UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG
ENDOFIT DARI LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees
SKRIPSI
ZAKIYATUL MUNAWAROH
NIM. 1113102000079
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
ii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG
ENDOFIT DARI LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ZAKIYATUL MUNAWAROH
NIM. 1113102000079
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
iii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Zakiyatul Munawaroh
NIM : 1113102000079
Tanda Tangan :
Tanggal : 4 Oktober 2017
iv Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Zakiyatul Munawaroh
NIM : 1113102000079
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit dari
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Disetujui oleh
Pembimbing I
Eka Putri, M.Si., Apt
NIP. 197905172009122002
Pembimbing 1I
Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt
NIP. 197806302006042001
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt
NIP. 197407302005012003
v Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Zakiyatul Munawaroh
NIM : 1113102000079
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit dari
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Eka Putri, M.Si., Apt ( )
Pembimbing II : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt ( )
Penguji I : Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt ( )
Penguji II : Saiful Bahri, M.Si ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal :
vi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Name : Zakiyatul Munawaroh
Program Study : Farmasi
Title : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit dari
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees merupakan salah satu lumut hati
yang tumbuh di Indonesia dan mempunyai aktivitas antibakteri, tetapi sulit untuk
dikumpulkan dalam jumlah banyak sebagai sampel murni karena ukurannya yang
sangat kecil. Oleh karena itu, dilakukan isolasi dan uji aktivitas antibakteri ekstrak
kapang endofit dari lumut hati M. emarginata sebagai alternatif untuk
mendapatkan senyawa metabolit dan aktivitas biologi yang serupa dengan
inangnya. Dilakukan isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan skrining aktivitas
antibakteri kapang endofit. Selanjutnya isolat kapang endofit difermentasi dan
diekstraksi untuk memperoleh senyawa metabolit sekunder yang aktif sebagai
antibakteri. Aktivitas antibakteri ekstrak kapang endofit diujikan menggunakan
metode difusi cakram dan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ditentukan
dengan metode mikrodilusi cair. Diperoleh 6 isolat kapang endofit yang
menunjukkan aktivitas antibakteri pada uji skrining awal yaitu isolat MEA1,
MEA2, MEB1, MEC1, MEC2, dan MEC3. Hasil dari pengujian antibakteri
dengan difusi cakram menunjukkan bahwa pada fraksi ekstrak etil asetat isolat
MEB1 aktif terhadap Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa. Nilai KHM
fraksi etil asetat isolat MEB1 yaitu 200 µg/mL terhadap B. subtilis dan P.
aeruginosa.
Kata kunci : aktivitas antibakteri, kapang endofit, lumut hati, Marchantia
emarginata
vii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Zakiyatul Munawaroh
Program Study : Pharmacy
Title : Antibacterial Activity Test of Endophytic Fungi Extracts
from Liverwort Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees is known as one of liverworts in
Indonesia and has antibacterial activity, but it is difficult to be collected in large
quantities as a pure sample because of its very small size. Therefore, isolation and
evaluation of antibacterial activity of endophytic fungi extract from liverwort M.
emarginata were performed as an alternative to obtain metabolite compounds and
biological activities that similar to its host. The research performed by isolating,
purificating, characterizing, and screening of the antibacterial activity from
endophytic fungi. The endophytic fungi isolates were fermented and extracted to
obtain secondary metabolite compounds that were active as antibacterials.
Antibacterial activity was measured by used disc diffusion method and the
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) was measured by used broth
microdilution. Six isolates of endophytic fungi were obtained and showed
antibacterial activity in preliminary screening termed as MEA1, MEA2, MEB1,
MEC1, MEC2, and MEC3 isolates. Result of disc diffusion antibacterial assay
indicated that ethyl acetate fraction of MEB1 was active against Bacillus subtilis
and Pseudomonas aeruginosa. The MIC value of the ethyl acetate fraction of
MEB1 is 200 μg/mL against B. subtilis and P. aeruginosa.
Keywords : antibacterial activity, endophytic fungi, liverwort, Marchantia
emarginata
viii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan petunjuk bagi umat
manusia, semoga kelak kita mendapat syafaatnya di hari akhir.
Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit
dari Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees” ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari beberapa doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kementrian Agama RI selaku penyedia Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) sehingga penulis dapat menuntut ilmu di universitas ini.
2. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Eka Putri, M.si., Apt dan ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt selaku
dosen pembimbing I dan II yang senantiasa memberikan arahan, dukungan,
dan solusi selama melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan bimbingan ibu tercatat menjadi amal shaleh
dan mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi Allah.
5. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan nasehat, motivasi dan solusi selama penulis
menjalani pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis. Semoga kelak menjadi ilmu yang bermanfaat.
7. Semua laboran FKIK yang telah membantu keseharian penulis selama
penelitian dan memberikan informasi tentang teknis pengerjaan di
laboratorium.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Ikhyan dan Ibu Khayatun yang senantiasa
memberikan do’a, nasehat, dukungan, dan bantuan baik materil maupun non
materil. Kedua adik penulis, Syifaur Rahmah dan Zumrotul Hidayah yang
senantiasa memberikan do’a, dukungan, dan semangat kepada penulis
9. Teman-teman seperjuangan penelitian mikrobiologi dan lumut Lisa, Nuril,
Puspa, Ajeng, Vita, Tewe, Abbas, Ghifar, Rizal, Anggi, Aisyah, Tika, dan
Hasan, teman-teman farmasi 2013, CSS MoRA 2013, dan Fantastic Four
Ramaza, Elok, dan fifi yang telah memberikan semangat, dukungan, dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
10. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat
ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doa-
doanya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga Allah akan memberikan balasan yang berlipat ganda atas dukungan dan
bantuan kepada penulis.
Ciputat, 4 Oktober 2017
Penulis
x Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Zakiyatul Munawaroh
NIM : 1113102000079
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul :
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG ENDOFIT DARI
LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lainnya yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 4 Oktober 2017
Yang menyatakan
(Zakiyatul Munawaroh)
xi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1 Lumut Hati ..................................................................................................... 4
2.1.1 Morfologi Lumut Hati ....................................................................... 4
2.1.2 Aktivitas Biologi Lumut Hati ............................................................ 5
2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. .......................................... 6
2.2.1 Kandungan Senyawa dan Aktivitas Biologi ...................................... 6
2.3 Kapang Endofit .............................................................................................. 7
2.3.1 Kapang Endofit Penghasil Antibakteri .............................................. 8
2.4 Mikroorganisme ............................................................................................. 8
2.4.1 Bakteri ................................................................................................ 9
2.4.2 Kapang ............................................................................................. 10
2.5 Antimikroba ................................................................................................. 12
2.6 Uji Aktivitas Antimikroba ........................................................................... 13
2.6.1 Metode Difusi .................................................................................. 14
xii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.2 Metode Dilusi .................................................................................. 14
2.7 Karakterisasi Mikroba ................................................................................ 15
2.7.1 Karakterisasi Bakteri ........................................................................ 15
2.7.2 Karakterisasi Kapang ....................................................................... 16
2.8 Bakteri Uji ................................................................................................... 17
2.8.1 Staphylococcus aureus ..................................................................... 17
2.8.2 Bacillus subtilis ................................................................................ 17
2.8.3 Pseudomonas aeruginosa ................................................................ 18
2.9 Antibiotik Pembanding ................................................................................ 18
2.9.1 Kloramfenikol .................................................................................. 18
2.9.2 Siprofloksasin Hidroklorida ............................................................. 19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 20
3.2.1 Alat ................................................................................................... 20
3.2.2 Bahan ............................................................................................... 20
3.3 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 21
3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan ...................................................... 21
3.3.2 Isolasi Kapang Endofit ..................................................................... 23
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit .............................................................. 23
3.3.4 Karakterisasi Kapang Endofit .......................................................... 24
3.3.5 Skrining Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit .............................. 24
3.3.6 Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit ....................................... 25
3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri ................................................................. 25
3.3.8 Uji Sensitivitas Antibiotik ............................................................... 27
3.3.9 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ......................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30
4.1 Determinasi Tanaman .................................................................................. 30
4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit ....................................................... 30
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ...................................................................... 32
4.4 Skrining Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit .......................................... 39
4.5 Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit .................................................. 40
xiii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 Karakterisasi Bakteri Uji ............................................................................. 41
4.7 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit ...................................... 43
4.8 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ..................................... 45
BAB V. PENUTUP .............................................................................................. 49
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 49
5.2 Saran ............................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
xiv Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi Lumut Hati ........................................................... 5
Gambar 2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ................... 6
Gambar 2.3 Struktur Senyawa Marchantin A ............................................ 7
Gambar 2.4 Struktur Sel Bakteri ................................................................ 9
Gambar 2.5 Tipe-tipe Hifa ......................................................................... 11
Gambar 2.6 Prosedur Pewarnaan Gram ..................................................... 16
Gambar 2.7 Struktur Kloramfenikol .......................................................... 18
Gambar 2.8 Struktur Siprofloksasin Hidroklorida ..................................... 19
Gambar 4.1 Posisi Penanaman Talus Marchantia emarginata .................. 31
Gambar 4.2 Isolat MEA1 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 33
Gambar 4.3 Isolat MEA2 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 34
Gambar 4.4 Isolat MEB1 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 35
Gambar 4.5 Isolat MEC1 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 36
Gambar 4.6 Isolat MEC2 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 37
Gambar 4.7 Isolat MEC3 secara Makroskopik dan Mikroskopik .............. 38
Gambar 4.8 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Pembanding ........................ 46
xv Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aktivitas Biologi Lumut Hati ................................................. 5
Tabel 2.2 Ciri-ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................... 10
Tabel 4.1 Daftar Isolat Kapang Endofit M. Emarginata ........................ 32
Tabel 4.2 Hasil Skrining Isolat Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji ... 39
Tabel 4.3 Hasil Perolehan Ekstrak Hasil Fermentasi Kapang Endofit.... 41
Tabel 4.4 Hasil Karakterisasi Bakteri Uji dengan Pewarnaan Gram ...... 42
Tabel 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit ....... 44
Tabel 4.6 Hasil KHM Fraksi Ekstrak Etil Asetat Isolat MEB1 .............. 48
xvi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Tanaman ............................................................. 57
Lampiran 2. Alur Penelitian ........................................................................ 58
Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit ...................................... 59
Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit ............................... 60
Lampiran 5. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit ............................ 60
Lampiran 6. Bagan Kerja Skrining Aktivitas Antibakteri ........................... 61
Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit ........ 62
Lampiran 8. Bagan Kerja Karakterisasi Bakteri Uji ................................... 63
Lampiran 9. Bagan Kerja Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ....................... 63
Lampiran 10. Bagan Kerja Uji Antibakteri Ekstrak Kapang endofit ............ 64
Lampiran 11. Bagan Kerja Penentuan Nilai KHM ....................................... 65
Lampiran 12. Hasil Isolasi Kapang Endofit ................................................. 66
Lampiran 13. Hasil Skrining Isolat Kapang Endofit ..................................... 68
Lampiran 14. Hasil Fermentasi Isolat Kapang Endofit ................................. 70
Lampiran 15. Hasil Ekstraksi Isolat Kapang Endofit .................................... 71
Lampiran 16. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit ....................... 73
Lampiran 17. Hasil Penentuan KHM ............................................................ 76
Lampiran 18. Sertifikat ATCC Bakteri Uji ................................................... 77
Lampiran 19. Sertifikat Analisis Siprofloksasin ........................................... 80
Lampiran 20. Sertifikat Analisis Kloramfenikol ........................................... 81
Lampiran 21. Sertifikat Analisis p-iodonitrotetrazolium (INT) .................... 82
xviii Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR SINGKATAN
µg : Mikrogram
µL : Mikroliter
µm : Mikrometer
ATCC : American Type Culture Collection
B. subtilis : Bacillus subtilis
Ca
: Kalsium
CFU : Colony Forming Unit
cm : Sentimeter
DMSO : Dimetil sulfoksida
DNA : Deoxyribose-Nucleic Acid
INT : p-iodonitrotetrazolium
KBM : Konsentrasi Bunuh Minimum
KHM : Konsentrasi Hambat Minimum
LAFC : Laminar Air Flow Cabinet
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
M. emarginata : Marchantia emarginata
ME : Marchantia emarginata
mg : Miligram
Mg : Magnesium
MHA : Mueller-Hinton Agar
MHB : Mueller-Hinton Broth
MIC : Minimum Inhibitroy Concentration
mL : Mililiter
mm : Milimeter
NA : Nutrient Agar
NaCl : Natrium klorida
NCCLS : National Committee for Clinical Laboratory Standards
nm : Nanometer
P. aeruginosa : Pseudomonas aeruginosa
PDA : Potato Dextrose Agar
PDB : Potato Dextrose Broth
PDY : Potato Dextrose Yeast
RNA : Ribonucleid Acid
S. aureus : Staphylococcus aureus
WHO : World Health Organization
PPM : Part Per Million
1 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan hutan di Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis
dengan keanekaragaman flora termasuk di dalamnya jenis lumut (Windadri,
2009). Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan tingkat rendah dan
bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian
(Windadri, 2007). Lumut terdiri dari 3 divisi, yaitu Bryophyta atau mosses (lumut
daun sebanyak 14.000 spesies), Marchantiophyta atau liverworts (lumut hati
sebanyak 6.000 spesies), dan Anthocerotophyta atau hornworts (lumut tanduk
sebanyak 300 spesies) (Asakawa, 2009; Sharma, 2014; Sulistyowati, 2014).
Lumut hati mempunyai cellular oil body yang tidak ditemukan pada dua divisi
yang lain (Asakawa, 2009). Lumut hati mempunyai aktivitas biologi yang
menarik seperti antibakteri, antifungi, antihepatotoksik, sitotoksik, antioksidan,
kardiotonik, insect antifeedant, dan relaksan otot (Ludwiczuk, dkk., 2008).
Fitokimia lumut hati sering diabaikan dalam waktu yang lama karena
secara morfologi bentuknya sangat kecil dan sulit untuk dikumpulkan dalam
jumlah yang banyak sebagai sampel murni (Asakawa, 2009). Tingkat produksi
obat dengan bahan baku tanaman terbatas karena apabila dieksploitasi terus
menerus maka bahan baku tanaman tersebut akan musnah. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif sumber yang dapat menghasilkan senyawa metabolit dan
aktivitas biologi yang serupa yaitu dengan menggunakan kapang endofit (Strobel,
dkk., 2004).
Kapang endofit yang tumbuh di dalam jaringan tanaman memproduksi
senyawa bioaktif, baik yang sama dengan inangnya maupun tidak sama akan
tetapi memiliki aktivitas biologi yang serupa (Strobel, dkk., 2004). Hal ini terjadi
kemungkinan karena adanya transfer genetik antara tanaman inang dengan kapang
endofit, sehingga zat-zat yang bermanfaat pada tanaman inang juga dapat
dihasilkan oleh kapang endofitnya (Syarmalina, dkk., 2007).
2
Marchantia emarginata merupakan salah satu jenis lumut hati yang ada di
Indonesia. Kapang endofit dari inang M. emarginata yang hidup di Indonesia
tentu menjadi sumber yang menarik untuk diteliti khasiatnya sebagai penghasil
senyawa obat, terlebih diketahui bahwa kapang endofit yang hidup di dalam
jaringan lumut kurang menjadi perhatian pada penelitian ilmiah (Zhang Tao, dkk.,
2013). Senyawa berkhasiat yang dapat diamati dari spesies M. emarginata yaitu
sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan
Pseudomonas aeruginosa (Asakawa, dkk., 2009). Pencarian antibiotik dimulai
pada akhir tahun 1800-an ketika teori tentang asal-usul penyakit yang
menyebutkan bahwa bakteri dan mikroorganisme lain sebagai penyebab penyakit
diterima oleh masyarakat luas (Pratiwi, 2008). Pencarian senyawa yang berpotensi
sebagai antibakteri penting dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit
infeksi dan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang sudah ada.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk
memperoleh kapang endofit dari lumut hati M. emarginata dan menguji aktivitas
antibakterinya terhadap bakteri S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memperoleh kapang endofit dari M. emarginata?
2. Bagaimana aktivitas antibakteri dari ekstrak kapang endofit terhadap
bakteri uji?
3. Berapakah Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak kapang
endofit terhadap bakteri uji?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi kapang endofit dari M. emarginata.
2. Menguji kemampuan aktivitas antibakteri dari ekstrak kapang endofit
terhadap bakteri uji.
3. Menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak kapang
endofit terhadap bakteri uji.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang aktivitas antibakteri ekstrak kapang
endofit M. emarginata yang tumbuh di Indonesia terhadap bakteri S.
aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa.
2. Sebagai informasi tambahan pada peneliti lain tentang kapang endofit
dari M. emarginata.
4 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lumut Hati
Lumut hati merupakan kelompok tanaman kecil yang terdistribusi di
dunia. Lumut hati (Marchantiophyta) memiliki dua subkelas (Jungermanniidae
dan Marchantiidae), 6 ordo, 49 famili, 130 genera, serta 6.000 spesies. Lumut hati
sering ditemukan di lokasi yang lembab, terutama di hutan hujan tropis seperti
Borneo, Sumatra, dan Papua Nugini. Spesies lumut hati tumbuh pada daerah
pegunungan tinggi di Equador dan Colombia dengan ketinggian lebih dari 2.000
meter di atas permukaan laut (Asakawa, 2009).
2.1.1 Morfologi Lumut Hati
Klasifikasi lumut hati secara morfologi tergolong sulit karena
gametofitnya yang kecil. Ludwiczuk, dkk (2008) menjelaskan bahwa adanya
senyawa metabolit terpenoid lipofilik dan senyawa aromatik pada cellular oil
body lumut hati yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
taksonomi dari lumut yang lain. Cellular oil body pada lumut hati berfungsi
untuk melindungi sel dari kekeringan dan cellular oil body ini akan pecah jika
keadaan kering (Suire, 2000 dalam Sulistyowati dkk., 2014). Ada 2 tipe lumut hati
yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort) dan lumut hati berdaun (leafy
liverwort) (Hasan dan Ariyanti, 2004, di dalam Sulistyowati dkk., 2014).
Lumut hati bertalus memiliki suatu talus yang dikotomus bercabang dan
umumnya terdiri dari beberapa sel tebal. Jaringan atas bersifat longgar, yang
dihasilkan dari ruang udara internal, dan umumnya memiliki pori-pori.
Permukaan bawah biasanya memiliki dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan
tonjolan serta biasanya memiliki sisik (Glime, 2006 dalam Sulistyowati, dkk.,
2014).
Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler),
berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat dan beberapa spesies
memiliki 2–3 baris daun yang melekat pada batang (Damayanti, 2006 dalam
Sulistyowati, dkk., 2014).
5
Gambar 2.1 Morfologi lumut hati
(Sumber: Simpson, 2006)
2.1.2 Aktivitas Biologi Lumut Hati
Lumut hati (Marchantiophyta) memiliki aktivitas biologi yang beragam
sebagai sumber tanaman obat. Berikut ini merupakan beberapa aktivitas biologi
dari macam-macam lumut hati yang ada.
Tabel 2.1 Aktivitas Biologi Lumut Hati
Spesies Senyawa Kimia Aktivitas Biologi
Marchantia polymorpha Marchantin A,
Marchantin B,
Marchantin C,
Marchantin E
Antipiretik, antidotum,
diuretik, antimikroba,
antikanker, relaksan otot,
penyembuh luka, fraktur,
tergigit ular, terbakar, dan
luka terbuka.
Frullania tamarisci Costunolide,
Eudesmanolide,
Germacranolide,
Antiseptik, pemelihara
rambut
Conocephalum conicum Eudesmanolide,
Germacranolide,
Bicyclogermacrena
l, 2a,5b
dihydroxybornane-
2-cinnamate
Antimikroba, antifungi,
antipiretik, antidotum,
fraktur, luka terbakar,
tergigit ular.
Reboulia hemisphaerica Marchantiaquinon,
Riccardin C dan
Riccardin F
Hemostatis, luka luar, anti
obesitas, memar
Dumortiera hirsuta Lunularin Antimikroba
(Sumber: Asakawa, 2008; Sabovljevi , dkk., 2016)
6
2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees merupakan salah satu
jenis lumut yang ada di Indonesia. Taksonomi lumut hati M. emarginata Reinw.,
Blume & Nees adalah sebagai berikut (Goffinet & Shaw, ed., 2009).
Kingdom : Plantae
Divisi : Marchantiophyta
Kelas : Marchantiopsida
Ordo : Marchantiales
Famili : Marchantiaceae
Genus : Marchantia
Spesies : Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Gambar 2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
(Sumber: koleksi pribadi, 2017)
M. emarginata mempunyai morfologi berupa talusnya yang sempit,
berwarna hijau gelap dengan garis median yang tidak jelas di permukaan dorsal.
Lebar sekitar 2,5-5 mm, berdinding tebal, dengan sel pada daerah marginal yang
lebih kecil daripada bagian dalamnya (Siregar, 2015). Permukaan ventral
berwarna ungu kehitaman atau coklat. Receptacle betina sering melengkung ke
arah tangkai, kadang-kadang lurus (Siregar, dkk., 2013).
2.2.1 Kandungan Senyawa dan Aktivitas Biologi
M. emarginata mengandung senyawa metabolit sekunder berupa
isolepidozene (45,2%), β-barbatene (23,1%), β-elemene, α-barbatene,
isobazzanene, β-acoradiene, germacrene D, α dan γ-cuprenene (Ludwiczuk, dkk.,
7
2008). M. emarginata mengandung senyawa marchantin A dalam jumlah yang
besar. Senyawa marchantin A mempunyai beberapa aktivitas antara lain sebagai
antimikroba, antifungi, antiinflamasi, antioksidan, dan relaksan otot (Huang, dkk.,
2010).
Senyawa marchantin A yang diisolasi dari spesies M. emarginata
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Acinetobacter calcoaceticus,
Alcaligenes faecalis, Bacillus cereus, B. megaterium, B. subtilis, Cryptococcus
neoformans, Enterobacter cloacae, E. coli, Proteus mirabilis, P. aeruginosa,
Salmonella typhimurium, dan S. aureus (Asakawa, dkk., 2009).
Gambar 2.3 Struktur Senyawa Marchantin A
(Sumber: Huang, dkk., 2010)
2.3 Kapang Endofit
Kapang endofit merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan
tanaman inangnya. Kapang endofit selama siklus hidupnya tumbuh membentuk
koloni pada jaringan dalam tanaman inangnya tanpa menyebabkan bahaya yang
nyata atau infeksi simtomatik pada tanaman inang (Srobel, 2003 dalam Selim K.,
dkk., 2012). Sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di permukaan bumi,
masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih kapang endofit (Strobel,
dkk., 2004). Kapang endofit dapat menjadi sumber berbagai metabolit sekunder
baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang farmasi (Kalyanaraman,
2012), medis, pertanian, dan industri (Strobel, dkk., 2004)
Kapang endofit dapat memproduksi senyawa bioaktif, baik yang sama
dengan inangnya maupun tidak sama akan tetapi memiliki aktivitas biologi yang
serupa (Strobel, dkk., 2004). Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya transfer
genetik antara tanaman inang dengan kapang endofit, sehingga zat-zat yang
8
bermanfaat di tanaman inang juga dapat dihasilkan oleh kapang endofitnya
(Syarmalina, dkk., 2007). Kapang endofit mempunyai hubungan yang kompleks
dengan tanaman inangnya. Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan
hubungan yang saling menguntungkan antara mikroba endofit dan tumbuhan
inangnya. Hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan
tanaman inangnya diuraikan sebagai keseimbangan di bawah kondisi lingkungan,
fisiologis dan genetiknya (Selim K., dkk., 2012). Kapang endofit mengeluarkan
senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat
berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman inangnya dari serangan patogen
(Selim K., dkk., 2012).
2.3.1 Kapang Endofit Penghasil Antibakteri
Isolat fungi endofit sebanyak 26 isolat pada bagian daun, batang, dan buah
dari tanaman Camptotheca acuminata, 50% diantaranya mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas solanacearum dan Ralstonia
solanacearum. Isolat XSJ02 memberikan aktivitas terbesar terhadap bakteri
patogen dengan diameter zona hambat sebesar lebih dari 20 mm (Ding, dkk.,
2010).
Phomopsichalasin, merupakan metabolit yang diisolasi dari mikroba
endofit Phomopsis spp. berhasiat sebagai antibakteri terhadap B. subtilis,
Salmonella enterica, dan S. aureus (Horn WS., dkk., 1995 dalam Radji, 2005).
Jenis endofit lainnya menghasilkan antibiotik berspektrum luas adalah mikroba
endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini
menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas antibakterinya dapat menghambat
pertumbuhan Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang
multiresisten terhadap berbagai obat antituberkulosis dan juga berkhasiat sebagai
antimalaria (Castillo UJ., dkk., 2003 dalam Radji, 2005).
2.4 Mikroorganisme
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran
sangat kecil. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada
yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Mikroorganisme uniseluler hanya
9
tersusun atas satu sel, namun dapat menunjukkan semua karakteristik organisme
hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi, melakukan
komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi (Pratiwi, 2008).
Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri, archae, fungi (kapang dan khamir), protozoa, dan virus. Virus, bakteri,
dan archae termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi dan protozoa
termasuk ke dalam golongan eukariotik (Pratiwi, 2008).
2.4.1 Bakteri
Bakteri merupakan sel prokariot yang khas, uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang membatasi membran di dalam sitoplasmanya.
Reproduksi utama dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses
aseksual. Morfologi bakteri terdiri dari tiga bentuk, yaitu sferis (kokus), batang
(basil), dan spiral. Ukuran bakteri bervariasi tetapi pada umumnya berdiameter
sekitar 0,5-1,0 µm dan panjang 1.5-2,5 µm (Pelczar & Chan, 2008).
Gambar 2.4 Struktur sel bakteri
(Sumber : Tortora, 2010)
Bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan Gram
negatif (Pelczar & Chan, 2008).
10
Tabel 2.2 Ciri-ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Ciri
Perbedaan Relatif
Gram Positif Gram Negatif
Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm)
Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10-15 nm)
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah
(1-4%).
Peptidoglikan ada sebagai
lapisan tunggal; komponen
utama lebih dari 50% berat
kering pada beberapa sel
bakteri.
Ada asam tekoat
Kandungan lipid
tinggi (11-22%).
Peptidoglikan ada di
dalam lapisan kaku
sebelah dalam;
jumlahnya sedikit,
merupakan sekitar
10% berat kering.
Tidak ada asam tekoat
Kerentanan terhadap
penisilin
Lebih rentan Kurang rentan
Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak
spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap
gangguan fisik
Lebih resisten Kurang resisten
(Sumber: Pelczar & Chan, 2008)
2.4.2 Kapang
Kapang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler. Identifikasi
kapang didasarkan pada penampakan fisik (morfologi), termasuk karakteristik
koloni dan spora reproduktif (Pratiwi, 2008). Tubuh kapang (thallus) dibedakan
menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan
beberapa filamen yang disebut hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk
mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif. Sedangkan bagian hifa yang berfungsi
sebagai alat reproduksi disebut hifa reproduktif atau hifa udara (aerial hypha),
karena pemanjangannya mencapai bagian atas permukaan media tempat fungi
ditumbuhkan (Pratiwi, 2008).
Kapang bereproduksi baik secara aseksual dengan pembelahan,
pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari
kedua induknya (Pratiwi, 2008). Morfologi hifa ada tiga macam, antara lain
sebagai berikut (Pratiwi, 2008):
11
a. Aseptat (coenocytic hypha), yaitu hifa yang tidak memiliki dinding sekat
(septa).
b. Septat hifa (hifa bersekat) dengan sel-sel uninukleat. Septa membagi hifa
menjadi ruang-ruang yang berisi 1 inti, dan pada tiap sekat terdapat pori-
pori yang memungkinkan perpindahan inti dan sitoplasma dari satu ruang
ke ruang lainnya.
c. Septa dengan ruang-ruang yang berisi lebih dari 1 inti (multinukleat).
Gambar 2.5 Tipe-tipe Hifa
(Sumber : Pelczar & Chan, 2008)
Kapang memerlukan kondisi kelembapan yang tinggi, persediaan bahan
organik, dan oksigen untuk pertumbuhannya. Kapang tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi
dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Kapang
merupakan organisme aerob sejati dan tumbuh dalam kisaran temperatur antara
22-30°C (Pratiwi, 2008).
Dilihat dari kondisi lingkungan tempat hidup dan karakteristik nutrisinya,
kapang berbeda dengan bakteri. Kapang lebih tahan terhadap tekanan osmotik
sehingga dapat tumbuh dengan baik pada kadar gula dan garam yang tinggi; dapat
hidup pada substansi dengan kondisi kelembapan yang sangat rendah; dan dapat
memetabolisme karbohidrat kompleks seperti lignin sehingga dapat tumbuh pada
substrat-substrat seperti dinding kamar mandi, sepatu kulit, dan sampah kertas
(Pratiwi, 2008).
12
2.5 Antimikroba
Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba
penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif setinggi
mungkin bagi mikroba dan relatif tidak toksik bagi hospesnya (Setiabudy, 2007).
Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologi atau kimia yang
dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba.
Mekanisme kerja antimikroba sebagai berikut (Pelczar & Chan, 2008) :
1. Merusak dinding sel
Bakteri mempunyai suatu lapisan luar yang disebut dinding sel. Dinding
sel berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan menahan sel, dinding sel bakteri
tersusun atas peptidoglikan yang merupakan polimer kompleks yang terdiri atas
rangkaian asam N-asetil glukosamin dan asam N-asetilmuramat yang tersusun
secara bergantian. Keberadaan lapisan peptidoglikan ini menyebabkan dinding sel
bersifat kaku dan kuat sehingga mampu menahan tekanan osmotik dalam sel.
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai dibentuk. Bahan antimikroba
pada konsentrasi rendah akan menghambat pembentukan ikatan glikosida
sehingga pembentukan dinding sel yang baru akan terganggu. Konsentrasi tinggi
pada bahan antimikroba akan menyebabkan ikatan glikosida menjadi terganggu
dan pembentukan dinding sel terhenti.
2. Merubah permeabilitas sel
Sitoplasma dibatasi oleh selaput yang disebut membran sel yang
mempunyai permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas fosfolipid dan
protein. Membran sel berfungsi untuk mengatur keluar masuknya zat-zat tertentu
dalam sel. Terganggunya fungsi membran sel oleh adanya bahan antimikroba,
menyebabkan permeabilitas sel bakteri akan mengalami perubahan, sehingga akan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian sel.
13
3. Merubah protein dan asam nukleat
Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul-molekul protein
dan asam nukleat. Gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau fungsi
zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Bahan antimikroba
yang dapat mendenaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat
diperbaiki lebih lanjut.
4. Menghambat kerja enzim
Badan sel pada mikroba mengandung protein yang membantu
kelangsungan proses-proses metabolisme. Zat kimia telah diketahui dapat
menggangu reaksi biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga, perak, air
raksa dan senyawa logam berat lain, umumnya efektif sebagai bahan antimikroba
pada konsentrasi relatif rendah. Kerja enzim yang terhambat akan menyebabkan
proses metabolisme terganggu, sehingga aktifitas sel bakteri juga akan terganggu
dan dapat menyebabkan sel bakteri menjadi hancur dan mati.
5. Menghambat sintesis DNA, RNA dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses
kehidupan normal sel, beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik dapat
menghambat proses sintesis protein. Keberadaan DNA, RNA dan protein jika
mengalami gangguan atau hambatan pada pembentukan atau fungsi zat tersebut
maka dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga proses kehidupan sel
terganggu.
2.6 Uji Aktivitas Antimikroba
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya aktivitas
antimikroba dalam suatu sampel terbagi menjadi dua kelompok, yaitu metode
difusi dan dilusi (Tortora, 2010). Metode difusi dapat digunakan untuk menguji
aktivitas antimikroba secara kualitatif sedangkan metode dilusi dapat digunakan
secara kualitatif untuk menentukan konsentrasi terendah suatu zat antimikroba
yang dapat menghambat dan membunuh mikroba uji.
14
2.6.1 Metode Difusi
Metode ini dikenal juga sebagai metode Kirby Bauer. Cawan petri yang
berisi media agar diinokulasikan sejumlah mikroba uji dengan jumlah yang
standar. Kertas cakram diresapi sampel uji dengan konsentrasi yang diketahui
ditempatkan di atas media agar yang telah berisi organisme uji yang telah padat.
Sampel akan berdifusi dari kertas cakram menuju media agar dan semakin jauh
sampel dapat berdifusi dari kertas cakram, maka konsentrasi sampel dapat
diturunkan. Sampel yang efektif aktivitasnya terhadap mikroorganisme uji dapat
dilihat dengan adanya zona hambat di sekitar kertas cakram setelah diinkubasi.
Diameter zona hambat selanjutnya diukur dengan menggunakan jangka sorong,
semakin besar diameter zona hambatnya maka semakin sensitif sebagai antibiotik.
Metode difusi paling sering digunakan karena sederhana dan murah (Tortora,
2010).
2.6.2 Metode Dilusi
Metode dilusi sering digunakan untuk menentukan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dari obat
antimikroba. Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (makrodilusi
dan mikrodilusi) dan dilusi padat. Metode dilusi cair dan padat dapat digunakan
untuk mengukur aktivitas antimikroba secara in vitro terhadap bakteri dan fungi.
Nilai KHM dicatat sebagai konsentrasi terendah dari agen antimikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba dan biasanya ditunjukkan dalam satuan
µg/mL atau mg/L (Balouiri, dkk., 2016).
a. Metode Dilusi Cair
Mikrodilusi dan makrodilusi cair merupakan salah satu metode untuk
menentukan kepekaan antimikroba yang paling utama. Prosedur ini dilakukan
dengan membuat konsentrasi menurun dari agen antimikroba dalam media cair
yang kemudian diinokulasikan bakteri uji dengan volume minimum yaitu 2 mL
(makrodilusi) atau dengan volume yang lebih rendah menggunakan microplate
96-well (Balouiri, dkk., 2016).
Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh atau tidaknya
mikroba di dalam media. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya
15
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen
antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008). Menentukan
KHM dan KBM penting untuk dilakukan karena untuk menghindari penggunaan
antibiotik yang berlebihan atau keliru dan kemungkinan terjadinya reaksi
toksisitas yang lebih besar dari dosis yang diperlukan (Tortora, 2010).
b. Metode Dilusi Padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang
diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
2.7 Karakterisasi Mikroba
Mikroba mempunyai karakterisasi yang berbeda antara jenis satu dengan
yang lainnya. Karakterisasi pada mikroba berfungsi untuk mengetahui karakter
masing-masing dari mikroba yang digunakan baik bakteri maupun kapang.
2.7.1 Karakterisasi Bakteri
Karakterisasi dapat dilakukan dengan cara pewarnaan (Sardiani, dkk.,
2015). Pewarnaan pada bakteri dibagi menjadi pewarnaan sederhana dan
pewarnaan diferensial. Pewarnaan sederhana menggunakan larutan alkohol
tunggal sebagai basis pewarna pada bakteri. Zat warna diaplikasikan dengan cara
dioleskan pada bakteri yang sudah diletakkan di atas kaca objek lalu difiksasi dan
dibilas kemudian dikeringkan dan dilihat morfologinya di bawah mikroskop. Zat
kimia yang ditambahkan pada larutan untuk mengintensifkan warna disebut
mordant. Fungsi mordant adalah untuk meningkatkan afinitas pewarnaan pada
spesimen biologi sehingga membuatnya lebih tebal dan lebih mudah untuk
diidentifikasi setelah dilakukan pewarnaan. Pewarna untuk identifikasi dengan
teknik pewarnaan sederhana yang biasanya digunakan di laboratorium adalah
metilen biru, carbolfuchsin, kristal violet, dan safranin (Tortora, 2010).
Pewarnaan diferensial menampilkan perbedaan diantara sel-sel mikroba
atau bagian-bagian sel mikroba. Pewarnaan diferensial biasanya digunakan satu
16
atau lebih zat warna (Tortora, 2010). Pewarnaan Gram merupakan salah satu
teknik pewarnaan yang paling berguna karena bakteri dapat terklasifikasi menjadi
dua kelompok besar, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Tortora,
2010). Pewarnaan Gram dikembangkan pada tahun 1884 oleh seorang
bakteriologis Denmark bernama Christian Gram. Olesan bakteri yang terfiksasi
ditambahkan larutan-larutan berikut: kristal violet, larutan lugol, alkohol (bahan
pemucat), dan safranin (Pelczar & Chan, 2008).
Gambar 2.6 Prosedur Pewarnaan Gram
(Sumber: Tortora, 2010)
Bakteri Gram positif akan berwarna ungu tua setelah pewarnaan Gram
karena mempertahankan zat warna dari kristal violet sedangkan pada bakteri
Gram negatif, terjadi kehilangan warna kristal violet ketika dicuci dengan alkohol,
dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin, tampak
bewarna merah (Pelczar & Chan, 2008).
2.7.2 Karakterisasi Kapang
Identifikasi fungi, khususnya kapang, dapat dilakukan sampai genus
berdasarkan sifat-sifat morfologinya akan tetapi untuk identifikasi sampai ke
tingkat spesiesnya, sering kali diperlukan data fisiologi dan/atau biokimianya
(Gandjar, 1999; Gandjar, 2006).
Pengamatan morfologi secara makroskopik pada kapang meliputi: warna
dan permukaan koloni (granular, seperti tepung; menggulung; licin; ada tidaknya
tetes-tetes eksudat), ada tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi
17
koloni, dan ada tidaknya lingkaran-lingkaran konsentris (Gandjar, 1999; Gandjar,
2006). Pengamatan mikroskopik kapang meliputi: ada tidaknya septum, bentuk
hifa (spiral, bernodul, atau mempunyai rizhoid), warna hifa (hialin, transparan,
atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai,
atau tidak beraturan) (Gandjar, 1999; Gandjar, 2006).
2.8 Bakteri Uji
Bakteri uji pada penelitian meliputi perwakilan dari bakteri Gram positif
dan Gram negatif. Bakteri uji tersebut adalah S. aureus ATCC 25923, dan B.
subtilis ATCC 6633 yang merupakan bakteri Gram positif dan P. aeruginosa
ATCC 27853 yang merupakan bakteri Gram negatif.
2.8.1 Staphylococcus aureus
Nama Staphylococcus aureus berasal dari bahasa Yunani, yaitu staphyle
yang berarti kumpulan anggur dan cocci yang berarti bulat. Sedangkan nama
aureus berasal dari bahasa Latin yang berarti emas (Freeman, dkk., 2005). S.
aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,5-1,5 μm,
tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (non-motil). S.
aureus merupakan patogen utama pada peningkatan kasus karena kenaikan
resistensi antibiotik. Bakteri ini mempunyai warna emas ketika ditumbuhkan pada
media padat (Harris, dkk., 2002).
S. aureus umumnya tumbuh pada membran mukus (seperti pada vagina
yang terasosiasi saat menstruasi) atau pada luka, dan dapat menyebabkan infeksi
kulit, endokarditis, septikemia, lepuh kulit, dan keracunan makanan (Jawetz,
2013; Arthur, 2010).
2.8.2 Bacillus subtilis
B. subtilis adalah bakteri Gram positif, termasuk dalam genus Bacillus,
berbentuk batang dan memproduksi endospora. Bakteri ini merupakan spesies
basil yang dapat bergerak, menghasilkan enzim katalase, dan bersifat aerob
obligat. B. subtilis dapat menyebabkan penyakit bagi pasien yang
18
immunocompromise berat (Saha, dkk., 2014). Bakteri ini dapat tumbuh pada agar
darah membentuk zona hemolisis dan dapat mencemari botol transfusi darah
sehingga melisiskan sel darah (Singelton, dkk., 1981).
2.8.3 Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan
flagela pada kedua kutubnya, termasuk bakteri aerob obligat. Bakteri ini terdapat
dimana-mana dan tersebar luas di dalam atau pada tumbuhan, tanah, dan air.
Tumbuh dengan cepat walaupun pada air suling atau air saluran (leding)
(misalnya pada pembuangan wastafel, aerator kran, bunga potong) (Arthur, 2010).
P. aeruginosa bertanggung jawab untuk 10-15% dari infeksi nosokomial
di seluruh dunia. Infeksi ini sulit untuk diobati karena resistensi alami dari spesies,
serta kemampuan yang luar biasa dalam memperoleh mekanisme lebih lanjut dari
ketahanan terhadap beberapa kelompok agen antimikroba (Strateva & Yordanov,
2009). Bakteri ini sering menyebabkan infeksi nosokomial dengan pneumonia
pada fibrosis kistik, luka bakar, dan pasien neutropenik, infeksi mata dan telinga
(Arthur, 2010).
2.9 Antibiotik Pembanding
2.9.1 Kloramfenikol
Kloramfenikol memiliki rumus kimia C11H12Cl2N2O5 dengan bobot
molekul 323,13. Kloramfenikol berupa serbuk hablur halus berbentuk jarum atau
lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan
praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak
asam. Kloramfenikol sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat (Depkes RI, 1995).
Gambar 2.7 Struktur Kloramfenikol
(Sumber: Sweetman, 2009)
19
Kloramfenikol pada awalnya diproduksi oleh Streptomyces venezuelae pada
tahun 1947, namun saat ini dapat diperoleh dengan cara sintetis (Sweetman,
2009). Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan bekerja
dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan pada ribososn
50S sehingga menghambat pembentukan rantai peptida. Kloramfenikol bersifat
bakteriostatik terhadap mikroorganisme yang peka seperti riketsia, klamidia,
mikoplasma, dan beberapa strain bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Sukandar, 2008).
2.9.2 Siprofloksasin Hidroklorida
Siprofloksasin HCl mempunyai rumus kimia C17H18FN3O3.HCl.H2O dengan
bobot molekul 385,8. Siprofloksasin berupa serbuk kristal berwarna kekuningan
dan sedikit higroskopik. Larut dalam air; sangat sukar larut dalam alkohol
terdehidrasi; praktis tidak larut dalam aseton, dalam diklorometan, dan dalam etil
asetat; sukar larut dalam metanol (Sweetman, 2009).
Gambar 2.8 Struktur Siprofloksasin Hidroklorida
(Sumber: Islam S.M., dkk, 2012)
Siprofloksasin merupakan antibiotik berspektrum luas dan secara kimia
termasuk antibiotik golongan quinolon. Siprofloksasin digunakan secara luas
untuk mengobati infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas bagian bawah, diare
yang disebabkan oleh bakteri, infeksi kulit dan jaringan, gonorrhea pada bedah
profilaksis (Islam S.M., dkk, 2012). Siprofloksasin bekerja dengan cara
menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA bakteri terganggu (Sukandar,
2008).
20 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga September 2017 di
Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan diantaranya Laminar Air Flow Cabinet
(Minihelix II), inkubator (Memmert), incubator shacker, autoklaf (All American),
hot plate (Thermo Scientific), spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik
(AND), mikroskop cahaya (Motic), microplate, dan jangka sorong (Tricle Brand).
Alat-alat gelas yang digunakan diantaranya kaca penutup, kaca objek, batang
pengaduk, cawan petri (Anumbra), labu erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi
(Pyrex), gelar ukur, botol vial, batang L, corong pisah, dan labu ukur. Alat-alat
lainnya yaitu bunsen, mikropipet dan tip (Bio Rad), pH indikator, magnetic
stirrer, pinset, gunting, tisu, kapas, kasa, kertas saring, tali, aluminium foil, plastic
wrap, dan kertas perkamen.
3.2.2 Bahan
a. Sampel Tanaman
Sampel tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumut hati M.
emarginata yang diambil pada tanggal 2 Februari 2017 di kawasan Curug
Cigamea, Jl. Curug Cigamea, Gn. Sari, Pamijahan, Bogor, Jawa Barat.
b. Media Pertumbuhan Mikroba
Potato Dextrose Agar (PDA) (Merck), Potato Dextrose Yeast (PDY),
Nutrient Agar (NA) (Merck), Mueller-Hinton Agar (MHA) (Merck), Mueller-
Hinton Broth (MHB) (Merck).
21
c. Bahan Untuk Sterilisasi Permukaan
Air, etanol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% (Bayclin®), dan
aquades steril.
d. Bahan untuk Karakterisasi Bakteri
NaCl 0,9%, larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, dan larutan safranin.
e. Antibiotik Pembanding
Cakram antibiotik kloramfenikol (Oxoid), antibiotik siprofloksasin, dan
antibiotik kloramfenikol.
f. Bakteri Uji
Bakteri Gram positif : S. aureus ATCC 25923
B. subtilis ATCC 6633
Bakteri Gram negatif : P. aeruginosa ATCC 27853
g. Bahan untuk Uji Mikrodilusi Cair
Dimetil Sulfoksida (DMSO), p-iodonitrotetrazolium (INT), NaCl 0,9%,
dan aquades steril.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Media Pertumbuhan
a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Berdasarkan prosedur yang tertera pada kemasan, media PDA dibuat
dengan cara sebanyak 39 gram PDA dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Media
dihomogenkan dengan magnetic stirrer sampai mendidih di atas hot plate. Media
tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm
selama 15 menit. Media dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak ±10 mL
dan ke dalam tabung reaksi steril sebanyak ±5 mL untuk membuat agar miring.
22
b. Pembuatan Nutrient Agar (NA)
Berdasarkan prosedur yang tertera pada kemasan media NA (Merck)
dibuat dengan cara sebanyak 20 gram NA dilarutkan dalam 1000 mL aquades.
Media dihomogenkan dengan magnetic stirrer sampai mendidih di atas hot plate.
Media tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan
1 atm selama 15 menit. Media dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak ±10
mL dan ke dalam tabung reaksi steril sebanyak ±5 mL untuk membuat agar
miring.
c. Pembuatan Media Mueller-Hinton Agar (MHA)
Sebanyak 38 gram MHA dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Media
dihomogenkan dengan magnetic stirrer sampai mendidih di atas hot plate. Media
tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm
selama 15 menit. Media dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak ±10 mL
dan dibiarkan hingga memadat (Pratiwi, 2015).
d. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)
Potato Dextrose Yeast (PDY) mengandung PDB, ekstrak yeast (2 g/L),
dan CaCO3 (kalsium karbonat) pada pH 6 (Kumala, S., dkk., 2007). PDB dibuat
dengan cara 200 gram kentang yang diiris halus dan direbus dalam 1000 mL
aquades lalu disaring ekstraknya, kemudian ditambahkan dekstrosa 20 gram dan
ekstrak yeast sebanyak 2 (Ahmad dkk., 2013). Media tersebut disterilisasi dalam
autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit (Jauhari, 2010).
e. Pembuatan Media Mueller-Hinton Broth (MHB)
Sebanyak 21 gram MHB dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Media
dihomogenkan dengan magnetic stirrer sampai mendidih di atas hot plate. Media
tersebut kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm
selama 15 menit.
23
3.3.2 Isolasi Kapang Endofit
Isolasi sampel lumut hati menggunakan metode yang dilakukan oleh
Hulikere, dkk., (2016) dengan modifikasi. Lumut hati yang digunakan yaitu lumut
yang masih segar, tidak layu atau tidak menguning, dan bebas dari kontaminasi
(tidak ada bercak hitam atau jamur yang menempel).
Lumut hati dicuci dengan air mengalir selama 30 menit kemudian
disterilisasi permukaan dengan cara direndam di dalam etanol 70% selama 1
menit, NaOCl 5,25% selama 2 menit, dan direndam kembali dalam etanol 70%
selama 30 detik. Sampel lumut hati kemudian dibilas dengan aquades steril
selama 1 menit sebanyak 3 kali bilasan untuk menghilangkan sisa-sisa dari bahan
sterilisasi permukaan. Lumut hati yang telah disterilisasi permukaannya
diletakkan di atas kertas saring steril dan dibiarkan hingga mengering selanjutnya
dipotong dengan ukuran ±1x1 cm menggunakan gunting steril.
Potongan sampel diletakkan pada cawan petri yang berisi media PDA.
Aquades pada bilasan terakhir dicelupkan batang L dan ditempelkan pada media
PDA yang lainnya, perlakuan ini dilakukan sebagai kontrol. Perlakuan kontrol
berfungsi untuk mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh
merupakan kapang endofit atau bukan. Perlakuan pada kontrol bila tumbuh
kapang di permukaan media maka kapang yang tumbuh bukanlah kapang endofit,
sedangkan apabila pada media PDA kontrol tidak tumbuh kapang, maka kapang
yang tumbuh adalah kapang endofit (Ariyono, 2014).
Pengerjaan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Media
yang telah diinokulasi potongan sampel dan media kontrol diinkubasi selama 14
hari pada suhu ruang. Isolat kapang endofit yang menunjukan sifat morfologi
kapang dipindahkan ke media PDA baru sampai didapatkan isolat murni (Kumala,
dkk., 2014).
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang telah tumbuh pada media isolasi PDA, kemudian
secara bertahap dimurnikan satu persatu. Masing-masing isolat kapang endofit
yang diperoleh dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi media PDA dan
dilakukan secara duplo untuk working culture dan stock culture. Pemurnian ini
24
bertujuan untuk memisahkan isolat kapang endofit dengan morfologi yang
berbeda untuk dijadikan isolat tersendiri. Pengamatan morfologi dilakukan
kembali setelah inkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang. Pemurnian isolat
dengan cara memisahkan dengan isolat lain, ditanaman berulang-ulang hingga
didapatkan isolat tunggal (Kumala, dkk., 2014).
3.3.4 Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi kapang endofit dilakukan secara makroskopik (visual) dan
mikroskopik. Pengamatan secara makroskopik dilakukan berdasarkan kriteria,
yaitu warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung; menggulung; licin;
ada tidaknya tetes-tetes eksudat), ada tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni
ke arah tepi koloni, dan ada tidaknya lingkaran-lingkaran konsentris (Gandjar,
1999; Gandjar, 2006). Pengamatan secara mikroskopik dilakukan dengan
pembuatan preparat (metode slide culture). Kertas saring diletakkan pada dasar
cawan petri kemudian kaca objek dan kaca penutup diletakkan di atas kertas
saring. Cawan petri disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit lalu kaca objek ditetesi media PDA steril. Miselium kapang endofit diambil
dengan menggunakan jarum ose dan diletakan di atas kaca objek yang sudah
ditetesi media. Kaca objek ditutup menggunakan kaca penutup secara perlahan-
lahan dan kertas saring ditetesi aquades steril kemudian diinkubasi pada suhu
ruang selama 5-7 hari. Morfologi kapang diamati dengan menggunakan
mikroskop (Kumala, dkk., 2014). Pengamatan mikroskopik meliputi sekat hifa
(bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak
bercabang), bentuk dan ornamentasi spora (Ariyono, 2014).
3.3.5 Skrining Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit
Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan
dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Sebanyak 100
µL dari masing-masing suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam cawan petri
yang berisi media MHA. Suspensi bakteri lalu disebarkan dengan menggunakan
batang L (Karteek, dkk., 2012; Kumala, dkk., 2014).
25
Isolat murni kapang endofit yang berumur 14 hari diambil dengan sedotan
steril berdiameter 6 mm dan dipindahkan secara aseptis ke dalam media MHA
yang telah ditanami bakteri uji lalu diinkubasi pada suhu 37° C selama 18-24 jam.
Aktivitas antibakteri kapang endofit dapat dilihat dengan adanya zona hambat
yang terbentuk. Isolat yang menghasilkan zona hambat dipilih sebagai isolat
untuk pengujian selanjutnya yaitu fermentasi dan pengujian aktivitas antibakteri
(Santos, dkk., 2015).
3.3.6 Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit
Isolat kapang endofit yang aktif antibakteri ditumbuhkan dalam media
PDA selama 7 hari. Diambil sebanyak 5 potong isolat menggunakan sedotan steril
dengan ukuran ±1x1 cm. Potongan kapang tersebut dimasukkan ke dalam media
PDY sebanyak 50 mL dalam Erlenmeyer 250 mL. Fermentasi dilakukan dengan
metode goyang (shacking) selama 14 hari dengan kecepatan 130 rpm pada suhu
28° C (Kumala, dkk., 2015).
Hasil fermentasi berupa supernatan dan biomassa dipisahkan dengan cara
disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner vakum (Guo, 2008).
Bagian biomassa berupa massa padat dihancurkan dan diekstraksi menggunakan
pelarut metanol dengan metode maserasi selama 7 hari. Bagian supernatan
diekstraksi dengan metode partisi cair-cair menggunakan pelarut n-heksan dan etil
asetat secara bertingkat. Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary
evaporator vaccum sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kemudian digunakan
untuk uji aktivitas antibakteri (Kumala, 2014).
3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri
a. Peremajaan Bakteri Uji
Bakteri uji diinokulasikan satu ose ke dalam media NA miring, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi
steril di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) (Jauhari, 2010).
26
b. Karakterisasi Bakteri Uji
Karakterisasi bakteri uji dilakukan dengan pewarnaan Gram untuk
mengetahui morfologi dan kemurnian bakteri (Sardiani, dkk., 2015). Pewarnaan
Gram dilakukan dengan cara diambil satu ose isolat bakteri lalu disebarkan di atas
kaca objek yang sudah ditetesi NaCl 0,9% dan dilewatkan di atas nyala api bunsen
(fiksasi). Preparat ditetesi pewarna primer dengan larutan kristal violet selama 1
menit, warna dibuang dengan dicuci dengan aquades. Tahap selanjutnya ditetesi
lugol dan dibiarkan selama 1 menit lalu dicuci dengan aquades. Preparat
dilunturkan dengan alkohol 96% selama 10-20 detik dan alkohol dibuang.
Preparat dicuci dengan aquades dan diberi pewarna tandingan dengan larutan
safranin selama 15 detik. Warna kemudian dibuang dan dicuci dengan aquades,
dikeringkan lalu diamati morfologi sel, serta warnanya di bawah mikroskop
(Kumala, 2014).
c. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah diremajakan diambil dengan kawat ose steril lalu
disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 5 mL larutan NaCl 0,9% steril hingga
diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan Mc. Farland III (109
CFU/mL). Suspensi bakteri diencerkan dengan cara diambil sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL fisiologis 0,9% steril.
Pengenceran suspensi bakteri dilakukan sampai diperoleh standar kekeruhan
bakteri 106
CFU/mL (Husniyah, 2016).
d. Uji Aktivitas Antibakteri
Sebanyak 100 µL dari masing-masing suspensi bakteri uji dimasukkan ke
dalam cawan petri yang berisi media MHA. Suspensi bakteri disebarkan dengan
menggunakan batang L (Karteek, dkk 2012; Kumala, 2014). Pengujian aktivitas
antibakteri dilakukan dengan metode Kirby-Bauer atau metode difusi cakram.
Larutan uji yaitu ekstrak kapang endofit diserapkan sebanyak 30 μl pada kertas
cakram steril berukuran diameter 6 mm dengan konsentrasi 200 μg/mL (Mewari,
2008; Komala, dkk., 2010; Zakiyah, dkk., 2015;). Setiap kertas cakram steril yang
ditetesi ekstrak didiamkan hingga mengering dari pelarut yang digunakan.
27
Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram antibiotik kloramfenikol.
Kontrol negatif yang digunakan yaitu masing-masing pelarut ekstrak. Cakram
diletakkan secara aseptis di atas media yang telah ditanami bakteri uji dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, lalu dilakukan pengukuran zona
hambat di sekitar cakram menggunakan jangka sorong (Zakiyah, dkk., 2015).
Pembacaan zona hambat yang terbentuk dikategorikan menjadi 3, yaitu zona
hambat total dimana zona hambat yang terbentuk di sekitar terlihat jernih; zona
hambat parsial bila pada zona hambat tersebut terlihat masih terdapat beberapa
pertumbuhan koloni baru; dan zona hambat nol bila tidak ada zona hambat yang
terbentuk di sekitar cakram.
3.3.8 Uji Sensitivitas Antibiotik
Uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan metode difusi cakram untuk
menentukan antibiotik pembanding yang paling sensitif terhadap bakteri uji yaitu
B. subtilis dan P. aeruginosa. Uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan
membandingkan aktivitas antibakteri dari dua antibiotik yaitu Siprofloksasin dan
Kloramfenikol dengan melihat zona hambat yang terbentuk. Kedua antibiotik
tersebut merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif (DiPiro. J.T., 2009).
Antibiotik yang diujikan berupa serbuk tanpa adanya bahan eksipien.
Dibuat larutan siprofloksasin dengan konsentrasi 500 µg/mL dan kloramfenikol
dengan konsentrasi 1000 µg/mL. Pelarut yang digunakan adalah DMSO 10%
(Valgas, dkk., 2007). Larutan antibiotik siprofloksasin kemudian diserapkan pada
kertas cakram sebanyak 10 µL, sedangkan antibiotik kloramfenikol diserapkan
sebanyak 30 µL. Konsentrasi akhir antibiotik pada cakram yaitu 5 µg/cakram
untuk antibiotik siprofloksasin dan 30 µg/cakram untuk antibiotik kloramfenikol.
Konsentrasi tersebut setara dengan konsentrasi cakram antibiotik siprofloksasin
dan kloramfenikol standar (Vineetha N., dkk., 2015).
Kontrol negatif menggunakan pelarut DMSO 10%. Kertas cakram tersebut
selanjutnya diletakkan secara aseptis di atas permukaan media MHA yang sudah
berisi bakteri uji. kultur diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37° C. Antibiotik
dengan zona hambat terbesar selanjutnya digunakan sebagai antibiotik
28
pembanding pada uji penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dengan
metode mikrodilusi cair.
3.3.9 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
KHM dilakukan pada ekstrak yang menghasilkan zona hambat terbesar
pada uji dengan difusi cakram yaitu fraksi ekstrak etil asetat isolat MEB1.
Penentuan KHM ini menggunakan metode mikrodilusi cair yang telah
direkomendasikan oleh National Committee for Clinical Laboratory Standards
(NCCLS). Metode Mikrodilusi cair menggunakan alat microplate 96-well yang
mempunyai 96 sumur pelat mikro (8 baris dan 12 kolom).
Bakteri uji yaitu B. subtilis dan P. aeruginosa yang telah diremajakan
selama 24 jam diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan ke dalam
tabung yang berisi 5 mL larutan NaCl 0,9% steril dan divortex hingga homogen
lalu diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 625 nm. Nilai absorbansi 0,08-0,12 setara dengan 0,5
McFarland (1-2x 108 CFU/mL) sebagai standar. Suspensi bakteri yang telah
menunjukkan nilai absorbansi 0,08-0,12 kemudian diencerkan hingga diperoleh
konsentrasi 106 CFU/mL (Balouri, dkk., 2016).
Penentuan KHM dengan metode mikrodilusi cair terdiri dari ekstrak uji,
kontrol sterilitas, kontrol negatif, dan kontrol pertumbuhan. Kontrol sterilitas
berisi 200 µL media MHB. Kontrol negatif berisi media MHB, suspensi bakteri
uji, dan pelarut ekstrak (DMSO 10%). Kontrol pertumbuhan berisi media MHB
dan suspensi bakteri uji. Ekstrak uji yang digunakan yaitu fraksi ekstrak etil
asetat dari isolat MEB1. Ekstrak selanjutnya dibuat larutan dengan konsentrasi
800 µg/mL dalam DMSO 10%. Sebanyak 100 µL media MHB dimasukkan ke
dalam setiap sumur, untuk kontrol sterilitas media MHB yang ditambahkan yaitu
200 µL. Dimasukkan larutan ekstrak sebanyak 100 µL ke dalam sumur kolom ke-
12 yang telah berisi 100 µL media MHB. Dilakukan pengenceran bertingkat ke
arah kolom hingga diperoleh seri pengenceran sampel dengan 8 nilai konsentrasi
berbeda di setiap sumur. Sumur yang berisi konsentrasi terendah kemudian
dibuang larutannya sebanyak 100 µL untuk menyamakan volume di setiap sumur.
Dimasukkan 100 µL pelarut DMSO 10% pada sumur kontrol pelarut lalu
29
dihomogenkan dan diambil 100 µL untuk menyamakan volumenya. Sebanyak 100
µL suspensi bakteri uji ditambahkan ke dalam setiap sumur kecuali pada kontrol
sterilitas lalu dihomogenkan. Rentang konsentrasi akhir ekstrak adalah 1,563-200
µg/mL.
Pengujian dilakukan triplo untuk tiap sampel. Sampel uji dalam microplate
96-well kemudian diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam. Pengujian yang
sama juga dilakukan pada antibiotik pembanding yaitu siprofloksasin dengan
rentang konsentrasi akhir yaitu 0,063-8 µg/mL. Penentuan nilai KHM dilakukan
secara visual dengan menambahkan larutan p-iodonitrotetrazolium (INT)
sebanyak 20 µL (0,6 mg/mL) ke dalam setiap sumur kemudian diinkubasi selama
30 menit (Wesseler, 2005 dan Klancnik A., dkk, 2010). Adanya pertumbuhan
bakteri akan ditunjukkan oleh perubahan warna menjadi ungu setelah
penambahan INT. Nilai KHM merupakan konsentrasi terkecil dari suatu senyawa
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan suatu mikroba. KHM ditandai
dengan sumur dengan konsentrasi terkecil yang tidak dapat berubah warna
menjadi ungu setelah penambahan larutan p-iodonitrotetrazolium (INT).
30 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran tanaman
yang digunakan pada penelitian. Hasil determinasi tanaman lumut hati dilakukan
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Herbarium Bogoriense,
Cibinong, Bogor, Jawa Barat menunjukan bahwa sampel yang digunakan adalah
lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. Hasil determinasi
dapat dilihat pada lampiran 1.
4.2 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit
Sampel lumut yang digunakan yaitu lumut yang masih segar, tidak layu
atau tidak menguning, dan bebas dari kontaminasi (tidak ada bercak hitam atau
jamur yang menempel). Bagian talus dari lumut hati digunakan dalam penelitian
ini dikarenakan permukaannya yang rata sehingga lebih mudah untuk dilakukan
sterilisasi permukaan.
Sampel dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada permukaan sampel. Sampel disterilisasi permukaannya dengan
menggunakan etanol 70% dan NaOCl 5,25% (Hulikere, dkk., 2016). Etanol 70%
merupakan agen antimikroba yang dapat merusak mikroba pada bagian
permukaan sampel dengan cara mendenaturasi protein, melarutkan lipid dari
membran mikroba. Konsentrasi optimal etanol yaitu 70-80% dan etanol murni
memiliki aktivitas antimikroba lebih rendah dibandingkan etanol yang terlarut
dalam air. Hal ini disebabkan karena pada proses denaturasi protein diperlukan
adanya air. Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan senyawa kimia golongan
halogen yang dapat melepaskan klor dan dapat mengoksidasi protein sehingga
mampu merusak membran sel dan terjadi inaktivasi enzim mikroba (Pratiwi,
2008). NaOCl dengan konsentrasi 2-10% berfungsi sebagai oksidan kuat dan
merupakan bahan sterilisasi permukaan yang umum digunakan (Zhang, dkk.,
2006). Etanol 70% dan NaOCl 5,25% digunakan untuk dekontaminasi permukaan
31
lumut, setelah proses dekontaminasi selanjutnya sampel dibilas dengan aquades
steril untuk menghilangkan sisa etanol dan NaOCl yang masih menempel pada
permukaan sampel.
Potongan sampel diletakkan di atas media PDA steril dan pada aquades
bilasan terakhir dicelupkan batang L steril lalu ditempelkan pada PDA yang
lainnya, perlakuan ini dilakukan sebagai kontrol. Perlakuan kontrol berfungsi
untuk mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh merupakan
kapang endofit atau bukan. Apabila pada kontrol tumbuh kapang di permukaan
media maka kapang yang tumbuh bukanlah kapang endofit, sedangkan apabila
pada media PDA kontrol tidak tumbuh kapang, maka kapang yang tumbuh adalah
kapang endofit (Ariyono, 2014). Media PDA merupakan media pertumbuhan
yang umum digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit karena media
tersebut kaya akan nutrisi dan bersifat selektif terhadap kapang endofit sehingga
memungkinkan mempercepat pertumbuhan kapang endofit (Ariyono, dkk., 2014).
Bagan kerja proses isolasi kapang endofit dapat dilihat pada lampiran 3.
Gambar 4.1 Posisi Penanaman Talus M. emarginata
(Sumber: Koleksi pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil isolasi, didapatkan 6 isolat kapang endofit yang tumbuh
di sekitar tanaman inang. Hasil isolasi kapang endofit dapat dilihat pada lampiran
12.
32
Tabel 4.1 Daftar Isolat Kapang Endofit M. emarginata
Sampel Cawan Talus Hasil Kode Isolat
ME
A 1 √ MEA1
2 √ MEA2
3 X -
B 1 √ MEB1
2 X -
3 X -
C 1 √ MEC1
2 √ MEC2
3 √ MEC3
Keterangan:
ME : Marchantia emarginata
√ : Tumbuh
X : Tidak tumbuh
Isolat-isolat kapang endofit yang telah tumbuh tersebut kemudian
dilakukan pemurnian pada media PDA hingga diperoleh isolat murni. Isolat
kapang endofit diinokulasikan pada tabung reaksi dan cawan petri yang digunakan
sebagai stock culture dan working culture.
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi isolat kapang endofit dilakukan secara makroskopik dan
mikroskopik. Karakterisasi secara makroskopik dilakukan berdasarkan kriteria:
warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung; menggulung; licin; ada
tidaknya tetes-tetes eksudat), ada tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke
arah tepi koloni, dan ada tidaknya lingkaran-lingkaran konsentris (Gandjar, 1999;
Gandjar, 2006). Karakterisasi mikroskopik dilakukan dengan mengamati sekat
hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak
bercabang), bentuk dan ornamentasi spora di bawah mikroskop (Ariyono, 2014).
Bagan kerja karakterisasi kapang endofit dapat diihat pada lampiran 4.
33
1. Isolat MEA1
Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan koloni berwana hitam
keabu-abuan dengan tepi berwarna putih, terdapat tetesan eksudat hitam, warna
sebalik hitam keabu-abuan dengan bintik hitam, tepi berwarna putih, terdapat
lingkaran-lingkaran konsentris, permukaan tepi tidak rata, dan berdiameter koloni
fungi 6,7 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik meliputi, memiliki septat
pada hifa, pertumbuhan hifa bercabang dan berhialin, terdapat konidia berbentuk
bulan sabit (makrokonidia) dan lonjong (mikrokonidia).
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : mikrokonidia
b : septat
c : cabang hifa
d : makrokonidia
Gambar 4.2 Isolat MEA1 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEA1 tampak depan
(b) Isolat MEA1 tampak sebalik
(c) Isolat MEA1 pada mikroskop cahaya perbesaran 400 kali
34
2. Isolat MEA2
Karakterisasi makroskopik meliputi, permukaan berwarna abu-abu dengan
bagian tengah berwarna hijau, warna sebalik hijau kehitaman dengan tepi putih,
tepi koloni rata, tekstur hifa seperti bulu, tebal, dan berdiameter 8,2 cm pada hari
ke-7. Karakteristik mikroskopik meliputi, hifa berseptat dan bercabang, hifa hilain
berwarna hijau, dan terdapat konidia berbentuk lonjong.
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : konidia
b : septat
c : cabang hifa
Gambar 4.3 Isolat MEA2 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEA2 tampak depan
(b) Isolat MEA2 tampak sebalik
(c) Isolat MEA2 pada mikroskop cahaya perbesaran 400 kali
35
3. Isolat MEB1
Karakterisasi makroskopik meliputi, koloni berwarna abu-abu, permukaan
menggunung, tepi tidak rata, warna sebalik hitam krem (tengah) dengan warna
hitam menjalar, dan berdiameter 9 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik
meliputi, hifa berseptat, pertumbuhan hifa bercabang, hifa hialin dan berwarna
hijau kehitaman, terdapat konidia berbentuk tidak beraturan.
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : konidia
b : septat
c : cabang hifa
Gambar 4.4 Isolat MEB1 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEB1 tampak depan
(b) Isolat MEB1 tampak sebalik
(c) Isolat MEB1 pada mikroskop cahaya perbesaran 400 kali
36
4. Isolat MEC1
Karakterisasi makroskopik meliputi, koloni berwarna kehitaman dengan
tepi berwarna putih, berbintik hitam, permukaan halus dan tipis, tepi tidak rata,
terdapat lingkaran-lingkaran konsentris, warna sebalik berwarna krem kehitaman.
Diameter koloni 6,3 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik meliputi, hifa
berseptat dan bercabang, hifa hialin hijau, dan terdapat konidia berbentuk bulan
sabit (makrokonidia) dan lonjong (mikrokonidia).
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : mikrokonidia
b : septat
c : cabang hifa
d: makrokonidia
Gambar 4.5 Isolat MEC1 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEC1 tampak depan
(b) Isolat MEC1 tampak sebalik
(c) Isolat MEC1 pada mikroskop cahaya perbesaran 400 kali
37
5. Isolat MEC2
Karakteristik makroskopik meliputi, koloni berwarna abu-abu dan hitam
kehijauan, permukaan rata dan tipis, terdapat tetes-tetes eksudat hitam, dengan
tepi berwarna putih, terdapat lingkaran-lingkaran konsentris, warna sebalik abu-
abu kehitaman, berbintik hitam, dan tepi tidak rata berwarna putih. Diameter
koloni 6 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik meliputi, hifa berseptat dan
bercabang, hifa hialin serta terdapat konidia berbentuk lonjong.
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : konidia
b : septat
c : cabang hifa
Gambar 4.6 Isolat MEC2 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEC2 tampak depan
(b) Isolat MEC2 tampak sebalik
(c) Isolat MEC2 pada mikroskop cahaya perbesaran 400 kali
38
6. Isolat MEC3
Karakterisasi makroskopik meliputi, koloni berwarna putih, tekstur hifa
seperti bulu, terdapat garis-garis radial, tepi rata, warna sebalik putih, dan
berdiameter 7,5 cm pada hari ke-7. Karakterisasi mikroskopik meliputi, hifa
berseptat dan bercabang, hifa hialin, dan terdapat konidia berbentuk bulat.
(a)
(b)
(c)
Keterangan :
a : konidia
b : septat
c : cabang hifa
Gambar 4.7 Isolat MEC3 secara makroskopik dan mikroskopik
(a) Isolat MEC3 tampak depan
(b) Isolat MEC3 tampak sebalik
(c) Isolat MEC3 pada mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali
Berdasarkan hasil karakterisasi isolat kapang endofit secara makroskopik
dan mikroskopik menunjukkan bahwa keenam isolat kapang endofit yang
39
didapatkan adalah berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi
makroskopik dan mikroskopik isolat. Isolat MEA1 dan MEC1 terdapat kemiripan
secara mikroskopik, yaitu adanya makrokonidia berbentuk bulan sabit namun
berbeda secara makroskopiknya. Isolat MEA2 dan MEC2 mempunyai kemiripan
secara mikroskopik, namun berbeda secara makroskopiknya. Isolat yang
menunjukkan perbedaan paling mencolok adalah isolat MEB1 dan MEC3, dimana
isolat tersebut terlihat sangat berbeda baik secara makroskopik dan
mikroskopiknya dengan isolat-isolat kapang endofit lain yang didapatkan dalam
penelitian ini.
4.4 Skrining Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit
Skrining aktivitas antibakteri pada kapang endofit digunakan untuk
menseleksi isolat kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dengan
melihat zona hambat yang terbentuk di sekitar isolat. Skrining aktivitas antibakteri
dilakukan dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method).
Bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus, B. subtilis dan P. aeruginosa.
Bakteri-bakteri tersebut merupakan perwakilan dari bakteri Gram positif dan
Gram negatif.
Tabel 4.2 Hasil Skrining Isolat Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji
Diameter zona hambat (mm)
Isolat S. aureus B. subtilis P. aeruginosa
MEA1 - 8,3 7,6
MEA2 6,5 8,2 7,5
MEB1 - 8,6 7,5
MEC1 - - 6,5
MEC2 - - 6,5
MEC3 - - 6,7
Berdasarkan hasil skrining aktivitas antibakteri kapang endofit lumut hati
M. emarginata diperoleh 6 isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri
yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat di sekitar isolat. Isolat MEA1
dan MEB1 menghasilkan zona hambat terhadap bakteri B. subtilis dan P.
aeruginosa. Isolat MEA2 menghasilkan zona hambat terhadap ketiga bakteri uji
40
yaitu S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa. Isolat MEC1, MEC2, dan MEC3
menghasilkan zona hambat pada bakteri P. aeruginosa.
Kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri kemudian dilanjutkan
pada tahap selanjutnya yaitu fermentasi dan ekstraksi. Hasil ekstraksi dari kapang
endofit tersebut akan diuji aktivitas antibakterinya terhadap beberapa bakteri uji.
Bagan kerja skrining aktivitas antibakteri kapang endofit dapat dilihat pada
lampiran 5.
4.5 Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit
Fermentasi kapang endofit dilakukan menggunakan media Potato
Dextrose Yeast (PDY) terhadap 6 isolat kapang endofit yang aktif antibakteri.
Media fermentasi yang baik harus menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan
oleh kapang untuk memperoleh energi, pertumbuhan, dan bahan pembentuk sel.
Media PDY merupakan media yang baik untuk fermentasi kapang endofit, karena
di dalamnya mengandung karbon yang berasal dari ekstrak kentang dan dekstrosa,
dan ekstrak yeast sebagai sumber nitrogen. Didapatkan media fermentasi PDY
dengan pH 6 dimana pada pH tersebut merupakan pH optimum untuk
pertumbuhan kapang endofit dalam memproduksi metabolit sekunder (Sarles,
dkk., 1956 dalam Ahmad, dkk., 2013).
Fermentasi kapang endofit dilakukan dengan metode goyang (shacking)
selama 14 hari dengan kecepatan 130 rpm pada suhu 28° C (Kumala, dkk., 2015).
Fermentasi metode goyang (shacking) digunakan pada penelitian ini karena
metode tersebut dipengaruhi oleh aerasi dan pengadukan (agitasi). Aerasi sangat
berkaitan dengan ketersediaan oksigen bagi kapang endofit. Ketersediaan oksigen
termasuk ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang
endofit. Adanya penggoyangan media dimana molekul H2O mengalami
pengocokan akan berpengaruh pada peningkatan oksigen di udara sehingga kadar
oksigen dapat meningkat (Stainer, 1982 dalam Ahmad, dkk., 2013). Pengadukan
(agitasi) bertujuan meningkatkan pertukaran panas sehingga distribusi suhu
menjadi homogen di seluruh bagian substrat (Kumala, 2014). Hasil fermentasi
kapang endofit dapat dilihat pada lampiran 14.
41
Proses ekstraksi dilakukan untuk menarik senyawa-senyawa metabolit
sekunder kapang endofit yang telah difermentasi. Hasil fermentasi berupa
biomassa yang mengandung metabolit intraseluler dan supernatan yang
mengandung metabolit ekstraseluler (Gandjar, 2006). Biomassa dan supernatan
dipisahkan dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring dan corong
buchner (Guo, 2008). Bagian biomassa berupa massa padat diekstraksi
menggunakan pelarut metanol dengan metode maserasi. Bagian supernatan
berupa cairan diekstraksi dengan metode partisi cair-cair menggunakan pelarut n-
heksan dan etil asetat. Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator
vaccum sampai diperoleh ekstrak kental. Bagan kerja fermentasi dan ekstraksi
kapang endofit dapat dilihat pada lampiran 7.
Tabel 4.3 Perolehan Bobot Ekstrak Hasil Fermentasi Kapang Endofit
Kode Isolat Bobot Ekstrak Fermentasi (mg)
metanol etil asetat n-heksan
MEA1 274,3 27 267,9
MEA2 82,2 23,3 67,3
MEB1 394,3 57,7 10
MEC1 566 126,9 52,6
MEC2 524,1 116,8 9,2
MEC3 188,1 12,8 5,9
4.6 Karakterisasi Bakteri Uji
Karakterisasi bakteri dilakukan untuk mengetahui kemurnian dan
morfologi bakteri uji. Karakterisasi bakteri uji dilakukan dengan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan yang paling
berguna karena bakteri dapat terklasifikasi menjadi dua kelompok besar, yaitu
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Tortora, 2010).
Teknik pewarnaan Gram dilakukan dengan mengambil satu ose bakteri uji
dan diletakkan di atas objek gelas yang sudah ditetesi larutan NaCl 0,9% lalu
dilewatkan di atas api bunsen (fiksasi). Proses fiksasi berfungsi untuk mematikan
dan menempelkan bakteri pada objek gelas sedangkan NaCl 0,9% berfungsi untuk
mempertahankan tonisitas sel bakteri agar tidak lisis. Preparat ditetesi larutan
kristal violet, lugol, alkohol 96%, dan safranin. Kristal violet berfungsi sebagai
pewarna primer sehingga membentuk warna ungu. Mordant berfungsi untuk
42
meningkatkan afinitas pewarnaan pada spesimen biologi sehingga membuat
warna lebih tajam dan lebih mudah untuk diidentifikasi. Alkohol 96% sebagai
decolorization agent (bahan pemucat/peluntur warna) yang pada spesies bakteri
tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel (Tortora, 2010). Larutan
safranin berfungsi sebagai pewarna tandingan.
Tabel 4.4 Hasil Karakterisasi Bakteri Uji dengan Pewarnaan Gram
Bakteri Morfologi Gambar
S. aureus
- Bentuk bulat
bergerombol seperti
anggur.
- Berwarna ungu
- Bakteri Gram positif.
B. subtilis
- Bentuk batang
- Berwarna ungu
- Bakteri Gram positif.
P. aeruginosa - Bentuk batang,
- Berwarna merah
- Bakteri Gram negatif.
Bakteri Gram positif akan berwarna ungu tua setelah pewarnaan Gram
karena mempertahankan zat warna dari kristal violet. Bakteri Gram negatif terjadi
kehilangan warna kristal violet ketika dicuci dengan alkohol 96% sehingga akan
berwarna merah setelah diberi pewarna tandingan dengan safranin (Pelczar &
Chan, 2008). Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan Gram negatif
disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi dan struktur dari dinding selnya.
Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak
43
dalam persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan Gram positif. Dinding
sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dan ketika penambahan alkohol akan
menyebabkan terekstrasinya lipid sehingga memperbesar daya permeabilitas
dinding sel Gram negatif. Kompleks kristal violet-lugol pada dinding sel Gram
negatif dapat terekstraksi dan terjadi kehilangan warna dari pewarna tersebut
(Pelczar & Chan, 2006).
Berbeda dengan bakteri Gram positif yang mempunyai kandungan lipid
yang lebih rendah daripada Gram negatif. Dinding sel Gram positif akan
terdehidrasi selama perlakuan dengan alkohol dan ukuran pori-pori akan mengecil
sehingga permeabilitas berkurang dan kompleks kristal violet-lugol tidak dapat
terekstraksi (Pelczar & Chan, 2006). S. aureus dan B. subtilis dapat
mempertahankan warna ungu dan merupakan bakteri Gram positif, sedangkan P.
aeruginosa kehilangan warna ungu dan berwarna merah setelah diteteskan
safranin sehingga disebut bakteri Gram negatif.
4.7 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit
Tiga fraksi ekstrak dari 6 isolat kapang endofit diujikan aktivitas
antibakterinya secara kualitatif dengan metode difusi cakram (Kirby-Bauer)
terhadap bakteri S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa. Tiga fraksi ekstrak
tersebut yaitu fraksi ekstrak metanol, etil asetat, dan n-heksan.
Pengujian dilakukan pada konsentrasi 200 µg/mL ekstrak dari kapang
endofit yang diserapkan ke dalam kertas cakram steril dan didiamkan hingga
mengering. Pengeringan bertujuan agar senyawa metabolit sekunder terserap
secara merata dan pelarut ekstrak yang digunakan dapat menguap. Data
dinyatakan tidak valid apabila kertas cakram kurang kering saat diletakkan di atas
bakteri uji. Hal tersebut dikhawatirkan zona hambat yang terbentuk bukan berasal
dari ekstrak melainkan dari pelarut ekstrak yang bersifat toksik. Dilakukan
pengujian pada kontrol negatif dimana cakram hanya berisi pelarut ekstrak.
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pelarut tersebut sudah menguap
secara sempurna atau tidak. Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram
antibiotik kloramfenikol. Dilakukan pengukuran zona hambat di sekitar cakram
menggunakan jangka sorong (Zakiyah, dkk., 2015).
44
Tabel 4.5 Hasil Uji Aktivitas Ekstrak Kapang Endofit
Isolat Rata-rata diameter zona hambat (mm)
Ekstrak uji S. aureus B. subtilis P. aeruginosa
MEA1 Metanol - - -
Etil asetat - - -
n-heksan - - -
MEA2 Metanol - - -
Etil asetat - - -
n-heksan - - -
MEB1 Metanol X - -
Etil asetat - 8,2 8,5
n-heksan - - -
MEC1 Metanol - - -
Etil asetat - - -
n-heksan - - -
MEC2 Metanol X - -
Etil asetat - - -
n-heksan - - -
MEC3 Metanol X - -
Etil asetat - - 8,2
n-heksan - - -
Kloramfenikol 26 25,1 16,4
Kontrol (-) - - -
Keterangan :
- : tidak ada aktivitas antibakteri
X : tidak diujikan aktivitas antibakteri
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri fraksi ekstrak kapang endofit M.
emarginata diperoleh 2 isolat kapang endofit pada fraksi ekstrak etil asetat yang
menghasilkan zona hambat. Isolat MEC3 menghasilkan zona hambat sebesar 8,2
mm terhadap P. aeruginosa. Isolat MEB1 menghasilkan zona hambat sebesar 8,2
mm terhadap bakteri B. subtilis dan 8,5 mm terhadap bakteri P. aeruginosa. Bobot
yang diperoleh dari fraksi ekstrak etil asetat pada isolat MEB1 mencukupi untuk
dilanjutkan untuk menentukan KHM nya.
Berdasarkan hasil skrining dan uji aktivitas antibakteri terdapat 4 isolat
kapang endofit, yaitu isolat MEA1, MEA2, MEC1, dan MEC2 yang tidak
menunjukkan zona hambat pada uji aktivitas antibakteri, sementara pada hasil
skrining terdapat zona hambat. Adanya perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan
45
karena rendahnya kadar senyawa metabolit sekunder yang dapat ditarik oleh
pelarut yang digunakan. Fraksi ekstrak metanol pada isolat MEB1, MEC2, dan
MEC3 tidak dilakukan uji aktivitas antibakteri pada penelitian ini, dikarenakan
ekstrak yang terbentuk masih berupa cairan kental sehingga sulit untuk ditentukan
konsentrasi ekstrak saat pengujian aktivitas antibakteri.
4.8 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan pada fraksi ekstrak etil asetat isolat MEB1
terhadap bakteri B. subtilis dan P. aeruginosa. Penentuan KHM menggunakan
metode mikrodilusi cair dikarenakan metode ini membutuhkan sampel dan reagen
yang sedikit, sensitivitas tinggi, dan memberikan hasil kuantitatif yang
menunjukkan jumlah zat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba uji (Balouiri, dkk., 2016 dan Jawetz, dkk., 2013). Metode mikrodilusi
cair menggunakan alat microplate 96-well yang mempunyai 96 sumur pelat mikro
(8 baris dan 12 kolom).
Mueller-Hinton Broth (MHB) merupakan media yang direkomendasikan
oleh National Comittee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) untuk
menentukan KHM dengan metode mikrodilusi cair. Media MHB mengandung
kation divalen (Ca++
dan Mg++
) yang baik untuk pertumbuhan bakteri uji.
Dilakukan uji sensitivitas antibiotik pembanding untuk mengetahui antibiotik
yang paling sensitif terhadap bakteri uji yaitu B. Subtilis dan P. aeruginosa.
Antibiotik yang diuji adalah siprofloksasin dan kloramfenikol yang
berbentuk serbuk tanpa adanya eksipien. Hasil uji sensitivitas antibiotik
siprofloksasin terhadap B. subtilis menghasilkan zona hambat sebesar 36,6 mm
sedangkan untuk antibiotik kloramfenikol zona hambat yang dihasilkan adalah
23,8 mm. Antibiotik siprofloksasin menghasilkan zona hambat terhadap bakteri P.
aeruginosa sebesar 33,6 mm dan pada antibiotik kloramfenikol zona hambat yang
dihasilkan adalah 23 mm.
Antibiotik Siprofloksasin digunakan sebagai antibiotik pembanding pada
uji mikrodilusi cair dikarenakan KHM yang rendah (WHO, 2003) dan lebih
sensitif terhadap bakteri uji yang digunakan dibandingkan dengan kloramfenikol.
KHM siprofloksasin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 yaitu 0,25-1 µg/mL,
46
sedangkan KHM kloramfenikol pada bakteri tersebut yaitu >64 µg/mL (WHO,
2003). KHM kloramfenikol terhadap bakteri B. subtilis adalah 50±4,55 µg/mL
(Saha, dkk., 2014).
(a)
(b)
Gambar 4.8 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik Pembanding. (a) B. subtilis
(b) P. aeruginosa
Dibuat suspensi bakteri uji ke dalam larutan NaCl 0,9%. Larutan NaCl
0,9% berfungsi sebagai larutan isotonis untuk menjaga tonisitas pada sel bakteri
agar tidak lisis. Suspensi bakteri diukur absorbansinya dengan alat
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Nilai absorbansi
0,08-0,12 setara dengan 0,5 McFarland (1-2x 108 CFU/mL) sebagai standar.
Suspensi bakteri yang telah menunjukkan nilai absorbansi 0,08-0,12 diencerkan
hingga diperoleh konsentrasi 106 CFU/mL (Balouri, dkk., 2016). Nilai absorbansi
yang dihasilkan pada suspensi B. subtilis dan P. aeruginosa sebesar 0,112 dan
0,0845. Pengukuran jumlah koloni bakteri dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis memiliki kelebihan yaitu cepat dan mudah. Sejumlah cahaya akan diserap
oleh koloni bakteri dalam suatu medium cair dimana hasil yang diperoleh berupa
absorbansi yang berbanding lurus dengan jumlah koloni dalam medium tersebut.
Nilai absorbansi yang tinggi menandakan bahwa konsentrasi bakteri dalam
medium tersebut juga tinggi. Nilai panjang gelombang menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi dalam pengukuran jumlah koloni bakteri dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sinar UV pada panjang gelombang
47
tertentu dapat digunakan sebagai desinfektan untuk beberapa alat di laboratorium
(Kim, S., dkk, 2013). Diketahui bahwa pada panjang gelombang 405 dan 470 nm
dapat memberikan efek bakterisidal terhadap bakteri S. aureus, P. aeruginosa dan
Propionibacterium acnes (Guffey, J.S, dkk., 2006 dalam Kim, S., dkk., 2013).
Panjang gelombang 625 nm diketahui tidak memberikan efek bakterisidal
sehingga cocok untuk digunakan dalam pengukuran jumlah koloni bakteri dalam
suatu medium cair (Kim, S., dkk., 2013).
Penentuan KHM dengan metode mikrodilusi cair terdiri dari ekstrak uji,
kontrol sterilitas, kontrol negatif, dan kontrol pertumbuhan. Tujuan dari kontrol
sterilitas yaitu untuk menjamin bahwa media dan pelat mikro dalam keadaan steril
tanpa adanya kontaminasi. Kontrol negatif berfungsi untuk mengetahui bahwa
pelarut ekstrak yang digunakan tidak memiliki efek antimikroba. Kontrol
pertumbuhan digunakan untuk mengetahui bahwa bakteri uji dapat tumbuh pada
kondisi dan perlakuan uji. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak uji
dan antibiotik siprofloksasin adalah Dimetil Sulfoksida (DMSO) 10% (Valgas,
dkk., 2007). Dimetil sulfoksida berupa cairan tak berwarna yang merupakan
senyawa sulfur organik dengan formula (CH3)2SO yang dapat melarutkan
senyawa polar dan non polar (Hassan. S., 2014).
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) merupakan konsentrasi terkecil
dari suatu senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
uji. Pengamatan untuk menentukan KHM dapat dilakukan secara visual dengan
menambahkan reagen p-iodonitrotetrazolium (INT) (Balouiri, dkk., 2016;
Klancnik, dkk., 2010; dan Wesseler, 2005). KHM ditetapkan pada sumur dengan
konsentrasi terendah yang tidak memberikan warna ungu setelah ditambahkan
INT. Adanya perubahan warna dari kuning menjadi ungu mengindikasikan bahwa
di dalam sumur tersebut masih terdapat bakteri. p-iodonitrotetrazolium (INT)
merupakan senyawa yang dapat tereduksi oleh adanya enzim dehidrogenase pada
bakteri menjadi formazan yang dapat memberikan warna ungu (Wesseler, 2005).
Tabel 4.6 Hasil KHM Fraksi Ekstrak Etil Asetat Isolat MEB1
Bakteri Uji Nilai KHM
Ekstrak uji Siprofloksasin
B. subtilis ATCC 6633 200 µg/mL 0,125 µg/mL
P. aeruginosa ATCC 27853 200 µg/mL 0,25 µg/mL
48
Dari hasil pengujian dengan metode mikrodilusi cair fraksi ekstrak etil
asetat isolat MEB1 mempunyai efek menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis
dan P. aeruginosa dengan KHM sebesar 200 µg/mL. KHM tersebut menunjukkan
aktvitas antibakteri dari fraksi etil asetat isolat MEB1 cukup kuat dikarenakan
berada pada rentang 100-500 µg/mL. Menurut Holezt F.B., dkk (2002) aktivitas
antibakteri dibedakan menjadi 4 yaitu, aktivitas antibakteri sangat kuat jika KHM
kurang dari 100 μg/ml, aktivitas antibakteri cukup kuat jika KHM 100-500 μg/ml,
aktivitas antibakteri yang lemah jika KHM 500-1000 μg/ml, dan tidak memiliki
aktivitas antibakteri jika KHM lebih dari 1000 μg/ml. Pengujian KHM pada
antibiotik pembanding yang digunakan yaitu siprofloksasin memiliki efek
hambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri B. subtilis daripada bakteri P.
aeruginosa. Nilai KHM antibiotik siprofloksasin terhadap bakteri Bacillus subtilis
sebesar 0,125 µg/mL, sedangkan nilai KHM terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa sebesar 0,25 µg/mL.
49 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Diperoleh 6 isolat kapang endofit dari lumut hati M. emarginata Reinw.,
Blume & Nees yang aktif sebagai antibakteri pada uji skrining aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis dan P. aeruginosa.
2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kapang endofit menujukkan bahwa
pada fraksi ekstrak etil asetat isolat MEC3 dapat menghambat bakteri P.
aeruginosa dan isolat MEB1 dapat menghambat bakteri B. subtilis dan P.
aeruginosa.
3. KHM dari fraksi ekstrak etil asetat isolat MEB1 sebesar 200 µg/mL
terhadap bakteri B. subtilis dan P. aeruginosa.
5.2 Saran
1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang identififikasi isolat kapang
endofit yang diperoleh.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa aktif antibakteri
pada isolat kapang endofit.
3. Melakukan pengujian aktivitas antibakteri pada bakteri lainnya selain
bakteri yang diujikan dalam penelitian ini.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, dkk.. 2013. “Pengaruh pH, Penggoyangan Media, dan Penambahan
Serbuk Gergaji terhadap Pertumbuhan Jamur Xylaria sp.”. Jurnal Silvikultur
Tropika 4(2): 57-61. ISSN 2086-8227.
Ariyono, dkk.. 2014. “Keanekaragaman Jamur Endofit Daun Kangkung Darat
(Ipomoea reptans Poir) pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional”.
Jurnal HPT 2 (1): 19-28. ISSN 2338-4336.
Arthur, G. 2010. Mircrobiology and Immunology. Bacteriology; Medical
Microbiology. University of South Carolina School Medicine.
Asakawa, Y.. 2008. “Liverworts-Potential Source of Medicinal Compound”.
Current Pharmaceutical Design 14(29): 3067-3088.
Asakawa, Y., dkk.. 2009. “Bryophytes: Bio- and Chemical Diversity, Bioactivity
and Chemosystematics”. Heterocycles 77 (1): 99 – 150.
Asakawa, Y., Ludwiczuk, A., dan Nagashima, F.. 2013. “Chemical Constituents
of Bryophytes”. New York: Springer-Verlag Wien.
Balouiri. M., 2016. “Methods for in Vitro Evaluating Antimicrobial Activity: A
Review”. Elsevier. Journal of Pharmaceutical Analysis (6): 71–79.
Carter GR, Wise DJ. 2004. Veterinary Bacteriology and Micology. USA: Lowa
State Press. Lowa.
Coyle, Marie B.. 2005. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing.
Wachington DC: American Society for Microbiology.
Dewi, Amalia Khrisna. 2013. “Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas
Staphylococcus aureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing
Peranakan Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo,
Kulonprogo, Yogyakarta”. Jurnal Sains Veteriner 31(2): 138-150. ISSN 0126
– 0421.
Ding, T. dkk., 2010. “Evaluation of Antimicrobial Activity of Endophytic Fungi
from Camptotheca acuminata (nyssaceae)”. Genetics and Molecular
Research 9(4): 2104–2112.
DiPiro. J.T.. 2009. Pharmacoteraphy Handbook 7th
edition. Mc. Graw Hill. New
51
York.
Freeman-Cook, Lisa., Freeman-Cook, Kevin. 2005. Deadly Diseases and
Epidemics Staphylococcus aureus Infection. Amerika: Chelsea House
Publishers.
Gandjar. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gandjar, I., dan Sjamsuridzal, W.. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Gibson, JM.. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta:
EGC.
Goffinet, B., dan Shaw, A. J.. 2009. Bryophyte Biology, 2nd
ed.. New York:
Cambridge University Press.
Harris, L.G., Foster, S.J. & Richards, R.G.. 2002. “An Introduction to
Staphylococcus aureus, and Techniques for Identifying and Quantifying S.
aureus Adhesisn in Relation to Adhesion to Biomaterials: Review”. European
Cells and Materials 4: 39–60. ISSN 1473-2262. doi 10.22203/eCM.v004a04.
Hassan, S.. 2014. “The Antibacterial Activity of Dimethyl Sulfoxide (DMSO) with
and without of some Ligand Complexes of the Transitional Metal Ions of
Ethyl Coumarin against Bacteria Isolate from Burn and Wound Infection”.
Journal of Natural Sciences Research 4(19): 106-111. ISSN 2225-0921.
Holetz, F.B., dkk.. 2002. “Screening of some Plants Used in Brazilian Folk
Medicine or the Treatment of Infections Disease”. Mem Inst Oswaldo Cruz,
Rio de Janeiro 97 (7): 1027 1031.
Huang, W.J. dkk.. 2010. “Marchantin A, a Cyclic Bis (Bibenzyl Ether), Isolated
from the Liverwort Marchantia emarginata Subsp. Tosana Induces Apoptosis
in Human MCF-7 Breast Cancer Cells”. Cancer Letters 291(1): 108–119.
Hulikere dkk.. 2016. “Antiangiogenic, Wound Healing and Antioxidant Activity of
Cladosporium cladosporioides (Endophytic Fungus) Isolated from Seaweed
(Sargassum wightii)”. Mycology 7(4): 2013-211. ISSN 2150-1203.
Husniyah, Wida. 2016. “Fraksinasi dan Uji aktivitas Antibakteri Isolat Kapang
Endofit dari Daun Tanaman Iler (Coleus artropurpureus Benth.) terhadap
Bakteri Stahpylococccus aureus dan Pseudomonas aeruginosa”. Skripsi.
52
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Ilyas, M.. 2006. “Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Relung Rizosfir Tanaman
di Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur”.
Biodiversitas 7(83): 216–220.
Islam S.M., dkk.. 2012. “Validation and Application of a Simple HPLC Method
for the Comparative in Vitro Dissolution Study of Some Multisource
Ciprofloxacin Tablets”. IJPI’s Journal of Analitical Chemistry 2(8): 1-12.
ISSN 2229 – 6867.
Jauhari, Lendra Tantowi. 2010. “Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit
Penghasil Antimikroba Penghambat Mikroba Patogen”. skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jawetz, dkk.. 2013. Medical Microbiology 26th ed. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Kalyanaraman, Rajagopal. 2012. “Diversity of endophytic fungi in some tropical
medicinal plants – A report”. African Journal of Microbiology Research
6(12): 2822–2827.
Karteek, dkk.. 2012. “Evaluation of Antibacterial Activity of Herbs”.
International Research Journal of Pharmacy 3(8): 230-232. ISSN 2230-
8407.
Kim S., dkk.. 2013. “In Vitro Bactericidal Effects of 625, 525, and 425 nm
Wavelength (Red, Green, and Blue) Light-Emitting Diode Irradiation”.
Photomedicine and Laser surgery 31(11): 554-562.
Klancnik, dkk.. 2010. “Evaluation of Diffusion and Dilution Methods to
Determine the Antibacterial Activity of Plant Extracts” Journal of
Microbiology Methods (81): 121-126. doi : 10.1016/j.mimet.2010.02.004.
Komala, I., dkk.. 2010. “Cytotoxic, Radical Scavenging and Antimicobial
Activities of Sesquitepenoids from the Tahitian Liverwort Mastigophora
diclados (Brid.) Nees (Marstigophoraceae)”. J Nat Med 64:417-422. doi:
10.1007/s11418-010-0423-8.
Kumala, S., dkk.. 2007. “Cytotoxic Secondary Metabolites from Fermentation
Broth of Brucea javanica Endophytic Fungus 1.2.11”. Research Journal
53
Microbiology 2 (8): 625-631. ISSN 1816-4935.
Kumala, S.. 2008. “Penapisan Kapang Endofit Ranting Kayu Meranti Merah
(Shorea Balangeran Korth.) sebagai Penghasil Enzim Xilanase”. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 6(1) : 1-6. ISSN 1693-1831.
Kumala, S.. 2014. Mikroba Endofit: Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang
Farmasi. Jakarta: ISFI.
Kumala, S. & Pratiwi, A.A.. 2014. “Efek Antimikroba dari Kapang Endofit
Ranting Tanaman Biduri”. Jurnal Farmasi Indonesia 7(2): 111-120.
Kumala, S., dkk. 2015. “Antimicrobial Activity of Secondary Metabolites
Produced by Endophytic Fungi Isolated from Stems of Jati Tree (Tectona
grandis L.F)”. International Journal of Pharmaceutical Science and
Research 6(6): 2349-2353. doi: 10.13040/Ijpsr.0975-8232.6(6).2349-53.
Kumar, Surinder. 2012. Texbook of Microbiology. New Delhi: Jaype Brothers
Medical Publishers (P) Ltd.
Li, H. dkk.. 2005. “Screening for Endophytic Fungi with Antitumor and
Antifungal Activities from Chinese Medicinal Plants”. World Journal of
Microbiology and Biotechnology 21(8–9): 1515–1519.
Ludwiczuk, A., dkk.. 2008. “Volatile Components from Selected Mexican,
Ecuadorian, Greek, German, and Japanese Liverworts”. Natural Product
Communication 3(2): 133- 140.
Ludwiczuk, A., dkk.. 2009. “Volatile Components from Selected Tahitian
liverworts”. Natural Product Communication 0(0) : 1-3.
Mewari. 2008. “Antimicrobial Activity of Extract of Marchantia polymorpha”.
Pharmaceutical Biology 46 (10-11): 819-822.
Pelczar, Michael, J. dan ECS Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I.
Jakarta: UI Press.
Mundir, M.I., dkk.. 2013. “Inventarisasi Lumut Terestrial di Kawasan Wisata Air
Terjun Irenggolo”. Prosiding Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP
UNS, pp.1–4.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: EGC.
Pratiwi, Brasti Eka. 2015. “Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit dari
Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang Berpotensi sebagai
54
Antibakteri”. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Petrini, O.. dkk., 1992. “Ecology, Metabolite Production, and Substrate
Utilization in Endophytic Fungi”. Natural toxins 1(3): 185–196.
Radji, M.. 2005. “Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal”. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3): 113–126.
ISSN 1693-9883.
Rustanti, Mirna. 2007. “Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba pada Akar Tanaman Sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.)”.
Skripsi. Sarjana Farmasi. Depok: FMIPA Universitas Indonesia
Sabovljevi , M,. dkk.. 2014. “All Aspects of Plant Biology Bryophyte
Conservation Biology : In Vitro Approach to the ex Situ Conservation of
Bryophytes from Europe”. Plant Biosystems 148 (4): 857–68. doi:
10.1080/11263504.2014.949328.
Saha, dkk.. 2014. “Screening Antimicrobial Susceptibility of Gentamicin,
Vancomycin, Azithromycin, Chloramphenicol and Cefotaxime Against
Selected Gram Positive and Gram Negative Bacteria”. International Journal
of Pharma Research and Health Sciences 2(4): 324-331.
Santos, dkk.. 2015. “Antibacterial Activity of Endophytic Fungi from Leaves of
Indigofera suffruticosa Miller (Fabaceae)”. Frontier of Microbiology.
5(350): 1-7. doi: 10.3389/fmicb.2015.00350.
Sardiani, dkk.. 2015. “Potensi Tunikata Rhopalaea sp. sebagai Sumber Inokulum
Bakteri Endosimbion Penghasil Antibakteri”. Jurnal Alam dan Lingkungan.
6(11). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Selim, K. dkk.. 2012. “Biology of Endophytic Fungi”. Current Research in
Environmental and Applied Mycology 2(1): 31–82.
Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sharman O.P. 2014. Series on Diversity of Microbes and Cryptogams Bryophyta.
New Delhi: McGraw Hill Education.
Simpson, Michael G. 2006. Plant Systematics. London: Elsevier Academic Press.
Singelton P, dan Diana S. 1981. Introduction to Bacteria: For Student in the
55
Biological Science. New York.
Siregar, E., dkk. 2013. “The Liverwort Genus Marchantia (Marchantiaceae) of
Mount Sibayak North Sumatra, Indonesia”. Biotropia 20(2): 73-80. doi:
10.11598/btb.2013.20.2.3.
Siregar, Etti Sartina. 2015. “The Liverworts (Marchantiophyta) of mount Sibayak
North Sumatra”. Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Strateva, T. & Yordanov, D.. 2009. “Pseudomonas aeruginosa - A Phenomenon
of Bacterial Resistance”. Journal of Medical Microbiology 58(9): 1133-
1148.
Strobel, G. dkk.. 2004. “Natural Products from Endophytic Microorganisms”.
Journal of Natural Products 67(2): 257–268.
Sukandar, E. Y., dkk.. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia.
Sulistyowati. 2014. “Keanekaragaman Marchantiophyta Epifit Zona Montana di
Kawasan Gunung Ungaran, Jawa Tengah”. Bioma 16(1): 26-33. ISSN 1410-
8801
Sweetman, Sean. C.. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference Thirty
Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Syarmalina, dkk.. 2007. “Uji Sitotoksik Hasil Fermentasi Kapang Endofit Buah
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Sel MCF-7”. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia 5(1): 23-30. ISSN 1693-1831.
Tan, R.X. & Zou, W.X.. 2001. “Endophytes: a Rich Source of Functional
Metabolites”. Natural Product Reports 18(March): 448–459.
Tortora G.J., Funke B.R., Case C.L.. 2010. Microbiology, an Introduction. 10th
edition. USA: Addison Wesley Longman Inc.
Valgas, C., dkk.. 200. “Screening Methods to Determine Antibacterial Activity of
Natural Products”. Brazilian Journal of Microbiology 38: 369-380. ISSN 1517-
8382.
Vineetha, N., dkk.. 2015. “Preparation, Standardization of Antibiotic Discs and
Study of Resistance Pattern for First-Line Antibiotics in Isolates from
Clinical Samples”. International Journal of Applied Research 1(11): 624-
631. ISSN Print: 2394-7500.
56
WHO. 2003. Global Salm-Surv : A global Salmonella surveillance and laboratory
support project of the World Health Organization 4th
edition.
Wesseler A., dkk.. 2015. “A Novel colorimetric Broth Microdilution Method to
Determine the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of Antibiotics and
Essential Oils Against Helicobacter pylori”. Pharmazie 60: 498-504.
Windadri, F.I., 2007. “Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan
Suaka”. 8: 197–203.
Windadri, F.I., 2013. “Keaneragaman Jenis Lumut di Kepulauan Raja Ampat,
Papua Barat”. 16: 75-84.
Zakiyah, alfida, dkk.. 2015. “Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit dari Tanaman
Kina (Cinchona calisaya Wedd.)”. Al-kauniyah Jurnal Biologi 8(2): 51-58.
Zhang, Tao, dkk.. 2013. “Diversity and Cold Adaptation of Culturable Endophytic
Fungi”. FEMS Microbiology Lett 341: 52–61. doi:10.1111/1574-
6968.12090.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Tanaman
58
Lampiran 2. Alur Penelitian
Sampling Tanaman Lumut Hati
Marchantia Emarginata Reinw, Blume &
Nees
Sterilisasi Permukaan
Isolasi Kapang Endofit
Pemurnian Kapang Endofit
Karakterisasi Kapang Endofit
Skrining Aktivitas Antibakteri
Kapang Endofit
Fermentasi dan Ekstraksi
Kapang Endofit
Peremajaan
Bakteri Uji
Identifikasi
Bakteri Uji
Pembuatan
Suspensi Bakteri
Uji
Uji Aktivitas
Antibakteri
Uji Aktivitas Antibakteri
Determinasi
Penentuan
Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM)
Uji
Sensitivitas
Antibiotik
59
Lampiran 3. Bagan Kerja Isolasi Kapang Endofit
Air mengalir
selama 30’
Etanol 70%
(1 menit)
NaOCl 5,25%
(2 menit)
Etanol 70%
(30 detik)
Aquades steril (1 menit) Dikeringkan di atas kertas saring
steril, dipotong dan diletakkan di
atas media PDA.
Aquades bilasan terakhir sebagai
kontrol. Dicelupkan batang L lalu
diratakan di atas media PDA
Diinkubasi selama 14 hari
pada suhu 28° C
60
Lampiran 4. Bagan Kerja Pemurnian Kapang Endofit
Lampiran 5. Bagan Kerja Karakterisasi Kapang Endofit
Isolat murni
Kapang endofit
yang telah tumbuh
Working culture Stock culture
Isolat murni
Karakterisasi makroskopik :
- Warna
- Permukaan
- Lingkaran-lingkaran
konsentris
- Garis-garis radial
Media PDA
Diinkubasi 5-7 hari
pada suhu 28° C
Diamati :
- sekat hifa
- pertumbuhan hifa
- Konidia
61
100 µL Suspensi
bakteri 106
Media MHA Diratakan dengan
batang L
Isolat murni diambil
dengan sedotan
steril
Diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37° C
Dilihat ada tidaknya
zona hambat
Lampiran 6. Bagan Kerja Skrining Aktivitas Antibakteri
62
Lampiran 7. Bagan Kerja Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit
Media PDY Isolat murni
diambil dengan
sedotan steril
Dimasukkan
ke dalam
media PDY
Fermentasi
goyang dengan
kecepatan 130
rpm selama 14
hari pada suhu
28° C
Supernatan
dipartisi:
- n-heksan
- Etil asetat
Biomassa
dimaserasi :
- Metanol
Dipekatkan dengan
rotary evaporator
vaccumm
63
Lampiran 8. Bagan Kerja Karakteristisasi Bakteri Uji
Lampiran 9. Bagan Kerja Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji setelah
diremajakan Dimasukkan ke
dalam NaCl 0,9%
Diambil
satu ose Divortex
hingga
homogen
9 mL NaCl
0,9%
106 10
7 10
8
64
Lampiran 10. Bagan Kerja Uji Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit
Ekstrak kapang
endofit.
- Ekstrak metanol
- Ekstrak etil asetat
- Ekstrak n-heksan
100 µL Suspensi
bakteri 106
Diratakan dengan
batang L
Media MHA
Ekstrak diserapkan pada
cakram steril sebanyak
30µL (200 ppm) dan
dikeringkan
Cakram diletakkan
di atas media Diinkubasi selama 18-24
jam pada suhu 37° C.
Dilihat zona hambat yang
terbentuk
65
Lampiran 11. Bagan Kerja Penentuan Nilai KHM
66
Lampiran 12. Hasil Isolasi Kapang Endofit
Tampak depan Tampak sebalik
(Cawan A)
Tampak depan Tampak sebalik
(Cawan B)
Tampak depan Tampak sebalik
(Cawan C)
67
Tampak depan Tampak sebalik
(Kontrol Sterilisasi Permukaan)
68
Lampiran 13. Hasil Skrining Isolat Kapang Endofit
A. Skrining terhadap Bakteri S. aureus
Isolat MEA2
B. Skrining terhadap Bakteri B. subtilis
69
C. Skrining terhadap Bakteri P. aeruginosa
70
Lampiran 14. Hasil Fermentasi Isolat Kapang Endofit
Fermentasi MEA1 14 hari
Fermentasi MEA2 14 hari
Fermentasi MEB1 14 hari
Fermentasi MEC1 14 hari
Fermentasi MEC2 14 hari Fermentasi MEC3 14 hari
71
Lampiran 15. Hasil Ekstraksi Isolat Kapang Endofit
Isolat Fraksi Ekstrak
Metanol Etil asetat n-heksan
MEA1
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna kuning,
kental, berbau khas.
MEA2
Organoleptis :
Berwarna orange,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna kuning,
kental, berbau khas.
MEB1
Organoleptis :
Berwarna coklat
kehitaman, kental,
berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat
kehitaman, kental,
berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna orange,
kental, berbau khas.
72
MEC1
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kristal, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna kuning,
kental, berbau khas.
MEC2
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat,
kristal, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna kuning,
kental, berbau khas.
MEC3
Organoleptis :
Berwarna orange,
kental, berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna coklat
kehitaman, kental,
berbau khas.
Organoleptis :
Berwarna kuning,
kental, berbau khas.
73
Lampiran 16. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit
1. S. aureus
Ekstrak Hasil
Metanol
Etil Asetat
N-heksan
74
2. B. subtilis
Ekstrak Hasil
Metanol
Etil Asetat
N-heksan
MEB1
75
3. P. aeruginosa
Ekstrak Hasil
Metanol
Etil Asetat
N-heksan
MEB1
MEC3
K-
MEB1
MEC1 MEC3
K+
76
Lampiran 17. Hasil Penentuan KHM
1. B. subtilis
2. P. aeruginosa
Keterangan :
KP : Kontrol pertumbuhan
K(-) : Kontrol negatif
KS : Kontrol sterilitas (media)
KHM : Konsentrasi Hambat Minimum
77
Lampiran 18. Sertifitat ATCC Bakteri Uji
78
79
80
Lampiran 19. Sertifikat Analisis Siprofloksasin
81
Lampiran 20. Sertifikat Analisis Kloramfenikol
82
Lampiran 21. Sertifikat Analisis p-iodonitrotetrazolium