UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · vi penyusunan proposal sampai penyelesaian disertasi....
Transcript of UCAPAN TERIMA KASIH - sinta.unud.ac.id · vi penyusunan proposal sampai penyelesaian disertasi....
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan seluruh kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan kekuasaan-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul “Transformasi Tari Lulo pada
Masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara” ini sesuai dengan
jadwal dan harapan penulis.
Penulisan disertasi melalui proses yang panjang, banyak kendala dan
permasalahan dalam penyelesaiannya. Disertasi ini akhirnya dapat diselesaikan
atas bantuan berbagai pihak, baik morel maupun materiel. Oleh karena itu, atas
segala bantuan yang diberikan, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang terhormat berikut.
Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., yang berkenan menjadi promotor dan
dengan penuh dedikasi serta tanggung jawab moral dan keilmuan beliau
membimbing sehingga penulis termotivasi terus-menerus untuk merampungkan
disertasi ini. Secara tulus dan mendalam pula penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S., selaku
kopromotor I yang penuh kebijaksanaan memberikan dorongan dan koreksi
selama bimbingan berlangsung. Ucapan terima kasih yang tidak kalah nilainya
juga penulis ucapkan kepada Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., selaku
kopromotor II yang telah banyak meluangkan kesempatan dan petunjuk-petunjuk
penulisan yang sangat berarti selama bimbingan. Kolaborasi beliau bertiga telah
banyak membantu penulis dalam membuat wawasan pemikiran dalam
vi
penyusunan proposal sampai penyelesaian disertasi. Dengan penuh kesabaran dan
rasa kekeluargaan mereka memberikan banyak ilmu dan pengalaman hidup.
Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Swastika, Sp. P.D.-
KEMD, atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menjadi karyasiswa Program Doktor Universitas Udayana.
Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Budaya, Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardana, M.A. sebagai Ketua Program Doktor
Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dan Dr. I Ketut
Setiawan, M.Hum. sebagai Sekretaris Program Doktor Kajian Budaya, yang telah
memberikan fasilitas pendidikan serta kemudahan akademik melalui gagasan
pengembangan program studi yang sangat berarti, serta semangat yang terus
membara untuk membawa Program Studi Kajian Budaya ke jalan yang
semestinya.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih mendalam
kepada seluruh dosen, baik dosen tetap maupun dosen tamu, pada Program Studi
Doktor Kajian Budaya yang telah banyak memberikan pemahaman tentang
cultural studies, postmodernisme, poststrukturalisme, dan menanamkan secara
baik ideologi pembelaan terhadap kelompok marginal. Bakti dan hormat penulis
kepada mereka, di antaranya yaitu Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. A.A.
Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr. Emiliana
Mariyah, M.S., Prof. Dr. A. Agung Gde Putra Agung, S.U., Prof. Dr. Aron Meko
Mbete. Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., Prof. Dr. I
Wayan Ardika M.A., Prof. Dr. Ir. Sulistiawati, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Weda
Kusuma, M.S., Prof. Dr. Irwan Abdullah, M.A., Prof. Dr. Shri Eddy Ahimsa
vii
Putra, M.A., Prof. Dr. Koento Wibisono, Prof. Dr. Ketut Nehen, S.E., M.Sc., Prof.
Dr. I Made Sukarsa, S.E., Prof. Dr. Ketut Mertha, M.Hum., Prof. Dr. Made
Mertha, Prof. Dr (Phill). I Ketut Ardhana, M.A., Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom
Kumbara, M.A., Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. I Gde Widja, Dr.
Pudentia MPSS, M.Hum. Dr. Mukhlis PaEni, Dr. Putu Sukardja, M.Si., Dr. Made
Wiasti, M.Hum., Dr. I Wayan Redig, Dr. I Nyoman Dhana, M.Hum., dan Dr.
Gede Mudana, M.Si., serta dosen lain yang telah banyak memberikan sumbangan
pemikiran dan perenungan mendalam yang kritis selama penulis mengikuti
perkuliahan Program Doktor. Selanjutnya, ucapan terima kasih mendalam kepada
Rektor Universitas Halu Oleo yang mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi.
Semoga Universitas Halu Oleo dapat menjadi kampus masa depan untuk generasi
pilihan pada masa mendatang.
Kepada teman-teman seperjuangan di Program Doktor Kajian Budaya,
khususnya angkatan 2011, yaitu Cok Istri Ratna Cora S., A.A. Rai Sita Laksmi,
Ida Ayu Mahyuni, I Ketut Wenten Aryawan, Linggua Sanjaya Usop, I Gst. Ngrh.
Seramesara, I Nyoman Arba Wirawan, Ni Gst. Nym. Suci Murni beserta suami
sekeluarga, Mustain, I Nyoman Wiratmaja, I Wayan Kondra, Ketut Muka Pendet,
Refly, I Nyoman Sudipa, Michiko Okada, Ervantia Restulita, Grace Langi, I
Wayan Kandia, Ketut Kodi, La Batia, Maria Rahayu, I Wayan Mudana,
Mustaman, A.A. Raka, I Made Suantina, Linda Suryana, I Gede Suardana, I
Made Suastana, I Ketut Supir, Syahrun, I Nyoman Wardi, dan I Wayan Munggah
(Almarhum), atas persahabatan yang selalu berapi-api dan penuh kehangatan
selama perkuliahan yang manis.
viii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf/pegawai Program
Doktor Kajian Budaya, yaitu Putu Sukaryawan, S.T., Dra. Ni Luh Witari, Ni
Wayan Ariyati, S.E., Cok Istri Murniati, S.E., A.A. Ayu Indrawati, I Nyoman
Chandra, Putu Hendrawan, dan Ketut Budi Astra dkk. yang telah banyak
memberikan bantuan, fasilitas, dan informasi sehubungan dengan administrasi
Program Doktor. Termasuk kehangatan, kesabaran, dan kekeluargaan mereka
dalam memberikan pelayanan.
Ucapan terima kasih yang sangat mendalam juga disampaikan kepada para
narasumber dan informan, baik yang ada di Konawe maupun yang ada wilayah
Sulawesi Tenggara lainnya. Kepada para informan dan narasumber lepas yang
tidak dapat disebut satu per satu, juga disampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih.
Akhirnya, kepada keluarga penulis yang mencintai dengan segala doa dan
dukungan yang tak dapat dinilai dengan apa pun. Khususnya kepada Wa Ode
Nanang Yusniah, S.Pd, istri sekaligus teman diskusi, yang dengan penuh
ketekunan telah mencurahkan dukungan di tengah kesibukannya sendiri mengabdi
sebagai guru dan mendidik kedua putra dan putri. Demikian juga kepada kedua
putra dan putri terkasih (Muhammad Fathurrahman A.Alim dan Dian Zaskia
Amalina A.Alim) yang begitu pengertian terhadap berbagai kegiatan akademik
yang dilakukan oleh ayahandanya sehingga sering kali mengambil waktu mereka.
Doa tak bertepi dari ibunda Hj. Siti Sulaeha yang sangat terasa kehadirannya di
tengah suka duka selama studi ini. Dukungan juga datang dari seluruh saudara
penulis (Agus Syafruddin dan Nur Intan, Ny. Agustina, Dr. Gunawan, M.Si. dan
Dra. Morawati, M.Si, Muh. Ramadhan, S.Pd (Alm), Sitti Saleha, S.Kep.,M.Kes
ix
dan Rafiuddin, S.Si, Abdul Halim, S.Pd., M.Si dan Yulianti, S.Pd.,M.Si, Abdul
Rahman, S.STPi dan Tiharningsyih, A.Mk, Abdul Majid dan Nita, S.Sos) yang
telah tulus mengisi hal-hal yang menjadi tanggung jawab sosial penulis yang tidak
bisa ditunaikan selama proses perkuliahan. Doa dan dukungan dari semua saudara
ipar (Dra. Waode Anizar Iriyani dan dr. Zuhuddin Kasim, MM., Dra. Waode
Ferry Fauziah dan Raden Ali Rasyid, Aminah Achrani, S.Sos dan Laode Kardini,
S.Sos.,M.Si, Nurchaidar, S.Pd dan Hasim Kontau, SH, Nuriman Amzir, Waode
Nining Yusniar, SE dan Dr. Musran Munizu, M.Si, Laode Budi Maghfirlana,
S.Kom dan Waode Citra Damayanti, SH) yang signifikan dalam menopang
kelanjutan penulisan ini. Doa dan dukungan mereka adalah kekuatan tiada tara.
Hanya doa terbaik dan tulus yang bisa penulis sampaikan untuk membalas semua
sumbangsih dan kebaikan yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut.
Mudah-mudahan bernilai ibadah dan mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Denpasar, Juli 2017
Penulis
x
xi
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki diKabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Dalam perspektif kajian budaya,penelitian ini mengangkat realitas lapangan yang empirik berkaitan denganpermasalahan transformasi. Adanya perjumpaan budaya global dan budaya lokalmenjadi sebab terjadinya transformasi terhadap tari lulo. Budaya global menjadisuatu pertanda zaman baru telah tiba, tidak bisa dibendung ataupun ditolak.Dalam hal ini berarti banyak aspek dalam kehidupan sosial dan budayamasyarakat mengalami transformasi atau perubahan. Transformasi budaya lokalke arus budaya global menjadikan transformasi tari lulo dengan bentuk danmakna-makna baru.
Terkait dengan hal di atas, penelitian ini difokuskan pada pembahasantentang (1) bentuk-bentuk transformasi tari lulo, (2) ideologi yang ada di baliktransformasi tari lulo, (3) makna transformasi dan strategi pewarisan tari lulo padamasyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bertujuan untukmemahami serta menganalisis transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki,dengan pendekatan kajian budaya yang bersifat kritis, interdisipliner, danmultidimensional. Data penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan, studidokumen, observasi, dan wawancara. Setelah dilakukan verifikasi, data dianalisisdengan beberapa teori yang relevan, seperti teori dekonstruksi, teori hermeneutikdan wacana pengetahuan, dan teori semiotik.
Berdasarkan studi lapangan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggaradalam rentang waktu 2012–2015 penelitian ini menghasilkan temuan yaitu,sebelum mengalami transformasi fungsi tari lulo hampir punah terutama ketikatari ini berfungsi sebagai medium pengobatan dan pemujaan. Kondisi masa suramterjadi sebagai implikasi berkembangnya rasionalitas. Sejak munculnya inisiatifyang bersifat konstruktivis, baik oleh masyarakat pendukung maupun adanyakomitmen politik pemerintah daerah yang mengarah kepada upaya untukmerevitalisasi tari lulo tersebut, terjadi kegairahan baru. Bersamaan denganmunculnya kegairahan tersebut, tidak bisa dimungkiri terjadinya berbagaiperubahan terhadap fungsi tari lulo yang pada intinya mengalami transformasifungsi seperti seremonial penyambutan tamu, pesta pernikahan, festival lomba,hiburan dan pergaulan, justru tari lulo semakin eksis. Perubahan terjadi karenaadanya pengaruh budaya global, yakni teknologi, ekonomi, pendidikan, dankreativitas masyarakat terhadap budaya lokal dalam hal ini tradisi dan mitos.
Kata kunci: transformasi, tari lulo, masyarakat Tolaki
xii
xiii
ABSTRACT
This research examines the transformation of Lulo Dance in Tolakinesssociety at Konawe District. In the perspective of cultural studies, this researchbring out the empirical realities which connected to the transformationsproblems. Existence the encounter between global culture and local culturecaused Lulo Dance transformation happened. Global culture become a sign thatnew era has come, it irresistible or rejected. In this case, there are many aspecs insocial live and cultural life being transformate or changed. The transformation oflocal culture to the current of global culture made Lulo Dance transformationhave new shape and meaning.
Based on the facts above, so this research focused on discussing about (1)the forms of Lulo Dance transformation, (2) ideology behind the Lulo Dancetransformation, (3) meaning of transformation and heritance strategis Lulo Danceon Tolakiness society in Konawe district, South East Sulawesi.
This research using qualitative methods that purposed to understand andanalyzed the transformation of Lulo Dance on Tolakiness society with anapproach cultural study that is critical, interdiciplinary and multidimensional.The data of this research were obtained through library research, documentationstudy, observation and interviews. After doing verification, the data wereanalyzed with some relevant theories such as the theory of deconstruction,hermeneutics and discourse theory of knowledge, and semiotic theory.
Based on the field study in Konawe district South East Sulawesi. In the spanof 2012 – 2015 this research resulting some findings; Before undergoingtransformation of lulo dance function is almost extinct at this time a singletherapy or function as a medium of treatment and worship. The condition of thegloomy period as an implication of the development of rationality. Since aconstructivist development both by the support community and the politicalcommitment of the local government that led to the effort to revitalize the lulodance, show new enthusiasm. Along with the plan of excitement, can not be deniedvarious changes to lulo dance function which in essence experience thetransformation of functions such as ceremonial welcoming guests, weddings,festivals, entertainment and association, lulo dance prices increasingly exist.Changes due to global cultural influences on technology, economics, education,and community creativity on local culture in this tradition and myth.
Key words: transformation, Lulo dance, Tolakiness society
xiv
RINGKASAN DISERTASI
TRANSFORMASI TARI LULO PADA MASYARAKAT TOLAKIDI KABUPATEN KONAWE, SULAWESI TENGGARA
Pada era global, kehidupan manusia di seluruh dunia sedang didramatisasi,
tetapi manusia tidak merasakannya. Hal ini juga dialami oleh masyarakat Tolaki
di Kabupaten Konawe. Sejak lama mereka mengalami pengaruh budaya global
dan masyarakat Tolaki pun hanya menerima tanpa merasa kehilangan. Budaya
global masih sampai saat ini juga turut memengaruhi budaya dan perkembangan
tari lulo dalam transformasinya. Dapat dikatakan bahwa budaya masyarakat
Tolaki saat ini adalah budaya global. Di samping itu, masyarakatnya pun sudah
masuk dalam lingkaran daur hidup dengan budaya global. Representasi mengenai
hal ini, salah satu di antaranya dilihat dari bentuk tari lulo dalam perkembangan
dan perubahannya pada era global.
Pengaruh budaya global menyebabkan fungsi tari berubah dari sakral ke
profan, dari ritual ke teatrikal, dari ekspresi seremonial ke limitasi waktu
temporal, dan dalam kaitannya dengan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat
menjadi bertendensi hiburan dan pertunjukan festival. Budaya global juga
memengaruhi pergeseran pemaknaan dan pendefinisian terhadap sakralitas tari
lulo. Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran nilai terhadap pemahaman tari
lulo. Semua itu berimplikasi terhadap perilaku dan praktik-praktik budaya
masyarakat Tolaki yang berada di Kabupaten Konawe.
Praktik-praktik budaya tersebut terlihat pada pesta perkawinan, menjemput
tamu, festival, lomba, dan kegiatan seremonial lainnya yang dilakukan oleh
masyarakat pendukungnya dengan menampilkan tari lulo menimbulkan
pergeseran bentuk, gerak, serta varian tari lulo. Hal ini menjadi pendorong utama
peneliti untuk melihat lebih dekat (1) bentuk transformasi, (2) ideologi di balik
transformasi, serta (3) makna transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di
Kabupaten Konawe Provinsi, Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami transformasi tari
lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu, penelitian ini ingin mengetahui dan memahami fenomena budaya lokal
xv
di daerah Kabupaten Konawe dalam perspektif kajian budaya dan
mengungkapkan ideologi di balik transformasi tari lulo yang berkaitan dengan
kehadirannya dan upaya pelestarian sebagai bagian dari tradisi lisan dan khazanah
budaya daerah. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bentuk-
bentuk transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) untuk memahami dan menjelaskan ideologi di
balik transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulwesi Tenggara, (3) ingin menginterpretasi bagaimana makna
transformasi dan strategi pewarisan tari lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten
Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Manfaat penelitian ini secara teoretis memberikan kontribusi pada khazanah
ilmu pengetahuan di bidang seni budaya yang berkaitan dengan keberadaan tari
lulo di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Diharapkan kajian ini
bermanfaat dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan, tidak saja di
bidang kajian budaya, tetapi juga secara meluas dan bersifat multidisipliner. Hal
ini terkait dengan kontribusi untuk penelitian yang mendalam bagi berbagai
disiplin, antara lain dengan sebagian tradisi lisan, ilmu sejarah tari, kajian seni,
sosiologi, antroplogi, dan kebudayaan (study of culture).
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi (1)
pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam menentukan dan menetapkan
kebijakan yang tepat dalam pelestarian budaya-budaya lokal yang dimiliki
masyarakat, yang tentunya memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat
setempat, (2) pihak-pihak yang peduli dengan pelestarian budaya-budaya lokal,
terutama yang berkaitan dengan seni tari yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya, (3) penelitian lain yang konsen pada kebudayaan masyarakat
Tolaki atau yang mengkaji transformasi tari diharapkan dapat memberikan
informasi, menambah pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang arti
penting menggali dan memaknai tari yang merupakan bagian dari masa lalu, (4)
membawa wawasan masyarakat, khususnya masyarakat Tolaki tentang
pentingnya pelestarian budaya leluhur sebagai identitas dan jati diri etnis secara
khusus.
xvi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teori (1) teori
dekonstruksi, (2) teori hermeneutika dan wacana pengetahuan, dan (3) teori
semiotik. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
observasi, wawancara dan studi dokumen.
Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Transformasi tari lulo
dimulai dalam bingkai budaya lokal yang lahir dari latar belakang mitos yang
berkembang di kalangan masyarakat Tolaki, yakni sanggoleo mbae atau dewi
padi. Dalam praktiknya, tari lulo dijadikan sebagai medium penyembuhan dan
medium pemujaan oleh masyarakat pendukungnya. Sebagai medium
penyembuhan, diapresiasikan dalam bentuk (1) tari lulo sangia (tari dewa) yang
berfungsi sebagai permohonan kepada dewa atau sangia agar semua jenis bencana
atau abala yang dapat menimpa masyarakat Tolaki bisa mendapatkan
keselamatan, perlindungan, dan kesembuhan dari penyakit yang mewabah; (2)
lulo anggo berfungsi sebagai tari penyembuhan yang dilakukan oleh masyarakat
Tolaki dahulu apabila ada penduduk diserang penyakit yang mewabah seperti
penyakit cacar atau peombu. Sebagai medium pemujaan, tari lulo diapresiasikan
dalam bentuk (1) tari lulo ngganda (tari yang diiringi gendang) yang bertujuan
untuk memuja dewi padi atau sanggoleo mbae yang dilaksanakan setelah panen
padi, (2) lulo lariangi (tari bidadari), yang ditujukan untuk memuja sangia (dewa)
yang berfungsi untuk mengibur agar para sangia (dewa) senantiasa dalam keadaan
senang dan tenang memberikan pelayanan kepada manusia di bumi, dan (3) lulo
merondu (tari membuka hutan) yang bertujuan sebagai permohonan restu kepada
pemilik (roh halus) hutan. Akhir dari proses penyembuhan dan pemujaan
dilakukan ritual mosehe (upacara penyucian) yang bertujuan untuk menyucikan
atau menawarkan segala sumpah serapah atau pondotonao, menyucikan segala
perbuatan dan perkataan buruk kepada orang lain yang pernah dilakukan pada
masa lalu.
Dalam proses transformasi tari lulo dalam bingkai budaya global dilihat
sejauh mana perkembangan tari lulo pada era global saat ini dalam
kebertahanannya dan upaya pelestarian oleh mayarakat pendukungnya. Perubahan
bentuk dan fungsi dari yang sakral ke profan menjadikan tari lulo sebagai seni
xvii
pertunjukan difungsikan dalam berbagai acara seremonial. Bentuk dan fungsi tari
lulo diapresiasikan dalam bentuk (1) tari lulo untuk menyambut tamu, yang
dimaknai sebagai ungkapan rasa hormat dan tanda bahwa tamu tersebut diterima
dengan baik. Selain itu, juga dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur dan
kebahagiaan masyarakat dalam menyambut para tamu; (2) tari lulo untuk pesta
pernikahan, yang bertujuan menyambut kehadiran keluarga baru dan mendekatkan
dua rumpun keluarga, baik keluarga mempelai laki-laki maupun keluarga
mempelai perempuan; (3) tari lulo untuk hiburan dan pergaulan, yang bertujuan
sebagai sarana pengintegrasian berbagai lapisan dalam masyarakat dan ajang
perkenalan; (4) tari lulo untuk festival lomba, yang bertujuan sebagai ajang
kompetisi. Selain hal tersebut, juga sebagai upaya pemerintah dalam melestarikan
tari lulo melalui promosi agar lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Dalam proses transformasi tari lulo tidak lepas dari adanya berbagai
kreativitas masyarakat pendukungnya. Kreativitas dalam tari lulo merupakan
akumulasi ide-ide kreatif masyarakat Tolaki sepanjang zaman sampai kekinian. Di
samping itu, juga sebagai suatu tanggapan aktif mereka terhadap pemenuhan rasa
keindahan yang terus-menerus melalui indra yang kemudian diwujudkan dalam
bentuk tarian. Sebagai bagian dari masyarakat, seniman dan budayawan secara
langsung ataupun tidak langsung berperan serta dalam pelestarian dan kreativitas
tari lulo melalui kelompok-kelompok seni atau wadah organisasi sanggar seni.
Terjadinya transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten
Konawe tidak lepas dari adanya ideologi di balik transformasi tersebut. Ideologi
yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. Pertama ideologi religiusitas, erat
kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Tolaki, yaitu pada zaman dahulu
dalam pemujaan kepada sangia (dewa) terutama sanggoleo mbae (dewi padi)
diiringi dengan tari lulo. Hal tersebut dimaksudkan untuk menyenangkan hati para
sangia (dewa) agar manusia terhindar dari abala (bencana). Kedua, ideologi
pendidikan, terkait dengan nilai-nilai moral yang mengarahkan masyarakat
pendukung tari lulo untuk bisa memahami manusia lain. Ketiga, ideologi
ekonomi, mengandung konsepsi kesejahteraan berkaitan dengan kebutuhan
manusia tentang seni tradisi yang dapat mendukung kebutuhan finansial.
xviii
Selanjutnya, makna adanya transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di
Kabupaten Konawe, seperti makna representasi identitas. Makna ini diekspersikan
dalam banyak cara dan terpresentasi atau terwakili melalui busana tari dan formasi
gerak. Busana tari lulo merupakan salah satu media ekspresi dan representasi
identitas untuk suatu pengakuan berbeda dengan yang lain.
Formasi lingkaran dan gandengan tangan merepresentasikan produksi
kesatuan dan kebersamaan. Formasi gandengan tangan wanita berada di atas
tangan pria dan penari boleh bersama-sama pria bersama-sama wanita atau
sejenis. Formasi ini merepresentasikan makna keseimbangan gender, makna
kedudukan dan kesederajatan antara pria dan wanita masyarakat Tolaki, saling
memperhatikan, dan tolong-menolong.
Makna pendidikan yang terkandung dalam tari lulo adalah samaturu
(bersatu) dan mepokoaso (kesatuan). Samaturu dan mepokoaso mengandung nilai
makna pendidikan yang mengajarkan seseorang mengedepankan persatuan dan
kesatuan hidup bersama dengan asas kekeluargaan. Kesatuan hidup bersama
tersebut, terintegrasi dalam lingkaran adat atau kalo sara. Selain itu, etika dan
moral dalam tari lulo tercermin dalam aturan-aturan lulo, yaitu adanya sikap
mombona’ako (menghargai) dan mombokulaloi (menghormati). Sifat
mombona’ako dan mombokulaloi, bagi masyarakat Tolaki mencerminkan
kepribadian seseorang dalam berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari dan
tidak te’oha-oha (congkak).
Makna pencitraan, tari lulo dijadikan sebagai ajang sosialisasi dan
memperkenalkan diri pada masyarakat umum untuk meraih simpati dalam
masyarakat. Misalnya untuk mejadi anggota dewan atau bupati adalah menjadi
sponsor acara tari lulo yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Selain makna-makna tersebut di atas, ada pula makna ekonomi. Makna ini
mengandung arti terhadap masyarakat, yakni anggota penari, anggota pengurus,
dan pimpinan kelompok/sanggar seni. Tari lulo yang hadir dalam bentuk
pertunjukan dan hiburan, seperti kegiatan seremonial (undangan) pribadi (antara
lain HUT, pesta pernikahan), kegiatan seremonial lembaga, institusi pemerintah
dan swasta (antara lain penjemputan tamu, peresmian dan pembukaan suatu acara,
xix
kegiatan seminar, hiburan), dan kegiatan pariwisata (antara lain atraksi budaya,
festival, lomba), yang semuanya diarahkan untuk kepentingan ekonomi.
Untuk mempertahankan eksistensi tari lulo pada era global sekarang ini agar
tetap terpelihara dan lestari dilakukan upaya-upaya melalui cara pewarisan.
Adapun cara-cara yang ditempuh adalah (1) cara informal, yakni dengan sistem
partisipasi dalam pertunjukan dan sistem imitasi atau sistem pemimpin (pemandu)
dan (2) cara formal, yakni melalui proses pendidikan yang diintegrasikan ke
dalam mata pelajaran Seni Budaya mulai tingkat SD sampai tingkat SMA/SMK di
Sulawesi Tenggara.
Temuan hasil penelitian ini adalah tari sebelum mengalami transformasi
fungsi tari lulo hampir punah terutama ketika tari ini berfungsi sebagai medium
pengobatan dan pemujaan. Kondisi masa suram sebagai implikasi berkembangnya
rasionalitas. Sejak munculnya inisiatif yang bersifat konstruktivis, baik oleh
masyarakat pendukung maupun adanya komitmen politik pemerintah daerah yang
mengarah kepada upaya untuk merevitalisasi tari lulo tersebut, terjadi kegairahan
baru. Bersamaan dengan munculnya kegairahan tersebut, tidak bisa dimungkiri
terjadinya berbagai perubahan terhadap fungsi tari lulo yang pada intinya
mengalami transformasi fungsi, seperti seremonial penyambutan tamu, pesta
pernikahan, festival lomba, hiburan dan pergaulan, justru tari lulo semakin eksis.
Perubahan terjadi karena adanya pengaruh budaya global, yakni teknologi,
ekonomi, pendidikan, dan kreativitas masyarakat terhadap budaya lokal dalam hal
ini tradisi dan mitos.
Berdasarkan uraian di atas, saran dan rekomendasi yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut. Pertama, para peneliti yang tertarik dengan kesenian tari
lulo atau penelitian sejenis dengan topik dan permasalahan yang berbeda, hasil
penelitian ini terbuka untuk dikritik dan terbuka untuk penelitian lanjutan, yaitu
untuk dikaji secara mendalam dan mendapatkan pemahaman yang lebih kritis dan
teoretis berbagai dimensi transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kedua, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan bagi para pemimpin masyarakat di berbagai strata
kehidupan, para penentu kebijakan di tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota,
xx
eksekutif ataupun legislatif, pimpinan organisasi, dan pelatih (koreografer),
seniman budayawan, praktisi tari dengan semangat samaturu memecahkan
berbagai permasalahan pembangunan, untuk kesejahteraan bersama, lebih
khususnya pembangunan seni budaya dalam menjawab tantangan era global.
Ketiga, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi perkembangan dan kemajuan
disiplin kajian budaya dan tradisi lisan di samping sebagai sumber rujukan utama
atau sumber alternatif dalam dinamika kreativitas kehidupan berkesenian
masyarakat Tolaki khususnya, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Indonesia pada
umumnya.
xxi
Glosarium
a homa : hutan belantara
abala : bala, bencana
ana sepu : jenis lain dari belukar
anakia : bangsawan
anakia mbatua : bangsawan turun martabat
anakia motaha, anakiasongo
:bangsawan tulen
anawai : gadis
andi-andi : anting-anting
Andolaki : nama lokasi permukiman pertama orang Tolaki
ankia ndina’asi : bangsawan tidak tulen
asombue : satu ikatan keluarga dari satu nenek moyang
ata i alaika : budak yang mengabdi di rumah tanggabangsawan
ata i noli : budak belian
ata mbinetawa : budak yang ditawan
ata wonua : hamba negeri
babu mbinetobo : baju model kebaya dan sarung sampai di tumit
bangga-bangga : perahu kecil
Bharata i Hana : bintara kerajaan wilayah Kanan
Bharata i Moeri : bintara kerajaan wilayah Kiri
bokeo : gelar raja
bolosu : gelang pada lengan
dimba-dimba nggowuna : instrumen musik dari bambu
xxii
dula : nampan
dumahu : berburu
eno-eno : kalung leher
heo : ikut
holunga : desain ikat
huhu : lagu tanpa syair
huleno Wolio : jantung Wolio (Buton)
hulo taru : lilin
i ahoma : di hutan
i ala : di sungai
i koburu : di kubur
i kumapo : di gua
i laika : di rumah
i pu’u nggasu : di bawah pohon
i puheno o wuta : di pusat tanah
i tonga nggambo : di tengah kampung
ina lahi : lahan yang belum pernah sama sekali diolah,hutan rimba
isara : nama syair kepahlawanan
kabia : lagu perkenalan
kalaru : jenis logam
kale-kale : gelang pada pergelangan tangan
kalo : lingkaran, ikatan
kalo eno-eno : kalung leher
kalo kale lawu : kalung besi
xxiii
kalo sara : ikatan adat
kalo tusa i tonga : ikatan tiang tengah rumah
kalunggalu : gelang
kanda-kanda oa, kandengu-ndengu
: alat musik dari bambu, kayu ringan yangdibelah
kanda-kanda wuta, dimbawuta
: jenis instrumental yang terbuat dari tanah,gendang tanah
kapita : aparat pertahanan
karandu : gong
kareno Tarinate : kaki Ternate
kiniku : kerbau
Laduma : nama raja di Mekongga
laika kanda : rumah gendang
Lakidende : nama Raja Konawe
laliwata : lahan bekas ladang yang telah ditinggalkansekitar enam sampai sembilan tahun
Larumbalangi : nama raja pertama di Mekongga
lawoni : ikat kepala
lulo : tarian khas masyarakat Tolaki, SulawesiTenggara yang dilakukan denganbergandengan tangan yang membentuklingkaran
lulo anggo : tari lulo diiringi dengan nyanyian
lulo barisi : tari lulo seperti orang berbaris
lulo biasa : gerak lulo dasar
lulo dasa : gerak lulo dansa
lulo ganefo : gerak lulo untuk menyambut peserta GANEFO
xxiv
yang datang berkunjung ke Makassar tahun1963.
lulo hada : tari lulo seperti gaya monyet yang melompat-lompat
lulo kolialiangko : gerak lulo kaki naik dan turun seperti sedangmelewati hutan rimba
lulo lakolalo : tari lulo dengan gerak jalan terus
lulo lariangi : tari bidadari
lulo leba : tari lulo dengan gerak cepat dan langkahpanjang
lulo moeri : tari lulo dengan gerakan mengarah ke kiri
lulo molulo : tari lulo umum atau tari pergaulan
lulo ndinuka-tuka : tari lulo dengan gerak kaki menginjak dua kali
lulo ngganda : tari lulo gerak lemah gemulai yang diiringigendang yang dilakukan untuk penyembahan
lulo nilotu : tari lulo dengan gerak seperti mematahkansesuatu
lulo polerusi : gerak lulo kaki yang cepat
lulo sambeani : tari lulo dari Desa Sambeani
lulo samping : gerak lulo dengan jalan ke samping
lulo sangia : tari yang dilakukan khusus memuja dewa
lulo segi tiga : gerak lulo dengan hentakan kaki kanan dan kirimembentuk segi tiga
lulo sinemba-semba : tari lulo mengayun kaki dua kali ke kiri
lulo sinukahako : tari lulo dengan gerak kaki dipinggirkan
lulo stater : gerak lulo dengan variasi seperti sedang men-stater motor
xxv
lulo tiytiysu : gerak lulo burung puyuh
lulo wajong : gerak lulo yang diciptakan oleh J. Wajong,Gubernur pertama Sulawesi Tenggara, 1964
lulo wolholf : gerak lulo yang berasal dari nama seorangBelanda, civil gezagheeber W.J Wolholf, tahun1940
lulu : lemah gemulai
manggilo : kenduri/pengislaman
mata omehe : nama bulan kelima belas
mbuakoy : dukun ritual
mbuowai : dukun penyakit
mbusehe : pemimpin dalam ritual penyucian
meduu-dulu, medulu : suka bersatu, persatuan
meharoa : pesta kematian
mehau-hau : duduk bertengger
melonggo : upacara perhitungan jumlah padi hasil panen
meloso’ako : pelamaran yang sesungguhnya
mengane : bermain
meohai, peohai’a : bersaudara, persaudaraan
mepokoaso : kesatuan
merapu : merumpun
merondu : upacara potong hutan
mesanggina : makan bersama
metabea : memohon
metiro : mengintip, meninjau calon istri
mo Ese : gerak yang menggambarkan si sakit masih
xxvi
lemah
modelusi : gerak permohonan agar si sakit diberikankesehatan dan kekuatan
modinggu : menumbuk padi dengan cara bersama-samasambil membunyikan alu dan lesung
mokole : gelar, raja
molambu : nama bulan keempat belas
moleba : gerak menghentak
molulo : melakukan tarian lulo
molulowi : memisahkan butir padi dari tangkainya dengancara menginjak-injak menjadi gabah.
molulowi o pae : mengirik padi
mombewulahako : upacara awal menuai padi
momboko owose : membesarkan
mombokulaloi : melebihkan, meninggikan
mombonaa ako : menghargai
mombotudu : upacara memulai menanam padi
monahu ndau : pesta panen
mondongo niwule : meminang
mondotambe : penyambutan
mondutudu : pelamaran jajangan
moreka-reka : gerak dalam lulo sangia, yang berarti si sakitmulai terbangun
moresa : mengayun
morumbe ndole : menjamak tahap-tahap perkawinan, sekaligus
mosehe : ritual penyucian
xxvii
mosehe dahu : upacara penyucian menggunakan anjing
mosehe manu : upacara penyucian menggunakan ayam
mosehe ndau : ritual penyucian pertanian
mosehe ngginiku : upacara penyucian menggunakan kerbau
mosehe tiolu : upacara penyucian menggunakan telur
mosehe wonua : upacara penyucian negeri
mowindahako : upacara nikah
mowiso i ala : upacara penyimpanan padi di lumbung
ndua-ndua : alat musik bambu
nibaaba : digendong
nibaho : dimandikan
o ‘ue : rotan
o anggo : nyanyian
o ata : budak, hamba sahaya
o dimba : tambur
o homa, ana homa : bekas ladang yang sudah ditinggalkan sekitarempat sampai lima tahun
o kanda : gendang
o kati : kain putih
o napo : lembah daratan
O ombu : Tuhan
o paso : pasak
o po : roh orang jahat yang gentayangan
o rawu : lahan bekas ladang yang baru diambil hasilnya
o sambu : lahan bekas perladangan yang sudah
xxviii
ditinggalkan sembilan sampai lima belas tahun
o sara : adat
o so : burung jahat penjelmaan manusia
o suli : seruling
o tadu : dukun perang
o tobu : wilayah
o wali : jin
Oheo : nama mitos asal mula orang Tolaki
Ombu Ala Taala : Tuhan, Allah
Ombu Sameena : Tuhan Yang Sebenarnya
onggabo : raksasa
onitu : setan
onitu mate : roh orang yang meninggal
opae : benih padi
ore-ore : alat musik dari tangkai daun enau
pabitara : juru bicara adat
pandeanggo : orang yang pandai menyanyi
Pasa’eno : nama orang
pati-pati : perhiasan pada baju
peombu : sejenis penyakit cacar
pepakawi’a : pesta perkawinan
pinehuu : desain sudut
pinekalata : menggendong dengan cara orang yangdigendong duduk di atas papan atau bidangyang diletakkan di pinggul bagian belakangorang yang menggendong
xxix
pineraha-raha : rumah kecil
pinesowi : desain segi tiga
pineta’ulumbaku : desain daun pakis
Pitudula Batu : tujuh wilayah penunjang kerajaan Konawe
pombetudari : sumpah
pondiana : kuntilanak
pondotonao : sumpah serapah, mantra
pondukari, basalonde : gerak pembuka, permulaan dalam lulo sangia
ponggawa : aparat kerajaan di bagian utara
posudo : pemangku adat
potiso, pinolei : petunjuk, tanda
pu’uno o kasu : induk pohon
purundawa : sayuran
puu’nggapu : pohon beringin
puutobu : kepala wilayah, ketua adat
Rundu Lamoa : tokoh dalam mitos dewi padi
sabandara : gelar raja di bagian barat kerajaan
samaturu : saling ikut serta dalam usaha kepentinganbersama, bersatu.
sanggoleo mbae : dewi padi
sangia : dewa
sangia i asaki ndahi : dewa di seberang laut
sangia i losoano oleo : dewa di timur
sangia i para iwoi : dewa di selatan, muara sungai
sangia i puri wuta : dewa di pusat bumi
xxx
sangia i tepuliano oleo : dewa di barat
sangia i ulu iwoi : dewa di utara, hulu sungai
Sangia Ngginoburu : gelar raja yang dikuburkan
Sangia Nibandera : gelar raja yang memiliki bendera
sangia nilulo : gelar untuk Raja Lombo-Lombo, yang berartidewa yang di-lulo-kan
sangiano o wuta/wonua : dewa bumi, negeri
sapati : gelar raja di bagian timur kerajaan
sara mandarahia : adat yang berhubungan dengan pekerjaan,keahlian, dan keterampilan
sara mbe ombu : adat yang berhubungan dengan aktivitaskeagamaan
sara mbedulu : adat dalam hubungan kekeluargaan
sara monda’u, mombopaho,mombakani, melambu,dumahu, meoti-oti
: adat dalam berladang, berkebun, beternak,berburu dan menangkap ikan.
sara owoseno, sara mbu’u : adat besar, adat pokok
sara wonua : adat negeri
sareang : wakil kepala kampung
silapa omba : desain segi empat
sinolana : desian vertikal horizontal silang
siwole : talam
Siwole Mbatohu : Empat Wilayah Kerajaan Konawe
sua-sua : lagu rakyat
sulemandara : perdana menteri
taenango : lagu kepahlawanan
xxxi
Talaki, Tololaki, Tokea,Lolaki, Lalaki
: sebutan lain suku Tolaki dalam sumber asing
tamalaki : ksatria penjaga keamanan negeri
Tambo i Losoano oleo : wilayah kerajaan di bagian timur
Tambo i Tepuliano oleo : wilayah kerajaan di bagian barat
Tebaununggu : nama pahlawan yang disebut dalam syair yangdilagukan
tekonggo : pesta
teposu’a : pertemuan
tinaboriri : desain lingkaran
tiolu manu kambo : telur ayam kampung
To Lahianga : orang dari langit
to wonua : penduduk asli
tolea : juru bicara dalam urusan perkawinan
tolu mbulo anakiambuutobu
:tiga puluh bangsawan pemimpin kampung
tombara lelenggia : nama bulan ketiga belas
tombara omehe : nama bulan keenam belas
tonomotuo : orang yang dituakan
toono dadio : orang banyak, masyarakat luas
toono me’ombu : golongan rakyat yang mengabdi kepadagolongan bangsawan
toono mowuatako : orang yang turut serta dalam menyanyi anggo
toono nggapa : penduduk negeri
toonotoka i tono : orang biasa, orang kebanyakan
tulura anakia : bahasa golongan bangsawan
xxxii
tulura ata : bahasa golongan budak
tulura bendelaki : bahasa gagah, tetapi kurang isinya
tulura dalo langgai : bahasa pasar
tulura lolo : bahasa golongan menengah
tulura magamba : bahasa menunjukkan kesombongan
tulura mbandita, tuluraandeguru
: bahasa pemuka agama
tulura mbuakoi : bahasa dukun
tulura mesomba : bahasa menyembah
tulura mongoni-ngoni : bahasa meminta, permohonan
tulura ndolea, tulurambabitara
: bahasa upacara adat
tulura ndono motu’o : bahasa orang tua
tulura te’oha-oha : bahasa kasar
tumotabua : menabuh
tusawuta : aparat penyuluh pertanian
ulu lausa : kepala tangga
uluno o Goa : kepala Goa (Gowa)
umo’ara : tari perang
waduriangi : nama lain Wetulanggalaru
Wekoila : nama raja perempuan yang mendirikanKerajaan Konawe
Wetulanggalaru : tokoh perempuan dalam mitos dewi padi
wiau : kemiri
wine : biji padi
wonua, o lipu : negeri, liputan
xxxiii
worokono o Bone : leher Bone
wotoluno Konawe : tubuh Konawe
wulele sanggula : bunga daun harum
wura mbundi : kulit batang pisang
wuwuho : alat musik tiup dari bambu
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN....................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................... v
ABSTRAK.................................................................................................... x
ABSTRACK................................................................................................... xi
RINGKASAN............................................................................................... xii
GLOSARIUM............................................................................................... xix
DAFTAR ISI................................................................................................. xxvi
DAFTAR TABEL......................................................................................... xxx
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xxxi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
xxxiv
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 9
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................ 9
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................. 10
1.4.1 Manfaat Teoretis............................................................................ 10
1.4.2 Manfaat Praktis.............................................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN................................................................. 12
2.1 Kajian Pustaka........................................................................................ 12
2.2 Konsep..................................................................................................... 18
2.2.1 Transformasi.................................................................................. 19
2.2.2 Tari Lulo......................................................................................... 23
2.2.3 Ideologi.......................................................................................... 26
2.2.4 Transformasi Tari Lulo.................................................................. 30
2.2.5 Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara........................................ 32
2.3. Landasan Teori....................................................................................... 32
2.3.1 Teori Dekonstruksi....................................................................... 33
2.3.2 Teori Hermeneutika dan Wacana Pengetahuan............................ 36
xxxv
2.3.3 Teori Semiotik............................................................................... 48
2.4 Model Penelitian..................................................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 55
3.1.Rancangan Penelitian.............................................................................. 55
3.2 Lokasi Penelitian..................................................................................... 56
3.3 Jenis dan Sumber Data............................................................................ 56
3.4 Teknik Penentuan Informan.................................................................... 57
3.5 Instrumen Penelitian................................................................................ 59
3.6 Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 60
3.6.1 Observasi........................................................................................ 60
3.6.2 Wawancara Mendalam................................................................... 60
3.6.3 Studi Dokumen............................................................................... 61
3.7 Teknik Analisis Data............................................................................... 62
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data..................................................... 62
BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARAKAT TOLAKI DI
KABUPATEN KONAWE, SULAWESI TENGGARA.................. 63
4.1 Letak dan Keadaan Geografis................................................................. 64
4.2 Sejarah Konawe...................................................................................... 67
xxxvi
4.3 Asal Usul Etnik....................................................................................... 72
4.4 Demografi............................................................................................... 78
4.5 Aspek Sosial Budaya............................................................................... 81
4.5.1 Struktur Sosial................................................................................ 81
4.5.2 Bahasa............................................................................................ 90
4.5.3 Kepercayaan dan Agama................................................................ 98
4.6 Kesenian.................................................................................................. 109
4.6.1 Kesenian Musik............................................................................. 110
4.6.2 Kesenian Tari................................................................................ 115
BAB V BENTUK-BENTUK TRANSFORMASI TARI LULO PADA
MASYARAKAT TOLAKI DI KABUPATEN KONAWE............. 119
5.1 Tari Lulo dalam Bingkai Budaya Lokal.................................................. 125
5.1.1 Latar Belakang Mitos Tari Lulo..................................................... 128
5.1.2 Tari Lulo sebagai Medium Penyembuhan..................................... 136
5.1.2.1 Lulo Sangia........................................................................ 137
5.1.2.2 Lulo Anggo......................................................................... 144
5.1.3 Tari Lulo sebagai Medium Pemujaan............................................ 147
5.1.3.1 Lulo Ngganda..................................................................... 147
5.1.3.2 Lulo Lariangi..................................................................... 157
5.1.3.3 Lulo Merondu..................................................................... 160
xxxvii
5.2. Tari Lulo dalam Bingkai Budaya Global............................................... 178
5.2.1 Tari Lulo untuk Penyambutan Tamu........................................... 187
5.2.2 Tari Lulo untuk Pesta Pernikahan................................................ 191
5.2.3 Tari Lulo untuk Hiburan dan Pergaulan....................................... 195
5.2.4 Tari Lulo untuk Festival Lomba.................................................. 202
5.3 Tari Lulo sebagai Bentuk Kreativitas Masyarakat.................................. 215
BAB VI IDEOLOGI DI BALIK TRANSFORMASI TARI LULO............. 223
6.1 Ideologi Religiusitas................................................................................ 225
6.2 Ideologi Pendidikan................................................................................ 230
6.3 Ideologi Ekonomi.................................................................................... 236
BAB VII MAKNA TRANSFORMASI DAN STRATEGI PEWARISAN
TARI LULO................................................................................. 245
7.1 Makna Representasi Identitas................................................................. 247
7.1.1 Makna Representasi Identitas Melalui Busana Tari........................ 248
7.1.2 Makna Representasi Identitas Melalui Formasi Tari...................... 250
7.2 Makna Pendidikan................................................................................... 252
7.3 Makna Pencitraan.................................................................................... 257
7.4 Makna Ekonomi...................................................................................... 264
7.5 Strategi Pewarisan Tari Lulo................................................................... 270
xxxviii
7.5.1 Pewarisan secara Informal............................................................. 271
7.5.1.1 Sistem Partisipasi dalam Pertunjukan................................ 271
7.5.1.2 Sistem Imitasi..................................................................... 273
7.5.2 Pewarisan secara Formal............................................................... 275
BAB VIII PENUTUP.................................................................................... 282
8.1 Simpulan................................................................................................. 282
8.2 Refleksi................................................................................................... 285
8.3 Temuan Penelitian................................................................................... 288
8.4 Saran........................................................................................................ 288
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 293
LAMPIRAN.................................................................................................. 300
Lampiran 1 Pedoman Wawancara................................................................ 300
Lampiran 2 Daftar Informan......................................................................... 302
Lampiran 3 Peta Lokasi Penelitian............................................................... 306
Lampiran 4 Penetapan Tim Penguji Ujian Tertutup Disertasi...................... 307
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Pengandaan Naskah Disertasi................... 310
xxxix
DAFTAR TABEL
Hal.4.1 Distribusi, Jumlah Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin per
Kecamatan di Kabupaten Konawe, 2015............................................... 79
4.2 Jumlah Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di KabupatenKonawe................................................................................................... 108
5.1 Daftar Nama Sanggar Seni Kabupaten Konawe.................................... 219
xl
DAFTAR GAMBAR
Hal.2.1 Model Penelitian.................................................................................. 52
4.1 Peta Administrasi Kabupaten Konawe................................................ 66
4.2 Peta Persebaran Orang Tolaki............................................................. 77
4.3 Peta Persebaran Bahasa Tolaki............................................................ 93
4.4 Konsepsi Orang Tolaki terhadap Tuhan, Dewa dan Dewi, sertaAlam Roh............................................................................................. 103
4.5 Kanda-Kanda Wuta (Gendang Tanah)................................................ 111
4.6 Karandu/Tawa-Tawa (Gong).............................................................. 112
4.7 O dimba/ O kanda (Tambur)............................................................... 113
4.8 Instrumen Musik Pengiring Tari Kreasi.............................................. 113
xli
4.9 Alat Musik Tiup Wuwuho.................................................................... 114
4.10 Pertunjukan Musik Bambu.................................................................. 115
4.11 Tari Mondotambe................................................................................. 116
4.12 Tari Umo’ara....................................................................................... 117
4.13 Tari Modinggu..................................................................................... 118
5.1 Molulowi.............................................................................................. 121
5.2 Tari Lulo.............................................................................................. 123
5.3 Tari Lulo pada Pelantikan Tekaka sebagai Mokole (Raja)Laiwoi/Konawe, November 1933 di Unaaha...................................... 125
5.4 Pertunjukan Lulo Sangia...................................................................... 143
5.5 Lulo Anggo di Lasolo (Kab. Konawe Utara) Tahun 1978................... 146
5.6 Mbusehe sedang membacakan mantra yang mengawali pelaksanaanritual lulo ngganda............................................................................... 151
5.7 Warga mulai menggelar tarian lulo ngganda...................................... 153
xlii
5.8 Saat molulo ngganda, posisi tangan laki-laki berada di bawahtangan perempuan................................................................................ 154
5.9 Pertunjukan Tari lulo Lariangi............................................................ 160
5.10 Pertunjukan Tari Lulo pada Ritual Merondu....................................... 168
5.11 Alat Musik Kanda-Kanda Wuta.......................................................... 171
5.12 O kanda (Tambur/Gendang)................................................................ 171
5.13 Ritual Mosehe dengan Kurban Kerbau Putih...................................... 176
5.14 Ritual Mosehe dengan Kurban Telur................................................... 176
5.15 Lulo Dasa atau Dansa, 1978................................................................ 180
5.16 Tari Lulo Tahun 1937 dalam Rangka Menyambut Controleur, C.F.Avan Holdingen van John Gouwe Loos di Wawotobi................ 181
5.17 Lulo Mbinatabe atau Menghormat, 1979............................................ 182
5.18 Lulo Wayong, 1978............................................................................. 184
xliii
5.19 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Dr. Daoed Yoesoefbersama Gubernur Tk.I Sulawesi Tenggara Drs. Abdullah Silondaemenarikan Tari Lulo Tahun 1977 di Kendari...................................... 189
5.20 Pertunjukan Tari Lulo untuk Penyambutan Tamu............................... 191
5.21 Tari Lulo pada Pesta Pernikahan......................................................... 194
5.22 Gerak Tari Lulo Biasa......................................................................... 199
5.23 Gerak Tari Lulo Leba........................................................................... 201
5.24 Pertunjukan Tari Lulo dalam Festival................................................. 205
5.25 Pertunjukan Tari Lulo di Jepang......................................................... 208
5.26 Busana dan Tata Rias Tari Lulo untuk Pertunjukan dan Hiburan....... 212
5.27 Busana Modern pada Pertunjukan Tari Lulo....................................... 212
5.28 Aksi Tari lulo di tengah kampung (i tonga nggambo)........................ 214
5.29 Pentas Panggung Tari Lulo.................................................................. 214
6.1 Proses Pembacaan Mantra/Doa (pondotonao)..................................... 229
xliv
6.2 Kebersamaan dalam Pertunjukan Tari Lulo........................................ 233
7.1 Busana Tari Lulo.................................................................................. 248
7.2 Formasi Lingkaran dan Gandengan Tangan dalam Tari Lulo............. 251
7.3 Wakil Ketua DPRD dan Wakil Bupati Konawe ikut serta dalamFestival Lulo Kolosal........................................................................... 260
7.4 Calon Bupati dan Anggota Legislatif Ikut Menari Lulo...................... 262
7.5 Partisipasi Anak dalam Pertunjukan Tari Lulo.................................... 272
7.6 Partisipasi Anak dalam Pentas Tari Lulo............................................. 273
7.7 Proses Imitasi dalam Tari Lulo............................................................ 274
7.8 Peran serta Peserta Didik dalam Tari Lulo.......................................... 278
xlv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pedoman Wawancara............................................................................... 300
2. Daftar Informan........................................................................................ 302
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan
dalam sekelompok masyarakat. Pertumbuhan kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan perkembangan kehidupan kelompok masyarakat yang
memilikinya, termasuk segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan
penggunaan aspek gerak tubuh yang terdapat dalam sebuah kesenian.
Seni tari merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang sudah cukup
lama ada atau telah hadir dari zaman dahulu, dan berkembang hingga saat ini.
Pada zaman dahulu seni tari menjadi bagian terpenting dari berbagai ritual
kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan siklus hidup dan upaya
mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Terkait dengan tingkah laku, seni
tari khususnya menandai peralihan tingkatan kehidupan seseorang, baik secara
individu maupun dalam kelompok masyarakat. Ritual dalam siklus hidup manusia
dilaksanakan sebagai ungkapan syukur, menolak ancaman bahaya gaib, baik dari
luar maupun lingkungan sekitar. Di samping itu, juga sebagai pengakuan bahwa
yang bersangkutan telah menjadi warga baru dalam lingkungan sosialnya,
misalnya seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian.
Paparan di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono (2002:123), berikut:
Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilaikehidupan agrarisnya, sebagian besar seni pertunjukannya memiliki fungsiritual. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daurhidup yang dianggap penting, seperti misalnya kelahiran, potong gigi,
2
potong rambut yang pertama, turun tanah, khitanan, pernikahan, sertakematian; berbagai kegiatan juga memerlukan seni pertunjukan, sepertimisalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapanuntuk perang.
Ritual yang dilaksanakan secara musiman umumnya ritual yang
berhubungan dengan mempertahankan kelangsungan hidup manusia yang
dibedakan menurut kurun waktu tertentu, seperti tarian dalam ritual panen, ritual
tahun baru adat, ritual mendirikan rumah adat, dan ritual memohon hujan pada
musim kemarau. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk permohonan dan
perlindungan kepada yang mahakuasa, ungkapan syukur, menolak bala, dan
sebagai pewarisan nilai-nilai ritual. Bentuk tariannya cenderung sederhana, baik
dari segi gerak, busana, maupun musik. Selain itu, juga jauh dari pengertian
“indah”. Hal itu terjadi karena seni tari yang tercipta dalam suatu ritual merupakan
sarana yang digunakan untuk mengungkapkan berbagai rasa dalam rangka
pencapaian tujuan pelaksanaan ritual tersebut. Menurut Soedarsono (2002:124),
“pertunjukan yang dilaksanakan untuk kepentingan ritual, penikmatnya
merupakan penguasa dunia atas serta dunia bawah, sedangkan manusia hanya
mementingkan tujuan upacara tersebut daripada menikmati bentuknya (art of
participation)”.
Sejalan dengan perkembangan dan peradaban, budaya dan sistem keyakinan
berubah. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, seni pertunjukan mengalami
perkembangan hingga saat ini. Salah satu di antaranya ialah seni tari. Seni gerak
ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan bentuk, yakni gerakan-gerakan
badan yang teratur dalam ritme dan ekspresi yang indah, yang mampu
menggetarkan persaan manusia. Gerak yang indah ialah gerak yang sitilir, di
3
dalamnya terkandung ritme tertentu (Soedarsono, 1985:16). Kreativitas dan
konstruksi tari berkembang dengan menggabungkan berbagai elemen yang dapat
menghasilkan sebuah karya seni yang inovatif dan modern. Hal yang perlu
dipahami bahwa dalam mengembangkan sebuah karya seni tari tidak hanya
mewujudkan gerak-gerak atas dasar penggarapan komposisi, tetapi juga
merupakan perwujudan sesuatu bentuk yang utuh dari orientasi makna dan
simbol-simbol yang telah menjadi bagian dalam tarian tersebut. Tari dimanfaatkan
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga pengembangan yang
dilakukan harus bersifat edukatif. Artinya dalam proses pengembangan tari yang
berdasarkan etnis budaya tertentu diperlukan pemahaman pengetahuan berkaitan
dengan tarian tersebut, baik dari aspek kontekstual maupun tekstualnya. Jika
masalah ini mendapat perhatian yang cukup besar dari praktisi tari, penyajian-
penyajian tari akan terhindar dari kedangkalan persepsi dalam gerak yang menjadi
prioritas di samping ciri khas dan filosofi yang terkandung dalam tarian tersebut.
Letak nilai keindahan yang lebih dalam adalah di dalam gaya tari (Sedyawati,
1986:11 – 12).
Seni tari telah digunakan oleh manusia sejak masa kehidupannya yang
paling awal, yaitu sejak manusia merasakan adanya perbedaan antara sesuatu yang
indah dan biasa. Secara definitif seni tari adalah kreativitas estetis yang dilakukan
melalui gerak tubuh. Seni tari tidak dapat dipisahkan dengan sarana pengiring
seperti musik, gong, dan bentuk bunyi-bunyian yang lain. Seni tari terdapat di
semua masyarakat dan budaya. Danesi (2010:86 – 87) menunjukkan lima macam
fungsi seni tari, yaitu (a) sebagai sarana komunikasi estetis, (b) komunikasi ritual
4
sekaligus komunal, (c) sebagai rekreasi, kebutuhan fisik, dan psikologis, d) fungsi
sosial, seperti tari bersama, dan (e) sebagai sarana untuk mencari pasangan hidup,
khususnya di kalangan remaja.
Setiap bangsa, suku bangsa, bahkan setiap diri manusia mempunyai seni.
Seni adalah ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan dalam bentuk karya seni
tertentu, seperti seni musik, seni sastra, seni teater, seni rupa, dan seni patung.
Unsur kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang universal dapat
ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat
pedesaan yang kecil terpencil maupun yang hidup dalam masyarakat perkotaan
yang besar dan kompleks (Koentjaraningrat, 1982:2).
Masyarakat Tolaki memiliki kesenian yang beraneka ragam. Salah satu di
antaranya adalah tari lulo. Masyarakat Tolaki sebagai pendukung tari lulo ini
mendiami wilayah Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe
Utara, Konawe Kepulauan. Dahulu wilayah ini dikenal dengan wilayah Kerajaan
Konawe dan Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, serta Kabupaten
Kolaka Timur yang dahulu dikenal wilayah Kerajaan Mekongga. Meskipun
masyarakat Tolaki memiliki wilayah kerajaan yang berbeda, tari lulo menjadi
identitas budaya bersama. Tarian ini lahir dari ritual panen masyarakat Tolaki.
Oleh karena itu, tarian ini dianggap sebagai tarian sakral yang ada dalam
kehidupan masyarakat Tolaki.
Sebagai seni pertunjukan, tari lulo terdiri atas unsur musik dan tari. Tarian
ini memiliki keunikan dibandingkan dengan berbagai seni budaya sejenis dari
berbagai suku bangsa yang ada di Nusantara. Tarian ini dilakukan secara
5
bersamaan saling bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran yang
mengikuti instrumen musik pengiring. Keharmonisan tarian ini terletak pada
gerak-gerik tangan dan kaki dengan mobilitas tinggi secara bersamaan.
Pertunjukan seni tari lulo pada awalnya berbentuk sakral dan memiliki nilai-
nilai religi yang tinggi. Tari lulo digelar pada saat-saat tertentu, seperti saat
memulai menanam padi dan pada saat usai panen. Tari lulo dilaksanakan sebagai
ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada sanggoleo mbae (dewi padi).
Sebelum abad ke-20, tari lulo tidak mengalami perubahan bentuk penyajiannya,
baik konteks, tempat, maupun waktu. Pertunjukan tari lulo merupakan aktivitas
ritual seremonial dalam berbagai aspek kehidupan tradisi masyarakat Tolaki,
antara lain dalam aspek tradisi menanam dan memanen padi serta pengobatan.
Sebelum mengenal agama Islam, Tarimana (1989:245) mengatakan bahwa
pada masyarakat Tolaki, seni sebagai ekspresi kegamaan tampak beberapa macam
seni, seperti: tarian pemujaan yang disebut lariangi (tarian pemujaan seorang raja
yang diperlakukan sebagai dewa di bumi), dan tari lulo sangia (tarian berdoa
kepada roh nenek moyang atau kepada dewa agar penyakit yang diderita seorang
raja sembuh). Mekuo dkk (1978:244) menjelaskan bahwa lulo berasal dari
perkataan molulowi yang berarti menginjak-injak padi agar butir-butir padi
terlepas dari tangkainya dan menjadi gabah. Kalau pekerjaan ini diperhatikan,
jelas terlihat bahwa gerak kaki dan tangan pekerja itu tidak ada bedanya dengan
seseorang yang sedang menari. Apalagi bila dilakukan oleh banyak orang, akan
terlihat suatu kesatuan penari yang bergerak dalam irama yang sama. Berdasarkan
6
pengalaman inilah seorang mbuakoy atau dukun padi menciptakan suatu tarian
yang diberikan nama lulo.
Dalam perkembangannya, tari lulo telah mengalami pergeseran-pergeseran
nilai. Hal itu memberikan dampak langsung dalam praktik-praktik perilaku
budaya pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe. Fenomena budaya
menunjukkan bahwa kegemaran berkesenian tari lulo di Kabupaten Konawe
mengalami fluktuasi kegairahan, maju mundur sesuai dengan trend jiwa zaman
(zeitgeist) global saat ini. Terjadinya transformasi tari lulo pada era globalisasi di
masyarakat Tolaki Kabupaten Konawe menarik untuk dikaji secara kritis dalam
ranah kajian budaya. Artinya ada ideologi yang mendasari munculnya
transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe.
Sebagai kesenian komunal, dewasa ini tari lulo tidak lagi merupakan sajian
upacara ritual. Transformasi budaya pada masyarakat Tolaki di Kabupaten
Konawe mengakibatkan terjadinya pergeseran tari lulo menjadi seni upacara
pseudo-ritual. Pada awalnya tari lulo berfungsi sebagai sarana upacara ritual
tanam padi, panen, dan upacara penyembuhan atau pengobatan, tetapi kini lebih
menekankan kepada fungsi hiburan. Hal ini menjadi salah satu fenomena yang
diteliti, khususnya bentuk-bentuk transformasi tari lulo yang ada pada masyarakat
Tolaki di Kabupaten Konawe dewasa ini.
Islam masuk di Wilayah Kerajaan Konawe pada ke-18, yakni pada masa
pemerintahan Raja Lakidende. Fungsi tarian lulo diperluas untuk menyertai
beberapa penyelenggaraan upacara adat keagamaan yang ketika itu muncul
7
sehubungan dengan masuknya Islam. Makna lulo tersebut tidak lagi untuk
memohon kepada sangia atau dewa, tetapi dipertunjukkan pada saat pesta adat,
seperti upacara manggilo (kenduri/pengislaman), pesta peringatan terakhir dari
kematian, pesta perkawinan (pepakawi’a), dan penyambutan tamu kerajaan
(Melamba, 2011:255).
Pada periode Islam tari lulo mengalami perkembangan dari aspek alat
pengiring digunakannya gong (karandu), tetapi gaya atau gerakannya tidak
mengalami perubahan, dan dilakukan oleh pria, wanita dengan berpegangan
tangan membentuk lingkaran, dengan satu langkah yang sama pandangan tertuju
ke depan, tidak boleh berbicara. Pada masa Islam ini lahirlah satu macam lulo
yang dinamakan lulo sambeani. Kemudian muncul berbagai macam jenis lulo
seperti lulo sinemba, moeri, sinukahako, ndiuka-tuka, nilotu, lakolalo, dan barisi.
Masuknya pemerintah Hindia Belanda di daerah onderafdeeling Kendari
dan Kolaka secara de facto berkuasa sejak tahun 1906 hingga 1942. Salah satu
bentuk penetrasi budaya di daerah ini yang dilakukan pemerintah kolonial
Belanda adalah dengan menciptakan bentuk lulo baru dengan sebutan lulo dasa.
Karena hadir di tengah-tengah komunitas atau di kalangan suku Tolaki, dikenal
dengan sebutan lulo dasa. Lulo tersebut merupakan perpaduan gerakan lulo
tradisional dengan gerakan dansa. Peserta yang menarikan lulo dasa ini terbatas
pada kalangan elite dan menengah, seperti pejabat birokrasi Hindia Belanda.
Pada era global kehidupan manusia di seluruh dunia sedang didramatisasi,
tetapi manusia tidak merasakannya. Hal ini juga dialami oleh masyarakat Tolaki
8
di Kabupaten Konawe. Artinya, sejak lama didramatisasi sesuai dengan kemauan
globalisasi dan masyarakat Tolaki pun hanya menerima tanpa merasa kehilangan.
Adapun karakteristik globalisasi adalah sebagai berikut.
“... bias western-nya: disesuaikan dengan perkembangan di Barat danbahwa ide di luar dunia Barat tak punya pilihan, kecuali menyesuaikan diridengan ide Barat” (Ritzer dan Goodman, 2007:588).
Budaya modern dan westernisasi masih terasa sampai saat ini. Hal itu juga
turut memengaruhi budaya dan perkembangan tari lulo dalam transformasinya.
Dapat dikatakan bahwa budaya masyarakat Tolaki saat ini adalah budaya global
an masyarakatnya pun sudah masuk dalam lingkaran daur hidup dengan budaya
global. Salah satu representasi mengenai hal ini, dapat dilihat dari bentuk tari lulo
dalam perkembangan dan perubahannya pada era global.
Pengaruh budaya global menyebabkan fungsi tari berubah dari sakral ke
profan, dari ritual ke teatrikal, dan dari ekspresi seremonial ke limitasi waktu
temporal, Di samping itu, dalam kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan
masyarakat menjadi bertendensi hiburan dan pertunjukan festival. Budaya global
juga memengaruhi pergeseran pemaknaan dan pendefinisian terhadap sakralitas
tari lulo. Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran nilai terhadap pemahaman tari
lulo. Semua itu berimplikasi terhadap perilaku dan praktik-praktik budaya
masyarakat Tolaki yang berada di Kabupaten Konawe.
Berdasarkan sangat kompleksnya fenomena budaya yang digambarkan di
atas, dapat dikatakan tari lulo telah mengalami perubahan yang relatif lama,
terbuai mengikuti arus budaya global dengan bentuk yang beraneka ragam, dalam
berbagai varian tema tampilan seremonial. Hal itu sangat menarik untuk dijadikan
9
objek penelitian cultural studies sesuai dengan karakternya yang bersifat kritis,
emansipatoris, yang memang belum pernah diteliti. Penciptaan ruang pesta
perkawinan, menjemput tamu, festival, lomba, dan kegiatan acara lainnya, yang
dilakukan oleh masyarakat pendukung, produsen, dan agen-agen distributor
dengan menampilkan tari lulo dalam berbagai bentuk, gerak, dan variannya. Hal
ini menjadi pendorong utama peneliti untuk melihat lebih dekat bagaimana bentuk
transformasi, ideologi di balik transformasi, makna transformasi tari lulo pada
masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, ada tiga
masalah yang perlu dikaji di dalam penelitian ini. Ketiga masalah tersebut
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:
1. Apa bentuk-bentuk transformasi tari lulo pada masyarakat Tolaki di
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara?
2. Ideologi apakah yang ada di balik transformasi tari lulo pada masyarakat
Tolaki di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara?
3. Apa makna transformasi dan strategi pewarisan tari lulo pada masyarakat
Tolaki di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami transformasi tari
lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu, penelitian ini ingin mengetahui dan memahami fenomena budaya lokal
10
di daerah Kabupaten Konawe dalam perspektif kajian budaya dan
mengungkapkan ideologi di balik transformasi tari lulo yang berkaitan dengan
kehadirannya dan upaya pelestarian sebagai bagian dari tradisi lisan dan khazanah
budaya daerah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan mengkaji dan menemukan jawaban
atas permasalahan yang telah dirumuskan di atas. Lebih terperinci penelitian ini
bertujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk transformasi tari lulo pada
masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
2. Untuk memahami dan menjelaskan ideologi di balik transformasi tari
lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulwesi
Tenggara.
3. Ingin menginterpretasi makna transformasi dan strategi pewarisan tari
lulo pada masyarakat Tolaki di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat penelitian ini secara teoretis adalah memberikan kontribusi pada
khazanah ilmu pengetahuan di bidang seni budaya yang berkaitan dengan
keberadaan tari lulo di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Diharapkan kajian ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan ilmu
11
pengetahuan, tidak saja di bidang kajian budaya, tetapi juga secara meluas dan
bersifat multidisipliner. Hal ini terkait dengan kontribusi untuk penelitian yang
mendalam bagi berbagai disiplin, antara lain dengan sebagian tradisi lisan, ilmu
sejarah tari, kajian seni, sosiologi, antroplogi, dan kebudayaan (study of culture).
Manfaat lainnya, yaitu dapat digunakan oleh para calon peneliti yang
tertarik dengan kesenian tari lulo atau penelitian sejenis dengan topik dan
permasalahan yang berbeda. Selain itu, penelitian ini dapat memperkaya
pengalaman dan peningkatan kualitas dan kemampuan penulis dalam penelitian.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi (1)
pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam menentukan dan menetapkan
kebijakan yang tepat dalam pelestarian budaya-budaya lokal yang dimiliki
masyarakat, yang tentunya memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat
setempat; (2) pihak-pihak yang peduli dengan pelestarian budaya-budaya lokal,
terutama yang berkaitan dengan seni tari yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya; (3) penelitian lain yang konsen pada kebudayaan masyarakat
Tolaki atau yang mengkaji transformasi tari, diharapkan dapat memberikan
informasi, menambah pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang arti
penting menggali dan memaknai tari yang merupakan bagian dari masa lalu; dan
(4) menambah wawasan masyarakat, khususnya masyarakat Tolaki tentang
pentingnya pelestarian budaya leluhur sebagai identitas dan jati diri etnis secara
khusus.
12