ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

99
ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME Disusun Oleh: FITRI MEGA SILVIA SIMBOLON NIM : 150703021 PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara

Transcript of ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

Page 1: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA :

KAJIAN FEMINISME

Disusun Oleh:

FITRI MEGA SILVIA SIMBOLON

NIM : 150703021

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita semua.

Atas rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, akhirnya penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “Ulaon Parbogason Etnik Batak Toba: Kajian

Feminisme”.

Adapun alasan penulis untuk mengangkat judul ini mengingat belum ada

yang meneliti atau menganalisis kajian feminisme. Selain itu, penulisan skripsi ini

dilakukan atas keprihatinan penulis terhadap kaum perempuan Batak Toba yang

masih belum dapat merasakan kesetaraan dalam kehidupan berbudaya dan

keberadaan perempuan dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba. Di samping

itu, penulis melakukannya sebagai tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya USU

dalam bidang ilmu Sastra Batak.

Skripsi ini terdiri atas V (lima) Bab, yaitu: Bab I merupakan pendahuluan

yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan

manfaat penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan

yang relevan dan landasan teori. Bab III merupakan metodologi penelitian yang

mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen

penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data. Bab IV merupakan

pembahasan tentang masalah yang ada pada rumusan masalah. Bab V berisi

kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

ii

Penulis menyadari skripsi ini masih kurang sempurna karena minimnya

ilmu pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran dan

masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Atas masukan dan bantuan bapak/ibu

penulis ucapkan terimakasih.

Medan, November 2020

Penulis,

Fitri Mega Silvia Simbolon

NIM. 150703021

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

iii

HATA PATUJOLO

Mauliate ma dipasahat panurat tu Amanta Debata pardenggan basa, disiala

asi dohot basa-basa-Na na tong-tong dilehon tu hita saluhutna hahipason. Alani

holong dohot asi ni roha ni Debata na marhuaso, gabe boi panurat pasaehon

skripsi on na margoar ulaon parbogason etnik Batak Toba: kajian feminisme.

Adong pe na mambahen panurat mangangkat judul skripsi on na

marningot dang adong dope na maneliti manang mamikiri kajian feminisme.

Angkup ni i, panurat marogasan hadiri on ni dongan boru-boru Batak Toba naso

boi dope dapot manghilala hados on ni pambahenan di bagasan hangoluon na

maradat dohot hadirion ni boru-boru naso di patujolohon. Angkup ni i, panurat

mambahen skripsi on songon ulaon parpudi di Fakultas Ilmu Budaya USU ima na

mamboan ilmu sastra Batak.

Skripsi on dibahen panurat ma adong V (lima) bindu na, songonon ma

partondingna : Bindu parjolo ima patujolo na patoranghon latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, dohot manfaat penelitian. Bindu paduahon

ima, kajian pustaka di bagas bindu on ima kepustakaan yang relevan dohot

landasan teori. Bindu patoluhon ima metode penelitian, di bagas bindu on ima

metode dasar, inganan penelitian, sumber data penelitian , instrumen penelitian,

sara papunguhon data, metode analisis data. Bindu paopathon ima pembahasan, di

bagas bindu on dipatorang ma sude angka masalah na adong di rumusan masalah.

Bindu palimahon, ima panimpuli dohot angka poda.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

iv

Tangkas do diboto panurat na godang dope hahurangan ni skripsi on.

Disiala ni mardongan serep ni roha panurat mangido angka poda dohot

pangajarion dohot sintuhu ni skripsi on asa lam tu denggan na. Alani i parjolo ma

panurat mandok mauliate godang tu damang dohot dainang.

Medan, November 2020

Panurat,

Fitri Mega Silvia

Simbolon

NIM. 150703021

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

v

ktpTjolo

mUliatemdipskt\pNrt\Tamn\tdebtpr\degn\bsdisialasidokto\bsbsnt^ot^odilekno\TkitsLkT\nhhipsno\alnikol^odohto\asinirohnidebtnmr\HasogbeboIpNrt\psaekno\s\k\rpo\sinmr\gowr\Ulwno\pr\bogsn\ate\nki\btk\tobkjian\peminsi\meadn^openmm\bkne\pNrt\m<^kt\JdL\s\k\rpi\siano\m<i<to\d^ad^odopenmnelitimn^mmikirikjian\peminsi\mea^kP\niIpNrt\s\k\rpi\siano\mrogsn\kdiriyno\nido<n\boRboRbtk\tobnsoboIdopedpto\m^killkdosno\nimm\bkne\dibgsn\k<oLwno\nmrdt\dokto\kdiriyno\niboRboRnsodipTjolokno\a^kP\niIpNrt\mm\bkne\s\k\rpo\siso<no\Ulano\pr\PdidipkL\ts\ali\MBdyUSImnmm\bown\ali\Mss\t\rbtk\s\k\rpi\siano\dibkne\pNrt\mad^olimbni\Dnso<onno\mpr\tno\d^onbni\Dpr\joloImpTjolonptor^kno\ltr\belk^mslh\RMsn\mslh\TJwn\penelitiyn\dokto\mn\pat\pene;itiyn\bni\DpDwkno\Imkjiyn\pS\tkdibgs\bni\Dano\ImkepS\tkan\nrelepn\dokto\ln\dsn\teyoribni\DptoLkno\Immetodepenelitiyn\dibgs\bni\Dano\Immetodedsr\I<nn\penelitiyn\sM\brE\dtpenelitiyn\ani\s\t\Rmne\penelitiyn\srpP>kno\dtmetodeanlissi\dtbni\Dpaopt\kno\Impme\bksn\dibgs\bni\Dano\diptor^mSdea^kmslh\nad^odiRMsn\mslh\bni\Dplimhno\Impnmi\Plidohto\a^kpodt^ks\dodibotopNrt\ngod^dopehHr<n\nis\k\rpi\siano\disiylnimr\do<n\serpe\nirohpNrt\m<idoa^kpoddokto\p<jriyno\dohto\sni\THnis\k\rpi\siano\aslm\Tdegn\nalniIpr\jolompNrt\mn\dko\mUliategod^Tdm^dohto\dIn^

Medn\nopme\bre\2020

pNrt\

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

vi

Pti\rimegsli\pi

ysmi\bolno\

n\Im\ 150703021

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala

berkat dan kasih karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang sedalam-dalamnya atas motivasi, pemikiran, semangat, bantuan tenaga, serta

arahan dan bimingan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada :

1) Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil

Dekan III, dan seluruh pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

2) Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., sebagai ketua Program Studi

Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3) Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M. Hum., Sebagai Sekretaris

Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

vii

4) Bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum., Selaku pembimbing I yang

telah memberikan banyak pemikiran, arahan, saran, dan motivasi, serta

mengorbankan waktu dan tenaga bagi penulis, dalam penulisan skripsi

ini.

5) Bapak Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum., selaku pemimbing II yang

telah memberikan banyak pemikiran, arahan, saran, dan motivasi, serta

mengorbankan waktu dan tenaga bagi penulis, dalam penulisan skripsi

ini.

6) Bapak Ibu dosen Program Studi Sastra Batak tanpa terkecuali,

bapak/ibu dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, yang

memerikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis mulai

dari awal sampai akhir perkuliahan.

7) Abangda Risdo Saragih, S.S., selaku alumni dan staf pegawai

administrasi yang telah membantu dan memperlancar urusan

administrasi selama penulis kuliah di Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

8) Teristimewa kepada kedua orangtua penulis, E. Simbolon dan R. Br.

Pandiangan yang penulis hormati dan sangat sayangi. Terimakasih

yang tak terhingga penulis ucapkan atas pengorbanannya yang begitu

luar biasa mulai dari penulis lahir hingga sekarang, terima kasih selalu

mendengar keluh kesah penulis dengan sabar, terima kasih atas segala

pengorbanan baik material maupun non material dan atas segala doa

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

viii

yang tulus, dukungan yang senantiasa diberi setiap saat, nasehat,

motivasi, tenaga, dan waktu yang diberikan kepada penulis.

9) Saudara-saudari penulis Ambrosius Simbolon, Ambrin Bw Simbolon,

Jimmi Afrizal Simbolon, Desi Natalika Simbolon, dan Wandes Abedth

Simbolon sebagai saudara yang sangat penulis sayangi, penulis

mengucapkan terima kasih atas doa, dukungan, dan yang senantiasa

memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

10) Sahabat seperjuangan yang senantiasa ada membantu dan mendengar

curhatan penulis, Fernando Manalu S.S, Radot Sihotang S.S., Tina

Siregar A.MD., terima kasih penulis ucapkan atas semua masukan,

motivasi dan cinta kasih kalian kepada penulis.

11) Teman-teman seperjuangan penulis stambuk 2015, Wina Sitepu S.S,

Enda Sahputra Ginting S.S., Dhany Aritonang S.S., Great Faith

Nababan S.S., Bima Helvin Pasaribu, Petrus Pangaribuan, Retnovela

Situmorang, Eva Sahni Berutu, dan yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu, terima kasih atas waktu dan kebersamaannya selama

perkuliahan, terima kasih juga atas dukungan dan kepeduliannya

kepada penulis.

12) Kakak dan abang alumni penulis yang begitu banyak memberikan

motivasi dan dukungan kepada penulis, Willi Chandra Pardede S.S.,

Stevani Silalahi S.S., dan yang tidak bisa penulis sebut satu persatu

terimakasih untuk motivasi dan dukungannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

ix

13) Kakak dan Abang stambuk 2011, 2012, 2013, dan 2014 yang telah

memberikan motivasi dan pemikirannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

14) Adik-adik stambuk yag telah memberikan semangat kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

15) Semua keluarga dan pihak yang telah membantu, memberi saran,

motivasi, nasehat, pemikiran, dan doa kepada penulis yang tidak dapat

penulis tuliskan dan sebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak

terima kasih sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Medan, November 2020

Penulis,

Fitri Mega Silvia Simbolon

NIM 150703021

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

x

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Ulaon Parbogason Etnik Batak Toba : Kajian Feminisme”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan faktor dominasi dalam

ulaon parbogason, dampak dominasi dalam ulaon parbogason, dan solusi

dominasi dalam ulaon parbogason pada etnik Batak Toba. Teori yang digunakan

dalam menganalisis data penelitian ini adalah teori feminisme yang dikemukakan

oleh wareing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu terdapat

13tahapan dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba yang terdiri dari, (1)

mangaririt, (2) mangalehon tanda, (3) marhusip, (4) marhata sinamot, (5) pudun

saut, (6) martonggo raja, (7) manjalo pasu-pasu parbogason, (8) ulaon unjuk, (9)

dialap jual, (10) ditaruhon jual, (11) paulak une, (12) manjae, (13) maningkir

tangga. Pada setiap tahap secara keseluruhan didominasi laki-laki. Dampak

dominasi dalam ulaon parbogason. Faktor dominasi dipengaruhi, faktor status

sosial, faktor patriarki, faktor zaman, faktor patriniel. Dampak dominasi terhadap

kedudukan perempuan berdampak kurang baik karena peran gender yang tidak

setara, pergeseran adat dalam setiap tahapan mengakibatkan perubahan makna

dalam prakteknya.

Kata kunci : Feminisme, ulaon parbogason etnik Batak Toba

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... ii

htpTjolo ……………………………………………….........................................iv ABSTRAK …………………………………………………………………..xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11

2.1 Kepustakaan yang Relevan ........................................................................ 11

2.1.1 Pengertian Ulaon Parbogason ................................................................ 15

2.1.2 Pengertian Feminisme ............................................................................. 18

2.2 Teori yang Digunakan ................................................................................ 20

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 27

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

xii

3.1. Metode Dasar ............................................................................................ 27

3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 27

3.3 Sumber Data Penelitian .............................................................................. 28

3.4 Instrumen Penelitian................................................................................... 28

3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 29

3.6 Metode Analisis Data ................................................................................. 30

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 32

4.1. Bentuk dan Faktor Dominasi Pada Ulaon Parbogason

Etnik Batak Toba............................................................................................. 32

4.1.1 Mangaririt...............................................................................................32

4.1.2 Mangalehon Tanda ................................................................................ 34

4.1.3 Marhusip ................................................................................................. 36

4.1.4 Marhata Sinamot ..................................................................................... 40

4.1.5 Pudun Saut .............................................................................................. 49

4.1.6 Martonggo Raja/marria raja .................................................................. 51

4.1.7 Manjalo Pasu-pasu Parbogason ............................................................ 55

4.1.8 Ulaon Unjuk ............................................................................................ 57

4.1.9 Dialap Jual ............................................................................................. 64

4.1.10 Ditaruhon Jual ...................................................................................... 65

4.1.11 Paulak Une ........................................................................................... 66

4.1.12 Manjae................................................................................................... 68

4.1.13 Maningkir Tangga ................................................................................. 69

4.2 Dampak Dominasi Dalam Ulaon Parbogason Etnik Batak Toba ............ 69

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

xiii

4.3 Solusi Dominasi Yang Ditemukan Dalam Ulaon Parbogason

Etnik Batak Toba.............................................................................................. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 77

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 77

5.2 Saran ........................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80

LAMPIRAN

A. Daftar Pertanyaan ................................................................................. 82

B. Data Informan ...................................................................................... 83

C. Surat Keterangan Penelitian ................................................................. 86

D. Surat Balasan …………………………………………………………87

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Batak dikenal sebagai salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia,

yang berdomisili di wilayah Sumatera Utara, sekaligus sebagai salah satu suku

yang berpegang teguh pada budayanya. Secara umum, suku Batak terdiri dari 5

(lima) sub-etnis yaitu Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak,

dan Batak Angkola/Mandailing. Etnik Batak Toba memiliki upacara mulai dari

lahir, pernikahan hingga kematian dalam realitas kehidupannya. Dalam konteks

ini penulis mengkaji peran perempuan dalam upacara adat pernikahan etnik Batak

Toba yang dikenal dengan ulaon parbogason.

Ulaon parbogason sendiri merupakan sebuah pranata yang tidak hanya

mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi juga mengikat suatu

keluarga besar yakni keluarga pihak laki-laki yang disebut paranak dan pihak

perempuan yang disebut parboru. Ulaon parbogason juga suatu nilai hidup,

untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah, dan kedudukan

sosial yang bersangkutan.

Ulaon parbogason etnik Batak Toba dilaksanakan secara eksogami marga

(diluar marganya), karena pernikahan satu marga sangat dilarang keras pada etnik

Batak Toba. Ulaon parbogason yang ideal bagi etnik Batak Toba adalah

pernikahan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki dari

ibunya atau boru ni tulang (pariban).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

2

Sebagai masyarakat yang berbudaya maka dalam setiap acara adat etnik

Batak Toba tidak pernah melupakan pedoman hidup dan berpegang taguh pada

sistem dalihan na tolu yang berbunyi ”manat mardongan tubu, elek marboru,

somba marhula-hula“ dalam setiap ulaon parbogason ketiga unsur tersebut saling

berkaitan. Orang Batak sangat menghayati dalihan na tolu sebagai sebuah sistem

yang memberi pedoman bagi orientasi, persepsi dan defenisi dalam realitas

masyarakat etnik Batak Toba hal ini sejalan dengan pendapat Harahap dan

Siahaan (1987:5).

Melalui perkawinan, status sosial seorang manusia dalam masyarakat

tempat dia berada juga akan beralih dari seorang remaja menjadi seorang dewasa

dan bahkan kemudian akan mendapat pengakuan status yang lebih tinggi ditengah

masyarakatnya (Koentjaraningrat 1994 : 92).

Membahas ulaon parbogason tentu tidak lepas dari peran perempuan,

namun tanpa disadari banyak peran perempuan dalam ulaon parbogason yang

mengalami ketimpangan. Sebagai salah satu kasus yang sekarang ini yang

memprihatikan penulis untuk diteliti yakni peran dan kedudukan perempuan

Batak dalam ulaon parbogason yang dinilai tidak setara dan cenderung

dinomorduakan dalam semua hal terkhusus dalam upacara adat. Selain itu,

perubahan makna sinamot boru Batak dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba.

Seperti yang kita ketahui perempuan Batak yang memperoleh pendidikan tinggi

akan memengaruhi tingkat derajat sosialnya di masyarakat. Gelar yang diperoleh

melalui perguruan tinggi menjadi suatu kepuasan tersendiri bagi orang Batak,

apalagi gelar sarjana dianggap sebagai kehormatan serta meningkatkan derajat

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

3

sosial seseorang. Melalui gelar kesarjanaan tersebut, orang Batak akan

memperoleh status, jabatan, kekuasaan dan kekayaan (Simanjuntak:2009:183).

Di dalam sebuah pernikahan, etnik Batak Toba dikenal menggunakan sistem

pernikahan jujur (sinamot) yaitu perempuan yang dinikahkan oleh keluarganya

kepada laki-laki dengan syarat membayar harga sinamot, dengan arti bahwa status

marga perempuan sebagai anak dari ayahnya akan dilepaskan dan harus mengikuti

status keluarga suaminya.

Sinamot merupakan poin dasar yang tidak dapat dipisahkan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba, sebab marhata sinamot (merundingkan) adalah

penentu apakah ulaon parbogason dapat dilaksanakan. Ulaon parbogason etnik

Batak Toba harus berlandaskan adat-istiadat yang sudah ditentukan. Ulaon

parbogason akan dapat dilaksanakan apabila dapat melewati tahap demi tahap,

seperti martandang (berkunjung), memberi tanda, merundingkan sinamot, dan

persetujuan keluarga dari kedua bela pihak (Tambunan, 1982:136).

Berdasarkan penjelasan di atas, yang menarik perhatian penulis dalam

mengangkat kajian feminisme yaitu peran dan keberadaan perempuan yang

termarginalkan dan didominan laki-laki serta bergesernya makna sinamot saat

sekarang. Tujuan masyarakat dalam menyekolahkan anak perempuan mereka

semata-mata untuk mendapatkan “tuhor” anak perempuan yang berjumlah besar

dalam ulaon parbogason. Di mana saat sekarang, sinamot sudah menjadi tolak

ukur harga diri untuk seorang perempuan etnik Batak Toba yang akan dinikahkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

4

Hal tersebut menjadikan keberadaan perempuan dianggap hanya sebagi objek

pelengkap.

Selain kasus di atas alasan penulis mengangkat judul proposal skripsi ini,

penulis melihat begitu banyak peran perempuan Batak yang kurang diutamakan

seperti, kaum perempuan selalu dituntut bekerja di dapur apalabila sedang

melaksanakan kumpulan (punguan), hak berbicara perempuan selalu dibatasi

dalam suatu upacara adat serta kedudukannya yang dianggap tidak begitu penting.

Melihat beberapa kasus yang dialami kaum perempuan etnik Batak Toba, penulis

merasakan prihatin dan ingin membantu kaum perempuan Batak melalui skripsi

ini. Dengan adanya feminisme penulis berharap dapat membantu permasalahan-

permasalahan yang sedang dihadapi dalam masyarakat khususnya kaum

perempuan Batak.

Persoalan yang terkait dengan perempuan sering dibahas dalam diskusi

dan literasi. Perempuan menjadi topik yang menarik didiskusikan karena banyak

fenomena yang terjadi seputar perempuan. Terjadinya marginalisasi terhadap

perempuan salah satunya perjuangan untuk memposisikan perempuan dalam

eksistensi yang beradab pun menjadi topik pembicaraan yang menarik untuk

dibahas.

Skripsi ini juga membahas tentang bagaimana peran dan kedudukan

perempuan dalam setiap tahapan upacara adat ulaon parbogason etnik Batak

Toba. Adapun hasil penelitian membuktikan dan menjawab bagaimana peran dan

kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang mengalami diskriminasi dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

5

beberapa tahapan upacara adat ulaon parbogason etnik Batak Toba. Dominasi

adalah sebuah pahamuntuk melakukan penaklukan atau penguasaan dalam hal ini

yang terdapat dalam kebudayaan dengan maksud agar mendapatkan keuntungan

atau kekuasaan sehingga performa pertama akan melemah dan hilang lalu

digantikan oleh pengaruh performa kedua atau performa kedua menggantikan

menjadi yang baru.

Pandangan umum sering kali memperlihatkan variasi yang berbeda-beda

atau yang memiliki kesamaan antar laki-laki dan perempuan. Perspektif ini

memulai kajiannya dari perempuan sehingga bisa memperlihatkan gambaran

masyarakat yang utuh. Perspektif seperti mengawali kajian feminisme dangan

pemahaman bahwa terdapat bias perempuan dalam ulaon parbogason etnik Batak

Toba. Akibatnya, pengetahuan yang digambarkan adalah masyarakat adat dalam

perspektif laki-laki.

Selain itu, perspektif perempuan secara umum mengkritik anggapan bahwa

ilmu dan pengetahuan itu seksis. Dalam perspektif yang seksis tersebut,

perempuan adalah objek semata. Akan tetapi, lebih penting dari pendapat seperti

ini adalah menulis kajian feminisme berdasarkan perspektif laki-laki. Akibatnya

unsur bias laki-laki dalam paparan pengetahuan terus bermunculan. Melalui

pandangan bahwa pengetahuan (dalam hal ini dalam ulaon parbogason) memiliki

bias laki-laki maka penting bagi perempuan untuk mengkaji ulang kontruksi

pengetahuan itu sendiri.

Dalam kesempatan ini peneliti akan mendeskripsikan bagaimana peran,

posisi dan kedudukan perempuan dalam upacara adat ulaon parbogason etnik

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

6

Batak Toba berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Adapun langkah yang

dilakukan pertama, mengusut kesetaraan gender di dalam ulaon parbogason

yakni faktor dan bentuk dominan dengan teori feminisme, terhadap perbedaan

peran perempuan dan laki-laki dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba.

Misalnya, dengan melihat langsung ilustrasi yang dilaksanakan pada upacara adat

ulaon parbogason etnik Batak Toba, yakni memperlihatkan posisi laki-laki atau

tidak (dominan). Kedua, mengkaji dan menggunakan pemikiran yang

dikembangkan oleh peneliti berdasarkan perspektif perempuan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba, sehingga kita tahu dampak dari dominasi tersebut.

Ketiga, membentuk suatu konteks baru ketika mengangkat masalah dari perspektif

feminisme yang dialami perempuan dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba,

sehingga menemukan solusi dalam kasus tersebut.

Perempuan Indonesia mulai bangkit mengembangkan eksistensinya. Pada

tanggal 22-26 Desember 1928 untuk pertama kalinya diadakan kongres membahas

perempuan di kota Yogyakarta. Kongres ini merupakan lembaran baru bagi

pergerakan Indonesia khususnya untuk kaum perempuan. Kongres ini pun

menghasilkan tiga tuntuntan kepada pemerintah kolonial pada masa itu yaitu (1)

penambahan sekolah untuk anak-anak perempuan (2) syarat menjelaskan arti

taklik saat akad nikah kepada mempelai wanita (3) pemberian tunjangan kepada

janda-janda dan anak yatim piatu. Faktor pendorong terselenggaranya kongres

perempuan Indonesia ialah kondisi kehidupan perempuan di Indonesia yang masih

dikungkung budaya patriarki yang berdiri di atas nilai-nilai feodal.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

7

Perjuangan untuk mengangkat derajat perempuan telah dilakukan oleh

banyak kalangan, termasuk oleh perempuan sendiri. Perempuan yang telah

mengembangkan diri dalam ranah sosial dan politik. Namun, masih didapatkan

dalam kehidupan bermasyarakat, perempuan yang senantiasa diposisikan serba

terbatas khususnya dalam kehidupan budaya dan adat-istiadat ulaon parbogason

pada etnik Batak Toba. Perempuan sering termarjinalkan dalam hal kesederajatan

dengan laki-laki bahkan kecenderungan ini dianggap sebagai kodrat atau sistem

yang begitu kuat.

Feminisme sendiri merupakan gerakan perempuan yang berusaha menuntut

persamaan hak yang sepenuhnya antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.

Feminisme bisa datang dari siapa saja tanpa memandang jenis kelamin.

Feminisme bukan hanya tentang perjuangan menempatkan perempuan pada posisi

setara dengan laki-laki, namun juga agar perempuan memiliki kebebasan untuk

memilih dan menentukan sesuatu bagi dirinya.

Namun sebagian masyarakat masih berasumsi feminisme adalah gerakan

pemberontakan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Feminisme dianggap

sebagai usaha pemberontakan kaum perempuan untuk mengingkari apa yang

disebut sebagai kodrat atau fitrah perempuan, melawan pranata sosial yang ada,

atau institusi rumah tangga, seperti perkawinan dan lain sebagainya (Fakih,

2007:81).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

8

Berdasarkan asumsi tentang paham feminisme tersebut maka gerakan

feminisme tidak mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman

terhadap konsep feminisme tersebut perlu diluruskan terutama dalam bidang

budaya. Selain itu, feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan

martabat perempuan dan laki-laki, serta kebebasan untuk mengontrol raga dan

kehidupan mereka sendiri baik di dalam maupun di luar rumah.

Maka dengan adanya gerakan feminisme pada etnik Batak Toba untuk

menghapuskan paham bahwa perempuan adalah barang yang dapat diperjual

belikan , dan keberadaan perempuan yang selalu dinomorduakan. Karena adanya

paham dari masyarakat sendiri bahwa perempuan hanya sebagai pelengkap untuk

laki-laki. Maka pada dasarnya tidak ada jual beli untuk manusia khususnya boru

Batak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja bentuk dan faktor dominasi yang ditemukan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba?

2. Apa saja dampak dominasi yang harus dilakukan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba?

3. Apa saja solusi dominasi yang ditemukan dalam ulaon parbogason

etnik Batak Toba?

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

9

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bentuk dan faktor dominasi dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba.

2. Mendeskripsikan dampak dominasi dalam ulaon parbogason etnik

Batak Toba.

3. Mendeskripsikan solusi dominasi yang ditemukan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan bahan bagi

penelitian lanjutan agar dapat memperluas pengetahuan tentang ulaon

parbogason pada etnik Batak Toba.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi ilmu bagi

masyarakat, pembaca, dan lebih menghargai dan tetap melestarikan

budaya leluhur (nenek moyang) khususya untuk generasi muda etnik

Batak Toba.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu segala

ketimpangan peran gender yang terjadi dalam ulaon parbogason etnik

Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

10

4. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu mengangkat

derajat kaum perempuan bahwa sinamot bukan tolak ukur untuk

perempuan dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba.

b. Manfaat Praktis

1. Untuk peneliti, hasil penelitian ini sebagai pengetahuan baru yang

dapat bermanfaatdalam kehidupan penulis khususnya dalam

mempertahankan dan melestarikan budaya leluhur (nenek moyang).

2. Untuk masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat membuka wacana

bagi masyarakat luas tentang pergeseranperan gender dan menerapkan

feminisme dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba.

3. Untuk masyarakat etnik Batak Toba, penelitian ini diharapkan dapat

membantu masyarakat yang merasakan peran gender yang tidak

seimbang dalam ulaon parbogason maka dengan adanya feminisme

diharapkan dapat membantu ketimpangan dan persoalan-persoalan

yang terjadi pada masyarakat khususnya untuk perempuan-perempuan

etnik Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang

diuraikan, diperlukan sejumlah kajian yang menjadi kerangka landasan didalam

melakukan penelitian. Dalam berbudaya, manusia tidak dapat menerima apa saja

yang disediakan oleh alam, manusia menginginkan yang lebih, sehingga manusia

mengubahnya dan mengembangkan lebih lanjut. Menurut Klages, dalam

Widagdho (1993:35).

Hal ini sejalan dengan, adanya hasil penelitian tentang feminisme penulis

membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus yang dikaji dalam

skripsi ini. Adapun hasil penelitian lain yang digunakan dalam memahami dan

mendukung penulisan skripsi ini diuraikan sebagai berikut:

a. Disertasi yang ditulis oleh Bungaran Antonius Simanjuntak, dengan judul:

“Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba” pada tahun 1994.

Disertasi ini menjelaskan terkait konflik yang sering terjadi dalam

kehidupan bermasyarakat etnik Batak, disebabkan karena ketidak

seimbangan sosial budaya atau adat-istiadat. Seperti dalihan na tolu, sistem

patrinial dan falsafah orang batak yakni, hamoraon, hagabeon, dan

hasangapon (kekayaan, keturunan, dan kehormatan). Melalui kekuasaan

akan dapat diperoleh kehormatan, pengakuan dan juga kekayaan. Melalui

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

12

jalur kekuasaan tersebut sering menimbulkan konflik sosial terutama untuk

kaum perempuan yang kedudukan dan hak bicaranya selalu dibatasi

terutama dalam upacara adat.

b. Skripsi yang ditulis oleh Hanifa Erfandari, dengan judul: “Kekerasan

Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga Ditinjau Dari Teori Kekuasaan

Michel Foucault”, pada tahun 2006 melakukan kekerasan terhadap istri.

Kontribusi Skripsi ini untuk Skripsi ini ialah dapat memberikan masukan

kepada peneliti tentang perempuan yang selalu dibatasi dan dinomorduakan.

Perbedaannya terletak pada peran perempuan dalam ulaon parbagason etnik

Batak Toba.

c. Jurnal yang ditulis oleh Helga Septiani Manik, dengan judul: “Makna dan

Fungsi Tradisi sinamot dalam Adat Perkawinan Suku Bangsa Batak Toba di

Perantauan Surabaya”, pada tahun 2012. Jurnal ini menjelaskan tentang dan

fungsi dan makna sinamot dalam perkawinan adat Batak Toba yang

berlokasi di Surabaya, hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa makna

tradisi sinamot adalah sebagai sarana untuk mengikat hubungan kekerabatan

dari kedua mempelai. Kontribusi jurnal ini terhadap penulis ialah penulis

dapat mengetahui bagaimana fungsi sinamot saat sekarang dalan upacara

adat ulaon parbogason di Surabaya. Perbedaannya terletak pada peran dan

eksistensi perempuan dalam upacara adat ulaon parbogason saat sekarang

pada etnik Batak Toba.

d. Jurnal yang ditulis oleh Jhonson Pardosi, dengan judul:” Makna Simbolik,

Umpasa, sinamot dan ulos Pada Perkawinan Adat Batak Toba”, pada tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

13

2008. Jurnal ini menjelaskan tentang makna simbolik dari tiga simbol

dalihan na tolu yang wajib dilaksanakan dalam perkawinan adat Batak Toba

yakni, umpasa, sinamot dan ulos. Hasil dari penelitian ini menyatakan

bahwa falsafah dari sinamot memiliki makna adalah proses memberi dan

menerima, makna simbol itu diterapkan pada pemberian ulos disaat

pelaksanaan pesta. Kontribusi jurnal ini terhadap penulis ialah membantu

penulis dalam mengetahui makna keberadaan sinamot pada ulaon

parbogason etnik Batak Toba.

e. Jurnal yang ditulis oleh Rumasta Simalango, dengan judul: “ Fungsi Uang

Jujur (sinamot) Pada Perkawinan Menurut Adat Masyarakat Batak Toba di

Desa Sabungan Ni Huta, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten

Samosir”, pada tahun 2011. Jurnal ini menjelaskan tentang fungsi sinamot

yaitu sebagai syarat sah untuk pernikahan, syarat hubungan kekerabatan

(dalam adat), syarat untuk mengunjungi dan meminta bantuan pada

perempuan. Dalam pemberian sinamot unsur dalihan na tolu harus selalu

dilibatkan. Kontribusi jurnal ini terhadap peneliti ialah mengetahui fungsi

sinamot dalam ulaon parbogason bahwa pemberian sinamot kepada pihak

perempuan bukanlah alat ukur untuk harga diri perempuan. Perbedaannya

terletak pada bagaimana penulis menuntut kesetaraan peran dalam ulaon

parbogason.

f. Penelitian Coates. Kajian Coates (1986) (dalam Anang Santoso,2009:56).

Berjudul : “Woman, Man, and Language : A Sociolingustic Account of Sex

Differences in Language”. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan besar

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

14

“apakah wanita dan laki-laki berbicara secara berbeda?”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa wanita dan laki-laki berbicara secara berbeda. Bahasa

wanita memiliki karakteristik khas yang membedakannya dengan bahasa

laki-laki. Ini tidak mengejutkan ketika dalam masyarakat masih

memisahkan dan membedakan peran-peran sosial antara wanita dan laki-

laki. Dengan demikian, bahasa yang digunakan merupakan refleksi dan

penguatan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Ini sesuai dengan dua

teori yang ada, yakni (1) teori perbedaan, dan (2) teori dominasi. Yang

pertama menekankan pada perbedaan peran dan identitas gender dari wanita

dan pria. Yang kedua menekankan pada hierarki hakikat relasi-relasi gender

dan dominasi pria atau wanita.

g. Penelitian Holmes Kajian Holmes (1989) (dalam Anang Santoso, 2009:57)

berjudul: “Sex Differences and Apologies: One Aspect of Communicative

Competence”. Penelitian ini megkaji perbedaan jenis kelamin dalam

pendistribusian tindak permintaan maaf atau tindak apologi untuk

menjelaskan kompleksitas tugas pembelajar bahasa dalam memperoleh

kompetensi komunikatif.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

15

2.1.1 Pengertian Ulaon Parbogason

Pada etnik Batak Toba ulaon parbogason adalah kegiatan upacara adat

yang sakral dan peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat,

sebab dalam suatu ulaon parbogason tidak hanya menyangkut perempuan dan

laki-laki bakal mempelai saja, tetapi keluarga kedua mempelai juga salah satu

bagian penting dalam melaksanakan ulaon parbogason. Perkawinan adalah

bersatunya laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang sah (Susetya,2007:7).

Pernikahan adalah perjanjian yang dilakukan secara sadar dan tanpa paksaan

antara calon suami-istri harus didasarkan cinta yanmg tumbuh secara alami, baik

karena faktor simpati maupun birahi (Susetya,2007:8).

Pernikahan yang ideal bagi etnik Batak Toba adalah pernikahan dengan

pariban. Ulaon parbogason etnik Batak Toba hanya bisa dilaksanakan apabila

kedua mempelai sudah memenuhi syarat utama yaitu orang yang di luar marganya

sendiri. Pernikahan semarga dilarang karena adanya kepercayaan bahwa setiap

orang yang mempunyai marga yang sama masih mempunyai hubungan darah

sehingga adanya kekhawatiran bahwa keturunan yang dihasilkan dari orang yang

melakukan semarga pertumbuhannya tidak sempurna, idiot bahkan mungkin

lumpuh, (Simangunsong, 2016:43).

Laki-laki dan perempuan etnik Batak Toba, yang ingin hidup bersama

dalam satu rumah tangga baru, dapat dikatakan sebagai suami istri apabila telah

melalui sebuah proses yang telah ditentukan sebelumnya dalam adat etnik Batak

Toba. Ulaon parbogason dalam etnik Batak Toba dilaksanakan dengan tata cara

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

16

yang sakral. Adapun tata cara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba yang

disebut dengan adat na gok, yaitu ulaon parbogason orang Batak secara normal

berdasarkan ketentuan adat terdahulu yang melibatkan unsur dalihan na tolu.

Berikut tahapan ulaon parbogason etnik Batak Toba sebagai berikut

(http://manikraja.or.id):

Ulaon parbogason merupakan salah satu bagian penting bagi setiap

kehidupan manusia. Pernikahan yang menyatukan seorang laki-laki dan

perempuan, selain itu juga menyatukan dua keluarga bahkan juga merupakan

jembatan antar dalihan na tolu. Ulaon parbogason adalah perjanjian yang

dilakukan secara sadar dan tanpa paksaan antara calon suami-istri yang didasari

rasa cinta yang tumbuh secara alami. Dalam suatu ikatan pernikahan dalam etnik

Batak Toba tentu tidak lepas dari upacara adat.

Adat bagi etnik Batak Toba merupakan hukum yang harus dijaga dan

dilestarikan selama hidupnya. Adat yang diterima sebagai suatu kewajiban agar

kehidupan bermasyarakat seimbang, yang selanjutnya akan diajarkan kepada

keturunannya. Adat etnik Batak Toba mencakup aturan yang ada pada masyarakat

dimana semuanya itu dicakup dalam suatu struktur yang disebut dalihan na tolu

adalah suatu kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan

hubungan pernikahan yang mempertalikan suatu kelompok kekerabatan. Bagi

etnik Batak Toba, adat dalihan na tolu tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

masyarakat terutama yang berkaitan dengan sistem adat istiadatnya. Dalihan na

tolu yang berarti tiga tungku, melambangkan tiga unsur atau tiga kelompok

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

17

kerabat dalam adat etnik Batak Toba, yaitu terdiri dari hula-hula, dongan tubu,

dan boru.

Laki-laki dan perempuan etnik Batak Toba, yang ingin hidup bersama

dalam satu rumah tangga baru, dapat dikatakan sebagai suami istri apabila telah

melalui sebuah proses yang telah ditentukan sebelumnya dalam adat etnik Batak

Toba. Ulaon parbogason dalam etnik Batak Toba dilaksanakan dengan tata cara

yang sakral. Adapun tata cara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba yang

disebut dengan adat na gok, yaitu ulaon parbogason orang Batak secara normal

berdasarkan ketentuan adat terdahulu yang melibatkan unsur dalihan na tolu.

Berikut tahapan ulaon parbogason etnik Batak Toba, sebagai berikut :

1. Mangaririt

2. Mangalehon Tanda

3. Marhori-hori dinding atau Marhusip

4. Marhata Sinamot

5. Pudun Saut

6. Martonggo raja

7. Manjalo pasu-pasu parbogason

8. Marunjuk

9. Mangihut Di Ampang atau Di Alap Jual

10. Ditaruhon Jual

11. Paulak Une

12. Manjae

13. Maningkir Tangga

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

18

2.1.2 Pengertian Feminisme

Pada awalnya gerakan ini ditujukan untuk mengakhiri masa-masa

pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan

(feminine) merasa dirugikan dalam semua dan dinomorduakan oleh kaum laki-

laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik, terutama

dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam masyarakat tradisional yang

berorientasi agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar

rumah. Adapun kaum perempuan ditempatkan di dalam rumah. Situasi ini mulai

mengalami perubahan ketika datangnya era liberalism di Eropa dan terjadinya

Revolusi Perancis pada abad XVIII yang merambah ke Amerika Serikat dan

keseluruh dunia.

Secara etimologis feminisme berasal dari kata femme (woman), perempuan

(tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan (jamak)

sebagai kelas sosial. Feminisme adalah paham perempuan yang berupaya

memperjuangkan hak-haknya sebagai kelas sosial. Adapun dalam hubungan ini

perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis dan

hakikat alamiah), masculine-feminine mengacu kepada jenis kelamin atau gender

sehingga he dan she (Selden dalam Sugihastuti,2000:32).

Istilah feminisme sering menimbulkan prasangka, pada dasarnya lebih

disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai arti feminisme yang

sesungguhnya. Sebagian masyarakat beranggapan feminisme adalah gerakan

pemberontakan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Feminisme dianggap

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

19

sebagai usaha pemberontakan kaum perempuan untuk mengingkari apa yang

disebut kodrat atau fitrah perempuan, melawan pranata sosial yang ada, atau

institusi rumah tangga, seperti perkawinan dan lain sebagainya (Fakih, 2007:81).

Paham feminisme lahir dan mulai berkobar sekitar akhir tahun 1960-an di

Barat dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Gerakan ini

banyak mempengaruhi segi kehidupan dan mempengaruhi pula aspek kehidupan

perempuan. Bila paham feminis adalah politik hal ini merupakan teori atau sederet

teori yang akan diakui atau tidak, merupakan fakta pandangan dari kaum

perempuan terhadap sistem patriarki. Sejak akhir 1960-an gerakan ini

dikembangkan sebagai bagian dari gerekan perempuan internasional

(Suharto,2002:6).

Ada beberapa pendapat tentang asal mula munculnya gerakan feminis di

Amerika Serikat. Pendapat pertama berkaitan dengan aspek politik. Para tokoh

feminis mendeklarasikan bahwa semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama.

Pendapat lain mengemukan bahwa aspek agamalah yang mendasari tumbuhnya

gerakan feminisme di Amerika Serikat. Gereja bertanggung jawab atas kedudukan

wanita yang dipandang rendah, karena agama protestan dan katolik menempatkan

perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada kedudukan laki-laki

(Djajanegara, 2003:2).

Istilah feminisme kemudian berkembang secara negatif ketika media lebih

menonjolkan perilaku sekelompok perempuan yang menolak penindasan secara

vulgar (membakar bra). Sebenarnya, setiap orang yang menyadari adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

20

ketidakadilan atau diskriminasi yang dialami oleh perempuan kerena jenis

kelaminnya, dan ingin melakukan sesuatu untuk mengakhiri

ketidakadilan/diskriminasi tersebut, pada dasarnya dapat disebut sebagai feminis.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang

berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam

memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini

maka teori yang digunakan penulis ialah teori feminism yang mengkaji tentang

permasalahan dan ketimpangan peran perempuan seperti perubahan, pertambahan,

dan pengurangan yang terjadi dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba.

Teori Feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai

persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini

berkembang sebagai reaksi atas fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya

konflik kelas, ras dan terutama adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk

menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah yang dianggap lebih

kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat

patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-

laki (Ratna,2007:186).

Feminisme adalah suatu gerakan perjuangan untuk melawan segala bentuk

objektifikasi perempuan. Perempuan dan laki-laki diyakini juga mempunyai

perbedaan kesadaran sosial maupun kontrol sosial ( Anwar,2010:129 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

21

Feminisme berfokus pada sejarah tentang tekanan dan dominasi kekuasaan

pria pada setiap aspek masyarakat, khususnya dalam sastra. Dalam sastra pria

menciptakan imaji tentang wanita dan memposisikan wanita sebagai mitos-mitos

kompensasi bagi pria (Anwar,2009:50).

Masyarakat patriarki menggunakan fakta tertentu mengenai fisologi

perempuan menggunakan fakta tertentu mengenai fisologi perempuan dan laki-

laki sebagai dasar untuk perempuan membangun serangkaian identitas dan

perilaku maskulin dan feminine yang dilakukan untuk memperdayakan laki-laki di

satu sisi dan melemahkan di satu sisi. Masyarakat patriarki meyakinkan dirinya

sendiri bahwa kontruksi budaya adalah “alamiah” dan “normalitas” seseorang

tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku

gender. Perilaku ini secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis

seseorang. Masyarakat patriarki menggunakan peran gender yang kaku untuk

memastikan perempuan tetap pasif penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap

simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah dan laki-laki tetap aktif (kuat, agresif,

penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil,

kompetitif) (Tong, 2008:72-73).

Adapun menurut Millet (Sofia, 2009:10), ideologi dalam patriarki dalam

akademi, institusi keagamaan, dan keluarga membenarkan dan menegaskan

subordinasi perempuan terhadap laki-laki yang berakibat bagi kebanyakan

perempuan untuk menginternalisasi diri terhadap laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

22

Batasan terkait feminisme ini memang beragam dan terkadang

diperdebatkan, mulai dari apakah seseorang itu harus perempuan, bisakah secara

organisatoris serta merta disebut feminis, dan sampai dimana tingkat kesadaran

dan pengetahuannya mengenai bentuk dan akar masalah

ketidakadilan/diskriminasi, serta bagaimana orientasi ke depan dari orang

tersebut.

Jadi bisa dikatakan bahwa feminisme merupakan gerakan perempuan yang

muncul sekitar 1960-an yang merupakan gerakan perjuangan perempuan untuk

melawan objektifitas perempuan dan mengakhiri ketidakadilan atau diskriminasi

terhadap kaum perempuan.

Ada beberapa jenis feminisme sebagai acuan dalam menguatkan kajian ini,

adapun jenis-jenis femenisme sebagai berikut :

Feminisme Liberal yaitu apa yang disebut sebagai feminisme liberal ialah

pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara

penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan

berakar para rasionalitas dan pemisah antar dunia privat dan publik. Setiap

manusia memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu

pula perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah

karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus

mempersiapkan diri agar mereka bersaing di dunia dalam kerangka “persaingan

bebas” dan punya kedudukan yang bisa diandalkan dan setara dengan laki-laki

(Fitri,2008‟https://brokeninfinity8.wordpress.com, diunduh 12 November 2015).

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

23

Feminisme Radikal yakni aliran ini menolak asumsi bahwa ada, hubungan

yang pasti antara jenis kelamin seseorang (laki-laki atau perempuan) dengan

gender (maskulin atau feminism). Sebaliknya mereka mengklaim bahwa gender

adalah terpisah dari jenis kelamin, dan masyarakat patriaki menggunakan peran

gender yang kaku, untuk memastikan bahwa perempuan tetap pasif (penuh kasih

sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, dan ramah) dan laki-

laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, bertanggung jawab, orisinil

dan kompetitif). Karena itu, cara bagi perempuan untuk menghancurkan kaum

laki-laki yang tidak layak atas perempuan, adalah dengan pertama-tama

menyadari bahwa perempuan pada dasarnya tidak ditakdirkan menjadi pasif

(Rochman, 2008:http://rochmanonline.blogspot.co.id, diunduh 12 November

2015).

Kaum feminis Marxist, menolak gagasan kaum radikal bahwa „biologi‟

sebagai dasar pembedaan.Bagi mereka, penindasan perempuan adalah bagian dari

eksploitasi kelas dalam „relasi produksi‟. Isu perempuan selalu diletakkan dalam

kerangka kritik terhadap kapitalisme. Namun, modus penindasan perempuan telah

lama sebelum Zaman Kapitalisme. Karena laki-laki mengontrol produk untuk

exchange, maka mereka mendominasi hubungan sosial dan politik masyarakat dan

akhirnya perempuan direduksi menjadi bagian dari properti. Maka sejak saat itu,

dominasi laki-laki terhadap perempuan dimulai. Tidak hanya itu feminis Marxist

juga beranggapan bahwa jika kapitalisme dipandang sebagai suatu sistem

hubungan pertukaran, kapitalisme juga digambarkan sebagai pasar yang

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

24

didalamnya segala sesuatu, termasuk kekuatan kerja seseorang, memiliki harga

dan semua transaksi dianggap transaksi pertukaran (Tong,2004:141).

Feminisme Sosialis yakni merupakan sintesa antara teori kelas Marxisme

dan menolak Marxist klasik, dan tidak menganggap eksploitasi ekonomi sebagai

lebih esensial daripada penindasan gender. Mereka mengkritik asumsi umum,

bahwa ada hubungan antara partisipasi perempuan dalam produksi dan status

perempuan. Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan.

Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan

suami atas istri dihapuskan (Libya.2010:http://kkmi-libya.blogspot.co.id, diunduh

20 November 2015).

Feminisme Post-Kolonial dasar pandangan ini berakar di penolakan

Universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di

Negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan perempuan berlatar

belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan

lebih berat kerena selain mengalami penindasan berbasis gender, mereka juga

mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama

(Eko,2012;http://ekookdamezs.blogspot.co, diunduh 19 November 2015).

Banyak penjelasan yang ditawarkan oleh pelbagai pakar melalui teorinya

masing-masing. Berikut ini dikemukakan teori yang mencoba memberikan

penjelasan terhadap jawaban pertanyaan di atas yakni teori dominasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

25

Teori dominasi terhadap perbedaan bahasa perempuan dan laki-laki adalah

berkenaan dengan kekuasaan (power). Menurut Wareing (1999:79) perbedaan

kekuasaan antara perempuan dan laki-laki adalah penyebab utama variasi wacana

yang dihasilkan. Teori ini berhasil menunjukkan bahwa secara statistik laki-laki

cenderung memiliki kekuasaan atau kekuatan yang lebih dibandingkan dengan

perempuan, baik secara fisik, finansial, dan dalam hierarki di tempat kerja.

Teori ini memiliki kekuatan dalam sejumlah kasus. Dalam pertemuan

bisnis, misalnya, banyak laporan yang menyebutkan bahwa perempuan sering

mengalami kesulitan untuk menuntut hak bicaranya. Perempuan lebih sering

diinterupsi dalam percakapan. Masukan yang diberikan perempuan lebih sering

dianggap tidak serius dibandingkan masukan dari pekerja laki-laki (Wareing,

1999:79). Banyak peraturan di perusahaan lebih menguntungkan pekerja laki-laki,

dan sebaliknya lebih merugikan pekerja perempuan. Dalam konteks tersebut

muncullah istilah “wacana seksis” yang menunjukkan adanya kekuasaan laki-laki

atas perempuan. Menurut Lakoff, terdapat ideologi yang cenderung merendahkan,

meminggirkan, dan meniadakan perempuan (Lee,1992:110). Paparan berikut

menunjukkan adanya dominasi laki-laki atas perempuan seperti ditunjukkan Ward

(dalam Lee, 1992:111)

a. Semua orang adalah laki-laki kecuali perempuan dapat

membuktikannya.

b. Relasi seorang perempuan dengan laki-laki adalah dalam rangka

perempuan menjelaskan identitasnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

26

c. Pemunculan perempuan selalu memerlukan komentar, apakah dia

menantang/menentang atau menunjukkan sebuah stereotip populer.

d. Seorang perempuan dapat dengan aman diidentifikasi sebagai

“isterinya” (his wife); wanita tidak perlu mengidentifikasikan dirinya

dengan nama pribadinya.

e. Sesedah menikah seorang laki-laki masih sebagai laki-laki yang tidak

teridentifikasi (a man), sementara seorang perempuan menjadi seorang

isteri.

f. Kepala rumah tangga dan orang tua bukanlah tugas perempuan.

Untuk memperjelas uraian tersebut maka digambarkan seperti diagram berikut :

Ulaon Parbogason

Feminisme

Bentuk dan faktor Dampak Solusi

Simpulan dan Saran

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan

dalam penelitian (Manurung, 2010:19). Dengan kata lain bahwa metode akan

memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau

bagaimana cara penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang aktual yang

dapat dibuktikan kebenarannya terhadap objek permasalahan.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian ini ialah metode deskriptif. “Metode deskriptif

yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah

berdasarkan data-data dan jarak, juga menyajikan data dan menginterpretasikan

data”, Narbuko (dalam Manurung, 2010:19). Selain itu juga Noo (dalam Sinaga,

216:18)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dijadikan penulis adalah Desa Lintong ni huta,

Kecamatan Ronggur ni huta, Kabupaten Samosir. Ada 3 alasan penulis memilih

lokasi tersebut : (1) karena Desa Lintong ni huta merupakan desa yang masih tetap

melaksanakan upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba dan sudah

mulai mengalami pergeseran. (2) Mudah mencapai lokasi, dan (3) memiliki key

informan yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

28

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari narasumber (informan) yaitu

sebagai sumber data, sumber informasi dari apa yang akan diteliti oleh penulis.

Peristiwa atau aktivitas yaitu sebagai sumber data yang diperoleh dengan

mengamati bagaimana kegiatan upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak

Toba tersebut berjalan. Tempat atau lokasi yaitu sebagai sumber data yang

berkaitan dengan keadaan atau kondisi dari kegiatan itu dilakukan. Dokumen atau

arsip yaitu bahan tertulis atau benda, seperti data, keterangan, pedoman, rekaman-

rekaman dan sebagainya yang berkaitan dengan upacara adat ulaon parbogason.

Dalam penelitian ini tokoh adat dijadikan sebagai informan kunci (key of

information) karena selalu bertindak sebagai aktor di dalam upacara adat ulaon

parbogason pada etnik Batak Toba dan dapat memberikan informasi yang akurat

dari upacara tersebut. Penulis juga melengkapi data berupa dokumen-dokumen,

buku-buku, artikel serta video sebagai data pendukung.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan pada penelitian ini ialah alat yang berisi

informasi upacara adat ulaon parbogason etnik Batak Toba. Di sisi lain peneliti

sebagai „human instrument‟ karena peneliti berasal dari Batak Toba.

Instrumen lain atau alat pendukung dalam penelitian ini adalah:

1. Alat tulis dan buku catatan untuk mencatat segala data-data penting dari

informan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

29

2. Alat perekam suara untuk merekam percakapan/wawancara sebagai

penyempurna catatan yang telah didapatkan dari informan.

3. Kamera sebagai alat yang digunakan untuk mendokumentasikan

aktivitas upacara adat ulaon parbogason.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian ini, maka

pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Teknik Observasi

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses

yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan. Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan

pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan

menggunakan seluruh alat indra. Penulis melakukan pengumpulan data dengan

cara mengamati proses upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba.

Penulis menggunakan observasi, yaitu mengamati jalannya upacara adat ulaon

parbogason pada etnik Batak Toba.

2. Teknik Wawancara

Metode pengumpulan data adalah dengan jalan wawancara, yaitu

mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan, dalam

hal ini kepada tokoh-tokoh adat, pendeta, masyarakat setempat, tamu undangan

pada upacara adat ulaon parbogason. Wawancara adalah proses memperoleh

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

30

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan

menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (Sugiono, 2013).

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan

atau subjek penelitian ini.

Pengumpulan data atau informasi dengan cara melakukan tanya jawab

secara langsung dengan informans ehingga informasi yang diperoleh lebih jelas

mengenai tata cara upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba.

3. Metode Pustaka

Metode pustaka yaitu penelitian dengan mencari data dari buku-buku yang

ada hubungannya dengan upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba.

3.6 Metode Analisis Data

“Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengelola data yang

mentah, sehingga menjadi data yang cermat atau akurat dan ilmiah” (Hutasoit,

2012: 27). Dalam konteks ini analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data

sehingga dapat diperoleh kebenaran objek dan teori. Dalam menganalisis, penulis

dituntut untuk memiliki nalar dan kreativitas yang tinggi sehingga data yang

dianalisis akurat, serta kebenarannya mampu dipertanggung jawabkan.

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam

penelitian, Karena tahap dalam menyelesaikan masalah ialah menganalisis. Untuk

menganalisis data penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif.

Langkah-langkah yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data

ialah:

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

31

1. Mengeliminasi data yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.

2. Mengklasifikasikan data yang sesuai dengan pokok permasalahan.

3. Menganalisis data-data sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan.

4. Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

32

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

upacara adat ulaon parbogason pada etnik Batak Toba, mengkaji 1) bentuk dan

faktor dominasi yang ditemukan dalam ulaon parbogason, 2) dampak dominasi

yang ditemukan dalam ulaon parbogason, dan 3) solusi yang ditemukan dalam

ulaon parbogason pada etnik Batak Toba. Ketiga hal tersebut dianalisis sebagai

berikut :

4.1 Bentuk dan Faktor Dominasi ditemukan sesuai dengan tahapan Ulaon

Parbogason etnik Batak Toba diuraikan sebagai berikut :

4.1.1 Bentuk dan Faktor dominasi dalam tahapan Mangaririt

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian teks dalam tahapan mangaririt ditemukan

dominasi laki-laki, hal ini dibuktikan sebagai berikut :

Baoa : “Santabi boru ni raja nami, boi do au mamolus sian alaman on?”.

Laki-laki : “ Maaf boru ni raja, bolehkah aku lewat dari halaman ini?”.

Borua : “O, boi ito. Alai ito ise jala ro sian dia naing hudia?”.

Perempuan : O, silahkan ito. Tapi ito ini siapa dan datang darimana mau

kemana ?”.

Berdasarkan teks di atas dominasi dimiliki laki-laki hal ini dibuktikan berdasarkan

pada saat laki-laki mendatangi rumah perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

33

-Pada saat mangaririt laki-laki akan mendatangi rumah perempuan. Dalam

proses pertemuan antara laki-laki dan perempuan itulah terjadi proses

memilih pasangan hidup. Banyak hal dan pertimbangan yang membuat laki-

laki atau perempuan tertarik sampai membuat kesepakatan untuk hubungan

yang lebih serius. Satu prinsip adat yang tertuang dalam peribahasa : “Na so

jadi bagot tumandangi sige” (Tak mungkin pohon enau menghampiri

tangga). Prinsip yang ditanamkan pada etnik Batak Toba ini membuktikan

perempuan tidak memiliki hak yang sama artinya adalah pantang bagi

perempuan mendatangi laki-laki, yang lazim dan beradat adalah laki-laki

mendatangi perempuan.

-Perempuan mengalami dominasi dibuktikan pada tahapan ini kekuasaan

untuk memilih pasangan hidup didominasi laki-laki. Pada saat mangaririt

yang mendatangi perempuan adalah laki-laki. Dalam tahapan ini perempuan

diwajibkan harus menunggu laki-laki yang mangaririt dan kata menunggu

kerap diidentikan sebagai subordinasi perempuan. Dimana perempuan etnik

Batak Toba tidak memiliki hak untuk memilih siapa yang menjadi

pasangannya, sementara laki-laki memiliki hak istimewa untuk memilih dan

memutuskan pilihannya atas perempuan.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan mangaririt yang telah dijelaskan di

atas hasil penelitian menunjukkan faktor penyebab dominasi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

34

-Faktor budaya patriarki. Hal ini dapat dilihat dari budaya patriarki yang

menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi

hampir dalam setiap peran. Hal ini membuktikan keberadaan perempuan

etnik Batak Toba tidak mendapatkan perlakuan yang setara dengan laki-laki.

Faktor budaya patriarki mengharuskan perempuan tidak boleh agresif,

perempuan cukup berdiam menunggu siapa laki-laki yang akan datang

mangariritnya. Seharusnya perempuan etnik Batak Toba juga memiliki hak

dalam memilih pasangan hidup, mementukan kebahagiaan sendiri, dan bukan

sekedar objek pilihan. Dalam tahapan ini laki-laki memiliki hak dalam

menentukan pasangan hidup dan sebaliknya perempuan hanya sebagai objek

yang akan dipilih oleh laki-laki yang akan mangaririt perempuan tersebut.

Tahapan ini bersifat pribadi antara keluarga dan calon pengantin. Tempat

pelaksanaan mangaririt ini dilaksanakan di rumah perempuan, laki-laki akan

berkunjung ke rumah perempuan dan berbicara berdua, dan akan menanyakan

kepada perempuan bersedia atau tidaknya dijadikan menjadi istri.

4.1.2 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Mangalehon Tanda

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi dalam tahapan

mangalehon tanda didominasi laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

35

Gambar 1 dan 2 : Uang dan sarung yang diberikan sebagai tanda pengikat. Dok.

hot.grid.id.

-Laki-laki akan memberikan tanda kepada perempuan berupa benda atau

uang sebagai tanda pengikat hubungan mereka yang akan dibawa ketahap

yang lebih serius. Laki-laki lalu memberitahukan hal tersebut kepada

orangtuanya, orangtua laki-laki akan menyuruh perantara yang telah

mengikat janji kepada perempuan tersebut.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan mangalehon tanda yang telah

dijelaskan maka ditemukan faktor penyebab dominasi sebagai berikut :

-Faktor patriarki, dibuktikan laki-laki mendominasi perempuan dengan

adanya tanda ikatan yang diberikan laki-laki kepada perempuan berupa uang

atau benda sebagai tanda pengikat. Dalam hal ini perempuan tidak memiliki

hak yang sama dimana perempuan memiliki peran dan posisi lebih rendah

dibandingkan dan posisi laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

36

4.1.3 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Marhusip.

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

marhusip didominasi laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

Gambar 3. Marhusip yang didominasi laki-laki. Dok ermor.blogspot.com.

Parboru :“Hamu tutur nami naro, mauliate ma di Tuhanta ala hipas hamu

ro mandapothon hami, ala hipas hami didapot hamu. Tontu di haroro muna on

adong ma sitaringotan na marsintuhu, ala tampak hamu ro na mardongan tubu di

dongani borumuna. Diama na hinarohon muna ba denggan ma paboa hamu”.

Pihak perempuan : “Untuk keluarga kami yang sudah datang, terima kasih

untuk Tuhan karena kita dipetemukan dalam keadaan sehat, sehat kalian datang,

sehat kami kalian jumpa. Tentu di kedatangan kalian ada hal penting yang akan

kita bahas, karena kalian juga datang bersama dongan tubu (saudara semarga)

dan borumu. Untuk itu kalian kami persilahkan untuk menyampaikan tujuan

kedatangan kalian”.

Paranak :“Mauliatema tutu di Tuhanta. Marhahipason hami sahat tu

bagas na martua on, marhahipason hamu hudapot hami. Mansai las roha nami

ala tung denggan do panjalo muna di haroro nami. Ia sintuhu ni haroro nami

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

37

raja nami si las ni roha do. Ro anak nami mangalu-alu tu hami, nungnga

marsihaholongan ninna ibana dohot boru ni rajai, jala nungnga marsangkap

nasida mamungka parsaripeon. Ido raja namina huharahon hami”.

Pihak laki-laki : “Terima kasih kepada Tuhan. Karena kami sehat sampai

ketempat ini, sehat juga kalian kami jumpa. Begitu besar rasa bahagia kami

karena kalian sudah menyambut kedatangan kami dengan baik. Adapun tujuan

kedatangan kami raja untuk menyampaikan kabar baik. Anak kami datang

memberitahukan kepada kami kalau dia dan anak gadis kalian saling menyayangi

dan sudah siap untuk melaksanakan pernikahan. Demikianlah raja tujuan kedatang

kami”.

Parboru :”Hamu tutur nami na ro mandapothon hami! Las roha nami

diboa-boa muna, ima naung marsihaholongan anak muna tu boru nami. Alai tutu

porlu do patangkason boru, boha tutu do naung marsihaholongan nasida?

(disuru ma boru manungkun maenna). Nungnga disungkun boru nami maenna

toho do ninna naung marsihaholongan jala nungnga marsangkap mamungka

parsaripeon. Mauliatema di Tuhanta. Songonima alus nami di boa-boa muna.

Butima. Alai atik boha adong dope sidohonon muna na hombar tusi, ni lehon ma

tingki tu hamu na”.

Pihak perempuan : “Keluarga kami yang sudah datang menemui kami!

Begitu senang kami untuk kabar yang kalian bawa untuk kami, yaitu anak kalian

dan putri kami yang saling menyayangi. Walaupun begitu ada baiknya kami

mempertanyakan langsung kepada putri kami, apakah benar mereka saling

menyayangi? (kami akan menyuruh boru kami untuk menanyakan langsung).

Boru kami sudah menanyakan langsung kepada putri kami, dan benar mereka

saling menyayangi dan sudah siap untuk membangung ramah tangga. Terima

kasih kepada Tuhan kita. Demikianlah jawaban kami untuk keluarga kami yang

suda memberitahukan kabar baik ini kepada kami. Demikianlah. Apabila masih

ada yang ingin kalian sampaikan terkait kedatangan kalian, kami persilahkan”.

Paranak :” Parjolo ma dohonon nami mauliate malambok pusu tu hamu

raja nami. Na sipanolopi do hamu di sangkap ni naposo. Boima dohonon

sipanjalo do hamu di anak nami di anak nami nanaeng gabe hela muna. Anggiat

ma tutu songon nidok muna i, saut na marongkap ditumpak asi dohot holong ni

roha ni Tuhanta.

Mardomu tusi raja nami, adong do tona ni suhut nami tu hami. Molo manjalo do

rajai di sangkap ni naposo, udutanta manian tu na mangarisik-risik manang

marhusip songon nidok ni ompungta sijolo-jolo tubu. Butima raja nami”.

Pihak laki-laki : “Pertama kami sampaikan terima kasih banyak kepada

raja kami. Karena kalian menjawab rencana anak-anak kita. Kalian bersedia

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

38

menerima anak kami menjadi calon menantu kalian. Semoga seperti yang kalian

katakan, anak kita jodoh atas kasih dan restu Tuhan kita.

Berhubung ke pembicaraan kita raja kami, ada pesan dari penyelenggara

upacara adat kepada kami. Apabila raja menerima kedatangan kami atas rencana

anak muda kita, hendaklah kita berbisik-bisik bagaimana kelanjutan rencana dari

anak kita seperti yang dikatakan yang sudah mendahului kita (ompung sijolo-jolo

tubu). Jika raja kami setuju, agar kita lanjutkan”.

Parboru :“Ima tutu. Nangkin raja ni tutur dope hamu hudok hami, ala

sobinoto dope tangkas na hinaroro muna. Saonari nungnga barani hami mandok

raja ni boru tu hamu. Na adong tona ni suhut muna, asa ta uduti tu na

mangarisik-risik manang marhusip, na denggan mai tutu. Songondia ma huroha.

Butima”.

Pihak perempuan : “Iya. Tadi kami masih menyebut kalian keluarga,

karena kami belum tau apa tujuan yang jelas untuk kedatangan kalian. Sekarang

pun kami sudah berani menyebut kalian raja ni boru kepada kalian. Terkait pesan

penyelenggara upacara adat kepada kalian agar hendak berbisik-bisikkami

sepakat. Bagaimanalah maksudnya. Terima kasih”.

Paranak :“ Mauliatema di hamu hula-hula nami. Tona ni suhut nami asa

tauduti tu na mangarisik-risik manang marhusip ima na paboahon hapogoson

nami tu hamu. Barani hami mandapothon hamu rajanami ndang alani godang

ni sinamot nami alai na mangasahon holong naung tubu di angka ianokonta i do.

Pos do roha nami ndang sibereng sinamot hamu umbahen na las roha muna

manjangkon haroro nami.

Tona ni suhut nami mandok tung tangkas do alapon nami boru ni raja i

sian alaman ni raja i. Lapatanna ulaon unjuk annon di alaman ni raja i manian.

Ima parjolo. Jala paduahon, godang ni sinamot na boi tapatupa suhut nami

godangna Rp.20.000.00,- (dua puluh juta rupiah) ima sude dohot tu suhi ni

ampang na opat. Songonima pangidoan dohot elek-elek nami tu hamu raja nami.

Halason hamu mai. Butima”.

Pihak laki-laki : “Terima kasih untuk hula-hula kami. Permintaan dari

suhut kami agar kita melangsungkan marhusip, yang memberitahukan kekurangan

kami kepada kalian. Kami memberanikan untuk menjumpai kalian raja kami,

bukan karena banyaknya sinamot kami tapi karena mengandalkan kasih sayang

antara anak kita. Tapi kami yakin kedatangan kami bukan karena kalian melihat

banyaknya sinamot kami melainkan karena kalian senang melihat kedatangan

kami”.

Pesan dari suhut kami supaya kami menjemput anak gadis raja kami dari

halaman rumah raja kami. Agar ulaon unjuk dilaksanakan di halaman raja

penyelenggara. Itulah yang pertama. Jadi yang kedua, adapun jumlah sinamot

Universitas Sumatera Utara

Page 54: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

39

yang bisa kami sediakan banyaknya Rp.20.000.000 ( dua puluh juta rupiah) maka

itulah semua untuk suhi ni ampang na opat. Begitulah permintaan dan

permohonan kami kepada kalian raja kami. Sekiranya kalian senang

menerimanya. Demikianlah”.

-Berdasarkan gambar 3 dibuktikan, pada saat pihak lakil-laki datang ke

tempat perempuan untuk membicarakan hal yang lebih serius terkait anak

mereka. Selain itu gender laki-laki lebih dominan hal ini terjadi karena

adanya status sosial etnik Batak Toba yang berlaku pada saat marhusip

-Pada saat berbicara peran yang diutamakan adalah laki-laki sehingga

perempuan termarginalkan..

-Pada saat keluarga kedua belah pihak mengutus perwakilan untuk

menghadiri tahapan ini didominasi oleh laki-laki yaitu beberapa dongan

tubu, dan satu orang boru mereka.

b) Faktor Dominasi.

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan marhusip maka ditemukan faktor

penyebab dominasi sebagai berikut :

-Faktor status sosial, yakni pihak laki-laki mendatangi rumah calon hula-

hula mereka, selain itu pada saat acara marhusip berlangsung yang

dihunjuk untuk berbicara adalah laki-laki dan yang menghadiri acara

tahapan marhusip ini didominasi kaum raja-raja seperti yang terlihat pada

gambar di atas.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

40

4.1.4 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Marhata Sinamot.

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

marhata sinamot didominasi laki-laki, dibuktikan berdasarkan gambar 4 sebagai

berikut :

Gambar 4. Marhata sinamot yang didominasi laki-laki. Dok. Fitri Mega

Simbolon, 06 September 2019.

Berikut teks pada saat marhata sinamot antara pihak laki-laki (paranak)

dengan pihak perempuan (parboru) yang membuktikan laki-laki memiliki peran

dominan :

Paranak : “Raja nami, toho do na nidokmunai, sai marangkup do na

denggan, nuaeng pe paboaon ma tutu, siangkupna na hundul, sidonganna

songon na mardalan. Jumolo ma hami raja nami marsomba dohot jari-jari

sampulu dohot tu tuamuna sahalana muna. Mauliate godang dohonon nami hula-

hula nami, na ria manjangkon hami dibagasta na marsangap na martua on.

Taringot diharoro nami raja nami, na adong do na solot di ate-ate nami, jala

gompang di pusu-pusu, na naeng sombahonon nami tu hamu raja nami. Alai tung

adong annon hata nahurang manang nalobi, anju hamu hami raja nami.

Jadi songonon do raja nami, na ro do alu-alu ni anak nami tu hami songonon

diluahon patna ibana ninna, tu hutanta nauli on, huhut ma huroha jinou-jou

Universitas Sumatera Utara

Page 56: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

41

huhut hiniap-hiap ni rupa na uli dohot parulaon na denggan ni boru na gabe,

boru ni na mauli bulung hula-hula nai di huta on. Longang do hami umbege

hatana, ianggo roha nami ndang tung leak adong boru ni halak na olo

pangkulinganna. Hape raja nami, didok ibana ma tu hami, disi mulak ibana sian

huta on, jolma na martua do ibana ai dijangkon borumu ibana.

Bah, las roha antong huhut malambok pusu umbege. Nuaeng pe raja nami, ba

nungnga di pasiat boru muna i anak nami, ba tung asi ma roha muna raja nami,

jangkon hamu ma anak nami i gabe anak muna, nian ianggo sibahenon do raja

nami ndada na barani hami mandapothon hamu, ala ni hapogoson, ai tung so

adong do na boi pangasahonon nami. Alai nang pe songoni raja nami, ianggo

somba ni uhum do olat ni na tapartupa hami, jala pos do roha nami di hamu,

ndada ampehononmu tu hami naso tarusung hami. Songonima hata nami raja

nami, mauliate”.

Pihak laki-laki : “ Raja kami, benar yang kalian katakanan selalu datang

yang benar, sekarang kukatakan sesungguhnya, duduk dan berdoalah untuk

mencari perjalan. Pertama kami memohon dengan sepuluh jari-jari kami kepada

kalian berterima kasih dengan sebanyaknya kami katakan kepada hula-hula kami,

yang kami panjatkan kami di dalam menghormati yang lebih tua. Mengenai

kedatangan kami, raja kami, dengan yang tidak pantas dihati kami. Biarpun ada

kata yang kurang berkenan, beritahu kami raja kami. Jadi seperti ini raja kami,

datangnya anak kami memberitahu kedatangannya yang berkata ke tempat kami

ini, beserta dengan panggilan dan berkat-berkat baik beserta perilaku baik

perempuan yang jadi putri kalian, perempuan yang cantik jelita ya hula-hula kami

di tempat ini. Kami heran mendengar perkataan anak kami. Sebenarnya hati kami

bukannya tidak suka ada perempuan lain yang mau berbicara. Padahal raja kami,

dikatakan kepada kami sewaktu pulang dari tempat ini putri kalian menerima

anak kami. Bah, sungguh senang hati mendengar. Sekarangpun raja kami, dia

sudah diterima anak perempuan kalian anak kami, betapa baiknya kalian,

menerima anak kami menjadi anak kalian jika dengan perbuatan kami raja kami

tidak ada keberanian menjumpai kalian karena kekurangan, tidak ada yang bisa

kami andalkan.Walaupun begitu raja kami sampai disini bisa kami sampaikan,

kamipun yakin kepada kalian tidak ada yang kami perbuat yang tidak kami

sanggup. Demikianlah yang bisa kami sampaikan raja kami. Terima kasih”.

Parboru : “Olo amang, raja ni parboruon, las do roha nami umbege hata

muna i. Hami pe antong dipangido roha nami do, asa domu namarongkap. Jadi

taringot dibere nami, nungnga nauli i, on pe lae sai rongkap ni boru nami ma

bere i, rongkap na gabe, rongkap na mamora, rongkap na saur matua. Jadi nang

didok hamu n aso adong be di hamu, bangko ni hata doi sidohonon. On pe lae,

raja ni parboruon , torop ma parade hamu angka dorbia i dohot sihumisik i.

Butima raja ni boru, mauliate”.

Pihak Perempuan : “iya bapak raja parboruon kami, kami pun senang

mendengar yang kalian bilang. Kami pun berharap, agar mempersatukan yang

berjodoh. Jadi mengenai calon menantu laki-laki kami, sudah keputusan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 57: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

42

baik, semoga anak kita berjodoh, jodoh yang sejahtera, jodoh yang kaya, jodoh

sehidup semati. Jadi walaupun kalian berkata kalian tidak memiliki apapun,

memang harus diucapkan untuk basa basi. Maka inipun lae, raja parboruon, untuk

itu sediakan kalianlah uang dan hewan yang banyak. Demikianlah raja boru

kami, terima kasih”.

Paranak : Mauliate raja nami, raja ni hula-hula! Marsomba ujung hami,

marsomba huhuasi tu tua dohot tu sahala muna. Tutu do raja nami, ianggo ala

sangap muna dohot balga ni partubu muna, na patut do hamu manjalo angka na

nigoaran munai. Jala tutu do nang nanidok muna taringot tu hamoraon ni

ompunta na jolo, alai habis doi sude na laho pasingkolahon bere muna. Tung

adong pasipasina nuaeng, ndada na tarhatahon be i, ai mampar do nuaeng sude

i di padang bolak. Alai ala huboto hami ndada pola guru di sinamot hamu hula-

hula nami. Ido raja nami, umbahen na barani hami mandapothon hamu. On pe

raja nami, sai unang paurak hamu hami dipogos namion. Ai hami pe nian raja

nami, sai naeng do nian mangalehon na godang, asa sangap iba berengon ni

dongan, ai sangap do na ni alap, sangap na tinaruhon songon silindung na uli.

Alai hansit do tangan mandanggurhon na soada. On pe raja nami, tung padauk

hamu ma sian i. Buhul hamu ma si boanon nami. Butima raja nami, mauliate”.

Pihak laki-laki : “Terima kasih raja kami. Rajanya hula-hula! kami

memohon bersama dengan yang telah mendahului kita. Betulnya raja kami, kalau

berdasarkan kehormatan yang kalian miliki dan nama baik yang kalian miliki.

Memang kalian pantas menerima semua yang kalian sebutkan tadi. Dan betul

juga yang kalian katakan mengenai kekayaan nenek moyang kami dahulu,

segalanya telah habis untuk menyekolahkan calon menantu kalian.Walau ada

halangan, tidak terkatakan lagi semua telah terbagikan luas. Tapi apa yang kami

ketahui guru di mahar kalian hula-hula kami. Iya raja kami, teringat dengan

keberanian kami menjumpai kalian. Ini tuan jangan lihat kami dari kekurangan

ini, kamipun raja kami, ingin memberikan banyak, supaya kami terhormat

dilihat oleh sesama, karena yang kami terima adalah kehormatan atau baik yang

kami antarkan seperti berkat yang melimpah. Karena sakit tangan melempar yang

tidak ada. Ini pun raja kami, walaupun itu terimalah. Terima kalianlah dari apa

yang kami bawa. Demikianlah raja kami, terima kasih”.

Parboru :”Tangihon hamu ma, asa diboto hamu godang ni sinamot jadi

pasahat hamu ma godang ni sinamot Rp....... Butima, mauliate”.

Pihak Perempuan :“Kalian dengarkanlah, supaya kalian ketahui

banyaknya mahar jadi kalian sampaikanlah banyaknya mahar

Rp…….Demikianlah, terima kasih”.

Paranak :”Dago raja nami, pintor tarsonggot do iba dibahen hamu, ba

sian diama uhalan na sai godang. Alai hudok pe songoni, torop do dison haha

anggi dohot boru nami. Hamu angka haha doli dohot anggi doli, nungnga dibege

Universitas Sumatera Utara

Page 58: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

43

hamu hata ni hula-hulanta namangido sinamot Rp......., beha pandok ta taringot

tusi?”.

Pihak Laki-laki : “ Astaga raja kami, saya langsung tersentak dengan

perkataan kalian, dari mana dicari sebanyak itu. Tapi kukatakan seperti itu

banyak disini adik ipar beserta anak perempuan kami. Untuk kalian paman dan

bibi sudah kalian dengarkan pembicaraan hula-hula meminta mahar Rp……, apa

pendapat kalian mengenai hal itu?”.

-Dongan tubu, hula-hula serta boru dari kedua belah pihak yang diutus

untuk menghadiri adalah kaum raja (laki-laki). Hal ini terjadi karena peran

status sosial yang mengutamakan laki-laki sebagai utusan untuk terlibat

dalam marhata sinamot.

-Selain itu bentuk dominasi ini dibuktikan juga saat berbicara didominasi

laki-laki, biasanya kaum perempuan hanya sebagai pelengkap dan

mendengar acara selama berlangsung seperti yang terlihat pada gambar

berikut.

Berdasarkan teks di atas maka domimnasi dimiliki laki-laki, pada saat

marhata sinamot adanya percakapa tawar menawar sinamot yang pada saat

sekarang identik dengan “tuhor” yang artinya uang adalah tolak ukur untuk

perempuan Batak Toba yang akan dinikahkan. Semakin besar sinamot yang

diterima semakin bangga pihak yang menerima, sehingga terjadi peregeseran

makna sinamot dalam prakteknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

44

Gambar 5.Pada saat menyerahkan sejumlah uang yang disebut sinamot sinamot

yang didominasi laki-laki. Dok. Fitri Mega Simbolon, 20 Oktober 2019.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan marhata sinamot, maka ditemukan

faktor penyebab dominasi sebagai berikut :

-Faktor ekonomi, dalam faktor ekonomi laki-laki mendominasi karena

dalam tahapan ini laki-laki harus mampu membeli perempuan, dimana

perempuan kembali terdiskriminasi karena adanya tolak ukur untuk harga

diri perempuan etnik Batak dibuktikan pada saat laki-laki dituntut harus

bisa memberi sinamot yang besar kepada perempuan, apalagi jika

perempuan sudah memiliki pekerjaan yang baik, pendidikan yang tinggi

dan berasal dari keluarga yang mampu.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

45

-Faktor zaman dan gaya hidup sekarang, dimana pada saat sekarang

pernikahan lebih mengutamakan gaya hidup dan zaman sangat

mempengaruhi budaya dimana ulaon parbogason dituntut harus mewah,

dan modern dan melupakan makna sakralnya. Selain itu bergesernya

makna sinamot dibuktikan berdasarkan sinamot menjadi tuhor, sehingga

adanya tawar menawar untuk perempuan, karena saat sekarang sudah ada

tolak ukur seorang perempuan etnik Batak Toba yaitu dengan

-Faktor zaman dan lingkungan dibuktikan berdasarkan pergeseran makna

sinamot pada zaman dulu dan sekarang sebagai berikut :

Marhata sinamot, apa yang ada dibayangan kita saat sekarang jika

mendengar kata sinamot. Agar kita tidak salah paham dengan makna

sinamot,maka berdasarkan hasil penelitian dan wawancara peneliti terhadap

informan maka peneliti akan mendeskripsikan makna sinamot yang sudah

mengalami pergeseran dan perubahan makna.

Marhata Sinamot yaitu membicarakan jumlah uang yang akan diserahkan

keluarga laki-laki (paranak) kepada keluarga perempuan (parboru) untuk biaya

ulaon parbogason. Apabila ulaon parbogason dilaksanakan di tempat orangtua

perempuan (parboru) yang istilah adat disebut dialap jual, maka jumlah sinamot

akan lebih dibandingkan dengan apabila ulaon parbogason dilaksanakan di

tempat orangtua si laki-laki (paranak) yang istilah adatnya dialap jual.

Pada saat akan menikahkan anak perempuan, sinamot ni boru selalu

dibicarakan dan yang menerima adalah parboru. Dalam tradisi adat ulaon

parbogason saat sekarang jika mendengar kata sinamot adalah berapa banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 61: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

46

uang yang akan diterima pihak parboru atau orangtua si perempuan atau istilah

yang sering digunakan saat sekarang dalam bahasa modernnya mahar ( tuhor ni

boru). Mereka melakukan kalkulasi, membeli pakaian, perhiasan, membeli ulos,

membeli ikan (dengke), biaya transportasi khususnya yang di bona pasogit.

Semuanya itu dikatakan sinamot ni boru.

Pada tradisi etnik Batak Toba lama, setiap anak perempuan yang hendak

dinikahkan harus dijamin hidupnya kelak setelah menjadi “pardihuta” bagi

suaminya dihadapan mertuanya. Jaminan itu diberi dalam bentuk berapa besar

dari harta calon mertuanya itu yang menjadi bagian si perempuan yang akan

dinikahkan tersebut. Istilah ini disebut manggoli, ada batasan yang sudah jelas

yang kelak akan menjadi Panjaean. Jaminan hidup yang akan diberikan tersebut

kepada si perempuan berupa harta benda yang terdiri dari, ruma, sopo,emas, gong,

sawah, ternak yang terdiri dari kerbau, kuda, ataupun sapi. Inilah yang disebut

sinamot. Sinamot itu adalah harta benda yang diberikan pihak laki-laki kepada

calon menantu (parumaen) sebagai jaminan hidup si perempuan setelah menikah

dengan anak laki-laki mereka dengan demikian kesejahteraan hidup si perempuan

sudah bisa dijamin oleh pihak orangtua si perempuan (parboru).

Manggoli sinamot tujuannya agar kelak tidak terjadi konflik diantara

keturunan paranak. Inilah yang kemudian ditinjau kembali oleh pihak orangtua

perempuan (paranak) saat pelaksanaan tingkir tataring, pada saat orangtua laki-

laki (paranak) malaksanakan acara pajaehon (memandirikan) pasangan tersebut

Pada saat manggoli sinamot raja parhata dengan tegas melakukan permintaan

kejelasan akan sinamot ni boru, beberapa dari jenis harta yang biasa dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 62: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

47

pembagian hak waris. Salah satu contoh dari kedua bela pihak keluarga yang

memiliki harta benda yang lengkap. Pihak laki-laki (paranak) menjawab

permintaan pihak perempuan (parboru) :

“Nauli rajanami, ianggo sinamot ni borumu, rade ma sada ruma,

saparinaan horbo, sandangka mas, dua turpuk hauma saba, jala bagianna ma

porlak sisoding. Ba mamuhai tataringna ba rade ma 200 ampang eme”.

“Baiklah raja kami, yang akan menjadi bagian mereka kelak ada satu rumah,

sepasang kerbau, seuntai emas, dua petak sawah, dan kebun. Untuk memulai

kemandirian mereka dalam membangun rumahtangga akan diberikan 200 kaleng

padi”.

Setelah ini disepakati, barulah pihak perempuan (parboru) menanyakan

“adat marama”. Ini merupakan tanda penghormatan dan penghargaan kepada

orangtua si perempuan yang membesarkan, membimbing, menyekolahkan, dan

merawat si perempuan hingga dewasa. Hal ini dikaitkan dengan istilah “pagopas

panoguna” memperkuat upaya menarik hati. Dalam bahasa adat yang sering

digunakan disebut “somba maruhum”. Dalam tradisi lama seperti contoh diatas,

pihak laki-laki (paranak) menjanjikan satu ekor kerbau sebagai somba ni uhum.

Kerbau ini diantarkan ke kampung halaman perempuan (parboru) pada waktu

yang sudah ditentukan atau sepakati.

Seperti yang telah dijelaskan diatas dalam tahapan marhata sinamot begitu

berharganya perempuan pada saat akan dinikahkan dengan jaminan kesejahteraan

hidup berumah tangga yang akan dijalaninya begitu nyata. Berbeda dengan fakta

saat sekarang, setelah mengalami pergeseran makna manggoli sinamot sebagai

jaminan hak perempuan di depan suaminya. Melulu membahas materi yang akan

diterima parboru. Kesannya seperti mahar dan yang menyatakan seperti itu.

Pemahaman pergeseran itu berangsur sejak pihak paranak menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 63: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

48

kerbau, sawah, emas, semua sudah dijual untuk menyekolahkan borunya dan

itulah (ilmu pengetahuan, pendidikan, pekerjaan) kelak menjadi panjaean bagi

mereka. Semakin jauh makna sinamot ditinggalkan karena faktor zaman yang

semakin canggih maka berlakulah tradisi ”langsung” saja.

-Status sosial dan gaya hidup. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan status

sosial hasil penelitian, pada saat marhata sinamot yang berbicara

didominasi oleh raja-raja (laki-laki), peran dan posisi perempuan

termarginalkan dimana perempuan dianggap hanya sebagai pelengkap dan

memiliki hak bicara yang sangat terbatas dan dianggap lebih pantas di dapur

atau sekedar pendengar saja.

Adapun unsur yang menghadiri tahapan marhata sinamot yaitu unsur dalihan na

tolu dari kedua belah pihak. Tempat pelaksanaan marhata sinamot di rumah pihak

perempuan.

4.1.5 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Pudun Saut

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan pudun

saut dibuktikan pada gambar 6 dan 7 sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 64: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

49

Gambar 6. Pada saat laki-laki menyematkan cincin ke tangan perempuan. Dok.

Fitri Mega Simbolon, 06 September 2019.

Gambar 7. Pengurus gereja yang didominasi laki-laki. Dok.

Anggiatsendy.wordpress.com.

-Bentuk dominasi yang terdapat pada tahapan pudun saut yakni patriarki hal ini

dibuktikan pada saat berlangsung acara yang pertama sekali menyampaikan

kebulatan hati adalah laki-laki kepada perempuan. Dalam hal ini yang harus

berperan aktif didominasi laki-laki.

-Pada saat bertukar cincin yang pertama sekali menyamatkan cincin adalah

laki-laki. Hal ini terjadi karena adanya kebiasaan masyarakat yang memulai

harus laki-laki.

-Pada saat acara pudun saut berlangsung di gereja, pendeta, guru huria, atau

sintua dominan laki-laki. Hal ini terjadi karena adanya ajaran pemimpin harus

laki-laki dan perempuan hanya sebagai pelengkap.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

50

Adapun unsur yang menghadiri acara marpudun saut ini ialah dongan sahuta,

boru/bere, dongan tubu, dan hula-hula dari kedua belah pihak. Tempat

pelaksanaan pudun saut di tempat pihak perempuan.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan pudun saut, berdasarkan hasil

penelitian ditemukan faktor penyebab dominasi sebagai berikut :

-Faktor patriarki. Faktor patriarki adalah dimana pemegang kekuasaan

terbesar adalah laki-laki dan yang berhak memulai adalah laki-laki,

perempuan akan mengikuti setelah laki-laki.

-Faktor agama (religi) yaitu adanya ajaran agama perempuan tidak boleh

menjadi pemimpin, karena perempuan dianggap lemah lembut, kurang

tegas, pasif, sementara seorang pemimpin harus pemberani, tegas dan

aktif.

4.1.6 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Martonggo raja

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

martonggo raja didominasi laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 66: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

51

Gambar 8. Martonggo raja yang dihadiri raja-raja. Dok. Fitri Mega Simbolon, 07

Oktober 2019.

Berdasarkan gambar 8 dominasi dimiliki laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

-Tonggo raja dari istilahnya juga sudah dapat disimpulkan bahwa yang

berperan dalam tahapan ini adalah laki-laki. Keseluruhan acara akan

dipandu oleh raja-raja (laki-laki). Acara ini dihadiri oleh dongan tubu,

boru/bere dan dongan sahuta masing-masing. Gambar berikut adalah pada

saat martonggo raja dan yang hadir dominan laki-laki.

Berikut teks dialog pada saat martonggo raja yang membuktikan dominasi :

Suhut : “Dihamu na manghaholongi hami, dongan tubu nami, boru/bere nami,

dohot dongan sahuta nami. Tapuji ma Tuhanta ala buha roha muna mangoloi

gokhon nami, hipas hamu ro, hipas hami didapot hamu saluhutna”.

Penyelenggara upacara adat : “Untuk kalian yang mengasihi kami, teman

semarga, anak perempuan dan keponakan kami, teman sekampung kami. Kita puji

lah Tuhan karena kalian bersedia menghadiri panggilan kami, sehat kalian

datang, sehat kami kalian jumpa. Terima kasih untuk kalian semua”.

Haha doli/anggi doli : “Mauliate ma tutu di Tuhanta. Hipas hami na ro, hipas

hamu hu dapot hami. Dos ma rohanta, jolo marsipanganon ma hita asa tapungka

panghataion ta”.

Abang/adik laki-laki : ”Terima kasih kepada Tuhan. sehat kami yang datang,

sehat kalian kami jumpa. Sepakatlah kita, makan dulu kemudian kita mulai

pembicaraan kita”.

Boru/bere : ”Dihamu hula-hula nami! Mauliatema di hamu ala dipatama hamu

hami mangalehon pandapot di tingki on. Taringot tu panghobasion dohot tu

pangulahon ni pesta unjuk nanaeng ro, hami boru dohot bere rade ma hami

manjalo ulaon na hombar tu hami boru dohot bere. Butima”.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

52

Boru/bere :” Untuk kalian hula-hula kami! terima kasih untuk kalian karena sudah

diberi kesempatan kepada kami untuk memberi saran kami pada saat ini.

Mengenai persiapan dan mengerjakan upacara adat yang akan datang , kami boru

dan bere bersedia menerima tugas yang diberikan kepada kami. Demikianlah”.

Dongan sahuta :”Horas ma jala gabe! Taringot tu ulaon unjuk nanaeng

patupaonta ditingki nanaeng ro on, hami sian dongan sahuta rade ma

mangulahon ulaon na hombar tu dongan sahuta. Songonima hata sian hami”.

Teman sekampung : “ Horas dan salam sejahtera! Mengenai upacara adat yang

akan kita adakan diwaktu yang akan datang ini, kami dari teman sekampung

bersedia mengerjakan tugas kami sesuai tugas teman sekampung. Demikianlah

pendapat dari kami”.

Dongan tubu : “ Mauliatema di Tuhanta. Mauliatema di haradeon ni roha muna

saluhutna. Di na laho manghobasi ulaon unjuk di tingki nanaeng ro, hita na

mardongan tubu rade ma jala marnatampak ma hita. Siulaon na hombar tu gogo

dohot hadirionta talehon ma. Porlu taingot denggan ulaon on denggan ni hita

namardongan tubu do,alai molo adong nahurang ni ulaon on, goar ni marganta

do diehet halak. Alani I ta hatai ma sada-sada jala unang adong tarlupahon.

Butima”.

Teman semarga :” Terima kasih kepada Tuhan kita. Terima kasih untuk

kesediaan kalian semua. Untuk mempersiapkan upacara adat di waktu yang akan

datang, kita teman semarga bersedialah kita membantu. Segala persiapan sesuai

kemampuan dan kehadiran kita berikan. Perlu kita ingat bersama, jika pesta ini

berjalan baik, maka itu baik untuk kita, tapi apabila ada yang kurang upacara adat

ini, nama m arga kita yang akan di ejek orang. Karena itu mari kita bahas satu

persatu dan jangan sampai ada yang terlupakan. demikianlah”.

Adapun unsur yang menghadiri tonggo raja adalah dongan sahuta, boru/bere dan

dongan tubu.

Tempat pelaksanaan tonggo raja ialah di rumah kedua belah pihak suhut

(penyelenggara upacara adat).

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan martonggo raja ditemukan

faktor penyebab dominasi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 68: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

53

-Faktor patrinieal yaitu yang mengatur alur keturunan dari pihak ayah.

dibuktikan yang menghadiri tonggo raja adalah dongan tubu suhut yang

artinya kelompok satu marga penyelenggara ulaon.

-Faktor patriarki dibuktikan dalam tahapan martonggo raja peran dan posisi

perempuan atau ibu-ibu termarginalkan, dan identik di dapur untuk

mempersiapkan minum, dan makan raja-raja. Dalam hal ini, laki-laki

memiliki otoritas terhadap perempuan sebagai pelayan (parhobas).

-Faktor Status sosial, pada tahapan ini yang menghadiri acara adalah dongan

tubu, dongan sahuta dan boru dari kedua belah pihak. Berdasarkan

kedudukan sosial maka dongan tubu memiliki kedudukan lebih dominan

mengatur berjalannya acara, begitu juga dongan huta memiliki peran

penting untuk kelancaran acara, dan peran boru adalah marhobas

(memasak, melayani).

4.1.7 Bentuk dan Faktor dominasi pada tahapan Manjalo pasu-pasu

parbogason.

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan manjalo

pasu-pasu parbogason didominasi laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 69: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

54

Gambar 9. Pemimpin gereja yang didominasi laki-laki. Dok. pptsbjambi.com.

-Pemberkatan janji suci pernikahan di gereja didominan oleh laki-laki

seperti, pastor, pendeta, penghulu meskipun ada beberapa pendeta

perempuan, namun secara umum laki-laki lebih dominam menjadi

pemimpim agama. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah saat

seorang pendeta memimpin pasu-pasu parbogason.

-Pada saat laki-laki dan perempuan sudah sah diberkati dan menjadi

sepasang suami istri, maka perempuan secara otomatis mengikuti garis

keturunan suaminya.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan manjalo pasu-pasu parbogason

ditemukan faktor dominasi tersebut sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 70: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

55

-Faktor Agama (religi), pada dasarnya pemimpin agama dominan laki-laki

karena secara umum agama mengajarkan peran dan posisi tertinggi untuk

memimpin adalah laki-laki.

-Faktor patrineal, dibuktikan jika kedua mempelai sudah sah menerima

pasu-pasu parbogason keturunan merekapun akan mengikuti garis keturun

laki-laki.

-Faktor lingkungan, dibuktikan berdasarkan lingkungan selalu mengajarkan

laki-laki harus mampu memimpin, berperen aktif, pemberani, dan

sebaliknya perempuan dituntut untuk bersikap lemah lembut, penyayang,

pasif. Maka muncullah stigma perempuan tidak dapat menjadi pemimpin

yang baik.

Adapun unsur yang menghadiri manjalo pasu-pasu parbogason yaitu unsur

dalihan na tolu dari kedua belah pihak yang mengadakan upacara adat.

Tempat pelaksanaan manjalo pasu-pasu parbogason yaitu di gereja pengantin

laki-laki.\

4.1.8 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Ulaon Unjuk

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

ulaon unjuk didominasi laki-laki dibuktikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 71: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

56

-Pada saat pelaksanaan ulaon unjuk (acara adat) yang menjadi suhut (tuan

rumah) di tempat pihak laki-laki, hal ini disepakati karena adanya budaya

yang sudah diterapkan di lingkungan etnik Batak Toba.

Selama ulaon unjuk berlangsung yang dipercaya memimpin ulaon unjuk (upacara

adat) adalah raja parhata, membawakan doa, mandok hata didominasi laki-laki.

Hal ini terjadi karena laki-laki dianggap lebih didengarkan untuk berbicara

dan lebih memahami adat. Berikut bukti dominasi laki-laki pada saat

penyampaian tudu-tudu ni sipanganon :

“Di hamu raja ni hula-hula nami! Dison ro do hami parboruon muna

pasahat tudu-tudu ni sipanganon somba ni roha nami tu hamu hula-hula nami .

Tung songonipe raja nami sipanganon na hupasahat hami on, sai pamuras ma i

tu daging saudara tu bohi, sipalomak imbulu sipaneang holi-holi. Las ma roha

muna raja nami manjalo”.

“Untuk yang kami hormati raja hula-hula kami ! Disini kami datang

parboruon kalian untuk menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon (bagian-

bagian tertentu hewan sembelih yang diletakkan di tengah-tengah sebagai simbol

penghormatan hasuhuton kepada undangannya khususnya hula-hula), sebagai

tanda penghormatan kami untuk kalian hula-hula kami. Walaupun begini

makanan yang bisa kami sampaikan raja kami, supaya penyegarlah itu ke badan

dan membuat wajah berseri, serta meringankan langkah. Berkenanlah kalian raja

kami menerimanya“. Lalu bersalaman yang menyarahkan dan yang menerima

tudu-tudu ni sipanganon.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

57

Gambar 10. Pasahat tudu-tudu ni sipanganon yang didominasi laki-laki.

Dok.Tobato.com.

“Di hamu parboruan nami ! Dison ro do hami pasahat dengke simudur-udur,

dengke sitio-tio, songon tanda patuduhon las ni roha nami manjalo na

pinasahat muna dohot manjalo haroro muna parboruon nami. Sai mudur-udur

ma hamu dohot angka pomparanmu tu dolok tu toruan, jala huhut sai mandapot

mual natio. Songoni pe na hupasahat hami on raja ni parboruon, las ma roha

muna manjalo”.

“Untuk kalian parboruon kami! Disini kami datang untuk menyampaikan

dengke simudur-udur (ikan yang diberikan pihak hula-hula atau tulang

secara tersusun dengan bilangan ganjil), dengke sitio-tio, sebagai tanda rasa

bahagia dan syukur kami menerima apa yang sudah kalian berikan kepada

kami dan sebagai tanda menerima kedatangan kalian parboruon kami. Semoga

kalian kompak dan sejahtera bersama keturunan kalian baik ke atas dan kebawah,

dan semoga selalu mendapat rezeki yang banyak. Beginipun yang dapat kami

sampaikan raja parboruon kami, berkenanlah kalian menerimanya.

-Pada saat manggarar adat, meskipun yang hadir istri namun nama yang

digunakan atau marga yang dibawakan adalah marga suaminya. Hal ini

terjadi karena perempuan sudah mengikuti marga laki-laki.

-Pada saat memberikan dengke simudur-udur. Kemudian raja parhata

parboru (protokol) menyuruh boru suhut parboru membawa dengke yang

akan diserahkan kepada paranak. Suhut parboru akan menuju meja tempat

dengke yang akan diserahkan, dan akan berhadap-hadapan dan sama-sama

memegang pinggan ni dengke. Kemudian ketua parsadaan marga parboru,

atau seseorang yang ditugasi untuk itu berkata :

Universitas Sumatera Utara

Page 73: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

58

Gambar 11 . pasahat dengke simudur-udur, internet gramho.com.

“Di hamu parboruan nami ! Dison ro do hami pasahat dengke simudur-

udur, dengke sitio-tio, songon tanda patuduhon las ni roha nami manjalo na

pinasahat muna dohot manjalo haroro muna parboruon nami. Sai mudur-udur

ma hamu dohot angka pomparanmu tu dolok tu toruan, jala huhut sai mandapot

mual natio. Songoni pe na hupasahat hami on raja ni parboruon, las ma roha

muna manjalo”.

“Untuk kalian parboruon kami! Disini kami datang untuk menyampaikan

dengke simudur-udur (ikan yang diberikan pihak hula-hula atau tulang secara

tersusun dengan bilangan ganjil), dengke sitio-tio, sebagai tanda rasa bahagia dan

syukur kami menerima apa yang sudah kalian berikan kepada kami dan sebagai

tanda menerima kedatangan kalian parboruon kami. Semoga kalian kompak

dan sejahtera bersama keturunan kalian baik ke atas dan kebawah, dan semoga

selalu mendapat rezeki yang banyak. Beginipun yang dapat kami sampaikan raja

parboruon kami, berkenanlah kalian menerimanya”.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

59

Gambar 12. Pasahat dengke simudur-udur kepada pengantin didominasi laki-laki.

Dok. Fitri Mega Simbolon, tanggal 20 Oktober 2019.

- Pada saat pembagian jambar, yang membagikan jambar ialah laki-laki,

karena yang dipercaya untuk pembagian jambar ini ialah laki-laki dan sudah

tugas laki-laki. Berikut adalah gambar pada saat pembagian jambar yang

didominasi laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

60

Gambar 13 . Mambagi Jambar, Dok : Fitri Mega Simbolon, 05 Juli 2020

-Gondang atau musik yang digunakan pada saat ulaon unjuk, untuk yang

membawakan alat musik tersebut adalah laki-laki. Karena lingkungan

mengajarkan untuk yang pantas memainkan gondang atau alat music pada

saat upacara adat adalah laki-laki.

Gambar 14. Pargossi, Dok. Fitri Mega Simbolon, 05 Juli 2020.

-Pada saat memberikan ulos yang dominan mandok hata di awal adalah

laki-laki (suami) kemudian di ikuti perempuan (istri), dibuktikan

berdasarkan gambar berikut : Gambar pada saat pihak perempuan ( parboru)

menyerahkan ulos pansamot kepada pihak laki-laki (paranak) yang

didominasi laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

61

Gambar 15. Pasahat ulos pansamot, mhs.blog.ui.ac.id.

Gambar 16. Pasahat ulos hela, Dok. Fitri Mega Simbolon, 20 Oktober 2019.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi pada tahapan ulaon unjuk maka ditemukan faktor

penyebab dominasi sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 77: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

62

-Faktor patrineal dibuktikan pada saat pelaksanaan ulaon unjuk yang

diselenggarakan di tempat pihak laki-laki. Selain itu perempuan sudah sah

mengikuti identitas marga suaminya mulai hari itu juga.

-Faktor Patriarki, dibuktikan selama upacara adat berlangsung kendalini

dipegang penuh oleh laki-laki, mulai dari raja parhata, pemain musik,

mandok hata, manggarar adat, mambagi jambar.

-Faktor sosial ekonomi, dibuktikan pada saat ulaon unjuk berlangsung maka

kemewahan upacara adat akan dilihat, gedung yang digunakan, makanan

yang dihidangkan dan pakaian yang digunakan, para tamu yang menghadiri

upacara adat.

Adapun unsur yang menghadiri ulaon unjuk yaitu unsur dalihan na tolu kedua

belah pihak, dongan sahuta beserta rekan kerja yang mengadakan upacara adat.

Tempat pelaksanaan upacara adat di tempat pihak laki-laki.

4.1.9 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Dialap Jual

a) Bentuk dominasi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

dialap jual dibuktikan sebagai berikut :

-Dialap jual artinya jika upacara adat unjuk ulaon parbogason

diselenggarakan i rumah pengantin perempuan, maka dilaksanakanlah acara

membawa pengantin perempuan ke tempat mempelai laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

63

-Dalam adat dialap jual pihak paranak akan datang pagi hari ke rumah

parboru menjemput calon pengantin perempuan, untuk selanjutnya diiringi

ke gereja menerima pemberkatan. Hal ini membuktikan peran didominasi

laki-laki.

-Dan kunjungan ke tempat parboru setelah ulaon unjuk disebut mebat. Pada

acara dialap jual inilah pihak parboru secara total terpenuhi haknya dalam

adat dan istilah yang digunakan disebut naniambangan.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi maka ditemukan faktor penyebab dominasi,

dibuktikan sebagai faktor patrineal dibuktikan pada saat laki-laki menjemput

perempuan, menunjukkan perempuan akan mengikut suami dan keturunannya

akan mengikuti garis marga laki-laki.

Adapun unsur yang menghadiri upacara adat dialap jual dialap jual yaitu unsur

dalihan na tolu dari kedua belah pihak penyelenggara upacara adat.

Tempat pelaksanaan upacara adat dialap jual yaitu tempat pihak perempuan,

kemudiaan dilanjutakan acara pemberkatan nikah ke gereja.

4.1.10 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Ditaruhon Jual

a) Bentuk dominasi

Berdasarkan hasil penelitian pada tahapan ini ditemukan bentuk dominasi pada

tahapan ditaruhon jual dibuktikan sebagai Ulaon Unjuk (upacara adat)

Universitas Sumatera Utara

Page 79: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

64

diselenggarakan di rumah pengantin laki-laki jika upacara adat unjuk ulaon

parbogason diselenggarakan di rumah pengantin laki-laki. Pada tahapan upacara

adat inilah pihak parboru tidak terpenuhi haknya dalam adat karena mungkin tata

cara adat dan parjambaron tidak sesuai dengan kebiasaan mereka. Mereka harus

mengikuti hukum adat marsolup dihundulan. Bagaimana tata cara adat dan

parjambaron di pihak paranak itulah yang akan mereka terima. Maka kunjungan

ke tempat parboru setelah pelaksanaan ulaon unjuk disebut dengan istilah paulak

une. Semua kekurangan dan yang belum terpenuhi saat ulaon unjuk, maka pada

saat inilah kesempatan yang tepat untuk memenuhi. Namun saat sekarang tahapan

uapacara adat ini sudah sangat langka dilaksanakan dan hanya dilaksanakan dalam

beberapa daerah tertentu. Hal ini terjadi karena perubahan zaman, di mana saat

sekarang lebih banyak pengantin laki-laki dan perempuan ingin acara lebih

sederhana.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan bentuk dominasi maka ditemukan faktor dominasi pada

tahapan dialap jual dibuktikan sebagai berikut :

-Faktor Patriarki dibuktikan pada saat pemegang kekuasaan terbesar berada

di pihak laki-laki.

-Faktor perubahan zaman dibuktikan pada saat pelaksanaan tahapan upacara

adat ditaruhon jual sudah tidak dilaksanakan disebagian besar daerah etnik

Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

65

Adapun unsur yang menghadiri ditaruhon jual yaitu unsur dalihan na tolu

dari kedua belah pihak penyelenggara upacara adat.

Tempat pelaksanaan upacara adat ditaruhon jual yaitu di tempat pihak laki-

laki.

1.4.11 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Paulak Une

a) Bentuk dominasi

Berdasarkan penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan paulak une

dibuktikan sebagai berikut :

-Pada tahapan ini sebagai langkah untuk kedua belah pihak bebas saling

berkunjung setelah beberapa hari berselang upacara adat ulaon parbogason

yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara adat ulaon

parbogason. Pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin

mengunjungi rumah pihak orangtua pengantin perempuan. Setelah selesai

acara paulak une, paranak kembali kerumahnya dan selanjutnya memulai

hidup baru. Namun pada saat sekarang paulak une mengalami pergeseran

makna, ini sangat bertentangan dengan paham para pakar budaya Batak.

Dimana saat sekarang, banyak mengatakan bahwa paulak une itu sebagai

solusi mengembalikan pengantin wanita yang sudah tidak perawan lagi.

b) Faktor Dominasi

Berdasarkan hasil bentuk dominasi maka ditemukan faktor penyebab

dominasi dibuktikan sebagai faktor lingkungan dan zaman dibuktikan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 81: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

66

pergeseran makna paulak une. Dalam hal ini perempuan lagi-lagi mengalami

pendiskriminasian dimana tolak ukur seorang perempuan kembali dipertaruhkan

dengan sebatas keperawananan. Mereka mengartikan paulak une itu dengan

mengembalikan ”manusia” dengan baik. Secara adat ini tidak ada dalam ajaran

budaya etnik Batak Toba. Namun, hal ini terjadi karena adanya kesalahpahaman

dalam menerapkan budaya tersebut dan kemudian diamini oleh masyarakat itu

sendiri sehingga terjadi penyimpangan dan pergeseran makna. Kata sirang

memang ada dalam etnik Batak Toba dulu tapi adalah pago sirang bukan paulak

une.

Adapun unsur yang menghadiri upacara adat ini yaitu unsur dalihan na tolu

dari kedua belah pihak penyelenggara upacara adat.

Tempat pelaksanaan paulak une pihak laki-laki berkunjung ke rumah pihak

perempuan.

1.4.12 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Manjae

a) Bentuk Dominasi

Berdasarkan hasil penelitian maka ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

manjae. Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani

hidup berumah tangga maka mereka akan dipajae yaitu mereka akan mandiri

dimana mata pencaharian dan rumah mereka sudah dipisah. Mereka menjadi

keluarga baru yang mandiri, akan mengelola semua sinamot yang sudah dijanjikan

sebelumnya. Namun manjae bisa saja tetap dalam satu rumah dengan mertuanya

tapi jelas pemisahannya dengan istilah marhudon panjaean martalag olat-olat.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

67

Dalam tahapan acara adat ulaon parbogason ini langkah parboru disebut dengan

istilah tingkir tataring. Pada saat itu parboru dapat menyaksikan semua sinamot

ni boru itu dalam bentuk nyata. Jika kerbau dapat dilihat dan disentuh, jika sawah

dapat dipijak, kebun juga disaksikan dengan mata sendiri, begitu juga dengan

emas juga diperlihatkan dan ditimbang. Hal ini mempertegas bahwa tidak ada lagi

silang sengketa kelak diantara para menantunya yang bersaudara, karena sudah

disaksikan sendiri dengan pengetua dan kerabat dekat kedua kedua belah pihak.

Dalam tahap ini ada juga istilah pauseang, ini merupakan penegasan bahwa bila

parboru menuntut hak waris anaknya yang disebut panjaean, dia juga

berkewajiban untuk memberikan hak waris kepada borunya yang disebut

pauseang.

Adapun unsur yang menghadiri upacara adat manjae orangtua kedua belah pihak,

kerabat dekat kedua belah pihak.

1.4.13 Bentuk dan Faktor Dominasi pada tahapan Maningkir Tangga

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk dominasi pada tahapan

maningkir tangga dominasi laki-laki dibuktikan sebagai acara adat maningkir

tangga ialah dimana pihak parboru datang berkunjung ke rumah paranak untuk

melihat keadaan boru mereka. Apakah boru mereka diperlakukan sebaik mungkin

seperti harapan mereka, maka pada saat maningkir tangga mereka dapat

menyaksikan secara langsung kondisi kesehatan borunya. Pada kesempatan ini

pulalah parboru dengan leluasa memberikan nasehat kepada boru dan hela

mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

68

4.2 Dampak Dominasi dalam Ulaon Parbogason etnik Batak Toba

Berdasarkan bentuk dan faktor dominasi feminisme yang ditemukan dalam

tahapan ulaon parbogason hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan

ideologi dan pandangan terhadap penyetaraan gender atau kedudukan dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba, adalah sebagai berikut :

a. Dampak budaya patriarki etnik Batak Toba, peran dan kedudukan perempuan

termarginalkan adanya pengutamaan laki-laki dalam “manggarar” (laki-laki

yang membayar) adat sedangkan perempuan hanyalah sebagai pelengkap

dalam acara adat pada suatu acara adat di etnik Batak Toba. Karena laki-laki

merupakan pembawa identitas bagi etnik Batak Toba.

b. Sistem Dalihan Na Tolu pada Etnik Batak Toba, sistem ini tidak lepas dari

sistem patriarki, dimana perempuan menjadi kelompok inferior dan laki-laki

sebagai kelompok superior. Kedudukan perempuan dalam dalihan na tolu

hanya sebagai objek sedangkan laki-laki menjadi subjek. Kadudukan setiap

orang dalam dalihan na tolu ditentukan oleh laki-laki dan perempuan hanya

sebagai pelengkap laki-laki. Hal ini dapat dibuktikan bagaimana kekuasaan

laki-laki dalam mengatur jalan sebuah acara adat ulaon parbogason etnik

Batak Toba.

c. Ulaon unjuk, pada saat pelaksanaan upacara adat ini, didominasi oleh laki-

laki, karena Selama kegiatan ulaon unjuk berlangsung dipimpin oleh laki-laki

seperti, raja parhata, pasahat hata, yang diutamakan berperan dalam hal ini

didominasi laki-laki. Dalam hal ini peneliti menemukan faktor dari dominan

Universitas Sumatera Utara

Page 84: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

69

tersebut karena budaya patriarki yang sudah melekat dalam masyarakat etnik

Batak Toba.

d. Perubahan makna dari sinamot dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba.

Asal usul sinamot sebenarnya dimulai dari pekerjaan suku Batak yang dahulu

kebanyakan bertani (mangula). Sehingga pada saat perempuan dan laki-laki

akan menikah, otomatis istri mengikuti si suami. Sehingga keluarga si istri

merasa pekerjaannya di sawah bertambah karena kurangnya pekerja (yang

dimaksud adalah pekerja keluarga). Disinilah si laki-laki harus memberikan

ganti si perempuan, entah itu laki-laki atau perempuan (orang ganti orang).

Namun cara ini sangat tidak kena pada sasaran, sehingga diganti menjadi istilah

Gajah toba (horbo).

Seiring berjalannya waktu kemudian digantilah menjadi sinamot. Sebelum

lembu, uang dan emas, sesuai keadaan paranak, maka sinamot itu lambat laun

berubah menjadi uang. Dari penjelasan tersebut maka saat sekarang peran

feminisme untuk kaum perempuan Batak Toba sangat diperlukan, dengan adanya

peran feminisme dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba akan membantu

menjawab keresahan perempuan dalam kehidupan sehari-hari yang

termarginalkan khususnya pada setiap ulaon parbogason etnik Batak Toba.

Sebagai salah satu kasus saat sekarang yang menggambarkan adanya

ketidaksetaraan yang dirasakan kaum perempuan etnik Batak Toba pada ulaon

parbogason yaitu pergeseran makna sinamot yang digambarkan sebagai harga diri

seorang perempuan etnik Batak Toba pada saat akan dinikahkan jika boru-nya

(anak perempuannya) dihargai dengan harga tinggi, maka berbahagialah keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 85: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

70

si perempuan, karena (setidaknya untuk beberapa saat lamanya), masyarakat akan

tahu bahwa boru mereka dihargai tinggi dan akan menjadi suatu kebanggaan

tersendiri bagi kelurga si perempuan. Begitu juga dari pihak paranak jika bisa

memberi sinamot yang tinggi Sinamot pada dasarnya adalah Boli = tuhor yang

artinya yaitu harga namun bukan harga suatu benda yang harganya sudah

ditentukan sehingga semua orang berhak atau dapat memilikinya selama dia dapat

memenuhi harga tersebut.

e. Perempuan hanya objek pelengkap saja, adanya perlakuan yang tidak setara

yang diterima perempuan, pada saat berbicara di dalam adat suara perempuan

sangat dibatasi. Berdasarkan hasil wawancara kepada informan hal tersebut

terjadi karena masih kuatnya sistem patriarki. Patriarki adalah sebuah sistem

sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan

mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial

dan penguasaan properti dan budaya. Peran dan kedudukan perempuan

termarginalkan, dalam ulaon parbogason peran laki-laki adalah dominasi

yaitu pemegang penuh berjalannya acara adat adalah laki-laki.

f. Dampak patrineal (mengikuti garis keturunan ayah) yang sudah melekat sejak

dari nenek moyang kita, dan menjadi budaya turun temurun. Dimana laki-laki

memiliki hak istimewa, setelah perempuan menikah maka wajib mengikuti

marga suaminya, hilangnya marga dari perempuan yang akhirnya mengikut

pada marga dari suami serta anak-anak sebagai penerus generasi dari laki-

laki. Perempuan harus mampu melahirkan anak laki-laki untuk meneruskan

garis keturunan dari nenek moyang pihak laki-laki agar perempuan lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 86: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

71

dihargai. Inana mate punu (mati pucuk) artinya seorang perempuan

meninggal di masa tuanya tanpa meninggalkan anak laki-laki, artinya mati

dari tarombo atau garis keturunan. Meski dalam keadaan tersebut sebenarnya

yang paling menderita adalah suaminya, karena keturunannya akan hilang

dari tarombo. Namun dalam kenyataan lebih sering suami yang meninggal

lebih dahulu sehingga saat istri meninggal tidak disebut sebagai “saur matua”

karena dianggap “tidak gabe”. Biasanya perempuan yang demikian

dikuburkan satu hari setelah kematiannya dan acara adatnya pun dibuat

singkat.Apalagi jika perempuan tidak pernah melahirkan anak sama sekali,

penguburannya sering dilakukan pada hari yang sama dengan hari

kematiannya.

g. Segi pembagian warisan, bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya tanpa

memiliki keturunan, maka harta pusaka peninggalan suaminya tidak bisa

berpindah ke tangannya sekalipun benar bahwa dirinya adalah istri yang sah

dari suaminya. Harta tersebut akan jatuh ke tangan saudara laki-laki dari

suaminya. Apabila perempuan itu hanya memiliki anak perempuan, hak

pengelolaan hartanya tetap akan dipercayakan kepada saudara laki-laki

ayahnya (Bapatua/Bapa udanya). Dan merekalah yang kelak akan

menikahkan keponakan mereka tersebut. Hal ini terjadi karena hak

perempuan adalah hak menumpang kepada orangtuanya atau kepada

suaminya.

h. Kelahiran anak. Ketika bayi baru lahir orang-orang disekitarnya akan

bertanya: “songon dia?”(bagaimana?), yang menghunjuk pada jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

72

Bila dijawab “baoa” (laki-laki), maka tanggapan yang diterima adalah: “tabo

na i, sai Horas ma!” (Enak sekali, Selamat!). Tapi bila dijawab “boru”

(perempuan), maka tanggapan yang diterima adalah: “sai imbur magodang

ma asa boi haduan pahutaon tu halak jala manubuhon pomparan di huta na

asing” (semoga dia tetap hidup, supaya kelak bisa meneruskan keturunan di

kampung lain). Hak perempuan di rumah orangtuanya adalah menumpang.

Rumah atau kampungnya adalah mengikut kepada suaminya ketika kelak dia

muli (menikah). Bila anak pertama adalah perempuan, biasanya para

undangan akan “melampirkan” harapan orangtua sang bayi segera

mendapatkan anak laki-laki.

i. Prioritas pendidikan. Prioritas untuk mendapat kesempatan pendidikan yang

lebih baik biasanya diberikan kepada anak laki-laki, dengan pertimbangan

bahwa kelak ia akan menjadi kepala rumah tangga yang harus menafkahi istri

dan anak-anaknya. Sementara anak perempuan dianggap akan

“dijual”/dipahuta kepada marga lain, akan menjadi kerugian jika

disekolahkan tinggi-tinggi, karena yang beruntung adalah keluarga besar

suaminya. Dengan pemikiran lain bahwa setinggi -tingginya pendidikan

seorang perempuan, jatuhnya ke dapur juga.

j. Raja dan boru ni raja . Di kalangan masyarakat Batak berlaku bahwa laki-laki

adalah raja, perempuan adalah boru ni raja. Ini menyatakan bahwa laki-laki

berhak mengambil keputusan termasuk mengambil keputusan yang berkenaan

denganboru ni raja. Dalam pesta-pesta adat, laki-laki ditempatkan dalam

posisi “parhata” (pembicara dalam adat), sementara perempuan (boru)

Universitas Sumatera Utara

Page 88: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

73

ditempatkan dalam posisi “parhobas” (pelayan / yang melayani). Ketika raja

sedang marhata, maka boru melayani dan menyediakan makanan dan

minuman. Para perempuan yang berposisi sebagai istri dari raja hanya duduk

di belakang, mendengarkan jalannya upacara adat.

k. Tentang ulaon parbogason etnik Batak Toba, orangtua sering mengimpikan

agar putrinya menikah dengan anak laki -laki dari ibotonya marpariban.

Tujuannya agar tali silaturahmi tidak putus. Jika usia putrinya sudah melebihi

25 tahun namun belum terlihat tanda-tanda akan segera berumah tangga,

biasanya orangtua mulai kasak-kusuk mencarikan jodoh bagi anaknya.

Ketakutan orangtua jika anak perempuannya tidak menikah maka akan

terlantar di masa tua menjadi pertimbangannya. Selain itu juga, orangtua

takut dianggap masyarakat memiliki anak perempuan yang “tidak laku”.

4.3 Solusi dominasi yang ditemukan dalam ulaon parbogason etnik Batak

Toba.

Berdasarkan hasil penelitian adapun solusi dominasi feminisme yang

ditemukan dalam ulaon parbogason etnik Batak Toba yakni :

1. Solusi dominasi terhadap kaum perempuan dalam ulaon parbogason etnik

Batak, memberikan pemahaman kepada generasi penerus, bahwa peran dan

kedudukan manusia adalah setara baik laki-laki maupun perempuan. Tidak

ada yang mendominasi, melainkan semua memiliki hak dan kesempatan

yang sama dalam berbicara cara kita menjalani peran kita memperlakukan

laki-laki dan perempuan setara.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

74

2. Sebagai generasi muda kita harus belajar menerapkan kesetaraan gender dan

menghapuskan patriarki yang sudah diterapkan sejak kecil dan berdampak

kurang baik karena adanya pihak yang mendominasi, sehingga ada yang

termarginalkan khususnya kaum perempuan dalam ulaon parbogason etnik

Batak Toba maupun dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sebagai masyarakat yang berbudaya agar tidak meninggalkan adat istiadat

yang sudah diajarkan semenjak kecil oleh para nenek moyang kita, dan

mempertahankan makna adat ulaon parbogason tersebut khususnya untuk

para generasi muda etnik Batak Toba agar tidak terjadi kesalah pahaman

makna dari setiap tahapan ulaon parbogason tersebut.

4. Mengembalikan makna yang sebenarnya dari sinamot dan memberi

pemahaman kepada kaum muda bahwa tidak ada harga jual untuk manusia

yang dikatakan “tuhor ni boru”.

5. Menjalankan kembali makna dari setiap tahapan ulaon parbogason etnik

Batak Toba agar tidak terjadi kesalahan dalam praktek dan merugikan pihak

tertentu khususnya perempuan etnik Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan uraian hasil analisis mengenai upacara adat

ulaon parbogason etnik Batak Toba ditinjau dari segi feminisme yang

dikemukakan dalam skripsi ini, adapun yang menjadi kesimpulan antara lain

sebagai berikut:

Adapun tahapan upacara adat ulaon parbogas etnik Batak Toba secara

umum yaitu, (1) mangaririt(2) mangalehon tanda (3) marhori-hori dinding (4)

marhata sinamot (5) pudun saut (6) Martonggo raja /marria raja (7) manjalo

pasu-pasu parbogason (8) ulaon unjuk (9) di alap jual (10) ditaruhon jual (11)

paulak une (12) manjae (13) maningkir tangga, secara keseluruhan setiap tahapan

didominasi laki-laki.

Bentuk dan Faktor dominasi yang ditemukan dalam ulaon parbogason etnik

Batak Toba secara umum peran dan kedudukan perempuan masih belum

mendapatkan perlakuan yang setara. Perempuan etnik Batak Toba masih

termarginalkan, terdiskriminasi, dan tidak memiliki hak yang sama seperti kaum

laki-laki, seperti adanya batasan yang diberikan kepada kaum perempuan untuk

berbicara, bertindak dan bersuara. Adapun faktor dari permasalahan yang sudah

dideskripsikan di atas faktor patrineal, budaya patriarki, pengaruh lingkungan,

faktor sosial, gaya hidup dan zaman. Dampak dari Bentuk dan Faktor dominasi

tersebut perempuan tidak mendapatkan hak dan kedudukan yang sama dengan

laki-laki, pengaruh zaman mengakibatkan pergeseran makna sinamot dan budaya

Universitas Sumatera Utara

Page 91: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

76

ulaon parbogason yang tidak sakral lagi. Kurangnya keinginan anak muda

sekarang untuk mempelajari budaya khususnya tahapan ulaon parbogason yang

dianggap rumit dan bergeser modern dan tidak merepotkan. Adapun solusi yang

ditemukan dari deskripsi ulaon parbogason etnik Batak Toba berdasarkan hasil

penelitian, sebagai generasi muda kita harus belajar menerapkan kesetaraan

gender dan menghapuskan patriarki yang sudah diterapkan sejak kecil dan

berdampak kurang baik karena adanya pihak yang terdiskriminasi khususnya

kaum perempuan daam ulaon parbogason etnik Batak Toba maupun dalam

kehidupan sehari-hari.

5.2 Saran

Penelitian dan uraian hasil analisis mengenai ulaon parbogason etnik Batak

Toba ditinjau dari segi feminisme. Penulis menyadari bahwa penelitian ini

merupakan suatu tahap awal yang tentunya masih banyak terdapat kekurangan

dan masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penyyempurnaan. Penulis

juga menyarankan hal-hal yang paling utama adalah sebagai berikut:

1. Kiranya skripsi ini berguna bagi penulis dan pembaca.

2. Kepada generasi muda diharapkan tetap melestarikan kebudayaan yang

sudah diwarisi kepada kita, dan meluruskan paham yang sudah banyak

mengalami pergeseran makna sehingga menimbulakan kesalahpahaman

antar generasi, karena kebudayaan merupakan jati diri.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

77

3. Mempertahankan budaya yang sudah diwarisakan secara turun-temurun dan

mengembalikan ke makna semula, dan tidak mengalami pergeseran karena

perubahan zaman.

4. Perlunya belajar budaya, adat istiadat, dan sastra secara langsung terjun ke

masyarakat, karena dengan demikian kita dapat dengan mudah memahami

budaya, adat istiadat, dan sastra daerah ittu sendiri.

5. Penelitian ini hanya mendeskripsikan upacara adat ulaon parbogason etnik

Batak Toba, yang menurut peneliti masih jauh dari sempurna. Disarankan

kepada peneliti lanjutan untuk mengkaji seluruh aspek upacara adat yang

lebih mendalam khususnya untuk kaum perempuan yang sering mengalami

diskriminasi atau perlakuan kurang adil dalam adat agar penelitian ini bisa

menjadi bahan acuan ataupun bacaan yang menarik.

6. Disarankan agar penelitian ini bisa menjadi pemikiran kepada pemerintah

Kabupaten Samosir dan semua pihak yang terkait untuk dapat melestarikan

tradisi ulaon parbogason etnik Batak Toba.

7. Disarankan agar dinas kebudayaan Sumatera Utara dapat melestarikan

tradisi ulaon parbogason etnik Batak Toba dan menjadi pedoman untuk

generasi berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

78

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Jiwa. 2008.” Bias Gender Perkawinan Terlarang Pada Masyarakat

Bali”.Denpasar, Bali : CV.Bali Media Adhikarsa.

Delima, Maria Grace, dkk. 2014. “Kedudukan Sinamot (uang jujur) Dalam

Perkawinan Menurut Hukum Adat Batak Toba. Tesis. Depok.

Universitas Indonesia.

Diana, Jumianti. 2018. “ Citra Sosial Dalam Cerpen kartini Karya Putu Wijaya :

Tinjauan Kritik Sastra Feminis’. Jurnal.Mataram. Universitas Mataram.

DJ.Gultom, Raja Marpodang, 1995. “Dalihan Na Tolu”. Medan Schreiner, Lothar

1994, Batak Toba”. Jakarta : Balai Pustaka, 1987.

Fakih, Mansour. 2010. “ Analisis Gender dan Transformasi Sosial”. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Manik, Helga Septiani. 2011. “Makna dan Fungsi Tradisi Sinamot dalam Adat

Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya”.Jurnal.

Surabaya. Universitas Airlangga.

Pratiwi, Wiwik. 2016. “ Eksistensi Perempuan Dalam Novel Tanah Tabu Karya

Anindita, Thayf Berdasarkan Feminisme Eksistensialis Simone De

Beauvoir. Skripsi.Makassar.Universitas Negeri Makassar.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

79

Rumapea, Eva Murni. 2015. “ Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Adat

Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan”.Jurnal. Medan.

Universitas Negeri Medan.

Santoso, Anang. 2009. Bahasa Perempuan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Simanjuntak, Humala. 2006. “Dalihan Na Tolu”. Jakarta : OC Kaligis dan

Associates.

Uli, Indriyana. 2011. “Citra Perempuan dalam Novel Ratu Kecantikan Harga

Sebuah Martabat Karya Langit Kresna Hariadi”. Skripsi. Pontianak.

FKIP UNTAN.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

80

LAMPIRAN

Lampiran 1:

A. Daftar Pertanyaan

1) Apa saja tahapan dalam ulaon parbogason etnik Batak

Toba?

2) Apa saja bentuk dominasi yang terdapat dalam ulaon

parbogason etnik Batak Toba?

3) Apa saja faktor dominasi dalam ulaon parbogason?

4) Bagaimana teks atau tuturan yang disampaikan dalam setiap

tahapan ulaon parbogason etnik Batak Toba?

5) Bagaimana peran dan kedudukan perempuan dalam setiap

tahapan ulaon parbogason etnik Batak Toba?

6) Bagaimana makna sinamot yang sebenarnya?

7) Bagaimana dampak dominasi terhadap etnik Batak Toba?

8) Bagaimana solusi dominasi dalam ulaon parbogason etnik

Batak Toba?

Universitas Sumatera Utara

Page 96: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

81

Lampiran 2 :

B. Data Informan

Nama : Monang Naipospos

Umur : 63 Tahun

Pekerjaan : Penulis dan Pakar Budaya

Alamat : Dusun Huta Tinggi, Desa Pardomuan Na Uli

Universitas Sumatera Utara

Page 97: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

82

Lampiran 3:

C. Data Informan

Nama : Efendi Simbolon

Umur : 51 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Sitonggi-tonggi, Desa Lintong Ni Huta

Universitas Sumatera Utara

Page 98: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

83

Lampiran 4:

D. Surat Keterangan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 99: ULAON PARBOGASON ETNIK BATAK TOBA : KAJIAN FEMINISME ...

84

Lampiran 5 :

E.Surat Balasan Kepala Desa

Universitas Sumatera Utara