Ujian Kasus Tinea Pedis

44
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN DERMATITIS ATOPIK Disusun Oleh: Henny Halim 406138077 KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RS HUSADA PERIODE 20 OCT 2014 – 21 SEPT 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA KEPANITERAAN KLINIK 1

description

bbb

Transcript of Ujian Kasus Tinea Pedis

LAPORAN KASUSKEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

DERMATITIS ATOPIK

Disusun Oleh:

Henny Halim

406138077

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RS HUSADA

PERIODE 20 OCT 2014 – 21 SEPT 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT : RS HUSADA

1

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AD

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 Tahun

Alamat : Jl. Budi Mulia, Pademangan, Jakarta Utara

Pekerjaan : Pelajar

Status Perkawinan : Belum menikah

II. ANAMNESIA

Autoanamnesa dari pasien tanggal 27 Oktober 2014, jam 10:50 WIB

Keluhan Utama : Gatal pada kedua lipat siku.

Keluhan Tambahan : Perih dan bernanah di lipat siku, sedikit gatal dan terdapat bintik-bintik di daerah punggung dan leher

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit RS Husada dengan keluhan utama gatal di kedua lipat siku

(kanan dan kiri) sejak 1 hari yang lalu. Gatal di kedua lipat siku tersebut disertai rasa nyeri,

banyak bintik-bintik, kulit kemerahan, dan bernanah. Gatal bertambah berat terutama malam

hari sehingga tidur sedikit terganggu. Selain di lipat siku, gejala yang sama tampak juga pada

bagian punggung dan leher bagian belakang diama terdapat penonjolan bintik-bintik dan

terasa sedikit gatal.

Pasien mengaku lesinya berawal dari munculnya bintil-bintil kecil di kedua siku,

kemudian punggung dan leher. Pada saat terasa gatal, pasien cenderung menggaruknya hingga

tampak kemerahan dan kemudian munculkah keropeng yang bernanah. Pasien juga mengeluh

bahwa kulitnya terasa sedikit kering.

Pasien mengaku pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya, tetapi sudah lama

dan lupa kapan. Sebelum datang ke Poli Kulit RS Husada, pasien mengaku belum berobat

atau memberikan upaya pengobatan pada lesi dan gejalanya. Di lingkungan sekitar, teman 2

bermain, dan anggota keluarga tidak ada yang memiliki atau menderita gejala yang sama

seperti pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya (beberapa kali), tetapi pasien tidak

ingat kapan waktu kejadiannya. Riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, asma,

gastritis, dan alergi obat, disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat alergi telur.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 140/90 mmHg

Suhu : Afebris

Berat badan : 49 kg

Tinggi badan : 148 cm

Status gizi : Normal (IMT = 22,3)

IV. STATUS DERMATOLOGI

Distribusi : Regional

Lokasi : Regio jari II, III, IV dan punggung kaki

Palpasi lesi : Kulit basah, suhu lebih hangat, dan nyeri (+)

Efloresensi : Papul, vesikel, inflamasi, eritematosa hiperpigmentasi, ukuran

milier multiple, berbatas tegas dan tepi terdapat papul, krusta

cokleat (serum).

3

4

5

6

7

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Telah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi pada pasien ini pada tanggal 2 JULI 2014

dengan hasil sebagai berikut.

Hasil Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Mikrobilogi

Preparat JAMUR

Spesimen Kerokan kulit

Hasil Spora (+)

Preparat Gram

Spesimen Swab Luka

Hasil Ditemukan coccus gram positif

Leukosit jarang

8

Preparat Jamur (KOH)

9

Preparat Gram

VI. RESUME

Seorang perempuan berumur 54 tahun, dengan keluhan utama gatal di kaki kiri

tepatnya di sela jari kedua, keluhan sudah berlangsung sejak 2 minggu yang lalu. Gatal pada

sela jari kedua, kaki kiri, tersebut disertai dengan keluhan perih, sedikit nyeri, dan kulit di

sekitar jari tersebut semakin lama menjadi berwarna merah tua. Pasien sudah memberikan

pengobatan berupa salep racikan dari PUSKESMAS namun belum ada perbaikan. Riwayat

penyakit lain DM (+), hipertensi (+), asma(-),dan alergi (-).

Status Dermatologis

10

Distribusi : Regional

Lokasi : Regio jari II,III,IV dan punggung kaki

Palpasi lesi : Kulit basah, dan suhu lebih hangat

Efloresensi :Papul, vesikel, eritematosa hiperpigmentasi, ukuran milier

multiple, berbatas tidak tegas dan tepi terdapat papul, krusta

cokleat (serum).

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : Tinea Pedis dengan infeksi sekunder

Diagnosis Banding : dermatitis kontak iritan

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Non-medikamentosa

Tidak menggaruk lesi supaya tidak bertambah parah

Menghentikan menyiram lesi dengan air panas/hangat

Gunakan alas kaki, yang terbuka,

Menasehati agar menjaga daerah lesi tetap kering

Menasehati agar teratur minum obat DM dan Hipertensi, dan selalu kontrol.

b. Medikamentosa

Topikal (ketokonazol 2% krim ) 2 kali sehari selama 4-6 minggu

Sistemik (Ciprofloxacin 500mg ) 2 kali sehari selama 5 hari

Sistemik (Cetirizine 10 mg ) 1 kali sehari selama 10 hari

R/ Ciprofloxacin 500 mg no. X

S 2 dd 1 p.c

R/ Cetirizine 10 mg no. X

S 1 dd 1 p.c

R/ Ketokonazol krim 2% 10 g no. I

S u.e 2 dd 1

IX. PROGNOSIS

11

a. Ad vitam : dubia Ad bonam

b. Ad Functionam : dubia Ad bonam

c. Ad Kosmetikam : dubia Ad bonam

d. Ad sanationam : dubia Ad bonam

X. PEMERIKSAAN SELANJUTNYA

Kontrol kembali setelah obat habis

Kontrol glukosa darah puasa dan 2 jam sebelum makan

Tinjauan Pustaka 12

TINEA PEDIS

Abstrak

Tinea pedis adalah jamur yang terjadi pada kaki. Penyakit ini merupakan suatu bentuk infeksi

jamur jenis Epidermophyton, Trichophyton, Microsporum, dan C. albicans di kaki. Infeksi jamur

sangat bisa menular. Jamur senang tumbuh pada tempat-tempat yang lembab. Kaki merupakan

salah satu tempat yang lembab, apalagi kalau kita sering memakai sepatu tertutup yang panas

dalam jangka waktu lama. Mudah sebenarnya mendiagnosis jamur di kaki dengan melihat

bentuk kelainan kulit mulai dari kemerahan (eritema), erosi kulit dan skuama (kulit mengelupas),

atau hiperkeratotik (terjadi penebalan), sampai kadang bisa membentuk saluran (fisura) bahkan

pada kasus yang lebih jarang vesikel atau pustula (bentol2 berisi cairan).

Kata kunci: Tinea pedis, fisura, maserasi

A. Definisi

Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis

adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk atau stratum korneum pada

lapisan epidermis di kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur

dermatofita. D ermatomikosis  merupakan arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang

menyerang kulit.1-3

Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari

dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis dianggap sebagai

tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu dan

berkaos kaki disertai daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur

makin subur. Efek ini lebih nyata pada sela jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini

paling sering terkena. Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang

tidak menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot,

foot mycosis. 1-3

B. Epidemiologi

13

Tinea pedis terdapat di seluruh dunia sebagai dermatofitosis yang paling sering

terjadi. Meningkatnya insidensi tinea pedis mulai pada akhir abad ke-19 sehubungan

dengan penyebaran Trichophyton rubrum  ke Eropa dan Amerika. Tingkat prevalensi

tinea pedis secara nyata diketahui karena pasien tidak mencari nasihat medis kecuali

kualitas hidup mereka dipengaruhi, karena ini bukan penyakit yang

mengancam jiwa. Diperkirakan 10% dari jumlah penduduk di banyak negara menderita

penyakit ini. Frekuensi tinea pedis di Eropa dan Amerika Utara berkisar 15-30% dan

pada beberapa masyarakat tertentu lebih tinggi, misalnya buruh tambang (sampai 70%)

dan atlit. Tinea pedis lazim ditemukan pada daerah beriklim tropis dan sedang. 1

Tinea pedis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak remaja terutama

pada laki-laki dan jarang pada perempuan dan anak-anak. Kemungkinan infeksi berkaitan

dengan paparan ulangan dermatofita sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi

umum seperti pancuran, kolam renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi. 1

C. Etiologi

Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling

sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum.(22) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk

sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi

yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu

diantara dua pola lesi diatas. 1,2

D. Pathogenesis

Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan

keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinarultraviolet, variasi suhu dan kelembaban,

persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang

diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus

stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat daripada proses  proses deskuamasi.

Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik,

14

yang juga memberikan nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi.

Mekanisme pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah

dicapai, termasuk kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga

penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan

sangat tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh. 2

Individu dengan imun yang rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS,

transplantasi organ, kemoterapi, steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan

resistansi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti umur, obesitas, diabetes

melitus juga mempunyai dampak negatife terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan

dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis. Diabetes

melitus itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan penyakit ini

50% akan terkena infeksi jamur.

Keadaan basah dan hangat dalam sepatu juga memainkan peranan penting dalam

pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari

merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari

seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis

dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik

selama berbulan-bulan di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang,

gedung olahraga, kamar mandi dan karpet. 2

Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada infeksi

dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan jamur dan

merusak stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora bakteri secara

serentak mungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti tambahan bahwa

selama beberapa episode simtomatik pada tinea pedis kronik, bakteri

seperti coryneform bisa berperan sebagai ko-patogenesis penting, tetapi apakah bakteri

tersebut membantu memulai infeksi baru masih belum diketahui. 2

Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki karakteristi berupa

akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yag dangkal, kronik dan dapat

menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-bula menampilkan spongiosis, parakeratosis, dan

15

subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua tipe, foci dari neutrofil

biasanya dapat dilihat pada daerah stratum kornea. PAS atau pewarnaan silver

methenamine menampilkan organisme jamur[2]

Gambar 1. Tipe kering dari infeksi T. Rubrum

E. Gejala klinis

Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut ulserasi dan tipe vesiculbulosa

semua dengan karakteristik kulit masing-masing.

1. Interdigitalis

Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV

dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas

ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini

lembab, maka sering terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan

rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang

pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Jika perspirasi berlebihan (memakai

sepatu karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka inflamasi akut akan terjadi

sehingga pasien terasa sangat gatal.(7)  Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-

16

tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Kelainan ini dapat disertai

infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis dan limfadenitis.1

Gambar 2. Tinea pedis interdigitalis. Maserasi dan terdapat opaque putih

dan beberapa erosi

Gambar 3. Tinea pedis pada bagian bawah jari kaki.

2. Moccasin foot (plantar)

17

        Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya

bersifat hiperkeratosis   yang bersisik dan biasanya asimetris yang disebut foci. 7

Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan

bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di

bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.1 Tipe ini

adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten terhadap pengobatan. 3

Gambar 4. Tinea pedis. Terdapat distribusi tipe moccasin. Bentuk arciform dari

sisik yang merupakan karakteristik

3. Lesi Vesikobulosa

Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-

kadang bula yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela

jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel

tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut koleret.

Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat

terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-kadang menyerupai

erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel.1,3

18

Gambar 3. Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki

pedis.html

Gambar 5. Tinea pedis tipe bullous. Vesicle pecah, bula, eritema, dan erosi pada

bagian belakang dari ibu jari kaki.

4. Tipe Ulseratif

Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis

akibat maserasi dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari;

dapat dilihat pada pasien yang imunokompromais dan pasien diabetes. 1,3

19

Gambar 4. Tinea pedis tipe ulseratif

Sumber: http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/05/tinea-pedis.html

F. Pemeriksaan fisik

Inspeksi Kulit

Observasi tampilan keseluruhan klien, perhatikan corak kulit,warna

keseluruhan,variasi warna dan tampilan umum

Perhatikan adanya bau badan, terutama bau yang tidk umum, seperti bau apek

atau asam. Ingat selalu bahwa latar belakang budaya klien dapat mempengaruhi

standar hygine dan kerapian

Perhatikan adanya gangguan pigmentasi,bintik bintik,kutil,kulit terbakar

Observasi dan dokumentasikan adanya lesi

Distribusi dapat bervariasi sesuai dengan perkembangan penyakit atau faktor

eksternal. Perhatikan pola inspeksi pertama; banyak gangguan putih yang

melibatkan area kulit tertentu. Pengkajian distribusi termasuk meluasnya

gangguan,pola penyebaran dan karakteristik lokasi.

20

Lokasi ( berhubungan dengan area kulit total )Perhatikan apakah pola lesi adalah

lokal, regional atau umum. Perhatikan juga area mana yang terkena, seperti

permukaan fleksor atau ekstensor.

Palpasi Kulit

Perhatikan tekstur umum kulit dan lokasi perubahan, seperti kekasaran.

Kaji suhu dengan menggunakan permukaan dorsal jari jari atau tangan yang

paling sensitif terhadap persepsi suhu

 Kaji kelembaban dengan permukaan dorsal tangan dan jari jari yang relatif kering

untuk mencegah kelembaban klien. Kelembaban terbesar terdapat di telapak

tangan, telapak kaki, dan lipatan kulit.6

G.Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada kerokan sisik kulit akan terlihat hifa

bersepta. Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis dermatofitosis. KOH

digunakan untuk mengencerkan jaringan epitel sehingga hifa akan jelas kelihatan di

bawah mikroskop. Kulit dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di

luar kelainan  sisik kulit dikerok dengan pisau tumpul steril dan diletakkan di atas

gelas kaca, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH dan ditunggu selama 15-20

menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu dilakukan pemanasan. Tinea

pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk mendeteksi hifa.1

Gambar 5. KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)**

Sumber: http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/pemeriksaan-untuk-penyakit/

21

b. Kultur jamur dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan dan menentukan sepsis

jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam bahan klinis pada media buatan. 

Yang dianggap paling baik adalah medium agar dekstrosa  Sabouraud. Media agar ini

ditambahkan dengan antibiotik (kloramfenikol atau sikloheksimid).1

Gambar 6. Trichophyton rubrum; koloni Downy

Sumber: http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/pemeriksaan-untuk-penyakit/

c. Pemeriksaan histopatologi , karakteristik dari tinea pedis atau tinea manum adalah

adanya akantosis, hiperkeratosis dan celah (infiltrasi perivaskuler superfisialis kronik

pada dermis). 

Gambar 7. Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial dari epidermis

Sumber: http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/pemeriksaan-untuk-penyakit/

22

d. Pemeriksaan lampu Wood pada tinea pedis umumnya tidak terlalu bermakna karena

banyak dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada tinea kapitis yang

disebabkan oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di daerah

tersebut dikerok untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi.1

e. Tes PAS

PAS menunjukkan dinding polisakarida-sarat dari organisme jamur yang terkait

dengan kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak

digunakan untuk mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tes ini

dilakukan dengan mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian

reaksi oksidasi-reduksi, sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat,

bahan membran basement menjadi permen apel merah(candy apple red). PAS

kontras positif komponen ini tajam terhadap latar belakang biru merah muda.

Tidak seperti kulture pada SDA atau DTM, hasil PAS dapat selesai sekitar 15

menit. PAS juga telah menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk

tinea pedis, dengan keberhasilan 98,8% dengan biaya paling efektif.[5]

H.Diagnosis Kerja

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas. Pemeriksaaan

laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% ditemukan hifa yaitu double

conture (dua garis lurus sejajar dan transparan), dikotomi (bercabang dua) dan bersepta. Selain

itu di dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung hifa. Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan

diagnosis bila klinis menyokong. b) Kultur ditemukan dermatofit. 1-3

I. Diagnosis Banding

Diagnosis banding klinis dari erupsi cutaneus kaki seperti kontak dermatitis, psoriasis,

dihydrosis, eczema, dermatitis atopic, keratoderma, liken planus dan beberapa infeki

bacterial seperti C.minutissimum, streptococcal cellulitis dan lain-lain yang umumnya

susah dibedakan dengan tinea pedis.[3, 5]

1. Dermatitis kontak

23

Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak

jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Predileksinya pada bagian

yang kontak dengan dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan sebagainya. Adanya

riwayat pengunaan sepatu baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi hanya

tanda-tanda peradangan. Dermatitis kontak akan memberikan tes tempel positif,

sedangkan pada tinea pedis hasilnya negatif. 1,4

Gambar 8. Dermatitis kontak

Sumber: http://sailormanyahya.wordpress.com/2010/08/03/makalah-dermatitis-kontak-iritan/

2. Psoriasis

Mengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang batas jelas;

psoriasis dapat ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan pada psoriasis terdapat

fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Tidak didapatkan jamur pada

pemeriksaan kulit.4

24

 

                         

Gambar 9. Psoriasis dengan eritrodermi eksfoliatif dan hiperkeratotik psoriasis yang simetri

Sumber: Sumber: http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/05/tinea-pedis.html

3. Hiperhidrosis pada kaki

Lesi dapat memburuk dan berwarna putih, erosi disertai maserasi pada telapak kaki

dan bau yang sangat busuk. 4

25

J. Penatalaksanaan Medikamentosa

Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi dan tipenya

Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya.2

Tipe Organisme

Penyebab

Gejala Klinis Pengobatan

Moccasin Trichophyton

rubrum

Epidermophyton

floccosum

Scytalidium

hyalinum

S. dimidiatum

Hiperkeratosis yang

difus, eritema dan

retakan pada

permukaan telapak

kaki; pada umumnya

sifatnya kronik dan

sulit disembuhkan;

berhubungan dengan

defisiensi Cell

Mediated

Immunity (CMI)

Antifungal topikal diserta

i dengan obat-obatan

keratolitik asam salisilat,

urea dan asam laktat

untuk mengurangi

hiperkeratosis; dapat juga

ditambahkan dengan

obat-obatan oral

Interdigital T. mentagrophytes

(var. interdigitale)

T. rubrum

E. floccosum

S. hyalinum

S. dimidiatum

Candida spp.

Tipe yang paling

sering; eritema, krusta

dan maserasi yang

terjadi pada sela-sela

jari kaki,

Obat-obatan topikal; bisa

juga menggunakan obat-

obatan oral dan

pemberian antibiotik jika

terdapat infeksi bakteri;

kronik : ammonium

klorida hexahidrate 20 %

Inflamasi /

Vesikobulosa

T. mentagrophytes

(var.

mentagrophytes)

Vesikel dan bula pada

pertengahan kaki;

berhubungan dengan

reaksi dermatofit

Obat-obatan topikal

biasanya cukup pada fase

akut, namun apabila

dalam keadaan berat

maka indikasi pemberian

26

glukokortikoid

Ulseratif T. rubrum

T.

mentagrophytes

E. floccosum

Eksaserbasi pada

daerah

interdigital; Ulserasi

dan erosi; biasanya

terdapat infeksi

sekunder oleh bakteri;

biasanya terdapat pada

pasien

imunokompromais dan

pasien diabetes

Obat-obatan topikal;

antibiotik digunakan

apabila terdapat infeksi

sekunder

a. Anti fungal topikal

Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir. Efek samping dari

obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat

dari alkohol atau komponen yang lain. 

1. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok pada

pengobatan tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan kandida.5

Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas  dengan menghambat

pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan

sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar,

eritema, edema dan gatal.

Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas

golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel

yang mengecil hingga menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan

selama 2-4 minggu.

Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat

biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan

keluarnya zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 %

bekerja pada daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka

waktu 2-6 minggu.27

2. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar

dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari.

Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat

sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan

bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.5

3. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan

antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai jenis

jamur.(11,18)

Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan

tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang

dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang

terjadi

4. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga berguna pada

tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik kronik). 

Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol, yang mengakibatkan

kematian sel jamur. Jangka waktu pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan bahwa terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama

dengan terbinafine 10% dalam mengobati tine pedis namun dalam dosis yang

lebih kecil dan lebih aman. 5

5. Antijamur Topikal Lainnya. 

Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam

perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam

benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek

keratolitik. Asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai

setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Dapat terjadi

iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan

dari para pemakainya karena salep ini berlemak.

28

Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi

dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal.

Obat  ini tersedia dalam bentuk salep campuran  yang mengangung 5 % undesilenat

dan 20% seng undesilenat.

Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal

kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia

dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1 %.5

b. Antifungal oral

Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan.

Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa

obat antifungal di bawah ini antara lain :

1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam

bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g untuk orang dewasa dan

0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan

bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita.

Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang

dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara pemberian dengan

dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian besar penderita.

Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis. Efek

samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah

sefalgia yang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa

gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga

dapat bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.1

2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu

ketokonazole yang bersifat fungistatik. Kasus-kasusyang resisten terhadap

griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari

– 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi

untuk penderita kelainan hepar.5

29

3. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan

sebagai pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan

lebih dari sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan

jamur dengan mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis

ergosterol yang merupakan komponen penting dalam sela membran jamur.

Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh penyakit jamur

biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi

dengan obat lain seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),

amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema), sulfonilurea (dapat

meningkatkan resiko hipoglikemia). Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis

tipe moccasion. 5

4. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan sebagai

pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari

bergantung berat badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat

epoksidase sehingga sintesis ergosterol menurun. Efek samping terbinafin

ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering gangguan

gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi

yang umumnya ringan. Efek samping lainnyadapat berupa gangguan

pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian

atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara.

Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7

% kasus. Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang

sifatnya kronik. Pada suatu penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea

pedis dengan terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan

griseofulvin. 5

K.Penatalaksanaan non medikamentosa

30

Sehabis mandi, keringkan daerah kaki secara seksama seringkali karena buru-buru

daerah kaki tidak di keringkan Hati-hati dalam pinjam-meminjam kaos kaki dan sepatu.

Ingat bahwa penyakit ini mudah menular dengan cepat. Jemur dan gantilah handuk

dengan rutin untuk menjaga kebersihannya. Sebaiknya sehabis mencuci kaki dicuci

bersih dan dikeringkan. Rajin gunting kuku tangan dan kaki. Jika ada bagian tubuh yang

terinfeksi jamur dan tidak sengaja menggaruknya, jamur akan menempel di bawah kuku,

dan mulai menginfeksi jaringan di bawah kuku. Bahkan bisa jua kita secara tidak sadar

memindahkan jamur tersebut ke daerah lainnya. Rajin mencuci tangan dan mandi dengan

air bersih. Usahakan mencuci sepatu bila hendak digunakan kembali, jemur di bawah

sinar matahari agar sepatu berada dalam kondisi kering dan tidak lembab.

L. Pencegahan

Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki tetap

dalam keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab, menghindari

pemakaian sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki telanjang di tempat-

tempat umum seperti kolam renang serta menghindari hindari kontak dengan pasien yang

sama. Penularan jamur ini biasanya asimptomatik, sehingga umumnya tidak terlihat.

Eradikasi jamur merupakan suatu hal yang sulit dan membutuhkan proses yang panjang.

Setelah mandi sebaiknya kaki dicuci dengan benzoil peroksidase. 2

M. Prognosis

Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa minggu

setelah pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun kronik. Kasus

yang lebih berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun dengan pengobatan

yang baik, tetapi bila tidak dilakukan pencegahan maka pasien dapat terkena reinfeksi.1-

Daftar pustaka

31

Daftar Pustaka

1. Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI; 2007. p. 89- 104.

2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections: dermatophytosis,

onychomicosis, tinea nigra, piedra. In. Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA,

Katz SI. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New york: McGraw-Hill; 2003. p.

3. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London: Mosby;

2004. p. 409-456.

4. Hall JC. Dermatology Mycology. In. Hall JC, editor. Sauser’ manual of the skin. 8th ed. US:

Mosby; 2000. p. 244-47.

5. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti,

Nafrialdi. Farmakologi danterapi. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2004. p. 560-70.

6. Burnside,McGlynn. Diagnosis fisik. Jakarta : EGC;2001.h.143.

32