ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

32
ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh) Oleh : Agus Jaya Pendahuluan Agama Islam yang sumber ajarannya al Qur’an dan hadits nabi 1 telah berjalan dalam sejarah yang cukup panjang. Perjalanan sejarah Islam tersebut bisa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : priode klasik, priode pertengahan dan priode modern. 2 a. Priode Klasik (650-1250 M) bisa dibagi menjadi dua fase yaitu : - fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M) - dan fase integrasi (1000-1250 M). Pada fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan, daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Pada masa inilah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang non-agama dan juga bidang kebudayaan Islam. Pada masa inilah lair ulama-ulama 1 Hal ini bisa dlihat dalam hadits Rasulullah saw, beliau bersabda : “aku tinggalkan untukmu dua perkara, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan Sunnah nabi-NYa. Imam Malik, al Muwatho’ Kairo : kitab al Syabab, tt. Hal 560. dan Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Beirut : Dar Shodir, tt. Jil. !. hal. 442. 2 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1987. cet. V hal. 12. 1

Transcript of ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Page 1: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

ISLAM RASIONALITAS

(Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Oleh : Agus Jaya

Pendahuluan

Agama Islam yang sumber ajarannya al Qur’an dan hadits nabi1 telah berjalan

dalam sejarah yang cukup panjang. Perjalanan sejarah Islam tersebut bisa dibagi menjadi

tiga bagian, yaitu : priode klasik, priode pertengahan dan priode modern.2

a. Priode Klasik (650-1250 M) bisa dibagi menjadi dua fase yaitu :

- fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M)

- dan fase integrasi (1000-1250 M).

Pada fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan, daerah Islam meluas melalui

Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur.

Pada masa inilah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang

agama maupun dalam bidang non-agama dan juga bidang kebudayaan Islam. Pada

masa inilah lair ulama-ulama besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam

Syafi’i dan Imam Ibnu Hanbal. Demikian juga di bidang aqidah dan mistisme serta

filsafat.3

Pada Fase Disintegrasi, keutuhan umat Islam dalam bidang Politik mulai pecah,

kekuasaa khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dirampas dan dihancurkan oleh

keberutalan tentara Hulaga pada 1258 M. Dan Khalifah sebagai simbol kekausaan

politikpun sirna.

b. Priode pertengahan (1250-1800 M) juga bisa dibagi menjadi dua fase yaitu :

- fase kemunduran

- fase tiga kerajaan besar

1 Hal ini bisa dlihat dalam hadits Rasulullah saw, beliau bersabda : “aku tinggalkan untukmu dua perkara, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan Sunnah nabi-NYa. Imam Malik, al Muwatho’ Kairo : kitab al Syabab, tt. Hal 560. dan Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, Beirut : Dar Shodir, tt. Jil. !. hal. 442.

2 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1987. cet. V hal. 12.

3 Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah dan Ibadat. Jakarta : Paramadina 2002. hal. 2

1

Page 2: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

fase kemunduran ditandai dengan meningkatnya desentralisasi dan disintegrasi.

Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah semakin tampak demikian juga perbedaan antara

Arab dan Persia semakin nyata. Pada saat ini dunia Islam terbagi menjadi dua blok,

yaitu blok Arab dan blok Persia. Demikian pula pada saat ini desakan ditutupnya pintu

Ijtihad dikalangan umat Islam semakin meluas.

Fase tiga kerajaan besar adalah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di

Persia dan kerajaan Mughal di India. Pada zaman kemajuan, ketiga kerajaan ini

memiliki kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitektur.pada

masa kemunduran, kerajaan Utsmani terpukul di Eropa, kerajaan Safawi dihancurkan

oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan kerajaan

Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja India. Dan masa ini tampak kekuatan

militer dan kehandalan politik umat Islam menurun jauh.

c. Priode Modern atau disebut juga dengan zaman kebangkitan umat Islam.

Kejatuhan Mesir ketangan Barat menginsyafkan dunia Islam akan kelemahannya

dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah muncul peradaban baru yang lebih

tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam.

Dalam fase ini telah muncul satu substansi pengetahuan keislaman yang disebut

dengan modernisme Islam.4 Jadi modernisme Islam merupakan gerakan besar untuk

menghentikan degenerasi umat Islam dalam hampir semua segi kehidupan dan untuk

menutup sekurang-kurangnya mempersempit kesenjangan antara Islam dalam teori dan

Islam dalam praktek.5

Salah seorang tokoh modernisme Islam ini adalah Muhammad Abduh yang

mencetuskan ide kepmbali kepada al Qur’an dan Hadits.

Dalam makalah ini penulis membahas Rasionalitas Islam dalam pemikiran

Muhammad Abduh yang dikejewantahkannya melalui ide-ide pembaharuannya yang

revolusioner.

4 modernisme Islam adalah upaya untuk memperbaharui penafsiran, penjabaran, dan cara-cara pelaksanaan ajaran-ajaran dasar dan petunjuk–petunjuk yang terdapat dalam al Qur’an dan Haits sesuai dengan perkemabangan situasi dan kondisi masalah yang dihadapi. Lihat Mastuhu dkk. (penyunting), seminar Identitas IAIN Jakarta, Jakarta : Lembaga Penelitian I|AIN, 1987. hal : 2

5 Amien Rais, “kata pengantar “ dalam Jhon J. Donohue dan Jhon L. Eposito ed, Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-Masalah, Jakarta : Rajawali Pres, 1984. hal xiii.

2

Page 3: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Riwayat hidup

Suatu penelusuran yang agak teoritis yang mungkin dapat dianggap tepat untuk

mengetahui riwayat hidup Muhammad Abduh dilakukan oleh Charles C. Adams. Ia

menggunakan pendekatan periodeisasi. Ia membagi riwayat hidup Abduh kepada tiga

periode: periode pertumbuhan; periode pemunculan di depan publik; dan periode berada di

puncak karir.6

Kelemahan pendekatan Adams tentu saja ada, misalnya ia menganggap riwayat

hidup Abduh sudah terpisah-pisah secara ketat antara satu masa dengan masa berikutnya,

padahal menentukan batas masa itu sangatlah riskan karena hidup itu berjalan secara

alamiah bagai air mengalir begitu saja tanpa terputus-putus. Oleh karena itu sulit

membatasi penggalan kehidupan seseorang secara ketat, pasti dan tanpa pengaruh sebelum

dan sesudah masa tertentu. Akan tetapi, karena Adams membuat pembagian periode itu

bukan semata-mata melalui pendekatan kualitatif, juga melalui pendekatan kuantitatif

dengan menetapkan tahun dan peristiwa-peristiwa yang dilalui Abduh, maka cara

pembagian Adams dapat diterima dalam rangka memudahkan pemahaman yang

kontekstual menurut masa, kondisi, tempat dan lingkungan kehidupan seseorang. Uraian

berikut mengikuti pembagian periode menurut Adams tersebut.

6 Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt (New York: Russell&Russell, 1933), h. 18.

3

Perjalanan Sejarah Islam

Priode Klasik

Priode Pertengahan

Priode Modern

Fase Ekspansi, Integrasi, Kemajuan (650-1000) dan Disintegrasi (1000-1250)

Fase kemunduran dan fase Tiga Kerajaan Besar (1250-1800)

Zaman Kebangkitan Umat Islam (1800-sekarang)

Page 4: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

A. Periode Pertumbuhan (1849-1877 M)

Di penghujung abad ke-18, yaitu pada tahun 1798 M., Napoleon Bonaparte dari

Prancis, dalam usahanya menyaingi kegiatan ekspansi Inggris ke dunia timur, mengadakan

ekspansi ke Mesir. Napoleon datang ke mesir bukan hanya membawa pasukan militer

dengan persenjataannya yang lebih unggul tetapi juga turut serta dalam ekspedisi itu 500

kaum sipil dan 500 wanita. Di antara kaum sipil tersebut terdapat 167 ahli dalam berbagai

cabang ilmu pengetahuan. Napoleon juga membawa 2 set peralatan percetakan, dengan

huruf Latin, Arab dan Yunani. Ekspedisi itu bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi

juga untuk keperluan ilmiah dan kebudayaan.

Kontak orang Mesir, terutama ulama-ulamanya, dengan kebudayaan yang dibawa

oleh Napoleon itu menimbulkan kesadaran mereka bahwa umat Islam sudah jauh

ketinggalan dari orang Eropa. Setelah berkunjung ke lembaga ilmiah dan laboratorium

Prancis itu, Abdul al-Rahman al-Jabarti, seorang ulama al-Azhar dan seorang penulis

mengatakan bahwa disana dilihatnya benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang

sulit di mengerti oleh akalnya. Begitulah kesan seorang kaum terpelajar Islam zaman itu

terhadap kemajuan yang dicapai Eropa. Ternyaata, keadaan menjadi seratus delapan puluh

derajat berbeda. Kalau diperiode klasik orang Barat terheran-heran melihat kemajuan

kebudayaan dan peradaban Islam, di periode modern justru umat Islam terperanjat dan

terpesona kagum melihat kebudayaan dan kemajuan Barat.

Kesadaran akan kemunduran dan keterbelakangan itu menimbulkan hasrat umat

Islam untuk maju kembali sebagaimana halnya dimasa silam. Gerakan pembaruan pun

timbul di Mesir di pelopori oleh Muhammad Ali, seorang perwira dari Turki yang turut

berperang melawan tentara Prancis. Dalam gerakan pembaruannya ia mengirimkan orang-

orang Mesir untuk belajar di Eropa, terutama ke Paris. Di Kairo sendiri ia dirikan sekolah-

sekolah, seperti sekolah militer pada tahun 1815, sekolah tekhnik (1816), sekolah

kedokteran (1827), sekolah apoteker (1836) dan sekolah penerjemahan (1827).

Sebagai penguasa tunggal Muhammad Ali tidak menghadapi kasukaran-kesukaran

dalam usahanya membawa pembaruan di Mesir terutama dalam bidang pendidikan, militer,

dan ekonomi. Ia adalah seorang raja Absolut yang menguasai sumber kekayaan, terutama

tanah yang ada di negeri itu, pertanian dan perdangangan. Di tingkat daerah, para

pegawainya juga bersikap keras dalam melaksanakan kehendak dan perintahnya. Oleh

4

Page 5: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

sebab itu, rakyat merasa tertekan dan tertindas. Guna menghindari kekerasan yang

dijalankan para pengawai Muhammad Ali, rakyat didaerah ada yang terpaksa berpindah-

pindah tempat, suatu keadaan yang mencerminkan suatu keresahan dan ketidakpastian di

kalangan rakyat Mesir.7

Dalam suasana kebudayaan dan perkembangan politik demikianlah Muhammad

Abduh lahir tahun 1266 H, bertepatan dengan 1894 M. Menurut Harun Nasution, kakek

Muhammad Abduh diketahui turut menentang pemerintahan Muhammad Ali. Kenyataan

ini dituduhkan pula kepada Abduh Khoirullah, Ayah Muhammad Abduh. Karena tuduhan

itu ayahnya sempat dipenjara untuk beberapa lama, sebelum ia menetap di al-Gharibiah dan

mengikat tali perkawinan dengan ibu Muhammad Abduh. Ayahnya berasal dari desa

Mahallat Nasr didaerah al-Bahirah, sedangkan ibunya, yang berasal dari desa Hashat

Syabsir di al-Gharibiah, disebut-sebut berasal dari keluarga Utsman, dari Bani ’Adi, salah

satu suku Arab yang terkemuka.8

Ayah Muhammad Abduh bernama Abduh Ibn Hasan Khair Allah. Jadi nama

lengkapnya adalah Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah.9 Keluarganya hidup dari

hasil pertanian, namun mempunyai jiwa keagamaan yang teguh, taat, dan berpandangan

terbuka terhadap ilmu pengetahuan. Ayahnya menganjurkan Muhammad Abduh untuk

menuntut ilmu pengetahuan. Masa pendidikan Abduh dimulai dengan pelajaran dasar

membaca dan menulis melalui orang tuanya sendiri. Ia selanjutnya belajar al-Qur’an

kepada seorang hafiz.10 Dalam waktu dua tahun ia sendiri menjadi seorang hafiz pula.11

Berikutnya ia belajar di Masjid Ahmadi, di Thantha. Metode pengajaran yang

menitikberatkan hafalan tanpa pengertian bagi murid-muridnya di sekolah itu, membuat

Muhammad Abduh merasa tidak puas. Ia kembali ke Mahallat Nashr dan bertekad

melanjutkan usaha orang tuanya di lapangan pertanian. Kala itu ia diperkirakan berusia 16

tahun, di usia itu pula ia menikah.12 Orang tuanya yang mempunyai apresiasi yang

memadai terhadap ilmu pengetahuan tidak setuju dengan tekad Abduh yang hanya ingin

bertani. Orang tuanya memerintahkan Muhammad Abduh untuk kembali belajar di Mesjid

7 Jean and Summone Laconture, Egypt in Tranition, Newyork : Creterion Books, 1958. hal. 528 Muhammad Rasyid Ridho, Tarikh Ustadz al Imam as Syaikh Muhammad Abduh, Kairo : Dar al

Iman, 1367 H. Jil. III. Cet. II. Hal. 2379 Ibid10 Ibid11 Ibid12 , Tahir Al-Tanahi, Ed., Muzakkirat al-Imam Muhammad abduh (Kairo: Dar al-Hilal, t.t.), h. 29

5

Page 6: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Ahmadi di Thantha. Dalam perjalan kembali ke Thantha ia menyimpang ke desa Kanisah

Urin, tempat tinggal kaum kerabat pihak ayahnya. Seorang di antara kerabat ayahnya itu

adalah Syeikh Darwisy Khadr yang sering melawat ke luar Mesir belajar berbagai ilmu

agama Islam, dan pengikut tarikat al-Syaziliah.13 Syeikh Darwisy berhasil membina

kehidupan ruhani dan intelektual Muhammad Abduh. Dengan semangat baru, di tahun

1870 M. Muhammad Abduh kembali ke Thantha, dan enam bulan kemudian ia belajar di

Al-Azhar. Di al-Azhar kekecewaannya seperti sebelumnya di Mesjid Ahmadi, Thantha

kembali terulang. Ia, bahkan mengatakan bahwa metode pengajaran yang verbalis merusak

akal dan daya nalarnya.14 Untung saja di saat ini Muhammad Abduh berjumpa dengan

Jamal al-Din al-Afghani yang kemudian menjadi gurunya, sahabat dan tokoh pembaharu

Islam yang amat terkemuka kala itu. Al-Afghani menjadi tokoh alternatif oleh Muhammad

Abduh dalam memperdalam ilmu pengetahuan, bukan saja yang berhubungan dengan ilmu

agama Islam, tetapi juga ilmu lainnya. Muhammad Abduh, di samping terus belajar di al-

Azhar, walaupun merasa tidak berkenan dengan metode pendidikan dan pengajaran yang

diterapkan, sekan-akan mendapat kepuasan dari al-Afghani yang mengutamakan pengertian

dan diskusi-diskusi dalam lingkaran studi yang diasuh tokoh ini.

Aktivitas Abduh di luar kampus, terutama dalam diskusi bersama lingkaran studi al-

Afghani, bukan saja telah memperluas cakrawala dan kemampuan intelektualitasnya,

bahkan mungkin telah pula menjadi faktor yang mendorongnya menyelesaikan studi

akademiknya di al-Azhar. Pada tahun 1877 M. ia menerima gelar ‘Alim dan berhak

menjadi dosen di Universitas al-Azhar itu.15

B. Periode Pemunculan di Depan Publik.

Periode ini berlangsung antara 1877 sampai 1882, sejak ia menyelesaikan kuliahnya

di al-Alzhar hingga ia diasingkan oleh penguasa Mesir waktu itu ke Beirut karena masalah

politik. Pada dekade 1877-1882 ini Muhammad Abduh berkarir sebagai guru dan penulis.

13 Harun Nasution, Pembaharuan ..., h. 6014 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu Studi Perbandingan,

Disertasi S.3., Pascasrjana IAIN Jakarta, 1989.15 Muhammad Rasyid Ridha, Tarikh al-Ustaz al-Imam al-Syaikh Muhammad Abduh (Mesir: al-

Manar, 1931. jil III hal. 239. menurut rektor al Azhar kala itu seandainya al Azhar ada yudisium cum laude (derajat mumtazah) seharusnya ia memperoleh derajat ujian ilmiah tertinggi itu.

6

Page 7: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Ia mengajar di tiga perguruan tinggi di Mesir : Al-Azhar, Dar al-‘Ulum dan Perguruan

Bahasa Khedewi. Mata kuliah yang diasuhnya meliputi telogi, sejarah, ilmu politik, dan

kesusasteraan Arab. Ia menekankan metode diskusi dan semangat pembaharuan dalam

menghadapi mahasiswanya.16 Muhammad Abduh sangat menekankan pentingnya Bahasa

Arab dengan baik dan ilmu-ilmu Agama Islam secara lebih baik dan juga meluruskan

penyimpangan yang ada. Ia dianggap tidak mendukung pemerintah yang berkerjasama

dengan Inggris. Ia tidak diizinkan lagi mengajar di Dar al-‘Ulum dan Perguruan Bahasa

Khedewi tadi.Pada masa pemerintahan Khedewi Tewfik di Mesir, Abduh dan gurunya al-

Afghani dianggap menjadi biang oposisi. Abduh menjadi tokoh politik yang diganjar

tahanan kota. Al-Afghani juga demikian, bahkan keduanya pernah diusir dari Mesir pada

tahun 1879. Status tahanan di pengasingan Abduh di cabut oleh Perdana Menteri Riad

Pasya setahun kemudian, dan ia dibolehkan kembali ke Kairo, Mesir. Bahkan ia diangkat

menjadi anggota redaksi, kemudian selanjutnya menjadi Pemimpin Redaksi lembaran

negara Al-Waqa’i al-Misriah.17 Posisinya sebagai pemimpin redaksi lembaran negara ini

menambah peluang kritiknya terhadap pemerintah pada berbagai hal: agama, sosial, politik,

dan kebudayaan. Ia seakan-akan melanjutkan semangat nasionalisme yang ditinggalkan al-

Afghani di Mesir. Ketika itu di Mesir muncul politik rasialisme yang berpangkal dari

perbedaan kedudukan dan jabatan antara perwira-perwira Angkatan Bersenajata berasal

dari Turki, mendapat posisi penting, sedangkan mereka yang berasal dari Mesir sendiri

terkucil. Pada saat ini munculllah tokoh Urabi Pasya. Tokoh perwira Mesir ini melakukan

gerakan-gerkan tuntutan pemerintahan yang demokratis, Mesir harus berparlemen. Abduh

sendiri walaupun termasuk golongan nasionalis, tidak sependapat dengan tuntutan itu.

Baginya, rakyat Mesir belum matang untuk hal-hal seperti itu. Bagi Mesir yang penting

siap menjadi negara demokratis dan berparlemen. Suatu pernyataan yang sebenarnya tidak

terlalu berbeda tetapi memberi makna dalam. Artinya, Abduh lebih menekankan

perjuangan bertahap bersifat evolusioner dibandingkan dengan gerakan sporadis yang

revolusioner. Pada saat itu Urabi Pasya yang belakangan ini tampak semakin gencar

melakukan gerakan demokratisasi dan pembebasan itu, sampai ke puncak usaha berujung

kepada pemberontakan. Keadaan ini menjadi runyam. Perlawanan berubah terhadap

kekuasaan Barat Inggris dan hal itu melibatkan Muhammad Abduh. Ia lalu ditangkap

16 Ibid17 Harun Nasution, Muhammad Abduh ...op. cit., h. 16

7

Page 8: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

penguasa, setelah tiga bulan dihukum penjara ia di buang ke luar negeri untuk masa tiga

tahun. Akhir 1882 M Muhammad Abduh menetap di Beirut, kemudian pindah ke Paris,

Prancis setahun kemudian dan bergabung dengan al-Afghani yang sudah lebih dulu berada

di Prancis. Keduanya membangun gerakan dalam satu organisasi yang disebut Al-Urwat al-

Wustqa18 yang menerbitkan media komunikasi cetak yang sama namanya dengan gerakan

itu. Tentang gerakan dan majalah ini di katakan oleh Ahmad Amin, jiwa dan pemikirannya

berasal dari Al-Afghani sedangkan tulisan yang mengungkapkan jiwa dan pemikiran itu

berasal dari Abduh.19 Masa-masa di luar negeri itu bagi Abduh dipergunakannya untik

menulis dan mengunjungi berbagai tempat serta mengajar. Ia berkunjung ke Inggris, ke

Tunis, dan negara lainnya, dan akhir 1884 M ia kembali ke Beirut. Di sini Ia menghentikan

aktifitas politiknya dan banyak mengajar, menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ilmu

pengetahuan berbagai bidang ke dalam Bahasa Arab.20 Ia kembali ke Mesir pada tahun

1888 M. dengan berbagai pengalaman dan tambahan khazanah intelektual yang luas dan

dalam setelah berkunjung ke bebagai tempat dan orang–orang terkemuka di bidang ilmu

pengetahuan. Ia masuk ke babak baru kehidupannya.

C. Periode di Puncak Karir

Tampaknya, setelah malang melintang dengan pergulatan perjuangan yang terbawa

oleh arus semangat juang revolusioner sahabat dan gurunya al-Afghani, Abduh kembali ke

garis perjuangan yang sebenarnya sudah ia yakini dari dulu paling tepat yaitu garis

perjuangan yang bersifat evolusioner. Ia lebih mementingkan perjuangan mengubah

masyarakat dan menegakkan prinsip-prinsip Islam bukan dengan mengubah struktur

kekuasaan, tetapi dengan pendekatan dari bawah dengan upaya meningkatkan kecerdasan

rakyat. Pendek kata Muhammad Abduh lebih cenderung kepada pendekatan kultural

dibandingkan struktural atau pendekatan kebudayaan dibandingkan politik praktis. Ia ingin

kembali menjadi pengajar di Dar al-Ulum. Hanya, karena kesan keterlibatannya pada

pemberontakan Urabi Pasya dulu, maka Khedewi Tewfik, penguasa Mesir waktu ini tak

mengizinkannya. hal itu dapat dimaklumi karena dikhawatirkan semangat mahasiswa akan

18 Ibid19 Di Beirut ia menyelesaikan bukunya Risalat al-Tauhid, dan menerjemahkan buku al-Raddu ‘ala

al’Dahriyyin, karangan Jamal al-Din al-Afghani. Lihat, Muhammad Rasyid Ridha, op. cit., h. 392 dan 398.20 Muhammad Abduh..., op.cit., h. 19

8

Page 9: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

dipengaruhinya lagi.21 Muhammad Abduh, lalu ditawarkan oleh Khedewi Tewfik menjadi

hakim di luar kota Kairo. Ia sebenarnya tak begitu tertarik atas tawaran jabatan itu.

Mungkin karena tidak ada pilihan lain, maka tawaran menjadi hakim pada Pengadilan

Negeri itu ia terima juga, mulanya di Benha dan Zagazig. Kemudian Ia menjadi hakim di

Kairo di Pengadilan Negeri Abidin. Pada akhir 1890 M ia diangkat menjadi Penasihat pada

Mahakamah Tinggi. Posisi ini, walaupun pada mulanya tidak begitu berkenan di hatinya,

telah menjadikan Abduh mampu mempergunakan kesempatan untuk menuangkan berbagai

ide pembaruannya. Agaknya, ia sampai ke puncak karirnya. Ia tidak saja melakukan

pembaharuan di bidang peradilan sesuai dengan jabatannyan, tetapi juga di bidang

pendidikan yang menjadi pokok perhatiannya. Ia mewakili pemerintah duduk dalam

Komite Administratif Universitas Al-Azhar pada tahun 1895 M. bersama syeikh atau

profesor-profesor terkemuka lainnya yang banyak melakukkan perbaikan untuk perguruan

tinggi paling terkenal di dunia Islam ketika itu Banyak rencana Abduh yang masih

terbengkalai yang ingin ia lakukan, namun maut merenggutnya pada tanggal 11 Juli 1905

M. dengan didahului oleh sakit beberapa hari. Walaupun Muhammad Abduh telah

meninggal, tetapi pemikiran dan ide-ide pembaruannya tetap bergema di dunia islam,

bukan saja di Mesir dan Timur Tengah, bahkan sampai ke Asia Tenggara. Di batu nisan

beliau tertulis : huwa al hayyu al baqy (dia hidup kekal abadi).22 Beberapa karya tulisnya

yang menonjol adalah Risalah Tauhid, (1897); Islam wa-lnashraniya ma’a al’ilm wa al-

madaniya; Sharh Kitab al-basair al-Nasiriya, tasnif al-Kadi Zain Din (1898). Lalu

kumpulan ceramahnya dan artikel-artikelnya dalam translatasi ke Bahasa Perancis oleh

Muhammad Tal’at Harb Bey (1905) berjudul Europe et al-Islam. Ketika ia bersama-sama

Al-Afghani, Muhammad Abduh sempat menerjemahkan karya tokoh ini dari Bahasa Pesia

ke Bahasa Arab : Risalat al-Radd ‘ala al-dahriyin (1886) dan karya lainya Sharh Nahj al-

balagha dan Sharh Maqamat Badi’ al-zaman al-Hamadhani (1889). Yang lain adalah

Taqrir fi Ishlah al-Mahakim al-Shar’iya (1900).

21 Harun Nasution, Muhammad Abduh..., op.cit., h. 19.22 Abdul Ghoffar Abdurrahim, Al Imam Muhammad Abduh wa Manhajuhu fi attafsir, Kairo : Dar

al Anshor. 1980. hal. 27

9

Page 10: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh

Ide-ide pokok pembaharuan yang telah dikemukakan Abduh secara konseptual

dalam tahapan aflikasi di terjemahkan dengan cara yang evolusioner, graduatif (bertahap),

kultural (budaya) serta transformasi mental dalam mewujudkan dasar yang kokoh bagi

perkembangan masyarakat.23 Adapun ide-ide tersebut meliputi :

A. Pembaharuan Pemikiran

Muhammad Abduh berpendapat bahwa sebab-sebab kemunduran umat Islam

adalah faham jumud, keadaan membeku, statis, tak ada perubahan. Umat Islam hanya

berpegang teguh kepada tradisi dan tidak mau menerima hal-hal baru.24 Muhammad

Abduh, sebagaimana Muhammad Abd al-Wahab dan Jamal al-Din al-Afghani menganggap

bid’ah yang masuk ke ajaran Islam adalah menyesetakan. Oleh karena itu harus dibasmi.

Bagi Muhammad Abduh perubahan itu tidak hanya kembali ke ajaran salaf seperti

dianjurkan Abd al-Wahab, tetapi harus disesuaikan dengan keadaan modern. Bila ibadat

sudah jelas pedomannya di dalam Qur’an dan Hadist, maka soal-soal kemasyarakatan yang

hanya garis besarnya dapat disesuaikan untuk mengikuti perkembangan zaman, umat Islam

23 Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit., h. 23 . Lihat pula H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam, (New York: Cornell Univ. Press, 1953),h.406

24------------ Pembaharuan ... op. cit.’ h. 62.

Priodesasi Kehidupan

Muhammad Abduh

Pertumbuhan (1849-1877)

Pemunculan di Depan Publik (1877-1882)Puncak Karir (1882-wafat)

10

Mengubah MasyarakatMengubah Masyarakat dan menegakkan prinsip-dan menegakkan prinsip-

prinsip Islam melalauiprinsip Islam melalaui jalur evolusioner)jalur evolusioner)

-

Pengembaraan keberbagai daerah dan muncul sebagai

dosen diberbagai universitas dengan

berbagai disiplin ilmu

Masa Pencarian jati diri melalui pendidikan dan

keaktifan dalam media massa

Page 11: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

tidak boleh taklid. Umat Islam mesti mempergunakan akal dan fikiranhya. Al-Qur’an

sendiri banyak menyatakan pentingnya akal-pikiran itu: seperti afala yatadabbarun, afala

ta’qilun, afala tatafakarun dan sebagainya. Kedudukan akal bagi Abduh sangat tinggi.

Wahyu tidak akan bertentangan dengan akal. Bila zahir ayat bertentangan dengan akal,

maka ayat itu dapat ditafsirkan sesuai dengan prinsip-prinsip akal. Ini berkaitan dengan

dasar-dasar ilmu pengetahuan modern yang banyak berdasarkan hukum alam

(sunnatullah), dan hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti disebutkan oleh

Qur’an yang menempatkan posisi akal di tempat paling tinggi.25

Prinsip ini membuat Muhammad Abduh berfaham bahwa manusia mempunyai

kebebasan dalam kemauan dan perbuatan (free will dan free act atau qadariah). Bagi

Muhammad Abduh wujud manusia dalam perbuatannya yang bebas itu tetap berdasarkan

ketentuan bahwa kekuasaan Allah tetap berada di tempat paling tinggi.26 Akal yang

dikaitkan dengan masalah ilmu pengetahuan modern membawa kemajuan tinggi bagi umat

manusia. Di samping itu akal juga harus dikaitkan dengan konsep teologi. Bagi

Muhammad Abduh peranan akal dalam teologi adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifatnya;

2. Mengetahui adanya hidup di akhirat;

3. Mengetahui bahwa kebahagiaan hidup di akhirat bergantung pada mengenal

Tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraannya bergantung pada tidak

mengenal Tuhan dan pada perbuatan jahat;

4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan;

5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi perbuatan

jahat untuk kebahagiaannya di akhirat;

6. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban itu.27

Dilihat dari sisi menempatkan kekuatan yang tinggi kepada akal dalam teologi,

maka Abduh malah melebihi Mu’tazilah, akan tetapi ia menerima konsepsi manzilat bain

manzilatain ( منزلتين بين منزلة ) oleh Mu’tazilah. Selanjutnya bila dirinci lebih dalam,

Muhammad Abduh, menempatkan posisi akal jauh lebih tinggi dari Mu’tazilah. Bagi

25 Ibid. h. 6526 Ibid. h. 6627 Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit., h. 53

11

Page 12: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Abduh akal beperan terhadap enam hal di atas. Sementara bagi Mu’tazilah hanya empat

saja peranan akal dalam teologi, yaitu :

1. Mengetahui kewajiban terhadap Tuhan;

2. Mengetahui kebaikan dan kejahatan;

3. Mengetahui kewajiban beruat baik;

4. Mengetahui kewajiban menjauhi perbuatan jahat.28

Penempatan akal di posisi yang penting itu bukan berarti Muhammad Abduh

merendahkan posisi wahyu. Wahyu lebih tinggi lagi daripada akal, karena wahyulah yang

menjelaskan kepada akal bagaimana cara beribadat dan berterimakasih kepada Tuhan.

Wahyu menentukan baik buruknya suatu ketetapan Tuhan melalui suruhan dan

larangannya pada hal-hal yang berlaku saat akal tak mampu memberi kualifikasi terhadap

baik dan buruknya suatu perbuatan. Akal diperkuat pula oleh wahyu melalui sifat sakral

dan kekuatan absolutnya untuk memaksa manusia untuk tunduk kepada hukum dan

peraturan.29

Mengenai ijtihad, Abduh berpendapat bahwa lapangan ijtihad adalah masalah-

masalah kemasyarakatan yang jumlahnya sangat sedikit disinggung di dalam al-Qur’an dan

hadist. Karena itu perlu interpretasi baru untuk disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ijtihad

harus langsung kepada al-Qur’an dan Hadist, karena itu mujtahid haruslah orang-orang

yang mempunyai syarat-syarat yang diperlukan. Orang yang tidak mempunyai syarat itu

harus mengikut kepada pendapat yang ia setujui fahamnya di kalangan mujtahid yang ada.

Bagi Abduh, ijtihad tidak diperlukan untuk lapangan ibadat yang mengatur hubungan

manusia dengan Tuhan, karena itu tidak diperlukan penyesuaiannya dengan perkembangan

zaman.

Ijtihad hanyalah di lapangan yang berhubungan dengan masalah manusia dengan

manusia.30

B. Pembaharuan Pendidikan

Mengubah pola befikir, berarti harus mengubah kualitas manusia dari bodoh dan

tidak mengetahui apa-apa menjadi pandai dan mengetahui berbagai ilmu pengetahuan

28 Ibid., h. 56-57.29 Ibid’. h. 6730 Harun Nasution , Pembaharaun ... op.cit., h.64.

12

Page 13: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

agama dalam arti sempit, maupun pengetahuan umum yang luas, ilmu pasti, sosial, sastra,

falsafat, dan ilmu pengetahuan modern lainnya. Abduh melakukan pembaharuan di bidang

pendidikan melalui pemikiran pendidikan dan praktik pendidikan. Pemikiran

pendidikannya tertuang pada tiga bentuk:

1. pentingnya Bahasa Arab

2. pengetahuan agama, sains modern, sejarah dan pengetahuan umum sama-sama

penting

3. metode pengajaran tidak dititik beratkan kepada menghafal dan membaca

komentar-komentar dari teks pelajaran, akan tetapi memahami dan mengerti apa

yang terdapat di dalam ilmu itu dengan penekanan metode diskusi.31

Pemikiran pendidikan itu diterapkan oleh Muhammad Abduh, di masa-masa ia aktif

mengajar di Dar al-Ulum, Al-Azhar, dan Perguruan Tinggi Bahasa Khedewi. Upaya itu

semakin meningkat ketika ia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan al-Azhar oleh

Khedewi Abbas pada tanggal 15 Januari 1895. Ia duduk di dalam Komite Adiministratis itu

bersama-sama dengan ulama-ulama terkemuka dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan

Hanbali yang sezaman dengannya itu. Ia bahkan menjadi penggerak dari dewan itu.32

Abduh melakukan pembaharuan Al-Azhar antara lain meliputi :

- administrasi

- keuangan

- fasilitas bagi pengajar dan mahasiswa.

Muhammad Abduh memperpanjang masa belajar dan memperpendek masa libur. Ia

mengemukakan betapa pentingnya pelajaran bahasa pada empat tahun pertama sebagai

ganti dari pembacaan hasyiyah (komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar dari teks),

dan pokok-pokok pelajaran diterangkan dengan cara mudah dan dimengerti. Mata pelajaran

umum seperti matematika, aljabar, ilmu ukur, dan ilmu bumi dimasukkannya ke dalam

kurikulum Al-Azhar. Perpustakaan Al-Azhar dilengkapinya. Ia sendiri turut mengajar di

Al-Azhar dalam mata kuliah teologi Islam, logika, retorika dan tafsir.33

31 Ibid, h. 67. lihat juga, H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Moderen dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1978), h. 70.

32 Harun Nasution, Muhammad Abduh ... op. cit., h. 2033 Ibid

13

Page 14: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Meskipun upaya pembaruan yang ia lakukan di Al-Azhar mendapat tantangan dari

ulama-ulama tradisional, namun banyak juga yang menerimanya. Cakrawala berfikir umat

Islam telah pula dibukanya, walaupun ia terpaksa mundur dari anggota dewan pimpinan

Al-Azhar, karena khedewi Abbas tidak merestuinya pada tahun 1905 M beberapa bulan

sebelum ia wafat.34

C. Pembaharuan dalam Aflikasi Hukum

Pengangkatan diri Muhammad Abduh sebagai Mufti di tahun 1899 M. memberi

peluang kepadanya untuk melakukan pembaharuan di bidang ini. Ia memperbaiki

pandangan masyarakat dan para mufti itu sendiri, tentang kedudukan mufti yang ditunjuk

negara hanya sebagai penasihat hukum untuk kepentingan negara. Di luar itu, mufti sekan-

akan berlepas diri dari tanggungjawab orang yang mencari kepentingan dan kepastian

hukum.35 Muhammad Abduh senantiasa meluruskan pandangan yang salah. Ia memberi

kesempatan kepada siapapun untuk mendapatkan jasa mufti di bidang hukum, tidak

terbatas untuk kepentingan negara tetapi juga kepentingan masyarakat luas.36

Di dalam memutuskan berbagai perkara pengadilan sejak ia menjadi hakim di

Benha, Zagazig, dan kemudian Kairo sampai ia menjadi Penasihat Mahkamah Tinggi pada

tahun 1890 M. hingga menjadi Mufti 1899 M., ia banyak berpegang kepada keadilan bukan

teks hukum. Di dalam berfatwa ia tidak terikat dengan pendapat ulama-ulama sebelumnya.

Ia sanggup dan berani melakukan ijtihad bebas. Ia pernah menghalalkan sembelihan orang

Nashrani dan Yahudi sebagai ahli kitab bagi umat islam.37 Pada masa ia menjadi mufti,

Muhammad Abduh juga melakukan penataan institusi wakaf. Ia membentuk Majelis

Administrasi Wakaf. Ia duduk sebagai seorang anggotanya. Dari dana wakaf itulah, mesjid-

mesjid diperbaiki termasuk perangkat-perangkat, dari pegawai sampai ke imam dan khatib

mesjid itu.38

D. Pembaharuan Politik

34 Ibid., h. 2135 Muhammad Rasyid Ridha, op.cit., h. 42936 Ibid.37 Harun Nasution, Muhammad Abduh... op. cit h. 19 dan 2238 Muhammad Rasyid Ridha, op. cit., h. 19 dan 22

14

Page 15: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Sebenarnya, jasa Muhammad Abduh dalam pembaharuan di bidang politik tidaklah

seluas dan sebesar di bidang pemikiran dan lebih-lebih lagi tidak sedalam dan seluas di

bidang pendidikan. Akan tetapi, mengingat dinamika keadaan politik waktu itu, Abduh

juga memberikan sahamnya dalam bidang ini. Pada tahun 1899 M. ia diangkat menjadi

anggota Majelis Syura, semacam dewan legilatif Mesir. Ia aktif di dalam dewan ini. Upaya

Muhammad Abduh adalah mengusahakan kerjasama yang baik antara Majelis Syura dan

pemerintah Mesir. Pada mulanya, Majelis Syura tidak diperhatikan oleh Pemerintah. Akan

tetapi setelah usaha Muhammad Abduh memperlihatkan bahwa kedua lembaga Majelis

Syura dan Pemerintah bertujuan sama untuk kepentingan rakyat Mesir secara keseluruhan,

maka pemerintah mengirimkan rencana-rencanaya untuk dibahas Majelis. Nampaknya,

upaya yang ia lakukan di Majelis itu, juga merupakan kesatuan konsepnya dalam

memajukan rakyat Mesir untuk dapat memasuki kehidupan politik demokratis yang

didasarkan atas musyawarah.39 Jadi secara hakiki tidak terlepas juga dari usahanya dalam

lapangan dalam lapangan pendidikan dalam makna yang lebih luas.

Bagan Ide ranah Pembaharuan Muhammad Abduh

39 Harun Nasution, Muhammad Abduh ... op. cit.

15

Page 16: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Pengaruh Ide Pembaharuan Muhammad Abduh

Ide-ide pembaharuan Abduh memberi pengaruh terhadap dunia Islam pada

umumnya, tidak saja di dunia Arab bahkan sampai ke Asia. Pengaruh-pengaruh tersebut

bisa ditemukan di Suriah40, Iran,41 Maroko,42 Turki43 dan dunia Arab serta di Indonesia dan

Malaysia. Penyebaran pengaruh ide tersebut melalui karangan-karangan Muhammad

Abdus sendiri dan karangan murid-muridnya, baik yang berupa buku, majalah maupun

40 pemikiran Muhammad Abduh di Suriah dikembangkan oleh Sayyid Muhammad Rasyid Ridho, Syakib arsilan, Lihat, Abdul Ghofur Abdur Rahim, Muhammad Abduh … Hal 332

41 Pemikiran Muhammad Abduh dibawa ke Iran oleh Zaka’ullah Mirza Muhammad Husain Khon. Ibid.

42 Pemikiran Muhammad Abduh dikembangkan di Maroko oleh bdul Qodir dan Jamaludin al Qosimy

43 Pemikiran Muhammad Abduh dikembangkan oleh Muhammad Syarafuddin, Direktur Ma’had Islamiyah Kuliah Adab di Universitas Istambul di Turki.

Pembaharuan Pendidikan

Pembaruan Politik

Pembaharuan Pemikiran

Pembaharuan dalam Aflikasi

Hukum

Ide Pembaharuan Muhammad

Abduh

16

Page 17: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

tulisan dan artikel.44 Di Indonesia banyak tokoh mengaku telah mendapatkan pemahaman

tentang pembaruan pemikiran Islam dari Abduh. Pada awalnya pemikiran Abduh ini masuk

ke Indonesia melalui Syekh Taher Jalaluddin yang pada sempat belajar di Mesir pada tahun

1892.45 Ketika itu Abduh sedang populer setelah dirinya dibolehkan masuk kembali ke

Mesir dari pengasingannya ke Beirut. Pengaruh Abduh juga dapat dilacak dari beredarnya

majalah Al-Urwat al-Wustqa dan al-Manar di Indonesia dan Malaysia.46 Demikian juga

Abdul Karim Amarullah (ayah Buya HAMKA atau inyiek Rasul) dan Jamil Jambek

(Inyiek Jambek) Bahkan Abdullah Ahmad dan Amarullah pada tahun 1925 setelah

menghadiri konferensi Internasional Islam di Mesir, keduanya dianugrahi gelar Doktor

Honoris Causa dari Al-Azhar. Inyiek Rasul digambarkan oleh Hamka di dalam bukunya

”ayahku” sebagai sosok yang amat keras dengan prinsip keyakinan dan ilmu yang

dimilikinya. Ia sangat menguasai teologi atau ilmu ketuhanan (ilmu tauhid), fikih dan ushul

fikih. Basis jama’ahnya adalah Surau Jembatan Besi di Padang Panjang kemudian

menjelma menjadi madrasah Thawalib.

Kelahiran, gerakan dan kiprah organisasi Muhammadiyah juga dianggap pula

merupakan bagian dari pengaruh Abduh di negeri ini.

Abduh sebagai tokoh pembaharu tidak terlepas dari pengaruh al-Afghani namun

keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar.47 Al-Afghani menghendaki perubahan

ummat melalui perubahan politik revolusioner, sedangkan Abduh melalui kekuatan rakyat

dengan mencerdaskan rakyat melalui pendidikan, dan karena itu bersifat evolusioner .

Pembaharuan-pembaharuan yang diperjuangkan dan dikerjakan di lapangan pemikiran,

44 Harun Nasution, Pembaharuan , op, cit., h.6845 Hamka, Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, (Jakarta: Tinta Mas, 1961) h.16, Taher

Jalaludidin, di samping belajar di Mekkah pada halaqah imam bermazhab Syafii, juga belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Ilmu agamanya berbasis aqidah dan syara’ yang luas ditambah pula secara spesifik amat menguasai ilmu falak atau astronomi. Karena selain di Mekkah ia juga belajar di Al-Azhar dan amat profesional dan ahli ilmu falak, maka kadang-kadang oleh pengagumnya sering dibelakang namanya diberi tambahan sehingga menjadi Syekh Taher Jalaluddin Azhari al-Falaki.

46 Abdul Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),h. 135.

47 Disamping Muhamad Abduh terpengaruh oleh pemikiran Jamaludin al Afghani ia juga sangat terpengaruh oleh pola pemikiran Imam al Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim. Lihat, Abdul Ghoffar Abdr Rahim, Al Imam Muhammad Abduh ..., hal. 28. salah satu bentuk pengaruh pemikiran Imam Ghozali terhadap Muhammad Abduh adalah pendapat Imam Ghozali yang diamini oleh Muhammad Abduh bahwa : tafsir naqli (berdasarkan dalil al Qur’an dan hadits) saja tidak cukp untuk menafsirkan al Quran secara tuntas tapi hendaklah diiringi dengan penggunaan akal dan perkembagan ilmu. demikian juga pendapat Imam Ghozali bahwa tidak cukup perpegang teguh pada akal semata akan tetapi tetap harus diiringkan antara akal dan Naqli. lihat Abdul Ghofur Abdur Rahim, Al Imam Muhammad Abduh ..., hal. 42-43

17

Page 18: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

pendidikan, politik hukum dan kemasyarakatan merupakan percikan fahamnya, bahwa

kemajuan manusia dalam kehidupannya dapat dicapai melalui kekuatan akal dan penalaran

yang memang sesuai dengan apa yang banyak disitir oleh Quran dan Hadist.

Fokus Pemikiran Muhammad Abduh

Ada dua fokus utama dari pemikiran Syaikh Muhammad ‘Abduh (1849-1905),

tokoh pembaru Mesir, ini.

Pertama, membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami agama

langsung dari sumbernya - Al-Quran dan Sunnah - sebagaimana

Turki, Dibawa

oleh Muhammad Syarafuddi

n, dll

Iran, dibawa

oleh Mirza Muhammad

Husain Khon, dll

Indonesia, dibawa Syaikh

Taher Jalaluddin, K.Dahlan,

jamaah Haji, dll

Malaysia, dibawa Syaikh Taher Jalaludin, tulisan, majalah

dll

Dunia Arab masuk melalui

Tulisan dan majalah yang

dibawa jamaah Haji

Maroko, di bawa oleh

Abdul Qodir, dll

Suria. Dibawa

oleh Muhammad

Rasyid Ridho, dll

Muhammad Abduh, (Islam

Rasionalitas)

18

Page 19: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

dipahami oleh salaful ummah sebelum berselisih (generasi sahabat dan

tabi’in).

Kedua, memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele yang dipenuhi

oleh kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit dimengerti. Kedua fokus

tersebut ditemukan sangat jelas dalam karya-karya ‘Abduh di bidang

tafsir. Bagi ‘Abduh, tafsir harus dapat dimengerti dengan mudah

sehingga dapat menjadi huda (petunjuk) guna meraih kebahagiaan

duniawi dan ukhrawi, sesuai dengan fungsi diturunkannya Al-Quran.

Prinsip-prinsip Muhammad ‘Abduh dalam penafsirannya, antara lain :

- Memandang setiap surah sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi

- Menjadikan Al-Quran sebagai sumber kaidah dan hukum, bukan

melegitimasi pandangan mazhab melalui Al-Quran

- Al-Quran berdialog dengan semua generasi

- Tidak merinci ayat-ayat yang sifatnya mubham atau sepintas lalu

- Sangat kritis terhadap riwayat-riwayat baik hadis Nabi Saw. maupun

pendapat beliau dan tabi’in.

Tidak dapat disangkal bahwa Tafsir Juz ‘Amma ini merupakan karya tafsir yang

sangat bermanfaat dan bernilai. Betapa tidak! Muhammad ‘Abduh adalah seorang tokoh

pembaharu serta penafsir Al-Quran dengan ciri dan corak tersendiri yang telah diakui dan

diikuti oleh sekian banyak pemikir dan ulama sesudahnya. Muhammad ‘Abduh telah

berjasa mencerahkan pikiran-pikiran masyarakatnya dan berjasa pula dalam upaya

membela ajaran-ajaran Islam khusunya di kalangan masyarakat Barat yang ketika itu

sangat menyalahpahami ajaran Islam.”48

Penutup

48 M. Quraish Shihab, ”Membumikan” Al-Quran, Jakarta : Mizan, 1992. lihat juga M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Jakarta : Mizan, 1996.

19

Page 20: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Muhammad Abduh sebagai tokoh pembaharu tidak terlepas dari pengaruh al-

Afghani namun keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Al-Afghani menghendaki

perubahan ummat melalui perubahan politik revolusioner, sedangkan Muhammad Abduh

mengadakan perubahan melalui jalur kekuatan rakyat dengan cara mencerdaskan rakyat

melalui pendidikan, dan karena itu bersifat evolusioner. Pembaharuan-pembaharuan yang

diperjuangkan dan dikejawantahkan Oleh Muhammad Abduh berkisar lapangan pemikiran,

pendidikan, politik hukum dan kemasyarakatan merupakan inplikasi dari pola fikirnya yang

mensejajarkan antara al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk ilahiyah dan akal nurani

sebagai anugerah ilahiyah terhadap setiap insan manusia.

Daftar Pustaka

20

Page 21: ISLAM RASIONALITAS (Telaah Pemikiran Muhammad Abduh)

Abdullah, Haji, Rahman, Abdul, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran,

Jakarta: Gema Insani Press, 199

Abdurrahim, Ghoffar, Abdul, Al Imam Muhammad Abduh wa Manhajuhu fi attafsir,

Kairo : Dar al Anshor. 1980.

Adams, C, Charles, Islam and Modernism in Egypt . New York: Russell & Russell, 1933

Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu Studi

Perbandingan, Disertasi S.3., Pascasrjana IAIN Jakarta, 1989.

Gibb, H.A.R. dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam, (New York: Cornell

Univ. Press, 1953

________ Aliran-Aliran Moderen dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1Hambal, Ahmad,

Imam, Beirut : Dar Shodir, tt

Hamka, Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, Jakarta: Tinta Mas, 1961

Laconture, Summone, and Jean, Egypt in Tranition, Newyork : Creterion Books, 1958

Malik, Imam, al Muwatho’ Kairo : kitab al Syabab, tt

Mastuhu dkk. (penyunting), seminar Identitas IAIN Jakarta, Jakarta : Lembaga Penelitian I|

AIN, 1987

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta :

Bulan Bintang, 1987

Nawawi, Syauqi, Rif’at, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Kajian Masalah Aqidah

dan Ibadat. Jakarta : Paramadina 2002

Rais, Amien, “kata pengantar “ dalam Jhon J. Donohue dan Jhon L. Eposito ed, Islam dan

Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-Masalah, Jakarta : Rajawali Pres, 1984.

Ridho, Rasyid, Muhammad, Tarikh Ustadz al Imam as Syaikh Muhammad Abduh, Kairo :

Dar al Iman, 1367 H

________ Tarikh al-Ustaz al-Imam al-Syaikh Muhammad Abduh. Mesir: al-Manar, 1931.

Shihab, Quraish, M, ”Membumikan” Al-Quran, Jakarta : Mizan, 1992.

Shihab, M. Quraish Wawasan Al-Quran, Jakarta : Mizan, 1996.

Al-Tanahi, Tahir, Ed., Muzakkirat al-Imam Muhammad abduh . Kairo: Dar al-Hilal, t.t.

21