moniak, dan fosfat.
6 ml, masukkan
berbeda. Setelah itu tunggu
5 menit, selanjutnya catat hasil pengukuran setiap parameter.
ultiparameter Ion Specific Meter forLaboratorium
Data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data survey lapang
(primer) dan data yang diperoleh dari instansti dan studi kepustakaan (sekunder).
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi, yaitu Badan Perencanaan
nas Kesehatan, Balai Penelitian Tanah,
Bakosurtanal, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Kebersihan dan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
29
Universitas Indonesia
Pertanaman, TPA Cipayung Depok, Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
yaitu ;
1. Kedalaman muka airtanah diperoleh dari pengukuran langsung di
lapangan pada setiap lokasi titik sampel. Pengukuran jarak antara
permukaan tanah hingga mencapai muka airtanah menggunakan alat ukur
meteran dengan ketelitian satu centimeter. Cara yang digunakan adalah
mengukur kedalaman muka airtanah dari permukaan airtanah hingga bibir
sumur gali dengan mengurangi ketinggian bibir sumur dengan permukaan
tanah. Pengkuran kedalaman muka airtanah dilakukan satu kali saat siang
hari.
2. Ketinggian diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Bakosurtanal
skala 1:5.000 dengan interval kontur 2,5 meter.
3. Ketinggian muka airtanah diperoleh menggunakan data kedalaman muka
airtanah dan ketinggian tempat. Nilai ketinggian muka airtanah ini yang
akan digunakan untuk menentukan arah aliran airtanah.
4. Jenis Batuan diperoleh dari Peta Geologi lembar 1209-4 Jakarta dan
1209-1 Bogor skala 1:100.000
5. Jenis Tanah diperoleh dari peta tanah Kabupaten Bogor skala 1:100.000
keluaran Balai Penelitian Tanah Tahun 1990.
6. Penggunaan Tanah diperoleh dari Badan Perencanaan Pembaangunan
Daerah (BAPPEDA) berupa Citra Ikonos Kota Depok Tahun 2009 skala
1:10.000.
7. Curah Hujan data curah hujan daerah penelitian diperoleh dari stasiun
pengamatan curah hujan Kota Depok yang berasal dari Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air.
8. Jarak sumur gali dari TPA Cipayung didapatkan dari pengukuran jarak
rata- rata antara titik sampel dengan TPA menggunakan software Arc.Gis
9.3 yaitu menggunakan Generate Near Tabel.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
30
Universitas Indonesia
9. Nilai parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan
Fosfat) didapatkan dengan pengambilan sampel di lapangan yang berasal
dari sumur gali penduduk. Kemudian di uji dilaboratorium dengan
menggunakan alat-alat TDS meter, DHL meter, dan menggunakan alat
tipe C 206 Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental Testing
keluaran Hanna Instrument untuk pengujian Nitrat, Amoniak, dan Fosfat.
10. Penentuan lokasi titik sampel di sekitar TPA Cipayung yaitu Kelurahan
Pasir Putih dan Kelurahan Cipayung dalam jangkauan hingga 500 meter
sebanyak 33 sampel
11. Administrasi daerah penelitian diperoleh dari peta rupabumi Kota Depok
Skala 1:10.000 yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok tahun 2009.
3.4 Pengolahan data
Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian ini, baik tabular maupun
spasial dibuat dan diolah dengan sisitem database berbasis sistem Informasi
Geografi (SIG) dengan memanfaatkan software Arc.view 3.3 dan Arc.Gis 9.3.
Tahapan pengolahan data berasal dari data primer dan data sekunder akan
menghasilkan :
1. Peta Jenis Batuan
Peta jenis batuan ini diolah dari peta digital jenis batuan Kota Depok tahun
1992-1993 dengan skala 1:100.000 keluaran Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (P3G).
2. Peta Jenis Tanah
Peta jenis tanah ini diolah dari peta digitasi jenis tanah Kota Depok tahun 1990
dengan skala 1:100.000 keluaran Balai Penelitian Tanah.
3. Peta Penggunan Tanah
Peta Penggunaan tanah ini diperoleh dari foto udara Kota Depok Tahun 2009
yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok dengan skala 1 :10.000. dan
kemudian dilakukan interpretasi ulang untuk menentukan jenis penggunaan
tanah.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
31
Universitas Indonesia
4. Peta Kedalaman Muka Airtanah (MAT)
Peta kedalaman muka airtanah diperoleh melalui proses interpolasi dengan
memasukkan nilai kedalaman muka airtanah yang berasal dari pengukuran
lapangan langsung pada sumur gali penduduk. Menggunakan Extention
Spatial Analys dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) pada menu
interpolated grid, kemudian dibuat kontur kedalaman muka airtanah.
5. Peta Arah Aliran Airtanah
Peta arah aliran airtanah dibuat dengan menggunakan data ketinggian muka
airtanah yang kemudian menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian yang sama, dan selanjutnya menarik garis tegak lurus terhadap
garis yang memiliki nilai yang sama. Aliran airtanah mengalir menuju
ketinggian yang lebih rendah atau mengalir kedaerah tangkapan air seperti
sungai atau danau.
6. Peta Interpolasi Kualitas Airtanah parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak,
dan Fosfat) memasukkan hasil uji laboratorium ke dalam software Arc.Gis
9.3 menggunakan Extention Spatial Analyst dengan metode IDW (Inverse
Distance Weighted) pada menu interpolated to Raster. Kemudian membuat
kontur indek sebagai nilai wilayah yang tercemar. Pembagian wilayah
tercemar berdasarkan standar baku mutu kualitas air, parameter TDS 1000
ppm, DHL 750 µS, Nitrat 10 mg/l, Amoniak 0,5 mg/l, dan Fosfat 0,2 mg/l.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
32
Universitas Indonesia
3.5 Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan dilakukan dua tahapan
analisis yaitu :
a. Untuk menjawab masalah pertanyaan pertama yaitu “ Bagaimana pola
spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok?”,
analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi Inverse
Distance Weigthted (IDW) kemudian dideskripsikan dari hasil
keruangan yang berasal di interpolasi yang digunakan untuk menjelaskan
pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terkandung disetiap titik
sampel.
b. Untuk menjawab masalah kedua “Apakah pola spasial kualitas airtanah
dangkal yang terbentuk dipengaruhi oleh penggunaan tanah, jenis
bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?”
Analisis yang digunakan adalah analisis overlay dan diperkuat dengan
analisis kuantitatif. Analisis overlay digunakan untuk melihat hubungan
keruangan variabel, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
melihat variasi nilai rata-rata konsentrasi setiap parameter (TDS, DHL,
Nitrat, Amoinak, dan Fosfat) pada jenis batuan, jenis tanah, dan
penggunaan tanah metode statistic yang digunakan adalah One Way of
Anova. Sementara untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi setiap
parameter dengan kedalamam muka airtanah, tekstur tanah, dan jarak
sampel air ke TPA Cipayung menggunakan metode statistik Person’s
Product Moment
3.5.1 Uji Statistik
a. Analisis Varians (ANOVA)
Langkah-langkah dalam uji statistic ANOVA yaitu;
i. Tes Homogenitas Varian (Test of Homogeneity ofVarience)
Asumsi dasar dari analsis ANOVA adalah bahwa seluruh kelompok yang
terbentu harus memiliki variaanya sama. Untuk menguji asumsi dasar ini
dapat dilihat dari hasil test homogenitas dan varians dengan menggunakan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
33
Universitas Indonesia
uji Levens Statistik dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, yaitu
α=0,05.
Hipotesis yang digunakan dalam tes homogenitas varian adalah :
Ho : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah samaHi : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah berbeda
Dasar dari pengambilan keputusan adalah:
Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
ii. Pengujian ANOVA (Uji F)
Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa semua
kelompok mempunyai mean populasi yang sama adalah Uji F. Harga F
diperoleh dari rata-rata jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus :
Keterangan :
Hipotesis yang digunakan dalam uji ANOVA :
Ho : Diduga bahwa seluruh kelompok dari rata-rata populasi
Hi : Diduga bahwa seluruh kelompok dart rata-rata populasi
Dasar dari pengambilan keputusan :
Jika F hitung < F tabel 0,05, maka Ho diterima
Jika F hitung > F tabel 0,05, maka Ho ditolak
iii. Test Post Hoc
Dari pengujian ANOVA (F test) telah diketahui bahwa secara umum
seluruh kelompok memiliki perbedaan (tidak sama). Untuk mengetahui
lebih lanjut perbedaan yang terjadi antara kelompok maka digunakan Test
Post Hoc dengan menggunakan salah satu fungasi Tukey.
Adapun hipotesis yang digunakan dalam tes ini adalah :
= Variansi anatar perlakuan
= Variansi dalam perlakuan
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Ho : Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-ratayang sama
Hi : Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-ratayang berbeda
Dasar dari pengambilan keputusan adalah :
Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas <0,05, maka Ho ditolak
b. Metode Stastistik Uji Person’s Product Moment
Teknik ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua
variabel yang memiliki jenis data interval. Rumus yang digunakan :
Dimana ;
r = koefisien korelasi
N = jumlah sampel
x = variabel bebas
y = variabel terikat
korelasi ini mempunyai nilai antara -1, 0, dan +1. Tanda + (plus)
atau – (min) adalah penanda arah dari hubungan variabel tersebut. Jika
tandanya + (plus) maka hubungannya searah, artinya semakin tinggi nilai
x semakin tinggi juga nilai y. Sedangkan jika tandanya – (min) maka
hubungannya dua arah, artinya semakin tinggi nilai x maka nilai y
semakin rendah. Parameter untuk menyatakan besar kecilnya korelasi
adalah sebagai berikut;
r = 0,80 – 1,00 hubungan sangat kuat
0,60 – 0,80 hubungan kuat
0,40 – 0,60 hubungan sedang
0,20 – 0,40 hubungan lemah
0,00 – 0,20 hubungan sangat lemah
2 2 2 2
( )( )
[ ( ) ][ ( ) ]
N xy x yr
N x x N y y
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
35 Universitas Indonesia
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak Daerah Penelitian
4.1.1 Letak TPA Cipayung
Secara geografis lokasi Kota Depok terletak pada koordinat antara
06018’00” – 06028’00” LS dan 106043’00” – 106055’00” BT, dengan luas sebesar
2002,90 Ha. Sedangkan lokasi Tempat Pembungan Sampah (TPA) Cipayung
terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106047’12” – 106047’25” BT. Lokasi
TPA Cipayung secara administrasi berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara : Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Cipayung
Sebelah Selatan : Kelurahan Cipayung Jaya, Kecamatan Cipayung
Sebelah Timur : Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Sukmajaya
SebelahnBarat : Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan
Dalam lingkup Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung, lokasi TPA
berada pada Rukun Warga (RW) 07 dengan RW-RW yang berada disekitarnya
adalah RW 08 (sebelah selatan TPA), RW 06 (sebelah utara TPA) dan RW 04
(sebelah timur TPA) serta RW 03 (sebelah timur laut TPA). Kelurahan yang
berada di sebelah Barat TPA Cipayung adalah Kelurahan Pasir Putih Kecamatan
Sawangan. Dalam lingkup Kelurahan ini, RW-RW yang berdekatan di sekitar
TPA adalah RW 02 dan RW 04. Luas TPA Cipayung pada awalnya 9,10 Ha dan
mengalami perluasa lahan 2,00 Ha, sehingga luas TPA ciayung saat ini mencapai
11,10 Ha.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
36
Universitas Indonesia
4.1.2 Kelurahan Cipayung
Kelurahan Cipayung merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan
Cipayung, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 286,5 Ha. Batas-
batas Kelurahan Cipayung yaitu :
Sebelah Utara : Kelurahan Rangkapan Jaya
Sebelah Timur : Kelurahan Cipayung Jaya
Sebelah Selatan : Kelurahan Ratujaya
Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Putih
4.1.3 Kelurahan Pasir Putih
Kelurahan Pasir Putih adalah satu kelurahan yang berada di Kecamatan
Sawangan, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 486 Ha. Batas-
batas Kelurahan Pasir Putih yaitu :
Sebelah Utara : Kelurahan Sawangan Baru
Sebelah Timur : Kelurahan Cipayung
Sebelah Selatan : Desa Raga Jaya
Sebelah Barat : Kelurahan Bedahan
4.2 Ketinggian
Secara umum daerah penelitian merupakan dataran rendah. Ketinggian
rata-rata daerah penelitian yang meliputi Kelurahan Cipayung dan Kelurahan
Pasir Putih berada pada 71-104 mdpl. Semakin ke utara, ketinggian semakin
rendah, dan daerah yang mendekati aliran sungai pun semakin rendah. Dengan
Wilayah ketinggian
a. Ketinggian 71 – 82 mdpl, mempunyai luas 13,5 Ha atau 9.22% dari luas
daerah penelitian.
b. Ketinggian 82 – 93 mdpl, mempunyai luas 61,51 Ha atau 41.83% dari luas
daerah penelitian.
c. Ketinggian 93 – 104 mdpl, mempunyai luas 71,98 Ha atau 48.95% dari luas
daerah penelitian.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
37
Universitas Indonesia
4.3 Curah Hujan
Secara umum kondisi iklim daerah penelitian adalah beriklim tropis yang
dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau antara bulan April - September
dan musim hujan antara bulan Oktober – Maret. Pada stasiun pengamatan curah
hujan yang terdapat di Pancoran Mas besar curah hujan bulanan pada waktu
Januari – April 2011 berkisar antara 96 – 212 mm/bulan, curah hujan tertinggi
terdapat pada bulan April sebesar 212 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 14
hari. Sedangkan untuk curah hujan tahunan yang diperoleh pada waktu 2010
sebesar 3160 mm/tahun.
4.4 Hidrologi
Kondisi hidrologi daerah penelitian dibedakan menjadi dua bagian yaitu
hidrologi permukaan dan kondisi hidrogeologi yaitu :
4.4.1 Hidrologi Permukaan
Secara umum daerah penelitian dilalui oleh satu aliran permukaan yaitu
Kali Pesanggrahan yang menjadi pembatas administrasi antara Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih. Kali Pesanggrahan mengalir dari
Kabupaten Bagor melewati Kecamatan Cipayung dan Sawangan (Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih) yang kemudian masuk ke aliran
Cengkareng.
4.4.2 Hidrogeologi
Airtanah adalah sumber utama untuk kebutuhan air bersih masyarakat
Depok, khusunya di daerah penelitian. Reservoir airtanah terdapat pada batuan
tersier dan kuarter. Endapan kuarter dan endapan tersier vulkanik bersilang
dengan endapan kaurter sungai.
Muka airtanah pada sistem akuifer tidak tertekan (< 30 meter), airtanah
pada sistem ini merupakan airtanah dangkal atau airtanah bebas. Airtanah
bebas kondisinya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. pada musim kemarau
muka airtanah turun, sedangkan pada musim hujan cenderug naik, hal ini
dikarenakan terjadi pengisian kembali pada sistem akuifer tersebut. airtanah
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
38
Universitas Indonesia
bebas juga dipengaruhi oleh morfologi permukaan dan wilayah lembah
dengan toografi yang rendah.
4.5 Geologi
Kondisi geologi daerah penelitian didominasi kipas alluvial (Qav), satuan
ini merupakan hasil endapan batuan gunung api muda di Dataran Tinggi Bogor,
diendapakan dalam lingkungan darat, terdapat hingga kedalaman sekitar 25 m,
dicirikan oleh pola persebaran yang membentuk kipas vulkanik serta endapan tuf.
Satuan ini sangat poros, merupakan akuifer yang baik, dan memiliki nilai
produktifitas akuifer tinggi, persebaran luas dengan debit airtanah 1-5 lt/detik
bahkan lebih dari 5 lt/detik, dan mempunyai daya dukung pondasi yang baik serta
permeabilitas rendah.
Endapan alluvial (Qa) yang berusia resent yang terdiri dari endapan
material lepas berukuran lempung, pasir, dan kerikil. Satuan ini bersifat lepas,
hasil erosi dan pelapukan, yang terdapat di sepanjang aliran sungai
Pesanggarahan. Selain itu juga terdapat jenis Formasi Bojongmanik.
4.6 Jenis Tanah
Jenis tanah daerah penelitian terdiri lima jenis tanah yaitu Aluvium kelabu
yang merupakan jenis tanah yang mempunyai drainase terhambat karena memiliki
konduktivitas rendah dan daya menahan air (porositas) rendah sampai sangat
rendah. Latosol merah yang terbentuk dari tuf vulkan andesitik-basaltis tekstur
tanah yang halus, karekteristik kelas drainase tanah sedang karena tanah memiliki
kemampuan konduktivitas hidraulik sedang sampai agak rendah dan dapat
menahan air rendah, serta tanah basah dekat dengan permukaan. Asosiasi latosol
merah memiliki tektur tanah yang halus dengan drainase sedang terhambat. Jenis
tanah yang selanjutnya yang terdapat di daerah penelitian adalah asosisasi regosol
coklat yang berasal dari batuan kapur, tekstur tanah yang agak kasar dan halus,
dan kemampuan drainase yang cepat. Serta jenis regosol coklat yang memiliki
tekstur agak kasar dan memiliki kemampuan drainase yang cepat.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
39
Universitas Indonesia
4.7 Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah daerah penelitian berdasar foto udara BAPPEDA Kota
Depok Tahun 2009. Penggunaan tanah daerah penlitian yang meliputi Kelurahan
Pasir Putih, dan Kelurahan Cipayung terdiri tegalan.ladang, kawasan campuran,
lahan irigasi,dan perumahan swadaya. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan jenis
pernggunaan tanah, beserta luasannya di daerah penelitian :
Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian
No Pengguaan Tanah Luas (Ha)
1 Sawah Tadah Hujan 15,82
3 Sawah Irigasi 3,0
4 Tegalan 3,31
5 Campuran 33,21
6 Permukiman Tidak Teratur 28,32
7 TPA Cipayung 11,10Sumber : Citra Ikonos Kota Depok, 2009
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
40
Universitas Indonesia
4.8 Kondisi Demografi
4.8.1 Kelurahan Cipayung
Kondisi demografi Kelurahan Cipayung memiliki jumlah penduduk
pada tahun 2010 adalah 19.283 Jiwa, terdiri dari 4.887 Kepala Keluarga (KK),
dengan rata-rata kepadatan penduduk 55,4%. Data Jumlah Penduduk
Kelurahan Cipayung sebagai berikut;
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis KelaminKelurahan Cipayung Tahun 2010
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010
No Kelompok Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 0 - 4 879 779 1.658
2 5 - 9 913 891 1.804
3 10 - 14 937 899 1.836
4 15 - 19 813 799 1.612
5 20 - 24 856 897 1.753
6 25 - 29 971 977 1.948
7 30 - 34 873 897 1.770
8 35 - 39 853 843 1.696
9 40 - 44 753 664 1.417
10 45 - 49 615 591 1.206
11 50 - 54 463 448 911
12 55 - 59 289 275 564
13 60 - 64 213 199 41214 65 - 69 189 187 37615 70 - 74 74 71 14516 75 - 79 65 59 12417 >80 27 24 51
Jumlah 9.783 9.500 19.283
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
41
Universitas Indonesia
Sumber : Diolah Dari Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010
Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok
Berdasarkan gambar 4.1 kondisi penduduk di Kelurahan Cipayung Depok
usia produktif yaitu usia (20-44 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia yang lainnya. Dengan demikian Kelurahan Cipayung memiliki
penduduk dengan usia produktif tinggi dan dapat mengembangakan daerahnya.
Dari gambar tersebut juga dapat terlihat bentuk dari piramida penduduk
ekspansif yaitu mengembang di bagian tengah dan mengecil di bagian atas yaitu
pada usis lebih dari 60 tahun. Jika dilihat dari kondisi saat survey lapang,
Kelurahan Cipayung cukup maju dengan banyak aktifitas perdagangan serta
kegiatan ekonomi yang berjalan dengan baik, dari tingkat kesejahteraan pun
terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan di Kelurahan Pasir
Putih Sawangan dengan kondisi rumah yang sudah permanen dan teratur.
4.8.2 Kelurahan Pasir Putih
Kondisi demografi Kelurahan Pasir Putih pada tahun 2010 memiliki
14.886 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluraga (KK) sebanyak 4300 KK. Data
jumlah penduduk Kelurahan Pasir Putih menurut tingkatan usia sebagai
berikut :
1500 1000 500 0 500 1000 1500
0 - 45 - 10
11 - 1515 - 1920 - 2425 - 2930 - 3435 - 3940 - 4445 - 4950 - 5455 - 5960 - 6465 - 6970 - 7475 - 79
>80
Perempuan Laki-Laki
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
42
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia Kelurahan Pasir PutihTahun 2010
No Kelompok Usia Jumlah
1 0 - 5 1.920
2 6 - 10 1.581
3 11 -15 1.239
4 16 -20 1.429
5 20 - 25 1.304
6 26 - 30 1.362
7 31 - 35 1.383
8 36 - 40 1.258
9 41 - 45 928
10 46 - 50 855
11 51 - 55 551
12 56 - 60 421
13 > 6 1 655
Jumlah 14.886
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Pasir PutihTahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.3 komposisi penduduk menurut usia di Kelurahan
Pasir Putih, Sawangan. Jumlah penduduk semakin berkurang pada tingkat usia
yang lebih tinggi. Dengan demikian usia balita hingga muda yaitu (0-10 tahun)
lebih banyak dibandingkan dengan usia produktif. Hal ini berbeda dengan
komposisi penduduk di Kelurahan Cipayung dengan usia produktif lebih tinggi.
Kondisi yang demikian, membuat kondisi yang berbeda dari tingkat
kesejahteraan penduduk Kelurahan Pasir Putih lebih rendah dibandingkan dengan
Kelurahan Cipayung, berdasrakan hasil survey lapang juga membuktikan bahwa
kualitas hidu penduduk Pasir Putih lebih rendah, dilihat dari kondisi rumah dan
kegiatan yang ekonomi yang kurang berkembang.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
43Universitas Indonesia
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Jenis Batuan
Jenis batuan di daerah penelitian terdiri dari alluvium (Qa), kipas alluvium
(Qav), dan formasi bojong manik (Tmb). Berdasarkan Tebel 5.1, jenis batuan
yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah kipas alluvium dengan luas
59,42 Ha. Kipas alluvium merupakan jenis batuan yang tuf halus berpasir, tuf
pasiran, dan berselingan dengan tuf konglomerat. Pada peta 4 diperlihatkan
sebaran masing-masing jenis batuan yang terdapat di daerah penelitian.
Sebaran kipas alluvium terdapat merata diseluruh daerah penelitian.
Sedangkan, jenis batuan alluvium sebarannya terdapat di bagian utara hinggan
timur laut TPA Cipayung yang terdapat di Kelurahan Cipayung. Jenis batuan
alluvium memiliki luas sebersar 22,77 Ha. Jenis batuan alluvium merupakan jenis
batuan yang terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan
Tabel 5.1 Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung
Sumber: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung (1992-1993)
Jenis batuan formasi bojong manik terdapat dibagian tenggara TPA
Cipayung dengan luas seberar 15,42 Ha. Formasi bojong manik ini merupakan
persilangan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan gamping didalamnya
No Jenis Batuan Luas (Ha)
1 Alluvium (Qa) 22,772 Kipas Alluvium (Qav) 59,57
3 Formasi Bojong Manik (Tmb) 15,42
Total 97,76
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
44
Universitas Indonesia
5.1.2 Jenis Tanah
Jenis tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan
konsentrasi parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat)
di permukaan tanah menuju airtanah, yang terkait tekstur tanahnya. Pada Tabel
5.2 diperlihatkan jenis tanah di sekitar TPA Cipayung beserta luasan (Ha), yang
terdiri dari latosol merah, alluvium kelabu, regosol coklat, asosiasi regosol coklat
kemerahan dengan laterit airtanah dan asosiasi latosol coklat kemerahan dengan
laterit airtanah.
Tabel 5.2 Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung
Sumber : Balai Penelitian Tanah Tahun 1990
Jenis tanah yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah latosol
merah dengan luas 34,63 Ha. Pada peta 5 diperlihatkan sebaran latosol merah
terdapat di bagian timur TPA Cipayung, untuk jenis tanah alluvium kelabu
terdapat disepanjang aliran Kali Pesanggrahan yang memisahkan Kelurahan
Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih yang memiliki luas 29,57 Ha. Di bagian
barat TPA memiliki jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit
airtanah yang berada di Kelurahan Pasir Putih dengan luas 21,93 Ha. Sementara
untuk jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat terdapat di sebagian
kecil barat laut TPA dengan luas 3,16 Ha, dan untuk jenis tanah regosol coklat
berada di bagian Tenggaran dan Timur Laur TPA dengan luas sebesar 8,47 Ha.
No Jenis Tanah Luas (Ha)1 Latosol Merah 34,632 Alluvium Kelabu 29,573 Regosol Coklat 8,474 Asosiasi Regosol 3,165 Asosiasi Latosol Coklat 21,93
Total 97,76
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
45
Universitas Indonesia
5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah
Kedalaman muka airtanah (Depth to ground water) daerah penelitian
diperoleh dari hasil survey lapangan pada bulan April dan Mei 2011. Wilayah
kedalaman muka airtanah dapat dibagi menjadi 5 kelas klasifikasi yaitu kurang
dari 5 meter, 5 - 10 meter, 10 - 15 meter, 15 – 20 meter, dan lebih dari 20 meter,
dengan luas dengan luas wilayah kedalaman terdapat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Luas Kedalaman Muka Airtanah
No Klasifikasi (m) Luas (Ha) Presentase1 < 5 19,55 20%2 5 - 10 62,68 64,12%3 10 - 15 13,41 13,72%4 15 -20 1,77 1,81%5 > 20 0,33 0,35%
Total 97,76 100%Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Pada Tebel 5.3 diperlihatkan bahwa kedalaman muka airtanah yang
mendominasi di daereh penelitian adalah pada wilayah kedalaman 5-10 meter
dengan luas 62,68 Ha atau 64,10% dari luas daerah penelitian. Wilayah dengan
kedalaman tersebut tersebar di bagian utara, timur, selatan, dan barat. Sedangkan
untuk wilayah kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter dengan luas yang
lebih sempit sebesar 19,55 Ha atau 20% dari luas daerah penelitian, wilayah ini
berada di bagian barat, timur, dan sebagian kecil selatan dari tempat pembuangan
akhir. Wilayah dengan kedalaman 10-15 meter dengan luas 13,41 Ha atau 13,70%
dari luas daerah penelitian, berada di bagian barat dan utara. Pada wilayah
kedalaman 15 hingga 20 meter dengan luas 1,77 Ha atau 1,80% dari luas daerah
penelitian. Sedangkan wilayah kedalaman muka airtanah yang lebih dari 20 meter
memiliki luas 0,33 Ha atau 0,34% dari luas daerah penelitian, yang merupakan
wilayah kedalaman yang memiliki luasan terkecil dari luas daerah penelitian.
Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki jenis batuan formasi bojong
manik, hal ini menyebabkan untuk mencapai permukaan airtanah dibutuhkan
kedalaman yang lebih dalam.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Pada peta 6
airtanah kurang dari
penelitian. Contoh wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter
dapat dilihat pada titik
titik C3, B7, dan B6
kurang dari 5 meter adalah titik
batuan berupa alluvium dan kipas alluvium, dengan jenis tanah latosol merah dan
regosol coklat.
Sumber :Survey Lapang, 2011
Gambar 5.1
Wilayah kedalaman muka airtanah 5
daerah penelitian. Lokasi yang memiliki wilayah
5 - 10 meter ditunjukan
merupakan Kelurahan Pasir Putih, Sawangan
Cipayung untuk wilayah kedalaman antara 5 hingga 10 pada sampel
yang berada di bagian utara
dan jenis tanah asosiasi regosol latosol coklat dan latosol merah
Wilayah dengan kedalaman muka airtanah
dibagian utara yaitu di Kelurahan Cipayung tepatnya di kampung Beda Barat
yang terdapat pada titik
kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter adalah sampel
laut di Kelurahan Pasir Putih terdapat pada sampel
Universitas Indonesia
6 diperlihatkan bahwa wilayah dengan kedalaman muka
airtanah kurang dari 5 meter tersebar di bagian tenggara dan timur daerah
Contoh wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter
dapat dilihat pada titik D2, dan A7 dibagian timur laut, dan dibagian
B6, di sebelah utara sumur yang memiliki wilayah kedalaman
kurang dari 5 meter adalah titik A10 dan D1. Wilayah ini terdapat pada jenis
batuan berupa alluvium dan kipas alluvium, dengan jenis tanah latosol merah dan
Sumber :Survey Lapang, 2011
1 Sumur Gali (sampel A10 : kiri, sampel D1 :kanan
Wilayah kedalaman muka airtanah 5-10 meter tersebar hampir diseluruh
Lokasi yang memiliki wilayah dengn kedalaman muka airtanah
10 meter ditunjukan di bagian barat yaitu yaitu E1, D3, C4, B1
merupakan Kelurahan Pasir Putih, Sawangan . Sedangkan untuk Kelurahan
Cipayung untuk wilayah kedalaman antara 5 hingga 10 pada sampel
bagian utara daerah penelitian. Dengan jenis batuan kipas
jenis tanah asosiasi regosol latosol coklat dan latosol merah
Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter menye
dibagian utara yaitu di Kelurahan Cipayung tepatnya di kampung Beda Barat
yang terdapat pada titik A2, dan B3. Bagian timur contoh sampel yang memiliki
kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter adalah sampel B4, dan bagian
aut di Kelurahan Pasir Putih terdapat pada sampel C6 dengan kedalaman muka
46
Universitas Indonesia
bahwa wilayah dengan kedalaman muka
enggara dan timur daerah
Contoh wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter
aut, dan dibagian selatan pada
memiliki wilayah kedalaman
Wilayah ini terdapat pada jenis
batuan berupa alluvium dan kipas alluvium, dengan jenis tanah latosol merah dan
Sumur Gali (sampel A10 : kiri, sampel D1 :kanan)
10 meter tersebar hampir diseluruh
kedalaman muka airtanah
B1, dan B8 yang
Sedangkan untuk Kelurahan
Cipayung untuk wilayah kedalaman antara 5 hingga 10 pada sampel A1, C2, A1’
Dengan jenis batuan kipas alluvium
10 hingga 15 meter menyebar
dibagian utara yaitu di Kelurahan Cipayung tepatnya di kampung Beda Barat
ontoh sampel yang memiliki
, dan bagian barat
dengan kedalaman muka
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
airtanah 10 sampai 15 meter
atas permukaan laut sehingga kedalaman muka airtnahanya lebih
dibandingkan dengan wilayah yang memiliki ketinggian yang rendah
Sumber :Survey Lapang, 2011
Gambar 5.2 Sumur Gali (sampel
Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 15 hingga 20 meter
bagian utara pada sampel
di Kelurahan Cipayung
muka airtanah lebih besar dari 20 me
ini dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cipayung (TPA) membuat
masyarakat membuat sumur gali pad
dengan daerah lain ser
kapur untuk mendapatkan air harus memiliki kedalaman yang lebih
5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah
Ketinggian muka airtanah diperoleh dengan mengurangi ketinggian tempat
terhadap kedalaman muka airtanah sumur gali. Ketinggian muka airtanah ini
digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah yang akan mengalir. Arah aliran
ini biasanya akan menuju ke dae
daerah penelitian yang memiliki ketinggian antara
laut (mdpl), dengan ketinggian semakin berkurang kearah utara dan timur dan
kedalaman muka airtanah yang
daerah yang dekat dengan aliran sungai membuat arah aliran airtanah cenderung
akan menuju aliran sungai atau mengarah ke bagian timur laut. Dengan adanya
Universitas Indonesia
airtanah 10 sampai 15 meter. Wilayah ini memiliki ketinggian 80
atas permukaan laut sehingga kedalaman muka airtnahanya lebih
dibandingkan dengan wilayah yang memiliki ketinggian yang rendah
Sumber :Survey Lapang, 2011
2 Sumur Gali (sampel A2 : kiri, sampel B3 :kanan
Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 15 hingga 20 meter
tara pada sampel E2, bagian timur terlihat pada sampel C5
di Kelurahan Cipayung, Sedangkan untuk wilayah yang memiliki kedalaman
muka airtanah lebih besar dari 20 meter terlihat pada sampel A6,
ini dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cipayung (TPA) membuat
masyarakat membuat sumur gali pad a kedalaman yang lebih tinggi di
serta didukung oleh kondisi daerah yang merupaka
kapur untuk mendapatkan air harus memiliki kedalaman yang lebih
Ketinggian Muka Airtanah
Ketinggian muka airtanah diperoleh dengan mengurangi ketinggian tempat
terhadap kedalaman muka airtanah sumur gali. Ketinggian muka airtanah ini
digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah yang akan mengalir. Arah aliran
ini biasanya akan menuju ke daerah tangkapan seperti danau atau sungai. Pada
daerah penelitian yang memiliki ketinggian antara 71-104 meter dari permukaan
, dengan ketinggian semakin berkurang kearah utara dan timur dan
kedalaman muka airtanah yang bervariasi antara 0,5-25 meter, serta kondisi fisik
daerah yang dekat dengan aliran sungai membuat arah aliran airtanah cenderung
akan menuju aliran sungai atau mengarah ke bagian timur laut. Dengan adanya
47
Universitas Indonesia
Wilayah ini memiliki ketinggian 80-100 meter di
atas permukaan laut sehingga kedalaman muka airtnahanya lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah yang memiliki ketinggian yang rendah .
:kanan)
Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 15 hingga 20 meter berada di
C5 yang terletak
Sedangkan untuk wilayah yang memiliki kedalaman
, karena wilayah
ini dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cipayung (TPA) membuat
a kedalaman yang lebih tinggi dibanding
merupakan daerah
kapur untuk mendapatkan air harus memiliki kedalaman yang lebih dalam.
Ketinggian muka airtanah diperoleh dengan mengurangi ketinggian tempat
terhadap kedalaman muka airtanah sumur gali. Ketinggian muka airtanah ini
digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah yang akan mengalir. Arah aliran
rah tangkapan seperti danau atau sungai. Pada
meter dari permukaan
, dengan ketinggian semakin berkurang kearah utara dan timur dan
erta kondisi fisik
daerah yang dekat dengan aliran sungai membuat arah aliran airtanah cenderung
akan menuju aliran sungai atau mengarah ke bagian timur laut. Dengan adanya
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
48
Universitas Indonesia
arah aliran airtanah ini maka akan dapat diketahui proses penyebaran zat
pencemar yang disebabkan oleh air.
Ketinggian muka airtanah di daerah penelitian berkisar 72 hingga 92 meter.
Wilayah dengan ketinggian 72 meter berada di bagian utara TPA yang lokasinya
berdekatan dengan aliran sungai. Sementara untuk wilayah dengan ketinggian 78-
88 meter hampir menyebar diseluruh daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah
yang memiliki ketinggian 93-98 meter berada di bagian barat dan timur TPA yang
dimana lokasi ini berada pada wilayah ketinggian hingga mencapai 100 meter dari
permukaan laut.
Pada peta 7 diperlihatkan arah aliran airtanah di daerah penelitian menuju
ke arah aliran sungai di bagian timur laut. Dan arah aliran sungai menuju kearah
utara. sehingga proses penyebaran zat pencemar airtanah dapat berasal dari
selatan dan barat daerah pernelitian dan menuju ke arah utara. Sedangkan dari
arah timur arah aliran airtanah menuju ke arah barat laut yang menuju aliran air
sungai.
5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok
Kualitas air di sekitar TPA Cipayung berdasarkan hasil pengukuran
memiliki variasi antara satu parameter dengan parameter yang lain. Parameter
yang digunakan dalam penelitian ini adalah TDS (Total Dissolved Soild), DHL
(Daya Hantar Listrik), Nitrat (NO3), Amoniak (NH3-N), dan Fosfat (PO4)-3 . Fokus
pembahasan kualitas air disini adalah kualitas airtanah dangkal atau sumur gali
penduduk warga sekitar TPA, karena daerah penelitian merupakan daerah sekitar
TPA maka dalam penelitian ini juga mengukur kualitas air di kolam lindi TPA
sebagai hasil buangan dari proses pengelolaan sampah dan kualitas air sungai
inlet, tengah, dan outlet. Pengukuran tersebut digunakan sebagai pembanding dan
diasumsikan sebagai sumber pencemar airtanah dangkal (sumur gali).
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
49
Universitas Indonesia
5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung
Kolam lindi merupakan tempat hasil buangan dari proses pengolahan
sampah akhir pada sistem control landfill dan sanitary landifill. Kolam ini
merupakan tempat penampungan limbah akhir yang berupa cairan dalam satu
penampungan atau kolam tertentu yang dilakukan proses penyaringan limbah
untuk mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh air lindi tersebut. Kolam
lindi ini yang menjadi salah satu faktor terjadinya pencemaran airtanah di
sekitar TPA karena air lindi yang meresap kedalam tanah dan air permukaan.
Dengan demikian maka perlu dilakukan pengukuran nilai konsentrasi setiap
parameter pada air lindi, berikut merupakan hasil pengukuran nilai konsentrasi
air lindi :
Tabel 5.4 Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi
No TitikTDS (ppm) DHL (µS)
Nitrat(mg/l)
Amoniak(mg/l)
Fosfat(mg/l)
TH H TH H TH H TH H TH H1 A4(1) 2380 2460 3630 3750 3,4 8,5 0,3 0 2,75 02 A4(2) 2250 2050 3670 3560 3,1 1,3 0,25 0,36 0 0,673 A4(3) 2200 2100 2730 2650 0 0,7 0,05 0,41 0 0,814 A9 2600 2300 4720 3450 1,8 1,75 0,5 0,01 0 1,79
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011
Keterangan TH : Tidak Hujan
H : Hujan
Pada Tabel 5.3 diperlihatkan bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada
air lindi melebihi baku mutu dan nilai yang sangat tinggi tingkat pencemarnya.
Baik pengukuran waktu hujan dan tidak hujan, sedangkan untuk nilai konsentrasi
nitrat, amoniak, dan fosfat pada hasil pengukuran hujan dan tidak hujan masih
berada dibawah standar baku mutu kualitas air. Untuk parameter nitrat, amoniak,
dan fosfat memang merupakan senyawa yang sudah ada di alam bebas dan dapat
meningkat karena aktivitas manusia.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Sumber : Survey Lapang, 2011
Gambar 5.3 (a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c)
5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS (
Berdasarkan
tidak hujan memiliki kisaran nilai
hujan rata-rata nilai TDS sebesar 111,2 ppm, sementara pada waktu tidak
hujan rata-rata nilai TDS sebersar 119, 1 ppm. Dengan demikian nilai TDS
pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran tidak
hujan. Nilai konsentras
karena nilai tersebut di bawah baku mutu kualitas air golongan I untuk
kebutuhan air bersih sebesar 1000 ppm.
(b)
(c )
Universitas Indonesia
Sumber : Survey Lapang, 2011
(a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c)
Kolam Lindi Lama (2000)
Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS (Total Dissolved Soild
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi TDS pada waktu hujan
hujan memiliki kisaran nilai 52,2 ppm – 323 ppm. Pada pengukuran
rata nilai TDS sebesar 111,2 ppm, sementara pada waktu tidak
rata nilai TDS sebersar 119, 1 ppm. Dengan demikian nilai TDS
pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran tidak
hujan. Nilai konsentrasi TDS baik hujan dan tidak hujan
karena nilai tersebut di bawah baku mutu kualitas air golongan I untuk
kebutuhan air bersih sebesar 1000 ppm..
(a)
(b)
(c )
50
Universitas Indonesia
(a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c)
Total Dissolved Soild)
hasil pengukuran konsentrasi TDS pada waktu hujan
Pada pengukuran
rata nilai TDS sebesar 111,2 ppm, sementara pada waktu tidak
rata nilai TDS sebersar 119, 1 ppm. Dengan demikian nilai TDS
pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran tidak
baik hujan dan tidak hujan tergolong baik,
karena nilai tersebut di bawah baku mutu kualitas air golongan I untuk
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
0
100
200
300
400
A1 A2Ni
laiT
DS(
ppm
)Tidak Hujan
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.4
Gambar 5.4 diperlihatkan lokasi
Pada waktu hujan nilai konsentrasi TDS lebih rendah dibandingan dengan
nilai pada waktu t
waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada lokasi yang sama yaitu A
Lokasi ini berada pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA. Untuk lokasi
A6 berada di sabelah timur TPA, serta dekat denga
sampah (daur ulang) dan B7 berada di selatan TPA.
Pengkurana kualitas TDS pada waktu hujan tidak begitu mengalami
fluktuasi yang tinggi atau hampir sama dengan pengukuran waktu tidak
hujan. Wilayah dengan nilai TDS yang terendah
ppm yaitu pada lokasi
untuk nilai ukur TDS yang terbesar adalah 234
Secara spasial konsentrasi TDS pada waktu hujan. Pada p
diperlihatkan persebaran kuliatas TDS mengelompok sesuai dengan
klasifikasi nilai TDS
di bagian utara TPA dan mengarah ke
nilai kurang dari 80 ppm adalah
dan E1 dengan luas 38,39 Ha
ini berada pada rentang jarak 100
kipas alluvium.
80 hingga 160 ppm terdapat pada lokasi
bagian tengah TPA dan membentang dari Barat dan Timur, yang memiliki
luas sebesar 24,84 Ha atau 25%
Universitas Indonesia
A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3Titik SampelHujan
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
4 Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidakdan Waktu Hujan
diperlihatkan lokasi-lokasi sampel dan nilai konsentrasi TDS.
Pada waktu hujan nilai konsentrasi TDS lebih rendah dibandingan dengan
nilai pada waktu tidak hujan. Lokasi sampel dengan nilai TDS tertinggi pada
waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada lokasi yang sama yaitu A
Lokasi ini berada pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA. Untuk lokasi
A6 berada di sabelah timur TPA, serta dekat dengan tempat pengolahan
sampah (daur ulang) dan B7 berada di selatan TPA.
Pengkurana kualitas TDS pada waktu hujan tidak begitu mengalami
fluktuasi yang tinggi atau hampir sama dengan pengukuran waktu tidak
Wilayah dengan nilai TDS yang terendah waktu hujan sebesar 36
ppm yaitu pada lokasi C5 yang berjarak 300 meter dari TPA
untuk nilai ukur TDS yang terbesar adalah 234 ,8 ppm yaitu titik
Secara spasial konsentrasi TDS pada waktu hujan. Pada p
diperlihatkan persebaran kuliatas TDS mengelompok sesuai dengan
klasifikasi nilai TDS. Wilayah dengan nilai TDS kurang dari
tara TPA dan mengarah ke arah barat TPA. Lokasi yang memiliki
nilai kurang dari 80 ppm adalah A1, A1’, A2, A10, B1, B2,
dengan luas 38,39 Ha atau 39% dari luas daerah penelitian
ini berada pada rentang jarak 100 – 500 meter dari TPA, dengan jenis batuan
Sementara untuk wilayah dengan nilai TDS berkisar antara
80 hingga 160 ppm terdapat pada lokasi B2, B6, C6, dan E2,
bagian tengah TPA dan membentang dari Barat dan Timur, yang memiliki
luas sebesar 24,84 Ha atau 25%.
51
Universitas Indonesia
E2
Tidak Hujan
lokasi sampel dan nilai konsentrasi TDS.
Pada waktu hujan nilai konsentrasi TDS lebih rendah dibandingan dengan
sampel dengan nilai TDS tertinggi pada
waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada lokasi yang sama yaitu A 6 dan B7.
Lokasi ini berada pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA. Untuk lokasi
n tempat pengolahan
Pengkurana kualitas TDS pada waktu hujan tidak begitu mengalami
fluktuasi yang tinggi atau hampir sama dengan pengukuran waktu tidak
tu hujan sebesar 36,9
yang berjarak 300 meter dari TPA. Sedangkan
8 ppm yaitu titik A6.
Secara spasial konsentrasi TDS pada waktu hujan. Pada p eta 8
diperlihatkan persebaran kuliatas TDS mengelompok sesuai dengan
Wilayah dengan nilai TDS kurang dari 80 ppm berada
Lokasi yang memiliki
, C1, C2, C5, D1,
atau 39% dari luas daerah penelitian . Lokasi
, dengan jenis batuan
untuk wilayah dengan nilai TDS berkisar antara
, yang berada di
bagian tengah TPA dan membentang dari Barat dan Timur, yang memiliki
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
52
Universitas Indonesia
Lokasi sampel A7, B4, B5, B8, C4, D2, dan D3 merupakan lokasi yang
termasuk kedalam wilayah yang memiliki nilai konsentrasi TDS sebesar 160
hingga 240 ppm, luas daerah ini sebesar 31,95 Ha atau 33% (lihat Tabel 5.5).
Lokasi ini mengelompok dibagian selatan dan timur TPA,.Sedangkan untuk
wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm terdapat pada lokasi A6
dan B7, lokasi ini merupakan lokasi yang sama pada lokasi yang memiliki
nilai yang tinggi pada waktu tidak hujan, yang berada dibagian selatan.
Tabel 5.5 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter TDS
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi nitrat lebih tinggi dibandingkan
pada hasil pengukuran waktu hujan. Saat tidak hujan tidak ada aliran air yang
mengalir ke dalam airtanah sehingga padatan terlarut tertimbun banyak di
dalam air. Nilai ukur TDS terendah pada waktu tidak hujan adalah sebesar
49,1 ppm terdapat pada sampel C5 yang berjarak kurang lebih 300 meter dari
TPA. Sementara nilai ukur TDS tertinggi adalah sebesar 323 ppm yaitu pada
titik sampel A6 yang berjarak 100 meter dari TPA.
Wilayah dengan nilai konsentrasi TDS kurang dari 80 ppm merupakan
wilayah yang terluas wilayah pengaruhnya yaitu terdapat 13 lokasi sampel
yang berada di sebalah Utara TPA yang berjarak antara 100 hingga 200 meter
dari TPA, dengan luas wilayah sebesar 34,40 Ha atau 35% dari seluruh luas
daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah TDS yang berkisar 80 hingga
160 ppm memiliki luas sebesar 30,88 Ha atau 32% wilayah ini merupakan
wilayah dengan besar wilayah pengaruh TDS terbesar kedua (lihat Tabel 5.4)
yang meliputi beberapa lokasi yaitu C3, D3 B6, C4, C6, E1, E2, dan E3
Klasifikasi(ppm)
Luas (Ha) PersentaseTidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 80 34,40 38,39 35,0% 39,0%80 – 160 30,88 24,84 32,0% 25,0%160 -240 22,57 31,95 23,0% 33,0%
> 240 0,98 2,56 10,0% 3,0%Total 97,76 100%
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
53
Universitas Indonesia
dengan jarak dari TPA berkisar antara 200 hingga 500 meter, klasifikasi ini
berada di sebelah Barat TPA Cipayung sebagian kecil wilayah selatan, dan
bagian utara yang searah dengan aliran sungai (lihat peta 13).
Wilayah yang memiliki nilai TDS 160 hingga 240 ppm terdapat sebanyak
4 lokasi sampel yaitu A7, B4, B5 dan B6, wilayah dengan klasifikasi ini
berada di sebalah timur, dan barat, dengan luas 22,57 Ha atau 23% dari
seluruh luas daerah penelitian, dengan jarak dari TPA berkisar 100 - 200
meter. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm
hanya terdapat 2 lokasi yaitu sampale A6 dan B7 dimana jarak dari TPA
berkisar antara 100 – 200 meter. Lokasi ini adalah lokasi yang terdekat dari
TPA Cipayung yaitu A6, dan lokasi B7 adalah lokasi yang dekat dengan
aliran sungai, dengan luas wilayah 0,98 Ha atau 10% dari luas keseluruhan.
Pada peta 8 dan peta 13 yang memperlihatkan sebaran nilai TDS pada
waktu hujan dan tidak hujan, menunjukkan bahwa tidak ada pola yang
seragam dalam pembentukan pola spasial apakah semakin jauh dengan TPA
nilai konsentrasi TDS berkurang.
5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL (Daya Hantar Listrik)
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi DHL pada waktu hujan dan
tidak hujan berkisar antara 65 – 331 µS. Pada pengukuran hujan rata-rata
nilai konsentrasi DHL sebesar 172,3 µS dan rata-arat pada waku tidak hujan
sebesar 181,6 µS Dengan demikian nilai konsentrasi DHL pada waktu tidak
hujan lebih tinggi dibandingkan pada waktu hujan. Lokasi yang memiliki
nilai DHL tebesar adalah 331 µS yaitu lokasi B7, lokasi ini terletak dekat
dengan aliran sungai dan jarak dari TPA sekitar dari 200 meter, sedangkan
nilai terendah adalah 65 µS terdapat pada lokasi C5. Dengan nilai tersebut
maka untuk parameter DHL kualitas airtanah tergolong baik dan tidak
tercemar karena nilai DHL di bawah baku mutu yaitu 750 µS
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
0100
200300
400
A1 A2N
ilaiD
HL(
µS)
Tidak Hujan
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.5
Gambar 5.5 diperlihatkan lokasi
Pada waktu hujan.
yang memiliki nilai terbesar adalah 333 µS yaitu tedapat di lokasi
terkecil 64,8 µS. Wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terd
titik A1, A1’, B2,
tersebut, dengan luas wilayah tersebut adalah 5,56 Ha
daerah penelitian.
mempunyai luas sebesar 59,11 atau 60% wilayah ini merupakan wilayah yang
paling luas terdapat di daerah penelitian yaitu berada pada lokasi
C2, C4, D1, dan D3
9). Untuk wilayah yang memiliki nilai DHL berkisar 200
luasnya sebesar 32,52
menyebar di bagian
wilayah ini adalah
memiliki nilai DHL lebih dari 300 µS
seluas 0,56 Ha atau 1
Tabel 5.
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Klasifikasi(µS)
< 100100 – 200200 - 300
> 300Total
Universitas Indonesia
A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3
Titik SampelHujan
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
5 Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujandan Waktu Hujan
Gambar 5.5 diperlihatkan lokasi-lokasi sampel dan nilai konsentrasi DHL.
. Hasil pengukuran waktu hujan untuk nilai konsentrasi DHL
yang memiliki nilai terbesar adalah 333 µS yaitu tedapat di lokasi
Wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terd
, C1, dan E1. Wilayah ini mengelompok pada satu titik lokasi
tersebut, dengan luas wilayah tersebut adalah 5,56 Ha atau 6
. Wilayah yang memiliki nilai antara
mempunyai luas sebesar 59,11 atau 60% wilayah ini merupakan wilayah yang
paling luas terdapat di daerah penelitian yaitu berada pada lokasi
D3. Wilayah ini menyebar di bagia utara dan
wilayah yang memiliki nilai DHL berkisar 200 – 300 µS memiliki
luasnya sebesar 32,52 Ha atau 33% dari luas daerah penelitian, wilayah ini
bagian timur dan selatan, lokasi yang termasuk kedalam
wilayah ini adalah A7, B4, B5, B6, B7, dan B8. Sedangkan untuk wilayah yang
memiliki nilai DHL lebih dari 300 µS terdapat satu lokasi yaitu lokasi
atau 1,0% wilyah ini wilayah yang paling kecil (lihat Tabel 5
Tabel 5.6 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Klasifikasi Luas (Ha) PersentaseTidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
3,94 5,56 4,0% 6,0%200 52,66 59,11 54,0% 60,0%300 39,77 32,52 41,0% 33,0%
1,44 0,56 1,0% 1,0%97,76 100 %
54
Universitas Indonesia
E2
Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan
sampel dan nilai konsentrasi DHL.
Hasil pengukuran waktu hujan untuk nilai konsentrasi DHL
yang memiliki nilai terbesar adalah 333 µS yaitu tedapat di lokasi D2 dan nilai
Wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat pada
Wilayah ini mengelompok pada satu titik lokasi
atau 6,0% dari luas
100 – 200 µS
mempunyai luas sebesar 59,11 atau 60% wilayah ini merupakan wilayah yang
paling luas terdapat di daerah penelitian yaitu berada pada lokasi A2, A10, B3,
tara dan barat (lihat peta
300 µS memiliki
atau 33% dari luas daerah penelitian, wilayah ini
elatan, lokasi yang termasuk kedalam an
Sedangkan untuk wilayah yang
satu lokasi yaitu lokasi D2
ini wilayah yang paling kecil (lihat Tabel 5.6).
Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL
PersentaseHujan6,0%
60,0%33,0%1,0%
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
0
20
40
A1 A2Nila
iNitr
at(m
g/l)
Tidak Hujan
Pada peta 14 dipelihatkan
pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat
pada lokasi A1, A1’, B2, dan C3 yang berjarak 100
Dari peta terlihat wilayah pengaruh nilai DHL mengelompok pada satu titik
pada setiap lokasi tersebut dengan luas 3,94 Ha
wilayah dengan niali DHL yang berkisar antara 100 hingga 200 µS wilayah
pengaruhnya menyebar hampir
A10, B1, B2, C1 C2, C3, D1 dan D3. Persebaran wilayah ini berada di bagian
utara hingga barat dan sebagian kecil wiayah
sebesar 52,6 Ha atau 54% dari luas daerah penelitian. Denga
wilayah ini merupakan wilayah yang memberikan wilayah pengaruh terluas
untuk nilai konsentrasi DHL (lihat Tabel 5.6
Wilayah dengan nilai DHL berkisar antara 200 hingga 300 µS memiliki
luas sebesar 39,77 Ha
bagian timur hingga bagian
adalah A7, B6, B8, E1, dan E2. Untuk wilayah dengan nilai DHL lebih dari
300 µS hanya terdapat 4 lokasi yaitu B4, B7, dan D
mengelompok pada satu titik dengan luas
penelitian, Dengan demikian wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300
µS merupakan wilayah yang paling kecil pengaruhnya.
5.1.5.4 Kualitas Air Berdasa
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.6
Universitas Indonesia
A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3
Titik SampelTidak Hujan Hujan
dipelihatkan persebaran wilayah dengan nilai parameter DHL
pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat
pada lokasi A1, A1’, B2, dan C3 yang berjarak 100 - 300 dari TPA
Dari peta terlihat wilayah pengaruh nilai DHL mengelompok pada satu titik
pada setiap lokasi tersebut dengan luas 3,94 Ha (4,0%). Sedangkan untuk
wilayah dengan niali DHL yang berkisar antara 100 hingga 200 µS wilayah
pengaruhnya menyebar hampir diseluruh daerah kajian terdapat pada titik A6,
A10, B1, B2, C1 C2, C3, D1 dan D3. Persebaran wilayah ini berada di bagian
arat dan sebagian kecil wiayah selatan, dengan luas
sebesar 52,6 Ha atau 54% dari luas daerah penelitian. Denga
wilayah ini merupakan wilayah yang memberikan wilayah pengaruh terluas
konsentrasi DHL (lihat Tabel 5.6).
Wilayah dengan nilai DHL berkisar antara 200 hingga 300 µS memiliki
39,77 Ha atau 41% dari luas adaerah penelitian, yang
imur hingga bagian selatan, lokasi sampel yang termasuk
adalah A7, B6, B8, E1, dan E2. Untuk wilayah dengan nilai DHL lebih dari
300 µS hanya terdapat 4 lokasi yaitu B4, B7, dan D 2. Wilayah pengaruh ini
mengelompok pada satu titik dengan luas 1,44 Ha atau 1% dari luas daerah
penelitian, Dengan demikian wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300
µS merupakan wilayah yang paling kecil pengaruhnya.
Kualitas Air Berdasarkan Parameter Nitrat (NO3)
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
6 Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujandan Waktu Hujan
55
Universitas Indonesia
E2
persebaran wilayah dengan nilai parameter DHL
pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat
300 dari TPA Cipayung.
Dari peta terlihat wilayah pengaruh nilai DHL mengelompok pada satu titik
(4,0%). Sedangkan untuk
wilayah dengan niali DHL yang berkisar antara 100 hingga 200 µS wilayah
diseluruh daerah kajian terdapat pada titik A6,
A10, B1, B2, C1 C2, C3, D1 dan D3. Persebaran wilayah ini berada di bagian
selatan, dengan luas daerah
sebesar 52,6 Ha atau 54% dari luas daerah penelitian. Denga n demikian
wilayah ini merupakan wilayah yang memberikan wilayah pengaruh terluas
Wilayah dengan nilai DHL berkisar antara 200 hingga 300 µS memiliki
atau 41% dari luas adaerah penelitian, yang berada di
elatan, lokasi sampel yang termasuk wilayah ini
adalah A7, B6, B8, E1, dan E2. Untuk wilayah dengan nilai DHL lebih dari
2. Wilayah pengaruh ini
1,44 Ha atau 1% dari luas daerah
penelitian, Dengan demikian wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300
Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
56
Universitas Indonesia
Gambar 5.6 memperlihatkan terjadi perbedaan fluktuasi nilai nitrat pada
perhitungan pada waku tidak hujan dan hujan. berdarakan hasil pengukuran
nilai nitrat pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki kisaran 0-33,0 mg/l.
Pada pengukuran waktu hujan rata-rata nilai nitrat sebersar 7,7 mg/l sedangkan
pada waktu tidak hujan rata-rata nilai nitrat sebesar 7,1 mg/l. Pada grafik
tersebut terlihat bahwa nilai nitrat lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang
hingga mencapai nilai 33,0 mg/l, sementara pada waktu hujan nilai nitrat
tertinggi mencapai 22,25 mg/l. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu
tidak hujan adalah lokasi B1 dan B6 yaitu sebesar 33,0 mg/l. lokasi ini berada
di bagian selatan TPA secara administrasi terdapat di Kelurahan Cipayung,
dengan kondisi fisik sekitar merupakan kebun dan dekat dengan aliran sungai.
Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air golongan I yang dipergunakan
untuk minum yang sebesar 10 mg/l lokasi ini terletak dekat dengan bantaran
sungai dan dikelilingi oleh semak-semak dan tanaman yang tumbuh di
sekeliling titik lokasi sampel. Sedangkan pada waktu hujan nilai tertinggi
sebesar 22,25 mg/l yaitu pada lokasi C2 yang berjarak 300 meter dari TPA.
Secara administrasi lokasi ini terdapat di Kelurahan Cipayung tepatnya di
perkampungan Benda, kondisi fisik sekitar lokasi ini berupa kebun dan padat
akan permukiman.
Hasil pengukuran nitrat yang dilakukan pada waktu hujan terdapat
perbedaan dari hasil pengukuran waktu tidak hujan. Lokasi yang berada pada
wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l berada dibagian
selatan dan barat TPA yang menyebar secara merata. Beberapa lokasi yang
termasuk kedalam wilayah dengan nilai nitrat kurang dari 5 mg/l yaitu B1, B2,
A1, A1’, A6, A7, B4, B5, dan C7 dimana jarak dari TPA antara 100-300 meter
dan memiliki luas sebesar 43,30 Ha atau 44% dari luas daerah penelitian.
Wilayah ini dekat dengan aliran sungai dibagian utara TPA dengan jenis batuan
kipas alluvium. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat antara 5-10 mg/l
memiliki luas 36,34 Ha atau 37% terdapat di bagian Utara dan sebagian kecil
Barat Daya TPA Cipayung yaitu lokasi B8, C4, C6, dan C8, wilayah ini
merupakan wilayah yang memiliki nilai nitrat kurang dari 10 mg/l sehingga
bebas dari pencemar nitrat.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
57
Universitas Indonesia
Pada peta 10 diperlihatkan pola sebaran nilai konsentrasi nitrat tidak
seragam. Wilayah yang tercemar akan nitrat berada jauh dari TPA seperti ;
wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat berkisar 10-15 mg/l berada di bagian
utara dan selatan yang berjarak sekitar 200-500 meter. Lokasi ini berada di
titik B6, B8, C4, C6, dan D3 dengan luas wilayah sebesar 11,00 Ha atau 11% .
Sedangkan wilayah dengan nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada dibagian
timur laut TPA yang berjarak hingga 500 meter dari TPA yaitu titik E3. Lokasi
yang memiliki nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada di bagian timur TPA yaitu
lokasi A2, B2, C2, D3, dan D1 dengan luas 7,10 Ha atau 7% dari luas daerah
penelitian. Dengan demikian sebesar 18% dari keseluruhan luas daerah
penelitian adalah daerah yang tercemar akan konsentrasi nitrat. (lihat Tabel
5.7).
Tabel 5.7 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Hasil pengukuran nitrat pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai
konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l wilayah sebarannya berada di bagian
timur dan utara TPA Cipayung, serta sebagian kecil di bagian barat dan selatan.
Beberapa lokasi yang termasuk wilayah ini adalalah A1, A1’, A10, A7, B2, C1,
D2 dan B4, dengan luas daerah 46,01 Ha atau 47% dari lus daerah penelitian.
Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki luasan terbesar dari wilayah
yang lain. Daerah ini merupakan daerah pemukiman sehingga nilai nitrat
menjadi lebih kecil. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat berkisar
anatar 5 – 10 mg/l terdapat pada lokasi B2, C3, C6, D4, dengan luas 41,62 Ha
atau 43% dari luas daerah penelitian yang tercemar akan konsentrsi nitrat yang
menyebar di bagian Barat TPA Cipayung dan daerah ini juga dikelilingi
Klasifikasi(mg/l)
Luas (Ha) PersentaseTidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 5 46,01 43,30 47,0% 44,0%5 - 10 41,62 36,34 43,0% 37,0%10 - 15 8,02 11,00 8,0% 11,0%> 15 2,09 7,10 2,0% 7,0%Total 97,76 100%
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
0.0
1.0
2.0
A1 A2 A7
Amon
iak
(mg/
l)
Tidak Hujan Hujan
penggunaan tanah lahan irigasi yang menyebabkan nilai
peta 15).
Lokasi D2 dan
berkisar antara 10
8,02 Ha atau 8%
karena nilai nitrat melebihi 10 mg/l untuk penggolongan air kelas I yang
merupakan air besih yang diperuntuk
Dari peta 10
waktu hujan dan tidak memiliki pola yang tidak seragam mengikuti jarak dari
TPA. Nilai nitrat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi
sampel.
5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak (NH
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.7 Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada waktu hujan dan
tidak hujan memiliki kisaran nilai 0
nilai rata-rata konsentrasi amoniak sebesar 0,2
sebesar 0,1 mg/l. Sehingga nila
gambar 5.7 menunjukkan terjadi perbedaan fluk
perhitungan waktu tidak hujan dan hujan
nilai amoniak lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang mencapai
mg/l, sedangkan pada waktu hujan nilai
Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi
Universitas Indonesia
A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2Titik SampelHujan
penggunaan tanah lahan irigasi yang menyebabkan nilai nitrat meningkat (lihat
dan D3 adalah lokasi yang termasuk wilayah dengan nilai
berkisar antara 10 – 20 mg/l yaitu berada dibagian timur laut TPA, dengan luas
atau 8%. Lokasi ini adalah lokasi yang tercemar
karena nilai nitrat melebihi 10 mg/l untuk penggolongan air kelas I yang
pakan air besih yang diperuntukan untuk air minum.
dan 15 diperlihatkan pola sebaran spasial nilai nitrat pada
waktu hujan dan tidak memiliki pola yang tidak seragam mengikuti jarak dari
TPA. Nilai nitrat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi
Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak (NH
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujandan Waktu Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada waktu hujan dan
tidak hujan memiliki kisaran nilai 0-1,42 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan
rata konsentrasi amoniak sebesar 0,2 mg/l dan pada waku
. Sehingga nilai amoniak lebih tinggi pada waktu hujan,
unjukkan terjadi perbedaan fluk tuasi nilai amoniak pada
u tidak hujan dan hujan. Pada grafik tersebu
lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang mencapai
sedangkan pada waktu hujan nilai amoniak tertinggi mencapai 1
Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi
58
Universitas Indonesia
E2
nitrat meningkat (lihat
adalah lokasi yang termasuk wilayah dengan nilai
aut TPA, dengan luas
parameter nitrat
karena nilai nitrat melebihi 10 mg/l untuk penggolongan air kelas I yang
dan 15 diperlihatkan pola sebaran spasial nilai nitrat pada
waktu hujan dan tidak memiliki pola yang tidak seragam mengikuti jarak dari
TPA. Nilai nitrat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi
Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak (NH3-N)
Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada waktu hujan dan
ada pengukuran waktu hujan
dan pada waku tidak hujan
lebih tinggi pada waktu hujan, pada
tuasi nilai amoniak pada
Pada grafik tersebut terlihat bahwa
lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang mencapai nilai 0,95
tertinggi mencapai 1 ,42 mg/l.
Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi C2
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
59
Universitas Indonesia
yaitu 0,95 mg/l, lokasi ini berada di bagian utara TPA Cipayung tepatnya di
perkampungan Benda, Kelurahan Cipayung, dengan kondisi penggunaan tanah
sekitar lokasi adalah kebun dan padat permukiman. sedangkan pada waktu
hujan terdapat pada lokasi A2. Lokasi ini berada di bagian utara dengan jarak
100 meter dari TPA Cipayung, penggunaan tanah di sekitar lokasi ini di bagian
barat merupakan area kebun. Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air
golongan I yang dipergunakan untuk minum lebih besar dari 0,5 mg/l.
Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan
pada hasil pengukuran pada waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai
kurang dari 0,3 mg/l hampir di semua lokasi sampel yang ada dan menyebar
diseluruh daerah dengan luas daerah sebesar 77,82 Ha atau sebesar 80% dari
luas daerah penelitian yaitu dari jarak 100-500 meter dari TPA Cipayung.
Beberapa lokasi sampel yang terdapat pada wilayah ini adalah A1, B2, B3, B7,
B8, C1, C2, C6, D12, dan E1, wilayah ini adalah wilayah yang paling luas
yang terdapat di daerah penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 5.7,
sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai amoniak 0,3-0,5 mg/l wilayah
persebaran mengelompok pada beberpa titik saja yaitu A7, C5, D1, dan D4
yang berada di bagian utara, barat, dan timur TPA dan berjarak antara 100-400
meter dari TPA (lihat peta 11).
Wilayah dengan nilai konsentrasi amoniak berkisar 0,5-1,0 mg/l terdapat
pada lokasi A6 dan B4 dimana wilayah pengaruhnya mengelompok pada satu
titik, yang berada di bagian timur TPA dan berjarak antara 100-200 meter.
Dengan demikian, lokasi A6 dan B4 adalah sampel lokasi yang merupakan
daerah tercemar oleh parameter amoniak karena lebih dari 0,5 mg/l dengan luas
2,89 Ha atau 3,0%. Wilayah dengan nilai amoniak lebih dari 1,0 mg/l berada di
lokasi A2 yang berada di bagian utara.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
60
Universitas Indonesia
Tabel 5.8 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Peta 16 diperlihatkan persebaran wilayah dengan nilai konsentrasi
amoniak kurang dari 0,3 mg/l berada di bagian seluruh wilayah utara TPA dan
bagian selatan. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A1, A6, B2, B3, C3,
D1, D2, E1 dan E1, dengan luas 67,13 Ha atau 69% dari luas daerah. Wilayah
dengan nilai amoniak yang berkisar 0,3-0,5 mg/l berada di bagian barat dan
timur TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang terdapat pada wilayah ini
adalah A6, A7, B8, dan C3 yang memiliki luas 28,19 Ha atau 29% seperti yang
terlihat pada Tabel 5.8.
Sedangkan untuk wilayah dengan nilai amoniak 0,5-0,1 mg/l hanya
terdapat pada dua titik lokasi sampel yaitu B4 dan C4 yang daerah pengaruhnya
memusat pada satu titik saja dan dengan luas 2,08 Ha atau 2%. Sedangkan
lokasi C2 merupakan lokasi sampel yang memiliki klasifikasi lebih dari 1 mg/l
yang berada sebalah utara dan berjarak 300 meter. Dengan demikian dua
wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter amoniak.
Klasifikasi(mg/l)
Luas (Ha) PersentaseTidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 0,3 67,13 77,82 69,0% 80%0,3 - 0,5 28,19 16,80 29,0% 17,0%0,5 - 1,0 2,08 2,89 2,0% 3,0%
> 1,0 0,34 0,23 0,0% 0,0%Total 97,76 100,0%
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
0.0
2.0
4.0
A1 A2
Fosf
at(m
g/l)
Tidak Hujan
5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fosfat (PO
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.8
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada waktu hujan dan
tidak hujan memiliki kisaran nilai
rata-rata nilai konsentrasi fosfat 1,2 mg/l sementara untuk ni
pada waktu tidak hujan 0,9 mg/l. Nilai rata
konsentrasi fosfat melebih
0,2 mg/l.
Gambar 5.8 menunjukkan
atau hampir sama
dan hujan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai fosfat hampir sama pada
waktu tidak hujan dan hujan yang mencap
lokasi sampel yang memiliki nilai fosfat lebih dari 2
tidak hujan dan hujan
lebih dari 0,2 mg/l dan itu tergolong kedalam kelas air yang
fosfat, karena batas baku mu
0,2 mg/l.
Berdasarkan hasil
dengan hasil pengukuran
konsentasri fosfat kurang dari 0,2 mg/l terdapat di bagian
beberapa lokasi A1, A1’, B2, C1, D1, D3, dan E3, luas wilayah sebaran 0,48
Ha, yang berada dibagian selatan yaitu
untuk wilayah yang termasuk kedalam
Universitas Indonesia
A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2Titik SampelHujan
Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fosfat (PO 4)-
Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
8 Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujandan Waktu Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada waktu hujan dan
hujan memiliki kisaran nilai 0-2,75 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan
rata nilai konsentrasi fosfat 1,2 mg/l sementara untuk ni lai
pada waktu tidak hujan 0,9 mg/l. Nilai rata -rata ini menunjukan bahwa nilai
konsentrasi fosfat melebihi ambang batas baku mutu kualitas air yaitu sebesar
menunjukkan tidak terjadi perbedaan flukutuasi yang besar
atau hampir sama antara nilai fosfat pada hasil perhitungan waku tidak hujan
Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai fosfat hampir sama pada
waktu tidak hujan dan hujan yang mencapai nilai 2,75 mg/l.
lokasi sampel yang memiliki nilai fosfat lebih dari 2,0 mg/l baik pada kondisi
tidak hujan dan hujan. Hampir 80% lokasi memiliki nilai konsentrasi fosfat
2 mg/l dan itu tergolong kedalam kelas air yang
fosfat, karena batas baku mutu kualitas air untuk air bersih dan minum adalah
Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan
engukuran waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai
fosfat kurang dari 0,2 mg/l terdapat di bagian u
beberapa lokasi A1, A1’, B2, C1, D1, D3, dan E3, luas wilayah sebaran 0,48
berada dibagian selatan yaitu lokasi B7, C6, dan C8. Sedangkan
wilayah yang termasuk kedalam nilai konsentrasi antara 0,2
61
Universitas Indonesia
E2
-3
Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada waktu hujan dan
2,75 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan
lai rata-rata fosfat
rata ini menunjukan bahwa nilai
ku mutu kualitas air yaitu sebesar
di perbedaan flukutuasi yang besar
antara nilai fosfat pada hasil perhitungan waku tidak hujan
Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai fosfat hampir sama pada
Lebih dari lima
0 mg/l baik pada kondisi
Hampir 80% lokasi memiliki nilai konsentrasi fosfat
2 mg/l dan itu tergolong kedalam kelas air yang tercemar akan
h dan minum adalah
pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan
waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai
utara TPA yaitu
beberapa lokasi A1, A1’, B2, C1, D1, D3, dan E3, luas wilayah sebaran 0,48
lokasi B7, C6, dan C8. Sedangkan
konsentrasi antara 0,2-1,0 mg/l
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
62
Universitas Indonesia
menyebar di bagian barat dan timur TPA Cipayung, lokasi yang berada pada
klasifikasi ini adalah A6 dan A10. Namun, wilayah pengaruh dari titik ini
menyebar merata dengan luas wilayah sebesar 49,20 Ha atau sebesar 50%
yaitu hampir setengah dari luas daerah kajian merupakan wilayah yang
tercemar akan fosfat karena lebih dari 0,2 mg/l seperti yang terlihat pada Tabel
5.9. Untuk wilayah dengan nilai fosfat lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada lokasi
A2, A7, B1, C3, dan C4 yang berada di bagian barat dan bagian timur TPA.
(lihat peta 12)
Tabel 5.9 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Hasil pengukuran pada waktu tidak hujan kondisi secara umum kualitas
parameter fosfat dibawah baku mutu kualitas air tidak lebih dari 0,2 mg/l. Peta
17 terlihat wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat kurang dari 0,2 mg/ berada di
bagian Selatan TPA. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A2, D1, D3, B4,
B8, C6, dan C8 dengan luas 0,024 Ha wilayah ini adalah wilayah yang paling
kecil. Dengan demikian, hanya sedikit daerah yang tidak tercemar akan
konsentrasi fosfat. Pada peta 17 terlihat bahwa sebaran lokasi yang merupakan
wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat berkisar antara 0,2-1,0 mg/l berada di
bagian barat dan timur, serta utara TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang
terdapat pada wilayah ini adalah A7, C3, dan C4 luas daerah 43,93 Ha atau 45%
Dengan demikian, wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter
fosfat, karena nilainya lebih dari 0,2 mg/l.
Klasifikasi(mg/l)
Luas (Ha) PersentaseTidak Hujan Hujan Tidak Hujan Hujan
< 0,2 0,02 0,04 0% 0%0,2 - 1,0 43,93 37,73 45,0% 39,0%1,0 - 2,0 47,04 49,28 48,0% 50,0%
> 2,0 6,77 10,81 7,0% 11,0%Total 97,76 100%
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
63
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk wilayah dengan nilai fosfat 1,0 hingga 2,0 mg/l
membentang dari arah barat, timur, dan utara di sekitar TPA yaitu lokasi tersebut
dekat dengan pemukiman, dan lahan pertanian. Dengan luas wilayah persebaran
seluasa 47,39 Ha atau 45% untuk klasifkasi lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada
lokasi C2, D1, dan E2 yang jarak dari TPA lebih dari 300 meter, Lokasi ini juga
merupakan lokasi yang tercemar dari kondungan fosfat dalam air (lihat peta 17).
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
64
Universitas Indonesia
5.2 Pembahasan
Untuk mengetahui hubungan konsentrasi TDS, DHL, serta konsentrasi
senyawa nitrat, amoniak, dan fosfat dalam airtanah dangkal di daerah sekitar TPA
Cipayung dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, analisis yang
digunakan adalah analisis overlay dan analisis statistik. Analisis overlay
digunakan untuk melihat hubungan keruangan yang kemudian diperkuat dengan
analisis statistik.
Tabel 5.10 Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, Jenis Batuan,Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011
5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL
Konsentrasi nilai TDS dan DHL, kedua parameter ini tidak tercemar karena
nilai menunjukan dibawah batas maksimum adalah 1000 ppm dan DHL adalah
750 µS. Secara umum diperlihatkan terdapat variasi yang muncul pada masing-
masing nilai TDS dan DHL. Peta 8 dan Peta 13 memperlihatkan nilai TDS lebih
besar di daerah yang dekat dengan TPA dengan jarak kurang dari 100 meter.
Kondisi Fisik TDS (ppm) DHL (µS) Nitrat (mg/l)Amoniak
(mg/l)Fosfat(mg/l)
Jarak H TH H TH H TH H TH H TH
> 100 m 110,7 123,3 138,2 138,2 5,01 3,5 0,44 0,06 1,58 0,95100 - 200 m 128,2 141,4 207,7 219,8 6,06 13,8 0,93 0,07 0,95 0,35200 - 300 m 85,3 83,9 122,8 138,5 7,01 4,8 0,15 0,24 1,59 0,67300 - 400 m 111,4 115,2 216,3 202,3 15,4 5,5 0,22 0,02 1,08 2,23
< 400 m 123,5 128,2 211,5 232,3 6,7 8,0 0,03 0,08 0,47 1,07Jenis Batuan
Kipas Aluvium 99,10 105,3 150,2 165,2 5,05 8,91 0,22 0,09 1,43 0,59Aluvium 107,4 103,2 188,8 175,8 13,93 5,27 0,06 0,15 0,64 1,77
Formasi Bojong manik 150,0 179,82 210,9 235,3 3,42 7,65 0,27 0,01 1,35 0,38Jenis tanah
Latosol Merah 116,6 115,4 163,3 156,4 9,41 4,77 0,24 0,11 1,19 1,14Aluvium Kelabu 91,9 99,0 149,9 166,5 2,20 9,22 0,17 0,01 1,50 0,13Regosol Coklat 115,7 124,3 221,2 230,2 10,0 9,73 0,11 0,03 0,97 1,58
Asosiasi Latosol 132,0 145,4 181,9 199,0 4,20 11,60 0,18 0,19 1,39 0,35Asosiasi Regosol 83,0 103,1 144,2 209,5 5,85 6,30 0,11 0,00 0,69 0,72
Penggunaan Tanah(% non-permukiman)
<40% 83,25 80,45 142,7 131,0 9,6 7,2 0,36 0,00 1,09 1,1640-70% 132,3 147,9 198,3 202,4 8,3 5,2 0,16 0,12 0,96 1,19>70% 96,82 100.0 152.7 176,2 4,7 10,6 0,16 0,09 1,54 0,37
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
65
Universitas Indonesia
Sementara pada peta 9 dan 14 diperlihatkan persebaran nilai konsentrasi DHL
juga tidak berbeda dengan nilai TDS dengan nilai tertinggi berada di dekat TPA
dan membentang dari barat daya hingga timur laut.
5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jenis Batuan
Sebaran nilai konsentrasi TDS dan DHL pada setiap jenis batuan
memiliki variasi baik pada kondis hujan dan tidak hujan. Wilayah dengan
nilai TDS dan DHL dengan nilai rata-rata yang tinggi berada pada wilayah
dengan jenis batuan formasi bojong manik.
Untuk memperkuat analisis overlay, uji statistik ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada ke tiga jenis batuan di sekitar
TPA Cipayung. Dengan kata lain, rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
setiap jenis batuan di daerah penelitian memiliki nilai yang sama. Hasil nilai
signifikan untuk nilai TDS hujan, TDS tidak hujan, DHL hujan, dan DHL
tidak hujan masing-masing yang diperoleh dari tabel ANOVA, yaitu 0,21,
0,11, 0,33, dan 0,30. Pada Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa pada jenis batuan
formasi bojong manik menunjukan nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL
tertinggi dibandingkan kedua jenis batuan yang lain.
5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jenis Tanah
Hasil overlay antara Peta 5 dengan Peta 8, 9, 13, 14 memperlihatkan
bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada waktu hujan dan tidak hujan
memiliki variasi di setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai
konsentrasi TDS dan DHL tersebar pada seluruh jenis tanah. Untuk
mendukung analisi overlay antara peta diberlakukan uji statistik ANOVA.
Hasil perhitungan ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata konsentrasi
TDS dan DHL dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata, artinya masing-masing jenis tanah di sekitar TPA
memiliki nilai rata-rata kandungan konsentrasi yang sama. Nilai signifikan
untuk TDS dan DHL berkisar 0,6-0,9, yang menunjukan nilai tersebut lebih
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
66
Universitas Indonesia
besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05, ini berarti
hasil menunjukan tidak signifikan.
Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi konsentrasi
TDS pada waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada jenis tanah asosiasi
latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah sebesar 132 dan 145,4 ppm.
Sementara untuk nilai rata-rata konsentrasi DHL pada waktu tidak hujan
tertinggi pada jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat
dengan nilai 181,9 µS, dan pada waktu hujan nilai tertinggi yaitu 209,5 µS
pada jens tanah asosiasi latosol. Hal ini disebabkan faktor tekstur tanah
asoisiai regosol dan latosol coklat memiliki tekstur tanah agak kasar dan
halus. Kondisi tekstur tersebut berpengaruh pada drainase yang cepat.
5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Penggunaan Tanah
Nilai konsentrasi TDS dan DHL terendah pada penggunaan tanah
sekitar 40% non permukiman. Sedangkan untuk nilai yang tertinggi terdapat
pada wilayah dengan 40-70% non permukiman. Hal ini juga juga berlaku
sama pada waktu hujan dan tidak hujan (lihat Tabel 5.10)
Untuk memperkuat analisi ovelay, uji statistik ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada
waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada persentase penggunaan tanah
non permukima. Nilai signifikan untuk TDS hujan, tidak hujan, dan DHL
hujan dan tidak hujan masing-masing yaitu 0,180, 0,156, dan 0,353, 0,365.
Dengan demikian, tidak ada perbedaan yang nyata nilai konsentrasi TDS
dan DHL terhadap penggunaan tanah.
5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jarak dari TPA
Nilai Konsentrasi TDS dan DHL secara umum bervariasi. Tabel
5.10 diperlihatkan bahwa pada kondisi hujan atau tidak hujan pada jarak 100
hingga 200 meter dari TPA merupakan jarak dengan nilai konsentrasi rata-
rata TDS tertinggi dengan nilai 128,2 ppm dan 141,4 ppm. Sementara
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
67
Universitas Indonesia
0
200
400
0 100 200 300 400 500TDS
(ppm
)
Jarak (meter)Tidak Hujan
0
200
400
0 100 200 300 400 500
TDS
(ppm
)
Jarak (meter)Hujan
konsentrasi DHL nilai rata-rata tertinggi berada pada jarak lebih dari 400
meter dari TPA pada kondisi tidak hujan dengan nilai rata-rata 216,3 µS dan
pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada jarak 200 hingga 300 meter
dengan nilai 232,3 µS. fluktuasi perberdaan nilai TDS di setiap jarak TPA
dapat dilihat pada Gambar 5.9, sedangkan untuk nilai konsentrasi DHL
dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan Person’s
Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA
dengan konsentrasi TDS dan DHL, menunjukan tidak adanya hubungan
yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi TDS dan DHL
dalam airtanah dangkal. Dengan nilai r=0,42 pada waktu hujan dan r=-0,37
untuk konsentrasi TDS dan yang artinya mempunyai hubungan yang sangat
lemah. Sementara nilai r DHL pada waktu hujan 0,229 dan pada waktu tidak
hujan 0,262.
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.9 Hubungan antara Nilai TDS Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujandengan Jarak dari TPA Cipayung
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
68
Universitas Indonesia
0
200
400
0 100 200 300 400 500
DHL
(µS)
jarak (meter)Hujan
0
200
400
0 100 200 300 400 500
DHL
(µS)
Jarak (meter)Tidak Hujan
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.10 Hubungan antara Nilai DHL Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujandengan Jarak dari TPA Cipayung
5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Nitrat
Secara umum nilai konsentrasi senyawa nitrat menunjukan nilai yang
bervariasi di daerah penelitian. Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi senyawa
nitrat lebih tinggi dibandingkan waktu hujan. Titik yang memiliki nilai
konsentrasi nitrat tertinggi pada waktu tidak hujan adalah titik sampel B6 dan B8
lokasi ini berada pada jarak antara 200-300 meter dari TPA, lokasi ini secara
administrasi terdapat di kampung Bulak Barat dan Kelurahan Pasir Putih. Kondisi
fisik sekitar lokasi ini adalah dekat dengan aliran sungai di bagian selatan TPA
serta dikeliling oleh penggunaan tanah lahan pertanian. Nilai konsentrasi nitrat di
daerah penelitian secara umum ada hubungan dengan keberadaan TPA. Namun,
karena nitrat adalah senyawa yang bebas dan sudah ada di alam dan peningkatan
senyawa ini dalam tanah juga dapat berasal dari sumber lain dan kondisi fisik.
5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Batuan
Sebaran nilai konsentrasi senyawa nitrat pada setiap jenis batuan
memiliki variasi. Hampir di setiap jenis batuan alluvium, kipas alluvium,
dan formasi bojong manik terdapat lokasi yang memiliki nilai senyawa nitrat
lebih dari 10 mg/l, lokasi ini merupakan lokasi yang tercemar.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
69
Universitas Indonesia
Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat yang ada pada ke tiga jenis batuan
pada waktu tidak hujan. Namun, pada waktu hujan terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat pada ke tiga jenis batuan, hal ini
dibuktikan dengan nilai signifikan 0,05.
Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi nitrat pada waktu
hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan alluvium sebesar 13,93 mg/l dan
pada waktu tidak hujan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada jenis batuan
kipas alluvium. Alluvium memiliki endapan material endapan material lepas
berupa pasir, kerikil, dan lempung, kondisi tersebut yang menyebabkan sifat
batuan ini sangat porous, sehingga dapat lebih menyerap konsentrasi
senyawa nitrat terlebih pada waktu hujan.
5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Tanah
Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 10 dan 15 memperlihatkan bahwa
nilai konsentrasi senyawa nitrat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal
ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi senyawa nitrat tersebar pada seluruh
jenis tanah. Hampir di setiap jenis tanah memiliki nilai konsentrasi nitrat
yang melebihi standar baku mutu kualitas air yaitu 10 mg/l. lokasi yang
memiliki nilai konsentrasi senyawa tetringgi yaitu sebesar 33,0 mg/l terdapat
pada jenis tanah regosol coklat dan asosiasi latosol coklat kemerahan.
Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji
ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata
konsentrasi nitrat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan nitrat pada
waktu hujan tidak hujan masing-masing 0,74 dan 0,38, yang menunjukan
nilai tersebut lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu
0,05.
Selanjutnya dapat terlihat pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi
senyawa nitrat pada waktu hujan sebesar 9,41 terdapat pada jenis tanah
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
70
Universitas Indonesia
latosol merah. Sementara nilai rata-rata senyawa nitrat pada waktu tidak
hujan terdapat pada asosiasi latosol coklat. Sedangkan untuk nilai rata-rata
terendah pada waktu hujan sebesar 2,2 terdapat di jenis tanah alluvium
kelabu, jenis alluvium kelabu memiliki tekstur halus, kondisi ini
menyebabkan drainase terhambat.pada waktu tidak hujan sebesar 4,77 pada
terdapat pada latosol merah.
5.2.2.3 Hubungaan Konsentrasi Nitrat dengan Penggunaan Tanah
Bedasarkan nilai nitrat Tabel 5.10, nilai rata-rata konsentrasi
senyawa nitrat pada wilayah dengan presentase kurang dari 40% lebih tinggi
yaitu saat waktu hujan sebesar 9,6 mg/l. sementara pada waktu tidak hujan
nilai rata-rata tertinggi konsentrasi senyawa nitrat terdapat pada wilayah
dengan presentase lebih dari 70% sebesar 10,6 mg/l.
Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata konsentrasi senyawa nitrat pada waktu hujan dan
tidak hujan. Nilai signifkan pada perhitungan ini lebih besar dari 0,005 yaitu
0,37-0,458, sehingga tidak signifikan.
5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jarak dari TPA
Nilai Konsentrasi senyawa nitrat secara umum bervariasi. Tabel
5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat
pada jarak 300-400 meter dari TPA. Sementara nilai konsentrasi nitrat pada
waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 100-200 meter (lihat gambar 5.11).
Hal ini dapat terjadi karena pada waktu hujan senyawa nitrat dalam airtanah
terbawa dan mengalir berbarengan dengan air hujan yang turun.
Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi
statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi nitrat, menunjukan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi
senyawa nitrat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan hasil nilai
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
71
Universitas Indonesia
0
20
40
0 100 200 300 400 500Nitr
at(m
g/l)
Jarak (meter)Hujan
0
20
40
0 100 200 300 400 500Nitr
at(m
g/l)
Jarak (meter)Tidak Hujan
r=0,224 pada waktu hujan dan r=-0,34 untuk konsentrasi senyawa nitrat
pada waktu tidak hujan.
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.11 Hubungan antara Nilai Nitrat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujandengan Jarak dari TPA Cipayung
5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Amoniak
Nilai konsentrasi senyawa amoniak secara umum di daerah penelitian
menunjukan nilai yang bervariasi. Pada waktu hujan nilai konsentrasi amoniak
lebih tinggi dibandingkan pada waktu tidak hujan. Titik lokasi yang memiliki nilai
konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi C2 sebesar 0,95 mg/l pada
pengukuran tidak hujan yang terletak secara administrasi di Kampung Benda
Kelurahan Cipayaung dan berjarak 300 meter dari TPA. Lokasi ini berada di
sebelah utara TPA dengan kondisi fisik sekitar lokasi merupakan permukiman
yang padat dan terdapat lahan pertanian. Sementara pada pengukuran hujan lokasi
yang memiliki nilai konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi A2 sebesar
1,42 mg/l yaitu lokasi yang berada kurang dari 100 meter dari TPA, serta dekat
dengan aliran sungai dan penggunaan tanah sekitar dikelilingi oleh lahan
pertanian, lokasi ini saat survey lapang merupakan lokasi yang berada
dipertengahan lahan pertanian dan juga d ibagian timur lokasi terdapat area
pertenakan kambing.
BatasBakuMutu
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
72
Universitas Indonesia
5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jenis Batuan
Sebaran nilai konsentrasi pada setiap jenis batuan memiliki variasi
di setiap ke tiga jenis batuan, yaitu kipas alluvium, alluvium, dan formasi
bojong manik. Lokasi yang tercemar oleh konsentrasi senyawa amoniak
yaitu dengan nilai lebih dari 0,5 mg/l terdapat pada dua jenis batuan yaitu
kipas alluvium dan formasi bojong manik.
Untuk memperkuat analisis uji statistik ANOVA diberlakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa amoniak yang ada pada ke tiga jenis
batuan pada waktu hujan dan tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai
siginifikan nilai senyawa amoniak pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada
waktu tidak hujan sebesar 0,97. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai α
yang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05 (tidak signifikan).
Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata konsentrasi amoniak pada waktu
hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan formasi bojong manik sebesar 0,27
mg/l, dan pada waktu tidak hujan terdapat pada jenis alluvium sebesar 0,15
mg/l. Formasi bojong manik merupakan persilangan batu pasir dan batu
lempung dengan sisipan batu gamping.
5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Amoniak dengan Jenis Tanah
Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 11 dan 16 memperlihatkan bahwa
nilai konsentrasi senyawa amoniak memiliki variasi pada setiap jenis tanah.
Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi amoniak tersebar pada seluruh
jenis tanah. Namun, hanya pada jenis tanah latosol merah dan regosol coklat
terdapat lokasi yang tercemar oleh senyawa amoniak karena nilainya lebih
dari 0,5 mg/l
Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji
ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi amoniak dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan amoniak
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
73
Universitas Indonesia
pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,97.
Nilai ini lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu
0,05.
Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertingi senyawa amoniak terdapat
pada jenis tanah latosol merah waktu pengkuran hujan sebesar 0,24 mg/l.
Sementara pada waktu tidak hujan nilai tertinggi pada jenis tanah asosiasi
latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah, sebesar 0,19 mg/l. Jenis
tanah latosol merah dan asosiasi latosol memiliki tekstur tanah yang halus
dengan sistem drainase yang sedang. Dengan demikian zat pencemar sulit
untuk mengalir dan tertahan didalam tanah.
5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Penggunaan Tanah
Nilai rata-rata konsentrasi amoniak di presentase penggunaan tanah
non permukiman bervariasi. Pada Tebl 5.10 diperlihatkan nilai tertinggi
nailai rata-rata amoniak pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah
dengan kurang dari 40 % non permukiman yaitu sebesar 0,36 mg/l.
sedangkan pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada wilayah dengan
40-70% non permukiman yaitu sebesar 0,124 mg/l.
Untuk mendukung analisis tersebut, uji statistik ANOVA
diberlakuan. Berdasarkan hasil uji ANOVA tersebut nilai signifikan
amoniak pada waktu hujan dan tidak hujan masing-masing sebesar 0,576
dan 0,645. Angka ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
antara nilai rata-rata senyawa amoniak dengan penggunaan tanah non
pertanian.
5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jarak dari TPA
Nilai Konsentrasi senyawa amoniak secara umum bervariasi. Tabel
5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat
pada jarak 100-200 meter dari TPA sebesar 0,93 mg/l. Sementara nilai
konsentrasi amoniak pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 200-300
meter sebesar 0,24 mg/l. (lihat Gambar 5.12). Penyebaran senyawa amoniak
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
74
Universitas Indonesia
0.0
1.0
2.0
0 100 200 300 400 500
Amon
iak
(mg/
l)
Jarak (meter)Hujan
0.0
0.5
1.0
0 100 200 300 400 500
Amon
iak
(mg/
l)
Jarak (meter)Tidak Hujan
ada hubungannya dengan jarak dari TPA. Namun, senyawa amoniak adalah
senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus nitrogen di alam membuat
keberadan senyawa amoniak ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan
kandungan senyawa amoniak dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar
dan aktivitas manusia di sekitar lokasi.
Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi
statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi amoniak, menunjukan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan
konsentrasi senyawa amoniak dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat
dengan hasil nilai r= -0,293 pada waktu hujan dan r=-0,19 untuk
konsentrasi senyawa nitrat pada waktu tidak hujan.
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.12 Hubungan antara Nilai Amoniak Waktu Tidak Hujan dan WaktuHujan dengan Jarak dari TPA Cipayung
5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat
Nilai konsentrasi senyawa fosfat secara umum di daerah penelitian
menunjukan nilai yang bervariasi dan hampir seluruh lokasi sampel tersebut sudah
tercemar oleh senyawa fosfat dalam airtanah. Karena nilai konsentrasi senyawa
fosfat melebihi ambang batas baku mutu kualitas airtanah yaitu 0,2 mg/l. Nilai
konsentrasi fosfat rata-rata tertinggi terdapat pada pengukuran waktu hujan. Titik
BatasBakuMutu
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
75
Universitas Indonesia
lokasi yang memiliki nilai konsentrasi fosfat tertinggi waktu hujan terdapat pada
lokasi-lokasi di bagian barat, timur TPA sebesar 2,75 mg/l. lokasi ini hampir
tersebar di seluruh daerah penelitian dengan penggunaan tanah seperti padat akan
permukiman dan lahan pertanian. Hal ini pun juga terjadi pada pengukuran waktu
tidak hujan. Namun, lokasi waktu tidak hujan bagian yang tecemar lebih di bagian
utara TPA Cipayung. Senyawa fosfat merupakan senyawa yang sudah ada di
alam, seperti dilahan pertanian, industry, lingkungan padat akan permukiman
seperti hasil buangan kotoran manusia (tinja).
5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Batuan
Hasil overlay Peta 4 antara Peta 12 dan Peta 17, memperlihatkan
bahwa sebaran nilai konsentrasi fosfat pada setiap jenis batuan memiliki
variasi. Pada setiap jenis batuan nilai konsentrasi fosfat memiliki nilai yang
lebih dari 0,2 mg/l atau tercemar. Namun, nilai rata-rata konsentrasi fosfat
tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jenis batuan kipas alluvium sebesar
1,43 mg/l. Sementara pengukuran waktu tidak hujan nilai tertinggi pada
jenis alluvium sebesar 1,77 mg/l (lihat Tabel 5.10).
Untuk memperkuat analisi overlay, uji statistik ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada pengukuran waktu hujan. Namun, terdapat
perbedaan yang nyata pada waktu tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai
signifikan pada waktu hujan 0,22 dan pada waktu tidak hujan 0,009, nilai
pada waktu tidak hujan lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai αsebesar
0,05 yang digunakan dalam penelitian.
5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Tanah
Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 12 dan 17 memperlihatkan bahwa
nilai konsentrasi senyawa fosfat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal
ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi fosfat tersebar pada seluruh jenis
tanah. Di seluruh jenis tanah yang berbeda di daerah penelitian terdapat
lokasi yang tercemar akan senyawa fosfat.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
76
Universitas Indonesia
Untuk mendukung analisis overlay antara peta diberlakukan uji
ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi fosfat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan fosfat pada
waktu hujan sebesar 0,14 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,88. Nilai ini
lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05.
Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi senyawa fosfat terdapat pada
jenis alluvium kelabu saat hujan sebesar 1,5 mg/l. Sementara pada waktu
tidak hujan nilai rata-rata tertinggi di jenis tanah regosol coklat. Jenis tanah
alluvium kelabu adalah jenis tanah yang memiliki tekstur halus dan drainase
yang terhambat, kondisi ini yang menyebabkan senyawa fosfat terhambat
untuk mengalir.
5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Penggunaan Tanah
Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi
pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah dengan leboh besar dari 70%
wilayah non permukiman yaitu sebesar 1,54 mg/l. Sementara pada waktu
hujan nilai fosfat tertinggi pada wilayah dengan presentase wilayah non
permukiman sebesar 40-70%.
Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan.
Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara nilai rata-rata senyawa fosfat pada waktu hujan dan tidak hujan,
karena nilai signifikan lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,402 dan 0,120.
5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Jarak dari TPA
Nilai Konsentrasi senyawa fosfat secara umum bervariasi. Pada
Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan
terdapat pada jarak 200-300 meter dari TPA sebesar 1,59 mg/l. Sementara
nilai konsentrasi fosfat pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 300-400
meter sebesar 2,23 mg/l. Penyebaran senyawa fosfat ada hubungannya
dengan jarak dari TPA (lihat Gambar 5.13). Namun, senyawa fosfat adalah
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
77
Universitas Indonesia
0.01.02.03.0
0 100 200 300 400 500
Fosf
at(m
g/l)
Jarak (meter)Tidak Hujan
0.0
2.0
4.0
0 100 200 300 400 500Fosf
at(m
g/l)
Jarak (meter)Hujan
senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus fosfar di alam membuat
keberadan senyawa fosfat ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan
kandungan senyawa fosfat dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar dan
aktivitas manusia di sekitar lokasi.
Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi
statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan
95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi fosfat, menunjukan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan
konsentrasi senyawa fosfat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan
hasil nilai r= -0,331 pada waktu hujan dan r= 0,242 untuk konsentrasi
senyawa nitrat pada waktu tidak hujan.
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.13 Hubungan antara Nilai Fosfat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujandengan Jarak dari TPA Cipayung
BatasBakuMutu
BatasBakuMutu
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
78 Universitas Indonesia
BAB VI
KESIMPULAN
Pola spasial kualitas airtanah dangkal dengan parameter total zat terlarut,
daya hantar listrik, nitrat (NO3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO4)-3 di sekitar
TPA Cipayung Depok membentuk pola acak atau pola yang tidak seragam saat
hujan dan tidak hujan. Dengan kualitas airtanah dangkal waktu hujan dan tidak
hujan di sekitar TPA tidak tercemar untuk parameter total zat terlarut dan daya
hantar listrik, tetapi untuk parameter nitrat (NO3) dan amoniak (NH3-N) wilayah
yang tercemar terdapat di bagian utara, dan barat, sedangkan untuk parameter
fosfat (PO4)-3 hampir seluruh wilayah tercemar.
Tidak ada pengaruh perbedaan untuk setiap parameter yang diuji statistik
One Way of Anova terhadap jenis batuan, jenis tanah, dan penggunaan tanah.
Namun, terdapat perbedaan yanga nyata antara senyawa nitrat saat waktu hujan
dan senyawa fosfat saat waktu tidak hujan pada jenis batuan yang ada di daerah
penelitian. Sementara untuk faktor jauh atau dekatnya jarak dari TPA, tidak
memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai konsentrasi parameter total
zat terlarut, daya hantar listrik, nitrat, amoniak, dan fosfat. Berdasarkan uji
statistik Person’s Product Moment antara jarak dengan konsentrasi parameter
tidak menunjukan adanya hubungan.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
79 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air, Surabaya: Usaha
Nasional.
Arsadi, dkk. 2007. Optimalisasi Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir,Studi
Kasus:Pantai Utara Kabupaten Karawang,Jawa Barat. Kumpulan
Jurnal Sumber Daya Air dan Lingkungan,Potensi, Degradasi, dan Masa
Depan: 47-74. Jakarta: LIPI Press.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Astuti, D. 2008 “Analisis Kualitas Air Lindi di Tempat Pembungan Akhir Sampah
Putri Cempo Mojosongo Surakarta.” Oktober 02, 2010 pukul 17.23.
http://eprints.ums.ac.id/1441/1/4._Dwi_Astuti.pdf
Clark, J.R. 1977. Coastal Ecosystem Management. John Willey and Sons, New
York.
Departemen Pekerjaan Umum. 1994. Domestic Solid Waste Disposal. UP3KT
Bidang Air Bersih dan PLP, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Diana, E, 1992. Pemantauan Dampak Lokasi Pembungan Akhir sampah Secara
Sanitary Landfill Bantar Gebang Terhadap Kualitas Air permukaan,
Air Tanah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitarnya. Tesis. Program
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dwinanto, R. 2007. Wilayah Kerentanan Airtanah di Kecamatan Sawangan.
Depok : Skripsi Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, terj. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Fuller, W.H & Warrich, A.W, 1986. Soil inWaste Treatment and Utilization, CRC
Presc. Inc. Boca Raton, Florida, vol II.
Freeze, R.A. and John A.C, 1979. Groundwater. United States of America : Prentice-
Hall.
Ghufran, H.M & Andi B.T, (2007). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
80
Universitas Indonesia
Lyman, W.J. & Guswa J.H., 1983 Groundwater Contamination and Emergency
Response Guide, New York
Lechie, J.O., & Pacey, J.G., 1975. Landfill Management With Moisture Control.
Journal ASCE En. Eng, DIV, vol.101. No. Eei
Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Andi Offset, Yogyakarta.
Mato, R. (2002). Groundwater Pollution In Urban Dar es Salaam, Tanzania :
Assesing Vulnerability and Protection Priorities. Netherlands : Eindhoven
University of Technology. November 13, 2011 pukul 23.05 WIB.
http://alexandria.tue.nl/extra2/200211708.pdf.
Masduqi. (2007). Kualitas Air Sebagai Indikator Pengolahan DAS. April 13, 2011
pukul 13.45 WIB. http://blog.its.ac.id/masduqi/2007/11/04/kualitas-air-
sebagai-indikatorpengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/
Notodarmojo, S., 2005. Tanah dan Air tanah; ITB , Bandung.
Purwanti. 2006. Pemodelan Salinitas Air Tanah Di Surabaya Timur. Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Teknologi III. Mei 15, 2011 pukul 22.15
WIB. www.mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/06/30/8-
prosidingipung-ok.
Salvato, J.A. 1972. Enviromental Enigineering and Sanitation. John Willy &
Sons, New York.
Sandy, I Made. 1996. Republik Indonesia Geografi Regional Depok; Geogarfi
FMIPA UI.
____________. 1987. Iklim Regional Indonesia. Depok: Geografi FMIPA UI.
Slamet, 1994, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
Seyhan, E., (1997). Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. Sparks, Donald L.( 2003) Environtmental Soil Chemistry.Second
edition. USA: Elsevier Science.
Soemarto., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta
Sundra, I Ketut. (1997). “ Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air
Sumur Gali di Sekitar Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sampah
Suwung Denpasa Bali.” Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 19:3,
206-214
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
81
Universitas Indonesia
____________.2006. Kualitas Air Bawah Tanah Di Wilayah Pesisir Kabupaten
Badung. Jurnal Ecotrophic Volume 1 No 2. 1 Juli 2009 Mei 2011 pukul
14.45 WIB. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/i%20ketut%20sundra.pdf.
Tchobanaglous, G.H. Theisen & R. Elliasen. 1977. Solid Waste. Mc. Graw-Hill,
Tokyo
Wallce H.F. & Arthur W.W., 1986. Soils inWaste Treatment an Utilization, Boca
Raton, florida.
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
L A M P I R A N
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
No TitikKoordinat MAT
Jarak (m)BT LS (meter)
1 A1 106°47'16.07" -6°25'8.51" 8.0 16.23
2 A1’ 106°47'16.95" -6°25'8.94" 4.8 6.35
3 A2 106°47'15.11" -6°25'6.76" 13.0 71.50
4 A3 106°47'12.47" -6°25'11.13" 0.0 24.27
5 A4(1) 106°47'14.25" -6°25'17.15" 0.0 37.76
6 A4(2) 106°47'14.27" -6°25'16.43" 0.0 36.76
7 A4 (3) 106°47'14.27" -6°25'15.34" 0.0 31.61
8 A5 106°47'13.22" -6°25'15.85" 0.0 67.36
9 A6 106°47'21.60" -6°25'22.40" 25.0 72.04
10 A7 106°47'21.38" -6°25'14.71" 0.1 68.40
11 A8 106°47'20.32" -6°25'27.26" 0.0 96.45
12 A9 106°47'13.98" -6°25'11.66" 0.0 24.86
13 A10 106°47'18.95" -6°25'7.40" 3.2 63.00
14 B1 106°47'9.63" -6°25'11.30" 6.3 106.95
15 B2 106°47'9.98" -6°25'5.94" 14.0 183.65
16 B3 106°47'21.50" -6°25'4.72" 17.0 169.66
17 B4 106°47'24.66" -6°25'16.81" 10.5 153.06
18 B5 106°47'23.41" -6°25'22.38" 18.0 125.45
19 B6 106°47'22.93" -6°25'25.99" 3.1 137.42
20 B7 106°47'13.80" -6°25'29.07" 3.8 130.46
21 B8 106°47'8.49" -6°25'24.10" 7.6 177.34
22 C1 106°47'13.07" -6°25'0.39" 10.0 276.51
23 C2 106°47'19.04" -6°25'0.75" 6.6 264.46
24 C3 106°47'23.77" -6°25'31.15" 3.5 256.07
25 C4 106°47'4.89" -6°25'22.88" 8.0 288.50
26 C5 106°47'5.73" -6°25'12.70" 13.5 226.99
27 C6 106°47'11.21" -6°25'30.95" 15.0 214.87
28 D1 106°47'19.60" -6°24'57.28" 4.4 372.35
29 D2 106°47'28.03" -6°25'4.08" 2.1 332.20
30 D3 106°47'4.73" -6°25'3.76" 9.0 344.75
31 E1 106°47'1.06" -6°25'5.11" 9.0 419.67
32 E2 106°47'16.48" -6°24'54.42" 17.5 449.11
33 E3 106°47'29.05" -6°24'59.69" 6.0 438.63
Lampiran 1. Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel TerhadapTPA Cipayung
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan
No TitikTanggal Pengambilan Waktu TDS DHL Nitrat Amoniak FosfatTH H TH H TH H TH H TH H TH H TH H
1 A1 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.4 9.23 52.2 50.3 87 93 5.6 3.4 0 0.01 0.87 0.572 A1’ 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.5 9.3 53.2 48.4 93 84 5.2 4.5 0 0.01 2.75 0.723 A2 23-Apr-11 5 Mei 2011 11.25 9.45 72.4 78.3 110 118 5.7 20.4 0 1.42 0.5 2.754 A3 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.13 9.5 103 105.6 138.2 143 33 7.8 0.27 0.56 2.75 2.755 A4(1) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.28 10.05 2380 2460 3630 3750 3.4 8.5 0.3 0 2.75 06 A4(2) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.4 10.1 2250 2050 3670 3560 3.1 1.3 0.25 0.36 0 0.677 A4(3) 20-Apr-11 5 Mei 2011 10.42 10.13 2200 2100 2730 2650 0 0.7 0.05 0.41 0 0.818 A5 20-Apr-11 12 Mei 2011 10.51 10 93.9 145 173 544 10.5 6.5 0 0 0.58 0.759 A6 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.22 9.58 323 234.8 118.5 108.9 1.3 0 0.01 0.71 0.58 1.04
10 A7 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.4 10.15 166 178 302 300 0.7 0 0.34 0.48 0.83 2.7511 A8 20-Apr-11 12 Mei 2011 13.05 9.4 91.6 87 142.2 134.3 1.6 1.9 0.44 1.26 0.65 2.7512 A9 20-Apr-11 5 Mei 2011 12.08 10.19 2600 2300 4720 3450 1.8 1.75 0.5 0.01 0 1.7913 A10 23-Apr-11 5 Mei 2011 10.55 10.2 72.9 74.4 119 125.2 2.7 1.8 0 0.03 0.15 1.714 B1 20-Apr-11 12 Mei 2011 11.45 10.17 73 65.3 114 105.6 32 3.4 0.03 0 0 2.7515 B2 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.15 9.24 51.9 62 75 79.2 2.3 4.2 0 0 0.05 0.5316 B3 23-Apr-11 12 Mei 2011 11.4 10.34 71 87.2 111 125.7 5.9 17.7 0 0 0.69 0.1517 B4 20-Apr-11 12 Mei 2011 14.05 10.45 177 165 324 287.5 0.5 0 0 0.68 0.25 0.5318 B5 20-Apr-11 5 Mei 2011 14.16 11.05 168 152 323 297 0.34 4.4 0 0 0.5 2.75
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan (Lanjutan)
Keterangan :
TH : Waktu Tidak Hujan H : Waktu Hujan
No TitikTanggal Pengambilan Waktu TDS DHL Nitrat Amoniak FosfatTH H TH H TH H TH H TH H TH H TH H
19 B6 20-Apr-11 5 Mei 2011 11.52 11.1 137 123 259 234 33 11.5 0.06 0 0.34 0.2520 B7 20-Apr-11 5 Mei 2011 12.18 11.15 321 234 331 295 3.52 0.5 0.02 0.06 0.75 0.2921 B8 20-Apr-11 12 Mei 2011 12.31 9.41 132 136.8 222 238 33 6.8 0.44 0 0.22 0.3822 C1 23-Apr-11 5 Mei 2011 11.42 11.2 71 67.5 113 98 3.8 4.6 0 0.01 0.21 0.3523 C2 23-Apr-11 5 Mei 2011 13 11.25 64.6 75.3 124 135 1.5 22.25 0.95 0.02 2.75 0.6924 C3 23-Apr-11 12 Mei 2011 13.48 9.45 94.1 75.3 152 127.3 2.1 1.2 0 0 0.25 2.2225 C4 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.07 9.28 117 143 205 174 6.9 5.1 0.49 0.48 0.14 2.7526 C5 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.19 9.15 49.1 36.9 65 64.8 3.1 0.8 0 0.37 0.48 2.7527 C6 23-Apr-11 12 Mei 2011 13.56 9.35 108 114 172 137.7 11.5 8.1 0 0 0.2 0.828 D1 23-Apr-11 12 Mei 2011 11.58 9.46 71.4 68.3 11912 120 0.5 19.9 0 0.44 2.75 0.3929 D2 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.02 11.35 180 178.2 310 333 7.5 18.6 0 0 2.75 2.1230 D3 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.15 11.4 94.3 87.6 183 196 8.5 7.8 0 0.23 1.2 0.7531 E1 23-Apr-11 12 Mei 2011 14.29 9.2 112 78.5 236 92.4 4.1 3.9 0 0 0.23 0.6432 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.01 11.46 121 119.8 225 234 5.1 4.2 0.07 0.01 2.75 0.533 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.09 11.53 144 156 234 276 12.6 10.3 0 0 0.53 0.3432 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 12.01 11.46 121 119.8 225 234 5.1 4.2 0.07 0.01 2.75 0.533 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 13.09 11.53 144 156 234 276 12.6 10.3 0 0 0.53 0.34
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA
dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 4. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan
Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
TotalDissolved 1
TotalDissolved 2 Jarak TPA
Total Dissolved 1 Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
1
30
.938**.000
30
-.037.847
30
Total Dissolved 2 Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
.938**.000
30
1
30
.042
.82830
Jarak TPA Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
-.037.847
30
.042
.82830
1
30
Daya HantarListrik 1
Daya HantarLsitrik 2 Jarak TPA
Daya Hantar Lis trik 1 Pearson CorrelationSig. (2-tailed) N
1
30
.871**.000
30
.262
.16130
Daya Hantar Lsitrik 2 Pearson CorrelationSig. (2-tailed) N
.871**.000
30
1
30
.229
.22330
Jarak TPA Pearson CorrelationSig. (2-tailed) N
.262
.16130
.229
.22330
1
30
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan
Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan)
**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 6. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan
Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak2 (Hujan)
**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 7. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan
Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat2 (Hujan)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
Nitrat 1 Nitrat 2 Jarak TPA
Nitrat 1 Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
1
30
.110
.56330
-.034.859
30
Nitrat 2 Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
.110
.56330
1
30
.224
.23530
Jarak TPA Pearson CorrelationSig. (2-tailed ) N
-.034.859
30
.224
.23530
1
30
Amoniak 2 Jarak TPA
Amoniak 1 Person CorrelationSig. (2-tailed)
N
1
30
.008
.96530
-.019.922
30
Amoniak 2 Pearson Correlat ionSig. (2-tailed) N
.008
.96530
1
30
-.293.116
30
Jarak TPA Pearson Correlat ionSig. (2-tailed) N
-.019.922
30
-.293.116
30
1
30
Fosfat 1 Fosfat 2 Jarak TPAFosfat 1 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) N1
30
-.178.347
30
.242
.19730
Fosfat 2 Pearson CorrelationSig. (2-tailed) N
-.178.347
30
1
30
-.331.074
30Jarak TPA Pearson Correlation
Sig. (2-tailed) N.242.197
30
-.331.074
30
1
30
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011