umkm
description
Transcript of umkm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1. Pola-pola Penerimaan Pemerintah Indonesia
2. Pola-pola Pengeluaran Pemerintahan Indonesia
3. Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah Sebagai Bagian dari
Kebijakan Moneter
1.3 Tujuan Penulisan
1. Pola-pola Penerimaan Pemerintah Indonesia
2. Pola-pola Pengeluaran Pemerintahan Indonesia
3. Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah Sebagai Bagian dari
Kebijakan Moneter
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pola-pola Penerimaan Pemerintah Indonesia
Kebijakan fiscal pada umumnya (juga di Indonesia) terdiri dari kebijaksanaan
penerimaan dan pengeluaran Negara atau pemerintah. Penerimaan pemerintah
Indonesia dibedakan menjadi:
1. Penerimaan dalam egeri, yang tidak lain dari pada seluruh penerimaan baik
yang berupa pajak ataupun penerimaan bukan pajak.
2. Hibah yang merupakan bantuak pihak ketiga (yang tidak mengikat) kepada
pemerintahan baik yang dating dari dalam negeri maupun yang dari luar
negeri. Anggaran untuk dua komponen ini dari 2002-2007 (dalam miliar
rupiah) adalah sebagai berikut:
Dalam mengenai penerimaan dalam negeri dan hibah disajikan dalam bentuk
yang lebih rinci pada Tabel 9.4, dimana ternyata bahwa jumlah penerimaan
Negara dari tahun 2002 selalu mengalami kenaikan dari Rp. 298.605 miliar
menjadi Rp 694.088 miliar pada tahun 2007, atau telah menjadi dua kali lipat
dalam enam tahun atau rata-rata kenaikan sebesar 50 persen.
Tabel 9.4 Anggaran Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah, 2002-2007
TahunPenerimaan dalam Negeri Hibah
JumlahMiliar Rp. Persen Miliar Rp. Persen
2002 298.528 0,9997 78 0,0003 298.605
2003 340.929 0,9986 468 0,0014 341.396
2004 349.300 0,9982 634 0,0018 349.934
2005 532.671 0,9862 7.455 0,0138 540.126
2006 654.882 0,9936 4.233 0,0064 659.115
2007 690.265 0,9945 3.823 0,0055 694.088
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.
Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi:
1. Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung,
baik dalam negeri maupun pajak dari perdagangan internasional)
2. Penerimaan bukan pajak (PNBP), semua penerimaan Negara yang bukan
pajak seperti halnya uang sekolah (SPP), membuat pembibitan untuk rakyat,
asset milik pemerintahan yang dijual kepada rakyat seperti misalnya rumah
dinas, mobil dinas dan sebagainya. Anggaran untuk dua komponen ini untuk
2002-2007 (dalam miliar rupiah) adalah seperti Tabel 9.5
Tabel 9.5 Anggaran Pemerimaan Dari Pajak dan Bukan Pajak 2002-2007
TahunDari Pajak Dari Bukan Pajak Jumlah
Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp.
2002 210.088 0,7037 88.440 0,2963 298.528
2003 242.048 0,7099 98.880 0,2901 340.929
2004 272.175 0,7790 77.125 0,2210 349.300
2005 351.974 0,6608 180.697 0,3392 532.671
2006 425.053 0,6491 229.829 0,3509 654.882
2007 492.011 0,7128 198.254 0,2872 690.265
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.
Dari angka-angka dalam Tabel 9.5 ternyata bahwa baik anggaran penerimaan
Negara dari perpajakan maupun bukan pajak telah mengalami kenaikan lebih dari dua
kali lipat dalam kurum waktu enam tahun dari 2002-2007, yakni untuk penerimaan
Negara dari perpajakn telah menjadi 2,34 kali dari jumlah tahun 2002, sedangkan dari
sumber bukan pajak telah menjadi 2,24 dari jumlah tahun 2002.
Dari sudut jumlah penerimaan pajak telah terjadi kenaikan yang terus menerus
dari tahun 2002 sejumlah Rp. 210.088 miliar menjadi Rp. 492.001 miliar pada tahun
2007, sedangkan angka-angka utuk bukan pajak juga terus mengalami peningkatan
dari Rp. 88.440 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 198.254 miliar pada tahun 2007.
Selanjutnya penerimaan Negara dari pajak dibedakan menjadi:
1. Pajak Dalam Negeri, yang terdiri dari komponen: Pajak Penghasilan (Pph)
dari Migas dan Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Cukai, Dan
Pajak Lainnya.
2. Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pungutan administrasi
ekspor.
Untuk periode 2002 sampai 2007 anggaran penerimaan pemeritah dari pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional ditunjukkan oleh table 9.6, dimana
ternyata bahwa lebih dari Sembilan puluh lima persen merupakan pajak dari dalam
negeri dan sisanya kurang dari lima persen berasal dari pajak perdagangan
internasional. Anggaran Pendapataan dari Perpajakan dalam Negeri untuk 2002-2007
ditunjukkan pada Tabel 9.7, di mana sekitar 50 persen dari pajak dalam negeri dating
dari pajak penghasilan perorangan dan perusahaan, dari jumlah mana sebagian
berasal sari pajak atas migas.
Tabel 9.6 Anggaran Penerimaan dari Pajak 2002-2007
TahunPajak dalam Negeri
Pajak Perdagangan
InterasionalJumlah
Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp.
2002 199.512 0,9497 10.575 0,0503 210.088
2003 230.934 0,9541 11.114 0,0459 242.048
2004 260.224 0,9561 11.951 0,0439 272.175
2005 334.403 0,9501 17.570 0,0499 351.974
2006 410.226 0,9651 14.827 0,0349 425.053
2007 474.551 0,9545 17.460 0,0355 492.011
Sumber: BPS seperti BI.LPI 2008
Pajak pertambahan nilai juga memberikan kontribusi yang cukup besar yakni
sekitar 33 persen dari jumlah penerimaan pajak dalan negeri, kemudian diikuti oleh
cukai (sekitar 12 persen). Sisanya sekitar 5 persen merupakan kontribusi dari pajak
bui dan bangunan (sekitar 3 persen) dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan dan
pajak lainnya.
Tabel 9.7 Anggaran Pendapatan dari Perpajakan dalam Negeri 2002-2007
Sedangkan pajak dari perdagangan internasional adalah sebagai berikut
dimana sebagian besar karena bea masuk untuk impor, sedangkan pajak ekspornya
hanyalah sekedar bea administrasi ekspor seperti terlihat pada table 9.8 berikut.
Tabel 9.8 Anggaran Pendapatan dan Pajak Perdagangan Internasional, 2002-2007
(miliar Rp.)
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pajak Perdagangan Internasional 10.575 11.114 11.951 17.570 14.827 17.460
Bea Masuk 10.344 10.885 11.636 16.591 13.853 14.418
Pajak Ekspor 231 230 315 980 1.244 3.042
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Komponen Penerimaan Negara dari Bukan Pajak beserta jumlah (dalam miliar
rupiah) dapat dilihat Tabel 9.9 di bawah ini. Dari table tersebut kelihatan bahwa
komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak yang paling besar adalah Sumber Daya
Alam, dimana Minyak Bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian
diikuti oleh Gas Alam sekitar 20 Persen dari total sumbangan sumber daya alam.
Tabel 9.9 Anggaran Pendapatan dari Bukan Pajak ( Rp. Miliar), 2002-2007
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Penerimaan Bukan Pajak 88.440 98.880 77.125 180.697 229.829 198.254
Penerimaan dari SDA 64.755 67.739 47.241 144.361 165.695 115.053
Minyak Bumi 47.686 48.871 28.248 102.196 122.964 78.235
Gas Alam 12.325 12.631 15.754 36.364 36.825 29.484
SDA Lainnya 4.744 6.238 3.238 5.801 5.906 7.334
Bagian Laba BUMN 9.760 12.833 11.454 12.000 20.800 21.800
Surplus Bank Indonesia - - - - - 13.669
PNBP Lainnya 13.925 18.308 18.430 24.336 43.334 47.731
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
2.2 Pola-pola Pengeluaran Pemerintahan Indonesia
Anggaran belanja Negara atau pemerintahan terdiri dari anggaran untuk
Pemerintah Pusatdan anggaran untuk Pemerintahan Daerah, dimana anggaran untuk
Pemerintahan Pusat sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintahan Daerah,
seperti yang ditunjukkan oleh table 9.10 di bawah ini. Dalam kurun waktu enam
tahun Pemerintahan telah mampu meningkatkan anggaran belanjanya lebih dari dua
kali lipat dari sebesar Rp 322 triliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp 752
triliun pada tahun 2007.
Table 9.10 Anggaran Belanja Pemerintahan, 2002-2007 (Miliar Rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Belanja Negara 322.180 376.505 374.351 565.070 699.099 752.373
Pemerintah Pusat 223.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
Pemerintah Daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja untuk Pemerintah Pusat, demikian juga keadaannya untuk
Pemerintahan Daerah , dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin (administrasi
pemerintahan) dan untuk pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin Pemerintahan
Pusat relatif tetap untuk 2002,2003, dan 2004, sekitar 180an triliun rupiah kemudian
melonjak tajam ke tahun 2005-P (Perubahan yang telah disetujui DPR) menjadi di
atas 325 triliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi di atas 426 triliun rupiah.
Tabel 9.11 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002-2007 (MIliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Anggaran Belanja Pusat 223.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.288
Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Rincian Anggaran Belanja Rutin Pemerintah Pusat ditunjukan pada Tabel
9.12 berikut. Hal yang perlu mendapat perhatian disini adalah anggaran rutin untuk
pembayaran bunga hutang dalam dan luar negeri. Jumlah pembayaran bunga hutang
ini sekitar 90 triliun rupiah dari anggaran rutin sejumlah 186 triliun pada tahun 2002,
megalami penurunan untuk tiga tahhun berturut-turut (2003,2004, dan 2005) menjadi
sekitar 60an triliun rupiah dari anggaran Rutin 2005-P sekitar 326 triliun untuk
kemudian meningkat ke level semula untuk tahun 2007-P, menjadi lebih dari 83
triliun rupiah.
Komponen lain yang perlu mendapat perhatian dalam anggaran rutin
Pemerintah Pusat adalah untuk pembayaran subsidi (BBM dan NonBBM) yang selalu
mengalami peningkatan dari sekitar 44 triliun rupiah pada anggaran 2002 menjadi
sekitar 120 triliun rupiah untuk anggaran 2005-P dan terus berada diatas 100 triliun
sampai 2007-P.
Tabel 9.12 Anggaran Belanja Pengeluaran Rutin ( Miliar Rupiah )
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Pengeluaran Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
Belanja Pegawai 39.480 47.662 56.738 61.167 79.075 97.983
Belanja Barang 12.777 14.992 17.280 42.312 55.992 61.824
Pembayaran Bunga 87.667 65.351 65.651 60.982 82.495 83.555
Utang Dalam Negeri 25.406 46.356 41.276 42.307 58.155 58.803
Utang Luar Negeri 62.621 18.995 24.375 18.675 24.340 24.752
Subsidi 43.628 43.899 26.362 119.089 107.628 105.073
BBM 31.162 30.038 14.527 89.194 80.609 55.604
Non BBM 12.466 9.901 10.995 23.643 21.367 49.469
Pajak Ditanggung Pemerintah - 3.960 840 6.253 5.651 0
Bantuan Sosial - - - - 41.018 52.272
Pengeluaran Rutin Lainnya 3.099 15.042 18.407 43.374 42.262 25.781
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran pembagunan untuk Pemerintahan Pusat yang terdiri dari
pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek (dana luar negeri) ditunjukkan pada
Tabel 9.13
Tabel 9.13 Anggaran Belanja Pengeluaran Pembangunan 2002-2007 (miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Pengeluaran Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
Pembiayaan Rupiah 25.608 47.510 50.500 54.747 55.258 70.826
Pembiayaan Proyek 11.717 21.737 20.371 29.997 25.475 23.205
Angka pengeluaran pembangunan, pembiayaan rupiah dan proyek untuk 2006
dan 2007 sudah sesuai dengan aslinya (kalau dijumlahkan tidak cocok)
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja Negara untuk pembiayaan Pemerintah Daerah terdiri dari
Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus (+ Penyeimbang). Dana Perimbanagn
terdiri dari dana Bagi hasil, dana Alokasi umum dan dana alokasi khusus. Anggaran
untuk pembiayaan Pemerintah daerah untuk 2002-2007-P secara rinci ditunjukan
pada table 9.14
Tabel 9.14 Anggaran Belanja untuk Pemerintah Daerah (miliar rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
Anggaran Belanja Daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Dana Perimbangan 94.657 111.070 112.187 146.160 216.798 244.608
Dana Bagi Hasil 24.884 31.370 26.928 52.567 59.564 62.726
Dana Alokasi Umum 69.159 76.978 82.131 88.766 145.664 64.787
Dana Alokasi Khusus 613 2.723 3.128 4.828 11.570 17.094
Dana Otonomi Khusus dan
Penyeimbangan 3.548 9.244 6.855 7.243 4.052 9.593
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja Negara untuk Pembiayaan Pemerintah Daerah diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah. Pembiayaan ini dibicarakan dengan
rinci pada Pasal 10 sampai Pasal 42, yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa dana
peimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
2.3 Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah Sebagai Bagian dari
Kebijakan Moneter
Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran belanja pemerintah (dan anggaran
untuk lembaga sosial) berbeda dengan anggaran belanja rumah tanga pribadi. Kalau
dalam anggaran untuk rumah tangga pribadi pertama-tama dtentukan penerimaan
rumah tangga tersebut sebagai dasar untuk menentukan anggaran pengeluarannya,
maka keadaan sebaliknya berlaku untuk anggaran rumah tangga pemerintah dan
lembaga social, dimana pertama-tamaditentukan jumlah pengeluaran yang diperlukan
sebagai dasar untuk menentukan berapa besar dan dari mana saja beban belanja
tersebut bersumber.
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Penghasilan nasional.
Pengeluaran Pemerintah Rutin dan Pembangunan dibayarkan kepada masyarakat
(pegawai dan pelaksana pembangunan). Kencenderungan tambahan konsumsinya
disebut MPC (marginal propensity to consume) dan kecendrungan tambah untuk
menabung disebut MPS (marginal propensity to save). MPC biasanya dinyatakan
dalam proporsi terhadap penghasilan (Y), demikian juga MPS dinyatakan dalam
proporsi terhadap penghasilan (Y), sehingga MPC+MPS=1 kali besarnya
penghasilan.
Pengaruh Pajak terhadap Penghasilan nasional. Untuk membiayai
pengeluarannya, pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai sifat
mengurangi pendapat dari mereka yang membayar pajak itu (orang 1). Karena
pendapatannya berkurang, mereka cenderung mengurangi konsumsi (sebesar MPC
kali berkurangnya penghasilan), dan mereka cenderung untuk mengurangi menbung
(sebesar MPS kali berkurangnya penghasilan), yang mempunyai akibat lanjut
terhadap mereka yang terkena pengurangan penghasilan.
Dengan perumpamaan yang sama seperti pada pengeluaran pemerintah, factor
penggandanya dapat diperoleh dengan manipulasi aljabar dasar sebesar
k = - (1/MPS - 1). Kalau setiap orang yang penghasilan berkurang sebesar tambahan
pajak, mempunyai kecendrungan untuk mengurangi menabung sebesar 20 persen dari
jumlah pengurangan penghasilannya, maka k untuk pajak = - (1/0,20 -1 ) = -4
Pengganda untuk Anggaran Berimbang. Oleh karena dalam anggaran
berimbang, contoh kita di atas, jumlah pengeluaran pemerintah sama dengan jumlah
pajak, maka akibat dari anggaran belanja yang seimbang terhadap penghasilan
nasional adalah (jumlah kenaikan penghasilan nasional karena pengeluaran
pemerintah) dikurangi (jumla pengurangan penghasilan nasional karena adanya
pajak). Karena yang pertama adalah sebesar (1/MPS) kali jumlah pengeluaran
pemerintah, dan yang disebut belakangan adalah –(1/MPS – 1), maka tambahan
penghasilan neto karena anggaran seimbang adalah (1/MPS) – (1/MPS – 1) = 1 kali
anggaran berimbang tersebut.
Tabungan Pemerintah dan Pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
satu Negara dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan dari luar
negeri. Sumber pembiayaan pembangunan ekonomi dari dalam negeri dapat berupa
tabungan perseorangan, tabungan perusahaan, dan tabungan pemerintah. Sedangkan
yang bersumber dari luar negeri bisa berupa bantuan dan pinjamanluar negeri,
penanaman modal langsung dari luar negeri atau penanaman modal tidak langsung
dari luar negeri.
Yang dimaksud dengan tabungan pemerintah adalah semua penerimaan dari
dalam negeri dikurangi dengan semua pengeluaran rutin. Namun untuk Indonesia
masih dikurangi lagi dengan anggaran belanja untuk daerah yang harus dikeluarkan
oleh pemerintah Pusat tiap tahun (bersifat rutin). Tabungan pemerintah untuk tahun
2002-2007 disajikan pada Tabel 9.15 yang ternyata erus mengalami peningkatan dari
hanya 13,6 triliun rupiah pada tahun 2002 sampai mencapai 52,3 triliun rupiah pada
tahun 2005 dan kembali mengalami penurunan menjadi 25,6 triliun pada tahun 2006
dan pada tahun 2007 hanya 9,6 triliun. Dalam Persentase jumlah tabungan pemerintah
ini berkisar dari sedikit di bawah 5 persen pada tahun 2002, terus mengalami
peningkatan sampai menjadi 13 persen pada tahun 2004, lalu mengalami penurunan
menjadi hanya 1,3 persen dari total penerimaan dalam negerinya.
Table 9.15 Tabungan Pemerintah Indonesia, 2002-2007 (miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
1. Penerimaan dalam negeri 298.52
8
340.929 349.300 532.671 654.882 690.265
2. Pengeluaran Rutin 186.65
1
186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
3. Anggaran Belanja Untuk Daerah 98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
4. = 2 + 3 284.85
5
307.258 303.480 480.326 629.320 680.689
5. Tabungan (1-4) – miliar Rp 13.673 33.671 45.820 52.345 25.562 9.576
% dari permintaan dalam negeri 4,58% 9,88% 13,12% 9,83% 3,90% 1,39%
6. Pengeluaran Pembangunan 37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
7. = 5:7 X 100% (persen) 36,63% 48,62% 64,47% 61,18% 36,63% 13,36%
8. Pembiayaan Rupia 25.608 47.510 50.500 54.747 55.258 70.826
Pembiayaan Proyek 11.717 21.737 20.371 29.997 25.475 23.205
Sumber: Diolah dari Tabel 9.1