UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI...
Transcript of UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI...
-
UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE
TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO
ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh:
ANGGUN REZA ARDIYANTI
NIM. 135080100111057
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
ii
UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE
TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO
ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
ANGGUN REZA ARDIYANTI
NIM. 135080100111057
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
iii
SKRIPSI
UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE
TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO ZEBRAFISH
(Brachydanio rerio)
Oleh:
ANGGUN REZA ARDIYANTI
NIM. 135080100111057
Telah dipertahankan didepan penguji
pada tanggal 14 Juli 2017
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui,
Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I
(Dr. Yuni Kilawati, S.Pi, M.Si) (Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D)
NIP. 19730702 20051 2 001 NIP. 19610523 198703 2 003
Tanggal: Tanggal :
Dosen Pembimbing II
(Dr. Uun Yanuhar, S.Pi. M.Si)
NIP. 19730404 200212 2 001
Tanggal :
Mengetahui,
Ketua Jurusan MSP
(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS)
NIP. 19620805 198603 2 001
Tanggal:
-
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 14 Juli 2017
Mahasiswi
Anggun Reza Ardiyanti
-
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyajikan laporan hasil penelitian
(skripsi) yang berjudul Uji Toksisitas Tebuconazole terhadap Morfologi dan
Fisiologi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio). Dalam tulisan ini, disajikan
pokok-pokok bahasan yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian, Penutup, Daftar Pustaka dan Lampiran.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari segi materi, sistematika, pembahasan, maupun susunan bahasa yang
digunakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan,
untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
Malang, 14 Juli 2017
Penulis
Anggun Reza Ardiyanti
-
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, syukurku pada-Mu ya Allah sehingga penulis dapat
menyelasaikan Skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan jalan kebenaran
menuju kemuliaan. Penulis menyadari dalam penulisan laporan Skripsi ini telah
banyak melibatkan bantuan dari berbagai pihak, hanya ungkapan terima kasih
yang tulus penulis ucapkan kepada:
Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Dr. Uun Yanuar, SPi, MSi
selaku pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberi nasihat dengan penuh kesabaran.
Dr. Yuni Kilawati selaku dosen penguji ujian skripsi
Seluruh staf dosen dan pegawai FPIK yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini.
Ayahanda Adjib dan ibunda Sujiati, atas segala upaya yang tiada
henti, keridhoan dan segenap cintanya, menjadi semangat yang
senantiasa mengiringi jejak-jejak langkahku, doa yang senantiasa terucap
penuh harap dalam tiap sujud-sujudmu, juga teruntuk kedua kakakku M.
Dhedik Irmawan dan Ichwan Zunaedi yang selalu dan tidak henti-hentinya
memberikan dukungan moril, doa, kasih sayang.
Universitas Brawijaya, sebagai wahana yang telah memberi kesempatan
dan fasilitas dalam proses saya menimba ilmu.
Teman-teman seperjuangan penelitian ini “Tim Danio rerio” (Gita Ayu
Pratiwi, zahroul Laela, Dian Hapsari Dewayani) yang setia menemani
dalam melakasanakan Penelitian ini.
-
vii
Bonick Kartini yang sudah membantu dalam penelitian dan yang selalu
memberi semangat
Sahabat–sahabat peneliti yang teramat disayangi Hanif, Prasada, Hadi,
Suharmoko, Nita, yang selalu hadir dan selalu memberi semangat
terkhususnya disaat penulis mencapai kejenuhan maksimal selama
empat tahun terakhir ini.
Saudari-saudariku Ukhty Devi, Ukhty Aprilia, Ukhty Yuli, karena selalu
merepotkan tapi tiada henti menyemangati.
Rizal Ferdyansah yang telah setia menemani penyusun dan selalu mau
direpotkan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Teman–teman angkatan 2013 yang yang tidak bisa saya sebutkan satu-
satu terima kasih untuk persahabatan yang sangat luar biasa, canda tawa
bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berharga.
Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya, serta seluruh teman-teman di
program studi/jurusan/fakultas lain. Thank’s for all memories in here.
Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung dan baik sengaja maupun tidak sengaja
telah membantu hingga terselesaikannya Laporan Skripsi ini.
Hanya Allah muara setiap amal kita dan semoga keikhlasan dan
pengorbanan yang telah diberikan diganti-Nya dengan yang lebih baik.
Malang, 14 Juli 2017
Penulis
-
viii
RINGKASAN
ANGGUN REZA ARDIYANTI. Skripsi. Uji Toksisitas Tebuconazole Terhadap
Morfologi dan Fisiologi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio). (dibawah
bimbingan Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Dr. Uun Yanuar, S.Pi, M.Si)
Perairan merupakan tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Perairan yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai konsentrasi tertentu akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Pestisida tesebut akan mempengaruhi antara lain proses metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus hidup, perkembangan embrio, pertumbuhan sel atau jaringan dari organisme yang hidup di perairan tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017 yang dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio) dilihat dari mortalitas, detak jantung, daya tetas telur serta mengamati kondisi morfologi dan fisiologi embrio zebrafish (Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif tebuconazole.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian ini mengacu pada OECD (2013), yang dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya: pemijahan zebrafish, pembuatan larutan berkonsentrasi, sortir telur, uji toksisitas, pengamatan daya tetas telur, detak jantung, malformasi embrio, pengamatan kualitas air dan Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ANOVA dengan menggunakan uji lanjutan yakni Uji Tukey.
Paparan bahan aktif tebuconazole dapat menghambat proses perkembangan embrio. Hasil mortalitas menunjukkan bahwa kematian embrio tertinggi pada konsentrasi 30.35 mg/l pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai 75%. Sementara mortalitas terendah sebesar 0% pada konsentrasi 0 mg/l. Total telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu pada konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali. Penurunan frekuensi denyut jantung embrio zebrafish secara signifikan ditunjukkan pada konsentrasi 11,02 mg/l, 18,29 mg/l dan 30,35 mg/l dibanding kelompok kontrol. Hasil malformasi embrio terbesar berada pada konsentrasi 30.35 mg/l yang mencapai 76 %. Sementara pada konsentrasi 0 mg/l embrio tidak mengalami malformasi. Apabila dilihat dari gambaran morfologi dan fisiologinya maka pemaparan bahan aktif tebuconazole dapat mengakibatkan kelainan berupa kelainan sumbu tubuh, edema yolk sac dan edema perikardium, kelainan bentuk ekor dan kelainan noctokorda. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek yang ditimbulkan oleh
bahan aktif tebuconazole terhadap organ tubuh lainnya mata, bentuk kepala,
sirkulasi darah dan lain sebagainya. Hasil yang didapat dapat dijadikan sebagai
acuan dalam menentukan batas dosis. Embrio zebrafish juga dapat dijadikan
sebagai hewan model untuk mengetahui akibat pencemaran fungisida di perairan
yang dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan perairan.
-
ix
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi
RINGKASAN .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.4 Kegunaan .............................................................................................. 3
1.5 Waktu dan Tempat ................................................................................ 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1 Fungisida ............................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Fungisida........................................................................... 4
2.1.2 Fungisida dengan Bahan Aktif Tebuconazole .............................. 5
2.1.3 Penggunaan Tebuconazole di Indonesia ....................................... 6
2.1.4 Residu Fungisida .................................................................................. 6
2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio) .............................................................. 7
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi .................................................................... 7
2.2.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachdanio rerio) ............................. 10
2.3 Uji Toksisitas ....................................................................................... 11
2.5 Pengukuran Kualitas Air ................................................................... 12
2.5.1 Suhu ....................................................................................................... 12
2.5.2 Derajat Keasaman (pH) ..................................................................... 12
2.5.3 Oksigen Terlarut (DO) ....................................................................... 13
3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 14 3.1 Materi Penelitian ................................................................................ 14
-
x
3.2 Alat dan bahan ................................................................................... 14
3.2.1 Alat ......................................................................................................... 14
3.2.2 Bahan ..................................................................................................... 15
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian ................................................... 15
3.3.1 Metode Penelitian ............................................................................... 15
3.3.2 Rancangan Penelitian ........................................................................ 16
3.4 Sumber Data ...................................................................................... 16
3.4.1 Data Primer .......................................................................................... 16
3.4.2 Data Sekunder .................................................................................... 17
3.5 Prosedur Penelitian ........................................................................... 17
3.5.1 Pembuatan Konsentrasi ................................................................... 17
3.5.2 Pemeliharaan Zebrafish (Brachydanio rerio).............................. 18
3.5.3 Pemijahan ............................................................................................ 18
3.5.4 Sortir Telur ........................................................................................... 19
3.5.5 Pengukuran Daya Tetas Telur (Hatching Rate) ......................... 20
3.5.6 Pengamatan Frekuensi Denyut Jantung (Heart Rate) .............. 20
3.5.7 Perkembangan Malformasi .............................................................. 21
5.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air ............................................. 21
3.6 Analisis Data ...................................................................................... 22
4. PEMBAHASAN .......................................................................................... 23 4.1 Embriogenesis zebrafish (Brachydanio rerio) ................................. 23
4.2 Toksisitas Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish .................... 27
4.3 Efek Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish .............................. 33
4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air .......................................................... 37
5. PENUTUP .................................................................................................. 40 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40
5.2 Saran .................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. 47
LAMPIRAN ........................................................................................................ 50
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Struktur kimia tebuconazole ....................................................................... 7
Gambar 2. Fungisida bahan aktif tebuconazole 430 SC. .......................................... 7
Gambar 3. a. Zebrafish (Brachydanio rerio) (Eschmeyer, 1997) b. Zebrafish
(Danio rerio) (Hammilton, 1982). ............................................................ 8
Gambar 4. Stadium perkembangan zebrafish (Kimmel et al., 1995). .................. 10
Gambar 5. Cawan Petri yang digunakan dalam Penelitian .................................... 19
Gambar 6. Diagram alir seleksi embrio (OECD, 2013). .......................................... 20
Gambar 7. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan
waktu berbeda terhadap mortalitas embrio zebrafish ........................ 28
Gambar 8. Pengaruh pemberian tebuconaole dengan berbagai konsentrasi dan
waktu berbeda terhadap daya tetas telur. ........................................... 30
Gambar 9. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan
waktu berbeda terhadap detak jantung embrio zebrafish ................. 31
Gambar 10. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi
dan waktu berbeda terhadap malformasi embrio zebrafish .............. 33
Gambar 11. Morfologi Embrio Zebrafish yang dipapar tebuconazole ................... 35
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan LC50-96 Jam ...................................... 11
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio) 23
Tabel 3. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam .............................. 27
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air ...................................................................... 38
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Uji ............................................................. 50
Lampiran 2. Data Mortalitas Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) ............... 53
Lampiran 3. Perhitungan LC50-96 jam ................................................................... 54
Lampiran 4. Tabel Probit ............................................................................................ 55
Lampiran 5. Hasil Analysis Data Mortalitas .......................................................... 56
Lampiran 6. Data Daya Tetas Telur Zebrafish (Brachydanio rerio) ................ 62
Lampiran 7. Hasil Analisis Daya Tetas Telur ........................................................ 63
Lampiran 8. Data Detak Jantung Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) ...... 67
Lampiran 9. Hasil Analisis Detak Jantung Embrio Zebrafish ......................... 68
Lampiran 10. Data Malformasi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) .......... 72
Lampiran 11. Hasil Analisis Data Malformasi ....................................................... 73
Lampiran 12. Gambar Hasil Pengamatan Embrio Zebrafish ............................ 79
Lampiran 13. Data Kualitas Air ................................................................................. 81
Lampiran 14. Data Penelitian Embrio Zebrafish .................................................. 82
Lampiran 15. Rekapitulasi Izin Tebuconazole ...................................................... 83
Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 85
-
47
DAFTAR ISTILAH
Animal pole : kutup hewan yang akan berdiferensiasi menjadi
embrio.
Bahan Aktif : senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya
(mikroorganisme, ekstrak tumbuhan, dsb.) yang
mempunyai efek pestisida, yakni meracuni OPT atau
efek biologi (biological effect).
Biokonsentrasi : banyaknya konsentrasi polutan yang ada
dilingkungan sekitar yang kemudian akan diserap
oleh suatu organisme. Sehingga meningkatkan
kadar bioakumulasi dalam suatu organisme.
Blastodisc : kubah sitoplasma (seperti cakram pada telur) yang
memisahkan dari kuning telur ke arah animal pole
selama satu tahap sel yang mengalami pembelahan.
Blastula : tingkat awal embrio pada hewan, berbentuk bundar
seperti bola, terdiri atas lapisan dinding satu sel dan
rongga berisi cairan.
Chorion : cangkang telur.
Cleavage : proses pembelahan sel pada perkembangan embrio,
ukuran sel tersebut makin lama makin mengecil atau
menjadi unit-unit kecil yang disebut blastomer.
Dermatitis : istilah umum untuk peradangan kulit.
Dosis : kadar dari sesuatu (kimiawi, fisik, biologis) yang
dapat mempengaruhi suatu organisme secara
biologis.
Epiboly : penipisan dan penyebaran YSL dan blastoderm di
atas kuning telur.
ErgosteroL : sebuah molekul sterol yang diproduksi oleh fungi
sebagai komponen dari dinding sel. Ergosterol
merupakan komponen membrane ragi dan jamur,
yang menyajikan fungsi yang sama dengan fungsi
kolesterol pada sel hewan.
Fungisida sistemik : senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada
tanaman akan diedarkan ke bagian lain.
Gastrula : tahap pertumbuhan embrio berbentuk mangkuk yang
terdiri atas dua sel atau masa embrio dini setelah
masa blastula yaitu struktur bulat, hasil pembelahan
-
48
zigot.
Hatching : perubahan intracapsular (tempat yang terbatas)
sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
: hours post fertilization.
Hidrosefalus : penumpukan cairan pada rongga otak atau yang
disebut dengan ventrikel.
Kraniofasial : kelainan yang mengenai kranio (tulang kepala) dan
fasial (tulang-tulang wajah).
Lethal Concentration
(LC50)
: konsentrasi yang menyebabkan kematian 50 % dari
organisme uji.
Malformasi : suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embryogenesis.
Mutagenic : agen alam atau buatan manusia (fisik atau kimia)
yang dapat mengubah struktur atau urutan DNA.
Notochord : jaringan aksial yang membantu perpanjangan tubuh
dan akan berkembang menjadi medula spinalis saat
vertebrata dewasa.
Pharyngula : tahapan filotopik pada embrio, bentuk tubuh melurus
dari bentuk awalnya yang mengelilingi kuning telur.
Segmentation : fase pembentukan organogenesis primer seperti
pembentukan neuromer, lengkung primordial,
pembentukan batasan antara somite dan satu
dengan dua serta awal pergerakan dan ekor muncul.
Sitokrom P450 : kelompok enzim biotransformasi tahap I yang
berperan penting dalam metabolism dan eliminasi
obat, racun, karsinogen dan senyawa endogen
seperti hormone steroid.
Sitotoksik : kemampuan sel untuk bertahan hidup karena
adanya senyawa toksik.
Somite : lempengan vertebrata atau untaian segmen
longitudinal berbentuk blok dimana mesoderma
dikedua sisi tulang belakang embrio melakukan
diferensiasi.
Sterol : sub kelompok steroid dan merupakan kelompok
penting molekul organik.
-
49
Teratogenik : perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia.
Toksisitas : tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan
terhadap organisme.
Yolk egg : sumber makanan untuk embrio.
Yolk Syncytial layer : lapisan periferal dari sel kuning telur seperti nuklei.
Zigot : sel telur yang telah terfertilisasi.
-
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah maupun sintetis
berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme
pengganggu, terutama ditujukan untuk jenis-jenis tertentu. Penggunaan pestisida
di bidang pertanian, terutama di negara-negara berkembang mencakup lebih dari
90% konsumsi pestisida domestik (Kusno, 1995). Jika pestisida tersebut
termasuk dalam jenis pestisida yang dapat larut dalam air, terbuang ke perairan
secara sengaja ataupun tidak, dapat mencemari perairan dan dapat
mempengaruhi antara lain proses metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus
hidup, perkembangan embrio, pertumbuhan sel atau jaringan dari organisme
yang hidup di perairan tersebut (Damayanti dan Abdulgani, 2013). Tebuconazole
adalah fungisida triazole yang mempunyai spektrum luas dan sebagian besar
digunakan dalam pertanian sebagai produk perlindungan tanaman. aktivitas anti
fungi ini berfungsi untuk menghambat enzim sitokrom P450 (CYP51) yang
menyebabkan terganggunya dinding jamur (Di Renzo et al., 2007).
Tebuconazole sendiri memiliki rumus kimia C16H22ClN3O, Chemical Abstracts
name disebut dengan: (±)-α-[2-(4-chlorophenyl)ethyl]- α- (1,1-dimethylethyl)-1H-
1,2,4-triazole-1-ethanol (Andreu-Sanchez et al., 2011). Di perairan konsentrasi
tebuconazole terus meningkat, terutama di sungai. Sebagai contoh, sebuah
penelitian melaporkan bahwa konsentrasinya di permukaan air mencapai 175 -
200 μg/L. Pestisida dalam ekosistem perairan dapat ditransfer melalui
fitoplankton untuk ikan dan akhirnya pada manusia. Oleh karena itu, pencemaran
tebuconazole perlu mendapat perhatian yang lebih (Toni et al., 2011). Untuk
mengetahui efek zat pencemar terhadap biota dalam suatu perairan, perlu
dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota yang ada yaitu dalam
-
2
bentuk Lethal Concentration (LC50). Jadi uji toksisitas digunakan untuk
mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat
menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah satu biota yang dapat
digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan (Pratiwi et al., 2012).
zebrafish populer di sebagian besar laboratorium biologi sebagai organisme
model yang potensial untuk uji toksisitas, teratogenisitas, embriotoksisitas yang
dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Ikan ini dapat dijadikan model dengan
mengkombinasikan biokimia assay, seluler, dan molekuler melalui pengamatan
struktur dan fungsi-fungsi tertentu dalam suatu individu (de Esch et al., 2012).
Penelitian dengan metode ZFET terbukti memiliki beberapa keuntungan seperti
embrio ikan yang transparan, sehingga memungkinkan pengamatan secara
langsung terhadap perkembangan organ-organ dalam. Selain itu, embrio
zebrafish dapat mewakili kompleksitas fisiologis dan morfologis pada organisme
dewasa, sehingga dapat menggambarkan informasi organisme lengkap dalam uji
toksisitas (Ma et al., 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan fungisida
dengan bahan aktif tebuconazole yang dapat menyebabkan keracunan pada
beberapa parameter seperti pengamatan mortalitas, daya tetas telur (Hatching
rate), gambaran malformasi, detak jantung (heart rate) dan pengukuran kualitas
air. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk informasi (sebagai system
peringatan) pencemaran lingkungan oleh bahan pencemar fungisida.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah fungisida dengan bahan aktif tebuconazole dapat mempengaruhi
perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)?
-
3
b. Bagaimana gambaran morfologi dan fisiologi embrio zebrafish
(Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif
tebuconazole?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
dilihat dari mortalitas, daya tetas telur serta detak jantung embrio yang
terpapar fungisida bahan aktif tebuconazole.
b. Untuk mengetahui gambaran morfologi dan fisiologi embrio zebrafish
(Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif
tebuconazole.
1.4 Kegunaan
Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi keilmuan tentang
kelainan morfologi dan fisiologi embrio zebrafish (Brachydanio rerio) yang
terpapar fungisida dengan bahan aktif tebuconazole serta dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai efek yang ditimbulkannya bagi
kesehatan dan lingkungan perairan. Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan batas dosis tentang penggunaan fungisida agar tidak
mencemari dan membahayakan kehidupan organisme lingkungan perairan.
1.5 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017
yang dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
-
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungisida
2.1.1 Pengertian Fungisida
Fungisida adalah salah satu kelas kimia yang muncul dari keprihatinan
dalam sistem air tawar di Amerika Serikat. Tidak seperti herbisida, yang telah
menerima banyak perhatian karena adanya efek yang ditimbulkan pada
konsentrasi rendah terhadap vertebrata (misalnya, atrazin) (Hayes et al., 2002),
selain itu, insektisida juga lebih dulu mendapat perhatian lebih karena efeknya
pada invertebrata non target dan vertebrata telah diakui secara luas selama
beberapa dekade (Gustafsson et al., 2010). Fungisida merupakan senyawa kimia
yang mempunyai peranan dalam mengendalikan penyakit tanaman yang
disebabkan oleh cendawan (jamur). Fungisida sistemik ini bersifat mencegah
serangan cendawan dengan cara membuat semua bagian tanaman menjadi
beracun, sehingga menghambat atau mencegah cendawan melakukan penetrasi
ke semua bagian tanaman. Sifat fungisida ini adalah pengendalian preventif,
artinya fungisida ini akan disemprotkan sebagai langkah pencegahan supaya
jamur tidak mengganggu tanaman (Hartini, 2014). Fungisida digunakan secara
ekstensif sebelum dan sesudah panen, untuk mencegah terjadinya kerusakan
pada tumbuhan akibat spora jamur pada kondisi dibawah optimum terutama
kelembaban dan temperatur. Fungisida menyebabkan efek akut pada manusia
dengan LD50 : 800 – 10000 mg/kg berat badan. Bila terpapar oleh fungisida maka
akan terjadi iritasi dan dermatitis. Kebanyakan fungisida dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pernafasan, selaput lendir, membran mata dan hidung.
Semua bersifat sitotoksik dan arena mutagenic dapat mengakibatkan mutasi,
kanker dan teratogenik (Hasinu, 2009).
-
5
2.1.2 Fungisida dengan Bahan Aktif Tebuconazole
Tebuconazole adalah fungisida triazole yang mempunyai spektrum luas
dan sebagian besar digunakan dalam pertanian sebagai produk perlindungan
tanaman. aktivitas anti fungi ini berfungsi untuk menghambat enzim sitokrom
P450 (CYP51) yang menyebabkan terganggunya dinding jamur (Di Renzo et al.,
2007). Cara kerja Tebuconazole adalah dengan cara memblokir jalan untuk
sintesis sterol. Sterol terbentuk dari lapisan sel jamur dan sangat penting untuk
keseimbangan pertumbuhan. Hasil dari interfensi pada fungsi lapisan ini secara
pasti akan menyebabkan kematian untuk jamur yang berbahaya. Potensi
penghambatan fungisida triazole tidak terbatas pada jamur, tapi juga
menghambat aktivitas enzim P450 dimedia lainnya yang mengakibatkan
berbagai efek samping (Robinson et al., 2012). Contoh enzim yang telah
dikaitkan dengan efek toksik triazol adalah enzim keluarga CYP26 (Marotta dan
Tiboni, 2010). Selanjutnya, paparan triazol bisa menyebabkan cacat bawaan
serta malformasi kraniofasial dan hidrosefalus dengan mempengaruhi tingkat
asam retinoat endogen di embrio mamalia (Menegola et al., 2005).
Waktu paruh tebuconazole dalam air adalah 538 h (22 hari), sementara itu
biokonsentrasi maksimum pada ikan membutuhkan waktu paruh 24 hari dan
waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan 95% dari konsentrasi maksimal
tebuconazole pada daerah yang banyak mengaplikasikan tebuconazole selama
105 hari setelah pengaplikasian (Andreu-Sanchez et al., 2008). Tebuconazole
diklasifikasikan sebagai racun bagi organisme akuatik, dapat menyebabkan efek
merugikan jangka panjang dalam lingkungan air. Tebuconazole sendiri memiliki
rumus kimia C16H22ClN3O, IUPAC disebut dengan (RS)-1-p-chlorophenyl-4,4-
dimethyl-3-(1H-1,2,4-triazol-1-ylmethyl)pentan-3-ol (Bayer Crop Science Limited,
2005). Adapun rumus struktur dari tebuconazole adalah sebagai berikut (Gambar
1).
-
7
telah mendapat perhatian yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Toni
et al., 2011).
Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa
oleh aliran air irigasi. Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh
mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka
konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan
kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-
mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian
pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida,
menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga
puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila
zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam
tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi
pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai
konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan
menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut (Yuantari, 2011).
2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio)
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Eschmeyer (1997), menjelaskan bahwa klasifikasi zebrafish (Brachydanio
rerio) adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Class : Vertebrata
Ordo : Ostariophysoidei
Sub- ordo : Cyprinidea
Family : Cyprinidae
Genus : Brachydanio
-
9
dibandingkan dengan betina. Bentuk tubuh pipih dengan perut sedikit
membundar, pada betina yang sudah matang gonad perut akan tampak sangat
membundar. Ikan zebra tersebar dari India sampai Asia Tenggara terutama
Indonesia dan menyukai daerah yang bersuhu dingin (Axelrod et al., 1997).
Ikan Zebra (Danio rerio) jantan memiliki warna yang lebih cerah dan
menarik. Ikan betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan (Axelrod et al., 1971). Warna tubuhnya biru
atau kuning dengan 4 garis perak sepanjang tubuhnya sampai pangkal sirip ekor
(Talwar dan Jhingran, 1991).
2.2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio) sebagai Organisme Model
Zebrafish memiliki beberapa karakteristik yang membuat hewan ini sangat
bermanfaat sebagai organisme model. Di antaranya adalah tingkat reproduksi
zebrafish yang sangat tinggi. Zebrafish biasanya menjadi dewasa di usia 3-4
bulan. Pada umur ini mereka mencapai kematangan seksual dan dapat mulai
bereproduksi. Ukuran zebrafish dewasa hanya sekitar 2-3 cm sehingga tidak
membutuhkan ruang yang besar untuk pemeliharaannya (Utomo, 2009).
Keuntungan lainnya yaitu zebrafish memiliki telur 200-300 butir/minggu, embrio
berkembang di luar tubuh sehingga lebih mudah diamati, embrio bersifat
transparan sehingga bisa dilihat organ yang terbentuk dengan jelas,
perkembangan embrio tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga
menghemat waktu dalam penelitian, serta mudah dipelihara sehingga
membutuhkan biaya yang lebih murah (Santoriello dan Zon, 2012). Selain itu
embrio zebrafish mudah menyerap bahan–bahan yang larut dengan air sehingga
memudahkan peneliti untuk melihat efek malformasi organ diantaranya
perubahan morfologi kepala, mata, ekor sirip, yolk sac, bentuk tubuh dan tulang
belakang (Kimmel, et al., 1995).
-
10
2.2.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachdanio rerio)
Stadium perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio) dapat dilihat
pada Gambar 4. dibawah ini:
Gambar 4. Stadium perkembangan zebrafish (Kimmel et al., 1995).
Ghofur et al. (2014), menyatakan perkembangan embrio diawali dengan
pembuahan oleh spermatozoa. Spermatozoa memasuki telur lewat mikropyle.
Satu spermatozoa sudah cukup untuk tujuan pembuahan. Setelah spermatozoa
masuk yaitu hanya kepala dan ekor saja tertinggal diluar, cytoplasma dan
chorion meregang dan menutup micropyle untuk menghalangi masuknya
spermatozoa lainnya. Setelah telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi, maka
chorion akan mengeras. Pengerasan chorion disebabkan oleh enzym pengeras
yang terdapat pada bagian dalam lapisan chorion. Proses pembelahan diikuti
oleh perkembangan selanjutnya yang berupa proses-proses blastulasi,
grastulasi, organogenesis sampai mencapai proses penetasan. Mandiri (2007)
mengemukakan bila embrio telah lebih panjang dari pada kuning telur dan telah
-
11
berbentuk sirip perut, maka telur akan segera menetas. Sebelum embrio
menetas, embrio akan sering merubah posisi karena kekurangan ruang gerak
didalam cangkang telur. Selanjutnya cangkang telur akan menjadi lunak dan
akhirnya cangkang akan pecah. Pada bagian cangkang yang pecah ujung ekor
embrionya akan dikeluarkan lebih dahulu sambil digerakkan, sedangkan bagian
kepalanya akan dikeluarkan pada bagian akhir, karena bagian ini paling besar
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya.
2.3 Uji Toksisitas
Uji akut adalah uji makhluk hidup terhadap suatu keadaan yang cukup
parah sehingga menyebabkan suatu respon cepat, biasanya dalam waktu 96
jam. Uji akut biasanya dilakukan pada dosis yang tinggi dengan waktu
pemaparan yang cukup singkat. Sebagian penelitian semacam ini dirancang
untuk menentukan dosis letal median (LC50) toksikan. LC50 didefinisikan sebagai
dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh hewan
uji sebanyak 50% dari jumlah populasi. Pengujian ini juga dapat menunjukkan
organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta
memberikan petujuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian
yang lebih lama (Lu, 1995).
Koesoemadinata (1983) menyatakan bahwa tingkat daya racun suatu
bahan pencemar pada ikan dibedakan menjadi beberapa kriteria, yang dapat
dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan LC50-96 Jam
Nilai LC50-96 jam Tingkat Daya Racun
< 1 Sangat tinggi
1–10 Tinggi
10–100 Sedang
> 100 Ringan
(Koesoemadinata, 1983).
-
12
2.5 Pengukuran Kualitas Air
2.5.1 Suhu
Salah satu faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap tingginya kematian ikan pada fase awal kehidupannya adalah
suhu. Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan rata–rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh
langsung pada proses perkembangan embrio dan larva. Secara umum fase awal
yaitu fase embrio dan larva merupakan fase yang paling sensitif dan mudah
menjadi stress dalam menerima pengaruh lingkungan (Andriyanto, 2013). Daya
toleransi ikan terhadap suhu sangat bervariasi bergantung pada spesies dan
stadia hidupnya (Yuniar, 2009).
Suhu air juga mempunyai peran penting dalam kecepatan laju metabolisme
dan respirasi biota air serta metabolise ekosistem perairan. Organisme perairan
seperti ikan mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di
bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang
biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Setyawan, 2013). Sementara itu
pada suhu rendah dibawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi,
kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Sebaliknya
pada suhu yang terlalu tinggi ikan dapat mengalami stress pernapasan dan
bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen (Yusana, 2011).
2.5.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air
karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air,
selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu.
Sub-optimal pH berakibat buruk pada spesies kultur dan menyebabkan ikan
stress, mudah terserang penyakit, produktifitas dan pertumbuhan rendah
-
13
(Setyawan, 2013). Nilai pH juga mempengaruhi daya racun bahan atau faktor
kimia lain misalnya ammonia yang meningkat seiring dengan meningkatnya nilai
pH dan H2S menurun seiring meningkatnya pH (Utomo, 2009).
2.5.3 Oksigen Terlarut (DO)
Tercukupinya oksigen di perairan sangatlah diperlukan, karena kekurangan
oksigen akan mengakibatkan dampak yang negatif pada kesehatan ikan seperti
mengakibatkan stress, anoreksia, hypoxia pada jaringan, ketidak sadaran,
mudah diserang penyakit dan parasit bahkan kematian secara mendadak dan
masal (Utomo, 2009). Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan
berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat
respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar
(Mason, 1992).
-
14
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini yakni uji toksisitas pada embrio zebrafish
(Brachydanio rerio) dengan konsentrasi yang berbeda. Pemapar yang
digunakan adalah fungisida bahan aktif tebuconazole yang meliputi pengamatan
mortalitas, daya tetas telur (Hatchig rate), malformasi embrio dan detak jantung
(heart rate). Adapun parameter kualitas air yang perlu diukur yaitu: suhu, derajat
keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO).
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Akuarium : sebagai tempat pemeliharaan dan pemijahan ikan
Aerator : sebagai suplai oksigen
Cawan petri : sebagai tempat percobaan
Mikroskop binokuler : untuk mengamati perkembangan embrio
Objek glass : untuk pengamatan di bawah mikroskop
Mikropipet dan tip : untuk mengambil larutan uji
Pipet tetes kaca : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Labu ukur 25 ml : sebagai wadah pembuatan larutan uji
Pipet volume 1 m : untuk mengambil tebuconazole
Pipet tetes plastik : untuk mengambil embrio
Washing bottle : untuk tempat aquades
Hand tally counte : untuk menghitung detak jantung
Gelas ukur 10 ml : untuk mengukur jumlah larutan
Thermometer : untuk mengukur suhu air
-
15
DO meter : untuk mengukur oksigen terlarut
pH meter : untuk mengukur pH
kamera : untuk dokumentasi penelitian
3.2.2 Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
zebrafish dewasa : sebagai organisme yang dipijahkan
Air tawar : sebagai media hidup zebrafish
Tebuconazole : sebagai bahan pemapar percobaan
Tissue : untuk membersihkan alat
Aquades : untuk media pengencer
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian
3.3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
eksperimen. Setyanto (2005), menyatakan bahwa suatu penelitian yang
berusaha melihat hubungan sebab akibat dari satu atau lebih variabel
independen dengan satu atau lebih variabel kontrol. Peneliti melakukan
manipulasi terhadap satu atau lebih variable independen. Manipulasi berarti
merubah secara sistematis sifat (nilai-nilai) variabel bebas sesuai dengan tujuan
penelitian. Serta mengelompokkan subyek penelitian ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok konrol. Dalam desain klasik, kelompok eksperimen
adalah kelompok subyek yang akan dikenai perlakuan (treatment). Sedangkan
yang dimaksud dengan perlakuan (treatment) adalah mengenakan (exposed)
variabel bebas yang sudah dimanipulasi kepada kelompok eksperimen.
Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok subyek yang tidak dikenai
perlakuan.
-
16
3.3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Rancangan ini digunakan karena tempat percobaan relatif homogen/seragam
yaitu laboratorium. Hanafiah (2000), menjelaskan bahwa RAL merupakan
rancangan percobaan yang tidak terdapat lokal kontrol, sumber keragaman
adalah perlakuan dan galat. Dijelaskan pula bahwa RAL umumnya cocok
digunakan untuk kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang homogen.
Penelitian dilakukan menggunakan 4 perlakuan dan 1 kontrol. Untuk masing-
masing perlakuan ataupun kontrol diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan tersebut
meliputi:
Kontrol (P0) : tanpa pemberian perlakuan
Perlakuan 1 (P1) : konsentrasi 6,64
Perlakuan 2 (P2) : konsentrasi 11,02
Perlakuan 3 (P3) : konsentrasi 18,29
Perlakuan 4 (P4) : konsentrasi 30,35
3.4 Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung, yang didapatkan
dari hasil penelitian terhadap gejala obyek yang diselidiki, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Untuk
mengumpulkan data primer dapat digunakan beberapa metode, antara lain
observasi, wawancara, dan partisipasi aktif (Surakhmad, 1985). Data primer
dapat diperoleh dengan cara observasi. Observasi berasal dari kata observation
yang berarti pengamatan. Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati
perilaku, kejadian atau kegiatan orang atau sekelompok orang yang diteliti.
-
17
Kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi (Djaelani, 2013).
3.4.2 Data Sekunder
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data
yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang diluar peneliti
sendiri. Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh dari pustaka-pustaka,
laporan-laporan, lembaga pemerintah dan masyarakat serta dari sumber yang
lainnya (Surakhmad, 1985).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pembuatan Konsentrasi
Pada pengujian ini terdiri dari 4 perlakuan dan 1 kontrol yang terletak pada
deret ambang bawah (4 ) dan ambang atas (50 ). Penentuan konsentrasi ini
didasarkan pada uji toksisitas yang dilakukan oleh Andreu-Sanchez et al. (2008).
Taufik (2005) menyatakan bahwa rumus yang digunakan untuk menentukan
deret perlakuan adalah sebagai berikut:
(
)
Keterangan:
N : konsentrasi ambang atas
n : konsentrasi ambang bawah
K : jumlah konsentrasi yang diujikan
a : konsentrasi terkecil yang diinginkan
Kemudian dihitung deret konsentrasi a, b, c dan d dengan rumus:
-
18
Apabila konsentrasi yang diinginkan dalam penelitian sudah didapatkan,
maka dilanjutkan dengan menghitung jumlah Tebuconazole yang dibutuhkan
dalam setiap konsentrasi tersebut. Adapun cara penentuan jumlah tebuconazole
dihitung dengan rumus pengenceran. Rumus pengenceran tersebut adalah:
V1 X C1 = V2 X C2
Keterangan:
V1 = volume tebuconazole yang dibutuhkan
C1 = konsentrasi tebuconazole (430 g/l)
V2 = volume larutan yang diinginkan
C1 = konsentrasi yang diinginkan
Kemudian untuk perhitungan deret konsentrasi dan penentuan jumlah
tebuconazole yang dibutuhkan pada setiap konsentrasi dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3.5.2 Pemeliharaan Zebrafish (Brachydanio rerio)
Hewan uji yang digunakan yaitu zebrafish (Brachydanio rerio) yang
diperoleh dari pasar Splendid Kota Malang. Zebrafish (Brachydanio rerio) yang
digunakan adalah yang dewasa. Untuk pakan yang diberikan berupa Cacing
sutra (Tubifex) sebanyak satu kali sehari. Ikan dipelihara dalam akurium
pemijahan dengan suhu 27⁰C dan pH 7. Pada akuarium ditempatkan zebrafish
jantan dan betina yang siap memijah, diberi oksigenasi serta dipasang spwaning
trap didasar akuarium (Robert dan Jens, 2011).
3.5.3 Pemijahan
Perbandingan rasio jantan dan betina adalah 2:1. Pencahayaan
menggunakan siklus 14 jam terang dan 10 jam gelap (Matthews et al., 2002).
Pemijahan dan pembuahan berlangsung dalam 30 menit setelah muncul cahaya
di pagi hari. Pengambilan telur dilakukan dengan meletakkan keranjang berjala
-
19
pada akuarium zebrafish (Brachydanio rerio) dewasa untuk menghindari predasi
telur dan diambil 30-60 menit setelah pemijahan. Telur yang diperoleh kemudian
dicuci dengan medium embrio untuk menghilangkan debris (OECD, 2013).
3.5.4 Sortir Telur
Embrio yang fertil memiliki warna transparan, kantong amnion utuh,
diameter berkisar antara 0,8-1,5 mm dan perkembangan embrio yang normal.
Telur yang terfertilisasi diletakkan pada piring kultur dan diinkubasi pada suhu 28
±0,5˚C. Medium diganti satu kali setiap hari sesuai paparan yang diberikan.
Embrio dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi larutan berkonsentrasi
sebanyak 5 ml (Anggraeni et al., 2014). Telur yang telah diseleksi selanjutnya
diambil dengan menggunakan pipet dan ditempatkan pada masing-masing
cawan. Setiap sumur diisi sebanyak 20 embrio serta dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali untuk meminimalisir bias, jadi total embrio yang digunakan yaitu
300 embrio. Embrio diinkubasi pada suhu ruangan yaitu ±27.5 0 C telur
zebrafish yang fertil dipapar dengan tebuconazole dan dirawat sampai usia 96
hpf (jam setelah fertilisasi). Untuk lebih jelasnya berikut merupakan gambar
cawan petri dan diagram alur seleksi telur zebrafish (Brachydanio rerio) saat
penelitian.
Gambar 5. Cawan Petri yang digunakan dalam Penelitian
-
20
Gambar 6. Diagram alir seleksi embrio (OECD, 2013).
3.5.5 Pengamatan Mortalitas dan Pengukuran Daya Tetas Telur
Pengamatan mortalitas dilakukan setiap 24, 48, 72 dan 96 hpf. Kemudian
data kematian dianalisis dengan menggunakan probit untuk memperoleh nilai
LC50 (lethal concentration 50). Cara menentukan analisis probit dapat dihitung
dengan menentukan nilai regresi dengan rumus: y = a+bx. Daya tetas akan
diamati pada 48, 72, 96 hpf (jam pasca fertilisasi) untuk melihat kemampuan
menetas embrio pada setiap kelompok perlakuan, melalui banyaknya embrio
yang menetas menjadi larva. Daya tetas akan dihitung melalui rumus (Akpoilih
dan Adebayo, 2010).
3.5.6 Pengamatan Frekuensi Denyut Jantung (Heart Rate)
Embrio zebrafish (Brachydanio rerio) diamati selama 96 hpf . Frekuensi
denyut jantung embrio zebrafish (Brachydanio rerio) diamati dan dihitung pada
48, 72 dan 96 hpf (OECD, 2013). Denyut jantung dihitung selama 15 detik
dengan menggunakan hand Tally counter (Kowan et al., 2015).
% Daya Tetas = Jumlah embrio yang menetas pada jam ke 72 x 100%
Jumlah total embrio pada awal pengamatan
-
21
3.5.7 Perkembangan Malformasi
Pengamatan dilakukan pada 24, 48, 72, dan 96 hpf. Pengamatan dilakukan
terhadap malformasi yang terjadi pada embrio seperti: bentuk sumbu tubuh,
kantung kuning telur, kelainan jantung, noctokorda dan ekor embrio dengan
menggunakan mikroskop. Data malformasi dianalisis secara deskriptif.
5.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air
a. Suhu
SNI (2005) menjelaskan prosedur penggunaan Termometer
adalah sebagai berikut:
1. Termometer dicelupkan ke dalam air sampel yang akan diuji dan
dibiarkan 2-5 menit sampai termometer menunjukkan nilai yang stabil
2. Dicatat pembacaan skala termometer tanpa mengangkat lebih dahulu
dari air.
b. Derajat Keasaman (pH)
SNI (2004) menjelaskan prosedur penggunaan pH meter adalah
sebagai berikut:
1. Alat pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga sesuai instruksi
kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran
2. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu selanjutnya dibilas dengan
air suling
3. Elektroda dibilas dengan air sampel yang akan diuji
4. Elektroda dicelupkan ke dalam air sampel yang diuji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
5. Dicatat hasil pembacaan skala
-
22
c. Oksigen Terlarut (DO)
Pratama et al. (2012) menjelaskan cara pengukuran DO
mengggunakan DO meter adalah sebagai berikut:
1. Tekan tombol “ON” sampai terlihat kata ready.
2. Memasukkan ujung hitam DO meter, kemudian ditunggu ± 3 menit
sampai nilai benar-benar konstan.
3. Mencatat hasil pengukuran dengan satuan .
3.6 Analisis Data
Data Mortalitas dianalisis dengan menggunakan probit untuk memperoleh
nilai LC50 (lethal concentration 50). cara menentukan analisis probit dapat
dihitung dengan menentukan nilai regresi dengan rumus y = a+bx. Untuk data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ANOVA Apabila dari
hasil Analisis keragaman (sidik ragam) menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata (Significant) atau sangat berbeda nyata (highly significant), maka
dilanjutkan dengan uji Tukey. Pengolahan data dengan menggunakan software
analisis data yakni software IBM SPSS Statistics 20. Fungsi dari uji ini adalah
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemaparan bahan aktif tebuconazole
dengan konsentrasi dan waktu berbeda pada mortalitas, daya tetas telur, detak
jantung dan malformasi.
-
26
Perkembangan embrio dimulai dari periode zigot yang terjadi pada 0-45
menit paska fertilisasi, pada tahap ini sitoplasma akan bergerak menuju animal
pole untuk membentuk blastodisc. Selanjutnya periode cleavage yaitu sel
membelah menjadi 2, 4, 8, 16, 32 dan 64 sel. Periode selanjutnya yaitu blastula
terjadi ketika blastodisc mulai terlihat menyerupai bola yaitu pada pembelahan
128 sel, selama periode ini embrio mengalami pembentukan epiboly yaitu
penipisan dan penyebaran dari kedua yolk synytial layer dan blastoderm
melewati yolk cell. Epiboly ini akan terus berlangsung sampai periode gastrula.
Pada periode gastrula akan terjadi pembentukan tulang belakang embrio. Pada
periode ini dimulai saat epiboly terbentuk 50% sampai epiboly terbentuk
sempurna dan tail bud juga terbentuk, blastodrem menipis dan penghubung
antara periblast dan blastoderm mulai melengkung sampai pada akhir
pergerakan epiboly, celah blastoderm mulai menutup. Kemudian pada periode
segmentasi terlihat segmen tulang belakang dan ekor, namun lapisan mesoderm
belum bisa dibedakan pada segmen badan, terdapat gerakan otot, ekor terlihat
dengan baik dan merupakan awal pembentukan neuron, ginjal, telinga dan organ
penciuman. Pada Periode Pharyngula terlihat gerakan spontan, ekor mulai
terlepas dari yolk, mulai terdapat pigmentasi serta jantung mulai berdenyut dan
mulai ada aliran darah. Pada periode penetasan, tulang belakang telah terbentuk
secara sempurna dan mudah untuk diamati. Selanjutnya yaitu periode early
larva, pada periode ini morphogenesis sudah sempurna dan mulai berenang
secara aktif serta mulai ada respon untuk melarikan diri dan mencari makan
(Kimmel et al., 1995).
-
27
4.2 Toksisitas Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish
Penentuan toksisitas akut dilakukan terhadap embrio zebrafish
(Brachydanio rerio) yang terpapar fungisida bahan aktif tebuconazole selama 96
hpf. Konsentrasi tebuconazole yang digunakan adalah 0; 6,64; 11,02; 18,29 dan
30,35 mg/l. Perhitungan LC50 menggunakan probit dari data kematian 96 hpf
(jam setelah fertilisasi). Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa untuk
pengujian LC50 fungisida (paclobutrazol) pada zebrafish (Danio rerio) adalah
sebesar 20,55 mg/l (Ding et al., 2009). Penelitian LC50 terbaru pada embrio
zebrafish menyebutkan bahwa konsentrasi yang dijadikan patokan enam
fungisida triazoles (flusilazole, hexaconazole, cyproconazole, triadimefon,
myclobutanil, dan triticonazole) berkisar antara 1,5-25 mg/l (Hermsen et al.,
2011). Sementara nilai LC50 pada penelitian ini sebesar 14,80 mg/l. Nilai ini
termasuk dalam kategori toksisitas sedang berdasarkan tingkat daya racun LC50-
96 jam (Tabel 3). Hasil analisa probit dapat dilihat pada lampiran 3.
Tabel 3. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam
Nilai LC50- 96 jam Tingkat Daya Racun
100 Ringan
(Koesoemadinata, 1983).
Pemaparan oleh fungisida bahan aktif tebuconazole dapat mempengaruhi
mortalitas dari embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Berikut merupakan
persentase hasil pengamatan mortalitas embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
yang dipapar oleh fungisida bahan aktif tebuconazole (Gambar 7).
-
28
Gambar 7. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap mortalitas embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p
-
29
mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 6.64 mg/l; 11.02 mg/l; 18.29 mg/l dan
30.35 mg/l.
Berdasarkan grafik mortalitas tersebut (Gambar 7) menunjukkan bahwa
kematian embrio tertinggi (≥ 50%) populasi terjadi pada konsentrasi tertinggi
yaitu 30.35 pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai 75% sementara pada
konsentrasi 0 mortalitas sebesar 0% dari total embrio awal. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa peningkatan konsentrasi dan waktu paparan
berbanding lurus terhadap besarnya mortalitas. Peningkatan konsentrasi
menyebabkan peningkatan kematian embrio, begitu juga dengan waktu paparan,
dimana semakin lama waktu paparan semakin banyak embrio yang mati. Lama
paparan tebuconazole terhadap embrio menyebabkan embrio menyerap lebih
banyak dan menyebabkan toksik bagi tubuh dan akhirnya menyebabkan
kematian.
Daya tetas telur merupakan kemampuan embrio untuk keluar dari
cangkangnya (chorion) hal ini diakibatkan dari proses mekanik dan enzimatik.
Aktifitas mekanik berasal dari pertambahan panjang embrio dan gerakan embrio
itu sendiri, semakin aktif embrio bergerak maka semakin cepat pula embrio
tersebut menetas. Sedangkan aktifitas enzimatik diperankan oleh enzim
chorionase yang sifatnya mereduksi chorion, lapisan chorion tersebut menjadi
lebih tipis dan lembek sehingga bagian chorion tersebut akan pecah, ekor embrio
akan keluar diikuti badan dan kepalanya (Ainia et al., 2015). Adapun faktor luar
yang berpengaruh terhadap penetasan telur ikan adalah oksigen, pH, suhu dan
intensitas cahaya. Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada
suhu yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme
berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio akan lebih cepat juga. Hal
ini akan mempengaruhi pergerakan embrio dalam cangkang menjadi lebih
-
30
intensif (Gusrina, 2008). Hasil pengamatan daya tetas telur zebrafish
(Brachydanio rerio) disajikan pada grafik dibawah ini (Gambar 8).
Gambar 8. Pengaruh pemberian tebuconaole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap daya tetas telur. Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p
-
31
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa pada pengamatan 24 hpf
belum terjadi penetasan baik pada konsentrasi terendah maupun pada
konsentrasi tertinggi. Telur akan mulai menetas pada 48 hpf sampai dengan 96
hpf. Total telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu
pada konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l
sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l
sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali.
Penghambatan proses menetas membuktikan bahwa embrio tidak
mengalami perkembangan, dalam hal ini embrio tidak mengalami pembelahan
sel untuk berkembang ke tahap selanjutnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
seiring dengan meningkatnya konsentrasi tebuconazole maka daya tetas telur
juga akan semakin rendah. Mu (2013), melaporkan fungisida bahan aktif
difenaconazole dapat mengakibatkan penurunan daya tetas embrio seiring
dengan semakin meningkatnya konsentrasi. Berikut merupakan hasil
pengamatan detak jantung pada embrio zebrafish (Gambar 9).
Gambar 9. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap detak jantung embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p
-
32
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjut
dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tebuconazole dan
waktu pemaparan memberikan pengaruh (p
-
33
selama perkembangan embrio, sehingga fungsi jantung akan terpengaruh
karena keterbatasan energi (Kodde et al., 2007). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penurunan denyut jantung pada embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
diduga karena adanya beberapa faktor yaitu: tingginya konsentrasi yang
diberikan, lamanya waktu paparan dan bahan aktif tebuconazole yang
terkandung yang dapat menyebabkan gangguan pada kuning telur.
4.3 Efek Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish
Pengamatan morfologi bertujuan untuk mengetahui apakah toksisitas dari
suatu senyawa hanya terfokus pada organ-organ tertentu dalam tubuh ikan zeba.
Pengamatan morfologi dilakukan terhadap embrio Zebrafish (Brachydanio rerio)
yang terpapar tebuconazole selama periode tertentu dengan konsentrasi yang
berbeda-beda. Berikut merupakan grafik persentase malformasi embrio zebrafish
(Brachydanio rerio) yang dipapar Tebuconazole (Gambar 10).
Gambar 10. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap malformasi embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p
-
34
Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjut dengan
uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tebuconazole dan waktu
pemaparan memberikan pengaruh (p
-
35
deformasi tulang belakang dan yolk sac edema. Berikut merupakan hasil
pengamatan embrio zebrafish yang terpapar Tebuconazole (Gambar 11).
Gambar 11. Morfologi Embrio Zebrafish yang dipapar tebuconazole
Keterangan: A. kontrol 48 hpf, B. Kontrol 72 hpf, C. Kontrol 96 hpf, D. Tebuconazole 11,02 mg/l 48 hpf, E. Tebuconazole 6,64 mg/l 96 hpf, F. Tebuconazole 11,02 mg/l 18,29 mg/l 72 hpf, I. Tebuconazole 30,35 mg/l 96 hpf. Keterangan istilah: : jam paska fertilisasi.no: kelainan notokorda, ax: kelainan sumbu tubuh, cf: kelainan ekor, ey: edema kantong kuning telur, ep: edema pericardium.
Hasil penelitian yang telah dilakukan (Gambar 11) menunjukkan bahwa
pada konsentrasi 11,02 mg/l larva 48 hpf mengalami kelainan sumbu tubuh dan
pada konsentrasi 11,02 mg/l larva 96 hpf terjadi kelainan edema perikardium dan
edema kantong kuning telur. Pada konsentrasi 18,12 mg/l larva 48 hpf terjadi
kelainan notokorda. Sementara pada 72 hpf larva mengalami kelainan edema
perikardium, edema kantung kuning telur dan kelainan ekor. Pada konsentrasi
30,35 mg/l 96 hpf embrio tidak menetas sama sekali namun mengalami edema
kantung kuning telur dan edema perikardium.
Hermsen et al. (2011) melaporkan efek teratogenik pada embrio zebrafish
yang dipapar fungisida triazol meliputi malformasi, penurunan denyut jantung,
edema perikardial, malformasi kepala, edema kantung kuning telur. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa adanya efek teratogenik adalah fenomena yang paling
-
36
sering terjadi disebabkan oleh fungisida triazole. Selain itu, hal ini menunjukkan
bahwa korion telur tidak bisa bertindak sebagai penghalang untuk tebuconazole
dan tidak mampu untuk melindungi embrio. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya bahwa chorion dari zebrafish tidak memberikan perlindungan untuk
embrio yang terpapar pestisida mimba Neemgold dan Azacel (Ansari dan
Ahmad, 2010).
Haendel et al. (2004) menjelaskan bahwa kelainan pada notokorda secara
tidak langsung menyebabkan kematian embrio. Embrio tetap tumbuh namun
proses menetas menjadi terhambat, serta terjadi paralisis pada embrio sehingga
embrio tidak bisa berenang atau mencari makanan. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa bahan aktif tebuconazole dapat menyebabkan kelainan
pada notokorda dan sejalan dengan itu juga menyebabkan penghambatan
proses menetas pada embrio. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mandrell et al. (2012) bahwa kelainan pada notokorda, sumbu
tubuh, dan somit mampu menghambat proses menetas pada embrio ikan zebra.
Kekurangan asam retinoat telah dianggap sebagai faktor yang dapat
menyebabkan edema perikardial embrio zebrafish (Hou, 2008). Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa penurunan Asam retinoik selalu disertai dengan
peningkatan regulasi CYP26A1, terbukti bahwa Senyawa triazole dapat
mengubah enzim metabolisme asam retinoat (Chen et al., 2009). Hermsen et al.
(2011) lebih lanjut melaporkan bahwa tingkat ekspresi CYP26A1 pada embrio
zebrafish meningkat secara signifikan setelah terpapar fungisida flusilazol dan
Cyproconazole. Karena itu, efek teratogenik pada jantung berhubungan dengan
peningkatan transkripsi CYP26A1. Studi lain juga menemukan bahwa edema
perikardium pada embrio zebrafish dapat diakibatkan oleh berbagai faktor
diataranya sirkulasi yang ireguler seperti vaskular statis dan penurunan denyut
jantung (Melek et al., 2013).
-
37
Yolk sac pada embrio berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi embrio.
Kelainan kantong kuning telur dapat berupa edema, pembesaran atau
perubahan bentuk kantong kuning telur. Kantong kuning telur merupakan sumber
makanan bagi embrio. Jika terjadi kelainan kantong kuning telur pada embrio
maka akan mengganggu proses penyerapan makanan. Edema yolk sac
merupakan salah satu indikasi bahwa nutrisi tidak terserap sempurna oleh
embrio. sehingga nutrisi dalam yolk sac berlebih dan terjadi edema yolk sac.
Selain itu, penghambatan sterol juga merupakan kemungkinan asal efek edema
kantung kuning telur, fungisida triazole berpotensi untuk mempengaruhi tingkat
sterol dan bisa menyebabkan edema kantong kuning telur, pengurangan sterol
yang diinduksi obat kemungkinan adalah mekanisme lain dari keracunan kuning
telur.
Kelainan jantung juga bisa berasal dari kantung kuning telur. Selama
embrio ikan menggunakan nutrisi kuning telur endogen yang sebelumnya
terakumulasi di Oocyte, gangguan kantung kuning telur dapat menghalangi
pasokan nutrisi selama perkembangan embrio, demikian juga dengan fungsi
jantung akan terpengaruh karena keterbatasan energi (Kodde et al., 2007), yang
akan mengakibatkan berbagai kelainan jantung seperti rendahnya denyut
jantung dan malformasi. Sementara itu, kelengkungan tulang belakang pada
embrio zebrafish terjadi karena kandungan zat aktif yang menembus chorion
mampu menganggu struktur dan fungsi dari tulang belakang (Cindy et al., 2015).
4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang sangat diperhatikan
dalam budidaya, parameter yang umumnya berpengaruh terhadap persentase
penetasan telur dan kelangsungan hidup larva adalah suhu, oksigen terlarut dan
pH (Putri et al., 2013). Sebab perubahan kualitas air yang terjadi secara
-
38
mendadak dapat menyebabkan kematian pada telur (Sutarjo, 2014). Parameter
kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi parameter fisika yaitu suhu
dan parameter kimia yaitu pH dan DO. Berikut merupakan hasil pengukuran
kualitas air (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Parameter Hasil Pengamatan Standar Baku Mutu
Suhu 27,5 (0 C) 27±1 0C (Bilotta et al., 1999)
pH 5,82-7,25 6,5-7 (Sakurai et al., 1992)
DO 2,94 - 3,85 () >3 (Boyd, 1990)
Suhu rata-rata selama penelitian yaitu 27,5 0C dan relatif stabil dikarenakan
selama penelitian suhu dikondisikan untuk tetap konstan. Dari hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa, suhu selama penelitian masih dalam kondisi
yang optimal sesuai dengan suhu optimal dimana zebrafish dapat berkembang
dengan baik, yaitu pada suhu 27±1°C (Bilotta et al., 1999). Suhu merupakan
faktor penting dalam mempengaruhi proses perkembangan embrio, daya tetas
telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang rendah membuat enzim
(chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit telur dan membuat embrio akan
lama dalam melarutkan kulit, sehingga embrio akan menetas lebih lama.
Sebaliknya pada suhu tinggi dapat menyebabkan penetasan prematur sehingga
larva atau embrio yang menetas akan tidak lama hidup (Satyani, 2007).
Derajat keasaman (pH) rata-rata selama penelitian pada pemeliharaan
embrio berkisar antara 5,82 hingga 7,25. Nilai pH yang baik untuk menunjang
kehidupan zebrafish berkisar antara 6,5-7 (Sakurai et al., 1992). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pH air selama penelitian berada dibawah batas optimal. Hal
ini menunjukkan bahwa pH air selama penelitian dari awal hingga akhir
mengalami penurunan yakni semakin asam dikarenakan konsentrasi fungisida
yang semakin tinggi menyebabkan kondisi pH semakin asam dan menyebabkan
embrio banyak yang mengalami kematian.
-
39
Oksigen terlarut pada pemeliharaan berkisar antara 2,94-3,85 . Boyd
(1990), melaporkan konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 . Jadi
oksigen terlarut pada media pemeliharaan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)
selama penelitian tergolong rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut pada
media tersebut dapat mempengaruhi daya tetas dan kehidupan embrio karena
berada dibawah batas optimal.
-
40
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Paparan bahan aktif tebuconazole dapat menghambat proses
perkembangan embrio. Hasil mortalitas menunjukkan bahwa kematian embrio
tertinggi pada konsentrasi 30.35 mg/l pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai
75%. Sementara mortalitas terendah sebesar 0% pada konsentrasi 0 mg/l. Total
telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu pada
konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l
sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l
sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali.
Penurunan frekuensi denyut jantung embrio zebrafish secara signifikan
ditunjukkan pada konsentrasi 11,02 mg/l, 18,29 mg/l dan 30,35 mg/l dibanding
kelompok kontrol. Hasil malformasi embrio terbesar berada pada konsentrasi
30.35 mg/l yang mencapai 76 %. Sementara pada konsentrasi 0 mg/l embrio
tidak mengalami malformasi. Apabila dilihat dari gambaran morfologi dan
fisiologinya maka pemaparan bahan aktif tebuconazole dapat mengakibatkan
kelainan berupa kelainan sumbu tubuh, edema yolk sac dan edema perikardium,
kelainan bentuk ekor dan kelainan noctokorda.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek yang ditimbulkan oleh
bahan aktif tebuconazole terhadap organ tubuh lainnya mata, bentuk kepala,
sirkulasi darah dan lain sebagainya. Hasil yang didapat dapat dijadikan sebagai
acuan dalam menentukan batas dosis. Embrio zebrafish juga dapat dijadikan
sebagai hewan model untuk mengetahui akibat pencemaran fungisida di perairan
yang dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan perairan.
-
41
DAFTAR PUSTAKA
Ainia, H. N., A. Heru dan Z. Fadli. 2015. Uji toksisitas akut dekokta Orthosiphon stamineus, Benth terhadap daya tetas dan malformasi organ embrio Danio rerio. Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 1-9.
Akpoilih, B.U. and Adebayo, O.T. 2010. Effect of formalin on the hatching rate of
eggs and survival of larvae of the African Catish (Clarias gariepinus), J. Appl. Sci. Environ.14(4): 31-34.
Altenhofen, S., D.D. Nabinger, M.T. Wiprich, TCB. Pereira, M. R. Bogo, C.D.
Bonan. 2017. Tebuconazole alters morphological, behavioral and neurochemical parameters in larvae and adult zebrafish (Danio rerio). Chemosphere. 180: 483-490.
Andreu-Sanchez, O. L.C. Paraıba, C. M. Jonsson, J.M. Carrasco. 2011. Acute
toxicity and bioconcentration of fungicide tebuconazole in Zebrafish (Danio rerio). Environmental Toxicology. 1009-106.
Andriyanto, W., B. Slamet dan I. M. D. J. Ariawan. 2013. Perkembangan embrio
dan rasio penetasan telur ikan kerapu raja sunu (Plectropoma laevis) pada suhu media berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(1): 192-203.
Anggraeni, D. H. Aurora dan D. Lyrawati. 2014. Efek waktu paparan genistein
terhadap pembentukan jantung embrio zebrafish. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 28(1): 22-25.
Ansari, B.A. and M.K. Ahmad, 2010. Toxicity of pyrethroid Lamba-cyhalothrin and
Neemgold to the embryo of zebrafish, Danio rerio (Cyprinidae). J. Appl. Biosci. 36: 97-100.
Axelrod, H.R., C. W. Emmens, D. Sculthorpe, W.V. Winkler, dan N. Pronek.
1971. Exotic tropical fishes. TFH Publications, Inc. Jersey City, NJ. Axelrod, H. R., W. E. Burgess., N. Pronek., J. G. Walls. 1997. Dr. Axelrod’s Atlas
of Freshwater Aquarium Fishes. Ninth Edition. T.F.H Publications. Inc. USA.305p.
Barman, R. P. 1991. A taxonomic revision of the Indo-Burmese species of Danio
rerio. Record of the Zoological Survey of India Occasional Papers 137. 1-91.
Bayer Cropscience. 2002. Folicur 25 WP control on peanut. BBI Palawija,
Randuagung, Singosari. Jawa Timur. Bayer Crop Science Limited. 2005. Environmental information sheet Folicur®
MAPP number 11278. CPA Guidance Notes version 3. ©EIS. Bilotta, J., S. Saszik, A.S. Delorenzo and H.R. Hardesty. 1999. Establishing and
maintaining a low-cost zebrafish breeding and behavioural research
-
42
facility. Behaviour Research Methods, Instruments and Computers. 31 (1):178-184.
Boyd, C. T. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Brimingham Publishing
Co. Brimingham. Alabama. 359 pp. Branch, W. D. and T. B. Brenneman. 1996. Pod yield and stem rot evaluation of
peanut cultivars treated with tebuconazole. Agron J. 88: 933-936. Chen, P. J., W.T. Padgett, T. Moore, W. Winnik, G.R. Lambert, S. F. Thai, S.D.
Hester and S. Nesnow. 2009. Three conazoles increase hepatic microsomal retinoic acid metabolism and decrease mouse hepatic retinoic acid levels in vivo. Toxicol. Appl. Pharmacol. 234: 143-155.
Cindy, O., D. Andriana dan M. Z. Fadli. 2015. Efek kombinasi dekokta Centella
asiatica, Imperata cylindrica, Orthosiphon aristatus pada dosis terapi, MATC dan LC50 terhadap malformasi organ embrio ikan zebra. Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 121-127.
Damayanti, M. M. dan N. Abdulgani. 2013. Pengaruh paparan sub lethal
insektisida diazinon 600 EC terhadap laju konsumsi oksigen dan laju pertumbuhan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(2): 2337-3520.
de Esch, C. R. Slieker, A. Wolterbeek, R. Woutersen. and D. Groot. 2012.
Zebrafish as potential model for developmental neurotoxicity testing: A mini review. Neuro Terato. 34: 545–553.
Djaelani, A.R. 2013. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif.
Majalah Ilmiah pawiyatan. 20(1): 82-92. Ding, F., W. H. Song, J. Guo, M. L. Gao and W. X. Hu. 2009. Oxidative stress
and structure-activity relationship in the zebrafish (Danio rerio) under exposure to paclobutrazol. Journal of Environmental Science and Health Part B. 44: 44–50.
Di Renzo, F., M.L. Broccia, E. Giavini and E. Menegola. 2007. Citral, an inhibitor
of retinoic acid synthesis, attenuates the frequency and severity of branchial arch abnormalities induced by triazole-derivative fluconazole in rat embryos cultured in vitro. Reproductive Toxicology. 326–332.
Eschmeyer, W. N. 1997. Catalog of genera of recent fishes. California Academy of Science. San Fransisco. 697 p.
Ghofur M., M. Sugihartono dan R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak
daun sirih (Piper betle, L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy, Lac). Jurnal ilmiah universitas Batanghari, Jambi. 14(1): 37-44.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3 Untuk sekolah Menengah Kejurua.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
-
43
Gustafsson, K., E. Blidberg, I.K. Elfgren, Hellstrom, Anna, Kylin, Henrik, and G. Elena, 2010, Direct and indirect effects of the fungicide azoxystrobin in outdoor brackish water microcosms. Ecotoxicology. 19: 431–444.
Haendel, M.A. F. Tilton, G.S. Bailey and R.L. Tanguay. 2004. Development
toxicity of the dithiocarbamate pesticide sodium metam in zebrafish. Toxicological Sciences. 81(2): 390-400.
Hammilton. 2004. Zebra danio. http://www. Fishbase.com. Hanafiah, K.A. 2000. Rancangan percobaan: teori dan aplikasi. 2nd ed. Cet. VI.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm. Hartini, E. 2014. Kontaminasi residu pestisida dalam buah melon (studi kasus
pada petani di kecamatan penawangan). KEMAS. 10(1): 96–102. Hasinu, J. V. 2009. Pestisida, dampak dan upaya pencegahannya menggunakan
bioinsektisida. Jurnal Agroforestri. 4(1): 41-49. Hayes, T.B., A. Collins, M. Lee, M. Mendoza, N. Noriega, A.A. Stuart and V. A.
Vonk. 2002. Hermaphroditic, demasculinized frogs after exposure to the herbicide atrazine at low ecologically relevant doses. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 99(8): 5476–5480.
Hermsen SAB., EJ. V. D. Brandhof, LTM. van der Ven. and A.H. Piersma. 2011.
Relative embryotoxicity of two classes of chemicals in a modified zebrafish embryotoxicity test and comparison with their in vivo potencies. Toxicol in Vitro. 25: 745–753.
Hou, J., 2008. The mechanism of the effect of retinoic acid deficiency on the
cardiac. Development of Zebrafish. Doctoral Dissertation of Fudan University.
Kimmel, C.B., W.W. Ballar and S.R. Kimmel. 1995. Stages of embryonic
development of the zebrafish. DevDyn. 203(3): 253-310. Kodde, I.F., J. Stok, R.T. Smolenski and J.W. Jong. 2007. Metabolic and genetic
regulation of cardiac energy substrate preference. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A. 146: 26-39.
Koesoemadinata, S. 1983. Metode standar pengujian toksisitas pestisida
terhadap ikan. Jakarta. Departemen Pertanian. 75 hal. Kohli, V. and A.Y. Elezzabi. 2008. Laser surgery of zebrafish (Danio rerio)
embryos using femtosecond laser pulses: optimal parameters for exogenous material delivery, and the laser's effect on short- and long-term development. BMC Biotechnol. 8 (7): 1-20.
Kowan, K.A., H. Airlangga dan N. Aini. 2015. Uji nilai lc50 dekokta Centella
asiatica terhadap frekuensi denyut jantung embrio ikan zebra (Danio rerio). Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 147-155.
-
44
Kusno, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal.
Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. Ma, C., C. Pang, W.L. Seng, C. Zhang, C. Willet and P. McGrath. 2007.
Zebrafish, an in vivo model for drug screening. Drug Discovery. 6:38-45. Mandrell D., L. Truong, C. Jephson, M.R. Sarker, A. Moore, C. Lang, M.T.
Simonich and R.L. Tanguay. 2012. Automated zebrafish chorion removel and single embryo placement: optimizing throughput of zebrafish development toxicity screens. Journal of Laboratory Automation. 17(1):66-74.
Marotta, F. and Tiboni, G.M. 2010. Molecular aspects of azoles-induced
teratogenesis. Expert Opin Drug Metab Toxicol. 6: 461–482. Mason, C.F. 1992. Biologi of fresh water pollution. London. Long Man Inc. 250
hal. Matthews M, Trevarrow B & Matthews J. 2002. A virtual tour of the guide for
zebrafish users. Lab Animal. 31(3): 34-40. Melek, K., S.B. Ugur and B.P. Ayper. 2013. The effect of zinc chloride during
early embryonic development in zebrafish (Brachydanio rerio). Turkish journal of Biology. (37):158-164.
Menegola, E., M.L. Broccia, F. Di Renzo, V. Massa and E. Giavini. 2005.
Craniofacial and axial skeletal defects induced by the fungicide triadimefon in the mouse. Birth Defects Res B Dev Reprod Toxicol. 74:185–195.
Mu, X., S. Pang, X. Sun, J. Gao, J. Chen, X. Chen, X. Li and C. Wang. 2013.
Evaluation of acute and developmental effects of difenoconazole via multiple stage zebrafish assays. Environmental Pollution. 175: 147-157.
OECD. 2013. Fish Embryo Toxicity (FET) Test. Test Guideline No. 236.
Guidelines for Testing of Chemicals, OECD. Paris. Pratama, B. B., Z. Hasan dan H. Hamdani. 2012. Pola migrasi vertikal diurnal
plankton di pantai santolo kabupaten garut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(1): 81-89.
Pratiwi, Y., S.S. Sunarsih dan W.F. Windi. 2012. Uji toksisitas limbah cair laundry
sebelum dan sesudah diolah dengan tawas dan karbon aktif terhadap bioindikator (Cyprinus carpio). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan teknologi (SNAST) periode III. Yogyakarta. A298-A306.
Putri, D.A., Muslim dan M. Fitriana. 2013. Persentase penetasan telur ikan betok
(Anabas testudineus) dengan suhu inkubasi yang berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia 1(2): 184-191.
-
45
Qi, S.Z., X.F. Chen, Y. Liu, J. Jiang and C.J. Wang. 2015. Comparative toxicity of rac- and S-tebuconazole to Daphnia magna. Journal of Environmental Science and Health, Part B. 50: 456–462.
Raldua, D., M. Andre and P.J. Babin. 2008. Clofibrate and gemfibrozil induce an
embryonic malabsorption syndrome in zebrafish. Toxicology and Applied Pharmacology. 228: 301-314.
Robert, O.A. and P.T. Jens. 2011. Improving production of zebrafish embryos in
the Lab. J Env Prot. 2: 1360-1363. Robinson, J.F., ECM. Tonk, A. Verhoef dan A.H. Piersma. 2012. Triazole
induced concentration-related gene signatures in rat whole embryo culture. Reproductive Toxicology. 34: 275–283.
Roy, N. M., C. Bruno and O. Jeremy. 2016. Glyphosate Induces Neurotoxicity In
Zebrafish. Environmental Toxicology and Pharmacology. 42: 45-54. Sakurai, A., Y. Sakamoto, F. Mori. 1992. Aquarium fishes of the word: the
comprehensive guide to 650 spesies. Chronicle book. San Fransisco., California. 51. P. 46-47.
Sancho, E., Villarroel, M.J., Fernández, C., Andreu, E. dan Ferrando, M.D., 2010.
Short-term exposure to sublethal tebuconazole induces physiologicalimpairment in male zebrafish (Danio rerio). Ecotoxicol. Environ. Saf. 73: 370–376.
Santoriello, C. dan Z. LI. 2012. Hooked modeling human disease in zebrafish. The Journal of Clinical Investigation. 122(7): 2337–2343.
Satyani, D. 2007. Reproduksi dan pembenihan ikan hias air tawar. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2004. Air dan air limbah-bagian 11: Cara uji derajat
keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. SNI 06-6989.11: 2004.
Standar Nasional Indonesia. 2005. Air dan air limbah-bagian 23: Cara uji suhu
dengan thermometer. SNI 06-6989.23: 2005. Setyawan, N. 2013. Gambaran mikroanatomi pada insang ikan sebagai indikator
pencemaran logam berat di perairan kaligarang semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Setyanto, A. E. 2005. Memperkenalkan kembali metode eksperimen dalam
kajian komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi.3(1): 37-48. Surakhmad, W. 1985. Pengantar penelitian ilmiah: Dasar, metode dan teknik.
Bandung: Tarsito. Sutarjo, G. A. 2014. Pengaruh konsentrasi sukrosa dengan krioprotektan
Dimethyl sulfoxide terhadap kualitas telur ikan mas (Cyprinus carpio linn.) Pada proses kriopreservasi. Jurnal Gamma. 9(2): 20-30.
-
46
Taufik, I. 2005. Pengaruh lanjut bioakumulasi Herbisida endosulfan terhadap
pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Institut pertanian bogor.
Taufik, U. 2011. Pencemaran pestisida pada perairan perikanan di sukabumi-
Jawa Barat. Media Akuakutur. 6(1): 69-75. Talwar, P.K., and A.G. Jhingran. 1991. Inland fishes of India and adjacent
countries. Vol.I. Oxford and IBH Publishing Co. PVT Ltd. New Delhi. 1158 pp.
Toni, C., V. L. Loro, A. Santi, C. C. de Menezes, R. Cattaneo, B. E. Clasen, R.
Zanella. 2011. Exposure to tebuconazol in rice field and laboratory conditions induces oxidative stress in carp (Cyprinus carpio). Comp. Biochem. Physiol. C: Pharmacol. Toxicol. 153: 128-132.
Utomo, NBP. 2009. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pembe