DISERTASI - lib.unnes.ac.id
Transcript of DISERTASI - lib.unnes.ac.id
PENGEMBANGAN MODEL MANAJEMEN
PEMBELAJARAN TEMATIK MINDFULNESS
SEKOLAH MINGGU BUDDHA
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pendidikan
Oleh:
Partono 0101612024
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEPENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2019
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya
nama : Partono
mm : 0101612024
program studi : Manajemen Kependidikan S3
menyatakan bahwa yang tertulis dalam disertasi berjudul "Pengembangan Model
Manajemen Pembelajaran Tematik Mindfulness Sekolah Minggu Buddha" ini
benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku,
baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam disertasi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Atas
pernyataan ini saya secara pribadi siap menanggung resiko/sangsi hukum yang
dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya ini.
Semarang, 2019
Yang membuat pernyataan,
Partono
NIM.0101612024
111
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto
Sekolah Minggu Buddha merupakan pintu gerbang utama masuk agama Buddha.
Mindfulness adalah hidup saat ini dan di sini.
Persembahan:
Persembahan disertasi ini untuk almamater Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang dan Sekolah Tinggi Agama Buddha Smaratungga Boyolali.
iv
ABSTRAK
Partono. 2019. “Pengembangan Model Manajemen Pembelajaran Tematik
Mindfulness Sekolah Minggu Buddha”. Disertasi. Program Studi
Manajemen Kependidikan. Program Pascasarjana. Universitas Negeri
Semarang. Promotor Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons.,
Kopromotor Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd., Anggota Promotor Dr. Titi
Prihatin, M.Pd.
Kata kunci: Model Manajemen, Pembelajaran Tematik, Mindfulness, Sekolah
Minggu Buddha
Sekolah minggu Buddha (SMB) merupakan pelengkap atau bagian dari pendidikan
keagamaan pada satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan setiap hari
Minggu. Pendidikan nonformal SMB dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan
keagamaan Buddha layaknya pendidikan agama yang diberikan pada sekolah
formal. Keberadaan SMB dapat memfasilitasi anak-anak sekolah formal yang tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan keagamaan Buddha dan budi pekerti di sekolah
formal. Saling ketergantungan antara pendidikan formal dan nonformal semakin
nyata dimana vihara-vihara membutuhkan pendidikan anak di sekolah dengan di
lingkungan rumah. Tujuan penelitian ini yaitu (1) menganalisis model manajemen
pembelajaran sekolah minggu Buddha yang ada saat ini, (2) menganalisis model
hipotetik manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah minggu Buddha,
dan (3) menganalisis model layak manajemen pembelajaran tematik mindfulness
SMB.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan (research and
development) mengikuti pola tahapan penelitian oleh Borg & Gall (2003) yang diringkas menjadi
tiga tahap utama tahapan penelitian meliputi: tahap studi pendahuluan, pengembangan,
validasi. Subjek pendelitian adalah pengembang kurikulum dan guru SMB di Jawa
Tengah. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, angket,
dokumentasi, dan focus group discussion. Analisis data menggunakan analisis
kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian pengembangan diperoleh model faktual, model hipotetik, dan model
layak. Model layak adalah Model Manajemen Pembelajaran Tematik Mindfulness Sekolah
Minggu Buddha (MMPTM-SMB). Model ini dikembangakan berdasarkan pada fungsi
manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian atau evaluasi) dan
pengembangan konten berdasarkan empat pengembangan (bhāvanā) yaitu
pengembangan fisik (kāya bhāvanā), pengembangan sosial atau moral (sīla-
bhāvanā), pengembangan mental (citta-bhāvanā) dan pengembangan pengetahuan
(paññā-bhāvanā). Model layak tersebut sudah divalidasi ahli, pakar, dan pengguna
sangat layak untuk diterapkan dan di implemtasikan menjadi MMPTM-SMB.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan guru dan lembaga
penyelenggara pendidikan SMB dapat menerapkan MMPTM-SMB, dan Dirjen
Bimas Buddha dapat memanfaatkan MMPTM-SMB untuk peningkatan SDM guru,
dan tenaga kependidikan di lingkungan SMB.
v
ABSTRACT
Partono. 2019. “Development of A Management Model on Mindfulness Thematic
Learning of Buddhist Sunday School. Dissertation. Educational
Management Programme. Postgraduate of Universitas Negeri Semarang.
Promoter Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons., Co-
promoter Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd., Promoter member Dr. Titi
Prihatin, M.Pd.
Keywords: Management Model, Thematic Learning, Mindfulness, Buddhist
Sunday School.
Buddhist Sunday School is a complement to or a part of religious education in non-
formal education units which is held every Sunday. The non-formal education of
the Buddhist Sunday School is used as a means of Buddhist religious education like
religious education provided at formal schools. The existence of the Buddhist
Sunday School could facilitate the formal school children who do not get Buddhist
educational service and character education at the formal schools. Interdependence
between formal and non-formal education is increasingly evident where the
monasteries need education for children at schools and home environment. The
aims of this research are: (1) to analyse a management model on Buddhist Sunday
School learning in the current situation; (2) to analyse a hypothetical model on
mindfulness thematic learning management of Buddhist Sunday School; and (3) to
analyse a feasible model on mindfulness thematic learning management of
Buddhist Sunday School.
This research uses research and development as its design following the
pattern of the research stages by Borg & Gall (2003) which are summarized into
three main stages, which are: preliminary study, development and validation.
Research subjects are curriculum developer and Buddhist Sunday School Teachers
in Central Java. Data collection technic uses interview, questionnaire,
documentation, and group focus discussion. Data analysing uses quantitative and
qualitative analysis.
The development of research results is factual model, hypothetic model and
feasible model. The feasible model is Management Model on Mindfulness
Thematic Learning of Buddhist Sunday School. This model is developed according
to a management function (planning, organizing, implementation, and assessment
or evaluation) and the content development is according to fourfold development
(bhāvanā), namely: physical development (kāya bhāvanā), social or morality
development (sīla bhāvanā), mental development (citta bhavanā), dan knowledge
development (paññā bhāvanā). This feasible model had been validitated by experts
and users; therefore this model could be considered as fit to be applied and
implemented as Management Model on Mindfulness Thematic Learning of
Buddhist Sunday School.
Based on the research result, it is suggested that teachers and the organizing
institutions of Buddhist Sunday Shcool could apply the Management Model on
vi
Mindfulness Thematic Learning of Buddhist Sunday School, and the Directorate
General of Buddhist Religious Affairs could use this Management Model on
Mindfulness Thematic Learning of Buddhist Sunday School to develop human
resources of the teachers and educational staffs in the Buddhist Sunday School
environment.
vii
PRAKATA
Bersyukur kepada Sanghyang Adi Buddha/Tuhan Yang Maha Esa, dan Tri
Ratna bahwa penulis telah menyelesaikan disertasi yang berjudul “Pengembangan
Model Manajemen Pembelajaran Tematik Mindfulness Sekolah Minggu Buddha”.
Disertasi ini tidak dapat terlepas dari kontribusi berbagai pihak secara moral
maupun material. Ucapan terima kasih peneliti haturkan pertama kali kepada
Promoto Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd., Kons. (Promotor), Prof. Dr. Tri Joko
Raharjo, M.Pd. (Kopromotor) dan Dr. Titi Prihatin, M.Pd. (Anggota Promotor).
Ucapan terima kasih peneliti haturkan kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang, yang
telah memberikan dukungan dan penguatan kepada penulis.
2. Prof. Dr. H. Achmad Slamet, M.Si. Direktur Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang, yang dengan penuh perhatian, memotivasi, dan memberikan
penguatan kepada penulis.
3. Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd. Kaprodi, Sekretaris, dan semua dosen
Pengampu mata kuliah Program Studi Manajemen Kependidikan, terus-
menerus memotivasi, dan memberikan dukungan kepada penulis.
4. Prof. Dr. Widodo, S.E., M.Si. penguji I tertutup dan terbuka.
5. Prof. Dr. Totok Sumaryanto, M.Pd. penguji II tertutup dan terbuka.
6. Tenaga kependidikan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang
memberikan pelayanan dengan baik, penuh pengertian, dan perhatian kepada
penulis.
viii
7. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga, teman-teman dosen
dan tenaga kependidikan yang telah memberikan perhatian kepada penulis.
8. Seluruh Pimpinan dan jajaran Sangha Agung Indonesia, serta Majelis
Buddhayana Indonesia dan badan otonom, yang memberikan dukungan kepada
penulis.
9. Keluarga Tongariodjo Angkasa dan keluarga yang memberikan hibah
perkuliahan.
10. Kepada teman-teman seangkatan yang memberikan dorongan kepada penulis.
11. Keluarga, teman-teman, komunitas umat Buddha di vihara, dan semua pihak
secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dan kontribusi
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada kekurangan baik isi
maupun tulisan, sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca. Penulis mengharapkan apa yang telah dibahas dalam disertasi ini dapat
bermanfaat dan berguna untuk kemajuan dan pengembangan pendidikan Agama
Buddha secara berkesinambungan.
Semarang, 20 Agustus 2019
Partono.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..............................................................................................i
Persetujuan Pembimbing..............................................................................ii
Pernyataan Keaslian ....................................................................................iii
Moto dan Persembahan ...............................................................................iv
Abstrak ......................................................................................................... v
Abstract .......................................................................................................vi
Prakata.......................................................................................................viii
Daftar Isi....................................................................................................... x
Daftar Singkatan........................................................................................xiii
Daftar Tabel ..............................................................................................xiv
Daftar Bagan .............................................................................................. xv
Daftar Gambar...........................................................................................xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................. 10
1.3 Cakupan Masalah ..................................................................... 11
1.4 Rumusan Masalah .................................................................... 11
1.5 Tujuan Penelitian...................................................................... 11
x
1.6 Manfaat Penelitian.................................................................... 12
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan.................................. 13
1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan................................ 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN
KERANGKA BERPIKIR ............................................................ 17
2.1 Kajian Pustaka ....................................................................... 17
2.2 Kerangka Teoretis .................................................................. 28
2.2.1 Konsep Model Manajemen Pembelajaran Tematik..... 28
2.2.2 Pembelajaran Tematik Mindfulness ............................. 47
2.3 Kerangka Berpikir.................................................................. 64
BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 66
3.1 Desain Penelitian ................................................................... 66
3.2 Prosedur Penelitian ................................................................ 67
3.3 Sumber Data dan Subyek Penelitian...................................... 70
3.4 Teknik dan Instumen Pengumpulan Data .............................. 71
3.5 Uji Keabsahan Data, Uji Validitas dan Reliabilitas ............... 72
3.6 Teknik Analisis Data.............................................................. 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 75
4.1 Model Faktual Manajemen Pembelajaran
Sekolah Minggu Buddha........................................................ 75
xi
4.1.1 Hasil Penelitian ........................................................... 75
4.1.2 Pembahasan ................................................................ 92
4.2 Model Hipotetik Manajemen Pembelajaran Tematik
Mindfulness Sekolah Minggu Buddha ................................. 96
4.2.1 Hasil Penelitian ............................................................ 96
4.2.2 Pembahasan ............................................................... 111
4.3 Model Layak Manajemen Pembelajaran Tematik
Mindfulness Sekolah Minggu Buddha ................................ 115
4.3.1 Hasil Penelitian ......................................................... 115
4.3.2 Pembahasan ............................................................... 121
BAB V PENUTUP................................................................................... 120
5.1 Simpulan .............................................................................. 120
5.2 Saran .................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 123
LAMPIRAN ............................................................................................. 134
xii
DAFTAR SINGKATAN
A. = Angutara Nikaya
D. = Digha Nikaya
Dh. = Dhammapada
Dh.S = Dhammasangani
It = Itivutaka
J = Jataka
Kh = Khudaka pattha
M = Majjhima Nikaya
S = Samyuta Nikaya
Sn = Sutta Nipata
Ud = Udana
Vbh = Vibhanga
Ymk = Yamaka
Vism = Visuddhimagga
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Reliabilitas ........................................................................................ 73
Tabel 4.1 Pelaksanaan Pembelajaran SMB Saat ini (Faktual) .......................... 94
Tabel 4.2 Kebutuhan Model Manajemen Pembelajaran tematik mindfulness
SMB................................................................................................ 110
Tabel 4.3 Daftar Nama Pakar pada Validasi Model ....................................... 115
Tabel 4.4 Daftar Nama Pakar agama Buddha pada Validasi Model............... 115
Tabel 4.5 Daftar Nama Praktisi pada Validasi Model .................................... 116
Tabel 4.6 Pengkategorian Kelayakan Model .................................................. 117
Tabel 4.7 Data Validasi MMPTM-SMB oleh ahli akademisi......................... 117
Tabel 4.8 Data Validasi MMPTM-SMB oleh ahli Agama Buddha ................ 118
Tabel 4.9 Data Validasi MMPTM-SMB oleh Praktisi.................................... 119
Tabel 4.10 Perbedaan Model Pada Setiap Tahapan Pengembangan............... 127
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Pendidikan Buddha Holistik ..........................................................62
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir..........................................................................65
Bagan 3.1 Langkah-langkah Kegiatan penelitian ...........................................68
Bagan 4.1 Model Faktual Manajemen Pembelajaran SMB ............................95
Bagan 4.2 Model Hipotetik Manajemen Pembelajaran Tematik Mindfulness
SMB (MHMPTM-SMB) ..............................................................114
Bagan 4.3 Model Layak Manajemen Pembelajaran Tematik Mindfulness
SMB (MMPTM-SMB) .................................................................120
Bagan 4.4 Perbedaan Pengembangan Konten Model Faktual, Hipotetik, dan
Layak ............................................................................................123
Bagan 4.5 Pengembangan fungsi Pengorganisasian dalam MMPTM-SMB 124
Bagan 4.6 Pengembangan Konten Pelaksanaan Pembelajaran MMPTM-
SMB ........................................................................................ 125
Bagan 4.6 Pengembangan Penilaian pembelajaran MMPTM-SMB.......... 126
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Proses Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Mindfulness ............57
Gambar 4.1 Komponen Indikator RPP ...........................................................77
Gambar 4.2. Komponen Indikator Pencapaian Kompetensi ...........................77
Gambar 4.3 Komponen Indikator Tujuan Pembelajaran ................................78
Gambar 4.4 Komponen Indikator Materi Pembelajaran .................................79
Gambar 4.5 Komponen Indikator Sumber Belajar .........................................79
Gambar 4.6 Komponen Indikator Media Pembelajaran .................................80
Gambar 4.7 Komponen Indikator Kegiatan Pembelajaran .............................81
Gambar 4.8 Komponen Indikator Penilaian....................................................81
Gambar 4.9 Rekap Proses Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran SMB .....82
Gambar 4.10 Komponen Kegiatan Pendahuluan ............................................83
Gambar 4.11 Komponen Kegiatan Inti Menguasai Materi Pembelajaran ......84
Gambar 4.12 Komponen Menerapkan Strategi Pembelajaran yang
Mendidik. ...................................................................................85
Gambar 4.13 Komponen Penerapan Pendekatan Pembelajaran .....................85
Gambar 4.14 Komponen memanfaatkan sumber belajar/media dalam
pembelajaran ..............................................................................86
Gambar 4.15 Komponen Pelibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran .........87
Gambar 4.16 Komponen Menggunakan Bahasa Yang Benar Tepat dalam
Pembelajaran..............................................................................87
Gambar 4.17 Komponen Penutupan Pembelajaran .......................................88
xvi
Gambar 4.18 Rekap Proses Pelaksanaan Pembelajaran SMB ........................89
Gambar 4.19 Komponen Penilaian Oleh Guru ...............................................90
Gambar 4.20 Komponen Penilaian Pengetahuan ..........................................90
Gambar 4.21 Komponen Melakukan Penilaian Kompetensi Keterampilan ...91
Gambar 4.22. Rekapitulasi Penilaian Pembelajaran SMB..............................92
Gambar 4.23. Komponen Kebutuhan identitas perencanaan pembelajaran ...97
Gambar 4.24. Komponen indikator Pencapaian kompetensi ..........................98
Gambar 4.25. Komponen tujuan pembelajaran...............................................99
Gambar 4.26. Komponen tema pembelajaran ...............................................100
Gambar 4.27. Komponen perencanaan sumber belajar ................................101
Gambar 4.28. Komponen perencanaan media pembelajaran ........................101
Gambar 4.29. Komponen perencanaan kegiatan pembelajaran ....................102
Gambar 4.30. Rencana penilaian pembelajaran ............................................103
Gambar 4.31. Rencana pembelajaran tematik...............................................104
Gambar 4.32. Komponen pengorganisasian tema dan subtema ...................105
Gambar 4.33. Komponen pengorganisasian sarana dan prasarana ...............106
Gambar 4.34. Pengorganisasian Peserta didik ..............................................107
Gambar 4.35. Kebutuhan pelaksanaan pembelajaran ...................................109
Gambar 4.36. Hasil validasi MMPTM-SMB ................................................119
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kisi-kisi perencanaan pembelajaran sekolah minggu Buddha (SMB) .... 134
2. Kisi-kisi pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu Buddha (SMB) ..... 137
3. Kisi-kisi penilaian pembelajaran sekolah minggu Buddha (SMB) .......... 140
4. Kisi-kisi validasi kelayakan model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness sekolah minggu Buddha (MMPTM-SMB) ......................... 142
5. Lembar validasi kelayakan model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness sekolah minggu Buddha (MMPTM-SMB) .......................... 145
6. Instrumen perencana pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu
Buddha (SMB) ......................................................................................... 149
7. Instrumen pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu Buddha (SMB) .. 152
8. Instrumen penilaian pembelajaran sekolah minggu Buddha (SMB) ....... 154
9. Instrumen kebutuhan................................................................................ 156
10. Kisi-kisi panduan wawancara guru SMB (data faktual) .......................... 190
11. Pedoman wawancara guru SMB (data faktual)........................................ 191
12. Pedoman wawancara manajemen pembelajaran tematik mindfulness
SMB ......................................................................................................... 193
13. Verbatim hasil wawancara ...................................................................... 195
14. Hasil uji reliabilitas instrumen ................................................................. 208
15. Hasil uji validitas instrumen .................................................................... 209
16. Daftar hadir FGD ..................................................................................... 215
17. Surat ijin penelitian dari pascasarjana UNNES ....................................... 218
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekolah minggu Buddha (SMB) merupakan pelengkap atau bagian dari
pendidikan keagamaan pada satuan pendidikan nonformal yang
diselenggarakan setiap hari minggu. Pendidikan nonformal sekolah minggu
Buddha dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan keagamaan Buddha layaknya
pendidikan agama yang diberikan pada sekolah formal. Keberadaan sekolah
minggu Buddha dapat memfasilitasi peserta didik sekolah formal yang tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan agama Buddha dan budi pekerti di sekolah
formal. Saling ketergantungan antara pendidikan formal dan nonformal
semakin nyata dimana vihara-vihara membutuhkan pendidikan anak di sekolah
dengan di lingkungan rumah.
Jalur pendidikan nonformal, berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka pendidikan seumur hidup,
berbasis kebutuhan/kepentingan masyarakat, terstruktur dan berjenjang.
Hasilnya dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal.
Penilaian penyetaraan oleh lembaga yang diakui pemerintah mengacu standar
nasional pendidikan.
Pendidikan keagamaan Buddha berdasarkan pada Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
yaitu pendidikan pada jalur nonformal. Bentuk pendidikan keagamaan Buddha
1
2
yang diselenggarakan oleh masyarakat pada jalur pendidikan nonformal adalah
program SMB, pabbajja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. SMB
merupakan kegiatan belajar mengajar nonformal yang dilaksanakan di vihara
atau cetiya setiap hari minggu secara rutin. SMB tidak hanya dijadikan sebagai
pelengkap atau bagian pendidikan agama tetapi juga dimanfaatkan sebagai
sarana pendidikan agama layaknya pendidikan agama yang diberikan pada
sekolah formal.
Pendidikan keagamaan Buddha nonformal (PKBNF) memiliki tugas
yaitu (1) PKBNF membantu menyiapkan anak-anak prasekolah, untuk
memasuki sekolah melalui Adi Sekha setara dengan PAUD atau TK; Culla
Sekha setara dengan sekolah dasar, Majjhima Sekha setara dengan sekolah
menengah pertama; dan Maha Sekha setara dengan sekolah menengah
atas/kejuruan, dan pusat pengasuhan, program pendidikan melalui media
elearning dan lain-lain; (2) PKBNF SMB bertugas melengkapi atau
complements pendidikan agama dan budi pekerti di sekolah formal dengan
memberi pengalaman tematik terintegrasi melalui non akademik di vihara
seperti olahraga, kegiatan seni dan budaya, organisasi remaja atau pemuda; (3)
PKBNF SMB menindaklanjuti berbagai program pendidikan keagamaan
Buddha berkelanjutan atau kesempatan pendidikan keterampilan dan
pembentukan karakter peserta didik.
PKBNF SMB menyiapkan soft skill yaitu nilai-nilai estetika (aesthetic
appreciation), berpikir analitik (analytic thinking), pembentukan sikap
(formation of attituate), pembentukan nilai-nilai dan aspirasi (formation of
3
values and aspiration), asimilasi pengetahuan yang berguna (assimilation of
pertinent knowledge), dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan
(information of any sorts) (Marzuki 2010:137). Hasil penelitian Sulani
(2015:21) bahwa SMB merupakan program pendidikan keagamaan nonformal
yang berperan dalam pendidikan karakter. Implementasi pendidikan karakter
dapat dilakukan melalui pendekatan keteladanan, pembelajaran, pembiasaan,
dan penguatan dalam semua kegiatan SMB.
Penelitian yang dilakukan (Solaiman Girivirya 2016), tentang evaluasi
pelaksanaan SMB di Kota Tangerang. Kesimpulan hasil penelitian evaluasi
pelaksanaan program SMB di Kota Tangerang dengan model CIPPO (context,
input, process, product, dan outcome) dapat dijabarkan sebagai berikut secara
garis besar hasil evaluasi konteks menggambarkan sebesar 43% dengan
kategori cukup dan hanya satu vihara yang mendapatkan kategori baik.
Evaluasi komponen input ditemukan banyak kalimat bekerja sosial. Walaupun
bekerja di bidang sosial setidaknya memiliki unsur-unsur ingin menjadi ahli
dan mendedikasikan diri. Evaluasi proses menggambarkan sebesar 57%
dengan kategori cukup dan evaluasi produk SMB menggambarkan sebesar
69% dengan kategori baik. Dampak pelaksanaan SMB menekankan adanya
kesinambungan praktik ajaran Buddha oleh anak bersama orang tua di rumah
dan dilingkungannya. Keberadaan SMB cukup baik dimata orang tua siswa.
Dampak jangka panjang (longitudinal) peserta didik terjadi perubahan sikap
anak yang sesuai dengan ajaran Buddha.
4
Penyelenggaraan satuan pendidikan keagamaan Buddha dalam hal ini
SMB membutuhkan persyaratan yang mencakup isi pendidikan atau
kurikulum, jumlah, kualifikasi pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, sumber pembiayaan, sistem evaluasi, manajemen dan proses
pembelajaran. Kurikulum dimaksudkan sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang
digunakan atau pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan SMB. Terlaksananya pendidikan SMB
dibutuhkan kurikulum yang berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan.
Model kurikulum pendidikan SMB berdasarkan Peraturan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2017 berorientasi pada empat pengembangan fisik
(kāya bhāvanā), pengembangan sosial atau moralitas (sīla bhāvanā),
pengembangan mental (citta bhāvanā), dan pengembangan kebijaksanaan
(pañña bhāvanā) pengetahuan peserta didik yang berdasakan pada nilai dan
ajaran Buddha. Kurikulum yang berbasis pengembangan tersebut
dikembangkan dengan menyesuaikan kondisi sosial budaya masyarakat,
kearifan lokal setiap daerah dan keragaman serta kekhususan dari masing-
masing majelis agama Buddha Indonesia.
Memperhatikan karakteristik dan jenis PKBNF SMB, kurikulum SMB
menggunakan model tematik yang berorientasi pada praktik pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pemilihan model tematik agar ajaran
agama Buddha sebagai sumber pembelajaran dapat diintegrasikan dalam
5
rangka perkembangan sikap spiritual dan sosial peserta didik. Pengembangan
pembelajaran model tematik oleh guru pendidikan SMB mengandung
konsekuensi logis, membutuhkan penguasaan kompetensi profesional guru
untuk pembelajaran tematik. Model pembelajaran tematik terpadu yang
dikembangkan oleh Forgaty (2009:2), yaitu (1) model terpisah (the fragmented
model); (2) model terhubung (the connected model); (3) model tersarang (the
nested model); (4) model terurut (the sequenced model); (5) model terbagi (the
shared model); (6) model jaring laba-laba (the webbed model); (7) model
disusupkan (the threaded model); (8) model terpadu (the integrated model); (9)
model terbenam (the immersed model); (10) model jaringan (the networked
model).
Peningkatan sumber daya manusia (SDM) guru SMB sangat penting
dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas mutu guru.
Survai peneliti pada saat sosialisasi kurikulum SMB dan pelatihan guru SMB
di Indonesia berdasarkan data Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama
Republik Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan (1) guru SMB yang
berpendidikan tingkat sekolah dasar 0,78%, (2) Sekolah Menengah Pertama
4,28%; (3) Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan 66,2%,
(4) Sarjana (S1) 27,37%; dan Strata Magister (S2) 1,56% dari total SDM Guru
771 orang. Regulasi yang menjadi standar pendidikan di SMB mengikuti
regulasi dan peraturan yang berlaku. Undang-undang menjelaskan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
6
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (UU No 14 Tahun 2005).
Masalah makro yang dihadapi oleh pengambil kebijakan dalam
pendidikan SMB dalam hal ini Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat
Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia. Beberapa regulasi berkaitan
dengan SMB yang telah ditetapkan kurikulum SMB dan model pembelajaran
tematik. Sementara kebijakan pengembangan pendidikan nonformal untuk
menyiapkan generasi muda emas cerdas berkarakter Dirjend Bimas Buddha
secara literal menghadapi banyak isu-isu krusial. Pertama, diperlukan ekstra
untuk peningkatan mutu pembelajaran tematik bagi guru SMB yang
profesional dalam jumlah yang cukup besar, sehingga pembelajaran di SMB
dapat berjalan dengan baik. Kedua, implementasi pemerataan SDM SMB
sampai ditingkat vihara atau cetiya. Ketiga, komitmen untuk mewujudkan hak
peserta didik SMB. Keempat, meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan lainnya.
Keberadaan guru pendidikan keagamaan sebagai tenaga profesional
memiliki peranan strategis dan menentukan keberhasilan pendidikan.
Penelitian Taridi (Taridi, Sopyan, & Dwijanto, 2012:62) mengupayakan
bagaimana pembelajaran agama Buddha di sekolah dapat disampaikan secara
menarik, menyenangkan dan kontekstual sehingga siswa dapat termotivasi dan
hasil belajar dapat meningkat. Keberhasilan pembaharuan pendidikan
keagamaan sangat dipengaruhi peran guru, karena guru menjadi pemimpin,
fasilitator, dan sekaligus inisiatif pembelajaran. Program mindfulness dapat
7
mengubah "kebiasaan berpikir" guru, meningkatkan kesehatan, kesejahteraan,
dan kapasitas kerja untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang
mendukung kesejahteraan peserta didik, iklim kelas yang kondusif,
keterlibatan dan pembelajaran (Roeser et al. 2012:1; Flook et al. 2013:10;
Benn et al. 2012:1478).
Penelitian Integrating Mindfulness Training into K-12 Education:
Fostering the Resilience of Teachers and Students (Meiklejohn et al. 2012:291)
bahwa mindfulness dari 14 studi secara kolektif menunjukkan berbagai manfaat
kognitif, sosial, dan psikologis bagi peserta didik sekolah dasar (enam studi)
dan sekolah menengah (delapan studi). Peningkatan kerja memori, perhatian
penuh, keterampilan akademik, keterampilan sosial, pengaturan emosional,
harga diri, peningkatan suasana hati dan penurunan kecemasan, stres, dan
kelelahan. Penelitian tentang neurobiologi mindfulness pada orang dewasa
menunjukkan bahwa praktik mindfulness berkelanjutan dapat meningkatkan
atensi, pengaturan emosi, meningkatkan fleksibilitas, menunjukkan manfaat
potensial yang signifikan bagi guru dan peserta didik (Tim Mapel 2012:19).
Model manjemen pembelajaran tematik mindfulness SMB disemua
jenjang penting untuk dikembangkan, sehingga dapat menjadi landasan dalam
mengimplementasikan kurikulum pendidikan SMB. SMB dapat
menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter Buddhis melalui proses pendidikan
yang mengacu pada empat pengembangan yang dilaksanakan secara tematik
terpadu (holistic). Karakteristik pembelajaran tematik integratif atau holistik
merupakan pembelajaran (1) berpusat pada peserta didik, (2) menekankan
8
pembentukan pemahaman dan kebermaknaan, (3) belajar melalui pengalaman
langsung, (4) memperhatikan proses daripada hasil, (5) syarat dengan mutlak
keterkaitan (Sunhaji 2013:63). Kurikulum terpadu cenderung berdasarkan
pokok tema atau pokok bahasan harus integrated atau terpadu secara
menyeluruh (Jurotun, Samsudi 2015).
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran di SMB menuntut
guru mampu mengubah pola pembelajaran berpusat pada guru menjadi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, berlangsung secara aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Paradigma pendidikan dalam
ajaran Buddha membelajarkan kebebasan berpikir, jangan lekas percaya
sebelum diselidiki sendiri kebenarannya (A.I.189), Dharma mengundang untuk
dibuktikan (ehipassiko) (A.III.285), mempertimbangkan kausalitas: melihat
sebab akibat sama dengan melihat Dharma (M.I.191), kepatuhan pada
moralitas dihubungkan dengan budaya tahu malu (hiri) dan takut akibat
perbuatan salah (ottappa).
Keprofesionalan guru SMB membutuhkan terobosan baru secara
eksplisit menyatukan berbagai cara belajar dan mengetahui pengalaman
manusia dari perspektif tradisi ilmiah, meditatif, dan filosofis. Pengalaman
positif dan pedagogik terkait dengan penanaman mindfulness dalam kelas.
Motivasi dan integritas dalam pembelajaran mindfulness adalah respons yang
baik dan tepat untuk pertumbuhan minat profesional terhadap mindfulness dan
penerapannya sesuai kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
9
Pada era destruktif dan sintesis saat ini pengelola SMB dituntut untuk
melakukan inovasi dan kreativitas masing-masing dalam mengelola dan
menyelenggarakan kegiatan SMB. Pengelolaan SMB di berbagai daerah yang
bervariatif, belum memiliki acuan dan sistem pendidikan keagamaan Buddha
yang jelas sehingga membutuhkan model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness yang terstruktur.
Model manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB penting
untuk dikembangkan karena peningkatan SDM guru SMB telah banyak
dilakukan, namun masih bersifat sosialisasi, lebih kepada kegiatan-kegiatan
mendengarkan dan dilakukan dengan cara ceramah, serta masih berbasis
materi. Pembelajaran tematik mindfulness belum efektif dipergunakan secara
teringrasi dalam kontek pembelajaran sehingga model manajemen
pembelajaran tematik mindfulness SMB perlu dikembangkan.
Berdasarkan permasalahan dan kebutuhan guru SMB khususnya
pembelajaran tematik mindfulness holistik, maka penting untuk dilakukan
penelitian yang mengacu pada pengembangan model manajemen pembelajaran
tematik mindfulness SMB. Mencermati persoalan-persoalan tersebut, peneliti
akan melakukan penelitian yang diformulasikan dan dikemas dengan judul
“Pengembangan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah
minggu Buddha”.
10
1.2 Identifikasi Masalah
Hasil temuan observasi dan wawancara dari guru, pengembang kurikulum
SMB diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pembelajaran di SMB umumnya
masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru.
Permasalahan-permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.2.1 Pembelajaran di SMB umumnya menggunakan model pembelajaran
yang berpusat pada guru, belum dikemas menjadi pembelajaran yang
menggembirakan (fun) sehingga potensi peserta didik kurang
berkembang secara optimal.
1.2.2 Perencanaan pembelajaran di SMB belum dilaksanakan secara
terprogram dalam bentuk rencana bulanan, semesteran, dan tahunan serta
belum adanya rencana program pembelajaran di SMB.
1.2.3 Aktivitas mindfulness dilaksanakan pada saat kegiatan ritual keagamaan
dalam bentuk meditasi, belum terintegrasi dalam aktivitas pembelajaran
secara baik, sehingga perlu penerapan model manajemen pembelajaran
tematik mindfulness.
1.2.4 Keberadaan guru SMB sebagian besar masih lulusan SMA sehingga
aktivitas pembelajaran kurang menarik, maka diperlukan model
pembelajaran yang dapat mengkondisikan terjadinya peran aktif dari
peserta didik agar pembelajaran lebih menarik, tidak membosankan,
menyenangkan dan bermakna.
1.2.5 Belum adanya manajemen pembelajaran yang tertata secara baik, kurang
memperhatikan komponen-komponen manajemen pembelajaran yaitu
11
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian atau
evaluasi.
1.3 Cakupan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model manajeman pembelajaran
tematik mindfulness sekolah minggu Buddha.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan cakupan masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana model faktual manajemen pembelajaran sekolah minggu
Buddha yang ada saat ini?
1.4.2 Bagaimana desain model hipotetik manajemen pembelajaran tematik
mindfulness sekolah minggu Buddha?
1.4.3 Bagaimana model layak manajemen pembelajaran tematik mindfulness
sekolah minggu Buddha?
1.5 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model
manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah minggu Buddha. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1.5.1 Menganalisis model manajemen pembelajaran sekolah minggu Buddha
yang ada saat ini.
12
1.5.2 Menganalisis model hipotetik manajemen pembelajaran tematik
mindfulness sekolah minggu Buddha.
1.5.3 Menganalisis model layak manajemen pembelajaran tematik mindfulness
sekolah minggu Buddha.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun
praktis.
1.6.1 Manfaat Teoretis:
Guna teoretis pada perspektif akademis, penelitian ini akan
menghasilkan sintesis mengenai model manajemen pembelajaran
tematik mindfulness sekolah minggu Buddha sebagai sumbangan bagi
perkembangan ilmu manajemen kependidikan khususnya mengenai
penerapan teori manajemen pembelajaran tematik mindfulness.
1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi Lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan SMB dapat
menerapkan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness
dalam menyelenggarakan pendidikan SMB.
1.6.2.2 Bagi guru SMB dapat memberikan informasi guna menciptakan
meningkatkan kemampuan pembelajaran yang mindfulness dan
menggembirakan.
1.6.2.3 Bagi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha
Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai sumber implikasi
13
lembih lanjut dalam memberikan informasi guna menciptakan
peningkatan kemampuan manajerial SMB yang mengarah pada
kondisi efektif dan efisien.
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.7.1 Model manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah minggu
Buddha.
1.7.2 Panduan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah
minggu Buddha yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan penilaian/evaluasi pembelajaran yang mengacu pada
kurikulum SMB serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007
tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Produk yang dikembangkan adalah model manajemen pembelajaran
tematik mindfulnes SMB. Model ini dikembangkan berdasarkan rancangan
model Borg and Gall. Produk berbentuk buku panduan model manajemen
pembelajaran tematik mindfulness guru SMB menjelaskan: (1) perencanaan
pembelajaran tematik mindfulness; (2) pengorganisasian pembelajaran tematik
mindfulness; (3) pelaksanaan pembelajaran tematik mindfulness; (4) penilaian
atau evaluasi pembelajaran tematik mindfulness SMB.
Kerangka model terdiri atas: (1) rasional, tujuan, ruang lingkup,
pengertian konsep, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
14
penilaian/evaluasi. (4) Perencanaan pembelajaran yang meliputi analisis KI-
KD, tema dan sub-tema, rumusan tujuan, struktur program; silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, materi, metode, media, buku panduan dan
pegangan; (6) pengorganisasian pembelajaran meliputi jenis kegiatan
pengorganisasian materi, peserta didik, media, jadwal, tempat, sarana
prasarana; (7) pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti,
dan penutup; (8) penilaian/evaluasi pembelajaran meliputi penilaian program
proses, penilaian berkaitan dengan pengembangan sosial atau moral,
pengembangan mental, pengembangan pengetahuan, dan pengembangan fisik
(keterampilan fisik).
1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.8.1 Asumsi Pengembangan
Pengembangan model ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
Pertama, paradigma baru manajemen pendidikan SMB memberikan
kewenangan kepada lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan
nonformal SMB agar melaksanakan pembelajaran efektif dan efisien.
Kompitmen penyelenggara pendidikan SMB fokus terhadap
pengembangan pendidikan SMB dengan memperhatikan tingkat
kompetensi gurunya.
Kedua kewenangan guru SMB mampu memberdayakan
lingkungan pendidikan SMB untuk pendukung peningkatan kualitas
pendidikan secara berkelanjutan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip
15
sebagai berikut: (1) peserta didik akan belajar lebih semangat dan giat
apabila kegiatan yang dilakukan menarik dan menyenangkan, (2) tujuan
pembelajaran disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta
didik sehingga mengetahui tujuan SMB, pesertra didik juga terlibat
lansung dalam proses pembelajaran; (3) mengusahakan untuk memenuhi
kebutuhan sesuai perkembangan peserta didik SMB.
Ketiga, salah satu indikator guru SMB yang profesional adalah
mampu mengukur karakteristik peserta didik, menggambarkan
kebutuhan dan potensi individu, mengidentifikasi perbedaan individu,
merekam dan mendiseminasikan data yang dihasilkan. Keempat,
peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui pengembangan
SDM. Sebuah program pengembangan SDM akan berhasil apabila ada
kejelasan sasaran. Kompetensi guru SMB merupakan sasaran
pengembangan SDM agar kompetensinya meningkat sehingga dapat
bekerja secara profesional.
Kelima, pembelajaran tematik mindfulness merupakan upaya
untuk melakukan perubahan pada individu untuk, pengembangan fisik
(kāya bhāvanā), pengembangan sosial atau moral (sīla bhāvanā),
pengembangan mental (citta bhāvanā) dan pengembangan pengetahuan
(paññā bhāvanā).
16
1.8.2 Keterbatasan Pengembangan
Keterbatasan pengembangan model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness SMB adalah sebagai berikut: (1) Pengembangan model
manajemen pembelajaran tematik mindfulness ini terbatas pada lingkup
pembelajaran SMB. Sehingga hasil pengembangan ini tidak secara
otomatis dapat mengatasi masalah-masalah kurangnya penguasaan pada
kompetensi guru SMB. (2) Pengujian model ini hanya dilakukan pada
praktisi, ahli SMB, akademisi, sehingga membutuhkan uji yang lebih
luas. (3) Pengembangan model ini mengikuti langkah-langkah penelitian
dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall, namun dalam
penelitian ini tidak mengikuti 10 langkah penelitian Borg and Gall, tetapi
hanya 5 langkah yang digunakan, yaitu: (1) melakukan studi pustaka dan
studi pendahuluan, (2) menyusun desain model, (3) validasi ahli; (4)
revisi, (5) menghasilkan model layak. Belum dilakukan ujicoba diperluas
dan diseminasi serta implementasi produk.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS,
DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian manajemen pembelajaran
tematik mindfulness sekolah minggu Buddha (SMB) masih terbatas jumlahnya.
Namun secara terpisah ditemukan beberapa penelitian yang relevan dan
mendukung penelitian ini. Penelitian manajemen pembelajaran tematik yang
dilakukan oleh Amanaturrakhmah (2017:159; Puspita 2016:884; Syaifuddin
2017:139; Syaifudin 2017:3) untuk melakukan analisa perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, dan hubungan antara perencanaan dengan pelaksanaan
dan penilaian menunjukan hasil perencanaan (60%), pelaksanaan (49%), dan
penilaian (64%) pembelajaran dalam kategori baik. Hubungan antara
perencanaan dan pelaksanaan dalam berkorelasi signifikan (0,906) dan
perencanaan dengan penilaian juga berkorelasi signifikan (0,889). Terdapat
perbedaan yang signifikan penggunaan pembelajaran tematik dengan
pembelajaran konvensional (Nurlaela et al. 2018:7) hasil belajar tematik lebih
tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Implementasi
pembelajaran tematik (Pratiwi & Widagdo 2017:277) terdiri dari 4 aspek yaitu
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan hambatan diperoleh persentase
63,54% dalam kategori baik (Utomo, Supriyanto, & Rohmah 2017:115). Hasil
17
18
penelitian ini mendukung penelitian tentang analisis manajemen pembelajaran
tematik mindfulness.
Perencanaan pembelajaran tematik, guru melakukan berbagai persiapan
dengan cara membreakdown dari kurikulum, kemudian menyusun program
tahunan, program semester, silabus, dan rencana program pembelajaran (RPP)
(Utami 2018:191; Suwakul 2014:81; Upayanto 2017:22; Fu’adi 2014:24).
Perencanaan pembelajaran tematik sebagai prinsip dasar mengacu pada silabus
yang disediakan oleh pihak sekolah (Amakae 2016:479; Haenilah 2017:81;
Natajaya 2015:599) guru memahami perencanaan dengan baik (Apriyanti
2017:117). Penelitian ini memberikan dukungan implementasi model
manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB, dalam fungsi
perencanaan proses pembelajaran tematik mindfulness (holistik) SMB.
Hasil eksperimen pelaksanaan pendekatan proses terhadap
pembelajaran tematik di sekolah menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara pre-test dan post-test dengan hasil yang cukup tinggi. Terdapat pengaruh
hasil belajar antara kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan proses
dengan kelas kontrol menggunakan pendekatan konvensional (Sari 2017:111),
guru memiliki kesiapan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik (Wangid
2013:175; Masdiana 2013:190). Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu
telah memunculkan karakteristik pembelajaran yang menggunakan panduan
pembelajaran, kompetensi dasar (KD) memiliki materi tersendiri (Puspita
2016:884). Pelaksanaan pembelajaran tematik dengan menerapkan indikator
19
context, input, process dan product (Abduh, Nugroho, and Siskandar 2014:6;
Erni 2006:263).
Temuan Min (2012:273) guru yang menggunakan pendekatan tematik
dalam pembelajaran keterampilan hidup terpadu menunjukkan hubungan yang
signifikan antara tingkat pemahaman guru terhadap pendekatan tematik dan
praktik secara konstan. Pengalaman guru dalam pembelajaran tidak jauh
berbeda dengan praktik pendekatan tematik. Pendekatan tematik berimplikasi
positif bagi siswa terutama untuk menciptakan pemikiran kreatif, kritis, dan
inovatif (Winarsih 2017:34). Pembelajaran tematik memberikan banyak
peluang untuk mengeksplorasi dan eksperimen, dimana fenomena dan
hubungan baru dapat dilihat dan dipelajari peserta didik (Björklund and
Ahlskog-Björkman 2017:12). Pembelajaran tematik terintegrasi membuat
proses pembelajaran sangat menyenangkan bagi guru dan peserta didik
(Syaifudin et al. 2017:1). Pendekatan Tematik memberikan kesempatan yang
luas untuk mengekspresikan diri sesuai dengan perkembangan (Varun A
2014:51). Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan (joyful
learning) (Christie 2015:60; Amanaturrakhmah 2017:160; Hapidin 2018:65;
Viantari 2015:77) pengetahuan yang holistik (tematik), memberikan
pengalaman langsung (direct experiences) kepada peserta didik (Rahayu
2014:65; Fatchurrohman 2015:332; Murfiah 2017:60). Guru dapat mengelola
pembelajaran yang aktif, kreatif, dan bermakna (Pujiastuti 2017:197).
Beberapa hasil penelitian ini mendukung pembelajaran tematik mindfulness
SMB.
20
Pembelajaran tematik membantu guru lebih kreatif (Khofiatun, Akbar,
& Ramli 2016:987; Nurkhayati & Santi 2017:93; Putinella 2017:19),
berpengaruh terhadap kreativitas guru sebesar 77,3% sisanya 22,7% kreativitas
guru dipengaruhi oleh faktor lain. Peran kompetensi pedagogik guru dalam
proses pembelajaran berpengaruh terhadap hasil pembelajaran tematik
dikelasnya. Peran guru dalam mengelola pembelajaran tematik membutuhkan
kreativitas yang tinggi (Khofiatun 2016:987; Indriani 2015:93; Batubara
2017:57). Penelitian ini mendukung pelaksanaan proses pembelajaran tematik
mindfulness terpadu (holistik) SMB. Kesiapan kompetensi guru SMB dalam
menerapkan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness.
Model pembelajaran tematik integrative untuk membentuk karakter
anak sudah diuji kelayakan dan keefektifannya bahwa pembelajaran tematik
dapat meningkatkan keaktifan (Ananda and Fadhilaturrahmi 2018:20; Amry
and Badriah 2018:255; Abduh, Nugroho, and Siskandar 2014:1) mendorong
partisipasi aktif (Nurmin and Kartowagiran 2013:188), peserta didik pada
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tematik terintegrasi membuat
pembelajaran sangat menyenangkan bagi guru dan peserta didik. Pendekatan
tematik memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk
mengekspresikan diri sesuai dengan usia perkembangannya (Varun A 2014:51)
implementasi pendekatan pembelajaran tematik relatif efektif di sekolah
(Abduh et al. 2014:1).
Penelitian mindfulness mengambil peran utama dalam sistem
pendidikan saat ini. Hasil penelitian Albrecht (2018:1) Teaching Mindfulness
21
with Children: Being a Mindful Role Model menemukan bahwa peserta didik
merasa terhubung dengan praktik mindfulness. Mereka merasakan menjadi
pondasi untuk menjadi role model mindfulness dan pembelajaran mindfulness
pada peserta didik. Penelitian ini dapat dijadikan dasar pijakan untuk
mengembangkan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness di
SMB yang berhubungan dengan pengembangan mental (citta bhāvanā).
Penelitian ilmiah membuktikan bahwa mindfulness dapat mengembangkan
keterampilan hidup bagi peserta didik (Ager, Albrecht, and Cohen 2015:896).
Teknik mindfulness membantu memusatkan perhatian dan memiliki potensi
untuk meningkatkan kesejahteraan peserta didik. Praktik mindfulness berpusat
pada kesadaran, pikiran, tubuh, emosi, dan pengembangan pribadi.
Mindfulness (Lau and Hue 2011:317) memberikan dukungan dan
mendorong efektivitas dalam meningkatkan potensi dan kondisi psikososial
remaja, penurunan gejala depresi dan peningkatan pertumbuhan yang
signifikan, serta kesejahteraan pribadi. Mengurangi stres, gejala depresi (Ager
2015:912; Raes et al. 2013:1), mengatasi kemarahan (Albrecht 2018b:1)
peningkatan dimensi kebahagiaan dan kesejahteraan peserta didik.
Mendukung pengembangan karakter seperti empati, kesadaran diri, dan
kepedulian lingkungan. Meningkatkan kesehatan mental (Foody and Samara
2018:7; Kuyken et al. 2017:1) yang lebih tinggi, memusatkan perhatian pada
tubuh atau fisik, pikiran, emosi, membantu penyelesaian konflik dan tekanan
(Hartel, Nguyen, and Guzik 2019:114).
22
Intervensi mindfulness kepada remaja dapat meningkatkan
kesejahteraan emosional, mencegah perilaku bermasalah, dan mencegah
timbulnya tantangan seumur hidup (Bluth et al. 2015:1). Memiliki efek
pencegahan utama pada stres (Britton et al. 2014:13), kesejahteraan, dan
perilaku pada peserta didik (Van de Weijer-Bergsma et al. 2014:238). Gejala
depresi menurun pada awal moderasi, baik tindakan impulsive, maupun respon
stress. Intervensi mindfulness pada remaja dilaporkan dapat menurunkan
tingkat yang lebih rendah dari gejala depresi awal, sehingga dapat
meningkatkan kontrol diri remaja (Gould et al. 2010:968).
Mindfulness dapat meningkatkan keterampilan pengaturan perhatian
penuh pada peserta didik (Carboni, Roach, and Fredrick 2013:248), maka
sistem dan manajemen mindfulness dapat dipertimbangkan (Jarutawai et al.
2014:126) untuk mendukung manajemen sistem informasi kinerja kolektif
(Khan, Lederer, and Mirchandani 2013:95). Pelatihan mindfulness secara
online dapat membantu mengembangkan pengambilan keputusan yang
bijaksana sebagai keterampilan guru dalam membantu manajemen kelas dan
pemecahan masalah sosial (Boulware et al. 2019:8; Schonert-Reichl and
Lawlor 2010:237).
Penelitian tentang pengalaman hidup menggunakan mindfulness dapat
meningkatkan kesejahteraan pribadi, stres berkurang, dan memusatkan
perhatian peserta didik yang lebih besar pada pelajaran (Bernay 2014:58).
Pelatihan mindfulness pada guru, dapat meningkatkan kesejahteraan guru
pemula dan meningkatkan retensi pekerjaan. Terbukti menjadi komponen yang
23
berpotensi dan berharga bagi program pendidikan guru. Pelatihan guru berbasis
ilustratif menunjukkan bahwa pelatihan pribadi tentang keterampilan
mindfulness dapat meningkatkan kesejahteraan guru dan mengajarkan self-
efficacy, serta kemampuan untuk mengelola kelas, membangun dan
mempertahankan dukungan terhadap peserta didik (Meiklejohn et al.
2012:291). Peningkatan dalam memori kerja, perhatian, keterampilan
akademik (Bernay 2014:1), keterampilan sosial, emosional, harga diri,
peningkatan suasana hati, menurunkan kecemasan, stres, dan kelelahan (Burke
2010).
Mindfulness dapat meningkatkan perilaku positif guru, yang memiliki
implikasi praktik terhadap peningkatan manajemen kelas, lingkungan belajar
untuk peserta didik (Black and Fernando 2014:1242). Para guru dapat
mengembangkan pengelolaan diri untuk memenuhi tuntutan kognitif, sosial,
dan emosional. Menumbuhkan kesadaran dan ketahanan dalam pendidikan
(CARE) adalah program pengembangan profesional yang dirancang untuk
mengurangi stres dan meningkatkan kinerja guru (Benn et al. 2012:1476).
Mindfulness juga dapat membantu guru untuk melestarikan sumber daya
motivasi dan pengaturan diri yang berharga untuk investasi dalam berhubungan
dengan peserta didik serta proses pembelajaran di kelas.
Program mindfulness training (MT) untuk guru, dapat menumbuhkan
mindfulness dan aplikasi untuk manajemen stress, tuntutan sosial-emosional
pembelajaran, sebagai bentuk pengembangan keprofesian guru yang bertujuan
untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah umum. Mindfulness training
24
dihipotesiskan untuk mempromosikan "kebiasaan berpikir" guru, dan
kesehatan, kesejahteraan, kapasitas kerja untuk menciptakan serta
mempertahankan hubungan yang mendukung peserta didik, iklim kelas yang
kondusif, keterlibatan dan pembelajaran (Roeser et al. 2012:1). Guru
diharapkan untuk memberikan dukungan responsif secara emosional kepada
semua peserta didik, menumbuhkan lingkungan kelas yang hangat dan
memelihara model regulasi emosi yang patut dicontoh, melatih siswa melewati
situasi konflik dengan perhatian dan kepekaan, mengelola perilaku menantang
dari meningkatnya jumlah siswa yang terganggu, dan menangani
meningkatnya tuntutan standar test (Jennings 2011:133).
Beberapa penelitian terkait dengan pengembangan model manajemen
pembelajaran tematik mindfulness SMB belum banyak, bahkan sangat minim.
Namun secara parsial dapat dibangun dari beberapa penelitian terkait sebagai
dasar pengembangan awal model ini. Penelitian yang dilakukan Duffy (2016)
tentang Contemplating Mindfulness at Work: An Integrative Review
menunjukan hasil bahwa aktivitas mindfulness secara mendasar berhubungan
dengan banyak aspek fungsi di tempat kerja, dan berkembang ke dalam
kerangka kerja manajemen. Penelitian ini mengidentifikasi bagaimana
mindfulness mempengaruhi efek domain fungsional kognisi, emosi, perilaku,
dan fisiologi. Hasil Penelitiannya berdampak di tempat kerja pada kinerja,
hubungan, dan kesejahteraan. Mindfulness juga dapat mempengaruhi praktik
manajemen melalui strategi seleksi, pelatihan, dan desain. Mindfulness
meningkatkan kualitas psikososial positif, menjadi alat penilaian yang menarik
25
untuk keputusan personil, seleksi pekerjaan, perhatian terfokus, pengaturan
diri, dan sensitivitas antarpribadi.
Program mindfulness banyak dipergunakan sehubungan dengan
pengaturan pekerjaan. Program yang divalidasi dengan baik, dapat diadaptasi
tanpa menggunakan pengetahuan khusus tentang bagaimana dan mengapa
program bekerja. Penelitian terapan di masa depan adalah menemukan cara
merancang dan menargetkan mindfulness secara optimal di tempat kerja
dengan tepat dan keberlanjutan. Mindfulness memiliki banyak aspek,
pengalaman praktik, instruksi didaktik, dan dukungan sosial.
Mindfulness, didefinisikan dalam istilah dasar sebagai perhatian dan
kesadaran saat ini meningkat (Brown and Ryan 2003). Organisasi seperti
Google, Aetna, Mayo Clinic, dan Angkatan Darat (AD) menggunakan
mindfulness untuk meningkatkan fungsi di tempat kerja (Jha et al. 2015).
Alasan sederhana dan menarik mindfulness memiliki dampak positif secara
luas pada fungsi manusia (Brown, Ryan, and Creswell 2007). Penelitian dalam
disiplin ilmu seperti psikologi, ilmu saraf, dan kedokteran memberikan banyak
bukti bahwa mindfulness mempengaruhi perhatian, kognisi, emosi, perilaku,
dan fisiologi dengan cara yang positif. Literatur mindfulness berkembang
dengan cepat, menyebar ke berbagai disiplin ilmu dan jurnal, secara teknis
kompleks, dan cenderung berorientasi ke arah efek positif, semuanya merujuk
pada pentingnya tinjauan kritis dan sistematis dari mindfulness dan dampak
potensial pada bidang manajemen.
26
Penelitian Karen Ager (2015) Mindfulness in Schools Research Project:
Exploring Students Perspectives of Mindfulness menjelaskan bahwa penerapan
mindfulness menjadi bagian umum dari kurikulum di ruang kelas di seluruh
dunia. Survei terbaru menunjukkan bahwa hampir 50% guru berbagi
mindfulness dengan anak-anak. Analisis tematik digunakan untuk memahami
dan menafsirkan 38 jurnal mindfulness peserta didik sekolah dasar. Temuan
menunjukkan bahwa mindfulness meningkatkan wellbeing peserta didik dan
membantu mengembangkan kesadaran penuh terhadap tubuh, pikiran, dan
emosi. Rekomendasi penelitian lanjut diperlukan untuk menentukan
bagaimana praktik mindfulness dapat meningkatkan, mempertahankan
wellbeing peserta didik dalam pembelajaran.
Studi penelitian kualitatif menggunakan pendekatan grounded theory
untuk menjelaskan nilai tambah dari mindfulness-based wellness education
(MBWE) dalam tiga bidang utama pendidikan guru: pengembangan disposisi,
pengetahuan konten, dan inventaris instruksional. Hasil wawancara
pengembangan program menuangkan lima tema utama: (1) identitas pribadi
dan profesional, praktisi reflektif, (3) pembelajaran konstruktivisme dan visi
pengajaran holistik, (4) sosial dan kompetensi emosional dalam praktikum, dan
(5) keterlibatan dalam pendidikan guru. Temuan tambahan menguraikan
komponen kunci kurikuler dan pedagogis dari program MBWE yang
memfasilitasi pembelajaran calon guru. Akhirnya, model holistik kesejahteraan
pedagogis menghadirkan jalan untuk memahami integrasi kesejahteraan yang
penuh perhatian ke dalam pendidikan guru (Soloway 2011:ii).
27
Penelitian Slutsky (2019) tentang Mindfulness Training Improves
Employee Well-Being: A Randomized Controlled Trial. Tujuan penelitian ini
adalah intervensi perilaku untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja
karyawan. Mindfulness telah disarankan sebagai salah satu jenis intervensi
yang dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, uji coba dengan kelompok kontrol
secara acak terhadap karyawan (n = 60) untuk membandingkan efek dari
program pelatihan mindfulness 6 minggu dengan program pelatihan
mindfulness setengah hari untuk kesejahteraan karyawan. Meskipun kedua
kelompok meningkat secara sebanding pada produktivitas pekerjaan,
kelompok pelatihan mindfulness 6 minggu memiliki peningkatan yang lebih
besar fokus perhatian di tempat kerja dan berkurangnya konflik dalam
pekerjaan, serta peningkatan kepuasan kerja dibandingkan dengan pelatihan
kelompok setengah hari. Temuan ini menunjukkan bahwa pelatihan
mindfulness mendorong peningkatan persepsi produktivitas kerja, program
pelatihan mindfulness jangka panjang diperlukan untuk meningkatkan fokus,
kepuasan kerja, dan hubungan positif dalam bekerja. Secara umum, pendekatan
holistik untuk mindfulenss dapat fleksibel, kreatif, dan memenuhi kebutuhan
dan tujuan spesifik orang (Gause and Coholic 2010:1)
Hasil penelitian yang telah dipaparkan dapat dijadikan dasar pijakan
untuk melakukan pengembangan model pembelajaran tematik mindfulness
mindfulness. Model pengembangan fisik, sosial/moral, mental dan
pengetahuan (kebijkasanaan). Posisi penelitian ini adalah penelitian awal dari
pengembangan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB.
28
2.2 Kerangka Teoretis
2.2.1 Konsep Model Manajemen Pembelajaran Tematik
Manajemen merupakan proses pelaksanaan manajerial untuk mengatur
serangkaian aktivitas agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Manajemen
pembelajaran merupakan segala usaha pengaturan proses perancanaan,
pelaksanaan, penilaian atau evaluasi, dan pengawasan proses pembelajaran.
Menurut Richard (2010:6) menjelaskan menajemen adalah pencapaian tujuan-
tujuan organisasi secara efektif dan efisien melalui perencanaan (design),
pengelolaan, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi.
Pembelajaran menurut Schunk (2012:3) learning is an enduring change in
behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from
practice or other forms of experience. Pembelajaran merupakan perubahan
yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan
cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman
lainnya. Pembelajaran dalam konsep ini mengandung tiga kreteria (1)
pembelajaran melibatkan perubahan, (2) pembelajaran bertahan lama seiring
dengan waktu, (3) pembelajaran terjadi melalui pengalaman.
A model of teaching is a way of building a nurturant and stimulating
ecosystem within which the students learn by interacting with its components.
Various models pull students into particular types of content (knowledge,
values, skills) and increase their competence to grow in the personal, social,
and academic domains (Joyce, Weill, and Calhoun 2015:5).
29
Model pembelajaran adalah cara membangun asuhan dan menstimulasi
ekosistem di mana di dalamnya para peserta didik belajar dengan berinteraksi
dengan komponen-komponennya. Berbagai model menarik para peserta didik
ke dalam tipe-tipe konten tertentu (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-
keterampilan) dan meningkatkan kompetensinya agar tumbuh dalam tataran
kepribadian, sosial, dan akademis.
Model pembelajaran adalah pendekatan yang spesifik dalam mengajar
yang memiliki tiga ciri yaitu tujuan, fase, dan fondasi (Eggen and Kauchak
2016:7). Tujuan dimaksudkan bahwa model pembelajaran dirancang untuk
membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
memperoleh pembahaman mendalam tentang bentuk sepesifik materi. Fase
merupakan model pembelajaran mencakup serangkaian langkah-langkah yang
bertujuan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang
spesifik. Fondasi adalah model pembelajaran didukung teori dan penelitian
tentang pembelajaran dan motivasi.
Model pembelajaran adalah cara membangun asuhan dan menstimulasi
ekosistem di mana para peserta didik belajar dengan berinteraksi dengan
komponen-komponennya. Berbagai model menarik para peserta didik ke
dalam tipe-tipe konten tertentu (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-
keterampilan) dan meningkatkan kompetensinya agar tumbuh dalam tataran
kepribadian, sosial, dan akademis (Joyce, Weill, and Calhoun 2015:5).
Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema
30
atau topik sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan
dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait
(Fogarty, 2009:54). Model pembelajaran tematik mindfulness merupakan
pembelajaran tematik yang memadukan empat pengembangan yaitu
pengembangan fisik, pengembangan sosial atau moral, pengembangan mental
(batin), dan pengembangan pengetahuan atau kebijaksanaan. Penentuan tema
dapat dilakukan oleh guru melalui tema kontektual yang telah tersusun dalam
kurikulum. Karakteristik pembelajaran temakik mindfulness berbasis
pembelajaran holistik (terpadu), pembelajaran ini menitikberatkan dalam
pembahasan temanya mengaitkan empat pengembangan menjadi satu kesatuan
atau terpadu.
Proses belajar melihat perubahan, seiring dengan waktu, dan dapat
bertahan malalui pengalaman. Pembelajaran disarikan dari kitab Majjhima
Nikāya (M.II.170) menghasilkan pengalaman dan pengetahuan berdasarkan
pada keyakinan (saddhā), persetujuan (ruci), tradisi lisan (anussava),
penalaran (ākāparivitakka), dan penerimaan pandangan melalui perenungan
(diṭṭhinijjhānakkhanti). Tidaklah tepat bagi seseorang yang cerdas, melindungi
kebenaran, mengambil kesimpulan secara kategoris bahwa hanya inilah yang
benar, dan semua yang lainnya keliru…. Jika seseorang telah mendengar,
kemudian mengatakan inilah yang telah aku dengar, ia melindungi kebenaran,
secara kategori mengambil kesimpulan bahwa hanyalah ini yang benar, dan
semua yang lainnya keliru.
31
Pembelajaran melibatkan perubahan dalam perilaku atau dalam
kapasitas berperilaku. Perubahan cara pandang terhadap dirinya sendiri,
dikatakan belajar ketika mampu melakukan suatu hal dengan cara yang
berbeda. Sementara harus ingat bahwa pembelajaran itu berkenaan dengan
penarikan kesimpulan bahwa keniscayaan hukum perubahan memungkinkan
peserta didik bisa maju dan perkembangan. Pembelajaran dinilai berdasarkan
apa yang diucapkan, dituliskan, dan dilakukan. Akan tetapi perlu dipahami
bahwa pembelajaran melibatkan berubahnya kapasitas untuk berperilaku
dengan cara tertentu karena tidak biasa mempelajari suatu keterampilan,
pengetahuan, keyakinan, atau perilaku tanpa mempraktikkannya pada saat
pembelajaran sedang berlangsung.
Pencerahan terhadap perubahan dalam kitab Dighā Nikāya (D.II.100)
dapat dilakukan dengan pelatihan pengembangan kesadaran penuh
(mindfulness) pada tubuh, perasaan, pikiran, serta berbagai fenomena.
Pemahaman atau pengertian baru terhadap realitas fisik dan mental hanya dapat
dicapai dengan pengamatan atau perhatian langsung. Perhatian langsung
adalah sesuatu yang nyata dan tertuju pada akar masalah sehingga
menghasilkan pandangan yang sangat berguna. Perhatian yang ditingkatkan
akan membawa pada pemahaman dan pemecahan masalah secara tuntas.
Pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu, dimaksudkan bahwa
perubahan perilaku membutuhkan proses waktu secara berkesinambungan dan
konsisten. Contoh sikap kritis yang sama dipakai oleh Buddha menghadapi
teori kaum rasionalis. Buddha mengemukakan bahwa jika seorang guru yang
32
mengajarkan kebenaran tergantung pada laporan, wahyu, tradisi, otoritas kitab
suci, orang bisa ingat sebagian dan lupa sebagian lagi, dapat benar, dapat juga
keliru. Jika guru itu seorang pemikir dan peneliti, ia mengajarkan hasil dari
pemikiran dan spekulasi, mungkin ada yang benar, mungkin juga ada yang
keliru di kutik dari kitab Majjhima Nikāya Sandaka Sutta (M.I.520). Benar atau
salahnya suatu teori mengenai realitas tidak dapat diputuskan oleh konsistensi
pikiran. Kadangkala suatu teori yang telah dipikirkan dengan baik dapat keliru
setelah dibandingkan terhadap kesatuan kenyataan dan teori yang dipikirkan
tidak baik dapat benar. Ada perbedaan pendapat tentang berapa lama
perubahan harus bertahan untuk dapat disebut sebagai hasil pembelajaran,
tetapi kebanyakan orang sepakat bahwa perubahan yang durasinya singkat
(misalnya: terjadi beberapa detik) tidak dapat dikualifikasikan sebagai
pembelajaran.
Pembelajaran terjadi melalui pengalaman, kriteria ini tidak mencakup
perubahan perilaku terutama terbentuk karena faktor keturunan seperti
kematangan pada anak-anak (misalnya: merangkak, berdiri). Meski demikian,
perbedaan antara proses kematangan dan pembelajaran sering tidak bisa
dipastikan secara jelas. Orang bisa saja memiliki bawaan lahir untuk
melakukan bentuk-bentuk perilaku tertentu, tetapi perkembangan sebenarnya
dari perilaku tertentu tergantung pada lingkungan. Proses perhatian
berkesinambungan bidang pendidikan mempunyai karakter fungsional dalam
latihan atau instruksi, pencapaian atau praktek dan kemajuan secara bertahap
(anupubbasikkhā anupubbakiriyā anupubbapatipadā) (M.II.134; D.I.63).
33
Memberikan yang benar kepada peserta didik, petunjuk awal yang mulia dalam
berbagai lapisan hidup dan pengertian mendalam ke dalam usaha, mengajarkan
bagaimana cara berbuat yang benar, hidup sukses, bahagia, dan membimbing
ke arah kemajuan yang menguasai semuanya, sejahtera dan makmur (Kp.134),
mengembangan kepribadian yang baik dengan perilaku dan pengetahuan
sempurna (D.I.124), dan mengakhiri penderitaan, serta selamat (It.40,53,104;
A.I.231).
Objektivitas diperlukan tidak hanya dalam fakta yang dianggap sebagai
kebenaran, namun juga dalam sikap dari orang yang mencarinya. Kebenaran
sejati adalah objektif dan seseorang dapat mendekatinya hanya dengan sikap
batin yang objektif. Kepada Ananda Buddha menyatakan bahwa pengetahuan
yang objektif atau pengetahuan tentang sesuatu seperti apa adanya, adalah
pengetahuan yang tertinggi (A.V. 37).
Ada enam kualitas yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang
lain, yaitu (1) memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran
yang bermanfaat; (2) mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah dipelajari; (3)
menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah diingat; (4) memahami makna
dan berlatih sesuai Dhamma; (5) pembabar yang baik dengan penyampaian
yang baik, memiliki ucapan yang dipoles, jernih, jelas, ekspresif dalam makna;
(6) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan
menggembirakan teman-temannya (A.IV. 297).
Pembelajaran (Johnson 2014:18) mengandung dua definisi pertama,
belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen.
34
Artinya, peran penggiat pendidikan-khususnya guru dan dosen adalah sebagai
pelaku perubahan (agent of change). Kedua, peserta didik memiliki potensi,
dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan
tanpa henti. Proses pembelajaran mengoptimalisasi potensi diri peserta didik
sehingga tercapailah kualitas yang ideal, apabila tidak dikatakan sempurna, dan
relatif permanen.
Pembelajaran merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi
didesain secara khusus demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal. Kegiatan
pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Penggunaan istilah
pembelajaran mempunyai dasar yang kuat, menyangkut perubahan filosofi
pendidikan. Pendidikan merupakan arti dan nilai kemanusiaan, hubungan antar
umat manusia, juga hubungan manusia dengan alam semesta. Buddhisme
adalah sistem pendidikan Buddha, tujuan pendidikan Buddhis adalah mencapai
kebijaksanaan yang sering disebut anuttara samyak sambodhi. Pendidikan
disini dimaksud untuk mengarahkan peserta didik Buddhis agar hidup selaras
dengan menjiwai Buddha Dharma.
Budaya pembelajaran adalah mempromosikan belajar, karena manajer
manajemen proses penting organisasi berkomitmen dan terlibat terus menerus.
Reynolds (2004 dalam Armstrong 2017:287) describes a learning culture as a
‘growth medium’, which will ‘encourage employees to commit to a range of
positive discretionary behaviours, including learning’ and which has the
following characteristics: empowerment not supervision, self-managed
learning not instruction, long-term capacity building not short-term fixes.
35
Menggambarkan budaya belajar sebagai pertumbuhan medium, yang akan
mendorong karyawan untuk berkomitmen sebagai perilaku diskresi positif,
termasuk belajar dan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
pemberdayaan bukan supervisi, swakelola belajar bukan instruksi, peningkatan
kapasitas jangka panjang bukan perbaikan jangka pendek.
Penerapan fungsi menajemen pembelajaran sebagai bagian dari
managemen sumber daya manusia seperti halnya menajemen umum yaitu (1)
fungsi perencanaan, (2) pengorganisasian (3) pelaksanaan (4) penilaian.
Identifikasi berhubungan dengan proses manajemen model pembelajaran
tematik mindfulness sekolah minggu Buddha meliputi: (1) perencanaan proses
pembelajaran tematik mindfulness SMB, (2) pelaksanaan proses pembelajaran
tematik mindfulness SMB, (3) pengorganisasian tema, materi, media, sarana
dan prasaranan, peserta didik dalam pembelajaran tematik mindfulness SMB,
(4) penilaian/evaluasi proses dan hasil pembelajaran tematik mindfulness
SMB.
2.2.1.1 Perencanaan Pembelajaran Tematik Mindfulness SMB
Perencanaan merupakan proses memerinci tujuan-tujuan yang akan dicapai
dan memutuskan di awal tindakan-tindakan tepat yang diperlukan untuk
mencapai tujuan (Bateman and Snell 2009:21; Daft 2017:7). Perencanaan
adalah proses penentuan tindakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan
pelatihan tenaga kerja adalah proses inti dari manajemen sumber daya manusia
yang direncanakan sebagai strategi organisasi dan memastikan jumlah SDM
36
dengan keterampilan, tempat, waktu yang tepat (link and match) untuk tujuan
organisasi jangka pendek dan jangka panjang (Armstong and Stephen
2014:216).
Perencanaan pembelajaran merupakan "gambaran besar" perencanaan
yang akan berlangsung dan didesain khusus untuk pelatihan. Sebagai contoh,
kebutuhan kompetensi yang berubah dari waktu ke waktu, kemampuan
beradaptasi, penyelesaian masalah, dan profesionalisme. Rencana
memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi kinerja sebelum kegiatan
dimulai sehingga kesesuaian ada kesesuaian dengan isu-isu strategis (Mathis
and Jackson 2011:257; Daft 2017:21).. Fungsi perencanaan manajemen SDM
adalah membantu pimpinan organisasi untuk memberi informasi yang lengkap
dan bentuk nasihat atau saran-saran yang berkaitan dengan pegawai.
Perencanaan strategis dapat memprediksi dan mengendalikan proses
perencanaan, utamanya yang bersifat inkremental dan linier. Strategi yang di
rekomendasikan adalah: (1) strategi jangka menengah hingga jangka panjang,
(2) strategi berkaitan dengan masalah-masalah mendasar atau penting, (3)
strategi berkaitan dengan data, (4) strategi sebagai templat yang menjadi tolak
ukur aktivitas sekarang. Jenis perencanaan meliputi (1) prosedur (procedure),
(2) metode (method), (3) standar (standard), (4) anggaran (budget), (5)
program (program), dan (6) faktor teknik (techno factor) (Terry 2012:218).
Pengorganisasian merupakan pengumpulan dan pengorganisasian
manusia, keuangan, hal-hal fisik, yang bersifat informasi, dan sumber daya
lainnya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi (Bateman and Snell
37
2009:21). Pengorganisasian merupakan proses menyusun struktur organisasi
dan bagaimana hubungan antara satu unit dengan unit lainnya. Jika organisasi
telah membentuk organisasi yang telah dilengkapi dengan fasilitas tertentu
untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.
Pengorganisasian pembelajaran secara fisik yaitu pengorganisasian tema dan
sub tema, materi pembelajaran, ruang dan sarana, media pembelajaran, dan
pengorganisasian peserta didik.
Pengorganisasian dalam fungsi manajemen melibatkan pembagian
kerja di antara orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan untuk
mencapai tujuan tertentu dan menerapkan strategi yang telah ditentukan.
Organisasi adalah fondasi seluruh struktur manajemen yang menjadi tulang
punggung manajemen. Setelah tujuan ditentukan dan rencana disiapkan,
langkah selanjutnya dalam proses manajemen adalah mengatur kegiatan untuk
melaksanakan rencana dan mencapai tujuan.
Jadi proses pengorganisasian ialah membentuk organisasi, kemudian
membaginya dalam unit-unit yang sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah
ditentukan, dan dilengkapi dengan pegawai serta ditambah dengan fasilitas-
fasilitas tertentu. Pengorganisasian ini juga akan ditemukan adanya fungsi-
fungsi yang berbeda pada unit-unit organisasi, tetapi mempunyai tujuan yang
sama, karena rumitnya hubungan antara unit-unit organisasi serta antara
jabatan-jabatan yang ada, maka pimpinan tertinggi (top manager)
mengharapkan agar pimpinan kepegawaian dapat memberi nasihat atau saran
organisasi secara keseluruhan.
38
Pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen
dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan
termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses
(Terry 2016:9). Pengorganisasian adalah proses menetapkan hubungan formal
diantara orang-orang dan sumbersumber ke arah mencapai tujuan.
Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan menyusun semua sumber
daya manusia yang direncanakan, sehingga kegiatan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
Pengorganisasian secara umum dilakukan dengan memilah-milah dan merinci
kegiatan ke dalam tugas-tugas pekerjaan yang sederhana, dilakukan
berulangkali.
Pengorganisasian merupakan proses menjalin hubungan di antara para
guru dan peserta didik dalam manajemen pendidikan SMB. Hubungan tersebut
dibuat dalam otoritas dan tanggung jawab. Mengorganisir berarti
menyelaraskan, mengoordinasikan atau mengatur secara logis dan teratur.
Setiap anggota dalam organisasi SMB adalah diberikan tanggung jawab atau
tugas tertentu untuk melakukan dan diberikan kewenangan yang sesuai dalam
melakukan tugasnya. Fungsi manajerial pengorganisasian terdiri dalam
membuat divisi yang rasional tentang pekerjaan ke dalam kelompok kegiatan
dan mengikat bersama posisi yang mewakili pengelompokan kegiatan untuk
mencapai struktur yang rasional, terkoordinasi dengan baik dan tertib dalam
pemenuhan pekerjaan. Langkah-langkah pengorganisasian meliputi penentuan
39
tujuan, pencacahan tujuan, klasifikasi kegiatan, penugasan, dan delegasi
kewenangan.
Pengorganisasian tema dan sub tema pada dasarnya adalah
mengorganisasi materi yang berhubungan dengan tema dan subtema.
Pengorganisasian tema dengan mengorganisasi materi mencakup memilih
materi dan menyusun materi. Memilih materi, pemilihan materi bukan hal yang
mudah. Sering kali guru kesulitan dalam memilih materi yang relevan dengan
tujuan pembelajaran. Kesulitan ini disebabkan oleh banyak sedikitnya materi
yang tersedia, Perubahan ilmu pengetahuan yang cepat, sehingga materi
pembelajaran berubah setiap saaat. Kemudian perbedaan kemampuan dan
karakteristik peserta didik.
Pengorganisasian dalam memilih materi pembelajaran dilakukan
dengan cara (1) mengidentifikasi dan menentukan pokok bahasa yang relevan
dengan tujuan pembelajaran. (2) Memerinci tema tersebut menjadi sub tema.
(3) Menyiapkan berbagai sumber untuk mendapatkan materi yang relevan
dengan materi masing-masing tema dan subtema. (4) Mengidentifikasi dan
menentukan materi yang benar-benar relevan dengan masing-masing tema dan
subtema.
Setelah materi dipilih, selanjutnya materi tersebut disusun sebagai satu-
kesatuan yang utuh dengan urutan yang logis. Oleh sebab itu dalam
penyusunan materi pembelajaran disusun dari materi yang sederhana kemateri
yang kompleks. Materi pembelajaran disusun dari materi yang mudah yang
materi yang sulit.
40
Fungsi menggerakan (actuating) merupakan usaha untuk menggerakan
anggota-anggota kelompok sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk
mencapai sasaran-sasaran lembaga yang bersangkutan untuk mencapai tujuan
(Terry 2012:313). Penggerakan atau pengarahan berarti memberi petunjuk dan
mengajak para pegawai agar mereka berkemauan secara sadar untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang telah ditentukan organisasi.
Pengarahan ini juga sering disebut dengan istilah lain, misalnya penggerakan
(actuating), motivasi (motivating), pemberian perintah (commanding). Jadi
yang ditekankan dalam pengarahan ini adalah agar pegawai bekerja sukarela
tanpa merasa dirinya dipaksa dan mau bekerjasama dengan pegawai lainnya
dalam organisasi.
Pengawasan berarti determinasi apa yang telah dilaksanakan,
maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan
tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
perencanaan (Terry 2012:395). Pengawasan berarti melihat, mengamati dan
menilai tindakan atau pekerjaan pegawai, apakah mereka benar- benar
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengendalian
membandingkan hasil yang dicapai pegawai dengan hasil atau target
direncanakan. Kalau terjadi penyimpangan dari rencana semula perlu
diperbaiki dengan memberi petunjuk-petunjuk kepada pegawai.
2.2.1.2 Pengorganisasian Pembelajaran Tematik Mindfulness SMB
Pengorganisasian terdiri dari pengorgansisasian tema dan subtema, sarana dan
41
presarana, media pembelajaran, peserta didik. Pengorganisasian tema dan sub
tema pada dasarnya adalah mengorganisasi materi yang berhubungan dengan
tema dan subtema. Pengorganisasian tema dengan mengorganisasi materi
mencakup memilih materi dan menyusun materi.
Memilih materi, pemilihan materi bukan hal yang mudah. Sering kali
guru kesulitan dalam memilih materi yang relevan dengan tujuan
pembelajaran. Kesulitan ini disebabkan oleh banyak sedikitnya materi yang
tersedia, Perubahan ilmu pengetahuan yang cepat, sehingga materi
pembelajaran berubah setiap saaat. Kemudian perbedaan kemampuan dan
karakteristik peserta didik.
Pengorganisasian dalam memilih materi pembelajaran dilakukan
dengan cara (1) mengidentifikasi dan menentukan pokok bahasa yang relevan
dengan tujuan pembelajaran. (2) Memerinci tema tersebut menjadi sub tema.
(3) Menyiapkan berbagai sumber untuk mendapatkan materi yang relevan
dengan materi masing-masing tema dan subtema. (4) Mengidentifikasi dan
menentukan materi yang benar-benar relevan dengan masing-masing tema dan
subtema.
Setelah materi dipilih, selanjutnya materi tersebut disusun sebagai satu-
kesatuan yang utuh dengan urutan yang logis. Oleh sebab itu dalam
penyusunan materi pembelajaran disusun dari materi yang sederhana kemateri
yang kompleks. Materi pembelajaran disusun dari materi yang mudah yang
materi yang sulit.
42
Pengorganisasian sumber belajar berupa segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mempelajari bahan dan pengalaman
belajar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sumber belajar yang
mendukung terjadinya proses pembelajaran, termasuk sistem pelayanan,
bahan pembelajaran, dan lingkungan.
Pengorganisasian Sarana dan Presarana yaitu Ruang kelas dengan
fungsi ruang untuk tempat kegiatan pembelajaran, praktek yang tidak
memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah
dihadirkan. Ruang kelas memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan
yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar
ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan
guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan
baik saat tidak digunakan. Ruang kelas dilengkapi sarana antara lain meja dan
kursi guru, meja dan kursi siswa, almari, papan tulis, tempat sampah, jam
dinding, soket listrik, dan sarana lain yang menunjang pembelajaran.
Pengaturan ruang kelas: penataan ruang perlu disesuaikan dengan tema
yang sedang dilaksanakan; susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah
disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung; peserta
didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet; dinding
kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan
dimanfaatkan sebagai sumber belajar; alat, sarana, dan sumber belajar
hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan
dan menyimpannya kembali.
43
Pengorganisasian sarana dan prasarana dengan (1) menetapkan
kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana.
(2) Program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu pada Standar Sarana
dan Prasarana dalam hal: merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan
sarana dan prasarana pendidikan; mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan
sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan;
melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di SMB;
pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan
kesehatan dan keamanan lingkungan.
Pengorganisasian Media Pembelajaran, berhubungan dengan
kepiawaian Buddha dalam pengorganisasian media dapat membantu para para
siswa mencapai kemajuan batin yang cepat. Contoh media yang dipergunakan
oleh Buddha dalam proses pembelajaran adalah manusia, materi, simbul,
lingkungan alam atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
peserta didik mampu memperoleh kebijaksanaan (paññā) atau pengetahuan,
keterampilan (pengembangan fisik), atau sikap (pengembangan sosial dan
mental).
Buddha menggunakan media visual dan audio kepada bhikkhu
Culapanthaka dengan membawanya dan menyuruhnya duduk di depan
Gandhakuti. Kemudian Beliau memberikan selembar kain bersih kepada
Culapanthaka, dan menyuruhnya untuk duduk menghadap ke Timur dan
menggosok-gosok kain itu. Pada waktu bersamaan, dia harus mengulang kata
Rajoharanam, yang berarti membersihkan kekotoran (taking on impurity).
44
Dalam waktu yang singkat mata batinnya terbuka, dan ia mencapai tingkat
kesucian arahat, bersamaan dengan memiliki pandangan terang analitis
(DhA.25).
Pengorganisasian peserta didik SMB dimulai dari menyusun dan
menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan
peserta didik yang meliputi (1) kriteria calon peserta didik Adi Sekha, Culla
Sekha, Majjhima Sekha, dan Maha Sekha.
Penerimaan peserta didik SMB dilakukan (1) secara obyektif,
transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan SMB; (2) tanpa
diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, etnis, status sosial, kemampuan
ekonomi, (30 sesuai dengan daya tampung SMB, (3) Orientasi peserta didik
baru yang berupa pengenalan lingkungan dan aturan-aturan SMB. Sekolah
Minggu Buddha memberikan bimbingan dan layanan (1) konseling kepada
peserta didik; (2) melakukan pembinaan prestasi unggulan; (3) pengembangan
bakat dan minat.
2.2.1.3 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Mindfulness SMB
Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan proses pembelajaran sebagai
unsur inti dari aktivitas pembelajaran tematik mindfulness yang dalam
pelaksanaannya menyesuaikan dengan perencanaan. Secara prosedural terdiri
dari langkah-langkah kegiatan awal, inti, dan penutup. Kegiatan awal
merupakan proses menarik perhatian peserta didik.
45
Pertama, pada kontek empat pengembangan (fisik, sosial, mental, dan
kebijaksanaan) dengan mengkondisikan peserta didik melakukan doa dan
mindfulness. Implikasi dalam pengembangan fisik, guru mengoptimalkan
fungsi panca indera saat mengamati, mendengar, berucap/berkata, bertindak,
dilakukan dengan sepenuh hati (sīla) dengan penuh perhatian (mindfulness).
Mengkonfirmasi kesiapan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran.
Meyakinkan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan melakukan
interaksi yang menyenangkan dan menggembirakan.
Kedua, menumbuhkan motivasi peserta didik dengan membangun
suasana akrab, misalnya menyapa dengan hangat (kekeluargaan),
menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi. Mengaitkan pengalaman belajar
yang telah dialami dengan rencana kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Ketiga, memberikan rambu-rambu atau acuan tentang kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan, mengemukakan tujuan dan indikator
pencapaian pembelajaran dengan tetap menjada kondisi peserta didik
mindfulness.
Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok pembelajaran, yaitu
pembahasan tema dan subtema melalui berbagai kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan beberapa strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan media
pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman bermakna atau
pencerahan belajar (pengembangan kebijaksanaan).
Guru SMB menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran untuk
menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, peserta didik dapat
46
belajar aktif tentang tema-tema dan subtema. Selama proses pembelajaran,
peserta didik dapat mengamati obyek nyata berupa benda nyata atau
lingkungan sekitar, melaporkan hasil pengamatan, melakukan permainan,
berdialog, bercerita, mengarang, membaca sumber-sumber bacaan, bertanya
dan menjawab, dan bermain peran. Selama proses pembelajaran guru
memberikan umpan agar peserta didik berusaha mencari jawaban dari
permasalahan yang dipelajari.
2.2.1.4 Penilaian/Evaluasi Pembelajaran Tematik Mindfulness SMB
Kualitas pendidikan dapat diketahui melalui kualitas proses pembelajaran dan
kualitas system penilaian pendidikan nonformal SMB (PPNF-SMB). Kualitas
sistem penilaian PPNF-SMB yang baik akan mendorong pendidik untuk
menentukan strategi pembelajaran yang baik dalam memotivasi peserta didik.
Upaya peningkatan pendidikan nonformal SMB dibutuhkan adanya kualitas
sistem penilaian sebagai amanat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Tahun 2003 pasal 58 ayat (1) yang menyatakan bahwa evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Melalui model pengembangan pembelajaran tematik mindfulness ini
untuk menjelaskan dan memandu pendidik dan peserta didik dalam melakukan
penilaian baik oleh pendidik maupu oleh peserta didik sendiri. Tujuan
pengembangan model penilaian ini untuk merencanakan, mengembangkan
instrumen, dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Menganalisis dan
47
menyusun laporan, termasuk mengisi rapor serta memanfaatkan hasil
penilaian. Ruang lingkup model penilaian ini mencakup konsep penilaian,
penilaian oleh pendidik meliputi aspek pengembangan fisik, pengembangan
sosial, pengembangan mental, dan pengembangan pengetahuan atau
kebijaksanaan. Sasaran pengguna model ini adalah pendidik pendidikan SMB
dalam merencanakan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian. Pihak-
pihak lain yang terkait dengan penilaian pencapaian empat pengembangan.
Penilaian hasil belajar meliputi penilaian hasil belajar oleh pendidik dan
penilaian hasil belajar oleh pendidikan nonformal SMB. Penilaian hasil belajar
oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian
pembelajaran peserta didik dalam aspek pengembangan fisik, sosial, mental,
pengetahuan atau kebijaksanaan, dan keterampilan yang dilakukan secara
terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan
belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil
belajar.
2.2.2 Pembelajaran Tematik Mindfulness
2.2.2.1 Rasional Pembelajaran Tematik Mindfulness
Rasional pembelajaran di sekolah minggu Buddha berdasarkan pada sistem
pendidikan Buddha. Pendidikan Buddha berasal dari terminologi bahasa Pali
yaitu 'sikkha', dimaksudkan pendidikan adalah proses belajar, pelatihan,
mempelajari, pengembangan, dan pencapaian pencerahan
(Vin.IV.23). Pelatihan sosial/moral (sīla), konsentrasi (samādhi), dan
48
kebijaksanaan atau pengetahuan (paññā) (A.I.231). Kata 'pada' dalam
'sikkhapada,' merupakan sistem pendidikan, yaitu pelatihan bagi
pelajar (M.I.354). Proses perhatian berkesinambungan bidang pendidikan
mempunyai karakter fungsional dalam pelatihan atau instruksi, pencapaian
atau praktek, dan perkembagnan bertahap (anupubbasikkhā anupubbakiriyā
anupubbapaṭipadā) (M.I.478, 480134; D.I.63). Melatih peserta didik dalam
berbagai lini kehidupan sehingga memiliki pengertian mendalam,
pengetahuan, dan keterampilan. Peserta didik dapat merefleksikan diri cara
berbuat yang benar, hidup sukses, bahagia, makmur, dan sejahtera
(Kp.134), mengembangkan kepribadian yang baik dengan perilaku dan
pengetahuan sempurna (D.I.124), dan mengakhiri penderitaan (It.40,53,104;
A.I.231).
Pendidikan dalam Buddhisme berarti membawa pengetahuan dan
keterampilan, memungkinkan untuk menerjemahkan seperti pengetahuan dan
keterampilan sesuai situasi dalam hidup akhirnya, mengembangkan disiplin,
wawasan dan kebijaksanaan. Buddha telah memberikan berbagai contoh
tentang bagaimana pendidikan ini dapat dicapai. Arah pendidikan terpadu telah
dirancang dan akan dijadikan pedoman penyelenggaraan pendidikan secara
menyeluruh. Sehingga setiap satuan pendidikan formal dan nonformal dapat
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik (Partono 2005:1).
49
Sistem pendidikan Buddhis membentuk keseluruhan hidup yang
behubungan dengan gerakan Buddha dan mencerminkan karakter tujuan
berkaitan dengan moral, intelektual, dan spriritual. Mengarahkan tujuan secara
bertahap dan progresif dalam hidup ini. Awalnya sebagai sistem pelatihan
untuk para bhikkhu, berkembang dan berfungsi dalam komunitas vihara dan
memperluas ruang lingkup, tujuan pada minat nilai dan budaya, sehingga
vihara tidak hanya menjadi tempat untuk meditasi saja, namun menjadi tempat
belajar dan budaya.
Pendidikan dan pelatihan dalam literasi Buddha berkaitan dengan
kematangan dan suksesnya tiga model komplementer, yaitu: (1) belajar untuk
memperoleh pengetahuan (learning to know/bahasa Pali pariyatti) belajar
pengetahuan literasi Buddha atau ajaran Buddha; (2) belajar praktik dan
bertidak dari yang dipelajari, meletakkan ajaran ke dalam praktek kehidupan
sehari-hari (learning to do/bahasa Pali patipatti), dalam bentuk soft skill dan
hard skill; dan (3) belajar menjadi terampil bentuk penguasaan pengetahuan
dan keterampilan (soft skill dan hard skill) yaitu proses menjadi diri sendiri dan
mewujudkan kebenaran (learning to be dalam bahasa Pali pativedha) (DhA.31;
Vin.II.285; A.I.22, 44, 69; A.III.86; A.V.127; D.III.253).
Tiga sumber tersebut akan dijelaskan dalam sudut pandang: (1)
membelajarkan agar peserta didik belajar menjadi baik, memahami,
menyimpan, mengingat, memecahkan, membiasakan diri, mempertimbangkan
dalam pikiran dan merealisir teori (ditthiya) ajaran Buddha yang
menyenangkan pada awal, tengah, dan akhir yaitu belajar sepanjang hayat
50
(M.I.213, 216; A.IV.151). (2) Ia memeriksa dan meneliti arti dari pelajaran
yang diajar dan diingat; kemudian berhubungan dengan diri sendiri dan
diharapkan untuk ditumbuhkan dalam dirinya. Kemudian melakukan,
menumbuhkan dalam aktivitas, berusaha keras; mengujinya, mencoba, dan
akhirnya dapat merealisir sendiri dengan panca indera menembus kebenaran
secara komprehensip (M.II.173). (3) Peserta didik, setelah diajar dengan baik
dan dipandu dengan baik, mengenali teks menyangkut doktrin dengan maksud
dan tujuan, menerapkan apa yang didengar dan dipelajari (yathasutāṁ
yathāpariyattaṁ), melaksanakan meditasi (mindfulness) secara bertahap dan
terbiasa kontemplasi dalam pikiran, menyerap obyek konsentrasi, pemusatan
pikiran dengan baik, secara penuh memusatkan pikiran dan menembusnya
dengan kebijaksanaan (D.III.242).
Perjuangan Buddha Sakyamuni selama enam tahun merupakan upaya
untuk mencerahkan (insight) diri dari proses alami kehidupan. Catatan hirstoris
Buddha telah membuktikan bahwa empat puluh lima tahun mengajarkan
pengalaman hidup sesuai dengan kebutuhan para pendengar. Tujuan utama
Buddha dalam pencarianNya adalah untuk mencari pemecahan dari sebuah
persoalan utama semua makhluk: penderitaan, sebab, lenyap, dan jalan menuju
lenyapnya. Konsekuensinya mempelajari saja tanpa mempraktekkan dengan
nyata dalam kehidupan sesungguhnya sia-sia belaka, dan belajar ajaran
(Dharma) tanpa praktek laksana bunga yang berwarna-warni, namun tanpa
harum.
51
Perjalanan Buddha pembelajaran menyiratkan kepada masyarakat masa
kini untuk menentukan arah dan perhatinnya pada proses, dan bukan hanya
berorientasi hasil. Buddha tidak menghendaki pendidikan yang menghasilkan
sebarisan orang buta yang saling menuntun (M.II.170). Kepada suku Kalama,
Buddha menganjurkan agar tidak segera percaya terhadap suatu ajaran, apakah
itu berupa tradisi hingga yang tertulis dalam kitab suci sekalipun, sebelum
diselidiki sendiri benar (A.I.191). Buddha sangat menghargai kebebasan
berpikir. Pendidikan dalam perspektif Buddha tidak bersifat otoriter,
melainkan bersifat demokratis. Buddha tidak menginginkan adanya keter-
gantungan kepada diri-Nya, dan tidak menunjuk pengganti sebagai pemegang
otoritas setelah Ia parinibbana (D.II.100).
2.2.2.2 Konsep Pembelajaran Tematik Mindfulness
Pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
secara sengaja mengkaitkan beberapa aspek baik dalam infra pelajaran maupun
antar mata pelajaran. Pembelajaran tematik integratif atau holistik merupakan
model pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja dalam aspek mata
pelajaran yang diintegrasikan (Robin Forgaty 2009:92) sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Pembelajaran
tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated
instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna,
dan otentik (Majid 2017:80).
52
Tematik atau tema merupakan konsep atau prinsip yang menjadi fokus
pengikat untuk mempersatukan bahasan dari beberapa mata pelajaran.
Fungsinya bagi peserta didik adalah untuk pemusatkan perhatian, holistik, dan
kebermakna (Kurniawan 2014:101). Tingkat keterlibatan dalam belajar sangat
tergantung pada seberapa relevan, bermakna, dan menarik dalam menemukan
konten yang dipelajari. Bahkan pada tingkat intuitif, masuk akal, terutama
ketika menyangkut konsep-konsep abstrak yang pada awalnya tidak ada
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari (J. Marzano 2005:59). Kegiatan
tersebut harus bermakna dan terkait dengan tujuan pembelajaran khusus untuk
peserta didik. Interpretasi yang menggembirakan cenderung meringankan
suasana hati. Penafsiran "praktis" dalam bentuk penyajian kembali fakta; dan
interpretasi "tercerahkan" (yang mungkin lebih berwawasan ke depan)
mencerminkan makna yang lebih dalam dan mendorong menemukan yang
positif tentang situasi tersebut.
Mindfulness means paying attention in a particular way: on purpose, in
the present moment, and nonjudgmentally (Kabat-Zinn 2005). Mindfulness
berarti memperhatikan dengan cara tertentu; dengan sengaja, pada saat ini, dan
tanpa menghakimi. Memberi perhatian, dengan sengaja maksudnya belajar
memberikan perhatian yang disengaja dan fokus terarah dengan apa yang
sendang diperhatikan. Pada saat ini dimaksudkan mindfulness adalah
melakukan investasi yang terarah pada apa pun yang terjadi saat ini, karena
saat ini adalah satu-satunya hal yang nyata dan yang dapat dikontrol. Berada di
masa kini berarti tidak memikirkan masa lalu dan tidak berada di masa depan,
53
juga tidak secara mental berada di tempat lain atau sibuk dengan pembicaraan
sendiri. Tanpa menghakimi, manusia memiliki kecenderungan untuk menilai.
Menilai diri sendiri dengan niat sendiri dan orang lain dengan tindakannya.
Menilai pikiran sendiri ketika berbagai objek masuk ke kepala kita, dan
menebak pikiran orang lain dalam narasi internal sendiri. Membuka
pengalaman saat ke saat, waktu berubah seiring bertambahnya usia. Satu tahun
untuk seorang anak adalah waktu yang lama, sebagian karena segala sesuatu
dalam hidup ini sangat baru.
Ketika melakukan penilaian yang fokus pada diri sendiri dapat
menyebabkan peningkatan kesadaran diri, kecemasan, dan stres. Penilaian
dapat mengubah komentar menjadi kritik dan memungkinkan pujian dari
melihat diri sendiri secara akurat. Menjadi sadar berarti mengesampingkan
penilaian dan mengambil momen saat ini. Kemudian menganggap segala
sesuatu sebagaimana adanya, tidak lebih dan tidak kurang, seakurat dan
serealistis mungkin. Mindfulness menghilangkan gangguan pikiran yang tidak
berhubungan langsung dengan momen saat ini, membebaskan perhatian diri
sendiri.
Sikap yang sering dikaitkan dengan mindfulness meliputi: (1) sabar:
pengertian bahwa banyak hal dalam hidup terungkap oleh diri sendiri; (2)
Memiliki pikiran pemula: keengganan untuk beroperasi dalam mode pilot
otomatis, terlepas dari pengetahuan atau keahlian sebelumnya dengan
pengalaman terkait; (3) Memupuk kepercayaan: dalam kebijaksanaan dan
keahlian orang lain; (4) Menjadi tidak menghakimi diri sendiri dan orang lain:
54
pikiran menghakimi mungkin menjadi gangguan dari pengalaman saat ini; (5)
tanpa memaksakan: mewakili pergeseran fokus dari mencapai tujuan dan
memenuhi harapan untuk apa yang terjadi di masa kini sehingga pengalaman
masa kini tidak dirusak oleh tujuan masa depan; (6) Penerimaan: kesediaan
untuk melihat situasi seseorang sebagaimana adanya daripada berfokus pada
bagaimana seseorang menginginkannya; (7) Melepaskan: membiarkan pikiran,
perasaan, dan pengalaman datang dan pergi, tanpa membiarkannya
mengalihkan perhatian seseorang.
Sikap mindfulness dapat dilihat dengan cara: (1) amati yaitu tetap hadir
dengan persepsi, sensasi, pikiran, atau perasaan, bahkan ketika tidak
menyenangkan atau menyakitkan; tidak mengganggu diri sendiri. (2) Jelaskan
yaitu mampu menggambarkan atau memberi label dengan kata-kata keyakinan,
opini, emosi, harapan. (3) Bertindak dengan sadar yaitu tetap hadir dengan
tindakan sendiri, tanpa gangguan. (4) Tidak menghakimi yaitu tidak
menghakimi pengalaman sendiri. (5) Non-reaktivitas yaitu mampu memahami
emosi tanpa bereaksi terhadapnya, tanpa menjadi tidak teratur.
Mindfulness merupakan proses peningkatan kualitas kesadaran diri
(consciousness), yang mencakup keadaan sadar terjaga (awareness) dan
perhatian (attention) serta harus dibedakan dari proses mental seperti kognisi
(perencanaan-pengawasan), motivasi, dan keadaan emosi (Brown & Ryan,
2003). Pendekatan mindfulness melibatkan bagaimana cara melihat,
merasakan, mengetahui disaat ini dan memfasilitasi terpusatnya kesadaran
yang lebih besar (Kabat-Zinn, 2007). Pendekatan ini melibatkan perhatian di
55
sini dan sekarang serta sikap tidak menghakimi yang menggunakan niat
(intensi), perhatian (atensi) dan sikap (attitude). Mindfulness terbuka dan
menerima pengalamannya saat ini, mengembangkan toleransi terhadap
perasaan sulit yang diekspresikan dalam dirinya dan oleh orang lain.
Pendekatan mindfulness mudah, jujur, terus terang (straight forward),
berbasis fisiologis dan kognitif memfokuskan pada pikiran-pikiran, peristiwa-
peristiwa, dan perilaku serta sikap peserta didik saat ini dan bukan pada sifat,
latar belakang sosial budaya atau keyakinan kultural (Erford 2017:144). Hal-
hal yang ditumbuhkan melalui mindfulness adalah atensi dan kesadaran atas
pikiran, emosi dan sensasi tubuh. Hasil penelitian Collard, Avny, dan Boniwell
(2009:323) menjelaskan bahwa praktik mindfulness yang dilakukan dengan
intensitas lebih lama, ditemukan berkorelasi. Kesimpulan pertama, mindfulness
menjadi intervensi psikologis dalam psikologi positif. Kedua, dapat
meningkatkan motivasi dan keterampilan hidup sehari-hari, terbukti
berkorelasi signifikan lebih tinggi pada akhir program. Brown dan Ryan
(2003:822) menjelaskan peran mindfulness dapat meningkatkan kesejahteraan.
Mindfulness dapat diintegrasikan sebagai sebuah konsep dan intervensi
terapeutik, ke dalam bidang psikologi positif.
Penelitian mendukung memberikan bukti praktik mindfulness yang
memengaruhi: kontrol penghambatan pada remaja awal di kelas empat dan
lima (Oberle et al. 2012:565), pengaturan mandiri pada anak usia dini (Zelazo
and Lyons 2012:154), fungsi eksekutif di kelas tiga (Flook et al. 2010:70),
penurunan gejala perhatian, perilaku, dan kecemasan pada anak-anak berusia
56
9-13 tahun (Semple et al. 2010:218), dan pengurangan kecemasan, peningkatan
keterampilan sosial, dan peningkatan kinerja akademik pada remaja yang
didiagnosis dengan ketidakmampuan belajar (Beauchemin, Hutchins, and
Patterson 2008:34). Peningkatan kewaspadaan yang tenang dan kapasitas yang
lebih besar untuk refleksi diri, kontrol diri, dan fleksibilitas serta peningkatan
kinerja akademik pada siswa kelas tujuh (Rosaen and Benn 2006:422),
perhatian pada siswa kelas satu, dua, dan tiga (Napoli et al. 2005:99),
peningkatan prestasi akademik, kapasitas perhatian, keterlibatan akademis,
keterkaitan sosial, kemanjuran diri guru, dan penurunan masalah perilaku.
Pembelajaran tematik mindfulness merupakan pembelajaran
terintegrasi dengan menggunakan tema sebagai tempat atau wadah untuk
membelajarkan berbagai konsep secara utuh dari teks ke konteks kekinian
secara natural. Penggunaan tematik mindfulness dimaksudkan agar peserta
didik mampu mengenal berbagai konsep (kebenaran alamiah) dengan mudah,
jelas, dan menyenangkan (fun). Setiap tema dibelajarkan agar peserta didik
mencapai empat kompetensi pengembangan yang meliputi pengembangan
fisik, sosial, mental, dan kebijaksanaan. Model pengembangan ini dalam
Sekolah Minggu Buddha disebut model pengembangan tematik holistik.
Secara umum, pendekatan holistik untuk mindfulenss dapat fleksibel, kreatif,
dan memenuhi kebutuhan dan tujuan spesifik peserta didik (Maynard et al.
2015:1).
Pelaksanaan proses pembelajaran tematik mindfulness SMB adalah
kegiatan dimana guru SMB berintegrasi dengan peserta didik dalam upaya
57
melaksanaakan pembelajaran dengan tema sebagai media terjadinya proses
pengembangan (bhāvanā). Proses ini akan berjalan dengan baik apabila guru
SMB dalam mengelola suasana belajar aktif, interaktif dan menyenangkan,
sehingga siswa memiliki kasih sayang diri, tanpa menghakimi, ceria/gembira,
penerimaan, keterbukaan, pikiran pemula, rasa ingin tahu, kesabaran, rasa
bersyukur, kepercayaan pemaafan, dan tanpa paksaan.
Gambar 2.1 Proses Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Mindfulness
Pengaruh filosofis pembelajaran tematik adalah tiga aliran filsafat yaitu:
progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan
kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan
memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat
pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
58
bentukan manusia. Manusia mengkontruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak
dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan
sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-
menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat
berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanistik melihat
siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang
dimilikinya (Majid 2017:87).
Pembelajaran tematik mindfulness erat hubungannya dengan
pembelajaran Buddha terpadu. Potensi dasar manusia seperti: potensi
intelektual, emosional, dan fisik merupakan anugerah yang perlu ditumbuhkan,
dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan baik, benar dan seimbang.
Program pembelajaran tematik mindfulness merupakan proses pembelajaran
secara terpadu yang menjadi salah satu sarana untuk menumbuhkan,
mengembangkan, membina, dan mengarahkan potensi-potensi dasar yang
dimiliki peserta didik.
Education for balanced development (pengembangan pendidikan
keseimbangan) dalam perspektif Buddha berasal dari terminologi Pali yaitu
"bhāvanā" diterjemahkan secara umum sebagai pengembangan (Nyanatiloka,
1980:36). Keseimbangan Pendidikan Buddha terpadu ke arah memadukan
teknologi dan pengembangan spiritual. Ada empat macam pengembangan,
dimana pengembangan spiritual dan teknologi terpadu. Pengembangan yang
59
dimaksudkan adalah (A.III.106) (1) Pengembangan fisik (kāya-bhāvanā)
adalah pengembangan badan seperti halnya lingkungan fisik atau materialnya.
(2) Pengembangan sosial (sīla-bhāvanā) yaitu pengembangan moral dan
hubungan ramah dengan orang lain agar masyarakat diinginkan dengan suatu
lingkungan sosial baik. (3) Pengembangan mental (citta-bhāvanā) yaitu
pengembangan mental seperti cinta kasih, rasa kasihan, kegembiraan simpatik,
ketenangan hati, perhatian, dan konsentrasi. (4) Pengembangan
kebijakasanaan/intelektual (paññā-bhāvanā) yaitu pengembangan
kebijaksanaan pengetahuan segala sesuatu.
Empat macam pengembangan menunjukkan bahwa individu
mengembangkan fisik (kāya), sosial (sīla), mental (citta), dan kebijaksanaan
(paññā). Dengan kata lain, individu mempunyai keseimbangan fisik dan batin.
Sebab dua hal pertama sebagai langkah-langkah awal pengembangan, yaitu
pembangunan sosial dan fisik, mempunyai kaitan dengan fisik sedangkan
langkah ketiga dan keempat, yaitu pengembangan mental dan intelektual,
berkaitan dengan spiritual. Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai suatu
peran besar untuk pengembangan sosial dan fisik. Tidak berasumsi bahwa
hanya ilmu pengetahuan dan teknologi saja sudah cukup untuk pengembangan
manusia, itu akan mengakibatkan tidak berkembangnya pikiran. Agama dapat
membuat kontribusi utama kearah pengembangan mental dan intelektual.
Buddha mengajarkan bagaimana menghindari dua ekstrim kesenangan
material dan penyiksaan diri dengan jalan tengah.
60
Pengembangan fisik (kāya-bhāvanā) tubuh fisik terintegrasi bersama
lingkungan yang digunakan untuk pengembangan kebijaksanaan.
Pengembangan fisik dapat dilaksanakan melalui aktivitas jasmani; seperti
siswa belajar tentang tubuh, dan bagaimana mengurus, menjaga dan merawat.
Belajar pentingnya nutrisi, olah raga dan bagaimana menangani kebutuhan
fisik dan bijaksana menggunakan indranya melalui melihat, mendengar,
mencium, merasakan, dan menyentuh, sehingga peserta didik memahami
aktifitas yang dilakukan dan dapat mengembangkan kebijaksanaannya.
Pengembangan sosial atau moralitas (sīla-bhāvanā) merupakan
pemahaman sosial ditekankan pada hidup wajar, adil, peduli, dan tanpa
merugikan yang lain dengan mengembangkan kemoralan. Peserta didik dalam
menjalin hubungan yang seimbang dengan lingkungan sekitar dan wajib
mempelajari dasar-dasar moralitas Buddhis sebagai pedoman untuk hidup
bersama penuh keyakinan dan integritas, kemampuan komunikasi, ketrampilan
berbahasa, sosiologi, sejarah pelayanan, masyarakat, dan kepedulian sosial.
Pengembangan mental (citta-bhāvanā) pengembangan mental
merupakan aktivitas pikiran, perasaan, pencerapan dan kesadaran.
Pengembangan mental menekankan pada perkembangan emosi positif dan
mengurangi emosi negatif. Aktivitas ini merupakan upaya penguatan
kemampuan dalam menahan dorongan negatif, menumbuhkan keinginan sehat,
mencapai kebenaran, kebaikan, kesabaran, ketahanan dan humoris. Kegiatan
bermeditasi adalah salah satu kegiatan pengembangan mental. Kondisi
meditatif itulah yang menghasilkan tindakan aktivitas sadar sepenuhnya,
61
kedamaian batin dan kejernihan pikiran. Dengan demikian berdampak pada
tindakan yang berlandaskan cinta kasih dan kasih sayang.
Pengembangan pengetahuan (paññā-bhāvanā), pengembangan
pengetahuan merupakan aktivitas berpikir kreatif, konstruktif, dan kemampuan
merefleksikan atau memaknai pengalaman belajar. Hasil pengembangan dari
kaya bhavana, sila bhavana dan citta bhavana yang dimiliki peserta didik
melalui pengembangan kebijaksanaan termasuk kemampuan berpikir kreatif,
konstruktif, dan kemampuan merefleksikan/memaknai pengalaman belajar dan
kemampuan untuk melihat secara langsung dan apa adanya, termasuk dapat
membedakan baik buruk suatu masalah.
Untuk mencapai perkembangan keseimbangan fisik dan mental, peserta
didik menerima tiga tahap pelatihan (tisikkhā) dalam Buddhism (D.III.220;
A.I.229) (1) Pelatihan moral tinggi (adhisīla-sikkhā) mengarahkan ke
pengembangan sosial dan fisik. (2) Pelatihan konsentrasi tinggi (adhicitta-
sikkhā) mengarahkan ke pengembangan mental. (3) Pelatihan kebijaksanaan
tinggi (adhipaññā-sikkhā) mengarahkan ke pengembangan intelektual. Belajar
adalah proses evolusi, karena perubahan perilaku memerlukan waktu,
kesabaran dan ketekunan. Buddha menjelaskan “Aku tidak mengatakan bahwa
pencapaian pengetahuan yang mendalam datang dengan segera; sebaliknya, hal
itu datang melalui suatu latihan yang bertahap, suatu pelaksanaan yang
bertahap. suatu jalan yang bertahap” (M.I.479). Kemajuan bertahap ini
dilukiskan bagai lautan luas yang sedikit demi sedikit menjadi semakin dalam
(Ud. 54). Jika diibaratkan sebagai petani yang harus bekerja keras dengan
62
A Sīla
Sīla Kaya
External - Suporting
faktor (Parataghosa)
Good Friend
1
Internal-External factor
2
Tisikkha
3
Bhavana
4
sebaik-baiknya, mengolah tanah, menabur benih, menyiram dan sebagainya,
tanamannya tentu memerlukan waktu untuk bersemi, tumbuh bertahap hingga
akhirnya berbuah (A.I.229). Pelatihan pertama melibatkan pengamatan aturan,
melakukan praktek ajaran dan aturan moral. Pelatihan yang kedua melibatkan
suatu praktek meditasi disebut samatha-bhāvanā sedangkan pelatihan yang
ketiga melibatkan meditasi praktek meditasi penuh perhatian disebut
vipassanā-bhāvanā (D.III.273; A.I.60).
Bagan 2.1 Pendidikan Buddha Holistik
Kalyana Mitta
(good friend)
D
Intenal- Learning
faktor
(yonosomanasikara)
Saddha
B
Paññā
Samadhi
Effecting Outcome
Paññā
Samadhi C
Inisiator
A = Pariyatti (learning to know)
B = Patipatti (learning to do)
Prepering - Processing - Progressing Output
C = Pativedha (learning to be)
D = Communitas learning to live together
Standar adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi dan menjadi acuan
untuk menentukan sesuatu. Kualifikasi akademik guru adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan
dengan ijazah sebagai bukti kemampuan dan kewenangan akademik yang
diperoleh melalui pendidikan tinggi terakreditasi. Kualifikasi akademik
63
didasarkan atas penguasaan standar kompetensi. Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh pendidik.
Standar kompetensi guru pendidikan khusus dikembangkan secara utuh
dari empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru pendidikan khusus.
Standar kompetensi guru pendidikan khusus mencakup kompetensi inti guru
yang dikembangkan menjadi kompetensi guru.
Berbasis kompetensi adalah Kompetensi kepribadian (1) bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia, (2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. (3) Menampilkan diri sebagai
pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. (4) Menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri. (5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi sosial yaitu (1) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta
tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi
fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. (2) Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat. (3) Beradaptasi di tempat bertugas
di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial
64
budaya. (4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain
secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
2.3 Kerangka Berpikir
Penerapan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB
(MMPTM-SMB) dilakukan dengan perencanaan (planning),
pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian atau evaluasi. Untuk iru
dibutuhkan guru SMB dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik
dan profesional apabila guru tersebut memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan. Diantara kompetensi yang harus dikuasai oleh guru SMB
adalah kompetensi pedagogik dan profesional.
Kompetesni pedagogik (1) menguasai karakteristik pesertta didik dari
aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual (2) menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsi pembelajaran, (3) mengembangkan kurikulum
yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang di ampu, (4)
menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (5) memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (6) menfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki, (7) berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun
dengan peserta didik, (8) menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan
hasil belajar (9) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran, (10) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI TEORETIS, DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan hasilnya dapat disimpulkan
sebagai berikut.
5.1.1 Manajemen pembelajaran sekolah minggu Buddha saat ini masih kurang
baik. Hasil penelitian pembelajaran saat ini (1) perencanaan
pembelajaran rata-rata kurang baik. Komponen perencanaan penyiapan
materi pembelajaran baik, komponen perencanaan media dan kegiatan
pembelajaran dalam kategori cukup. (2) pelaksanaan pembelajaran SMB
saai ini rata-rata cukup baik, komonen yang kurang adalah penguasaan
materi pembelajaran, penerapan pendekatan pembelajaran dan
penutupan pembelajaran. Komponen pelaksanaan pembelajaran yang
baik sekali adalah pelibatan peserta didik dalam pembalajaran. (3)
penilaian atau evaluasi secara keseluruhan kuirang baik, yaitu dalam
melakukan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menfasilitasi penilaian oleh peserta didik.
5.1.2 Model hipotetik manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB
yang dikembangkan sesuai analisis kebutuhan dari model manajemen
pembelajaran tematik mindfulness SMB adalah sangat dibutuhkan
adanya: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, (4)
penilaian/evaluasi.
129
130
5.1.3 Model layak manajemen pembelajaran tematik mindfulness sekolah
minggu Buddha berdasarkan hasil validasi ahli pendidikan, ahli agama
Buddha, dan praktisi adalah sangat layak untuk diterapkan atau
diimplementasikan. Pengembangan model terjadi pada pengembangan
fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan dan pengembangan kontren.
Pengembangan konten MMTM-SMB didasarkan pada pembelajaran
tematik mindfulness berpedoman pada empat pengembangan yaitu
pengembangan fisik Pengembangan fisik (kāya-bhāvanā),
pengembangan sosial atau moralitas (sīla-bhāvanā), pengembangan
mental (citta-bhāvanā), dan pengembangan pengetahuan atau
kebijaksanaan (paññā-bhāvanā). Dengan menggunakan fungsi dan
langkah-langkah manajemen yaitu (1) perencanaan, (2)
pengorganisasian, (3) pelaksanaan, (4) penilaian/evaluasi. Mindfulness
diintegrasikan secara holistik mulai dari proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan penliaian atau evaluasi.
5.2 Implikasi Teoretis
Manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB yang dikembangkan secara
teoritis berimplikasi pada pelaksanaan pembelajaran SMB yang dilakukan oleh
guru SMB yaitu: (1) penerapan fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian/evluasi pembelajaran. (2)
Pengembangan konten yaitu menggunakan model manajemen pembelajaran
tematik mindfulness terintegrasi kedalam fungsi menejemen. (3) perubahan
131
fungsi manajemen terjadi dari semula tiga fungsi (perencanaan, pelaksanaan,
penilaian/evaluasi) menjadi empat fungsi (perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan penilaian/evaluasi.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, simpulan, implikasi dan keterbatasan penelitian
penulis mengajukan saran sebagai berikut :
5.3.1 Saran untuk Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha
Kementerian Agama RI
Dapat dipergunakan untuk peningkatan manajemen dan kompetensi guru
SMB dengan menggunakan model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness SMB.
5.3.2 Saran Untuk Lembaga Penyelenggara dan Guru Pendidikan SMB
Lembaga penyelenggara dan guru pendidikan SMB diharapkan
mempelajari, memanfaatkan, mendukung dan menerapkan model
manajemen pembelajaran tematik mindfulness SMB dengan berpedoman
pada buku panduan model manajemen pembelajaran tematik mindfulness
SMB.
5.3.3 Saran untuk Peneliti Lain
Dalam rangka pengembangan lebih lanjut, disarankan untuk peneliti lain
agar melakukan implementasi model manajemen pembelajaran tematik
mindfulness SMB.
DAFTAR PUSTAKA
Aṅguttara Nikāya ( The Book Of The Gradual Saying) Vol. I. Translated Davids,
Rhys.1989, Oxford: The Pali Text Society.
Aṅguttara Nikāya ( The Book Of The Gradual Saying) Vol. III. Translated Davids,
Rhys.1989, Oxford: The Pali Text Society.
Aṅguttara Nikāya ( The Book Of The Gradual Saying) Vol. IV. Translated Davids,
Rhys.1989, Oxford: The Pali Text Society.
Aṅguttara Nikāya ( The Book Of The Gradual Saying) Vol. V. Translated Davids,
Rhys.1989, Oxford: The Pali Text Society.
Abduh, Muhammad, Nugroho, and Siskandar. 2014. “Evaluasi Pembelajaran
Tematik Dilihat Dari Hasil Belajar Siswa.” Indonesian Journal of
Curriculum and Educational Technology Studies 1(1):1–9.
Ager, Karen, Nicole J. Albrecht, and Prof. Marc Cohen. 2015. “Mindfulness in
Schools Research Project: Exploring Students’ Perspectives of
Mindfulness—What Are Students’ Perspectives of Learning Mindfulness
Practices at School?” Psychology 06(07):896–914.
Albrecht, Nicole J. 2018a. “Teaching Mindfulness with Children: Being a Mindful
Role Model.” Australian Journal of Teacher Education 43(10):1–23. Albrecht,
Nicole J. 2018b. “Teaching Mindfulness with Children: Being a Mindful Role
Model.” Australian Journal of Teacher Education 43(10):1–23.
Amakae, Indah Haryati. 2016. “Analisis Proses Perencanaan Pembelajaran
Tematik Menggunakan Pendekatan Saintifik Di Sdn Monggang.” Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar 6(5):479–86.
Amanaturrakhmah, Isna and Achmad Rifai Rc. 2017. “Manajemen Pembelajaran
Tematik Di Kelas Tinggi SD Percontohan Kabupaten Indramayu.” Journal
of Primary Education 6(17):159–65.
Amry, Zainul and Laelatul Badriah. 2018. “Pembelajaran Tematik Sebagai Upaya
Meningkatkan Keaktifan Peserta Didik.” Elementary: Islamic Teacher
Journal 6(2):254–70.
Ananda, Rizki and Fadhilaturrahmi. 2018. “Analisis Kemampuan Guru Sekolah
132
133
Dasar Dalam Implementasi Pembelajaran Tematik Di SD.” Jurnal Basicedu
Volume 2(2):11–21.
Apriyanti, Helly. 2017. “Pemahaman Guru Pendidikan Anak Usia Dini Terhadap
Perencanaan.” Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1(2):111–17.
Armstong, Micheal and Taylor Stephen. 2014. Handbook of Human Resource
Management Practice.
Armstrong, Michael. 2017. Armstrong’s Handbook of Resource Human Strategic
Management. Vol. 91. Hong Kong: Michael Armstrong.
Bateman, Thomas S. and Scott A. Snell. 2009. Manajemen Kepemimpinan Dan
Kolaborasi Dakam Dunia Yang Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.
Batubara, Delila Sari. 2017. “Studi Kasus Tentang Kreativitas Guru Pada
Pembelajaran Tematik Integratif Di Sd Anak Saleh Malang.” Muallimuna :
Jurnal Madrasah Ibtidaiyah 4(1):148–61.
Benn, Rita, Tom Akiva, Sari Arel, and Robert W. Roeser. 2012. “Mindfulness
Training Effects for Parents and Educators of Children with Special Needs.”
Developmental Psychology 48(5):1476–87.
Bernay, Ross S. 2014. “Mindfulness and the Beginning Teacher.” Australian
Journal of Teacher Education 39(7):57–69.
Björklund, Camilla and Eva Ahlskog-Björkman. 2017. “Approaches to Teaching
in Thematic Work: Early Childhood Teachers’ Integration of Mathematics
and Art.” International Journal of Early Years Education 25(2):98–111.
Black, David S. and Randima Fernando. 2014. “Mindfulness Training and
Classroom Behavior Among Lower-Income and Ethnic Minority
Elementary School Children.” Journal of Child and Family Studies
23(7):1242–46.
Bluth, Karen, Rebecca a Campo, Sarah Pruteanu-malinici, Amanda Reams,
Michael Mullarkey, and Patricia C. Broderick. 2015. “A School-Based
Mindfulness Pilot Study for Ethnically Diverse At-Risk Adolescents.”
Mindfulness 1(4):1–15.
Boulware, Jean Ngoc, Brenda Huskey, Heather Harden Mangelsdorf, and Howard
C. Nusbaum. 2019. “The Effects of Mindfulness Training on Wisdom in
134
Elementary School Teachers.” Journal of Education, Society and
Behavioural Science 30(3):1–10.
Britton, Willoughby B., Nathaniel E. Lepp, Halsey F. Niles, Tomas Rocha, Nathan
E. Fisher, and Jonathan S. Gold. 2014. “A Randomized Controlled Pilot
Trial of Classroom-Based Mindfulness Meditation Compared to an Active
Control Condition in Sixth-Grade Children.” Journal of School Psychology
52(3):1–16.
Brown, Kirk Warren and Richard M. Ryan. 2003. “The Benefits of Being Present:
Mindfulness and Its Role in Psychological Well-Being.” Journal of
Personality and Social Psychology 84(4):822–48.
Brown, Kirk Warren, Richard M. Ryan, and J. David Creswell. 2007.
“Mindfulness: Theoretical Foundations and Evidence for Its Salutary
Effects.” Psychological Inquiry 18(4):211–37.
Burke, Christine a. 2010. “Mindfulness-Based Approaches with Children and
Adolescents: A Preliminary Review of Current Research in an Emergent
Field.” Journal of Child and Family Studies 19(2):133–44.
Carboni, Jessica A., Andrew T. Roach, and Laura D. Fredrick. 2013. “Impact of
Mindfulness Training on the Behavior of Elementary Students With
Attention-Deficit/Hyperactive Disorder.” Research in Human Development
10(3):234–51.
Christie, Oktavia. 2015. “Keefektifan Pendekatan Pembelajaran Tematik Terpadu
Di Sekolah Dasar.” Indonesian Journal of Curriculum and Educational
Technology Studies 3(1):56–64.
Collard, Patrizia, Nadav Avny, and Ilona Boniwell. 2009. “Teaching Mindfulness
Based Cognitive Therapy ( MBCT ) to Students : The Effects of MBCT on
the Levels of Mindfulness and Subjective Well-Being.” Counselling
Psychology Quarterly 21(4):323–36.
Dāgha Nikāya (The Long Discourses of the Buddha) Translate by Maurice Walshe.
1995. Boston: Wisdom Publication.
Daft, Richard L. 2010. Era Baru Manajemen. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Daft, Richard L. 2017. Era Baru Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
135
Duffy, Michelle K., Joyce E. Bono, Kirk Warren Brown, Judson A. Brewer, Darren
J. Good, Ruth A. Baer, Sara W. Lazar, Theresa M. Glomb, and Christopher
J. Lyddy. 2016. “Contemplating Mindfulness at Work.” Journal of
Management 42(1):114–42.
Eggen, Paul and Don Kauchak. 2016. Strategi Dan Model Pembelajaran:
Mengajar Konten Dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: Indeks.
Erford, Bradley T. 2017. 40 Teknik Yang Harus Dikuasai Stiap Konselor. Vol. 1.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Erni. 2006. “Evaluasi Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar Negeri 158
Watallipu Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.” Prosiding
Seminar Nasional 02(1):257–64.
Fatchurrohman, Fatchurrohman. 2015. “Pengembangan Model Pembelajaran
Tematik Integratif Eksternal Dan Internal Di Madrasah Ibtidaiyah.”
Inferensi 9(2):329.
Flook, Lisa, Simon B. Goldberg, Laura Pinger, and and Richard J. Davidson
Katherine Bonus. 2013. “Mindfulness for Teachers: A Pilot Study to Assess
Effects on Stress, Burnout and Teaching Efficacy.” Manuscript 7(3):2–5.
Foody, Mairéad and Muthanna Samara. 2018. “Considering Mindfulness
Techniques in School-Based Anti-Bullying Programmes.” Ournal Of New
Approaches In Educational Research 7(1):3–9.
Fu’adi, Athok. 2014. “Evaluasi Program Pembelajaran Tematik Di Mi Mitra Pgmi
Stain Ponorogo.” Madrasah 7(1):1–26.
Gall, Meredith D. Gall, Joyce P. and Walter R. Borg. 2003. “Educational Research
(Seventh Edition).” Educational Research: An Introduction.
Gould, Laura Feagans, Jacinda K. Dariotis, Tamar Mendelson, and Mark. T.
Greenberg. 2010. “Violence Exposure and Depressive Symptoms among
Adolescents and Young Adults Disconnected from School and Work.”
Journal of Community Psychology 38(5):968–81.
Haenilah, Een Y. 2017. “Berbasis Core Content Di Sekolah Dasar.” Sekolah Dasar
26(1):39–48.
Hapidin, Nurjannah, and Sofia Hartati. 2018. “Pengembangan Model Pembelajaran
136
Tematik Integratif Berbasis Proyek Dalam Menerapkan Pendidikan
Kelatutan Pada Anak Di Kepulauan Seribu.” Jurnal Pendidikan Usia Dini
12(1):52–65.
Hartel, Jenna, Anh Thu Nguyen, and Elysia Guzik. 2019. “Mindfulness Meditation
in the Classroom.” Journal of Education for Library and Information
Science 58(2):112–15.
Indah Haryati Amakae. 2016. “Analisis Proses Perencanaan Pembelajaran Tematik
Menggunakan Pendekatan Saintifik Di SDN Monggang.” Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 6(5):479–86.
Indriani, Fitri. 2015. “Kompetensi Pedagogik Mahasiswa Dalam Mengelola
Pembelajaran Tematik Integratif Kurikulum 2013 Pada.” Junal Profesi
Pendidikan Dasar 2(2):87–94.
J.Marzano, Robert, Brbara B. Gaddy, Maria C. Foseid, Mark P. Foseid, and Jana
S. Marzano. 2005. A Handbook for Classroom Management That Works.
USA: ASCD.
Jarutawai, Nichawan, Asama Lowsuwansiri, Poranut Taechamaneesathid, Nattana
Tangsangob, and Yau Yan Wong. 2014. “Mindfulness Training at Schools
in Thailand : An Experimental Approach.” International Journal of
Information and Education Technology 4(1):123–26.
Jha, Amishi P., Alexandra B. Morrison, Justin Dainer-Best, Suzanne Parker, Nina
Rostrup, and Elizabeth A. Stanley. 2015. “Minds "at Attention ":
Mindfulness Training Curbs Attentional Lapses in Military Cohorts.” PLoS
ONE 10(2):1–19.
Johnson, Elaine B. 2014. Contextual Teaching and Leaning. Bandung: Mizan
Media Utama.
Joyce, Bruce, Marsha Weill, and Emily Calhoun. 2015. Model of Teaching.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurotun, Samsudi, Titi Prihatin. 2015. “Model Supervisi Akademik Terpadu
Berbasis.” Penelitian Tindakan Sekolah Dan Kepengawasan 2(1):27–34.
Kabat-Zinn, Jon. 2005. Wherever You Go, There You Are: Mindfulness Meditation
in Everyday Life. Vol. 33. Hyperion.
137
Kabat-Zinn, Jon. 2007. Wherever You Go, There You Are. Jakarta: Karaniya.
Khan, Shaji a, Albert L. Lederer, and Dinesh a Mirchandani. 2013. “Top
Management Support, Collective Mindfulness, and Information Systems
Performance.” Journal of International Technology & Information
Management 22(1):95–122.
Khofiatun, Sa’dun Akbar, and M. Ramli. 2016. “Peran Kompetensi Pedagogik
Guru Dalam Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan
1(5):984–88.
Kurniawan, Deni. 2014. Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik, Dan
Penilaian. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kuyken, Willem, Elizabeth Nuthal, Sarah Byford, Catherine Crane, Tim Dalgleish,
Tamsin Ford, Mark T. Greenberg, Obioha C. Ukoumunne, Russell M.
Viner, and J. Mark G. Williams. 2017. “The Effectiveness and Cost-
Effectiveness of a Mindfulness Training Programme in Schools Compared
with Normal School Provision ( MYRIAD ): Study Protocol for a
Randomised Controlled Trial.” Kuyken Ed Al. Trials 18(194):1–17.
Lau, Ngar-sze and Ming-tak Hue. 2011. “Preliminary Outcomes of a Mindfulness-
Based Programme for Hong Kong Adolescents in Schools: Well-Being,
Stress and Depressive Symptoms.” International Journal of Children’s
Spirituality 16(4):315–30.
Majjhima Nikāya (The Middle Length Discourses Of The Buddha) Translate by
Bhikkhu Nanamoli and Bhikkhu Bodhi. 1995. Boston: Wisdom Publications.
Majid, Abdul. 2017. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja
Rusdakarya.
Marzuki, Saleh. 2010. Pendidikan Non Formal: Dimensi Dalam Keaksaraan
Fungsional, Pelatihan, Dan Andragogi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Masdiana, I. Made Budiarsa, and Hendrik Arung. 2013. “Penerapan Pembelajaran
Tematik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Pada Lingkungan
Siswa Kelas I SDN 018 Letawa Kecamatan Sarjo Kabupaten Mamuju
Utara.” Jurnal Kreatif Tadulako Online 3(2):190–204.
Maskiah and Muhammad Qasim. 2016. “Perencanaan Pengajaran Dalam Kegiatan
138
Pembelajaan.” Jurnal Diskursus Islam 04(3):484–92.
Mathis, Robert L. and John H. Jackson. 2011. Human Resource Management. Us:
Joseph Sabatino.
Meiklejohn, John, Catherine Phillips, M. Lee Freedman, Mary Lee Griffin, Gina
Biegel, Andy Roach, Jenny Frank, Christine Burke, Laura Pinger, Geoff
Soloway, Roberta Isberg, Erica Sibinga, Laurie Grossman, and Amy
Saltzman. 2012. “Integrating Mindfulness Training into K-12 Education:
Fostering the Resilience of Teachers and Students.” Mindfulness 3(4):291–
307.
Min, Kon Chon, Abdullah Mat Rashid, and Mohd Ibrahim Nazri. 2012. “Teachers
’ Understanding and Practice towards Thematic Approach in Teaching
Integrated Living Skills ( ILS ) in Malaysia.” International Journal of
Humanities and Social Science 2(23):273–81.
Murfiah. 2017. “Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar Uum Murfiah
(Dosen Prodi PGSD FKIP Universitas Pasundan Bandung).” JURNAL
PESONA DASAR 1(5):57–69.
Natajaya, I. Nyoman and Nyoman Dantes. 2015. “Perancangan Model
Transpormasi Pendidikan Teknohumanistik Yang Terintegrasi Dengan
Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar 1,2.” Jurnal Pendidikan
Indonesia| 4(1):599–611.
Nurkhayati and April Utami Parta Santi. 2017. “Pengaruh Model Tematik
Terhadap Kreativitas Guru Dalam Mengajar Di Sekolah Dasar Negeri
Jagakarsa 09 Pagi.” Holistik Jurnal Ilmiah PGSD 1(2):87–94.
Nurlaela, L., M. Samani, I. G. P. Asto, and S. C. Wibawa. 2018. “The Effect of
Thematic Learning Model, Learning Style, and Reading Ability on the
Students’ Learning Outcomes.” The Consortium of Asia-Pasific Education
Universities (CAPEU) 296(1):1–8.
Nurmin and Badrun Kartowagiran. 2013. “Evaluasi Kemampuan Guru Dalam
Mengimplementasi Pembelajaran Tematik Di Sd Kecamatan Salahutu
Kabupaten Maluku Tengah.” Jurnal Prima Edukasia I(2):184–94.
Partono Nyanasuryanadi. 2005. “Pendidikan Buddhis Terpadu.” Materi Penataran
139
Guru Agama Buddha Provinsi Yogyakarta (5):1–6.
Pratiwi, Rokhimah Kusuma and Arif Widagdo. 2017. “Implementasi Pembelajaran
Tematik Pada Kelas Awal Di Sekolah Dasar.” Joyful Learning Journal
6(4):277–84.
Pujiastuti, Pratiwi, Sekar Purbarini Kawuryan, and Unik Ambarwati. 2017.
“Evaluasi Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar.” Jurnal Kependidikan
1(2):187–99.
Puspita, Hendra Jati. 2016. “Implementasi Pembelajaran Tematik Terpadu Pada
Kelas Vb Sd Negeri Tegalrejo 1 Yogyakarta.” Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar 5(9):884–93.
Putinella, Diana Peggy. 2017. “Meningkatkan Hasil Pembelajaran Tematik Kelas I
B Sd Negeri Jetis I Melalui Picture And Picture.” Jurnal Ilmiah Guru
“COPE” 1(21):12–20.
Raes, Filip, James W. Griffith, Katleen Van der Gucht, and J. Mark G. Williams.
2013. “School-Based Prevetnion and Reduction of Depression in
Adolescents: A Cluster-Randomized Controlled Trial of a Mindfulness
Group Program.” Mindfulness 1(1):1–10.
Rahayu, Tandiyo, Taufik Hidayah, and Info Artikel. 2014. “Pengembangan Materi
Pembelajaran Penjasorkes Tematik Untuk Kelas 1 Sekolah Dasar Di
Kabupaten Purworejo.” Journal Of Physical Education And Sports 3(2):61–
66.
Robin Forgaty. 2009. How to Integrate the Curricula. California: Sage Publication.
Roeser, Robert W., Ellen Skinner, Jeffry Beers, and Patricia A. Jennings. 2012.
“Mindfulness Training and Teachers’ Professional Development: An
Emerging Area of Research and Practice.” Child Development Perspectives
6(2):167–73.
Rusman. 2016. Pembelajaran Tematik Terpadu Teori, Praktil Dan Penilaian.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2015. Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Sari, Pratiwi Kartika, Syifa Khaerani, and Mega Achdisty Noordyana. 2017.
140
“Penerapan Pendekatan Proses Pada Pembelajaran Tematik Siswa Sekolah
Dasar.” HOLISTIKA Jurnal Ilmiah PGSD 1(2):109–12.
Schonert-Reichl, Kimberly a. and Molly Stewart Lawlor. 2010. “The Effects of a
Mindfulness-Based Education Program on Pre- and Early Adolescents’
Well-Being and Social and Emotional Competence.” Mindfulness 1(3):137–
51.
Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories and Educational Perspekctive. Boston:
Pearson Education, Inc.
Setiadi, Hari. 2016. “Pelaksanaan Penilaian Pada Kurikulum 2013.” Jurnal
Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan 20(2):166–78.
Slutsky, Jeremiah, Brian Chin, Julianna Raye, and John David Creswell. 2019.
“Mindfulness Training Improves Employee Well-Being: A Randomized
Controlled Trial.” Journal of Occupational Health Psychology 24(1):139–
49.
Solaiman Girivirya. 2016. Evaluasi Penyelenggaraan Program Sekolah Minggu
Buddhis (SMB) Di Kabupaten Tangerang. Jakarta: Disertasi Tidak
Diterbitkan Universitas Negeri Jakarta.
Sulani, Puji. 2015. “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Minggu
Buddha.” Jurnal Vijjacariya 1(1):21–35.
Sunhaji. 2013. Pembelajaran Tematik Integratif. Purwokerto: STAIN Press.
Suwakul, Nurhayati and Suwarjo. 2014. “Pengelolaan Pembelajaran Tematik Di
Sekolah Dasar Negeri.” Jurnal Akutabilitas Manajemen Pendidikan
2(1):81–92.
Syaifuddin, Mohammad. 2017. “Implementasi Pembelajaran Tematik Di Kelas 2
SD Negeri Demangan Yogyakarta.” Tadris: Jurnal Keguruan Dan Ilmu
Tarbiyah 2(2):139.
Syaifudin, Ahmad, Fathur Rokhman, and Ida Zulaeha. 2017. “Pengembangan
Strategi Pembelajaran Tematik Integratif Pada Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Jenjang Pendidikan Dasar.” Jurnal Inovasi Pembelajaran
Karakter (JIPK) 2(2):1–6.
Taridi, Ahmad Sopyan, and Dwijanto. 2012. “Pembelajaran Agama Buddha
141
Dengan Metode Modeling The Way Berbantuan Multimedia
Untukmeningkatkan Motivasi.” Innovative Journal of Curikulum and
Education Technology 1(2):62–65.
Terry, George R. 2012. Asas-Asas Manajemen. Bandung: PT Alumni.
Tim Mapel. 2012. “Mindfulness and Education: Students’ Experience of Learning
Mindfulness in a Tertiary Classroom.” New Zealand Journal of Educational
Studies 47(1):19–32.
Upayanto, Imam Dwi. 2017. “Pelaksanaan Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Sd Negeri 4 Krandegan.” Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1(6):40–
52.
Utami, Ima Wahyu Putri and Beti Istanti Suwandayani. 2018. “Perencanaan
Pembelajaran Tematik Berbasis Kearifan Lokal Di Sd Muhammadiyah I
Malang.” Jurnal Taman Cendekia 02(01):185–91.
Utomo, Budi, Eko Supriyanto, and Wafrotur Rohmah. 2017. “Pengelolaan
Pembelajaran Tematik Di Sd Kemasan I NO. 64 SURAKARTA.” Jurnal
Managemen Pendidikan 12(2):115–27.
Varun A. 2014. “Thematic Approach for Effective Communication in Early
Childhood Education Thematic Approach for Effective Communication in
ECCE.” International Journal of Education and Psychological Research
(IJEPR) 3(3):49–51.
Viantari, Resmitha Nidya. 2015. “Pemahaman Guru Mengenai Pembelajaran
Tematik Integratif Berpendekatan Saintifik Di Sekolah Dasa.” Indonesian
Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3(1):71–78.
Wangid, Muhammad Nur, Ali Mustadi, Vera Yuli Erviana, Slamet Arifin,
Universitas Negeri Yogyakarta, and Universitas Negeri Yogyakarta. 2013.
“Implementing Thematic-Integrative Teaching And Learning In.” Jurnal
Prima Edukasia 2(2):175–82.
van de Weijer-Bergsma, Eva, George Langenberg, Rob Brandsma, Frans J. Oort,
and Susan M. Bögels. 2014. “The Effectiveness of a School-Based
Mindfulness Training as a Program to Prevent Stress in Elementary School
Children.” Mindfulness 5(3):238–48.
142
Winarsih, Amsri. 2017. “Penerapan Model Pembelajaran Tematik Dan Metode
Bermain Untuk Meningkatkan Minat Dan Hasil Belajar Matematika Pada
Materi Ajar ‘Perkalian Bilangan Dua Angka’ Siswa Kelas II SDN
Dukuhmencek 03 Kabupaten Jember.” Jurnal Edukasi 4(1):34.