Unforgetable (cerpen)

3
Unforgettable Hey, apa kabar ?. Namaku Quenna, tapi lebih sering dipanggil Ena sih. Sekarang umurku 22 tahun. Dan sekarang aku sedang dalam tahap menyelesaikan kuliahku. Cerita kali ini bukan cerita happy ending, bukan juga cerita yang akan membawa inspirasi, but it’s really unforgettable for me. Hope you enjoy it guys. Saat itu, aku baru saja diterima disebuah SMA terkemuka yang memang sudah lama aku impikan. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Teman, popularitas, membuatku merasa sangat bahagia. Dan muncul seorang laki-laki yang mengubah kehidupanku menjadi suram, dan penuh dengan air mata. Dia bernama Rei. Cowok sok keren, sok ganteng, dan sok berkuasa, yang pada kenyataannya nggak kaya gitu. Dia bilang sih, dia baru saja putus dengan pacarnya. Lalu tiba-tiba dia nembak aku, dan bodohnya lagi, aku menerima itu.Yang lebih menyebalkan lagi, hubungan kami hanya bertahan 4 hari. Sangat sakit rasanya, saat dia bilang putus dihari ulang tahunku. Bukan kado indah yang aku dapat, tapi hanya kado yang menyedihkan. Saat itu juga, aku tahu, bahwa aku hanyalah tempat pelampiasan rasa sedih karena putus dengan pacarnya. Kalau aku bisa, rasanya aku ingin sekali berteriak sekencang-kencang mungkin didepan wajahnya. Tapi sayangnya itu tidak mungkin terjadi. Disaat aku sedang menangisi kebodohanku, hadir seorang pria baik-baik, yang berusaha menghiburku. Namanya Agas. Dan sejak saat itu kami jadi sahabat. Dia sangat baik padaku. Disaat aku dimusuhi oleh teman-temanku karena nilai ulanganku yang paling tinggi, hanya dialah satu-satunya orang yang masih setia menjadi temanku. 28 September. Persahabatan itu kian lama membuat perasaan Agas berubah kepadaku. Dia bilang, dia sayang padaku. Sedangkan aku, aku nggak ada perasaan apa- apa sama dia. Tapi, aku juga nggk mau nyakitin perasaan dia, karena dia sahabatku. Ketika dia bilang, “Kamu mau nggak jadi pacarku ?”. Tanpa sadar aku bilang, “Ya”. Pikirku sih, pasti cinta akan datang seiring berjalannya waktu, kaya difilm-film gitu. Dan benar saja, semakin lama aku semakin sayang padanya. Dia sosok pacar yang tidak terlalu romantis, tapi dia tempat yang nyaman ketika aku ingin curhat dan tertawa. Saat itu tak ada satupun orang yang tau kalau aku berpacaran dengan Agas. Aku memang meminta Agas untuk merahasiakannya terlebih dahulu. Sebenarnya tidak ada apa-apa, hanya saja aku tak ingin orang lain berfikir, “Masa habis pacaran sma Rei, sekarang pacaran sama sahabatnya.”. Ya… bisa dibilang Agas memang sahabatnya Rei. 16 November, itu hari ulang tahun Agas. Aku hanya memberinya ucapan selamat ulang tahun. Kabarnya sih, dia akan mentraktir semua temannya. Aku tidak peduli itu, tapi yang membuatku sedih ketika dia mentraktir semua temannya, dia tidak mengajakku. Padahal aku pacaranya, dan saat itu semua orang juga sudah tahu. Bahkan dia juga melihatku berjalan sendirian, disaat dia perjalannya menuju restoran. Bukan traktirannya yang aku pedulikan. Tapi, kenapa dia tega melihat pacarnya berjalan sendirian, sedangkan dia bersenang-senang dengan temannya. Bahkan yang aku dengar juga, dia juga mentraktir teman-teman perempuannya. Itu membuat hatiku semakin sakit. Berhari-hari setelah itu, aku hanya cuek dengannya. Dia tahu, kalau aku pasti sedang marah. Dia bertanya, dan aku menjelaskan semuanya mengapa aku marah. Dan akhirnya dia sadar, lalu meminta maaf padaku. Apa daya, akhirnya akupun memaafkannya. 14 Februari, hari valentin. Sebelumnya Agas pernah bertanya padaku, “Jika, hari valentin nanti, kamu mau hadiah apa dariku ?”. Aku hanya menjawab, “Aku tidak suka boneka dan coklat, apapun yang kamu berikan akan aku terima kecuali kedua barang itu.”. Dan pada hari valentin tiba, dia menghadiahkanku sebuah kalung cantik berbentuk love. Aku sangat senang, aku juga tidak menyangka dia akan seromantis itu. Hubungan kami baik-baik saja sih, tapi seiring berjalannya waktu, aku merasa dia tidak benar-benar menyayangiku lagi. Karena, semenjak hubungan kami menginjak usia yang ke-11 bulan, dia selalu menomorduakan kepentingan kami. Dia hanya mementingkan

Transcript of Unforgetable (cerpen)

Page 1: Unforgetable (cerpen)

Unforgettable

Hey, apa kabar ?. Namaku Quenna, tapi lebih sering dipanggil Ena sih. Sekarang umurku 22 tahun. Dan sekarang aku sedang dalam tahap menyelesaikan kuliahku. Cerita kali ini bukan cerita happy ending, bukan juga cerita yang akan membawa inspirasi, but it’s really unforgettable for me. Hope you enjoy it guys.

Saat itu, aku baru saja diterima disebuah SMA terkemuka yang memang sudah lama aku impikan. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Teman, popularitas, membuatku merasa sangat bahagia. Dan muncul seorang laki-laki yang mengubah kehidupanku menjadi suram, dan penuh dengan air mata. Dia bernama Rei. Cowok sok keren, sok ganteng, dan sok berkuasa, yang pada kenyataannya nggak kaya gitu. Dia bilang sih, dia baru saja putus dengan pacarnya. Lalu tiba-tiba dia nembak aku, dan bodohnya lagi, aku menerima itu.Yang lebih menyebalkan lagi, hubungan kami hanya bertahan 4 hari. Sangat sakit rasanya, saat dia bilang putus dihari ulang tahunku. Bukan kado indah yang aku dapat, tapi hanya kado yang menyedihkan. Saat itu juga, aku tahu, bahwa aku hanyalah tempat pelampiasan rasa sedih karena putus dengan pacarnya. Kalau aku bisa, rasanya aku ingin sekali berteriak sekencang-kencang mungkin didepan wajahnya. Tapi sayangnya itu tidak mungkin terjadi.

Disaat aku sedang menangisi kebodohanku, hadir seorang pria baik-baik, yang berusaha menghiburku. Namanya Agas. Dan sejak saat itu kami jadi sahabat. Dia sangat baik padaku. Disaat aku dimusuhi oleh teman-temanku karena nilai ulanganku yang paling tinggi, hanya dialah satu-satunya orang yang masih setia menjadi temanku.

28 September. Persahabatan itu kian lama membuat perasaan Agas berubah kepadaku. Dia bilang, dia sayang padaku. Sedangkan aku, aku nggak ada perasaan apa-apa sama dia. Tapi, aku juga nggk mau nyakitin perasaan dia, karena dia sahabatku. Ketika dia bilang, “Kamu mau nggak jadi pacarku ?”. Tanpa sadar aku bilang, “Ya”. Pikirku sih, pasti cinta akan datang seiring berjalannya waktu, kaya difilm-film gitu. Dan benar saja, semakin lama aku semakin sayang padanya.

Dia sosok pacar yang tidak terlalu romantis, tapi dia tempat yang nyaman ketika aku ingin curhat dan tertawa. Saat itu tak ada satupun orang yang tau kalau aku berpacaran dengan Agas. Aku memang meminta Agas untuk merahasiakannya terlebih dahulu. Sebenarnya tidak ada apa-apa, hanya saja aku tak ingin orang lain berfikir, “Masa habis pacaran sma Rei, sekarang pacaran sama sahabatnya.”. Ya… bisa dibilang Agas memang sahabatnya Rei.

16 November, itu hari ulang tahun Agas. Aku hanya memberinya ucapan selamat ulang tahun. Kabarnya sih, dia akan mentraktir semua temannya. Aku tidak peduli itu, tapi yang membuatku sedih ketika dia mentraktir semua temannya, dia tidak mengajakku. Padahal aku pacaranya, dan saat itu semua orang juga sudah tahu. Bahkan dia juga melihatku berjalan sendirian, disaat dia perjalannya menuju restoran. Bukan traktirannya yang aku pedulikan. Tapi…, kenapa dia tega melihat pacarnya berjalan sendirian, sedangkan dia bersenang-senang dengan temannya. Bahkan yang aku dengar juga, dia juga mentraktir teman-teman perempuannya. Itu membuat hatiku semakin sakit. Berhari-hari setelah itu, aku hanya cuek dengannya. Dia tahu, kalau aku pasti sedang marah. Dia bertanya, dan aku menjelaskan semuanya mengapa aku marah. Dan akhirnya dia sadar, lalu meminta maaf padaku. Apa daya, akhirnya akupun memaafkannya.

14 Februari, hari valentin. Sebelumnya Agas pernah bertanya padaku, “Jika, hari valentin nanti, kamu mau hadiah apa dariku ?”. Aku hanya menjawab, “Aku tidak suka boneka dan coklat, apapun yang kamu berikan akan aku terima kecuali kedua barang itu.”. Dan pada hari valentin tiba, dia menghadiahkanku sebuah kalung cantik berbentuk love. Aku sangat senang, aku juga tidak menyangka dia akan seromantis itu.

Hubungan kami baik-baik saja sih, tapi seiring berjalannya waktu, aku merasa dia tidak benar-benar menyayangiku lagi. Karena, semenjak hubungan kami menginjak usia yang ke-11 bulan, dia selalu menomorduakan kepentingan kami. Dia hanya mementingkan

Page 2: Unforgetable (cerpen)

kebahagiaan dirinya. Semakin menyedihkan lagi ketika aku menhubunginya lewat sms, atau telefon, dia tidak pernah membalas. Hubungan kami rasanya diombang-ambingkan bak kapal laut diterjang ombak. Putus-nyambung adalah hal yang biasa buat kami. Tapi entah mengapa kebencianku atas perlakuannya, menbuatku semakin menyayanginya. Hingga akhirnya aku tak bisa lagi bersabar, saat aku tahu dia sering smsan dengan cewek lain. Dan cewek itu menceritakan sendiri padaku semua isi smsnya dengan Agas. Saat aku menanyakan sediri pada Agas, dia hanya menjawab itu tidak benar. Padahal cewek itu sendiri yang mengatakan semuanya padaku. Kami berdebat, aku sangat marah padanya, tapi dia hanya mengelak terus-menerus. Sampai akhirnya dia mengatakan, “Maaf, hubungan kita sampai disini saja. Aku nggak mau nyakitin kamu lagi. Aku juga nggak mau ngeliat kamu sedih lagi. Jadi kita akhiri saja semua ini sampai disini.”. Kata-kata itu begitu ampuh, sampai-sampai rasanya seperti kata pepatah, “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah dikhianati, diputuskan pula.”. Seketika aku menangis tiada henti. Sebelas bulan lima belas hari aku bersabar, namun hanya tangis dan penyesalan yang aku dapat.

Berbulan bulan aku masih dirundung duka yang mendalam, hanya ada sahabatku Elin yang selalu mendengarkan cerita dan tangisku. Padahal awalnya aku berharap hubunganku dengan Agas bisa bertahan lebih lama. Karena, semua keluarga Agas juga sudah mengenalku, bahkan akupun sering curhat dengan kakaknya Agas. Tapi Tuhan berkata lain. Mungkin karena Tuhan sangat sayang padaku, sehingga membuat ini semua terjadi, supaya aku bisa mendapat laki-laki yang lebih baik daripada Agas.

Disaat aku berusaha melupakan semua kenanganku tentang Agas, hadir seorang cowok baik yang sangat peduli dengan keadaanku. Dia… Hugo. Cowok pintar, religius, dan sedikit aneh. Tapi entah mengapa aku suka dengan keanehan dia. Kian lama hubungan kami kian dekat, bisa dibilang sahabat. Oh Tuhan.. rasanya ini seperti mengulang kisah pertemuanku dengan Agas. Tapi yang jelas ini berbeda, karena disaat aku bersamanya aku selalu merasa menjadi diriku sendiri yang apa adanya. Seperti kata-kata difilm yang pernah aku lihat, “Ketika kamu bersama cinta sejatimu, kamu akan menjadi dirimu sendiri”. Tidak seperti saat aku bersama Agas. Hugo selalu menerima sifatku yang sedikit keras kepala, kasar, dan terkadang suka lepas kendali. Karena dia tahu, dibalik sifat negatiku itu, ada sisi positif yang sangat istimewa.

26 Maret. Kaya kata orang jawa “Tresno iku jalaran amarga kulino”, artinya, cinta itu datang karena terbiasa, seperti aku dan Hugo. Karena kami sering ngobrol dan bertukar pikiran, akhirnya bunga-bunga cintapun tumbuh diantara kami. Kamipun meresmikan hubungan kami menjadi pacaran, tanpa ada seorangpun yang tahu. Aku tahu ini seperti mengulang semua kisahku dengan Agas, tapi entah mengapa rasanya berbeda. Hubungan kami sama sekali tidak romantis. Hubungan kami bahkan seperti teman biasa. Tapi itulah yang membuatku sangat nyaman. Kita sering belajar bersama, mengerjakan tugas bersama, pulang bareng, ya hanya seperti itu saja. Aku suka karena dia tidak pernah mengekangku, dia memberiku kebebasan untuk melakukan apapun yang aku suka. Akupun juga memberikan kebebasan itu padanya.

Tapi sayangnya, sepertinya orang tua Hugo tak merestui hubungan kami. Aku tahu, mungkin karena orang tua Hugo hanya ingin Hugo bersekolah dengan baik dan berprestasi, mereka tak ingin anak mereka hancur karena pacaran, seperti di tv. But whatever, aku sayang padanya dan diapun begitu, kami juga sudah berjanji tidak akan melakukan apapun yang bersifat negatif, kami juga berjanji bahwa, “Pacaran hanyalah untuk memotivasi diri agar menjadi lebih baik”.

Hubungan kami bertahan hingga lulus SMA, tapi semenjak diterima di universitas yang berbeda denganku, dia jadi sangat jarang menghubungiku. Kami lost communication. Mungkin itu adalah akhir dari kisah cinta kami. Aku rindu padanya, tapi aku tak tahu bagaimana menghubunginya. Nomor telfonnya tidak aktif, aku juga tidak tahu dia tinggal dimana. Tapi sebelum kami lost communication, dia pernah bilang padaku, “Suatu hari nanti, kita akan bertemu kembali, dan aku berharap masing-masing dari kita akan membawa kabar bahagia.”. Aku tidak sadar kalau itu adalah sebuah kalimat perpisahan darinya. Tapi aku

Page 3: Unforgetable (cerpen)

berusaha tetap tegar. Sambil menunggu dia menemuiku kembali dengan membawa kabar bahagia, aku akan menggunakan waktuku untuk belajar dan menyelesaikan kuliahku dengan baik.

O..iya, sekarang ini, sambil kuliah aku juga sedang coba-coba membuka bisnis lho. Aku sering mendesain sepatu, tas, dan pakaian juga. Lalu temanku, Sonia yang akan membuatnya menjadi barang jadi. Barang-barang yang sudah jadi, kami pasarkan melalui dunia internet, seperti website, facebook, dan yang lainnya juga. Akulah yang bertugas dalam pemasaran. Sebenarnya, aku juga berharap bisa bertemu dengan Hugo kembali melalui situs-situs itu. Dan benar saja, aku bertemu dengannya, dia memesan padaku sepasang pasang sepatu pengantin,laki-laki dan perempuan. Aku tidak bertanya sepatu itu untuk siapa, karena aku yakin pasti bukan untuk dia.

Setelah itu kami sering chatingan difacebook. Kami bertukar cerita tentang semua hal. Dia masih seperti Hugo yang dulu aku kenal, dan itu membuatku sangat bahagia. Dia juga mengajakku untuk bertemu. Aku bilang bulan depan saja, karena sekarang aku sedang sangat sibuk. Dan diapun sepakat.

Tak terasa satu bulan berlalu begitu cepat, sampai-sampai tidak terasa kalau hari ini adalah hari pertemuanku dengan Hugo. Penampilannya sungguh-sungguh berubah. Kini dia tak terlihat aneh lagi, tapi semakin tampan dan masih religius. Disaat kami bertemu dia mengajak seorang perempuan, aku pikir, mungkin itu saudaranya. Tapi dugaanku salah. Perempuan itu adalah istri Hugo. Dia bernama Elin. Sahabatku dulu yang selalu mendengar curhatku. Elin juga sangat berubah, kini dia sangat cantik, langsing, tinggi, dan menawan. Aku hanya masih tidak menyangka, bahwa kabar bahagia yang dia bicarakan dulu, yang dimaksud adalah pernikahan. Setelah pertemuanku dengan Hugo dan Elin selesai, aku langsung pulang. Dan sesampainya dirumah, yang hanya dapat aku lakukan hanya menitihkan air mata. Sangat sedih bagiku. Mengapa aku tak pernah bisa mendapat laki-laki yang benar.

“Tuhan, inikah jalan cerita yang Engkau inginkan ?. Jika memang benar begitu, tolong jangan membuatku menangis untuk yang keempat kalinya. Biarkan aku bahagia. Bukankah semua hambamu berhak bahagia ?. Hatiku sudah sangat lelah. Tolong Tuhan, berikan aku jalan yang terbaik…”. Hanya doa itu yang bisa aku panjatkan hingga hari ini. Hingga hari ini juga, aku masih sendiri. Hanya dikelilingi teman, kuliah, dan pekerjaan. Tapi tak apalah, mungkin dengan kesibukan ini paling tidak aku bisa melupakan kenangan sedihku. Dan aku berharap ceritaku ini tak pernah terjadi pada orang lain. Ok guys sudah cukup cerita sedihnya.. Sudah banyak air mata yang aku titihkan untuk menuliskan cerita ini. Dan terimakasih sudah membaca.

Selesai