Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

71
Tugas Proposal Metode Penelitian Kualitatif Penyesuaian Diri Siswa dari Sekolah Formal ke Homeschooling DOSEN PJMK : Budi Setiawan M, S.Psi, M.Psi. Kelompok : Yuristi Fistyana D 110610131 Selfina Yusniar 110610132 Lailatul Isro’iyah 110610133 Nur Rosyidah 110610144 Irna Nirwani 110610204 KELAS PARALEL: C

Transcript of Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Page 1: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Tugas Proposal Metode Penelitian Kualitatif

Penyesuaian Diri Siswa dari Sekolah Formal ke

Homeschooling

DOSEN PJMK :

Budi Setiawan M, S.Psi, M.Psi.

Kelompok :

Yuristi Fistyana D 110610131

Selfina Yusniar 110610132

Lailatul Isro’iyah 110610133

Nur Rosyidah 110610144

Irna Nirwani 110610204

KELAS PARALEL: C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2009

Page 2: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I – PENDAHULUAN....................................................................................3

I.1 Latar Belakang.....................................................................................3

I.2 Identifikasi Masalah.............................................................................7

I.3 Fokus Penelitian....................................................................................8

I.4 Keunikan Penelitian.............................................................................8

I.5Tujuan Penelitian..................................................................................9

I.6 Manfaat Penelitian...............................................................................9

BAB II – PERSPEKTIF TEORITIS..................................................................10

II.1 Kajian Pustaka..................................................................................10

II.1.1 Penyesuaian Diri................................................................10

II.1.2 Remaja................................................................................22

II.1.3 Penyesuaian Diri Remaja..................................................25

II.1.4 Sekolah Formal..................................................................26

II.1.5 Homeschooling...................................................................28

II.2 Kerangka Konseptual.......................................................................32

BAB III – METODOLOGI PENELITIAN.......................................................33

III.1 Metode Penelitian............................................................................33

III.2 Paradigma Penelitian......................................................................33

III.3 Tipe Penelitian.................................................................................36

III.4 Unit Analisis.....................................................................................37

III.5 Subjek Penelitian.............................................................................37

III.6 Metode Pengumpulan Data............................................................38

III.7 Metode Analisis Data......................................................................40

III.8Validitas dan Reliabilitas Penelitian..............................................41

III.8.1 Kredibilitas.......................................................................41

III.8.2 Dependabilitas..................................................................42

Daftar Pustaka.....................................................................................................43

2

Page 3: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat

dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Setiap keluarga berharap untuk mendapatkan

pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Saat ini sedang tren sekolah

rumah (homeschooling) sebagai warna baru untuk membangun pendidikan bagi

anak di rumah masing-masing. Sekolah formal dianggap tidak mampu lagi

memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak sehingga para orang tua

memberikan sekolah rumah bagi anak. Sekolah dianggap tidak mampu karena (1)

siswa terlalu banyak, (2) perhatian guru kepada siswa tidak intensif, (3) anak

adalah pribadi unik yang memerlukan layanan unik pula, (4) guru hanya sekadar

mengajar tidak mendidik, dan (5) sekolah teramat mengikat siswa dengan seabrek

aturan.

Homeschooling merupakan pendidikan nonformal atau informal yang

menjadi salah satu alternatif pendidikan yang ada. Homeschooling menurut

Direktorat Pendidikan Kesetaraan (2006) adalah proses layanan pendidikan yang

secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orangtua atau keluarga di rumah

atau tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam

suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak dapat berkembang

secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Preiss (dalam Barbara, 1997)

yang menyatakan bahwa homeschooling merupakan pendidikan alternatif dimana

orangtua atau pengasuh diasumsikan sebagai penanggung jawab utama dalam

pendidikan anak-anak mereka. Pawlas (dalam Boyer, 2002) menjelaskan bahwa

homeschooling merupakan suatu situasi belajar-mengajar dimana anak-anak atau

remaja atau dewasa muda yang sebagian besar waktu belajar di sekolahnya

dihabiskan di dalam atau sekitar rumah sebagai ganti dari menghadiri sekolah

konvensional.

Dalam sejarah, homeschooling telah ada di Indonesia dan dunia sejak

puluhan tahun yang lalu. Sejalan dengan berkembangnya sekolah formal di

3

Page 4: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Indonesia, homeschooling menjadi kurang diminati lagi oleh para keluarga

Indonesia. Namun, beberapa tahun terakhir mulai terlihat perkembangan

homeschooling di Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Mohammad Hasan

Basri pada artikel Tempo berjudul “Menimbang Sekolah Rumahan: Pendidikan

Formal Sebatas Alternatif Peroleh ‘life skill’” bahwa perkembangan tersebut

terjadi akibat dari rasa ketidakpercayaan terhadap sekolah formal karena

kurikulum terus berubah dan memberatkan anak, menganggap anak sebagai objek

bukan subjek, memasung kreativitas dan kecerdasan anak, baik segi emosi, moral,

maupun spiritual.

Faktor pemicu dan pendukung homeschooling ini adalah kegagalan

sekolah formal. Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah

formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu

bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk

menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan

didikan bermutu.

Selain itu, salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam

perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple

Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences

(1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Gardner menggagas teori inteligensi

ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan)

manusia. Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru

sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut

adalah: Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi ruang-

visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal;

Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.

Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-

potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu

mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal seringkali

memasung inteligensi anak.

Berdasarkan beberapa alasan tersebut dan harapan untuk dapat

memberikan pendidikan yang terbaik bagi keluarga, banyak orang tua yang

4

Page 5: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

memutuskan untuk melaksanakan homeschooling bagi anak-anak mereka. Bagi

para orangtua yang memutuskan untuk melaksanakan homeschooling ketika anak-

anaknya telah bersekolah di sekolah formal, mereka akan mengeluarkan anak-

anak mereka dari sekolah formal dan mulai melaksanakan homeschooling.

Kegiatan sekolah rumah ini merupakan reaksi personal terhadap

pelaksanaan pendidikan sekolah formal yang dewasa ini serba kacau dan penuh

ketidakpastian. Adalah wajar bila orangtua mendambakan pendidikan yang

dipercaya mampu memberi keturunannya suatu pegangan yang memadai bagi

kehidupannya di masa depan, paling sedikit sebagai manusia individual. Di

negara merdeka mana pun, pengadaan pendidikan yang ideal ini merupakan misi

suci pemerintah, mengingat ia harus bisa menyiapkan warga (citizen) yang andal.

Untuk negara-bangsa kita, misi itu jelas tercermin dalam kalimat di

Pembukaan UUD 45 yang menyatakan, Pemerintah Negara Indonesia dibentuk

untuk, antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, reaksi warga

Indonesia mengadakan sekolah rumah dapat dikatakan bukti awal kegagalan misi

pendidikan pemerintah nasional. Bila pendidikan privat jenis ini memarak dan

menjadi pengganti (alternatif) pendidikan sekolah formal, dalam jangka panjang

ia akan berakibat fatal bagi pertumbuhan anak Indonesia menjadi manusia yang

bermasyarakat (homo socialis).

Sebagus apa pun pendidikan sekolah formal yang diusahakan pemerintah,

termasuk di negara maju, ia tidak akan dapat memuaskan kehendak orangtua

murid untuk memenuhi kebutuhan khusus anaknya terhadap

pengetahuan/keterampilan tertentu. Karena menyadari bakat anaknya yang luar

biasa di bidang musik atau sekadar demi mengisi waktu di luar sekolah dengan

kegiatan-kegiatan positif-didaktis, misalnya, orangtua mendatangkan guru musik

ke rumah. Atau mengingat daya tangkap anaknya yang relatif rendah dan lamban

untuk pelajaran tertentu, orangtua meminta seorang tutor untuk membantunya di

rumah.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, berbagai macam

kelebihan homeschooling dipaparkan, mulai dari sisi mutu pendidikan yang

disesuaikan dengan kondisi anak sampai pada tidak memasung potensi yang

5

Page 6: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

dimiliki anak. Namun selain kelebihan yang ditawarkan tersebut, kita dihadapkan

pada satu masalah yaitu bagaimana penyesuaian diri anak tersebut? Apakah anak

tersebut dapat bersosialisasi dengan dunia luar sebaik teman-teman mereka yang

sekolah disekolah formal? Semakain sedikit teman sebaya yang ia temui semakin

sedikit waktu yang dia miliki untuk dapat merasakan dinamika pertemanan. Lalu

bagaimana dengan klik? bukankah masa remaja masa dimana salah satu tugas

perkembangan yang harus dilalui remaja adalah menjalin hubungan interpersonal.

Orangtua seharusnya juga menilik ulang fakta-fakta diatas.

Menurut Hollander (1981), penyesuaian diri adalah proses mempelajari

tindakan atau sikap yang baru untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.

Penyesuaian diri terjadi ketika seseorang menghadapi kondisi lingkungan yang

baru dimana diperlukan adanya respon dari individu. Menurut Haber & Runyon

(1984), penyesuaian diri yang efektif dapat terjadi jika individu dapat menerima

keterbatasan- keterbatasan yang tidak dapat diubah namun tetap melakukan

modifikasi terhadap keterbatasan- keterbatasan itu seoptimal mungkin. Masa

peralihan remaja dari sekolah formal menjadi homeschooling biasanya melewati

masa yang disebut sebagai deschooling. Deschooling sendiri merupakan masa

(periode) dimana orangtua dapat membiarkan anaknya untuk beristirahat sejenak

dan beradaptasi dengan situasi baru mereka yang lebih bebas, sehingga mereka

diharapkan dapat mempersiapkan pengalaman sekolah yang berbeda dari sekolah

sebelumnya (Saba & Gattis, 2002). Ketika remaja dapat menyesuaikan diri

dengan baik pada masa transisi tersebut, diharapkan mereka dapat melaksanakan

homeschooling dengan sebaik-baiknya.

Pada umumnya remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan

teman sebaya dibandingkan orangtua dan mendapatkan sumber afeksi, simpati,

pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebayanya (Papalia, Olds, &

Feldman, 2004). Karakter interaksi dalam keluarga pun mulai berubah pada masa

remaja. Remaja mengalami tekanan antara ketergantungannya terhadap orang tua

dan kebutuhan untuk menjadi individu yang mandiri. Orang tua pun sering

memiliki perasaan yang bercampur aduk dalam diri mereka, mereka

menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi mandiri tetapi mereka menyadari

6

Page 7: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

bahwa sulit untuk dapat melepas anak mereka menjadi mandiri (Papalia et al.,

2004).

1.2. Identifikasi Masalah

Anak yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling akan banyak

mengalami perubahan dalam lingkungan dan diri mereka, terutama ketika anak-

anak tersebut telah memasuki masa remaja. Hampir seluruh perubahan dalam

lingkungan yang terjadi menuntut seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dalam

lingkungan baru. Begitu pula dengan remaja yang beralih dari sekolah formal

menuju homeschooling, mereka juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan

diri dengan keadaan yang baru. Penyesuaian diri tersebut dapat berupa

penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dimana anak yang berasal dari

sekolah formal pada awalnya mempunyai banyak teman dan ketika mereka

beralih ke homeshooling, mereka akan “kehilangan” teman belajar seperti waktu

di sekolah formal. Selain itu, penyesuaian terhadap materi/kurikulum juga ikut

mempunyai andil dalam proses penyesuaian diri. Dalam sekolah formal, jadwal

kurikulum sudah terjadwal secara rapi, sedangkan dalam homeschooling, jadwal

materi dapat secara fleksibel ditentukan oleh siswa. Sehingga penentuan jadwal

materi inipun masihlah membutuhkan penyesuaian karena anak dituntut untuk

membuat jadwal sendiri.

Kebutuhan remaja untuk menjadi mandiri dan lebih banyak menghabiskan

waktu dengan teman sebaya, akan berbeda apabila mereka dipindahkan dari

sekolah formalnya dan kemudian melaksanakan homeschooling yang lebih

banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Dengan adanya

dinamika dalam masa perkembangan remaja tersebut yang ditambah dengan

perubahan lingkungan yang dialami oleh remaja yang beralih dari sekolah formal

ke homeschooling, peneliti ingin melihat bagaimana proses penyesuaian diri yang

terjadi pada remaja yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling?

Penyesuaian diri yang akan dilihat dalam penelitian ini akan lebih banyak berkisar

pada kehidupan psikososial dan kegiatan akademisnya. Pertimbangan peneliti

untuk lebih menitikberatkan pada kehidupan psikososial karena hal tersebut

7

Page 8: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

merupakan isu yang banyak mendapat sorotan di masa perkembangan remaja dan

pada remaja yang melaksanakan homeschooling. Selain itu, kegiatan akademis

juga akan ditinjau lebih dalam dengan pertimbangan adanya perbedaan dalam

kegiatan akademis di sekolah formal dengan homeschooling.

1.3. Fokus Penelitian

Berawal dari keingintahuan peneliti untuk mendapatkan gambaran

mengenai perilaku penyesuaian yang dilakukan oleh remaja yang pindah dari

sekolah formal ke homeschooling, maka dapat dirumuskan masalah penelitian :

Bagaimana pola penyesuaian diri pada remaja yang pindah dari sekolah

formal ke homeschooling ?

1.4. Keunikan Penelitian

Keunikan dari penelitian kami bila dibandingkan dengan penelitian lain

adalah, bahwa si Indonesia, khususnya Surabaya, homeschooling masing sangat

jarang dijadikan pilihan bagi orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya.

Berdeda dengan di Amerika yang mana homeschooling ini lebih akrab ditemui

sebagai pilihan orang tua dalam menyekolahkan anaknya. Mengingat

minoritasnya di wilayah Indonesia, khususnya Surabaya tadi, maka kemungkinan

besar, secara psikolosial akan diperoleh hasil yang berbeda. Selain itu paham yang

biasa dianut orang Indonesia adalah paham kolektivisme, berbeda dengan

Amerika Serikat yang mayoritas menggunakan paham individual. Inilah yang

menjadi keunikan penelitian bila kami lakukan disini. Menilik beberapa anteseden

yang berbeda tadi, membuat bahwa aspek psikologis siswa homeschooling

Indonesia tentu akan mengalami perbedaan mendasar bila dibandingkan dengan

aspek psikologis siswa homeschooling Amerika. Demikianlah keunikan yang

dapat dipertimbangan dalam melakukan penelitian.

8

Page 9: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana penyesuaian diri pada remaja yang pindah dari

sekolah formal ke homeschooling

2. Mengetahui perkembangan psikososial remaja yang pindah ke

homeschooling

3. Mengetahui bagaimana perbedaan kegiatan akademis pada homeschooling

dibandingkan dengan sekolah formal

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis yang diharapkan dari penelitian ini ialah dapat

memberikan tambahan informasi mengenai pola penyesuaian diri yang

dilakukan remaja yang pindah dari sekolah formal ke homeschooling yang

dilihat dari perbedaan kegiatan akademis dan perkembangan psikososisal

remaja tersebut, serta diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi

penelitian replikasi atau penelitian lanjutan mengenai topik yang sama.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini ialah memberikan

gambaran bagi orang tua dan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan,

khususnya pendidikan homeschooling, tentang penyesuaian diri remaja yang

beralih ke homeschooling, sehingga orang tua dan pihak-pihak terkait dapat

membantu perkembangan psikososial remaja tersebut dalam penyesuaian

dirinya.

9

Page 10: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

BAB II

PERSPEKTIF TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penyesuaian Diri

2.1.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang

didasarkan pada ilmu biologi yang diutarakan oleh Charles Darwin yang terkenal

dengan teori evolusinya. Ia mengatakan “Genetics changes can improve the

ability of organism to survive, reproduce, and in animals, raise off springs, this

process is called adaptation” (Microsoft Encarta Ancyclopedia, 2002).

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat

dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai unsur alam lainnya. Semua makhluk

hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan

cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat

bertahan hidup.

Penyesuaian diri merupakan kebutuhan bagi setiap individu dan

merupakan salah satu persyaratan penting bagi kesehatan jiwa/mental individu.

Dan tentunya merupakan harapan bagi setiap individu untuk dapat menyesuaikan

diri dimanapun ia berada. Namun tidak jarang kita temui individu yang menderita

dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena

ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri.

Schneiders (1960 dalam Marulianasari,1995) mengungkapkan bahwa

penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku

dimana individu berusaha mengatasi kebutuhan, ketegangan frustasi dan konflik

yang berasal dari dalam dirinya dengan berhasil dan menghasilkan suatu derajat

kesesuaian antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan dunia

obyektif dimana ia berada.

Penyesuaian diri juga merupakan keberhasilan individu untuk mengadakan

hubungan dengan orang lain secara umum atau dengan kelompok dan

memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan. Keberhasilan

10

Page 11: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

dalam pencapaiannya akan membawa individu menuju pada kesehatan mental

dimana individu dapat memecahkan masalahnya secara realistik, menerima

dengan baik sesuatu yang tidak dapat dielakkan, mengerti dan menerima

kekurangan yang ada pada dirinya dan kekurangan dengan orang lain yang

bekerjasama dengan dirinya. (Hurlock,1984)

Selain itu keberhasilan dalam menyesuaikan diri akan menimbulkan rasa

puas, bertambahnya kepercayaan diri sendiri, kepercayaan terhadap kemampuan

diri dan menambah harga diri. Semakin baik penyesuaian diri suatu individu maka

akan bertambah baik pula hubungan individu tersebut dengan dunia luarnya.

Manusia adalah makhluk yang dinamis. Kehidupan manusia selalu

berubah. Menurut Maramis (1980:60), dalam dunia yang berubah-ubah manusia

harus senantiasa melakukan penyesuaian diri. Maramis (1995:69) memandang

penyesuaian diri sebagai suatu keadaan yang homeostatis, yaitu usaha suatu

organisme yang dengan cara terus menerus mempertahankan keadaan

keseimbangan dalam batas tertentu supaya dapat hidup terus.

Gilmer (1984:66) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai proses untuk

mencapai keseimbangan antara kebutuhan, stimulus, dan kesempatan yang

ditawarkan lingkungan. Proses tersebut terdiri dari usaha-usaha untuk memuaskan

kebutuhan dengan menguasai rintangan dari luar maupun dalam, serta

menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi.

Lazarus (1976:15) mengemukakan dua pengertian penyesuaian diri, yaitu :

1. Penyesuaian diri sebagai suatu achievement, yang berkenaan dengan

apakah individu berhasil menyelesaikan aktifitas, ketegangan, dan

konflik-konflik yang dihadapi dengan baik atau tidak.

2. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang berkenaan dengan

bagaimana individu melakukan penyesuaian di bawah kondisi yang

berbeda-beda dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini.

Menurut Powell (1983) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

individu dalam melakukan penyesuaian diri, yang disebut sebagai resources.

Resources yang memiliki asosiasi tinggi dengan penyesuaian diri dalam hidup

adalah hubungan yang baik dengan keluarga dan orang lain, keadaan fisik,

11

Page 12: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

kecerdasan, minat di luar pekerjaan, keyakinan yang bersifat religius, kemampuan

keuangan, dan impian. Selain itu digunakan pula lima karakteristik penyesuaian

diri efektif menurut Haber & Runyon (1984) yaitu persepsi yang akurat terhadap

realitas, kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan stres, citra diri yang positif,

kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya, serta hubungan antarpribadi

yang baik.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa penyesuaian diri adalah usaha dan variasi respon-respon yang terus

menerus dilakukan dan dikeluarkan individu sebagai suatu proses dinamis untuk

mengatasi hambatan, ketegangan, konflik, frustasi dalam upayanya untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan tertentu serta tuntutan baik dari dalam

diri maupun lingkungan sehingga diperoleh kesesuaian antara individu dengan

lingkungannya, keseimbangan dan keharmonisan serta arti dalam kehidupan. Atau

dengan kata lain definisi dari penyesuaian diri ini adalah suatu upaya individu

untuk mencari titik temu antara kondisi dirinya dengan konflik dan perubahan

yang terjadi dalam hidupnya sehingga terjadi hubungan yang menyenangkan

antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan luar dimanapun dirinya

berada.

2.1.1.2. Klasifikasi Penyesuaian Diri

Schneider (1960 dalam Marulianasari, 1995) mengklasifikasikan

penyesuaian diri ke dalam 3 kategori, yaitu :

1. Klasifikasi berdasarkan gejala-gejala dan akibat.

Penyesuaian diri dapat diklasifikasikan menurut gejala-gejala atau tipe-

tipe orang yang terlibat. Kategorinya antara lain : neuropsikotik,

psikopatik, perverted, eksentrik dan epilepsi. Klasifikasi ini lebih

ditujukan pada psikologi abnormal dan psikiatri daripada psikologi

penyesuaian diri.

2. Klasifikasi berdasarkan macam-macam respon

Penyesuaian diri dapat dikelompokkan menurut macam-macam respon

atau kualitas reaksi yang melibatkan bagaimana individu mengatasi

12

Page 13: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

tuntutan, masalah-masalah, konflik dan frustasi. Klasifikasi berguna untuk

mempelajari penyesuaian diri dengan memfokuskan perhatian pada proses

mental dan perilaku yang terjadi dalam situasi penyesuaian diri.

Dalam klasifikasi ini, penyesuaian diri dibedakan sebagai berikut :

a. Penyesuaian diri normal

b. Penyesuaian diri yang dimaksud untuk mempertahankan diri

c. Penyesuaian diri melalui escape dan withdrawing

d. Penyesuaian diri melalui rasa sakit

e. Penyesuaian diri melalui agresi

Pola yang berbeda dari penyesuaian diri tersebut diambil dari batasan-

batasan umum “pattern of adjustment”.

3. Klasifikasi berdasarkan permasalahan

Penyesuaian diri dapat juga dikelompokkan berdasar permasalahan atau

situasi-situasi yang melibatkan tuntutan-tuntutan dari diri sendiri dan

tuntutan lingkungan.

Penyesuaian diri dapat dikelompokkan menjadi enam, yaitu :

a. Penyesuaian diri pribadi (personal adjustment)

b. Penyesuaian sosial (social adjustment)

c. Penyesuaian keluarga dan rumah (home and family adjustment)

d. Penyesuaian akademis (academic adjustment)

e. Penyesuaian pekerjaan (vocational adjustment)

f. Penyesuaian perkawinan (marital adjustment)

2.1.1.3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian

pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan

diuraikan sebagai berikut :

1. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya

sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan

lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa

13

Page 14: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan

kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak

adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau

tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak

adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas,

rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan

emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya,

sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh

lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian

terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu

harus melakukan penyesuaian diri.

2. Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat

tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari

proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan

sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk

mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang

ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial.

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup

dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup

hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,

teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat

sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap

berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas

(masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang

individu.

Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan

masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang

memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan

cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian

14

Page 15: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial

kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun

dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur

hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu

mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu

mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya

dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu

dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri.

Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi

seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal

inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha

mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya

terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta

menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

2.1.1.4. Pembentukan Penyesuaian Diri Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak

akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar

dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan

orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta

berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil,

tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan

lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat

menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau

dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat

keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian

15

Page 16: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu

merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok

bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak

orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan

mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal

ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya

tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi

berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada

masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan

individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi

remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang

tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada

beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas

dan stres.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan

kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua

harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan,

pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata

menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan

pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat

anak tidak memiliki rasa aman.

Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk

mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui

permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-

hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat

dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat

memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang

individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan

individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang

16

Page 17: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa

putus asa pada jiwa individu tersebut.

b. Lingkungan Teman Sebaya

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan

yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja

dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja

menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya

apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan

perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang

rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu

individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang

dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.

Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan

membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri,

ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-

ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti

ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya

untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan

kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian

diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

c. Lingkungan Sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah

pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup

tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru,

tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik

yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam

pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan

dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk

mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem

pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini

17

Page 18: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara

individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut

kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses

ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh

pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat

berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri

individu.

Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau

sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti

itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa

dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka

disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan

pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi

pertentangan antar generasi.

2.1.1.5. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri

Menurut Gunarsa (1995:92-104) terdapat sembilan bentuk penyesuaian

diri, yaitu :

1. Perilaku Kompensatoris

Istilah kompensatoris sering diartikan sebagai konsep umum yang

meliputi berbagai macam bentuk khusus penyesuaian terhadap kegagalan

dan ketidakcocokan seperti halnya rasionalisasi, kritik, sublimasi dan

bentuk-bentuk perilaku pengganti (substitute) lainnya.

Ada pula yang mengartikan kompensasi sebagai usaha khusus untuk

mengurangi ketegangan-ketegangan atau kekurangan-kekurangan karena

adanya kerusakan. Penekanan diberikan pada berfungsinya suatu sifat atau

ciri tertentu yang dipakai untuk mengalihkan perhatian orang lain dan

defeknya. Perilaku pengganti atau kompensatoris ini mungkin dapat

diterima mungkin juga ditolak.

2. Perilaku menarikperhatian orang lain (Attention-seeking behavior)

18

Page 19: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Keinginan untuk memperoleh perhatian merupakan sifat yang paling

normal. Penerimaan sosial (commendation) biasanya yang paling

memuaskan. Bahkan masih lebih memuaskan apabila ditolak oleh umum

daripada diacuhkan atau diabaikan oleh beberapa orang. Seseorang dengan

penyesuaian diri yang baik akan memperoleh perhatian. Apabila

tingkahlaku biasa tidak dapat menimbulakan perhatian yang diiinginkan

maka seseorang akan melakukan tindakan-tindakan yang mengheohkan

untuk menarik perhatian orang terhadap dirinya. Keinginan ini biasa terlihat

pada anak-anak tetapi juga merupakan cirri pada masa remaja ataupun

dewasa.

3. Memperkuat diri melalui kritik

Seringkali menyadari akan kurangnya kemampuan diri dalam mengatasi

tuntutan sosial akan membentuk sikap kritis terhadap orang lain, khususnya

bila orang lain memperhatikan keberhasilannya dalam penyesuaian

terhadap beberapa situasi sedangkan dirinya sendiri mengalami kegagalan.

Suatu bentuk yang normal dan banyak terlihat adalah ‘gosip’ yang dapat

menjadi gejala dari ketidakmampuan penyesuaian diri.

Kritik yang baik diberikan kepada seseorang dapat dikatakan

merupakan suatu tanda bersahabat dan perhatiannya terhadap orang tersebut

bila ada kesalahan yang terlihat. Kritik diri sendiri berdasarkan keinginan

untuk memperbaiki tingkah laku sendiri merupakan hal yang umum, karena

merupakan suatu bentuk tingkah laku penyesuaian.

4. Identifikasi

Pembentukan pola-pola identifikasi merupakan bentuk penyesuaian

yang tidak merugikan. Identifikasi sebagai suatu alat kompensasi dapat

dimulai pada umur yang muda, misalnya anak kecil mengidentifikasikan

dirinya dengan orang tua yang dibanggakan. Identifikasi yang tidak

dianjurkan adalah identifikasi yang sedemikian rupa sehingga orang

tersebut kehilangan individulitas diri, ia tidak lagi menyadari dirinya

sebagai pribadi akan tetapi mengambil alih keseluruhan pikiran maupun

perbuatan dari yang menjadi objek identifikasinya.

19

Page 20: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

5. Sikap Proyeksi

Pada umumnya seseorang tidak senang mengakui kesalahan maupun

ketidakmampuannya kepada orang lain. Lebih mudah dan menyenangkan

apabila kegagalan ataupun sebab dari kegagalan sendiri diproyeksikan pada

orang lain atau pada objek lain dari lingkungan.

Alasan merupakan proyeksi mungkin saja benar akan tetapi pada

umumnya merupakan suatu dalih (alasan). Sikap proyeksi dapat juga

dipakai sebagai pembenaran suatu kesalahan. Proyeksi melindungi individu

dari perasaan sia-sia sebagai akibat pengaruh kesalahan-kesalahannya.

Apabila sebab kegagalan selalu diproyeksikan pada orang lain dan

menimbulkan suatu keadaan yang tidak enak maka keadaan emosi seperti

ini dapat menimbulkan gangguan mental.

Integrasi proyeksi yang terjadi dari konflik-konflik yang disebabkan

oleh kesadaran kegagalan seseorang dan usaha untuk menerangkan

kegagalan dengan cara yang baik, dapat mengurangi ketegangan-

ketegangan.

6. Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan usaha untuk membuktikan bahwa

perbuatannya (yang sebenarnya tidak baik) rasional adanya, dapat

dibenarkan dan dapat diterima. Misalnya, A tidak dapat bermain

bulutangkis karena tidak enak badan, padahal sebenarnya A takut kalah.

Tanda-tanda terjadinya rasionalisasi adalah mencari-cari alasan untuk

membenarkan perbuatan atau kepercayaannya, tidak sanggup mengenali

hal-hal yang tidak tetap atau bertentangan, menjadi bingung atau marah bila

‘alasannya’ diragukan orang lain (Maramis, 1994:74)

Akibat dari rasionalisasi umumnya lingkungan sosial mau menerima

penggunaan rasionalisasi bila tidak terlalu sering. Apabila terlalu sering

memakai rasionalisasi sebagai pembenaran diri maka lingkungan akan

menolaknya dan penyesuaian sosial akan sulit tercapai karena dihalangi

oleh sikap lingkungan yang tidak menyukainya.

20

Page 21: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Penggunaan rasionalisasi secara terus-menerus akan sampai pada

pembentukan nilai palsu terhadap pribadinya sendiri. Bahkan mungkin saja

sampai pada suatu keadaan dimana individu tidak dapat berbicara jujur lagi.

Apabila rasionalisasi disertai proyeksi akan terlihat keadaan seseorang

dimana alasan-alasan kegagalannya sama sekali dilepaskan dari

ketidakmampuannya, selalu menyalahkan orang lain, dan keadaan di luar

dirinya sebagai sumber kegagalannya.

7. Sublimasi

Sublimasi memungkinkan seseorang menyalurkan aktivitasnya dengan

aktivitas pengganti yang dapat diterima umum, untuk menghindari stress

emosi. Seseorang akan yakin betul bahwa aktivitas pengganti telah

digerakkan oleh sikap-sikap sosial yang baik.

Sublimasi mempunyai arti sosial. Nilai sosial ini terletak pada

keinginan-keinginan diri sendiri dan dorongan primitif yang

menguntungkan bagi orang lain atau anggota kelompok lainnya. Hal ini

memuaskan karena penyaluran energi ke dalam aktivitas tersebut

memuaskan bagi kedua belah pihak yaitu individu sendiri dan pihak lain

yang dikenai aktivitas tersebut.

Apabila aktivitas yang lebih luas ini berhasil, maka segala ketegangan

atau perasaan terhalang telah berubah atau hilang sama sekali dan orang

tersebut menjadi anggota masyarakat yang baik penyesuaiannya.

Penyaluran energi emosi disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan seperti seni

musik atau seni sastra. Seorang ibu yang anak-anaknya sudah meningkat

dewasa dan meninggalkan rumah, akan mengalihkan dorongan keibuannya

ke arah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial

dan lain-lain.

Banyak dorongan primitif yang menggerakkan seorang individu untuk

melakukan sesuatu dihubungkan dengan bertahannya ‘self’ (survival of the

self). Sejauh mana penyaluran dorongan tersebut tidak anti sosial hal

tersebut dapat diterima. Seorang individu lebih bersifat anti sosial daripada

sosial, artinya semua motif-motif dasar ditunjukan pada tujuan sendiri.

21

Page 22: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Sublimasi sebagai bentuk tingkah laku penurunan ketegangan memberikan

penyesuaian yang baik, kecuali bila sublimasi berpola ekstrim akan terjadi

ketidakmampuan penyesuaian.

8. Melamun dan mrngkhayal sebagai cara penyesuaian

Apabila penyesuaian pemuasan diri tidak mungkin, maka dipakai

penyesuaian melalui khayalan. Melamun merupakan kecenderungan yang

memperbolehkan khayalan bermain dengan ide-ide yang merupakan

perwujudan

9. Represi

Jika tanpa diketahui, seseorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan

tertentu dari kesadarannya, berarti ia melakukan suatu reaksi penyesuaian

yang disebut represi. Tidak semua repesi negatif. Jiwa manusia adalah jiwa

ajaib yang berkecenderungan untuk menekan aspek-aspek yang tidak

menyenangkan.

2.1.2. Remaja

2.1.2.1. Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata

bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh

menjadi dewasa”. Istilah adolescene, seperti yang telah digunakan saat ini,

memiliki arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional,

sosial, dan fisik. Pandangan ini seperti yang dikemukakan oleh Piaget, bahwa:

“Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi

dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak tidak lagi merasa dibawah

tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,

sekurang-kurangnya dalam masalah hak… Termasuk juga perubahan intelektual

yang mencolok…” (Hurlock, 2004 : 206).

Menurut Monks (2002 : 262) masa remaja berlangsung antara usia 12-21

tahun, dengan pembagian 12-15 tahun : masa remaja awal; 15-18 tahun : masa

remaja pertengahan; 18-21 tahun : masa remaja akhir. Titik tolak remaja adalah

adanya macam-macam gejala perubahan pada remaja, perubahan yang dialami

22

Page 23: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

dilatarbelakangi oleh masa peralihan. Masa remaja menunjukkan masa transisi

atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak

lagi memiliki status anak-anak. Perbedaan proses perkembangan yang jelas pada

masa remaja ini adalah perkembangann psikoseksualitas dan emosionalitas yang

mempengaruhi tingkah laku remaja, yang sebelumnya pada masa anak-anak tidak

nyata pengaruhnya (Singgih & Singgih, 1988 : 3).

Menurut teori perkembangan Eric Erikson, masa remaja didefinisikan

sebagai masa dimana individu dihadapkan dengan penemuan siapa mereka,

bagaimana mereka nanti, dan kemana mereka menuju kehidupannya. Remaja

dihadapkan dengan banyak peran baru dan status orang dewasa. Erikson

menyebut masa ini dengan istilah fase identitas dan kebingungan identitas yang

berlangsung antara usia 10 hingga 20 tahun (Santrock, 2002 : 40-41).

2.1.2.2. Ciri-Ciri Perkembangan Remaja

Ada beberapa ciri-ciri perkembangan remaja yang perlu diuraikan

sehubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri remaja. Ciri-ciri

perkembangan tersebut terdiri dari ciri-ciri perkembangan fisik, psikologis, dan

sosial.

Perkembangan Fisik

Pertumbuhan fisik remaja mengalami perubahan yang cepat, lebih

cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Hal ini

dapat menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran pada diri mereka.

Sebagaimana yang dikatakan oleh (Deradjat,1976) remaja khawatir

akan ketidaksempurnaan tubuh mereka. Hal lain yang dikhawatirkan

adalah bentuk badan yang terlalu gemuk, terlalu kurus, terlalu pendek,

terlalu jangkung, wajah yang kurang tampan atau cantik, ada jerawat,

dll.

Remaja sangat dipengaruhi oleh khayalan-khayalan tentang

bentuk tubuh yang ideal yang ada pada budayanya. Mereka mungkin

akan menarik diri dari kontak sosial, sehingga mereka akan terisolasi

dari lingkungan pergaulannya (Rice,1987). Ini berarti bahwa penilaian

23

Page 24: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

diri terhadap tubuhnya sendiri akan mempengaruhi sikap dan perilaku

individu.

Perkembangan Psikologis

Menurut Piaget sebagaimana yang ditulis oleh Gunarsa (1988 :

62-64), pada awal masa remaja mulai berkembang bentuk-bentuk

pikiran yang formil, yaitu pemikiran mengenai hal-hal yang tidak

kelihatan atau peristiwa yang tidak dialami secara langsung. Perhatian

mereka diarahkan ke persoalan dunia, dan sekaligus untuk mencari cara

penyelesaiannya. Mereka juga memikirkan mengenai diri sendiri dan

refleksi diri. Kemampuan berfikir abstrak menyebabkan remaja

menunjukkan perhatian besar kepada kejadian dan peristiwa konkret,

seperti pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, atau memilih

pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh di depannya. Ini berarti

bahwa sepanjang masa remaja, terjadi pertumbuhan dan perkembangan

otak dan kemampuan berpikir remaja dalam menerima dan mengolah

informasi abstrak dari lingkungan, sehingga dengan perkembangan

kemampuan berpikirnya, seorang remaja telah dapat menilai benar-salah

atau baik-buruk perbuatan yang dilakukannya sehubungan dengan dunia

di sekitarnya.

Perkembangan Sosial

Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dari adanya dua

macam arah gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan gerak yang

lain adalah menuju ke arah teman-teman sebaya. Dua macam arah gerak

ini bukan merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat

terkait dengan yang lain (Monks,1988). Pada masa ini sikap sosial

remaja sangat menonjol, lebih-lebih sikap sosial yang berhubungan

dengan teman sebaya. Sikap positif remaja terhadap teman sebaya

berkembang dengan pesat setelah remaja mengenal adanya kepentingan

dan kebutuhan yang sama. Remaja berusaha bersikap sesuai dengan

norma-norma kelompoknya. Sikap conform ini selalu dipertahankan

remaja, walaupun hal itu dapat menimbulkan pertentangan antar remaja

24

Page 25: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

dengan orang tuanya akibat perbedaan nilai. Mappiare telah

menyimpulkan bahwa konsep diri pribadi (personal appearance) dapat

berkorelasi dengan konformitas terhadap kelompok, dengan tingkah

lakunya dan dengan citra diri (Mappiare,1982) Pernyataan ini diperkuat

oleh Ingersoll (1989) yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan

periode kuatnya perilaku conform terhadap teman sebaya.

2.1.2.3. Tugas Perkembangan Remaja

Hurlock (1999) menekankan bahwa semua tugas perkembangan pada

masa remaja dipusatkan pada penanggulangan pada sikap dan pola perilaku yang

kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.

Adapun tugas perkembangan remaja itu adalah :

1. Mencapai peran sosial pria dan wanita

2. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya

5. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang

6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

7. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku dan mengembangkan ideologi

2.1.3. Penyesuaian Diri Remaja

Penyesuaian diri terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan

oleh setiap orang, terutama dalam usia remaja. Kerana pada usia ini remaja

banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam dirinya. Apabila seseorang

tidak berhasil menyesuaikan diri pada masa kanak-kanaknya, maka ia dapat

mengejarnya atau memperbaikinya pada usia remaja. Akan tetapi apabila tidak

dapat menyesuaikan diri pada usia remaja, maka kesempatan untuk

memperbaikinya mungkin akan hilang untuk selama-lamanya, kecuali boleh

didapati melalui pengaruh pendidikan dan latihan-latihan. (Mu’tadin,2002)

25

Page 26: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Remaja yang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dan

lingkungannya mempunyai ciri-ciri antara lain; suka bekerjasama dengan orang

lain, simpati, mudah akrab, disiplin dan lain-lain. Sebaliknya bagi remaja yang

tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya

mempunyai ciri-ciri; suka menonjolkan diri, menipu, suka bermusuhan, egoistik,

merendahkan orang lain, buruk sangka dan sebagainya.

Remaja sebagai suatu individu juga dituntut untuk dapat melakukan

penyesuaian diri. Menurut Carbalo (1978, dalam Sarwono 1989) terdapat enam

penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu :

1. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam

kepribadiannya.

2. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adequate dalam

kebudayaan dimana ia berada

3. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan

kemampuan untuk menghadapi kehidupan

4. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat

5. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai

yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.

6. Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman diri sendiri dan

dalam kaitannya dengan lingkungan.

2.1.4. Sekolah Formal

2.1.4.1. Sekolah Sebagai Pusat Pendidikan Formal

Didalam lembaga pendidikan formal atau persekolah, kelahiran dan

pertumbuhan dari dan untuk masyarakat bersangkutan. Artinya, sekolah sebagai

pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang disertai

kewajiban memberikan pendidikan. Perangkat ini dikelola secara formal

mengikuti haluan yang pasti dan diperlakukan dimasyarakat bersangkutan. Fungsi

pemberian pendidikan tidak diserahkan sepenuhnya kepada lembaga persekolah.

Sekolah pengalaman belajar pada dasarnya dapat diperoleh disepanjang hidup

26

Page 27: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

manusia, kapanpun dan dimanapun, termasuk dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat itu sendiri.

Lembaga sosial formal dapat juga disebut sebagai satu organisasi yang

terikat kepada tata aturan formal berprogram, dan bertarget atau bersasaran yang

jelas, serta memiliki struktur kepemimpinan penyelenggara atau pengelolaan yang

resmi. Penjabaran dari fungsi sekolah sebagai pusat pendidikan formal, terlihat

pada tujuan institusional yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis dan

tingkatan sekolah.

Tujuan institusional untuk masing-masing tingkat atau jenis pendidikan,

untuk pencapaiaannya ditopang oleh tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan-tujuan

instruksional. Untuk tujuan institusional, kurikuler, maupun instruksional

semuanya diarahkan kepada pembentukan pribadi dan kemampuan warga

masyarakat yang menjadi target atau sasaran pendidikan dimasyarakat

bersangkutan. Ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan sekolah sebagai

lembaga sosial yang terorganisasi secara formal.

2.1.4.2. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

1. Pranata Sosial Dalam Masyarakat

Didalam masyarakat terdapat 5 macam pranata sosial yang masing-masing

mempunyai urusan dan fungsi esensial tertentu bagi kelangsungan hidup dan

perkembangan masyarakat bersangkutan diantaranya:

1) Pranata Pendidikan, urusan terletak pada upaya sosialisasi, sehingga

masyarakat memiliki kemampuan dan ciri-ciri pribadi sebagaimana

yang diharapkan oleh masyarakat bersangkutan.

2) Pranata Teknologi, berfungsi mengefesiensikan dan efektivitas kerja

didalam masyarakat yang terletak pada inovasi peralatan dan cara-cara

penanganan usaha.

3) Pranata Ekonomi, berfungsi untuk memperoleh kekayaan hidup secara

ekonomis, urusannya terletak pada upaya pemenuhan kemakmuran

hidup.

27

Page 28: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

4) Pranata Politik, berfungsi untuk menciptakan integrasi dan stabilitas

hidup disuatu masyarakat.

5) Pranata Etika atau Moral, berfungsi pada upaya interpretasi tentang baik

buruknya penyikapan atau tindakan didalam pergaulan hidup

bermasyarakat.

Kehidupan pranata sosial tersebut, saling berhubungan dan saling

memperngaruhi antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya pranata

pendidikan yang berpengaruh dan juga dipengaruhi oleh pranata ekonomi,

begitupun halnya dengan pranata-pranata sosial lainnya.

2. Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Hubungan antara sekolah dengan masyarakat dapat dilihat dari 2 segi, yaitu:

1) Sekolah sebagai mitra dari masyarakat didalam melakukan fungsi

pendidikan.

2) Sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan

dari masyarakat lingkungannya.

Sekolah sebagai mitra masyarakat, berarti kedua-duanya dilihat sebagai

pusat pendidikan yang potensial. Dari sudut pandang tersebut dapat diberikan dua

gambaran hubungan fungsional diantara keduanya, yaitu:

1) Fungsi pendidikan di sekolah, sedikit banyak dipengaruhi pula oleh corak

pengalaman seseorang dilingkungan masyarakat. Kondusif tidaknya dan

positif tidaknya pengalaman seseorang dilingkungan masyarakat, tidak dapat

dielakkan pengaruhnya terhadap keberhasilan fungsi pendidikan disekolah..

2) Fungsi pendidikan di sekolah, sedikit banyak dipengaruhi oleh fungsional

tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar perpustakaan umum,

museum, kebun binatang, peredaran koran atau majalah serta sumber-sumber

lainnya.

2.1.5 Homeschooling

2.1.5.1. Pengertian Homeschooling

Menurut Komunitas Sekolah Rumah Diknas: homeschooling adalah

proses layanan pendidikan yang dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau

28

Page 29: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

tempat-tempat lain. Proses itu dilakukan secara sadar, teratur, dan terarah.

Tujuannya mengembangkan potensi unik secara maksimal tiap anak.

Didiet Adiputro (2008), Homeschool, atau sekolah rumah, adalah sebuah

aktivitas untuk menyekolahkan anak di rumah secara penuh. Homeschooling

merupakan sebuah pilihan dan khazanah alternatif pendidikan bagi orang tua

dalam meningkatkan mutu pendidikan, mengembangkan nilai iman (agama), dan

menginginkan suasana belajar yang lebih menyenangkan.

Ransom (2001) menyatakan bahwa terdapat dua hal penting, yaitu: (1)

sebagian besar pelaksana homeschooling melakukan aktivitas belajarnya di

rumah. Sebagian melaksanakan hampir seluruh kegiatan belajar di rumah, dengan

“membeli” kurikulum yang telah terstruktur; (2) dalam melaksanakan

homeschooling, orangtua dan anak bertanggung jawab terhadap pendidikan dan

proses belajar, memutuskan apa yang akan dipelajari, kapan waktu untuk belajar,

dan bagaimana cara belajarnya.

Menurut Dhanang Sasongko, Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah

dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena), kalau di Amerika Serikat (AS) dan di

dunia, homeschooling sudah lama berkembang. Di Indonesia mungkin ada yang

namanya Proses Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Homeschooling terdiri

dari tiga jenis. Pertama, homeschooling tunggal. Ini penggiatnya adalah satu

keluarga. Kemudian homeschooling majemuk terdiri dari dua keluarga, dan

terakhir homeschooling komunitas. Komunitas ini dibentuk dengan metode

pembelajarannya secara tutorial. Homeschooling tunggal dilakukan di rumah.

Homeschooling itu adalah bagaimana proses kegiatan belajar, di mana pun, kapan

pun, dan dengan siapa saja.

2.1.5.2. Sistem dan Metode Pembelajaran Homeschooling

Sistem pada homeschooling komunitas adalah beberapa keluarga

memberikan kepercayaannya untuk mendidik anak-anaknya ke dalam

homeschooling. Proses pembelajarannya melalui tutorial. Ini ada di salah satu

metode HS Kak Seto. Yang menjadi tutornya adalah tim yang bernama Badan

Tutorial. Mereka terdiri dari lulusan berbagai jenis profesi pendidikan. Mereka

29

Page 30: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

melaksanakan, misalnya, pertemuan dua kali dalam satu minggu. Ada paket A

setara dengan Sekolah Dasar (SD), paket B setara Sekolah Menengah Pertama

(SMP) dan paket C setara Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadi kunjungannya

adalah kunjungan ke komunitas. Bila keluarga atau peserta didik kekurangan

informasi akademisnya maka mereka bisa memanggil gurunya ke suatu tempat.

Jadi komunitas itu menyediakan suatu tempat. Misalnya, komunitas Berkemas

yang dipimpin Ibu Yaya atau Mbak Neno Warisman itu tempatnya di Pejaten.

Mereka berkumpul selama tiga jam. Hari Senin adalah untuk setara SMA, jadi

anak kelas satu, dua, dan tiga belajar dalam satu ruangan.

Homeschooling memberikan masing-masing peserta didik kebebasan

dalam memilih pembelajaran tetapi tidak terlepas dari kurikulum. Kurikulum

yang dipakai adalah kurikulum 2004 yaitu kurikulum berbasis kompetensi, atau

kurikulum terbaru kurikulum 2006. Jadi tetap ada acuannya karena nanti di ujung

dari proses pendidikan HS ada ujian kesetaraan. Kalau di pendidikan formal itu

Ujian Nasional (UN), sedangkan di pendidikan non formal komunitas ini ada

ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional

(Diknas) atau komunitas yang sudah mendapatkan legalitas untuk bisa

menyelenggarakan ujian tersendiri.

Dalam hal ini, jika ada anak didik yang sudah bosan di kelas dua atau

tidak nyaman di pendidikan formal, dia dapat pindah ke kelas tiga di

homeschooling komunitas. Itu tidak masalah karena berdasarkan prinsip Diknas

untuk ini adalah multi entry and multi exit atau mudah untuk masuk dan mudah

untuk keluar. Legalitasnya pun sudah dijamin oleh pemerintah. Dalam Undang-

Undang (UU) No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan

bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan non formal yang

menyelenggarakan pendidikan umum setara SD, SMP, maupun SMA.

Metode pembelajaran untuk masing-masing homeschooling yaitu tunggal,

majemuk, dan komunitas yaitu metode pembelajaran yang tematik dan konseptual

serta aplikatif.

Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama

sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan

30

Page 31: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

pendidikan seperti yang diharapkan. Namun homeschooling dan sekolah memiliki

perbedaan.

Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang

tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada homeschooling, tanggung jawab

pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua. Sistem di sekolah

terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem

pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.

Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa.

Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara

anak dan orang tua.

Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan

kurikulum dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling terdesentralisasi

pada keinginan keluarga homeschooling. Kurikulum dan materi ajar dipilih dan

ditentukan oleh orang tua.

31

Page 32: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

2.2. Kerangka Konseptual

Penyesuaian DiriREMAJA

Lingkungan Keluarga

Lingkungan Teman Sebaya

Lingkungan Sekolah

HomeschoolingSekolah formal

32

Page 33: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena

menurut Merriam (dalam Creswell, 1998), penelitian kualitatif lebih tertarik pada

pemaknaan, yaitu bagaimana orang mengartikan kehidupan, pengalaman, dan

struktur di dalam dunianya.

Paradigma Penelitian

Dalam melakukan penelitian kualitatif, hendaknya seorang peneliti juga

memahami paradigma yang ada dalam bahasan penelitian kualitatif. Karena tanpa

sebuah paradigma penelitian, seorang peneliti cenderung akan bersikap kaku dan

dogmatis mengenai aturan baku yang harus diikuti. Ia tidak memiliki gambaran

tentang alternatif pendekatan atau metode lain yang kemungkinan lebih tepat

digunakan untuk meneliti topik yang diminatinya (Poerwandari, 2005 : 16).

Istilah paradigma mengacu pada set proposisi (pernyataan) yang

menerangkan bagaimana dunia dan kehidupan dipersepsikan. Paradigma

mengandung pandangan tentang dunia, cara pandang untuk menyederhanakan

kompleksitas dunia nyata, dan karenanya, dalam konteks pelaksanaan penelitian,

memberi gambaran pada kita mengenai apa yang penting, apa yang dianggap

mungkin dan sah untuk dilakukan, apa yang dapat diterima akal sehat (Patton,

1990 dalam Poerwandari, 2005 : 17).

Menurut Sarantakos (1993, dalam Poerwandari, 2005 : 18) ada dua

paradigma besar yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

ilmu-ilmu sosial dan ilmu tentang manusia, yakni paradigma interpretif.

Sarantakos juga masih menyebutkan satu paradigma lagi, yakni paradigma

kritikal, yang menyusul berkembang dan memberikan banyak masukan bagi ilmu

pengetahuan. Penjelasan sekaligus perbedaan dari ketiga paradigma itu dapat

dilihat dari tabel dibawah ini :

33

Page 34: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

KRITERIA POSITIVISME

FENOMENOLOG

IS/

INTERPRETIF

KRITIKAL

REALITAS

Objektif, diluar

individu

Dipersepsi

melalui indera

Dipersepsi

seragam

Diatur oleh

hukum-hukum

universal

Terintegrasi

dengan baik

untuk kebaikan

semua

Subjektif

Diciptakan,

bukan ditemukan

Diinterpretasikan

Berada diantara

subjektivitas dan

objektivitas

Merupakan suatu

hal kompleks

Diciptakan

manusia, bukan

ada dengan

sendirinya

Berada dalam

ketegangan,

penuh

kontradikasi

Didasari

penekanan dan

eksploitasi

tehadap pihak

yang posisinya

lemah

MANUSIA Rasional

Mengikuti

hukum diluar

diri

Tidak memiliki

kebebasan

kehendak

Pencipta dunia

Memberi arti

pada dunia

Tidak dibatasi

hukum diluar diri

Menciptakan

rangkaian makna

(system of

meaning)

Dinamis,

pencipta nasib

Dicuci otak

(Brain-washed),

diarahkan secara

tidak tepat,

dikondisikan

Dihalangi dari

realisasi

34

Page 35: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

potensinya

secara utuh

ILMU

Didasarkan

pada hukum

dan prosedur

ketat

Deduktif

Nomotetis

(mencari

hukum-hukum

umum)

Didasarkan

pada impresi

indera

Bebas nilai

Didasari

pengetahuan

sehari-hari

Induktif

Idiografis

Didasarkan pada

interpretasi

Tidak bebas nilai

Diantara

positivistik dan

interpretif;

kondisi-kondisi

sosial

membentuk

kehidupan, tetapi

hal tersebut

dapat diubah

Membebaskan,

memampukan

Menjelaskan

dinamika sistem-

sistem yang ada

dan berkembang

dalam

masyarakat

Tidak bebas nilai

TUJUAN

PENELITI

AN

Menjelaskan

fakta,

penyebab dan

efek

Meramalkan

Menekankan

fakta objektif

(‘diluar’)

Menekankan

peramalan

Menginterpretasi

dunia

Memahami

kehidupan sosial

Menekankan

makna

Menekankan

upaya memahami

Mengungkap

yang ada

‘dibalik’ yang

kelihatan

Mengungkap

mitos-mitos dan

ilusi

Menekankan

terbukanya

keyakinan /ide-

35

Page 36: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

ide yang keliru

Membebaskan,

memampukan

Dari penjelasan tabel diatas, penelitian yang peneliti lakukan ini cenderung

lebih tepat jika menggunakan paradigma Interpretatif/Fenomenologis, dengan

asumsi bahwa paradigma inilah yang paling berdekatan dengan nuansa penelitian

kualitatif yang berupaya untuk menggali makna subyektif seseorang. Disisi lain,

pendekatan kualitatif juga mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar

interpretif dan fenomenologis yang antara lain :

1. Realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterpretasikan, bukan

sesuatu yang lepas di luar individu-individu,

2. Manusia secara tidak sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum

alam di luar diri, melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani

hidupnya,

3. Ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis

dan tidak bebas nilai,

4. Penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial (Sarantakos, 1993,

dalam poerwandari 2005 : 25).

Tipe Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas, maka tipe penelitian yang sesuai untuk

penelitian ini adalah fenomenologis karena tipe penelitian fenomenologis ini

sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ingin mengungkap tentang makna yang

dialami oleh setiap subyek berkenaan dengan proses penyesuaian diri yang

mereka jalani.

Menurut para peneliti dalam pandangan fenomenologis ini, mereka

berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang

biasa dalam situasi-situasi tertentu (Moleong, 2002 : 9). Fenomenologi tidak

berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang

diteliti oleh mereka. Pandangan ini menekankan aspek subjektif dari perilaku

36

Page 37: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

individu. Peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang

ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana

pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam

kehidupannya sehari-hari. Fenomenologi berusaha memahami perilaku manusia

dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang-orang itu sendiri. Bagi

mereka yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau

dipikirkan oleh orang itu sendiri (Moleong, 2002 : 31).

Unit Analisis

Tellis (1997, dalam Ardi : 2005) mengungkapkan bahwa unit analisis

merupakan analisa khas yang bekerja dalam sebuah kerangka sistematik dan

bukan kekhasan dari individu atau kelompok. Dalam penelitian ini unit

analisisnya adalah proses penyesuaian diri remaja yang pindah dari sekolah

formal ke homeschooling.

Subjek Penelitian

Kriteria Subjek Penelitian

Karakteristik subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa

homeschooling yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling pada saat usia

remaja (13 hingga 18 tahun), saat ini subyek berada dalam rentang usia

perkembangan remaja yaitu usia 13 hingga 18 tahun dan masih belajar setingkat

dengan SMP atau SMU di sekolah formal, serta merupakan siswa yang

melaksanakan homeschooling dalam komunitas.

Teknik Pengambilan Subjek

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan subyek yang digunakan adalah

incidental sampling. Dimana peneliti menggunakan empat orang subyek, dua laki-

laki dan dua perempuan.

Pemilihan Subjek Penelitian

37

Page 38: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Menurut Sarantakos (1993, dalam Poerwandari, 2005 : 95), prosedur

pengambilan subjek dan atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya

menampilkan karakteristik (1) diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar,

melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian; (2)

tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal

jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual

yang berkembang dalam penelitian, dan (3) tidak diarahkan pada keterwakilan

dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan pada kecocokan konteks.

Berkaitan dengan karakteristik – karakteristik tersebut, jumlah sampel

dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara tegas di awal penelitian.

Peneliti hanya akan menghentikan pencarian atau pengambilan subjek, ketika

peneliti telah mencapai titik dimana subjek penelitiannya mampu memenuhi

tujuan penelitian ini, sehingga diharapkan apabila peneliti menghentikan

pengambilan subjek, ketika telah mencapai titik jenuh tersebut, maka validitas

penelitian akan tetap terjaga dengan baik.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara

mendalam (depth interview) terhadap subjek penelitian terpilih. Wawancara

dalam penelitian kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh

pengetahuan tentang makna – makna subjektif yang dipahami individu berkenaan

dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu

tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Bainster

dkk., 1994 dalam Poerwandari, 2005 : 127).

Wawancara yang memungkinkan peneliti untuk menindaklanjuti

pertanyaan dengan cepat dan melakukan klarifikasi bila perlu. Juga bisa

melakukan penjadwalan dengan subjek untuk melakukan wawancara.

Pada penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi dengan

pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu – isu yang

harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk

38

Page 39: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan

peneliti mengenai aspek – aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar

pengecek (checklist) apakah aspek – aspek relevan tersebut telah dibahas atau

ditanyakan. Dengan pedoman demikian, peneliti harus memikirkan bagaimana

pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus

menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung

(Patton, 1990, dalam Poerwandari, 2005 : 127).

Selain menggunakan Depth Interview, peneliti juga menggunakan metode

observasi untuk mendukung data yang sudah ada dan untuk menguatkan hasil data

yang ada melalui gesture atau mimik wajah yang ditampilkan subyek yang bisa

menjadi data non-verbal dari subyek.

Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara

dengan pedoman umum. Metode wawancara dianggap paling sesuai dalam

menjawab masalah penelitian ini karena peneliti bermaksud untuk mendapat

pengetahuan mengenai makna yang dialami oleh setiap subyek berkenaan dengan

proses penyesuaian diri yang mereka jalani.

Dalam pembuatan pedoman umum wawancara ini, digunakan teori

penyesuaian diri efektif dari Haber & Runyon (1984) dan resources individu yang

menunjang penyesuaian diri menurut Powell (1983). Selain itu ditanyakan pula

data diri subyek dan pengalaman subyek sejak awal mengetahui homeschooling,

memutuskan untuk melaksanakan homeschooling, masa deschooling, hingga

kondisi yang terkini.

Observasi juga dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan

observasi naturalistik yang menggunakan metode pencatatan naratif. Dengan

observasi naturalistik ini diharapkan dapat menangkap perilaku yang tidak

disebutkan subjek dalam wawancara dengan peneliti.

3.6.2.Alat Pencatatan Data

39

Page 40: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Alat perekam ini berupa MP4 dan digunakan untuk mempermudah peneliti

dalam melakukan wawancara dan menyimpan data yang berkaitan dengan tujuan

penelitian. Untuk keperluan observasi peneliti juga menggunakan Handycam,

tetapi tidak di setiap waktu, karena dikhawatirkan dengan ‘kehadiran’ handycam,

perilaku yang dimunculkan subjek tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Sementara kertas dan alat untuk mencatat lainnya digunakan untuk mencatat data

pendukung lainnya seperti hasil observasi dan juga data-data lain yang dianggap

relevan dan dibutuhkan dalam kaitannya dengan tujuan penelitian.

Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dimulai dari mengorganisasikan data yang

beragam dan banyak. Highlen dan Finley (1996) menyatakan bahwa organisasi

data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk (a) memperoleh kualitas data

yang baik ; (b) mendokumentasikan analisis yang dilakukan, serta (c) menyimpan

data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian (dalam

Poerwandari, 2005 : 148).

Dari data yang telah terkumpul, untuk dapat mengambil suatu kesimpulan

dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperlukan suatu teknik analisa data.

Teknik analisa data sendiri terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

a. Organisasi data

b. Koding dan analisis

c. Pengujian terhadap dugaan

d. Tahapan interpretasi

Berdasarkan tipe penelitian, maka proses analisis data yang digunakan

adalah analisis tematik. Analisis Tematik merupakan proses mengkode informasi,

yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks,

kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal diantara atau

gabungan dari yang telah disebutkan. Penggunaan analisis tematik ini

memungkinkan peneliti untuk menemukan ‘pola’ yang pihak lain tidak dapat

melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam

tumpukan informasi yang tersedia. Setelah kita menemukan pola (“seeing”), kita

40

Page 41: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

akan mengklasifikasikan atau meng’encode’ pola tersebut (“seeing as”) dengan

memberi label, definisi atau deskripsi (Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari 2005).

Selain menggunakan analisis tematik peneliti mengolah dan menganalisis

hasil perolehan dengan melakukan analisis intra subyek dan antar subyek.

Validitas dan Reliabilitas Penelitian

Penelitian dengan metode kualitatif seringkali tidak memperoleh

penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan kuantitatif

karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif tidak

jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni, tidak menghasilkan data yang

tetap dan terukur jelas, serta subjektif. Marshall dan Rosman (1995) dalam situasi

yang demikian menyarankan bahwa peneliti kualitatif justru harus memberikan

perhatian lebih besar pada isu validitas dan ‘kualitas’ penelitiannya (Poerwandari,

2005 : 178). Validitas dalam penelitian kualitatif seringkali disebut sebagai

kredibilitas. Sedangkan reliabilitas sering disebut sebagai dependabilitas.

3.8.1. Kredibilitas

Istilah yang pertama dan yang paling sering digunakan peneliti kualitatif

adalah kredibilitas (Jorgensen, 1989; Lincoln & Guba, dalam Marshall &

Rossman, 1995; Patton, 1990; Leininger, 1994). Kredibilitas menjadi istilah yang

paling banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan untuk

merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi

kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi

masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi

yang kompleks (Poerwandari, 2005 : 181).

3.8.2. Dependabilitas

Dependabilitas digunakan Poerwandari (2001 : 104) untuk menggantikan

istilah reliabilitas yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Ada

beberapa hal yang dianggap penting untuk mampu meningkatkan kualitas

dependabilitas, antara lain :

a. Koherensi

41

Page 42: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Metode yang dipilih memang mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Keterbukaan

Sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode-

metode yang berbeda untuk mencapai tujuan.

c. Diskursus

Sejauh mana dan seintensif apa peneliti mendiskusikan temuan dan

analisisnya dengan orang-orang lain.

42

Page 43: Uas Kuali Prop Kel Siap Tempur

Daftar Pustaka

Monks, F.J. Knoers, A.M.R. dan Haditono, Siti Rahayu. 2004. Psikologi

Perkembangan (pengantar dalam berbagai bagiannya).

Yogyakarta:.Gajah Mada University Press.

Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penellitian

Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran

dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia Kampus Baru UI.

(http://www.kompas. com/kesehatan/ news/0604/ 19/ 114419.htm, 2006)

43