Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid...

96
Ummatan Wasaan dalam al-Qur’an (Studi Komparasi Penafsiran Muammad Abduh dan Sayyid Qub) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Sugih Hidayatullah NIM 111203400061 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Transcript of Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid...

Page 1: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an

(Studi Komparasi Penafsiran Muẖammad ‘Abduh dan Sayyid Quṯb)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Sugih Hidayatullah

NIM 111203400061

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan
Page 3: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan
Page 4: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan
Page 5: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada “

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017

tentang pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)”.

A. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

kh Ka dan ha خ

d De د

dz De dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

ḏ de dengan garis bawah ض

ṯ te dengan garis bawah ط

Page 6: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

v

ẕ zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ه

Apsotrof ' ء

y Ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tungga atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah

I Kasrah

U Ḏommah

Page 7: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

vi

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ai a dan i

و au a dan u

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas نا

î i dengan topi di atas ني

û u dengan topi di atas نو

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf ال dialih aksarakan menjadi /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah.

Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.

E. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ـــ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

Page 8: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

vii

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-

darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

F. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طريقة 1

al-jâmî’ah al-Islâmiyyah الجامعةاالسالمية 2

waẖdat al-wujûd وحدةالوجود 3

G. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk

menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri,

dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau

kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al -Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî,

al-Kindi bukan Al-Kindi.

Page 9: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

viii

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak

tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya

berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd

al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al -Dîn al-Rânîrî.

Page 10: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

ix

ABSTRAK

Sugih Hidayatullah

Ummatan Wasaṯan Dalam al-Qur’an (Studi Komparasi Penafsiran

Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb)

Skripsi ini membahas tentang Ummatan Wasaṯan studi komparasi

pemikiran Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb, dengan tujuan meneliti makna

tersebut dalam pandangan Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb yang terkandung

dalam surah al-Baqarah [2]:143. Dengan penelitian tersebut penulis

mendeskripsikan dan menganalisa pengertian dari ummatan wasaṯan, menjelaskan

penafsiran ummatan wasaṯan menurut pandangan para mufasir pada umumnya

dan lebih mendalam pada pemikiran dua tokoh yaitu Muẖammad Abduh dan

Sayyid Quṯb melalui pendekatan komparasi.

Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, penulis menggunakan metode

deskriptif analitis, yakni data yang dikumpulkan pertama-tama disusun, dijelaskan

dan baru dianalisa. Dengan rincian bahwa untuk menggali penafsiran antara

Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb. Setelah data-data terkumpul, lalu dijelaskan

serta dianalisis secara mendalam, sehingga nampak jelas jawaban atas persoalan

yang berhubungan dengan pokok permasalahannya.

Dalam penelitian ini penulis menemukan persamaan dan perbedaan

penafsiran diantara kedua tokoh tersebut. Adapun persamaanya adalah: 1). Kedua

mufassir ini memandang bahwa ummatan wasaṯan merupakan suatu tatanan

masyarakat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Ilahiah, sehingga

terbentuklah karakter adil sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-

Nya. bersikap adil baik untuk urusan ruhaniah maupun jasmaniah. 2). Baik

Muẖammad Abduh maupun Sayyid Quṯb memandang Ummatan wasaṯan adalah

umat Islam yang menjadi saksi atas apa yang terjadi dimuka bumi, apakah

manusia menjalankan hidup sesuai syariat Islam atau tidak, sehingga dalam diri

umat Islam yang dijadikan Allah sebagai ummatan wasaṯan terbentuk sikap adil

dalam menilai kebenaran, karena seorang saksi dituntut berbuat adil. 3).

Muhammad Abduh maupun Sayyid Quṯb mengkriteriakan ummatan wasaṯan

dengan umat yang tidak fanatik terhadap madzhab, tidak melakukan taqlid buta.

Adapun perbedaan penafsiran kedua tokoh tersebut terletak pada kurang

variatifnya penafsiran Muẖammad Abduh dalam mengkriteriakan sikap ummatan

wasaṯan dibandingkan Sayyid Quṯb.

Setelah melakukan penelitian tersebut, penulis mengambil

kesimpulan bahwa Sayyid Quṯb lebih terperinci dalam menafsirkan Ummatan

Wasaṯan ketimbang Muẖammad Abduh.

Kata Kunci: Ummatan, Wasathan, Muẖammad Abduh , Sayyid Quṯb

Page 11: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

x

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, Zat yang tiada bosan mendengar keluh kesah hamba-

Nya. yang dengan Rahmat dan kasih sayang-Nya, Alhamdulillah saya dapat

menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan

kita Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan semua penerus ajarannya.

Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaat.

Skripsi berjudul: Ummatan Wasatan Dalam al-Qur’an (Studi Komparasi

Penafsiran Muhammad ‘Abduh dan Sayyid Qutb) merupakan karya ilmiah

saya sebagai perjalanan terakhir, setelah sekian tahun menuntut ilmu di bangku

perkuliahan. Guna memenuhi persyaratan untuk gelar Sarjana Strata Satu (S1) di

Fakultas Ushuluddin, pada Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari sumbangsih berbagai pihak yang

telah membatu dan yang memberi dukungan baik moril ataupun materil. Oleh

karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-pihak yang

telah dengan rela membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini,

penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Amany

Burhanuddin Lubis, Lc, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Page 12: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

xi

3. Dr. Eva Nugraha, MA, Ketua jurusan Program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., sekretaris Progam Studi Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir, Semoga Allah mempermudah segala urusannya.

4. Bapak Dr. Moqsith Ghozali, M. A, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang

dengan keikhlasan dan kesabarannya membimbing, mengarahkan dan memotivasi

penulis hingga skripsi ini selesai.

5. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan birokrasi. Segenap staf

Perpustakaan Umum (PU), Perpustakaan Fakultas Ushuluddin (PF), Pusat Studi

al-Qur’an (PSQ), yang telah membantu meminjamkan buku-buku dan beberapa

literatur dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, terkhusus Bapak Dr. M. Suryadinata, M.

Ag., dan Ibu Dr. Lilik Ummi Kalstum, M.A., yang telah membimbing dan

membantu saya selama di Fakultas Ushuluddin. Terimakasih atas ilmu dan bait-

bait nasihat yang telah diberikan dengan tulus kepada saya. Beliau semua sudah

seperti ayah dan semoga beliau selalu dilindungi Allah swt dan semakin sukses

kedepannya. Amiin

7. Terimaksih kepada ayahanda KH. Masyhuri Baedlowi, M.A dan Ibu Nyai yang

telah mengajari dan menjadi Orang Tua Ideologis penulis, semoga Allah

memberikan umur yang panjang dan selalu dalam lindungan-Nya

8. Yang tercinta Abiku Bapak Aan Anwar dan Ummiku Ade Kurniasih , yang selalu

merangkaikan doa-doa indah, menginspirasi, membiayai, mendidik, mendukung,

dan memotivasi dengan sabar dan tak hentinya memberikan semangat, kasih

sayang kepada penulis. Dan Keluarga besar penulis yang maaf tidak dapat

Page 13: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

xii

disebutkan satu-persatu, semoga keberkahan selalu menyertai keluarga besar kita.

Amiin.

9. Terima Kasih ku ucapkan kepada sahabat/i PMII KOMFUSPERTUM selama

beberapa tahun menemani kehidupan ini baik duka maupun suka semoga

kedepannya PMII KOMFUSPERTUM semakin maju dan kaya khususnya dari

segi pemikiran dan finansial agar tidak selalu menyodorkan proposal.

10. Terima kasih ku ucapkan kepada para senior : Ka Baiquni, M.Ag., Ka Robitul

Umam, M.A., Ka Baharuddin, M. Ag., Ka Muhammad Rasyidi, S. Th.I., Ipunk

Brader yang sudah seperti kaka ku sendiri yang selalu membantu sewaktu saya

mempunyai masalah baik finansial ataupun permasalahan yang lain. Semoga

mereka semua diberikan kesehatan oleh Allah swt dan diberikan jodoh bagi yang

belum Menikah alias disegerakan Menikah.

11. Teman-teman Tafsir-Hadist angkatan 2012 khususnya kelas B, sahabat-sahabat

KKN AKUSARA, yang terpenting adalah kalian semua penyemangat dan teman

terbaik untuk saya.

12. Untuk sahabat-sahabatku Kholik Ramdan Mahesa, S. Ag, Muhammad Faishal,

Arsyad Prayogi, Yusuf Ramadhan, Sahroni, Ali Muharom, Acep Sabiq, Imam

Zahamsyari, Ayatullah Jazmi, Anang Herianto dan lain-lain. Terima kasih atas

kesediaan dan luangan waktunya, sukses selalu dan cepat wisuda dan bisa lanjut

S2, S3, semoga keberhasilan senantiasa menyertai kalian.

13. Terimakasih untuk teman seperjuangan Kosan Bunin sahabat M. Isrop S. Ag,

Riswan Sulaiman S.Ag, Muhammad Lazuardi, Fahri, Baha, M. Ahya yang telah

mensupport dan menjadi teman baik dikala susah maupun senang

Page 14: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

xiii

14. Terimaksih untuk teman IKPDE (Ikatan Keluarga Pelajar Darussalam Eretan)

yang telah berjuang bersama membangun kebersamaan, semoga tetap solid dan

lebih maju.

15. Terimakasih teruntuk Adindaku Lidya Clarisah Aprilia yang selalu mendukung

dan menyemangati penulis selama proses penulisan skripsi ini.

16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang

bermanfaat untuk penulisan dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah jugalah, penulis mengharap ridha dan rasa

syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

yang baik bagi yang membaca. Jazâkumullâh aẖsan al jazâ’, Âmîn...!

Ciputat, 2 Juli 2019

Sugih Hidayatullah

Page 15: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

xiv

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ iv

ABSTRAK…….… .............................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................ x

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 7

1. Identifikasi Masalah .................................................................... 7

2. Pembatasan Masalah.................................................................... 7

3. Perumusan Masalah ..................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penilitan............................................................ 8

D. Tinjauan Pustaka................................................................................ 9

E. Metodologi Penelitian........................................................................ 11

F. Metodologi Penulisan ........................................................................ 12

G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13

BAB II ANALISA TERM UMMATAN WASTHAN ............................................. 15

A. Pengertian Ummatan Wasatan .............................................................. 15

1. Pengertian Ummatan ...................................................................... 15

2. Pengertian Wastan .......................................................................... 17

3. Makna Ummatan Wasathan ............................................................ 19

A. Asbab al-Nuzul surah al-Baqarah ayat 143 ................................................ 20

B. Devariasi kata Wasaṯ dalam al-Qur’an .................................................... 23

C. Pandangan Mufasir terkait Term Ummatan Wasaṯan ........................ 23

1. Al-Thabârî ..................................................................................... 23

2. Al-Qurṯubî ..................................................................................... 25

3. Quraish Shihab .............................................................................. 26

4. Hamka ......................................................................................... 27

Page 16: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

xv

BAB III UMMATAN WASAṮAN DALAM PANDANGAN MUHAMMAD

ABDUH DAN SAYYID QUṮB .............................................................................. 30

A. Muhammad ‘Abduh ........................................................................... 30

1. Riwayat Hidup .............................................................................. 30

2. Karya-karya .................................................................................. 34

3. Metode dan Corak Penafsiran ......................................................... 35

4. Sumber Penafsiran ......................................................................... 37

B. Sayyid Qutb ......................................................................................... 39

1. Riwayat Hidup .............................................................................. 39

2. Karya-karya .................................................................................. 43

3. Metode dan Corak Penafsiran ......................................................... 44

4. Sumber Penafsiran ......................................................................... 46

BAB IV PERBANDIINGAN PENAFSIRAN UMMATAN WASAṮAN

DALAM PANDANGAN MUHAMMAD ‘ABDUH DAN SAYYID QUṮB ............. 49

A. Penafsiran Muhammad ‘Abduh Tentang Ummatan Wasaṯan............ 49

B. Penafsiran Sayyid Qutb Tentang Ummatan Wasaṯan .......................... 55

C. Kriteria Ummatan Wasaṯan Menurut Muhammad Abduh dan Sayyid

Quṯb..................................................................................................... 63

1. Kriteria Ummatan Wasaṯan Menurut Muhammad Abduh ................. 63

2. Kriteria Ummatan Wasaṯan Menurut Sayyid Quṯb ........................... 64

D. Relevansi Penafsiran Ummatan Wasathan Muhammad ‘Abduh dan

Sayyid Qutb dalam konteks Kemajemukan Umat Beragama .................... 64

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 78

A. Kesimpulan......................................................................................... 78

B. Saran ................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80

Page 17: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai nilai untuk selalu

berinteraksi dengan sesama manusia dan punya naluri untuk selalu hidup bersama.1

Hubungan manusia antar sesamanya tersebut oleh para sosiolog diberi istilah dengan

sebutan masyarakat.2 Lebih jauh para sosiolog mendefinisikan masyarakat sebagi

golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang saling

mempengaruhi atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling pengaruh

mempengaruhi satu sama lain yang menghasilkan kebudayaan.3 Dengan demikian,

masyarakat akan terbentuk akibat dari hubungan yang saling membutuhkan antar satu

pihak dengan pihak lain.

Al-Qur’an merupakan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan. Agar tujuan

dan fungsi al-Qur’an itu dapat di realisasikan oleh manusia, maka al-Qur’an datang

dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, aturan-aturan, prinsip-prinsip serta

konsep-konsep. Baik yang bersifat global maupun terperinci, ekplisit maupun implisit

dalam berbagai bidang persoalan kehidupan.4

1 Musya Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam (Yogyakarta: LESFI, 1982),

h. 140-143 2 Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab: Syarikah (serikat ) yang artinya Partner atau

sekutu. Luis Ma’luf, al-Mu’jam al- Mufahras Fi al-Lugah (Bayrût: Dâr al-Masyruq, 1973), h. 384.

3 Hasan Sadzily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia ( Jakarta: Bina Aksara, 1983), h. 50. 4 Abd. Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir al-Qur’an (Ujung Pandang: Lembaga

Kebudayaan Islam, 1991), h.13.

Page 18: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

2

Secara garis besar al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan akidah,

syariat, dan akhlak dengan jalan meletakan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan

tersebut. Persoalan akidah merupakan aspek yang mengatur tata kepercayaan dalam

Islam, adapun Syariat peraturan atau hukum-hukum yang di perintahkan oleh Allah

melalui perantara Rasul-Nya baik yang berhubungan dengan keyakinan maupun

mualamah, sedangkan akhlak merupakan aspek yang mengatur tata perilaku manusia

baik sesama manusia maupun dengan Tuhannya.5

Dari penjelasan di atas bahwa al-Qur’an adalah petunjuk dari berbagai aspek

kehidupan manusia sehingga dapat menjadi solusi dari persoalan bangsa, agama, dan

Negara, maupun persoalan global saat ini. krisis dunia Internasional saat ini sudah

sedemikian kompleks sehingga Islam dituntut dapat turut andil didalamnya. Inilah

yang menjadi tanggung jawab sebagai ajaran agama yang ramah dan menjadi rahmat

ditengah konflik.6

Dengan demikian bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia yang

telah dibawa oleh Rasulullah sebagai risalahnya, sebagimana firman Allah dalam Q.S

al-Anbiya 21:107

Dan Tiadalah Kami mengutus kamu (wahai Muhammad), melainkan untuk

(menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Maka dari itu, setiap umat Islam harus benar-benar dapat memahami agama

Islam sehingga bisa memanifestasikannya sebagai agama yang santun, toleransi dan

penuh kasih sayang.7 Artinya setiap umat Islam memikul tanggung jawab untuk

5 Muhammad Syaltut, al-Islâm ʽAqîdah wa Syarî’ah, penerjemah Bustami A. Gani dan B.

Hamdani Ali dengan judul Islam dan Aqidah serta Syariat, cet. V (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 28

. 6 A. Mustofa Basri, dkk, Islam Madzhab tengah (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), h.

17. 7 Nazruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1973), h. 106,

Page 19: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

3

memperjuangkan kehendak Islam yang dapat memberikan ketentraman, perdamaian

dan keseimbangan ditengah-tengah masyarakat.

Akan tetapi dewasa ini Islam sedang terjadi berbagai konflik internal. Seperti

halnya pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Pendegradasian pemahaman

mulai bermunculan yang mengakibatkan Islam kehilangan marwah sebagai Agama

yang Rahmah. Sehingga muncul label terhadap Islam bahwa Islam adalah agama

Teroris, Agama yang Intoleran, Agama yang Radikal dan Liberal. 8

Kecenderungan radikalisme dalam Islam sangat ektrim dan ketat dalam

memahami hukum-hukum agama dan mencoba memaksakan cara tersebut dengan

menggunakan kekerasan di tengah masyarakat. Di Indonesia terdapat beberapa

kelompok pemikiran dan gerakan Islam yang dicap sebagai kelompok radikal,

diantaranya adalah mereka yang tergabung dalam jamaah Salafi, Negara Islam

Indonesia (NII), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),

dan Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)9

Kelompok-kelompok Radikal di atas nampaknya menyuarakan ide-ide seperti

penerapan syariat Islam atau Negara Islam. mendirikan Negara Islam adalah solusi

ditengah kegagalan hukum yang dibuat oleh pemerintah yang dibangun dengan ajaran

diluar Islam, dengan diberlakukannya hukum Islam secara keseluruhan dalam suatu

konsep Negara.10

Sedangkan kecenderungan Liberalisme bisa dilihat pada sikap longgar secara

ekstrim dalam kehidupan beragama dan tunduk pada perilaku dan pemikiran yang

asing bila dilihat dari pertumbuhan tradisi Islam. Aliran Islam liberal berpendapat

agama Islam adalah agama yang benar, namun pada saat yang sama juga mengatakan

8 Andi Aderus Banua dkk, Kontruksi Islam Moderat: Mengupa Prinsip Rasionalitas,

Humanitas dan Universalitas Islam ( Makassar: ICCAT Press dengan Aura Pustaka, 2012), h. 50. 9 Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI press, 2005), h. 104-105 10 Afadlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia, h. 106-107.

Page 20: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

4

bahwa semua agama adalam benar juga. Apabila setiap penganut agama berdakwa

hanya Tuhannya dan ajarannya saja yang betul, itu dakwaan yang relatif dalam

konteks agama mereka, jika dilihat dalam konteks keseuruhan agama, maka semua

agama yang meliki konsep ketuhanan yang mengajar pada kebaikan antar sesama

adalah sama-sama benar.11

Hal di atas akan berdampak negatif terhadap kesatuan umat Islam, akan

membuat Islam berkelompok-kelompok. Hal ini dibenarkn oleh sebagian orang

bahwa munculnya ragam istilah dibelakang kata Islam adalah hasil dari upaya

orientalis untuk memudahkan kajian mereka terhadap Islam, bahkan sebagian

mengatakan untuk memecah belah kesatuan umat Islam itu sendiri.12

Pengelompokan dalam Islam sudah terjadi sejak masa Sahabat, dimulai

munculnya gerakan kelompok Khawarij yang keluar dari barisan Saidina Ali R.A.

perkembangan kelompok dalam Islam sudah menjadi keniscayaan bagi Islam sendiri.

Yang melatar belakangi munculnya kelompok-kelompok dalam Islam dipicu karena

perbedaan pandangan politik yang akhirnya merambat ke wilayah akidah. Tentunya,

dalam memahami nash-nash Ilahiah pun tampaknya ada sudut pandangan yang

berbeda di setiap kelompok. Sebagai agama Rahmah, umat Islam dalam menyikapi

perbedaan sudut pandang harus dengan bijaksana dan syarat akan keadilan sehingga

tidak hilang nilai-nilai Rahmah yang ada pada Islam.

Berangkat uraian di atas Penulis dalam kesempatan ini, mencoba untuk

mengkaji dan mendalami salah satu ayat dalam al-Qur’an, yang menurut penulis

merupakan solusi atas persoalan-persoalan di atas. Ayat yang menjadi objek kajian

yang penulis maksud adalah Q.S al-Baqarah [2]: 143.

11 Hafidz Firdaus Abdullah, Membongkar Aliran Islam Liberal (Malaysia Perniagaan

Jahabersa, 2007), h. 13 12 Andi Aderus Banua dkk, Kontruksi Islam Moderat : Mengupa Prinsip Rasionalitas,

Humanitas dan Universalitas Islam ( Makassar: ICCAT Press dengan Aura Pustaka 2012), h. 5

Page 21: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

5

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang

adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar

Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak

menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami

mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang

membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali

bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan

menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang kepada manusia.”

Term ummatan wasaṯan yang terkandung dalam surah al-Baqarah [2]:143

menjadi fokus kajian penulis kali ini. Kata ummat terambil dari kata (tulisan arab)

(amma-yaummu) yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani. Dari akar kata

yang sama, lahir antara lain kata um yang berarti “ibu” dan “imam” yang maknanya

“pemimpin”, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandang, dan harapan

anggota masyarakat.13 Sedangakan wasaṯan dalam bahasa arab berasal dari kata

wasaṯa-yasiṯu-wasaṯan yang artinya adalah orang yang berada ditengah-tengah.

ummatan wasaṯan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata Islam moderat. Islam

moderat mencoba melakukan kompromi dan berada di tengah-tengah dalam

menyelesaikan suatu persoalan. Begitu pun dalam menyikapi sebuah perbedaan, Islam

moderat selalu mengedepankan sikap toleransi dan saling menghargai. Artinya tidak

terlalu liberal sehingga mencampakkan otoritasi teks dan kaidah-kaidah yang sudah

13 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996), h. 324.

Page 22: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

6

baku dalam Islam, juga tidak terlalu tekstual yang menutup mata dari perkembangan

konteks masyarakat.14

Pandangan Muẖammad ʽAbduh dalam tafsirnya memiliki tujuan pokok yaitu

menekankan fungsi kehidayahan al-Qur’an agar manusia dalam menjalani kehidupan

ini selalu dalam bimbingan dan pentunjuk al-Qur’an. Selain itu, Muẖammad ʽAbduh

dalam pembaharuan pemikirannya memasukan pemikiran Orientalis yang bersifat

sains.15

Sedangkan Sayyid Quṯb, pada fase awal penulisan pustaka baru al-Qur’an

kecenderungannya hanya pada seni dan susastraan. Metode yang beliau gunakan

adalah metode estetika dan perasaan (Ẕauq). Namun setelah peluncuruan episode

pertama Pustaka Baru al-Qur’an pada april 1949 pemikiran beliau berubah karena

kondisi mesir ketika itu sedang mengalami fase sosial yang sulit setelah perang dunia

ke II sehingga Sayyid Quṯb memilih media keadailan sosial untuk menjelaskan al-

Qur’an demi mewujudkan keadilan sosial bagi bangsa mesir.16

Dari keterangan di atas, penulis akan mengakaji dan menganalisis lebih lanjut

terkait term ummatan wasaṯan dari kedua mufasir tersebut. Baik Muẖammad

ʽAbduhmapun Sayyid Quṯb keduanya merupakan pemikir yang sama-sama lahir di

Mesir namun memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memaknai teks-teks al-

Qur’an, kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh sosio-histori, geopolitik, maupun

guru yang melatar belangkai pendidikan mereka.

14 Andi Aderus Banua dkk, Kontruksi Islam Moderat: Mengupa Prinsip Rasionalitas,

Humanitas dan Universalitas Islam ( Makassar: ICCAT Press dengan Aura Pustaka, 2012), h. 8. 15 M. Quraisy Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar; Karya Muẖammad ʽAbduh dan M. Rasyid

Ridha.(Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h. 68. 16 Salafudin Abu Sayyid, Pengantar Memahami Tafsir Fi Dzilali al-Qur’an Sayyid Quṯb, Cet

1 (Surakarta: 2001), h. 51-52.

Page 23: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

7

Keunggulan itulah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mencoba mengkaji

dan melihat lebih dalam tentang Muhammada Abduh dan Sayyid Quṯb, kedua tokoh

ini memilik andil yang sangat hebat dalam perkembangan tafsir di era modern ini,

bahkan memberikan warna tersendri didalamnya, khususnya tentang ummatan

wasaṯan yang dikaitkan dengan cara hidup berdampingan antar umat seagama dan

umat beragama yang ideal sebagaimana dijelasakan oleh Allah dalam al-Qur’an.

B. IDENTIFIKASI, PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis, ada beberapa identifikasi masalah yang

akan dijadikan bahan penelitian, sebagai berikut:

1. Pandangan islam seharusnya seperti apa sehingga Ummatan Wasaṯan itu

penting untuk dijadikan solusi ?

2. Pengelompokan dalam Islam sudah terjadi sejak masa Sahabat, dimulai

munculnya gerakan kelompok Khawarij yang keluar dari barisan Saidina Ali

R.A.

3. Pemikiran Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid Quṯb terkait Ummatan Wasaṯân

2. Pembatasan Masalah

Berpijak pada persoalan yang muncul pada latar belakang di atas, penulis

membatasi diri hanya berkaitan dengan “Penafsiran Ummatan Wasaṯan menurut

Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid Quṯb serta persamaan dan perbedaan penafsiran

kedua tokoh tersebut.

Page 24: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

8

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, pokok masalah yang akan diteliti pada

kajian ini adalah bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Muẖammad ʽAbduh

dan Sayyid Quṯb tentang ummatan wasaṯan dalam al-Qur’an ?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Memperkenalkan karakteristik pemikiran Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid

Quṯb

2. Mengetahui makna ummatan wasaṯan menurut Muẖammad ʽAbduh dan

Sayyid Quṯb yang terdapat dalam Tafsîr al-Manâr dan Fī Ẕilâl al-Qur’ân

khususnya dalam Surah al-Baqarah ayat 143

3. Mengetahui apa kriteria ummatan wasaṯan menurut Muẖammad ʽAbduh dan

Sayyid Quṯb

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang tafsir

al-Qur’an khususnya bagi civitas akademika Fakultas Ushuluddin

2. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana strata satu di Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

D. Tinjauan Pustaka

Tulisan yang berkaitan tentang konsep Ummatan Wasaṯan dalam umat Islam,

telah dilakukan oleh beberapa sarjana, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Muh. Syaukani dalam skripsi yang berjudul Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an:

kajian tafsir tematik atas ayat-ayat al-Qur’an, Mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas

Page 25: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

9

Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alaudin Makassar. Dalam penelitiannya

tersebut dibahas tentang karakter sebuah masyarakat yang sudah lama hilang dan

telah didamba-dambakan ditengah kondisi masyarakat yang jauh dari karakter ideal

muslim. Skripsi tersebut menggunakan metode madhu’i, dengan menghimpun

beberapa ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Dalam skripsi

tersebut dijelaskan bahwa masyarakat ideal dapat digolongan kepada masyarakat

yang dapat berprilaku profesional yang berlandaskan ketauhidan yang disebutkan

dalam al-Qur’an. Dengan demikian dapat digolongkan menjadi empat masyarakat

yang ideal menurut al-Qur’an. Pertama, karakter Ummatan Wahidah, karakter

Ummatan Muqtasidah, karakter ummatan wasaṯan, karakter khairah ummah.

Kemudian Pemikir Islam yang menuliskan karya Ilmiah terkait penelitian ini

adalah Prof. Dr. Quraish Shihab yang berjudul Wawasaan al-Qur’an : Tafsir

Mudhu’i atas Pelbagai Persolan Umat.17 Ia menulis satu bab khusus tentang

Ummah, pengertian Ummatan wasaṯan serta siapa saja yang dapat dikatakan sebagai

“Ummatan Wasaṯan” . Quraish Shihab dalam mengartikan Ummah melihat pada asal

kata dari umah tersebut. Menurutnya kata ummah terambil dari kataa amma-

ya’ummu yang artinya menuju, manumpu, dan meneladani. Dari akar kata tersebut

lahir juga kata lain yaitu umm yang artinya ibu, dan dari akar yang sama lahir pula

kata imam yang artinya pemimpin, sebab keduanya (umm dan imam ) menjadi

teladan dan tumpuan pandangan serta harapan semua anggota masyarakat. 18

Penulis juga menemukan artikel yang ditulis oleh Afrizal Nur dan Muklis dengan

judul Konsep Wasathiyah dalam al-Qur’an (studi komparatif antara tafsir al-Tahrir

17 M Quraisy Shihab, Wawan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i ataspelbagai persoaln umat

(Banduung: Mizan 1997), h. 1. 18 M Quraisy Shihab, Wawan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i ataspelbagai persoaln umat, h.

329.

Page 26: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

10

wa at-Tanwir dan Aisar at-Tafsir). Dalam artikel tersebut mencoba untuk mengurai

konsep Wasathiyah dalam al-Qur’an menurut sudut pandang ahli tafsir, untuk

menemukan poin penting yang mampu meminimalisir “mind understanding” dan

sikap intoleran yang terjadi di daerah tertentu akibat minimnya pemahaman umat

tentang makna Wasaṯiyah yang sebenarnya. Dengan maksud agar melahirkan

pemikiran yang moderat di era seperti sekarang ini, sehingga terciptanya masyarakat

yang toleran, rukun dan cinta damai.

Buku tentang Islam Madzhab Tengah19 salah satu sub babnya menjelaskan tentang

ummatan wasaṯan dengan menjelaskan beberapa ciri dari ummatan wathan yaitu,

adanya hak kebebasan yang harus diimbangi dengan kewajiban, adanya

keseimbangan antar duniawi dan ukhrawi.

Buku kontruksi Islam moderat dalam buku tersebut dipaparkan sisi kemoderatan

islam dari bebagai disiplin ilmu, seperti aqidah, fikih, tafsir, pemikiran, tasawuf, dan

dakwah. Buku ini menjelaskan bahwa islam moderat direpresentasikan oleh aliran al-

Asy’ariyah. Aliran yang menengahi nalirah muktazilah yang sangat rasional dengan

salafiyah dan hanabilah yang sangat tekstual.

Penafsiran Muhammad Thalibi tentang Ummatan wasaṯan dalam al-Qur’an, oleh

Nor Elisa Rahmawati. Karya skripsi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014. Yang menguraikan

pandangan Thalibi tentang konsep Ummatan Wasaṯan.

Penulis termotivasi untuk mengkaji hal dengan tema Ummatan Wasaṯan melalui

pendekatan bersifat komparasi antara Tafsîr al-Manâr dan Tafsîr Fī Ẕilâl al-Qur’ân

dengan menimbang dan memperhatikan, kajian tentang Ummatan Wasaṯan sangat

19 Buku karangan dari A. Mustofa Basri, dkk yang diterbitkan oleh Grafindo Khazanah Ilmu

tahun 2007

Page 27: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

11

esensial dalam penegakkan agama Islam di era Milenial maupun yang akan datang,

karenanya sangat penting untuk dibahas sebagai suatu kajian ilmiah.

E. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif yang bersifat menemukan teori.20

Dilihat dari objeknya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka atau

literatur (Library research), karema penelitian ini akan meneliti dokumen-dokumen

tertulis seperti buku tentang umat islam, kitab-kitab tafsir dan lain sebagainya. Hal ini

dilakukan melalui metode komparatif (Muqaran).21 Yang digunakan untuk

menganalisa data yang sama dan berentangan. Dalam konteks ini langkah- langkah

yang harus ditempuh ialah dengan memusatkan perhatian pada sejumlah ayat tertentu,

lalu melacak berbagai pendapat para mufasir tentang ayat tersebut, kemudia

membandingkan pendapat-pendapat yang mereka kemukakan untuk mengetahui

kecenderungan aliran yang mempengaruhi mereka.22

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Data Primer, yaitu kitab Tafsîr al-Manâr karya Muẖammad ʽAbduh dan Tafsîr

Fî Ẕilal al- Qur’ân karya Sayyid Quṯb

b. Data sekunder, yaitu berbagai macam kitab atau buku-buku yang berkaitan

dengan masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Dalam hal ini,

20 Sri Kumalangsih, Metodelogi Penelitian ( Malang: Universitas BrawijayaPress, 2012), h.

48. 21 Jonthan Sarwono, Metode penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Yogyakarta: Graha

Ilmu,2006), h. 259. 22 Metode komparatif menurut para ahli mencakup tiga hal yaitu, pertama, membandingkan

ayat yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih. Kedua,

membandingkan ayat al-Qur’an dan hadits yang tampak bertentangan. Ketiga, membandingkan

berbagai pendapat ualam tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. lihat, Nashiruddin Baidan, Metodelogi

Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 65.

Page 28: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

12

buku-buku yang dapat dijadikan rujukan yang lain diantaranya adalan buku

yang berjudul Islam Ektrem, Islam Dan Doktrin Peradaban, Menuju

Ummatan wasthan: Kerukunan Beragama di Indonesia, Islamku Islam Anda

Islam Kita, dan berbagai refresensi buku, kitab maupun jurnal lainnya.

3. Teknik Analisis Data

Adapun teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Analisis-deskriptif.23 Yaitu dengan menganalisis dan memberikan gambaran terkait

ummatan wasaṯan menurut Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid Quṯb.

Pada tahap analisa data ini, langkah yang dilakukan adalah pertama,

mengelompokkan data berdasarkan tema dan tokoh tafsir selanjutnya meneliti seluruh

data yang diperoleh. Kedua, mendeskripsikan penafsiran kedua tokoh mengenai

ummatan wasaṯan dalam Tafsîr al-Manâr karya Muẖammad ʽAbduh dan Tafsîr Fî

Ẕilal al-Qur’ân karya Sayyid Quṯb. Ketiga, menganalisis penafsiran keduanya dan

akhirnya menarik kesimpulan dari penafsiran tersebut.

Adapun pendekatan yang dilakukan oleh penulis untuk membaca data dengan

lebih efektif dan memadai, maka pendekatan yang digunakan dalam analisis data

adalah pendekatan teori. Hal ini penulis pilih sebagai alat untuk mengetahui kriteria

dan sikap ummatan wasaṯan menurut Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid Quṯb.

F. METODOLOGI PENULISAN

Dalam menulis skripsi ini, penulis mengacu kepada Keputusan Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 tentang pedoman penulisan

karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

23 Nashiruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1998),

h 68.

Page 29: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

13

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar penelitian ini menjadi terarah maka skripsi ini disusun menjadi lima bab

sebagi berikut :

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang

masalah munculnya penelitian ini beserta pendapat akademik seputar problematika

umat, setelah itu permasalahan diidentifikasi, dibatasi serta dirumuskan, kemudian

disertakan pula tujuan dan manfaat dari penelitian. Selain itu tinjauan pustaka

dilakkan dengan penjelasan mengenai metode penelitian yang dipakai untuk

menyelesaikan penelitian ini. dan pembahasan terakhir yaitu penjelasan mengenai

sistematika pembahasannya.

Bab Kedua, merupakan landasan teori yakni menganalisa lafaz ummatan wasaṯan

menurut pendapat cendikiawan muslim, asbabun nuzul, serta devariasi kata.

Bab Ketiga, berisi potret kehidupan Muẖammad ʽAbduh dan Sayyid Quṯb yang

meliputi latar belakang sosio hostoris, Pendidikan, karya-karya, serta metode dan

corak penafsiran .

Bab Keempat, pada bab ini penulis mendeskripsikan konsep Muẖammad ʽAbduh

dan Sayyid Quṯb terkait ummatan wasaṯan kemudian mengklasifikasikan kriteria

ummatan wasaṯan serta relevansi penafsiran tokoh tersebut dalam memberikan solusi

pemikiran di zaman milenial yang kaya akan kemajemukan.

Bab Kelima, meliputi penutup, yaitu berisi kesimpulan-kesimpulan yang

diperoleh serta saran-saran.

Page 30: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

15

BAB II

ANALISA TERM UMMATAN WASAṮAN

A. Pengertian Ummatan Wasaṯan

1. Pengertian Ummatan

Kata umam adalah jamak dari kata ummah yang artinya al-Jamâʽah,

sekelompok orang, masyarakat, dan juga bangsa. Kata tersebut berakar dari huruf

hamzah dan mim ganda, yang secara bahasa meiliki makna dasar asal, tempat

kembali, kelompok, agama, postur tubuh, masa dan tujuan.1 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kata ummah atau umat diartikan sebagai “para pengikut, pemeluk,

penganut suatu agama” dan juga berarrti “makhluk manusia”.2

Kata ummat berasal dari bahasa arab (amma-yaummu) yang berarti menuju,

menumpu, dan meneladani. Dari akar kata yang sama, lahir antara lain kata um yang

berarti “ibu” dan “imam” yang maknanya “pemimpin”, karena keduanya menjadi

teladan, tumpuan pandang, dan harapan anggota masyarakat.3

Pengertian umat tidak hanya dibatasi sebagai manusia saja, umat menurut

Quraish Shihab memiliki pengertian yang sangat luas. Makna tersebut dijelaskan

sebagai berikut :

a. Binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan

kedua sayapnya seperti dalam Q.S al- An’am [6]: 38

1 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: 1984), h. 43. 2 Perwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2003), h. 1123. 3 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996), h.324.

Page 31: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

16

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung

yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.

Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab kemudian kepada

Tuhanlah mereka dihimpunkan”.4

b. Makluk dari bangsa jin dan manusia dalam Q.S al-‘Araf [7]: 38

“Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama

umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu

umat masuk (ke dalam neraka), Dia mengutuk kawannya (menyesatkannya);

sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk

kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: "Ya

Tuhan Kami, mereka telah menyesatkan Kami, sebab itu datangkanlah kepada

mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-

masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak

Mengetahui".5

c. Umat diartikan Waktu dalam Q.S Yusuf [12]:45

“Dan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan

teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan

memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu,

Maka utuslah aku (kepadanya)."6

d. Umat bermakna Agama, jalan atau cara hidup dalam Q.S al-Zuhruf [43]: 22

“Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-

bapak Kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya Kami orang-orang

yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".7

Dengan demikian al-Qur’an mendefinisikan umat bukan hanya sebatas

golongan manusia saja, artinya bahwa semua kelompok yang terhimpun oleh sesuatu

seperti jalan atau cara hidup, waktu, dan tempat dalam suatu ikatan yang dapat

menyatukan dan menjadikan satu umat.

Menurut al-Damighani yang dikutip oleh Quraish Shihab bahwa kata umat

dalam bentuk tunggal terulang sebanyak 52 kali dalam al-Qur’an dengan arti yaitu

4 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.325 5 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h.327 6 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 327 7 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 327

Page 32: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

17

kelompok, agama (Tauhid), waktu yang panjang, kaum, pemimpin, generasi lalu,

umat Islam, orang kafir dan manusia seluruhnya.8

Begitu banyak makna Umat yang ditemukan, menurut Quraish Shihab kata

yang dapat menggabungkan makna diatas adalaah “Himpunan”. Kata ini sangat

luwes, indah dan lentur sehingga dapat mencakup aneka makna yang dapat

menampung kebersamaan dalam aneka perbedaan. 9

Masih banyak lagi referensi yang menjelaskan secara lebar tentang kata

ummah, karena penulis difokuskan pada penafsiran ummatan wasaṯan menurut

Muhammad Abduh dan Sayyid Quthb maka hanya diambil makna umumnya saja.

2. Pengertian Wasaṯan

Wasaṯan dalam bahasa arab berasal dari kata wasṯa-yasiṯu-wasaṯan yang

artinya adalah orang yang berada ditengah-tengah.10 Kata wasaṯ sering kali di

padankan dengan kata “Moderat”. Islam “Moderat” Memiliki arti sikap pertengahan,

menghindari sikap ektrimis.11

Dalam kamus Besar bahasa Indonesia moderat artinya selalu menghindarkan

perilaku atau pengungkapan yang ekstrim, kecenderungan ke arah dimensi atau jalan

tegah, dapat mempertimbangkan pandangan pihak lain12.

Sementara itu, moderat dalam bahasa arab memiliki makna sendiri yaitu

i’tidal.13 Posisi tengah seperti ini dimaknai bahwa posisi yang paling baik, sebagai

8 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 326 9 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 326 10 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung 1990), h. 498 11 Alamul Huda, “Epistimologi Gerakan Liberalis, fundamentalis, dan Moderat Islam di Era

Modern”, Jurnal Syariah dan Hukum (vol. 2, Maret 2010): h. 188. 12 Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 2008), h. 751. 13 Adib Bisri dan Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Indonesia-Arab, hal 214

Page 33: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

18

contoh: Berani merupakan sikap tengah (wasaṯ) diantara sikap takut dan ceroboh,

kedermawanan merupakan sikap tengah diantara sikap kikir dan boros.

Menurut orang arab makna الوسط dengan makna pilihan, seperti kata فالن وسط maksdunya hidup sedang-sedang, apabila mereka ingin menaikan taraf قوميي فيي

hidupnya, dan dia adil, tidak berat sebelah.14 Abdullah Yusuf ‘Ali mendefinisikan

wasaṯ dengan makna adil, yang kemudian berkomentar bahwa esensi Islam adalah

untuk menghilangkan segala ekstrimis dengan berbagai cara.15

Menurut Yûsuf al-Qardawi wasaṯiyah yang dapat disebut juga al-tawâzun,

yaitu upaya menjaga keseimbangan antara dua sisi/ujung/pinggir yang berlawanan

atau bertolak-belakang, agar jangan sampai yang satu mendominasi dan menegakan

yang lain. sebagai contoh dua sisi yang bertolak belakang; spiritualisme dan

materialisme, individualisme, dan sosialisme, paham yang realistik dan yang idealis,

dan yang lain sebagainya. Bersikap seimbang dalam menyikapi yaitu dengan memberi

porsi yang adil dan proposional kepada masing-masing sisi/pihak tanpa berlebihan,

baik karena terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Islam adaah jalan tengah disegala

hal, baik dalam konsep, akidah, Ibadah, perilaku, hubungan dengan sesama manusia

maupun dalam perundang-undangan. 16

Kata moderat dimaknai wasaṯ, seperti yang di jelaskan dalam buku Kontruksi

Islam Moderat bahwa kata moderat dalam bahasa arab dikenal dengan istilah al-

wasṯiyah. Dalam buku tersebut makna moderat adalah tindakan tidk terlalu ektrem ke

kanan (over-tekstul) dan ektrem ke kiri (over-kontekstual). Sikap moderat selalu

mengedepankan kompromi antara wahyu dan akal, karena kedua merupakan sumber

kebenaran yang datang dari Allah SWT, mengabaikan salah satu berarti mengabaikan

kebesaran Allah SWT.17

14 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-ṯabarî, Jamî’ al-Bayan ‘An Ta’wîl Ay al-Qur’ân, terj.

Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam 2007), h. 600. 15 Ali Nurdin, Qur’anic Society, (Jakarta: Erlangga 2005), h. 76. 16 al-Qarḏâwi, al-Khashaish al-‘Ammah li al-Islam, h. 127 . 17 Nursamad Kamba “Pengantar”, dalam buku Kontruksi Islam Moderat: Menguak Prinsip

Rasionalitas, Humanitas, dan Universalitas Islam (Makassar: ICATT Press 2012), h. 8

Page 34: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

19

Sedangkan menurut Quraish Shihab, kata wasaṯ berarti segala yang baik

sesuai dengan obyeknya. Sesuatu yang baik berada pada posisi diantara dua ektrem.

Keberanian adalah pertengahan sifat ceroboh dan takut, kedermawanan merupakan

pertengahan antara boros dan kikir, kesucian merupakan pertengahan antara

kedurhakaan yang menggebu karena dorongan nafsu dan impotensi. Dari sinilah, kata

wasaṯ berkembang menjadi makna tengah.18

Berdasarkan keterangan diatas, moderat dipandangan dari dua sudut pandang

pengertin yaitu moderat dalam sudut pandang agama Islam dan moderat dalam sudut

pandang Barat. Tentunya hal ini perlu di tegaskan bahwa moderat yang dimaksud

bukanlah pengertian Barat, akan tetapi moderat dalam pengertian Islam yang

mengacu pada makna wasaṯan.

Menurut Muhammad Abduh wasaṯ diartikan dengan umat yang adil dan

pilihan. Adil dalam artian menjaga diri dari sikap ifraṯ yaitu menambahkan sesuatu

dari perkara yang sudah ditetapkan agama, dan sikap tafriṯ dan taqsir yaitu sikap

mengurang-ngurangi apa yang sudah menjadi ketetapan dalam agama. Karena

perbuatan ifraṯ dan tafriṯ merupakan perbuatan yang jelek dan merusak. Sedangkan

sebagai umat pilihan yaitu berada pada posisi tengah diantara dua ujung dalam setiap

perkara atau berada ditengah diantara keduanya.19

3. Makna Ummatan Wasaṯan

Berdasarkan uraian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa makna ummatan

wasaṯan adalah umat Islam yang berada pada posisi tengah, seimbang, proporsional,

serta bersikap adil dalam menangani suatu persoalan baik daam konsep akidah,

18 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996), h. 327 19 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar,Mathba’ah al-manar, Juz II (Mesir: Dâr al-Fikr 135),

h.4.

Page 35: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

20

Ibadah, hubungan antar sesama manusia maupun dalam perundang-undangan

sehinggga menjadi umat yang terbaik dan paling sempurna.

Sebagaimana disebutkan dalam hadist, “sebaik-baik suatu perkara adalah berada

pada pertengahan” artinya, dalam menyikapi dan menyelesaikan suatu persoalan umat

moderat (wasṯiyah) melakukan pendekatan kompromi dan berada pada posisi tengah.

Begitupula dalam menyikapi perbedaan padangan baik dalam beragama maupun

bermazhab, ummatan wasaṯan bersikap toleransi, menghargai dan memegang prinsip

kebenaran dalam beragama maupun bermazhab sesuai dengan dasar atau landsan baik

naqli maupun aqli. Sehingga dapat menerima perbedaan dengan kepala dingin dan

terciptanya kondisi yang aman, tentram dan damai.20

B. Asbab An-Nuzul Surah al-Baqarah [2]: 143

Imam al-Qurṯûbî dalam tafsirnya menyebutkan para muffasir berpendapat

bahwa ayat 144 dalam surah al-Baqarah [2]lebih dahulu turun dari pada ayat

sebelumnya. Ayat khusus ini menjelaskan pemindahan arah kiblat shalat dari Baitul

Maqdis ke Ka’bah. Imam Jalâl al-Dîn al-Suyûṯî menjelaskan bahwa Ibn Ishâq berkata,

“Ismâ’il bin Khâlid memberi tahu saya dari Abû Ishâq dari al-Barra’, dia berkata,

“dulu Rasulullah saw shalat menghadap kearah Baitul Maqdis. Ketika itu beliau

sering melihat kearah langit menanti-nanti perintah Allah. Maka, Allah ta’ala

menurunkan firman-Nya:

“Kami melihat wajahmu(Muhammad) sering menengadah kelangit,

maka akan kami palingkan engkau kekiblat yang engkau senangi. Maka

hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram...” (al-Baqarah [2]: 144)21

Ada perbedaan pendapat antara para muffasirin, namun mayoritas ulama

menyatakan berpendapat bahwa turunnya ayat 144 surah al-Baqarah [2] berawal dari

20 Amri Aziz dan Ahmad Baharuddin, ed “pengantar catatan editor” dalam; Andi Aderus

Banua dkk, Konstruksi Islam Moderat, h. 8. 21 Jalâl al-Dîn al-Suyûṯî, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, ter. Abdul Hayyie, cet. I (Jakarta:

Gema Insani, 2008), h 57.

Page 36: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

21

penantian rasulullah akan turunnya perintah untuk memindah arah kiblat dari Baitul

Maqdis ke Ka’bah. Pendapat ini dinyatakan oleh Imam al-Razi dalam tafsirnya

dengan beberapa alasan yang diantaranya bahwa Rasulullah lebih senang menghadap

Ka’bah dari pada Baitul Maqdis.

Kecondongan Rasulullah ini bukanlah tanpa alasan, Imam al-Râzî menyebut

bebrapa diantaranya karena kesombongan orang-orang Yahudi yang berkata bahwa

Rasulullah menyalahi agama mereka akan tetapi mengikuti kiblat mereka. Selain itu

kecenderungan Rasulullah pada Ka’bah dikarenakan pula Ka’bah merupakan

kiblatnya Nabi Ibrahim. 22

Maka, Nabi Muhammad saw menengadahkan wajahnya kelangit untuk

menhadap dan berharap akan turunnya perintah arah kiblat. Setelah melalui kurun

waktu antara enam belas atau tuju belas bulan sejak hijrahnya beliau ke Madinah,

perintah itu pun turun berupa ayat 144 dari surah al-Baqarah. Imam al-Bukhârî

meriwayatkan dari al-Barra’ Ibn Azib bahwasannya Nabi SAW shalatnya menghadap

baitul Maqdis selama eman belas atau tujuh belas bulan. Sedangkan beliau

menginginkan menghadap ke Baitullah (Ka’bah). Shalat beliau yang pertama kali

mengahdap Ka’bah yaitu shalat ashar berjama’ah. Kemudian salah seorang sahabat

yang shalat bersama nabi keluar dan melewati sekelompok sahabat dimasjid yang

tengah ruku’, iya berkata :”akau bersaksi dengan nama Allah, aku telah shalat

bersama nabi menghadap Makkah (Ka’bah)”, maka berputarlah mereka sebagaimana

mereka yang shalat bersama Nabi menghadap Baitullah. Dan orang yang telah wafat

sebelum arah kiblat pindah menghadap Makkah, yaitu orang-orang yang telah

terbunuh, kami tidak mengetahui apa yang kami katakan tentang mereka. Lalu allah

22 Abû Abdillâh Muẖammad Ibn ‘Umar al-Râzî, Mafâtih al-Ghaib, Jilid II (Bayrût: Dâr al-

Hadîts, 1987), h. 403.

Page 37: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

22

menurunkan: “dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah

maha pegasih lagi Maha penyayang kepada manusia”. (HR al-Bukhârî hadis no 40)23

Lalu seorang muslim berkata,” kami ingin tahu tentang orang-orang muslim

yang sudah meninggal sebelum kiblat kita berubah dan bagaimana sholat kita ketika

masih mengahadap kearah Baitul Maqdis?” maka Allah menurunkan Firmannya

”...dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu...” (al-Baqarah [2]:143)

Namun orang-orang yang akalnya kurang berkata, “apa yang membuat mereka

meninggalkan kiblat mereka sebelumnya ?” maka Allah menurunkan firmannya,

“orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata ....”, hingga akhir

ayat.24

Dari penjelasan diatas bahwa ayat 144,143,142 menjelaskan permasalahan

terkait pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka`bah ketika Nabi berada di

Madinah. Pemindahan tersebut menimbulkan konflik sehingga memunculkan

keheranan dan teriakan ketidaksukaan bagi banyak orang. Orang-orang bodoh yang

berteriak dan terima tersebut di dalam al-Qur`an adalah orang-orang Yahudi. Sebab

itulah ayat 143 menerangkan kedudukan ummat Nabi Muhammad sebagai ummathan

wasaṯan yaitu ummat yang adil dan terpilih. Ini merupakan perbandingan dengan

ummat-ummat yang lain, yang dalam sejarah bahwa mereka yakni penentang dan

pendurhaka atas islam yang terdiri dari kaum kafir quraisy, munafiqin dan yahudi.25

Oleh karena itu, ummat Nabi Muhammad adalah ummat yang terbaik karena mereka

23 Jalâl al-Dîn al-Suyuṯî, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, h. 53. 24 Jalâl al-Dîn al-Suyuṯî, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, h. 57. 25SayyidQutub,Tafsir Fi Zilali al-Qur’an,diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk, Jilid. I

(Jakarta: Gema Insani, 2000) h. 157

Page 38: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

23

dapat menerima ajaran Rasulullah SAW. Dan mereka telah berlaku adil terhadap

ajaran Allah SWT.26

C. Devariasi kata wasaṯ dalam al-Qur’an

Penulis telah menelusuri melalui kamus al-Qur’an Mu’jam al-Mufahros li alfadz

al-Qur’an al-Karim dengan menggunakan lafadz وسطط maka ditemukan beberapa

devariasi kata dalam al-Qur’an yaitu, Q.S al-Baqarah [2] : 238, Q.S al-Maidah [4]: 89,

Q.S al-Qalam [68]: 28 dan Q.S al-‘Adiyat [100]: 5. namun hanya satu yang tersanding

dengan kata ummat yaitu pada surah al-Baqarah [2]: 143.27

Penulis menelusuri setiap makna yang terkandung didalam al-Qur’an yang

menggunakan redaksi yang menggunakan kata dasar وسيط memiliki makna yang

bervariasi. Dalam Surah al-Baqaah [2] : 238 penggunaan kata الوسيى menunjukan

makna sholat wusṯa yang definisikan menurut para ulama adalah sholat ashar.

Kemudian dalam Surah al-Maidah [5]:89, menunjukan bahwa penggunaan kata اوسيط dengan makna sebaik-baik makanan yang kamu berikan kepada keluargamu, dalam

Surah al-Qalam [68]:28 menggunakan kata اوسيىم maknanya adalah orang-orang

bijak, dan pada Surah al-‘Adiyat [100]: 5 menggunakan kata فوسيى yang memilki

makna tengah-tengah musuh.28

D. Pandangan Mufassir terkait term ummatan wasaṯan

1. Imam al-Ṯabârî

Q.S al-Baqarah [2]: 143

26 Ismail bin Ibrahim, Konsep Wasathiyyah Perspektif Islam (Data Base), h. 2-3. 27 Muhammad Fuʽad ʽAbd al-Baqiʽ, al-Mu’jam al-Mufahras Lî al-Fâdz al-Qur’ân al-Karîm

(Istanbul Turki: al-Maktabah al-Islâmiyyah, 1984), h. 750. 28 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan terjemahanya (Bandung: CV Darussunah, 2015)

Page 39: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

24

“Dan demikian Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang

adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar

Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak

menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami

mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang

membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali

bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan

menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang kepada manusia.”

Menurut al-Ṯabârî (w. 310 H) adapun arti firman Allah وكذالك جعليكم اميو وسيى adalah sebagaimana Kami tunjukan kalian wahai oran-orang yang beriman kepada

Nabi Muhammad SAW dan wahyu yang dibawanya dari sisi Allah, maka Kami

mengkhususkan, untuk menunjukan ke arah kiblat dan agama Ibrahim, dan Kami

mengutamakan kalian dari pada pengikut agam lain, begitu juga kami mengutamakan

kalian dengan menjadikan umat yang moderat.29

Menurut orang arab makna الوس dengan makna pilihan, seperti kata فالن وسط maksdunya hidup sedang-sedang, apabila mereka ingin menaikan taraf فيي قوميي

hidupnya, dan dia adil, tidak berat sebelah. Al-ṯhabari berpendapat bahwa melihat dari

ayat ini makna kata الوسيط artinya adalah bagian yang terletak diantara dua sisi,

seperti وسيط اليرا (ruang tengah). Al-ṯhabari juga melihat jika Allah mengatakan umat

ini adalah اميو وسيى karena mereka berimbang dalam agama, tidak berlebih-lebihan

sebagaimana orang-orang Nasrani dan Yahudi. Allah juga mensifati umat ini dengan

29 Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr al-Ṯabarî, Jamî’ al-Bayân ‘An Ta’wil Ay al-Qur’ân, penerj.

Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 601-602

Page 40: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

25

dikarenakan perkara yang paling disukai Allah adalah tengah-tengah امييو وسييى

(seimbang).30

Penakwilan kata الوسيط yang artinya adalah adil, dan inilah makna sebanarnya

dari الخييي (Pilihan), karena manusia yang dijadikan pilihan disebabkan karena

keadilan mereka. Ulama yang berpendapat الوسيط adalah adil, menyebutkan riwayat

sebagai berikut:

ثيك س ل ب جك دة، وييعقوب ب إبيراهي ، ق ل: ثك حفص ب غي ث، ع العمش، ع أب ص لح،حروسل ف قيول : " }وكذلك جعلك ك أمو وسى { ]البقرة: ع أب سعير، ع الكب صل الل علي

عرول »[ ق ل: 341”Salim bin Junadah dan Ya’qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami,

katanya: Hafs bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dar ‘Amash, dari Abi

Shalih, dari Abi Sa’id dan Nabi SAW, tentang firman Allah ( مو وكذلك جعلك ك أ اوسط ) katanya :artinyya “Keadilan”

ثيك ص لح، محمر ب بش ق ل: حرثك مؤمل ق ل، حرثك سفي ن، ع العمش، ع أب حر ع أب سعير الخر ي:"وكذلك جعلك ك أمو وسى " ق ل،"عرول

“Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, katanya:

Mu’ammal menceritakan kepada kami, katanya : Sufyan menceritakan kepada

kami, dari A’masy dari Abi Shilih dari Sa’id al Khudri, tentang firman Allah

berkata, “Adil.” 31 وكذلك جعلك ك أمو وسى

2. Al-Qurṯubi (Tafsir al-Jâmi’ Li ahkam al-Qur’an)

Menurut al-Qurtubi (w. 671 H) makna dari firman Allah وكذالك جعلكم امو وسى ialah sebagaimana Allah menjadikan Ka’bah merupakan tengah-tengah bumi, maka

30 Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr al-Ṯabârî, Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-Qur’an, h.

601. 31 Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr al-Ṯabârî, Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi al-Qur’an, h.

602.

Page 41: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

26

dengan demikian Allah pun menjadikan umat Islam umat yang pertengahan, yaitu

berada dibawah para Nabi dan di atas umat lain.32

Kemudian menurut al-Qurṯubî sendiri makna الوسط adalah adil, asal dari kata ini,

bahwa sesuatu yang paling terpuji adalah yang pertengahan. Al-Qurṯubî memberikan

perumpamaan posisi pertengahan dengan sebuah lembah, dikatakan bahwa

pertengahan lembah yang paling subur dan penuh dengan air adalah bagian

tengahnya. Mana kala pertengahan itu jauh dari berlebihan dan melampaui batas,

maka ia menjadi terpuji. Maksudnya adalah umat Islam ini tidak melakukan hal

berlebihan sebagaimana umat Nasrani berlebihan dengan para Nabi mereka, dan juga

tidak melampaui batas sebagaimana yang dilakukan umat Yahudi melampaui nabi

mereka.

Dalam hadist dinyatakan:

“Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya” dalam hadist ini pun diriwayatkan

dari Ali,” Tetaplah kalian pada namth yang paling pertengahan, karena

sesungguhnya kepadanyalah yang tinggi akan turun, dan kepadanya pula yang renda

akan naik”.33

3. M. Quraish Shihab (Tafsir al-Mishbah)

M. Quraish Shihab mendefinisikan ummatan wasaṯan dengan umat pertengahan

(moderat) dan tekadan sesuai dengan posisi Ka’bah yang berada dipertengahan bumi.

Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan, suatu

hal di mana dapat mengatur manusia berlaku adil. Posisi pertengahan menjadikan

seseorang dapat dilihat oleh siapa pun dalam penjuru yang berbeda, dan ketika itu ia

dapat menjadi teladan bagi semua pihak.34

32 al-Qurṯubî, al-Jâmiʽ Li Ahkâm al-Qur’ân, penerj. Fathurahman, Ahmad Hotib (Jakarta:

Pustaka Azzam 2007) h. 358-360 33 al-Qurṯubî, al-Jâmiʽ Li Ahkâm al-Qur’ân, penerj. Fathurahman Ahmad Hotib, hal 358-360 34 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Ciputat: Lentera Hati 2010) h. 414-415.

Page 42: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

27

Ada juga yang memahami ummatan wasaṯan dalam arti pertengahan dalam

pandangan terhadap dunia dan Tuhan. Tidak mengingkari wujud tuhan, tetapi juga

tidak menganut paham politeisme (banyak Tuhan). pandangan Islam adalah Tuhan

Maha Wujud, dan Dia Yang Maha Esa. Pertengahan juga adalah pandangan umat

Islam tentang kehidupan dunia ini; tidak mengingkari dan menilainya maya, tetapi

tidak juga berpandangan bahwa kehidupan dunia adalah segalanya. Pandangan Islam

selain hidup di dunia juga ada hidup di akhirat. Keberhasilan hidup diakhirat

ditentukan dengan amal sholeh dan iman didunia. Manusia jugatidak boleh tenggelam

dalam materialisme, tidak juga membumbung tinggi dalam spiritualisme, ketika

pandngan mengarah kelangit, kaki harus berpijak dibumi. Islam mengajarkan

umatnya agar meraih materi yang bersifat duniawi, tetapi dengan nilai-nilai samawi.35

4. Hamka ( Tafsir al-Azhar)

Hamka mendefinisikan ummatan wasaṯan sebagai umat Nabi Muhammad

yang menempuh jalan lurus, berada pada posisi tengah, bukan terpaku kepada dunia

sehingga diperhamba oleh benda dan materi, walaupun dengan demikian akan

menghisap darah sesama manusia. Dan bukan pula semata-mata mementingkan

rohani, sehingga tidak bisa dijalankan, sebab tubuh kita masih hidup. Didalam ibadah

shalat mulai jelas pertemuan diantara keduanya itu; shalatt dikerjakan dengan badan,

melakukan berdiri ruku’ dan sujud, tetapi semuanya itu hendaklah dengan hati yang

khusyu’.36

Nampak pula pada peraturan zakat harta benda. Orang baru dapat berzakat

apabila dia kaya raya, cukup harta menurut bilangan hisab. Dan bila datang waktunya

hendaklah dibayarkan kepada fakir-miskin. Artinyam carilah harta benda dunia ini

sebaanyak-banyaknya, dan kemudian berikanlah sebagian daripadanya untuk

35 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 414-415. 36 Hamka, Tafsir al-Azhar,juz 2 (Jakarta: Pustaka Panjimas 2005) h. 34.

Page 43: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

28

menegakkan amal dan ibadah kepada Allah dan untuk membantu orang yang patut

dibantu.37

Nampak pula pada peraturan di hari jum’at. Dihari itu pagi bolehlah bekerja

keras mencari rizki, berniaga dan bertani dan lain-lain. Tetapi setelah datang seruan

jum’at maka hendaklah segera berangkat menuj tempat shalat, untuk menyambut dan

mengingat Allah. Dan setelah selesai shalat, segeralah keluar dari masjid untuk

bekerja dan bergiat lagi.38 Ini menunjukan jalan tengah diantara tiga agama serumpun.

Dalam pada itu secara luas dapat pula kita tilik pandnagan hidup barat yang-

dipelopori oleh alam fikiran Yunani yang lebih emmentingkan fikiran (filsafat), dan

alam fikiran yang dipeopori oleh India purba yang memandang bahwa dunia ini

adalah maya semata-mata, atau khayal. Sejak dari itu ajaran Upanisad sampai ajaran

Veda, dari Persia dan India, disambung lagi dengan ajaran Budha Gautama, semua

lebih mementingkan kebersihan jiwa, sehingga jasmani dipandang sebagai jasmani

yang menyusahkan.39

Bangkitnya Nabi Muhammad saw. dipadang pasir Arabia itu, adalah

membawa ajaran bagi membangunkan ummatan wasaṯan, suatu umat yang

menempuh jalan tengah, menerima hidup didalam kenyataan. Percaya kepada akhirat,

lalu beramal di dalam dunia ini. mencari kekayaan untuk membela keadaila,

mementingkan kesehatan jamsani dan rohani, karena kesehatan yang satu dan lainya

berkaitan. Mementingkan kecerdasan fikiran, tetapi dengan menguatkan inadah untuk

menghaluskan perasaan. Mencari kekayaan sebanyk-banyaknya karena kekayaan

adalah alat untuk berbuat kebaikan. Menjadi khalifah Allah diatas bumi, ntuk bekal

menuju akhirat, karena kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. Selama

37 Hamka, Tafsir al-Azhar,juz 2, h. 34. 38 Hamka, Tafsir al-Azhar,juz 2, h. 35. 39 Hamka, Tafsir al-Azhar,j uz 2, h. 36.

Page 44: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

29

umat ini menempuh Sirâṯ al-Mutaqîm (jalan yang lurus) maka selama itu pula mereka

akan menjadi ummat jalan tengah.40

40 Hamka, Tafsir al-Azhar,juz 2, h. 36.

Page 45: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

30

BAB III

PENAFSIRAN UMMATAN WASAṮAN DALAM AL-QUR’AN MENURUT

MUHAMMAD ABDUH DAN SAYYID QUṮB

A. Muẖammad Abduh

1. Riwayat Hidup

Muẖammad ʿAbduh merupakan seorang pendidik yang memiliki dedikasi

terhadap ilmu pengetahuan, beliau juga seorang Mufti ’Alim, teolog dan tokoh

pembaharu Islam terkemuka di Mesir. Nama lengkap beliau adalah Muẖammad

ʿAbduh bin Hasan Khairullâh, lahir pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr

daerah kawasan Sibrakhait Provinsi al-Bukhairah Mesir.1

Orang tuanya berasal dari bangsa yang berbeda, ayahnya Hasan Khairullâh

berasal dari Turki sedangkan Ibundanya Junainah berasal dari bangsa Arab

melalui kabilah Adî yang memiliki nasab keturunan ke suku bangsa yang sama

dengan Umar bin Khattab.2 Masa kelahiran Muẖammad ʿAbduh diliputi polemik

negara, yang pada waktu itu Mesir dipimpin oleh Muhammad Ali Pasha

memberlakukan sistem perpajakan yang memberatkan penduduk Mesir.3

Sehingga penduduk Mesir yang kebanyakan petani itu kemudian selalu berpindah-

pindah tempat untuk menghindari beban berat yang dipikul atas mereka. Tak

terkecuali orang tua Muẖammad ʿAbduh yang bermata pencaharian sebagai petani

pun selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dan kejadian itu

1 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h.

11 2 Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, Diterjemahkan oleh K.H Firdaus A.N (Jakarta:

Bulan Bintang, 1989), h. 7. 3 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 58

Page 46: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

31

berlangsung kurang lebih setahun lama baruu kemudian orang tua Muẖammad

ʿAbduh menetap di Desa Mahallat al-Nasr dengan membeli sebidang tanah.4

Muẖammad ʿAbduh dibesarkan dalam lingkungan keluarga petani, ayah

dan ibunya bukan lah dari kalangan akademisi yang memiliki hubungan dengan

dunia pendidikan akan tetapi memiliki jiwa keagamaan yang teguh. Di desa

dimana mereka tinggal, ayahnya terkenal suka memberikan pertolongan.

Muẖammad ʿAbduh berkata:

“...Saya beranggapan bahwa ayahku adalah manusia termulia di kampung

saya. Lebih jauh, beliau saya anggap manusia termulia di dunia ini. karena ketika

itu saya mengira dunia itu tidak lain kecuali kampung Mahallat Nasr. Pada saat itu

pejabat yang berkunjung ke desa Mahallat Nasr lebih sering mendatangi dan

menginap di rumah kami dari pada di rumah kepala desa, walaupun kepala desa

lenih kaya dan mempunyai banyak rumah serta tanah. Hal ini yang menimbulkan

kesan yang dalam atas diri saya bahwa kehormatan dan ketinggian derajat bukan

ditentukan oleh harta atau banyaknya uang. Saya juga menyadari, sejak kecil

betapa teguhnya ayahkudalam pendirian dan tekad serta keras dalam perilaku

terhadap musuh-musuhnya. Semua itulah yang kutiru dan kuambil, kecuali

kerasnya.” 5

Setelah menyeselsaikan belajar di masjid Ṯanta bersama Syekh Ahmadi.

Muẖammad ʿAbduh melanjutkan belajar di Univesitas al-Azhar, Kairo, Mesir

pada tahun 1866 M. Dalam proses belajarnya di al-Azhar, Muẖammad ʿAbduh

kembali menemukan metode pembelajaran yang di nilainya tidak efektif. Menurut

Muẖammad ʿAbduh “kepada para mahasiswa hanya dilontarkan pendapat-

pendapat para ulama terdahulu tanpa mengantarkan mereka pada usaha penelitian,

perbandingan, dan penarjihan”6

Selama belajar di al-Azhar Muẖammad ʿAbduh berkenalan dengan Syaikh

Hasan al-Ṯawil seorang dosen yang mengajarkan kitab-kitab filsafat karya Ibnu

Sina, Logika karya Aristoteles yang pada waktu itu tidak menjadi kurikulum di al-

4 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar, h. 6 5 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h. 6 6 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h 8

Page 47: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

32

Azhar, dan Muhammad al-Basyumi seorang dosen yang banyak mencurahkan

perhatian dalam bidang sastra dan bahasa, bukan hanya melalui pengajaran tata

bahasa melainkan melalui kehalusan rasa dan kemampuan mempraktikan.7

Pada Tahun 1871 Muẖammad ʿAbduh bertemu dengan Jamaluddin al-

Afghani dalam pertemuan- pertemuan ilmiah yang diadakan al-Afghani.

Jamaluddin al-Afghani memiliki peran dalam mengalihkan kecenderungan

Muẖammad ʿAbduh dari tasawuf-dalam arti yang sempit dan dalam bentuk tata

cara berpakaian dan dzikir- kepada tawasuf dalam arti yang lain, yaitu perjuangan

untuk memperbaiki keadaan masyarakat dan membimbing mereka untuk maju

serta membela ajaran-ajaran Islam.8

Pada tahun 1877 Muẖammad ʿAbduh dinyatakan lulus tingkat Amlamiyah

(sekarang L.C,) dari al-Azhar pada usia 28 tahun, kemudian mengabdikan diri

sebagai pengajar di al-Azhar dengan mengajar mantiq (logika) dan ilmu al-kalam

(Teologi). Disamping mengajar di al-Azhar, Muẖammad ʿAbduh juga mengajar

kitab Tahdzîb al-Akhlâq karangan Ibnu Miskawih serta Sejarah Peradaban

Kerajaan-Kerajaan Eropa di rumahnya. Kemudian pada tahun 1878, Muẖammad

ʿAbduh diangkat sebagai pengajar sejarah di sekolah Dâr al-Ulûm dan Ilmu

Bahasa Arab di Madrasah al-Idarah wa al-Alsun. 9Setahun kemudian Muẖammad

ʿAbduh diberhentikan sebagai tenaga pengajar di kedua sekolah tersebut dan

diasingkan ke tempat kelahirannya di Mahallat Nashr dikarenakan hasutan

Inggris. Pada tahun 1880, Muẖammad ʿAbduh di bebaskan dan diberikan

7 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h.

8-9 8 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h. 9 9 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h. 9

Page 48: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

33

kepercayaan menjadi pimpinan surat kabar resmi milik pemerntah Mesir yaitu al-

Waqâ’i al-Misriyah.

Dua tahun memimpin surat kabar, Muhamaad Abduh kembali diasingkan

karena terlibat dalam Revolusi Urabi selama tiga tahun serta diberi hak memilih

tempat pengasingannya dan dia memilih Suriah. Di negara ini, Muẖammad

ʿAbduh menetap selama satu tahun. Kemudian menyusul gurunya Jamaluddin al-

Afghani di Paris. Dari sana mereka berdua menerbitkan surat kabar al-‘Urwah al-

Wutsqâ, yang bertujuan mendirikan pan-Islam serta menentang penjajah Barat,

Khususnya Inggris.10

Pada Tahun 1884 Muẖammad ʿAbduh meninggalkan Paris menuju Beirut

(Lebanon) mengajar disana dan mengarang buku. Di Beirut, aktivitas Muẖammad

ʿAbduh tidak hanya mengajar saja, tetapi mendirikan suatu organisasi bersama

tokoh agama lain yang bertujuan menggalang kerukunan antar umat beragama.

Organisasi ini telah membuahkan hasil positif, yaitu dimuatnya artikel-artikel

yang bersifat menonjolkan ajaran-ajaran Islam secara objektif pada media massa

di Inngris, padahal ketika itu jarang sekali dijumpai hal serupa. Namun dalam

perjalanannya, Pemerintah Turki di Beirut menilai bahwa organisasi ini memiliki

tujuan politik sehingga mengusulkan kepada pemerintah Mesir untuk mencabut

hukuman pengasingan dan mengembaikannya ke Mesir.11

Pada Tahun 1888, Muẖammad ʿAbduh kembali ke tanah airnya dan diberi

tugas oleh pemerintah Mesir sebagai hakim di pengadilan Daerah Banha.

Beberapa kali Muẖammad ʿAbduh di pindah tugaskan, sampai akhirnya dia

10 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h.

10-11 11 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h.

12

Page 49: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

34

ditugaskan di pengadilan Abidin, Kairo. Kemudian, pada tahun 1899 Muẖammad

ʿAbduh diangkat menjadi Mufti kerajaan Mesi dan pada tahun yang sama pula

diangkat sebagai anggota Majlis Syura Kerajaan Mesir, seksi perundang-

undangan.12

Dan pada tahun 1905, Muẖammad ʿAbduh mencetuskan sebuha ide

pembentukan Universitas Mesir, disambut antusian oleh masyarakat maupun

pemerintah Mesir. Sehingga disesiakan sebidang tanah untuk dibangun niversitas

tersebut. Namun sayang, Universitas tersebut baru berdiri setelah Muẖammad

ʿAbduh wafat. Dan kemudian Universitas inilah yang kemudian menjadi

“Universitas Kairo”13Pada tanggal 11 Juli 1905, pada masa puncak aktivitasnya

membina umat, Muẖammad ʿAbduh meninggal dunia di Kairo, Mesir. Yang

menyisakan luka yang mendalam bagi Mesir. Bukan hanya umat Islam yang

berduka tetapi sekian banyak tokoh non-Muslim pun ikut berduka. 14

2. Karya-karya

Muẖammad ʿAbduh memiliki banyak karya tulis mengenai aliran-aliran

filsafat, ilmu kalam (teologi) dan tasawwuf. Adapun karya-karya beliau seperti :

a. Risalah al-‘Aridah pada tahun 1873 M

b. Hasyiah Syarah al-Jalâl al-Diwani li al-`Aqâid al-Aḏudiyaj pada tahun

1875. Karya ini ditulis ketika Muẖammad ʿAbduh berusia 26 tahun. Isi

dari karang tersebut adalah aliran-aliran filsafat, Ilmu Kalam, dan

Tasawuf.

12 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar, h.

12 13 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar,

h.12-13 14 M. Quraish Shihab, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis Terhadap Tafsir al-Manar,

h.13

Page 50: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

35

c. Risalah al-Tauhid karya ini berisikan bidang Aqidah

d. Syarah Najhu al-Balaghoh karya ini berisikan tentang komentar-komentar

seputar pidato dan upacara Imam ʿAli bin Abî Ṯalib

e. Syarah Maqamat Badi’ al-Zaman am-Hamazani karya ini berisikan

tentang tata bahasa dan sastra Arab

f. Penterjemahkan kitab karangan Jamaluddin al-Afghani yaitu al-Raddu

‘Ala al-Dahriyyah dari bahasa Persia ke bahasa Arab. Isi dari buku ini

berkaitan tentang bantahan terhadap orang yang tidak percaya akan wujud

Tuhan

g. Tafsir al-Manar, Karya ini berorientasikan pada sastra-budaya dan

kemasyarakatan.15

3. Metode dan Corak Penafsiran

Metode penulisan Tafsîr al-Manâr dikatagorikan sebagai tafsir yang

menggunakan metode analatik (Tahlili). Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari

sitematikanya mengikuti sistematikan mushaf dan dibahas secara mendalam dan

menyeluruh. Bahkan metode Muẖammad ʿAbduh dalam menafsirkan al-Qur’an

disandarkan pada sejumlah dasar pokok, yaitu16 :

a. Memandang setiap surat dalam al-Qur’an merupakan satu kesatuan ayat

terpadu

b. Kandungan ajaran al-Qur’an berlaku umum untuk sepanjang masa

c. Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama bagi syari’ah

d. Perlunya memerangi sikap taqlid umat Islam

15 Quraish Shihab, Rasionalitas al Qur’ân: Studi Kritik terhadap Tafsir al Manâr

(Jakarta: Lentera Hati, 2006), h.11-15. 16 Mannaʿ al-Qaṯṯân, Pembahasan Ilmu al-Qur’an 2 (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h.

112-113.

Page 51: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

36

e. Pentingnya pendayagunaan metode akal dalam penalaran dan pengunaan

metode ilmiah

f. Bersandar pada otoritas akal dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an

g. Tidak menjelaskan secara rinci persoalan mubham

h. Bersikap sangat hati-hati terhadap tafsir bi al-ma’tsur terdahulu karena

terdapat israiliyyat

i. Pentingnya tercipta keteraturan hidup masyarakat yang mengacu kepada

petunjuk-petunjuk al-Qur’an

Dalam penafsiran al-Qur’an Muẖammad ʿAbduh dikenal sebagai mufassir

yang mempelopori pengembangan tafsir yang bercorakan al-Adabî al-Ijtimâi atau

tafsir yang berorientasikan pasa sastra, budaya dan kemasyarakatan. Adapun

corak penafsiran al-Adabî al-Ijtimâi mengandung ciri-ciri utama sebagai berikut :

1. Menguraikan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur’an

2. Penguraian makna yang dikandung dalam ayat dengan redaksi yang mudah

difahami

3. Adanya upaya untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-

hukum alam yang berlaku di masyarakat.

4. Aksentuasi yang menonjol pada utama diuraikannya al-Qur’an17

Menurut Muhammad Husein al-Dzahabi, Muẖammad ʿAbduh dengan metode

penafsirannya telah melahirkan aliran atau corak baru dalam sejarah penafsiran al-

Qur’an. Yang menurutnya aliran tersebut diberi nama al-Adâbi al-Ijrima’i, yaitu

metode pengkajian al-Qur’an dengan mengungkapkan kecermatan bahasa,

kemudian menyusun makna-makna yang di maksud dengan menarik, kemudian

17Abdurahman Rusli Tanjung, “Analisis Terhadap Corak Tafsir al-Adâby al-Ijtima’I,

Analytica Islamica, Vol.3, (10 Mei 2014) :h, 46..

Page 52: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

37

berusaha melakukan ekploitasi penerapan nahs al-Qur’an sesuai dengnn

kenyataan dan hukum-hukum kemasyarakatan yang berlaku untuk membangun

peradaban.

Aliran yang di inisiasi oleh Muẖammad ʿAbduh ini menurut al-Dzahabi

memiliki kebaikan-kebikan juga kecacatan, adapun kebaikan yang ditunjukan

adalah18 :

1. Tidak terpengaruh oleh Madzhab

2. Bersikap kritis terhadap riwayat-riwayat Israiliyat

3. Tidak tertipu oelh hadits-hadits dha’if dan maudhu’

4. Menggunakan keindahan bahasa dan kemukzijatan al-Qur’an

5. Menawarkan solusi bagi problem-problem yang dihadapi kaum muslim

pada khususnya dan bangsa-bangsa diseluruh dunia pada umumnya.

6. Memadukan al-Qur’an dengan teori-teori Ilmu pengetahuan yang valid.

Sedangkan keburukan atau kecatatan yang dimiliki dalam penafsiran

Muẖammad ʿAbduh adalah sikapnya memberikan kebebasan yang besar terhadap

akal.

4. Sumber Penafsiran

Fungsi al-Qur’an sebagai sumber petunjuk hidayah yang menjadi tujuan

penafsiran al-Manar tidak akan tercapai tanpa pendekatan yang tepat disertai

sumber-sumber yang memadai. Adapun dua sumber pengetahuan yang digunakan

dalam penulisan al-Manar, yaitu:

18 Muhammad Husein al-Dzahabî, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Juz 2 (Kairo: Dar al-Kutb

al-Hadistah 2001) h. 405-422

Page 53: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

38

1. Pengetahuan Kebahasaan

Keilmuan Bahasa terdiri dari dua kajian, yaitu kajian semantic dan kajian

sastera dikalangan Arab. Dalam ha ini perlu dilakukan kajian secara intensif dan

tidak cukup hanya percaya kepada perkataan orang. Kajian ini diperlukan untuk

mengingat banyak kata-kata al-Qur`an yang pada masa pewahyunya digunakan

dengan banyak arti tertentu. Dan pada perkembangan berikutnya digunakan

dengan makna lain. Cara terbaik dalam memahami ayat adalah dengan

manafsirkan ayat tersebut sesuai dengan arti kata pada masa pewahyuannya atau

lebih baik dengan manafsirkan ayat atas dasar penggunaan kata-kata itu sendiri

dala al-Qur`an yang berserahkan diberbagai ayat-ayatnya.19

Muẖammad ʿAbduh sangat memperhatikan ilmu kebahasaan dalam

menafsirkan. Kajian semantik dilakukan Muẖammad ʿAbduh untuk mengetahui

arti kata-kata yang berlaku dikalangan Arab. Kajian ini diperlukan mengingat

banyak kata-kata al-Qur’an pada masa pewahyuan dengan arti tertentu, ternyata

dalam perkembangan berikutnya digunakan untuk makna lain. Cara terbaik dalam

memaknai ayat adalah dengan menafsirkan sesuai arti kata tersebut pada masa

pewahyuan, atau lebih baik lagi dengan menafsirkan ayat atar dasar penggunaan

kata-kata ituu sendiri dalam al-Qur’an yang berserakan diberbagai ayat-ayatnya.

Sedangkan kajian sastra diarahkan untuk mengetahui gaya bahasa al-Qur’an

yang tinggi dalam rangka menemukan maksud Allah. Meski makna hakiki tidak

tercapai namun melalui kajian ini fungsi kehidayahan al-Qur’an akan dapat

difahami.

2. Keilmuan sosio-historis

19 Abd al-Hay al-Farmâwi, al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mauḏûʿi, (Kairo: al Hadraf al-

Arâbiah, 1977), h. 23.

Page 54: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

39

Pendekatan ini sendiri terdiri dari tiga kajian, yaitu:

a. Kajian tentang kehidupan manusia sepanjang sejarah

b. Kajian tentang latar belakang mengapa manusia diberi petunjuk

c. Kajian tentang Nabi Muhammad dan sejarahnya.

B. Sayyid Quṯb

1. Riwayat Hidup

Memiliki nama lengkap Sayyid Quṯb Ibrâhîm Husain Syadzilî. Lahir di

Mausyah, salah satu wilayah provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir. Beliau lahir

pada tanggal 9 Oktober 1906. Kakeknya yang keenam, al-Faqîr Abdullâh, datang

dari India ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu ia meninggalkan

Mekkah dan menuju dataran tinggi Mesir. Kakeknya merasa takjub atas daerah

Mausyah dengan pemandangan-pemandangan, kebun-kebun serta kesuburannya.

Maka akhirnya ia pun tinggal disana. Di antara anak turunnya itu lahirlah Sayyid

Quṯb.20

Beliau merupakan anak tertua dari lima bersaudara; dua laki- laki dan tiga

perempuan. Ayah Quṯb adalah seorang anggota Partai Nasionalis Mustafa Kamil

dan pengelola majalah al-Liwā.21 Ibunya adalah seorang wanita ṣaleḥah. Ia sangat

bersemangat untuk melakukan kebaikan, bersikap lembut terhadap orang-orang

miskin dan orang-orang yang membutuhkan, serta senantiasa taqarrūb

(mendekatkan diri) kepada Allah Swt. dengan berbagai amal shaleh. Beliau

menanamkan kepada putra-putranya sifat-sifat yang mulia, seperti kejujuran dan

keikhlasan, kebersihan dan kesucian, keperkasaan dan kemuliaan. Maka anak-

20 Shalah Abduh Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zilal al-Quran Sayyid

Quth (Solo: Era Intermedia, 2001), h. 23 21 Abduh Mustaqim, dkk. Stusi al-Qur`an Kontemporer (Yogyakarta, Tiara Wacana,

2002), h.. 111.

Page 55: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

40

anaknya pun, khususnya Sayyid Quṯb, tumbuh di atas makna-makna ini yang

tidak mereka tinggalkan sepanjang hidup mereka.22

Sayyid Quṯb sudah menghafal al-Qur’an dan menguasai Bahasa Arab

ketika usia 11 tahun23. Pada usia 13 tahun Sayyid Quṯb dikirim oleh orang tuanya

ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan24. Di Kairo ia kuliah di Dâr al-Ulȗm

dengan mengambil jurusan sastra. Dikampus ia mendapatkan pengaruh pemikiran

kaum Nasionalis liberal, yang berpengaruh di kehidupan intelaktual Mesir tahun

1920-an. Pada masa ini, ia mengenal ide pemikiran sekuler yaitu tentang

pemisahan agama dan budaya. Tokoh yang mempengaruhi adalah ‘Abbas

Mahmud al-‘Aqqad yang memiliki kecenderungan pendekatan barat. Bersama

pemikiranya, Sayyid Quṯb sangat berminat sastra inggris dan mengagumi Barat.25

Bahkan, ia aktif menulis dan tulisannya mampu menembus majalan al-Ahrâm di

Mesir. 26

Pada tahun 1948-1950, Sayyid Quṯb mendapat tugas belajar metode

pendidikan Barat di Amerika.27 Disana ia masuk dua Universitas sekaligus yaitu,

University of Nothern Colorado’s Teachers College dan Standfort University, dari

kedua Universitas ini ia mendapatkan gelar M.A. selain ke Amerika, Sayyd Quṯb

juga berkunjung ke Swiss, Inggris dan Italia.28 Terlihat pada masa-masa ini

22 Shalah Abduh Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir fi Zilal al-Quran Sayyid

Qutb, (Solo: Era Intermedia, 2001), h. 24. 23 Nuim Hidayat, Sayyid Quṯb ; Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta,

Perspektif, 2005), h.16-17 24 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb” dalam

Jurnal Episteme, vol.11 (1 Juni 2016): h. 5. 25 Nuim Hidayat, Sayyid Quṯb ; Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta:

Perspektif, 2005), h. 17. 26 Muhammad Sayyid al-Wakil, Pergerakan Islam terbesar Abad ke 14 H; Studi Analisis

Terhadap Gerakan Ikhwan al-Muslimin, terj. Facruddin (Bandun: Syamaail Press, 2001), h. 220. 27 Muhammad Sayyid al-Wakil, Pergerakan Islam terbesar Abad ke 14 H; Studi Analisis

Terhadap Gerakan Ikhwan al-Muslimin, terj. Facruddin (Bandung: Syamaail Press, 2001), h. 41 28 Saiful Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an,(Yogyakarta, Pustaka Insani Madani,

2008), h. 183

Page 56: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

41

Sayyid Quṯb masih menjalin keakraban dengan pemerintahan. Padahal, pada masa

1945-1953 (Pasca Perang Dnuia II) Mesir dalam kondisi karut-marut disebabkan

ketidak mampuan penguasa mencapai kesepakatan tentang pilihan merevisi atau

menghapus perjanjian 1936 antara Mesir dengan Inggris. 29

Keberadaan Sayyid Quṯb di Amerika bertepatan dengan pendirian negara

Israil yang telah di setujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada saat

yang bersamaan terjadi perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Mesir yang

di pimpin oleh Nasser lebih condong kepada Uni Soviet dan negara ini semakin

terpengaruh dengan pemerintahan gaya sekuler.30Ketika berada di Amerika,

menemukan hal-hal yang diluar dugaannya, melihat kegersangan moral.

Meruaknya minum-minuman keras dan sex bebas merupakan praktik-praktik yang

sering ia temui. Sampai pada suatu ketika Sayyid Quṯb ditemui oleh wanita-

wanita penggoda ketika berada di kapal Amerika, sehingga timbul kekecewaan

terhadap realitas peradaban Barat yang selama ini ia kagumi.

Tidak cukup sampai disitu, Sayyid Quṯb merasa semakin muak dengan ia

menyaksikan berbagai pemberitaan dan film yang anti Arab, melecehkan kaum

Muslimin dan pro-Yahudi. Kemudian, hati Sayyid Quṯb semakin membara ketik

orang Amerika berbahagia atas di hukum matinya Hasan al-Banna31, seorang

tokoh pergerakan Islam ternama yang mendirikan Ikhwan al-Muslimin.32

29 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 6. 30 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”. h. 6. 31 Hasan al-Banna (1906-1949) adalah tokoh pergerakan dan pembaharuan Mesir serta

pendiri Ikhwan al-Muslimin. Ia mendirikan Ikhwân al-Muslimîn dilatarbelakngi oleh kondisi

masyarakat dan [emerintah Mesir yang menurutnya semakin jauh dari aturan-aturan Islam. Ia

meninggal di sinyalir meninggal karena di tembak oleh anggota dinas Rahasia pemerintah pada 12

Februari 1949. Lihat, Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid

Quṯb”, h. 7 32 Ikhwân al-Muslimîn merupakan organisasi Islam terbesar di dunia yang ber gerak

dibidang dakwah Islam yang beraliran Sunni di Mesir. Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep

Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb, h. 6.

Page 57: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

42

Setelah menyaksikan kebiadaban yang di lancarkan oleh Barat, Sayyid

Quṯb berpindah haluan yang awalnya mengagumi Barat menjadi seorang yang

mati-matian membela Islam melalui pergerakan Ikhwan al-Muslimin. Pada tahun

1951 Sayyid Quṯb terpilih sebagai anggota pelaksana dan memimpin bagian

dakwah. Dari sini, ia sering menghadiri konfrensi Yordania dan Suriah, dalam

konferensi tersebut ia sering berceramah yang isinya menekankan pentingnya

akhlak sebagai prasyarat kebangkitan umat.

Pada tahun 1954, Sayyid Quṯb terpilih menjadi pimpinan redaksi harian

Ikhwan al-Muslimn, akan tetapi, setelah dua bulan ia menjabat, harian itu ditutup

oleh presiden Gamal Abdul Nasser yang dianggap mengancam perjanjian Mesir-

Inggris. Tak lama setelah harian ditutup, organisasi Ikhwân al-Muslimîn di larang

oleh Gamal Abdul Nasser yang dianggap organisasi tersebut tidak pro-pemerintah

dan berusaha menjatuhkannya. Karena alasan itu, pada tahun 1955 Sayyid Quṯb di

tahan. Pada 13 Juli 1955 pengadilan menjatuhkan hukuman kerja berat selama

lima belas tahun. Akan tetapi pada tahun 1964 ia dibebaskan atas permintaan

presiden Irak Abd al-Salâm ‘ Arif yang mengadakan kunjungan muhibah ke

Mesir.33

Setahun setelah pembebasan Sayyid Quṯb kembali ditahan bersama tiga

saudaranya dan 20.00 orang lainnya, dianggap menulis buku provokatif Ma’âlim

fi al-Ṯariq yang membahayakan eksistensi pemerintahan Nassir. Hingga akhirnya,

pada Senin, 29 Agustus 1966 Sayyid Quṯb dijatuhi hukuman gantung bersama dua

temannya, Abd al-Fattâh Isma’il dan Muhammad Yûsuf Hawwasi.34

33 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 8 34 Nuim Hidayat, Sayyid Quṯb; Biografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:

Perspektif, 2005), h. 45.

Page 58: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

43

2. Karya-karya

Adapun karyakarya buku hasil torehan Sayyid Quṯb adalah sebagai

berikut:35

a. Muhimmah al-Sya’ir fî al-Hayah wa Syi’ir Al-Jail Al-Haḏir, tahun terbit

1933.

b. al-Saṯi’ Al-Majhul, kumpulan sajak Quthb satu-satunya, terbit Februari

1935.

c. Naqd Kitab “Mustaqbal al-Tsaqâfah di Mishr” li Ad-Duktur Thaha

Husain, terbit tahun 1939.

d. al-Taswir al-Fanni fî al-Qur’ân, buku Islamnya yang pertama, terbit April

1954.

e. al-Aṯyâf al-Arbaʿah, ditulis bersama-sama saudaranya yaitu Aminah,

Muhammad dan Hamidah, terbit tahun 1945.

f. Tilf min Al-Qaryah, berisi tentang gambaran desanya, serta catatan masa

kecilnya di desa, terbitan 1946.

g. al-Madinah Al-Mansurah, sebuah kisah khayalan semisal kisah Seribu

Satu Malam, terbit tahun 1946.

h. Kutub wa Syakhsyiah, sebuah studinya terhadap karya- karya pengarang

lain, terbit tahun 1946.

i. Aswak, terbit tahun 1947.

j. Masahid al-Qiyâmah fî al-Qur’ân, bagian kedua dari serial Pustaka Baru

Al-Qur’an, terbit pada bulan April 1947.

35 Nuim Hidayat, Sayyid Quṯb; Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, h. 22.

Page 59: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

44

k. Rauḏah al-Thifl, ditulis bersama Aminah As’said dan Yusuf Murad, terbit

dua episode.

l. al-Qasas ad-Dîi, ditulis bersama Abdul Hamid Jaudah al-Sahar.

m. al-Jadîd al-Lughah al-Arâbiyyah, bersama penulis lain.

n. al-ʿAdalah al-Ijtimâ’iyah fî al-Islâm. Buku pertamanya dalam pemikiran

Islam, terbit April 1949.

o. Ma’rakah al-Islâm wa al-Ra’simâliyah, terbit Februari 1951.

p. al-Salam al-Islâmi wa al-Islâm, terbit Oktober 1951.

q. Tafsîr Fî-Zilâl al-Qur’ân, diterbit dalam tiga masa yang berlainan.

r. Dirasat Islamiah, kumpulan bermacam artikel yang dihimpun oleh

Muhibbudin al-Khatib, terbit 1953.

s. Al-Mustaqbal li Hadza al-Dîn, buku penyempurna dari buku Hadza Ad-

Din.

t. Khasais al-Tashawwur al-Islâm wa Muqawwimatahu, buku dia yang

mendalam yang dikhususkan untuk membicarakan karakteristik akidah

dan unsur-unsurnya.

3. Metode dan Corak Penafsiran

Sayyid Quṯb merupakan tokoh pergerakan Islam yang mencoba

mengembalikan kemurnian ajaran Islam, dalam kondisi Sayyid Quṯb menulis

tafsirnya yaitu Fî Ẕilâl al-Qur’ân kondisi masyarakat Islam sedang mengalami

degradasi pemahaman Islam dan maraknya pemikiran sekuler yang menguasai

Mesir waktu itu. Bahkan, Sayyid Quṯb menunculkan suatu pemikiran yang disebut

Manhaj Rabbani,36 suatu konsep dalam menjalai hidup harus berlandaskan

36 Adib Hasani, Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb, h. 16.

Page 60: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

45

dengan ketuhidan kepada Allah dan Rasul-Nya, segala yang datang dari luar

hukum ilahiah maka akan ditolaknya. Selain itu, beliau juga seorang sastrawan

yang mengeluti pendidikan Bahasa Arab, sehingga dalam menulis Tafsir pun

sangat memperhatikan keindahan bahas.

Apabila karya tafsir Fî Ẕilâl al-Qur’ân dicermati aspek-aspek

metodologisnya, ditemukan bahwa karya ini menggunakan metode tahlili, yakni

metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari

seluruh aspeknya secara runtut, sebagaimana yang tersusun dalam mushaf. Dalam

tafsirnya, diuraikan kolerasi ayat, serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat

tersebut satu sama lain. Begitu pula, diuraikan latar belakang turunnya ayat (sabab

nuzul), dan dalil-dalil yang berasal dari al-Qur’an, Rasul, atau sahabat, atau para

tabiin, yang disertai dengan pemikiran rasional (ra’yi).37

Kerangka metode tahlili yang digunakan Sayyid Quṯb tersebut, terdiri atas dua

tahap dalam menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur’an. pertama, Sayyid Quṯb

hanya mengambil dari al-Qur’an saja, sama sekali tidak ada peran bagi rujukan,

refrensi, dan sumber-sumber lain. Ini adalah tahap dasar, utama, dan langsung.

Tahap kedua, sifatnya sekunder, serta penyempurnaan bagi tahap pertama yang

dilakukan Sayyid Quṯb. Dengan metode yang kedua ini, sebagaimana dikatakan

Adnan Zurzur yang dikutip oleh al-Khalidi bahwa Sayyid Quṯb dalam

menggunakan rujukan skunder, tidak terpengaruh terlebih dahulu dengan satu

warna pun di antara corak-corak tafsir dan takwil, sebagaimana hal itu juga

menunjukkan tekad ia untuk tidak keluar dari riwayat-riwayat yang sahih dalam

tafsir al-ma’sur.

37 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an. (Jakarat: Bali Pustaka Pelajar,

1988), h. 32.

Page 61: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

46

Dalam upaya memperkaya metode penafsirannya tersebut, Sayyid

Quṯb selalu mengutip penafsiran-penafsiran ulama lainnya yang sejalan dengan

alur pemikiranya. Adapun rujukan utama Sayyid Quṯb dalam mengutip pendapat-

pendapat ulama adalah merujuk pada beberapa karya tafsir ulama yang diklain

sebagai karya tafsir bi al-ma’sur, kemudian merujuk juga pada karya tafsir bi al-

ra’yi. Dari sini dapat dipahami bahwa metode penafsiran Sayyid Quṯb, juga tidak

terlepas dari penggunaan metode tafsir muqaran.

Salah satu yang menonjol dari corak penafsirannya adalah mengetengahkan

segi sastra untuk melakukan pendekatan dalam menafsirkan al-Qur’an. Sisi sastra

ia terlihat jelas ketika kita menjulurkan pandangan kita ke tafsirannya bahkan

dapat kita lihat pada barisan pertama. Akan tetapi, semua pemahaman ushlub al-

Qur’an, karakteristik ungkapan al-Qur’an, serta dzauq yang diusung semuanya

bermuara untuk menunjukkan sisi hidayah al-Qur’an dan pokok-pokok ajarannya

untuk memberikan pendekatan pada jiwa pembacanya pada khususnya dan orang-

orang Islam pada umumnya.

Bisa dikatakan bahwa tafsir Fî Ẕilâl al-Qur’ân dapat digolongkan ke

dalam tafsir al-Adabi al-Ijtimâ’i (satra, budaya, dan kemasyarakatan). Hal ini

mengingat background ia yang merupakan seorang sastrawan hingga ia bisa

merasakkan keindahan bahasa serta nilai-nilai yang dibawa al-Qur’an yang

memang kaya dengan gaya bahasa yang sangat tinggi.38

4. Sumber Penafsiran

Sumber penafsiran Fî Ẕilâl al-Qur’ân terdiri dari dua tahapan yakni:

mengambil sumber penafsiran bi al-ma`tsur, kemudian menafsirkan dengan bi al-

38 Mahdi Fadullah, Titik Temu Agama dan Politik Analisa Pemikiran Sayyid Quṯb (Solo:

CV. Ramadhani, 1991), h. 42

Page 62: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

47

Ra’yi. Sayyid Quṯb sering kali mengemukakan tanggapan pribadi dan

spontanitasnya terhadap ayat-ayat al-Qur`an. Tafsir ini lebih menekankan kepada

pendekatan Intuitif, artinya, secara tidak langsung tanpa perlu dirasionalisasikan

atau dijelaskan dengan merujuk kepada metode filsafat. Iman itu harus diterapkan

langsung dalam tindakan sehari-hari. Meskipun secara garis besar tafsir Sayyid

Quṯb termasuk bersumber pada bi al-Ra`yi karena memuat pemikiran social

masyarakat dan sastra yang cenderung lebih banyak. Selain dari kedua sumber

tersebut, beliau juga mengambil referensi dari berbagai disiplin ilmu, yakni

sejarah, biografi, fikih, bahkan social ekonomi, psikologi dan filsafat.

Page 63: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

49

BAB IV

PERBANDINGAN PENAFSIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN SAYYID

QUṮB TENTANG UMMATAN WASAṮAN

Di dalam al-Qur’an Ummatan Wasathan adalah konsep masyarakat ideal

dalam, yaitu masyarakat yang hidup harmonis atau masyarakat yang

berkeseimbangan. al-Wasath adalah ciri keunggulan umat atau masyarakat yang

diidealkan al-Qur'an karena sifatnya yang moderat dan berdiri di tengah-tengah

sehingga dapat dilihat oleh semua pihak dan dari segenap penjuru. Posisi

pertengahan menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak ke kiri dan

ke kanan, yang dapat mengantar manusia berlaku adil. Keberadaan masyarakat

ideal pada posisi tengah menyebabkan mereka mampu memadukan aspek ruhani

dan jasmani, material dan spiritual dalam segala aktivitas.1

Beberapa ulama tafsir sangat beragam dalam menafsirkan Ummatan

Wasaṯan, di antaranya adalah Muẖammad ‘Abduh Dan Sayyid Quṯb. Pada Bab

ini, penulis akan mengurai secara gamblang penafsiran tentang Ummatan

Wasaṯan di dalam al-Qur’an oleh kedua tokoh Tafsir tersebut.

A. Penafsiran Muẖammad ‘Abduh Tentang Ummatan Wasaṯan

Muẖammad ‘Abduh adalah seorang tokoh reformis, tidak menghambakan diri

pada teks-teks agama. Ia menghargai teks agama tetapi juga menghargai akal.

Pemikiran Muẖammad ‘Abduh tidak bisa di lepaskan dari situasi sejarah umat

Islam pada waktu itu. Sebagaimana di ketahui Islam pada masa tahun 1700-

1800an Masehi mengalami kemunduruan, sehingga situasi ini mempengaruhi cara

berfikir umat Islam pada umumnya. Sikap fatalis yang hanya berpasrah kepada

1 M. Ilham Muchtar, “Ummatan Wasathan” Dalam Perspektif Tafsir Al-TabariY”,

Jurnal Pilar, Vol. 2, No. 2 (Juli-Desember 2013): h. 113.

Page 64: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

50

keadaan tanpa berusaha berkembang di kalangan umat Islam. sehingga

beranggapan pada masa itu pintu Ijtihad telah ditutup.2

Berpijak pada situasi di atas, Muẖammad ‘Abduh telah mewariskan kepada

pergerakan pembaharuan, yang dapat disimpulkan dalam empat pokok pikiran,

yaitu :

1) Mensucikan Islam dari pengaruh yang salah dan kebid’ahan

2) Pembaharuan pendidikan yang lebih tinggi atas hukum muslimin

3) Pembaharuan rumusan ajaran Islam menurut alam pikir yang

modern

4) Pembelaan Islam terhadap pengaruh barat dan serangan kristen3

Menurut Muẖammad ‘Abduh Islam adalah agama yang rasional, agama

yang sejalan dengan akal, bahkan agama didasarkan pada akal. Dalam

pendapatnya, pemikiran rasional adalah jalan untuk memperoleh iman sejati. Iman

tidak sempuran jika tidak berbarengan dengan akal, Iman harus didasarkan pada

keyakinan bukan pada pendapat dan akal lah yang menjadi sumber keyakinan

kepada Tuhan, ilmu serta ke Maha Kuasaan-Nya dan pada Rasul. Maka dalam

Islam agama dan akal dibuat pertama kalinya menjalin hubungan persaudaraan,

dalam persaudaraan itu akal menjadi tulang punggung terkuat dan wahyu sebagai

sendinya.4

Muẖammad ‘Abduh dalam memandang teks-teks al-Qur’an tidak terlepas

dari wahyu dan akal, berusaha meyakinkan bahwa al-Qur’an benar-benar suatu

kitab suci yang menjadi pedoman hidup di segala persoalan kehidupan. Dengan

2 M.Muhaimin, Ilmu Sejarah dan Aliran-aliran, (Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN

Semarang, 1999), h. 189. 3 M. Muhaimin, Ilmu Sejarah dan Aliran-aliran, h. 191-192 4 Harun Nasution, Falsafah Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 45.

Page 65: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

51

mengungkapkan keindahan dan pemecahan masalah yang dihadapi umat Islam

serta berupaya menemukan ilmu pengetahuan, disamping menghapus keraguan

argumen yang ada melalui argumen yang kuat dan meyakinkan.

Sebagai manusia, umat Islam juga termasuk makhluk sosial yang memiliki

naluri untuk selalu bersama, tidak bisa terlepas antara satu dengan lainnya, saling

ketergantungan dan saling membutuhkan, oleh sebab itu seyogyanya umat Islam

tidak boleh membedakan sesamnya dengan dalih apapun.

Bahkan al-Qur’an mengajarkan agar bagaimana hidup berdampingan dengan

penuh toleransi dan siap berbeda pendapat bahkan siap berbeda agama. Dalam al-

Qur’an umat Islam disebut sebagai ummatan wasaṯan (umat moderat)

sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqoroh/2: 143 :

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),

umat yang adil dan pilihan5 agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)

manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)

kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu

(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang

mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan

kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi

petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.

Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada

manusia.”

5 Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi

atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat

Page 66: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

52

Dari ayat di atas dapat diambil satu pengertian bahwa Allah swt

menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasaṯan. Yaitu merpakan suatu hidayah

yang Allah berikan kepada umat Islam untuk menjadi umat yang adil dan menjadi

umat pilihan. Ayat tersebut menuntut umat Islam dalam bersikap harus adil baik

urusan akidah, akhlaq, maupun tata cara bergaul dengan sesama manusia. Umat

Islam harus bisa membedakan mana kepentingan dunia dan akhirat, sehingga

tidak terjebak dalam satu kondisi saja.6

Adil yang dimaksud merupakan sifat yang harus diutamakan dalam

kehidupan, yang didalamnya mencakup tiga makna yang juga menjadi sifat dasar

yang harus dimiliki setiap manusia yaitu, bijaksana, pengendalian diri, dan

keberanian. Ketiga hak tersebut merupakan sifat yang menengahi antara dua sifat

ektrim, dalam artian ektrim dalam hal berlebihan dan ektrim dalam hal terlalu

lemah.

Muẖammad ‘Abduh memberikan gambaran kondisi umat sebelum datangnya

Islam dengan dua tipe manusia :

1. Manusia yang mengikuti hawa nafsu keduniaan (Materialisme) yang

hanya terpaku pada pengumpulan materi-materi keduniaan untuk

mencapai kepuasan jasmaniah, kelompok seperti ini tercermin pada kaum

Yahudi dan Musyrikin

2. Manusia yang tunduk mengikuti kepuasan ruhaniyah saja, meninggalkan

dunia seisinya serta kenikmatan-kenikmatan keduniaan lainnya. Kelompok

6 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II (Mesir: Dâr al-Fikr,

1947), h. 4

Page 67: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

53

seperti ini tercermin pada kaum Narani, al-Sabîn, dan Ṯawaif yang

mereka sering melakukan ritual-ritual kejiwaan.7

Maka dengan demikian Muẖammad ‘Abduh sangat mewanti-wanti agar umat

Islam tidak terjebak dalam satu kondisi saja, dikhawatirkan menyerupai salah satu

kelompok di atas. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

مددث ود ددعين حدث ثدد ثثنم ود ن حددث مددبث يددب ةددحدم دد بث م ث ود مددبث حدث دد بث ود حنث ن حددث مددبث و يددد بي ثددعثحمحمددوي لددث ل ددث ثددوث اث ثثددوي ددعن دد ال دد ا لثدد ث مددبي ددبي ن ددببي ثيحددر ثمثعةي ددبم يددب ددبم »طيحثدد ن

دمهث م ي مم فدهث «تشثو يق“Telah mencaritakan kepada kami ‘Utsmân ibn Abî Syaibah, telah

mencaritakan kepada kami Abû al-Nashr, telah menceritakan kepada kami

‘Abd al-Rahman bin Tsâbit, telah menceritakan kepada kami Hasan bin

‘Aṯiyah, dari Abî Munîb al-Jurasyi, dari Ibn ‘Umar, berkata, Rasulullah

SAW bersabda: “ Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia

termasuk dalam kaum tersebut” (H.R Abu Daud)

Umat Islam memiliki karakteristik tersendiri yang menjadikan berbeda

dengan umat lain, sehingga menjadikannya umat yang dipilih oleh Allah sebagai

umat yang sempurna. Muẖammad ‘Abduh memberikan alasan mengapa umat

Islam dijadikan sebagai umat yang dipilih oleh Allah SWT.

Pertama, Merujuk kepada penjelasan redaksi ayat setelahnya yang

menggambarkan seorang saksi, maka umat Islam ketika bersaksi atas suatu

perkara diharuskan mengetahui persoalan secara utuh, karena seorang yang adil

jika bersaksi diantara dua perkara sesungguhnya mengetahui dengan detail

permasalahannya, tidak condong kesalah satu pihak. Jika tidak mengetahui salah

satu keadaan diantara kedua belah pihak yang berseteru maka tidak bisa dikatakan

adil. Kedua, umat Islam dipilih oleh Allah SWT karena bersikap adil dalam

7 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, h. 4

Page 68: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

54

urusan Aqidah, Akhlaq dan tata cara bermasyarakat. Tidak berbuat ghuluw

(berlebih-lebihan) dan juga tidak berbuat al-Ta’ṯil (tidak mempercai dzat Allah).8

Umat Islam menurut Muẖammad ‘Abduh dalam beragama telah Allah

berikan pemahaman tentang Ruh dan Jasad, sehingga dalam beragama memiliki

keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Kenikmatan keseimbangan

ruhaniyah dan jasmaniah ini menjadikan umat Islam faham konsep al-Insâniyah.9

Yaitu suatu perilaku yang dapat memanusiakan manusia.

Muẖammad ‘Abduh memandang pencapaian kesempurnaan dalam

beragama ialah ketika umat Islam dapat menjadikan dirinya sebagai teladan bagi

umat lain. Memberikan peringatan kepada mereka-mereka yang berbuat ghuluw

dan al-ta’ṯhil agar kembali kepada kebenaran yang hakiki. Umat Islam akan

menyaksikan bagaimana orang-orang yang berbuat ghuluw terhadap agamanya

akan jauh dari keadilan, dan orang-orang yang al-ta’ṯil akan kehilangan tujuan

hidup. Maka, dengan itu Islam mewajibkan umatnya berbuat adil baik urusan

dunia maupun Tuhan. Hidayah yang Allah berikan kepada umat Islam untuk

menjadi manusia sempurna akan tercapai apabila umat Islam memberikan hak-hak

kepada orang yang berbuat ghuluw dan al-ta’ṯil (berupa mengetahuan keagamaan

yang benar), mengerjakan hak-hak Allah dan hak-hak dirinya, menunaikan hak-

hak jasmaniahnya, menunaikan hak-hak orang terdekatnya, dan hak-hak semua

manusia.10

Rasulullah saw. merupakan representasi kesempurnaan dari sikap

wasaṯiyah. Jika ingin menjadi umat Islam yang adil maka harus mengikuti teladan

Rasul, baik dalam keseharian beliau maupun cara beribadahnya. Dan kelak

8 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II, h.4 9 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II, h.4-5 10 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II, h. 5

Page 69: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

55

Rasulullah akan menjadi saksi bagi umat Islam apakah mereka-mereka

menjalankan hidup ini sesuai dengan petunjuk Ilahi atau tidak.11

M.Quraish Shihab juga menafsirkan menjadi saksi atas perbuatan manusia

dalam arti bahwa kaum muslimin akan menjadi saksi atas perbuatan manusia

dimasa mendatang yang mengalami pergulatan pandangan dan pertarungan aneka

isme. Sehingga dengan ummatan wasaṯan akan menjadi rujukan dan saksi tentang

kebenaran dan kekeliruan pandangan. Ini juga berarti bahwa umat Islam akan

menjadi saksi atas umat lain dalam berislam sesuai dengan apa yang di ajarkan

Rasulullah SAW. dan Rasul kelak akan menjadi saksi bagi umat Islam apakah

sikap mereka sesuai dengan tuntunan Ilahi atau tidak.12

B. Penafsiran Sayyid Quṯb Tentang Ummatan Wasaṯan

Sayyid Quṯb adalah orang Mesir yang hidup dalam konteks masyarakat

yang sedang mengalami konflik ideologi. Sehingga dalam pandangan Sayyid

Quṯb mengalami perubahan yang signifikan, bermula menerima pemikiran Barat

dan pada akhirnya sangat anti dengan Barat. Kekecewaan terhadap peradaban

Barat yang menjadi faktor utama revolusi pandangannya tentang keislaman.13

Bagi Sayyid Quṯb, didunia ini hanya ada dua kutub nilai utama yaitu

keislaman dan kejahiliyahan. Diutusnya para Rasul oleh Allah menandakan

bahwa Ia telah menunjukan jalan kebenaran kepada umat manusia. Sedangkan

diutusnya Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir bertanda bahwa Allah

memberikan nilai kebenaran dalam Islam yang bersifat paripurna dan sempurna.

11 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 5 12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Ciputat: Lentera Hati 2010) h.415-416 13 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 8

Page 70: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

56

Untuk itu, menjadi kewajiban umat Islam sebagai pewaris ajaran rasul terakhir

untuk mendakwahkan kebenaran Ilahiah agar mereka terhindar dari kesesatan.14

Dalam muqaddimah tafsirnya, ia menjelaskan bahwa dewasa ini umat

Islam semakin jauh dari jalan Allah dan sudah saatnya mereka kepada jalan itu

melalui al-Qur’an.15 Cara Sayyid Quṯb dalam memahami al-Qur’an ada sedikit

perbedaan dengan mufassir lainnya, Sayyid Quṯb tidak begitu mengindahkan

metode-metode ketat yang dirumuskan oleh para ahli tafsir.

Menurutnya, di abad pertengahan terjadi keautentikan atas instrumen-

instrumen yang digunakan dalam penafsiran al-Qur’an sebab ada percampuran

antara tradisi Islam dengan tradisi asing seperti tradisi filsafat Yunani, Persia,

Romawi, dan juga isra’iliyat (penafsiran dengan merujuk kepada Bibel). Sumber

tafsir yang paling otoritatif menurut Sayyud Quṯb adalah sunnah rasul. Dalam

pemikiran agama, Sayyid Quṯb benar-benar menjadikan akidah sebagai priotitas

utama. Ia menamai maanhaj berfikirnya dengan sebutan Manhaj rabbani, yaitu

pemikiran yang berpijak pada kemantaban teologi kemudian berusaha

diaplikasikan pada realitas kehidupan manusia. hal ini yang membedakan dirinya

dengan pemikir kontemporer lainnya yang lebih berusaha mengedepankan realitas

kehidupan kemudian berusaha menyikapinya dengan teologi yang sangat

mengedepankan rasionalitas.16

Menurut Sayyid Quṯb Islam bukanlah agama yang berkaitan dengan

akidah belaka. Akan tetapi, Islam juga merupakan jalan yang lurus dalam

membangun peradaban. Visi utama Sayyid Quṯb adalah membebaskan manusia

dari kejahiliahan dengan Tauhid sebagai awal sekaigus puncaknya. Dikatakan

14 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, Jilid 1 (Bayrût: Dâr al-Syurûq, 1968), h. 12 15 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 14 16 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 13

Page 71: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

57

awal karena perjuangan Islam dimulai dari tauhid itu sendiri dan dikatakan puncak

sebab tujuan akhir dari Islam adalah bagaimana tauhid yang sebenarmya menjadi

i’tiqad para manusia penghuni bumi sebanyak-banyaknya. Hanya dengan Tauhid

lah pembebasan hakiki dan perdamaian bisa terwujud. Sehingga apa yang disebut

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamiin, hanya akan terwujud bila ajaran agama

ini memenangkan arena politik dan menjadi pemimpin peradaban.17

Dalam memandang ummatan wasaṯan dalam surat al-Baqarah [2]:143, Sayyid

Quṯb menafsirkannya dengan beberapa pengertian umat Islam sebagai umat

pertengahan. Sayyid Quṯb memaknai Ummatan wasaṯan dalam tashawwur

pandangan, pemikiran, presepsi dan keyakinan.

تتقدد فددب ت تغدد فددب ثتددع ثع حددب ت فددب ت ت.دد م ثدد لف رةدد تتدد ث طددع …ثتصددثد فددب ت تددد ندد ن بندد تتددد ددو تف تاطددب ثهدد ث.حدد ب ثدد ثط دد ددد ثدد ل تادد فحددو دد ح دد حدد ثفحدد فاهدد فددب ث حقددو ثت. دد ددب دد ع ن تادد ثتع

عو ن دا ت ددع ت رفدعا ن فددب ثفحد د ث ثدد ن تد ا ن تطددل د ةشدد ا فدب دد ث لةد 18ص ت لل تا

Artinya umat Islam bukanlah umat yang semata-mata bergelut dan hanyut

dengan ruhaniah dan juga bukan umat yang semata-mata beraliran materi

(materialisme). Akan tetapi, umat Islam merupakan umat yang pemenuhan

nalurinya seimbang dan bersesuaian dengan pemenuhan jasmani. Dengan

keseimbangan ini akan bisa meningkatkan ketinggian mutu kehidupan. Pada

waktu yang sama, ia memelihara kehidupan ini dan mengembangkannya,

menjalankannya semua aktivitas dunia spiritual dengan tidak mengurang-

ngurangkan, melainkan dengan sederhana, teratur dan seimbang.19

17 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 13 18 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 19 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131.

Page 72: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

58

Sayyid Quṯb mengungkapkan bahwa yang membedakan antara peradaban

Barat dengan Islam ialah pada titik dasar pemikiran tentang hidup. Menurut

Sayyid Quṯb Barat dibangun dengan pemikiran yang materialistik jahiliyah

sedangkan Islam dibangun dengan iman akan ketauhidan kepada Allah. Kesalahan

fatal yang dilakukan Barat tentang fitrah dunia ini, menurut mereka dalam hal

memahami dunia harus ditempuh dengan jalan sekuler sedangkan umat Islam

memandang kehidupan dunia tidak terlepas dari keutuhan Tauhid kepada Allah 20

Ummatan wasaṯan juga menurut Saayid Quṯb diartikan seimbang dalam

pemikiran dan perasaan

د ثاعفد فف ت ت د تغدل فد ثتع ت تتد د ث ففففب ثت .حع ثشا ددد ا ددد ةددد ل ن تقددد تقحددد ثقدددع ثندددف فف رةددد تنتنددد ددد ثددد ه دددب تصددد

ب ةد بدا ا و تظع فب ةت ث .ع ثتع در ةدا ا ثد: ل ثفقحقد د ث ثدى 21 خ ا ن فب تد قحب

Umat Islam bukanlah umat yang beku dan stagnan dengan apa yang diketahui.

Juga bukan umat yang tertutup terhadap eksperimen ilmiah dan pengetahuan-

pengetahuan lain. Mereka juga bukan umat yang mudah mengikuti suara-suara

yang didengungkan orang lain dengan taklid buta seperti taklidnya kera yang lucu.

Akan tetapi, umat Islam adalah umat yang berpegang pada pandangan hidup,

manhaj, dan prinsip-prinsipnya. Kemudian mereka melihat, memperhatikan, dan

meneliti pemikiran yang merupakan hasil pemikiran dan eksperimen. Semboyan

mereka yang abadi adalah:

ب ة با خ ا ن فب تد قحب 22ثفقحق ث ثى

20 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 10 21 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 22 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131.

Page 73: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

59

“Hikmah (ilmu pengetahuan) itu adalah barang milik orang

mukmin yang hilang, maka di mana pun ia menjumpainya maka ia berhak

mengambilnya dengan mantap dan yakin.”23

Umat Islam juga menurut Sayyid Quṯb merupakan umat pertengahan dalam

peraturan dan keserasian hidup.

فب ثتظح ثتنحل فف ت تو ثفح ه ثش ع ن ثن :ع ن ت ته ث ثتشع بحو ثته ر ن ت. ةظ م ثت ثتشع ثتأ ر ثتأ رف رة تعف :ع ثشع ثت

بب ت حب ا ه ت ن فا ت. ث م رث لا ثنط ب ن ت ت.ه ث رث حب ث 24فف ث.ب ب ا ذك

Umat Islam tidak hanya bergelut dalam hidupnya dengan perasaan dan hati

nurani. Dan juga tidak terpaku dengan adab dan aturan manusia. Akan tetapi,

umat Islam mengangkat nurani manusia dengan aturan dari Allah SWT, serta

dengan suatu arahan dan pengajaran. Dan menjamin aturan masyarakat dengan

suatu peraturan yang menyeluruh. Islam tidak membiarkan aturan kemasyarakatan

dibuat oleh penguasa, dan juga tidak dilakukan secara langsung oleh wahyu.

Tetapi, aturan kemasyarakatan itu adalah campuran antara keduanya, yakni aturan

yang berasal dari wahyu dan dilaksanakan oleh penguasa.25

Konsep Negara yang diusung oleh Sayyid Quṯb dikenal dengan supra

Nasional. Sebuah konsep yang menghendaki adanya negara yang menyeluruh,

melampaui sekat-sekat geografis, etnis, bahkan Nasionalisme, dasar dari konsep

ini adalah teologi Islam.26 diwahyukannya syariat Islam bukan hanya untuk

membimbing spiritualitas semata, akan tetapi juga membimbing manusia untuk

23 Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâl al-Qur’ân, terj. As’Ad Yasin, Jilid 15 (Jakarta: Gema

Insani, 2004), h.159 24 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 25 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 26 Sayyid Quṯb, al-‘Adalah al-Ijtimâ’iyah Fî al-Islâm, cet 7. (Kairo: Dâr al-Kitab al-

Arabi, 1967), h. 106

Page 74: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

60

menegakkan “Kerajaan Allah” di bumi. Kebenaran Islam adalah kebenaran

legitimasi dari Allah, dengan demikian keberadaan Islam dapat menggeser segala

kekuasaan selain kekuasaan Allah. Dengan kata lain, sistem yang dibangun suatu

Negara yang tidak berlandaskan dengan manhaj Islam merupakan sistem

jahiliyah. Maka dari itu perlu adanya transformasi secara masif, bukan sekedar

pada taraf bagian kecil dari bagian sistem dan aturan main.27

Menurut Sayyid Khaṯab dalam penelitiannya tentang penggunaan kata

jahiliyah oleh Sayyid Quṯb menjelaskan bahwa term ini di gunakan untuk

beberapa maksud politisnya, mulai dari pihak diluar akidah Islam, kondisi sosial

buruk, setiapp orang yang meninggalkan syariat Islam, menyebut hukum selain

hukum Islam atau hukum yang dibuat oleh manusia bukan Tuhan dan segala hal

selain dalam sistem Islam. Dalam konteks politik, maksud dari antonim yang

digunakan Sayyid Quṯb tersebut ingin menunjukan universalitas politik Islam

yang menurutnya lebih berhak menjadi pemimpin dunia.28

Sayyid Quṯb menawarkan ideal-ideal pemerintahan supra Nasional (Islam).

menurutnya suatu pemerintahan harus mendasarkan pada tiga asas politik :

Keadilan Penguasa, ketaatan rakyat dan permusyawaratan antar penguasa.

Keadilan penguasa artinya penguasa harus adil dalam kebijakan dan keputsan

tidak pandang bulu, ketaatan rakyat kepada penguasa erat dengan ketaatan kepada

Allah dan Rasul-Nya. ketaan yang bernuansa teologis ini terjadi sebagai

konsekuensi penerapan syariat Allah dan rasul-Nya. jika penguasa tidak

27 Sayyid Quṯb, Ma’alim fi al-Ṯariq: Petunjuk Jalan yang Menggetarkan Iman, terj.

Mahmud Harun Muchtaron, (Yogyakarta, Darul Uswah, 2009), h. 290-295. 28 Adib Hasani, “Kontradiksi Dalam Konsep Politik Islam Ekslusif Sayyid Quṯb”, h. 18

Page 75: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

61

menerapkan syariat maka tidak perlu ditaati. Dan permusyawaratan antar

penguasa dalam bentuk kerja sama dan perjanjian damai.29

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam ikatan dan hubungan. Islam tidak

membiarkan manusia melepaskan dan melampaui batas dalam individualnya dan

juga tidak meniadakan peran individualnya dalam masyarakat atau negara. Islam

juga tidak membiarkan manusia serakah dan tamak dalam kehidupan

kemasyarakatannya. Akan tetapi, Islam memberi kebebasan yang positif saja,

seperti kebebasan menuju kemajuaan dan pertumbuhan. Sehingga akan tumbuh

suatu keterkaitan yang sinergis antara individu dan masyarakat atau negara. Dan

akan tercipta rasa senang setiap individu dalam melayani masyarakat. Begitu pula

sebaliknya.30

Perdamaian itu memang harus diusahakan, akan tetapi menurut Sayyid Quṯb

kebebasan manusia sebagai hamba Allah lebih utama. Sedangkan tidak ada sistem

yang membebaskan kecuali yang berlandaskan pada tauhid Islam yang diajarkan

oleh Rasulullah SAW. sehingga jihad dengan pedang bukanlah hal yang tabu

untuk merebut kekuasaan. Merebut kekuasaan di dalam dunia ini menurut Sayyid

Quṯb merupakan suatu keniscayaan.31

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam tempat. Yaitu suatu tempat di

permukaan bumi, dimana umat Islam ada diseluruh plosoknya baik di barat, utara,

timur maupun selatan. Dengan posisi ini, umat Islam menjadi saksi atas manusia

lainnya.32Keterbukaan terhadap keaneka ragaman pandangan merupakan ciri khas

dari ummatan wasaṯan sikap ini didasari bahwa perbedaan di kalangan manusia

29 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 30 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h.131-131. 31 Sayyid Quṯb, Ma’alim fi al-Ṯariq: Petunjuk Jalan yang Menggetarkan Iman, terj.

Mahmud Harun Muchtaron, (Yogyakarta: Darul Uswah, 2009), h. 134. 32 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131.

Page 76: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

62

merupakan sebuah keniscayaan. Sesuai dengan sunatullah, perbedaan antar

manusia akan terus terjadi. Oleh karena itu pemaksaan dalam berdakwah baik

dalam satu agama maupun berbeda agama. Maka dengan demikian tugas yang di

embang oleh umat Islam adalah memberikan peringatan kepada seluruh manusia,

bahwa agama yang di ridhoi oleh Allah adalah agama Islam.

Terakhir, umat Islam adalah umat pertengahan dalam zaman. Mengakhiri

masa anak-anak dan menyongsong masa kedewasaan berpikir. Tegak di tengah-

tengah mengikis segala khurafat dan takhayul yang melekat karena terbawa dari

zaman kebodohan dan kekanak-kanakan yang lalu, dan memelihara kemajuan

akal yang dikendalikan hawa nafsu setan. Dan tegak mempertemukan ajaran Nabi

berupa risalah Tuhan yang berkenaan dengan kerohanian, dengan baha-bahan

yang ada padanya yang dinamis dan lancar mengikuti akal pikiran. Kemudian

menyalurkan ke jalan taufik dan hidayah serta menghindarkan dari kesesatan.33

Tauhid merupakan sentral pemikiran dari Sayyid Quṯb. Didalam tauhid

terkandung misi teologi pembebasan. Melalui syahadat (kesaksian atas keesaan

Allah) menjadikan setiap orang yang terlah bersaksi bahwa tiada sesembahan

selain Allah, kepatuhan dan tujuan hidup selain Allah. Dalam kondisi demikian

maka manusia berada pada derajat yang sama :derajat penghambaan kepada

Tuhan.34

Dengan kata lain, tidak dibenarkan penghambaan kepada sesama manusia,

kepada materi, bahkan kepadaa nafsu yang ada pada diri sendiri. Misi Islam tidak

hanya membebaskan manusia dari belenggu materi dan sesamnya, akan tetapi

33 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 34 Sayyid Quṯb, Ma’alim fi al-Ṯariq: Petunjuk Jalan yang Menggetarkan Iman, terj.

Mahmud Harun Muchtaron, (Yogyakarta: Darul Uswah 2009) h.158

Page 77: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

63

juha membebaskan manusia dari godaan-godaan nafsu dalam diri. Agama yang

benar adalah Islam yang selalu menjaga konsistensi ketundukan hanya kepada

Allah.

C. Kriteria Ummatan Wasaṯan Menurut Muẖammad ‘Abduh dan Sayyid Quṯb

Perbandingan pandangan antara Muẖammad ‘Abduh dan Sayyid Quṯb dalam

menafsirkan al-Qur’an berdampak pada penafsiran ummatan wasaṯan yang

terdapat pada surat al-Baqarah [2]: 143. Untuk itu penulis akan

mengklasifikasikan kriteria yang diberikan oleh kedua mufassir terhadap

ummatan wasaṯan.

1. Kriteria ummatan wasaṯan menurut Muẖammad ‘Abduh :

a. Bersikap adil dan seimbang dalam pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan

ruhaniah35

b. Menjauhi sikap ghuluw dalam beragama.36

c. Adil dalam memutuskan suatu perkara. Dalam menutuskan suatu perkara

ummatan wasaṯan dianjurkan mengetahui kedudukan perkara tersebut.

Tidak cenderung kekiri atau pun kekanan.37

d. Menerima perbedaan perselisihan jika memang dapat diterima secara

rasional.38

e. Menerima perkembangan Ilmu pengetahuan yang datang dari luar Islam,

selama sesuai dengan sains.39

f. Tidak bersikap fanatik madzab.40

35 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II (Mesir: Dār al-Fikr

1947) h. 4 36 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 4 37 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 4 38 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 5 39 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 5

Page 78: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

64

g. Tidak bersikap Taqlid buta.41

2. Kriteria ummatan wasaṯan menurut Sayyid Quṯb :

a. Seimbang dalam pemikiran dan perasaan.42

b. Pertengahan dalam peraturan dan keserasian hidup.43

c. Pertengahan dalam ikatan dan hubungan.44

d. Pertengahan dalam tempat.45

e. Pertengahan dalam zaman.46

3. Relevansi Penafsiran Ummatan Wasaṯan Muẖammad ‘Abduh dan Sayyid

Quṯb dalam Konteks Kemajemukan Umat Beragama.

Ciri utama kehidupan keagamaan umat pada saaat ini adalah bahwa para

intelektual dan politisi muslim tengah memainkan peran mereka secara tepat.47

Menurut Paul Tiliich, agama adalah masalah keterlibatan, dengan demikian

perlunya ada rasa terlibat dalam nasib umat Islam yang satu dengan yang lain

bahkan antar umat beragama. Aspek dasar yang perlu dibangun berkenaan dengan

hal ini adalah bagaimana menjalin hubungan yang harmonis di antara umat Islam

itu sendiri. Sepanjang umat islam menunjukan kerukunan internalnya maka agama

lain akan mengikutinya.48

Ajaran Islam pada dasarnya terbagi menjadi dua : ajaran-ajaran yang

berkenaan dengan aspek ritual dan ajaran-ajaran yang di asosiasikan dengan aspek

40 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 6 41 Muẖammad Abduh, Tafsîr al-Manar,Maṯba’ah al-Manâr, Juz II h. 6 42 Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâl al-Qur’ân, terj. As’Ad Yasin, Jilid 15 (Jakarta: Gema

Insani, 2004) h. 159 43 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 44 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 45 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 46 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 47 Tarmizi Taher, Menuju Ummatan Wasathan (Jakarta: PPIM IAIN, 1998), h.165 48 Tarmizi Taher, Menuju Ummatan Wasathan, h. 179.

Page 79: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

65

ke masyarakatan. Dalam al-Qur’an dari 6.236 ayat hanya sekitar 500 ayat yang

membahas isu-isu teologis, ritual, dan kemasyarakatan. Mengingat doktrin Islam

ini ditunjukan untuk memberi bimbingan universal dan permanen, masuk akal bila

dirumuskan secara umum, tanpa penjelasan yang lebih jauh bagaimana doktrin-

doktrin semestinya di realisaikan dan diimplementasikan secara aktual.

Dengan demikian, penafsiran menjadi bagian Islam yang krusial, karena al-

Qur’an tidak berbicara secara terperinci. Pada masa awal Islam, penjelasan

terhadap keumuman al-Qur’an bisa di dapat secara langsung kendati tidak

menyeluruh- langsung dari Nabi Muhammad. Pada masa setelah Nabi, adalah

para ulama yang melakukan penafsiran terhadap ajaran Islam sesuai dengan

tuntutan zaman masing-masing.

Setidaknya ada dua kecenderungan dalam memahami Islam. Kecenderungan

pertama diwakili orang-orang yang berpendapat bahwa Islam harus

diimplementasikan secara formal dan legal dalam kehidupan sosio-budaya,

ekonomi, dan politik para pemeluknya. Kecenderungan yang kedua dengan

mempertahankan pandangan bahwa Islam tidak harus di hubungkan secara formal

dan legal, padahal pada saat yang sama mengakui Islam sebagai sumber dan

petunjuk bagi tindakan manusia. bagi kelompok terakhir ini, yang penting adalah

bahwa lingkungan secara substansial harus sejalan dengan ajaran-ajaran Islam.49

Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting

dan yang terbaik adalah dalam ajaran-ajarannya. Rangkaian yang meliputi

berbagai bidang, seperti hukum agama, keimanan, etika, dan sikap hidup sehingga

menampilkan kepedulian yang sangat besar kepada unsur-unsur kemanusiaan (al-

49 Tarmizi Taher, Menuju Ummatan Wasathan, hal. 108

Page 80: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

66

Insaniyyah), seperti persamaan derajat di muka hukum, perlindungan warga

masyarakat dari ke dhaliman dan ke sewenang-wenagan, penjagaan hak-hak

mereka yang lemah dan menderita kekurangan dan pembatasan atas wewenang

para pemegang kekuasaan, semuanya jelas menunjukan kepedulian Islam. Dengan

demikian dasar dari ajaran Islam adalah mewujudkan perdamaian dunia yang

berasaskan dengan peri kemanusian dan peri keadilan.50

Pesan universalitas Islam ini tidak terlepas dari sikap yang sudah diberikan

oleh Allah SWT kepada umat Islam dengan menjadikannya ummatan wasaṯan.

Dalam perkembangannya konsep ummatan wasaṯan atau di sifati menjadi

wasthiyah memiliki pandangan tersendiri di berbagai kalangan umat Islam.

ditengah pergumulan doktrin dan ideologi yang semakin menjamur dimasyarakat

Islam sangat mempengaruhi citra Islam di pandangan pemeluk agama lain.51

Sejak awal, Islam telah mengakui dan mendukung esksistensi Pluralis

(keberanekaragaman) agama dan budaya. Islam juga mendorong terciptanya

perdamaian dan kerukunan di antara umat manusia. Piagam Madinah yang

disusun Nabi Muhammad SAW adalah bukti historis dan teologis bagaimana

Islam sangat concern kepada usaha-usaha memajukan saling pemahaman dan

kerjasama antar semua orang beriman dan semua suku.52

Dalam presfektif struktural fungsional, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu

jaringan kelompok yang bekerjasama secara terorganisir, yang bekerja dalam satu

cara yang agak teratur meneurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh

sebagian besar masyrakat tersebut. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem

50 Abdurahmman Wahid, Kontekstualisai Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Yayasan

Paramadina, 2002), h. 35. 51 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 52 Tarmizi Taher, Menuju Ummatan Wasathan, hal. 120

Page 81: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

67

yang stabil dengan suatu kecenderungan arah keseimbangan, yaitu suatu

kecendrungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.

Perubahan sosial dianggap menganggu keseimbangan masyarakat yang stabil,

namun kemudian terjadi keseimbangan baru.53

Ummatan wasaṯan dalam istilah lain merupakan masyarakat ideal,

sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]:143 :

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat

yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia

dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan

Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)

melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti

Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu

terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk

oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kualisifkasi umat yang baik adalah

ummatan wasaṯan yang bermakna dasar pertengahan atau moderat. Posisi

pertengahan tersebut menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak

kekiri dan kekanan, yang dapat mengantar manusia berlaku adil. Quraish Shihab

mengemukakan bahwa pada mulanya kata wasaṯ berarti sehala sesuatu yang baik

sesuai dengan objeknya. Sesuatu yang baik berada pada posisi dua ekstrim. Ia

mencontohkan bahwa keberaniaan adalah pertengahan dari kecerobohan dan

53 Soejono Seokatmo, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), h. 1.

Page 82: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

68

takut, kedermawanan merupakan pertengahan antara boros dan kikir.54 Yusuf al-

Qardawi memberikan penafsiran bahwa wasaṯan maksudnya adalah umat

pertengahan antara materil dan spiritual, ideal dan realitas, individual dan sosial.55

Prinsip keseimbangan ini sejalan dengan fitrah manusia dan alam yang Allah

ciptakan dengan harmonis dan serasi.

Adapun pemahaman dan praktik amaliah keagamaan moderat memiliki ciri-

ciri sebagai berikut:

1) Tawassuṯ (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan

yang tidak ifraṯ (berlebih-lebih dalam beragama) dan tafriṯ (mengurangi

ajaran agama)

2) Tawâzun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama

secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi

maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat

membedakan anara inhiraf (menyimpang) dan ikhtilaf (perbedaan)

3) I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuat pada tempatnya dan

melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

4) Tasâmuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik

dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan

5) Musâwah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain

disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

6) Syûra (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan

musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan

kemashlahatan di atas segalanya.

54 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1999), h. 328. 55 Yusuf al-Qurdhawi, al-Khasais al-‘Ammah li al-Islâm, cet-ke2 (Bayrût: Mu’assah al-

Risâlah, 1983), h. 127.

Page 83: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

69

7) Islâh (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapi

keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman

dengan berpijak pada kemashlahatan umum (Maslaẖah al-‘Ammah)

dengan tetap berpegang pada prinsip diktum al-Muhâfaẕatu ‘ala qadimi

al-Sâlih wa al-akhdu bi al-jadîdi al-Aslâh (melestarikan tradisi lama yang

masih relevanm dan menerapkan hal-hal baru yang lebih relevan).

8) Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan

mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk

diimplementasikan dibandingkan dengan kepentingan yang lebih rendah.

9) Taṯawwur wa Ibtikâr (dimanis dan inovatif), yaitu selalu terbuka

melakukan perubahan-perubahan sesuai perkembangan zaman serta

menciptakan hal baru untuk kemashlahatan dan kemajuan umat manusia.

10) Tahaḏḏur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter,

identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan

kemanusian dan peradaban.56

Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karyaa akal budi

manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan

melepaskannya, manusia menggunakan akalnya, sedangkan nilai agama

bersumber dari kitab suci yang telah diwahyukan oleh Tuhan melalui Rasul-Nya.

Dengan demikian, nilai sosial-budaya lebih bersifat sementara dibandingkan

dengan nilai agama.57

56 Hasil Munas IX MUI di Surabaya, 25 Agustus 2015, Majalah Mimbar Ulama Edisi

372, h. 15 57 Mia Fitriah Elkarimah, “Masyarakat Madani, Pluralitas dalam Isyarat al-Qur’an”,

Jurnal Edukasi, Vol, o4,( 02 November 2016): h. 392.

Page 84: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

70

Aktualisasi sikap Moderat dalam Islam tidak hanya terbatas hanya satu aspek

kehidupan tertentu, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan. Terstuktur

rapi dalam setiap aspek dan terbentang seluas cakrawala. Diantara aspek-aspek

sikap moderat dalam perilaku sosial adalah :

a. Kemoderatan Akidah yang sesuai fitrah

Tauhid merupakan sentral dalam agama Islam yang didalamnya mengandung

misi teologi pembebasan. Melalui syahadat umat Islam mengakui bahwa tiada

sesembahan, kepatuhan dan tujuan hidup hanya kepada Allah. Pada kondisi

demikian, manusia berada pada derajat yang sama dalam kehambaan kepada

Tuhan. Ketundukan bukan tunduk secara mental, akan tetapi teraplikasi dalam

tindakan, sebab Allah mengajarkan agama tidak hanya berkaitan dengan teologi

semata, namun juga mewahyukan perturan-peraturan. Bagi seorang mukmin patuh

kepada syariat merupakan kewajiban, tauhid dan syariat Islam merupakan satu

paket kebenaran yang memiliki karakteristik pembebasan.58

b. Sikap Moderat dalam Pemikiran dan Pergerakan

Islam merupakan agama yang Rasional dan selalu menganjurkan umatnya

agar selalu berfikir. Menggunakan akal adalah dasar dari agama Islam, tidaklah

sempurna iman seseorang jika ia tidak menggunakan akal, orang yang tidak

berakal tidak lah beragama. Manusialah yang menciptakan kemauan dan usahanya

sendiri untuk mencapai kebebasan, dengan akal yang digunakan maka umat Islam

akan tebebas dalam belenggu kemunduran pemikiran untuk mencapai kebebasan

dalam berfikir dan bergerak. Sehingga tercapainya perdamaian dunia.59

c. Sikap Moderat dalam Paham Keilmuan Keagamaan

58 Mia Fitriah Elkarimah, Masyarakat Madani, Pluralitas dalam Isyarat al-Qur’an, h. 392 59 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131.

Page 85: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

71

Kondisi masa kini umat Islam tidak terlepas dari sejarah masa lalu yang

terhubung dengan generasi shaleh terdahulu. Kendati demikian bukan berarti

kehidupan muslim masa kini terbelunggu dengan pemikiran-pemikiran generasi

terdahulu. Permasalahan yang terjadi masa kini bisa jadi tidak sama dengan

permasalahan-permasalahan yang muncul terdahulu. Generasi terdahulu hanyalah

berijtihad untuk memecahkan permsalahan terdahulu dan tidak membebani hasil

Ijtihad terdahulu kepada Muslim masa kini yang notabennya ada siklus perubahan

kondisi sosial dan kebudayaan.60

Sehingga bagi umat Islam moderat menolak membungkus Ijtihad yang

dipengaruhi oleh sebuah kondisi dan lingkungan dengan baju keabadian dan

pemeliharaan dari kesalahan dan perubahan, tanpa ada ijtihad lain yang di

pegaruhi oleh lingkngan dan kondisi yang berbeda dengan lingkungan ijtihad

sebelumnya. Dengan kata lain sikap umat islam moderat menolak adanya talid

buta.61

d. Sikap Toleransi yang tidak menghinakan diri

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam ikatan dan hubungan. Islam tidak

membiarkan manusia melepaskan dan melampaui batas dalam individualnya dan

juga tidak meniadakan peran individualnya dalam masyarakat atau negara. Islam

juga tidak membiarkan manusia serakah dan tamak dalam kehidupan

kemasyarakatannya. Akan tetapi, Islam memberi kebebasan yang positif saja,

seperti kebebasan menuju kemajuaan dan pertumbuhan. Sehingga akan tumbuh

suatu keterkaitan yang sinergis antara individu dan masyarakat atau negara. Dan

60 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 61 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131.

Page 86: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

72

akan tercipta rasa senang setiap individu dalam melayani masyarakat. Begitu pula

sebaliknya62

e. Sikap Moderat dalam Hukum

Umat Islam adalah umat pertengahan dalam peraturan dan keserasian hidup.

Umat Islam tidak hanya bergelut dalam hidupnya dengan perasaan dan hati

nurani. Dan juga tidak terpaku dengan adab dan aturan manusia. Akan tetapi,

umat Islam mengangkat nurani manusia dengan aturan dari Allah SWT, serta

dengan suatu arahan dan pengajaran. Dan menjamin aturan masyarakat dengan

suatu peraturan yang menyeluruh. Islam tidak membiarkan aturan kemasyarakatan

dibuat oleh penguasa, dan juga tidak dilakukan secara langsung oleh wahyu.

Tetapi, aturan kemasyarakatan itu adalah campuran antara keduanya, yakni aturan

yang berasal dari wahyu dan dilaksanakan oleh penguasa.63

Setidaknya ada tiga model Ukhuwah yang bernafaskan moderasi dan

membangun struktur yang harmoni dalam beragama, berbangsa dan bernegara.

Yaitu al-ukhuwah al-IslâmiYyah, al-Ukhuwah al-WaṯaniyYah, dan al-Ukhuwah

al-Basyâriyyah.64

1. Al-Ukhuwah al-Islâmiyyah

Persaudaraan keislamana, yaitu adanya kemanunggalan dan keimana

sebagai seorang muslim. Sifat dari al-ukhuwah al-Islamiyah menitik beratkan

pada persaudaraan sesama Muslim. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-

Hujurat/ 49:10 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang Mu’min adalah

bersaudara, karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu (yang berselisih) dan

62 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 63 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilâl al-Qur’ân, h. 131. 64 Alamul Huda, “Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderat Islam di

Era Modern”, De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, vol 2 (Tahun 2010): h. 190

Page 87: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

73

bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan Rahmat.” Menjaga ukhuwah

sesama mukmin dalam Islam adalah dengan perasaan bahwa mereka itu seperti

satu tubuh, apabila satu anggota tubuh sakit maka anggota yang lain merasakan

sakit itu. Dengan demikian sesama saudara seiman harus salin bahu-membahu dan

tolong menoolong dalam kebaikan, sebagaimana yang tergambar dalam al-Qur’an

surat al-Maidah/5:2 “dan saling tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan

kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolonglah kamu dalam berbuat dosa

dan pelanggaran.”

Selanjutnya, semangat moderasi ini akan menjadi lebih solid dan kokoh

dengan umat Islam membuka diri dalam membangun harmoni dengan kebudayaan

tradisi agama lain. Dengan mengadopsi diktum al-Muhâfaẕatu ‘ala qadimi al-

Sâlih wa al-akhdu bi al-jadîdi al-Aslâh (mempertahankan tradisi masa lalu yang

baik sembari mengadopsi nafas tradisi kekinian yang lebih baik adalah suatu

langkah yang ideal yang dapat diterapkan untuk membangun peradaban dan

keadaban publik dalam konteks ke-Indonesiaan.65

2. Al-Ukhuwah al-Waṯaniyah

Dalam membangun semangat persaudaraan sebangsa dan setanah air, umat

Islam harus memiliki sikap toelransi kepada sesama anak bangsa. Keberadaan

umat Islam pada prinsipnya diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

terbentang dari Sabang sampai Merauke dari Mianga sampai pulau Rote memiliki

kontribusi positif produktif bagi perkeembangan persaudaraan dan persatuan

bangsa.

65 Alamul Huda, Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderat Islam di

Era Modern, h. 190

Page 88: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

74

“Persahabatan” yang dirajut antara umat Islam dengan pemeluk agama

lainnya merupakan suatu bagian dari penerimaan umat Islam atas Pancasila

sebagai asas tunggal dalam bernegara maupun bermasyarakat merpakan kiprah

nyata dalam kerelaan umat Islam untuk membangun bersama elemen bangsa

lainnya. Inilah yang menjadi dasar pendorong kebersamaan dalam membangun

konstruk persatuan suatu bangsa.66

Islam sejak zaman Nabi Muhammad, diberikan pembelajaran untuk

menerima kosensus bersama yang telah disepakati melalui jalur musyawarah dan

mufakat. Sebagaimana halnya “Perjanjian Madinah” dimana siapa pun yang sudah

bersepakat secara bersama maka harus menjalankan bersama pula, konsekuensi

dari tidak menyepakti dengan apa yang sudah ditetapkan adalah menerima

hukuman yang sudah disepakati pula. Seperti halnya jika umat Islam hari ini

mencoba melawan atau berupaya ingin merubah bahkan mengantikan Pancasila

sebagai asas Tunggal dalam bernegara dan berbangsa di Indonesia, maka akan

berhadapan dengan hukum yang berlaku di Indonesia yang telah disepakati

melalui jalur musyawarah dan mufakat oleh generasi terdahulu. Dengan demikian

al-Ukhuwah al-Waṯaniyah menjadi salah satu bentuk sikap moderasi Islam dalam

berbangsa dan bernegara.

3. Al-Ukhuwah al-Basyâriyyah

Pada Tipologi yang ketiga ini menitik beratkan pada persaudaraan

kemanusiaan, umat Islam melihat manusia lain sebagai saudara sesama makhluk

yang diciptakan oleh Allah SWT, yang secara hukum mereka berhak

66 Alamul Huda, Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderat Islam di

Era Modern, h. 191

Page 89: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

75

mendapatkan perlindungan baik nyawa dan harta bendanya.67 Berangkat dari satu

pemahaman dan perilaku keberagaamn bahwa Islam datang dengan membawa

perdamaian dan rasa aman terhadap individu mapaun komunitas sosial tidak

terkecuali alam dan lingkungan sekitar, sebagaimana pesan Allah dalam al-Qur’an

yang mengutus Nabi Muhammad sebagai rahmatan lil ‘alamîn.

Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamîn dengan upaya membumikan

ajaran Islam melalui konsep jalan tengah setidaknya ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, diantaranya adalah senantiasa menciptakan dalog interaktif dinamis

anara teks (nash) dan konteks sehingga diharapkan akan mencapai hasil pemikiran

yang konstruktif-produktif dalam membangun situasi dan kondisi sosial yang

islami.

Kemudian mewujudkan sikap perilaku keberagaaman yang mendorong kearah

terciptanya kemaslahatan publik yang lebih berpihak pada isu-isu krusial yang

berkembang ditengah masyarakat semisal kemiskinan, teririsme, terjaminnya

menjalankan agama dan kepercayaan agama tanpa unsur penodaan, perdagangan

anak, dan perempuan (traficking), pendidikan murah, buruh tenaga kerja migran,

pelayanan kesehatan, peningkatan taraf hidup, stabilitas harga pangan dan

sebagainya, harus mendapat perhatian dalam porsi pemikiran kaum muslimin,

sehingga masalah-masalah kebangsaan, keummatan, dan kemanusiaan menjadi

agenda utama pemikiran Islam. Yang pada akhirnya pesan Islam sebagai agama

rahmata lil ‘alamîn dapat terwujudkan dan melanjutkan peran risalah kenabian

tersebut dalam konteks berbangsa dan bernegara dengan baik dan benar.68

67 Alamul Huda, Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderat Islam di

Era Modern, h. 192 68 Alamul Huda, Epistimologi Gerakan Liberalis, Fundamentalis, dan Moderat Islam di

Era Modern, h. 193

Page 90: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

76

Dalam tulisan ini menurut pemulis pemikiran Muẖammad ‘Abduh dan Sayyid

Qutuhb kiranya memberikan kontribusi terhadap kecenderungan pemikiran umat

Islam di atas, penulis berpendapat bahwa Sayyid Quṯb berada pada

kecenderungan umat Islam yang mengatakan bahwa Islam harus

diimplementasikan secara formal dan legal dalam kehidupan sosio-budaya,

ekonomi, dan politik para pemeluknya. Sangat terlihat dari cara Sayyid Quṯb

menafsirkan ummatan wasaṯan dengan Umat Islam adalah umat pertengahan

dalam peraturan dan keserasian hidup. Umat Islam tidak hanya bergelut dalam

hidupnya dengan perasaan dan hati nurani. Dan juga tidak terpaku dengan adab

dan aturan manusia. Akan tetapi, umat Islam mengangkat nurani manusia dengan

aturan dari Allah SWT, serta dengan suatu arahan dan pengajaran. Dan menjamin

aturan masyarakat dengan suatu peraturan yang menyeluruh. Islam tidak

membiarkan aturan kemasyarakatan dibuat oleh penguasa, dan juga tidak

dilakukan secara langsung oleh wahyu. Tetapi, aturan kemasyarakatan itu adalah

campuran antara keduanya, yakni aturan yang berasal dari wahyu dan

dilaksanakan oleh penguasa.

Sedangkan Muẖammad ‘Abduh memiliki kecenderungan pada golongan

kedua yang berpandangan bahwa Islam tidak harus di hubungkan secara formal

dan legal, padahal pada saat yang sama mengakui Islam sebagai sumber dan

petunjuk bagi tindakan manusia. bagi kelompok terakhir ini, yang penting adalah

bahwa lingkungan secara substansial harus sejalan dengan ajaran-ajaran Islam,

artinya masih memberikan celah terhadap pemikiran-pemikiran yang datang dari

luar Islam.

Page 91: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

77

Sehingga menurut penulis dalam kemajemukan umat beragama penafsiran

Muẖammad ‘Abduh yang lebih relevan di karenakan masih memberikan celah

ijtihad dengan akal dan menyesuaikan dengan konteks keberagaman yang

beraneka ragam dengan lebih flexibel dalam mewujudkan suatu tatanan

masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera. Dengan tidak meninggalkan nash-

nash Ilahi sebagai pedoman hidup, sehingga nilai kehidayahan al-Qur’an tetap

terjaga.

Page 92: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah diuraikan secara sistematis pada bab-bab di atas, pada bab ini akan

dikemukakan kesimpulan hasil penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang

telah penulis cantumkan pada bab pertama adalah sebagai berikut :

Dari uraian penjelasan penafsiran Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb

tentang Ummatan Wasaṯan, penulis menemukan persamaan dan perbedaan

penafsiran diantara kedua tokoh tersebut. Adapun persamaan penafsiran keduanya

dalam menafsirkan Ummatan Wasaṯan adalah;

1). Kedua mufassir ini memandang bahwa ummatan wasaṯan merupakan

suatu tatanan masyarakat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Ilahiah,

sehingga terbentuklah karakter adil sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah

dan Rasul-Nya. Bersikap adil baik untuk urusan ruhaniah maupun jasmaniah. 2).

Baik Muẖammad Abduh maupun Sayyid Quṯb memandang Ummatan wasaṯan

adalah umat Islam yang menjadi saksi atas apa yang terjadi dimuka bumi, apakah

manusia menjalankan hidup sesuai syariat Islam atau tidak ? sehingga dalam diri

umat Islam yang dijadikan Allah sebagai ummatan wasaṯan terbentuk sikap adil

dalam menilai kebenaran, karena seorang saksi dituntut berbuat adil. 3).

Muhammad Abduh maupun Sayyid Quṯb mengkriteriakan ummatan wasaṯan

dengan umat yang tidak fanatik terhadap madzhab, tidak melakukan taqlid buta.

Adapun perbedaan antara Muẖammad Abduh dan Sayyid Quṯb dalam

menafsirkan Ummatan Wasaṯan, terletak pada kurang variatifnya Muẖammad

Abduh dalam mengkriteriakan sikap ummatan wasaṯan dibandingkan Sayyid

Quṯb. Abduh hanya menjelaskan secara global tentang makna Ummatan Wasaṯan

sedangkan Sayyid Quṯb sangatlah terperinci dalam menafsirkan Ummatan

Wasaṯân.

Page 93: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

79

B. Saran-saran

Setelah selesainya penulisan skripsi ini, ada beberapa masalah yang masih

mengganjal dalam hati penulis yang kiranya dapat dikaji lebih lanjut oleh para

pembaca. Dalam skripsi ini penulis hanya membahas perbedaan dan persamaan

pemikiran Muhammad Abduh dan Sayyid Quthb terhadap ummatan wasthan.

masih banyak perbedaan dan persamaan kedua tokoh tersebut dalam menafsirkan

ayat-ayat al-Qur’an namun tidak penulis cantumkan dalam skripsi ini. pemikiran-

pemikiran Muhammad Abduh dan Sayyid Quthb lainnya terhadap problema-

problema sosial layak di perkenalkan kepada masyarakat, guna membangkitkan

semangat taat beribadah kepada Allah SWT dan menjadi manusia yang dapat

memanusiakan manusia.

Demikian apa yang telah penulis paparkan, dan penulis berharap agar

pembahasan ini berkembang, sehingga masyarakat dapat mengenal lebih dekat

bebagai macam penafsiran ummatan wasthan karena masih banyak model

penafsiran terkait hal tersebut.

Page 94: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

80

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Baqi Muhammad Fuad. al-Mu’jam al-Mufahrus li al-Fadzi al-Qur’an al-Karim.

Beirut: Daar al-Fikr, 1992.

Aderus Banua,Andi dkk. Kontruksi Islam Moderat: Mengupa Prinsip Rasionalitas,

Humanitas dan Universalitas Islam. Makassar: ICCAT Press dengan Aura Pustaka

2012.

al-Asfahâny, Ragib. Mufradat al fadz al-Qur’an. Jilid II. Damaskus: Dâr al-Qalam, 1990.

Afrizal dan Mukhlis. Konsep wasathiyah dalm al-Qur’an. Jurnal An-Nur vol. 4 no. 2,

2015.

Arsyad, Mustamin“Rekinstruksi Pemahaman al-Qur’an dan Hadis” dalam Esensia;

Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, Vol III, No I. Yogyakata: IAIN Sunan Kalijaga,

2002.

Asy’ari, Musa. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam. Yogyakarta: LESFI, 1982.

Berry, David, Pokok-pokok pikiran dalam sosiolog. Terj. LPPS Jakarta: Rajawali 1982.

Boisard, Marsel. Humanisme dalam Islam. Terj Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang 1980.

Chirzin, Muhammad. Jihad Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an.

Solo: Era Intermedia, 2001.

Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Syamil Qur’an, 2010.

al-Farmawi. Abd. Al-Hay. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i. Kairo: al-Hadraf al-

Arabiyah, 1977.

Fadullah, Mahdi. Titik Temu Agama dan Politik Analisa Pemikiran Sayyyid Quṯb. Solo:

1991.

Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam: Pengantar sosiologi dan sosiografi. Jakarta: Bulan

Bintang, 1976.

Hidayat, Komaruddin. Agama Masa Depan Prespektif Filsafat Perranial. Jakarta:

Paramadina, 1995.

Hamka, Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005

Page 95: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

81

Huda, Alamul. Epistimologi Gerakan Liberalis, fundamentalis, dan Moderat Islam di Era

Modern. Jurnal Syariah dan Hukum. Vol. 2, 2010.

Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin Dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1994

Muhammad, Abu Ja’far bin Jarir Al-Thabari. Jamî’ al-Bayan ‘an Ta’wîl Ay al-Qur’ân

Kairo: Dâr al-Hadîs, 2010

Mustaqim, Abduh, dkk. Studi al-Qur’an Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

Nurdin, Ali. Qur’anic Society. Jakarta: Erlangga, 2005.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1995.

Quthb, Sayyid. Tafsîr Fî Dzilâl al-Qur’ân. Bayrût: Dâr al-Syurûq, 1968.

Ridho, M.Rasyid . Tafsir al- Manar. Jilid II. Beirut: Dâr al-Fikr 2004.

Rusli Tanjung,Abdurahman. Analisis Terhadap Corak Tafsir al-Adâby al-Ijtima’i.

Analytica Islamica, Vol.3 tahun 2014.

al-Sabuni , ‘Ali. Rawai’ al-Bayan. jilid I. Makkah: Dâr al-Qur’ân al-Karîm, 1972.

al-Syathibi, Abu Ishaq. al-Muwaffaqat, Beurit, cet. II, jilid III. Dar al-Ma’arif, 1975.

Sadzily, Hasan. Sosiologi Untuk Msyarakat Indonesia Jakarata, Bin Aksara. 1983

Satori Ismail, Achmad dkk. Islam Moderat, Menebar Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Cet II.

Jakarta: Pustaka Ikadi, 2012.

Shihab, Quraish. Membumikan al-Qur’an; Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat. Cet III. Bandung: Mizan, 2009.

--------, Membumikan al-Qur’an; Memfungsikan Wahyu Dalam Kehidupan. Cet I.

Jakarta: Lentera hati, 2011.

--------, Rasionalitas al-Qur’an: Studi Kritis terhadap Tafsir al-Manar Jakarta,: Lentera

Hati , 2016

Taher, Tarmizi. Menuju Ummatan Wasathan: kerukunan beragama di Indonesia. Jakarta:

PPIM, 1998.

Page 96: Ummatan Wasaṯan dalam al-Qur’an ẖammad Abduh dan Sayyid …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Semoga kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan

82

Qordhawi, Yusuf, Islam Ekstrem Analisis dan pemecahanya. Terjemahan dari kitab al-

Sahwah al-Islâmiyah baina al-Juhud wa al-Ṯatharruf. Cet VI. Bandung: Mizan,

1993.

-----------------, al-Khasais al-‘Ammah li al-Islam, cet, ke-2. Beirut: Mu’assah al-Risalah

1983

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.

al-Zarkasyî, Bahruddîn. al-Burhân Fî Ulûm al-Qur’ân. Kairo: Dâr al-Kitâb al-‘Arâbâ,

1967.