FERTILITAS, DAYA TETAS, BERAT TETAS DAN UMUR KEMATIAN ...
Transcript of FERTILITAS, DAYA TETAS, BERAT TETAS DAN UMUR KEMATIAN ...
i
FERTILITAS, DAYA TETAS, BERAT TETAS DAN UMUR KEMATIAN
EMBRIO PADA UMUR TELUR TETAS BURUNG PUYUH YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RAHMAT RAMADHAN
I 111 11 905
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
FERTILITAS, DAYA TETAS, BERAT TETAS DAN UMUR KEMATIAN
EMBRIO PADA UMUR TELUR TETAS BURUNG PUYUH YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
RAHMAT RAMADHAN
I 111 11 905
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Rahmat Ramadhan
NIM : I 111 11 905
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil
dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, Januari 2018
Rahmat Ramadhan
I 111 11 905
iv
v
ABSTRAK
RAHMAT RAMADHAN (I 111 11 905). Fertilitas, Daya Tetas, Berat Tetas dan Umur
Kematian Embrio pada Umur Telur TetasBurung Puyuh yang Berbeda. Dibimbing oleh
Wempie Pakiding sebagai pembimbing utama dan Ambo Ako sebagai pembimbing
anggota.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat fertilitas, daya tetas, berat tetas
dan umur kematian embrio pada umur telur tetas burung puyuh yang berbeda. Penelitian
dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan yaitu umur telur tetas
yang terdiri atas: U1 = Umur telur tetas 1 hari, U2 = Umur telur tetas 4 hari, U3 = Umur
telur tetas 7 hari, U4 = Umur telur tetas 10 hari dan U5 = Umur telur tetas 13 hari.
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 300 butir telur burung puyuh dan tiga
unit mesin tetas manual dengan kapasitas 300 butir telur. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa perlakuan umur telur tetas 1 – 13 hari tidak memberi pengaruh
terhadap fertilitas telur burung puyuh yang di tetaskan menggunakan mesin tetas, tetapi
terdapat kecenderungan bahwa daya tetas, berat tetas dan umur kematian embrio
meningkat pada perlakuan umur telur tetas yang tidak lebih dari 7 hari.
Kata Kunci : Fertilitas, Daya Tetas, Berat Tetas, Umur Kematian Embrio, Umur
Telur Tetas, Burung Puyuh
vi
ABSTRACK
RAHMAT RAMADHAN (I 111 11 905). Fertility, Hatchability, Haching Weight and
Time of Embryonic Death of Hatching QuailEgg of Different Ages. Under quidance by
Wempie Pakiding as Supervisor and Ambo Ako as Co-Supervisor.
A study was conducted to investigate fertility, hatchability, haching weight and
timeof embryonic death of hatching quail egg of different age. The experiment was
conducted experimentally using the basic design of randomized block design (RAK),
with 5 treatments and 3 replications. The treatmentsapplied were age of hatchingeggs,
consisting of : U1 = 1 day age of hatching eggs, U2 = 4 days age of hatching eggs, U3=
7 days age of hatching eggs, U4 = 10days age of hatching eggs and U5 = 13 days age of
hatching eggs. The material used in this study was 300 quail eggs and three units
incubator of manual system with 300 eggs in capacity. The result of this study
indicatedthat the treatment age of hatching eggs 1-13 day did not effect the fertility of
quail eggs, but there was a tandency that the hatchability, haching weight and time of
embryonic deaths increased in the treatments of hatching egg that is not more than 7
days.
Keywords : Fertility, Hatchability, Haching Weight, Time of embryonic death, age
of hatching eggs, Quail.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…………………………………………
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah dan petunjuk bagi umat manusia, demikian juga Salawat dan
Salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi suri tauladan yang patut kita
contoh dalam kehidupan kita sehari- hari karena limpahan rahmat dan karunia-Nyalah,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin dengan judul “Fertilitas, Daya Tetas, Berat Tetas, Dan Umur Kematian
Embrio Pada Umur Telur Tetas Burung Puyuh Yang Berbeda” meskipun dalam
bentuk yang sederhana.
Berbagai kesulitan Penulis hadapi dalam penyusunan tulisan ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Pada kesempatan ini,
dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kerja sama
dan bantuan yang diberikan oleh:
1. Sembah sujudku kepada Ayahanda Almarhum Muh. Siri dan Ibunda Hj.
Kartini tercinta yang telah mengajarkan banyak hal, memberikan motivasi,
dukungan, materi dan doa yang tak henti-hentinya untuk penulis.
viii
2. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding,
M.Sc. sebagai pembimbing utama, dan bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc.
sebagai pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan
memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, serta mengajarkan banyak hal tentang kedisiplinan.
3. Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., M.P. sebagai Penasehat Akademik
yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang berate bagi penulis.
4. Terima kasih kepada Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin dan seluruh Staf yang telah menerima dan membantu
penulis dalam Proses akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Mumammad Yusuf, S.Pt. sebagai Ketua Jurusan/Departemen
Produksi Ternak dan Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong, S.Pt., M.Si.
sebagai Sekretaris Jurusan/Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA.,DES., Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni
Prawira Rahardja., M.Sc., dan Bapak Dr. Muhammad Ichsan A. Dagong,
S.Pt., M.Si. sebagai Dosen Pembahas yang telah memberikan saran dalam
proses perbaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah sabar membimbing Penulis selama masa
perkuliahan.
8. Kawan-kawan Solandeven 11 yang selalu menemani dalam suka dan duka.
9. Lembaga Himaprotek_UH dan Materpala_UH yang telah banyak memberi
wadah terhadap penulis untuk berproses dan belajar.
ix
10. Kepada Kakanda Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06, Rumput 07,
Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, dan Adinda Flock Mentality 12, Larfa 13,
Ant 14, Rantai 15.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca
AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN.
Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Januari
2018
Rahmat Ramadhan
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
Tujuan Umum Burung Puyuh (Coturnix coturnix Japonica) ........ 3
Telur Tetas .................................................................................... 5
Penyimpanan Telur Tetas .............................................................. 6
Penetasan Telur ............................................................................. 7
Fertilitas ………………………………………………………….. 9
Daya Tetas Telur ………………………………………………… 10
Kematian Embrio ………………………………………………. . 12
Berat Tetas ……………………………………………………… 15
METODE PENELITIAN……………………………………………… . 17
Waktu & Tempat Penelitian ……………………………………… 17
Materi Penelitian ………………………………………………… 17
xi
Rancangan Penilitian ……………………………………………… 17
Prosedur Penelitian ………………………………………………. 18
Parameter Yang Diukur ………………………………………….. . 20
Analisis Data ................................................................................... . 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. . 22
Fertilitas........................................................................................... . 22
Daya Tetas ....................................................................................... . 23
Berat Tetas ..................................................................................... . 25
Umur Kematian Embrio .................................................................. . 27
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. . 31
Kesimpulan ..................................................................................... . 31
Saran ................................................................................................ . 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ . 32
LAMPIRAN ............................................................................................... . 35
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Burung dan Telur Puyuh ...................................................................... 4
2. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Fertilitas Telur
Burung Puyuh ...................................................................................... 22
3. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Daya Tetas
Telur Burung Puyuh ............................................................................ 24
4. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Berat Tetas
Telur BurungPuyuh ............................................................................. 26
5. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Umur Kematian
Embrio Telur Burung Puyuh .............................................................. 28
1
PENDAHULUAN
Puyuh merupakan salah satu jenis unggas penghasil telur yang populer sebagai
sumber protein hewani. Burung puyuh mampu menghasilkan 250 butir sampai 300
butir telur selama periode satu tahundengan berat 10 g/butir (hampir 7% berat
badannya). Ukuran tubuh yang kecil sangat menguntungkan karena dengan lahan
yang tidak terlalu luas dapat dipelihara dalam jumlah yang besar. Keuntungan lainnya
adalah kemampuan tumbuh dan perkembangbiakan yang sangat cepat.Dalam waktu
45 hari, puyuh sudah mampu berproduksi dan dalam satu tahun dapat dihasilkan 3-4
keturunan (Listiyowati, dkk, 2000).
Usaha untuk memperbanyak burung puyuh dilakukan dengan carapenetasan
buatan dengan menggunakan mesin tetas oleh karena induk puyuh telah kehilangan
kemampuan untuk mengerami telurnya. Telur puyuh akan menetas setelah ditetaskan
selama 16-18 hari. Dengan tingkat fertilitas dan daya tetas yang cukup baik.
Keberhasilan menetaskan telur puyuh sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhinya
adalah fertilitas, sedangkan faktor eksternal meliputi mesin tetas, kelembaban, seleksi
telur tetas dan lama penyimpanan telur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur yang disimpan selama
enam hari lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang disimpan lebih dari tujuh
hari. Telur yang disimpan terlalu lama, pada kondisi lingkungan yang kurang baik
bisa menyebabkan penurunan berat dan kantung udara semakin membesar. Kadar
karbondioksida (CO2) dan air (H20) meningkat, sehingga isi telur semakin encer dan
2
daya tetasnya menurun. Penyimpanan yang ideal untuk tetap mempertahankan daya
tetas telur adalah pada suhu 18-190C dan kelembapan 75-80% (Abidin, 2005).
Mendapatkan daya tetas yang tinggi dan hasil penetasan maka penyeleksian
terhadap telur tetas perlu dilakukan. Pemilihan telur yang kurang baik dapat menjadi
salah satu penyebab kegagalan dalam penetasan. Lama penyimpanan telur akan
mempengaruhi daya tetas karena lama penyimpanan akan menyebabkan penurunan
berat telur dan kantung udara semakain membesar.
Rendahnya tingkat fertilitas, daya tetas, berat tetas dan tingginya tingkat
kematian embrio merupakan tantangan bagi para peternak dalam menetaskan telur
menggunakan mesin tetas. Variasi lama penyimpanan telur yang berbeda menjadi
salah satu penyebab rendahnya daya tetas dan berat tetas. Namun kenyataannya,
peternak sering memilih telur untuk ditetaskan tanpa memperhatikan kualitas
eksterior telur tersebut terutama lama penyimpanan telur.
Berdasarakan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul “ Fertilitas,
daya tetas, berat tetas dan umur kematian embrio pada umur telur tetas burung puyuh
yang berbeda ” dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh umur telur tetas terhadap
fertilitas, daya tetas, berat tetas dan umur kematian embrio pada telur burung puyuh
yang ditetaskan secara buatan dengan menggunakan mesin tetas. Sedangkan
kegunaan yang diharapkan adalah sebagai bahan referensi kepada para peternak dan
akademisi tentang kondisi kualitas telur pada umur telur tetas yang berbeda terhadap
keberhasilan dalam melakukan penetasan menggunakan mesin tetas.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Burung Puyuh (Coturnix coturnix Japonica)
Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, bentuk
ukuran tubuhnya relatif kecil dan memiliki postur kaki pendek. Burung puyuh
merupakan burung liar yang pertama kali dikembangkan/ternakkan di Amerika
Serikat pada tahun 1870. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Amerika yaitu Bob
White Quail dan Colinus Virgianus.sedangkan di China yaitu Blue Breasted Quaildan
Coturnix Chinensis (Tetty, 2002). Beberapa negara misalnya Jepang, China, Amerika
dan bagian negara Eropa, sebagian besar masyarakatnya telah mengkonsumsi telur
dan dagingnya. Peningkatan konsumsi telur dan daging puyuh disebabkan karena
burung puyuh bersifat dwiguna. Pengembangan burung puyuh terus dikembangkan
keseluruh penjuru dunia, namun di Indonesia pengembangan burung puyuh belum
sepenuhnya dilirik oleh masyarakat, padahal prospek peternakan burung puyuh
kedepannya sangat potensial dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat, burung
puyuh mulai dikenal dan diternakkan di Indonesia sejak tahun 1979 ( Nugroho dan
Mayun, 1986).
Di Indonesia burung puyuh yang umum dipelihara oleh peternak adalah burung
puyuh Jepang (Coturnix-coturnix Japonica). Puyuh ini biasa ditemukan di hutan
belantara, hidupnya sering berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang
lainnya. Bentuk badan puyuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Telur
coturnix bewarna coklat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat dan biru.
Menurut Helinna dan Mulyantoro (2002) menyatakan bahwa puyuh dapat bertelur
4
sebanyak 300 butir/tahun. Produksi telur yang optimum dapat ditentukan oleh tiga
faktor utama yaitu breeding, feeding dan management.
Menurut Agromedia (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix coturnix Japonica
Gambar 1. Burung dan Telur Puyuh
5
Telur Tetas
Telur tetas ini memiliki struktur atau bagian-bagian yang berperan penting
dalam perkembangan embrio sehingga telur dapat menetas, agar dapat menetas telur
tetas ini sangat tergantung pada keadaan telur dan cara penangannya (Nuryati dkk,
2003). Air menyusun sekitar 45%dari kerabang telur, isi telur mengandung sekitar
74%. Kandungan air pada albumen tinggi, bagian yang padat hampir seluruhnya
protein dan sejumlah kecil karbohidrat, sekitar separuh dari yolk berupa air, tetapi
bagian yang padat tersusun sebagian besar dari lemak, protein, vitamin, dan mineral
(Suprijatna dkk, 2005).
Telur yang baik untuk bibit adalah yang fertil (berisi benih), namun sampai
saat ini belum ada cara efektif untuk membedakan telur yang fertil dan infertil
sebelum ditetaskan, cara yang masih digunakan sampai sekarang yaitu meneropong
telur-telur tersebutbeberapa hari setelah telur berada didalam mesin tetas,
peneropongan dilakukan untukmengetahui adanya pembuluh darah dalam telur, bila
terdapat pembuluh darah berarti telur fertil.
Pada telur burung puyuh sulit dilakukan peneropongannya karena kulit telurnya
yang berbintik-bintik sehingga sangat sulit untuk melihat bagian dalam telur, oleh
karena itu pada proses penetasan telur puyuh tidak perlu dilakukan peneropongan.
Pemeriksaan telur burung puyuh dapat diamati secara langsung, misalnya retak, kulit
berlendir, berbau, dan sebagainya. Telur-telur puyuh yang cacat tersebut harus
disingkirkan (Jutawan, 2005).
6
Ciri-ciri fisik yang dapat dijadikan patokan dalam memilih telur yang baik
untuk bibit diantaranya bukan berasal dari perkawinan saudara. Telur sebaiknya
diambil dari induk betina berumur 4-10 bulan dan dipelihara bersama pejantan
dengan perbandingan 3:1. Faktor yang mempengaruhi telur tetas setelah keluar dari
induk puyuh lebih banyak disebabkan oleh faktor teknis penanganannya, bentuk telur,
daya simpan telur, suhu, kelembapan. Daya simpan telur akan mengalami perubahan
kualitas seiring dengan lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan
akan mengakibatkan terjadinya banyak penguapan cairan didalam telur dan
menyebabkan kantung udara semakin besar. Paimin (2004) mengatakan bahwa, Telur
tetas yang baik adalah yang letak ruang udaranya tetap yaitu dibagian ujung telur
yang tumpul. Ruang udara itu sangat erat hubungannya dengan posisi pertumbuhan
embrio dalam telur.
Penyimpanan Telur Tetas
Penyimpanan telur tetas harus memperhatikan suhu dan kelembapan
lingkungan. Sebaiknya telur disimpan pada suhu 12,8o C dengan kelembapan 60%,
oleh karena itu telur tetas yang dijual dipasar dalam keadaan terbuka dibawah sinar
matahari mempunyai daya tetas yang rendah, simpan telur dengan posisi bagian
tumpul diatas. Daya tetas menurun sangat cepat bila telur disimpan lebih dari 7 hari.
Lama penyimpanan telur dapat mempengaruhi daya tetas telur burung Puyuh. Abidin
(2005) menyatakan bahwa daya tetas telur disimpan selama 6 hari lebih tinggi
dibandingkan dengan telur tetas disimpan 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama,
apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, bisa menyebabkan penurunan
berat telur dan kantung udaranya semakin berkurang (Andrianto, 2005). Telur
7
sebaiknya ditempatkan pada egg tray dengan bagian tumpul diletakkan sebelah atas.
Hal ini untuk menjaga agar ruang udara dalam telur tetap berada didalam ujung
tumpul. Ruang udara ini sangat diperlukan untuk perkembangan embrio, posisi telur
harus diubah , apabila dalam 4-6 hari telur belum dimasukkan dalam mesin tetas,
maka posisi telur perlu diubah-ubah. Putar posisi telur sekali dalam sehari sampai
telur dimasukkan ke dalam mesin tetas.Total pemutaran 900,hal ini dilakukan untuk
mencegah agar kuning telur tidak menyentuh kulit telur dan merusak embrionya.
Penetasan Telur
Penetasan merupakan proses perekembangan embrio di dalam telur sampai
pecah menghasilkan anak. Dimana penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk
atau secara buatan (artificial) menggunakan mesin tetas. Bagi beberapa spesies
penetasan secara alami merupakan cara penetasan paling efisien. Namun, bagi ayam,
kalkun dan itik, cara penetasan buatan lebih menguntungkan untuk tujuan ekonomis.
Tingkat keberhasilan penetasan buatan tergantung dari banyak faktor, antara lain telur
tetas, mesin tetas dan tata laksana penetasan (manajemen) ( Suprijatna dkk., 2005 ).
Menetaskan telur sendiri mengandung pengertian suatu usaha untuk
menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara
kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya
selama masa pengeraman. Oleh karena itu tidak heran jika banyak orang yang
menyebut alat ini dengan istilah mesin penetas telur dan ada sebagian orang yang
menggunakan istilah setter (ruang pengeraman) dan hatcher (ruang penetasan).
Sebaiknya telur yang ditetaskan berukuran normal yang beratnya 11-13 gram per
8
butir. Ukuran normal tersebut dapat dicapai setelah induknya berumur 2,5 bulan.
Dengan demikian pengambilan telur tetas burung Puyuh dilaksanakan sejak induk
berumur 2,5-8 bulan (Sugiharto, 2005).
Menurut Sugiharto (2005), keberhasilan proses penetasan telur dipengarauhi
oleh beberapa faktor. Adapun faktor penentu yaitu meliputi sumber panas, air,
operator mesin tetas, dan pergerakan udara.
a. Sumber panas
Sumber panas dalam mesin harus terbebas dari ganguan selama proses
berjalan. Apabila mesin penetas masih menggunakan sumber panas dari minyak
tanah maka perlu diusahakan pengontrolan minyak tanah dan nyala apinya.
Apabila sudah menggunakan listrik sebagai sumber panas maka perlu cadangan
energy seperti diesel, generator atau genset.
b. Air
Air sangat dibutuhkan mesin penetas untuk mengatur kelembapan dalam
ruang. Tanpa air, kemungkinan kegagalan menjadi lebih besar. Air memang
berhubungan erat dengan daya tetas telur. Oleh karena itu pada saat memasuki
periode kritis, air selalu harus tersedia secara maksimal. Karena pada saat
periode kritis ruang sudah tidak dibuka lagi sehingga air perlu dipersiapkan
ketika memasuki periode kritis.
c. Operator
Operator adalah orang atau petugas yang melaksanakan atau melayani tugas
selama proses penetasan berlangsung. Operator haruslah orang yang terampil,
telaten, dan sabar. Seorang operator perlu untuk membuat catatan-catatan
9
selama proses penetasan berlangsung. Hal ini berguna untuk perbandingan
setiap dilakukan penetasan dan sebagai bahan perbandingan pada pelaksaaan
penetasan selanjutnya. Beberapa hal yang harus dikerjakan selama proses
penetasan berlangsung antara lain : pengaturan suhu, pengaturan kelembaban,
pengaturan ventilasi, pemutaran telur, dan pengamatan periode kritis.
d. Pergerakan udara
Sirkulasi udara dalam ruangan harus diperhatikan. Banyaknya udara yang
masuk dan keluar harus seimbang.Hal ini dimaksudkan agar perputaran udara
dalam ruangan selalu terjadi dan ketersediaan udara yang bersih dalam ruangan
selalu tersedia. Udara yang bersih sangat baik bagi semua proses penetasan
telur puyuh yang akan ditetaskan.
Fertilitas
Nuryati et al. (2000) menyatakan bahwa agar telur dapat menetas jadi anak,
telur tersebut harus dalam keadaan fertil yang disebut dengan telur tetas. Telur tetas
merupakan telur yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan. Fertilitas adalah
persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan.
Mineral utama yang terlibat dalam proses metabolisme embrional yaitu
Calsium. Sumber mineral ini utamanya adalah Calsium yang terdapat dalam kerabang
telur. Pada telur infertil tidak terjadi peningkatan kadar Calsium selama periode
penetasan. Adanya peningkatan kadar Calsium pada telur fertil yang dieramkan ini
hanya mungkin diperoleh karena adanya transfer dari kerabang telur melalui
membran kerabang. Apabila pakan induk defisiensi akan mineral maka berdampak
10
pada fertilitas dari telur yang ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada pembentukan
embrio (Suprijatna dkk., 2005).
Fertilitas burung Puyuh juga dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1) Sperma; 2)
Pakan; 3) Umur pembibit; 4) Musim atau suhu; 5) Sifat kawin pejantan; 6) Waktu
perkawinan; 7) Produksi telur (Agromedia, 2002).
Daya Tetas Telur
Persentase telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil disebut daya tetas
(Card and Leslie, 1993). Daya tetas telur merupakan salah satu indicator didalam
menentukan keberhasilan suatu penetasan (Wibowo dkk., 1994). Daya tetas telur
yaitu banyakanya telur yang menetas dibandingkan dengan banyaknya telur yang
fertil dan dinyatakan dalam persen. Daya tetas telur dipengaruhi oleh penyiapan telur,
faktor genetik, suhu dan kelembabapan, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur,
nutrisi dan fertilitas telur (Sutiyonodkk., 2006). Rasyaf (1993) menyatakan bahwa
untuk menghasilkan daya tetas yang baik tidak hanya dibutuhkan protein dan energi
tetapi juga keseimbangan vitamin dan mineral. Semua itu bertujuan untuk
mendukung pertumbuhan embrio saat telur ditetaskan.
Heuser (1975) menyatakan Calsium dan Phosphor dibutuhkan dalam jumlah
besar untuk pembentukan tulang dan kerabang telur. Daya tetas telur berkerabang
tipis akan rendah dan telur mudah pecah (Nugroho dan Manyun, 1982). Daya tetas
juga akan menurun apabila telur disimpan terlalu lama. Telur-telur yang disimpan
daya tetasnya akan menurun, kira-kira 3% tiap tambahan sehari. Telur yang disimpan
dalam kantung plastik PVC (polyvinylidene chloride) dapat tahan lebih lama, kira-
11
kira 13-21 hari dibandingkan telur yang tidak disimpan dalam kantung plastik PVC.
Biasanya telur yang disimpan dalam kantung plastik ini daya tetasnya juga lebih
tinggi dari pada telur yang disimpan dalam ruangan terbuka (Nugroho dan Manyun,
1986).
Menurut Murtidjo (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas tersebut
adalah temperature, cara penyimpanan , umur telur, kebersihan kulit telur. Banyak
factor yang mempengaruhi rendahnya daya tetas, antara lain cara atau metode
penetasan,pengaturan suhu dan kelembabapan incubator, kebersihan telur,
pengumpulan dan penyimpanan telur, dan factor-faktor lain yang masih belum
diketahui (Setioko, 1998).
Menurut Safitri (2011), ada 4 faktor yang mempengaruhi daya tetas telur
unggas yaitu
a. Produksi telur
Unggas dengan produksi telur yang tinggi akan menghasilkan daya tetas
lebih baik dibandingkan dengan produksi yang rendah
b. Sistem perkawinan
Inbreeding (kawin keluarga) akan menurunkan daya tetas sedangkan
crossbreeding hasilnya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat ganda yang
diturunkan oleh induk semula
c. Kondisi fisik telur tetas
fisik telur tetas seperti ukuran, berat, bentuk, kualitas kerabang telur dan isi
telur dipengaruhi daya tetas. Telur yang terlalu besar atau kecil tidak dapat
12
menetas dengan baik. Begitu juga telur yang bentuknya tidak normal, kerabang
telur tipis dan keaadannya kotor, daya tetasnya tidak baik.
d. Penyimpanan, kelembaban, dan temperature
Untuk mendapatkan daya tetas yang tinggi diperlukan telur-telur yang baru.
Penyimpanan telur kurang dari 7 hari, daya tetasnya tinggi sedangkan jika
lebih daya tetasnya menurun. Hal ini disebabkan telur terlalu porius sehingga
akan mempengaruhi penyerapan panas selama penetasan. Selain itu temperature
dan kelembaban selama penetasan mempengaruhi daya tetas. Temperatur yang
dibutuhkan unggas selama penetasan umumnya hampir sama yaitu 380 sampai
410 dengan kelembaban 60-70%.
Kematian Embrio
Kematian embrio tidak terjadi secara merata selama masa pengeraman telur.
Sekitar 65% kematian embrio terjadi pada dua fase masa pengeraman, yaitu pada fase
awal, puncak kematian embrio terjadi hari ke empat, fase akhir, puncaknya terjadi
pada hari ke-16. Kematian embrio dini meningkat antara hari kedua dan keempat
masa pengeraman (Saefuddin,2000).Kematian embrio dapat terjadi karena pakan
induk mengalami defisiensi zat gizi seperti vitamin dan mineral, sehingga
metabolisme dan perkembangan embrio menjadi tidak optimal. Untuk mengatasi hal
ini, pada ransum induk perlu ditambahkan suplemen vitamin dan mineral yang
banyak dijual dipasaran.
Telur yang kotor juga merupakan salah satu faktor kematian embrio. Para ahli
melaporkan bahwa sekitar 0.5 % sampai 6% telur yang berasal dariinduk sehat
13
mengandung E coli dan sekitar 1.75% dari embrio yang mati mengandung E coli
serotype pathogen. Sumber kematian embrio yang terpenting adalah akibat
pencemaran feses pada telur. Telur tetas yang berasal dari lingkungan yang kotor
dengan kualitas kerabang yang tipis akan mudah kemasukan E Coli dan dapat
mecapai yolksac. Sumber infeksi lain adalah ovarium atau oviduk yang terinfeksi
oleh bakteri tersebut.
Selain itu kematian embrio dapat terjadi karena prosedur penetasan yang tidak
sesuai seperti temperature incubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan
telur yang terlalu lama, telur tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau tidak dibalik
karena kelalaian atau matinya sumber listrik jelas akan mepengaruhi posisi embrio,
akibatnya embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati (Setiawan, 2010).
Husain (2012), menambahkan penyebab kematian embrio dalam telur pada
masa penetasan dengan menggunakan mesin tetasadalah sebagai berikut :
a. Induk terserang penyakit
Memiliki indukan sendiri memang lebih baik daripada membeli telur
ditempat lain yang tidak diketahui kualitas induknya.
b. Sebelum diinkubasi telur tidak diangin-ainginkan
Telur adalah benda hidup yang mengalami metabolisme dan mengeluarkan
panas. Pada saat pengangkutan dan penjualan dipasar, telur mengalami
kenaikan suhu karena pengemasan. Penumpukan dan penjemuran. Karena itu,
sebelum di masukkan kedalam mesin tetas, telur perlu diangin-anginkan
terlebih dahulu sekitar satu jam agar tidak terjadi perubahan suhu yang
signifikan.
14
c. Suhu di dalam mesin tetas terlalu tinggi atau terlalu rendah
Suhu diruang inkubasi tidak boleh lebih panas atau lebih dingin 20 C dari
kisaran suhu standar. Suhu standar untuk penetasan berkisar antara 360C-390C.
d. Padamnya sumber pemanas
Padamnya sumber pemanas dapat menurunkan suhu diruang inkubasi jika
suhu dimesin tetas mencapai 270 C selama 1-2 jam, maka embrio akan segera
mati.
e. Telur didalam mesin tetas tidak diputar
Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kemalasan, kelalaian atau
matinya sumber listrik jelas akan mempengaruhi posisi embrio. Telur yang
dibalik atau diputarnya tidak beraturan dapat meyebabkan pelekatan pada satu
sisi. Akibatnya, embrio tidak akan dapat tumbuh normal dan akhirnya mati.
f. Kandungan CO2 yang terlalu tinggi
Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO2 didalam ruang
penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO2 yang
terlalu banyak dapat menyebabkan DOQ (Day Old Quail) yang berhasil
menetas menjadi lemas dan lemah. Ventilasi atau aliran udara yang tidak baik
menjadi factor utama terjadinya penumpukan zat asam arang ini.
g. Telur disimpan pada suhu diatas 300C
Telur yang berada pada ruangan bersuhu diatas 300C, bagian putih telurnya
akan segera encer sehingga tali pengikat kuning telur mudah putus.
15
h. Telur berumur lebih dari 5 hari
Putih telur mudah encer jika setelah berumur 5 hari telur belum juga
dimasukkan ke dalam mesin tetas.
Berat Tetas
Berat tetas adalah berat DOQ setelah menetas yang bulu badannya telah kering
dan sebelum diberi makan atau minum untuk pertama kalinya. Sudaryani dkk (1994)
mengatakan, berat telur tetas merupakan faktor utama yang mempengaruhi berat
tetas, selanjutnya dikatakan berat tetas yang normal adalah dua per tiga dari berat
telur dan apabila berat tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses
penetasan bisa dikatakan belum berhasil. Berat telur tidak hanya berpengaruh
terhadap daya tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap berat tetas, dimana
berat telur tetas yang tinggi akan menghasilkan berat tetas yang tinggi dan sebaliknya
(Rasyraf, 1984).
Rahayu (2005), menyatakan bahwa burung puyuh yang ditetaskan dari telur
yang kecil, beratnya akan lebih kecil dibandingkan dengan burung puyuh yang
berasal dari telur yang besar. Hal ini terjadi karena telur mengandung nutrisi seperti
vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selama pengeraman.
Nutrisi ini juga berfungsi sebagai cadangan makanan untuk beberapa waktu setelah
anak burung puyuh menetas. Berat tetas meruapakan salah satu penentu keberhasilan
usaha penetasan. Untuk mendapatkan berat tetas yang baik perlu dilakukan seleksi
telur dengan baik seperti memilih telur dari induk yang sehat (Wibowo, 1994).
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September
2017 di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu tiga unit mesin tetas manual,
berbentuk kotak dengan kapasitas 300 butir, timbangan dan sumber energi listrik.
Bahan yang digunakan adalah telur puyuh sebanyak 300 butir dan bahan
fumigasi (formalin).
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 mesin tetas sebagai kelompok
ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 20 butir telur. Sebagai perlakuan yang
diterapkan yaitu umur telur (lama penyimpanan telur mulai dari peneluran sampai
masuk pada mesin tetas) yang terdiri atas:
U1 = Umur telur 1 hari
U2 = Umur telur 4 hari
U3 = Umur telur 7 hari
U4 = Umur telur 10 hari
U5 = Umur telur 13 hari
17
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Mesin Tetas
Sebelum digunakan, mesin tetas terlebih dahulu dibersihkandan difumigasi
dengan menggunakan larutan formalin. Mesin dijalankan selama 1x24 jam untuk
mendapatkan temperatur yang stabil sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas.
Pengaturan kelembaban dilakukan dengan meletakkan talenan berisi air pada bagian
bawah tempat telur untuk mendapatkan kelembaban sekitar 70%.
2. Penyiapan Telur Tetas
Telur tetas yang digunakan bersumber dari burung puyuh produktif yang
dipelihara secara intensif dengan sex ratio 1:1. Telur yang digunakan diseleksi
berdasarkan bentuk eksterior untuk memilih telur-telur yang normal. Seleksi
dilakukan terhadap berat telur 10-11 g, bentuk oval, warna putih mempunyai bintil
hitam dan bersih.Sebelum penetasan, penampungan telur dilakukan terlebih dahulu
secara berurutan yang dimulai pada telur umur 13 hari (U5), 10 hari (U4), 7 hari
(U3), 4 hari (U2) dan 1 hari (U1) sehingga proses penetasan dapat dilaksanakan
secara bersamaan. Selama penyimpanan telur ditempatkan pada egg traydan
diletakkan pada suhu kamar.
3. Peletakan telur pada mesin tetas
Telur yang telah diseleksi dibersihkan dengan menggunkan kain halus dan air
hangat. Telur selanjutnya disusun dalam rak secara horizontal. Telur diberi tanda
sesuai dengan umur telur kemudian disusun kedalam rak telur yang telah diberi sekat
pemisah antar setiap perlakuan.
18
4. Pembalikan Telur
a. Hari ke-1 s/d hari ke-2
Pada dua hari pertama, suhu dalam ruangan penetasan sebesar 37oC atau
100oF, ventilasi semuanya dalam keadaan tertutup rapat, dan pintu mesin penetas
senantiasa tertutup. Pada dua hari pertama, pembalikan telur belum dilakukan.
b. Hari ke-3 s/d hari ke-7
Pada hari ke-3 suhu ruangan masih sama, pada hari ini ventilasi mulai dibuka
¼ bagian, pada hari ke-4 ½ bagian, pada hari ke-5 dibuka ¾ bagian, kemudian pada
hari ke-6 semua ventilasi terbuka seluruhnya. Pada hari ke-3 pembalikan telur mulai
dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), pembalikan telur dilakukan dengan cara
memiringkan posisi rak telur didalam mesin tetas. Tujuan dari pembalikan ini adalah
supaya embrio telur tidak melekat disalah satu sisi telur yang bisa menyebabkan telur
tidak jadi menetas (mati).
c. Hari ke-8 s/d 14
Suhu ruangan dijaga stabil sama seperti sebelumnya, ventiasi semua terbuka
dan proses pembalikan telur masih tetap dilakukan
d. Hari ke-14 s/d hari ke-17
Mulai hari ke-14 pembalikan telur dihentikan sampai dengan penetasan.
Penetasan mulai terjadi pada hari ke-16 hingga hari ke-18.Pemindahan anak puyuh
ke kandang box dilakukan setelah buluh-buluh anak puyuh sudah mengering.
19
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah:
1. Fertilitas Telur
Pada akhir penetasan, dilakukan penghitungan presentasi telur yang fertile pada
setiap perlakuan dengan cara memecahkan telur yang tidak menetas kemudian
menghitung jumlah telur yang mengalami pembuahan. Telur yang mengalami
pembuahan ditandai dengan terdapat embrio didalam telur. Persentase fertilitas
dihitung dengan menggunakan rumus menurut North and Bell (1990) sebagai berikut:
𝐹𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑟𝑎𝑚𝑖𝑥 100
2. Daya Tetas Telur
Penghitungan daya tetas dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang
berhasil menetas dari jumlah telur yang fertil pada setiap perlakuan. Persentase daya
tetas dihitung dengan menggunakan rumus menurut North and Bell (1990) sebagai
berikut:
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙𝑥 100
3. Berat Tetas
Berat tetas di ukur dengan menimbang anak burung puyuh yang baru menetas
setelah bulu badannya sudah kering, kemudian mencatat data pengukuran dan
mencari nilai rata-rata berat tetas dari setiap perlakuan. Data berat tetas yang
dianalisis dalam penelitian ini hanya perlakuan umur telur 1, 4 dan 7 hari yang
memenuhi syarat untuk diuji.
20
4. Umur kematian embryo
Pada akhir penetasan (hari ke-18) dilakukan pemecahan terhadap telur yang
tidak menetas kemudian dilakukan pengamatan terhadap embrio. Embrio selanjutnya
diklasifikasikan kedalam 3 kelompok umur (minggu) kematian berdasarkan
perkembangan embryoyang dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu, Periode awal
penetasan (early period); Embrio belum terbentuk secara sempurna, Periode tengah
penetasan (middle period); Embrio telah terbentuk sempurna tetapi yolk masih berada
di luar tubuh dan Periode akhir penetasan(late period); Embrio telah terbentuk
sempurna dan yolk telah berada di dalam tubuh.
Analisa data
Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) 5 perlakuan dengan 3 kelompok sebagai ulangan. Sedangkan data
umur kematian embrio diolah secara deskriptif. Adapun model matematik yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + ßj+€ij dimana: i = 1,2,3,4,5
j = 1,2,3
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari perlakuan ke – ij
µ = Nilai tengah sampel
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
ßj = Pengaruh kelompok ke-j
€ij = Galat percobaan dari perlakuan ke –i dan kelompok ke - j
Apabila analisis ragam menunjukan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan
dengan Uji Duncan (Gaspersz,1991).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fertilitas
Sinabutar (2009) mengartikan fertilitas sebagai persentase jumlah telur yang
memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan
tanpa memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak. Rata rata fertilitas telur
burung puyuh yang di tetaskan dengan umur telur tetas yang berbeda dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Fertilitas Telur
Burung Puyuh.
Ket : U1 = Umur telur 1 hari, U2 = Umur telur 4 hari, U3 = Umur telur
7 hari, U4 = Umur telur 10 hari, U5 = Umur telur 13 hari.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan fertilitas pada perlakuan U1, U2,
U3, U4 dan U5 masing-masing 88.33, 90.00, 78.33, 83.33 dan 71.67 %. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa umur telur tetas yang berbeda tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap fertilitas telur burung puyuh. Hal ini
88.33 90.00
78.3383.33
71.67
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
U1 U2 U3 U4 U5
Fer
tili
tas
(%)
Perlakuan (Umur Telur)
22
kemungkinan disebabkan oleh telur yang digunakan bersumber dari burung puyuh
yang diternakkan secara instensif dengan sex ratio yang sama sehingga menghasilkan
fertilitas yang relatif sama. Agromedia (2002) menyatakan bahwa fertilitas burung
puyuh dipengaruhi oleh faktor sperma, pakan, umur bibit, musim atau suhu, sifat
kawin pejantan, waktu perkawinan dan produksi telur. Ditambahkan oleh King’ori
(2011) bahwa faktor yang mempengaruhi fertilitas antara lain adalah nutrisi pakan,
motilitas sperma, dan persentase sel sperma yang abnormal atau mati.
Selama penyimpanan telur kemungkinan belum terjadi kerusakan telur yang
berdampak pada kematian embrio sebelum ditetaskan. Card danNesheim (1979)
menyatakanbahwasemakin lama telurdisimpan, serabut protein yang membentukjala
(ovumucin) akan rusak dan pecah karena kenaikan ph akibat terjadinya penguapan
karbondioksida. Lebih lanjut Meliyati dkk., (2012), mengemukakan bahwa semakin
bertambahnya umur telur tetas maka kualitas telur akan menurun. Demikian pula
North dan Bell (1990) melaporkan bahwa telur yang masih dalam keadaan segar akan
menghasilkan fertilitas yang tinggi karena fertilitas ditentukan oleh kualitas telur.
Daya Tetas
Daya tetas adalah persentase telur yang menetas dari telur yang fertil (Susanti
dkk., 2015). Daya tetas telur dipengaruhi oleh penyiapan telur, faktor genetik, suhu
dan kelembaban, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan fertilitas telur
(Sutiyono dkk., 2006). Hasil penelitian terhadap rata-rata daya tetas telur burung
puyuh yang di tetaskan dengan umur telur tetas yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 3.
23
Gambar 3. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Daya Tetas Telur Burung
Puyuh.
Ket : U1 = Umur telur 1 hari, U2 = Umur telur 4 hari, U3 = Umur telur 7 hari,
U4 = Umur telur 10 hari, U5 = Umur telur 13 hari.Hurufyang berbeda
mengindikasikan pengaruh yang nyata (P<0.05).
Berdasarkan data hasil penelitian pada umur telur tetas yang berbeda
menunjukkan bahwa semakin singkat umur (hari) penyimpanan telur semakin tinggi
daya tetasnya. Rataan daya tetas terhadap umur telur tetas burung puyuh yang
berbeda (Gambar 3) memperlihatkan bahwaumur telur tetas 1 hari memiliki daya
tetas tertinggi (79,52%), dan daya tetas terendah diperoleh pada telur berumur 13 hari
(0,00%). Hasil analisis ragam pada umur telur tetas yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap daya tetas telur burung puyuh. Hasil Uji
Duncan menunjukkan bahwa tingkat daya tetas tertinggi didapatkan pada perlakuan
U1 dan berbeda dengan U2, U3, U4dan U5. Sedangkan perlakuan U2 dan U3 berbeda
dengan U4 dan U5. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitas telur. Umur telur yang
singkat memiliki kualitas yang tinggi karena telur masih dalam keadaan segar.
79.52 c
43.01 b
51.03 b
5.88 a0.00 a
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
U1 U2 U3 U4 U5
Day
a Te
tas
(%)
Perlakuan (umur telur)
24
Menurut Meliyati dkk., (2012), umur telur yang baik untuk penetasan yaitu tidak
lebih dari 7 hari karena akan menyebabkan daya tetas telur menurun dibanding
dengan telur tetas yang berumur 1-3 hari (telur segar). Lebih lanjut dikemukakan
bahwa telur segar memliki kualitas yang baik dibanding telur yang lama. Telur yang
segar memiliki kondisi isi telur yang baik seperti kondisi putih telur yang kental dan
tebal dengan kuning telur berada di tengah. Putih dan kuning telur merupakan bagian
terpenting telur karena keduanya banyak mengandung zat-zat gizi yang berguna
untuk menunjang kehidupan embrio. Selain itu, kondisi putih telur yang kental
dengan kuning telur yang berada di tengah akan menyebabkan bakteri yang terdapat
pada kerabang telur sulit mencapai posisi embrio yang berada dalam kuning telur.
Berat Tetas
Berat tetas adalah berat DOQ (Day Old Quail) setelah menetas yang bulu
badannya telah kering dan sebelum diberi makan atau minum untuk pertama
kalinya.Berat tetas merupakan indikator performa pertumbuhan dari anakan yang
dihasilkan. Hasil penelitian terhadap rata rata berat tetas telur burung puyuh yang di
tetaskan dengan umur telur tetas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.
25
Gambar 4. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Berat Tetas Telur Burung
Puyuh.
Ket : U1 = Umur telur 1 hari, U2 = Umur telur 4 hari, U3 = Umur telur 7
hari.Hurufyang berbeda mengindikasikan pengaruh yang nyata (P<0.05).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin singkat umur (hari)
penyimpanan telur semakin tinggi berat tetasnya. Rataan berat tetas terhadap umur
telur burung puyuh yang berbeda (Gambar 4) memperlihatkan bahwa berat tetas
tertinggi diperoleh pada perlakuan U1 (7.78 g/ekor) dan terendah pada perlakuan U3
(7.07 g/ekor). Hasil analisis ragam mengindikasikan bahwa umur telur tetas yang
berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap berat tetas burung
puyuh. Hasil Uji Duncan terhadap berat tetas memperlihatkan perlakuan U1 berbeda
dengan U3 namun, tidak berbeda dengan U2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur telur yang singkat
menghasilkan berat tetas yang tinggi dan semakin lama umur telur maka semakin
rendah berat tetasyang dihasilkan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh umur telur
yang singkat (segar) mengalami sedikit susut telur diluar penetasan sedangkan umur
7.78 b 7.48 ab7.07 a
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
U1 U2 U3
Be
rat
teta
s (g
r/e
kor)
Perlakuan (Umur tetas)
26
telur yang lama mengalami susut telur yang tinggi yaitu saat sebelum ditetaskan
maupun pada saat ditetaskan. Susut telur akan berdampak pada bobot tetas. Menurut
Iskandar (2003) terjadinya penyusutan bobot telur sebelum dan saat penetasan dapat
dilihat dari berkurangnya bobot telur akibat terjadi penguapan cairan dan zat-zat
organik. Susut telur yang tinggi akan berdampak negatif terhadap bobot tetas. Lebih
lanjut, Susanti dkk. (2015) menyatakan bahwa bobot tetas dipengaruhi oleh bobot
awal telur, suhu dan kelembababan. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa antara
bobot telur dan bobot tetas yang dihasilkan terdapat korelasi yang tinggi.
Umur Kematian Embrio
Mortalitas adalah persentase telur yang mati dari sekelompok telur fertil yang
ditetaskan. Untuk menghitung umur kematian embrio pada fase awal (early period),
fase tengah (middle period) dan fase akhir (late period) dilakukan pemecahan telur
dan mengamati perkembangan embrio di akhir periode penetasan (hari ke-18). Hasil
penelitian terhadap rata rata umur kematian embrio burung puyuh yang di tetaskan
dengan umur telur tetas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5.
27
Gambar 5. Pengaruh Umur Telur Tetas yang Berbeda terhadap Umur Kematian
Embrio Telur Burung Puyuh. E = Early period, M = Midle period, L =
Late period
Hasil penelitian (Gambar 5) menunjukkan bahwa umur kematian embrio
kategori early period (E), umur telur 1 hari (U1) 0,00% memiliki persentase kematian
embrio yang lebih rendah dari semua perlakuan, diikuti lebih tinggi oleh umur telur 4
hari (U2) 28,87%, 7 hari (U3) 31,81%, 10 hari (U4) 72,80% dan 13 hari (U5) 95,69%
secara berturut-turut. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama umur telur maka
semakin tinggi kematian embrio pada kategori E yang ditandai dengan embrio
tumbuh dan berkembang secara normal, tetapi tidak memiliki upaya untuk menerobos
kerabang.
Pada kategori Middleperiod (M), U5 (4,30%), memiliki persentase kematian
yang lebih rendah diikuti lebih tinggi oleh U4 (20,04%), U1 (41,66%), U2 (53,81%)
dan U3 (54,04%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama umur telur maka
semakin rendah kematian embrio pada kategori M yang ditandai dengan
0
41.67
58.33
28.87
53.81
17.32
31.82
54.04
14.13
72.81
20.05
7.14
95.69
4.310
0
20
40
60
80
100
120
E M L E M L E M L E M L E M L
U1 U2 U3 U4 U5
Perse
nta
si k
em
ati
an
(%
)
Perlakuan (Umur Telur)
28
menunjukkan karakteristik paruh yang pipih dan lentur dengan oedema serta
pendarahan pada otot penetasan bagian belakang kepala.Dari telur yang dipecahkan
yang kemudian diamati, embrio yang mati pada fase middle ini umumnya karena
ketidakmampuan mengabsorbsi kuning telur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Woodard (1973) yang mengemukakan bahwa kematian embrio umumnya disebabkan
oleh karena embrio tidak mampu membentuk organ-organ penting atau organ-organ
tersebut tidak berfungsi dengan baik. Kematian embrio terjadi akibat
ketidakmampuan menyerap albumen yang tersisa dan mengabsorbsi kantong yolk
(kuning telur).
Kemudian, pada kategori Lateperiod(L) embrio yang mati pada minggu ke 3.
Kematian pada kategori ini disebabkan karena kesalahan posisi selama berkembang
sehingga menghambat embrio tersebut untuk keluar dari kerabang. Rataan umur
kematian embrio kategori Late dengan umur telur tetas yang berbeda yaitu U5
(0,00%), memiliki persentase kematian yang lebih rendah, diikuti lebih tinggi oleh
U4 (7,14%), U3 (14,13%), U2 (17,31%) dan U1 (58,33%) hari secara berturut-turut.
Hal ini berbanding terbalik dengan kategori E. Dari telur yang diamati dan
dipecahkan banyaknya embrio yang mati pada fase late ini umumnya karena embrio
sudah terbentuk sempurna namun embrio lemah sehingga tidak mampu pipping,
malposisi dan juga beberapa terdapat jamur dalam telur. Pada masa akhir inkubasi,
juga terjadi perubahan fisiologis dari sistem pernafasan alantois yang menyebabkan
kebutuhan oksigen meningkat begitu pula karbondioksida yang dihasilkan juga
meningkat. Terlalu banyak karbondioksida dalam ruang penetasan dapat
menyebabkan kematian embrio apabila ventilasinya tidak baik. Ini sesuai dengan
29
pendapat Freeman (1963) menyatakan bahwa sesaat sebelum pipping konsumsi
oksigen meningkat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin singkat (segar) umur telur
tetas maka semakin rendah kematian embrio lebih awal (early) dan semakin tinggi
kematian embrio pada kategori akhir (late). Begitupun sebaliknya terhadap umur telur
yang lama. Menurut, Husain (2012) bahwa faktor kematian embrio selama penetasan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: induk terserang penyakit, telur tidak
diangin-anginkan sebelum diinkubasi, suhu di dalam mesin tetas terlalu tinggi atau
terlalu rendah, padamnya sumber pemanas, telur di dalam mesin tidak diputar, kadar
CO2terlalu tinggi didalam mesin tetas, umur telur tetas yang sudah lama.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Penyimpanan telur burung puyuhhingga 13 hari tidak mempengaruhi
tingkat fertilitas.
2. Daya tetas dan berat tetas telur burung puyuh semakin menurun seiring
dengan bertambahnya umur peyimpanan telur.
3. Umur kematian embrio pada periode awal penetasan (early period)
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur penyimpanan,
sebaliknya kematian embrio pada periode akhir penetasan (late period)
meningkat pada umur penyimpanan telur yang lebih singkat.
Saran
Penetasan telur burung puyuh sebaiknya dilakukan pada telur dengan umur
penyimpanan tidak lebih dari satu minggu (7 hari).
31
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2005. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Andrianto, T.T. 2005.Panduan Praktis Beternak Burung Puyuh, Absolut, Yogyakarta
Agromedia. 2002. Puyuh Si Mungil Yang Penuh Potensi. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Card, L. E and Leslie. 1993. Poultry Production. Lea and Febriger, Philadelphia.
Card, L.E. dan M.C. Nesheim. 1979. Poultry Production. 12th Edition. Lea and
Febriger, Philadelphia.
Freeman, B. M. 1963. Gaseous metabolism of the domestic chicken. Brit. Poultry
Science 4 : 275-278
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit Amrico. Bandung.
Heuser, G.F. 1975. Feeding Poultry.2 Ed. Jhon Willey and Son’s. New York.
Husain, M. 2012. Penyebab Kematian Embrio Pada Masa Penetasan dengan
MenggunakanMesinTetas.(htpp://husainahmad1987.blogspot.com/2012/06/pen
yebab-kematian-embrio-pada-masa.html,diakses pada tanggal 20 Mei 2017)
Iskandar, R. 2003. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur dan Frekuensi Pemutaran
Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Telur Puyuh. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Jutawan, A. 2005 . Mesin Tetas Listrik Dan Induk Buatan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
King’ori, A. M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and
hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10: 483--492.
Listiyowati, E., dan K. Roospitasari. 2000. Burung Puyuh tata Laksana Budidaya
Secara Komersil. Penebar Swadaya, Jakarta.
Meliyati, N., K. Nova dan D. Nova. 2012. Pengaruh umur telur tetas itik
mojosari dengan penetasan kombinasi terhadap fertilitas dan daya tetas. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Murtdijo, B. A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius. Yogyakarta.
32
North, M. O dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. By Van Nestrod Rainhold. New York.
Nugroho, danI.G.T. Manyun.1986. BeternakBurungPuyuh. EkaOffest, Semarang.
Nuryati, L., K. Sutarto dan S.P. Hardjosworo. 2003. Sukses Menetaskan Telur,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Paimin, F, B. 2004. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rahayu, H. S. 2005. Kualitas Telur Tetas Ayam Kampung dengan Waktu
Pengulangan Inseminasi Buatan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rasyaf, M. 1984. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
Saefuddin. 2000. Aberasi Kromosom dan Penurunan Daya Tetas Telur pada Dua
Populasi Ayam Petelur. UPI. Bandung.
Safitri, M. 2011. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas dan Daya Tetas
Telur Puyuh. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala. Banda Aceh.
Setiawan, R. 2010. Embrio Mati Dalam Telur. (Online), (http://mesin-tetas-
cuf.blogspot.com/2010/11/embrio-mati-dalam-telur.html.,diakses pada tanggal
20 Mei 2017).
Setioko, A. R. 1998. Penetasan Telur Itik di Indonesia. Balai Penelitian Ternak.
Bogor.
Sudaryani, T. H dan Santoso. 1994. Pembibitan Ayam Buras. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sugiharto, R.E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanti, I., T. Kurtini dan D. Septinova. 2015. Pengaruh lama penyimpanan terhadap
fertilitas, susut tetas, daya tetas dan bobot tetas telur ayam arab. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu 3(4):185-190.
33
Sutiyono, S.R. dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas dan Daya Tetas Telur dari Ayam
Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung yang
Diencerkan dengan Bahan Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Tetty, A. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wiboyo, Y.T dan Jafendi. 1994. Penentu Daya Tetas dengan Menggunakan Metode
Gravitasi Spesifik Pada Tingkat Berat Inisial Ayam Kampung yang Berbeda.
Buletin Peternakan. Vol. 18.
Woodard, A.E., H. Abplanalp, W.O. Wilson and P.Vohra. 1973. Japanese Quail
Husbandry in Laboratory. Departement Of Avian Science University Of
California.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Fertilitas Terlur Tetas Burung Puyuh dengan
Umur Telur yang Berbeda
Dependent Variable:Fertilitas
Perlakuan Kelompok Mean Std. Deviation N
Umur 1 Hari 1 85.0000 . 1
2 90.0000 . 1
3 90.0000 . 1
Total 88.3333 2.88675 3
Umur 4 Hari 1 80.0000 . 1
2 1.0000E2 . 1
3 90.0000 . 1
Total 90.0000 10.00000 3
Umur 7 Hari 1 85.0000 . 1
2 80.0000 . 1
3 70.0000 . 1
Total 78.3333 7.63763 3
Umur 10 Hari 1 85.0000 . 1
2 95.0000 . 1
3 70.0000 . 1
Total 83.3333 12.58306 3
Umur 13 Hari 1 80.0000 . 1
2 60.0000 . 1
3 75.0000 . 1
Total 71.6667 10.40833 3
Total 1 83.0000 2.73861 5
2 85.0000 15.81139 5
3 79.0000 10.24695 5
Total 82.3333 10.49943 15
Tests of Between-Subjects Effects
35
Dependent Variable:Fertilitas
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 770.000a 6 128.333 1.328 .346
Intercept 101681.667 1 101681.667 1.052E3 .000
Perlakuan 676.667 4 169.167 1.750 .232
Kelompok 93.333 2 46.667 .483 .634
Error 773.333 8 96.667
Total 103225.000 15
Corrected Total 1543.333 14
a. R Squared = ,499 (Adjusted R Squared = ,123)
36
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Daya Tetas Terlur Tetas Burung Puyuh dengan
Umur Telur yang Berbeda
Dependent Variable:Daya Tetas
Perlakuan Kelompok Mean Std. Deviation N
Umur 1 Hari 1 94.1100 . 1
2 88.8900 . 1
3 55.5600 . 1
Total 79.5200 20.91347 3
Umur 4 Hari 1 56.2500 . 1
2 45.0000 . 1
3 27.7800 . 1
Total 43.0100 14.33894 3
Umur 7 Hari 1 64.7100 . 1
2 31.2500 . 1
3 57.1400 . 1
Total 51.0333 17.54598 3
Umur 10
Hari
1 17.6400 . 1
2 .0000 . 1
3 .0000 . 1
Total 5.8800 10.18446 3
Umur 13
Hari
1
.0000 . 1
2 .0000 . 1
3 .0000 . 1
Total .0000 .00000 3
Total 1
46.5420 37.71114 5
2 33.0280 36.90783 5
3 28.0960 28.18109 5
Total 35.8887 32.97832 15
37
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Daya Tetas
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 14028.865a 6 2338.144 15.625 .001
Intercept 19319.946 1 19319.946 129.110 .000
Perlakuan 13116.852 4 3279.213 21.914 .000
Kelompok 912.013 2 456.006 3.047 .104
Error 1197.114 8 149.639
Total 34545.924 15
Corrected Total 15225.979 14
a. R Squared = ,921 (Adjusted R Squared = ,862)
Uji Duncan
Daya Tetas
Perlakuan N
Subset
1 2 3
Duncana Umur 13 Hari 3 .0000
Umur 10 Hari 3 5.8800
Umur 4 Hari 3 43.0100
Umur 7 Hari 3 51.0333
Umur 1 Hari 3 79.5200
Sig. .572 .445 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 149,639.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
38
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Berat Tetas Terlur Burung Puyuh dengan Umur
Telur yang Berbeda
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Berat Tetas
Perlakuan Kelompok Mean Std. Deviation N
Umur 1 Hari 1 7.6200 . 1
2 8.1000 . 1
3 7.6100 . 1
Total 7.7767 .28006 3
Umur 4 Hari 1 7.5900 . 1
2 7.3600 . 1
3 7.4800 . 1
Total 7.4767 .11504 3
Umur 7 Hari 1 7.0800 . 1
2 7.1500 . 1
3 6.9900 . 1
Total 7.0733 .08021 3
Total 1 7.4300 .30348 3
2 7.5367 .49903 3
3 7.3600 .32696 3
Total 7.4422 .34343 9
Tests of Between-Subjects Effects
39
Dependent Variable:Berat Tetas
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model .795a 4 .199 5.345 .067
Intercept 498.480 1 498.480 1.341E4 .000
Perlakuan .747 2 .374 10.051 .028
Kelompok .047 2 .024 .639 .574
Error .149 4 .037
Total 499.424 9
Corrected Total .944 8
a. R Squared = ,842 (Adjusted R Squared = ,685)
Berat Tetas
Duncan
Perlakuan N
Subset
1 2
3 3 7.0733
2 3 7.4767 7.4767
1 3 7.7767
Sig. .063 .129
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,037.
40
RIWAYAT HIDUP
Rahmat Ramadhan. Lahir pada Tanggal 28 Maret 1992 di
Kadidi, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi
Selatan. Penulis adalah anak ke empat dari lima bersaudara dari
pasangan suami istri Muh. Siri dan Hj. Kartini. Penulis
mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 6 Maccorawalie pada tahun 1999
dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di
SMPN 4 Maccorawalie dan lulus pada tahun 2008. Setelah itu melanjutkan sekolah di
SMK/SPP Negeri 1 Rappang dan lulus tahun 2011. Pada tahun 2011 melanjutkan
pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri tepatnya di Universitas Hasanuddin Fakultas
Peternakan melalui jalur POSK. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai
pengurus SEMA FAPET-UH (Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin) periode 2012-2014, HIMAPROTEK-UH (Himpunan Mahasiswa
Produksi Ternak Universitas Hasanuddin) periode 2013-2014, MATERPALA-UH
(Mahasiswa Peternakan Pencinta Alam Universitas Hasanuddin), IPMI SIDRAP
BKPT UNHAS (Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Sidenreng Rappang Badan
Kordinasi Perguruan Tinggi Universitas Hasanuddin), dan IPMI SIDRAP Cabang
Panca Rijang.