UIN SYARIF HIDAYATULLAH...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEK IMUNOMODULATOR CAMPURAN
KOMPONEN MENYIRIH (Piper betle L., Uncaria
gambir Roxb., dan Ca(OH)2) DENGAN PELARUT AIR
TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH
SKRIPSI
MITA SAPUTRI LESTARI
1112102000067
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEK IMUNOMODULATOR CAMPURAN
KOMPONEN MENYIRIH (Piper betle L., Uncaria
gambir Roxb., dan Ca(OH)2) DENGAN PELARUT AIR
TERHADAP KADAR CD4 DALAM DARAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MITA SAPUTRI LESTARI
1112102000067
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Mita Saputri Lestari
NIM : 1112102000067
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Januari 2017
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Mita Saputri Lestari
NIM : 1112102000067
Judul : Uji Efek Imunomodulator Campuran Komponen Menyirih (Piper
betle L., Uncaria gambir Roxb., dan Ca(OH)2) dengan Pelarut
Air Terhadap Kadar CD4 dalam Darah
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. M.Yanis Musdja. M.Sc., Apt Dr. dr. H. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR
NIP. 1956010619851010001 NIP. 196207201990031002
Mengetahui
Kepala Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt
NIP. 197404302005012003
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Mita Saputri Lestari
NIM : 1112102000067
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Efek Imunomodulator Campuran Komponen Menyirih
(Piper betle L., Uncaria gambir Roxb., dan Ca(OH)2)
dengan Pelarut Air Terhadap Kadar CD4 dalam Darah
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. M. Yanis Musdja, M. Sc., Apt. ( )
Pembimbing II : Dr. dr. H. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR ( )
Penguji I : Yardi, Ph.D., Apt. ( )
Penguji II : Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 11 Januari 2017
vi
ABSTRAK
JUDUL : Uji Efek Imunomodulator Campuran Komponen Menyirih
(Piper betle L., Uncaria gambir Roxb., dan Ca(OH)2) dengan
Pelarut Air Terhadap Kadar CD4 dalam Darah
Menyirih merupakan salah satu pengobatan tradisional di Indonesia.
Komponen menyirih secara sederhana terdiri dari campuran daun sirih (Piper
betle L.), gambir (Uncaria gambir Roxb.) dan kapur sirih (Ca(OH)2) yang
digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai agen kekebalan tubuh. Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati efek imunomodulator komponen menyirih (Piper
betle L., Uncaria gambir Roxb., dan Ca(OH)2) menggunakan pelarut air.
Campuran menyirih dilakukan terhadap 421,051 gram daun sirih, 70,2 gram
gambir dan 9,07 gram kapur sirih dalam 1 L air. Pada penelitian ini campuran
komponen menyirih dibuat menjadi bentuk sediaan kapsul dan dilanjutkan dengan
uji CD4 dalam darah sebagai parameter imunomodulator dalam tubuh. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa kapsul komponen memenuhi syarat dalam uji
keseragaman bobot dengan bobot rata-rata 317,9 mg dan uji waktu hancur rata-
rata 4 menit 32 detik tetapi dalam uji higroskopisitas menunjukkan bahwa sediaan
kapsul komponen menyirih bersifat higroskopis pada minggu ke-4. Uji statistik
menggunakan metode Paired Sample T Test terhadap kadar CD4 responden yang
mengkonsumsi kapsul komponen menyirih selama 14 hari berturut-turut
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil sebelum dan
sesudah diberikan campuran komponen menyirih (p ≥0,05).
Kata kunci : Daun sirih (Piper betle L.), gambir (Uncaria gambir Roxb.), dan
kapur sirih (Ca(OH)2), CD4
vii
ABSTRACT
TITLE : Immunomodulator Effect of Mixture Component Chewing
(Piper betle L., Uncaria gambir Roxb., and Ca(OH)2) With
Aqueous Solvent To CD4 Levels In The Blood
Chewing is one of the traditional medicine in Indonesia. Components chewing
consisted of a mixture of betel leaf (Piper betle L.), gambir (Uncaria gambir
Roxb.) and slaked lime (Ca(OH)2) which is used by some people as an immune
agent. This study for examine the effects of immunomodulatory components of
mixture chewing (Piper betle L., Uncaria gambir Roxb., And Ca(OH)2) using
solvent water. The mixture was made to 421.051 grams betel leaf, gambir 70.2
grams and 9.07 grams of slaked lime in 1 L of water. A mixture of components
chewing made into a capsule dosage form and continued with CD4 blood test as
an immunomodulator parameter in the body. The results showed that the capsule
chewing components are qualified in uniformity of weight test with an average
weight 317.9 mg and disintegration test with average time is 4 minutes 32 seconds
but in hygroscopicity test showed that the capsule chewing components are
hygroscopic at week 4. Statistical test using Paired Sample T Test on levels of
CD4 respondents who consume capsules chewing components for 14 consecutive
days showed no significant difference between the results before and after
treatment (p ≥0,05).
Keywords : Betel leaf (Piper betle L.), gambir (Uncaria gambir Roxb.), and
slaked lime (Ca(OH)2), CD4
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena dengan segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Uji Efek Imunomodulator Campuran Komponen
Menyirih (Piper betle L., Uncaria gambir Roxb., dan Ca(OH)2) dengan
Pelarut Air Terhadap Kadar CD4 dalam Darah"disusun untuk memenuhi
tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih bayak yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. M. Yanis Musdja. M.Sc., Apt dan Dr. dr. H. Syarief Hasan Lutfie, Sp.
KFR selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan
pengarahan, nasehat, serta dukungan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Yardi, Ph.D., Apt dan Ismiarni Komala, Ph.D., Apt selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan masukan, membimbing dan membantu
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bu Neneng selaku kepala bagian Laboratorium Terpadu UI yang telah
membantu, membimbing dan memberikan saran dan masukan untuk
penulis.
ix
6. Dosen-dosem Program Studi Farmasi yang telah banyak memberikan ilmu
yang sangat berharga kepada penulis.
7. Untuk para staf administrasi, laboran dan karyawan Farmasi yang telah
banyak membantu dalam kelancaran studi kuliah.
8. Kedua Orangtuaku yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis baik
secara moril maupun materil.
9. Untuk teman seperjuanganku, Amelia Gustin, Nur’Afniah dan Ratnika
Sari yang telah melewati semua perjuangan ini bersama-sama dari awal
langkah kita dengan berbagi tangis dan tawa, serta semua kisah selama
penelitian dan penulisan skripsi ini.
10. Untuk para sahabatku dan teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan
2012 khususnya Yunnica Sri Hapsari S.Farm, Dian Mutia S.Farm, Hasna
Romadhoni dan Dwi Haryati yang telah memberikan semangat dan
motivasi untuk menyelesaikan studi ini dan sama-sama berjuang bersama
selama 4 tahun ini untuk menyelesaikan pendidikan ini.
11. Serta semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi
mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.
Jakarta, Januari 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Hipotesis ............................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sirih ....................................................................... 4
2.1.1 Klasifikasi .............................................................. 4
2.1.2 Nama Daerah ......................................................... 5
2.1.3 Deskripsi Tanaman ................................................ 5
2.1.4 Ekologi Dan Penyebaran ........................................ 6
2.1.5 Kandungan Kimia .................................................. 6
2.1.6 Khasiat Tumbuhan ................................................. 6
2.2. Tanaman Gambir .................................................................. 7
2.2.1 Klasifikasi .............................................................. 7
2.2.2 Nama Daerah ......................................................... 7
2.2.3 Deskripsi Tanaman ................................................ 8
2.2.4 Ekologi Dan Penyebaran ....................................... 8
2.2.5 Kandungan Kimia .................................................. 8
2.2.6 Khasiat Tumbuhan ................................................. 8
2.3. Kapur Sirih ............................................................................ 9
2.4. Simplisia ............................................................................... 10
2.4.1 Tahap Pembuatan Simplisia ................................... 11
2.5. Pengeringan Dengan Metode Freeze Drying ........................ 13
2.6. Kapsul ................................................................................... 14
2.6.1 Definisi Kapsul ...................................................... 14
2.6.2 Macam-Macam Kapsul .......................................... 14
2.6.3 Cara Penyimpanan Kapsul ..................................... 15
2.6.4 Keuntungan Dan Kerugian Bentuk Sediaan
Kapsul .................................................................... 16
xi
2.7. Sistem Imun .......................................................................... 17
2.7.1 CD4 (Cluster of Differentiation 4) ......................... 20
2.7.2 Imunomodulator ..................................................... 22
2.7.3 Kontrol Pembanding .............................................. 23
2.8. Potensi Penelitian ................................................................. 24
KERANGKA TEORI PENELITIAN ............................................. 27
III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 28
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................... 28
3.2.1 Alat ......................................................................... 28
3.2.2 Bahan ..................................................................... 28
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................... 29
3.3.1 Determinasi Tumbuhan Daun Sirih dan Gambir ... 29
3.3.2 Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih
dan Gambir ............................................................. 29
3.3.3 Identifikasi Gambir ................................................ 29
3.3.4 Identifikasi Urea ..................................................... 30
3.3.5 Penapisan Fitokimia Daun Sirih dan Gambir ........ 30
3.3.6 Penyiapan Bahan dan Pembuatan Campuran
Komponen Menyirih .............................................. 33
3.3.7 Pemeriksaan Non Spesifik Simplisia Daun Sirih
dan Gambir ............................................................. 33
3.3.8 Evaluasi Sediaan Kapsul ........................................ 34
3.3.9 Uji CD4 .................................................................. 35
3.3.10 Analisis Data .......................................................... 38
3.4. Kerangka Alur Penelitian ...................................................... 39
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ..................................................................... 40
4.1.1 Hasil Determinasi Tumbuhan dan Pemeriksaan
Organoleptis Daun Sirih dan Gambir .................... 40
4.1.2 Hasil Identifikasi Gambir dan Uji Cemaran Urea .. 41
4.1.3 Penapisan Fitokimia Daun Sirih dan Gambir ........ 42
4.1.4 Hasil Campuran Komponen Menyirih yang
Digunakan dalam Penelitian .................................. 42
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Non Spesifik Simplisia Daun
Sirih dan Gambir .................................................... 43
4.1.6 Evaluasi Sediaan Kapsul ........................................ 43
4.1.7 Hasil Uji CD4 ........................................................ 45
4.2. Pembahasan .......................................................................... 45
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 55
5.2. Saran ..................................................................................... 55
xii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 56
LAMPIRAN ...................................................................................... 61
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persyaratan Keseragaman Bobot Kapsul ......................................... 35
Tabel 2. Perlakuan Pada Penelitian ................................................................ 36
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih Dibandingkan dengan
Persyaratan dalam Buku Vademikum Bahan Obat Alam ................ 40
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Gambir Dibandingkan dengan
Persyaratan dalam Buku Vademikum Bahan Obat Alam ................ 41
Tabel 5. Hasil Identifikasi Gambir dan Uji Cemaran Urea ............................ 41
Tabel 6. Hasil Penapisan Serbuk Daun Sirih dan Gambir ............................. 42
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Simplisia Daun Sirih
serta Persyaratan dalam Buku Standar Acuan Simplisia Bahan Obat
Alam ................................................................................................. 43
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Simplisia gambir
serta Persyaratan dalam Buku Standar Acuan Simplisia Bahan Obat
Alam ................................................................................................. 43
Tabel 9. Hasil Evaluasi Kapsul ...................................................................... 43
Tabel 10. Hasil Uji Waktu Hancur Kapsul Komponen Menyirih .................. 44
Tabel 11. Hasil Uji Higroskopisitas Kapsul Komponen Menyirih ................ 44
Tabel 12. Persentase CD4 dalam Limfosit ..................................................... 45
Tabel 13. Hasil Uji Keragaman Bobot ........................................................... 73
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daun Sirih .................................................................................... 4
Gambar 2. Gambir .......................................................................................... 7
Gambar 3. Kapur Sirih ................................................................................... 9
Gambar 4. Persentase CD4 dalam Limfosit ................................................... 45
Gambar 5. Warna Serbuk Sediaan Kapsul ..................................................... 51
Gambar 6. Ekstrak Air Komponen Menyirih ................................................. 62
Gambar 7. Freeze Dryer ................................................................................. 62
Gambar 8. Oven ............................................................................................. 62
Gambar 9. Tanur ............................................................................................ 62
Gambar 10. Uji Kadar Abu Gambir ............................................................... 62
Gambar 11. Uji Kadar Abu Daun Sirih .......................................................... 62
Gambar 12. Uji Kadar Air Gambir ................................................................ 63
Gambar 13. Uji Kadar Air Daun Sirih ........................................................... 63
Gambar 14. Uji Susut Pengeringan Gambir ................................................... 63
Gambar 15. Uji Susut Pengeringan Daun Sirih ............................................. 63
Gambar 16. Kapsul Ekstrak Komponen Menyirih ......................................... 63
Gambar 17. Uji Saponin Gambir ................................................................... 63
Gambar 18. Uji Alkaloid Gambir................................................................... 64
Gambar 19. Uji Flavonoid Gambir ................................................................ 64
Gambar 20. Uji Tanin Gambir ....................................................................... 64
Gambar 21. Uji kuinon Gambir ..................................................................... 64
Gambar 22. Uji Steroid dan Triterpenoid Gambir ......................................... 64
Gambar 23. Uji Kumarin Gambir .................................................................. 64
Gambar 24. Uji Alkaloid Daun Sirih ............................................................. 65
Gambar 25. Uji Flavonoid Daun Sirih ........................................................... 65
Gambar 26. Uji Saponin Daun Sirih .............................................................. 65
Gambar 27. Uji Tanin Daun Sirih .................................................................. 65
Gambar 28. Uji Kuinon Daun Sirih ............................................................... 65
Gambar 29. Uji Steroid dan Triterpenoid Daun Sirih .................................... 65
Gambar 30. Uji Kumarin Daun Sirih ............................................................. 66
Gambar 31. Uji Urea Gambir ......................................................................... 66
Gambar 32. Identifikasi Gambir .................................................................... 66
Gambar 33. Sysmex Poch 100i ...................................................................... 66
Gambar 34. FACSCalibur .............................................................................. 66
Gambar 35. Alat Uji Waktu Hancur .............................................................. 66
Gambar 36. Timbangan Analitik ................................................................... 67
Gambar 37. Desikator .................................................................................... 67
Gambar 38. Uji Higroskopisitas ..................................................................... 67
Gambar 39. Kurva Perubahan Bobot Uji Higroskopis................................... 74
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ........................................... 62
Lampiran 2. Preparasi Simplisia Daun Sirih .................................................. 68
Lampiran 3. Perhitungan Konversi Dosis Ekstrak Mencit ke Manusia ......... 69
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Campuran Komponen Menyirih ................. 70
Lampiran 5. Perhitungan Karakterisasi Daun Sirih ....................................... 70
Lampiran 6. Perhitungan Karakterisasi Gambir............................................. 71
Lampiran 7. Evaluasi Kapsul ......................................................................... 73
Lampiran 8. Kriteria Responeden dalam Penelitian ...................................... 74
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Persentase CD4 dalam Limfosit................... 75
Lampiran 10. Sertifikat Determinasi Tanaman .............................................. 78
Lampiran 11. Sertifikat Bahan Baku Ca(OH)2 .................................................................... 80
Lampiran 12. Hasil Uji Lab Darah ................................................................. 81
Lampiran 13. Permohonan Ethical Clearence ................................................ 97
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara iklim tropis yang cocok untuk
pertumbuhan bakteri atau agen pembawa penyakit. Dengan adanya agen
pembawa penyakit ini dapat menyebabkan sistem imun melemah sehingga
dapat menimbulkan berbagai penyakit (Zakariah, 2014). Ekstrak air
campuran daun sirih, gambir dan kapur sirih berkhasiat sebagai
imunomodulator (Musdja et al, 2011). Di wilayah Asia Selatan dan Asia
Tenggara menyirih sudah menjadi kebiasaan. Menyirih merupakan proses
meramu campuran dari bahan-bahan seperti sirih, pinang, kapur, gambir,
kemudian dikunyah (Gandhi et al,2005).
Khasiat daun sirih adalah sebagai anti sariawan, anti batuk,
adstringen, antiseptik (Departemen Kesehatan RI,1980) dan antibakteri
(Hermawan dkk, 2007) serta imunomodulator (Dalimartha,2006). Daun
sirih juga dapat digunakan sebagai obat bisul, anti bau badan. Sedangkan
getahnya dapat menghentikan gusi berdarah, sakit gigi, obat kumur,
mengurangi produksi air susu (Departemen Kesehatan RI,1989). Daun
sirih memiliki kandungan kimia diantaranya hidroksi kavikol, kavibetol,
estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, terpinen, seskuiterpen,
fenilpropan dan tannin (Departemen Kesehatan RI,1980).
Gambir memiliki khasiat sebagai campuran obat untuk mengobati
luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, obat kumur, sariawan, serta dapat
mengobati sakit kulit (Hariana, 2006). Menurut Thrope dan Whitley,
gambir mengandung senyawa katekin, asam kateku tanat, kuersetin,
kateku merah, lendir, lemak, malam, gambir fluoresin, dan alkaloid.
Kandungan terbanyak katekin pada gambir yaitu 40-80% (Amos,2010).
Katekin memiliki khasiat sebagai antioksidan (Anggraeni et al., 2011),
antivirus, antimikroba, antiproliperatif, dan antitumor. Selain katekin,
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat senyawa lain yaitu eugenol. Senyawa eugenol dapat digunakan
sebagai antioksidan, antifungi, aromatik, dan stimulant (Juminar, 2012).
Komponen menyirih lainnya adalah kapur sirih yang digunakan
bersama-sama pinang dan kapur sirih juga memiliki kandungan kalsium
yang sangat tinggi, yang mampu mencegah proses demineralisasi gigi dan
juga bersifat alkalis yang berperan untuk menjaga keseimbangan pH mulut
(Sudirman, 2010) serta kapur sirih memiliki sifat sebagai imunomodulator
(Putrisa, 2010). Pada pinang terdapat arecoline yang bersifat karsinogenik
dan tembakau mengandung banyak bahan karsinogen (Cawson et al.,
2000). Sehingga pada penelitian ini tidak menggunakan pinang dan
tembakau.
Ekstrak air dari campuran daun sirih, gambir dan kapur sirih
berkhasiat sebagai imunomodulator secara in-vivo pada dosis 200
mg/kgBB menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dosis 100 atau
400 mg/kgBB (Musdja et al, 2011). Imunomodulator adalah obat yang
dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya
terganggu atau untuk menekan sistem imun yang fungsinya berlebihan
(Baratawidjaja, 2009). Sistem imun sendiri merupakan gabungan sel,
molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap berbagai
penyakit terutama infeksi. CD4 akan mengenalkan molekul-molekul asing
atau antigen asing kepada protein-protein host dan membantu sel B
melalui pengeluaran sitokin-sitokin dalam proses pembentukan antibodi
(Runggu, 2010).
Umumnya di Indonesia, menyirih dengan cara yang sederhana dan
dirasa kurang praktis. Oleh karena itu, perlu dilakukan formulasi yang
dapat meningkatkan kenyamanan konsumen ketika digunakan, salah satu
sediaan yang praktis digunakan adalah sediaan kapsul. Kelebihan sediaan
kapsul diantaranya dapat menutupi obat yang memiliki rasa atau bau yang
tidak enak, mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung
sehingga obat cepat diabsorpsi, dan kapsul tidak memerlukan bahan zat
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tambahan atau penolong seperti pada pembuatan bentuk sediaan lainnya
(Syamsuni, 2006).
Berdasarkan uraian diatas tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui efektivitas campuran komponen menyirih yaitu Piper betle L.,
Uncaria gambir, Roxb. dan Ca(OH)2 dalam bentuk sediaan kapsul yang
diharapkan dapat meningkatkan kadar CD4 dalam tubuh. Penelitian ini
merupakan penelitian trial, sehingga ethical clearence akan diajukan pada
penelitian selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah campuran komponen menyirih yaitu Piper betle, L.,
Uncaria gambir, Roxb., dan Ca(OH)2 dengan pelarut air dapat
mempengaruhi kadar CD4 dalam tubuh?
1.3 Hipotesis
Campuran komponen menyirih yaitu Piper betle, L., Uncaria
gambir, Roxb., dan Ca(OH)2 dengan pelarut air dapat mempengaruhi
kadar CD4 dalam tubuh.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh campuran komponen menyirih dengan
pelarut air terhadap kadar CD4 dalam tubuh manusia.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pengaruh campuran komponen menyirih yang terdiri dari Piper betle, L.,
Uncaria gambir, Roxb., dan Ca(OH)2 dengan pelarut air yang dikonsumsi
dalam bentuk sediaan kapsul terhadap kadar CD4 dalam tubuh manusia.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sirih (Piper betle L.)
Gambar 1. Daun sirih
(Sumber : Koleksi Pribadi) (Sumber : Koleksi Pribadi)
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman sirih diklasifikasikan sebagai berikut :
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Piperales
Divisi : Magnoliophyta
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Jenis : Piper betle L. (Hutapea, 1991)
Sinonim : Chavica auriculata Miq. Artanthe hixagona
(Haryanto, 2009)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Nama Daerah
Sumatera : furu kuwe (enggano); ranub (Aceh); blo, sereh (Gayo); belo
(Batak Karo); demban (Batak Toba); burangir (Angkola Mandailing);
tawuo (Nias); cabai (Mentawai); sirieh, sirih, suruh
(Palembang,Minangkabau); canbai (Lampung).
Jawa : seureuh (Sunda); sedah, suruh (Jawa); sere (Madura).
Bali : base, sedah
Nusa Tenggara : nahi (Bima); kuta (Sumba); mota (Flores); oreangi
(Ende); taa (Sikka); malu (Solor); mokeh (Alor).
Kalimantan : uwit (Dayak); buyu (Bulungan); uduh sifat (Kenya); sirih
(Sampit);uruesipa(Seputan).
Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis); baulu (Bare); buya, dondili (Buol);
bolu (Parigi); komba (Selayar); lalama, sangi (Talaud).
Maluku : ani-ani (Hok); papek, raunge, rambika (Alfuru); nein (Bonfia);
kakina (Waru); amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias); garmo (Buru);
bido(Bacan).
Irian : reman (Wendebi); Manaw (Makimi); namuera (Saberi); eouwon
(Armahi); nai wadok (Saarmi); mera (Sewan); mirtan (Berik); afo
(Sentani); wangi (Sawe); freedor (Awija); dedami (Marind) (Depkes RI,
1980).
2.1.3 Deskripsi Tanaman
Sirih (Piper betle L.) merupakan tanaman merambat mencapai
ketinggian hingga 15 m dan mempunyai batang berwarna coklat kehijauan
yang beruas-ruas sebagai tempat keluarnya akar. Helaian daun berbentuk
jantung, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan dilengkapi dengan daun
pelindung. Bila daun diremas memberikan aroma sedap. Bunga berupa
bulir terdapat di ujung batang dan berhadapan dengan daun. Buah buni,
berbentuk bulat dan berbulu. (Mursito, 2004).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran
Sirih ditemukan dibagian timur pantai Afrika, di sekitar Pulau
Zanzibar, daerah sekitar sungai Indus ke Timur menelusuri Sungai Yang
Tse Kiang, Kepulauan Bonin, Kepulauan Fiji, dan Kepulauan Indonesia.
Sirih tersebar di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa
tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas
permukaan laut (Depkes RI, 1980).
2.1.5 Kandungan Kimia
Kandungan lengkap daun sirih terdiri atas: Air 85 - 90%, Protein 3
- 3,5%, Lemak 0,4 - 1,0%, Mineral 2,3 - 3,3%, Serat 2,3%, Klorofil 0,01 -
0,25%, Karbohidrat 0,5 - 6,10%, Asam nikotinat 0,63 - 0,89 mg/100g,
Vitamin C 0,005 -0,01%, Vitamin A 1,9 - 2,9 mg/100g, Tiamin 10 - 70
μg/100g, Riboflavin 1,9 - 30 μg/100g, Tannin 0,1 - 1,3%, Nitrogen 2,0 -
7,0%, Fosfor 0,05 - 0,6%, Kalium 1,1 - 4,6%, Kalsium 0,2 - 0,5%, Besi
0,005 - 0,007%, Yodium 3,4 μg/100g, Minyak Atsiri 0,08 - 0,4%, Energi
44 kkal/100 g (Guha 2006; Tyler et al 1998). Kandungan bahan aktif daun
sirih terdiri atas golongan Monoterpen, Monoterpen alkohol, Seskuiterpen,
Seskuiterpen alkohol dan Fenil propanoid. Eugenol (golongan Fenil
propanoid) adalah kandungan utama dari minyak atsiri daun sirih dengan
kadar antara 13,9% - 64% (Tyler et al, 1998; Guha, 2006).
2.1.6 Khasiat Tumbuhan
Daun sirih berkhasiat sebagai antiradang, antiseptic, antibakteri,
penghenti perdarahan (hemostatis), pereda batuk, mencegah infeksi
cacing, menghilangkan gatal dan penenang (Dalimartha, 2006).
Ekstraknya dapat digunakan, baik secara internal maupun eksternal untuk
varises serta mencegah radang gusi dan radang tenggorokan (Moeljanto,
2003). Memiliki kandungan kimia polyphenol dan anthocyanin sebagai
antioksidan. Antioksidan ini sebagai penangkal radikal bebas yang baik
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. (Majumdar et al., 2013)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.)
Gambar 2. Gambir
(Sumber : Musdja, 2011) (Sumber : Koleksi Pribadi)
2.2.1 Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Hunter R
Sinonim : Ourouparia gambir Roxb. Nauclea gambir Hunt (BPOM,
2006)
2.2.2 Nama Daerah
Sumatera : Gambe, gani, kacu (Aceh); sontang (Batak); gambe (Nias);
gambie (Minangkabau); pengilom, sepelet (Lampung).
Jawa : Santun (Jawa); gambir (Madura).
Kalimantan : Kelare (Dayak); abi (Kayan).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sulawesi : Gambere (Sangir); gambele (Gorontalo); gambere (Makassar);
gaber (Majene).
Nusatenggara : Tagambe (Bima); gamur (Sumba)
Maluku : Gabi, gagabere (BPOM, 2006).
2.2.3 Deskripsi Tanaman
Bongkahan gambir adalah sari air kering yang berasal dari ekstrak
remasan daun dan ranting tumbuhan bernama sama Uncaria gambir
Roxb., suku Rubiaceae (Depkes RI, 1989). Gambir termasuk
tumbuhanperdu setengah merambat dengan percabangan memanjang.
Daunnya oval, memanjang, ujung meruncing, permukaan tidak berbulu
(licin), dan tangkai daunnya pendek. Bunganya tersusun majemuk dengan
mahkota berwarna merah muda atau hijau, kelopak bunga pendek,
mahkota bunga berbentuk corong, benang sari berjumlah lima, dan buah
menyerupai kapsul dengan dua ruang (Agoes, 2010).
2.2.4 Ekologi dan Penyebaran
Tanaman gambir dapat tumbuh liar di hutan dengan baik pada
daerah dengan ketinggian 200 - 900 m diatas permukaan laut, tanahnya
agak miring dan cukup mendapat sinar matahari (Mardisiswojo, 1968).
2.2.5 Kandungan Kimia
Kandungan utama yang terdapat dalam family Uncaria adalah
flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-
50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambir tannin dan turunan dihidro
serta okso-nya) (Agoes, 2010).
2.2.6 Khasiat Tumbuhan
Manfaat gambir adalah sebagai penstimulus keluarnya getah
empedu, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur,
obat sariawan, serta obat sakit kulit. (Agoes, 2010). Memiliki kandungan
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kimia polifenol seperti katekin dan epikatekin sebagai antioksidan.
(Kassim et al., 2011)
2.3 Kapur Sirih
Gambar 3. Kapur sirih
(Sumber : Koleksi Pribadi)
Kapur dalam arti luas adalah senyawa atau bahan oksida,
hidroksida, dan karbonat dari kalsium (Ca). Kapur atau cunam (kapur
mati) berwarna putih likat seperti krim yang dihasilkan dari cangkang
siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu cangkang tersebut perlu
dicampurkan dengan air untuk mempermudah pengolesan ke atas daun
sirih.
Selain dari cangkang siput, kapur dapat diperoleh dengan
membakar batu kapur (kalsium karbonat / CaCO3). Apabila dibakar
dengan suhu tertentu CaCO3 dapat mengeluarkan gas yang disebut dengan
karbondioksida (CO2) dan menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida
kemudian dicampur dengan sedikit air yang menyebabkan CaO
mengembang dan menghasilkan panas serta menjadi serbuk kapur yang
dikenal sebagai kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Proses tersebut disebut
dengan tindakan air (slaking) dan serbuk kapur adalah kapur terhidrat.
Serbuk kapur akan menjadi cair jika campuran airnya berlebihan. Serbuk
kapur jika didiamkan terlalu lama, kandungan airnya akan hilang dan
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengikat karbondioksida di udara sehingga kembali menjadi kalsium
karbonat seperti semula (Perpustakaan Negeri Malaysia, 2001).
Kapur sirih mempunyai rumus kimia Ca(OH)2, sehingga
kandungan utama dari kapur sirih adalah kalsium. Secara umum, kalsium
merupakan mineral yang amat penting bagi manusia terutama sebagai
pembentuk massa tulang. Kapur sirih bisa digunakan sebagai obat
bersamaan dengan bahan lain, seperti untuk mengatasi gusi bengkak, bisul,
masalah haid, digigit serangga serta penyakit kulit misalnya panu, kurap,
dan kutil (Perpustakaan Negeri Malaysia, 2001). Kapur sirih atau kalsium
hidroksida ini juga telah diuji dalam pengobatan radang pada pulpa anjing
(Hendry et al, 2005). Kandungan Ca2+
dapat memodulasi respon imun
(Karnad, 2005).
2.4 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat
tanaman ialah isi del yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan
untuk dapat memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa factor
yang berpengaruh, antara lain bahan baku simplisia, proses pembuatan
simplisia (termasuk cara penyimpanan simplisia), dan cara pengepakan
dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.1 Tahap Pembuatan Simplisia
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan,
maka dilakukan tahapan kegiatan berikut ini.
1. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah,
kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran
lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba
dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Depkes, 1985).
2. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan
air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang
mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu yang sesingkat
mungkin (Depkes RI, 1985).
3. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang
akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang
diinginkan (Depkes RI,1985).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Proses
pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila
kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10 %. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembapan udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan
bahan. Suhu yang terbaik dalam pengeringan adalah tidak melebihi 60˚,
tetapi bahan aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30˚ sampai 45˚.
Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah (dengan
panas sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan
pengeringan buatan (menggunakan instrument). Dengan menggunakan
pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik
karena pengeringan akan lebih cepat dan merata, tanpa dipengaruhi cuaca
(Depkes RI, 1985).
5. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian
disimpan. Pada simplisia bentuk rimpang, sering jumlah akar yang melekat
pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal
harus dibuang sebelum simplisia dibungkus (Depkes RI, 1985).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Penyimpanan
Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
simplisia. Kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu,
sehingga simplisia bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat yang
diperlukan atau yang ditentukan.
Oleh karena itu pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan
beberapa hal yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara
pengepakan, pembungkusan, dan pewadahan, persyaratan gudang
simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetannya.
Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan
kelembapan.
Cara menyimpan simplisia yang kurang tepat akan menyebabkan
rusaknya simplisia akibat hewan pengerat. Cara pengemasan simplisia
tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasan.
Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai. Wadah harus bersifat tidak
beracun dan tidak bereaksi (inert) dengan isinya sehingga tidak
menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpanan warna, rasa, bau, dan
sebagainya pada simplisia (Depkes RI, 1985).
2.5 Pengeringan Dengan Metode Freeze Drying
Pengeringan secara umum bermaksud untuk menghilangkan
pelarut dari material yang akan dikeringkan. Salah satu tipe pengeringan
yaitu freeze-drying. Pengeringan-beku atau lyophilization adalah proses
pengeringan di mana pelarut dan atau media suspensi yang mengkristal
pada temperatur rendah dan sesudahnya mensublimasi dari padat langsung
ke fase uap. Pengeringan-beku lebih banyak dilakukan dengan air sebagai
pelarut. Pengeringan mengubah es atau air dalam fase amorf menjadi uap.
Karena tekanan uap es rendah, volume uap menjadi besar. Tujuan
pengeringan-beku adalah untuk memproduksi suatu substansi dengan
stabilitas yang baik dan tidak berubah setelah rekonstitusi dengan air,
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meskipun hal ini sangat tergantung juga pada langkah terakhir proses:
pengemasan dan kondisi penyimpanan.
Keuntungan proses pengeringan-beku adalah sebagai berikut:
1. Pengeringan pada suhu rendah dapat mengurangi penurunan produk
sensitif – panas.
2. Produk cair dapat secara akurat terdosiskan.
3. Kandungan air dari produk akhir dapat dikontrol selama proses.
4. Produk obat dapat memiliki bentuk fisik yang menarik.
5. Produk obat dengan luas permukaan spesifik yang tinggi dengan cepat
kembali (Oetjen & Haseley, 2004).
2.6 Kapsul
2.6.1 Definisi Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen
POM, 1995).
2.6.2 Macam-macam Kapsul
Menurut Anief (1986), ada dua macam kapsul, yaitu:
1. Kapsul gelatin keras (Capsulae gelatinosae operculatae)
Kapsul yang mengandung gelatin, gula, dan air. Kapsul dengan
tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna adalah untuk dapat
menarik dan dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul diberi nomor
urut dari besar ke kecil sebagai berikut: No. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul
harus disimpan dalam wadah gelas yang tertutup kedap, terlindung dari
debu, kelembaban dan temperatur yang ekstrim (panas). Kapsul cangkang
keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul. Bahan semi padat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika
cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus
digunakan untuk mencegah terjadinya kebocoran. Kapsul cangkang keras
dapat diisi dengan tangan. Cara ini memberikan kebebasan bagi penulis
resep untuk memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat yang
paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan kapsul
cangkang keras dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang
lunak (Ditjen POM, 1995).
2. Kapsul lunak (Soft capsules)
Kapsul lunak yang tertutup dan diberi warna macam-macam.
Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras
yaitu gula diganti dengan plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat
ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah. Sebagai plasticizer digunakan
gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris alkohol
lain.
2.6.3 Cara Penyimpanan Kapsul
Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan
tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau
bila disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang
lunak pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah
timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Bila mana di simpan dalam
lingkungan dengan kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan di
absorpsi (diserap) oleh cangkang kapsul dan kapsul tersebut akan
mengalami kerusakan dari bentuk dan kekerasannya (Ansel, 1989).
Cangkang kapsul kelihatannya keras, tetapi sebenarnya masih
mengandung air dengan kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia
edisi IV dan 12-16% menurut literatur dari Syamsuni 2006. Jika disimpan
di tempat yang lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu
sama lain serta sukar dibuka karena kapsul itu dapat menyerap air dari
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
udara yang lembab. Sebaliknya, jika disimpan di tempat yang terlalu
kering, kapsul itu akan kehilangan airnya sehingga menjadi rapuh dan
mudah pecah. (Syamsuni, 2006).
Oleh karena itu, menurut Syamsuni (2006), penyimpanan kapsul
sebaiknya dalam tempat atau ruangan yang :
1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.
2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering
(silika gel).
3. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau strip.
2.6.4 Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Kapsul
Menurut Syamsuni (2006), kapsul mempunyai keuntungan dan
kerugian sebagai berikut:
a. Keuntungan pemberian bentuk sediaan kapsul:
1. Bentuknya menarik dan praktis.
2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang
berasa dan berbau tidak enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga
obat cepat diabsorpsi.
4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis
yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat
tambahan atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.
b. Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul:
1. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori
kapsul tidak dapat menahan penguapan.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak dapat dibagi-bagi.
2.7 Sistem Imun
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun dan reaksi yang
dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan
lainnya disebut respon imun (Baratawidjaja et al., 2009). Sistem imun
terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native)
dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non
spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-masing, keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem
tersebut memiliki kerja sama yang erat (Bratawidjaya, 2006).
a. Sistem imun non spesifik
Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap
dan memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada
individu yang sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertama dalam
menghadapi infeksi dan tidak perlu menerima pajanan sebelumnya,
bersifat tidak spesifik karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau
mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak
menunjukkan spesifitas dan mampu melindungi tubuh terhadap patogen
yang potensial. Manifestasi respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel
mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin,
lisozim, IgA, pH asam lambung (Bratawidjaya, 2006).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon,
protein fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar
protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi
dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai
opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat menimbulkan lisis
bakteri dan parasit. Tidak hanya komplemen, kolektin merupakan protein
yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada
permukaan kuman (Bratawidjaya, 2006).
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh
makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.
Peningkatan kadar C-reactive protein dalam darah dan Mannan Binding
Lectin yang berperan untuk mengaktifkan komplemen terjadi saat
mengalami infeksi akut. Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear
serta sel Natural Killer dan sel mast berperan dalam sistem imun non
spesifik selular. Neutrofil, salah satu fagosit polimorfonuklear dengan
granula azurophilic yang mengandung enzyme hidrolitik serta substansi
bakterisidal seperti defensins dan katelicidin (Bratawidjaya, 2006).
Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primordial dan beredar
di sel darah tepi disebut sebagai monosit. Makrofag di sistem saraf pusat
disebut sebagai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel
Kupffer, di saluran pernafasan disebut makrofag alveolar dan di tulang
disebut sebagai osteoklas (Abbas et al., 2007).
Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam
imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast berperan
dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi
bakteri (Bratawidjaya, 2006).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Sistem imun spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali
benda yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan
segera dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda
asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan
kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena
dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih
baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh
Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid
(Bratawidjaya, 2006).
1. Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral
yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum
darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap
infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya
(Bratawidjaya, 2006). Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-
tiap molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui
marker seperti CD19, CD21 dan MHC II (Abbas et al., 2007).
2. Sistem imun spesifik selular
Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang
dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi dan
diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang dan
meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem
imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus,
jamur, parasit dan keganasan (Bratawidjaya, 2006).
Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda
yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr, sel T
sitotoksik (sel T CD8+), sel T pembantu (sel T CD4
+), sel T regulatory (sel
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
T penekan), sel T natural killer, sel T memori . CD4+ merupakan penanda
bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang terdapat
pada membran protein sel (Abbas et al., 2007).
2.7.1 CD4 (Cluster of Differentiation 4)
Cluster of Differentiation (CD) adalah istilah untuk molekul
permukaan leukosit yang merupakan epitop dan dapat diidentifikasikan
dengan antibody monoclonal. Sel limfosit yang ada dalam berbagai fase
pematangan dapat dibedakan dari ekspresi molekul membran yang dapat
ditentukan dengan menggunakan antibody monoclonal yang spesifik untuk
epitop tunggal antigen. Kelas limfosit dengan fungsi tertentu
mengekspresikan protein permukaan tertentu pula. Molekul permukaan
inilah yang disebut dengan Cluster of Differentiation (CD). Ekspresi
molekul membran sel T seperti CD4, CD8, CD28 dan CD45R berperan
sebagai molekul aksesori dalam fungsi sel T atau dalam transduksi sinyal
(Bratawidjaja et al., 2009).
CD4 adalah bagian dari populasi limfosit T yang disebut sebagai
sel T helper. Cara kerja sel ini adalah sebagai penolong, misalnya
melepaskan suatu senyawa yang mengaktifkan sel-sel lain untuk
mematikan atau mengeliminasi antigen (benda asing). Fungsi utama CD4
dalam imun adalah meregulasi sistem imun agar bekerja dengan baik,
dengan merangsang sistem imun nonspesifik berupa fagosit untuk
kemotaksis dan proses fagositosis benda asing. Peran CD4 dalam sistem
imun spesifik humoral adalah merangsang sel B (Limfosit B) untuk
menghasilkan antibodi dan mengatur produksi antibodi, sedangkan dalam
sistem imun seluler berfungsi dalam mengatur CD8 dan NK untuk
membunuh sel sasaran yang terkena infeksi virus (Runggu, 2010).
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel CD4
diproduksi oleh limpa, limfonodi, dan kelenjar timus. Sel CD4 beredar ke
seluruh tubuh dan berfungsi untuk mengidentifikasi, serta menghancurkan
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kuman seperti bakteri dan virus. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan
yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk
ke tubuh manusia (Runggu, 2010).
Analisa CD4 dipengaruhi oleh tiga parameter, yaitu % limfosit, %
CD4, dan jumlah mutlak CD4. Jumlah CD4 absolut adalah jumlah sel CD4
yang ada dalam sistem kekebalan tubuh. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Ukuran CD4
persentase memberi sedikit informasi tambahan pada jumlah CD4 mutlak
dalam peramalan risiko jangka pendek pengembangan penyakit, karenanya
jumlah CD4 mutlak merupakan ukuran status kekebalan yang lebih
penting dan pilihan terbaik dibandingkan dengan CD4 persentase,
misalnya untuk mengambil keputusan pengobatan dalam orang dewasa
terinfeksi HIV (Runggu, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah CD4 antara lain meliputi
perbedaan analisis, perbedaan musim, beberapa penyakit bersamaan, dan
penggunaan kortikosteroid. Di samping itu, terdapat pula beberapa faktor
yang dilaporkan memberikan sedikit pengaruh terhadap jumlah nilai CD4,
yaitu gender, usia (pada orang dewasa), faktor risiko, stres psikologis, stres
fisik, dan kehamilan (Runggu, 2010).
Di lingkungan sekitar sangat banyak infeksi yang beredar, baik
berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun manusia tidak
setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik
untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang
patogen akan dengan mudah masuk ke tubuh dan menimbulkan penyakit
pada tubuh manusia (Runggu, 2010).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.2 Imunomodulator
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan
memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan
yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja
menurut 3 cara, yaitu melalui:
a. Imunorestorasi
Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi
sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen
sistem imun, seperti: immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum
Globulin (ISG), Hyperimmune Serum Globulin (HSG), plasma,
plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi sumsum tulang, hati dan
timus (Bratawidjaja et al., 2009).
b. Imunostimulasi
Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara
memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem tersebut. Biological Response Modifier (BRM) adalah
bahan-bahan yang dapat merubah respon imun, biasanya meningkatkan
respon imun (Bratawidjaja et al., 2009).
c. Imunosupresi
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respon
imun. Kegunaannya terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi
penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan
kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau autoinflamasi
(Bratawidjaja et al., 2009).
Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensi atau up
regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk mencapai hasil yang diinginkan, suatu imunomodulator
harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, zat tersebut harus dapat
memodifikasi respon imun pejamu bukan hanya berefek pada
mikroorganisme saja. Kedua, zat tersebut harus mempunyai efek samping
minimal dan bebas dari efek berbahaya. Imunomodulator yang baik juga
harus bebas dari efek sensitisasi bila zat yang digunakan bersifat alergenik
dan bebas dari efek inhibisi sistem imun pada pemberian jangka panjang
atau berulang (Kresno, 2001).
2.7.3 Kontrol Pembanding
IM® mengandung Echinacea purpurea 250 mg, ekstrak Black
eldelberry 400 mg, dan Zinc picolinate 5 mg, dikemas dalam sediaan
kaplet. IM®
membantu memperbaiki daya tahan tubuh atau respon imun
tubuh, juga digunakan sebagai terapi pendamping untuk infeksi yang akut
dan kronis, terutama untuk infeksi saluran pernafasan dan genitalia seperti
kandidadiasis dan vaginitis. Echinacea adalah tumbuhan pertama yang
dibuktikan secara ilmiah khasiat stimulasinya terhadap sistem imun. (Tjay
et al., 2002).
Mekanisme Echinacea yang bekerja dengan cara menginduksi
sitokin, sedangkan Zn picolinate mengaktivasi membran sel imun pada
saat proses transkripsi, sehingga kombinasi Echinacea dan Zn picolinate
merupakan kombinasi yang ideal untuk meningkatkan respon imun
terutama pada keadaan infeksi (Anonim, 2006).
Telah terbukti bahwa Echinacea merupakan imunostimulan non
spesifik, dengan kata lain Echinacea tidak mempunyai hubungan antigenik
dengan patogen-patogen spesifik. Hal ini merupakan hasil dari stimulasi
respon imun seluler seperti fagositosis dan pelepasan sitokin serta faktor-
faktor serum lainnya. Fagositosis (proses ingesti atau menghancurkan
mikroorganisme, sel dan partikel) oleh sel-sel pada sistem
retikuloendotelial, telah digunakan sebagai indikator aktifitas
imunostimulan dari Echinacea (Bradley, 2006).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8 Potensi Penelitian
Telah dilakukan penelitian oleh Musdja (2011) tentang uji efek
imunomodulator ekstrak air campuran bahan menyirih, ekstrak air daun
sirih dan ekstrak air gambir secara in vivo. Formula untuk membuat
ekstrak campuran bahan menyirih sebanyak 500 g diambil 421 g daun
sirih, 70 g gambir dan 9 g kapur sirih ditambah akuades hingga 1000 ml,
dibelender pada temperatur kamar sampai halus, lalu diperas dengan
menggunakan kain flanel, kemudian disaring dengan kertas Whatman.
Filtrat yang diperoleh, dikeringkan dengan freeze drier hingga didapatkan
ekstrak kering. Ekstrak air daun sirih dan gambir dibuat dengan 100 gram
serbuk diekstraksi dengan pelarut air pada temperatur mendidih 900C
selama 15-20 menit sambil diaduk. Kemudian infusa disaring dalam
keadaan panas dengan menggunakan corong yang dilapisi kertas saring.
Filtrat diuapkan dengan freeze drier sehingga didapatkan ekstrak kering.
Masing-masing ekstrak dilakukan uji efek imunomodulator secara in vivo
dengan dosis 100, 200 dan 400 mg/kg berat badan mencit. Hewan
percobaan diberi sediaan uji selama 14 hari, kemudian 1 jam sebelum
dieuthansia, diinjeksikan 0,5 ml suspensi bakteri Staphylococcus
epidermidis kedalam peritonial mencit (IP), lalu hewan dibedah dan
diambil cairan peritoniumnya, kemudian dilakukan pemeriksaan aktivitas
fagositosis dan kapasitas fagositosis untuk masing-masing kelompok
hewan percobaan. Hasil uji efek imunomodulator campuran bahan
menyirih mempunyai efek imunomodulator paling baik karena
diperkirakan ada kerja sinergi dari masing-masing bahan menyirih dalam
meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis dengan dosis sedang 200
mg/kgBB terbukti memberikan efek imunomodulator.
Penelitian Fatimah dkk, (2010) pada uji pendahuluan tablet hisap
campuran daun sirih dan gambir dengan perbandingan 0,636 : 0,333 gr
yang diberikan kepada 6 orang relawan selama 7 hari. Hasil pengukuran
CD4 relawan sebelum pemberian dan sesudah pemberian 7 hari tablet
hisap, diperoleh hasil uji T berbeda secara bermakna dibandingkan dengan
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontrol normal. Penelitian ini menunjukkan bahwa tablet hisap daun sirih
dan gambir juga memiliki potensi untuk melawan virus, yaitu dengan
meningkatkan kadar CD4 pada relawan.
Penelitian Nurnabila dkk, (2011) pada uji pendahuluan tablet hisap
campuran daun sirih dan kapur sirih (CaCO3) terhadap kadar CD4 dalam
darah dengan mengambil darah 8 orang panelis masing-masing sebanyak 3
ml, dengan 6 orang diberikan tablet hisap ekstrak sirih dan kapur sirih, 1
orang kontrol positif yang diberikan Imboost Force, dan 1 orang kontrol
negatif yang tidak berikan perlakuan selama 5 hari berturut-turut
menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara data sebelum dan
sesudah perlakuan terhadap kontorl positif dan terdapat perbedaan
bermakna terhadap control negative.
Pada penelitian Chikara (2005) membandingkan efek
imunomodulator antara minyak cengkeh dan eugenol pada tikus. Dosis
yang digunakan 50 mg, 250 mg dan 500 mg. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa minyak cengkeh dan eugenol mempunyai efek
imunomodulator yang siginifikan dibandingkan dengan kontrol normal (P
≤ 0,05) pada dosis 500 mg/kb BB tikus. Efek imunomodulator yang
dihasilkan oleh eugenol lebih baik dibandingkan dengan minyak cengkeh
dengan hasil yang berbeda secara bermakna.
Penelitian Almahdi (2010) untuk mengetahui efek antioksidan dari
gambir. Penelitian dilakukan dengan menginduksi induk mencit yang
sedang hamil dengan alcohol 0,25 ml/20 g BB. Pengamatan efek teratogen
dilakukan melalui laparotami yang dilakukan pada hari ke-18 setelah
kehamilan mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher. Fetus dikeluarkan
dan diamati kelainan. Fetus yang cacat diamati tingkat kerusakannya.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa mencit yang diberi ekstrak gambir
dengan konsentrasi 30, 60 dan 120 mg/20 g BB semakin tinggi dosis
gambir, semakin kecil kerusakan yang ditimbulkan pada organ-organ
mencit dibandingkan dengan organ mencit yang di induksi dengan
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
alkohol. Hal ini menunjukkan bahwa gambir dapat berfungsi sebagai
antioksidan secara in vivo.
Hasil penelitian Diamantstein et al., (1974) menyebutkan bahwa
Ca2+
merupakan agen pembangkit respon imun dan membentuk antibodi
dengan aksi antagonis pada sel proliferasi dan sel diferensiasi, dimana ion
Ca2+
memiliki efek untuk memodulasi respon imun.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Piper betle L.
Eugenol Katekin Ca2+
Meningkatkan
aktivitas fagositosis
dan meningkatkan
kapasitas fagositosis
(Chikara, 2005)
Menetralisir
radikal bebas di
dalam tubuh (Pin
et al., 2010)
Menetralisir
radikal bebas di
dalam tubuh
(Yeni et al., 2014
dan Almahdi,
2010)
Membentuk
antibodi dengan
aksi antagonis
pada sel
proliferasi dan
sel diferensiasi
(Diamantstein et
al., 1974)
KERANGKA TEORI PENELITIAN
Uncaria gambir Roxb. Ca(OH)2
Antioksidan dan
Immunomodulator
Antioksidan
immunomodulator
Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
(Musdja dkk, 2011)
Imunomodulator
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2016
sampai dengan Oktober 2016.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :
timbangan analitik (Wiggwn Hauser), blender, erlenmeyer, gelas becker,
gelas ukur, tabung reaksi, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, kertas
saring, pipet tetes, freeze drier, label, kapas, alumunium foil, corong, botol
timbang, kain flannel, pisau, gunting, portable UV, oven, tanur, desikator,
Sysmex Pouch 100i, FACSCalibur, disintegration tester, botol cokelat.
3.2.2 Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih
(Piper betle Linn.) yang diperoleh dari Balitro Bogor dan bongkahan
gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang diperoleh dari Payakumbuh-Padang,
Sumatra Barat. Serta kapur sirih (Ca(OH)2), dan obat IMBOOST Force
Kaplet Salut Selaput (Kontrol +), cangkang kapsul ukuran 00.
Bahan kimia yang digunakan untuk identifikasi gambir dan
penapisan fitokimia adalah asam sulfat p, asam sulfat 10N, natrium
hisroksida 5% dalam ethanol, amonia 25%, FeCl3 5%, aquades, asam nitrat
p, etil asetat, HCl, dragendorf, mayer, serbuk Mg, HCl p, butanol, HCl 1%,
FeCl3 1%, Pereaksi Stiasny [formaldehid 30% : HCl p (2:1)], serbuk
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
natrium asetat, NaOH 1N, ether, pereaksi Libermann Buchard [asam asetat
anhidrat : asam sulfat p (2:1)], etanol 96%, amonia 10%. Untuk uji CD4
menggunakan reagen BD Tritest CD4 dan lysing solution.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Determinasi Tumbuhan Daun Sirih dan Gambir
Simplisia yang digunakan dalam penelitian adalah daun sirih (Piper
betle L.) diperoleh dari Balitro Bogor yang diambil pada tanggal 29
Januari 2016, gambir (Uncaria gambir Roxb.) bagian yang digunakan
adalah daun dan ranting gambir yang telah di buat menjadi bongkahan
diperoleh dari Payakumbuh-Padang pada tanggal 18 Januari 2016.
Determinasi Sirih dan gambir dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih (Piper betle L.) dan
Gambir (Uncaria gambir Roxb.).
3.3.2 Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih dan Gambir
Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan organoleptis
dari daun sirih dan gambir yang menyangkut pemeriksaan warna, bau dan
rasa.
3.3.3 Identifikasi Gambir
1. Pada 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes asam sulfat P (+)
warna coklat merah
2. Pada 2 mg serbuk gambir ditambahkan asam sulfat 10 N (+) warna
coklat muda
3. Pada 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes Na hidroksida 5% dalam
etanol (+) warna coklat merah
4. Pada 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes ammonia 25%
(+) warna coklat merah
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Pada 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 5% (+)
coklat kehitaman (Depkes RI, 1989).
3.3.4 Identifikasi Urea
Sebanyak 100 mg serbuk gambir dilarutkan dalam 1 ml air,
ditambahkan 1 ml asam nitrat P; terbentuk endapan hablur putih. (Depkes,
1979).
3.3.5 Penapisan Fitokimia Daun Sirih dan Gambir
1. Identifikasi golongan alkaloid
Sebanyak 2 gram ekstrak ditambahkan dengan 5 ml amonia 25%,
digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml etil asetat dan digerus
kembali dengan kuat. Campuran tersebut disaring dengan kertas saring.
Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A). Sebagian dari
larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan
pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atas (larutan B).
Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan
pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas
saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid
dalam ekstrak.
Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-
masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah
bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi
Mayer, menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid (Depkes RI,
2000).
2. Identifikasi golongan flavonoid
Satu gram ekstrak ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama
5 menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan
digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan
(dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat
lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol
(lapisan atas) menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid (Depkes
RI, 2000).
3. Identifikasi golongan saponin
Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan 2
(identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10
menit, bila busa yang terbentuk stabil dalam tabung, reaksi menunjukkan
ada saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa tetap stabil
(Depkes RI, 2000).
4. Identifikasi golongan tanin
Dua gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15
menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang
diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama
ditambahkan 10 ml larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau
hijau kehitaman, berarti ada senyawa golongan tanin.
Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny
(formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas
air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah
muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring,
filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa
tetes larutan FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tinta, menunjukkan ada
tanin galat (Depkes RI, 2000).
5. Identifikasi golongan kuinon
Diambil 5 ml larutan percobaan identifikasi golongan flavonoid,
dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan
NaOH 1 N. Bila terbentuk warna merah menunjukkan ada senyawa
golongan kuinon (Depkes RI, 2000).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid
Satu gram serbuk simplisia dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2
jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring dan diambil filtratnya,
5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh
residu/sisa dan, kedalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat
dan 1 tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liberman-Burchad). Bila terbentuk
warna hijau atau merah menunjukkan ada senyawa golongan steroid atau
triterpenoid (Depkes RI, 2000).
7. Identifikasi golongan minyak atsiri
Sejumlah 2 gram serbuk simplisia dalam tabung reaksi (volume 20
ml), ditambahkan 10 ml pelarut etil asetat dan pasang corong (yang diberi
lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air), dipanaskan selama 10 menit
di atas penangas air dan didinginkan, disaring dengan kertas saring. Filtrat
diuapkan pada cawan penguap, residu dilarutkan dengan pelarut etanol
96% sebanyak 5 ml lalu saring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan
pada cawan penguap. Residu berbau aromatik/ menyenangkan,
menunjukkan ada senyawa golongan minyak atsiri (Depkes RI, 2000).
8. Identifikasi golongan kumarin
Dua gram simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi (volume 20
ml) ditambahkan 10 ml pelarut etil asetat dan pasang corong (yang diberi
lapisan kapas yang telah dibasahi dengan dengan air) pada mulut tabung,
dipanaskan selama 20 menit di atas penangas air dan didinginkan.
Kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan
penguap sampai kering, sisa ditambahkan air panas sebanyak 10 ml,
didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5
ml larutan amonia (NH4OH) 10%, amati di bawah sinar lampu ultraviolet
pada panjang gelombang 365 nm. Bila terjadi fluoresensi warna biru atau
hijau, menunjukkan ada golongan kumarin (Depkes RI, 2000).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6 Penyiapan Bahan dan Pembuatan Campuran Komponen Menyirih
Daun sirih dipisahkan dari cabang dan rantingnya dan dibersihkan
dengan air mengalir sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan,
seperti; sortasi basah (pencucian dengan air mengalir) lalu dirajang kecil-
kecil untuk diblender bersama gambir dan kapur sirih.
Sedangkan untuk penyiapan gambir yaitu dengan cara
membersihkannya dari pengotor, gambir yang digunakan yaitu berupa
bongkahan yang diperoleh dari Payakumbuh - Padang, Sumatera Barat.
Bongkahan gambir kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk.
Ditimbang masing-masing sampel daun sirih 421 gram, gambir 70
gram dan kapur sirih 9 gram berdasarkan perbandingan 48 : 8 : 1 (Daun
sirih : gambir : kapur sirih) yang telah digunakan dalam uji efek
imunomodulator secara in vivo (Musdja, 2011). Setelah itu pembuatan
campuran komponen menyirih dengan penambahan pelarut aquades
hingga 1000ml dengan cara di blender. Hasilnya dikeringkan dengan
freezedryer selama 1-2 hari untuk menarik sisa kandungan air yang masih
terdapat didalam campuran tersebut. (Musdja, 2011).
3.3.7 Pemeriksaan Non Spesifik Simplisia Daun Sirih dan Gambir
a. Susut pengeringan
Ekstrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram sampai 2
gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah
ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan
menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, dibuka
tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu 105oC hingga diperoleh bobot
tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam
keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga mencapai suhu kamar.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekurangan bobot dari sebelum pengeringan dengan sesudah pengeringan
dihitung sebagai susut pengeringan (Depkes RI, 2000).
b. Kadar air
Masukkan lebih kurang 10 gram simplisia/ekstrak dan timbang
seksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105 oC
selama 5 jam, dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada
jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak
lebih dari 0,25% (FI IV, 1995).
% Kadar Air =
c. Kadar abu
Sebanyak 2 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap
berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b (Depkes RI, 2000).
% Kadar Abu =
3.3.8 Evaluasi Sediaan Kapsul
a. Uji keseragaman bobot
Timbang 20 kapsul. Timbang lagi kapsul satu persatu. Keluarkan
isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot
isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. perbedaan dalam persen bobot
isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari
yang ditetapkan kolom A dan untuk setiap 2 kampsul tidak lebih dari yang
ditetapkan kolom B (FI III, 1979).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1. Persyaratan Keseragaman Bobot Kapsul
Bobot rata-rata isi
kapsul
Perbedaan bobot isi kapsul dalam %
A B
120 mg atau lebih ± 10% ± 20%
Lebih dari 120 mg ± 7,5% ± 15%
b. Uji waktu hancur
Sejumlah 6 kapsul, dimasukkan pada masing-masing tabung pada
keranjang, yang dibawahnya terdapat kasa baja berukuran 10 mesh.
Digunakan media air bersuhu 37 ± 2oC. Dilakukan pengamatan terhadap
kapsul, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul.
Bila 1 atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, pengujian diulangi dengan 12
kapsul lainnya, tidak kurang dari 16 dari 18 kapsul yang diuji hancur
sempurna. Dicatat waktu yang diperlukan kapsul untuk hancur sempurna
(Depkes RI, 1995).
c. Uji higroskopisitas
Merupakan cara menguji kemampuan bahan obat untuk menyerap
uap dari udara setelah dibiarkan dalam kondisi tertentu selama beberapa
waktu yang diamati. Sejumlah 3 kapsul ditempatkan pada botol coklat
disimpan dalam desikator. Masing-masing perlakuan diamati setiap hari
selama tujuh hari dan setiap minggu selama sebulan. Pengamatan
dilakukan terhadap perubahan bobot kapsul, bentuk kapsul dan isi kapsul
(Augsburger, 2000).
3.3.9 Uji CD4
a. Perencanaan dosis campuran komponen menyirih dan perlakuan
responden
Pada penelitian sebelumnya mengenai uji efek imunomodulator
ekstrak air komponen menyirih (Piper betle L., Uncaria gambir Roxb.,
dan Ca(OH)2) secara in vivo menggunakan mencit, efek imunomodulator
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkat pada dosis 200mg/kgBB (Musdja et al., 2011) yang
dikonversikan ke dosis manusia menjadi 972 mg dengan LD50 13,99
g/kgBB (Sari, 2010) yang dikonversikan ke dosis manusia adalah 68,06
gram (Praktis tidak toksik). Untuk pembuatan kapsul komponen menyirih,
metode pengisian kapsul dilakukan dengan cara menggunakan tangan
berdasarkan yang dikerjakan di apotik untuk melayani resep dokter
(Effendy dkk, 2015). Campuran komponen menyirih yang dimasukkan ke
dalam cangkang kapsul sebanyak ± 324 mg. Bobot maksimal campuran
komponen menyirih didalam cangkang kapsul adalah ± 324 mg sehingga
aturan pakai yang diberikan sesuai dengan dosis efektif pada penelitian
Musdja, dkk (2011) untuk sekali minum adalah 3 kapsul.
Tabel 2. Perlakuan Pada Penelitian
Perlakuan Jenis
Perlakuan
Aturan Pakai Dosis Lama
Perlakuan
Kontrol (+) IMBOOST
FORCE
Kaplet Salut
Selaput
3 x 1 kaplet perhari
sesudah makan
1 kaplet 3
kali sehari
(MIMS)
14 hari
Uji Kapsul
Komponen
Menyirih
3 x 3 kapsul perhari
sesudah makan
(972 mg untuk sekali
minum)
Dosis
efektif 972
mg
(Musdja et
al., 2011)
Kontrol (-) - - -
Keterangan : Tanda (-) = Tidak diberikan perlakuan
b. Kriteria responden dan pengambilan sampel darah
Kriteria responden yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
persyaratan agar dapat berfungsi sebagai instrumen, terdiri dari:
1. Kriteria inklusi :
Umur 20-45 tahun.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Indeks Masa Tubuh (IMT) Normal (18,5-24,9 kg/m2) (WHO,
2000).
Dalam keadaan sehat dan tidak mengkonsumsi obat apapun
Bersedia ikut dalam penelitian dan mengikuti prosedur yang
ditetapkan (Inform Concern).
2. Kriteria eksklusi :
Adanya efek samping terhadap obat yang diberikan pada masing-
masing kelompok perlakuan, menyebabkan kondisi subjek
memburuk, sehingga pengobatan harus dihentikan sebelum
waktunya.
Tidak kontrol dengan teratur sesuai jadwal penelitian.
Mengundurkan diri dari penelitian.
Pengambilan sampel darah dilakukan di Laboratorium Terpadu
Universitas Indonesia. Tiap responden masing-masing diambil darahnya
sebanyak 3 ml, dengan jumlah responden sebanyak 8 orang dengan 1
orang kontrol positif yang mengkonsumsi tablet IM®, 1 orang kontrol
negatif yang tidak diberi perlakuan, dan 6 orang yang diberi kapsul
komponen menyirih. Pada penelitian ini menggunakan metode pre and
post sehingga pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum
diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan. Penentuan jumlah
sampel ini ditentukan menurut rumus Federer (Adimunca, 2010):
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan : T = Jumlah Perlakuan
n = Jumlah Pengulangan
c. Variabel penelitian
Variabel terikat : Penggunaan kapsul komponen menyirih
Variabel bebas : Kadar CD4 dalam darah
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Perlakuan terhadap sampel darah
Sampel darah yang telah diambil dari responden yang sudah
ditambahkan EDTA sebanyak 3ml. Sampel darah sebanyak 25-30
mikroliter diberi reagen BD Tritest CD4 dengan masing-masing reagen
sebanyak 10 mikroliter. Campuran darah dengan reagen diinkubasi selama
20 menit pada suhu 20-25oC. Setelah itu ditambahkan lysing solution yang
sudah diencerkan 10 kali dengan aquades sebanyak 250 - 300 ml dan
dihomogenkan. Campuran diinkubasi selama 30 menit pada suhu 4,8o
C.
Selanjutnya dibaca dengan alat flow sitometri.
3.3.10 Analisis Data
Data hasil tes CD4 yang diperoleh, dianalisa dengan menggunakan
program pengolahan data statistik SPSS 16 dengan metode Paired Sample
T Test. Uji ini dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan (paired),
sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subyek
yang sama, namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang
berbeda, subyek A akan mendapat perlakuan I kemudian perlakuan II.
Hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap
kelompok
Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap
kelompok
Pengambilan keputusan :
Jika probabilitas ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika probabilitas ≤ 0,05 maka Ho ditolak
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 KERANGKA ALUR PENELITIAN
Ad 1000ml aquades
Blender
Freeze drying
Daun Sirih
(Piper betle L.)
421gr
Serbuk dari bongkahan
Gambir (Uncaria
gambir R.)
70gr
Komponen
Menyirih
Kapur Sirih
(Ca(OH)2)
9gr
Determinasi
Penapisan
Fitokimia
Campuran Basah
Komponen Menyirih
Serbuk Campuran
Komponen
Menyirh
Pembuatan
sediaan kapsul
Responden
Pengambilan
Sampel Darah
Pengukuran
Kadar CD4
Kontrol +
(IMBOOST Force
Kaplet Salut Selaput)
Kontrol - (Tidak
diberikan perlakuan)
Pemeriksaan
Non Spesifik
Pemeriksaan Non Spesifik
Identifikasi Gambir
Identifikasi Urea
Evaluasi :
Keseragaman Bobot
Waktu Hancur
Uji Higroskopisitas
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Determinasi Tumbuhan dan Pemeriksaan Organoleptis Daun
Sirih dan Gambir
Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, bahwa
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih (Piper
betle L) dan Gambir (Uncaria gambir Roxb), lihat Lampiran 10.
Hasil pemeriksaan organoleptis daun sirih yang berasal dari Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor menunjukkan bahwa daun sirih
yang digunakan sama dengan yang tertera dalam buku Vademikum Bahan
Obat Alam (VBOA), Depkes, (1989), lihat Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih Dibandingkan
dengan Persyaratan dalam Buku Vademikum Bahan Obat Alam
(VBOA), Depkes, 1989.
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Tertera dalam VBOA
Bentuk Pipih Menyerupai
Jantung
Pipih Menyerupai
Jantung
Warna Hijau Cerah Hijau Cerah
Bau Khas Pedas
Rasa Pedas Pedas
Hasil pemeriksaan organoleptis terhadap gambir yang digunakan
untuk penelitian juga memperlihatkan ciri-ciri yang sama dengan yang
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terulis dalam buku Vademikum Bahan Obat Alam (VBOA), Depkes,
(1989), lihat Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Gambir Dibandingkan dengan
Persyaratan dalam Buku Vademikum Bahan Obat Alam
(VBOA), Depkes, 1989.
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Tertera dalam VBOA
Bentuk Silinder / Kubus Tidak
Beraturan
Silinder / Kubus Tidak
Beraturan
Warna Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan
Bau Khas Khas
Rasa Sepat Sepat
4.1.2 Hasil Identifikasi Gambir dan Uji Cemaran Urea
Bongkahan gambir yang telah diperoleh dilakukan identifikasi
dengan menggunakan H2SO4 P, H2SO4 10 N, NaOH 5%, Ammonia 25%
dan FeCl3 5% (Depkes,1989) dan untuk uji cemaran urea dilarutkan
dengan air dan ditambahkan asam nitrat P (Depkes, 1979). Hasil dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Identifikasi Gambir dan Uji Cemaran Urea pada
Bongkahan Gambir
Pengujian Syarat Hasil
Serbuk gambir + H2SO4 P Coklat Merah Coklat Merah
Serbuk gambir + H2SO4 10 N Coklat Muda Coklat Muda
Serbuk gambir + NaOH 5% Coklat Merah Coklat Merah
Serbuk gambir + Ammonia 25% Coklat Merah Coklat Merah
Serbuk gambir + FeCl3 5% Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman
Cemaran Urea Negatif Negatif
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.3 Penapisan Fitokimia Daun Sirih dan Gambir
Tabel 6. Hasil Penapisan Serbuk Daun Sirih dan Gambir
No. Kandungan Kimia Penapisan Serbuk
Daun Sirih
Penapisan
Serbuk Gambir
1. Alkaloid + +
2. Flavonoid + +
3. Saponin + +
4. Tanin + +
5. Kuinon - +
6. Steroid dan Triterpenoid Steroid +
Triterpenoid -
-
7. Minyak atsiri + -
8. Kumarin + -
Keterangan : (+) = Ada
(−) = Tidak ada
4.1.4 Hasil Campuran Komponen Menyirih yang Digunakan dalam
Penelitian
Dari 500 gram campuran komponen menyirih yang terdiri dari daun
sirih (421.051 gram), gambir (70,2 gram), dan kapur sirih (9,07 gram)
berdasarkan perbandingan 48 : 8 : 1 (Daun sirih : gambir : kapur sirih)
yang telah digunakan dalam uji efek imunomodulator secara in vivo
(Musdja, 2011) setelah ditambahkan pelarut air dan dilakukan freeze
drying diperoleh serbuk komponen menyirih sebanyak 366,05 gram.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Non Spesifik Simplisia Daun Sirih dan Gambir
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Simplisia Daun Sirih
serta Persyaratan dalam Buku Standar Acuan Simplisia Bahan
Obat Alam
Bahan yang
Diuji
Parameter
Non
Spesifik
Hasil (%)
Persyaratan (%)
Simplisia Daun
Sirih
Susut
Pengeringan
4,77% < 10 % (Depkes, 2000)
Kadar Air 2,92% < 8 % (Standart of Asean Herbal
Medicine, 1993)
Kadar Abu 11,4% < 14 % (Standart of Asean Herbal
Medicine, 1993)
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Serbuk Gambir serta
Persyaratan dalam Buku Standar Acuan Simplisia Bahan Obat
Alam
Bahan yang
Diuji
Parameter
Non
Spesifik
Hasil (%)
Persyaratan (%)
Gambir Susut
Pengeringan
7,57% < 10 % (SNI 01-3391-1994)
Kadar Air 4,24% < 14,5 % (BPOM RI, 2006)
Kadar Abu 3,62% < 4 % (SNI 01-3391-1994)
4.1.6 Evaluasi Sediaan Kapsul
Tabel 9. Hasil Evaluasi Kapsul
Jenis Evaluasi Hasil Nilai Berdasarkan
Literatur
Keseragaman bobot Memenuhi syarat Bobot rata-rata isi kapsul
lebih dari 120 mg
memilik perbedaan dalam
persen bobot isi tiap isi
kapsul terhadap bobot
rata-rata tiap isi kapsul
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak boleh lebih dari
yang ditetapkan kolom A
(± 7,5%) dan untuk setiap
2 kapsul tidak boleh lebih
dari yang dtitetapkan
kolom B (± 15%) (FI III,
1979)
Waktu hancur (menit) 4,32 Di bawah 15 menit
(Depkes RI, 1995).
Higroskopisitas Higroskopis -
Tabel 10. Hasil Uji Waktu Hancur Kapsul Komponen Menyirih
No. Hasil Waktu Hancur
1. 4 menit 28 detik
2. 4 menit 10 detik
3. 4 menit 43 detik
4. 4 menit 9 detik
5. 4 menit
6. 4 menit 20 detik
Tabel 11. Hasil Uji Higroskopisitas Kapsul Komponen Menyirih
No. Bobot Minggu ke- (gr)
1 2 3 4
1. 0,4519±0,0094 0,4519±0,0094 0,4521±0,0096 0,4528±0,0092
2. 0,4674±0,0094 0,4674±0,0094 0,4675±0,0096 0,4679±0,0092
3. 0,4494±0,0094 0,4494±0,0094 0,4496±0,0096 0,451±0,0092
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.7 Hasil Uji CD4
Tabel 12. Persentase CD4 dalam Limfosit
Relawan % CD4 dalam Limfosit Range Normal CD4
Sebelum Sesudah
1 35 36
31% - 60%
2 34 32
3 39 40
4 25 26
5 29 27
6 28 28
Kontrol + 30 32
Kontrol - 23 24
Keterangan : Relawan 1-6 : Panelis diberikan kapsul komponen
menyirih
Kontrol positif : Panelis diberikan Imboost® Force
Kontrol negatif : Panelis tidak diberikan perlakuan
Grafik Persentase CD4 dalam Limfosit
Gambar 4. Persentase CD4 dalam limfosit
4.2 Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian trial, sehingga ethical
clearence akan diajukan pada penelitian selanjutnya. Pada penelitian uji
imunomodulator ini digunakan campuran komponen menyirih dari daun
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
%C
D4
dal
am L
imfo
sit
Responden
Sebelum
Sesudah
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sirih, bongkahan gambir dam kapur sirih dengan perbandingan 48 : 8 : 1
(Daun sirih : gambir : kapur sirih) yang telah digunakan juga dalam
penelitian sebelumnya. Kombinasi ini dilakukan untuk mendapatkan
manfaat maksimal (Manvi et al., 2011).
Daun sirih (Piper betle L.) yang digunakan dalam penelitian uji
efek imunomodulator ini diperoleh dari satu tempat pembibitan di Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Hal ini bertujuan
untuk meminimalkan kemungkinan adanya variasi kandungan kimia
tumbuhan yang terlalu besar karena kondisi iklim dan lingkungan (Depkes
RI, 2000). Untuk memastikan kebenaran tanaman maka dilakukan
determinasi tanaman dan hasilnya menunjukkan bahwa tanaman tersebut
adalah Sirih (Piper betle L.) dari familia Piperaceae (Lampiran 10).
Bongkahan gambir diperoleh dari kabupaten Payakumbuh,
Sumatera Barat yang dikenal sebagai daerah penghasil gambir dan India
mengimpor 68% gambir dari Indonesia dan menggunakannya sebagai
bahan campuran menyirih (Agoes, 2010). Untuk memastikan kebenaran
tanaman maka dilakukan determinasi tanaman dan identifikasi gambir
pada bongkahan gambir. Hasil determinasi pada gambir yang diperoleh
dari kabupaten Payakumbuh menunjukkan bahwa tanaman tersebut adalah
Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dari familia Rubiaceae (Lampiran 10).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Husnul Warnida, dkk (2016)
tentang formulasi ekstrak etanol gambir (Uncaria gambir Roxb.) dalam
bedak anti jerawat yang juga melakukan identifikasi gambir dan urea pada
bongkahan gambir maka dalam penelitian ini perlu dilakukan identifikasi
gambir dan uji urea. Identifikasi gambir dilakukan untuk menjamin bahwa
sampel yang digunakan adalah benar gambir dan hasil pemeriksaan
menunjukkan positif tanaman gambir (Tabel 5.). Dilakukan uji cemaran
urea untuk memastikan gambir yang digunakan tidak tercemar bahan
pengawet dan hasil uji cemaran urea menunjukkan hasil yang negatif
(Tabel 5.). Kapur sirih yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
Shadhong Bio-Technologi (Lampiran 11).
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia serbuk daun sirih menurut penelitian
yang dilakukan oleh nurnabila (2011), serbuk daun sirih mengandung
alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, minyak atsiri dan kumarin
sedangkan hasil dari penelitian ini serbuk daun sirih menunjukkan adanya
kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid, minyak atsiri dan
kumarin. Hasil penapisan fitokimia serbuk gambir berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Hana (2010), serbuk gambir mengandung alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, kumarin sedangkan hasil dari penelitian ini
serbuk gambir menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin dan kuinon (Tabel 6.). Penapisan ini dilakukan untuk
mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat di dalam
jaringan tanaman (Depkes RI, 1987). Penapisan fitokimia seharusnya
dalam penelitian ini dilakukan terhadap campuran komponen menyirih
untuk memastikan kandungan yang terdapat di dalam campuran komponen
menyirih setelah ditambahkan pelarut air dan dilakukan freeze drying.
Menurut penelitian Musdja (2011), senyawa utama dari ekstrak air
campuran komponen menyirih dengan software GC-MS adalah eugenol
(Cis-iso-Eugenol) dari golongan fenil propanoid dengan konsentrasi
31,66% selain itu juga terdapat senyawa I-Felandrena tipe 1 dan benzil
benzoat. Golongan senyawa kimia minyak atsiri dari campuran bahan
menyirih yang tertinggi kandungannya adalah fenil propanoid 36,68%.
Selain itu juga terdapat monoterpen 19,02%, monoterpen alkohol 3,96%,
seskuiterpen 33,39%, seskuiterpen alkohol 6,72% dan golongan lain-lain
0,23%.
Pengujian parameter non spesifik pada daun sirih dan gambir
dilakukan dengan mengukur susut pengeringan, kadar air, dan kadar abu.
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan
maksimal besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Syarat
untuk susut pengeringan daun sirih jika tidak dinyatakan lain adalah tidak
lebih dari 10% (Depkes, 2000) dan pada gambir tidak lebih dari < 10 %
(SNI 01-3391-1994). Hasil pengukuran susut pengeringan daun sirih
adalah sebesar 4,77% dan hasil pengukuran susut pengeringan gambir
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah 7,57% nilai tersebut dapat dikatakan memenuhi dalam persyaratan.
Parameter non spesifik yang kedua adalah kadar air. Pengukuran kadar air
bertujuan untuk memberikan batas minimal besarnya kandungan air dan
syarat untuk daun sirih adalah tidak lebih dari 8% (Standart of Asean
Herbal Medicine, 1993) dan gambir tidak lebih dari < 14,5% (BPOM RI,
2006). Hasil dari pengukuran kadar air pada daun sirih adalah sebesar
2,92% dan pada gambir adalah 4,24%, nilai tersebut masih memenuhi
batas yang disyaratkan. Parameter non spesifik berikutnya adalah
penetapan kadar abu untuk memberikan gambaran tentang kandungan
mineral internal dan eksternal. Syarat untuk daun sirih tidak lebih dari
14% (Standart of Asean Herbal Medicine, 1993) dan pada gambir tidak
lebih dari 4% (SNI 01-3391-1994). Hasil pengukuran kadar abu daun sirih
adalah sebesar 11,4% dan gambir adalah 3,62%, nilai terebut masih
memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Pengujian parameter non spesifik
seharusnya dalam penelitian ini dilakukan terhadap campuran komponen
menyirih yang telah ditambahkan pelarut air dan dilakukan freeze drying.
Pengujian parameter non spsesifik dilakukan sebagai salah satu tahap
standarisasi terhadap seluruh proses pembuatan Obat Tradisional (OT).
Proses pencampuran komponen menyirih dengan pelarut air yang
terdiri dari daun sirih, bongkahan gambir dan kapur sirih yang telah dibuat
pasta sebelumnya, berdasarkan dengan cara penggunaan menyirih secara
tradisional yaitu dengan cara memblender kombinasi ketiga bahan tersebut
dengan aquades kemudian dilakukan freeze drying untuk mendapatkan
serbuk komponen menyirih dan metode yang digunakan ini merupakan
metode yang sederhana, mudah dilakukan dan baik untuk senyawa-
senyawa yang tidak tahan panas. Sedangkan penambahan pelarut air untuk
menghomogenkan kapur sirih di dalam daun sirih dan gambir. Tujuan
freeze drying adalah menghilangkan pelarut air dari padatan terlarut
dengan tetap mempertahankan senyawa yang ada termasuk senyawa yang
tidak stabil. Pada penelitian ini karena merupakan penelitian klinis
seharusnya metode yang digunakan harus sesuai dengan food grade
method. Alat freeze drying yang digunakan dalam penelitian ini tidak
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sesuai dengan food grade method karena alat freeze drying yang digunakan
dalam penelitian ini juga digunakan untuk ekstrak dengan berbagai macam
pelarut yang berbahaya jika dikonsumsi sedangkan dalam penelitian ini
merupakan penelitian klinis sehingga perlu diperhatikan keamanannya.
Maka dari itu dalam penelitian ini seharusnya menggunakan food grade
method agar bahan uji dapat terjaga keamanannya. Berat serbuk campuran
komponen menyirih yang didapat sebanyak 366,05 gram dari berat
sebelumnya yaitu 500 gram. Penurunan berat serbuk campuran komponen
menyirih dikarenakan hilangnya kandungan air dari daun sirih dan kapur
sirih.
Pembuatan campuran komponen menyirih menjadi kapsul.
Pemilihan bentuk sediaan kapsul karena praktis, dapat menutupi obat yang
memiliki rasa atau bau yang tidak enak, mudah ditelan dan cepat hancur
atau larut dalam lambung sehingga obat cepat diabsorpsi, dan kapsul tidak
memerlukan bahan zat tambahan atau penolong seperti pada pembuatan
bentuk sediaan lainnya (Syamsuni, 2006). Serbuk kering campuran
komponen menyirih yang telah didapat setelah freeze drying dimasukkan
ke dalam cangkang kapsul. Ukuran cangkang kapsul yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ukuran 00, dimasukkan serbuk komponen
menyirih sebanyak ± 324 mg ke dalam cangkang kapsul. Metode
pengisian kapsul dilakukan dengan cara menggunakan tangan berdasarkan
yang dikerjakan di apotik untuk melayani resep dokter dan metode ini
merupakan cara yang paling sederhana tanpa menggunakan bantuan alat
lain (Effendy dkk, 2015). Kemudian, dilakukan evaluasi terhadap sediaan
kapsul campuran komponen menyirih. Evaluasi tersebut meliputi: uji
keseragaman bobot, uji waktu hancur dan uji higroskopisitas.
Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
keseragaman bobot sediaan kapsul yang dihasilkan dengan persyaratan
keseragaman bobot dari Farmakope Indonesia Edisi III. Tujuan
keseragaman bobot ini untuk mengetahui besarnya penyimpangan bobot
per kapsul dan penyimpangan ini berhubungan dengan penyimpangan
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dosisi per kapsul. Dari hasil uji keseragaman bobot kapsul komponen
menyirih memiliki bobot rata-rata 317,9 mg dan persen penyimpangan
tidak melebihi persyaratan yang ditetapkan kolom A dan kolom B sesuai
FI III. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan kapsul tersebut memenuhi
kriteria untuk keseragaman bobot.
Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui waktu hancur
sediaan tablet atau kapsul. Untuk memberikan efek terapi, tablet harus
hancur terlebih dahulu menjadi partikel yang lebih kecil, begitu pula untuk
kapsul agar isi kapsul dapat terabsorpsi pada saluran cerna. Uji waktu
hancur untuk sediaan kapsul campuran komponen menyirih menunjukkan
waktu hancur rata-rata ± 4 menit 32 detik. Hasil uji waktu hancur
menunjukkan bahwa sediaan kapsul komponen menyirih memenuhi syarat
berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu waktu hancur dibawah 15
menit.
Uji higroskopisitas bertujuan untuk menguji kemampuan bahan
obat untuk menyerap uap dari udara setelah dibiarkan dalam kondisi
tertentu selama beberapa waktu. Pengujian dilakukan dengan mengamati
perubahan bobot dan warna dari isi sediaan kapsul. Perubahan bobot
kapsul dan warna isi kapsul setiap waktunya dapat menggambarkan
perubahan kadar air yang terdapat dalam sediaan. Pengujian tersebut
diamati bobotnya setiap minggu selama 4 minggu.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. Warna serbuk sediaan kapsul (a) minggu ke-1, (b) minggu ke-2,
(c) minggu ke-3, (d) minggu ke-4
Berdasarkan hasil uji higroskopisitas, pada minggu pertama hingga
ketiga menunjukkan sediaan kapsul komponen menyirih relatif stabil
karena tidak terjadi perubahan bentuk kapsul dan warna isi serbuk. Pada
minggu ke-3 terjadi peningkatan bobot kapsul komponen menyirih.
Namun, pada minggu ke-4 terjadi perubahan bentuk dan bobot kapsul
komponen menyirih serta tidak terjadi perubahan pada warna isi kapsul
(gambar 5.). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan kapsul komponen
menyirih bersifat higroskopis disebabkan oleh beberapa faktor seperti
tidak adanya bahan tambahan yang digunakan untuk mempertahankan
kestabilan sediaan.
CD4 (Cluster of Differentiation 4) adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun
menjadi sangat penting karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seharusnya berperan dalam mengurangi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Hasil tes CD4 dapat berubah-ubah yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain waktu pengambilan darah, faktor fisik pasien,
maupun faktor kondisi kejiwaan pasien. Oleh karena itu, darah diambil
pada jam yang sama dan dilakukan di laboratorium yang sama untuk
meminimalkan faktor kesalahan.
Metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator
pada penelitian ini adalah dengan melihat perubahan kadar CD4 dalam
darah panelis yang mengkonsumsi kapsul komponen menyirih selama 14
hari berturut-turut. Pemilihan CD4 dalam pengujian efek imunomodulator
ini dikarenakan kadar CD4 dapat menunjukkan kekuatan sistem kekebalan
tubuh.
Pada penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu
kelompok uji yang diberikan kapsul komponen menyirih, kelompok
kontrol positif yang diberikan Imboost® Force yang beredar dipasaran dan
telah mengalami uji klinik serta kelompok negatif yang tidak diberikan
perlakuan. Untuk kelompok uji, diberikan kapsul campuran komponen
menyirih dengan aturan 3 kali sehari 3 kapsul sedangkan untuk kontrol
positif diberikan tablet IM® dengan aturan pakai 3 kali sehari 1 kaplet.
Jumlah responden sebanyak 8 orang dengan 1 orang kontrol positif, 1
orang kontrol negatif dan 6 orang sebagai uji. Pada penelitian ini
menggunakan metode pre and post sehingga pengambilan darah dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan
perlakuan. Kekurangan dari penelitian ini jumlah responden yang
digunakan tidak sesuai seharusnya berdasarkan rumus Federer jumlah
responden yang digunakan adalah 9 orang untuk tiap perlakuan.
Keterbatasan penelitian ini dalam penggunaan kontrol hanya satu
dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian. Lamanya perlakuan
terhadap responden selama 14 hari mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Musdja (2011) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air
komponen menyirih dari hari pertama sampai hari ke-14 memperkuat
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sistem pertahanan tubuh mencit sehingga lebih baik dalam melakukan
aktivitas dan kapasitas fagositosis terhadap S. epidermis dengan pemberian
dosis 200 mg/kgBB. Dosis mencit dikonversikan ke dosis manusia
menjadi 972 mg. Dosis ini adalah hasil konversi dari kebiasaan menyirih
dengan menggunakan daun sirih untuk dosis sedang yakni, daun sirih 8
helai, gambir 800 mg dan kapur sirih 110 mg per hari. Frekuensi menyirih
yang umumnya dilakukan oleh masyarakat antara 3 kali sampai dengan 10
kali sehari (Mudja, 2011). Pada penelitian ini dosis kapsul campuran
komponen menyirih yang diberikan 972 mg untuk sekali minum dan
aturan pakai 3 kali sehari sesudah makan. Dilakukan variasi dosis menjadi
3 kali sehari dengan masing-masing dosis 1 kali minum 972 mg untuk
meningkatkan efek sediaan uji pada responden.
Dari analisa statistik yang dilakukan terhadap % CD4 dalam
limfosit, diketahui bahwa hasil uji T-Test menunjukkan bahwa data kadar
CD4 dalam limfosit tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
sebelum dan sesudah diberikan campuran komponen menyirih (p ≥0,05).
Campuran komponen menyirih dengan pelarut air tidak memberikan efek
terhadap kadar CD4 dalam darah. Hal ini dapat disebabkan karena pada
penelitian ini dalam proses pembuatan sampel uji yang dilakukan tidak
menggunakan proses ekstraksi seperti yang dilakukan pada penelitian
sebelumnya, sehingga dosis yang diberikan juga tidak sesuai dan hasilnya
tidak memberikan efek terhadap kadar CD4 dalam darah. Pada penelitian
sebelumnya dosis untuk ekstrak air dari campuran daun sirih, gambir dan
kapur sirih berkhasiat sebagai imunomodulator secara in-vivo pada dosis
200 mg/kgBB yang dikonversikan dalam dosis manusia 972 mg (Musdja
et al, 2011) sedangkan pada penelitian ini dosis yang digunakan adalah
972 mg dengan aturan pakai 3 kali sehari. Meskipun dosis sudah
ditingkatkan tetap saja kadar senyawa kimianya berbeda karena dalam
penelitian ini tidak melakukan proses ekstraksi seperti yang dilakukan
penelitian sebelumnya. Sehingga campuran komponen menyirih dengan
pelarut air tidak memberikan efek terhadap kadar CD4 dalam darah.
Penelitian ini merupakan penelitian trial, sehingga ethical clearence akan
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diajukan pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini tidak memenuhi syarat
ethical clearence, seharusnya dalam penelitian ini dicantumkan ethical
clearence karena penelitian ini merupakan penelitian klinis.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Campuran komponen menyirih (Piper betle L., Uncaria gambir Roxb.,
dan Ca(OH)2) dengan pelarut air dapat dibuat menjadi sediaan kapsul.
2. Kapsul komponen menyirih memenuhi syarat dari segi uji
keseragaman bobot dan uji waktu hancur namun hasil dari uji
higroskopistas sediaan kapsul komponen menyirih menunjukkan
bersifat higroskopis.
3. Campuran komponen menyirih (Piper betle L., Uncaria gambir Roxb.,
dan Ca(OH)2) dengan pelarut air tidak dapat mempengaruhi kadar
CD4 dalam darah karena dalam penelitian ini menggunakan campuran
dari simplisia dan tidak dilakukan proses ekstraksi sehingga dosis yang
diberikan tidak efektif untuk memberikan efek.
5.2.1 Saran
1. Disarankan untuk dilakukan ekstraksi pada campuran komponen
menyirih seperti infus/dekok jika tetap menggunakan pelarut air atau
dengan metode ekstraksi lainnya dengan pelarut organik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian
imunomodulator dengan menggunakan jumlah pasien yang
representatif dan untuk penelitian klinis harus menggunakan ethical
clearence.
3. Pembuatan sediaan disarankan dengan standar food grade method
karena penelitian klinis dan perlu dilakukan formulasi kembali dan uji
kestabilan terhadap sediaan kapsul komponen menyirih.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abbas K A, Lichtmant A H, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. Sixth
ed. Philadelphia : W B Saunders Company; 2007.
Adimunca, Cornelis dan Olwin Nainggolan. 2010. Pengaruh Ekstrak Daun
Singkong (Manihot uttilisima) Terhadap Fungsi Hati Dan Ginjal Tikus
Putih Yang Diinduksi Kasrsinogen Nitrosamin. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Salemba Medika. 22
Amos. 2010. Kandungan Katekin Gambir Sentra Produksi di Indonesia. Diambil
dari: http://www.bsn.or.id diakses pada tanggal 29 Februari 2016
Anggraini, T., Tai, T., Yoshino, T and Itani, T. 2011. Antioxidative activity and
catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West
Sumatra, Indonesia. African Journal of Biochemistry Research. Vol. 5 (1):
33- 38
Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Anonim. 2006. Echinacea Imunoterapi Penyakit Saluran Pernapasan. Diambil
dari : http://www.tempo.co.id
Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Badan POM RI. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 2.
Jakarta : BPOM RI. 55
Baratawidjaya K G. Imunologi Dasar. Edisi ke 7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
Bratawidjaja, Karnen Garnan. 2009. Imunologi Dasar Edisi Ke-6. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta : 3-17, 128-151
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bradley. Peter. 2006. British Herbal Compendium Vol 2. British Herbal Medicine
Association (BHMA), Great Britain: 129-141
Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. Puspa
Swara. Hal 87
Departemen Kesehatan RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 92-98, 137-139
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1;4-22.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1989.Vademekum Bahan Obat Alam. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta : 272-275
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Ditjen POM (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Hal. 567, 96.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Effendy, Rogayah R.A dkk. 2015. Dasar-Dasar Kefarmasian. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Fatimah, 2010. Formulasi Tablet Hisap Kombinasi Ekstrak Etanol 70% Daun
Sirih (Piper Betle L.) dan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Dengan Variasi
Konsentrasi Maltodekstrin Sebagai Pengikat Menggunakan Metode Cetak
Langsung Dan Uji Efek Imunomodulator. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gandhi G, Kaur R, Sharma S. Chewing pan masala and/or betel quid-fashionable
attributes and/or cancer menaces. Journal of Human Ecology
2005;17(3):161-6
Guha, P., 2006, Betel Leaf : The Neglected Green Gold of India, J. Hum. Ecol.,
19(2):87-93.
Hariana, Drs. H. Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 3. Penebar
Swadaya, Jakarta: 86-87
Haryanto, Sugeng. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta.
Pallmal: 481-484
Hendry, John A., Jeansonne, Billie G., Dummett, Clifton O., dan Burrell, William.
Comparison of Calcium Hydroxide and Zinc Oxide and Eugenol
Pulpectomies in Primary Teeth of Dogs. Oral Patology, Vol 54, 2005
Hermawan, A., Hana, W., dan Wiwiek, T. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli dengan Metode Difusi Disk. Skripsi: Universitas Erlangga. 2007
Jawetz, E., Melnick, J.L. dan Adelberg, E.A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta: 165-170
Juminar, St Ratna. 2012. Formulasi Granul Kombinasi Katekin Gambir (Uncari
gambir Roxb) dan Eugenol Sebagai Imunomodulator Dengan Metode
Granulasi Basah. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Kaplan Medical. 2002. USMLE. Step 1 Micobiology and Immunology Notes.
Kaplan Inc., United States: 293-308
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosa dan Prosedur Laboratorium
Edisi IV. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Manvi, F.V., Nanjawade, B.K., dan Singh, S. Pharmacological Sreening of
Combined Extract of Annova Squamosa and Nigella Sativa.
Pharmacology,Vol 2, 2011.
Mardisiswojo, Sudarman & Radjakmangunsudarso, Harsono. 1968. Cabe Puyang
Warisan Nenek Moyang I. Jakarta: PMI. 102
Musdja, Muhammad Yanis, Amir Syarif, Ernie Hernawati Poerwaningsih, Andria
Agusta. 2011. Modulation of Macrophage Immune Responses of Extract
Mixture of Betel Leaf (Piper betle, L), Gambier (Uncaria gambier, Roxb)
and Calcium Hydroxide on Phagocytic Cells of Mice. Jakarta: Islamic
State University
Mursito, Bambang. 2004. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional.
Jakarta : Penebar Swadayana. 108-109.
Nurnabila, Nida., 2011. Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Sirih (Piper betle
L.) dan Kapur Sirih (CaCO3) Dengan Mikrokristalin Selulosa (Avicel)
Sebagai Pengikat Serta Pengaruhnya Terhadap Kadar CD4 Dalam Darah.
Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oetjen, Georg-Wilhem & Haseley, Peter. 2004. Frezz-Drying. From Germany
:WILEY-VCH Verlag Gmbh & Co.KGaA
Perpustakaan Negeri Malaysia. 2001. Sirih Pinang. From
http://www.pnm.my/sirihpinang/sp-kapur.htm., 10 April 2016
R.A. Cawson, E.W.Odell. Oral Cancer. 6th
ed. London: Churchill Livingstone,
2000: 228-238
Runggu, Caprina. 2010. Komunitas AIDS Indonesia. Diambil dari http://aids-
ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV
-AIDS
Sudirman, 2010, Pemanfaatan Kapur Sirih Sebagai Deodoran Alternatif Pencegah
Terjadinya Bau Badan (Bromhidrosis), Universitas Negeri Malang,
Malang
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sari, Wulan, Permata. 2010. Uji Toksisitas Akut Campuran Ekstrak Etanol Daun
Sirih (Piper betle L.) Dan Ekstrak Kering Gambir (Uncaria gambir R)
Terhadap Mencit Putih Jantan. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo,
Jakarta
Tyler, V.E, et al. (1988). Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger.
Philadelphia. Pages. 57-59, 67, 77-78,186-187
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Gambar Bahan dan Alat Penelitian
Gb 6. Ekstrak kering
komponen menyirih Gb 7. Freeze dryer
Gb 8. Oven Gb 9. Tanur
Gb 10. Uji kadar abu
gambir
Gb 11. Uji kadar abu
daun sirih
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gb 12. Uji kadar air
gambir
Gb 13. Uji kadar air
daun sirih
Gb 14. Uji susut
pengeringan gambir
Gb 15. Uji susut
pengeringan daun sirih
Gb 16. Kapsul ekstrak
komponen menyirih
Gb 17. Uji saponin
gambir
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gb 18. Uji alkaloid
gambir
Gb 19. Uji flavonoid
gambir
Gb 20. Uji tanin
gambir
Gb 21. Uji kuinon
gambir
Gb 22. Uji steroid dan
triterpenoid gambir
Gb 23. Uji kumarin
gambir
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gb 24. Uji alkaloid
daun sirih
Gb 25. Uji flavonoid
daun sirih
Gb 26. Uji saponin
daun sirih
Gb 27. Uji tanin daun
sirih
Gb 28. Uji kuinon
daun sirih
Gb 29. Uji steroid dan
triterpenoid daun sirih
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gb 30. Uji kumarin
daun sirih
Gb 31. Uji urea
gambir
Gb 32. Identifikasi
gambir
Gb 33. Sysmex Poch
100i
Gb 34. FACSCalibur Gb 35. Alat uji waktu
hancur
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gb 36. Timbangan
analitik Gb 37. Desikator
Gb 38. Uji
higroskopisitas
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Preparasi Simplisia Daun Sirih
Penyediaan Daun Sirih
Determinasi tanaman Dilakukan sortasi basah untuk menghilangkan
bagian tanaman yang tidak diperlukan
Daun Sirih dicuci dengan air mengalir
Ditiriskan agar bebas dari air bekas cucian
Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
Simplisia digiling
hingga menjadi serbuk
Diblender bersamaan dengan gambir dan kapur
sirih Penapisan fitokimia
Dirajang kecil-kecil
Setelah kering, simplisia disimpan
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Dosis Perhitungan Konversi Dosis Ekstrak Mencit ke
Manusia
Untuk pemberian doses obat kepada hewaan percobaan, dosis manusa harus
dikonversikan berdasarkan perhitungan menggunakan luas permukaan tubuh yang
berasal dari U.S Department of Health and Human Services, food and Drug
Administration, Center for drug Evaluation Research (Shaw et al., 2007)
Perhitungannya dengan rumus sebagai berikut :
Human Equivalent Dose (HED) = Animal dose
Tabel Konversi dari Dosis Hewan ke Dosis Manusia (HED) Berdasarkan Luas
Permukaan Tubuh
Spesies Bobot (Kg)
Luas
Permukaan
Tubuh (m2)
Faktor Km
Manusia
Dewasa
Anak-anak
60
20
1,6
0,8
37
25
Baboon 12 0,6 20
Anjing 10 0,5 20
Monyet 3 0,24 12
Kelinci 1,8 0,15 12
Guinea pig 0,4 0,05 8
Tikus 0,15 0,025 6
Hamster 0,08 0,02 5
Mencit 0,02 0,007 3
Keterangan : Nilai tersebut berdasarkan data dari FDA Draft Guidelines (Shaw, et
al., 2007)
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Campuran Daun Sirih ( Piper betle, Linn),
Bongkah Gambir (Uncaria gambir, R.), dan Kapur Sirih (Ca(OH)2)
Dosis hasil penelitian sebelumnya diperoleh dosis ekstrak air campuran
komponen menyirih (jus campuran Piper betle Linn., Uncaria gambir Roxb.,
Cao) yang berkhasiat sebagai imunomodulator adalah 200 mg/kgBB pada mencit .
Selanjutnya, dosis pada mencit diubah menjadi dosis pada manusia :
HED = Animal dose
= 200 mg/kgBB
= 16,2 mg/kgBB 60 kg
= 972 mg
Untuk LD50 yang digunakan sebagai batas dosis letal menggunakan dosis yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu 13,99 g/kg BB pada mencit.
Selanjutnya LD50 pada mencit diubah menjadi LD50 pada manusia :
LD 50 = Animal dose
= 13,99 g/kgBB
= 1,134 g/kgBB 60 kg
= 68,06 gram
Dalam penelitian ini dosis yang digunakan adalah 972 mg untuk sekali minum.
Aturan pakai yang digunakan 3 kali sehari. Sehingga dosis yang digunakan dalam
sehari adalah 2,916 gram.
Rata-rata 1 helai daun sirih = 2,97302 gram
Jumlah daun sirih yang dibutuhkan = 421 gram
Banyaknya helai yang dibutuhkan =
= 141,6 14 helai
Banyaknya serbuk campuran komponen menyirih yang didapat = 366,05 gram
Lampiran 5. Perhitungan Karakterisasi Daun Sirih
1. Susut Pengeringan
W1 = 31,056 gram
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
W2 = 31,007 gram
Berat ekstrak = 1,026 gram
Berat wadah kosong = 30,03 gram
% Susut Pengeringan =
=
= 4,77%
2. Kadar Air
Berat ekstrak + wadah awal = 55,725 gram
Berat ekstrak + wadah akhir = 55,695 gram
Berat simplisia = 1,025 gram
Berat wadah kosong = 54,7 gram
% Kadar Air =
=
= 2,92%
3. Kadar Abu
Berat ekstrak + wadah awal = 38,767 gram
Berat ekstrak + wadah akhir = 37,822 gram
Berat simplisia = 1,067 gram
Berat wadah kosong = 37,7 gram
% Kadar Abu =
=
= 11,4%
Lampiran 6. Perhitungan Karakterisasi Gambir
1. Susut Pengeringan
W1 = 43,545 gram
W2 = 43,466 gram
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berat ekstrak = 1,043 gram
Berat wadah kosong = 42,502 gram
% Susut Pengeringan =
=
= 7,57%
2. Kadar Air
Berat ekstrak + wadah awal = 54,2255 gram
Berat ekstrak + wadah akhir = 54,182 gram
Berat simplisia = 1,0255 gram
Berat wadah kosong = 53,2 gram
% Kadar Air =
=
= 4,24%
3. Kadar Abu
Berat ekstrak + wadah awal = 39,664 gram
Berat ekstrak + wadah akhir = 38,6 gram
Berat simplisia = 1,104 gram
Berat wadah kosong = 38,56 gram
% Kadar Abu =
=
= 3,62%
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Evaluasi Kapsul
Tabel 13. Hasil Uji Keseragaman Bobot
% Penyimpangan = |
| × 100%
No. Netto (mg) % penyimpangan
1 298,7 6,03
2 329,8 3,74
3 312,8 1,6
4 320,4 0,78
5 302,1 4,97
6 298,5 6,1
7 315,5 0,75
8 324,6 2,1
9 316,3 0,5
10 331,0 4,12
11 331,9 4,4
12 318,2 0,094
13 330,6 3,994
14 310,9 2,2
15 313,0 1,54
16 316,0 0,59
17 321,6 1,16
18 318,4 0,15
19 324,2 1,98
20 324,4 2,04
Rata-rata 317,9
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 39. Kurva perubahan bobot uji higroskopis minggu ke-1 sampai minggu
ke-4
Lampiran 8. Kriteria Responden dalam Penelitian
Data Syarat
Umur 20-45 tahun
Indeks Masa Tubuh
(IMT)
18,5-24,9 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara Fisik
Relawan 1
Data Hasil
Umur 22 tahun
Berat Badan 56 kg
Tinggi Badan 152 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
24,9 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 2
Umur 22 tahun
Berat Badan 54 kg
Tinggi Badan 162 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
20,57 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 3
Umur 38 tahun
Berat Badan 58 kg
Tinggi Badan 160 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
22,65 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1 2 3 4
Minggu Ke-
kapsul 3
Kapsul 2
Kapsul 1
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Relawan 4
Umur 25 tahun
Berat Badan 65 kg
Tinggi Badan 173 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
21,71 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 5
Umur 23 tahun
Berat Badan 50 kg
Tinggi Badan 150 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
22,22 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 6
Umur 22 tahun
Berat Badan 56 kg
Tinggi Badan 155 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
23,3 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 7
Umur 22 tahun
Berat Badan 53 kg
Tinggi Badan 160 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
20,7 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Relawan 8
Umur 22 tahun
Berat Badan 56 kg
Tinggi Badan 158 cm
Indeks Masa
Tubuh (IMT)
22,43 kg/m2
Kondisi Fisik Sehat Secara
Fisik
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Persentase CD4 dalam Limfosit
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Sebelum 31.67 6 5.203 2.124
Sesudah 31.50 6 5.577 2.277
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Sebelum & Sesudah 6 .965 .002
Perbandingan dengan kontrol positif
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Sesudah 6 31.50 5.577 2.277
One-Sample Test
Test Value = 32
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Sesudah -.220 5 .835 -.500 -6.35 5.35
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Sebelum -
Sesudah .167 1.472 .601 -1.378 1.711 .277 5 .793
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perbandingan dengan kontrol negatif
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Sesudah 6 31.50 5.577 2.277
One-Sample Test
Test Value = 24
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Sesudah 3.294 5 .022 7.500 1.65 13.35
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Sertifikat Determinasi Tanaman
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Sertifikat Bahan Baku Ca(OH)2
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Lab Darah
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Permohonan Ethical Clearence