UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI...

62
UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO ZEBRAFISH (Brachydanio rerio) SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh: ANGGUN REZA ARDIYANTI NIM. 135080100111057 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI...

  • UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE

    TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO

    ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Oleh:

    ANGGUN REZA ARDIYANTI

    NIM. 135080100111057

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE

    TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO

    ZEBRAFISH (Brachydanio rerio)

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan

    di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya

    Oleh:

    ANGGUN REZA ARDIYANTI

    NIM. 135080100111057

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • iii

    SKRIPSI

    UJI TOKSISITAS TEBUCONAZOLE

    TERHADAP MORFOLOGI DAN FISIOLOGI EMBRIO ZEBRAFISH

    (Brachydanio rerio)

    Oleh:

    ANGGUN REZA ARDIYANTI

    NIM. 135080100111057

    Telah dipertahankan didepan penguji

    pada tanggal 14 Juli 2017

    Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

    Menyetujui,

    Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I

    (Dr. Yuni Kilawati, S.Pi, M.Si) (Prof. Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D)

    NIP. 19730702 20051 2 001 NIP. 19610523 198703 2 003

    Tanggal: Tanggal :

    Dosen Pembimbing II

    (Dr. Uun Yanuhar, S.Pi. M.Si)

    NIP. 19730404 200212 2 001

    Tanggal :

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan MSP

    (Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS)

    NIP. 19620805 198603 2 001

    Tanggal:

  • iv

    PERNYATAAN ORISINALITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini benar-

    benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya

    juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

    orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

    pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini hasil

    penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, 14 Juli 2017

    Mahasiswi

    Anggun Reza Ardiyanti

  • v

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan

    rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyajikan laporan hasil penelitian

    (skripsi) yang berjudul Uji Toksisitas Tebuconazole terhadap Morfologi dan

    Fisiologi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio). Dalam tulisan ini, disajikan

    pokok-pokok bahasan yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode

    Penelitian, Penutup, Daftar Pustaka dan Lampiran.

    Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh dari kata sempurna,

    baik dari segi materi, sistematika, pembahasan, maupun susunan bahasa yang

    digunakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan,

    untuk perbaikan penulisan selanjutnya.

    Malang, 14 Juli 2017

    Penulis

    Anggun Reza Ardiyanti

  • vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Bismillahirrahmanirrahim

    Alhamdulillah, syukurku pada-Mu ya Allah sehingga penulis dapat

    menyelasaikan Skripsi ini. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada

    junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan jalan kebenaran

    menuju kemuliaan. Penulis menyadari dalam penulisan laporan Skripsi ini telah

    banyak melibatkan bantuan dari berbagai pihak, hanya ungkapan terima kasih

    yang tulus penulis ucapkan kepada:

    Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Dr. Uun Yanuar, SPi, MSi

    selaku pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktu untuk

    membimbing dan memberi nasihat dengan penuh kesabaran.

    Dr. Yuni Kilawati selaku dosen penguji ujian skripsi

    Seluruh staf dosen dan pegawai FPIK yang telah membantu

    penyelesaian skripsi ini.

    Ayahanda Adjib dan ibunda Sujiati, atas segala upaya yang tiada

    henti, keridhoan dan segenap cintanya, menjadi semangat yang

    senantiasa mengiringi jejak-jejak langkahku, doa yang senantiasa terucap

    penuh harap dalam tiap sujud-sujudmu, juga teruntuk kedua kakakku M.

    Dhedik Irmawan dan Ichwan Zunaedi yang selalu dan tidak henti-hentinya

    memberikan dukungan moril, doa, kasih sayang.

    Universitas Brawijaya, sebagai wahana yang telah memberi kesempatan

    dan fasilitas dalam proses saya menimba ilmu.

    Teman-teman seperjuangan penelitian ini “Tim Danio rerio” (Gita Ayu

    Pratiwi, zahroul Laela, Dian Hapsari Dewayani) yang setia menemani

    dalam melakasanakan Penelitian ini.

  • vii

    Bonick Kartini yang sudah membantu dalam penelitian dan yang selalu

    memberi semangat

    Sahabat–sahabat peneliti yang teramat disayangi Hanif, Prasada, Hadi,

    Suharmoko, Nita, yang selalu hadir dan selalu memberi semangat

    terkhususnya disaat penulis mencapai kejenuhan maksimal selama

    empat tahun terakhir ini.

    Saudari-saudariku Ukhty Devi, Ukhty Aprilia, Ukhty Yuli, karena selalu

    merepotkan tapi tiada henti menyemangati.

    Rizal Ferdyansah yang telah setia menemani penyusun dan selalu mau

    direpotkan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

    Teman–teman angkatan 2013 yang yang tidak bisa saya sebutkan satu-

    satu terima kasih untuk persahabatan yang sangat luar biasa, canda tawa

    bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berharga.

    Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya, serta seluruh teman-teman di

    program studi/jurusan/fakultas lain. Thank’s for all memories in here.

    Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang secara

    langsung maupun tidak langsung dan baik sengaja maupun tidak sengaja

    telah membantu hingga terselesaikannya Laporan Skripsi ini.

    Hanya Allah muara setiap amal kita dan semoga keikhlasan dan

    pengorbanan yang telah diberikan diganti-Nya dengan yang lebih baik.

    Malang, 14 Juli 2017

    Penulis

  • viii

    RINGKASAN

    ANGGUN REZA ARDIYANTI. Skripsi. Uji Toksisitas Tebuconazole Terhadap

    Morfologi dan Fisiologi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio). (dibawah

    bimbingan Prof.Ir. Yenny Risjani, DEA, Ph.D dan Dr. Uun Yanuar, S.Pi, M.Si)

    Perairan merupakan tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Perairan yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai konsentrasi tertentu akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Pestisida tesebut akan mempengaruhi antara lain proses metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus hidup, perkembangan embrio, pertumbuhan sel atau jaringan dari organisme yang hidup di perairan tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017 yang dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio) dilihat dari mortalitas, detak jantung, daya tetas telur serta mengamati kondisi morfologi dan fisiologi embrio zebrafish (Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif tebuconazole.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian ini mengacu pada OECD (2013), yang dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya: pemijahan zebrafish, pembuatan larutan berkonsentrasi, sortir telur, uji toksisitas, pengamatan daya tetas telur, detak jantung, malformasi embrio, pengamatan kualitas air dan Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ANOVA dengan menggunakan uji lanjutan yakni Uji Tukey.

    Paparan bahan aktif tebuconazole dapat menghambat proses perkembangan embrio. Hasil mortalitas menunjukkan bahwa kematian embrio tertinggi pada konsentrasi 30.35 mg/l pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai 75%. Sementara mortalitas terendah sebesar 0% pada konsentrasi 0 mg/l. Total telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu pada konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali. Penurunan frekuensi denyut jantung embrio zebrafish secara signifikan ditunjukkan pada konsentrasi 11,02 mg/l, 18,29 mg/l dan 30,35 mg/l dibanding kelompok kontrol. Hasil malformasi embrio terbesar berada pada konsentrasi 30.35 mg/l yang mencapai 76 %. Sementara pada konsentrasi 0 mg/l embrio tidak mengalami malformasi. Apabila dilihat dari gambaran morfologi dan fisiologinya maka pemaparan bahan aktif tebuconazole dapat mengakibatkan kelainan berupa kelainan sumbu tubuh, edema yolk sac dan edema perikardium, kelainan bentuk ekor dan kelainan noctokorda. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek yang ditimbulkan oleh

    bahan aktif tebuconazole terhadap organ tubuh lainnya mata, bentuk kepala,

    sirkulasi darah dan lain sebagainya. Hasil yang didapat dapat dijadikan sebagai

    acuan dalam menentukan batas dosis. Embrio zebrafish juga dapat dijadikan

    sebagai hewan model untuk mengetahui akibat pencemaran fungisida di perairan

    yang dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan perairan.

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

    UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi

    RINGKASAN .................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

    1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

    1.4 Kegunaan .............................................................................................. 3

    1.5 Waktu dan Tempat ................................................................................ 3

    2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1 Fungisida ............................................................................................... 4

    2.1.1 Pengertian Fungisida........................................................................... 4

    2.1.2 Fungisida dengan Bahan Aktif Tebuconazole .............................. 5

    2.1.3 Penggunaan Tebuconazole di Indonesia ....................................... 6

    2.1.4 Residu Fungisida .................................................................................. 6

    2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio) .............................................................. 7

    2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi .................................................................... 7

    2.2.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachdanio rerio) ............................. 10

    2.3 Uji Toksisitas ....................................................................................... 11

    2.5 Pengukuran Kualitas Air ................................................................... 12

    2.5.1 Suhu ....................................................................................................... 12

    2.5.2 Derajat Keasaman (pH) ..................................................................... 12

    2.5.3 Oksigen Terlarut (DO) ....................................................................... 13

    3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 14 3.1 Materi Penelitian ................................................................................ 14

  • x

    3.2 Alat dan bahan ................................................................................... 14

    3.2.1 Alat ......................................................................................................... 14

    3.2.2 Bahan ..................................................................................................... 15

    3.3 Metode dan Rancangan Penelitian ................................................... 15

    3.3.1 Metode Penelitian ............................................................................... 15

    3.3.2 Rancangan Penelitian ........................................................................ 16

    3.4 Sumber Data ...................................................................................... 16

    3.4.1 Data Primer .......................................................................................... 16

    3.4.2 Data Sekunder .................................................................................... 17

    3.5 Prosedur Penelitian ........................................................................... 17

    3.5.1 Pembuatan Konsentrasi ................................................................... 17

    3.5.2 Pemeliharaan Zebrafish (Brachydanio rerio).............................. 18

    3.5.3 Pemijahan ............................................................................................ 18

    3.5.4 Sortir Telur ........................................................................................... 19

    3.5.5 Pengukuran Daya Tetas Telur (Hatching Rate) ......................... 20

    3.5.6 Pengamatan Frekuensi Denyut Jantung (Heart Rate) .............. 20

    3.5.7 Perkembangan Malformasi .............................................................. 21

    5.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air ............................................. 21

    3.6 Analisis Data ...................................................................................... 22

    4. PEMBAHASAN .......................................................................................... 23 4.1 Embriogenesis zebrafish (Brachydanio rerio) ................................. 23

    4.2 Toksisitas Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish .................... 27

    4.3 Efek Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish .............................. 33

    4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air .......................................................... 37

    5. PENUTUP .................................................................................................. 40 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40

    5.2 Saran .................................................................................................. 40

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41

    DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. 47

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 50

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 1. Struktur kimia tebuconazole ....................................................................... 7

    Gambar 2. Fungisida bahan aktif tebuconazole 430 SC. .......................................... 7

    Gambar 3. a. Zebrafish (Brachydanio rerio) (Eschmeyer, 1997) b. Zebrafish

    (Danio rerio) (Hammilton, 1982). ............................................................ 8

    Gambar 4. Stadium perkembangan zebrafish (Kimmel et al., 1995). .................. 10

    Gambar 5. Cawan Petri yang digunakan dalam Penelitian .................................... 19

    Gambar 6. Diagram alir seleksi embrio (OECD, 2013). .......................................... 20

    Gambar 7. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan

    waktu berbeda terhadap mortalitas embrio zebrafish ........................ 28

    Gambar 8. Pengaruh pemberian tebuconaole dengan berbagai konsentrasi dan

    waktu berbeda terhadap daya tetas telur. ........................................... 30

    Gambar 9. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan

    waktu berbeda terhadap detak jantung embrio zebrafish ................. 31

    Gambar 10. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi

    dan waktu berbeda terhadap malformasi embrio zebrafish .............. 33

    Gambar 11. Morfologi Embrio Zebrafish yang dipapar tebuconazole ................... 35

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan LC50-96 Jam ...................................... 11

    Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Embriogenesis Zebrafish (Brachydanio rerio) 23

    Tabel 3. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam .............................. 27

    Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air ...................................................................... 38

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Uji ............................................................. 50

    Lampiran 2. Data Mortalitas Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) ............... 53

    Lampiran 3. Perhitungan LC50-96 jam ................................................................... 54

    Lampiran 4. Tabel Probit ............................................................................................ 55

    Lampiran 5. Hasil Analysis Data Mortalitas .......................................................... 56

    Lampiran 6. Data Daya Tetas Telur Zebrafish (Brachydanio rerio) ................ 62

    Lampiran 7. Hasil Analisis Daya Tetas Telur ........................................................ 63

    Lampiran 8. Data Detak Jantung Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) ...... 67

    Lampiran 9. Hasil Analisis Detak Jantung Embrio Zebrafish ......................... 68

    Lampiran 10. Data Malformasi Embrio Zebrafish (Brachydanio rerio) .......... 72

    Lampiran 11. Hasil Analisis Data Malformasi ....................................................... 73

    Lampiran 12. Gambar Hasil Pengamatan Embrio Zebrafish ............................ 79

    Lampiran 13. Data Kualitas Air ................................................................................. 81

    Lampiran 14. Data Penelitian Embrio Zebrafish .................................................. 82

    Lampiran 15. Rekapitulasi Izin Tebuconazole ...................................................... 83

    Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 85

  • 47

    DAFTAR ISTILAH

    Animal pole : kutup hewan yang akan berdiferensiasi menjadi

    embrio.

    Bahan Aktif : senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya

    (mikroorganisme, ekstrak tumbuhan, dsb.) yang

    mempunyai efek pestisida, yakni meracuni OPT atau

    efek biologi (biological effect).

    Biokonsentrasi : banyaknya konsentrasi polutan yang ada

    dilingkungan sekitar yang kemudian akan diserap

    oleh suatu organisme. Sehingga meningkatkan

    kadar bioakumulasi dalam suatu organisme.

    Blastodisc : kubah sitoplasma (seperti cakram pada telur) yang

    memisahkan dari kuning telur ke arah animal pole

    selama satu tahap sel yang mengalami pembelahan.

    Blastula : tingkat awal embrio pada hewan, berbentuk bundar

    seperti bola, terdiri atas lapisan dinding satu sel dan

    rongga berisi cairan.

    Chorion : cangkang telur.

    Cleavage : proses pembelahan sel pada perkembangan embrio,

    ukuran sel tersebut makin lama makin mengecil atau

    menjadi unit-unit kecil yang disebut blastomer.

    Dermatitis : istilah umum untuk peradangan kulit.

    Dosis : kadar dari sesuatu (kimiawi, fisik, biologis) yang

    dapat mempengaruhi suatu organisme secara

    biologis.

    Epiboly : penipisan dan penyebaran YSL dan blastoderm di

    atas kuning telur.

    ErgosteroL : sebuah molekul sterol yang diproduksi oleh fungi

    sebagai komponen dari dinding sel. Ergosterol

    merupakan komponen membrane ragi dan jamur,

    yang menyajikan fungsi yang sama dengan fungsi

    kolesterol pada sel hewan.

    Fungisida sistemik : senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada

    tanaman akan diedarkan ke bagian lain.

    Gastrula : tahap pertumbuhan embrio berbentuk mangkuk yang

    terdiri atas dua sel atau masa embrio dini setelah

    masa blastula yaitu struktur bulat, hasil pembelahan

  • 48

    zigot.

    Hatching : perubahan intracapsular (tempat yang terbatas)

    sehingga embrio keluar dari cangkangnya.

    : hours post fertilization.

    Hidrosefalus : penumpukan cairan pada rongga otak atau yang

    disebut dengan ventrikel.

    Kraniofasial : kelainan yang mengenai kranio (tulang kepala) dan

    fasial (tulang-tulang wajah).

    Lethal Concentration

    (LC50)

    : konsentrasi yang menyebabkan kematian 50 % dari

    organisme uji.

    Malformasi : suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau

    ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses

    embryogenesis.

    Mutagenic : agen alam atau buatan manusia (fisik atau kimia)

    yang dapat mengubah struktur atau urutan DNA.

    Notochord : jaringan aksial yang membantu perpanjangan tubuh

    dan akan berkembang menjadi medula spinalis saat

    vertebrata dewasa.

    Pharyngula : tahapan filotopik pada embrio, bentuk tubuh melurus

    dari bentuk awalnya yang mengelilingi kuning telur.

    Segmentation : fase pembentukan organogenesis primer seperti

    pembentukan neuromer, lengkung primordial,

    pembentukan batasan antara somite dan satu

    dengan dua serta awal pergerakan dan ekor muncul.

    Sitokrom P450 : kelompok enzim biotransformasi tahap I yang

    berperan penting dalam metabolism dan eliminasi

    obat, racun, karsinogen dan senyawa endogen

    seperti hormone steroid.

    Sitotoksik : kemampuan sel untuk bertahan hidup karena

    adanya senyawa toksik.

    Somite : lempengan vertebrata atau untaian segmen

    longitudinal berbentuk blok dimana mesoderma

    dikedua sisi tulang belakang embrio melakukan

    diferensiasi.

    Sterol : sub kelompok steroid dan merupakan kelompok

    penting molekul organik.

  • 49

    Teratogenik : perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang

    dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia.

    Toksisitas : tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan

    terhadap organisme.

    Yolk egg : sumber makanan untuk embrio.

    Yolk Syncytial layer : lapisan periferal dari sel kuning telur seperti nuklei.

    Zigot : sel telur yang telah terfertilisasi.

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah maupun sintetis

    berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme

    pengganggu, terutama ditujukan untuk jenis-jenis tertentu. Penggunaan pestisida

    di bidang pertanian, terutama di negara-negara berkembang mencakup lebih dari

    90% konsumsi pestisida domestik (Kusno, 1995). Jika pestisida tersebut

    termasuk dalam jenis pestisida yang dapat larut dalam air, terbuang ke perairan

    secara sengaja ataupun tidak, dapat mencemari perairan dan dapat

    mempengaruhi antara lain proses metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus

    hidup, perkembangan embrio, pertumbuhan sel atau jaringan dari organisme

    yang hidup di perairan tersebut (Damayanti dan Abdulgani, 2013). Tebuconazole

    adalah fungisida triazole yang mempunyai spektrum luas dan sebagian besar

    digunakan dalam pertanian sebagai produk perlindungan tanaman. aktivitas anti

    fungi ini berfungsi untuk menghambat enzim sitokrom P450 (CYP51) yang

    menyebabkan terganggunya dinding jamur (Di Renzo et al., 2007).

    Tebuconazole sendiri memiliki rumus kimia C16H22ClN3O, Chemical Abstracts

    name disebut dengan: (±)-α-[2-(4-chlorophenyl)ethyl]- α- (1,1-dimethylethyl)-1H-

    1,2,4-triazole-1-ethanol (Andreu-Sanchez et al., 2011). Di perairan konsentrasi

    tebuconazole terus meningkat, terutama di sungai. Sebagai contoh, sebuah

    penelitian melaporkan bahwa konsentrasinya di permukaan air mencapai 175 -

    200 μg/L. Pestisida dalam ekosistem perairan dapat ditransfer melalui

    fitoplankton untuk ikan dan akhirnya pada manusia. Oleh karena itu, pencemaran

    tebuconazole perlu mendapat perhatian yang lebih (Toni et al., 2011). Untuk

    mengetahui efek zat pencemar terhadap biota dalam suatu perairan, perlu

    dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota yang ada yaitu dalam

  • 2

    bentuk Lethal Concentration (LC50). Jadi uji toksisitas digunakan untuk

    mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat

    menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah satu biota yang dapat

    digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan (Pratiwi et al., 2012).

    zebrafish populer di sebagian besar laboratorium biologi sebagai organisme

    model yang potensial untuk uji toksisitas, teratogenisitas, embriotoksisitas yang

    dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Ikan ini dapat dijadikan model dengan

    mengkombinasikan biokimia assay, seluler, dan molekuler melalui pengamatan

    struktur dan fungsi-fungsi tertentu dalam suatu individu (de Esch et al., 2012).

    Penelitian dengan metode ZFET terbukti memiliki beberapa keuntungan seperti

    embrio ikan yang transparan, sehingga memungkinkan pengamatan secara

    langsung terhadap perkembangan organ-organ dalam. Selain itu, embrio

    zebrafish dapat mewakili kompleksitas fisiologis dan morfologis pada organisme

    dewasa, sehingga dapat menggambarkan informasi organisme lengkap dalam uji

    toksisitas (Ma et al., 2007).

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan fungisida

    dengan bahan aktif tebuconazole yang dapat menyebabkan keracunan pada

    beberapa parameter seperti pengamatan mortalitas, daya tetas telur (Hatching

    rate), gambaran malformasi, detak jantung (heart rate) dan pengukuran kualitas

    air. Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk informasi (sebagai system

    peringatan) pencemaran lingkungan oleh bahan pencemar fungisida.

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Apakah fungisida dengan bahan aktif tebuconazole dapat mempengaruhi

    perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)?

  • 3

    b. Bagaimana gambaran morfologi dan fisiologi embrio zebrafish

    (Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif

    tebuconazole?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:

    a. Untuk mengetahui perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)

    dilihat dari mortalitas, daya tetas telur serta detak jantung embrio yang

    terpapar fungisida bahan aktif tebuconazole.

    b. Untuk mengetahui gambaran morfologi dan fisiologi embrio zebrafish

    (Brachydanio rerio) setelah pemaparan fungisida dengan bahan aktif

    tebuconazole.

    1.4 Kegunaan

    Kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi keilmuan tentang

    kelainan morfologi dan fisiologi embrio zebrafish (Brachydanio rerio) yang

    terpapar fungisida dengan bahan aktif tebuconazole serta dapat memberikan

    informasi kepada masyarakat mengenai efek yang ditimbulkannya bagi

    kesehatan dan lingkungan perairan. Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai

    acuan untuk menentukan batas dosis tentang penggunaan fungisida agar tidak

    mencemari dan membahayakan kehidupan organisme lingkungan perairan.

    1.5 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017

    yang dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

  • 4

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Fungisida

    2.1.1 Pengertian Fungisida

    Fungisida adalah salah satu kelas kimia yang muncul dari keprihatinan

    dalam sistem air tawar di Amerika Serikat. Tidak seperti herbisida, yang telah

    menerima banyak perhatian karena adanya efek yang ditimbulkan pada

    konsentrasi rendah terhadap vertebrata (misalnya, atrazin) (Hayes et al., 2002),

    selain itu, insektisida juga lebih dulu mendapat perhatian lebih karena efeknya

    pada invertebrata non target dan vertebrata telah diakui secara luas selama

    beberapa dekade (Gustafsson et al., 2010). Fungisida merupakan senyawa kimia

    yang mempunyai peranan dalam mengendalikan penyakit tanaman yang

    disebabkan oleh cendawan (jamur). Fungisida sistemik ini bersifat mencegah

    serangan cendawan dengan cara membuat semua bagian tanaman menjadi

    beracun, sehingga menghambat atau mencegah cendawan melakukan penetrasi

    ke semua bagian tanaman. Sifat fungisida ini adalah pengendalian preventif,

    artinya fungisida ini akan disemprotkan sebagai langkah pencegahan supaya

    jamur tidak mengganggu tanaman (Hartini, 2014). Fungisida digunakan secara

    ekstensif sebelum dan sesudah panen, untuk mencegah terjadinya kerusakan

    pada tumbuhan akibat spora jamur pada kondisi dibawah optimum terutama

    kelembaban dan temperatur. Fungisida menyebabkan efek akut pada manusia

    dengan LD50 : 800 – 10000 mg/kg berat badan. Bila terpapar oleh fungisida maka

    akan terjadi iritasi dan dermatitis. Kebanyakan fungisida dapat menyebabkan

    iritasi pada saluran pernafasan, selaput lendir, membran mata dan hidung.

    Semua bersifat sitotoksik dan arena mutagenic dapat mengakibatkan mutasi,

    kanker dan teratogenik (Hasinu, 2009).

  • 5

    2.1.2 Fungisida dengan Bahan Aktif Tebuconazole

    Tebuconazole adalah fungisida triazole yang mempunyai spektrum luas

    dan sebagian besar digunakan dalam pertanian sebagai produk perlindungan

    tanaman. aktivitas anti fungi ini berfungsi untuk menghambat enzim sitokrom

    P450 (CYP51) yang menyebabkan terganggunya dinding jamur (Di Renzo et al.,

    2007). Cara kerja Tebuconazole adalah dengan cara memblokir jalan untuk

    sintesis sterol. Sterol terbentuk dari lapisan sel jamur dan sangat penting untuk

    keseimbangan pertumbuhan. Hasil dari interfensi pada fungsi lapisan ini secara

    pasti akan menyebabkan kematian untuk jamur yang berbahaya. Potensi

    penghambatan fungisida triazole tidak terbatas pada jamur, tapi juga

    menghambat aktivitas enzim P450 dimedia lainnya yang mengakibatkan

    berbagai efek samping (Robinson et al., 2012). Contoh enzim yang telah

    dikaitkan dengan efek toksik triazol adalah enzim keluarga CYP26 (Marotta dan

    Tiboni, 2010). Selanjutnya, paparan triazol bisa menyebabkan cacat bawaan

    serta malformasi kraniofasial dan hidrosefalus dengan mempengaruhi tingkat

    asam retinoat endogen di embrio mamalia (Menegola et al., 2005).

    Waktu paruh tebuconazole dalam air adalah 538 h (22 hari), sementara itu

    biokonsentrasi maksimum pada ikan membutuhkan waktu paruh 24 hari dan

    waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan 95% dari konsentrasi maksimal

    tebuconazole pada daerah yang banyak mengaplikasikan tebuconazole selama

    105 hari setelah pengaplikasian (Andreu-Sanchez et al., 2008). Tebuconazole

    diklasifikasikan sebagai racun bagi organisme akuatik, dapat menyebabkan efek

    merugikan jangka panjang dalam lingkungan air. Tebuconazole sendiri memiliki

    rumus kimia C16H22ClN3O, IUPAC disebut dengan (RS)-1-p-chlorophenyl-4,4-

    dimethyl-3-(1H-1,2,4-triazol-1-ylmethyl)pentan-3-ol (Bayer Crop Science Limited,

    2005). Adapun rumus struktur dari tebuconazole adalah sebagai berikut (Gambar

    1).

  • 7

    telah mendapat perhatian yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Toni

    et al., 2011).

    Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa

    oleh aliran air irigasi. Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh

    mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka

    konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan

    kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-

    mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian

    pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida,

    menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga

    puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila

    zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam

    tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi

    pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai

    konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan

    menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut (Yuantari, 2011).

    2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio)

    2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

    Eschmeyer (1997), menjelaskan bahwa klasifikasi zebrafish (Brachydanio

    rerio) adalah sebagai berikut:

    Phylum : Chordata

    Class : Vertebrata

    Ordo : Ostariophysoidei

    Sub- ordo : Cyprinidea

    Family : Cyprinidae

    Genus : Brachydanio

  • 9

    dibandingkan dengan betina. Bentuk tubuh pipih dengan perut sedikit

    membundar, pada betina yang sudah matang gonad perut akan tampak sangat

    membundar. Ikan zebra tersebar dari India sampai Asia Tenggara terutama

    Indonesia dan menyukai daerah yang bersuhu dingin (Axelrod et al., 1997).

    Ikan Zebra (Danio rerio) jantan memiliki warna yang lebih cerah dan

    menarik. Ikan betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar

    dibandingkan dengan ikan jantan (Axelrod et al., 1971). Warna tubuhnya biru

    atau kuning dengan 4 garis perak sepanjang tubuhnya sampai pangkal sirip ekor

    (Talwar dan Jhingran, 1991).

    2.2.2 Zebrafish (Brachydanio rerio) sebagai Organisme Model

    Zebrafish memiliki beberapa karakteristik yang membuat hewan ini sangat

    bermanfaat sebagai organisme model. Di antaranya adalah tingkat reproduksi

    zebrafish yang sangat tinggi. Zebrafish biasanya menjadi dewasa di usia 3-4

    bulan. Pada umur ini mereka mencapai kematangan seksual dan dapat mulai

    bereproduksi. Ukuran zebrafish dewasa hanya sekitar 2-3 cm sehingga tidak

    membutuhkan ruang yang besar untuk pemeliharaannya (Utomo, 2009).

    Keuntungan lainnya yaitu zebrafish memiliki telur 200-300 butir/minggu, embrio

    berkembang di luar tubuh sehingga lebih mudah diamati, embrio bersifat

    transparan sehingga bisa dilihat organ yang terbentuk dengan jelas,

    perkembangan embrio tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga

    menghemat waktu dalam penelitian, serta mudah dipelihara sehingga

    membutuhkan biaya yang lebih murah (Santoriello dan Zon, 2012). Selain itu

    embrio zebrafish mudah menyerap bahan–bahan yang larut dengan air sehingga

    memudahkan peneliti untuk melihat efek malformasi organ diantaranya

    perubahan morfologi kepala, mata, ekor sirip, yolk sac, bentuk tubuh dan tulang

    belakang (Kimmel, et al., 1995).

  • 10

    2.2.3 Embriogenesis Zebrafish (Brachdanio rerio)

    Stadium perkembangan embrio zebrafish (Brachydanio rerio) dapat dilihat

    pada Gambar 4. dibawah ini:

    Gambar 4. Stadium perkembangan zebrafish (Kimmel et al., 1995).

    Ghofur et al. (2014), menyatakan perkembangan embrio diawali dengan

    pembuahan oleh spermatozoa. Spermatozoa memasuki telur lewat mikropyle.

    Satu spermatozoa sudah cukup untuk tujuan pembuahan. Setelah spermatozoa

    masuk yaitu hanya kepala dan ekor saja tertinggal diluar, cytoplasma dan

    chorion meregang dan menutup micropyle untuk menghalangi masuknya

    spermatozoa lainnya. Setelah telur dilepaskan ke dalam air dan dibuahi, maka

    chorion akan mengeras. Pengerasan chorion disebabkan oleh enzym pengeras

    yang terdapat pada bagian dalam lapisan chorion. Proses pembelahan diikuti

    oleh perkembangan selanjutnya yang berupa proses-proses blastulasi,

    grastulasi, organogenesis sampai mencapai proses penetasan. Mandiri (2007)

    mengemukakan bila embrio telah lebih panjang dari pada kuning telur dan telah

  • 11

    berbentuk sirip perut, maka telur akan segera menetas. Sebelum embrio

    menetas, embrio akan sering merubah posisi karena kekurangan ruang gerak

    didalam cangkang telur. Selanjutnya cangkang telur akan menjadi lunak dan

    akhirnya cangkang akan pecah. Pada bagian cangkang yang pecah ujung ekor

    embrionya akan dikeluarkan lebih dahulu sambil digerakkan, sedangkan bagian

    kepalanya akan dikeluarkan pada bagian akhir, karena bagian ini paling besar

    dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya.

    2.3 Uji Toksisitas

    Uji akut adalah uji makhluk hidup terhadap suatu keadaan yang cukup

    parah sehingga menyebabkan suatu respon cepat, biasanya dalam waktu 96

    jam. Uji akut biasanya dilakukan pada dosis yang tinggi dengan waktu

    pemaparan yang cukup singkat. Sebagian penelitian semacam ini dirancang

    untuk menentukan dosis letal median (LC50) toksikan. LC50 didefinisikan sebagai

    dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh hewan

    uji sebanyak 50% dari jumlah populasi. Pengujian ini juga dapat menunjukkan

    organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta

    memberikan petujuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian

    yang lebih lama (Lu, 1995).

    Koesoemadinata (1983) menyatakan bahwa tingkat daya racun suatu

    bahan pencemar pada ikan dibedakan menjadi beberapa kriteria, yang dapat

    dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

    Tabel 1. Tingkat Daya Racun Berdasarkan LC50-96 Jam

    Nilai LC50-96 jam Tingkat Daya Racun

    < 1 Sangat tinggi

    1–10 Tinggi

    10–100 Sedang

    > 100 Ringan

    (Koesoemadinata, 1983).

  • 12

    2.5 Pengukuran Kualitas Air

    2.5.1 Suhu

    Salah satu faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang sangat

    besar terhadap tingginya kematian ikan pada fase awal kehidupannya adalah

    suhu. Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

    pertumbuhan rata–rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh

    langsung pada proses perkembangan embrio dan larva. Secara umum fase awal

    yaitu fase embrio dan larva merupakan fase yang paling sensitif dan mudah

    menjadi stress dalam menerima pengaruh lingkungan (Andriyanto, 2013). Daya

    toleransi ikan terhadap suhu sangat bervariasi bergantung pada spesies dan

    stadia hidupnya (Yuniar, 2009).

    Suhu air juga mempunyai peran penting dalam kecepatan laju metabolisme

    dan respirasi biota air serta metabolise ekosistem perairan. Organisme perairan

    seperti ikan mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di

    bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang

    biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Setyawan, 2013). Sementara itu

    pada suhu rendah dibawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi,

    kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Sebaliknya

    pada suhu yang terlalu tinggi ikan dapat mengalami stress pernapasan dan

    bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen (Yusana, 2011).

    2.5.2 Derajat Keasaman (pH)

    Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air

    karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air,

    selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu.

    Sub-optimal pH berakibat buruk pada spesies kultur dan menyebabkan ikan

    stress, mudah terserang penyakit, produktifitas dan pertumbuhan rendah

  • 13

    (Setyawan, 2013). Nilai pH juga mempengaruhi daya racun bahan atau faktor

    kimia lain misalnya ammonia yang meningkat seiring dengan meningkatnya nilai

    pH dan H2S menurun seiring meningkatnya pH (Utomo, 2009).

    2.5.3 Oksigen Terlarut (DO)

    Tercukupinya oksigen di perairan sangatlah diperlukan, karena kekurangan

    oksigen akan mengakibatkan dampak yang negatif pada kesehatan ikan seperti

    mengakibatkan stress, anoreksia, hypoxia pada jaringan, ketidak sadaran,

    mudah diserang penyakit dan parasit bahkan kematian secara mendadak dan

    masal (Utomo, 2009). Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan

    berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat

    respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar

    (Mason, 1992).

  • 14

    3. METODE PENELITIAN

    3.1 Materi Penelitian

    Materi dalam penelitian ini yakni uji toksisitas pada embrio zebrafish

    (Brachydanio rerio) dengan konsentrasi yang berbeda. Pemapar yang

    digunakan adalah fungisida bahan aktif tebuconazole yang meliputi pengamatan

    mortalitas, daya tetas telur (Hatchig rate), malformasi embrio dan detak jantung

    (heart rate). Adapun parameter kualitas air yang perlu diukur yaitu: suhu, derajat

    keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO).

    3.2 Alat dan bahan

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

    Akuarium : sebagai tempat pemeliharaan dan pemijahan ikan

    Aerator : sebagai suplai oksigen

    Cawan petri : sebagai tempat percobaan

    Mikroskop binokuler : untuk mengamati perkembangan embrio

    Objek glass : untuk pengamatan di bawah mikroskop

    Mikropipet dan tip : untuk mengambil larutan uji

    Pipet tetes kaca : untuk mengambil larutan dalam skala kecil

    Labu ukur 25 ml : sebagai wadah pembuatan larutan uji

    Pipet volume 1 m : untuk mengambil tebuconazole

    Pipet tetes plastik : untuk mengambil embrio

    Washing bottle : untuk tempat aquades

    Hand tally counte : untuk menghitung detak jantung

    Gelas ukur 10 ml : untuk mengukur jumlah larutan

    Thermometer : untuk mengukur suhu air

  • 15

    DO meter : untuk mengukur oksigen terlarut

    pH meter : untuk mengukur pH

    kamera : untuk dokumentasi penelitian

    3.2.2 Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

    zebrafish dewasa : sebagai organisme yang dipijahkan

    Air tawar : sebagai media hidup zebrafish

    Tebuconazole : sebagai bahan pemapar percobaan

    Tissue : untuk membersihkan alat

    Aquades : untuk media pengencer

    3.3 Metode dan Rancangan Penelitian

    3.3.1 Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode

    eksperimen. Setyanto (2005), menyatakan bahwa suatu penelitian yang

    berusaha melihat hubungan sebab akibat dari satu atau lebih variabel

    independen dengan satu atau lebih variabel kontrol. Peneliti melakukan

    manipulasi terhadap satu atau lebih variable independen. Manipulasi berarti

    merubah secara sistematis sifat (nilai-nilai) variabel bebas sesuai dengan tujuan

    penelitian. Serta mengelompokkan subyek penelitian ke dalam kelompok

    eksperimen dan kelompok konrol. Dalam desain klasik, kelompok eksperimen

    adalah kelompok subyek yang akan dikenai perlakuan (treatment). Sedangkan

    yang dimaksud dengan perlakuan (treatment) adalah mengenakan (exposed)

    variabel bebas yang sudah dimanipulasi kepada kelompok eksperimen.

    Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok subyek yang tidak dikenai

    perlakuan.

  • 16

    3.3.2 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

    Rancangan ini digunakan karena tempat percobaan relatif homogen/seragam

    yaitu laboratorium. Hanafiah (2000), menjelaskan bahwa RAL merupakan

    rancangan percobaan yang tidak terdapat lokal kontrol, sumber keragaman

    adalah perlakuan dan galat. Dijelaskan pula bahwa RAL umumnya cocok

    digunakan untuk kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang homogen.

    Penelitian dilakukan menggunakan 4 perlakuan dan 1 kontrol. Untuk masing-

    masing perlakuan ataupun kontrol diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan tersebut

    meliputi:

    Kontrol (P0) : tanpa pemberian perlakuan

    Perlakuan 1 (P1) : konsentrasi 6,64

    Perlakuan 2 (P2) : konsentrasi 11,02

    Perlakuan 3 (P3) : konsentrasi 18,29

    Perlakuan 4 (P4) : konsentrasi 30,35

    3.4 Sumber Data

    3.4.1 Data Primer

    Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung, yang didapatkan

    dari hasil penelitian terhadap gejala obyek yang diselidiki, baik dalam situasi

    yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Untuk

    mengumpulkan data primer dapat digunakan beberapa metode, antara lain

    observasi, wawancara, dan partisipasi aktif (Surakhmad, 1985). Data primer

    dapat diperoleh dengan cara observasi. Observasi berasal dari kata observation

    yang berarti pengamatan. Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati

    perilaku, kejadian atau kegiatan orang atau sekelompok orang yang diteliti.

  • 17

    Kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui apa yang

    sebenarnya terjadi (Djaelani, 2013).

    3.4.2 Data Sekunder

    Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data

    yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang diluar peneliti

    sendiri. Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh dari pustaka-pustaka,

    laporan-laporan, lembaga pemerintah dan masyarakat serta dari sumber yang

    lainnya (Surakhmad, 1985).

    3.5 Prosedur Penelitian

    3.5.1 Pembuatan Konsentrasi

    Pada pengujian ini terdiri dari 4 perlakuan dan 1 kontrol yang terletak pada

    deret ambang bawah (4 ) dan ambang atas (50 ). Penentuan konsentrasi ini

    didasarkan pada uji toksisitas yang dilakukan oleh Andreu-Sanchez et al. (2008).

    Taufik (2005) menyatakan bahwa rumus yang digunakan untuk menentukan

    deret perlakuan adalah sebagai berikut:

    (

    )

    Keterangan:

    N : konsentrasi ambang atas

    n : konsentrasi ambang bawah

    K : jumlah konsentrasi yang diujikan

    a : konsentrasi terkecil yang diinginkan

    Kemudian dihitung deret konsentrasi a, b, c dan d dengan rumus:

  • 18

    Apabila konsentrasi yang diinginkan dalam penelitian sudah didapatkan,

    maka dilanjutkan dengan menghitung jumlah Tebuconazole yang dibutuhkan

    dalam setiap konsentrasi tersebut. Adapun cara penentuan jumlah tebuconazole

    dihitung dengan rumus pengenceran. Rumus pengenceran tersebut adalah:

    V1 X C1 = V2 X C2

    Keterangan:

    V1 = volume tebuconazole yang dibutuhkan

    C1 = konsentrasi tebuconazole (430 g/l)

    V2 = volume larutan yang diinginkan

    C1 = konsentrasi yang diinginkan

    Kemudian untuk perhitungan deret konsentrasi dan penentuan jumlah

    tebuconazole yang dibutuhkan pada setiap konsentrasi dapat dilihat pada

    Lampiran 1.

    3.5.2 Pemeliharaan Zebrafish (Brachydanio rerio)

    Hewan uji yang digunakan yaitu zebrafish (Brachydanio rerio) yang

    diperoleh dari pasar Splendid Kota Malang. Zebrafish (Brachydanio rerio) yang

    digunakan adalah yang dewasa. Untuk pakan yang diberikan berupa Cacing

    sutra (Tubifex) sebanyak satu kali sehari. Ikan dipelihara dalam akurium

    pemijahan dengan suhu 27⁰C dan pH 7. Pada akuarium ditempatkan zebrafish

    jantan dan betina yang siap memijah, diberi oksigenasi serta dipasang spwaning

    trap didasar akuarium (Robert dan Jens, 2011).

    3.5.3 Pemijahan

    Perbandingan rasio jantan dan betina adalah 2:1. Pencahayaan

    menggunakan siklus 14 jam terang dan 10 jam gelap (Matthews et al., 2002).

    Pemijahan dan pembuahan berlangsung dalam 30 menit setelah muncul cahaya

    di pagi hari. Pengambilan telur dilakukan dengan meletakkan keranjang berjala

  • 19

    pada akuarium zebrafish (Brachydanio rerio) dewasa untuk menghindari predasi

    telur dan diambil 30-60 menit setelah pemijahan. Telur yang diperoleh kemudian

    dicuci dengan medium embrio untuk menghilangkan debris (OECD, 2013).

    3.5.4 Sortir Telur

    Embrio yang fertil memiliki warna transparan, kantong amnion utuh,

    diameter berkisar antara 0,8-1,5 mm dan perkembangan embrio yang normal.

    Telur yang terfertilisasi diletakkan pada piring kultur dan diinkubasi pada suhu 28

    ±0,5˚C. Medium diganti satu kali setiap hari sesuai paparan yang diberikan.

    Embrio dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi larutan berkonsentrasi

    sebanyak 5 ml (Anggraeni et al., 2014). Telur yang telah diseleksi selanjutnya

    diambil dengan menggunakan pipet dan ditempatkan pada masing-masing

    cawan. Setiap sumur diisi sebanyak 20 embrio serta dilakukan pengulangan

    sebanyak 3 kali untuk meminimalisir bias, jadi total embrio yang digunakan yaitu

    300 embrio. Embrio diinkubasi pada suhu ruangan yaitu ±27.5 0 C telur

    zebrafish yang fertil dipapar dengan tebuconazole dan dirawat sampai usia 96

    hpf (jam setelah fertilisasi). Untuk lebih jelasnya berikut merupakan gambar

    cawan petri dan diagram alur seleksi telur zebrafish (Brachydanio rerio) saat

    penelitian.

    Gambar 5. Cawan Petri yang digunakan dalam Penelitian

  • 20

    Gambar 6. Diagram alir seleksi embrio (OECD, 2013).

    3.5.5 Pengamatan Mortalitas dan Pengukuran Daya Tetas Telur

    Pengamatan mortalitas dilakukan setiap 24, 48, 72 dan 96 hpf. Kemudian

    data kematian dianalisis dengan menggunakan probit untuk memperoleh nilai

    LC50 (lethal concentration 50). Cara menentukan analisis probit dapat dihitung

    dengan menentukan nilai regresi dengan rumus: y = a+bx. Daya tetas akan

    diamati pada 48, 72, 96 hpf (jam pasca fertilisasi) untuk melihat kemampuan

    menetas embrio pada setiap kelompok perlakuan, melalui banyaknya embrio

    yang menetas menjadi larva. Daya tetas akan dihitung melalui rumus (Akpoilih

    dan Adebayo, 2010).

    3.5.6 Pengamatan Frekuensi Denyut Jantung (Heart Rate)

    Embrio zebrafish (Brachydanio rerio) diamati selama 96 hpf . Frekuensi

    denyut jantung embrio zebrafish (Brachydanio rerio) diamati dan dihitung pada

    48, 72 dan 96 hpf (OECD, 2013). Denyut jantung dihitung selama 15 detik

    dengan menggunakan hand Tally counter (Kowan et al., 2015).

    % Daya Tetas = Jumlah embrio yang menetas pada jam ke 72 x 100%

    Jumlah total embrio pada awal pengamatan

  • 21

    3.5.7 Perkembangan Malformasi

    Pengamatan dilakukan pada 24, 48, 72, dan 96 hpf. Pengamatan dilakukan

    terhadap malformasi yang terjadi pada embrio seperti: bentuk sumbu tubuh,

    kantung kuning telur, kelainan jantung, noctokorda dan ekor embrio dengan

    menggunakan mikroskop. Data malformasi dianalisis secara deskriptif.

    5.5.8 Pengukuran Parameter Kualitas Air

    a. Suhu

    SNI (2005) menjelaskan prosedur penggunaan Termometer

    adalah sebagai berikut:

    1. Termometer dicelupkan ke dalam air sampel yang akan diuji dan

    dibiarkan 2-5 menit sampai termometer menunjukkan nilai yang stabil

    2. Dicatat pembacaan skala termometer tanpa mengangkat lebih dahulu

    dari air.

    b. Derajat Keasaman (pH)

    SNI (2004) menjelaskan prosedur penggunaan pH meter adalah

    sebagai berikut:

    1. Alat pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga sesuai instruksi

    kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran

    2. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu selanjutnya dibilas dengan

    air suling

    3. Elektroda dibilas dengan air sampel yang akan diuji

    4. Elektroda dicelupkan ke dalam air sampel yang diuji sampai pH meter

    menunjukkan pembacaan yang tetap.

    5. Dicatat hasil pembacaan skala

  • 22

    c. Oksigen Terlarut (DO)

    Pratama et al. (2012) menjelaskan cara pengukuran DO

    mengggunakan DO meter adalah sebagai berikut:

    1. Tekan tombol “ON” sampai terlihat kata ready.

    2. Memasukkan ujung hitam DO meter, kemudian ditunggu ± 3 menit

    sampai nilai benar-benar konstan.

    3. Mencatat hasil pengukuran dengan satuan .

    3.6 Analisis Data

    Data Mortalitas dianalisis dengan menggunakan probit untuk memperoleh

    nilai LC50 (lethal concentration 50). cara menentukan analisis probit dapat

    dihitung dengan menentukan nilai regresi dengan rumus y = a+bx. Untuk data

    Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ANOVA Apabila dari

    hasil Analisis keragaman (sidik ragam) menunjukkan pengaruh yang berbeda

    nyata (Significant) atau sangat berbeda nyata (highly significant), maka

    dilanjutkan dengan uji Tukey. Pengolahan data dengan menggunakan software

    analisis data yakni software IBM SPSS Statistics 20. Fungsi dari uji ini adalah

    mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemaparan bahan aktif tebuconazole

    dengan konsentrasi dan waktu berbeda pada mortalitas, daya tetas telur, detak

    jantung dan malformasi.

  • 26

    Perkembangan embrio dimulai dari periode zigot yang terjadi pada 0-45

    menit paska fertilisasi, pada tahap ini sitoplasma akan bergerak menuju animal

    pole untuk membentuk blastodisc. Selanjutnya periode cleavage yaitu sel

    membelah menjadi 2, 4, 8, 16, 32 dan 64 sel. Periode selanjutnya yaitu blastula

    terjadi ketika blastodisc mulai terlihat menyerupai bola yaitu pada pembelahan

    128 sel, selama periode ini embrio mengalami pembentukan epiboly yaitu

    penipisan dan penyebaran dari kedua yolk synytial layer dan blastoderm

    melewati yolk cell. Epiboly ini akan terus berlangsung sampai periode gastrula.

    Pada periode gastrula akan terjadi pembentukan tulang belakang embrio. Pada

    periode ini dimulai saat epiboly terbentuk 50% sampai epiboly terbentuk

    sempurna dan tail bud juga terbentuk, blastodrem menipis dan penghubung

    antara periblast dan blastoderm mulai melengkung sampai pada akhir

    pergerakan epiboly, celah blastoderm mulai menutup. Kemudian pada periode

    segmentasi terlihat segmen tulang belakang dan ekor, namun lapisan mesoderm

    belum bisa dibedakan pada segmen badan, terdapat gerakan otot, ekor terlihat

    dengan baik dan merupakan awal pembentukan neuron, ginjal, telinga dan organ

    penciuman. Pada Periode Pharyngula terlihat gerakan spontan, ekor mulai

    terlepas dari yolk, mulai terdapat pigmentasi serta jantung mulai berdenyut dan

    mulai ada aliran darah. Pada periode penetasan, tulang belakang telah terbentuk

    secara sempurna dan mudah untuk diamati. Selanjutnya yaitu periode early

    larva, pada periode ini morphogenesis sudah sempurna dan mulai berenang

    secara aktif serta mulai ada respon untuk melarikan diri dan mencari makan

    (Kimmel et al., 1995).

  • 27

    4.2 Toksisitas Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish

    Penentuan toksisitas akut dilakukan terhadap embrio zebrafish

    (Brachydanio rerio) yang terpapar fungisida bahan aktif tebuconazole selama 96

    hpf. Konsentrasi tebuconazole yang digunakan adalah 0; 6,64; 11,02; 18,29 dan

    30,35 mg/l. Perhitungan LC50 menggunakan probit dari data kematian 96 hpf

    (jam setelah fertilisasi). Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa untuk

    pengujian LC50 fungisida (paclobutrazol) pada zebrafish (Danio rerio) adalah

    sebesar 20,55 mg/l (Ding et al., 2009). Penelitian LC50 terbaru pada embrio

    zebrafish menyebutkan bahwa konsentrasi yang dijadikan patokan enam

    fungisida triazoles (flusilazole, hexaconazole, cyproconazole, triadimefon,

    myclobutanil, dan triticonazole) berkisar antara 1,5-25 mg/l (Hermsen et al.,

    2011). Sementara nilai LC50 pada penelitian ini sebesar 14,80 mg/l. Nilai ini

    termasuk dalam kategori toksisitas sedang berdasarkan tingkat daya racun LC50-

    96 jam (Tabel 3). Hasil analisa probit dapat dilihat pada lampiran 3.

    Tabel 3. Tingkat Daya Racun Berdasarkan Nilai LC50-96 jam

    Nilai LC50- 96 jam Tingkat Daya Racun

    100 Ringan

    (Koesoemadinata, 1983).

    Pemaparan oleh fungisida bahan aktif tebuconazole dapat mempengaruhi

    mortalitas dari embrio zebrafish (Brachydanio rerio). Berikut merupakan

    persentase hasil pengamatan mortalitas embrio zebrafish (Brachydanio rerio)

    yang dipapar oleh fungisida bahan aktif tebuconazole (Gambar 7).

  • 28

    Gambar 7. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap mortalitas embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p

  • 29

    mg/l berbeda nyata dengan konsentrasi 6.64 mg/l; 11.02 mg/l; 18.29 mg/l dan

    30.35 mg/l.

    Berdasarkan grafik mortalitas tersebut (Gambar 7) menunjukkan bahwa

    kematian embrio tertinggi (≥ 50%) populasi terjadi pada konsentrasi tertinggi

    yaitu 30.35 pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai 75% sementara pada

    konsentrasi 0 mortalitas sebesar 0% dari total embrio awal. Berdasarkan hasil

    penelitian diketahui bahwa peningkatan konsentrasi dan waktu paparan

    berbanding lurus terhadap besarnya mortalitas. Peningkatan konsentrasi

    menyebabkan peningkatan kematian embrio, begitu juga dengan waktu paparan,

    dimana semakin lama waktu paparan semakin banyak embrio yang mati. Lama

    paparan tebuconazole terhadap embrio menyebabkan embrio menyerap lebih

    banyak dan menyebabkan toksik bagi tubuh dan akhirnya menyebabkan

    kematian.

    Daya tetas telur merupakan kemampuan embrio untuk keluar dari

    cangkangnya (chorion) hal ini diakibatkan dari proses mekanik dan enzimatik.

    Aktifitas mekanik berasal dari pertambahan panjang embrio dan gerakan embrio

    itu sendiri, semakin aktif embrio bergerak maka semakin cepat pula embrio

    tersebut menetas. Sedangkan aktifitas enzimatik diperankan oleh enzim

    chorionase yang sifatnya mereduksi chorion, lapisan chorion tersebut menjadi

    lebih tipis dan lembek sehingga bagian chorion tersebut akan pecah, ekor embrio

    akan keluar diikuti badan dan kepalanya (Ainia et al., 2015). Adapun faktor luar

    yang berpengaruh terhadap penetasan telur ikan adalah oksigen, pH, suhu dan

    intensitas cahaya. Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada

    suhu yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme

    berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio akan lebih cepat juga. Hal

    ini akan mempengaruhi pergerakan embrio dalam cangkang menjadi lebih

  • 30

    intensif (Gusrina, 2008). Hasil pengamatan daya tetas telur zebrafish

    (Brachydanio rerio) disajikan pada grafik dibawah ini (Gambar 8).

    Gambar 8. Pengaruh pemberian tebuconaole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap daya tetas telur. Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p

  • 31

    Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa pada pengamatan 24 hpf

    belum terjadi penetasan baik pada konsentrasi terendah maupun pada

    konsentrasi tertinggi. Telur akan mulai menetas pada 48 hpf sampai dengan 96

    hpf. Total telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu

    pada konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l

    sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l

    sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali.

    Penghambatan proses menetas membuktikan bahwa embrio tidak

    mengalami perkembangan, dalam hal ini embrio tidak mengalami pembelahan

    sel untuk berkembang ke tahap selanjutnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

    seiring dengan meningkatnya konsentrasi tebuconazole maka daya tetas telur

    juga akan semakin rendah. Mu (2013), melaporkan fungisida bahan aktif

    difenaconazole dapat mengakibatkan penurunan daya tetas embrio seiring

    dengan semakin meningkatnya konsentrasi. Berikut merupakan hasil

    pengamatan detak jantung pada embrio zebrafish (Gambar 9).

    Gambar 9. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap detak jantung embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p

  • 32

    Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjut

    dengan uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tebuconazole dan

    waktu pemaparan memberikan pengaruh (p

  • 33

    selama perkembangan embrio, sehingga fungsi jantung akan terpengaruh

    karena keterbatasan energi (Kodde et al., 2007). Sehingga dapat disimpulkan

    bahwa penurunan denyut jantung pada embrio zebrafish (Brachydanio rerio)

    diduga karena adanya beberapa faktor yaitu: tingginya konsentrasi yang

    diberikan, lamanya waktu paparan dan bahan aktif tebuconazole yang

    terkandung yang dapat menyebabkan gangguan pada kuning telur.

    4.3 Efek Tebuconazole terhadap Embrio Zebrafish

    Pengamatan morfologi bertujuan untuk mengetahui apakah toksisitas dari

    suatu senyawa hanya terfokus pada organ-organ tertentu dalam tubuh ikan zeba.

    Pengamatan morfologi dilakukan terhadap embrio Zebrafish (Brachydanio rerio)

    yang terpapar tebuconazole selama periode tertentu dengan konsentrasi yang

    berbeda-beda. Berikut merupakan grafik persentase malformasi embrio zebrafish

    (Brachydanio rerio) yang dipapar Tebuconazole (Gambar 10).

    Gambar 10. Pengaruh pemberian tebuconazole dengan berbagai konsentrasi dan waktu berbeda terhadap malformasi embrio zebrafish Keterangan: huruf yang berbeda pada konsentrasi dan waktu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p

  • 34

    Hasil analisis statistik menggunakan one-way ANOVA dan dilanjut dengan

    uji Tukey menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tebuconazole dan waktu

    pemaparan memberikan pengaruh (p

  • 35

    deformasi tulang belakang dan yolk sac edema. Berikut merupakan hasil

    pengamatan embrio zebrafish yang terpapar Tebuconazole (Gambar 11).

    Gambar 11. Morfologi Embrio Zebrafish yang dipapar tebuconazole

    Keterangan: A. kontrol 48 hpf, B. Kontrol 72 hpf, C. Kontrol 96 hpf, D. Tebuconazole 11,02 mg/l 48 hpf, E. Tebuconazole 6,64 mg/l 96 hpf, F. Tebuconazole 11,02 mg/l 18,29 mg/l 72 hpf, I. Tebuconazole 30,35 mg/l 96 hpf. Keterangan istilah: : jam paska fertilisasi.no: kelainan notokorda, ax: kelainan sumbu tubuh, cf: kelainan ekor, ey: edema kantong kuning telur, ep: edema pericardium.

    Hasil penelitian yang telah dilakukan (Gambar 11) menunjukkan bahwa

    pada konsentrasi 11,02 mg/l larva 48 hpf mengalami kelainan sumbu tubuh dan

    pada konsentrasi 11,02 mg/l larva 96 hpf terjadi kelainan edema perikardium dan

    edema kantong kuning telur. Pada konsentrasi 18,12 mg/l larva 48 hpf terjadi

    kelainan notokorda. Sementara pada 72 hpf larva mengalami kelainan edema

    perikardium, edema kantung kuning telur dan kelainan ekor. Pada konsentrasi

    30,35 mg/l 96 hpf embrio tidak menetas sama sekali namun mengalami edema

    kantung kuning telur dan edema perikardium.

    Hermsen et al. (2011) melaporkan efek teratogenik pada embrio zebrafish

    yang dipapar fungisida triazol meliputi malformasi, penurunan denyut jantung,

    edema perikardial, malformasi kepala, edema kantung kuning telur. Sehingga

    dapat disimpulkan bahwa adanya efek teratogenik adalah fenomena yang paling

  • 36

    sering terjadi disebabkan oleh fungisida triazole. Selain itu, hal ini menunjukkan

    bahwa korion telur tidak bisa bertindak sebagai penghalang untuk tebuconazole

    dan tidak mampu untuk melindungi embrio. Hal ini sesuai dengan penelitian

    sebelumnya bahwa chorion dari zebrafish tidak memberikan perlindungan untuk

    embrio yang terpapar pestisida mimba Neemgold dan Azacel (Ansari dan

    Ahmad, 2010).

    Haendel et al. (2004) menjelaskan bahwa kelainan pada notokorda secara

    tidak langsung menyebabkan kematian embrio. Embrio tetap tumbuh namun

    proses menetas menjadi terhambat, serta terjadi paralisis pada embrio sehingga

    embrio tidak bisa berenang atau mencari makanan. Pada penelitian ini

    menunjukkan bahwa bahan aktif tebuconazole dapat menyebabkan kelainan

    pada notokorda dan sejalan dengan itu juga menyebabkan penghambatan

    proses menetas pada embrio. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Mandrell et al. (2012) bahwa kelainan pada notokorda, sumbu

    tubuh, dan somit mampu menghambat proses menetas pada embrio ikan zebra.

    Kekurangan asam retinoat telah dianggap sebagai faktor yang dapat

    menyebabkan edema perikardial embrio zebrafish (Hou, 2008). Penelitian

    terbaru menunjukkan bahwa penurunan Asam retinoik selalu disertai dengan

    peningkatan regulasi CYP26A1, terbukti bahwa Senyawa triazole dapat

    mengubah enzim metabolisme asam retinoat (Chen et al., 2009). Hermsen et al.

    (2011) lebih lanjut melaporkan bahwa tingkat ekspresi CYP26A1 pada embrio

    zebrafish meningkat secara signifikan setelah terpapar fungisida flusilazol dan

    Cyproconazole. Karena itu, efek teratogenik pada jantung berhubungan dengan

    peningkatan transkripsi CYP26A1. Studi lain juga menemukan bahwa edema

    perikardium pada embrio zebrafish dapat diakibatkan oleh berbagai faktor

    diataranya sirkulasi yang ireguler seperti vaskular statis dan penurunan denyut

    jantung (Melek et al., 2013).

  • 37

    Yolk sac pada embrio berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi embrio.

    Kelainan kantong kuning telur dapat berupa edema, pembesaran atau

    perubahan bentuk kantong kuning telur. Kantong kuning telur merupakan sumber

    makanan bagi embrio. Jika terjadi kelainan kantong kuning telur pada embrio

    maka akan mengganggu proses penyerapan makanan. Edema yolk sac

    merupakan salah satu indikasi bahwa nutrisi tidak terserap sempurna oleh

    embrio. sehingga nutrisi dalam yolk sac berlebih dan terjadi edema yolk sac.

    Selain itu, penghambatan sterol juga merupakan kemungkinan asal efek edema

    kantung kuning telur, fungisida triazole berpotensi untuk mempengaruhi tingkat

    sterol dan bisa menyebabkan edema kantong kuning telur, pengurangan sterol

    yang diinduksi obat kemungkinan adalah mekanisme lain dari keracunan kuning

    telur.

    Kelainan jantung juga bisa berasal dari kantung kuning telur. Selama

    embrio ikan menggunakan nutrisi kuning telur endogen yang sebelumnya

    terakumulasi di Oocyte, gangguan kantung kuning telur dapat menghalangi

    pasokan nutrisi selama perkembangan embrio, demikian juga dengan fungsi

    jantung akan terpengaruh karena keterbatasan energi (Kodde et al., 2007), yang

    akan mengakibatkan berbagai kelainan jantung seperti rendahnya denyut

    jantung dan malformasi. Sementara itu, kelengkungan tulang belakang pada

    embrio zebrafish terjadi karena kandungan zat aktif yang menembus chorion

    mampu menganggu struktur dan fungsi dari tulang belakang (Cindy et al., 2015).

    4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air

    Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang sangat diperhatikan

    dalam budidaya, parameter yang umumnya berpengaruh terhadap persentase

    penetasan telur dan kelangsungan hidup larva adalah suhu, oksigen terlarut dan

    pH (Putri et al., 2013). Sebab perubahan kualitas air yang terjadi secara

  • 38

    mendadak dapat menyebabkan kematian pada telur (Sutarjo, 2014). Parameter

    kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi parameter fisika yaitu suhu

    dan parameter kimia yaitu pH dan DO. Berikut merupakan hasil pengukuran

    kualitas air (Tabel 4).

    Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air

    Parameter Hasil Pengamatan Standar Baku Mutu

    Suhu 27,5 (0 C) 27±1 0C (Bilotta et al., 1999)

    pH 5,82-7,25 6,5-7 (Sakurai et al., 1992)

    DO 2,94 - 3,85 () >3 (Boyd, 1990)

    Suhu rata-rata selama penelitian yaitu 27,5 0C dan relatif stabil dikarenakan

    selama penelitian suhu dikondisikan untuk tetap konstan. Dari hasil yang

    diperoleh dapat disimpulkan bahwa, suhu selama penelitian masih dalam kondisi

    yang optimal sesuai dengan suhu optimal dimana zebrafish dapat berkembang

    dengan baik, yaitu pada suhu 27±1°C (Bilotta et al., 1999). Suhu merupakan

    faktor penting dalam mempengaruhi proses perkembangan embrio, daya tetas

    telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang rendah membuat enzim

    (chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit telur dan membuat embrio akan

    lama dalam melarutkan kulit, sehingga embrio akan menetas lebih lama.

    Sebaliknya pada suhu tinggi dapat menyebabkan penetasan prematur sehingga

    larva atau embrio yang menetas akan tidak lama hidup (Satyani, 2007).

    Derajat keasaman (pH) rata-rata selama penelitian pada pemeliharaan

    embrio berkisar antara 5,82 hingga 7,25. Nilai pH yang baik untuk menunjang

    kehidupan zebrafish berkisar antara 6,5-7 (Sakurai et al., 1992). Sehingga dapat

    disimpulkan bahwa pH air selama penelitian berada dibawah batas optimal. Hal

    ini menunjukkan bahwa pH air selama penelitian dari awal hingga akhir

    mengalami penurunan yakni semakin asam dikarenakan konsentrasi fungisida

    yang semakin tinggi menyebabkan kondisi pH semakin asam dan menyebabkan

    embrio banyak yang mengalami kematian.

  • 39

    Oksigen terlarut pada pemeliharaan berkisar antara 2,94-3,85 . Boyd

    (1990), melaporkan konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 . Jadi

    oksigen terlarut pada media pemeliharaan embrio zebrafish (Brachydanio rerio)

    selama penelitian tergolong rendah. Penurunan kadar oksigen terlarut pada

    media tersebut dapat mempengaruhi daya tetas dan kehidupan embrio karena

    berada dibawah batas optimal.

  • 40

    5. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Paparan bahan aktif tebuconazole dapat menghambat proses

    perkembangan embrio. Hasil mortalitas menunjukkan bahwa kematian embrio

    tertinggi pada konsentrasi 30.35 mg/l pada waktu paparan 96 hpf yang mencapai

    75%. Sementara mortalitas terendah sebesar 0% pada konsentrasi 0 mg/l. Total

    telur yang menetas sampai dengan akhir pengamatan 96 hpf yaitu pada

    konsentrasi 0 mg/l sebanyak 100%, konsentrasi 6,64 mg/l

    sebanyak 75%, konsentrasi 11,02 mg/l sebesar 47%, konsentrasi 18,29 mg/l

    sebesar 18% dan konsentrasi 30,35 mg/l telur tidak menetas sama sekali.

    Penurunan frekuensi denyut jantung embrio zebrafish secara signifikan

    ditunjukkan pada konsentrasi 11,02 mg/l, 18,29 mg/l dan 30,35 mg/l dibanding

    kelompok kontrol. Hasil malformasi embrio terbesar berada pada konsentrasi

    30.35 mg/l yang mencapai 76 %. Sementara pada konsentrasi 0 mg/l embrio

    tidak mengalami malformasi. Apabila dilihat dari gambaran morfologi dan

    fisiologinya maka pemaparan bahan aktif tebuconazole dapat mengakibatkan

    kelainan berupa kelainan sumbu tubuh, edema yolk sac dan edema perikardium,

    kelainan bentuk ekor dan kelainan noctokorda.

    5.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek yang ditimbulkan oleh

    bahan aktif tebuconazole terhadap organ tubuh lainnya mata, bentuk kepala,

    sirkulasi darah dan lain sebagainya. Hasil yang didapat dapat dijadikan sebagai

    acuan dalam menentukan batas dosis. Embrio zebrafish juga dapat dijadikan

    sebagai hewan model untuk mengetahui akibat pencemaran fungisida di perairan

    yang dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan perairan.

  • 41

    DAFTAR PUSTAKA

    Ainia, H. N., A. Heru dan Z. Fadli. 2015. Uji toksisitas akut dekokta Orthosiphon stamineus, Benth terhadap daya tetas dan malformasi organ embrio Danio rerio. Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 1-9.

    Akpoilih, B.U. and Adebayo, O.T. 2010. Effect of formalin on the hatching rate of

    eggs and survival of larvae of the African Catish (Clarias gariepinus), J. Appl. Sci. Environ.14(4): 31-34.

    Altenhofen, S., D.D. Nabinger, M.T. Wiprich, TCB. Pereira, M. R. Bogo, C.D.

    Bonan. 2017. Tebuconazole alters morphological, behavioral and neurochemical parameters in larvae and adult zebrafish (Danio rerio). Chemosphere. 180: 483-490.

    Andreu-Sanchez, O. L.C. Paraıba, C. M. Jonsson, J.M. Carrasco. 2011. Acute

    toxicity and bioconcentration of fungicide tebuconazole in Zebrafish (Danio rerio). Environmental Toxicology. 1009-106.

    Andriyanto, W., B. Slamet dan I. M. D. J. Ariawan. 2013. Perkembangan embrio

    dan rasio penetasan telur ikan kerapu raja sunu (Plectropoma laevis) pada suhu media berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(1): 192-203.

    Anggraeni, D. H. Aurora dan D. Lyrawati. 2014. Efek waktu paparan genistein

    terhadap pembentukan jantung embrio zebrafish. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 28(1): 22-25.

    Ansari, B.A. and M.K. Ahmad, 2010. Toxicity of pyrethroid Lamba-cyhalothrin and

    Neemgold to the embryo of zebrafish, Danio rerio (Cyprinidae). J. Appl. Biosci. 36: 97-100.

    Axelrod, H.R., C. W. Emmens, D. Sculthorpe, W.V. Winkler, dan N. Pronek.

    1971. Exotic tropical fishes. TFH Publications, Inc. Jersey City, NJ. Axelrod, H. R., W. E. Burgess., N. Pronek., J. G. Walls. 1997. Dr. Axelrod’s Atlas

    of Freshwater Aquarium Fishes. Ninth Edition. T.F.H Publications. Inc. USA.305p.

    Barman, R. P. 1991. A taxonomic revision of the Indo-Burmese species of Danio

    rerio. Record of the Zoological Survey of India Occasional Papers 137. 1-91.

    Bayer Cropscience. 2002. Folicur 25 WP control on peanut. BBI Palawija,

    Randuagung, Singosari. Jawa Timur. Bayer Crop Science Limited. 2005. Environmental information sheet Folicur®

    MAPP number 11278. CPA Guidance Notes version 3. ©EIS. Bilotta, J., S. Saszik, A.S. Delorenzo and H.R. Hardesty. 1999. Establishing and

    maintaining a low-cost zebrafish breeding and behavioural research

  • 42

    facility. Behaviour Research Methods, Instruments and Computers. 31 (1):178-184.

    Boyd, C. T. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Brimingham Publishing

    Co. Brimingham. Alabama. 359 pp. Branch, W. D. and T. B. Brenneman. 1996. Pod yield and stem rot evaluation of

    peanut cultivars treated with tebuconazole. Agron J. 88: 933-936. Chen, P. J., W.T. Padgett, T. Moore, W. Winnik, G.R. Lambert, S. F. Thai, S.D.

    Hester and S. Nesnow. 2009. Three conazoles increase hepatic microsomal retinoic acid metabolism and decrease mouse hepatic retinoic acid levels in vivo. Toxicol. Appl. Pharmacol. 234: 143-155.

    Cindy, O., D. Andriana dan M. Z. Fadli. 2015. Efek kombinasi dekokta Centella

    asiatica, Imperata cylindrica, Orthosiphon aristatus pada dosis terapi, MATC dan LC50 terhadap malformasi organ embrio ikan zebra. Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 121-127.

    Damayanti, M. M. dan N. Abdulgani. 2013. Pengaruh paparan sub lethal

    insektisida diazinon 600 EC terhadap laju konsumsi oksigen dan laju pertumbuhan ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(2): 2337-3520.

    de Esch, C. R. Slieker, A. Wolterbeek, R. Woutersen. and D. Groot. 2012.

    Zebrafish as potential model for developmental neurotoxicity testing: A mini review. Neuro Terato. 34: 545–553.

    Djaelani, A.R. 2013. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif.

    Majalah Ilmiah pawiyatan. 20(1): 82-92. Ding, F., W. H. Song, J. Guo, M. L. Gao and W. X. Hu. 2009. Oxidative stress

    and structure-activity relationship in the zebrafish (Danio rerio) under exposure to paclobutrazol. Journal of Environmental Science and Health Part B. 44: 44–50.

    Di Renzo, F., M.L. Broccia, E. Giavini and E. Menegola. 2007. Citral, an inhibitor

    of retinoic acid synthesis, attenuates the frequency and severity of branchial arch abnormalities induced by triazole-derivative fluconazole in rat embryos cultured in vitro. Reproductive Toxicology. 326–332.

    Eschmeyer, W. N. 1997. Catalog of genera of recent fishes. California Academy of Science. San Fransisco. 697 p.

    Ghofur M., M. Sugihartono dan R. Thomas. 2014. Efektifitas pemberian ekstrak

    daun sirih (Piper betle, L) terhadap penetasan telur ikan gurami (Osphronemus gouramy, Lac). Jurnal ilmiah universitas Batanghari, Jambi. 14(1): 37-44.

    Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3 Untuk sekolah Menengah Kejurua.

    Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

  • 43

    Gustafsson, K., E. Blidberg, I.K. Elfgren, Hellstrom, Anna, Kylin, Henrik, and G. Elena, 2010, Direct and indirect effects of the fungicide azoxystrobin in outdoor brackish water microcosms. Ecotoxicology. 19: 431–444.

    Haendel, M.A. F. Tilton, G.S. Bailey and R.L. Tanguay. 2004. Development

    toxicity of the dithiocarbamate pesticide sodium metam in zebrafish. Toxicological Sciences. 81(2): 390-400.

    Hammilton. 2004. Zebra danio. http://www. Fishbase.com. Hanafiah, K.A. 2000. Rancangan percobaan: teori dan aplikasi. 2nd ed. Cet. VI.

    PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm. Hartini, E. 2014. Kontaminasi residu pestisida dalam buah melon (studi kasus

    pada petani di kecamatan penawangan). KEMAS. 10(1): 96–102. Hasinu, J. V. 2009. Pestisida, dampak dan upaya pencegahannya menggunakan

    bioinsektisida. Jurnal Agroforestri. 4(1): 41-49. Hayes, T.B., A. Collins, M. Lee, M. Mendoza, N. Noriega, A.A. Stuart and V. A.

    Vonk. 2002. Hermaphroditic, demasculinized frogs after exposure to the herbicide atrazine at low ecologically relevant doses. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. 99(8): 5476–5480.

    Hermsen SAB., EJ. V. D. Brandhof, LTM. van der Ven. and A.H. Piersma. 2011.

    Relative embryotoxicity of two classes of chemicals in a modified zebrafish embryotoxicity test and comparison with their in vivo potencies. Toxicol in Vitro. 25: 745–753.

    Hou, J., 2008. The mechanism of the effect of retinoic acid deficiency on the

    cardiac. Development of Zebrafish. Doctoral Dissertation of Fudan University.

    Kimmel, C.B., W.W. Ballar and S.R. Kimmel. 1995. Stages of embryonic

    development of the zebrafish. DevDyn. 203(3): 253-310. Kodde, I.F., J. Stok, R.T. Smolenski and J.W. Jong. 2007. Metabolic and genetic

    regulation of cardiac energy substrate preference. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A. 146: 26-39.

    Koesoemadinata, S. 1983. Metode standar pengujian toksisitas pestisida

    terhadap ikan. Jakarta. Departemen Pertanian. 75 hal. Kohli, V. and A.Y. Elezzabi. 2008. Laser surgery of zebrafish (Danio rerio)

    embryos using femtosecond laser pulses: optimal parameters for exogenous material delivery, and the laser's effect on short- and long-term development. BMC Biotechnol. 8 (7): 1-20.

    Kowan, K.A., H. Airlangga dan N. Aini. 2015. Uji nilai lc50 dekokta Centella

    asiatica terhadap frekuensi denyut jantung embrio ikan zebra (Danio rerio). Jurnal Kedokteran Komunitas. 3(1): 147-155.

  • 44

    Kusno, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal.

    Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. Ma, C., C. Pang, W.L. Seng, C. Zhang, C. Willet and P. McGrath. 2007.

    Zebrafish, an in vivo model for drug screening. Drug Discovery. 6:38-45. Mandrell D., L. Truong, C. Jephson, M.R. Sarker, A. Moore, C. Lang, M.T.

    Simonich and R.L. Tanguay. 2012. Automated zebrafish chorion removel and single embryo placement: optimizing throughput of zebrafish development toxicity screens. Journal of Laboratory Automation. 17(1):66-74.

    Marotta, F. and Tiboni, G.M. 2010. Molecular aspects of azoles-induced

    teratogenesis. Expert Opin Drug Metab Toxicol. 6: 461–482. Mason, C.F. 1992. Biologi of fresh water pollution. London. Long Man Inc. 250

    hal. Matthews M, Trevarrow B & Matthews J. 2002. A virtual tour of the guide for

    zebrafish users. Lab Animal. 31(3): 34-40. Melek, K., S.B. Ugur and B.P. Ayper. 2013. The effect of zinc chloride during

    early embryonic development in zebrafish (Brachydanio rerio). Turkish journal of Biology. (37):158-164.

    Menegola, E., M.L. Broccia, F. Di Renzo, V. Massa and E. Giavini. 2005.

    Craniofacial and axial skeletal defects induced by the fungicide triadimefon in the mouse. Birth Defects Res B Dev Reprod Toxicol. 74:185–195.

    Mu, X., S. Pang, X. Sun, J. Gao, J. Chen, X. Chen, X. Li and C. Wang. 2013.

    Evaluation of acute and developmental effects of difenoconazole via multiple stage zebrafish assays. Environmental Pollution. 175: 147-157.

    OECD. 2013. Fish Embryo Toxicity (FET) Test. Test Guideline No. 236.

    Guidelines for Testing of Chemicals, OECD. Paris. Pratama, B. B., Z. Hasan dan H. Hamdani. 2012. Pola migrasi vertikal diurnal

    plankton di pantai santolo kabupaten garut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(1): 81-89.

    Pratiwi, Y., S.S. Sunarsih dan W.F. Windi. 2012. Uji toksisitas limbah cair laundry

    sebelum dan sesudah diolah dengan tawas dan karbon aktif terhadap bioindikator (Cyprinus carpio). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan teknologi (SNAST) periode III. Yogyakarta. A298-A306.

    Putri, D.A., Muslim dan M. Fitriana. 2013. Persentase penetasan telur ikan betok

    (Anabas testudineus) dengan suhu inkubasi yang berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia 1(2): 184-191.

  • 45

    Qi, S.Z., X.F. Chen, Y. Liu, J. Jiang and C.J. Wang. 2015. Comparative toxicity of rac- and S-tebuconazole to Daphnia magna. Journal of Environmental Science and Health, Part B. 50: 456–462.

    Raldua, D., M. Andre and P.J. Babin. 2008. Clofibrate and gemfibrozil induce an

    embryonic malabsorption syndrome in zebrafish. Toxicology and Applied Pharmacology. 228: 301-314.

    Robert, O.A. and P.T. Jens. 2011. Improving production of zebrafish embryos in

    the Lab. J Env Prot. 2: 1360-1363. Robinson, J.F., ECM. Tonk, A. Verhoef dan A.H. Piersma. 2012. Triazole

    induced concentration-related gene signatures in rat whole embryo culture. Reproductive Toxicology. 34: 275–283.

    Roy, N. M., C. Bruno and O. Jeremy. 2016. Glyphosate Induces Neurotoxicity In

    Zebrafish. Environmental Toxicology and Pharmacology. 42: 45-54. Sakurai, A., Y. Sakamoto, F. Mori. 1992. Aquarium fishes of the word: the

    comprehensive guide to 650 spesies. Chronicle book. San Fransisco., California. 51. P. 46-47.

    Sancho, E., Villarroel, M.J., Fernández, C., Andreu, E. dan Ferrando, M.D., 2010.

    Short-term exposure to sublethal tebuconazole induces physiologicalimpairment in male zebrafish (Danio rerio). Ecotoxicol. Environ. Saf. 73: 370–376.

    Santoriello, C. dan Z. LI. 2012. Hooked modeling human disease in zebrafish. The Journal of Clinical Investigation. 122(7): 2337–2343.

    Satyani, D. 2007. Reproduksi dan pembenihan ikan hias air tawar. Pusat Riset

    Perikanan Budidaya. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2004. Air dan air limbah-bagian 11: Cara uji derajat

    keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. SNI 06-6989.11: 2004.

    Standar Nasional Indonesia. 2005. Air dan air limbah-bagian 23: Cara uji suhu

    dengan thermometer. SNI 06-6989.23: 2005. Setyawan, N. 2013. Gambaran mikroanatomi pada insang ikan sebagai indikator

    pencemaran logam berat di perairan kaligarang semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

    Setyanto, A. E. 2005. Memperkenalkan kembali metode eksperimen dalam

    kajian komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi.3(1): 37-48. Surakhmad, W. 1985. Pengantar penelitian ilmiah: Dasar, metode dan teknik.

    Bandung: Tarsito. Sutarjo, G. A. 2014. Pengaruh konsentrasi sukrosa dengan krioprotektan

    Dimethyl sulfoxide terhadap kualitas telur ikan mas (Cyprinus carpio linn.) Pada proses kriopreservasi. Jurnal Gamma. 9(2): 20-30.

  • 46

    Taufik, I. 2005. Pengaruh lanjut bioakumulasi Herbisida endosulfan terhadap

    pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Institut pertanian bogor.

    Taufik, U. 2011. Pencemaran pestisida pada perairan perikanan di sukabumi-

    Jawa Barat. Media Akuakutur. 6(1): 69-75. Talwar, P.K., and A.G. Jhingran. 1991. Inland fishes of India and adjacent

    countries. Vol.I. Oxford and IBH Publishing Co. PVT Ltd. New Delhi. 1158 pp.

    Toni, C., V. L. Loro, A. Santi, C. C. de Menezes, R. Cattaneo, B. E. Clasen, R.

    Zanella. 2011. Exposure to tebuconazol in rice field and laboratory conditions induces oxidative stress in carp (Cyprinus carpio). Comp. Biochem. Physiol. C: Pharmacol. Toxicol. 153: 128-132.

    Utomo, NBP. 2009. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pembe