UJI AKTIVITAS KATALIS NANOKOMPOSIT Ni Cu Fe O …digilib.unila.ac.id/28777/20/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
nguyenthien -
Category
Documents
-
view
229 -
download
2
Transcript of UJI AKTIVITAS KATALIS NANOKOMPOSIT Ni Cu Fe O …digilib.unila.ac.id/28777/20/SKRIPSI TANPA BAB...
UJI AKTIVITAS KATALIS NANOKOMPOSIT Ni0,5Cu0,5Fe2O4 DALAMMENGKONVERSI NANOSELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL
YANG DIIRADIASI SINAR UV
(Skripsi)
Oleh
Renita Susanti
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRAK
UJI AKTIVITAS KATALIS NANOKOMPOSIT Ni0,5Cu0,5Fe2O4 DALAMMENGKONVERSI NANOSELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL
YANG DIIRADIASI SINAR UV
Oleh
Renita Susanti
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas katalis nanokompositNi0,5Cu0,5Fe2O4 dalam konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol. NanokatalisNi0,5Cu0,5Fe2O4 dipreparasi menggunakan metode sol-gel dengan pektin sebagaiagen pengemulsi dan dikalsinasi pada temperatur 600oC. Uji aktivitas katalisdilakukan melalui konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol dengan bantuanradiasi sinar UV pada variasi waktu penyinaran 30, 45, dan 60 menit.Karakterisasi dengan XRD menunjukkan terbentuknya nanokatalisNi0,5Cu0,5Fe2O4 dengan adanya fasa CuFe2O4, NiFe2O4 yang saling bertumpangtindih. Ukuran rata-rata partikel dihitung dengan persamaan Scherrer sebesar 14,9nm. Analisis keasaman dengan metode gravimetri menunjukkan bahwa katalismemiliki keasaman 1,931 mmol piridin/g katalis. Analisis dengan FTIRmembuktikan bahwa situs asam Lewis merupakan situs asam yang dominanditunjukkan oleh serapan pada bilangan gelombang 1591,27 cm-1. Hasil analisismorfologi katalis dengan metode TEM menunjukkan katalis memiliki ukuranrata-rata sebesar 18,9 nm dengan morfologi yang cukup terdistribusi secara meratameski masih terdapat aglomerasi. Analisis menggunakan KCKT mengungkapkanbahwa katalis mampu mengkonversi nanoselulosa menjadi sorbitol dengan hasiltertinggi diperoleh pada waktu radiasi 60 menit sebesar 4,6 %.
Kata kunci: nanokatalis, pektin, nanoselulosa, gula alkohol, sinar UV.
ABSTRACT
THE ACTIVITY TEST OF Ni0.5Cu0.5Fe2O4 NANOCOMPOSITE INCONVERTING NANOCELLULOSE TO ALCOHOL SUGAR
IRRADIATED BY UV LIGHT
ByRenita Susanti
The purpose of this research was obtain, to know the catalytic activity ofNi0.5Cu0.5Fe2O4 nanocomposite in converting nanocellulose into alcohol sugar.Nanocatalyst Ni0.5Cu0.5Fe2O4 was prepared using sol-gel method with pectin as anemulsifying agent and calcined at the temperature 600°C. It’s activity test wascarried out through conversion of nanoselulose to alcohol sugar irradiated by UVlight with the irradiation time 30, 45, and 60 minutes. Characterization with XRDtechnique indicated the presence of CuFe2O4 and NiFe2O4 as a major phase whichare superimposed confirming the formation of Ni0.5Cu0.5Fe2O4. The averageparticle size calculated by Scherrer method is 14.9 nm. The acidity analysis by thegravimetric method revealed that the acidity of nanocatalyst is 1.931 mmolpyridine / g catalyst. FTIR analysis proved that Lewis acid sites is the dominansite shown on wave number of 1591.27 cm-1. The result of catalyst morphologyanalysis using TEM method showed that the catalyst has average size of 18.9 nmwith fairly distributed morphology evenly although there is still agglomeration.Analysis using HPLC revealed that the catalyst was able to convert nanocelluloseinto sorbitol with the highest yield of 4.6% obtained at 60 minutes of radiation.
Keyword: nanocatalyst, pectin, nanocellulose, alcohol sugar, UV light
UJI AKTIVITAS KATALIS NANOKOMPOSIT Ni0,5Cu0,5Fe2O4 DALAM
MENGKONVERSI NANOSELULOSA MENJADI GULA ALKOHOL
YANG DIIRADIASI SINAR UV
Oleh
Renita Susanti
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Utama Jaya pada tanggal 25 Oktober
1995 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, yang
merupakan buah hati dari pasangan Bapak Sudiman dan Ibu
Gemi Puspita.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Trimulyo Mataram pada
tahun 2007, dan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Seputih Mataram
pada tahun 2010. Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Wijaya Bandar
Lampung pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, Penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Fakultas MIPA periode 2014-2015 sebagai anggota
Biro Usaha Mandiri (BUM) dan 2015-2016 sebagai anggota Bidang Sains dan
Penalaran Ilmu Kimia (SPIK). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar, dan Kimia Fisik untuk Mahasiswa Fakultas Pertanian, asisten praktikum
Kimia Dalam Kehidupan dan kimia Fisik untuk Mahasiswa Jurusan Kimia
FMIPA.
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada Allah Tritungal, denganketulusan hati aku persembahkan karya ini kepada:
Kedua orang tuaku, Bapak Sudiman dan Ibu Gemi Puspitayang telah berjuang untuk mendidik dan membesarkanku,
yang selalu mengasihi, mendukung dan mendoakankeberhasilanku
Adikku tersayang Rio Andrew Permadi dan seluruhkeluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini,
Sahabat dan teman-teman yang selalu menemani danmemberikan semangat
Almamater tercinta kimia FMIPA UNILA
MOTTO
Sukses adalah keberhasilan yang dicapai di dalammenggunakan talenta-talenta yang telah Allah beriakan
(Rick Devos)
Janganlah berputus asa. Tetapi jika sampai berputus asa,berjuanglah terus meskipun dalam keputusasaan (Aristoteles)
Ikhlas dalam melakukan segala hal dan selalu bersyukur adalahkunci kebahagiaan (Renita Susanti)
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala Kasih Karunia-NYA yang tercurah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ” Uji Aktivitas Katalis Nanokomposit
Ni0,5Cu0,5Fe2O4 dalam Mengkonversi Nanoselulosa Menjadi Gula Alkohol
yang Diiradiasi Sinar UV”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung. Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas
dari kesulitan dan kendala, namun puji TUHAN karena kuasaNya itu semua dapat
penulis lalui dan juga bantuan serta dorongan semangat dari orang-orang terkasih
di sekitar penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Sudiman dan Ibu Gemi Puspita yang selalu
memberikan semangat dan dukungan moril maupun materi, yang telah
berjuang dan berkorban dengan berpeluh keringat demi penulis, dan tidak
henti-hentinya mendoakan keberhasilan penulis.
2. Bapak Dr. Rudy T.M Situmeang, M.Sc., selaku pembimbing utama yang telah
membimbing, memberikan banyak ilmu pengetahuan, nasihat, arahan, saran
dan kritik yang sangat berarti bagi penulis selama penelitian hingga selesainya
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Posman Manurung, Ph.D., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan, gagasan, arahan, bimbingan, saran,
dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama masa kuliah.
5. Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.S., selaku pembahas atas semua saran, kritik,
nasihat serta motivasi bagi penulis.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung yang telah memberikan banyak
ilmu pengetahuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
9. Adikku satu-satunya Rio Andrew Permadi atas segala doa, semangat, dan
canda tawa untuk penulis.
10. Keempat nenek dan kakek yang selalu memberi doa dan motivasi, semua
Bulek, Om, Adek-adek sepupu yang selalu mendukung, menasehati dan
mendoakan. Satu-satunya Kakakku Ardi Andreas Irawan terimakasih atas
segala nasehat dan sebagai rekan yang berbagi pengalaman, seluruh keluarga
besar yang selalu ada dan tak henti-hentinya memberikan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan karya ini.
11. Sahabat-sahabat terbaikku Khalimatus Sa’diah, S.Si, Lindawati, S.Si, Nur
Padila, Anita Sari, S.Si atas bantuan, motivasi, dan persaudaraannya hingga
saat ini.
12. Teman-teman seperjuangan dan sebimbingan Lindawati, S.Si (teman kosan
yang selalu rajin bangunin setiap pagi, teman curhat yang paling dewasa),
Dewi Rumondang, S.Si (Satu-satunya teman batak sebimbingan yang selalu
sabar menghadapi sifat kekanakan penulis), adekku Widya Aryani, S.Si
(paling teliti dan perhatian dan selalu sabar sama kakaknya ini), Mega
Mawarti, S.Si (si yes girl yang pendiam tapi sebenarnya perhatian), Esti
Sandra Pertiwi (selalu siap membantu ketika teman membutuhkan bahkan
tanpa diminta), Siti Nabila Shofa, S.Si (paling pendiam tapi sebenarnya suka
ngobrol dan curhat, perhatian dan penyayang).
13. Teman-teman di Laboratorium Anorganik-Fisik, Polimer, Polimer atas,
Organik, Biokimia, dan Analitik atas segala bantuan, motivasi, semangat,
canda tawa yang selalu teman-teman hadirkan bagi penulis mulai dari PKL,
penelitian sampai penulis menyelesaikan karya tulis ini.
14. Kak Ana maria Kristiani, S.Si dan Kak Feby Rinaldo Pratama Kusuma, S.Si
yang sudah merancang dan membuat reaktor katalitik, Mbak Surtini
Karlina,S.Si, Mbak Fatma Maharani, S.Si, Kak Septian Tyo, M.Si atas
bimbingan, dan saran pada penulis. Untuk adik-adik 2014 Mathew, Viggi,
Erwin, Lilian, Meliana, Ilhan, Renaldi, dan Sola terimakasih atas segala
bantuan dan semangatnya.
15. Rekan-rekan dan keluargaku Kimia Angkatan 2013 Dewi, Anggun,Nita, Erva,
Ines, Badi, Vicka, Inggit, Nurul, Arni, Dona, Aulia, Siti, Shella, Maya, Atun,
Nia, Ezra, Vyna, Tyas, Melia, Monic, Shelta, Yuni, Sinta, Febri, Ismi, Nova,
Della, Kartika, Rado, Melita, Setioso, Anggi, Awan, Arief, Megafhit, Murnita,
Mita, Yulia, Indah, Fentri, Gita, Celli, Rian, Bara, Citra, Anton, Yudha,
Herma, Nora, Yunitri, Verro, Kiki, Eki, Dian, Fera, Melita, teman
seperjuangan yang telah memotivasi dan memberikan dukungan.
16. Teman-teman KKN Negeri Katon Nabilah (sekaligus teman sati bimbingan
dengan Pak Posman) atas segala bantuan selama penulis menyusun karya ini,
Eno, Kak Aci, Ara, Eko dan Ubay untuk semua kebersamaan dan canda tawa
untuk penulis.
17. Seluruh penghuni Kosan Arista yang belum bisa kusebutkan namanya satu
persatu, terimakasih atas canda tawa yang tercipta selama ini dikosn.
18. Seseorang yang telah Tuhan sediakan bagiku, yang akan menjadi
pendampingku nanti.
19. Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia
20. Almamater tercinta, Universitas Lampung
21. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
Semoga Tuhan memberkati kita semua. Akhir kata, penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga
skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan menjadi manfaat bagi kita semua
serta dapat memberikan saran yang membangun bagi penulis untuk lebih baik
lagi.
Bandarlampung, 11 Oktober 2017
Renita Susanti
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
C. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
A. Selulosa .......................................................................................... 7
B. Nanoselulosa .................................................................................. 8
C. Gula Alkohol .................................................................................. 9
1. Sorbitol ..................................................................................... 10
2. Manitol ..................................................................................... 11
3. Xylitol ....................................................................................... 12
D. Katalis ............................................................................................ 13
E. Nanokomposit ................................................................................ 14
F. Nanopartikel ................................................................................... 15
G. Nanokatalis ..................................................................................... 16
H. Reaksi Fotokatalitik ........................................................................ 17
I. Sinar UV ......................................................................................... 20
J. Spinel Ferite ................................................................................... 20
K. Sintesis Katalis ............................................................................... 22
1. Sol-Gel .................................................................................... 22
2. Pengeringan Beku .................................................................... 23
3. Kalsinasi ................................................................................... 24
4. Pektin ....................................................................................... 25
L. Karakterisasi Katalis ..................................................................... 26
1. Keasaman Katalis ..................................................................... 26
a. Metode Gravimetri ............................................................ 26
b. Spektroskopi Inframerah (FTIR) ....................................... 27
2. Analisis Struktur Katalis........................................................... 30
a. Analisis Struktur Kristal .................................................... 30
b. Analisis Ukuran Partikel ................................................... 32
ii
c. Analisis Morfologi Katalis ................................................ 34
M. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .................................. 35
III. METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 40
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 40
B. Alat dan Bahan ............................................................................... 40
C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 41
1. Sintesis Katalis ......................................................................... 42
2. Karakterisasi Katalis ................................................................ 44
a. Analisis Keasaman Katalis ................................................. 44
b. Analisis Struktur Katalis dengan XRD .............................. 45
c. Analisis Ukuran Partikel Menggunakan PSA .................... 45
d. Analisis Morfologi Katalis Menggunakan TEM ................ 46
3. Uji Aktivitas dengan Reaksi Fotokatalitik .............................. 46
a. Konversi Nanoelulosa ........................................................ 46
b. Analisis Hasil Konversi Selulosa Menggunakan KCKT ... 47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 48
A. Preparasi Nanokatalis ..................................................................... 48
B. Karakterisasi Nanokatalis ............................................................... 52
1. Analisis Struktur Katalis dengan XRD .................................... 52
2. Analisis Keasaman Katalis ....................................................... 54
3. Analisis Morfologi Katalis ....................................................... 57
4. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Katalis ............................. 58
5. Analisis Hasil Uji Katalitik ...................................................... 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 68 A. Kesimpulan .................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 70
LAMPIRAN ............................................................................................... 81
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Puncak-puncak representatif difraktogram katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 ............ 53
2. Puncak-puncak representatif dari masing-masing acuan ........................... 53
3. Hasil konversi selulosa dengan katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 .............................. 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur selulosa........................................................................................ 7
2. Konversi selulosa menjadi poliol.............................................................. 10
3. Pembentukan xylitol ................................................................................. 13
4. Mekanisme fotokatalisis ........................................................................... 18
5. Struktur kristal spinel ferite ...................................................................... 21
6. Struktur pektin .......................................................................................... 25
7. Skema instrumentasi FTIR ....................................................................... 28
8. Asam Bronsted dan asam Lewis pada katalis ........................................... 29
9. Skema alat XRD ....................................................................................... 31
10. Proses pembentukan puncak pada XRD .................................................. 31
11. Skema alat PSA......................................................................................... 33
12. Skema instrumen TEM ............................................................................. 35
13. Skema alat KCKT ..................................................................................... 38
14. Kromatogram dari standar campuran........................................................ 39
15. Skema penelitian ....................................................................................... 42
16. Proses konversi selulosa dengan irradiasi sinar UV ................................. 47
17. Urutan preparasi nanokatalis..................................................................... 49
18. Hasil proses freezedry serbuk prekursor Ni0,5Cu0,5Fe2O4 ......................... 50
v
19. Proses pembentukan katalis ...................................................................... 50
20. Padatan bubuk Ni0,5Cu0,5Fe2O4 hasil kalsinasi......................................... 51
21. Difraktogram nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4................................................ 52
22. Spektrum inframerah dari nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 ............................ 55
23. Mikrograf TEM katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 ................................................... 57
24. Grafik PSA katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 .......................................................... 59
25. Hasil uji Fehling dari larutan nanoselulosa yang telah dikonversi ........... 62
26. Kromatogram KCKT produk konversi nanoselulosa ............................... 63
27. Tahapan hidrolisis nanoselulosa menjadi glukosa dan gula alcohol ........ 65
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sukrosa atau lebih sering dikenal sebagai gula pasir merupakan disakarida,
gabungan dari glukosa dan fruktosa yang digunakan sebagai bahan pembuatan
makanan ringan seperti, biskuit, wafer, kue, permen dan berbagai jenis minuman
ringan. Namun, konsumsi sukrosa berlebih dapat menimbulkan karies gigi karena
sukrosa cepat difermentasi menjadi asam oleh mikroorganisme dalam rongga
mulut (Soesilo et al., 2005). Glukosa merupakan gula terpenting bagi tubuh
karena glukosa bertindak sebagai bahan bakar metabolik utama (Murray et al.,
2009). Fruktosa adalah gula yang umumnya terdapat dalam sayuran dan buah-
buahan, dapat digunakan tubuh sebagai sumber energi, dan memiliki indeks
glikemik yang rendah. Akan tetapi, konsumsi fruktosa berlebih meningkatkan
kadar trigliserida dalam darah, sehingga dapat menyebabkan obesitas, penyakit
diabetes dan jantung (Prahastuti, 2011).
Untuk menanggulangi permasalahan ini maka gula alkohol dipilih sebagai
pengganti pemanis dalam makanan dan produk lainnya, karena gula alkohol
adalah pemanis alami yang baik untuk kesehatan gigi dan dapat mengurangi
resiko penyakit diabetes serta mencegah obesitas. Bentuk gula alkohol antara lain
2
sorbitol, xylitol, manitol, eritritol dan inositol (Goldberg, 1994). Sorbitol, manitol
dan xylitol adalah monosakarida turunan glukosa, manosa dan xylosa. Gula
alkohol terdapat di alam, tapi dapat diproduksi dari proses hidrogenasi
monosakarida (Prangdimurti et al., 2007).
Sama halnya dengan pati, selulosa merupakan polimer glukosa. Namun, keduanya
memiliki perbedaan sifat yang berasal dari konfigurasi kontrastif ikatan C-O
dalam rantai polimer. Dalam pati, unit glukosa dihubungkan oleh 1,4 –
glikosidik, sedangkan dalam selulosa, unit glukosa bergabung bersama melalui
ikatan 1,4–glikosidik. Meskipun kedua polimer tersebut berbentuk kristal
dengan ikatan hidrogen intra dan antar molekul, namun pati memiliki sifat yang
lebih lemah dan dapat larut dalam air panas. Sebaliknya selulosa memiliki struktur
yang sangat kaku dan tidak bisa ditembus oleh air bahkan dengan air panas.
Akibatnya selulosa lebih sulit terdepolimerisasi dibandingkan pati dan tidak dapat
dicerna oleh sistem pencernaan manusia (Fukuoka et al., 2011).
Selulosa dapat dikonversi menjadi gula alkohol dengan bantuan katalis. Beberapa
peneliti telah melakukannya yaitu, Fukuoka et al., 2011 menggunakan katalis
Pt(N)/BP2000 untuk mengkonversi selulosa pada suhu 190°C, selama 24 jam;
menjadi gula alkohol sebanyak 43% (39% sorbitol dan 4% manitol). Fukuoka and
Dhepe, 2006 menggunakan katalis Pt/γ‐Al2O3 dimana pada suhu 190°C; selama
24 jam menghasilkan sorbitol 25% dan mannitol 6% , Van et al., 2010 dengan
katalis Ni/CNF pada suhu 230°C, selama 4 jam menghasilkan sorbitol 50,3% dan
manitol 6,2% ), serta Zhang et al., 2014 menggunakan katalis Ni4,63Cu1Al1,82Fe0,79
3
untuk mengkonversi selulosa menjadi sorbitol dengan rendemen sebesar 68,07%
pada suhu 215°C.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa katalis yang digunakan belum
memberikan hasil yang optimal dan proses pengerjaannya dilakukan pada suhu
dan tekanan tinggi sehingga kurang ekonomis karena butuh energi yang besar.
Maka dalam penelitian ini digunakan metode inovasi yaitu irradiasi sinar UV
menggunakan fotokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4. Metode ini dilakukan pada suhu ruang
dan tekanan atmosfer sehingga lebih hemat energi dan ekonomis.
Beberapa peneliti telah menggunakan metode irradiasi sinar UV untuk
mengkonversi senyawa karbohidrat seperti, Kawai dan Sakata, 1980
mendekomposisi sukrosa dengan katalis RuO2/TiO2/Pt ( 10:100:5, g/g), menjadi
H2 dan CO2 dengan waktu reaksi selama 18 jam pada temperatur ruang. Peneliti
lain katalis TiO2 yang didukung oleh zeolit tipe Y mampu mengoksidasi glukosa
menjadi GUA (glucaric acid ) dan GA (gluconic acid) 68% (Colmenares dan
Magdziarz, 2013). Selanjutnya, Puttipat et al., 2014 melakukan konversi fruktosa
dan xylosa menjadi asam organik. Penelitian terbaru dilakukan oleh sekelompok
peneliti Inggris, dimana nanoselulosa dikonversi menjadi bahan bakar hidrogen
dengan hasil konversi sebesar 90% menggunakan katalis TiO2 dan TiO2(Pt) dan
irradiasi sinar UV (Zhang et al., 2016).
Pada penelitian ini selulosa diubah menjadi nanoselulosa. Alasannya ialah karena
nanoselulosa memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan selulosa
karena ukurannya yang jauh lebih kecil dari selulosa, sehingga lebih mudah
4
bereaksi, kelarutan dalam air lebih tinggi dan lebih mudah diuraikan atau
didegradasi (Ioelovich, 2012).
Logam-logam yang sering digunakan sebagai bahan pembuatan katalis dalam
konversi karbohidrat ( monosakarida, oligosakarida dan polisakarida) ialah
platina, titanium, ruthenium dan nikel. Apabila dibandingkan, katalis berbahan
nikel memiliki aktivitas yang paling rendah. Namun, karena harga prekursor
logam platina, titanium dan ruthenium sangat mahal sedangkan prekursor logam
nikel jauh lebih murah serta memiliki aktivitas katalis yang tidak jauh berbeda,
sehingga katalis berbahan nikel lebih umum digunakan dalam industri
dibandingkan dengan ruthenium, platina dan titanium. Untuk meningkatkan
aktivitas katalis berbahan nikel, maka katalis berbahan nikel dipadukan dengan
beberapa logam transisi lain sehingga aktivitas katalis yang dihasilkan meningkat.
Beberapa logam transisi yang dapat dipadukan bersama nikel dalam pembuatan
katalis yaitu, Mo, Fe, Co, Cu dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini disintesis nanokomposit
Ni0,5Cu0,5Fe2O4 sebagai fotokatalis menggunakan metode sol-gel dengan pektin
sebagai pengemulsi dan dikalsinasi dengan suhu 600°C. Alasan utama yang
melandasi pembuatan katalis berukuran nano ialah karena telah diketahui bahwa
material yang berukuran nano memiliki banyak keunggulan. Material yang
berukuran nano memiliki aktivitas kimiawi lebih baik dibandingkan material yang
ukurannya lebih besar . Hal ini disebabkan karena material nano memiliki area
permukaan yang lebih luas dan atom-atom pada material berukuran nano dapat
tersebar secara lebih merata. Sehingga material yang berukuran nano secara
5
kimia, lebih mudah bereaksi dibandingkan material yang ukurannya lebih besar
(Widegren et al., 2003).
Fotokatalis yang disintesis dalam penelitian ini disebut sebagai nanokomposit.
Dikatakan sebagai nanokomposit karena nanokomposit merupakan suatu material
padat multi fase, dimana setiap fase memiliki satu, dua, atau tiga dimensi yang
kurang dari 100 nanometer (nm), atau struktur padat dengan dimensi berskala
nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda
(Kamigaito, 1991). Fotokatalis yang disintesis dalam penelitian ini terdiri dari tiga
logam yang dipadukan yakni Ni, Fe, dan Cu.
Nanokomposit dikarakterisasi menggunakan metode gravimetri dan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui jumlah situs asam dan jenis situs
asam yang terdapat pada katalis, X-ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui fasa
kristalin, Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui distibusi ukuran partikel
katalis, Tansmission Electron Microscopy (TEM) untuk menentukan morfologi
katalis. Kemudian dilakukan uji aktivitas melalui konversi nanoselulosa dengan
bantuan gas hidrogen dengan memanfaatkan energi sinar UV yang diharapkan
mampu menghasilkan gula-gula alkohol ( sorbitol, manitol dan xylitol) dengan
rendemen tinggi. Produk dari reaksi tersebut dianalisis menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk mengetahui aktivitas
nanokatalis dalam konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol.
6
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan nanokomposit Ni0,5Cu0,5Fe2O4 dengan metode sol-gel yang
dikalsinasi pada suhu 600°C.
2. Mengetahui karakteristik nanokomposit Ni0,5Cu0,5Fe2O4 menggunakan
metode gravimetri, FTIR, XRD, PSA dan TEM.
3. Mengetahui aktivitas nanokomposit Ni0,5Cu0,5Fe2O4 sebagai katalis melalui
konversi nanoselulosa menjadi gula alkohol melalui variasi waktu atau
lamanya irradiasi.
4. Mengetahui hasil konversi nanoselulosa menggunakan metode KCKT.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Meningkatkan daya guna selulosa sebagai bahan baku industri contohnya
sebagai bahan baku produksi gula alkohol.
2. Memberikan informasi mengenai kemampuan nanokomposit
Ni0,5Cu0,5Fe2O4 sebagai katalis dalam proses konversi nanoselulosa
menjadi gula alkohol (sorbitol, mannitol, dan xylitol).
3. Memperkenalkan metode inovasi dalam konversi selulosa yang lebih
ekonomis yaitu metode irradiasi sinar UV.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Selulosa
Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan berat
molekul ~ 243.000 (Rowe et al., 2009). Tersusun dari unit-unit
anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik
membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit
anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast et al., 2006;
Zugenmaier, 2008), seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur selulosa
Selulosa dapat diisolasi dari dinding sel tanaman, bahan berkayu, rambut biji,
kulit pohon, tanaman laut dan lain-lain. Serat kapas mengandung 95%
selulosa, sedangkan kayu 40-50% selulosa. Jumlah selulosa dalam serat
bervariasi menurut sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan
seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-substansi mineral (Bhimte
dan Tayade, 2007).
8
Selulosa telah digunakan sejak zaman dahulu dalam berbagai macam aplikasi.
Dalam beberapa dekade inovasi dalam penggunaan selulosa telah banyak
dilakukan terutama dalam bidang kimia. Selulosa dapat diubah menjadi berbagai
senyawa kimia, seperti etilen glikol yang dilakukan oleh Ji et al., 2008
menggunakan katalis tungsten karbida yang dipromosikan dengan sejumlah kecil
nikel dengan hasil sebesar 60%, asam levulinat sebesar 67% menggunakan katalis
CrCl3 (Peng et al., 2010), asam laktat 60% dengan katalis Pb (II) (Wang et al.,
2013), dan 5-hidroksi metil furfural menggunakan katalis CrCl3 dengan rendemen
sebesar 43,5% (Wang et al., 2014).
Selulosa dapat dihidrolisis menjadi gula reduksi (glukosa, fruktosa, selobiosa)
dengan menggunakan media air dan dibantu dengan katalis asam atau enzim
(Huber et al., 2006), depolimerisasi dalam cairan ionik (Rinaldi et al., 2010), dan
pirolisis suhu tinggi dengan atau tanpa katalis (Carlson et al., 2008). Hasil
hidrolisis selulosa dapat dikonversi menjadi berbagai produk seperti, gula alkohol
(sorbitol, manitol, xylitol) dan glukosa anhidrat (Hansen et al., 2006).
B. Nanoselulosa
Partikel nanoselulosa adalah material jenis baru dari selulosa yang ditandai
dengan adanya peningkatan kristalinitas, aspek rasio, luas permukaan, dan
peningkatan kemampuan dispersi serta biodegradasi. Adanya kemampuan ini,
partikel nanoselulosa dapat digunakan sebagai filler penguat polimer, aditif untuk
produk-produk biodegredable, penguat membran, pengental untuk dispersi, dan
media pembawa obat serta implan (Ioelovich, 2012).
9
Penelitian tentang nanoselulosa telah banyak dilakukan dengan berbagai metode.
Salah satunya sintesis dari α- selulosa yang terdiri dari empat tahap yaitu
hidrolisis asam menggunakan asam kuat, sentrifuse, ultrasonikasi dan freeze
drying yang telah dilakukan oleh Mandal et al., 2011. Pada tahap hidrolisis asam,
α-selulosa ditambah H2SO4 dan dibantu oleh proses pemanasan selama 5 jam
dengan suhu 50оC sambil diaduk. Sedangkan menurut Teixera et al., (2009)
proses sintesis nanoselulosa dari selulosa memiliki empat tahapan yaitu hidrolisis
asam, sentrifuse, dialisis dan ultrasonikasi. pada saat hidrolisis menggunakan
asam kuat yaitu H2SO4 dengan konsentrasi 6,5 M dan dibantu dengan pemanasan
dengan suhu 60оC selama 40 menit.
Lalu larutan hasil hidrolisis asam ditambah aquades, hal ini bertujuan untuk
memberhentikan reaksi berlebih yang terjadi saat proses hidrolisis asam. Proses
hidrolisis asam bertujuan untuk menghilangkan bagian amorf dari rantai selulosa
sehingga isolasi kristal selulosa dapat dilakukan (Isdin, 2010). Daerah amorf
memiliki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika
selulosa diberikan perlakuan dengan menggunakan asam kuat maka daerah amorf
akan putus dan melepaskan daerah kristalin (Peng, 2011).
C. Gula Alkohol
Gula alkohol merupakan monosakarida atau disakarida yang memiliki banyak
gugus hidroksil. Gula alkohol terdapat di alam, tapi lebih banyak merupakan
produk hidrogenasi dari mono-disakarida, contohnya sorbitol dari glukosa,
maltitol dari maltosa. Gula jenis ini tidak mengandung grup karbonil pereduksi
10
sehingga kurang reaktif. Gula alkohol dikembangkan sebagai pengganti pemanis
sukrosa, tetapi memiliki efek yang baik terutama untuk kesehatan gigi dan
mencegah obesitas karena memiliki indeks glikemik yang rendah (Prangdimurti
dkk, 2007). Senyawa yang termasuk gula alkohol diantaranya yaitu sorbitol,
mannitol, xylitol, erythritol, maltitol, laksitol, palatinit, dan lain-lain.
Pada penelitian yang dilakukan Fukuoka et al., 2011 selulosa dengan bantuan
katalis dapat diubah menjadi gula alkohol, namun sebelumnya diubah terlebih
dahulu menjadi glukosa. Sejumlah besar gugus hidroksil pada selulosa
memungkinkan selulosa untuk dikonversi menjadi poliol lainnya. Reaksi konversi
selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Konversi selulosa menjadi poliol (Matveeva et al., 2016)
1. Sorbitol
Sorbitol adalah gula alkohol alami, sebuah poliol rumus molekul C6H14O6, tidak
berbau, nonkarsinogenik, bubuk kristalin berwarna putih, dengan berat molekul
182,17 g/mol, tingkat kemanisannya sekitar 60 % dari sukrosa, kelarutannya 2350
11
g/L, dan pH 7. Sorbitol digunakan secara luas dalam industri makanan, sebagai
pemanis, pelembab, pemberi tekstur dan pelembut. Selain itu, dapat digunakan
sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes karena jalur metaboliknya tidak
tergantung pada insulin. Produksi sorbitol secara global mencapai angka 500.000
ton per tahun (Ortiz et al., 2013).
Sorbitol dapat diproduksi dari berbagai limbah maupun produk agroindustri
seperti, pati jagung, CSL (Corn Steep Liquor), maltosa, melalui konversi selulosa,
lignin, dan minyak (dari kayu dan residu) (Anand et al., 2012). Dari semua
produk agroindustri tersebut, selulosa merupakan bahan baku yang paling sering
digunakan dalam produksi sorbitol melalui reaksi hidrolitik dan hidrogenasi dan
banyak cara katalitik lainnya. Salah satu contohnya yaitu penelitian yang
dilakukan Palkovits et al., 2011 yang mampu menghasilkan rendemen sebesar
81% melalui reaksi dengan katalis ruthenium yang dikombinasi dengan asam
heteropoli.
2. Manitol
Manitol merupakan isomer dari sorbitol, dimana manitol juga banyak
diaplikasikan dalam kehidupan sama seperti sorbitol. Manitol digunakan dalam
industri makanan, produk perawatan gigi, farmasi, dan berbagai industri lainnya.
Manitol dikenal sebagai produk komersial sejak 1937. Manitol juga dapat
diproduksi selulosa melalui reaksi hidrolitik hidrogenasi dengan bantuan katalis
(Dekker, 2001).
Perbedaan terbesar antara manitol dan sorbitol ialah sorbitol bersifat higroskopis
sedangkan manitol tidak. Hal ini menyebabkan manitol lebih inert dan stabil
12
dibanding sorbitol, sehingga manitol cocok digunakan dalam farmasi dan sebagai
suplemen. Manitol dan sorbitol bila dikonsumsi tidak meningkatkan resiko
terjadinya karies gigi, dimana kondisi ini diakibatkan oleh naiknya keasaman
dalam mulut akibat konsumsi karbohidrat dan protein. Dari pengukuran pH,
manitol dan sorbitol tidak menyebabkan penurunan pH dalam mulut setelah
dikonsumsi. Ini berarti bahwa konsumsi manitol maupun sorbitol tidak
menyebabkan kerusakan pada gigi, ini juga menjadi alasan manitol dan sorbitol
digunakan dalam produk perawatan gigi (Dekker, 2001).
3. Xylitol
Xylitol merupakan poliol monosakarida selain sorbitol dan manitol dengan rumus
kimia C5H12O5 dan berat molekul 152,15 g/mol. Xylitol pertama kali diproduksi
secara komersial pada awal tahun 1970 dengan menghidrolisis hemiselulosa xylan
dari tanaman birch untuk mendapatkan xilosa yang kemudian dikonversi menjadi
xylitol dengan hidrogenasi. Xylitol yang dihasilkan dimurnikan dengan
kristalisasi sampai kemurnian lebih dari 98,5% (Pepper dan Olinger, 1988).
Kelarutan xylitol dalam air sama dengan sukrosa yaitu 68 g/100 g pada suhu 30o
C. Xylitol bersifat sangat higroskopis pada kelembaban relatif yang lebih rendah
dari 80 % (Marie dan Piggott, 1991).
Xylitol adalah pemanis alami yang jumlah kalorinya tiga kali lebih kecil
dibandingkan sukrosa atau sekitar 36% dari sukrosa. Polialkohol ini diproduksi
melalui reduksi D-xilosa yang merupakan derivat dari hemiselulosa. Xylitol
secara alami terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran seperti beri dan
kembang kol. Dalam industri gula alkohol jenis ini diproduksi melalui reaksi
13
hidrogenasi xylosa yang dibantu oleh katalis logam dengan dialiri gas hidrogen
pada temperatur dan tekanan tinggi (Chandel et a., 2012). Reaksi pembentukan
Xylitol ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Pembentukan xylitol
D. Katalis
Katalis adalah suatu senyawa kimia yang menyebabkan reaksi menjadi lebih cepat
untuk mencapai kesetimbangan tanpa mengalami perubahan kimiawi diakhir
reaksi. Katalis tidak mengubah nilai kesetimbangan dan berperan dalam
menurunkan energi aktivasi. Dalam penurunan energi aktivasi ini, maka energi
minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukan berkurang sehingga
terjadinya reaksi berjalan cepat (Gates, 1992).
Katalis dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Dalam reaksi dengan katalis homogen, katalis berada dalam fase yang
sama dengan reaktan. Produksi biodiesel dengan katalis homogen secara umum
menggunakan katalis H2SO4, NaOH dan KOH. Dalam reaksi dengan katalis
heterogen, katalis dan reaktan berada dalam fase yang berbeda. Katalis heterogen
14
cenderung lebih mudah untuk dipisahkan dan digunakan kembali dari campuran
reaksi karena fasa yang digunakan berbeda dengan produk reaksinya. Biasanya
katalis heterogen yang digunakan berupa fase padat (Istadi, 2011).
E. Nanokomposit
Nanokomposit merupakan material padat multi fasa, dimana setiap fasa memiliki
satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nm, atau struktur padat dengan
dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun
struktur yang berbeda. Nanokomposit dibuat dengan menyisipkan nanopartikel
(nanofiller) ke dalam sebuah material makrokospik (matriks). Pencampuran
nanopartikel ke dalam matriks penyusun merupakan bagian perkembangan dunia
nanoteknologi (Chitraningrum, 2008).
Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peranan
penting pada peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang
berukukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi.
Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah
yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material
bertambah. Umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat
mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan
material penyusunnya (Hadiyawarman et al., 2008).
15
F. Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel dalam ukuran nanometer yaitu sekitar 1-100 nm
(Hosokawa et al., 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik,
karena material yang berada dalam ukuran nano biasanya memiliki partikel
dengan sifat kimia atau fisika yang lebih unggul dari material yang berukuran
besar (bulk. Dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material
sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu:
1. Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan
antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan
dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel
bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di
permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung
dengan material lain;
2. Ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang
berlaku lebih didominasi oleh hukum- hukum fisika kuantum (Abdullah et
al., 2008).
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan fenomena
perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total
atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan
reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi
keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan
16
bulk. Para peneliti juga percaya bahwa kita dapat mengontrol perubahan-
perubahan tersebut ke arah yang diinginkan (Abdullah et al., 2008).
G. Nanokatalis
Nanokatalis sendiri adalah nanopartikel yang memiliki peran sebagaimana
mestinya katalis yaitu mempercepat suatu reaksi tanpa ikut serta dalam hasil
reaksi. Nanokatalis saat ini dikembangkan sebagai pengganti katalis dalam
mempercepat reaksi kimia karena keunggulannya mengkatalisis suatu reaksi yang
lebih cepat dari katalis biasa. (Latununuwe dkk., 2008). Keunggulan nanokatalis
ini disebabkan oleh permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar
secara merata pada permukaannya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa
di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-
reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003).
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk sintesis nanokatalis, berbagai
metode dari pembuatan nanokatalis spinel ferrite seperti microemulsions,
koopresipitasi, reverse micelles, metode sonokimia, metode hidrotermal, sol-gel.
Dari beberapa metode sintesis tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode
sol-gel untuk mendapatkan nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4. Metode sol gel memiliki
banyak keunggulan seperti dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar
secara homogen pada permukaan katalis, tekstur porinya memberikan kemudahan
difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif (Lecloux and Pirard, 1998),
luas permukaan yang cukup tinggi, serta kemudahannya dalam memasukkan satu
atau dua logam aktif sekaligus dalam prekursor katalis (Lambert and Gonzalez,
17
1998). Dengan alasan ini diharapkan keunggulan dari metode sol-gel ini dapat
diterapkan pada katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4.
H. Reaksi Fotokatalitik
Reaksi fotokatalitik adalah reaksi kimia yang terjadi akibat pengaruh dari adanya
cahaya dan katalis secara bersamaan. Fotokatalitik berasal dari kata foto dan
katalis. Foto didefinisikan sebagai sinar, sedangkan katalis didefinisikan sebagai
suatu zat yang dapat mempercepat reaksi. Jadi, fotokatalitik adalah suatu proses
untuk mempercepat reaksi yang berjalan karena adanya cahaya dengan
menggunakan katalis (Putera, 2008). Katalis ini mempercepat fotoreaksi melalui
interaksinya dengan subtrat baik dalam keadaan dasar maupun keadaan
tereksitasinya, atau fotoproduk utamanya, yang bergantung pada mekanisme
fotoreaksi tersebut.
Secara umum, fotokatalitik terbagi menjadi dua jenis, yaitu fotokatalik homogen
dan fotokatalitk heterogen. Fotokatalitik homogen adalah reaksi fotokatalitik
dengan bantuan oksidator seperti ozon dan hydrogen peroksida, sedangkan
fotokatalitik heterogen merupakan teknologi yang didasarkan pada irradiasi sinar
UV pada semikonduktor. Fotokatalitik merupakan suatu proses yang dapat
mempercepat fotoreaksi dengan penambahan suatu substansi/katalis (Qodri,
2011).
Aktivitas fotokatalis bergantung pada kemampuan katalis untuk menghasilkan
sepasang lubang elektron pada pita valensinya. Lubang ini kemudian akan
berfungsi sebagai tempat terjadinya oksidasi. Keberadaan lubang elektron tersebut
18
akan mempercepat proses transfer elektron yang terjadi. Dengan demikian,
keberadaan dari pasangan lubang elektron akan mempercepat reaksi redoks
(Putera, 2008).
Bahan yang digunakan untuk membuat fotokatalis ialah bahan semikonduktor.
Semikonduktor adalah bahan yang memiliki konduktivitas listrik diantara
konduktor dan isolator. Resistivitas semikonduktor berkisar di antara 10-6 sampai
104 Ohm-m. Pada semikonduktor, terdapat pita energi yang memperbolehkan
keberadaan elektron, yaitu pita valensi berenergi rendah yang terisi penuh oleh
elektron dan pita konduksi yang berenergi tinggi yang kosong. Celah energi yang
memisahkan kedua pita tersebut yaitu pita terlarang atau disebut juga sebagai
band gap (Eg). Salah satu karakteristik penting semikonduktor adalah memiliki
celah energi yang relatif kecil yaitu berkisar antara 0,2-2,5 eV. Energi celah pita
yang kecil ini memungkinkan suatu elektron memasuki level energi yang lebih
tinggi. Perpindahan elektron ini dapat terjadi karena pengaruh suhu dan
penyinaran (Malvino, 1989). Untuk berlangsungnya proses katalisis,
semikonduktor memerlukan serapan energi yang sama atau lebih dari band gap.
Gambar 4. Mekanisme fotokatalis
19
Secara umum mekanisme fotokatalisis adalah pembentukan radikal OH- dan
pembentukan spesi super oksida anion dari oksigen. Ketika fotokatalis
mengabsorpsi cahaya dengan panjang gelombang tertentu, maka fotokatalis
memperoleh energi. Energi tersebut akan digunakan untuk eksitasi elektron dari
pita valensi menuju pita konduksi. Setelah elektron tereksitasi, akan dihasilkan
suatu lubang pada pita valensi.
Lubang akan memecah air membentuk suatu hidroksi radikal. Hidroksi radikal
tersebut kemudian akan bereaksi dengan molekul organik dan memecah senyawa
organik tersebut menjadi senyawa intermediet lain yang akan mengalami reaksi
lebih lanjut. Elektron yang tereksitasi akan bereaksi dengan oksigen yang
membentuk spesi anion super oksida. Anion super oksida akan bereaksi dengan
senyawa hasil pemecahan molekul organik membentuk produk. Siklus ini akan
terus berulang sampai reaksi selesai (Putera, 2008).
Lubang merupakan oksidator yang kuat, sedangkan elektron merupakan reduktor
yang baik. Sebagian besar reaksi fotodegradasi senyawa organik menggunakan
kekuatan lubang untuk mengoksidasi baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga untuk mempertahankan muatan perlu ditambahkan spesies
lain yang dapat tereduksi oleh elektron. Oleh karena itu tingkat keefektifan
semikonduktor meningkat dengan modifikasi permukaan semikonduktor dengan
logam tertentu (Hoffman et al., 1995).
20
I. Sinar UV
Ultra Violet (UV) adalah bagian dari gelombang elektromagnetik. Radiasi ultra
violet adalah radiasi elektromagnetik terhadap panjang gelombang yang lebih
pendek dari sinar tampak, dan lebih panjang dari sinar X, berkisar antara 400-10
nm (Masschelein, 2002). Belakangan ini aplikasi radiasi sinar UV berkembang
pesat dalam dunia industri pangan, dan minuman, dikarenakan semakin murahnya
harga lampu UV dan mudah diperoleh, bahkan sudah tersedia unit skala rumah
tangga khususnya untuk pengolahan air minum. Sinar Ultra Violet dapat
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu UV-A dengan panjang gelombang 400-300 nm,
UV-B dengan panjang gelombang 315-280 nm dan UV-C dengan panjang
gelombang 280-100 nm.
J. Spinel Ferite
Spinel ferite adalah katalis yang memiliki rumus umum AB2O4 dimana A adalah
kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Mo, dll., yang menempati posisi
tetrahedral dalam struktur kristalnya dan B adalah kation-kation bervalensi 3
seperti Fe, Mn, Cr dan lain-lain, yang menempati posisi oktahedral dalam struktur
kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O
(Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 5
adalah struktur kristal spinel ferite.
21
Gambar 5. Struktur kristal spinel ferrite.
Berdasarkan sisi kemungkinan interstitialnya, ferrite dapat dikaterogikan dalam
tiga perbedaan kelas seperti normal, terbalik atau campuran spinel. Beberapa
ferite mengandung komposisi dua atau lebih ion divalen (Ni2+, Mn2+, Zn2+, Cu2+
dan lain-lain). Spinel ferite ini secara teknologi penting dan telah banyak
digunakan dalam berbagai aplikasi seperti media perekam magnetik, pemindai
magnetik resonansi (MRI), katalis, sistem pembawa obat dan zat pewarna. Salah
satu spinel ferite yang telah banyak digunakan sebagai katalis adalah nikel ferite
(NiFe2O4). Nikel ferite ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang mana
setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya
menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan
rumus (Fe3+1.0)[Ni2+
1.0Fe3+1.0]O
2-4 (Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al.,
2007).
22
K. Sintesis Katalis
Sintesis katalis dilakukan dengan memilih metode yang tepat dan effisien
sehingga dapat diperoleh katalis yang mempunyai aktivitas, selektivitas dan
stabilitas yang tinggi. Tujuan utama dari metode preparasi katalis adalah
mendapatkan struktur definit, stabil, mempunyai luas permukaan yang tinggi dan
situs aktif yang lebih terbuka, sedangkan penggunaan pendukung seperti pelarut
dilakukan untuk lebih memberikan peluang kepada fasa aktif dalam reaksi dan
mendistribusikan secara homogen pada permukaan penyangga. Dalam hal ini
diharapkan terbentuk dispersi yang tinggi untuk mendapatkan luas permukaan
spesifik yang besar dan aktivitas yang maksimal. Berikut adalah metode-metode
yang dipilih untuk mempreparasi katalis pada penelitian ini.
1. Sol Gel
Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang paling sukses dalam
mempreparasi material oksida logam berukuran nano. Sol adalah suspensi koloid
yang fasa terdispersinya berbentuk padat dan fasa pendispersinya berbentuk
cairan. Suspensi dari partikel padat atau molekul-molekul koloid dalam larutan,
dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel
padatan metal hidroksida dalam larutan, dan reaksinya adalah reaksi hidrolisis.
Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan cairan,
dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat
pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana
energi ikat lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau
23
air, yang menghasilkan oxygen bridge (jembatan oksigen) untuk mendapatkan
metal oksida (Paveena et al., 2010).
Proses sol gel bisa didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik
melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dalam proses tersebut
terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu
(gel). Metode sol gel merupakan metode yang paling banyak dilakukan. Hal ini
disebabkan karena beberapa keunggulannya, antara lain: proses berlangsung pada
temperatur rendah, prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala
kondisi (versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan
yang tinggi jika parameternya divariasikan. Dimana dapat dilakukan kontrol
terhadap ukuran dan distribusi pori dengan mengubah rasio molar air/prekursor,
tipe katalis atau prekursor, suhu gelasi, pengeringan, dan proses stabilisasi
(Zawrah et al., 2009).
2. Pengeringan beku
Freez Driyer merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk ke dalam
pengantar pengeringan atau pengeringan tak langsung (conduction dryer/ indirect
dryer) karena proses perpindahan terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan
yang akan dikeringkan (bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding
pembatas sehingga air dalam bahan basah / lembab yang menguap tidak terbawa
bersama media pemanas. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan panas terjadi
secara hantaran (konduksi), sehingga disebut juga pengantar pengeringan atau
pengeringan tak langsung (Conduction Dryer/ Indirect Dryer) (Liapis et al.,
1994).
24
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metode pengeringan yang
mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Dalam katalis,
metode ini digunakan untuk menghilangkan air hidrat dalam rongga bahan katalis
tanpa merusak struktur jaringan bahan tersebut (Labconco, 1996). Keuntungan
menggunakan metode freezer dry yaitu hasilnya homogen, murni, dengan ukuran
partikel dapat diproduksi kembali serta memiliki aktivitas yang seragam (Bermejo
et al., 1997).
3. Kalsinasi
Proses kalsinasi merupakan pemanasan zat padat dibawah titik lelehnya untuk
menghasilkan keadaan dekomposisi termal dari transisi fasa lain selain fasa
lelehan. Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk untuk proses lebih lanjut
dan memperoleh ukuran partikel yang optimum dengan menggunakan senyawa
dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase kristal.
Peristiwa yang terjadi pada proses kalsinasi yaitu:
a. Dekomposisi komponen prekursor pada pembentukan spesi oksida. Proses
pertama terjadi pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) yang berlangsung
pada suhu diantara 100оC dan 300oC.
b. Pelepasan gas CO2 berlangsung pada suhu sekitar 600oC, akan terjadi
pengurangan berat secara berarti dan terjadi reaksi antara oksida yang
terbentuk dengan penyangga.
c. Sintering komponen prekursor. Pada proses ini struktur kristal sudah
terbentuk namun ikatan di antara partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas
(Pinna, 1998).
25
4. Pektin
Pektin merupakan polisakarida kompleks tersusun atas polimer asam α D-
galakturonat yang terikat melalui ikatan α 1,4-glikosidik. Pektin terkandung di
dalam dinding sel primer yaitu diantara selulosa dan hemiselulosa (Nelson et al.,
1977). Kandungan pektin kurang lebih sepertiga berat kering dinding sel tanaman
(Toms and Harding, 1998; Walter, 1991). Struktur pektin ditunjukkan pada
Gambar 6.
Gambar 6. Struktur pektin.
Senyawa pektin terdiri atas asam pektat, asam pektirat dan protopektin.
Kandungan metoksi pada pektin mempengaruhi kelarutannya. Pektin dengan
kadar metoksi tinggi (7-9%) akan mudah larut di dalam air sedangkan pektin
dengan kadar metoksi rendah (3-6%) mudah larut di dalam alkali dan asam
oksalat. Pektin tidak larut di dalam alkohol dan aseton (Erika, 2013).
Pembentukan gel pada pektin terjadi melalui ikatan hidrogen antara gugus
karbonil bebas dengan gugus hidroksil.
Pektin banyak digunakan sebagai komponen fungsional pada industri makanan
karena kemampuannya dalam membentuk gel dan menstabilkan protein (May,
1990). Pektin berfungsi sebagai pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju,
bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. Sumber pektin komersil
26
paling utama yaitu pada buah-buahan seperti kulit jeruk (25-30%), kulit apel
kering (15-18%), bunga matahari (15-25%) dan bit gula (10-25%) (Ridley et al.,
2001).
L. Karakterisasi Katalis
Karakterisasi adalah hal yang sangat penting dalam bidang katalisis. Beberapa
metode seperti difraksi, spektroskopi, dan mikroskopi memberikan kemudahan
dalam menyelidiki sifat-sifat suatu katalis, sehingga diharapkan kita dapat
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang katalis agar kita dapat
meningkatkan atau mendesain suatu katalis yang memiliki aktivitas yang lebih
baik (Chorkendorf et al., 2003).
1. Keasaman Katalis
Analisis keasaman katalis dilakukan untuk mengetahui jumlah situs asam dan
jenis situs asam. Jumlah situs asam ditentukan melalui metode gravimetri melalui
adsorpsi basa adsorbat dalam fasa gas pada permukaan katalis (ASTM, 2005).
Jenis situs asam yang terikat pada katalis dapat ditentukan dengan menggunakan
spektroskopi inframerah (FTIR) dari katalis yang telah mengadsorpsi basa
adsorbat (Seddigi, 2003).
a. Metode Gravimetri
Pada umumnya jumlah situs asam berbanding lurus dengan situs aktif pada
katalis. Informasi mengenai banyaknya situs asam yang terkandung pada katalis
dapat kita ketahui dari jumlah situs asam yang muncul. Basa yang dapat
27
digunakan adalah amoniak, piridin, piperidin, quinolin, trimetil amin, dan pirol
yang teradsorpsi pada situs asam dengan kekuatan adsorpsi yang proporsional
dengan kekuatan asam. Banyaknya basa yang teradsorpsi pada situs asam
menyatakan kekuatan asam dari suatu sampel padatan. Prosedur pengerjaan
dilakukan pada temperatur tertentu atau pada rentang temperatur tertentu dengan
menggunakan metode gravimetri (Richardson, 1989).
Jumlah situs asam menggunakan adsorpsi amoniak sebagai basa adsorbat
merupakan penentuan jumlah situs asam total katalis, dengan asumsi bahwa
ukuran molekul amoniak yang kecil sehingga memungkinkan untuk masuk
sampai ke dalam pori-pori katalis. Penentuan jumlah situs asam menggunakan
piridin sebagai basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam yang
terdapat pada permukaan katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul piridin
yang relatif besar sehingga hanya dapat teradsorpsi pada permukaan katalis
(Rodiansono et al., 2007). Banyaknya mol basa yang teradsorpsi pada cuplikan
dapat dihitung dengan rumus:Keasaman (mmol/gram) = ( )( ) × 1000 ............................(2.1)
dimana,w1 = Berat wadah kosongw2 = Berat wadah + cuplikanw3 = Berat wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridinBM = Bobot molekul piridin
b. Spektroskopi Inframerah (FTIR)
FTIR merupakan salah satu instrumen yang menggunakan prinsip spektroskopi.
FTIR merupakan suatu metode analisis yang mengamati interaksi antar atom-
atom dalam molekul berdasarkan perubahan vibrasi-vibrasi yang terbentuk pada
28
saat sampel teradsorpsi dengan energi khusus dan dilewati oleh sinar inframerah
(Ayyad, 2011). Sinar inframerah ini berada pada jangkauan panjang gelombang
2,5 – 25 µm atau jangkauan frekuensi 2000 – 400 cm-1. Hal ini karena di daerah
jangkauan antara 2000 – 400 cm-1 adalah daerah khusus yang berguna untuk
identifkasi gugus fungsional.
Instrumen FTIR menggunakan sistem yang disebut dengan interferometer untuk
mengumpulkan spektrum. Interferometer terdiri atas sumber radiasi, pemisah
berkas, dua buah cermin, laser dan detektor. Skema lengkap dari instrumentasi
FTIR ditunjukan pada Gambar 7.
Gambar 7. Skema instrumentasi FTIR.
Karakterisasi sifat keasaman katalis dilakukan untuk mengetahui tingkat
keasaman dari katalis yang telah dibuat. Keasaman dari suatu katalis adalah
jumlah asam, kekuatan asam, serta sisi aktif katalis yang ditinjau dari gugus
29
asam Brønsted-Lowry dan asam Lewis. Asam menurut Bronsted-Lowry, asam
adalah spesies yang dapat menyumbangkan proton atau lebih sering disebut
donor proton dan basa adalah spesies yang dapat menerima proton (akseptor
proton). Sedangkan asam menurut Lewis adalah, spesies yang dapat menerima
pasangan elektron (akseptor elektron) dan basa adalah spesies yang dapat
menyumbangkan pasangan elektron (donor elektron).
Penentuan jenis situs asam pada katalis dapat ditentukan menggunakan
spektroskopi infra merah (FTIR) dari katalis yang telah mengadsorpsi basa
adsorbat (Seddigi, 2003). Basa yang dapat digunakan adalah kuinolin,
piperidin, trimetilamin, dan amonia (Fessenden & Fessenden, 1995).
Penentuan jenis situs asam memberikan informasi tentang situs asam yang
terkandung pada katalis apakah asam Brønsted-Lowry atau asam Lewis, yang
pada umunya berkaitan dengan interaksi ikatan yang terjadi antara katalis dan
reaktan. Reaksi katalitik dapat terjadi melalui transfer elektron, seperti
ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Asam Bronsted dan asam Lewis pada katalis (Parry, 1963).
30
Metode spektrofotometri infra merah digunakan untuk melihat sisi aktif katalis.
Adanya puncak serapan dari ion piridinium (C5H5N+) dan piridin yang
teradsorpsi berturut-turut mengindikasikan adanya situs asam Brønsted- Lowry
dan situs asam Lewis yang berperan pada permukaan katalis. Situs asam
Brønsted-Lowry pada spektra infra merah ditunjukkan pada daerah bilangan
gelombang 1350-1500 cm-1 dan situs asam Lewis pada daerah bilangan
gelombang 1550-1650 cm-1 (Tanabe, 1981).
2. Analisis Struktur Katalis
a. Analisis Struktur Kristal
Struktur dan fasa katalis dapat ditentukan dengan alat XRD. XRD merupakan
salah satu metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering
digunakan hingga saat ini. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu
material berdasarkan fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan
parameter kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel suatu material dengan
menggunakan persamaan Scherrer (Cullity,1978).
= ................................................. (2.2)
dimana:D = diameter rata-rata partikel (nm)k = konstanta dari instrumen yang digunakanλ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan (nm)β = pelebaran puncak (radian)θ = sudut Bragg (radian)
31
Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan lapisan permukaan kristal, sebagian
sinar-X ditransmisikan, diserap, direfleksikan dan sebagian lagi dihamburkan
serta didifraksikan. Pola difraksi yang dihasilkan analog dengan pola difraksi
cahaya pada permukaan air yang menghasilkan sekelompok pembiasan. Skema
alat XRD ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Skema alat XRD
Proses terjadinya pembentukkan puncak-puncak difraksi pada XRD ditunjukkan
pada Gambar 10.
Gambar 10. Proses pembentukkan puncak pada XRD.
32
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor, kemudian diterjemahkan sebagai puncak
difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel,
semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu puncak bidang kristal yang memiliki orientasi
tertentu dalam sumbu tiga dimensi (Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003).
b. Analisis Ukuran Partikel
Untuk menganalisis ukuran partikel digunakan Particle Size Analyzer (PSA)
menggunakan metode Laser Diffraction. Metode ini dinilai lebih akurat bila
dibandingkan dengan metode analisis gambar maupun metode ayakan (sieve
analyses), terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer maupun
submikron. PSA dengan metode Laser Diffraction bisa dibagi dalam dua metode:
1. Metode basah: metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji.
2. Metode kering: metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik
digunakan untuk ukuran kasar, dimana hubungan antarpartikel lemah dan
kemungkinanan untuk beraglomerasi kecil.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode
basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandngkan dengan metode kering
33
ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar.
Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang
biasanya memiliki kecendrungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan
partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling
beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur
adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk
distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan
keseluruhan kondisi sampel (Rawle, 2010). Skema alat PSA ditunjukkan pada
Gambar 11.
Gambar 11. Skema alat PSA (Shaw, 2015)
Dari hasil analisis partikel menggunakan PSA, maka didapatkan luas area rata-
rata partikel. Dengan mengasumsikan partikel berbentuk bola maka dari luas area
rata-rata (A) yang dihasilkan dapat dihitung diameter partikelnya (d) dengan
menggunakan persamaan: = 2√ /π …………………………………………………..(2.3)
34
c. Analisis Morfologi Katalis
Untuk mengamati bentuk, struktur, serta distribusi pori padatan digunakan alat
TEM. Prinsip kerja TEM sama seperti proyektor slide dimana elektron
ditransmisikan ke dalam obyek pengamatan dan hasilnya diamati melalui layar.
Mekanisme kerja dari TEM yaitu pistol elektron berupa lampu tungsten
dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi (100–300 kV) ditransmisikan pada
sampel yang tipis, pistol akan memancarkan elektron secara termionik maupun
emisi medan magnet ke sistem vakum. Interaksi antara elektron dengan medan
magnet menyebabkan elektron bergerak sesuai aturan tangan kanan, sehingga
memungkinkan elektromagnet untuk memanipulasi berkas elektron.
Penggunaan medan magnet akan membentuk sebuah lensa magnetik dengan
kekuatan fokus variabel yang baik. Selain itu, medan elektrostatik dapat
menyebabkan elektron didefleksikan melalui sudut yang konstan. Dua pasang
defleksi yang berlawanan arah dengan intermediete gap akan membentuk arah
elektron yang menuju lensa yang selanjutnya dapat diamati melalui layar pospor
(Jie et al., 2003).Skema kerja dari TEM ditunjukkan pada Gambar 12.
35
Gambar 12. Skema instrumen TEM
M. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun
1960-an dan awal tahun 1970-an. KCKT merupakan suatu teknik kromatografi
yang menggunakan fasa gerak cair untuk pemisahan sekaligus untuk analisis
senyawa berdasarkan kekuatan atau kepolaran fasa geraknya. Berdasarkan
polaritas relatif fasa gerak dan fasa diamnya, KCKT dibagi menjadi dua, yaitu
fasa normal yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa nonpolar
sehingga fasa gerak yang digunakan kurang polar dibandingkan fasa diam dan
fasa terbalik yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa polar,
menggunakan fasa gerak lebih polar dibandingkan fasa diam (Gritter et al.,
1991). Prinsip pemisahan senyawa menggunakan KCKT adalah perbedaan
distribusi komponen diantara fasa diam dan fasa geraknya. Semakin lama
36
terdistribusi dalam fasa diam maka semakin lama waktu retensinya.
Tujuan utama KCKT yaitu agar diperoleh hasil pemisahan/ resolusi yang baik
dengan waktu singkat. Maka, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Wadah fase gerak
Jenis dan komposisi dari fase gerak mempengaruhi pemisahan komponen.
Wadah fase gerak harus bersih sebelum dan setelah digunakan supaya tidak
ada pengotor yang dapat mengganggu analisis. Untuk KCKT fase normal
biasanya digunakan pelarut nonpolar, sedangkan KCKT fase terbalik
digunakan pelarut campuran dari air dan pelarut organik polar.
2. Pompa
Pompa berfungsi mengalirkan eluen ke dalam kolom. Pompa yang digunakan
dalam KCKT adalah pompa bertekanan tinggi, biasanya sekitar 1000-2000 psi
untuk memastikan reproduktivitas dan akurasi yang dihasilkan.
3. Injektor
Injektor berfungsi untuk memasukkan cuplikan ke dalam kolom. Injektor dalam
sistem KCKT harus menyediakan volume injeksi antara 1-100 mL dengan
reproduktivitas tinggi dan di bawah tekanan tinggi (hingga 4000 psi).
4. Kolom
Kolom atau fase diam berfungsi untuk memisahkan komponen. Ditinjau dari
ukurannya (panjang dan diameternya) terdapat tiga jenis kolom KCKT yaitu
kolom konvensional (panjang 10-20 cm dan diameter 4,5 mm), kolom mikrobor
(panjang 10 cm dan diameter 2,4 mm) dan kolom high speed (panjang 6 cm dan
37
diameter 4,6 mm). Sedangkan dilihat dari jenis fasa diam dan fasa geraknya
kolom KCKT dibedakan menjadi dua jenis yaitu kolom fase normal dan kolom
fase terbalik. Kromatografi dengan kolom konvensional mempunyai fase diam
normal bersifat polar seperti silika dan fase geraknya non polar sehingga akan
memisahkan senyawa yang bersifat non polar.
Adanya residu silanol (Si-OH) menyebabkan permukaan silika bersifat polar
dan sedikit asam. Oktadesil silika (ODS atau C18) adalah fase diam yang
banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi.
5. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi senyawa yang ada dan mengukur
jumlahnya. Detektor yang sering digunakan pada KCKT yaitu detektor
indeks bias, serapan optik (UV-Vis), fluoresensi, dioda array, elektrokimia
dan detektor konduktivitas.
6. Integrator
Sinyal-sinyal yang ditangkap oleh detektor diteruskan pada komputer untuk
ditampilkan dalam bentuk puncak-puncak kromatogram (Kupiec, 2004).
38
Gambar 13. Skema alat KCKT.
Berdasarkan gambar di atas, mekanisme kerja ringkas dari KCKT yaitu sampel
yang dilarutkan dalam solvent dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan
cara injeksi, di dalam kolom akan mengalami pemisahan komponen dengan
adanya interaksi antara analit dengan fase diam. Analit yang interaksinya kurang
kuat dengan fase diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sedangkan analit
yang interaksinya kuat akan keluar lebih lama. Setiap komponen yang keluar
dari kolom akan dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram. Berikut adalah kromatogram dari beberapa gula alkohol
monosakarida, dan disakarida dapat ditunjukkan pada Gambar 14.
39
Gambar 14. Kromatogram standar campuran eritritol, xylitol, fruktosa,sorbitol, manitol, glukosa, sukrosa, maltitol, maltosa.
Untuk pemisahan komponen-komponen dalam standar digunakan kolom Shodex
Asahipak, NH2P-50 4E 5 μm (4,6 × 250 mm) dengan fasa gerak air dan
acetonitril pada temperatur 25°C. Setiap analit diinjeksikan kedalam kolom
KCKT dengan volume 10 µL dengan waktu analisis selama 45 menit. Hasilnya
gula-gula alkohol seperti eritritol, xylitol, sorbitol dan manitol kemudian
monosakarida yakni glukosa dan fruktosa kromatogramnya muncul pada waktu
retensi kurang dari 24 menit. Sedangkan sukrosa, maltitol, dan maltosa
kromatogramnya muncul pada waktu retensi antara 28-38 menit. Setiap sampel
memiliki waktu retensi yang berbeda-beda tergantung pada interaksinya dengan
fasa diam. Semakin kuat interaksi sampel dengan fasa diam maka semakin lama
waktu retensinya (Grembecka et al., 2014).
40
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik FMIPA
Universitas Lampung. Analisis ukuran partikel katalis (PSA) dilakukan di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Bogor, analisis
keasaman (FTIR) di Badan Tenaga Nuklir Nasional Serpong, analisis struktur
kristal (XRD) dilakukan di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah.
Analisis morfolohi katalis (TEM) dilakukan di Laboratorium Anorganik UGM.
Uji aktivitas katalitik katalis (KCKT) dilakukan di Politeknik Akademi Kimia
Analisis Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2017 sampai dengan
bulan Juni 2017.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah FTIR merek SHIMADZU PRESTIGE 21 , PSA
merek FRITSCH GmbH, XRD Type Miniflex 600 Merek Rigaku, TEM merek
TEM JEOL JEM 1400, KCKT merek Waters Alliance 2695, ultrasonikasi merek
Bandelin Sonorex Technik, Freezer merek LG, Magnetic Strirrer merek Stuart
heat-stir CB162, furnace merek Nabertherm Lilienthal (Germany), pengering
41
beku merek ModulyoD Freeze Dryer, oven merek Fischer Scientific (SEA) Pie
Ltd, lampu UV merek Solar Glo 125 Watt, pemutar pemanas bermagnetik,
pengaduk magnet, neraca digital merek Kern ABT 220-4M, mortar akik,
desikator, reaktor kataltik, termometer, spatula, botol dan selang infuse, serta
peralatan gelas laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan adalah nikel nitrat Ni(NO3)2.6H2O (Merck, 99%),
tembaga nitrat (Cu(NO3)2.3H2O (Merk 99%), feri nitrat Fe(NO3)3.9H2O (Merck,
99%), akuades, pektin, amonia, piridin, nanoselulosa (Widiarto et al., 2017),
kertas saring, pH indikator merek Suncare dan gas Hidrogen (BOC 99,99%).
C. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan prosedur yaitu sintesis
nanokomposit yang dilanjutkan dengan karakterisasi nanokomposit, terakhir
dilakukan uji aktivitas nanokomposit sebagai katalis dalam konversi selulosa
melalui reaksi fotokatalisis dan analisis hasil konversi menggunakan KCKT.
42
Gambar 15. Skema penelitian
1. Sintesis Katalis
Sintesis nanokomposit atau katalis Ni0,5Cu0,5 Fe2O4 dilakukan dengan cara
melarutkan 8 gram pektin dalam 400 mL akuades menggunakan pemutar pemanas
bermagnetik pada suhu ruang sampai diperoleh larutan yang homogen selama
kurang lebih dua jam. Kemudian larutan amonia pekat di tambahkan ke dalam
larutan pektin sebanyak 40 mL hingga pH-nya 11. Kemudian ke dalam larutan
pektin tersebut ditambahkan secara bersamaan dan perlahan nikel nitrat 1,2279
gram dalam 85 mL akuades, tembaga nitrat 1,0202 gram dalam 75 mL akuades
dan larutan feri nitrat 6,8209 gram dalam 400 mL akuades sambil diaduk
Sintesis Nanokomposit
- Dilarutkan dalam akuades- Dimasukkan dalam larutan pektin + amonia ber-pH
11 secara bersamaan sambil diaduk dengan pemutarpemanas bermagnetik.
- Dipanaskan pada suhu tetap sampai menjadi gel (70-80oC) selama ± 13 jam
- Dikeringkan dengan pengering beku- Dikalsinasi pada suhu 600oC dan digerus dengan
mortar akik.
- Dianalisis keasaman dengan metode gravimetridan FTIR
- Dikarakterisasi dengan PSA, XRD dan TEM
- Dilarutkan dalam aquades dan ditambahkan katalis- Dialiri gas hidrogen sambil diirradiasi dengan sinar
UV
- Dikarakterisasi dengan KCKT
Hasil
Konversi Nanoselulosa
Gula Alkohol
Garam Besi Nitrat, Nikel Nitrat, dan Tembaga Nitrat
Gel
Katalis
Nanoselulosa
43
menggunakan pemutar pemanas bermagnetik sampai diperoleh larutan yang
homogen. Volume campuran larutan mencapai 1000 mL (Noviyanthi, 2015).
Selanjutnya campuran logam dan pektin yang telah homogen dipanaskan pada
suhu 70-80°C sampai terbentuk gel Ni0,5Cu0,5 Fe2O4. Lalu gel Ni0,5Cu0,5 Fe2O4
dikeringkan dengan pengering beku untuk menghilangkan kandungan air yang
ada tanpa merusak jaringan yang telah terbentuk dari bahan tersebut selama 24
jam. Kemudian hasil serbuk nanokomposit di gerus sampai halus dan selanjutnya
di kalsinasi pada suhu 600°C selama 11 jam dan dibiarkan dingin dalam furnace
sampai suhu kamar.
Proses kalsinasi dilakukan secara bertahap, pertama suhu furnace diatur sehingga
suhunya menjadi 30°C. Selanjutnya diatur agar suhu furnace meningkat dua
derajat permenit ketika suhu furnace 120°C, suhu furnace dipertahankan selama 2
jam. Setelah itu, suhu kembali dinaikkan hingga 350°C dan suhu dipertahankan
selama dua jam. Terakhir suhu dinaikkan kembali hingga mencapai 600°C dan
suhu ini dipertahankan selama dua jam. Kemudian furnace dimatikan dan
dibiarkan dingin tanpa mengeluarkan sampel dari dalam furnace. Setelah itu,
bubuk katalis Ni0,5Cu0,5 Fe2O4 yang diperoleh di gerus kembali sampai halus
menggunakan mortar akik kemudian ditimbang untuk dilanjutkan ke tahap
karakterisasi katalis (Noviyanthi, 2015).
44
2. Karakterisasi Katalis
a. Analisis Keasaman Katalis
Penentuan situs asam nanokatalis secara kuantitatif dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode gravimetri dan secara kualitatif dilakukan dengan
FTIR melalui kemisorpsi basa piridin (ASTM, 2005). Metode gravimetri
dilakukan dengan cara, wadah kosong ditimbang kemudian diisi dengan 0,10
gram katalis dan dimasukkan ke dalam desikator yang sebelumnya telah
divakum selama kurang lebih 1 jam dan dimasukkan piridin sebanyak 5 mL.
Selanjutnya, katalis tersebut dimasukkan ke dalam desikator tersebut dan
ditutup rapat kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu, wadah yang
berisi katalis dikeluarkan dan didiamkan di tempat terbuka selama 2 jam.
Selanjutnya sampel ditimbang kembali dan ditentukan jumlah situs asam dari
katalis.
Adsorpsi kimia molekul basa piridin oleh katalis dapat terjadi pada situs-situs
asam yang terdapat pada permukaan katalis, baik situs asam Bronsted-Lowry
maupun situs asam Lewis. Pertambahan berat bahan katalis merupakan banyaknya
basa yang teradsorpsi pada bahan katalis. Selanjutnya, penentuan situs asam
Brønsted-Lowry dan situs asam Lewis dari bahan katalis. Jenis situs asam pada
katalis ditentukan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dari katalis
yang telah mengadsorpsi basa adsorbat ( Seddigi, 2003), dan dilakukan pada
rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Pary,1963; Ryczkowski, 2001).
Daerah serapan IR padatan dibawah 1000 cm-1 selalu menunjukkan ion dalam
bentuk kisi kristal (Brabers et.al., 1969).
45
b. Analisis Struktur Katalis dengan XRD
Analisis struktur katalis dilakukan menggunakan instrumentasi X-ray Difraction
(XRD). Analisis XRD untuk mengetahui struktur kristal menggunakan program
Match (Nugroho, 2011). Sejumlah sampel katalis ditempatkan dalam wadah
sampel dan dianalisis. Berkas sinar-X yang ditembakkan ke sampel dengan
menggunakan radiasi CuKα (1,5410 Å), tabung sinar-X dioperasikan pada 40 kV
dan 200 mA akan dipantulkan dengan membentuk sudut difraksi (2θ) dalam
rentang 10 – 80o, dengan step size 0,02o/menit sebagai dasar pembentuk dari
grafik difraktogram. Puncak-puncak yang terdapat pada difraktogram kemudian
diidentifikasi menggunakan metode Search Match dengan standar pangkalan data
sebagai acuan yang diterbitkan JCPDF dalam PCPDF win 1997 dengan
mengambil 3 - 4 puncak dengan intensitas tertinggi (Drbohlavova et al., 2009).
Ukuran kristal dari katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 dihitung menggunakan persamaan
Scherrer (Cullity, 1978).
c. Analisis Ukuran Partikel Mengunakan PSA
Pengukuran partikel Nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 dengan menggunakan metode
basah. Pada analisis ukuran partikel dengan menggunakan Particle Size Analyzer
(PSA), partikel di dispersikan ke dalam media cair sehingga partikel tidak saling
beraglomerasi. Ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle
(Nikmatin et al., 2010). Pengukuran sampel dilakukan beberapa kali, hingga
diperoleh dua data yang memiliki selisih kurang dari 0,0120 μm. Dari kedua data
tersebut kemudian diolah secara bertahap dalam menentukan hasil terbaik (Rawle,
2012).
46
d. Analisis Morfologi Katalis Mengunakan TEM
Penentuan morfologi katalis Ni0,5Cu0,5 Fe2O4 dilakukan menggunakan
instrumentasi (TEM). Sampel katalis dipersiapkan sampai ketebalan 20 µm.
Selanjutnya sampel ditembak dengan ion Argon sampai berlubang dan berkas
yang menembus sampel akan dibaca oleh detektor kemudian data diolah menjadi
gambar (Bendersky and Gayle, 2001).
3. Uji Aktivitas dengan Reaksi Fotokatalitik
a. Konversi Nanoselulosa
Uji aktivitas nanofotokatalis Ni0,5Cu0,5 Fe2O4 dilakukan melalui konversi
polisakarida selulosa menjadi gula alkohol. Sebanyak 0,5 gram selulosa
dicampurkan ke dalam 100 mL aquades. Kemudian ke dalam larutan selulosa
ditambahkan nanofotokatalis Ni0,5Cu0,5 Fe2O4 sebanyak 0,1 gram dan dialiri gas
hidrogen. Setelah itu dipasangkan lampu UV 125 W, dimana posisi lampu sinar
UV berada di atas permukaan sampel dengan jarak 10-15 cm ke permukaan
reaktor (Manurung et al., 2015).
Waktu penyinaran atau irradiasi sinar UV pada konversi selulosa divariasi, yaitu
30 menit, 45 menit, dan 60 menit, dimana pada setiap variabel waktu diambil 10
mL sebagai sampel yang akan dianalisis dengan alat instrument Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Skema alat yang digunakan dalam proses konversi
ditunjukkan pada Gambar 16.
47
Gambar 16. Proses konversi selulosa dengan irradiasi sinar UV. 1.Tabung gasH2, 2. Selang penghantar gas H2, 3. Ruang gelap, 4. Lampu UV, 5.Wadah berisis larutan selulosa dan nanofotokatalis, 6. Pengaduk
b. Analisis Hasil Konversi Selulosa Menggunakan KCKT
Sampel hasil konversi selulosa yang telah dibuat, dianalisis untuk mengetahui
senyawa yang terkandung di dalamnya khususnya gula-gula alkohol. Pada alat
KCKT digunakan kolom SCR 101 P dengan fase gerak akuades serta detektor
indeks refraksi. Kemudian ditentukan laju alirnya 0,6 mL/menit dengan suhu
kolom 80°C.
20 µL larutan standar sorbitol 2gram/L disuntikkan ke dalam kolom. Biarkan
sampai komponen larutan standar keluar dari kolom dan waktu retensi dicatat.
Langkah tersebut diulangi dengan menyuntikkan 20 µL larutan standar xylitol dan
manitol 2 gram/L. Selanjutnya dari setiap sampel disuntikkan ke dalam kolom
sebanyak 20 µL. Biarkan sampai semua komponen keluar dan terpisah dari
kolom. Waktu retensi untuk masing-masing komponen (sorbitol, manitol, xylitol)
dicatat (Ratnayani et al, 2008).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 yang disintesis telah mampu mengkonversi
nanoselulosa menjadi gula alkohol meskipun persentasenya masih rendah yakni
di bawah 5 %.
2. Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) menunjukan pada katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4
terdapat 4 fasa yaitu CuFe2O4, NiFe2O4 sebagai fasa kristalin mayor dan CuO
serta NiO sebagai fasa minor dengan ukuran kristal sebesar 14,9 nm.
3. Hasil analisis TEM (Transmission Electron Microscope) menunjukkan bahwa
nanokatalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 memiliki morfologi permukaan yang seragam dengan
ukuran partikel tidak jauh berbeda dengan hasil analisis XRD yaitu 18,9 nm.
4. Hasil analisis keasaman katalis menunjukkan bahwa katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4
memiliki jumlah situs asam sebesar 1,931 mmol piridin/g katalis
69
5. Pada penentuan jenis jenis situs asam dengan FTIR diketahui bahwa katalis
memiliki dua jenis situs asam yaitu situs asam Bronsted-Lowry dan Lewis dengan
situs asam Lewis sebagai situs asam yang mendominasi.
6. Katalis Ni0,5Cu0,5Fe2O4 aktif dalam mengkonversi selulosa menjadi gula akohol
berupa sorbitol pada waktu reaksi 30, 45 dan 60 menit dengan persentase sorbitol
terbesar diperoleh pada waktu reaksi 60 menit sebesar 4,6%.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya
disarankan untuk:
1. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi seperti perbandingan
jumlah katalis dan reaktan yang digunakan, serta energi dalam reaksi sehingga
produk yang dihasilkan menjadi lebih optimal.
2. Melakukan analisis energi band-gap dengan alat Diffuse Reflectance
Spektrophotometer (DRS), agar dapat diketahui panjang gelombang yang
sesuai untuk terjadinya reaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Yudistira, V, Nirmin dan Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial.Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Vol. 1, Pp. 33–57.
Almeida, J. M. A., C. T. Meneses, A. S. de Menezes, R. F. Jardim, and J. M.Sasaki. 2008. Synthesis and Characterization of NiMn2O4 NanoparticlesUsing Gelatin as Organic Precursor. Journal of Magnetism and MagneticMaterials. Vol. 320, Pp. 304–307.
Amalia, R. 2013. Studi pendahuluan konversi selulosa menjadi gula alkoholdengan katalis NixFe2-xO4 dengan variabel x=0,5; 0,8 dan 1. Skripsi.Universitas Lampung. Bandar Lampung. Pp, 47–49.
Anand, A., Kulkarni, R.D., Gite, V.V, 2012. Preparation and properties ofeco-friendly two pack PU coatings based on renewable source (sorbitol)and its property improvement by nano ZnO. Progress in OrganikCoatings. Vol. 74, Pp. 764–767.
Anggoro, Didi D., Atmaji, Riskatama., Muriadiputra, Zulfikar. 2013.Konversi Kulit Pisang Menjadi Glukosa Menggunakan Katalis ArangAktif Tersulfonasi. Jurnal Teknologi Kimia Industri. Vol. 2, Pp. 117–124.
ASTM D4824-03. 2005. Test Method For Determination of Catalyst Acidity byAmmonia Chemisoription. Manual Book of ASTM. Pp.1–3.
Ayyad, O.D . 2011 . Novel Strategies the Synthesis of Metal Nanoparticle andNanostructure. Thesis. Universitas de Barcelona. Barcelona. Pp 48–49.
Baker, R. A. 1994. Pectin. Carbohydrate Polymers.Vol. 12, Pp. 133–138.
71
Bendersky, L. A. and F. W. Gayle. 2001. Electron Diffraction Using TransmissionElectron Microscopy. Journal of Research of the National Institute ofStandards and Technology. Vol. 106, Pp. 997–1012.
Bermejo E., Dantas, T., Lacour, C. and Quarton, M. 1997. Mechanism ofFormation of Nanocrystalline Hematite Prepared by Freeze-Drying.Material Research Bulletin. Vol.30, Pp. 645–652.
Bhimte N.A and Tayade P.T. 2007. Evaluation of Microcrystalline CellulosePrepared from Sisal Fibers as A Tablet Excipient: A Technical Note.American Association of Pharmaceutical Scientists. Vol. 8, Pp. E1–E7.
Brabers, VAM. 1969. Infrared spectra of Cubic and Tetragonal ManganeseFerrites. Physica Status Solidi. Vol. 33, Pp. 563–572.
Carlson. T , T.Vispute, G. Huber. 2008. Green Gasoline by Catalytic FastPyrolysis of Solid Biomass Derived Compounds. Chemical SustainableChemistry.Vol. 1, Pp. 397–400.
Chandel, A.K., Silvério da Silva, S. 2012. D-Xylitol: Fermentative Production,Application and Commercialization. Springer Science & Business Media.New York. Pp. 35–36.
Chitraningrum, N. 2008. Sifat Mekanik dan Termal pada Bahan NanokompositEpoxy-clay Tapanuli. Skripsi. Departemen Fisika. FMIPA. UI. Depok. 23–27.
Chorkendorf, I dan Niemantsverdriet, J.W. 2003. Concept of Modern Catalysisand Kinetics. Willey-VCH GmbH & Co. Weinheim. Pp.2–4.
Colmenares, J.C., and Magdziarz, A. 2013. Room Temperature VersatileConversion of Biomass-Derived Compounds by Mean of Supported TiO2
Photocatalysts. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. Vol. 366, Pp.156–162.
Cullity, B.D. 1978. Element of X-ray Diffraction 2nd edition. Addison-WesleyPublishing Company Incorporation. Philippines. Pp. 397–398.
Dekker, M. 2001. Alternative Sweeteners, 3rd Edition, Revised and Expanded.Edited by Lyn O'Brien-Nabors . CRC Press. New York. Pp. 354–356
72
Drbohlavova, J., R. Hrdy, V. Adam, R. Kizek, O. Schneeweiss and J. Hubalek.2009. Preparation and Properties of Various Magnetic Nanoparticles.Sensors. Vol. 9, Pp. 2352–2362.
Duguet, E. 2000. Introdution to Hybrid Organic-inorganic Materials. UniversityBordeaoux. Pp 12–15.
Fessenden, R. J. and J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid I Edisi Ketiga.Erlangga. Jakarta. Pp. 409–411.
Fukuoka, A and Dhepe, P.L. 2006. Catalytic Conversion of Cellulose into SugarAlcohols. Angewandte Chemie-international Edition In English. Vol. 45,Pp. 5161-5163.
Fukuoka, A., H. Kobayashi,Y. Ito, T. Komanoya,Y. Hosaka, P. L. Dhepe, K.Kasai and K. Hara. 2011. Synthesis of Sugar Alcohols by HydrolyticHydrogenation of Cellulose Over Supported Metal Catalysts. GreenChemistry. Vol. 13, Pp. 326–333.
Gates, B. C. 1992. Catalytic Chemistry. John Wiley and Sons Inc. Singapore. Pp.82.
Goldberg, I. 1994. Introduction In: Functional foods. Chapmann Hall. New York.Pp. 3–16
Grembecka, M., Lebiedzińska, A., Szefer, P. 2014. Simultaneous Separation andDetermination of Erythritol, Xylitol, Sorbitol, Mannitol, Maltitol, Fructose,Glucose, Sucrose and Maltose in Food Products by High PerformanceLiquid Chromatography Coupled to Charged Aerosol Detector.Microchemical Journal. Vol. 117, Pp. 77–82.
Gritter, R.J., J. M. Bobbit, and A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi2nd edition. ITB. Bandung. Pp. 34–81.
Hadiyawarman, A. R., Bebeh W. N., Mikrajuddin. Abdullah, dan Khairurrijal.2008. Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan TransparanMenggunakan Metode Simple Mixing. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi.Vol. 1, Pp. 28–32.
73
Hansen, T. S., A. Boisen, J. M. Woodley, S. Pedersen and A. Riisager. 2006.Production of HMF from Aqueous Fructose – A Microwave Study.https://www.researchgate.net/publication/266359321.
Hoffmann. M.R., S.T. Martin, W. Choi, and D.W. Bahnemann. 1995.Environmental Applications of Semiconductor Photocatalysis. ChemicalReviews. Vol. 95, Pp. 69–96.
Hosokawa, M. Kiyoshi, N. Makio, dan Toyokazu. 2007. Nanoparticle TechnologyHandbook,1st Edition. Amazon Digital Services LLC. Pp. 257–286.
Huber,G. W., S. Iborra, A. Corma, 2006. Synthesis of Transportation Fuels fromBiomass: Chemistry, Catalysts, and Engineering. Chemical Reviews. Vol.106, Pp. 4044–4098.
Iftimie, N., E. Rezlescu, P. D. Popa, and N. Rezlescu. 2006. Gas Sensitivity ofNanocrystalline Nickel Ferrite. Journal of Optoelectronics and AdvancedMaterials. Vol. 8, Pp. 1016–1018.
Ioelovich, M. 2012. Optimal Conditions for Isolation of Nanocrystalline CelluloseParticles. Nanoscience and Nanotechnology. Vol. 2, Pp. 9–13.
Isdin, O. 2010. Nanoscience in nature: Cellulose Nanocrystals. Studies byUndergraduate Researchers at Guelph. Vol. 3. No. 2. Pp. 77–80.
Istadi. 2011. Teknologi Katalis untuk Konversi Energi: Fundamental danAplikasi. Graha Ilmu. Yogyakarta. Pp. 52–58
Ji, N., T. Zhang, M. Zheng, A. Wang, H. Wang, X. Wang and J. G. Chen.2008. Direct Catayitic Convertion of Cellulose Into Ethylene GlycolUsing Nickel- Promoted Tungsten Carbide Catalysts. AngewandteChemies International Edition. Vol. 47, Pp. 8510–8513.
Jie, Wei, Li Yubao. 2003. Tissue Engineering Scaffold Material of Nano-ApatiteCrystals and Polyamide Composite. European Polymer Journal. Vol. 40,Pp. 509–515.
Kamigaito, O. 1991. "What can be improved by nanometer composites?".
74
Journal of the Japan Society of Powder and Powder Metallurgy. Vol. 38,Pp. 315–21.
Kasapoglu, N., A. Baykal, M. S. Toprak, Y. Koseoglu, and H. Bayrakdar. 2007.Synthesis and Characterization of NiFe2O4 Nano-Octahedrons by EDTA-Assisted Hydrothermal Method. Turkish Journal of Chemistry. Vol. 31, Pp.659–666.
Kawai, T., and Sakata, T. 1980. Conversion of Carbohydrate into Hydrogen Fuelby A Photocatalytic Proces. Nature. Vol. 286, Pp. 474–476.
Kim K. D., S. S. Kim, Y. Choa, and H.T. Kim. 2007. Formation and SurfaceModification of Fe3O4 Nanoparticles by Co-precipitation and Sol-gelMethod. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Vol. 13, Pp.1337–1141.
Labconco. 1996. Manual Book of Freeze Dry. USA. Pp. 1–2.
Lambert C.K., R.D. Gonzalez. 1998. The Importance of Measuring the MetalContent of Supported Metal Catalysts Prepared by the Sol Gel Method.Applied Catalysis A: General. Vol 172, Pp. 233-239.
Latununuwe, A., Setiawan, A., Lubis, P., Yulkifli, Winata, T., dan Sukirno. 2008.Penumbuhan Nanokatalis Co-Fe dengan Metode Sputtering (online).http://file.upi.edu. diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 9.09 WIB.
Lecloux A.J., J.P. Pirard. 1998. Section 4. Catalysts. Surface Function High-Temperature Catalysts Through Sol–Gel Synthesis. Journal of Non-Crystalline Solids. Vol. 225, Pp. 146–152.
Liapis A.I. and R. Bruttini. 1994. A Theory for the Primary and Secondary DryingStages of the Freeze-drying of Pharmaceutical Crystalline and AmorphousSolutes: Comparison Between Experimental Data and Theory. SeparationsTechnology. Vol. 48, Pp, 1675–1687.
Lim, D. J., Crittenden, J. and Ravennele, R. 2011. The Convertion of Celluloseinto Sorbitol Over Alumina-Suported Platinum Catalyst. Georgia TechEnvironmental Engineering Research Internship Program. Vol. 5, Pp. 1–28.
75
Maensiri, S., C. Masingboon, B. Bonochom and S. Seraphin. 2007. A SimpleRoute to Synthesize Nickel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles Using EggWhite. Scripta Materialia.Vol. 56, Pp. 797–800.
Maki-Arvela, P, J. Hajek, T. Salmi, D. Yu. Murzin. 2005. ChemoselectiveHydrogenation of Carbonyl Compound Over Heterogeneous Catalysts.Journal Applied Catalysis A: General. Vol 292, Pp. 1–49.
Malvino, A.P. 1989. Aproksimasi Rangkaian Semi Konduktor (PengantarTransistor Rangkaian Terpadu). Erlangga. Jakarta. Pp. 487–494
Mandal, Arup and Chakrabarty, Debabrata. 2011. Isolation of Nanocellulose fromWaste Sugarcane Bagasse (SCB) and Its Characterization. CarbohydratePolymers. Vol. 86, Pp. 1291–1299.
Manurung, P., R. Situmeang, E. Ginting and I. Pardede.2015. Synthesis andCharacterization of Titania-Rice Husk Silica Composites as Photocatalyst.Indonesian Journal of Chemistry. Vol. 15, Pp. 38–40.
Marie, S dan Piggot, J.R. 1991. Handbook of Sweeteners. Blackie and Sond Ltd.London. Pp. 50–55.
Masschelein, W.J. 2002.Ultra violet Light in Water and Wastewater Sanitatoion.Lewis Publishers is an Imprint of CRC Press LLC. Pp. 10–13.
Matveeva, V.G, Manaenkov, O. V., Filatova, A. E., Kislitza, O.V., Doluda, YU.,Rebrov, E. V., E. M., Sulman, Sidorov, A. L., Torozova, A. S. 2016.Conversion of Cellulose with the Use of Catalysts Based onHypercrosslinked Polystyrene. WSEAS Transactions on Environment andDevelopment. Vol. 12, Pp. 133–140.
May, C. D. 1990. Industrial Pectins: Sources, Production and Application.Carbohydrate Polymers. Vol. 12, Pp. 79–84.
Mohamed, R. M., D. L. McKinney, and W. M. Sigmund. 2012. EnhancedNanocatalysts. Materials Science and Engineering R. Vol. 73, Pp. 1–13.
76
Mohkami, M. and M. Talaepour. 2011. Investigation of the Chemical StructureCarboxylated and Carboxymethylated Fibers from Waste Paper Via XRDand FTIR Analysis. Bioresource Technology. Vol. 6, Pp. 1988–2003.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia Edisi 27. BukuKedokteran EGC. Jakarta. Pp. 321–332.
Nelson, D. B., Smith, C.J.B. and Wiles. 1977. Commercially Important PecticSubstance. Inc. Wesport, Connecticut. Pp. 38–40.
Nikmatin S. 2010. Pengaruh Fermentasi Kapang Terhadap Rendemen SelulosaKulit Rotan. Jurnal Biofisika. Vol. 4, Pp. 41–49.
Noviyanti, E. Dewi. 2015. Preparasi dan Karakterisasi NanokatalisNi0,7Cu0,3Fe2O4 untuk Uji Katalitik pada Konversi Selulosa Menjadi GulaAlkohol. Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Lampung. Bandar Lampung. Pp. 39–41.
Novizal., Sasito, Edie., Manawan, Maykel T.E. 2016. Pengaruh Substitusi Ion(Ti2+, Mn4+) Terhadap Ukuran Partikel dan Sifat Magnet dari BariumHeksaferrit dengan Metode Milling dan Ultrasonik Tekanan Tinggi. JurnalFisika dan Aplikasinya. Vol 1, Pp. 117–122.
Ortiz, M.E., Bleckwedel, J., Raya, R.R., Mozzi, F., 2013. Biotechnologicaland In Situ Food Production of Polyols by Lactic Acid Bacteria.Applied Microbiology and Biotechnology. Vol 97, Pp. 4713-4726.
Palkovits, R., Tajvidi, K., Ruppert, A.M., Procelewska, J., 2011. HeteropolyAcids as Efficient Acid Catalysts in The One-step Conversion ofCellulose to Sugar Alkohols. Chemical Communications. Vol. 47, Pp.576-578.
Parry, E. P. 1963. An Infrared Study of Pyridine Adsorbed on Acidic SolidsCharacterization of Surface Acidity. Journal of Catalysis. Vol. 2, Pp.371–379.
Paveena, A.Z. Tachan, M. Boutbara. 2010. The Effect of Substrate Temperatureon Structural and Physical Properties of Ultrasonically Sprayed CdsFilm.Materials Chemistry and Physics. Vol. 94, Pp. 103–108.
77
Peng, B. L., Dhar, N., Liu H.L., K. C. Tam. 2011. Chemistry and Applications ofNanocrystalline Cellulose and Its Derivativese : A NanotechnologyPerspective. Materials Letters. Vol 61, Pp. 5050-5052.
Peng, L., L. Lin, J. Zhang, J. Zhuang, Z. Beixiao and Y. Gong. 2010. CatalyticConversion of Cellulose to Levulinic Acid by Metal Chlorides. Molecules.Vol. 15, Pp. 5258–5272.
Pepper, T dan Olinger, P.M., 1988. Xylitol in Sugar Free Confections. FoodTechnology. Vol. 10, Pp. 98-106.
Pinjari, Dipak Vitthal and Pandit, Aniruddha B. 2010. Cavitation Milling ofNatural Cellulose to Nanofibrils. Ultrasonics Sonochemistry. Vol. 17, Pp845-852.
Pinna, F. 1998. Supported Metal Catalyst Preparation. Catalysis Today. Vol. 41,Pp. 129 – 137.
Potthast, A., Rosenau, T., dan Kosma, P. 2006. Analysis of OxidizedFunctionaties in Cellulose. Advanced Polymer Science. Vol. 205, Pp. 1–6.
Prahastuti, Sijani. 2011. Konsumsi Fruktosa Berlebihan dapat Berdampak Burukbagi Kesehatan Manusia. Jurnal Kedokteran Maranatha. Vol. 10, Pp. 173–189.
Prangdimurti, E., Palupi, NS., Zakaria, FR. 2007. Modul 12: Metode EvaluasiNilai Biologis Karbohidrat dan Lemak. Modul e-Learning ENBP,Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB. Bandung. Pp. 44.
Putera, Dhani D. 2008. Sintesis Fotokatalis CuO/ZnO untuk Konversi MetanolMenjadi Hidrogen. Skripsi. ITB. Bandung. 22–24.
Puttipat,N., Payormhorm, J., Chiarakorn, S., Laosiripojana, N., and Chuangchote,S. 2014. Conversion of Sugar to Organic acids Using TiO2 PhotocatalystsSynthesizied by Hydrothermal Process. 3rd International Conference onEnvironmental Energy and Biotechnology. Vol. 70, Pp. 119–122.
Qodri, A. A. 2011. Fotodegradasi Zat Warna Remazol Yellow FG denganFotokatalis Komposit TiO2/SiO2. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.Surakarta. Pp. 26-27.
78
R. Rinaldi., N. Meine, J. Stein, R. Palkovits, F. Schüth, 2010. Which Controls theDepolymerization of Cellulose in Ionic Liquids: The Solid Acid Catalyst orCellulose. Chemical Sustainable Chemistry. Vol. 3, Pp. 266–276.
Ratnayani, K. dan A. S. Dwi. 2008. Penentuan kadar glukosa dan fruktosapada madu randu dan madu kelengkeng dengan metode kromatograficair kinerja tinggi. Jurnal Kimia. Vol. 2, Pp. 77–86.
Rawle, A. 2012. A Basic Guide to Particle Characterization. Malvern InstrumentLimited. Malaysia. Pp. 1–8.
Richardson, T. J. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press. NewYork and London. Pp. 171.
Ridley, B.L., O’Neill, M. A. and Mohnen, D. 2001. Pectins: Structure,Biosynthesis and Oligogalacturonide-Related Signaling. Phytochemical.Vol. 57, Pp. 929–967.
Rodiansono, W., Trisunaryanti and Triyono. 2007. Pembuatan, Karakterisasi danUji Aktifitas Katalis NiMo/Z dan NiMo/Z-Nb2O5 pada ReaksiHidrorengkah Fraksi Sampah Plastik menjadi Fraksi Bensin. Berkala MIPA.Vol. 17. Pp, 44–54.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J.,dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of PharmaceuticalExcipients. Edisi keenam. London: Pharmaceutical Press. Pp 129–133, 136–138.
Ryczkowski, J. 2001. IR spectroscopy in catalysis. Catalysis Today. Vol. 68,Pp. 263–381.
Seddigi, Z. S. 2003. Acidic Properties of HZSM-5 using Acetonylacetone, TPDAmmonia, and FTIR of Adsorbed Pyridine. The Arabian Journal forScience and Engineering. Vol. 27, Pp. 149–156.
Shaw, Emma. 2015. https://www.linkedin.com/pulse/widely-used-laser-particle-size-analyzer. diakses pada tanggal 5 Desember 2016 pukul 20.05 WIB.
79
Silverstein, R., Webster, F., Kiemle, D. 2005. Spectrometric Identification ofOrganic Compounds 7th Edition. State University of New York. New York.Pp. 152.
Soesilo, Diana, Rinna Erlyawati Santoso, Indeswati Diyatri. 2005. Peranansorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada prosespencegahan karies. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.Surabaya – Indonesia. Pp. 25–28.
Swoboda, A. R., and G. W. Kunze. 2006. Infrared Study of Pyridine Adsorbed onMontmorillonite Surface. www.clays.org/journal/archive/volume%2013/13-1-277.pdf. Pp. 277–288.
Tanabe, K., 1981. Solid Acid and Base Catalyst in Catalysis Science andTechnology. Springer-Link. Pp. 231.
Teixeira D. M. E., Daniel P., Antônio A.S. C., Elisângela C., Mohamed N. B.,Alain D. 2009. Cassava bagasse cellulose nanofibrils reinforcedthermoplastic cassava starch. Carbohydrate Polymers. Vol. 78, Pp. 422–431.
Tombs, M. P. and Harding, S. E. 1998. An Introduction to Polysaccharide.Biotechnology. Taylor and Francis. London. Pp. 120.
Tursiloadi, S., Ayu, Trisye J., Heri, K., 1997. Pembuatan Materia Sitem Al2O3-SiO2 Sebagai Penyangga Katalisator dengan Metoda Sol-Gel. ProsidingPertemuan Ilmiah Sains Materi. Pp 257–261.
Van, D., Geboer, J., Dusselier, Zhang, L., Van, T. G., Jacobs, P., and Sels, B.Selective Bifunctional Catalytic Conversion of Cellulose Over Reshaped NiParticles at the Tip of Carbon Nanofibers. Chemical Sustainable Chemistry.Vol. 3, Pp. 698–701.
Walter, R. H. 1991. The Chemistry and Technology of Pectin Chapter 1.Academic Press. New York. Pp. 16–17.
80
Wang, S., Y. Du, W. Zhang, X. Cheng and J. Wang. 2014. Catalytic convertioninto 5-hydroxymethylfurfural over chromium trichloride in ionic liquid.Korean Journal of Chemical Engineering. Vol. 31. Pp. 256–265.
Wang, Y., W. Deng, B. Wang, Q. Zhang, X. Wan, Z. Tang, Y. Wang, C. Zhu, Z.Cao, G. Wang and H. Wan. 2013. Chemical synthesis of lactic acid fromcellulose catalysed by lead (II) ions in water. Nature Communications 4.Article Number 2141. Pp. 1–5
Widegren, J. A., R. G. Finke and J. Mol. 2003. Preparation of amultifunctional core-shell nanocatalyst and its characterization byHRTEM. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. Vol. 191, Pp.187.
Widiarto, S., Yuwono, S D., Rochliadi., Arcana, I M. 2017. Preparation andCharacterization of Cellulose and Nanocellulose from Agro-industrialWaste - Cassva Peel. IOP Conference. Series: Materials Science andEngineering. Vol 176, Pp. 1–6.
Zawrah, M.F., El-Kheshen, A. A., Abd-El-All, H. 2009. Facileand EkonomicSynthesis of Silica Nanoparticel. Journal of Ovonic Research. Vol. 5, Pp.129–133.
Zhang , J., Liu Y., Wu, S. 2014. Direct Conversion of Cellulose into Sorbitol overa Magnetic Catalyst in an Extremely Low Concentration Acid System.Energy & Fuels. Vol 28, Pp. 4242–4246.
Zhang, G., Ni, C., Huang, X., Welgamage, A., Lawton, L. A., Robertson, P. K. J.,& Irvine, J. T. S. (2016).Simultaneous Cellulose Conversion and HydrogenProduction Assisted by Cellulose Decomposition Under UV-lightPhotocatalysis. Chemical Communications. Vol. 52, Pp. 1673–1676.
Zugenmaier, P. 2008. Crystalline Cellulose and Derivates. Characterization andstructure. Springer series in Wood Science, Verlag Berlin Heidelberg,Germany. Pp. 23–25.