pengaruh katalis

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum (Anonim : 2005). Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas

description

no

Transcript of pengaruh katalis

Page 1: pengaruh katalis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi

dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien

yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga

dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan

obat tersebut optimum (Anonim : 2005).

Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat

yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada

dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang

diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih

bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebut

sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat

(Anonim : 2005).

Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam

suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain),  atau juga

dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan

mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian

stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh (Ansel : 1989).

Page 2: pengaruh katalis

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah

panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam

formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti

amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan

adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Anonim : 2005).

Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin

terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah

menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum. Pada suhu

35°C dan pH 1,2  efek garam atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah “positif” sedikit

lurus. Tidak ada “efek garam” yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan

alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan

pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki

waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air (Gennaro, Alfonso :

2000).

Page 3: pengaruh katalis

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Stabilitas

Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itupenting mengingat sediaanny abiasanya diproduksi

dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketanganpasien

yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga

dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karenaitu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat

tersebut optimum (Anonim b, 1979).

Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas

dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994).

          Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas

obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et

al.,1986).      

          Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat

dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau

kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya,

kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi

dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-

atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari

bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat

Page 4: pengaruh katalis

kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu,

cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi

degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat

adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik,

secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan

yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif

yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari

kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).

Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian

dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan

menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak

mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989).

Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi

dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan

pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga

dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat

tersebut optimum (Anonim a, 2005).

Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari

formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia

dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk

sediaan (Ansel, 1989). Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test

Page 5: pengaruh katalis

stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi

(Lachman, 1994).

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang

berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan

dimasukkan dalam rantai peristiwa ini (Lachman, 1994) :

a.         Kestabilan dan tak tercampurkan

Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui

penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kima

yang kurang diinginkan dari obat tersebut.

b.         Disolusi

Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam

bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.

c.         Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi

Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi

obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor,

seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.

d.        Kerja obat pada tingkat molekular obat

Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari

obat merupakan suatu proses laju (Martin, 1990).

2.2 Definisi Katalis

Katalis/katalisator adalah substansi yang menambah konstanta kecepatan reaksi tetapi

tidak mengubah konstanta kesetimbangan reaksi. Katalis adalah substansi yang

mempengaruhi kecepatan reaksi tanpa dirinya sendiri menjadi berubah secara kimiawi.

Page 6: pengaruh katalis

Katalis tidak dikonsumsi dalam keseluruhan reaksi, maksudnya setelah dikonsumsi akan

dilepaskan ( Chung, 2009).

2.3 Macam - Macam Katalis

Macam Katalisator adalah sebagai berikut (Chung, 2009) :

1. Katalisator asam spesifik, katalisis oleh proton yang tersolvasi, yaitu H3O+

Hidrolisis ester adalah contoh reaksi katalis asam spesifik. Di dalam larutan asam

kuat, reaksi hanya dipercepat oleh ion hidronium. Persamaan lajunya:

Laju = kas [H3O]+[S] Dimana [S] : konsentrasi ester kas : tetapan laju reaksi

hidrolisis spesifik asam

2. Katalisator basa spesifik, katalisis oleh OH‐ dalam larutan

3. Katalisator asam umum, katalisis oleh asam proton selain H3O+ , dilakukan oleh

asam Bronsted sebagai donor proton. Seperti halnya katalisis spesifik, berhubungan

dengan proton diintroduksikan kepada bagian molekul yang direaksikan dan serangan

elektron terhadap molekul air. Perbedaannya adalah bahwa katalisator asam spesifik

menggunakan ion hidronium sedangkan reaksi katalisis asam umum menggunakan

sembarang asam Bronsted sebagai donor proton. Untuk katalisis asam umum,

pembentukan kation SH+ merupakan tahap lambat. Reaksi kondensasi aidol adalah

merupakan contoh reaksi yang bergantung kepada mekanisme.

4. Katalisator basa umum, katalisis oleh basa Bronsted selain OH‐ dan basa ini berlaku

sebagai penerima proton yaitu berbagi pasangan elektron dengan proton. Katalis

menyerang air dulu, kemudian air menyerang reaktan. Air menjadi lebih polar

sehingga interaksi elektrostatiknya menjadi lebih besar dan kecepatan reaksi

meningkat.

Page 7: pengaruh katalis

5. Katalisator nukleofilik, katalisis oleh suatu basa (nukleofil) yang berbagi pasangan

elektron dengan atom (biasanya atom karbon) selain proton.

6. Katalisator elektrofilik, katalisis oleh asam Lewis, seperti ion logam, yang berlaku

sebagai katalisator dengan cara menerima pasangan elektron.

Page 8: pengaruh katalis

BAB III

PEMBAHASAN

Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalisis, contohnya: sukrosa dalam

air,namun jika hidrolisis dilakukan dalam suasana asam(penaikan kosnsentrasi ion hidrogen),

reaksi akan berlansung lebih cepat . Katalisis adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi

kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara kimia pada akhir reaksi. Katalis bergabung dngan

substrat dan membentuk suatu zat antara(senyawa kompleks) katalis+ produk.jadi katalis

menurunkan energi aktifasi dengan mengubah mekanisme proses dan kecepatannya

bertambah, katalis juga dapat berkerja dengan menghasilkan radikal bebas seperti CH3 yang

akan mengadakan rekasi rantai yang cepat.

Katalisis asam-basa dapat bersifat spesifik atau umum. Spesifik dalam hal ini

diartikan hanya proton (H30+) atau ion OH-. Pada katalisis asam spesifik atau basa spesifik,

laju reaksi peka terhadap perubahan dalam konsentrasi proton, tetapi tidak bergantung pada

konsentrasi asam lain (donor proton) atau basa (akseptor proton) yang  terdapat di dalam

larutan atau diabagian aktif. Reaksi yang lajunya responsif terhadap semua asamatau basa

yang ada dikatakan dapat mengalami katalisis basa umum atau asam umum.

Pada katalisis asam basa umum, larutan dapar digunakan untuk mempertahankan

larutan pada pH tertentu,. Reaksi katalisis terjadi karena salah sau komponen dapar yang

dapat mempengaruhi laju reaksi, yang bergantung pada komponen katalitik asam atau basa.

Profil laju pH reaksi yang dipengaruhi katalisis asam basa umum memperlihatkan

penyimpangan dari profil katalis asam basa spesifik, misalnya hidrolisis streptozocin, laju

reaksi dapar fospat lebih besar dari laju reaksi dalam katalis basa spesifik, karena adanya

katalis oleh anion fospat. Kekuatan ion atau perbedaan pKa substrat dapat memperlihatkan

penyimpangan profil laju pH. Katalis asam basa umum dibuktikan dengan menentukan laju

Page 9: pengaruh katalis

degradasi obat dalam suatu rangkaian dapar dengan pH sama (perbandingan asam basa tetap),

yang dibuat dengan konsentrasi komponen dapar yang menaik.

Contoh lain dari katalisis asam basa adalah degradasi dentrolen oleh buffer. Terjadi

peningkatan degradasi yang kecil pada kondisi pH yang rendah (pH 1,2-2,2) begitu pula pada

temperaturnya. Degradasi dentrolen terjadi dalam kondisi asam dengan adanya penurunan

pH. Berdasarkan adanya pengaruh pH tersebut maka dapat dibuat dalam 3 bentuk yang

berbeda, yaitu kation DH+, netral/DH, dan anion DH-. Profil pH tersebut dapat digambarkan

dengan grafik berbentuk V, yaitu selama rentang pH 1,2-9,5 pada suhu 25oC

Pada grafik tersebut, pH 1,2-9,5 menunjukkan adanya mekanisme reaksi degradasi

dari hidrolisis asam basa spesifik. Sekitar pH 7,4, dilihat adanya air sebagai katalisis sehingga

grafiknya menurun. Degradasi dantrolen digambarkan oleh efek katalitik asam spesifik dan

air, namun katalisis basa spesifik menjadi lebih dominan (grafik meningkat) pada pH 7,5-9,5,

hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan laju degradasi. Degradasi yang bersifat netral

dikatalisis oleh ion OH. Jadi dapat disimpulkan bahwa katalisis asam basa dapat

mendegradasi suatu obat pada pH yg terlalu rendah ataupun terlalu tinggi, dan berjalan

konstan jika pH nya netral.

Efek Katalisis : Efek Katalisis Asam-Basa Spesifik

Page 10: pengaruh katalis

Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis. Katalis didefinisikan sebagai zat

yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Solusi dari sejumlah obat mengalami penguraian

dipercepat pada penambahan asam atau basa. Jika larutan obat berupa buffer, dekomposisi

mungkin tidak disertai dengan perubahan yang cukup dalam konsentrasi asam atau basa,

sehingga reaksi dapat dianggap dikatalisasi oleh ion hidrogen atau hidroksil. Contoh terbaik

dari yang spesifik katalisis asam-basa, adalah hidrolisis ester.

Rumus umum untuk hidrolisis ester yang dipengaruhi oleh H + dan OH-adalah

K diamati = jumlah konstanta laju sistem

K H + = konstanta laju untuk reaksi katalis asam

KOH-= tetapan laju untuk reaksi katalisis basa

[H +] = konsentrasi ion hidrogen

[OH-] = konsentrasi ion hidroksida

Catatan: K H + dan KOH-adalah konstanta laju orde kedua.

Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju reaksi dan setelah reaksi

selesai, terbentuk kembali dalam kondisi tetap. Katalis ikut terlibat dalam reaksi, memberikan

mekanisme baru dengan energi pengaktifan yang lebih rendah dibanding reaksi tanpa katalis.

Page 11: pengaruh katalis

PH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Perbedaan katalis dan PH adalah dalam

aplikasinya Katalis tidak di pengaruhi oleh PH, sedangkan PH di pengaruhi oleh katalis.

Pengaplikasian dari pengaruh Katalis pada suatu obat yaitu pada saat suatu obat berada di

dalam lambung atau usus, jika PH nya terlalu asam atau basa akan mempercepat degradasi

dari obat tersebut. Katalis asam basa dapat bersifat spesifik atau umum. Spesifik dalam hal ini

diartikan bahwa hanya proton (H3O+) atau ion OH-. Pada katalis asam spesifik atau basa

spesifik, laju reaksi peka terhadap perubahan dalam konsentrasi proton, tetapi tidak

bergantung pada konsentrasi asam lain (donor proton) atau basa (akseptor proton) yang

terdapat di dalam larutan atau di bagian aktif. Reaksi yang lajunya responsif terhadap semua

asam atau basa yang ada dikatakan dapat mengalami katalis basa umum atau asam umum.

Page 12: pengaruh katalis
Page 13: pengaruh katalis

Pada mekanisme ini, dentrolin mengandung ikatan azomethin dan terdapat reaksi

bolak balik. Dalam hal ini dentrolin yang mengandung ikatan azomethin tersebut dengan

adanya penambahan gugus hidroksil akan membentuk reaksi bolak balik, sehingga reaksi

berjalan lambat, kemudian reaksi tersebut di hidrolisis kembali menghasilkan compun B.

Artinya dengan adanya penambahan gugus OH sehingga terjadi degradasi dentrolin menjadi

compun B. Kemudian dentrolin tersebut dengan adanya penambahan gugus H+, sehingga

gugus tersebut berikatan dengan azomethin (lihat gambar), dimana N berikatan dengan H dan

air (H2O) akan masuk ke gugus CH sehingga N tersebut bermuatan positif. Kemudian

dentrolin yang memiliki ikatan dengan azomethin tersebut (CH dengan H2O) di serang oleh

air sehingga H nya lepas dan membentuk H3O+. Kemudian H nya lepas dan memutus ikatan

azomethin tersebut dan membentuk compound C. Pada compound B terdegradasi pada

medium basa, sedangkan compound C terdegradasi pada medium asam. Dalam reaksi ini ada

penambahan proton yaitu OH-, H+, dan penambahan H30+ sehingga memutus ikatan

azomethin pada dentrolin.

Page 14: pengaruh katalis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2005. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Umi : Makasar

Anonim b. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:

Jakarta.

Ansel, Howard C. 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI press: Jakarta

Connors,et al.,1986. Idustrial Project Constuctability Improvement. J. Contrn. Engrg.

Mgmt.ASCE

Chung K.H & Park B.G. 2009. Esterification of oleic acid in soybean oil on zeolite catalysts

with different acidity. J Ind Eng Chem

Gennaro, Alfonso R. 2000. Remington: The Science and Practice of Pharmacy 20th edition,

Philadelphia College of Pharmacy and Science : Philadelphia

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi

ketiga . PenerbitUniversitas Indonesia : Jakarta

Martin. A. 1993. Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II. Indonesia University Press.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada

University Press, Jogjakarta.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press :

Jogjakarta.