UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti...

71
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS DI RUANG PERAWATAN UMUM 6 RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO, JAKARTA PUSAT KARYA ILMIAH AKHIR Hesti Rahayu 0806316184 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER DEPOK, JULI 2013 Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS DI RUANG PERAWATAN UMUM 6

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO, JAKARTA PUSAT

KARYA ILMIAH AKHIR

Hesti Rahayu 0806316184

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER

DEPOK, JULI 2013

!

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"!

!!

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS DI RUANG PERAWATAN UMUM 6

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO, JAKARTA PUSAT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

KARYA ILMIAH AKHIR

Hesti Rahayu 0806316184

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI REGULER

DEPOK, JULI 2013

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"#!

!

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Karya Ilmiah Akhir ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners, Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan

Karya Ilmiah Akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia (FIK UI);

2. Ibu Dra. Junaiti Sahar, PhD selaku Wakil Dekan FIK UI;

3. Ibu Riri Maria, M.ANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir

FIK UI;

4. Bapak Agung Waluyo, PhD selaku pembimbing dalam pembuatan Karya

Ilmiah Akhir ini;

5. Ibu Ns. Siti Annisah, S.Kep.,ETN selaku kepala ruang di Ruang

Perawatan Umum 6 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat;

6. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN, yang telah sabar menjadi penasihat

akademik saya, menjadi seorang ibu sekaligus sahabat, selalu memberikan

dukungan kepada saya untuk terus berprestasi, dan mendukung kegiatan

yang saya lakukan untuk terus meningkatkan kualitas diri;

7. Pasien Tn B (70 tahun) dan keluarga yang telah mendukung penelitian dan

praktik profesi;

8. Perawat di ruang Perawatan Umum 6 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta,

yang telah mendukung praktik profesi ;

9. Bapak, Ibu, Mbak Warsi, Mas Wisnu, adik-adikku Bowo dan Ifa, yang

selalu memberikan dukungan dan semangat dalam segala hal, termasuk

penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini;

10. Teman-teman satu bimbingan: Aulia Titia Paramadina, Putri Andriyani,

Rohmad Widiyanto, Elda Lunera Hutapea, yang sama-sama berjuang

dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir;

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"!

!!

11. Saudara sekamar saya, Yunika Anziana Aviary yang sama-sama berjuang

dalam membuat Karya Ilmiah Akhir di FIK UI.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Depok, 8 Juli 2013

Peneliti

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"##!

!

ABSTRAK Nama : Hesti Rahayu Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul :Analisis Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang Perawatan Umum 6 RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Sirosis hepatis adalah gangguan fungsi hati tahap akhir dengan angka kejadian nasional yang cukup tinggi. Praktik profesi dilakukan di ruang perawatan umum 6 RSPAD Gatot Soebroto pada pasien Tn B dengan sirosis hepatis pada tanggal 15 Mei hingga 28 Mei 2013. Masalah keperawatan pasien adalah pola napas tidak efektif, kelebihan volum cairan, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah teknik napas dalam, monitor berat badan, diet putih telur, dan diet nutrisi tinggi kalori dan protein. Masalah keperawatan pola napas tidak efektif dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi, sedangkan kelebihan volum cairan teratasi sebagian. Kata Kunci: Intervensi keperawatan, masalah keperawatan, Sirosis hepatis,

ABSTRACT Name : Hesti Rahayu Study Program : Nursing Title : The Profession Practice Analytical of Urban Society

Health Nursing to the Cirrhosis Hepatic Patient in the General Care Room 6th RSPAD Gatot Soebroto, Central Jakarta

Cirrhosis hepatic is the end stage liver disorder that has high enough incident in national. Profession practice was done in the patient Mr B with cirrhosis hepatic in the general care room 6th RSPAD Gatot Soebroto during May 15 until May 28, 2013. The nursing problems were breathing pattern ineffective, fluid overload, and imbalanced nutrition: less than body requirement. The nursing interventions were done were pursed lip breathing, weight monitoring, egg white and high calori-protein diet. The nursing problems: breathing pattern ineffective and imbalanced nutrition less than body requirement were solved, but the fluid overload was solved a part. Keywords: Cirrhosis hepatic, nursing intervention, nursing problem.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"###!

!

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................. iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vi ABSTRAK………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR SKEMA ....................................................................................... ix DAFTAR TABEL…………………………………………………………. x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 6 1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ............................. 9 2.2 Sirosis Hepatis…………………………………………………… . 13 2.3 Diet Hepar pada Pasien Sirosis Hepatis…………………………... 22 2.4 Diet Putih Telur pada Pasien Sirosis Hepatis……………………... 24 3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS .... 25 3.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................ 25 3.2 Diagnosis Keperawatan…………………………………………… 35 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ....................................................... 36 3.4 Catatan Perkembangan Pasien…………………………………….. 43 4. ANALISIS KASUS ............................................................................... 44 4.1 Profil Lahan Praktik ........................................................................ 44 4.2 Analisis Masalah Keperawatan ....................................................... 45 4.3 Analisis Intervensi Keperawatan .................................................... 47 4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah .................................................... 52

5. PENUTUP……………………………………… .................................... 56

7.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 56 7.2 Saran………………………………………………………………… 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. . 58

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"#!

!

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Hubungan Faktor Risiko dengan Masalah Kesehatan…………… 11

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"!

!!

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Masalah Kesehatan Lingkungan……………………………….12 Tabel 2.2 Perbandingan Tipe-Tipe Sirosis Hepatis……………………….14 Tabel 2.3 Prognosis Sirosis Hepatis pada Berbagai Tingkatan…………...17 Tabel 2.4 Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hepatis dalam Terminologi

Cadangan Fungsi Hati……………………………………………………..17

Tabel 2.5 Etiologi Sirosis Hepatis………………………………...............18

Tabel 3 Daftar Obat Pasien………………………………………...........32

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

!

"#!

!

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Patofisiolgi Sirosis Hepatis Lampiran 2 Catatan perkembangan pasien !

!

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

! " Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan lingkungan adalah inti permasalahan kesehatan masyarakat.

Area kesehatan lingkungan meliputi gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara,

kualitas air, tempat tinggal, kualitas makanan, pengelolaan sampah, risiko radiasi,

dan risiko kekerasan (McEwen & Nies, 2007). Salah satu masalah di area pola

tempat tinggal adalah kepadatan di lingkungan perkotaan. United Nations

Population Division (2007) melaporkan bahwa setengah populasi dunia saat ini

tinggal di daerah perkotaan dan kurang lebih 30 tahun yang akan datang dua per

tiga penduduk dunia akan tinggal di daerah perkotaan (Vlahov et al, 2007).

Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia dihuni kurang lebih 10 juta penduduk,

belum termasuk penduduk yang pulang pergi dari sekitar Jakarta (Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi) yang mencapai 1,5 juta (Tommy Firman, 2011).

Negara berkembang di dunia dimana terdapat arus urbanisasi yang tinggi,

sebagian besar segmen pertumbuhan masuk ke dalam kategori kemiskinan.

Indonesia termasuk salah satu negara berkembang dengan 50% populasinya masih

termasuk ke dalam kegori miskin (Iin P Handayani, 2012). UN Habitat (2003)

menyatakan beberapa indikator kemiskinan di antaranya adalah rendahnya

pelayanan dasar, tempat tinggal di bawah standar, kepadatan penduduk, tempat

tinggal yang tidak sehat dan lokasi yang berbahaya, pemukiman informal dan atau

tidak aman, kemiskinan dan ukuran pemukinan yang sempit ( Vlahov et al, 2007).

Kemiskinan berkaitan erat dengan kondisi kesehatan yang buruk.

Kemiskinan berpengaruh negatif terhadap area kesehatan lingkungan

seperti kualitas air dan makanan yang tidak adekuat. Rendahnya tingkat

pendapatan membuat seseorang tidak mampu memenuhi kualitas makanan dan air

yang adekuat yang berdampak pada berbagai kondisi seperti malnutrisi, makanan

atau minuman yang terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, dan makanan

atau minuman yang terinfeksi virus atau bakteri. Kondisi ini dapat mengganggu

kesehatan seseorang dan menyebabkan berbagai macam penyakit.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

Berbagai macam permasalahan di area kesehatan lingkungan dapat

meningkatkan risiko dan kerentanan seseorang terpajan suatu penyakit. Beberapa

masalah dapat muncul dari beberapa area kesehatan lingkungan, misalnya

kebiasaan merokok, diet tinggi lemak tersaturasi, makanan yang terkontaminasi

bakteri atau virus, atau makanan yang mengandung zat kimia karsinogenik.

Fungsi organ tubuh yang paling bertanggung jawab dalam metabolisme lemak dan

zat toksin di dalam tubuh adalah hati. Terpaparnya hati oleh zat toksik secara terus

menerus dapat berakibat kerusakan sel hati dan terbentuknya nodul dan fibrosis

yang terus berkembang ke arah prognosis yang buruk yaitu sirosis hepatis.

Manusia (teman) adalah salah satu komponen lingkungan yang dapat

mempengaruhi kesehatan komunitas manusia (Umar Fahmi Achmadi, 2010).

Teman atau anggota masyarakat lain memiliki potensi pembawa/penular penyakit.

Penyakit yang dapat ditularkan melalui rute ini salah satu di antaranya adalah

penyakit hepatitis yang juga dapat berkembang ke arah prognosis yang buruk

yaitu sirosis hepatis.

Sirosis hepatis adalah penyakit hati yang kronik dan progresif, yang

ditandai dengan pembentukan jaringan fibrosis (skar) dan nodul (Black & Hawks,

2005). Sirosis terjadi ketika aliran darah, cairan empedu, dan hasil metabolisme

hati terganggu oleh adanya fibrosis, perubahan sel-sel hati (hepatosit), kantong

empedu, saluran pembuluh darah, dan sel-sel retikuler. Sirosis merupakan tahap

akhir dari berbagai macam gangguan hati (Sargent, 2009).

Di Indonesia, prevalensi terjadinya sirosis hepatis cukup tinggi yaitu 41%

(Adjei, Blankson, Gyasi, Tettey & Wiredu, 2005). Grafik sepuluh besar penyakit

di Sub Instalasi Rawat Inap A Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot

Soebroto bulan Maret 2013 menggambarkan bahwa sirosis hepatis menduduki

peringkat delapan dari sepuluh penyakit yang paling sering terjadi. Selama bulan

Mei 2013 di ruang perawatan umum lantai 6 RSPAD Gatot Soebroto, terdapat 5

pasien dengan diagnosis sirosis hepatis dan satu di antaranya meninggal dunia.

Selain itu, satu pasien dengan gagl ginjal kronik dan hepatitis C juga meninggal

dunia dan diperkirakan sudah mengalami komplikasi gagal ginjal kronik dengan

sirosis hepatis.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

Empat tipe utama sirosis adalah alkoholik (sirosis Laennec, micronodular,

atau portal), postnekrotic (macronodular atau pengaruh zat toksin), bilier, dan

kardiak (Black & Hawks, 2005). Berdasarkan etiologi, prevalensi sirosis

alkoholik, sirosis non alkoholik, dan sirosis viral khususnya hepatitis C tergolong

tinggi. Di sisi lain, prevalensi sirosis viral di negara berkembang termasuk

Indonesia, tergolong tinggi khususnya hepatitis B dan C (Burroughs, Dooley,

Heathcote, & Lok, 2011).

Pada beberapa kasus sirosis hepatis terdapat faktor tunggal yang

berkontribusi dominan misalnya hepatitis B, C, konsumsi alkohol, dan obat-

obatan. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang juga memengaruhi

proses penyakit yaitu usia, gender (laki-laki), obesitas, dan gangguan metabolik.

Faktor-faktor ini mempunyai pengaruh yang bervariasi pada pasien yang berbeda

(Burroughs, Dooley, Heathcote, & Lok, 2011).

Sirosis adalah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di negara maju

seperti Amerika (Younossi, 2008). Kemampuan pasien sirosis hepatis untuk

bertahan tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang ditentukan dari nilai

The Child-Pugh Score, berdasarkan kriteria biokimia dan klinis seperti serum

bilirubin, serum albumin, asites, ensealopati, dan nutrisi (Alwi, Setiati, Setiyohadi,

Simadibrata, & Sudoyo, 2006). Tingkat A (nilai 5-6) mempunyai kemampuan

bertahan sebesar 84%, tingkat B (nilai 7-9) = 62%, sedangkan tingkat C (nilai 10-

15) = 42% (Sargent, 2009).

Hipertensi portal adalah komplikasi yang tidak bisa dihindari pada pasien

sirosis hepatis yang dapat menyebabkan komplikasi lain yang lebih lethal.

Beberapa di antaranya adalah perdarahan varises, asites, dan ensefalopati

hepatikum (Younossi, 2008). Fakta ini didukung penelitian yang dilakukan oleh

Rinaldi, Lesmana, Inggriani, Cahyadinata, dan Laurentius (2010) pada 256 pasien

sirosis hepatis di Rumah Sakit Medistra Jakarta pada Agustus 2004 sampai

dengan Juli 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50,39% mengalami

asites, 14,5% mengalami ensefalopati hepatikum, dan 4,7 % mengalami

thrombosis vena dalam yang berpotensi terjadinya perdarahan varises.

Berdasarkan proses penyakit sirosis hepatis, pasien dapat mengalami

beberapa masalah keperawatan. Masalah keperawatan utama yang dialami pasien

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

dengan asites adalah kelebihan volum cairan tubuh berhubungan dengan kondisi

hipoalbuminemia dan retensi cairan (Bare & Smeltzer, 2002). Kondisi asites

menyebabkan terjadinya penekanan pada diafragma dan terganggunya

pengembangan paru sehingga muncul masalah keperawatan pola napas tidak

efektif. Selain itu, terganggunya fungsi hati dalam metabolisme protein dan

karbohidrat berakibat pada rendahnya kadar protein plasma (Black & Hawks,

2009). Hal ini didukung oleh pernyataan Grodner, Long, dan Walkingshaw (2007)

yang mengatakan bahwa pasien sirosis hepatis biasa mengalami malnutrisi energi

dan protein, yang berakibat munculnya masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Masalah keperawatan yang kali pertama harus diatasi adalah pola napas

tidak efektif pada pasien. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan perawat

adalah memberikan posisi semi fowler untuk membantu pengembangan paru

optimal, kolaborasi pemberian oksigen, membantu pasien mengontrol pola

napasnya dengan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dengan benar, dan

selanjutnya memonitor fungsi pernapasan pasien.

Masalah keperawatan selanjutnya yang harus diselesaikan adalah masalah

kelebihan volum cairan. Tujuan intervensi keperawatan adalah tercapainya

kondisi normovolemic pada pasien. Beberapa kriteria hasil yang harus tercapai di

antaranya adalah pasien tidak mengalami edema dan atau asites dan mencapai

berat badan normal untuk pasien (Ackley & Ladwig, 2011). Untuk mencapai

kondisi tersebut diperlukan intervensi mandiri perawat dan intervensi kolaborasi

dari beberapa profesional kesehatan. Intervensi kolaborasi dapat berupa terapi

diuretik untuk mengeluarkan kelebihan volum cairan dan mengembalikan

konsentrasi albumin pada nilai normal (Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, &

Sudoyo, 2006).

Intervensi keperawatan untuk memonitor keberhasilan terapi diuretik

adalah dengan menimbang berat badan pasien setiap pagi. Penurunan 1 kg berat

badan mengindikasikan pengurangan jumlah cairan sebesar 1000 cc. Pasien

dengan asites dan edema tungkai yang mendapat terapi diuretik, ditargetkan untuk

mengalami penurunan berat badan sebesar 1 kg setiap hari (Alwi, Setiati,

Setiyohadi, Simadibrata, & Sudoyo, 2006).

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

Kondisi kelebihan volum cairan tubuh pada pasien juga disebabkan oleh

rendahnya kadar albumin dalam plasma darah. Upaya untuk meningkatkan serum

albumin dapat dilakukan melalui transfusi albumin per intra vena (IV). Intervensi

mandiri yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung usaha peningkatan

serum albumin adalah memberikan diet hepar tinggi protein 100-150 g/hari

dengan catatan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda ensephalopaty hepatik.

Salah satu sumber makanan yang mengandung tinggi protein adalah putih telur.

Don Amerman (2013) mengatakan bahwa diet protein sehat yang

dianjurkan bagi penderita sirosis hepatis adalah makanan dengan kandungan

tinggi protein dan rendah lemak dimana salah satu contoh sumber makanan ini

adalah putih telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khomsan (2006) yang

mengatakan bahwa satu butir putih telur mengandung 15 kkal kalori, 3 gr protein

dan sedikit lemak. Protein yang terkandung dalam putih telur biasanya langsung

diserap oleh pembuluh darah sehingga efektif untuk meningkatkan kadar protein

plasma.

Diet hepar yang mengandung tinggi protein dan karbohidrat, serta

kandungan lemak yang moderat dapat mengatasi masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Perawat memastikan

bahwa pasien mendapat asupan makanan yang mampu memenuhi kebutuhan

tubuh yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral tubuh.

Perawat dapat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk melakukan modifikasi diet

yang dapat diterima pasien.

Berkaitan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk membantu

menyelesaikan masalah keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis di ruang

Perawatan Umum (PU) 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto,

Jakarta. Peneliti akan melakukan beberapa intervensi keperawatan untuk

menyelesaikan masalah keperawatan pada pasien. Selanjutnya peneliti akan

menganalisis intervensi keperawatan yang telah dilakukan, beberapa kendala dan

alternatif penyelesaian masalah yang muncul selama melakukan intervensi

keperawatan kepada pasien.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Bab 1.1 Latar Belakang, dapat diketahui bahwa

tingkat kejadian sirosis hepatis di Indonesia masih cukup tinggi dengan

komplikasi yang paling sering terjadi adalah asites yang berakibat munculnya

masalah keperawatan pola napas tidak efektif dan kelebihan volum cairan tubuh.

Selain itu, gangguan fungsi hati dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan

lemak dapat mendukung tegaknya masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Meskipun demikian, beberapa masalah

keperawatan ini dapat diatasi dengan intervensi keperawatan dan kolaborasi

dengan beberapa profesional kesehatan yang lain. Dengan demikian, muncul

pertanyaan penelitian bagaimana analisis intervensi keperawatan pada pasien

dengan sirosis hepatis di Ruang Perawatan Umum Lantai 6 RSPAD Gatot

Soebroto.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui analisis keberhasilan intervensi keperawatan pada pasien

dengan sirosis hepatis di Ruang Perawatan Umum Lantai 6 RSPAD Gatot

Soebroto.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1.3.2.1 Mengetahui profil lahan praktik

1.3.2.2 Melakukan analisis masalah keperawatan terkait dengan kasus sirosis hepatis dan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

1.3.2.3 Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan dengan masalah sirosis hepatis

1.3.2.4 Melakukan analisis keberhasilan intervensi keperawatan pada pasien kelolaan dengan masalah sirosis hepatis

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

1.4 Manfaat Penulisan

Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu keluarga, rumah sakit,

perawat, ahli gizi, peneliti, dan institusi pendidikan. Hasil penelitian diharapkan

dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasien akan tingkat kejadian

sirosis hepatis, komplikasi yang biasa terjadi, dan tindakan yang dapat dilakukan

untuk membantu mengatasi komplikasi. Selanjutnya pasien termotivasi untuk

melakukan tindakan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi komplikasi

baik selama masa perawatan di rumah sakit ataupun ketika masa pemulihan di

rumah. Tindakan ini adalah penerapan teknik relaksasi napas dalam ketika merasa

sesak napas, menimbang berat badan setiap pagi ketika mengonsumsi obat

diuretik untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh, dan diet putih

telur untuk membantu meningkatkan kadar serum albumin dalam upaya

mengatasi asites.

Hasil penelitian juga menjadi masukan bagi perawat ruangan untuk

melakukan intervensi yang tepat dalam upaya menyelesaikan masalah

keperawatan. Dalam memonitor keberhasilan terapi diuretik, perawat dapat

menimbang berat badan setiap pagi dengan target penurunan berat badan tertentu.

Untuk membantu meningkatkan kadar albumin, perawat dapat memfasilitasi

pemenuhan diet putih telur pada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites.

Perawat dapat mendorong peran aktif pasien dan keluarga untuk patuh dalam

menerima terapi diet putih telur. Hal ini sesuai dengan peran perawat sebagai

pemberi asuhan keperawatan yang holistik dan sebagai edukator.

Ahli gizi juga dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian yang

dilakukan mahasiswa bahwa diet putih telur dapat membantu meningkatkan

serum albumin pada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites. Ahli gizi

akan menjadi lebih memperhatikan pemberian diet hepar tinggi protein dengan

salah satu sumber protein utama adalah putih telur. Terapi diet ini dapat

mendukung terapi medis penalaksanaan komplikasi asites pada pasien sirosis

hepatis.

Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti. Penelitian selanjutnya

yang diharapkan dari penelitian ini adalah tentang kuantitas diet putih telur yang

paling efektif dikombinasikan dengan transfusi albumin untuk meningkatkan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!""

Universitas Indonesia"

kadar serum albumin dalam upaya mengatasi komplikasi asites pada pasien sirosis

hepatis. Diet nutrisi diharapkan mendukung secara efektif terapi medis dalam

penatalaksanaan komplikasi asites pada pasien sirosis hepatis.

"

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

! " Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan suatu

proses koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan

proses keperawatan komunitas untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan

pelayanan pada klien komunitas. Proses keperawatan kesehatan masyarakat

perkotaan bertujuan untuk mencegah masalah keperawatan masyarakat di daerah

perkotaan.

Kota adalah motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sosial, persaingan

global, dan perkembangan yang tidak seimbang. Kota juga merupakan pusat

kreativitas, inovasi, tempat pergerakan politik, lokasi utama untuk transformasi

sosial, tekanan politik, dan perubahan budaya (Bourne, 2007). Kota berperan

besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan, pusat budaya dan teknologi, pusat

industri, dan tempat untuk meningkatkan pendapatan (State of the environment

and policy retrospective, 2002). Faktor inilah yang mendorong migrasi penduduk

dari area pedesaan ke kota yang disebut dengan urbanisasi.

Hampir setengah populasi dunia (47%) bertempat tinggal di daerah urban

dan diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 2% setiap tahunnya

(United Nations Population Division, 2001a). Terdapat hubungan yang positif

antara tingkat perkembangan sumber daya manusia nasional dengan tingkat

urbanisasi (UNCHS, 2001b). Akan tetapi, implikasi tingkat pertumbuhan

urbanisasi yang tinggi juga meliputi peningkatan pengangguran, degradasi

lingkungan, kurangnya pelayanan urban, terlalu padatnya infrastruktur dan

rendahnya akses lahan (UNCHS, 2001b).

Tingginya persaingan di daerah urban membuat masyarakat urban yang

tidak mampu bersaing mendapatkan dampak negatif dari urbanisasi yaitu

kemiskinan masyarakat urban. Pertumbuhan kota besar, khususnya di negara

berkembang, juga diikuti dengan meningkatnya angka kemiskinan masyarakat

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

urban yang terkonsentrasi di kelompok sosial tertentu di lokasi tertentu (State of

the environment and policy retrospective, 2002). Fenomena ini juga terjadi kota

Jakarta yang merupakan salah satu megacity di Asia.

Kemiskinan yang didukung dengan faktor risiko lain dapat menimbulkan

masalah kesehatan. Cubbin, LeClere, dan Smith (2000) menyatakan bahwa studi

menunjukkan status sosioekonomi adalah determinan dari kondisi sakit, kematian,

dan outcome kesehatan yang lain (Eigsti, McGuire, & Stone, 2002). Link (1996)

menambahkan bahwa hubungan yang dinamis terjadi antara rendahnya status

sosial ekonomi dengan risiko kesehatan seperti kebiasaan merokok, penggunaan

obat, latihan dan diet (Eigsti, McGuire, & Stone, 2002).

Di dalam konsep keperawatan komunitas, kemiskinan merupakan salah

satu faktor yang dapat meningkatkan risiko (at risk) dan kerentanan

(vulnerability) yang berdampak pada masalah kesehatan. Sebuah risiko (at risk)

muncul dari sejarah perjalanannya sebuah penyakit. Risiko yang timbul

tergantung dari kondisi kesehatan seseorang. Risiko dapat muncul dari hasil

interaksi seseorang dengan bebarapa faktor yang terdiri dari faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal bersumber dari faktor genetik dan gaya hidup,

sedangkan faktor eksternal berupa lingkungan fisik, lingkungan sosial dimana

seseorang tersebut tinggal dan bekerja.

Kerentanan (vulnerability) adalah seseorang atau kelompok yang mudah

terkena sebuah masalah penyakit karena tidak memiliki atau kurang efektifnya

mekanisme pertahanan terhadap sebuah penyakit. Hal ini disebabkan oleh

berbagai macam hal yang muncul pada individu, keluarga, atau komunitas, yang

menyebabkan seseorang menjadi lebih berisiko terpajan sebuah penyakit.

Pertahanan ini berfungsi untuk menahan penyakit agar tidak menyebabkan

masalah pada diri seseorang.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!!""

Universitas Indonesia

Skema 2.1 Hubungan Faktor Risiko dengan Masalah Kesehatan

Risiko Rentan

Salah satu faktor eksternal yang memengaruhi risiko (at risk) adalah

lingkungan fisik. Lingkungan adalah determinan utama kesehatan. Kesehatan

lingkungan adalah inti dari kesehatan masyarakat (Umar Fahmi Achmadi, 2010).

WHO (2008) mendefiniskan kesehatan lingkungan meliputi faktor fisik,

kimia, dan biologi di luar manusia serta memengaruhi perilaku manusia,

menekankan analisis dan kontrol faktor-faktor lingkungan yang berpotensi

memengaruhi kesehatan (Umar Fahmi Achmadi, 2010). Definisi ini tidak

termasuk faktor di luar lingkungan misalnya perilaku yang berhubungan dengan

lingkungan sosial dan budaya, serta genetik. Kesehatan lingkungan meliputi

delapan area yaitu gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, rumah

tempat tinggal, kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (McEwen &

Nies, 2007). Berikut ini adalah contoh masalah kesehatan lingkungan:

#$%&'("()*)%'"" #$%&'("()*)%'")*)%'"

#$%&'("()*)%'""

+,(,-&$-$-" .$*$/$0"%,*,0$&$-"

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Masalah Kesehatan Lingkungan

No Area Masalah 1 Gaya hidup Merokok

Diet tinggi lemak tersaturasi Gaya hidup sedenter Terpapar kebisingan Kepadatan urban Distress psikologis Bahaya teknologi

2 Risiko kerja Keracunan toksik di tempat kerja Bahaya pengoperasian mesin Godaan seksual Lokasi kerja yang banyak terpapar zat karsinogenik

3 Kualitas udara Gas polutan Efek rumah kaca Penipisan lapisan ozon Udara yang terpapar pestisida dan herbisida Hujan asam

4 Kualitas air Kontaminasi sumber air minum oleh sampah manusia Tumpahan minyak di perairan Infiltrasi pestisida dan herbisida di sumber mata air Kontaminasi polutan industry

5 Tempat tinggal Gelandangan Tempat tinggal yang buruk Kerumunan serangga Sick building syndrome

6 Kualitas makanan Malnutrisi Makanan yang terkontaminasi bakteri atau virus Makanan dengan bahan kimia karsinogenik

7 Kontrol sampah Penggunaan plastik yang tidak bisa didaur ulang Sistem pembuangan sampah yang tidak adekuat Transpor dan penyimpanan sampah berbahaya Pembuangan sampah industri yang ilegal

8 Risiko radiasi Emisi nuklir Bahaya sampah radioaktif Uji coba nuklir Terlalu sering terpapar X-rays

Sumber: (McEwen & Nies, 2007)

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

2.2 Sirosis Hepatis

2.2.1 Definisi

Sirosis hepatis adalah penyakit hati yang kronik dan progresif, ditandai

dengan pembentukan jaringan fibrosis (skar) dan nodul (Black & Hawks, 2009).

Sirosis terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps

disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis

parenkim hati (Alwi,I., K.Simadibrata,M., Setiati,S., Setiyohadi,B., Sudoyo,A.W,

2006). Sirosis menunjukkan tahap akhir dari berbagai penyakit hati seperti

hepatitis kronik dan alkoholik (Sargent, 2009).

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata

yang berarti belum terdapat gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis

dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas

(Alwi,I., K.Simadibrata,M., Setiati,S., Setiyohadi,B., Sudoyo,A.W, 2006). Black

dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa secara umum terdapat empat tipe sirosis

yaitu: (1) Alkoholik (mikronodular atau sirosis portal), (2) Postnekrotik

(makronodular), (3) Bilier, (4) Kardiak. Berikut ini adalah perbandingan dari

keempat tipe sirosis secara lebih jelas.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Tabel 2.2 Perbandingan Tipe-Tipe Sirosis Hepatis

No Definisi Etiologi Patologi Data Pengkajian Diagnosis dan Prognosis Intervensi 1 Sirosis Postnekrotik atau

makronodular Adalah tipe sirosis yang paling sering terjadi. Terjadi kehilangan sel hati secara masif dengan pola regenerasi sel yang tidak teratur.

Viral postacute (hepatitis B dan C) Postintoksinasi zat kimia industrial Gangguan metabolik dan beberapa infeksi

Hati berukuran kecil dan bernodul

Mungkin tidak menunjukkan gejala dalam waktu yang lama, gejala awal tidak terobservasi. Tahap awal, kelemahan, penurunan berat badan. Tahap setelahnya, Anoreksia, mual, muntah Nyeri abdomen Asites Pembesaran payudara pada laki-laki Hematemesis Spider angioma

Biopsi hati menegakkan proses patologi Selama 5 tahun, 75% meninggal dikarenakan komplikasi Peningkatan serum aminotransferase Peningkatan gamma globulin

Mengatasi komplikasi yang diperlukan

2 Sirosis Bilier Aliran cairan empedu menurun yang terjadi bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit di sekitar duktus empedu

Primer Stasis kronik cairan empedu di duktus intrahepatik Penyebab tidak diketahui Melibatkan

Tahap awal biopsy akan menunjukkan proses inflamasi dengan adanya nekrosis sel dan duktus

Lemah Pruritus Urin berwarna gelap Feses berwarna pucat Jaundice Hambatan aliran

Peningkatan serum bilirubin Tahap awal: 3-10 mg/100 cc Tahap akhir: > 50 mg/100 cc Peningkatan alkalin posfatase yang signifikan

Primer: Ursodiol Penatalaksanaan sesuai gejala (misalnya diet tinggi kalori, intake rendah lemak 30-40 g/hari jika bermasalah Cholestyramine untuk

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

proses autoimun Sekunder Kerusakan duktus empedu di luar hati

Hepatosit hilang dan tinggal jaringan skar Tahap akhir mirip dengan sirosis postnekrotik

cairan empedu Steatorrhea Penurunan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak Peningkatan serum lipid Peningkatan deposit kolesterol di jaringan subkutan Tanda-tanda hipertensi portal

Peningkatan gamma globulin Peningkatan lipid darah Adanya lipoprotein X Peningkatan serum garam empedu Hipotrombinemia Peningkatan antibodi antimitokondrial pada kasus primer Peningkatan serum copper pada kasus primer

mengatasi priritus Suplemen vitamin yang larut dalam lemak. Sekunder Penatalaksanaan untuk mengatasi kerusakan mekanis

3 Sirosis Kardiak Penyakit hati kronik yang berhubungan dengan gagal jantung kanan yang berat dalam waktu lama

Penyakit katup atrioventrikular Prolonged constrictive pericarditis Dekompensasi kardiopulmonal

Awal: Pembesaran hati yang berwarna gelap oleh darah dan edema cairan Akhir: Kapsul hati menebal dan pembentukan jaringan nodul dan jaringan terjadi

Agak jaundice, pembesaran hati, asites pada pasien dengan gagal jantung lebih dari 10 tahun Cachexia Retensi cairan Masalah sirkulasi

Peningkatan serum bilirubin terkonjugasi Peningkatan sulfobromophthalein Penurunan serum albumin Peningkatan serum aminotransferase Peningkatan alkalin posfatase Biopsi hati Prognosis: Tergantung keparahan penyakit jantung

Penyebab berupa gagal jantung kronik diatasi jika memungkinkan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

4 Sirosis Alkoholik atau

mikronodular Nodul kecil terbentuk dikarenakan adanya agen patologi yang terus-menerus

Berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol

Pembentukan skar dan deposit jaringan kolagen Regenerasi nodul sangat kecil. Struktur lobular normal mengalami kerusakan

Mirip dengan sirosis postnekrotik

Biopsi hati: riwayat penyalahgunaan alkohol, peningkatan Aspartat Aminotransferase (AST), peningkatan bilirubin, anemia. Prognosis tergantung komplikasi dan keberlanjutan konsumsi alkohol

Koreksi defisiensi vitamin dan mineral misalnya folate, thiamine, pyridoxine,vitamin K, magnesium dan fosfat; mengatasi komplikasi yang muncul misalnya ferrous sulfate untuk anemia, vasopresin IV untuk varises esophageal, diet rendah protein untuk ensefalopati hepatik, dan vitamin K untuk mengatasi kerentanan perdarahan.

Data dari Chung, R.T., & Podolsky,D.T. (2005). Cirrhosis and its complication. In E. Braunwald,et al. (Eds). Harrison’s principles of internal

medicine. (16th ed,.pp 1858-1869). New York: McGraw-Hill.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Dua masalah utama sirosis hepatis adalah penurunan fungsi hati

dan hipertensi portal (Black & Hawks, 2009). Berkembangnya dan

munculnya manifestasi klinis hipertensi portal mempunyai dampak yang

besar terhadap prognosis sirosis hepatis. Berikut ini adalah prognosis pada

berbagai tingkatan sirosis hepatis:

Tabel 2.3 Prognosis Sirosis Hepatis pada Berbagai Tingkatan

No Tingkatan Tingkat mortalitas/tahun 1 Tidak ada varises, tidak ada asites 1% 2 Ada varises, tidak ada asites 3,4% 3 Ada varises, ada asites 20% 4 Perdarahan varises, ada asites 57% (Long & Scott, 2005)

Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis

pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Variabelnya berupa kadar

bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati, serta status nutrisi.

Klasifikasi ini terdiri dari Child A,B, dan C yang berkaitan dengan

kelangsungan hidup selama satu tahun.

Tabel 2.4. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hepatis dalam Terminologi

Cadangan Fungsi Hati

No Derajad Kerusakan Minimal Sedang Berat 1 Serum bilirubin (mu.mol/dl) <35 35-50 >50 2 Serum albumin (gr/dl) >35 30-35 <30 3 Asites Nihil mudah dikontrol Sulit 4 Ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma 5 Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus

(Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo, 2006).

Hasil klasifikasi adalah sebagai berikut:

Child A: 5-6 poin dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun adalah

100%.

Child B: 7-9 poin dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun adalah

80%

Child C: 10-15 poin dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun adalah

45%.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab sirosis hepatis yang paling sering di negara barat adalah

konsumsi alkohol, sedangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus

hepatitis B dan hepatitis C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus

hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,

sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus

bukan B dan C (non B non C) (Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo, 2006). Berikut ini

adalah penyebab sirosis hepatis secara lebih detail:

Tabel 2.5. Etiolgi Sirosis Hepatis

No Etiologi 1 Virus hepatitis (B,C, dan D) 2 Alkohol 3 NASH (Nonalkoholik steatohepatis) 4 Metabolik:

- Kelebihan besi - Kelebihan tembaga (penyakit Wilson) - Defisiensi antitrypsin !1

- Glikogenesis tipe 4 - Galaktosemia - Tyrosinemia

5. Sirosis bilier primer 6. Kolangitis sklerosing primer 7. Terhentinya aliran keluar vena hepatik

- Sindrom Budd-Chiarii - Gagal jantung

8. Hepatitis autoimun 9. Toksin dan obat-obatan, misalnya methotrexate, amidarone

Sumber: (Burroughs, Dooley, Heathcoke & Lok, 2011)

Selain faktor diatas, terjadinya sirosis hepatis juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin laki-laki, obesitas. Beberapa faktor di

atas berinteraksi satu sama lain sehingga menyebabkan sirosis hepatis. Proses

penyakit progresif akan semakin dialami pasien hepatitis B atau C yang

mengonsumsi alkohol. Pasien heterozigot untuk defisiensi $-1-antytripsin dengan

kondisi obesitas akan lebih banyak mengalami manifestasi klinis sirosis hepatis.

Risiko berkembangnya sirosis hepatis juga tergantung pada usia dan jenis

kelamin, lamanya terpajan penyakit, dan kondisi imun. Progresi fibrosis pada

pasien sirosis hepatis akan lebih cepat pada pasien dengan usia yang lebih tua dan

terus meningkat selama terinfeksi. Pasien diabetes melitus dengan kondisi insulin

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

yang resisten atau kondisi imunosupresi rentan mengalami sirosis hepatis akibat

beberapa etiologi di atas (Burroughs, Dooley, Heathcoke & Lok, 2011).

2.2.3 Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi ketika aliran darah, cairan empedu, dan hasil

metabolisme hepatik terganggu oleh adanya fibrosis dan perubahan hepatosit,

kandung empedu, saluran vaskular, dan sel retikular. Dua masalah utama yang

muncul dari proses perjalanan penyakit sirosis hepatis adalah defisiensi fungsi hati

dan hipertensi portal (Black & Hawks, 2009). Berikut ini adalah skema perjalanan

penyakit sirosis hepatis:

(Terlampir).

2.2.4 Manifestasi Klinis

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis (Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo,

2006). Pasien mengetahui kondisi sirosis hepatis secara tiba-tiba ketika sedang

memeriksakan kesehatan untuk masalah lain. Pada tahap awal sirosis ditemukan

adanya pembesaran hati (hepatomegali), perubahan vaskular, dan hasil

laboratorium abnormal. Hasil palpasi hati akan teraba tegas dan bernodul (Black

& Hawks, 2009).

Pada fase kompensasi, sirosis belum menunjukkan gejala yang berarti.

Pasien dapat dikatakan suspek sirosis jika terdapat spider vaskular (spider nevi),

erythema palmar, dan edema tungkai. Diagnosis penyakit diperkuat dengan

adanya hepatomegali yang tegas, khususnya di daerah epigastrium serta

pembesaran kelenjar limpa (splenomegali). Hasil laboratorium mungkin

menunjukkan hasil yang normal atau sedikit peningkatan kadar serum

transaminase atau $-glutamyl transpeptidase (Burroughs, Dooley, Heathcote, &

Lok, 2011).

Pada tahap selanjutnya, sirosis akan berkembang ke arah komplikasi yang

lebih lanjut dengan fisiologi dasar: asites yang disebabkan oleh malnutrisi,

hipertensi portal, hipoalbunemia, dan hiperaldosteronism; perdarahan

gastrointestinal yang disebabkan oleh varises esophagus, hipotrombinemia,

trombositopenia, dan hipertensi portal serta sering menyebabkan encephalopathy.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Anemia, trombositopenia, dan leukopenia terjadi karena adanya pembesaran

kelenjar limpa (splenomegali). Splenomegali mengindikasikan adanya hipertensi

portal. Selain itu, hipertensi portal menyebabkan vena dinding abdomen menonjol

dan terjadinya hemoroid internal (Black & Hawks, 2009). Pada kondisi ini pasien

sudah berada pada fase dekompensasi transpeptidase (Burroughs, Dooley,

Heathcote, & Lok, 2011).

Infeksi rentan terjadi pada pasien sirosis hepatis. Hal ini disebabkan oleh

pembesaran dan peningkatan kerja kelenjar limpa yang berakibat terjadinya

leukopenia. Selain itu, bakteri yang terbawa di peredaran darah vena porta

melewati hati dan tidak didetoksifikasi oleh sel Kupffer sehingga berakibat infeksi

(Black &Hawks, 2009).

Amonia yang tidak segera dibuang dalam waktu lama oleh hati

menyebabkan akumulasi toksik di otak dan menyebabkan ensephalopaty.

Kegagalan fungsi hati yang cepat dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal.

Selain itu, hasil laboratorium akan menunjukkan kerusakan fungsi hepatoselular:

peningkatan enzim hati (AST [Aspartat Aminotransferase], ALT [Alanin

Aminotransferase], dan LDH [Lactate Dehydrogenase], hipoalbuminemia,

anemia, dan perpanjangan Protombin Time (PT) (Black & Hawks, 2009).

2.2.5 Komplikasi

2.2.5.1 Hipertensi Portal

Aliran darah normal ke dan dari hati tergantung pada fungsi vena portal

yang sesuai (70% aliran masuk), arteri hepatik (30% aliran masuk), dan vena

hepatik (aliran keluar). Hipertensi portal terjadi ketika tekanan darah di sistem

vena portal meningkat secara terus menerus akibat peningkatan resistensi atau

obstruksi aliran darah ke dalam hati melalui sistem vena portal. Tekanan darah

normal di sistem vena portal adalah 5-10 mmHg. Hipertensi portal terjadi ketika

tekanan meningkat 5 mmHg lebih tinggi dari tekanan di vana cava inferior.

Sistem kolateral terbentuk sebagai usaha tubuh untuk menyeimbangkan tekanan

di kedua sistem vena (Black & Hawks, 2009).

Manifestasi klinis hipertensi portal adalah pembuluh darah epigastrik yang

tampak berliku-liku yang bercabang dari area umbilicus ke area sternum dan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

tulang rusuk (caput medusa), kelenjar limpa yang mengalami pembesaran dan

terpalpasi (splenomegali), bruits yang terauskultasi di atas abdomen, dan asites.

Pembentukan sistem kolateral dapat berakibat rupturnya pembuluh darah dan

menyebabkan perdarahan esophagus. Berikut ini adalah manifestasi klinis

perdarahan esophagus akibat hipertensi portal: tekanan darah $ 90/60 mmHg;

kecepatan denyut nadi % 100 x/menit; kulit dingin dan berkeringat; kekuatan

denyut nadi < 2+ dari skala 0-4+; Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik;

penurunan kemampuan orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu; serta merasa

lelah (Black & Hawks, 2009).

2.2.5.2 Asites

Asites adalah komplikasi utama sirosis yang terjadi pada 50% pasien

selama 10 tahun didiagnosis sirosis hepatis (Long & Scott, 2005). Asites adalah

akumulasi cairan di rongga peritoneum akibat hipertensi portal, rendahnya

tekanan onkotik, dan retensi natrium . Diagnosis asites ditegakkan berdasarkan

hasil pemeriksaan paracentesis, studi x-ray abdomen, ultrasonografi (USG), atau

Computed Tomography (CT) scan yang menunjukkan lokasi cairan di rongga

abdomen (Black & Hawks, 2009). Selain itu, pasien dengan sirosis hepatis akan

menunjukan adanya fluid wave dan shifting dullness ketika dilakukan

pemeriksaan fisik abdomen. Berat badan dan lingkar perut akan bertambah setiap

hari yang mengindikasikan penambahan akumulasi cairan di rongga abdomen.

2.2.5.3 Ensephalopaty Hepatik

Ensephalophaty hepatik adalah salah satu komplikasi sirosis hepatic yang

dapat memengaruhi kualitas hidup pasien (Long & Scott, 2005). Ensephalopaty

hepatik disebabkan oleh ketidakmampuan hati mengkonversi amonia menjadi

urea untuk diekskresikan dari dalam tubuh. Amonia bersifat toksik dan depresan

bagi sistem saraf pusat. Oleh karena itu, fase awal komplikasi ini yang

terobservasi adalah penurunan kesadaran, bingung, kelelahan, kejang, koma

ireversibel sampai fase terminal.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!!""

Universitas Indonesia

2.2.6 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis

Penatalaksanaan umum sirosis hepatis yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Memonitor komplikasi, yaitu hipertensi portal, asites, dan ensephalopaty

hepatik.

b. Memaksimalkan fungsi hati, yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

- Diet bernutrisi: protein 75-100 g/hari jika tidak terdapat tanda

ensephalopaty hepatik.

- Restriksi cairan dan sodium jika terdapat edema.

- Diet tinggi kalium jika pasien mendapat terapi diuretic thiazid

- Pemberian suplemen vitamin B dan A,D,E,K

- Istirahat yang adekuat untuk memaksimalkan regenerasi hati

- Pemberian kortikosteroid untuk menurunkan manifestasi klinis sirosis dan

meningkatkan fungsi hati

c. Menghindari hepatotoksin, misalnya menghindari konsumsi alkohol

d. Mencegah infeksi, dengan menganjurkan istirahat adekuat, diet yang sesuai,

menghindari zat hepatotoksin.

(Black & Hawks, 2009).

2.3 Diet Hepar Pada Pasien Sirosis Hepatis

Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang mengatur produksi cairan

empedu dan memfasilitasi metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin

(Grodner, Long, & Walkingshaw, 2007). Gangguan fungsi hati menyebabkan

ketidakseimbangan metabolisme dan status nutrisi. Morgan dan Weinsier (1998)

menambahkan bahwa penurunan status nutrisi secara progresif akan

memperburuk kerusakan hati yang terjadi (Grodner, Long, & Walkingshaw,

2007).

Manifestasi klinis utama sirosis hepatis disebabkan oleh kekurangan

protein dasar dan gangguan metabolik multipel (Williams, 1999). Black dan

Hawks (2009) menyatakan bahwa kerusakan sel-sel hati juga menurunkan

kemampuan hati dalam mensintesis albumin dalam jumlah normal sehingga kadar

albumin dalam darah rendah (hipoalbuminemia), yang merupakan salah satu

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

faktor penyebab terjadinya asites. Oleh karena itu, diperlukan diet nutrisi yang

tepat untuk memperbaiki fungsi hati. Dalam hal ini, diperlukan diet tinggi protein

untuk memperbaiki kondisi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh, regenerasi jaringan fungsional hati, dan meningkatkan protein plasma.

Akan tetapi, jika terdapat tanda-tanda ensephalopaty hepatik, pengurangan jumlah

protein harus dilakukan sesuai dengan toleransi pasien (Williams, 1999).

Malnutrisi energi dan protein biasa terjadi pada pasien dengan sirosis

hepatis. Intake energi kurang lebih 2500-3000 kalori (Black & Hawks, 2009). Diet

harus mengandung protein minimal 0,8 gr/kg BB/hari. Kadar protein perlu

ditingkatkan menjadi 1,2 – 1,5 gr/kg BB/hari untuk mencegah pemecahan protein

endogen. Restriksi protein harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi

malnutrisi. Jika terdapat tanda-tanda ensephalopaty hepatik, pemberian formula

asam amino rantai bercabang dengan restriksi asam amino aromatik dapat

diberikan untuk memastikan intake protein yang adekuat. Restriksi protein kurang

dari 0,5 gr/kg BB/hari berakibat pemecahan protein endogen dan penurunan status

nutrisi lebih lanjut (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2007).

Restriksi natrium dan cairan perlu dilakukan untuk mengurangi asites dan

edema pada pasien sirosis hepatis. Intake natrium harus kurang dari 2 gr/hari pada

pasien dengan asites atau edema. Jika asites dan edema sudah resisten dengan

terapi diuretik yang dilakukan, maka restriksi natrium perlu ditingkatkan menjadi

kurang dari 1 gr/hari. Restriksi cairan biasanya dimulai dari 1000-1500 cc/hari

tergantung pada respon pasien (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2007).

Defisiensi protein biasanya juga terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis.

Oleh karena itu, pasien perlu diberikan tambahan intake vitamin, misalnya folate,

vitamin B12, thiamin, dan vitamin A,D,E,K. Contoh diet hepar tinggi protein,

tinggi kalori, dan moderat lemak adalah sebagai berikut: susu 1 liter; telur 1-2

butir; ikan 224 gr; sayuran: kentang atau penggantinya 2 kali penyajian, sayuran

hijau atau kuning 1 kali penyajian, sayuran lain 1 kali penyajian; buah 3-4 kali

penyajian termasuk jus; nasi, roti, atau sereal 6-8 kali penyajian; mentega 2-4

sendok teh; jeli atau madu sesuai dengan keinginan makan pasien (Williams,

1999). Komposisi makanan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan toleransi pasien.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

2.4 Diet Putih Telur Pada Pasien Sirosis Hepatis

Putih telur adalah salah satu sumber makanan yang mengandung tinggi

protein dan rendah lemak. Don Amerman (2013) mengatakan bahwa diet protein

sehat yang dianjurkan bagi penderita sirosis hepatis adalah makanan dengan

kandungan tinggi protein dan rendah lemak dan salah satu contoh sumber

makanan ini adalah putih telur. Fakta ini didukung oleh pernyataan Khomsan

(2006) yang mengatakan bahwa dalam satu butir putih telur mengandung 3 gr

protein dengan sedikit lemak.

Dalam 100 gr putih telur terkandung energi 48 Kkal; 87,3 gr air; 11,1 gr

protein; 0,2 gr lemak; 0,4 gr karbohidrat; dan 0,7 gr mineral. Fraksi protein yang

terkandung secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: Ovomucoid 11%;

Ovalbumin 54 %; Ovotransferrin 12-13 %; Lysozym 3,4-3,5 %; Ovomucin 1,5-

3,5%; G2 Ovoglobulin 1 %; G3 Ovoglobulin 1%; Ovoflavoprotein 0,8%;

Ovostatin 0,5%; Cystatin 0,05%; Avidin 0,05 %; dan sisanya adalah komponen

glikoprotein seperti Thiamin berikatan dengan protein, Glutamyl aminopeptidase,

Minor glycoprotein 1, dan Minor glycoprotein 2 (Besler, 1999). Komponen

protein dalam putih telur ini biasanya langsung dapat dimanfaatkan oleh darah

untuk meningkatkan kadar protein plasma (Khomsan, 2006). Fakta ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan Taylor et al (2011) yang menjelaskan

bahwa konsumsi 100 gr putih telur setiap hari selama 6 minggu dapat

meningkatkan 0,19 g/dL serum albumin.

Fakta dan penelitian ini mendukung intervensi diet putih telur yang

diberikan kepada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites. Pasien diberikan

diet hepar yang mengandung tinggi protein, tinggi kalori, dan kandungan lemak

yang moderat. Jumlah protein minimal yang diberikan kepada pasien sebesar 0,8

gr/kg BB/hari. Sumber protein utama pada menu diet pasien adalah putih telur.

Sumber protein lain dapat dikombinasikan dengan sumber makanan lain seperti

tahu, tempe, ikan, buncis, tauge, dan rebung (University of Michigan Health

System, 2011). Diet putih telur ini diharapkan dapat melengkapi penatalaksanaan

hipoalbuminemia yang merupakan salah satu penyebab komplikasi asites pada

pasien sirosis hepatis.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

! "#! ! Universitas Indonesia!!

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

3.1 Pengkajian Keperawatan

Informasi Umum

Nama: Tn Bambang Suhartono Usia: 70 tahun

Tanggal lahir : 10 November 1942 Jenis kelamin: laki-laki

Suku Bangsa : Jawa Tanggal masuk: 14 Mei 2013

Waktu : pukul 22.30 WIB Dari: Intalasi Gawat Darurat (IGD)

RSPAD Gatot Soebroto

Sumber informasi: klien, keluarga (anak dan istri)

Keabsahan : 4

Aktivitas/Istirahat

Gejala (Subjektif)

Pekerjaan : pensiun TNI AD Aktivitas/hobi: membaca

Aktivitas waktu luang : ngobrol dengan anggota keluarga (istri, anak, atau cucu)

Perasaan bosan/tidak puas : “klien mengatakan sudah bosan dirawat di RS dan

ingin segera pulang ke rumah”.

Keterbatasan karena kondisi : “merasa sulit untuk berjalan karena kedua tungkai

kaki bengkak dan perut terasa begah karena terisi cairan”.

Tidur jam 21.00 – 04.00; Tidur siang: tidak pernah; Kebiasaan tidur: merintih

Insomnia: tidak ada

Klien mengatakan merasa segar setelah bangun tidur

Tanda (Objektif)

Respon terhadap aktivitas yang teramati:

Kardiovaskuler: meningkat ketika beraktivitas (nadi: 95 x/menit)

Pernapasan: meningkat ketika beraktivitas (napas: 22 x/menit)

Status mental: sadar, GCS: E4M6V5

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Pengkajian Neuromuskular

Massa/tonus otot : sebanding di keempat ekstremitas

Postur : tegap; Tremor: tidak ada

Rentang gerak : sempurna di keempat ekstremitas

Kekuatan otot:

5 5 5 5 5 5 5 5

3 3 4 4 4 4 3 3

Sirkulasi

Gejala (Subjektif)

Riwayat tentang hipertensi : ada; Masalah jantung: tidak ada

Flebitis : tidak ada; Penyembuhan lambat: tidak ada

Klaudikasi : tidak ada

Ekstremitas: kesemutan: tidak ada; Kram: ada di kedua ekstremitas inferior

Batuk/hemoptisis : tidak ada

Perubahan frekuensi/jumlah urin : “klien mengatakan jumlah urin lebih sedikit

dari biasanya”

Tanda (Objektif)

Tekanan darah: 160/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Gap auskultatori: -

Nadi (palpasi) : karotis: ada; radialis: ada

Jantung (palpasi)

Getaran: ada; Dorongan: tidak ada

Bunyi jantung: S1,S2; irama teratur; kualitas: kuat

Friksi gesek: tidak ada; murmur: tidak ada

Bunyi napas: desiran vaskular: tidak ada; Distensi vena jugularis: 5 + 2 cmH2O

Ekstremitas: hangat, warna kemerahan

Pengisian kapiler (capillary refill time/ CRT): < 3 detik

Tanda homans: tidak ada; varises: ada (varises esophagus grade 3

berdasarkan hasil esofago gastro duodenoskopi 28 Mei 2013)

Abnormalitas kuku: tidak ada

Penyebaran/kualitas rambut: rambut tersebar merata, kualitas baik

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Warna:

Membran mukosa: pink, bibir: pink, lembab

Punggung kuku: pink, konjungtiva: anemis; sclera: tidak ikterik

Diaforesis: tidak ada

Integritas Ego

Gejala (Subjektif)

Faktor stress: “masalah penyakit liver yang sudah kambuh untuk kali kedua”

Cara mengatasi stress: “berdoa, bersabar, dan menjalani terapi yang dianjurkan

dokter dan perawat”.

Masalah finansial: “tidak ada, biaya kesehatan klien sudah ditanggung oleh

ansuransi kesehatan. Selain itu, anak laki-laki klien yang saat ini bekerja di Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) Jakarta bertanggung jawab terhadap segala biaya

pemeliharaan kesehatan klien”.

Status hubungan : menikah

Faktor-faktor budaya : perkotaan

Agama : Islam

Gaya hidup : berkecukupan

Perubahan terakhir: tidak ada

Status emosi: tenang

Tanda (Objektif)

Respon fisiologis yang terobservasi

Klien tampak menghela napas ketika bercerita bahwa tidak jadi (gagal)

menunaikan ibadah haji bersama anak laki-lakinya dikarenakan sakit liver

kambuh.

Eliminasi

Gejala (Subjektif)

Pola Buang Air Besar (BAB): sudah dua hari belum BAB

BAB terakhir: dua hari yang lalu; Karakter feses: keras, berwarna coklat

Perdarahan: tidak ada; Hemoroid: tidak ada; Konstipasi: ada

Penggunaan laksatif: ada

Pola Buang Air Kecil (BAK): lebih sedikit dari biasanya; Inkontinensia: tidak ada

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Karakter urin: kuning agak oranye, jernih

Nyeri/rasa terbakar/kesulitas BAK: tidak ada

Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada

Penggunaan diuretic: ada, yaitu lasix 2 ! 40 mg IV

Tanda (Objektif)

Abdomen:

Abdomen tampak buncit, mengkilat, dan tegang. Lingkar perut: 103 cm

Nyeri tekan: ada, di area ulu hati

Hati dan limpa: sulit terpalpasi

Massa: tidak ada

Shifting dullness: ada, fluid wave: ada

Bising usus (BU): ada di keempat kuadran, BU: 5x/menit

Hemoroid: tidak ada

Perubahan kandung kemih: ada; BAK sering setelah mendapat terapi diuretic

Makanan/Cairan

Diit biasa (tipe): diit hepar tipe 4, protein 75 gr/hari; jumlah makanan: 1900

kalori/hari

Makan terakhir/masukan: nasi, 1 potong tahu, sayur, buah papaya 1 potong

Pola Diit:

Pagi: nasi, sayur, 1 potong ikan, 1 potong sedang tahu, 1 gelas susu

Siang: nasi, sayur kacang, 1 potong sedang tempe, 1 potong buah papaya

Malam: nasi, sayur buncis, 1 butir telur rebus, 1 potong sedang tahu

Makan selingan: krekers, kue manis pada sore hari

Minuman: 1 gelas jus, 3 gelas air putih

Kehilangan selera makan: tidak ada; Mual/muntah: tidak ada

Nyeri ulu hati/salah cerna: ada, yang berhubungan dengan riwayat magh

Disembuhkan oleh: makan sedikit tetapi sering

Alergi/intoleransi makanan: udang

Masalah mengunyah/menelan: tidak ada

Berat badan (BB) biasa: 52 kg,

Perubahan BB: ada, BB bertambah selama perut membuncit dan kaki bengkak

Penggunaan diuretic: ada

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Riwayat penyakit hati: ada, pasien pernah dirawat di RSPAD Gatot Soebroto

tahun 2010 dengan keluhan perut membuncit yang lebih besar dari saat ini dan

kaki bengkak.

Tanda (Objektif)

BB sekarang: 61 kg, Tinggi badan (TB): 165 cm

Turgor kulit: elastis; Membran mukosa: lembab

Edema: ekstremitas inferior bilateral ada, pitting edema +4

Asites : ada (berdasarkan hasil USG abdomen 20 Mei 2013)

Periorbital: tidak ada

Distensi vena jugularis: ada, 5+2 cmH2O

Pembesaran tiroid: tidak ada; Hernia/massa: tidak ada; Halitosis: tidak ada

Kondisi gigi/gusi: baik (tidak ada masalah dengan perdarahan)

Bunyi napas: ronkhi ada, cracels tidak ada, wheezing tidak ada

Higiene

Gejala (Subjektif)

Aktivitas sehari-hari: partial

Mobilitas: mandiri dengan sedikit dibantu; Makan: mandiri

Higiene: mandiri dengan sedikit dibantu; Berpakaian: mandiri dengan sedikit

dibantu

Toileting: mandiri dengan sedikit dibantu

Pemakaian alat bantu/prostetik: tidak ada

Tanda (Objektif)

Penampilan umum: tampak bersih dan rapi

Cara berpakaian: tampak rapi; Bau badan: tidak ada

Kondisi kulit kepala: bersih; Adanya kutu: tidak ada

Neurosensori

Gejala (Subjektif)

Rasa ingin pingsan/pusing: tidak ada

Sakit kepala: kadang-kadang

Kesemutan/kebas: ada, di ekstremitas inferior

Stroke/gejala sisa: tidak ada

Kejang: tidak ada

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Mata: kehilangan penglihatan: tidak ada

Telinga: kehilangan pendengaran: tidak ada

Epistaksis: tidak ada

Tanda (Objektif)

Status mental: sadar, GCS: E4M6V5

Terorientasi waktu, tempat, orang: iya

Kesadaran: Compus Mentis; Mengantuk: tidak

Kooperatif: iya

Memori saat ini dan yang lalu: baik

Kaca mata: tidak; Alat bantu dengar: tidak

Genggaman tangan/lepas: kuat/sama

Nyeri/Tidak Nyaman

Gejala (Subjektif)

Lokasi: ulu hati; Intensitas: 4 dari skala 10; Frekuensi:kadang-kadang

Kualitas: sakit tumpul; Penjalaran: tidak ada

Tanda (Objektif)

Wajah mengerut saat dipalpasi di area ulu hati

Menjaga area yang sakit: iya

Penyempitan fokus: tidak ada

Respon emosional: tampak tetap tenang dan sabar

Pernapasan

Gejala (Subjektif)

Dispnea: ada

Riwayat: bronchitis: tidak ada; Asma: tidak ada

Tuberkulosis: ada; Emfisema: tidak ada

Pneumonia kambuhan: tidak ada

Perokok: tidak (dulu iya)

Penggunaan alat bantu napas: ada, O2 3 lpm per nasal kanul

Tanda (Objektif)

Pernapasan: frekuensi: 22 x/menit

Penggunaan otot aksesori: ada; Napas cuping hidung: ada

Fremitus: tidak ada

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Bunyi napas: ronkhi ada, cracels tidak ada, wheezing tidak ada

Sianosis: tidak ada

Fungsi mental/gelisah: ada ketika dispnea

Keamanan

Gejala (Subjektif)

Alergi/sensitivitas: ada, reaksi gatal-gatal pada kulit

Faktor pencetus: makanan (udang)

Perubahan sistem imun sebelumnya: tidak ada

Riwayat penyakit hubungan seksual: tidak ada

Perilaku risiko tinggi: tidak ada

Transfusi darah: tidak ada

Riwayat cedera kecelakaan: tidak ada

Fraktur: tidak ada; Artritis: tidak ada

Masalah punggung: tidak ada; Pembesaran nodus: tidak ada

Alat ambulatory: tidak ada

Tanda (Objektif)

Suhu tubuh: 36,8o C; Diaforesis: tidak ada

Integritas kulit: baik

Cara berjalan: tegap, tetapi agak menunduk akibat pembengkakan tungkai

bilateral dan asites.

Seksualitas

Aktif melakukan hubungan seksual: iya; Pembesaran prostat: tidak ada

Kesulitan seksual: tidak ada

Perubahan terakhir dalam frekuensi: ada, sejak sakit dan dirawat di RS

Interaksi Sosial

Gejala (Subjektif)

Status pernikahan: menikah

Hidup dengan: istri

Masalah/stress: kondisi sakit yang menghalangi untuk menunaikan umrah.

Orang pendukung lain: istri, anak, dan cucu.

Peran dalam struktur keluarga: sebagai kepala keluarga

Perubahan bicara: tidak ada

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Tanda (Objektif)

Bicara: jelas

Komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat lain:

“sering berbicara dengan istri dengan memandang matanya, postur rileks”

Pola interaksi keluarga: istri duduk di samping tempat tidur, rileks, keduanya

tampak berbicara satu sama lain tentang suatu hal, kadang-kadang tampak

bercanda.

Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala (Subjektif)

Bahasa dominan: bahasa Indonesia; Melek huruf: iya

Tingkat pendidikan: pendidikan TNI

Ketidakmampuan belajar (khusus): tidak ada

Keyakinan kesehatan yang dilakukan: berdoa agar lekas sembuh

Faktor risiko keluarga:

Diabetes: tidak ada; Tuberkulosis: tidak ada

Penyakit jantung: tidak ada; Stroke: tidak ada

Tekanan darah tinggi: ada; Epilepsi: tidak ada

Penyakit ginjal: tidak ada; kanker: tidak ada

Penyakit jiwa: tidak ada; Lain-lain: liver ada, ibu pasien

Tabel 3 Daftar Obat Pasien

No Obat Dosis Waktu Tujuan 1 Lasix 2 x 40 mg IV 05, 15 Untuk meningkatkan diuresis,

membuang cairan yang berlebih dari dalam tubuh

2 KSR 3 x 1 tablet 05, 13, 21 Untuk mengatasi dan mencegah hipokalemia

3 Lactulac 3 x 30 ml PO 05, 13, 21 Untuk mengatasi konstipasi, mencegah portal sistemik enchepalopaty akibat peningkatan kadar ammonia dalam darah

4 Propanolol 2 x 10 mg 05, 17 Untuk mengatasi hipertensi, menekan aktivitas renin, mengurangi kontraktilitas jantung dan mencegah aritmia jantung

5 Curcuma 2 x 1 tablet 5,17 Untuk mengatasi anoreksia dan jaundice akibat penyumbatan saluran empedu

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!!""

Universitas Indonesia

Penggunaan alkohol: tidak ada

Diagnosis saat masuk per dokter: sirosis hepatis

Alasan dirawat per pasien: sesak napas memberat sejak 1 hari sebelum masuk RS.

Sejak 1 tahun yang lalu perut dirasa semakin membuncit, kaki bengkak.

Riwayat keluhan terakhir: perut buncit dan terasa begah, kaki bengkak

Harapan pasien terhadap perawatan: klien ingin segera sembuh, cairan berlebih

dalam tubuh (perut dan kaki) dapat dibuang, sehingga klien dapat berangkat

umrah.

Pertimbangan pemulangan:

Rencana pulang: belum diinformasikan oleh dokter

Sumber-sumber: Orang: istri, anak; Keuangan: asuransi kesehatan, biaya lain

ditanggung anak.

Antisipasi perubahan pola hidup: diit tinggi protein 75 gr/hari, rendah garam,

rendah lemak.

Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi (14 Mei 2013)

- Hb: 9,7 g/dL dari nilai normal 13-18 g/dL (#)

- Ht: 28% dari nilai normal 40-52% (#)

- Eritrosit: 2,6 juta sel/mm3 darah dari nilai normal 4,3-6 juta

sel/mm3 darah (#)

- Leukosit: 4600 sel/mm3 darah dari nilai normal 4800-10.800

sel/mm3 darah (#)

- Trombosit: 77000 sel/mm3 dari nilai normal 150.000 – 400.000

sel/mm3 darah (#)

Kimia klinik

- Albumin: 2,4 g/dL dari nilai normal 3,5-5,0 g/dL (#)

- Natrium (Na): 139 mmol/L dari nilai normal 135-147 mmol/L

- Kalium (K): 3,9 mmol/L dari nilai normal 3,5-5,0 mmol/L

- Klorida (Cl): 106 mmol/L dari nilai normal 95-105 mmol/L ($)

2. Rontgen Thorax Anterior Posterior

Kesan: tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

3. Analisis Gas darah (14 Mei 2013)

pH: 7,423 (N)

pCO2: 26,2 ($)

HCO3: 17,2 ($)

! Alkalosis respiratorik terkompensasi sempurna

4. Kimia klinik (17 Mei 2013)

Albumin: 2,6 g/dL ($)

5. USG Abdomen (20 Mei 2013)

Deskripsi:

Hepar: mengecil, echo meningkat, inhomogen, portal melebar, bilier

normal, sudut tumpul, permukaan irregular, asites (+)

Lien: membesar, echo normal, Vena lienalis tidak melebar

Kesan: sirosis hepatis, asites, splenomegali

6. Hematologi (22 Mei 2013)

- Hb: 9,9 g/dL ($)

- Ht: 29% ($)

- Eritrosit: 2,9 juta sel/mm3 darah ($)

- Leukosit: 4500 sel/mm3 darah ($)

- Trombosit: 97.000 sel/mm3 darah ($)

7. Kimia Klinik (27 Mei 2013)

- Protein total: 7,2 g/dL dari nilai normal 6-8,5 g/dL

- Albumin: 2,2 g/dL dari nilai normal 3,5 – 5,0 g/dL ($)

- Globulin: 5,0 g/dL dari nilai normal 2,5 – 3,5 g/dL (%)

8. Esophago Gastro Duodenoscopy

Hasil: skop masuk OES tanpa hambatan. Esofagus: lumen terbuka,

mukosa tampak varises besar, lebih dari ! lumen, kebiruan, stigmata

belum didapatkan. Gaster: lumen terbuka, mukosa didapatkan skin nake

appearance. Didapatkan hematin. Duodenum: lumen terbuka, mukosa

normal.

! Kesimpulan: varises esophagus grade 3.

9. Esofago Gastro Duodenoscopy (28 Mei 2013)

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

- Hasil: telah dilakukan ligasi varises esophagus ulangan pada jam

3,5,7 secara berturut-turut. Post tindakan perdarahan minimal.

- Kesimpulan: varises esophagus grade 3 post ligasi ulangan

sebanyak 3 ikatan

- Saran: kontrol EGD 3 bulan lagi. Optimalisasi terapi konservatif.

3.2 Diagnosis Keperawatan

Data Masalah Keperawatan 1) Data Subjektif (DS): Klien mengatakan:

- Pernah dirawat sebelumnya di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2010 dengan keluhan yang sama yaitu perut semakin buncit dan kaki bengkak

- Keluhan utama saat dirawat di RS saat ini adalah perut semakin buncit yang sudah dirasa sejak 1 tahun yang lalu. Kedua tungkai kaki bengkak

- Berat badan meningkat dari 52 kg menjadi 61 kg Data Objektif (DO): - Hasil pemeriksaan abdomen menunjukkan:

Abdomen tampak buncit, lingkar perut: 103 cm Hati dan limpa tidak terpalpasi Fluid wave ada Shifting dullness ada

- Edema tungkai bilateral ada, pitting edema +4 - Distensi vena jugularis: 5+2 cmH2O - Dispnea ada, ortopnea ada - Ht: 28% ($), Hb: 9,7 g/dL ($) - Penurunan keluaran urin, perubahan tekanan darah: 160/80

mmHg - Hasil USG abdomen: sirosis hepatis, asites (+)

Kelebihan volum cairan

2) DS: Klien mengatakan:

- Alasan utama dirawat di RS adalah sesak napas 1 hari sebelum masuk RS dan semakin memberat 4 jam sebelum masuk RS

- Sulit bernapas terutama ketika tidur dengan posisi terletang dengan posisi kepala datar

DO: - Kecepatan napas meningkat menjadi 22 x/menit - Napas cuping hidung (+), penggunaan otot aksesori (+) - Klien tampak sulit bernapas - Dispnea (+), orthopnea (+)

Pola napas tidak efektif

DS: Klien mengatakan:

- Merasa nyeri di ulu hati dan mempunyai riwayat magh - BB biasa: 52 kg dengan TB: 165 cm sehingga Indek Masa

Tubuh (IMT): 19,10

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

DO: Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan:

- Albumin: 2,6 g/dL ($) - Hb: 9,7 g/dL ($) - Ht: 28% ($)

Klien tampak kurus Konjungtiva anemis

Diagnosis Keperawatan:

1. Pola napas tidak efektif berhubungan peningkatan tekanan intraabdominal

(di diafragma)

2. Kelebihan volum cairan berhubungan dengan adanya retensi cairan,

hipoalbuminemia

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia, gangguan fungsi hati, dan penurunan absorbsi vitamin

yang larut dalam lemak.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosis Keperawatan 1:

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan

intraabdominal (di diafragma).

Tujuan: pola napas pasien efektif

Kriteria hasil:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien

akan:

- Mendemonstrasikan pola napas normal, kecepatan napas 14-16 x

menit, napas cuping hidung tidak ada,penggunaan otot aksesori

tidak ada, dispnea tidak ada.

- Melaporkan bisa bernapas dengan nyaman

- Mendemonstrasikan kemampuan mengontrol napas

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Rencana Intervensi:

Mandiri

1. Memonitor kecepatan napas, kedalaman, dan kemudahan untuk bernapas.

Kecepatan napas normal 14-16 x/menit.

Rasional: jika RR > 30 x/menit, terdapat gangguan fisiologis yang

signifikan.

2. Memonitor pola napas, mencatat adanya dispnea dan penyebabnya.

Rasional: pola napas normal individu adalah regular.

3. Menentukan tingkat keparahan dispnea dengan skala 0-10.

Rasional: skala 0 menunukkan tingkat terbaik, sedangkan skala 10

menunjukkan tingkat terburuk.

4. Mencatat penggunaan otot aksesori, retraksi dinding dada, kebingungan,

dan letargi

Rasional: tanda-tanda di atas menunjukkan peningkatan kesulitan bernapas

5. Mengauskultasi suara napas, mencatat penurunan atau tidak adanya suara

napas, cracels, wheezing.

Rasional: suara paru abnormal mengindikasikan patologi respiratori yang

dihubungkan dengan gangguan pola napas.

6. Menganjurkan pasien untuk memperlambat kecepatan bernapas, mengatur

pola napas, mendemonstrasikan kecepatan napas yang lebih lambat,

mempertahankan kontak mata, dan mendukung pasien.

Rasional: kehadiran perawat dan sikap perawat yang membantu

mengontrol pernapasan pasien dapat membantu menenangkan pasien.

7. Memposisikan pasien pada posisi semi fowler

Rasional: posisi semi fowler membantu memfasilitasi ekspansi paru

8. Mengajarkan relaksasi napas dalam, mendemonstrasikan, dan

menganjurkan pasien melakukan redemonstrasi dan menerapkannya untuk

membantu mengontrol pernapasan.

Rasional: teknik napas dalam efektif untuk menurunkan dispnea.

9. Meningkatkan aktivitas klien untuk berjalan 3x/hari jika klien mampu

mentoleransi.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Rasional: aktivitas yang ditemani dapat menurunkan dispnea dan

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.

10. Menjadualkan istirahat sebelum dan sesudah latihan aktivitas.

Rasional: pernapasan klien dengan dispnea dapat memburuk dengan

mudah dan mem butuhkan istirahat yang lebih banyak.

11. Memberikan makanan yang sedikit tetapi sering.

Rasional: makanan yang sedikit diberikan untuk menghindari usaha

ventilasi yang berlebih dan untuk menyimpan energi. Pasien dengan

dispnea seringkali makan dengan jumlah yang kurang karena pernapasan

lebih prioritas.

12. Menganjurkan klien untuk berlatih teknik napas dalam dengan interval

yang dianjurkan dan mengontrol batuk.

Rasional: untuk memfasilitasi pasien mengontrol pernapasannya secara

mandiri.

Kolaborasi

13. Memberikan terapi O2 yang diresepkan

Rasional: pemberian O2 dapat memperbaiki hipoksia penyebab dispnea.

14. Memastikan bahwa pasien dengan dispnea telah mendapat obat, terapi O2,

dan tindakan yang dibutuhkan.

Rasional: tindakan dilakukan untuk mengatasi periode dispnea akut.

15. Memonitor saturasi O2 secara berkala dengan pulse oksimetri

Rasional: jika saturasi O2 < 90% (normal 95-100%) atau PaO2 <80

mmHg (normal 80-100 mmHg) mengindikasikan masalah oksigenasi yang

signifikan.

Discharge Planning

- Mengajarkan teknik napas dalam kepada pasien dan keluarga

- Mengajarkan tentang dosis, reaksi, dan efek samping obat

- Mengajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Diagnosis Keperawatan 2:

Kelebihan volum cairan berhubungan dengan adanya retensi cairan,

hipoalbuminemia

Tujuan: tercapai kondisi normovolemik pada pasien

Kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 x 24 jam diharapkan klien

akan:

- Terbebas dari edema, efusi, anasarka

- Mencapai berat badan yang sesuai untuk klien

- Mempertahankan bunyi paru yang bersih, tidak ada dispnea, dan

ortopnea

- Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular positif,

bunyi jantung gallop

- Mempertahankan tanda-tanda vital normal

- Menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah

kelebihan volum cairan yaitu pembatasan intake cairan dan

garam/natrium, dan pengobatan

- Menjelaskan tanda dan gejala yang mengindikasikan perlunya

segera konsul ke pusat layanan kesehatan.

Rencana Intervensi

Mandiri

1. Memonitor lokasi dan derajad edema

Rasional: edema mengindikasikan penurunan tekanan onkotik

2. Memonitor berat badan harian, menggunakan timbangan yang sama

serta tipe pakaian yang dipakai pasien sama, lebih baik dilakukan

sebelum sarapan

Rasional: perubahan berat badan mengindikasikan perubahan cairan

tubuh

3. Memonitor tanda-tanda vital, mencatat penurunan tekanan darah,

takikardia, takipnea, bunyi jantung gallop

Rasional: tanda-tanda di atas mengindikasikan gagal jantung

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

4. Mendengarkan bunyi paru akan adanya cracels, memonitor usaha

napas,mengobservasi adanya orthopnea.

Rasional: edema paru akibat perpindahan cairan dari ruang vaskular ke

intersisial paru dan alveoli, menyebabkan dispnea dan ortopnea.

5. Memonitor osmolalitas serum dan urin, serum sodium, ratio

BUN/kreatinin, abnormalitas hematokrit.

Rasional: pengukuran konsentrasi di atas akan menunjukkan hasil yang

abnormal pada kondisi kelebihan volum cairan.

6. Dengan posisi kepala elevasi 30-45o, monitor adanya distensi vena

jugular. Kaji adanya reflek hepatojugular positif

Rasional: peningkatan volum intravascular menyebabkan distensi vena

jugular dan reflek hepatojugular positif.

7. Memonitor efek samping terapi diuretik: hipotensi ortostatik,

hipovolemia, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,

hiponatremia)

Rasional: observasi hiperkalemia pada pasien dengan terapi potassium

sparing diuretik

8. Mengganti posisi kaki yang edema setiap 2 jam.

Rasional: jaringan edema rentan mengalami iskemia dan luka tekan

9. Menganjurkan pasien untuk istirahat.

Rasional: Bed rest dapat menstimulus diuresis

10. Memonitor balance cairan

Rasional: untuk memonitor efektivitas terapi diuretik

Kolaborasi

11. Memberikan terapi diuretik yang diresepkan dokter. Memastikan

bahwa tekanan darah adekuat sebelum injeksi diuretic per IV

Rasional: diuretik dapat meningkatkan diuresis sehingga dapat

mengurangi cairan berlebih dari dalam tubuh

12. Membatasi asupan sodium/garam

Rasional: restriksi sodium dapat mencegah retensi cairan lebih lanjut.

13. Memonitor serum albumin dan memberikan terapi albumin per IV jika

diperlukan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Rasional: serum albumin adalah contributor utama yang

mempertahankan tekanan onkotik

14. Melakukan restriksi cairan sesuai dengan anjuran dokter

Rasional: restriksi cairan dapat menurunkan volum intravaskuler.

Discharge Planning

- Menjelaskan tanda dan gejala kelebihan volum cairan serta

tindakan yang harus dilakukan

- Mengajarkan pasien yang mendapat terapi diuretik untuk

menimbang berat badan setiap pagi, dan melaporkan dokter jika

BB meningkat 3 pound atau lebih

- Mengajarkan pasien akan pentingnya restriksi garam dan cairan

- Mengajarkan cara pemberian diuretic yaitu dosis pertama di pagi

hari, selanjutnya dosis kedua tidak lebih dari pukul 16.00

- Memberitahukan/menginformasikan pasien tentang efek samping

diuretic: pusing, lemah, kram otot, bingung, gangguan

pendengaran, palpitasi jantung, hipotensi postural

Diagnosis Keperawatan 3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, gangguan fungsi hati, penurunan absorbsi vitamin yang larut dalam

lemak.

Tujuan: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 10 x 24 jam, diharapkan pasien

akan:

- Mencapai berat badan target yang diinginkan secara progresif

- Berat badan berada pada rentang normal untuk tinggi dan usia

pasien

- Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

- Mengonsumsi nutrisi secara adekuat

- Terbebas dari tanda-tanda malnutrisi

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Rencana Intervensi

Mandiri

1. Mengidentifikasi status nutrisi pasien dengan menghitung Indek Masa

Tubuh (IMT)

Rasional: IMT adalah salah satu indikator untuk menentukan status nutrisi

pasien. IMT < 20 mengindikasikan status nutrisi kurang.

2. Menimbang berat badan setiap minggu dengan waktu dan tipe pakaian

yang sama.

Rasional: untuk monitoring perubahan BB pasien

3. Mengidentifikasi kondisi/gejala yang dialami pasien yang berkontribusi

terhadap penurunan asupan nutrisi, misalnya rasa mual, muntah, nyeri

abdomen, atau rasa ‘begah’ di perut.

Rasional: untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan etiologi.

4. Memberikan makanan yang tidak terlalu padat dan kaya akan kandungan

protein, menyajikan dalam bentuk menarik dengan interval waktu tertentu.

Rasional: makanan yang tidak terlalu padat dan kaya akan kandungan

protein dapat diterima pasien sebagai makanan harian.

5. Melakukan modifikasi diet:

- Total asupan nutrisi pasien 2500-3000 kalori

- Diet harus mengandung cukup protein untuk perbaikan jaringan

tetapi tidak sampai mencetuskan ensepalopati hepatik:

mengandung 75 gr protein kualitas tinggi per hari.

- Diet harus mengandung cukup karbohidrat untuk mempertahankan

BB

- Diet harus membatasi asupan lemak dan garam: diet rendah lamak

dan garam

6. Menimbang BB, intake dan output, hitung kalori setiap hari

Rasional: untuk memonitor balance cairan dan nutrisi

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Kolaborasi

7. Memonitor hasil laboratorium, khususnya ammonia untuk melihat

perbaikan atau perburukan status nutrisi.

Rasional: jika kadar ammonia meningkat (kadar normal: 70-200 mg/dL di

darah dan 56-150 mg/dL di plasma), makanan tinggi protein harus

dibatasi.

8. Memberikan pengobatan antiemetik sebelum makan sesuai resep

Rasional: adanya mual dapat menurunkan nafsu makan.

9. Memberikan suplemen vitamin, misalnya A,D,E,K

Rasional: untuk memperbaiki kondisi malnutrisi akibat gangguan absorbsi

vitamin yang terlarut dalam lemak.

Discharge Planning

- Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi area yang dapat

dimodifikasi untuk meningkatkan nutrisi

- Membantu kebiasaan makan pasien/keluarga yang dapat

meningkatkan nafsu makan pasien

- Menjelaskan diet yang harus dilakukan pasien

3.4 Catatan Perkembangan Pasien

(Terlampir)

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

! ""! ! Universitas Indonesia!!

BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1Profil Lahan Praktik

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto adalah

rumah sakit tentara pusat yang berlokasi di Jalan Abdul Rahman Saleh nomor 24

Jakarta Pusat. Visi RSPAD Gatot Soebroto adalah menjadi rumah sakit

kebanggaan prajurit dengan misi utama menyelenggarakan fungsi perumahsakitan

tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Darat (TNI AD). Misi Khusus RSPAD Gatot Soebroto adalah

menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang profesional dan

bermutu serta menyeluruh bagi prajurit/PNS TNI AD dan keluarganya dalam

rangka meningkatkan kesiapan dan kesejahteraan. Selain itu RSPAD Gatot

Soebroto mempunyai misi tambahan yaitu sebagai sub sistem kesehatan nasional

yang ikut meningkatkan derajad kesehatan masyarakat melalui program pelayanan

masyarakat umum (RSPAD Gatot Soebroto, 2013).

Ruangan yang menjadi pelaksanaan praktik profesi Keperawatan

Kesehatan Masyarakat Perkotaan adalah Ruang Perawatan Umum lantai 6 (PU 6).

Karakteristik ruangan ini adalah ruang perawatan umum kelas 3 yang terdiri dari

11 kamar. Kamar 601 adalah ruang perawatan masalah kesehatan onkologi, 602

ruang perawatan masalah kesehatan ginjal hipertensi, 603 ruang perawatan

masalah kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT), 604 ruang perawatan

masalah kesehatan endokrin, 605 ruang perawatan masalah kesehatan neurologi,

606 ruang masalah kesehatan hepatik, 607 ruang masalah kesehatan

imunokompresi, 608 ruang masalah kesehatan integumen, 609 ruang masalah

kesehatan digestif, 610 ruang masalah kesehatan penyakit tropis, dan 611 ruang

pengawasan khusus. Masing-masing kamar terdapat enam tempat tidur, kecuali

kamar 601, 602, 603, 607 dan 611 yang hanya terdapat empat tempat tidur.

Jumlah perawat di PU 6 adalah 36 orang dengan pendidikan ners sebanyak 3

orang dan sisanya adalah pendidikan D3 keperawatan. Fokus praktik mahasiswa

adalah di kamar 606 dengan pasien gangguan hepatik, khususnya sirosis hepatis.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Selama mahasiswa praktik profesi di ruang PU 6 RSPAD Gatot Soebroto,

terdapat lima pasien dengan diagnosis medis sirosis hepatis dan satu di antaranya

meninggal dunia dikarenakan komplikasi hepatoma dan perdarahan varises

esophagus. Salah satu pasien sirosis hepatis tersebut dipilih dan dikelola

mahasiswa untuk dilakukan analisis atas intervensi yang telah dilakukan, yaitu Tn

B (70 tahun) dengan sirosis hepatis dan komplikasi asites.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan

Mahasiswa merawat pasien kelolaan Tn B (70 tahun) dengan diagnosis

medis sirosis hepatis e.c hepatitis C. mahasiswa merawat pasien kelolaan selama

16 hari yaitu dari awal pasien dirawat yaitu pada tanggal 15 Mei sampai pasien

pulang pada tanggal 30 Mei 2013. Pasien sudah pernah dirawat sebelumnya di

RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2010 dengan diagnosis medis sirosis hepatis,

dengan komplikasi asites. Pasien mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit

liver yaitu ibu pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat mengkonsumsi alkohol

ataupun jamu tradisional.

Sirosis hepatis yang dialami pasien disebabkan oleh hepatitis virus,

khususnya hepatitis C. Penyebaran virus hepatitis C biasanya melalui transfusi

darah, dialysis, maupun operasi. Penyebaran virus juga dapat terjadi secara

sporadik atau tidak diketahui asal infeksinya. Hal ini dihubungkan dengan sosial

ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku seksual yang berisiko tinggi.

Selain itu, infeksi dari ibu ke anak juga memungkinkan terjadinya penyebaran

virus. (Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, & Sudoyo, 2006).

Kondisi sosial ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku seksual

risiko tinggi biasanya dihubungkan dengan sisi negatif masyarakat urban. Arus

urbanisasi yang tinggi di negara berkembang seperti Indonesia yang diikuti

dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, berdampak pada outcome kesehatan yang

buruk. Selain itu, beberapa masalah kesehatan lingkungan seperti kebiasaan

merokok, makan makanan tinggi lemak tersaturasi, kepadatan penduduk dan

kualitas makanan yang buruk (makanan terinfeksi virus, makanan mengandung

zat kimia berbahaya) dapat menjadi faktor pencetus masalah kesehatan di

masyarakat urban atau perkotaan, misalnya hepatitis C. Infeksi virus hepatitis C

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

ini dapat menyebabkan terjadinya sirosis hepatis. Fakta ini didukung oleh

pernyataan Burroughs, Dooley, Heathcote, dan Lok (2011) yang mengatakan

bahwa sebagian besar kasus sirosis hepatis yang terjadi di negara berkembang

seperti Indonesia disebabkan oleh virus yang salah satunya adalah virus hepatitis

C.

Kondisi pasien saat dikelola mahasiswa sudah mengalami komplikasi

asites dengan edema tungkai bilateral (pitting edema +4) dan kondisi

hipoalbuminemia (albumin: 2,4 g/dL). Selama asites dan edema tungkai

bertambah, berat badan pasien meningkat dari 52 kg menjadi 61 kg. Hasil USG

abdomen pada tanggal 20 Mei 2013 menunjukkan bahwa pasien mengalami asites

dan splenomegali. Selain itu, hasil pemeriksaan Esophago Gastro Duodenoscopy

menunjukkan bahwa pasien mengalami varises esophagus grade 3.

Komplikasi asites yang dialami pasien disebabkan oleh adanya hipertensi

portal dan rendahnya tekanan koloid akibat hipoalbuminemia. Hipertensi portal

terjadi karena adanya hambatan aliran darah ke hati akibat pembentukan jaringan

fibrosis dan nodul sehingga tekanan vena portal meningkat. Peningkatan tekanan

vena portal menyebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik sehingga cairan

vaskuler berpindah ke intersisial, mengisi rongga-rongga kosong dalam tubuh

khususnya rongga perut (peritonium) yang merupakan bagian rongga terbesar

dalam tubuh. Selain itu, cairan vaskuler berpindah ke intersisial di ekstremitas,

khususnya ekstremitas bawah. Berkurangnya cairan vaskuler menyebabkan

penurunan suplai darah ke ginjal sehingga terjadi aktivasi sistem Renin-

Angiotensin-Aldosteron yang berdampak terjadinya retensi natrium dan cairan,

sehingga terjadi asites dan edema ekstremitas.

Peningkatan tekanan vena portal juga berakibat pada kongesti saluran

limpa yang memicu kebocoran plasma ke peritonium. Hilangnya protein plasma

dari sistem vena portal menyebabkan penurunan tekanan onkotik di sistem

vaskular. Hal ini berakibat sistem vaskuler tidak mampu mempertahankan cairan

tetap di pembuluh darah. Kondisi ini diperburuk dengan penurunan fungsi hati

dalam sistesis albumin, dimana albumin adalah komponen protein terbesar dalam

plasma darah. Kondisi hipoalbuminemia semakin menurunkan tekanan onkotik.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Proses penyakit yang dialami pasien dengan sirosis hepatis dapat

menimbulkan beberapa masalah keperawatan utama. Kondisi akumulasi cairan di

rongga abdomen dapat menekan diafragma dan mengganggu pengembangan paru

yang berakibat terganggunya pola napas pasien, sehingga muncul masalah

keperawatan pola napas tidak efektif. Kondisi asites dan edema ekstremitas juga

mengindikasikan adanya jumlah cairan yang berlebih di dalam tubuh yang

berakibat munculnya masalah keperawatan kelebihan volum cairan. Selain itu,

terganggunya fungsi hati dalam metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat

menyebabkan pasien mengalami penurunan jumlah protein plasma, penurunan

gula darah (hipoglikemia), dan malnutrisi, yang mendukung tegaknya masalah

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Peneliti tidak menemukan masalah dalam menegakkan masalah

keperawatan pola napas tidak efektif dan kelebihan volum cairan tubuh. Data-data

yang ditemukan pada pasien mendukung penegakkan masalah keperawatan

tersebut. Akan tetapi, peneliti menemukan satu masalah dalam menegakkan

masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Data-data biokimia [kadar albumin (2,6 g/dL), hemoglobin (9,7 g/dL)] dan

tanda klinis [pasien tampak kurus, konjungtiva anemis] mendukung tegaknya

masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Namun, data Index Masa Tubuh (IMT) yang menggunakan berat badan pasien

saat ini (61 kg) menunjukkan nilai IMT 22, 41 yang mengindikasikan status

nutrisi klien baik. Berat badan pasien yang mencapai 61 kg ini terjadi selama

pasien perutnya terus membesar dan kaki membengkak akibat kelebihan volum

cairan tubuh. Dengan demikian, data IMT yang menggunakan berat badan pasien

saat ini kurang valid untuk digunakan sebagai data pendukung tegaknya masalah

keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan

Dalam praktik profesi ini, peneliti berperan sebagai pemberi asuhan

keperawatan sekaligus sebagai peneliti. Peneliti melakukan beberapa intervensi

untuk menyelesaikan masalah keperawatan pasien. Intervensi yang dilakukan

berupa intervensi mandiri perawat, monitoring, dan kolaborasi dengan profesional

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

kesehatan lain. Peneliti juga berkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam

menyelesaikan masalah keperawatan pasien.

Masalah keperawatan yang kali pertama peneliti selesaikan adalah pola

napas tidak efektif. Pasien diposisikan semi fowler untuk memfasilitasi

pengembangan paru optimal. Selanjutnya pasien diberikan oksigen nasal kanul 3

liter per menit yang merupakan intervensi kolaborasi antara dokter dengan

perawat. Peneliti mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk membantu

mengatur pola napas pasien. Dechman dan Wilson (2004); Faager, Stahle, dan

Larsen (2008) menyatakan bahwa teknik relaksasi napas dalam dapat

meningkatkan penggunaan otot-otot interkostal, penurunan kecepatan napas,

peningkatan volum tidal, dan meningkatkan saturasi oksigen (Ackley & Ladwig,

2011). Carrieri-Kohlman dan Donesky-Cuenco (2008) mendukung keefektivan

teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan dispnea (Ackley & Ladwig,

2011).

Pada latihan relaksasi napas dalam, pasien diajarkan untuk menarik napas

melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menahan napas selanjutnya

menghembuskan napas secara perlahan melalui mulut. Setiap kali latihan relaksasi

napas dalam dilakukan minimal sebanyak tiga kali dan ditingkatkan secara

bertahap sesuai dengan toleransi pasien. Pasien juga dianjurkan untuk berlatih

relaksasi napas dalam dengan interval waktu tertentu yaitu minimal 3 kali dalam

sehari, yaitu setelah bangun tidur di pagi hari, setelah makan siang, dan sebelum

tidur di malam hari.

Peneliti melakukan intervensi monitoring untuk menyelesaikan masalah

pola napas tidak efektif pada pasien. Peneliti memonitor fungsi pernapasan seperti

kecepatan napas, kedalaman, kemudahan untuk bernapas, penggunaan otot

aksesori, napas cuping hidung, dan memonitor adanya dispnea serta skala dispnea

dari 0 – 10.

Masalah keperawatan pola napas tidak efektif pada pasien dapat teratasi

setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam. Pasien sudah mencapai kriteria

hasil yang diharapkan untuk masalah keperawatan pola napas tidak efektif, yaitu

mampu mendemonstrasikan pola napas normal dimana kecepatan napas 16

x/menit, napas cuping hidung tidak ada, penggunaan otot aksesori tidak ada, dan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

dispnea tidak ada. Pasien juga mengatakan bahwa sudah tidak merasa sesak napas

dan mampu mengontrol napas dengan latihan relaksasi napas dalam. Meskipun

demikian, peneliti tetap menganjurkan pasien untuk tidur dengan posisi semi

fowler dan melakukan relaksasi napas dalam ketika merasa sesak napas. Hal ini

dikarenakan asites pada pasien belum teratasi dan masih memungkinkan untuk

terjadi penekanan diafragma dan gangguan pengembangan paru yang

menyebabkan pasien merasa sesak napas.

Peneliti menemukan satu kendala dalam melakukan intervensi untuk

menyelesaikan masalah keperawatan pola napas tidak efektif. Intervensi

monitoring saturasi oksigen dengan pulse oximetry secara berkala tidak dapat

dilakukan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan tidak terdapat fasilitas pulse oximetry

di ruang perawatan. Intervensi kolaborasi untuk memonitor saturasi oksigen

secara berkala sudah dilakukan, tetapi belum membuahkan hasil seperti yang

diharapkan.

Masalah keperawatan kedua yang peneliti selesaikan adalah kelebihan

volum cairan tubuh. Intervensi kolaborasi yang sudah dilakukan adalah

memberikan terapi diuretik lasix 2 x 40 mg per intra vena (IV). Target penurunan

berat badan (BB) adalah 1 kg/hari karena pasien mengalami asites dan edema

tungkai (Alwi, Setiati, Setiyohadi, Simadibrata, & Sudoyo, 2006). Menurunnya

BB sebesar 1 kg mengindikasikan berkurangnya cairan tubuh sebesar 1000 cc.

Untuk memonitor efektivitas terapi diuretik, peneliti melakukan monitoring BB

setiap pagi sebelum sarapan. Peneliti membuat catatan harian berat badan pasien

yang ditempel di samping tempat tidur pasien. Peneliti menjelaskan kepada pasien

dan keluarga tentang pentingnya monitoring berat badan harian selama mendapat

terapi diuretik. Catatan harian berat badan ini juga dapat dimanfaatkan oleh

profesional kesehatan lain untuk memonitor keberhasilan terapi diuretik yang

sedang dilakukan pada pasien.

Peneliti juga melakukan beberapa intervensi yang lain untuk

menyelesaikan masalah keperawatan kelebihan volum cairan tubuh. Peneliti

memonitor lokasi dan derajad edema; memonitor tanda vital; memonitor adanya

orthopnea; memonitor efek samping terapi diuretik seperti hipotensi orthostatik,

hipovolemia, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia);

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

memonitor balance cairan, memonitor serum albumin, serum sodium, kadar

amonia, dan abnormalitas hematokrit. Selain itu, pasien dianjurkan untuk

melakukan restriksi garam < 2 gr/hari, restriksi cairan 1500 cc/hari, dan tirah

baring. Pasien juga telah diberikan transfusi albumin 20% 100 cc sebanyak dua

kali untuk memperbaiki kondisi hipoalbuminemia, yaitu pada tanggal 16 Mei dan

28 Mei.

Peneliti memfasilitasi pemenuhan diet hepar tinggi protein dengan sumber

protein utama berupa putih telur untuk mendukung upaya menaikkan kadar serum

albumin pasien. Sebelumnya sumber protein yang diberikan kepada pasien hanya

bersumber dari lauk pauk seperti tahu, tempe, buncis, ikan, dan terkadang telur.

Pada saat itu pasien juga diberikan transfusi albumin untuk mengembalikan serum

albumin ke konsentrasi normal. Selanjutnya peneliti berkolaborasi dengan ahli

gizi untuk memasukkan putih telur sebagai sumber protein utama pada menu diet

pasien. Ahli gizi setuju kemudian memasukkan diet putih telur ke dalam menu

diet pasien yaitu 6 putih telur setiap hari selama koreksi albumin.

Pasien mulai mendapat diet 6 putih telur setiap hari yaitu pada tanggal 16

Mei 2013. Pasien juga mendapat sumber protein lain dari lauk-pauk seperti tahu,

tempe, dan ikan dengan total protein 75 gr/hari. Pada saat itu pasien juga

mendapat transfusi albumin 20% sebanyak 100 cc . Dengan demikian jumlah

albumin yang dimanfaatkan tubuh sebesar 20 cc. Hasil serum albumin post

transfusi pada tanggal 17 Mei adalah 2,6 gr/dL, meningkat 0,2 gr/dL.

Hasil penelitian yang dilakukan Taylor et al (2011) yang menjelaskan

bahwa konsumsi 100 gr putih telur setiap hari selama 6 minggu (42 hari) dapat

meningkatkan 0,19 g/dL serum albumin. Konsumsi putih telur dengan jumlah

kenaikan serum albumin dan jumlah hari yang diperlukan untuk menaikkan kadar

albumin dilihat sebagai suatu hukum yang sebanding. Hal ini berarti semakin

banyak putih telur yang dikonsumsi dalam waktu yang lebih lama maka jumlah

kenaikan albumin akan semakin besar. Hasil penelitian yang dilakukan Taylor et

al (2011) menggambarkan bahwa setiap konsumsi 2,3 gr putih telur per hari dapat

meningkatkan serum albumin sebesar 0,005 gr/dL.

Pasien Bp B mendapat diet putih telur 6 butir/hari. Sesuai dengan

pernyataan Khomsan (2006) bahwa 1 butir telur mengandung kurang lebih 3 gr

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

putih telur, sehingga 6 butir telur mengandung 18 gr putih telur. Jika dianalogikan

dengan hasil penelitian Taylor et al (2011), maka 18 gr konsumsi putih telur setiap

hari akan meningkatkan serum albumin sebesar 0,01gr/dL serum albumin.

Dengan demikian, diet putih telur dapat membantu upaya koreksi serum albumin.

Peneliti menemukan beberapa kendala dalam melakukan intervensi untuk

menyelesaikan masalah keperawatan kelebihan volum cairan. Dalam melakukan

monitor berat badan harian pasien, peneliti sulit untuk melakukannya secara

konsisten pada pagi hari sebelum sarapan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor.

Peneliti melakukan praktik profesi dengan dinas pagi, sore, dan malam sesuai

dengan jadual sehingga tidak dapat memastikan monitor berat badan dilakukan

pada pagi hari sebelum sarapan. Peneliti sudah berkolaborasi dengan perawat

yang dinas pada pagi hari untuk menimbang berat badan pasien sebelum sarapan,

akan tetapi dikarenakan suatu hal intervensi ini jarang untuk dilakukan

sebagaimana yang seharusnya. Peneliti juga sudah berkolaborasi dengan keluarga

untuk mengingatkan perawat yang dinas pada pagi hari untuk menimbang berat

badan pasien setiap sebelum sarapan. Namun, keluarga sering lupa untuk

melakukannya.

Kendala lain yang peneliti temukan ketika melakukan intervensi adalah

waktu pemberian diuretik dosis kedua pada sore hari dilakukan lebih dari pukul

16.00. Pemberian diuretik yang benar adalah diberikan dosis pertama pada pagi

hari dan dosis kedua pada sore hari dilakukan tidak lebih dari pukul 16.00 (Ackley

& Ladwig, 2011). Pasien mengeluhkan bahwa diuretik yang diberikan terlalu

sore, yang biasanya diberikan pukul 17.00-17.30 membuat pasien sering buang air

kecil sampai dini hari sehingga mengganggu tidur malam pasien. Peneliti sudah

berkolaborasi dengan perawat di ruang perawatan agar waktu pemberian diuretik

diubah agar diberikan tidak lebih dari pukul 16.00, akan tetapi belum

membuahkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun demikian, ketika

sedang dinas sore, peneliti selalu berusaha agar dosis kedua diuretik diberikan

tidak lebih dari pukul 16.00.

Penerapan diet putih telur pada pasien juga mengalami beberapa kendala.

Kendala yang pertama adalah pasien sering merasa mual untuk menghabiskan 6

butir telur dan menu makannya setiap harinya sehingga terkadang pasien tidak

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

menghabiskannya. Kendala diet putih telur yang lain adalah belum adanya

penelitian yang menjelaskan jumlah diet putih telur yang paling efektif

dikombinasikan dengan transfusi albumin pada pasien dengan kondisi

hipoalbuminemia. Peneliti juga merasa sulit untuk memonitor serum albumin

secara berkala. Selama 16 hari pasien dirawat di ruang 606, pasien dilakukan

pemeriksaan kadar serum albumin sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 14 Mei,

17 Mei, dan 27 Mei 2013. Monitor serum albumin diperlukan untuk memonitor

keberhasilan intervensi untuk mengatasi masalah kelebihan volum cairan.

Masalah keperawatan lain yang menjadi prioritas terakhir untuk peneliti

selesaikan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pasien

diberikan diet hepar yang mengandung tinggi kalori, tinggi protein, dan

kandungan lemak yang moderat. Diet hepar pasien mengandung 2500-3000 kalori

dengan jumlah protein 75 gr/hari.

Peneliti tidak menemukan kendala yang begitu berarti selama melakukan

intervensi untuk menyelesaikan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Pasien mempunyai motivasi yang cukup besar

untuk selalu menghabiskan diet heparnya agar masalah nutrisi segera teratasi.

Meskipun demikian, peneliti merasa kesulitan untuk memonitor kadar amonia

dalam darah. Selama pasien dirawat, kadar amonia belum pernah diperiksa.

Padahal kadar amonia ini diperlukan untuk menentukan diet hepar tinggi protein

yang diperlukan pasien dimana jika kadar amonia meningkat (kadar normal: 70-

200 mg/dL di dalam darah dan 56-150 mg/dL di plasma darah) makanan tinggi

protein harus dibatasi untuk menghindari komplikasi ensephalopaty hepatik

(Black & Hawks, 2009).

4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah

Dalam rangka mengatasi beberapa kendala dalam melakukan intervensi

keperawatan diperlukan beberapa alternatif penyelesaian masalah. Solusi yang

dimaksud dapat bersumber dari perawat dengan peran utamanya sebagai pemberi

asuhan keperawatan, fasilitas layanan kesehatan, peran kolaborasi dengan

profesional kesehatan lain, ataupun pelibatan pasien dan keluarga dalam proses

pemberian asuhan keperawatan. Dengan adanya alternatif penyelesaian masalah,

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

diharapkan intervensi keperawatan yang diperlukan dapat menyelesaikan masalah

keperawatan pasien dengan efektif.

Alternatif penyelesaian masalah dari kendala yang peneliti temukan

selama melakukan intervensi keperawatan monitoring saturasi oksigen secara

berkala dengan pulse oximetry adalah dengan memastikan tersedianya fasilitas

pulse oximetry di ruang perawatan. Dengan tersedianya fasilitas pulse oximetry,

perawat akan dapat memonitor saturasi oksigen pasien dengan mudah. Saturasi

oksigen adalah salah satu kriteria hasil untuk menyelesaikan masalah keperawatan

pola napas tidak efektif (Ackley & Ladwig, 2011). Selain itu, perawat juga dapat

berkolaborasi dengan dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk

mengukur saturasi oksigen pasien secara berkala dan menuliskannya di lembar

catatan terintegrasi pasien.

Solusi dari kendala intervensi keperawatan monitor berat badan pasien

setiap pagi sebelum sarapan adalah dengan menekankan kembali kepada perawat

ruangan tentang pentingnya monitor berat badan pasien untuk memonitor

keberhasilan intervensi kolaborasi terapi diuretik yang sedang dilakukan pada

pasien. Ketua tim dapat menekankan intervensi ini kepada perawat pelaksana,

khususnya perawat pagi agar selalu menimbang berat badan pasien setiap pagi

sebelum sarapan. Selain itu, pelibatan keluarga dengan menyediakan fasilitas

catatan harian berat badan dapat dijadikan sebagai pengingat untuk selalu

menimbang berat badan pasien setiap kali sebelum sarapan selama mendapat

terapi diuretik. Fasilitas timbangan juga perlu disediakan secara khusus di ruang

606 yang merupakan ruang rawat hepatologi, dimana pasien sering mendapat

terapi diuretik sehingga perlu untuk dilakukan monitor berat badan setiap pagi.

Meskipun demikian, ruang PU 6 masih terkendala masalah anggaran untuk

menyediakan fasilitas pulse oximetry dan timbangan yang ideal. Hal ini

dikarenakan RSPAD Gatot Soebroto adalah rumah sakit pemerintah sehingga

segala sesuatu tentang penganggaran dana harus dipertimbangkan dan tidak

dengan mudah bisa mendapat semua fasilitas ideal untuk kebutuhan perawatan

pasien. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang lebih aplikatif yang dapat

disesuaikan dengan kondisi PU 6 saat ini.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Berdasarkan informasi dari kepala ruang PU 6, timbangan yang terdapat di

ruang PU 6 dan masih berfungsi dengan baik berjumlah dua timbangan. Salah

satu timbangan ini dapat digunakan secara khusus di ruang hepatologi dimana

pasien sering mendapat terapi diuretik sehingga perlu dimonitor berat badan setiap

hari sebelum sarapan. Dengan demikian, monitor berat badan pasien yang sedang

mendapat terapi diuretik tetap dapat dilakukan setiap hari untuk memonitor

keefektivan terapi diuretik yang telah dilakukan.

Kepala ruang PU 6 mengatakan bahwa belum dapat menyediakan fasilitas

pulse oximetry dikarenakan keterbatasan anggaran. Meskipun demikian, saturasi

oksigen tetap harus dipantau secara berkala pada pasien dengan masalah yang

berakibat berkurangnya suplai oksigen, yang salah satunya adalah pola napas

tidak efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan mengefektifkan peran kolaborasi

dengan dokter. Perawat harus lebih menekankan kepada dokter yang sedang

merawat pasien yang bersangkutan untuk selalu memonitor saturasi oksigen

secara berkala dengan pulse oximetry yang biasa dibawanya, kemudian

mendokumentasikannya di lembar catatan terintegrasi pasien. Dengan demikian,

saturasi oksigen yang merupakan salah satu indikator keberhasilan intervensi

keperawatan untuk masalah pola napas tidak efektif tetap dapat dimonitor secara

berkala.

Kendala intervensi keperawatan yang terkait dengan waktu pemberian

diuretik yang lebih dari pukul 16.00 dapat diatasi dengan memodifikasi waktu

pemberian obat pada pasien. Jika biasanya jadual diuretik diberikan sama dengan

jadual pemberian obat pasien lain yaitu dosis pertama pukul 05.00 dan dosis

kedua pukul 17.00, maka khusus untuk pasien yang mendapat terapi diuretik,

dosis pertama obat diberikan pukul 04.00 dan dosis kedua obat tepat pukul 16.00.

Dalam hal ini, kepala ruang dapat mensosialisasikan pengkhususan jadual

pemberian obat pasien dengan terapi diuretik kepada perawat pelaksana pada saat

melakukan preconference ataupun postconference.

Dalam upaya mengatasi kendala intervensi keperawatan diet putih telur

kepada pasien dengan kondisi hipoalbuminemia dapat dilakukan dengan beberapa

alternatif penyelesaian masalah. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!!""

Universitas Indonesia

dan edukator bagi pasien mempunyai peran yang besar untuk memastikan bahwa

diet putih telur telah diterima pasien dengan baik.

Perawat menjelaskan pentingnya diet putih telur kepada pasien dan

keluarga untuk membantu meningkatkan kadar albumin yang rendah dalam tubuh

pasien. Perawat juga dapat melakukan modifikasi diet agar pasien bersedia

menghabiskan menu dietnya yaitu dengan memberikan makanan secara bertahap

dalam sehari dan dalam kondisi hangat. Pelibatan keluarga dalam pemberian

asuhan keperawatan dapat membantu memastikan bahwa pasien sudah menerima

diet putih telur dengan baik.

Perawat sebagai agen pembaharu perlu membuat terobosan dalam rangka

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Dalam

rangka mengetahui jumlah putih telur setiap hari yang paling efektif untuk

dikombinasikan dengan intervensi kolaborasi transfusi albumin, perawat perlu

melakukan penelitian tentang ini. Perawat dapat berkolaborasi dengan profesional

kesehatan lain seperti dokter dan ahli gizi dalam melakukan penelitian tentang

diet putih telur yang tepat bagi pasien dengan kondisi hipoalbuminemia. Perawat

juga perlu berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan monitor serum albumin

secara berkala untuk mengetahui keberhasilan intervensi yang telah dilakukan.

Kendala yang ditemukan dalam melakukan intervensi keperawatan untuk

menyelesaikan masalah keperawatan terakhir yaitu ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh adalah tidak dilakukannya monitor kadar amonia

dalam darah maupun plasma darah. Kadar amonia penting untuk selalu dimonitor

untuk mengetahui adanya tanda ensefalopaty hepatik. Jika kadar amonia dalam

darah ataupun plasma darah meningkat, maka diet tinggi protein yang biasanya

dilakukan pada pasien harus dibatasi (Black & Hawks, 2009). Oleh karena itu,

perawat harus selalu berkolaborasi dengan dokter untuk memonitor kadar amonia

dan memastikan bahwa diet tinggi protein yang dilakukan pada pasien tidak akan

berdampak buruk yang akan membawa pasien ke arah komplikasi ensefalopaty

hepatik.

"

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!

! "#! ! Universitas Indonesia!!

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Sirosis hepatis adalah salah satu penyakit yang termasuk sepuluh besar penyakit yang paling sering terjadi di ruang perawatan umum RSPAD Gatot Soebroto, yang juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan.

2. Selama periode praktik profesi mahasiswa di ruang PU 6 RSPAD Gatot Soebroto, terdapat 5 kasus pasien dengan sirosis hepatis, dan satu di antaranya meninggal dunia. Selain itu, terdapat satu pasien yang meninggal dan diperkirakan karena adanya komplikasi sirosis hepatis.

3. Masalah keperawatan pola napas tidak efektif dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh telah teratasi, sedangkan masalah kelebihan volum cairan teratasi sebagian.

4. Diet putih telur dapat meningkatkan serum albumin pada pasien sirosis hepatis dengan masalah kelebihan volum cairan berhubungan dengan kondisi hipoalbuminemia.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pasien dan keluarga tentang tingkat kejadian sirosis hepatis, komplikasi, dan tindakan mandiri yang dapat dilakukan pasien dan keluarga.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat untuk melakukan intervensi keperawatan yang tepat, sesuai dengan masalah keperawatan pasien.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi ahli gizi untuk mengaplikasikan diet putih telur dalam upaya meningkatkan kadar albumin pasien.

4. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya misalnya kuantitas diet putih telur yang paling efektif dikombinasikan dengan transfusi albumin pada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B.J & Ladwig, G.B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an evidence-based guide to planning care. USA: Mosby Elsevier.

Achmadi, Umar Fahmi. (2010, Maret). Dasar-dasar kesehatan lingkungan. Presentasi pada kuliah besar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan di FIK UI, Depok.

Adjei,A., Blankson,A., Gyasi,R.K., Tettey,Y & Wiredu,E.K. (2005). Sero-prevalence of hepatitis B and C Viruses in cirrhosis of the liver in Accra, Ghana. Ghana Medical Journal, 79, 4.

Alwi,I., K. Simadibrata,M., Setiati,S., Setiyohadi,B., & Sudoyo,A.W. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Amerman, Don. “The best diet for hepatitis C Cirrhosis”. $%%&'(()))*+$,)*-,.()/01!234!56178+%9$+&/%8%8:9-8;;$,:8:*$%.<*#=54>3?*#

Bare, B.G & Smeltzer, S.C. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. (Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih, Y.Kuncara, Penerjemah.). Jakarta: EGC.

Matthias Besler. “Composition of hen’s egg white”. $%%&'(()))*@,,79/<<+;A+B:*7+(:0.&,:8C.9D,<>=>?(7/%/(+AA9)$8%+(+AA9-,.&,:8%8,B*$%.*#=>EEE?*#

Black, J.M & Hawks, J.H (2009). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes. 8th edition. USA: Elsevier Saunders.

Burroughs,A.K., Dooley,J.S., Heathcote,E.J., Lok,A.S.F. (2011). Sherlock’s diseases of the liver and biliary system. 12th Edition. UK: Blackwell Publishing Ltd.

Cahyadinata,L., Inggriani,Sri., Laurentius., Lesmana., Rinaldi,C. (2010). Deep vein thrombosis in patients with advanced liver cirrhosis: a rare condition?. 4, 433-438.

Eigsti,D.G., McGuire,S.L & Stone,S.C. (2002). Comprehensive community health nursing:family,aggregate, & community practice. Sixth Edition. USA: Mosby.

Grodner, M., Long, S., & Walkingshaw, B.C. (2007). Foundation and clinical application of nutrition: a nursing approach. 4th Edition. USA: Mosby Elsevier.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351554-PR-Hesti Rahayu.pdf · universitas indonesia analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat

!"##

Universitas Indonesia

Iin P. Handayani. “Beyond statistic of poverty”. $%%&'(()))*%$+,-.-/%-&01%*203(4+)1(5675(65(78(9+:04;<1%-%=1%=21<&0>+/%:*$%3?*#@A+9/B-/=#78C#5675D*#

Khomsan, Ali. (2006). Solusi makanan sehat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Long, R.G & Scott,B.B. (2005). Gastroenterology and liver diseases. USA: Elsevier Mosby.

McEwen,M & Nies,M.A. (2007). Community/public health nursing: promoting the health of populations. Fourth edition. USA: Saunders Elsevier.

Oktarina, Elvi. (2012). Analisis praktik residensi keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan penerapan Teori Model Adaptasi Roy di RS. Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Depok: Universitas Indonesia.

RSPAD Gatot Soebroto. “Selayang pandang RSPAD Gatot Soebroto”. http://www.rspadgatsu.com/profil.php. (Juni 27, 2013).

Sargent, Suzanne. (2009). Liver diseases: an essential guide for nurses and health care professionals. UK: Wiley-Blackwell.

Taylor LM et al. (2011). Dietary egg white s for phosphorus control in maintenance haemodialysis patients: a pilot study. 37, 16-24.

Tommy Firman. “Population growth of greater Jakarta and its impact”. $%%&'(()))*%$+,-.-/%-&01%*203(4+)1(5677(68(5E(&0&B?-%=04<F/0)%$<F/+-%+/<,-.-/%-<-4;<=%1<=3&-2%*$%3?*#@G-/+%#5EC#5677D*#

University of Michigan Health System. “Liver cirrhosis: a toolkit for patient”. $%%&'(()))*3+;*B3=2$*+;B($+&-%0?0F:(=3-F+1(H=//$01=1I56J-%=+4%I56K00?.=%*>5*&;L*#@April 24, 2011).

Williams, S.R. (1999). Essentials of nutrition and diet therapy. 7th Edition. USA: Mosby.

Younossi, Zobair.M. (2008). Practical management of liver diseases. USA: Cambridge University Press.

Analisis praktik ..., Hesti Rahayu, FIK UI, 2013