Pengaruh Temperatur, Konsentrasi Katalis Dan Rasio Molar ...
pengaruh katalis
-
Upload
adyttiaasri -
Category
Documents
-
view
237 -
download
11
description
Transcript of pengaruh katalis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien
yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan
obat tersebut optimum (Anonim : 2005).
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat
yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada
dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang
diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih
bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebut
sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat
(Anonim : 2005).
Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam
suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain), atau juga
dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan
mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian
stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh (Ansel : 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah
panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam
formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti
amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan
adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Anonim : 2005).
Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin
terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah
menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum. Pada suhu
35°C dan pH 1,2 efek garam atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah “positif” sedikit
lurus. Tidak ada “efek garam” yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan
alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan
pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki
waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air (Gennaro, Alfonso :
2000).
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Stabilitas
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itupenting mengingat sediaanny abiasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketanganpasien
yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karenaitu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum (Anonim b, 1979).
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas
dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994).
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas
obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et
al.,1986).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat
dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau
kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya,
kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi
dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-
atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari
bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat
kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu,
cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi
degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat
adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik,
secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan
yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif
yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari
kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian
dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan
menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak
mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan
pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum (Anonim a, 2005).
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari
formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia
dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk
sediaan (Ansel, 1989). Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test
stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi
(Lachman, 1994).
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang
berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan
dimasukkan dalam rantai peristiwa ini (Lachman, 1994) :
a. Kestabilan dan tak tercampurkan
Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui
penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kima
yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
b. Disolusi
Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
c. Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi
Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi
obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor,
seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.
d. Kerja obat pada tingkat molekular obat
Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari
obat merupakan suatu proses laju (Martin, 1990).
2.2 Definisi Katalis
Katalis/katalisator adalah substansi yang menambah konstanta kecepatan reaksi tetapi
tidak mengubah konstanta kesetimbangan reaksi. Katalis adalah substansi yang
mempengaruhi kecepatan reaksi tanpa dirinya sendiri menjadi berubah secara kimiawi.
Katalis tidak dikonsumsi dalam keseluruhan reaksi, maksudnya setelah dikonsumsi akan
dilepaskan ( Chung, 2009).
2.3 Macam - Macam Katalis
Macam Katalisator adalah sebagai berikut (Chung, 2009) :
1. Katalisator asam spesifik, katalisis oleh proton yang tersolvasi, yaitu H3O+
Hidrolisis ester adalah contoh reaksi katalis asam spesifik. Di dalam larutan asam
kuat, reaksi hanya dipercepat oleh ion hidronium. Persamaan lajunya:
Laju = kas [H3O]+[S] Dimana [S] : konsentrasi ester kas : tetapan laju reaksi
hidrolisis spesifik asam
2. Katalisator basa spesifik, katalisis oleh OH‐ dalam larutan
3. Katalisator asam umum, katalisis oleh asam proton selain H3O+ , dilakukan oleh
asam Bronsted sebagai donor proton. Seperti halnya katalisis spesifik, berhubungan
dengan proton diintroduksikan kepada bagian molekul yang direaksikan dan serangan
elektron terhadap molekul air. Perbedaannya adalah bahwa katalisator asam spesifik
menggunakan ion hidronium sedangkan reaksi katalisis asam umum menggunakan
sembarang asam Bronsted sebagai donor proton. Untuk katalisis asam umum,
pembentukan kation SH+ merupakan tahap lambat. Reaksi kondensasi aidol adalah
merupakan contoh reaksi yang bergantung kepada mekanisme.
4. Katalisator basa umum, katalisis oleh basa Bronsted selain OH‐ dan basa ini berlaku
sebagai penerima proton yaitu berbagi pasangan elektron dengan proton. Katalis
menyerang air dulu, kemudian air menyerang reaktan. Air menjadi lebih polar
sehingga interaksi elektrostatiknya menjadi lebih besar dan kecepatan reaksi
meningkat.
5. Katalisator nukleofilik, katalisis oleh suatu basa (nukleofil) yang berbagi pasangan
elektron dengan atom (biasanya atom karbon) selain proton.
6. Katalisator elektrofilik, katalisis oleh asam Lewis, seperti ion logam, yang berlaku
sebagai katalisator dengan cara menerima pasangan elektron.
BAB III
PEMBAHASAN
Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalisis, contohnya: sukrosa dalam
air,namun jika hidrolisis dilakukan dalam suasana asam(penaikan kosnsentrasi ion hidrogen),
reaksi akan berlansung lebih cepat . Katalisis adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara kimia pada akhir reaksi. Katalis bergabung dngan
substrat dan membentuk suatu zat antara(senyawa kompleks) katalis+ produk.jadi katalis
menurunkan energi aktifasi dengan mengubah mekanisme proses dan kecepatannya
bertambah, katalis juga dapat berkerja dengan menghasilkan radikal bebas seperti CH3 yang
akan mengadakan rekasi rantai yang cepat.
Katalisis asam-basa dapat bersifat spesifik atau umum. Spesifik dalam hal ini
diartikan hanya proton (H30+) atau ion OH-. Pada katalisis asam spesifik atau basa spesifik,
laju reaksi peka terhadap perubahan dalam konsentrasi proton, tetapi tidak bergantung pada
konsentrasi asam lain (donor proton) atau basa (akseptor proton) yang terdapat di dalam
larutan atau diabagian aktif. Reaksi yang lajunya responsif terhadap semua asamatau basa
yang ada dikatakan dapat mengalami katalisis basa umum atau asam umum.
Pada katalisis asam basa umum, larutan dapar digunakan untuk mempertahankan
larutan pada pH tertentu,. Reaksi katalisis terjadi karena salah sau komponen dapar yang
dapat mempengaruhi laju reaksi, yang bergantung pada komponen katalitik asam atau basa.
Profil laju pH reaksi yang dipengaruhi katalisis asam basa umum memperlihatkan
penyimpangan dari profil katalis asam basa spesifik, misalnya hidrolisis streptozocin, laju
reaksi dapar fospat lebih besar dari laju reaksi dalam katalis basa spesifik, karena adanya
katalis oleh anion fospat. Kekuatan ion atau perbedaan pKa substrat dapat memperlihatkan
penyimpangan profil laju pH. Katalis asam basa umum dibuktikan dengan menentukan laju
degradasi obat dalam suatu rangkaian dapar dengan pH sama (perbandingan asam basa tetap),
yang dibuat dengan konsentrasi komponen dapar yang menaik.
Contoh lain dari katalisis asam basa adalah degradasi dentrolen oleh buffer. Terjadi
peningkatan degradasi yang kecil pada kondisi pH yang rendah (pH 1,2-2,2) begitu pula pada
temperaturnya. Degradasi dentrolen terjadi dalam kondisi asam dengan adanya penurunan
pH. Berdasarkan adanya pengaruh pH tersebut maka dapat dibuat dalam 3 bentuk yang
berbeda, yaitu kation DH+, netral/DH, dan anion DH-. Profil pH tersebut dapat digambarkan
dengan grafik berbentuk V, yaitu selama rentang pH 1,2-9,5 pada suhu 25oC
Pada grafik tersebut, pH 1,2-9,5 menunjukkan adanya mekanisme reaksi degradasi
dari hidrolisis asam basa spesifik. Sekitar pH 7,4, dilihat adanya air sebagai katalisis sehingga
grafiknya menurun. Degradasi dantrolen digambarkan oleh efek katalitik asam spesifik dan
air, namun katalisis basa spesifik menjadi lebih dominan (grafik meningkat) pada pH 7,5-9,5,
hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan laju degradasi. Degradasi yang bersifat netral
dikatalisis oleh ion OH. Jadi dapat disimpulkan bahwa katalisis asam basa dapat
mendegradasi suatu obat pada pH yg terlalu rendah ataupun terlalu tinggi, dan berjalan
konstan jika pH nya netral.
Efek Katalisis : Efek Katalisis Asam-Basa Spesifik
Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis. Katalis didefinisikan sebagai zat
yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Solusi dari sejumlah obat mengalami penguraian
dipercepat pada penambahan asam atau basa. Jika larutan obat berupa buffer, dekomposisi
mungkin tidak disertai dengan perubahan yang cukup dalam konsentrasi asam atau basa,
sehingga reaksi dapat dianggap dikatalisasi oleh ion hidrogen atau hidroksil. Contoh terbaik
dari yang spesifik katalisis asam-basa, adalah hidrolisis ester.
Rumus umum untuk hidrolisis ester yang dipengaruhi oleh H + dan OH-adalah
K diamati = jumlah konstanta laju sistem
K H + = konstanta laju untuk reaksi katalis asam
KOH-= tetapan laju untuk reaksi katalisis basa
[H +] = konsentrasi ion hidrogen
[OH-] = konsentrasi ion hidroksida
Catatan: K H + dan KOH-adalah konstanta laju orde kedua.
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju reaksi dan setelah reaksi
selesai, terbentuk kembali dalam kondisi tetap. Katalis ikut terlibat dalam reaksi, memberikan
mekanisme baru dengan energi pengaktifan yang lebih rendah dibanding reaksi tanpa katalis.
PH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Perbedaan katalis dan PH adalah dalam
aplikasinya Katalis tidak di pengaruhi oleh PH, sedangkan PH di pengaruhi oleh katalis.
Pengaplikasian dari pengaruh Katalis pada suatu obat yaitu pada saat suatu obat berada di
dalam lambung atau usus, jika PH nya terlalu asam atau basa akan mempercepat degradasi
dari obat tersebut. Katalis asam basa dapat bersifat spesifik atau umum. Spesifik dalam hal ini
diartikan bahwa hanya proton (H3O+) atau ion OH-. Pada katalis asam spesifik atau basa
spesifik, laju reaksi peka terhadap perubahan dalam konsentrasi proton, tetapi tidak
bergantung pada konsentrasi asam lain (donor proton) atau basa (akseptor proton) yang
terdapat di dalam larutan atau di bagian aktif. Reaksi yang lajunya responsif terhadap semua
asam atau basa yang ada dikatakan dapat mengalami katalis basa umum atau asam umum.
Pada mekanisme ini, dentrolin mengandung ikatan azomethin dan terdapat reaksi
bolak balik. Dalam hal ini dentrolin yang mengandung ikatan azomethin tersebut dengan
adanya penambahan gugus hidroksil akan membentuk reaksi bolak balik, sehingga reaksi
berjalan lambat, kemudian reaksi tersebut di hidrolisis kembali menghasilkan compun B.
Artinya dengan adanya penambahan gugus OH sehingga terjadi degradasi dentrolin menjadi
compun B. Kemudian dentrolin tersebut dengan adanya penambahan gugus H+, sehingga
gugus tersebut berikatan dengan azomethin (lihat gambar), dimana N berikatan dengan H dan
air (H2O) akan masuk ke gugus CH sehingga N tersebut bermuatan positif. Kemudian
dentrolin yang memiliki ikatan dengan azomethin tersebut (CH dengan H2O) di serang oleh
air sehingga H nya lepas dan membentuk H3O+. Kemudian H nya lepas dan memutus ikatan
azomethin tersebut dan membentuk compound C. Pada compound B terdegradasi pada
medium basa, sedangkan compound C terdegradasi pada medium asam. Dalam reaksi ini ada
penambahan proton yaitu OH-, H+, dan penambahan H30+ sehingga memutus ikatan
azomethin pada dentrolin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2005. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Umi : Makasar
Anonim b. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
Ansel, Howard C. 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI press: Jakarta
Connors,et al.,1986. Idustrial Project Constuctability Improvement. J. Contrn. Engrg.
Mgmt.ASCE
Chung K.H & Park B.G. 2009. Esterification of oleic acid in soybean oil on zeolite catalysts
with different acidity. J Ind Eng Chem
Gennaro, Alfonso R. 2000. Remington: The Science and Practice of Pharmacy 20th edition,
Philadelphia College of Pharmacy and Science : Philadelphia
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
ketiga . PenerbitUniversitas Indonesia : Jakarta
Martin. A. 1993. Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II. Indonesia University Press.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press :
Jogjakarta.