UJI PENETRASI GAMMA-ORYZANOL DALAM SEDIAAN...
-
Upload
truongthuan -
Category
Documents
-
view
224 -
download
1
Transcript of UJI PENETRASI GAMMA-ORYZANOL DALAM SEDIAAN...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI PENETRASI GAMMA-ORYZANOL
DALAM SEDIAAN EMULGEL DENGAN
VARIASI KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL 940
SEBAGAI GELLING AGENT MENGGUNAKAN
SEL DIFUSI FRANZ
SKRIPSI
AULIYANI ROSDIANA KHOIRUNISA
NIM: 1113102000015
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI PENETRASI GAMMA-ORYZANOL
DALAM SEDIAAN EMULGEL DENGAN
VARIASI KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL 940
SEBAGAI GELLING AGENT MENGGUNAKAN
SEL DIFUSI FRANZ
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
AULIYANI ROSDIANA KHOIRUNISA
NIM: 1113102000015
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Auliyani Rosdiana Khoirunisa
NIM : 1113102000015
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Penetrasi Gamma-oryzanol dalam Sediaan Emulgel
dengan Variasi Konsentrasi Polimer Karbopol 940
Sebagai Gelling Agent Menggunakan Sel Difusi Franz
Gamma-oryzanol merupakan senyawa antioksidan yang berasal dari minyak dedak
padi (rice bran oil). Efektivitas gamma-oryzanol sebagai skin whitening dan
perlindungan kulit dari radiasi sinar UV dipengaruhi oleh kemampuan gamma-
oryzanol berpenetrasi ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil
penetrasi gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel dengan variasi konsentrasi
polimer karbopol 940 sebagai gelling agent. Konsentrasi karbopol 940 yang
digunakan dalam formulasi adalah 0,5% (F1), 0,75% (F2) dan 1% (F3). Kadar
gamma-oryzanol dalam sediaan ditetapkan dengan metode spektrofotometri uv-vis
dan pengujian penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel difusi franz. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan profil pelepasan gamma-oryzanol di
dalam emulgel dengan jumlah kumulatif gamma-oryzanol terpenetrasi pada jam ke-
6 emulgel F1, F2, dan F3 berturut-turut yaitu 45,75 ± 0,90 µg/cm², 36,06 ± 0,21
µg/cm², dan 22,69 ± 0,88 µg/cm² dan laju penetrasi gamma-oryzanol pada jam ke-
6 emulgel F1, F2, dan F3 berturut-turut yaitu 7,62 ± 0,15 µg cm-2 jam-1, 6,01 ± 0,04
µg cm-2 jam-1 dan 3,78 ± 0,15 µg cm-2 jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa profil penetrasi ketiga sediaan emulgel gamma-oryzanol
memiliki perbedaan yang signifikan. Semakin rendah konsentrasi karbopol 940
yang digunakan sebagai gelling agent maka semakin tinggi profil penetrasi gamma-
oryzanol dalam sediaan emulgel.
Kata Kunci : Emulgel, gamma-oryzanol, karbopol 940, penetrasi, sel difusi franz,
membran spangler
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Auliyani Rosdiana Khoirunisa
NIM : 1113102000015
Major : Pharmacy
Title : Penetration Test of Gamma-oryzanol in Emulgel Dosage
Form with Variety Concentration of Carbopol 940
Polymer as Gelling Agent by Franz Diffusion Cell
Gamma-oryzanol is antioxidant compounds from rice bran oil. Efectivities of
gamma-oryzanol as skin whitening and protects the skin from ultra-violet radiation
influeced by the penetration ability into the skin. The reasearch aims to see the
penetration profile of gamma-oryzanol in emulgel with variety concentration of
carbopol 940 polymer as gelling agent. The concentration of carbopol 940 in the
formulation were F1 (0,5%), F2 (0,75%) and F3 (1%). Gamma-oryzanol
concentration in all of dosage forms was determined by spectrophotometry uv-vis
method and penetration test used franz diffusion cell. The result of this research
shown difference released profile gamma-oryzanol in emulgel with total cumulative
penetration of gamma-oryzanol from three formulation at 6th hour were 45,75 ±
0,90 µg/cm² (F1), 36,06 ± 0,21 µg/cm² (F2), and 22,69 ± 0,88 µg/cm² (F3) and flux
penetration of gamma-oryzanol from three formulation at 6th hour were 7,62 ± 0,15
µg cm-2 hour-1 (F1), 6,01 ± 0,04 µg cm-2 hour-1 (F2) and 3,78 ± 0,15 µg cm-2 hour-1
(F3). Based on the result, it can be conclude that penentration profile of three
emulgel have a significant difference. The low concentration of carbopol 940 used
then increase profil penetration of gamma-oryzanol in emulgel dosage form.
Keywords : Emulgel, gamma-oryzanol, carbopol 940, penetration, franz diffusion
cell, membran spangler
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala yang telah memberikan kasih sayang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Penetrasi
Gamma-oryzanol dalam Sediaan Emulgel dengan Variasi Konsentrasi Polimer
Karbopol 940 Sebagai Gelling Agent Menggunakan Sel Difusi Franz”.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
suri tauladan bagi umat manusia dalam menjalani berbagai alur kehidupan.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini bukan hanya atas hasil
usaha sendiri, melainkan karena bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak
awal masa perkuliahan, penelitian, dan sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm, Apt,
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu,
tenaga, saran, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan
pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.
5. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Abdul Hamid dan ibunda Nuryani yang
selalu memberikan kasih sayang, doa, serta dukungan baik moril maupun
materi yang tidak terhingga. Sesungguhnya kasih sayang itu yang membuat
penulis tegar dan kuat menghadapi segala cobaan dan rintangan. Tidak akan
pernah sedikitpun kasih sayang dapat terbayarkan, semoga Allah membalas
dengan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada kedua orang tua yang terkasih.
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Adikku tersensi Fitriyani Adwiwartika yang telah memberikan doa, semangat,
dan dukungan kepada penulis.
7. Nenekku tersayang Nenek Kurniasih, Nenek Poniem, dan Kakek Wigyo
Utomo atas kasih sayang, doa, serta dukungan moril dan materil.
8. Ryanto Ramdany yang telah setia menemani dalam masa-masa sulit,
memberikan dukungan, mendengarkan keluh kesah, memberikan doa, dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. Sahabat kesayangan “PEJUANG IJABSAH” Pidia Awalia Nisbah, Ummum
Nada, dan Dini Fitriyani atas kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan,
keuangan, motivasi dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini.
10. Sahabatku Amalia Rahmatika, Anggi Indah Hilya, Lulu Annisa, Nurillah Dwi
Novarienti, Fairuza Ajeng Pramesi, Isra Maulida Arifa, Silviana Adhitya.
11. Teman-temanku Muhammad Faisal, Talitha Amanda S, Sinthiya N S yang
sama-sama berjuang dalam tim “Gamma-oryzanol”.
12. Seluruh laboran, Kak Eris, Kak Rahmadi, Kak Yaenap, Kak Rani, Kak Tiwi,
dan Kak Walid yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
13. Teman-teman seangkatan Farmasi 2013 yang telah memberikan semangat dan
doa selama ini.
14. Kak Charinna Agus Prabawati dan Kak Nur Khasanah yang telah membantu
dan menasehati.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan ilmu farmasi. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT
berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
penyusunan skripsi ini.
Ciputat, Agustus 2017
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Auliyani Rosdiana Khoirunisa
NIM : 1113102000015
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,
dengan judul:
UJI PENETRASI GAMMA-ORYZANOL DALAM SEDIAAN EMULGEL
DENGAN VARIASI KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL 940
SEBAGAI GELLING AGENT MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 8 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Auliyani Rosdiana Khoirunisa)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1 Gamma-oryzanol ................................................................................. 4
2.1.1 Deskripsi dan Komponen Kimia ............................................ 4
2.1.2 Sifat Fisikokimia .................................................................... 4
2.1.3 Fungsi Fisiologis dari Gamma-oryzanol ................................ 5
2.2 Emulgel .............................................................................................. 5
2.2.1 Keuntungan Sediaan Emulgel ................................................ 6
2.2.2 Komponen Pembentuk Emulgel ............................................ 7
2.3 Penetrasi Obat Melalui Kulit ............................................................. 8
2.3.1 Mekanisme Absorbsi Obat Melalui Kulit ............................ 10
2.4 Formulasi Sediaan Emulgel ............................................................. 11
2.4.1 Vitamin E ............................................................................. 11
2.4.2 Karbopol 940........................................................................ 11
2.4.3 Rice Bran Oil ....................................................................... 11
2.4.4 Natrium Metabisulfit ............................................................ 12
2.4.5 Trietanolamin ....................................................................... 12
2.4.6 Metilparaben ........................................................................ 12
2.4.7 Propilparaben ....................................................................... 13
2.4.8 Tween 80 .............................................................................. 13
2.4.9 Span 20 ................................................................................. 13
2.4.10 Propilen Glikol ..................................................................... 14
2.5 Penetapan Daya Penetrasi Sediaan .................................................. 14
2.5.1 Komponen Alat Sel Difusi Franz ......................................... 15
2.6 Spektrofotometri UV Vis ................................................................. 16
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 18
1.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 18
1.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 18
1.2.1 Alat ....................................................................................... 18
1.2.2 Bahan ................................................................................... 18
1.3 Prosedur Kerja ................................................................................. 19
1.3.1 Pembuatan Emulsi Gel ......................................................... 19
1.3.1.1 Formulasi Emulgel ................................................. 19
1.3.1.2 Pembuatan Emulsi ................................................. 19
1.3.1.3 Pembuatan Gel ....................................................... 19
1.3.2 Evaluasi Fisik Emulgel Gamma-oryzanol ........................... 20
1.3.2.1 Pengamatan Organoleptis Emulgel ........................ 20
1.3.2.2 Pengukuran pH Emulgel ........................................ 20
1.3.2.3 Pengukuran Viskositas Emulgel ............................ 20
1.3.3 Validasi Metode Analisa Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
.............................................................................................. 20
1.3.3.1 Preparasi Standar Gamma-oryzanol dalam Etil
Asetat ..................................................................... 20
1.3.3.2 Linearitas dan Kurva Kalibrasi .............................. 21
1.3.3.3 Presisi......................................................................21
1.3.4 Uji Homogenitas Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel . 22
1.3.5 Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol ............................. 22
1.3.5.1 Penyiapan Membran Difusi ................................... 22
1.3.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam
Isopropanol:Air ...................................................... 23
1.3.5.3 Uji Penetrasi Gamma-oryzanol .............................. 23
1.3.5.4 Perhitungan Jumlah Kumulatif dan Laju Penetrasi
Gamma-oryzanol ................................................... 24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26
4.1 Hasil Pembuatan Emulgel Gamma-oryzanol ................................... 26
4.1.1 Hasil Pembuatan Fase Emulsi .............................................. 26
4.1.2 Hasil Pembuatan Fase Gel ................................................... 26
4.2 Hasil Evaluasi Fisik Emulgel Gamma-oryzanol .............................. 27
4.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel ............................ 27
4.2.2 Hasil Pengukuran pH Emulgel ............................................. 27
4.2.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulgel Gamma-oryzanol .... 28
4.3 Hasil Validasi Metode Analisa Gamma-Oryzanol dalam Etil
Asetat................................................................................................29
4.3.1 Hasil Linearitas dan Kurva Kalibrasi ................................... 29
4.3.2 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat .......... 30
4.4 Hasil Analisa Kadar Gamma-Oryzanol dalam Emulgel .................. 30
4.4.1 Optimasi Ekstraksi Gamma-oryzanol dalam Emulgel ......... 30
4.4.2 Hasil Uji Homogenitas Kadar Gamma-Oryzanol dalam
Emulgel ................................................................................ 32
4.5 Hasil Validasi Metode Analisa Gamma-oryzanol dalam Larutan
Isopropanol:Air (1:1) ....................................................................... 33
4.5.1 Hasil Linearitas dan Kurva Kalibrasi ................................... 33
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.2 Hasil Uji Presisi Gamma-Oryzanol dalam Isopropanol:Air
(1:1) ...................................................................................... 34
4.6 Hasil Uji Penetrasi ........................................................................... 35
4.6.1 Hasil Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol Terepenetrasi ... 36
4.6.2 Hasil Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol ............................... 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 40
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 40
5.2 Saran.................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia Komponen Utama Gamma-oryzanol ...................... 4
Gambar 2.2 Skema Penetrasi Emulgel ke dalam Kulit ....................................... 6
Gambar 2.3 Rute Absorpsi Perkutan ................................................................. 11
Gambar 4.1 (a) Emulgel F1; (b) Emulgel F2; (c) Emulgel F3...........................27
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat .................... 29
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam Isopropanol:Air (1:1) ... 33
Gambar 4.4 Grafik Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol yang Berpenetrasi .... 36
Gambar 4.5 Grafik Fluks Emulgel Gamma-oryzanol ....................................... 38
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel ........................................... 27
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Emulgel ........................................................... 28
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulgel ............................................... 28
Tabel 4.4 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat ........................ 30
Tabel 4.5 Optimasi Ekstraksi Gamma-oryzanol dalam Emulgel ....................... 31
Tabel 4.6 Nilai Persen Recovery Berdasarkan Nilai Konsentrasi Sampel ......... 31
Tabel 4.7 Penetapan Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel .......................... 32
Tabel 4.8 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Isopropanol:Air (1:1)....... 34
Tabel 4.9 Jumlah Kumulatif Difusi Gamma-oryzanol ....................................... 36
Tabel 4.10 Persentase Kumulatif Penetrasi Gamma-oryzanol ............................. 37
Tabel 4.11 Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol ...................................................... 38
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kerangka Penelitian .................................................................... 46
Lampiran 2. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Gamma-oryzanol
dalam Etil Asetat ......................................................................... 47
Lampiran 3. Data Absorbansi Kurva Standar Gamma-oryzanol dalam Etil
Asetat........................................................................................... 47
Lampiran 4. Data Hasil Penetapan Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel . 47
Lampiran 6. Data Absorbansi Emulgel Gamma-oryzanol dalam Medium
Isopropanol:Air (1:1) .................................................................. 48
Lampiran 7. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Gamma-oryzanol
dalam Isopropanol:Air (2:1) ........................................................ 48
Lampiran 8. Data Absorbansi Kurva Standar Gamma-oryzanol dalam
Isopropanol:Air (1:1) .................................................................. 49
Lampiran 9. Komposisi Cairan Spangler......................................................... 49
Lampiran 10. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F1 ............. 50
Lampiran 11. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F2 ............. 50
Lampiran 12. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F3 ............. 51
Lampiran 13. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F1 ................... 51
Lampiran 14. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F2 ................... 52
Lampiran 15. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F3 ................... 52
Lampiran 16. Contoh perhitungan kadar gamma-oryzanol dalam sediaan F1
pengujian ke-1 ............................................................................. 53
Lampiran 17. Contoh Perhitungan Penetrasi Kumulatif Gamma-oryzanol
Percobaan ke-1 F1 pada menit ke-10. ......................................... 54
Lampiran 18. Contoh Perhitungan Penetrasi Kumulatif Gamma-oryzanol
Percobaan ke-1 F1 pada Menit ke- 30. ....................................... 55
Lampiran 19. Contoh Perhitungan Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol dari
Emulgel F1 pada Menit ke-60 ..................................................... 56
Lampiran 20. Uji Statistik Anova Viskositas Emulgel Gamma-oryzanol ......... 57
Lampiran 21. Uji Statistik Anova Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi ................................................................................. 58
Lampiran 22. Uji Statistik Anova Fluks Penetrasi ............................................ 62
Lampiran 23. Sertifikat Analisis Karbopol 940 ................................................. 66
Lampiran 24. Sertifikat Analisis Rice Bran Oil................................................. 67
Lampiran 25. Sertifikat Analisis Span 80 .......................................................... 68
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gamma-oryzanol adalah komponen utama dari rice bran oil (Kaimal,
1999). Rice bran oil adalah minyak yang diekstraksi dari lapisan luar butiran padi
dengan sejumlah lembaga biji (Nasir dkk, 2009). Gamma-oryzanol mempunyai
aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, bahkan empat kali lebih efektif
menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh dibandingkan dengan vitamin E
(Hiramitsu dkk, 1991; Patel dkk, 2004). Gamma-oryzanol mengandung asam
ferulat yang merupakan antioksidan asam fenolik (Cuvelier dkk, 1992; Pratt, 1972).
Berdasarkan hasil pengujian efektivitas aplikasi topikal gamma-oryzanol
untuk skin whitening yang telah dilakukan oleh Ibata dkk (1980) dengan menguji
efek gamma-oryzanol terhadap tyrosinase dan membandingkannya dengan L-asam
askorbat, kesimpulan yang didapat yaitu gamma-oryzanol dapat menghambat
aktivitas tyrosinase dan produksi. Ando dkk (1982) juga telah membuktikan bahwa
gamma-oryzanol dapat mengurangi erythema karena induksi irradiasi UV pada
hewan babi dengan pemberian gamma-oryzanol secara topikal dengan dosis 0,05;
0,1; 0,15 mg/cm2. Gamma-oryzanol juga memiliki banyak fungsi seperti efek
sirkulasi, secretomotor efek sebum dan dapat menyerap ultraviolet.
Gamma-oryzanol memiliki karakteristik tidak larut dalam air, sehingga
untuk mengaplikasikannya pada kulit dibutuhkan suatu bentuk sediaan yang dapat
memfasilitasinya. Emulgel dapat menjadi suatu sistem penghantaran obat untuk
memfasilitasi obat yang bersifat hidrofobik. Emulgel terbukti memiliki kestabilan
dan merupakan vesikel yang baik untuk obat yang hidrofobik atau obat yang sedikit
larut dalam air (Dickinson, 2009).
Emulgel adalah bentuk sediaan dimana terdapat kombinasi antara gel dan
emulsi. Penyatuan emulsi ke dalam gel dapat meningkatkan stabilitas dan memiliki
mekanisme pelepasan ganda (Sonaje dkk, 2013). Emulsi minyak dalam air sangat
sering digunakan untuk membuat basis obat yang mudah larut air dan untuk tujuan
kosmetik pada umumnya, kemudian emulsi minyak dalam air dapat digunakan
secara luas untuk pengobatan kulit kering dan sebagai emolien (Aher dkk, 2013).
2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam penggunaan dermatologis, emulgel memiliki sifat yang menguntungkan
seperti tiksotropik, tidak berminyak, mudah merata, mudah dibersihkan, emolien,
larut air, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, ramah lingkungan,
transparan, dan memiliki penampilan organoleptis yang baik (Stanos, 2007).
Di dalam formulasi emulgel terdapat salah satu komponen penting yaitu
gelling agent. Efek gelling agent telah dipelajari dalam laju pelepasan obat dari
suatu emulgel, ditemukan adanya inverse korelasi antara konsentrasi gelling agent
dan jumlah pelepasan obat (Shahin dkk, 2011). Diantara gelling agent yang luas
penggunaannya dalam bidang farmasi adalah karbopol 940 (Das dkk, 2013).
Karbopol dapat dengan mudah menyerap air, cepat terhidrasi dan mengembang.
Selain merupakan hidrofilik alam, struktur cross-linked dan ketidaklarutannya di
dalam air membuat karbopol menjadi kandidat yang potensial untuk digunakan
sebagai pengontrol laju pelepasan obat (Shahin dkk, 2011).
Pengujian penetrasi sediaan melalui lapisan kulit dapat menggambarkan
bagaimana perpindahan senyawa kimia dari permukaan luar kulit masuk ke dalam
kulit dan menuju ke sirkulasi sistemik (Ansel, 1989) dan penetrasi komponen
bioaktif melalui lapisan tanduk menjadi kunci dari pengembangan terapi topikal
(Draelos, 2000). Sediaan topikal harus memiliki kemampuan berdifusi melalui kulit
agar dapat mencapai ke dermis. Salah satu parameter mutu untuk sediaan topikal
adalah kemampuan bahan aktif untuk berdifusi melalui kulit (Mohammed, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi senyawa secara topikal menurut Vikas
dkk, (2012) antara lain ketebalan kulit, kandungan lemak, densitas folikel rambut,
densitas kelenjar keringat, pH kulit, aliran darah, hidrasi kulit, adanya inflamasi
pada kulit, koefisien partisi, bobot molekul, derajat ionisasi, dan pengaruh
pembawa yang digunakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka akan dilakukan evaluasi daya
penetrasi gamma-oryzanol dari sediaan emulgel dengan variasi konsentrasi polimer
karbopol 940 sebagai gelling agent. Pengujian daya penetrasi dilakukan terhadap
tiga formulasi sediaan tersebut menggunakan alat sel difusi franz dengan tujuan
untuk membandingkan daya penetrasi dari ketiga formulasi sediaan. Selanjutnya
akan dihitung nilai persentase kumulatif dan kecepatan penetrasi gamma-oryzanol
dari sediaan, kemudian ditentukan sediaan yang paling baik sebagai pembawa
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gamma-oryzanol berdasarkan persentase kumulatif zat aktif terpenetrasi per luas
area dan kecepatan penetrasi zat aktif melalui membran difusi (Prabawati, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah profil pelepasan gamma-oryzanol yang terkandung dalam
sediaan emulgel?
b. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi karbopol 940 terhadap
penetrasi gamma-oryzanol?
1.3 Tujuan Penelitian
Melihat profil penetrasi senyawa aktif gamma-oryzanol pada sediaan
emulgel dengan variasi konsentrasi polimer karbopol 940 sebagai gelling
agent.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan informasi ilmiah mengenai sediaan emulgel dengan senyawa
aktif gamma-oryzanol yang dapat digunakan dalam pengembangan
formulasi sediaan untuk pemanfaatan di bidang industri kosmetik.
b. Meningkatkan nilai manfaat senyawa aktif gamma-oryzanol sebagai
pengobatan dermatologis.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gamma-oryzanol
2.1.1 Deskripsi dan Komponen Kimia
Gamma-oryzanol merupakan suatu campuran dari phytosteryl ferulate yang
mana terdapat di dalam rice bran oil (Scavariello and Arellano, 1998). Oryzanol
termasuk ke dalam kelompok ester ferulat dalam alkohol triterpen dan sterol (Rong
dkk, 1997). Xu dan Godber (1999) menemukan bahwa 24-methylene cycloartanyl
ferulate, cycloartanyl ferulate, campesteryl ferulate, dan β-sitosteryl ferulate telah
teridentifikasi menjadi komponen utama dan memiliki antioksidan 10 kali lebih
baik dibandingkan tocopherol dan tocotrienol yang ada dalam vitamin E. Menurut
Xu (2001), komponen yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah 24-
methylene cycloartanyl ferulate.
Gambar 2.1 Struktur Kimia Komponen Utama Gamma-oryzanol [Sumber: www.tsuno.co.jp]
2.1.2 Sifat Fisikokimia
Gamma-oryzanol berwarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau dan
berbentuk serbuk kristalin. Gamma-oryzanol bersifat hidrofob, mudah larut dalam
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kloroform, sukar larut dalam etanol dan tidak larut dalam air. Stabil pada suhu 300C
hingga 80 hari (www.tsuno.co.jp).
2.1.3 Fungsi Fisiologis dari Gamma-oryzanol
Gamma-oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan lebih aktif
daripada vitamin E dalam melawan radikal bebas, serta dipercaya sangat efektif
menurunkan kolesterol dalam darah dan kolesterol liver, menstimulasi sistem saraf,
serta menghambat waktu menopause (Ardiansyah, 2008) dan gamma-oryzanol
merupakan antioksidan yang mampu menurunkan kadar kolesterol plasma dan
mengatasi gangguan menopause (Boonsit dkk, 2006).
Gamma-oryzanol berhubungan dengan penurunan kolesterol plasma, serum
kolesterol dan agregasi platelet (Yosiho dkk, 1989; Gerhardt dan Gallo, 1998;
Seetharamaiah dkk, 1990). Gamma-oryzanol juga telah digunakan untuk
pengobatan hiperlipidemia, kelainan menopause dan dapat meningkatkan massa
otot (Nakayama dkk, 1987; Murase dan Iishima, 1983; Bonner dkk, 1990). Dalam
studi yang dilakukan oleh Yamauchi dkk, (1981) telah melaporkan penghambatan
dari sekresi LH di dalam tikus dengan pemberian gamma-oryzanol dan Ishihara
dkk, (1982) telah melakukan studi klinik efek gamma-oryzanol pada gangguan haid
pada serum lipid peroksidase.
Gamma-oryzanol telah digunakan sebagai pengobatan di jepang untuk
penyakit psikosomatik. Gamma-oryzanol mempengaruhi metabolisme katekolamin
di hipotalamus, seperti dopamin, adrenalin, dan noradrenalin. Katekolamin adalah
bagian dari sistem saraf simpatik. Berbagai obat stimulan merupakan analog
katekolamin (Ieri dkk, 1982). Selain itu, efek dari gamma-oryzanol dan asam ferulat
dalam pencegahan terhadap hepatitis alkoholik telah dilaporkan sama seperti efek
kurkumin (Chotimarkom dan Ushio, 2008). Gamma-oryzanol juga telah dilaporkan
efektif dalam menekan inflamasi, diabetes, dan alergi (Islam dkk, 2011).
2.2 Emulgel
Emulgel merupakan salah satu bentuk sediaan yang dihasilkan dari
pencampuran gel dan emulsi. Sediaan emulgel disebut juga sebagai sediaan emulsi
yang viskositas fase airnya ditingkatkan melalui penambahan gelling agent
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Panwar, 2011). Emulgel merupakan emulsi, baik minyak dalam air (m/a) maupun
air dalam minyak (a/m), yang dicampurkan bersama agen pembentuk gel sehingga
membentuk emulgel. Bentuk sediaan emulgel lebih disukai oleh pasien karena
memiliki keuntungan sifat emulsi dan gel. Oleh karena itu, emulgel digunakan
sebagai pembawa berbagai macam obat pada kulit (Mohamed, 2004).
Emulgel memiliki sifat-sifat menguntungkan seperti konsistensi yang baik,
waktu kontak yang lebih lama, tiksotropik, transaparan, dapat melembabkan,
mudah penyerapannya, mudah penyebarannya, mudah dihilangkan, larut dalam air,
dan dapat bercampur dengan eksipien lain (Haneefa dkk, 2013). Emulgel saat ini
dapat digunakan untuk berbagai terapi penyakit kulit seperti yang disebabkan oleh
infeksi dari virus, bakteri, dan spesies jamus (eksema, Herpes simplex, jerawat)
(Raut dkk, 2012).
Gambar 2.2 Skema Penetrasi Emulgel ke dalam Kulit [Sumber: Ajazuddin dkk, 2013]
2.2.1 Keuntungan Sediaan Emulgel
Sediaan emulgel memiliki keuntungan yaitu (Lachman dan Lieberman,
1990; Vyas dan Khar, 2002; Rieger dkk, 1986):
a. Obat hidrofobik dapat dengan mudah bercampur ke dalam gel dengan
menggunakan emulsi tipe minyak/air.
Kebanyakan obat yang bersifat hidrofobik tidak dapat digabungkan ke dalam
basis gel secara langsung karena masalah kelarutannya. Oleh karena itu,
emulgel dapat membantu penggabungan obat hidrofobik ke dalam fase minyak
lalu globul minyak akan terdispersi di dalam fase air membentuk emulsi
minyak dalam air. Dan emulsi tersebut dapat dicampurkan ke dalam basis gel.
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hal ini memungkinkan stabilitas dan pelepasan obat yang lebih baik dari
sekedar menggabungkan obat ke dalam basis gel.
b. Stabilitasnya lebih baik.
Bentuk sediaan transdermal lain relatif kurang stabil dibandingkan emulgel.
Seperti serbuk yang higroskopik, krim yang menunjukkan fase inversi atau
breaking dan salep yang tengik dikarenakan basis minyak.
c. Kapasitas muatan yang lebih baik
Pendekatan baru lainnya seperti niosom dan liposom yang berukuran nano dan
dikarenakan struktur vesikular dapat mengakibatkan kebocoran sehingga
menghasilkan efisiensi penjerapan yang rendah. Tetapi gel terdiri dari jaringan
yang luas sehingga memberikan kapasitas muatan yang lebih baik.
d. Mudah di produksi dan biaya rendah
Preparasi emulgel lebih singkat dan sederhana dapat meningkatkan proses
produksi. Tidak memerlukan instrumen khusus untuk memproduksi emulgel.
Kemudian bahan yang digunakan tersedia dengan mudah dan murah. Sehingga
dapat menurunkan biaya produksi emulgel.
e. Tidak memerlukan sonifikasi yang intensif
Produksi dari molekul vesikular membutuhkan sonikasi intensif yang dapat
mengakibatkan degradasi dan kebocoran obat. Tetapi masalah ini tidak
ditemukan selama produksi emulgel karena tidak memerlukan sonifikasi.
f. Pelepasan terkontrol
Emulgel dapat digunakan untuk memperpanjang efek obat yang memiliki T1/2
yang pendek baik untuk obat hidrofob (emulsi minyak/air) mauapun obat
hidrofil (emulsi air/ minyak).
2.2.2 Komponen Pembentuk Emulgel
Untuk membuat emulgel, diperlukan komponen penting seperti berikut,
yaitu (Panwar dkk, 2011) :
a. Bahan berair
Bahan ini digunakan untuk membentuk fase air dari emulsi (Lachman dkk,
1990). Bahan yang umum digunakan sebagai fase air adalah air, alkohol dan
lainnya (Vikas dkk, 2012).
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Minyak
Bahan ini digunakan untuk fase minyak dari emulsi. Untuk emulsi pada
penggunaan topikal biasanya minyak mineral digunakan tunggal maupun
kombinasi dengan paraffin cair ataupun padat. Minyak tersebut digunakan
secara luas sebagai pembawa bahan obat (Vyas dan Khar, 2002). Fase minyak
yang digunakan pada emulgel harus dapat berfungsi sebgagai pembawa yang
baik bagi zat aktif dan menyediakan kapasitas muatan yang besar dalam
formula (Mengesha, 2015).
c. Emulgator (Bahan pengemulsi)
Emulgator digunakan dalam proses emulsifikasi dan untuk mengontrol
stabilitas emulsi selama penyimpana (Mohammed Haneefa dkk, 2013; Vikas
dkk, 2012; Panwar dkk, 2011).
d. Gelling Agent
Bahan ini digunakan untuk meningkatkan konsistensi dan viskositas sediaan
farmasi (Mortazavi dan Aboofazeli, 2003).
e. Peningkat penetrasi
Di dalam formula emulgel, umumnya terdapat senyawa peningkat penetrasi.
Peningkat penetrasi merupakan bahan yang dapat memisahkan dan berinteraksi
dengan komponen kulit untuk menstimulasi dan meningkatkan permeabilitas
kulit secara reversibel (Jacob dan Francone, 2003).
2.3 Penetrasi Obat Melalui Kulit
Penetrasi perkutan adalah suatu proses penembusan membran kulit oleh
obat dan bahan kimia. Proses tersebut terjadi pada saat pemakaian sediaan topikal
baik ditujukan sebagai antimikroba, pengobatan penyakit kulit, pemakaian
sistemik, maupun untuk nutrisi kulit (Lachman dkk, 1986).
Bila suatu obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari
pembawa dan berpenetrasi melalui stratum korneum (Lachman et al, 1994).
Penetrasi bahan melewati kulit dapat terjadi melewati tiga rute, yaitu melewati tiga
rute, yaitu melewati folikel rambut dengan kelenjar sebaceousnya, melewati
kelenjar keringat, atau menembus stratum korneum (Barry, 1983).
9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakto-faktor yang mempengaruhi absorpi perkutan ialah sifat-sifat
fisikokimia dari obat, sifat pembawa yang digunakan, dan kondisi fisiologi kulit.
Dari sifat-sifat tersebut dapat diuraikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
absorpsi perkutan antara lain (Lund, 1994; Ansel, 1989):
a. Kondisi pH kulit, permukaan kulit memiliki pH normal, yaitu sekitar 4-6,
bergantung usia, jenis kelamin, genetik dan area tubuh (Baroni, 2012).
b. Komposisi sistem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari permeabilitas
stratum korneum yang disebabkan hidrasi dan perubahan struktur lipid.
c. Suhu, perubahan suhu di sekitasr dan di dalam kulit berhubungan dengan
kondisi fisiologis lain, misalnya peningkatan aliran darah atau peningkatan
kelembaban stratum korneum (Denyer, 1985).
d. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong
terjadinya absorpsi obat melalui kulit.
e. Waktu kontak obat dengan kulit.
f. Ketebalan kulit. Absorpsi perkutan lebih besar jika obat digunakan pada kulit
dengan lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal.
g. Bahan-bahan peningkat penetrasi (enhancer) dapat meningkatkan
permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisikakimia stratum korneum
sehingga mengurangi daya tahan difusi. Contohnya DMSO, DMF, DMA, urea,
dan lain-lain.
h. Adanya sirkulasi in situ pada kulit akan meningkatkan absorpsi obat.
i. Mikroflora kulit, flora komensal di permukaan kulit berpotensi menyebabkan
biotransformasi pada obat yang diberikan secara topikal. Metabolisme obat
oleh mikroflora tersebut sangat memengaruhi absorpsi obat perkutan (Surber,
2000; Denyer, 1985).
j. Lemak permukaan kulit, kelenjar sebasea mengeluarkan sejumlah lemak ke
permukaan kulit, dengan ketebalan sekitar 0,4-4 g (Surber, 2000).
Faktor-faktor penting lainnya yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat
ke dalam kulit adalah konsentrasi obat terlarut karena laju penetrasi sebanding
dengan konsentrasi, koefisien partisi antara kulit dan pembawa yang merupakan
ukuran afinitas relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawanya, dan koefisien
10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
difusi yang menggambarkan tahanan pergerakan molekul obat melalui barier
pembawa dan pembatas kulit (Lanimarta, 2012).
Difusi dari obat dalam pembatas kulit dapat dipengaruhi oleh komponen-
komponen pembawa (terutama pelarut dan surfaktan) dan suatu koefisien partisi
optimum bisa diperoleh dengan mengubah afinitas dari bahan untuk obat tersebut.
Laju penetrasi kulit dari obat secara in vitro, pada 250C didapat dengan percobaan
pada waktu-waktu tertentu, dan jumlah kumulatif yang mempenetrasi diplot
terhadap waktu dalam menit atau dalam jam. Sesudah tercapai steady state,
kemiringan garis lurus menghasilkan laju. Waktu lag diperoleh dengan
mengekstrapolasi garis steady state ke sumbu waktu (Lanimarta, 2012).
2.3.1 Mekanisme Absorbsi Obat Melalui Kulit
Penetrasi melintasi stratum korneum dapat terjadi karena adanya proses
difusi melalui dua mekanisme, yaitu (Trommer, 2006; Banker, 2002) :
a. Transepidermal
Jalur absorpsi transepidermal merupakan jalur difusi melalui stratum korneum
yang terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur transeluler yang berarti jalur melalui
protein di dalam sel dan melewati daerah yang kaya akan lipid, dan jalur
paraseluler yang berarti jalur melalui ruang antar sel. Penetrasi transepidermal
berlangsung melalui dua tahap. Pertama, pelepasan obat dari pembawa ke
stratum korneum, tergantung koefisien partisi obat dalam pembawa dan
stratum korneum. Kedua, difusi melalui epidermis dan dermis dibantu oleh
aliran pembuluh darah dalam lapisan dermis. Jalur transepidermal merupakan
jalur utama dibandingkan dengan jalur melalui kelenjar-kelenjar lainnya
karena luas permukaan epidermal 100 sampai 1000 kali lebih luas dari luas
permukaan kelenjar-kelenjar tersebut.
b. Transappendageal
Jalur absorpsi transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui
folikel rambut (transfolikular) dan kelenjar keringat (transglandular) yang
disebabkan karena adanya pori-pori di antara kedua kelenjar tersebut, sehingga
memungkinkan obat berpenetrasi masuk ke dalam folikel atau kelenjar keringat
tersebut.
11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Rute absorpsi perkutan
[Sumber: Erdo dkk, 2016]
2.4 Formulasi Sediaan Emulgel
2.4.1 Vitamin E
Vitamin E dengan nama lain alfa tokoferol merupakan produk natural dan
didekskripsikan sebagai cairan minyak yang jernih, kuning kecoklatan atau hampir
tidak berwarna, dan kental. Penggunaannya sebagai agen terapetik atau antioksidan
dalam sediaan dengan kandungan bahan yang mudah teroksidasi.
2.4.2 Karbopol 940
Karbopol 940 lebih dikenal dengan nama carbomer 940. Range konsentrasi
karbopol 940 sebagai gelling agent yaitu 0,5%-2%. Secara kimia, karbopol ini
merupakan polimer sintetik dari asam akrilat dengan bobot molekul tinggi (Rowe,
Sheskey, Quinn, 2009). Jika konsentrasi karbopol 940 rendah, gel bersifat
pseudoplastis, sebaliknya jika konsentrasi karbopol 940 tinggi akan menjadi plastis.
Karbopol 940 tidak toksik dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu
(Barry, 1983)
2.4.3 Rice Bran Oil
Minyak dedak padi (Rice bran oil) merupakan minyak hasil ekstraksi dari
dedak padi (Nursalim dan Razali, 2007). Rice Bran Oil (RBO) memiliki
keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya karena memiliki kandungan asam
lemak tak jenuh yang tinggi sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol. Dan juga
12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengandung komponen-komponen kimia yang baik bagi kesehatan manusia
(Nursalim dan Razali, 2007; Hadipernata, 2007). Rice bran oil berwarna kuning
pucat, jernih (pada suhu 200C), tak berbau dengan indeks asam <0,50. Densitas
minyak pada suhu 200C berkisar antara 0,920 dan 0,930; indeks refraktif (pada 200C
) 1,471-1,475; rasa manis ringan (Ciceero dkk, 2005).
2.4.4 Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit merupakan kristal tidak berwarna, serbuk kristal
berwarna putih hingga putih krem yang berbau. Digunakan sebagai antioksidan
dalam sediaan oral, parenteral, dan topikal. Natrium metabisulfit sedikit larut dalam
etanol 95%, mudah larut dalam gliserin dan air. Konsentrasi yang digunakan
sebagai antioksidan adalah 0,01-0,1% (Wade dan Weller, 1994).
2.4.5 Trietanolamin
Trietanolamin merupakan salah satu basa penetrasl yang digunakan dalam
sediaan topikal terutama untuk basis gel carbomer. Trietanolamin mempunyai berat
molekul 149,19 dengan pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga kuning
pucata, bau lemah mirip amoniak, higroskopis. Sinonim dari triethanolamin antara
lain triethylolamine, trihydroxytriehylamine, tris(hydroxyethy)mine, daltogen,
sterolamide, dan thiofacoT-35. Triethanolamin dapat bercampur dengan air,
alkohol, gliserin, larut dalam kloroform (Rowe dkk, 2006).
Pada pembuatan sediaan gel dengan basis carbomer, trietanolamin dapat
berfungsi sebagai bahan penetral yang ditambahkan ke dalam larutan dispersi
koloid carbomer sehingga dapat terbentuk gel dengan viskositas yang cukup baik.
Penambahan bahan penetral dilakukan dengan pelan. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terbentuknya terbentuknya gelembung udara yang terjebak dalam
sediaan (Allen, 1997).
2.4.6 Metilparaben
Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit larut
dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk sediaan
13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Efektif pada rentah pH yang besar dan
mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun lebih efektif terhadap jamur
dan kapang. Campuran paraben digunakan untuk mendapatkan pengawet yang
efektif. Konsentrasi yang digunakan untuk sediaan topikal adalah 0,02-0,3% (Wade
dan Weller, 1194).
2.4.7 Propilparaben
Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit larut
dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba, umumnya
digunakan sebagai sediaan farmasi, kosmetik, dan makanan. Konsentrasi yang
digunakan untuk sediaan topikal adalah 0,01-0,6% (Wade dan Weller, 1194).
2.4.8 Tween 80 (Polioksietilen-20-sorbitanmonostearat)
Tween 80 digolongkan ke dalam surfaktan non ionik dengan nilai
Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) 15 dan berperan sebagai agen pengemulsi.
Tween 80 merupakan salah satu surfaktan yang dapat digunakan dalam pembuatan
sediaan semisolid. Tween 80 memiliki berat molekul 1310 dengan pemerian cairan
seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga cokelat muda, bau khas
lemah, rasa pahit dan hangat. Tween 80 larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam
minyak mineral dan minyak nabati. (Rowe, 2003).
Tween 80 mempunyai titik didik 1490 C dan stabil terhadap elektrolit dan
asam dan basa lemah, saponifikasi terjadi dengan adanya asam dan basa kuat serta
harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat yang
sejuk dan kering. Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi bila
dikombinasikan dengan sorbitan ester adalah 1-10% (Rowe, Sheskey, dan Quinn,
2009).
2.4.9 Span 20 (Sorbitan monolaurat)
Span digunakan sebagai bahan pengemulsi, surfaktan nonionik, zat
pensolubilisasi, zat pembasah, dan bahan pensuspensi. Sorbitan ester sudah umum
digunakan dalam sediaan farmasi sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Bahan ini
14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terutama digunakan sebagai bahan pengemulsi dalam pembuatan krim, emulsi, dan
salep untuk penggunaan topikal. Ketika digunakan sebagai bahan pengemulsi
tunggal, sorbitan ester menghasilkan emulsi atau mikroemulsi a/m yang stabil,
namun lebih sering digunakan dalam kombinasi dengan polisorbat untuk
menghasilkan konsistensi yang berbeda pada emulsi atau krim a/m atau m/a.
Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi bila dikombinasi dengan
polisorbat adalah 1-10% (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
2.4.10 Propilen Glikol
Propilen glikol merupakan cairan jernih kental, tidak berwarna dan
memiliki rasa manis. Senyawa ini dapat bercampur dengan aseton, etanol, gliserin
dan air. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pelarut (konsentrasi 5-80% untuk
sediaan topikal), humektan dan pengawet pada konsentrasi 15-30%. Propilen glikol
bersifat higroskopis, dan sebaikknya disimpan pada tempat tertutup, sejuk, dan
terlindung dari cahaya (Rowe, 2003).
2.5 Penetapan Daya Penetrasi Sediaan
Sediaan topikal harus memiliki kemampuan berdifusi melalui kulit agar
dapat mencapai ke dermis. Salah satu parameter mutu untuk sediaan topikal adalah
kemampuan bahan aktif untuk berdifusi melalui kulit (Mohammed, 2000).
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu
zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan
adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu
membran polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses
difusi (Martin, 1983).
Formulasi suatu sediaan transdermal yang baik harus dapat memberikan
pelepasan obat yang optimal dan deposisi obat ke dalam lapisan kulit yang ingin
dicapai yaitu stratum korneum, epidermis, atau dermis. Studi penetrasi kulit secara
in vitro dilakukan untuk mengukur kecepatan dan jumlah senyawa yang melewati
kulit, di mana hal tersebut bergantung pada obat, bentuk sediaan, bahan eksipien,
bahan peningkat penetrasi, dan variabel formulasi lainnya (Witt dan Bucks, 2003).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penelitian daya penetrasi dan pelepasan zat aktif melalui kulit secara in vitro
merupakan cara paling dipilih karena mudah dan hemat dalam mengkarakterisasi
absorpsi dan penetrasi obat melalui kulit. Selain itu, diperlukan saat pengembangan
formulasi sediaan topikal untuk mengidentifikasi dan memilih formulasi yang baik.
Formulasi yang baik akan memberikan pelepasan zat aktif yang optimal dan
deposisi zat aktif menuju lapisan kulit yang diinginkan (lapisan tanduk, epidermis,
atau dermis). Kegagalan dalam melaksanakan penelitian ini akan memberikan hasil
yang toksik dan kegagalan pada uji klinis, bukan dikarenakan oleh aktivitas zat aktif
namun karena karakteristik dari formulasi (Witt & Bucks, 2003).
2.5.1 Komponen Alat Sel Difusi Franz
Franz Cell atau sel difusi statsis dengan satu ruang (One Chambered Cell)
pertama kali dibuat oleh Franz. Difusi Franz Cell mungkin adalah sel difusi yang
paling banyak digunakan dan telah tersedia secara komersial selama bertahun-
tahun. Hal-hal yang perlu diperhatikan tentang Sel Difusi Franz adalah sebagai
berikut (Bronaugh dan Raymond, 1984):
a. Volume Reseptor
Volume reseptornya dapat dibuat bervariasi dengan diameter peletakan
membran. Volume reseptor Sel Franz tidak harus dimodifikasi seperti pada
Flow Through Cell karena volume reseptor yang relatif besar.
b. Pemeliharaan Suhu
Air yang dipanaskan biasanya digunakan untuk mempertahankan suhu
fisiologis, meskipun ada perdebatan mengenai suhu yang sesuai untuk studi
difusi. Sel harus dipanaskan dengan air pada suhu yang diinginkan. Pada
umumnya air dengan suhu 370 C disirkulasi melalui Sel Franz untuk menjaga
suhu sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh.
c. Tempat Peletakan Membran
Membran diletakkan diantara pertemuan dua bagian gelas utama dan
direkatkan dengan penjepit logam. Biasanya pada pertemuan kedua gelas
utama ini terdapat karet O ring. Pada saat pengujian karet ini harus dilepas
karena dapat mengabsorbsi bahan-bahan yang bersifat lipofil.
d. Pencampuran Isi Reseptor
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Magnetic stirrer biasanya digunakan untuk engaduk medium reeptor pada sel
Franz. Magnetic stirrer ini digunakan agar senyawa yang ada dalam medium
difusi tetap tercampur homogen.
Studi penetrasi kulit secara in vitro berhubungan dengan mengukur
kecepatan dan jumlah komponen yang menembus kulit dan jumlah komponen yang
tertahan pada kulit. Salah satu cara untuk mengukur jumlah obat yang terpenetrasi
melalui kulit yaitu menggunakan sel difusi Franz. Sel difusi Franz terbagi atas dua
komponen yaitu kompartemen donor dan kompartemen reseptor. Membran yang
digunakan dapat berupa kulit manusia atau kulit hewan. Membran diletakkan di
antara kedua kompartemen, dilengkapi reseptor diisi dengan larutan penerima.
Suhu pada sel dijaga dengan sirkulasi air menggunakan water jacket disekelilingi
kompartemen reseptor. Sediaan yang akan diuji diaplikasikan pada membran kulit.
pada interval waktu tertentu diambil beberapa ml cairan dari kompartemen reseptor
dan jumlah obat yang terpenetrasi melalui kulit dan dapat dianalisis dengan metode
analisis yang sesuai. Setiap diambil sampel cairan dari kompartemen reseptor harus
selalu digantikan dengan cairan yang sama sejumlah volume terambil (Witt dan
Bucks, 2003).
2.6 Spektrofotometri UV Vis
Spektrofotometri merupakan metode analisis kimia yang berdasarkan
interaksi energi dengan materi. Alat untuk analisis secara spektrofotometri disebut
Spektrofotometer, yang dapat digunakan untuk menganalisa suatu senyawa secara
kuantitatif maupun kualitatif. Metode analisis yang umum digunakan adalah
dengan spektrofotometer UV-Vis (Mulja dan Suharman, 1995).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan salam analisis dengan
spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visisbel karena senyawa tersebut
harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah
tahapan-tahapan yang harus diperhatikan (Rohman dan Ganjar, 2007):
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi
17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang
digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
a. Reaksinya selektif dan sensitif.
b. Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel.
c. Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.
Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent,
atau penggunaan tehknik ekstraksi.
b. Waktu operasional (Operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
Waktu operasional ditentukan dengan mengatur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbsi larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisa kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbsi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbsi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu.
d. Pembuatan kurva baku
Seri larutan dibuat dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur,
kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbsi dengan
konsentrasi. Bila hubungan Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa
garis lurus.
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau
15-70% jika dibaca debagai transmitan. Ini berdasarkan anggapan bahwa
kesalahan dalam pembacaan adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik).
18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kimia
Obat dan Laboratorium Formulasi Sediaan Padat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian
dimulai pada tanggal Desember 2016 hingga Mei 2017.
1.2 Alat dan Bahan
1.2.1 Alat
Alat yang dibutuhkan yaitu spektrofotometri UV/Vis (U-2900, Hitachi,
Amerika), Viskometer HAAKE 6R (Thermo Scientific, Jerman), overhead stirrer
(IKA® RW 20 Digital), timbangan digital (GH 202, OGS, Japan), labu ukur (Pyrex,
USA), pengaduk magnetik (MST Basic, Wiggen Hauser, USA), digital stirring
hotplate (Cimarec, USA), mikropipet (Rainin, USA), gelas ukur (Scott Duran,
Germany), gelas piala (Scott Duran, Germany), pH meter (F-52, Horiba, Jepang),
erlenmeyer (Pyrex, USA), pipet volumetric (Pyrex, USA), spuit, seperangkat alat
uji sel difusi franz.
1.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gamma-oryzanol
(Wako, Jepang), rice bran oil (Tsuno Rice Fine Chemicals co., ltd., Jepang), tween
80, span 80 (Shadong Biotechnology, Shanghai China), karbopol 940 dengan
viskositas 33.300 mPas (Shadong Biotechnology, Shanghai China), trietanolamin,
metilparaben, propilparaben, propilen glikol, vitamin E, natrium metabisulfit dan
akuades.
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Prosedur Kerja
1.3.1 Pembuatan Emulsi Gel
1.3.1.1 Formulasi Emulgel
Komposisi Persentase Jumlah Bobot (%b/b)
F1 F2 F3
Fase
Minyak
Gamma-oryzanol 0,1 0,1 0,1
Span 80 2,24 2,24 2,24
Rice bran oil 7,5 7,5 7,5
Vitamin E 0,03 0,03 0,03
Fase
Air
Karbopol 940 0,5 0,75 1
Tween 80 0,76 0,76 0,76
Metilparaben 0,03 0,03 0,03
Propilparaben 0,03 0,03 0,03
Propilen glikol 5 5 5
Na metabisulfit 0,02 0,02 0,02
Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100
TEA Adjust hingga pH 6-6,5
[Sumber: Khasanah, 2016]
1.3.1.2 Pembuatan Emulsi
Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara masing-masing fase, yaitu fase
minyak (span 80, parafin, gamma-oryzanol, vitamin E) dan fase air (tween 80 dan
akuades) dicampurkan di dalam beaker glass yang berbeda dengan menggunakan
magnetic stirrer pada suhu 70-800C. Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air
sekaligus sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer kecepatan 300 rpm
selama 15 menit (Khasanah, 2016).
1.3.1.3 Pembuatan Gel
Metilparaben dan propilparaben dilarutkan ke dalam propilen glikol dan
natrium metabisulfit dilarutkan ke dalam akuades. Kemudian karbopol 940
didispersikan ke dalam akuades yang telah berisi natrium metabisulfit dan
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer kecepatan 200 rpm selama 15
menit. Setelah itu, metilparaben dan propilparaben yang telah dilarutkan
dimasukkan ke dalamnya. Dispersi karbopol dinetralkan dengan menggunakan
TEA hingga pH 6-6,5 (Khasanah, 2016).
Emulsi dicampurkan dengan gel tersebut sambil diaduk dengan overhead
stirrer kecepatan 400 rpm selama 20 menit (Khasanah, 2016).
1.3.2 Evaluasi Fisik Emulgel Gamma-oryzanol
1.3.2.1 Pengamatan Organoleptis Emulgel
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulgel
secara visual dari segi warna dan tekstur (Khullar dkk, 2012).
1.3.2.2 Pengukuran pH Emulgel
Sebanyak 10 gram sampel sediaan diukur pHnya dengan menggunakan alat
pH meter. Elektroda sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer pH 4, pH 7,
dan pH 9. Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan dan pH yang muncul
dilayar yang stabil lalu dicatat. Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing
formula pada suhu ruang (25 ± 20C) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995). Masing-masing formula harus memenuhi rentang pH yang sesuai dengan pH
kulit yaitu 5,5-6,5 (Tranggono, 2007).
1.3.2.3 Pengukuran Viskositas Emulgel
Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat Viscotester 6R HAAKE pada
temperatur ruang ruang (25 ± 20C). Sediaan emulgel pada masing-masing formula
diukur viskositasnya menggunakan spindel R6 pada kecepatan 30 rpm (Khasanah,
2016).
1.3.3 Validasi Metode Analisa Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
1.3.3.1 Preparasi Standar Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
Larutan induk gamma-oryzanol disiapkan dengan menimbang gamma-
oryzanol sebanyak 10 mg dan dilarutkan dengan etil asetat dalam labu ukur 100 mL
sehingga konsentrasinya menjadi 100 µg/mL. Kurva kalibrasi gamma-oryzanol
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperoleh dengan mengencerkan larutan standar induk yang dibuat dengan berbagai
macam konsentrasi yaitu 6 µg/mL, 8 µg/mL, 10 µg/mL, 12 µg/mL, 14 µg/mL, 16
µg/mL.
1.3.3.2 Linearitas dan Kurva Kalibrasi
Gamma-oryzanol sebanyak 10 mg ditimbang, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL yang telah dikalibrasi dan dilarutkan dengan etil asetat untuk dibuat
larutan induk 100 µg/mL. Larutan induk tersebut kemudian diencerkan dan dibuat
seri konsentrasi 6 µg/mL, 8 µg/mL, 10 µg/mL, 12 µg/mL, 14 µg/mL, 16 µg/mL.
Kemudian masing-masing seri konsentrasi tersebut diukur dengan perangkat lunak
pada alat yaitu dengan memplotkan konsentrasi pada sumbu x dan y sebagai
absorbansi sehingga diperoleh r (koefisien relasi) dari kurva kalibrasi (Noviyanto
dkk, 2014)
1.3.3.3 Presisi
Presisi dilakukan dengan mengukur deviasi dari nilai absorbansi yang
diperoleh untuk masing-masing konsentrasi. Pengukuran dilakukan secara berulang
sebanyak 5 kali kemudian dicari rata-rata absorbansi dari konsentrasi tersebut dan
dicari standar deviasinya (Ismail dkk, 2015). Kemudian dihitung besarnya simpang
deviasi dari masing-masing konsentrasi dengan rumus:
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, x merupakan rerata
konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian
dihitung nilai RSD dengan rumus:
Syarat dari nilai RSD adalah ˂ 2%.
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3.4 Uji Homogenitas Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Uji homogenitas kadar gamma-oryzanol dilakukan dengan metode
spektrofotometri UV-Vis terhadap tiga sediaan yang telah dibuat. Pengujian
dilakukan dengan cara mengekstraksi gamma-oryzanol dari tiga titik yang berbeda
dalam 1 formula sediaan dengan menggunakan pelarut etil asetat (Kumar dkk,
2009). Sebanyak 1 gram sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan
ditambahkan 10 mL etil asetat lalu di vortex mixer selama 5 menit. Kemudian
disonifikasi 40°C selama 30 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm
selama 15 menit (Khalid dkk, 2017, dengan modifikasi). Didapatkan hasil ekstraksi
dengan konsentrasi 100 µg/mL kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi
10 µg/mL untuk masing-masing sediaan. Pengenceran hasil ekstraksi tersebut
kemudian dibaca serapannya. Serapan yang didapatkan kemudian disubstitusikan
ke persamaan linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi untuk mendapatkan nilai
kadar gamma-oryzanol dalam masing-masing sediaan. Kadar yang diperoleh pada
masing-masing sediaan lalu dihitung nilai % RSD. Syarat dari nilai RSD adalah <
2 %.
1.3.5 Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol
Uji penetrasi sediaan dilakukan dengan menggunakan alat sel difusi franz.
Membran difusi yang digunakan adalah membran spangler (Astuti dkk, 2012).
Pengujian dilakukan terhadap tiga formula sediaan yang telah dibuat dengan
kandungan gamma-oryzanol 0,1%. Pengukuran kadar gamma-oryzanol yang
terpenetrasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Dari hasil pengukuran yang
diperoleh kemudian dilakukan perhitungan jumlah zat aktif yang terpenetrasi per
luas area dan kecepatan penetrasi zat aktif tiap satuan waktu (Prabawati, 2016).
1.3.5.1 Penyiapan Membran Difusi
Membran difusi yang digunakan adalah membran difusi dengan
menggunakan kertas whatman no. 1 yang diimpregnasikan terlebih dahulu dengan
cairan spangler. Bahan untuk cairan spangler dilebur diawali dengan bahan bertitik
lebur tertinggi dan diaduk sampai rata. Kertas whatman ditimbang, lalu direndam
selama 15 menit di dalam cairan spangler. Kertas diangkat dan diletakkan diantara
2 kertas saring agar cairan spangler terhisap. Membran buatan yang telah siap,
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditimbang untuk mengetahui jumlah cairan yang diserap (Astuti dkk, 2012). Jumlah
cairan yang terserap dihitung dengan rumus (Astuti dkk, 2012):
Dengan W0 adalah berat membran sebelum direndam dan W1 adalah berat
membran sesudah direndam. Membran memenuhi syarat uji keseragaman membran
jika persentase cairan Spangler terserap antara 102,19-131,22% (Wirawan, 1993).
1.3.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam Isopropanol:Air
Dibuat larutan induk 100 µg/mL dengan cara menimbang 10 mg gamma-
oryzanol dilarutkan dalam larutan isopropanol:air sebanyak 100 mL. Larutan induk
100 µg/mL kemudian dibuat seri konsentrasi 1 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, 4
µg/mL, 5µg/mL, 6 µg/mL, 7 µg/mL, 8 µg/mL, 9 µg/mL, 10 µg/mL. Persamaan
regresi linier yang didapatkan dari kurva kalibrasi kemudian digunakan untuk
perhitungan kadar gamma-oryzanol terpenetrasi (Prabawati, 2016).
1.3.5.3 Uji Penetrasi Gamma-oryzanol
Sediaan ditimbang 200 mg dan diratakan di atas membran. Suhu media
adalah 37 ± 0,5°C dengan total volume cairan reseptor 21 mL serta diaduk dengan
pengaduk magnetik dengan kecepatan 500 rpm. Proses dilakukan selama 360
menit. Cuplikan diambil dari media kompartemen reseptor pada menit ke 10, 30,
60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 sebanyak 1 mL dan segera digantikan dengan
larutan isopropanol:air (1:1) sejumlah volume yang sama. Cuplikan yang diperoleh
kemudian dilakukan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang maksimal yang telah didapatkan sebelumnya. Proses yang
sama dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan terhadap ketiga sediaan (Prabawati,
2016).
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Parameter Uji Penetrasi Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Parameter Uji Penetrasi
Berat sampel emulgel 200 mg
Membran Membran spangler
Ukuran Membran 3,14 cm
Medium Reseptor Isopropanol:air (1:1)
Kecepatan pengadukan 500 rpm
Volume Reseptor 21 mL
Cuplikan sampel 1 mL
Waktu sampling Menit ke 10, 30, 60, 90, 120,
180, 240, 300 dan 360.
1.3.5.4 Perhitungan Jumlah Kumulatif dan Laju Penetrasi Gamma-oryzanol
Jumlah kumulatif zat aktif yang terpenetrasi per luas area difusi (µg/cm2)
dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
𝑄 = Jumlah kumulatif per luas area difusi (µg/cm2)
𝐶𝑛 = Konsentrasi zat (µg/ml) pada sampling menit ke-n
𝑉 = Volume medium reseptor difusi franz (ml)
∑ 𝐶𝑖. 𝑆𝑛−1𝑖=1 = Jumlah konsentrasi zat (µg/ml) pada sampling pertama (menit ke-
10 hingga sebelum menit ke-n)
𝑆 = Volume sampling (500 mL)
A = Luas area membran (cm2)
Kemudian dilakukan perhitungan fluks (kecepatan penetrasi tiap satuan
waktu) obat berdasarkan hukum Fick I :
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan :
J = Fluks (µ cm-2 jam-1)
S = Luas area difusi (cm-2)
M = Jumlah kumulatif zat yang melalui membran (µg)
T = Waktu (jam)
Setelah itu dibuat grafik jumlah kumulatif yang terpenetrasi (µg) perluas
area difusi (cm-2) terhadap waktu (jam) (Ramadon, 2012).
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Emulgel Gamma-oryzanol
4.1.1 Hasil Pembuatan Fase Emulsi
Emulsi minyak dalam air dibuat dengan mencampurkan fase minyak dan
fase air. Fase minyak yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari rice bran oil,
span 80 dan gamma-oryzanol. Gamma-oryzanol ditambahkan pada fase minyak
dikarenakan memiliki karakteristik tidak larut dalam air. Pada fase minyak
ditambahkan vitamin E sebagai antioksidan. Penambahan vitamin E di dalam
sediaan berfungsi untuk mencegah oksidasi dari fase minyak. Fase air terdiri dari
campuran akuades dan tween 80. Masing-masing fase yaitu fase air dan fase minyak
dipanaskan pada suhu 70-80°C (Ramadon, 2012). Di dalam formula terdapat
emulgator yang digunakan dalam proses emulsifikasi dan untuk mengontrol
stabilitas emulsi selama penyimpanan yaitu tween 80 dan span 80 (Haneefa et al.,
2013). Emulsi yang dihasilkan memiliki karakteristik berupa cairan dan berwarna
putih menyerupai susu.
4.1.2 Hasil Pembuatan Fase Gel
Dalam penelitian ini fase gel menggunakan karbopol 940 dalam beberapa
variasi konsentrasi yaitu 0,5%, 0,75%, dan 1%. Fase gel di dalam formula dibuat
dengan cara mendispersikan karbopol 940 ke dalam akuades yang telah
ditambahkan Na metabisulfit sebagai antioksidan dalam fase air kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan overhead stirrer. Dispersi karbopol yang
telah mengembang dinetralkan dengan penambahan trietanolamin. Penambahan
trietanolamin ke larutan polimer tersebut dapat menetralkan karbopol yang
sebelumnya bersifat asam dan dapat meningkatkan viskositas gel karbopol (Yet
dkk., 2015).
Propilen glikol digunakan sebagi humektan sekaligus pelarut metilparaben
dan propilparaben. Kombinasi metilparaben dan propilparaben digunakan sebagai
pengawet karena adanya kandungan air dalam jumlah yang cukup besar dapat
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
digunakan sebagi medium pertumbuhan mikroba. Dari pembuatan basis gel
didapatkan bentuk setengah padat yang transparan dan jernih.
4.2 Hasil Evaluasi Fisik Emulgel Gamma-oryzanol
4.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel
Dari hasil pengamatan organoleptis sediaan emulgel, didapatkan bahwa F1,
F2, maupun F3 mempunyai karakteristik berupa sediaan setengah padat, berwarna
putih, bertekstur lembut dan tidak terlalu lengket (Tabel 4.1).
Gambar 4.1 (a) Emulgel F1; (b) Emulgel F2; (c) Emulgel F3
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel
Formulasi Pengamatan Organoleptis Emulgel
Warna Tekstur
F1 Putih Lembut, tidak terlalu lengket
F2 Putih Lembut, tidak terlalu lengket
F3 Putih Lembut, tidak terlalu lengket
4.2.2 Hasil Pengukuran pH Emulgel
Dari pengukuran pH emulgel didapatkan nilai seperti pada Tabel 4.2 dalam
formula emulgel F1, F2, dan F3 berturut-turut yaitu 6,337; 6,113; dan 6,219. Hasil
pengukuran pH pada ketiga formula telah sesuai dengan pH yang diharapkan yaitu
berada dalam rentang pH fisiologis kulit antara 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah,
2007). Nilai pH yang kurang dari 4,5 dapat mengiritasi kulit sementara nilai pH
yang melebihi 6,5 dapat membuat kulit menjadi kering dan bersisik (Sharon dkk,
2013).
(a) (b) (c)
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Emulgel
Formulasi pH
F1 6,125 ± 0,001
F2 6,334 ± 0,003
F3 6,353 ± 0,003
4.2.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulgel Gamma-oryzanol
Sediaan emulgel pada masing-masing formula diukur viskositasnya
menggunakan viskometer HAAKE 6R spindel R6 pada kecepatan 30 rpm
(Khasanah, 2016). Dari ketiga formula didapatkan perbedaan viskositas. Nilai
viskositas emulgel F1, F2, dan F3 berturut-turut yaitu 20.066,67 cPs, 24.066 cPs,
dan 29.933,33 cPs.
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Viskositas Emulgel
Formulasi Viskositas (cPs)
F1 20.066,67 ± 321,46
F2 24.066,67 ± 665,83
F3 29.933,33 ± 550,76
Berdasarkan hasil pengukuran viskositas pada Tabel 4.3 diketahui sediaan
F1 dengan konsentrasi karbopol 940 0,5% memiliki viskositas yang paling rendah
dibandingkan dengan F2 dengan konsentrasi karbopol 940 0,75% dan F3 dengan
konsentrasi karbopol 940 1% memiliki viskositas yang paling tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa karbopol 940 mempengaruhi viskositas emulgel gamma-
oryzanol. Semakin besar konsentrasi karbopol 940 yang digunakan maka akan
semakin tinggi viskositas emulgel gamma-oryzanol.
Karbopol dapat membentuk hidrogel dalam air atau larutan alkali karena
adanya hidrasi gugus karboksil pada strukturnya (Tas et al., 2004). Karbopol dapat
membentuk gel yang halus dan transparan ketika konsentrasinya di atas 0,5%.
Penambahan trietanolamin ke larutan polimer tersebut dapat menetralkan karbopol
yang sebelumnya bersifat asam. Jumlah trietanolamin yang ditambahkan
berpengaruh pada viskositas gel karbopol. Jumlah trietanolamin yang tinggi dapat
menyebabkan gel yang dihasilkan menjadi semakin kental dan terjadi pembentukan
gel yang lebih kompleks dibandingkan ketika trietanolamin ditambahkan dalam
jumlah yang lebih rendah (Yen et al., 2015).
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil uji statistik menggunakan SPSS 20 didapat bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna nilai viskositas antara F1 terhadap F2, F2 terhadap F3,
dan F1 terhadap F3.
4.3 Hasil Validasi Metode Analisa Gamma-Oryzanol dalam Etil Asetat
4.3.1 Hasil Linearitas dan Kurva Kalibrasi
Pelarut etil asetat dipilih sebagai pelarut gamma-oryzanol dikarenakan
dapat dengan mudah melarutkan gamma-oryzanol. Disebutkan dalam penelitian
sebelumnya oleh Kumar dkk. (2009) bahwa gamma-oryzanol dalam etil asetat
memiliki kelarutan 262 ± 10 mg/mL, dengan nilai kelarutan tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan pembuatan larutan induk dengan konsentrasi 100 µg/mL.
Panjang gelombang maksimum (λ) yang dihasilkan gamma-oryzanol pada
konsentrasi 10 µg/mL di dalam etil asetat ialah 320 nm. Larutan induk dibuat
dengan konsentrasi 100 µg/mL kemudian dibuat seri konsentrasi 8 µg/mL, 10
µg/mL, 12 µg/mL, 14 µg/mL, 16 µg/mL. Masing-masing seri konsentrasi diukur
serapannya pada panjang gelombang 320 nm. Serapan yang didapatkan lalu dibuat
persamaan kurva kalibrasi. Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu y =
0,0466x - 0,0014 dengan nilai koefisien relasi = 0,9999.
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
Pembuatan daerah linier bertujuan untuk mengetahui rentang kerja yang
baik dari kelinearan standar gamma-oryzanol. Hal ini perlu dilakukan agar
y = 0,0466x + 0,0014
R² = 0,9999
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0 5 10 15 20
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (µg/mL)
Linear
(Absorbansi)
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mendapatkan metode validasi yang tepat dari analisis suatu analit. Menurut harmita
(2004), nilai koefisien relasi diharapkan mendekati 1 atau di atas 0,995 untuk
mendapatkan suatu metode analisis yang baik. Diketahui dari nilai koefisien
korelasi (r) yang didapatkan yaitu sebesar 0,9999 dapat disimpulkan bahwa metode
analisis tersebut sudah dianggap baik dan memenuhi syarat.
4.3.2 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur
ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen. Nilai presisi diwakilkan oleh nilai simpangan deviasi (SD) dan %
simpangan deviasi relative (%SDR) dari keterulangan (repeatability).
Tabel 4.4 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
Konsentrasi Absorbansi SD %RSD
10 µg/mL
0,438
0,003 0,69
0,443
0,446
0,443
0,440
Uji presisi dilakukan dengan mengukur konsentrasi gamma-oryzanol dalam
pelarut etil asetat 10 µg/mL dari larutan induk 100 µg/mL, selanjutnya pengukuran
diulangi sebanyak lima kali untuk mengetahui ketelitian dari instrumen dan metode
analisis. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.4. Diketahui hasil % RSD gamma-
oryzanol dalam pelarut etil asetat yaitu 0,69%. Dari hasil uji presisi dapat
disimpulkan bahwa telah memenuhi kriteria uji presisi dengan persyaratan metode
memberikan % RSD 2% atau kurang dari 2% (Riyanto, 2014).
4.4 Hasil Analisa Kadar Gamma-Oryzanol dalam Emulgel
4.4.1 Optimasi Ekstraksi Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Optimasi proses ekstraksi dilakukan untuk menentukan metode ekstraksi
terbaik untuk analisis kadar gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel. Parameter
pemilihan ekstraksi yang optimal dilihat dari hasil % perolehan kembali. Perolehan
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kembali diperoleh dari persentase rata-rata kadar gamma-oryzanol yang
terekstraksi pada konsentrasi tertentu. Metode yang optimum dipilih berdasarkan
persyaratan % perolehan kembali yaitu masuk dalam rentang akurasi yang
diperbolehkan untuk sediaan farmasi dari bahan hayati.
Sampel dengan konsentrasi analit 0,1% syarat perolehan kembali yang
dapat diterima ialah 90-107% (Harmita, 2004). Pada metode ini digunakan vortex
mixer selama 10 menit lalu sonikasi dan sentrifugasi 3500 rpm selama 15 menit
(Khalid dkk, 2017). Optimasi ekstraksi dilakukan dengan beberapa variasi lama
waktu sonikasi dan suhu sonikasi:
Tabel 4.5 Optimasi Ekstraksi Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Percobaaan Waktu Sonikasi Suhu Sonikasi % Perolehan Kembali
P1 10 menit 30°C 61,67% ± 0,58
P2 20 menit 30°C 63,33% ± 0,58
P3 30 menit 30°C 78,67% ± 0,58
P4 10 menit 40°C 64,00% ± 1,00
P5 20 menit 40°C 74,00% ± 2,00
P6 30 menit 40°C 95,33% ± 1,15
Tabel 4.6 Nilai Persen Recovery Berdasarkan Nilai Konsentrasi Sampel
Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)
10 ˂ A ≤ 100 (%) 98-102
1 ˂ A ≤ 10 (%) 97-103
0,1 ˂ A ≤ 1 (%) 95-105
0,001 ˂ A ≤ 0,1 (%) 90-107
100 ppb ˂ A ≤ 1 ppm 80-110
10 ppb ˂ A ≤ 100 ppb 60-115
1 ppb ˂ A ≤ 10 ppb 40-120
[Sumber : Harmita, 2004]
Dari data yang di dapat dalam Tabel 4.5, data tersebut menunjukkan
perbandingan % perolehan kembali dari enam percobaan metode ekstraksi. Dari
hasil optimasi tersebut diperoleh metode terbaik untuk analisis kadar dan uji
homogenitas gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel dengan menggunakan
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelarut etil asetat adalah sonikasi suhu 40°C selama 30 menit yang menghasilkan
% perolehan kembali sebesar 95,33%. Hasil % perolehan kembali tersebut masuk
dalam rentang yang disyaratkan untuk sediaan farmasi dari bahan hayati yaitu untuk
sampel dengan konsentrasi analit 0,1% syarat perolehan kembali yang dapat
diterima ialah 90-107% (Harmita, 2004).
4.4.2 Hasil Uji Homogenitas Kadar Gamma-Oryzanol dalam Emulgel
Analisis kadar gamma-oryzanol bertujuan untuk melihat kadar akhir
gamma-oryzanol dan melihat homogenitas kandungan gamma-oryzanol pada
masing-masing formula. Analisis kadar gamma-oryzanol dalam sediaan dilakukan
dengan mengekstraksi gamma-oryzanol dari dalam sediaan menggunakan metode
vortex mixer selama 10 menit lalu sonikasi suhu 40°C selama 30 menit dan
sentrifugasi 3500 rpm selama 15 menit menggunakan pelarut etil asetat.
Tabel 4.7 Penetapan Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Formula Penetapan Kadar (%) Rata-rata (%) % RSD
F1
0,098
0,098 ± 0,001 0,58 0,097
0,098
F2
0,100
0,098 ± 0,002 1,92 0,097
0,097
F3
0,098
0,100 ± 0,001 1,37 0,100
0,100
Dapat dilihat dari Tabel 4.7 konsentrasi gamma-oryzanol yang sebenarnya
di dalam formula ialah 0,1% dan dari hasil ekstraksi untuk penetapan kadar formula
emulgel gamma-oryzanol didapatkan konsentrasi akhir berturut-turut ialah pada F1
0,098%, F2 0,098%, dan F3 0,100%. Uji homogenitas gamma-oryzanol pada
masing-masing formula dilakukan dengan mengekstraksi emulgel gamma-oryzanol
pada tiga titik yang berbeda dan dihitung % RSD. Didapatkan nilai % RSD yaitu
pada F1 0,58 %, F2 1,92 %, dan F3 1,37 %. Dapat disimpulkan bahwa masing-
masing formula emulgel homogen karena telah memenuhi kriteria uji dengan
persyaratan memberikan % RSD 2% atau kurang dari 2% (Riyanto, 2014).
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 Hasil Validasi Metode Analisa Gamma-oryzanol dalam Larutan
Isopropanol:Air (1:1)
4.5.1 Hasil Linearitas dan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi dari gamma-oryzanol dalam larutan isopropanol:air (1:1)
diperoleh dengan membuat seri konsentrasi 1 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, 4 µg/mL,
5µg/mL, 6 µg/mL, 7 µg/mL, 8 µg/mL, 9 µg/mL, 10 µg/mL. Masing-masing
konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang 327 nm, lalu dibuat
persamaan kurva kalibrasi. Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu y =
0,0354x + 0,0016 dengan nilai koefisien relasi = 0,9998
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Gamma-oryzanol dalam Isopropanol:Air (1:1)
Pemilihan medium kompartemen pada uji penetrasi gamma-oryzanol
dipilih berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan. Dalam penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Kumar dkk. (2009) bahwa gamma-oryzanol
dalam isopropanol memiliki kelarutan 23 ± 0,50 mg/mL. Percobaan dilakukan
dengan cara melarutkan gamma-oryzanol sebanyak 10 mg ke dalam tiga macam
perbandingan pelarut. Percobaan ke-1 yaitu dengan perbandingan isopropanol:air
(1:1) dipilih sebagai medium kompartemen uji penetrasi karena dapat melarutkan
gamma-oryzanol dengan baik dan paling sedikit dalam penggunaan isopropanol.
Air dipilih sebagai medium reseptor sebagai simulasi cairan biologis tubuh dan
penambahan isopropanol pada medium reseptor digunakan sebagai bahan
y = 0,0354x + 0,0016
R² = 0,9998
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
0 5 10 15
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (µg/mL)
Absorbansi
Linear (Absorbansi)
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pensolubilisasi. Dalam persyaratan penggunaan bahan pensolubilisasi dianjurkan
memilih konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk melarutkan zat aktif.
Gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel dapat berpenetrasi melewati
membran terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu kelarutan gamma-oryzanol di
dalam medium, dalam hal ini gamma-oryzanol harus larut dalam cairan
kompartemen reseptor yang digunakan. Gamma-oryzanol memiliki karakteristik
tidak larut di dalam air sehingga medium reseptor yang bersifat polar seperti air
atau dapar fosfat pH 7,4 tidak dapat digunakan sebagai medium kompartemen
reseptor pada sediaan ini. Untuk mengatasi masalah kelarutan zat aktif yang bersifat
hidrofobik, maka diperbolehkan untuk memodifikasi medium kompartemen
reseptor dengan cara menambahkan bahan pensolubilisasi. Penambahan bahan
pensolubilisasi yang akan digunakan untuk penetrasi perlu dipertimbangkan apakah
bahan pensolubilisasi dapat menyebabkan kerusakan pada membran atau merubah
jaringan yang dapat mempengaruhi hasil permeabilitasnya.
4.5.2 Hasil Uji Presisi Gamma-Oryzanol dalam Isopropanol:Air (1:1)
Uji presisi dilakukan dengan mengukur konsentrasi gamma-oryzanol dalam
pelarut isopropanol:air (1:1) 10 µg/mL dari larutan induk 100 µg/mL, selanjutnya
pengukuran diulangi sebanyak lima kali untuk mengetahui ketelitian dari instrumen
dan metode analisis.
Tabel 4.8 Hasil Uji Presisi Gamma-oryzanol dalam Isopropanol:Air (1:1)
Konsentrasi Absorbansi SD %RSD
10 µg/mL
0,323
0,003 0,98
0,324
0,328
0,326
0,331
Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.8 diketahui hasil % RSD gamma-oryzanol
dalam pelarut isopropanol:air (1:1) yaitu 0,98%. Dari hasil uji presisi dapat
disimpulkan bahwa telah memenuhi kriteria uji presisi dengan persyaratan metode
memberikan %RSD 2% atau kurang dari 2% (Riyanto, 2014).
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 Hasil Uji Penetrasi
Dalam penelitian ini, uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel
difusi franz. Uji penetrasi gamma oryzanol pada sediaan emulgel menggunakan
kertas whatman nomor 1 yang direndam dengan cairan spangler. Komponen dalam
cairan spangler ini menyerupai kondisi kulit manusia. Meskipun memiliki sifat
menyerupai kulit tetapi bahan-bahan tersebut tidal memiliki sifat sekompleks kulit
sebenarnya. Sebelum digunakan membran spangler yang telah siap dihitung
presentase cairan spangler terserap untuk memenuhi syarat uji keseragaman
membran. Hasil yang didapatkan telah memenuhi syarat persentase cairan spangler
terserap antara 102,19 - 131,22% (Wirawan, 1993).
Membran spangler diletakkan diantara kompartemen reseptor dan donor,
dimana membran harus berkontak dengan cairan kompartemen reseptor agar
sediaan yang diaplikasikan pada membran dapat berpenetrasi menembus kulit
menuju cairan reseptor. Kondisi seperti terdapat gelembung udara atau pusaran arus
dihindari saat proses difusi berlangsung. Gelembung udara tersebur akan
menyebabkan timbulnya celah antara membran dengan cairan kompartemen
reseptor sehingga menghalangi penetrasi zat aktif menuju kompartemen reseptor
(Lanimarta, 2012).
Sediaan ditimbang sebanyak 200 mg dan diratakan di atas membran yang
telah diletakkan di atas alat uji difusi. Penentuan bobot sediaan yang diaplikasikan
berdasarkan luas membran dan penyebaran sediaan yang merata. Pengaplikasian
sediaan dengan bobot yang terlalu besar pada luas membran yang kecil akan
menyebabkan terjadinya penumpukan sediaan pada lapisan atas membran,
sehingga zat aktif tidak sepenuhnya terlepas dari sediaan dan hanya tertinggal di
permukaan kulit (Simanjuntak, 2006).
Uji penetrasi memiliki dua parameter utama yaitu jumlah kumulatif zat aktif
yang terpenetrasi dan fluks atau laju penetrasi. Jumlah kumulatif gamma-oryzanol
yang terpenetrasi dapat dihitung menggunakan persamaan regresi linier. Dari hasil
jumlah penetrasi tersebut dihitung persentase gamma-oryzanol yang terpenetrasi.
Fluks dapat dihitung dengan menggunakan hukum Fick pertama, yaitu jumlah
kumulatif zat aktif yang terpenetrasi melalui satuan luas dalam satuan waktu (µg
cm-2 jam-1) (Lanimarta, 2012).
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6.1 Hasil Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol Terepenetrasi
Tabel 4.9 Jumlah Kumulatif Difusi Gamma-oryzanol
Waktu
(Menit)
Jumlah Gamma-oryzanol Terpenetrasi
(µg/cm²)
F1 F2 F3
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
10 27,72 ± 1,26 15,13 ± 0,61 10,80 ± 1,90
30 32,50 ± 1,13 23,22 ± 3,74 13,01 ± 2,77
60 34,25 ± 1,08 27,53 ± 2,25 14,89 ± 2,76
90 36,46 ± 1,44 28,60 ± 1,62 16,48 ± 3,25
120 38,07 ± 1,09 29,90 ± 0,89 17,43 ± 3,14
180 38,71 ± 1,20 30,85 ± 0,33 17,84 ± 3,15
240 41,13 ± 0,78 32,09 ± 0,49 19,73 ± 3,84
300 43,33 ± 1,32 35,04 ± 0,68 20,56 ± 3,25
360 45,75 ± 0,90 36,06 ± 0,21 22,69 ± 0,88
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan uji penetrasi selama 360 menit
dapat dilihat pada Tabel 4.9. Nilai jumlah kumulatif gamma-oryzanol terpenetrasi
tertinggi dihasilkan oleh emulgel F1 yaitu 45,75 ± 0,90 µg/cm², diikuti oleh emulgel
F2 yaitu 36,06 ± 0,21 µg/cm², dan nilai terendah dihasilkan oleh emulgel F3 yaitu
22,69 ± 0,88 µg/cm². Dari hasil tersebut, gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel
F1 dengan konsentrasi karbopol 940 sebesar 0,5% memiliki jumlah penetrasi
kumulatif yang lebih tinggi.
Gambar 4.4 Grafik Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol yang Berpenetrasi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 100 200 300 400
Ju
mla
h K
um
ula
tif
Ga
mm
a-o
ryza
no
l
Ter
pen
etra
si (
µg
/cm
2)
Waktu (menit)
F1
F2
F3
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil pengolahan data jumlah kumulatif gamma-oryzanol
terpenetrasi pada sediaan emulgel menggunakan statistik SPSS 22 menunjukkan
bahwa nilai jumlah kumulatif penetrasi gamma-oryzanol dari ketiga formula
emulgel gamma-oryzanol yang diuji memiliki perbedaan secara bermakna pada
menit ke-10 hingga menit ke-360 dikarenakan nilai signifikansi <0,05.
Dari hasil penetrasi gamma-oryzanol selama 360 menit pada Tabel 4.10.
Dapat dilihat bahwa nilai persentase jumlah kumulatif gamma-oryzanol
terpenetrasi tertinggi pada menit ke 360 dihasilkan oleh F1 yaitu 73,20 ± 1,44 %,
diikuti oleh F2 yaitu 57,77 ± 0,33 %, dan nilai terendah dihasilkan oleh F3 yaitu
35,61 ± 1,39 %.
Tabel 4.10 Persentase Kumulatif Penetrasi Gamma-oryzanol
Waktu
(Menit)
% Kumulatif Difusi Gamma-Oryzanol
F1 F2 F3
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
10 44,41 ± 2,01 24,23 ± 0,98 16,96 ± 2,97
30 52,07 ± 1,81 37,19 ± 6,00 20,42 ± 4,35
60 54,86 ± 1,74 44,11 ± 3,61 23,38 ± 4,34
90 58,41 ± 2,31 45,82 ± 2,60 25,86 ± 5,10
120 61,00 ± 1,75 47,91 ± 1,43 27,35 ± 4,93
180 62,02 ± 1,93 49,42 ± 0,52 28,01 ± 4,94
240 65,90 ± 1,24 51,40 ± 0,78 30,98 ± 6,03
300 69,41 ± 2,11 56,13 ± 1,09 32,28 ± 5,11
360 73,30 ± 1,44 57,77 ± 0,33 35,61 ± 1,39
Nilai persentase kumulatif gamma-oryzanol dalam emulgel menunjukkan
banyaknya kadar gamma-oryzanol yang terdapat di dalam cairan medium
kompartemen, gamma-oryzanol yang terpenetrasi sebagian tertinggal di dalam
membran spangler. Oleh karena itu, jumlah total gamma-oryzanol yang terpenetrasi
sebenarnya lebih besar dari nilai terukur dalam cairan medium kompartemen
(Anggraeni, 2013). Dari hasil tersebut, gamma-oryzanol dalam sediaan emulgel F1
dengan konsentrasi karbopol 940 sebesar 0,5% memiliki nilai persentase jumlah
penetrasi kumulatif yang lebih tinggi dibandingkan emulgel F2 dan emulgel F3.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6.2 Hasil Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol
Tabel 4.11 Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol
Waktu
(Menit)
Fluks Penetrasi (µg cm¯² Jam¯¹)
F1 F2 F3
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
10 166,33 ± 7,55 90,76 ± 3,64 64,82 ± 11,35
30 65,01 ± 2,27 46,43 ± 7,48 26,02 ± 5,54
60 34,25 ± 1,08 27,53 ± 2,25 14,89 ± 2,76
90 24,31 ± 0,96 19,07 ± 1,08 10,98 ± 2,17
120 19,04 ± 0,54 14,95 ± 0,45 8,71 ± 1,57
180 12,90 ± 0,40 10,28 ± 0,11 5,95 ± 1,05
240 10,28 ± 0,20 8,02 ± 0,12 4,93 ± 0,96
300 8,66 ± 0,27 7,01 ± 0,14 4,11 ± 0,65
360 7,62 ± 0,15 6,01 ± 0,04 3,78 ± 0,15
Fluks adalah jumlah zat aktif yang melewati membran per satuan waktu.
Dapat dilihat pada Tabel 4.11. Diketahui bahwa nilai fluks penetrasi pada ketiga
formula pada jam ke- 6 yaitu nilai tertinggi dihasilkan oleh F1 yaitu 7,62 ± 0,15
µg/cm², diikuti oleh F2 yaitu 6,01 ± 0,04 µg/cm², dan nilai terendah dihasilkan oleh
F3 yaitu 3,78 ± 0,15 µg/cm².
Gambar 4.5 Grafik Fluks Emulgel Gamma-oryzanol
Dapat dilihat apabila nilai fluks yang diperoleh dari persamaan hukum Fick
pertama diplotkan terhadap waktu akan diperoleh kurva pada Gambar 4.5. Nilai
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 100 200 300 400
Flu
ks
Pen
etra
si (
µg
cm
-2 j
am
-1)
Waktu (menit)
F1
F2
F3
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fluks meningkat pada menit ke- 10 yang memperlihatkan terjadinya pelepasan zat
aktif secara cepat pada ketiga formula. Setelah itu, nilai fluks mengalami penurunan
pada menit ke- 30 hingga menit ke- 360.
Berdasarkan hasil pengolahan data fluks penetrasi gamma-oryzanol
menggunakan statistik SPSS 22 menunjukkan bahwa nilai fluks penetrasi gamma-
oryzanol dari ketiga formula yang diuji memiliki perbedaan secara bermakna pada
menit ke-10 hingga menit ke-360 dikarenakan nilai signifikansi < 0,05.
Faktor yang dapat mempengaruhi ialah formulasi dari sediaan yang dibuat.
Jenis formulasi dapat mempengaruhi penetrasi zat aktif. Peningkatan viskositas
pada formulasi dapat menurunkan penetrasi zat aktif ke dalam kulit disebabkan
karena menurunnya kemampuan difusi sediaan (Regnier dkk, 1998). Dalam
formula pada penelitian ini viskositas sediaan meningkat terjadi disebabkan
konsentrasi karbopol 940 yang bertanggung jawab sebagai penentu viskositas pada
sediaan emulgel. Teori tersebut dibuktikan dengan penelitian sebelumnya oleh
Baibhav dkk. (2012) yang memformulasi emulgel klaritromisin untuk
penghantaran topikal dengan menggunakan karbopol 940 (1%, 1,2%, dan 1,3%)
sebagai gelling agent memperlihatkan bahwa emulgel tersebut menunjukkan
pelepasan obat yang baik pada konsentrasi terendah yaitu pada konsentrasi
karbopol 1% (Baibhav dkk, 2012).
Menurut penelitian Shahin dkk. (2011) efek konsentrasi gelling agent pada
pelepasan obat perlu diperhatikan. Pada saat obat berdifusi, viskositas dari
pembawa merupakan faktor yang signifikan yang mengatur laju pelepasan obat dari
pembawa pada sediaan semi solid. Pada saat viskositas meningkat akan
memberikan efek negatif terhadap laju difusi obat. Telah ditemukan adanya inversi
korelasi antar konsentrasi gelling agent dan pelepasan obat.
Koefisien partisi dari zat aktif juga dapat mempengaruhi laju penetrasi.
Gamma-oryzanol merupakan obat yang tidak larut di dalam air. Kelarutan gamma-
oryzanol di dalam emulgel baik sebab di dalam emulgel terdapat emulsi yang terdiri
dari fase minyak dan fase air. Fase minyak emulsi merupakan pembawa yang baik
untuk bahan obat yang tidak larut dalam air. Gamma-oryzanol memiliki kelarutan
yang baik di dalam pembawanya sehingga proses difusi obat dari pembawa akan
semakin cepat akhirnya akan semakin cepat pula untuk mencapai permukaan kulit.
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji penetrasi emulgel gamma-oryzanol menggunakan sel
difusi franz dengan membran spangler didapatkan hasil:
1. Jumlah kumulatif gamma-oryzanol yang terpenetrasi mulai dari jumlah
tertinggi hingga terendah pada jam ke-6 berturut-turut yaitu 45,75 ± 0,90
µg/cm² pada F1, diikuti oleh F2 yaitu 36,06 ± 0,21 µg/cm dan nilai terendah
dihasilkan oleh F3 yaitu 22,69 ± 0,88.
2. Kecepatan penetrasi gamma-oryzanol tertinggi hingga terendah pada jam ke-6
berturut-turut yaitu 7,62 ± 0,15 µg cm-2 jam-1 pada F1, diikuti oleh F2 yaitu
6,01 ± 0,04 µg cm-2 jam-1 dan nilai terendah dihasilkan oleh F3 yaitu 3,78 ±
0,15 µg cm-2 jam-1.
3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa profil penetrasi ketiga sediaan
emulgel memiliki perbedaan yang signifikan. Semakin rendah konsentrasi
karbopol 940 yang digunakan maka semakin tinggi profil penentrasi gamma-
oryzanol dalam sediaan emulgel.
5.2 Saran
Adapun saran dari penulis yaitu :
1. Perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan emulgel gamma-oryzanol.
2. Perlu dilakukan pengujian in vivo untuk mengetahui efektivitas anti-aging
emulgel gamma-oryzanol.
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aher, S, D., Banerjee, S.K., Gadhave, M.V., Gaikawad, D, D. 2013. Emulgel: A
New Dosage Form For Topical Drug Delivery. International Journal of
Institutional Pharmacy and Life Sciences, 3(3): page 1-10.
Ajazuddin, Alexander, A., Khichariya, A., Gupta, S., Patel, R.J., Giri, T.K.,Tripathi,
D.K. 2013. Recent expansions in an emergent novel drug delivery
technology: emulgel. Journal of Controlled Released.
Ando, Y. 1982. Fragrance Journal, No. 53, 125-6.
Anissimov, Y.G.; Jepps, O.G.; Dancik, Y.; Roberts, M.S. 2013. Mathematical and
pharmacokinetic modelling of epidermal and dermal transport processes.
Adv. Drug Deliv. Rev., v.65, n.2, page 169-190.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed. Ke-4) (Farida
Ibrahim, Penerjemah). Jakarta: UI Press, 314, 492.
Baibhav, J., Gurpreet, S., AC, R, Seema, S. 2012. Development and
characterization of Clarithromycin emulgel for topical delivery. International
Journal of Drug Delivery & Research Vol. 4 Issue 3 ISSN 0975-9344.
Baroni A1, Buommino E, De Gregorio V, Ruocco E, Ruocco V, Wolf R. 2012.
Structure and function of the epidermis related to barrier properties. Clin
Dermatol. 30:257-62.
Barry, B.W., 1983. Dermatological Formulation Percutaneous Absorption. New
York: Marcel Dekker Inc, page 300-304.
Boonsit P, Karladee D, Phongpiachan P. 2006. Gamma oryzanol content in purple
rice thailand local genotypes. Thailand: Faculty of Agriculture, Chiang Mai
Universiry. Deutscher Tropentag.
Cuvelier, M. E., Richar, H., Berset, C. 1992. Comparison of the antioxidative
actuvity of some acid-phenols: Structure activity relationship. Biosci Biotech
Biochem, 56 page 324-330.
Darlenski, R.; Sassning, S.; Tsankov, N.; Fluhr, J. W. 2009. Non-invasive in vivo
methods for investigation of the skin barrier physical properties. Eur. J.
Pharm. Biopharm., v.72, n.2, page 295-303.
Denyer SP, Guy RH, Hadgraft J, Hugo WB. 1985. The microbial degradation of
topically applied drugs. Int J Pharm. 26: page 89-97.
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Godin, B.; Touitou, E. 2007. Transdermal skin delivery: Predictions for humans
from in vivo, ex vivo and animal models. Adv. Drug Deliv. Rev., v.59, n.11,
page 1152-1161.
Groeber, F.; Holeiter, M.; Hampel, M.; Hinderer, S.; Schenke-Layland, K. 2011.
Skin tissue engineering - In vivo and in vitro applications. Adv. Drug Deliv.
Rev., v.63, n.4, page 352-366.
Haneefa, K. Easo, S., Hafsa, V.P., Mohanta, G., Nayar, G. 2013. Emulgel: An
Advance Review, journal pf pharmaceutical sciences and research. Vol. 5,
No. 1.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi
FMIPA UI.
Harry, Ralph G. 1982. Harry’s Cosmetology 7th Ed. London:Longman Group
Ltd.5-6
Hayakawa R., et al. 1994. Hifukakiyo, 89(1), 115-119.
Hiramitsu, T., Armstrong, D. 1991. Preventive effect of antioxidants on lipid
peroxidation in the retina. Ophtalmic Res. 23.
Ibata, Y. 1980. Fragrance Journal, 8 (6), 92-7.
Jain A, Gautam SP, Gupta, Jain S,. 2013. Development and characterization of
Ketoconazole emulgel for topical drug delivery. Der Pharmacia Sinica,
1(3):221- 231.
Jepps, O.G.; Dancik, Y.; Anissimov, Y.G.; Roberts, M.S. 2013. Modeling the
human skin barrier - Towards a better understanding of dermal absorption.
Adv. Drug Deliv. Rev., v.65, n.2, page 152-158.
Kamimura, M., Takahashi, S., and Sato, S. 1964. Influence of g-oryzanol on the
skin microcirculation. Vitamins, 30(5), page 341-344.
Khasanah. 2016. Pengaruh Konsentrasi Polimer Karbopol 940 Sebagai Gelling
Agent Terhadap Sifat Fisik Emulgel Gamma-oryzanol. Skripsi: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kielhorn, J., S. M. Kollmuβ. I. Mangelsdorf. 2006. Dermal absorption. Dalam:
Environmental Health Criteria 235. World Health Organization.
Lachman, L.; Lieberman, H.A. 1990. The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy. 3rd Ed. Varghese Publishing house. page 534.
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1994. Teori dsn Praktek Farmasi
Industri. Edisi ke-3, Jakarta: Universitas Indonesia Press page 223-228, 1091-
1096).
Lanimarta. 2012. Pembuatan dan uji penetrasi nanopartikel kurkumin-dendrimer
poliamidoamin (pamam) generasi 4 dalam sediaan gel dengan menggunakan
sel difusi franz. Skripsi: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.
Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Code 12th Ed. London: The
Pharmaceutical Press.
Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. 1983. Farmasi Fisik Jilid II Edisi Ketiga
(Joshita Djajadisatra, Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.
Mohamed, M. I. 2004. Optimization of Chlorphenesin Emulgel Formulation. The
AAPS Journal, 1.
Mulja, H. Muhammad dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga
University Press, Surabaya.
Mortazavi SA, Aboofazeli R. 2003. An Investigation into the Effect of Various
Penetration Enhancers on Percutaneous Absorption of Piroxicam. Iranian
Journal of Pharmaceutical Research; page 135-140.
Nasir, S., Fitriyanti, Kamila, H. 2009. Ekstraksi dedak padi menjadi minyak mentah
dedak padi (crude rice bran oil) dengan pelarut n-hexane dan ethanol. Jurnal
Teknik Kimia
Panwar, A. S. 2011. Emulgel: A Review, Asian Journal of Pharmacy and Life
Science, July-Sept, Vol. 1, No. 3. Pp. 334.
Patel, M., Naik, M.N. 2004. Gamma-oryzanol from rice bran oil- a review. Journal
of Scientific and Industrial Research Vol. 63, July 2004.
Prabawati. 2015. Evaluasi daya penetrasi etil p-metoksisinamat hasil isolasi dari
rimpang kencur (Kaemferia galanga L.) pada sediaan salep, krim, dan gel.
Skripsi: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prausnitz, M.R.; Langer, R. 2009. Transdermal drug delivery. Nat. Biotechnol.,
v.26, n.11, page 1261-1268.
Ramadon, Delly. 2012. Penetapan Daya Penetrasi Secara In Vitro Sediaan Gel dan
Emulgel yang Mengandung Kapsaisinoid dari Ekstrak Buah Cabai Rawit.
Skripsi sarjana Farmasi: Universitas Indonesia
Rashmi M. Topical gel: A review august vol. 2008; available from http://
www.pharmainfo.com
S. Raut, V. Uplanchiwar, S. Bhadoria, A. Gahane, S.K. Jain, S. Patil, Comparative
evaluation of zidovudine loaded hydrogels and emulgels, Res. J. Pharm.
Technol. 5 (2012) 41–45.
Shahin, M., Hady, S.A., Hammad, M., Mortada, N. Novel jojoba oil-based
emulsion gel formulations for Clotrimazole delivery. AAPS PharmSciTech,
Vol. 12.
Simanjuntak, M.T. 2005. Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit.
Universitas Sumatera Utara.
Sinko, P.J. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (Joshita Djajadisatra dan
Amlia H. Hadinata, Penerjemah) (5th ed.). Jakarta: EGC.
Skin Care Forum: Schematic diagram of the human skin. SCF Online 2001; 27.
Sonaje P et al. 2013. Gellified emulsion: A new born formulation for topical
delivery of hydrophobic dugs. World Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences 3(1): page 233-51
Stanos, S.P. 2007. Topical agents for the management of musculoskeletal pain. J.
Pain Sympt. Manage., 33.
Surber C. Davis AF. 2000. Bioavailability and bioequivalence of dermatological
formulations. Dalam: Walters KA, penyunting. Dermatological and
transdermal formulations. New York: Marcel Dekker. Hal 401-74.
Tas, C., Ozkan, Y., Savaser, A., Baykara, T. 2004. In vitro and ex vivo permeation
studies of Chlorpheniramine Maleate gels prepared by carbomer derivatives.
Drug development and industrial pharmacy vol. 30 No 6.
Tranggono, R. I., Lathifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Utami. 2012. Formulasi dan Uji Penentrasi In Vitro Nanoemulsi, Nanoemulsi Gel,
dan Gel Kurkumin. Skripsi: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia.
Vikas, S., Saini, S., Baibhav, J., Rana, A.C. 2012. Emulgel: a new platform for
topical drug delivery. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol
3/Issue 1/Jan – Mar 2012.
Voight. 1994. Buku pelajaran teknologi farmasi. Edisi 5. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Vyas, S.P.; Khar, R.K. 2002. Controlled Drug Delivery. 1st Ed. Vallabh Prakashan.
page 416-417.
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Wilkinson JB. 1982. Harry’s cosmetiocology. 7th wd. Chemical Publishing. New
York.
Williams, A.C.; Barry, B.W. 2012. Penetration enhancers. Adv. Drug Deliv. Rev.,
v.64, page 128-137.
Witt, Krista dan D., Bucs. 2003. Studying In Vitro Skin Penetration and Drug
Release to Optimize Dermatological Formulations. In Pharmaceutical
Technology. USA : Advanstar Communication Inc.
Xu, Z., Godber, J.S. 1999. Purification and identification of components of ŷ -
oryzanol in rice bran oil. J agrio.food chem.
Yen, W.F., Basri M., Ahmad, M., Ismail, M. 2015. Formulation and evaluation of
Galantamine gels as drug reservoir in transdermal patch delivery system. The
Scientific World Journal Vol 2015.
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Pembuatan sediaan
F1
F2
F3
Evaluasi sediaan emulgel Uji penetrasi sediaan
emulgel gamma-
oryzanol
Penetapan kadar gamma-
oryzanol dalam sediaan
Pengukuran serapan dengan Spektrofotometer
UV-Vis
Perhitungan kadar
gamma-oryzanol dalam
sediaan
Penetapan kadar
gamma-oryzanol
terpenetrasi
Perbandingan
persentase kumulatif
gamma-oryzanol
terpenetrasi per luas
area
Perbandingan fluks
penetrasi
1. Organoleptis
2. PH
3. Viskositas
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Gamma-oryzanol dalam
Etil Asetat
Keterangan : Serapan maksimum gamma-oryzanol dalam pelarut etil asetat dengan konsentrasi 10
ppm terbaca pada panjang gelombang 320 nm
Lampiran 3. Data Absorbansi Kurva Standar Gamma-oryzanol dalam Etil Asetat
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0,000
8 0,379
10 0,467
12 0,559
14 0,651
16 0,749
Lampiran 4. Data Hasil Penetapan Kadar Gamma-oryzanol dalam Emulgel
Sampel Pengujian
ke-
Berat
Sampel
(mg)
Abs
Kadar
terukur
(mg)
Kadar
(%)
Rata-rata
(%) SD
F1
1 1000 0,436 0,94 0,094
0,093 0,0005 2 1000 0,431 0,93 0,093
3 1000 0,434 0,93 0,093
F2
1 1000 0,445 0,96 0,096
0,094 0,0018 2 1000 0,431 0,93 0,093
3 1000 0,430 0,93 0,093
F3
1 1000 0,434 0,93 0,093
0,095 0,0013 2 1000 0,445 0,96 0,096
3 1000 0,444 0,96 0,096
320 nm
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Absorbansi Emulgel Gamma-oryzanol dalam Medium
Isopropanol:Air (1:1)
Menit
ke-
F1 F2 F3
Difusi
1
Difusi
2
Difusi
3
Difusi
1
Difusi
2
Difusi
3
Difusi
1
Difusi
2
Difusi
3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0,144 0,145 0,156 0,083 0,084 0,078 0,051 0,066 0,063
30 0,162 0,165 0,173 0,131 0,133 0,098 0,056 0,080 0,071
60 0,176 0,169 0,180 0,149 0,147 0,129 0,066 0,089 0,081
90 0,189 0,178 0,192 0,151 0,151 0,137 0,071 0,090 0,099
120 0,200 0,189 0,194 0,155 0,156 0,148 0,076 0,099 0,099
180 0,204 0,192 0,196 0,158 0,159 0,156 0,078 0,101 0,101
240 0,210 0,206 0,214 0,165 0,161 0,166 0,084 0,111 0,115
300 0,229 0,218 0,216 0,183 0,176 0,179 0,092 0,113 0,117
360 0,236 0,228 0,236 0,185 0,184 0,183 0,119 0,116 0,121
Lampiran 6. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Gamma-oryzanol dalam
Isopropanol:Air (2:1)
Keterangan : Serapan maksimum gamma-oryzanol dalam pelarut isopropanol:air (1:1) dengan
konsentrasi 10 ppm terbaca pada panjang gelombang 327 nm
327 nm
49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Data Absorbansi Kurva Standar Gamma-oryzanol dalam
Isopropanol:Air (1:1)
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
1 0,039
2 0,073
3 0,107
4 0,140
5 0,180
6 0,214
7 0,250
8 0,285
9 0,321
10 0,353
Lampiran 8. Komposisi Cairan Spangler
Komposisi %(b/b)
Minyak kelapa 15
Asam oleat 15
Vaselin putih 15
Kolesterol 5
Asam stearat 5
Parafin cair 10
Asam palmitat 10
Minyak zaitun 20
50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F1
Waktu
(Menit)
Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
% Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
1 2 3 Rata-
Rata SB 1 2 3
Rata-
Rata SB
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 26,90 27,09 29,17 27,72 1,26 43,10 43,40 46,73 44,41 2,01
30 31,58 32,16 33,77 32,50 1,13 50,60 51,52 54,10 52,07 1,81
60 34,39 33,10 35,25 34,25 1,08 55,10 53,02 56,47 54,86 1,74
90 36,97 34,83 37,58 36,46 1,44 59,23 55,80 60,20 58,41 2,31
120 39,17 36,99 38,06 38,07 1,09 62,75 59,26 60,98 61,00 1,75
180 40,02 37,66 38,46 38,71 1,20 64,12 60,33 61,61 62,02 1,93
240 41,19 40,33 41,88 41,13 0,78 65,99 64,61 67,09 65,90 1,24
300 44,84 42,72 42,42 43,33 1,32 71,83 68,44 67,95 69,41 2,11
360 46,33 44,72 46,21 45,75 0,90 74,22 71,64 74,03 73,30 1,44
Lampiran 10. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F2
Waktu
(Menit)
Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
% Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
1 2 3 Rata-
Rata SB 1 2 3
Rata-
Rata SB
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 15,38 15,57 14,43 15,13 0,61 24,64 24,94 23,12 24,23 0,98
30 25,18 25,57 18,90 23,22 3,74 40,34 40,96 30,28 37,19 6,00
60 29,01 28,65 24,94 27,53 2,25 46,48 45,90 39,95 44,11 3,61
90 29,55 29,53 26,73 28,60 1,62 47,34 47,31 42,82 45,82 2,60
120 30,32 30,51 28,88 29,90 0,89 48,58 48,88 46,26 47,91 1,43
180 30,93 31,13 30,49 30,85 0,33 49,55 49,86 48,84 49,42 0,52
240 32,28 31,53 32,45 32,09 0,49 51,71 50,51 51,98 51,40 0,78
300 35,74 34,38 34,99 35,04 0,68 57,26 55,08 56,06 56,13 1,09
360 36,28 36,03 35,87 36,06 0,21 58,12 57,72 57,46 57,77 0,33
51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Data Hasil Uji Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F3
Waktu
(Menit)
Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
% Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
1 2 3 Rata-
Rata
SB 1 2 3 Rata-
Rata
SB
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 8,64 12,17 11,60 10,80 1,90 13,57 19,10 18,21 16,96 2,97
30 9,97 15,39 13,66 13,01 2,77 15,65 24,16 21,45 20,42 4,35
60 11,84 17,22 15,62 14,89 2,76 18,59 27,03 24,53 23,38 4,34
90 12,84 17,49 19,10 16,48 3,25 20,16 27,45 29,98 25,86 5,10
120 13,80 19,20 19,28 17,43 3,14 21,66 30,14 30,26 27,35 4,93
180 14,21 19,66 19,66 17,84 3,15 22,30 30,86 30,86 28,01 4,94
240 15,32 21,56 22,32 19,73 3,84 24,05 33,85 35,04 30,98 6,03
300 16,83 22,03 22,82 20,56 3,25 26,43 34,59 35,83 32,28 5,11
360 21,84 22,62 23,60 22,69 0,88 34,28 35,51 37,05 35,61 1,39
Lampiran 12. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F1
Waktu
(Menit)
Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol
(µg cm¯² Jam¯¹)
1 2 3 Rata-Rata SB
0 0 0 0 0 0
10 161,42 162,55 175,02 166,33 7,55
30 63,17 64,32 67,54 65,01 2,27
60 34,39 33,10 35,25 34,25 1,08
90 24,65 23,22 25,05 24,31 0,96
120 19,58 18,50 19,03 19,04 0,54
180 13,34 12,55 12,82 12,90 0,40
240 10,30 10,08 10,47 10,28 0,20
300 8,97 8,54 8,48 8,66 0,27
360 7,72 7,45 7,70 7,62 0,15
52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F2
Waktu
(Menit)
Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol
(µg cm¯² Jam¯¹)
1 2 3 Rata-Rata SB
0 0 0 0 0 0
10 92,27 93,40 86,60 90,76 3,64
30 50,36 51,13 37,80 46,43 7,48
60 29,01 28,65 24,94 27,53 2,25
90 19,70 19,69 17,82 19,07 1,08
120 15,16 15,26 14,44 14,95 0,45
180 10,31 10,38 10,16 10,28 0,11
240 8,07 7,88 8,11 8,02 0,12
300 7,15 6,88 7,00 7,01 0,14
360 6,05 6,00 5,98 6,01 0,04
Lampiran 14. Data Fluks Penetrasi Emulgel Gamma-oryzanol F3
Waktu
(Menit)
Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol
(µg cm¯² Jam¯¹)
1 2 3 Rata-Rata SB
0 0 0 0 0 0
10 51,86 73,00 69,60 64,82 11,35
30 19,94 30,78 27,33 26,02 5,54
60 11,84 17,22 15,62 14,89 2,76
90 8,56 11,66 12,73 10,98 2,17
120 6,90 9,60 9,64 8,71 1,57
180 4,74 6,55 6,55 5,95 1,05
240 3,83 5,39 5,58 4,93 0,96
300 3,37 4,41 4,56 4,11 0,65
360 3,64 3,77 3,93 3,78 0,15
53 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Contoh perhitungan kadar gamma-oryzanol dalam sediaan F1
pengujian ke-1
Persamaan regresi : y = y = 0,0466x + 0,0014 dengan R² = 0,9999
Emulgel yang diuji sebanyak 1000 mg
↓ Kandungan gamma-oryzanol sebenarnya = 0,1% x 1000 mg = 1 mg
↓ Dibuat larutan induk 100 ppm dengan cara 1000 mg emulgel ditambahkan etil
asetat 10 mL
↓ Dilakukan ekstrasksi gamma-oryzanol dari dalam sediaan
↓ Larutan hasil ekstraksi dibuat pengenceran 10 ppm dalam 10 mL
↓ Larutan diukur serapapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis,
dan diulangi sebanyak 3x pengulangan
Didapatkan absorbansi sebagai berikut :
Absorbansi (y) = 0,436
y = 0,0466x + 0,0014
0,436 = 0,0466x + 0,0014
x = 9,4 µg/ml
Kadar (x) = 9,4 ppm
Konsentrasi gamma-oryzanol yang terukur dalam sediaan 1000 mg
= 9,4 x 100 𝑝𝑝𝑚
10 𝑝𝑝𝑚 x 10 = 940 µg = 0,94 mg
Kadar gamma-oryzanol yang diperoleh
= (0,94 mg/1 mg) x 100% = 0,94%
54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Contoh Perhitungan Penetrasi Kumulatif Gamma-oryzanol
Percobaan ke-1 F1 pada Menit ke-10.
Serapan Menit ke 10 (y10) = 0,144
y = 0,0354x + 0,0016
0,144 = 0,0354x + 0,0016
x10 = 4,02 µg/ml
Rumus Jumlah Kumulatif Zat Aktif Terpenetrasi Per Luas Area :
Q =CnV + ∑ Ci. Sn−1
i=1
A
Keterangan :
𝐶𝑛 = Konsentrasi terpenetrasi pada menit ke 10 = 4,02 µg/mL
𝑉 = Volume sel difusi = 21 mL
∑ 𝐶𝑖. 𝑆𝑛−1𝑖=1 = Jumlah konsentrasi zat pada sampling pertama = 0 µg/ml
𝑆 = Volume sampling = 1 mL
A = Luas area membran = 3,14 cm2
𝑄 = {(4,02 µg/mL x 21 mL) + (0 x 1 mL)} / 3,14 cm2
= 26,90 µg/cm2
% Kumulatif = (Q x A x 100) / Kandungan zat aktif dalam sediaan
= (26,90 µg/cm2 x 3,14 cm2 x 100) / (200000 µg x 0,098 %)
= 43,10 %
Jadi, Jumlah kumulatif gamma-oryzanol terpenetrasi pada menit ke-10 untuk
percobaan ke-1 adalah 26,90 µg/cm2 dengan % Kumulatif 43,10 %
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Contoh Perhitungan Penetrasi Kumulatif Gamma-oryzanol
Percobaan ke-1 F1 pada Menit ke- 30.
Serapan Menit ke 30 (y10) = 0,162
y = 0,0354x + 0,0016
0,162 = 0,0354x + 0,0016
x10 = 4,53 µg/ml
Rumus Jumlah Kumulatif Zat Aktif Terpenetrasi Per Luas Area :
Q =CnV + ∑ Ci. Sn−1
i=1
A
Keterangan :
𝐶𝑛 = Konsentrasi terpenetrasi pada menit ke 30 = 4,53 µg/mL
𝑉 = Volume sel difusi = 21 mL
∑ 𝐶𝑖. 𝑆𝑛−1𝑖=1 = Jumlah konsentrasi zat pada menit ke-10 = 4,02 µg/ml
𝑆 = Volume sampling = 1 mL
A = Luas area membran = 3,14 cm2
𝑄 = {(4,53 µg/mL x 21 mL) + (4,02 µg/mL x 1 mL)} / 3,14 cm2
= 31,58 µg/cm2
% Kumulatif = (Q x A x 100) / Kandungan zat aktif dalam sediaan
= (31,58 µg/cm2 x 3,14 cm2 x 100) / (200000 µg x 0,098%)
= 50,60 %
Jadi, Jumlah kumulatif gamma-oryzanol terpenetrasi pada menit ke-10 untuk
percobaan ke-1 adalah 31,58 µg/cm2 dengan % Kumulatif 50,60 %
56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Contoh Perhitungan Fluks Penetrasi Gamma-oryzanol dari
Emulgel F1 pada Menit ke-60
Kecepatan penetrasi gamma-oryzanol (fluks; J, µg cm-2 jam-1) dihitung dengan
rumus :
J =M
sxt
Keterangan :
J = Fluks (µg cm-2 jam-1)
S = Luas area difusi (cm-2)
M = Jumlah kumulatif zat yang melalui membran (µg)
T = Waktu (jam)
Diketahui : M/S = 34,25 ± 1,08 µg/cm2
(M/S)1 = 34,39 µg/cm2
(M/S)2 = 33,10 µg/cm2
(M/S)3 = 35,25 µg/cm2
J1 = 34,39 µg/cm2
1 =34,39 µg cm-2 jam-1
J2 = 33,10 µg/cm2
1 =33,10 µg cm-2 jam-1
J1 = 35,25 µg/cm2
1 =35,25 µg cm-2 jam-1
J rata-rata = 34,25 ± 1,08 µg cm-2 jam-1
Jadi jumlah fluks gamma-oryzanol dari sediaaan emulgel F1 adalah 34,25 ± 1,08
µg cm-2 jam-1
57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19. Uji Statistik Anova Viskositas Emulgel Gamma-oryzanol
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Viskositas
N 9
Normal Parametersa,b Mean 24688,8889
Std. Deviation 4322,45429
Most Extreme Differences Absolute ,190
Positive ,184
Negative -,190
Test Statistic ,190
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
Test of Homogeneity of Variances
Viskositas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,641 2 6 ,270
ANOVA
Viskositas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 147768888,889 2 73884444,444 260,769 ,000
Within Groups 1700000,000 6 283333,333
Total 149468888,889 8
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Viskositas
LSD
(I)
Kelompok
(J)
Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
F1 F2 -4000,00000* 434,61349 ,000 -5063,4609 -2936,5391
F3 -9866,66667* 434,61349 ,000 -10930,1276 -8803,2058
F2 F1 4000,00000* 434,61349 ,000 2936,5391 5063,4609
F3 -5866,66667* 434,61349 ,000 -6930,1276 -4803,2058
F3 F1 9866,66667* 434,61349 ,000 8803,2058 10930,1276
F2 5866,66667* 434,61349 ,000 4803,2058 6930,1276
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20. Uji Statistik Anova Jumlah Kumulatif Gamma-oryzanol
Terpenetrasi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Menit_
10
Menit_
30
Menit_
60
Menit_
90
Menit_
120
Menit_
180
Menit_
240
Menit_
300
Menit_
360
N 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Normal
Paramet
ersa,b
Mean 17,883
3
22,908
9
25,557
8
27,180
0
28,467
8
29,135
6
30,984
4
32,974
4
34,833
3
Std.
Deviation
7,7019
3
8,7787
8
8,7117
0
8,9350
9
9,1678
7
9,2834
5
9,5105
0
10,137
85
10,050
67
Most
Extreme
Differen
ces
Absolute ,285 ,172 ,194 ,159 ,185 ,225 ,190 ,222 ,208
Positive ,285 ,137 ,164 ,150 ,175 ,180 ,152 ,175 ,201
Negative -,212 -,172 -,194 -,159 -,185 -,225 -,190 -,222 -,208
Test Statistic ,285 ,172 ,194 ,159 ,185 ,225 ,190 ,222 ,208
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,034c ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Menit_10 3,052 2 6 ,122
Menit_30 2,822 2 6 ,137
Menit_60 1,719 2 6 ,257
Menit_90 2,035 2 6 ,212
Menit_120 5,561 2 6 ,043
Menit_180 7,975 2 6 ,020
Menit_240 9,448 2 6 ,014
Menit_300 5,905 2 6 ,038
Menit_360 2,375 2 6 ,174
59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Menit_10 Between Groups 463,457 2 231,728 125,255 ,000
Within Groups 11,100 6 1,850
Total 474,557 8
Menit_30 Between Groups 570,606 2 285,303 37,270 ,000
Within Groups 45,930 6 7,655
Total 616,536 8
Menit_60 Between Groups 579,390 2 289,695 62,616 ,000
Within Groups 27,759 6 4,627
Total 607,149 8
Menit_90 Between Groups 608,117 2 304,058 59,678 ,000
Within Groups 30,570 6 5,095
Total 638,687 8
Menit_120 Between Groups 648,701 2 324,350 82,122 ,000
Within Groups 23,698 6 3,950
Total 672,399 8
Menit_180 Between Groups 666,562 2 333,281 87,334 ,000
Within Groups 22,897 6 3,816
Total 689,459 8
Menit_240 Between Groups 692,407 2 346,204 66,598 ,000
Within Groups 31,190 6 5,198
Total 723,597 8
Menit_300 Between Groups 796,619 2 398,310 93,391 ,000
Within Groups 25,590 6 4,265
Total 822,209 8
Menit_360 Between Groups 804,878 2 402,439 743,025 ,000
Within Groups 3,250 6 ,542
Total 808,128 8
60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable
(I)
Kelompok
(J)
Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Menit_10 F1 F2 12,59333* 1,11057 ,000 9,8759 15,3108
F3 16,91667* 1,11057 ,000 14,1992 19,6341
F2 F1 -12,59333* 1,11057 ,000 -15,3108 -9,8759
F3 4,32333* 1,11057 ,008 1,6059 7,0408
F3 F1 -16,91667* 1,11057 ,000 -19,6341 -14,1992
F2 -4,32333* 1,11057 ,008 -7,0408 -1,6059
Menit_30 F1 F2 9,28667* 2,25905 ,006 3,7590 14,8144
F3 19,49667* 2,25905 ,000 13,9690 25,0244
F2 F1 -9,28667* 2,25905 ,006 -14,8144 -3,7590
F3 10,21000* 2,25905 ,004 4,6823 15,7377
F3 F1 -19,49667* 2,25905 ,000 -25,0244 -13,9690
F2 -10,21000* 2,25905 ,004 -15,7377 -4,6823
Menit_60 F1 F2 6,71333* 1,75623 ,009 2,4160 11,0107
F3 19,35333* 1,75623 ,000 15,0560 23,6507
F2 F1 -6,71333* 1,75623 ,009 -11,0107 -2,4160
F3 12,64000* 1,75623 ,000 8,3427 16,9373
F3 F1 -19,35333* 1,75623 ,000 -23,6507 -15,0560
F2 -12,64000* 1,75623 ,000 -16,9373 -8,3427
Menit_90 F1 F2 7,85667* 1,84300 ,005 3,3470 12,3663
F3 19,98333* 1,84300 ,000 15,4737 24,4930
F2 F1 -7,85667* 1,84300 ,005 -12,3663 -3,3470
F3 12,12667* 1,84300 ,001 7,6170 16,6363
F3 F1 -19,98333* 1,84300 ,000 -24,4930 -15,4737
F2 -12,12667* 1,84300 ,001 -16,6363 -7,6170
Menit_120 F1 F2 8,17000* 1,62267 ,002 4,1995 12,1405
F3 20,64667* 1,62267 ,000 16,6761 24,6172
F2 F1 -8,17000* 1,62267 ,002 -12,1405 -4,1995
F3 12,47667* 1,62267 ,000 8,5061 16,4472
F3 F1 -20,64667* 1,62267 ,000 -24,6172 -16,6761
F2 -12,47667* 1,62267 ,000 -16,4472 -8,5061
Menit_180 F1 F2 7,86333* 1,59503 ,003 3,9604 11,7662
F3 20,87000* 1,59503 ,000 16,9671 24,7729
F2 F1 -7,86333* 1,59503 ,003 -11,7662 -3,9604
F3 13,00667* 1,59503 ,000 9,1038 16,9096
61 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
F3 F1 -20,87000* 1,59503 ,000 -24,7729 -16,9671
F2 -13,00667* 1,59503 ,000 -16,9096 -9,1038
Menit_240 F1 F2 9,04667* 1,86161 ,003 4,4915 13,6019
F3 21,40000* 1,86161 ,000 16,8448 25,9552
F2 F1 -9,04667* 1,86161 ,003 -13,6019 -4,4915
F3 12,35333* 1,86161 ,001 7,7981 16,9085
F3 F1 -21,40000* 1,86161 ,000 -25,9552 -16,8448
F2 -12,35333* 1,86161 ,001 -16,9085 -7,7981
Menit_300 F1 F2 8,29000* 1,68621 ,003 4,1640 12,4160
F3 22,76667* 1,68621 ,000 18,6407 26,8927
F2 F1 -8,29000* 1,68621 ,003 -12,4160 -4,1640
F3 14,47667* 1,68621 ,000 10,3507 18,6027
F3 F1 -22,76667* 1,68621 ,000 -26,8927 -18,6407
F2 -14,47667* 1,68621 ,000 -18,6027 -10,3507
Menit_360 F1 F2 9,69333* ,60090 ,000 8,2230 11,1637
F3 23,06667* ,60090 ,000 21,5963 24,5370
F2 F1 -9,69333* ,60090 ,000 -11,1637 -8,2230
F3 13,37333* ,60090 ,000 11,9030 14,8437
F3 F1 -23,06667* ,60090 ,000 -24,5370 -21,5963
F2 -13,37333* ,60090 ,000 -14,8437 -11,9030
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Uji Statistik Anova Fluks Penetrasi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Menit_
10
Menit_
30
Menit_
60
Menit_
90
Menit_
120
Menit_
180
Menit_
240
Menit_
300
Menit_
360
N 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Normal
Paramet
ersa,b
Mean 107,30
22
45,818
9
25,557
8
18,120
0
14,234
4 9,7111 7,7456 6,5956 5,8044
Std.
Deviation
46,214
86
17,557
10
8,7117
0
5,9571
8
4,5839
3
3,0943
1
2,3775
9
2,0262
7
1,6747
0
Most
Extreme
Differen
ces
Absolute ,285 ,172 ,194 ,159 ,185 ,224 ,189 ,222 ,208
Positive ,285 ,137 ,164 ,151 ,175 ,180 ,152 ,176 ,202
Negative -,213 -,172 -,194 -,159 -,185 -,224 -,189 -,222 -,208
Test Statistic ,285 ,172 ,194 ,159 ,185 ,224 ,189 ,222 ,208
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,034c ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Menit_10 3,069 2 6 ,121
Menit_30 2,829 2 6 ,136
Menit_60 1,719 2 6 ,257
Menit_90 2,037 2 6 ,211
Menit_120 5,594 2 6 ,043
Menit_180 7,871 2 6 ,021
Menit_240 9,429 2 6 ,014
Menit_300 5,916 2 6 ,038
Menit_360 2,269 2 6 ,185
63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Menit_10 Between Groups 16688,319 2 8344,160 125,731 ,000
Within Groups 398,190 6 66,365
Total 17086,510 8
Menit_30 Between Groups 2282,401 2 1141,200 37,291 ,000
Within Groups 183,614 6 30,602
Total 2466,015 8
Menit_60 Between Groups 579,390 2 289,695 62,616 ,000
Within Groups 27,759 6 4,627
Total 607,149 8
Menit_90 Between Groups 270,328 2 135,164 59,735 ,000
Within Groups 13,576 6 2,263
Total 283,904 8
Menit_120 Between Groups 162,182 2 81,091 82,234 ,000
Within Groups 5,917 6 ,986
Total 168,099 8
Menit_180 Between Groups 74,066 2 37,033 87,763 ,000
Within Groups 2,532 6 ,422
Total 76,598 8
Menit_240 Between Groups 43,273 2 21,636 66,548 ,000
Within Groups 1,951 6 ,325
Total 45,223 8
Menit_300 Between Groups 31,827 2 15,913 93,651 ,000
Within Groups 1,020 6 ,170
Total 32,846 8
Menit_360 Between Groups 22,347 2 11,173 744,347 ,000
Within Groups ,090 6 ,015
Total 22,437 8
64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable
(I)
Kelompok
(J)
Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Menit_10 F1 F2 75,57333* 6,65157 ,000 59,2975 91,8491
F3 101,51000* 6,65157 ,000 85,2342 117,7858
F2 F1 -75,57333* 6,65157 ,000 -91,8491 -59,2975
F3 25,93667* 6,65157 ,008 9,6609 42,2125
F3 F1 -101,51000* 6,65157 ,000 -117,7858 -85,2342
F2 -25,93667* 6,65157 ,008 -42,2125 -9,6609
Menit_30 F1 F2 18,58000* 4,51681 ,006 7,5278 29,6322
F3 38,99333* 4,51681 ,000 27,9411 50,0456
F2 F1 -18,58000* 4,51681 ,006 -29,6322 -7,5278
F3 20,41333* 4,51681 ,004 9,3611 31,4656
F3 F1 -38,99333* 4,51681 ,000 -50,0456 -27,9411
F2 -20,41333* 4,51681 ,004 -31,4656 -9,3611
Menit_60 F1 F2 6,71333* 1,75623 ,009 2,4160 11,0107
F3 19,35333* 1,75623 ,000 15,0560 23,6507
F2 F1 -6,71333* 1,75623 ,009 -11,0107 -2,4160
F3 12,64000* 1,75623 ,000 8,3427 16,9373
F3 F1 -19,35333* 1,75623 ,000 -23,6507 -15,0560
F2 -12,64000* 1,75623 ,000 -16,9373 -8,3427
Menit_90 F1 F2 5,23667* 1,22820 ,005 2,2314 8,2420
F3 13,32333* 1,22820 ,000 10,3180 16,3286
F2 F1 -5,23667* 1,22820 ,005 -8,2420 -2,2314
F3 8,08667* 1,22820 ,001 5,0814 11,0920
F3 F1 -13,32333* 1,22820 ,000 -16,3286 -10,3180
F2 -8,08667* 1,22820 ,001 -11,0920 -5,0814
Menit_120 F1 F2 4,08333* ,81080 ,002 2,0994 6,0673
F3 10,32333* ,81080 ,000 8,3394 12,3073
F2 F1 -4,08333* ,81080 ,002 -6,0673 -2,0994
F3 6,24000* ,81080 ,000 4,2560 8,2240
F3 F1 -10,32333* ,81080 ,000 -12,3073 -8,3394
F2 -6,24000* ,81080 ,000 -8,2240 -4,2560
Menit_180 F1 F2 2,62000* ,53039 ,003 1,3222 3,9178
F3 6,95667* ,53039 ,000 5,6589 8,2545
F2 F1 -2,62000* ,53039 ,003 -3,9178 -1,3222
F3 4,33667* ,53039 ,000 3,0389 5,6345
65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
F3 F1 -6,95667* ,53039 ,000 -8,2545 -5,6589
F2 -4,33667* ,53039 ,000 -5,6345 -3,0389
Menit_240 F1 F2 2,26333* ,46556 ,003 1,1241 3,4025
F3 5,35000* ,46556 ,000 4,2108 6,4892
F2 F1 -2,26333* ,46556 ,003 -3,4025 -1,1241
F3 3,08667* ,46556 ,001 1,9475 4,2259
F3 F1 -5,35000* ,46556 ,000 -6,4892 -4,2108
F2 -3,08667* ,46556 ,001 -4,2259 -1,9475
Menit_300 F1 F2 1,65333* ,33657 ,003 ,8298 2,4769
F3 4,55000* ,33657 ,000 3,7264 5,3736
F2 F1 -1,65333* ,33657 ,003 -2,4769 -,8298
F3 2,89667* ,33657 ,000 2,0731 3,7202
F3 F1 -4,55000* ,33657 ,000 -5,3736 -3,7264
F2 -2,89667* ,33657 ,000 -3,7202 -2,0731
Menit_360 F1 F2 1,61333* ,10004 ,000 1,3686 1,8581
F3 3,84333* ,10004 ,000 3,5986 4,0881
F2 F1 -1,61333* ,10004 ,000 -1,8581 -1,3686
F3 2,23000* ,10004 ,000 1,9852 2,4748
F3 F1 -3,84333* ,10004 ,000 -4,0881 -3,5986
F2 -2,23000* ,10004 ,000 -2,4748 -1,9852
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Sertifikat Analisis Karbopol 940
67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 23. Sertifikat Analisis Rice Bran Oil
68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 24. Sertifikat Analisis Span 80