Tutorial Mekanisme

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunologi adaIah ilmu yang mempelajari tentang mekanisme dan fungsi imunitas tubuh yang timbul sebagai akibat pengenaIan terhadap zat asing, termasuk usaha untuk menetralkan, mengeliminasi atau memetabolisme zat asing tersebut beserta produk-produknya. Sistem pertahanan tubuh yang pertama kali untuk melawan jejas maupun infeksi adalah mikrosirkulasi. Contohnya yaitu pada respon pembuluh darah gingival terhadap gangguan metabolisme dari plak bakteri. Sebagai garis pertahanan awal terdapat gingiva dan sulkus gingiva, tetapi bukan suatu sistem pertahanan yang absolut terhadap jumlahnya produk antigen bakteri. Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan 1

Transcript of Tutorial Mekanisme

Page 1: Tutorial Mekanisme

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunologi adaIah ilmu yang mempelajari tentang mekanisme dan fungsi

imunitas tubuh yang timbul sebagai akibat pengenaIan terhadap zat asing, termasuk

usaha untuk menetralkan, mengeliminasi atau memetabolisme zat asing tersebut

beserta produk-produknya.

Sistem pertahanan tubuh yang pertama kali untuk melawan jejas maupun

infeksi adalah mikrosirkulasi. Contohnya yaitu pada respon pembuluh darah gingival

terhadap gangguan metabolisme dari plak bakteri. Sebagai garis pertahanan awal

terdapat gingiva dan sulkus gingiva, tetapi bukan suatu sistem pertahanan yang

absolut terhadap jumlahnya produk antigen bakteri.

Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan

bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya

penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang

meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila

respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya

dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat

menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah

dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui

mulut mereka.

Meskipun begitu, rongga mulut juga memiliki sistem imunitas. Sistem

imunitas rongga mulut salah satunya dipengaruhi oleh membran mukosa. Sistem

imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan

berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa

lebih bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan

langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang

terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang

lebih besar dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut

sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada mukosa dengan pengikatan

oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-enzim mukosa.

1

Page 2: Tutorial Mekanisme

Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai

barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada

deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat

keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi mikrobial.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiman Sistem Imun Spesifik Non Spesifik

2. Apa Saja Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Respon Imun Spesifik dan Respon Imun Non

Spesifik

3. Bagaimana Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut

4. Bagaiman Mekanisme Fagositosis Proses Terstimulasinya Respon Imun Spesifik dan

Non Spesifik

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Sistem Imun Spesifik Non Spesifik

2. Mengetahui Faktor Faktor yang Mempengaruhi Respon Imun Spesifik dan Respon Imun Non

Spesifik

3. Mengetahui Proses Terstimulasinya Respon Imun Spesifik dan Non Spesifik

4. Mengetahui Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut

2

Page 3: Tutorial Mekanisme

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel,

molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun

dan reaksi yang dikoordinasi sel – sel dan molekul – molekul terhadap mikroba dan bahan

lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan

keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan

hidup.

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah

keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan Penyusun Kekebalan Humoral dan

Seluler.

Bakteri yang masuk kemudian merangsang sel mast (residen leukosit ) yang di

jaringan untuk mengirimkan signaling endothelium kemudian terjadilah vasodilatasi

pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan kemoktin. Sel-sel PMN kemudian

melekat pada dinding pembuluh darah (Marginasi) sehingga dapat keluar untuk

menghancurkan bakteri yang masuk.Adanya pergerakan leukosit disebabkan karena adanya

rangsangn kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya

rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast.

Imunologi Rongga Mulut Tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang

secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Keadaan struktur mukosa rongga mulut

akan dapat rusak apabila system pertahanan mulut terganggu.

Terdapat dua tahapan dalam mekanisme system imun yakni mekanisme

pengenalan dan mekanisme penghancuran. Ada 2 mekanisme penghancuran yaitu:

1. Antigen Ekstra Sel Akan Diendositosis Dalam Vesikel Selanjuntnya Berikatan

Dengan Molekul Mhc Class Ii Sehingga Dapat Dikenali Oleh Cd 4 T Helper

Limfosit

2. Antigen Citolitic Akan Masuk Sitosol Berikatan Dengan Proteasome

Selanjutnya Di Er Berikatan Dengan Molekul Mhc Class I Sehingga Dapat

Dikenali Oleh Cd 8 T Helper Limfosit.

Reaksi yang terjadi berakibat pada terjadinya baktivasi Limfosit.

3

Page 4: Tutorial Mekanisme

Aktifasi limfosit

mhc class ii + cd4 t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga terjadi proliferasi dan

deferensiasi membentuk humoral respon

Mhc class i+cd8 thelper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi proliferasi

deferensiasi membentuk seluler respon

Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya rangsangan

kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast.

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah

keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan penyusun kekebalan humoral dan

seluler.

Eliminasi antigen

Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap antigen yang sama sehingga

saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang lebih tinggi Secara normal tubuh mampu

mengenali antigen sendiri sehingga tidak terjadi mekanisme imunologis. Hal ini disebut

toleransi. Kegagalan pengenalan terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit

autoimmune

BAB III4

Page 5: Tutorial Mekanisme

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Imun Spesifik Non Spesifik

Sistem Imun Spesifik

Imunitas spesifik diperlukan untuk melawan antigen dari imunitas nonspesifik.

Antigen merupakan substansi berupa protein dan polisakarida yang mampu merangsang

munculnya sistem kekebalan tubuh (antibodi). Mikrobia yang sering menginfeksi tubuh

juga mempunyai antigen. Selain itu, antigen ini juga dapat berasal dari sel asing atau sel

kanker. Tubuh kita seringkali dapat membentuk sistem imun (kekebalan) dengan

sendirinya. Setelah mempunyai kekebalan, tubuh akan kebal terhadap penyakit tersebut

walaupun tubuh telah terinfeksi beberapa kali. Sebagai contoh campak atau cacar air,

penyakit ini biasanya hanya menjangkiti manusia sekali dalam seumur hidupnya. Hal

ini karena tubuh telah membentuk kekebalan primer. Kekebalan primer diperoleh dari

B limfosit dan T limfosit. Adapun imunitas spesifik dapat di peroleh melalui

pembentukan antibodi. Antibodi merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel

darah. Semua kuman penyakit memiliki zat kimia pada permukaannya yang disebut

antigen. Antigen sebenarnya terbentuk atas protein. Tubuh akan merespon ketika tubuh

mendapatkan penyakit dengan cara membuat antibodi. Jenis antigen pada setiap kuman

penyakit bersifat spesifik atau berbeda-beda untuk setiap jenis kuman penyakit. Dengan

demikian diperlukan antibodi yang berbeda pula untuk jenis kuman yang berbeda.

Tubuh memerlukan macam antibodi yang banyak untuk melindungi tubuh dari berbagai

macam kuman penyakit. Anda pasti tahu bahwa dalam kehidupan sehari-hari tubuh

tidak dapat selalu berada dalam kondisi terbebas dari kotoran dan mikroorganisme

(steril). Tubuh dapat dengan cepat merespon infeksi suatu kuman penyakti apabila di

dalam tubuh sudah terdapat antibodi untuk jenis antigen tertentu yang berasal dari

kuman.

a. Cara Mendapatkan Antibodi

Berdasarkan cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua macam

kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif. 1) Kekebalan Aktif Kekebalan aktif terjadi

jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan vaksinasi dengan suatu

bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah orang mengalami sakit karena

5

Page 6: Tutorial Mekanisme

infeksi suatu kuman penyakit maka disebut kekebalan aktif alami. Sebagai contohnya

adalah seseorang yang pernah sakit campak maka seumur hidupnya orang tersebut tidak

akan sakit campak lagi. Sekarang ini di Indonesia sudah dilaksanakan imunisasi polio

untuk anak-anak balita. Hal ini dilakukan agar Indonesia terbebas dari virus

polioVaksin mengandung bibit penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana

pada bibit penyakit tersebut masih mempunyai antigen yang kemudian akan direspon

oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut

berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit) membentuk sistem imunitas

humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk antibodi yang berada di darah dan

limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali antigen asing serta berperan

membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus,

virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan

melumpuhkannya. Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel

ini berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh

jika terdapat antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini

akan segera meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel

plasma adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa. Sel T

(T limfosit) membentuk sistem imunitas terhadap infeksi bakteri, virus, jamur, sel

kanker, serta timbulnya alergi. Sel T ini mengalami pematangan di glandula timus dan

bekerja secara fagositosis. Namun T limfosit tidak menghasilkan antibodi. T limfosit

secara langsung dapat menyerang sel penghasil antigen. Sel T kadang ikut membantu

produksi antibodi oleh sel B. Sel T dan sel B berasal dari sel limfosit yang diproduksi

dalam sumsum tulang. Baik sel B maupun sel T dilengkapi dengan reseptor antigen di

dalam plasma membrannya. Reseptor antigen pada sel B merupakan rangkaian

membran molekul antibodi yang spesifik untuk antigen tertentu. Reseptor antigen dari

sel T berbeda dari antibodi, namun reseptor sel T mengenali antigennya secara spesifik.

Spesifikasi dan banyaknya macam dari sistem imun tergantung reseptor pada setiap sel

B dan sel T yang memungkinkan limfosit mengidentifikasi dan merespon antigen. Saat

antigen berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan limfosit, limfosit akan

aktif untuk berdeferensiasi dan terbagi menaikkan populasi dari sel efektor. Sel ini

secara nyata melindungi tubuh dalam respon imun. Dalam sistem humoral, sel B

diaktifkan oleh ikatan antigen yang akan meningkatkan sel efektor yang disebut dengan

sel plasma. Sel ini mensekresi antibodi untuk membantu mengurangi antigen. 2)

6

Page 7: Tutorial Mekanisme

Kekebalan Pasif Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat

menstimulasi pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon

berjuta-juta jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh

kekebalan (antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga

bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang

dimiliki ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi terhindar dari penyakit

setelah dilakukan suntikan dengan serum yang mengandung antibodi, misanya ATS

(Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir

belum bisa beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem

kekebalan pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa

minggu saja.

b. Struktur Antibodi

Setiap molekul antibodi terdiri dari dua rantai polipeptida yang identik, terdiri dari

rantai berat dan rantai ringan. Struktur yang identik menyebabkan rantai-rantai

polipeptida membentuk bayangan kaca terhadap sesamanya. Empat rantai pada molekul

antibodi dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida (–s–s–) membentuk

molekul bentuk Y. Dengan membandingkan deretan asam amino dari molekul-molekul

antibodi yang berbeda, menunjukkan bahwa spesifikasi antigen- antibodi berada pada

dua lengan dari Y. Sementara cabang dari Y menentukan peran antibodi dalam respon

imun. Struktur antibodi dapat Anda amati pada Gambar 11.6 di samping ini untuk

memudahkan dalam membayangkan bentuk antibodi.

c. Cara Kerja Antibodi Cara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat macam.

Prinsipnya adalah terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya antigen

yang telah diikat antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini adalah cara

pengikatan antigen oleh antibodi.

1) Netralisasi Antibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian tertentu

antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian tertentu virus

pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi maka efek merugikan dari antigen atau

toksik dari patogen dapat dikurangi.

2) Penggumpalan Penggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan karena

struktur antibodi yang memungkinkan untuk melakukan pengikatan lebih dari satu

7

Page 8: Tutorial Mekanisme

antigen. Molekul antibodi memiliki sedikitnya dua tempat pengikatan antigen yang

dapat bergabung dengan antigen-antigen yang berdekatan. Gumpalan atau kumpulan

bakteri akan memudahkan sel fagositik (makrofag) untuk menangkap dan memakan

bakteri secara cepat.

3) Pengendapan Prinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan, tetapi pada

pengendapan antigen yang dituju berupa antigen yang larut. Pengikatan antigen-antigen

tersebut membuatnya dapat diendapkan, sehingga selsel makrofag mudah dalam

menangkapnya.

4) Aktifasi Komplemen Antibodi akan bekerja sama dengan protein komplemen untuk

melakukan penyerangan terhadap sel asing. Pengaktifan protein komplemen akan

menyebabkan terjadinya luka pada membran sel asing dan dapat terjadi lisis.

Tanda-tanda imunitas adatif

Sel sel imun yang berperan dalam sistem imun spesifik adalah sel limfosit B

dan sel limfosit T. Substansi yang dapat merangsang terjadinya repon imun spesifik

disebut antigen.

Memory (mampu mengenali benda asing bila menyerang lagi), sehingga gagal

terinfeksi kembali untuk kedua kalinya)

specificity (setiap benda asing mempunyai bentuk yang berbeda, maka bentuk

pertahanannya juga berbeda untuk tiap peristiwa infekai)

Tolerance /adatif (kemampuan untuk mengenal dirinya sendiri dan tidak bereaksi

melawannya)

o Kegagalan membedakan dirinya sendiri dengan benda asing dan melawan dirinya

sendiri disebut dengan autoimun

Sistem Imun Non Spesifik

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme

yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan

membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh

biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus

sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan

mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti

8

Page 9: Tutorial Mekanisme

biasa. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun

spesifik.

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate

immunity), sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat

(acquired).Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal

spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun

spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan

pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa

respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen

dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut

berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi

biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung

terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal

antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya.

Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri

terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri

bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang

termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag

demikian pula neutrifil dan monosit.Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit

tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi

bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit.

Komponen Imunitas Non Spesifik :

• Barrier epitel

Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat

menekan atau membunuh mikroorganisme.

• sel natural killer (NK)

Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba

intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk

9

Page 10: Tutorial Mekanisme

mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau

reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat

terinfeksi mikroba

• system komplemen

Melibatkan kurang lebih 20 serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media

terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi mikoroorganisme yang

menginvasi.

Sitokin pada imunitas non spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin

untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik.Sitokin merupakan

protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar

leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya.

Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik

Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada

pertahanan melawan infeksi.Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan

cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi

mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur

lectin.

Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik

Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non

spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu.Beberapa bakteri intraselular tidak dapat

didestruksi di dalam fagosit.Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu protein yang

membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel fagosit ( Geo,

2005 ).

Mekanisme Peralihan Sistem Pertahanan Non Spesifik ke Sistem Pertahanan

Spesifik

10

Page 11: Tutorial Mekanisme

Apabila tubuh mendapat serangan dari benda asing maupun infeksi

mikroorganisme (kuman, penyakit, bakteri, jamur atau virus) maka sistem tubuh akan

berperan dalam melindungi tubuh dari bahaya akibat serangan tersebut.

Tubuh memiliki daerah-daerah yang rawan terinfeksi oleh kuman penyakit berupa

mikroorganisme, yaitu daerah saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Saluran

pencernaan setiap hari dilewati oleh berbagai macam makanan dan air yang diminum.

Makanan tersebut tidak selalu terbebas dari kuman penyakit baik berupa jamur maupun

bakteri sehingga terinfeksi melalui saluran pencernaan kemungkinannya tinggi.

Selanjutnya akan terjadi proses fagositosis dimana proses ini dilakukan oleh leukosit.

Proses ini ada tiga tahap yaitu pelekatan, penelanan, pembunuhan dan pencernaan

(attachment, ingestion, killing and digestion). Mikroorganisme akan melakukan

pelekatan dengan membran leukosit yang selanjutnya leukosit akan membentuk

selubung unutk menelan mikroorganisme tersebut (endositosis) kemudian leukosit akan

mengeluarkan enzim pencernaan untuk membunuh dan mencerna mikroorganisme

tersebut.

Bila sistem imun non spesifik belum bekerja dengan baik maka akan terjadi aktivasi

limfosit sehingga terjadi proliferasi dan diferensiasi. Karena adanya proses ini maka

imunitas spesifikpun akan terjadi dimana sistem imun spesifik dibagi menjadi 2, yaitu

sesitem imun spesifik selular dan humoral.

Mekanisme Fagositosis

Selama infeksi bakteri, jumlah sel fagosit yang beredar sering meningkat.

Fungsi utama sel-sel fagosit adalah migrasi kemotaksis, memakan, dan mematikan

mukroorganisme. Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang

dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme/partikel

asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit

mononuklear dan polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya adalah monosit

11

Page 12: Tutorial Mekanisme

(di darah) dan jikabermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit

polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil, basofil dan cell

mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorgansime harus berjarak

dekat dengan sel fagositnya. Proses fagositosis adalah sebagai berikut:

1.Pengenalan (recognition), yaitu proses dimana mikroorganisme/partikel

asing ‘terdeteksi’ oleh sel-sel fagosit.

2. Pergerakan (chemotaxis), setelah suatu partikel mikroorganisme dikenali, maka sel

fagosit akan bergerakmenuju partikel tersebut. Proses ini sebenarnya belum dapat

dijelaskan, akan tetapi kemungkinan adalahkarena bakteri/mikroorganisme

mengeluarkan semacam zat chemo-attract  seperti kemokin yang dapat‘memikat’ sel hidup

seperti fagosit untuk menghampirinya.

3. Perlekatan (adhesion), setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing, partikel

tersebut akan melekatdengan reseptor pada membran sel fagosit. Proses ini akan

dipemudah apabila mikroorganisme tersebutberlekatan dengan mediator komplemen seperti

opsonin yang dihasilkan komplemen C3b di dalam plasma(opsonisasi).

4. Penelanan (ingestion), ketika partikel asing telah berikatan dengan reseptor

di membran plasma selfagosit, seketika membran sel fagosit tersebut akan

menyelubungi seluruh permukaan partikel asing danmenelannya ‘hidup-hidup’ ke

dalam sitoplasma. Sekali telan, partikel tersebut akan masuk ke sitoplasmadi dalam

sebuah gelembung mirip vakuola yang disebut fagosom.

5. Pencernaan (digestion), fagosom yang berisi partikel asing di dalam sitoplasma sel fagosit, dengan

segeramengundang kedatangan lisosom. Lisosom yang berisi enzim-enzim penghancur

seperti acid hydrolase dan peroksidase, berfusi dengna fagosom membentuk

fagolisosom. Enzim-enzim tersebut pun tumpah kedalam fagosom dan mencerna

seluruh permukaan partikel asing hingga hancur berkeping-keping. Sebagian

epitop/ bagian dari partikel asing tersebut, akan berikatan dengan sebuah molekul

kompleksyang bertugas mempresentasikan epitop tersebut ke permukaan, molekul ini

dikenal dengan MHC (majorhistocompatibility complex) untuk dikenali oleh sistem imunitas

spesifik.

6. Pengeluaran (releasing), produk sisa partikel asing yang tidak dicerna akan dikeluarkan oleh sel fagosit.

2.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Respon Imun Spesifik dan Respon Imun Non Spesifik

1. Spesies

12

Page 13: Tutorial Mekanisme

Perbedaan spesies memiliki perbedaan kerentanan yang jelas terhadap mikroorganisme

asing.

2. Keturunan Dan Usia

Ø peran hereditas menentukan resistensi terhadap infeksi

Ø usia muda (anak) lebih rentan terkena infeksi karena system imun yang belum matang

Ø usia lanjut disertai dengan penurunan resistensi terhadap infeksi

3. Hormon

Ø sebelum pubertas sistem imun pada pria dan wanita sama

Ø system imun berkembang pada usia dewasa

Ø hormon estrogen pada wanita membantu meningkatkan system imun bayi

4. Suhu

Ø pada suhu normal beberapa mikroorganisme tidak menginfeksi manusia

Ø suhu mempengaruhi tingkat infeksi tergantung karakteristik mikroorganismenya

5. Faktor Nutrisi

Nutrisi yang baik dapat meningkatkan system imun, begitu juga sebaliknya.Nutrisi dan

Mineral–Mineral yang dapat Meningkatkan Sistem Imun :

Beta-glucan. Adalah sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding

sel ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa beta

glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan neutrofil).

Hormon DHEA. Studi menggambarkan hubungan signifikan antara DHEA dengan

aktivasi fungsi imun pada kelompok orang tua yang diberikan DHEA level tinggi dan

rendah. Juga wanita menopause mengalami peningkatan fungsi imun dalam waktu 3

minggu setelah diberikan DHEA.

Protein: arginin dan glutamin. Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun tubuh dan

penurunan infeksi pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi fungsi sel T,

penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon prolaktin, insulin, growth

hormon. Glutamin, asam amino semi esensial berfungsi sebagai bahan bakar dalam

merangsang limfosit dan makrofag, meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.

Lemak. Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons antibodi, dan

kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T. Konsumsi tinggi asam

lemak omega 3 dapat menurunkan sel T helper, produksi cytokine.

13

Page 14: Tutorial Mekanisme

Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik lain. Meningkatkan

aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan penyakit kanker, infeksi usus dan

lambung, dan beberapa reaksi alergi.

Mikronutrien (vitamin dan mineral). Vitamin yang berperan penting dalam memelihara

sistem imun tubuh orang tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan B12. Mineral yang

mempengaruhi kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu, asam folat, dan Se.

Zinc. Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung

mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai kofaktor dalam pembentukan DNA,

RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan sellular. Defisiensi Zn secara

langsung menurunkan produksi limfosit T, respons limfosit T untuk

stimulasi/rangsangan, dan produksi IL-2. · Lycopene. Meningkatkan konsentrasi sel

Natural Killer (NK)

Asam Folat 9. Meningkatkan sistem imun pada kelompok lansia. Studi di Canada pada

sekelompok hewan tikus melalui pemberian asam folate dapat meningkatkan distribusi

sel T dan respons mitogen (pembelahan sel untuk meningkatkan respons imun). Studi

terbaru menunjukkan intake asam folat yang tinggi mungkin meningkatkan memori

populasi lansia.

Fe (Iron). Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi IL-

1. · Vitamin E 10. Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan.

Studi yang dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan bahwa

vitamin E dapat membantu peningkatan respons imun pada penduduk lanjut usia.

Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel dan jaringan dari kerusakan secara

bertahap akibat oksidasi yang berlebihan. Akibat penuaan pada respons imun adalah

oksidatif secara alamiah sehingga harus dimodulasi oleh vitamin E.

Vitamin C. Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang tua,

meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi dan

mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.

Vitamin A. Berperan penting dalam imunitas non-spesifik melalui proses pematangan

sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen asing, menolong mukosa

membran termasuk paru-paru dari invasi mikroorganisme, menghasilkan mukus

sebagai antibodi tertentu seperti: leukosit, air, epitel, dan garam organik, serta

menurunkan mortalitas campak dan diare. Beta karoten (prekursor vitamin A)

14

Page 15: Tutorial Mekanisme

meningkatkan jumlah monosit, dan mungkin berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel

B, monosit, dan makrofag. Gabungan/kombinasi vitamin

2.3 Proses Terstimulasinya Respon Imun Spesifik dan Non Spesifik

Peran Major Histocompatibility Antigen (MHC)

Respons imun spesifik tubuh dipicu oleh masuknya antigen/ mikroorganisme ke

dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai

antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan

diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T penolong (Th

atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan

mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T

sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk

mengeliminasi antigen.

Setiap prosesi ini sel limfosit dan sel APC bekerja sama melalui kontak

langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi

secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau

sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau

penyembuhan luka. Respons imun dapat bersifat local atau sistemik dan akan berhenti

bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme kontrol.

Telah disebutkan di atas bahwa respons imun terhadap sebagian besar antigen

hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel

APC. Oleh karena itu sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC

pada permukaan sel lain. Ada 2 kelas MHC yaitu :

~ Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk

presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir

sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta

merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut.

~ Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk

presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th).

Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respons imun yang sesungguhnya dan sel APC

15

Page 16: Tutorial Mekanisme

dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respons imun

tersebut.

Antigen dapat dibedakan menurut sifat kimianya :

1). Polisakarida : permukaan mikroba

2). Lipid : tidak imunogenik, bila diikat protein pembawa à mjd imunogenik

3). Asam nukleat : tdk imunogenik, bila diikat protein pembawa à imunogenik.

4). Protein : umumnya imunogenik.

2.4 Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut

Komponen Imunitas Adaptif Rongga Mulut

Rongga mulut berhubungan dengan kelenjar getah bening ekstraoral dan agregasi

limfoid intraoral. Kelenjar getah bening ekstraoral terlibat dalam drainase mukosa

mulut, gingival, dan gigi, namun demikian dikenal empat kesatuan anatomik dan

fungsional jaringan limfoid intraoral, yaitu:

1. Tonsil (palatum dan lingual), merupakan satu-satunya masa limfoid intraoral struktur

klasik folikel limfoid, terdiri dari sel B dan sel T perifolikuler. Antigen hanya dapat

berpenetrasi langsung melalui epitel yang menyelubungi karena tidak ada limfatik

aferen.

2. Sel plasma dan limfosit dari kelenjar saliva. Ditemukan enam kelenjar saliva mayor dan

sejumlah kelenjar minor tersebar di bawah mukosa mulut. Kelenjar tersebut

menghasilkan IgA yang langsung disekresikan pada permukaan gigi, gusi, dan mulut.

3. Kumpulan sel plasma dan limfosit dalam gingival. Daerah gingival dipengaruhi oleh

mekanisme imun yang positif konstan dan berbeda dari daerah saliva. Kumpulan sel

plasma dan limfosit dalam gingival ini mempunyai arti penting pada tahap kekebalan

terhadap plak gigi. Komponen darah humoral dan selular dapat mencapai permukaan

gigi dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan sulcus gingiva menembus

epitel perlekatan gingival. Dalam cairan crevikular gingiva terdapat IgH, IgA dan IgM,

selain itu beberapa komponen komplemen C3, C4, C5, dan C3 proaktivator ditemukan

di dalam CCG. Elemen selulernya meliputi bakteri, sel epitel terdeskuamasi, dan

leukosit (PMN. limfosit, dan monosit) yang bermigrasi melewati epitel sulkus.

Ditemukannya C3, C4, C5 dan C3 proaktivator menunjukkan bahwa di dalam celah

gingiva terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif. Komponen imun

yang terdapat di dalam celah gingiva juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan

16

Page 17: Tutorial Mekanisme

untuk gigigeligi. Pada gingivitis atau kelainan periodontal, kadar IgG, IgA, IgM, C3

dan PMN netrofil di dalam CCG meningkat diperkirakan, proses fagositosis, reaksi

antigenantibodi yang tergantung komplemen dan juga respon seluler terjadi di dalam

celah gingiva bukan di dalam rongga mulut. Respon imun seluler CCG juga melibatkan

sitokin, seperti interleukin-1 cc dan -113 (IL- la dan -113) yang diketahui meningkatkan

pengikatan PMN monosit pada sel endotel, menstimulasi produksi prostaglandin E2

(PGE2) dan penglepasan enzim lisosomal. Interferon-y (INF-y) di dalam GCF

mempunyai efek protektif dalam kelainan periodontal karena kemampuannya

menghambat aktivitas IL-1B dalam meresorpsi tulang.

4. Sel-sel limfoid yang tersebar dan mungkin bertindak sebagai pengawas yang mungkin

terangsang untuk berproliferasi apabila garis pertahanan primer pada mukosa gagal

2.4 Komponen Sistem Imun Rongga Mulut

1. Membran mukosa

Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik

terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya, tergantung pada deskuamasinya sehingga

bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien

sebagai barier. Kedua hal ini harus dalam keadan seimbang. Keratinisasi palatum keras

dan gingiva sangat balk, sedangkan keratinisasi epitel kantong gingiva dan permukaan

gigi, dapat menurunkan kemungkinan penetrasi mikroorganisme (Roitt & Lehner,

1983). Kecepatan pertukaran sel epitel juga berpengaruh dalam mekanisme pertahanan

di dalam rongga mulut (Carranza & Bulkacz, 1996).

Membran basal epitel merupakan barier untuk menahan penetrasi mikrobial. Di dekat

sini terdapat sel limfoid dan antibodi yang merupakan pertahanan berikutnya. Antigen

mikrobial yang menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel

Langerhans yang banyak terdapat di bawah mukosa mulut (Lehner, 1992).

2. Nodus limfatik

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan

agregasi limfoid intraoral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa

lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari gingiva dan pulpa

17

Page 18: Tutorial Mekanisme

gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan

pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di

dalam rongga mulut terdapat tonsil palatal, lingual, dan faringeal, yang banyak

mengandung sel-B dan sel-T (Lehner, 1992).

3. Saliva

Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan

keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologik saliva yang

disekresikan oleh kelenjar parotis, submadibularis, submaksilaris, dan beberapa

kelenjar saliva kecil yang terbesar di bawah mukosa, berperan dalam membersihkan

rongga mulut dari debris dan mikrooganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada

saat mengunyah dan berbicara (Lehner, 1992. Tenovuo & Lagerlof, 1994). Penurunan

jumlah aliran saliva dapat meningkatkan frekuensi karies (McIntyre, 1998).

Saliva melindungi rongga mulut dari kerusakan akibat perubahan pH melalui

kemampuannya sebagai penyangga (Tenovuo & Lagerlof, 1994). Pada pH saliva yang

rendah, mikroorganisme dapat berkembang dengan balk, sebaliknya pada pH tinggi

dapat mencegah terjadinya karies (Newbrun, 1989). Penyangga utama saliva adalah

sistem karbonat/bikarbonat, sedangkan yang lainnya adalah orotfosfat anorganik. Saliva

jugs mengandung senyawa yang dapat meningkatkan pH seperti tetrapeptida sialin

(glisin-glisin-lisin-arginin) dan urea yang akan diubah oleh urease menjadi karbon

dioksida dan amonia (Tenovuo & Lagerlof, 1994).

Enzim yang normal ditemukan di dalam saliva berasal dari kelenjar saliva, bakteri,

leukosit, dan jaringan rongga mulut. Enzim utamanya adalah amilase parotis, bila

terjadi kelainan periodontal, beberapa enzim akan meningkat kadarnya, diantaranya

hialuronidase, lipase, B—gluronidase, sulfatase khondroitin, dekarboksilase asam

amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase (Carranza & Bulkacz, 1996).

Aksi saliva pada plak gigi melalui pembersihan mekanik permukaan rongga mulut,

sebagai penyangga terhadap produksi asam oleh bakteri, dan mengkontrol aktivitas

bakteri (Carranza & Bulkacz, 1996). Dalam hal ini, senyawa antimikroba yang berasal

dari kelenjar saliva bertindak menjaga keseimbangan ekologi (Bowden &

Edwardson,1994). Saliva mengandung berbagai senyawa anorganik dan organik yang

mempengaruhi bakteri dan produknya di dalam rongga mulut. Senyawa anorganik

meliputi berbagai ion, bikarbonat, natrium, kalium, fosfat, kalsium, fluorida, amonium

18

Page 19: Tutorial Mekanisme

dan karbon dioksida. Senyawa organiknya termasuk lisozim, laktoferin,

mieloperoksidase, laktoperoksidase dan aglutinin seperti

glikoprotein, B2-makroglobulin, musin, fibronektin, dan antibodi (Carranza & Bulkacz,

1996). Komposisi saliva sangat dipengaruhi oleh kecepatan alirannya. Bila kecepatan

alirannya naik, kadar protein total, natrium, kalsium, klorida, dan bikarbonat naik,

tetapi kadar fosfat anorganik dan magnesiumnya turun (Tenovuo & Lagerlof, 1994,

McIntyre, 1998).

Antibodi yang paling banyak ditempatkan di dalam saliva adalah imunoglobuli

sekretori (IgAs) yang disekresikan oleh kelenjar saliva besar dan kecil. SIgA sangat

stabil, oleh akrena itu cocok terhadap fungsi dalam sekresi eksternal yang mengandung

protease seperti saliva. SIgA bertindak pada jalur utama perlindungan mukosa mulut

terutama oelh pengikatan sederhana untuk melarutkan dan mencegah antigen,

pertahanan terhadap serbuan microbial. SIgA merupakan pertahanan imun spesisfik

dominan pada seluruh permkaan mukosa yang dihasilkan oleh sistem imun mucosal,

terdiri atas limfosit B dan T dan turunannya, sel dendrite antigen dan makrofag,

didistribusikan melewati mukosa dan kelenjar eksokrin yang mengaliri lymph nodes,

sirkulasi, tempat efektor di dalam mukosa dan kelenjar lamina propria. SIgA sanggup

menghambat berbagai enzim-enzim dan memperlambat kolonisasi bakteri di atas

permukaan keras mulut.

Ditemukan juga IgG, IgM, C3, dan PMN leukosit yang berasal dari CCG (Lehner,

1992), sejumlah leukosit terdapat di dalam saliva yang terdiri atas semua jenis,

terutama PMN netrofil (Carranza & Bulkacz, 1996). Leukosit dari darah, bermigrasi

melewati celah gingiva ke dalam rongga mulut, diperkirakan setelah satu juta sel per

menit (Lehner, 1992).

4. Celah gingiva

Junctional epithelium yang terletak pada celah gingiva, berguna untuk memahami

hubungan biologik antara komponen vaskular dan struktur periodontal. Epitel ini

mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya

pada permukaan gigi. Komponen selular dan humoral dari darah dapat melewati epitel

jangsional yang terletak pada celah gingiva dalam bentuk CCG. Aliran CCG ini

merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi, sampai saat ini

masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah, pada

19

Page 20: Tutorial Mekanisme

keadaan normal CCG yang mengandung lekosit ini akan melewati epitel jangsional

menuju ke permukaan gigi (Lehner, 1992). CCG yang berasal dari darah melewati

jaringan dan keluar melalui sulkus gingiva. Merupakan eksudat inflamasi bukan

transudat yang terus-menerus hingga pada gingiva normal hanya sedikit bahkan tidak

ada (Carranza & Bulkacz, 1996). Aliran CCG ini akan meningkat bila terjadi gingivitis

atau periofontitis (Lehner, 1992, Bowden & Edwardsson, 1994).

Komponen humoral CCG dapat dikarakterisasikan sebagai protein individual, antibodi

dan antigen yang spesifik, berbagai enzim yang mempunyai spesifisitas tertentu, dan

elemen seluler. Lebih dari 40 senyawa di dalam CCG sudah dianalisis, namun

sumbernya sulit dibedakan, mungkin dari pejamu atau dari bakteri atau dari keduanya.

Misalnya kolagenase, bisa berasal dari fibroblas atau (PMN neutrofil tetapi juga

disekresikan oleh bakteri (Carranza & Bulkacz, 1996). Beberapa komponen yang

berperan dalam memelihara kesehatan gingiva atau mengakibatkan kelainan gingiva,

diantaranya enzim lisosom yang dilepaskan sel fagosit, protease yang dibentuk oleh

bakteri, lisozim, hialuronidase, dan kolagenase (Lehner, 1992).

Selain IgH, IgA dan IgM beberapa komponen komplemen C3, C4, C5, dan C3

proaktivator ditemukan di dalam CCG (Lehner, 1992). Elemen selulernya meliputi

bakteri, sel epitel terdeskuamasi, dan leukosit (PMN. limfosit, dan monosit) yang

bermigrasi melewati epitel sulkus. Sekitar 92% leukosit yang ditemukan di dalam

sulkus gingiva sehat, berupa neutrofil. Sejumlah kecil sel ini mengalami

eksravaskularisasi di dalam jaringan konektif di dekat bagian dasar sulkur, kemudian

bergerak menyebarangi epitel menuju sulkus gingiva. Sel mononuklear yang terdeteksi

di dalma CCG adalah limfosit-B, limfosit-T dan fagosit mononuklear (Carranza &

Bulkacz, 1996). Bila dilihat dari komposisi komponen imunnya, CCG mengandung

banyak komponen seluler dan humoral yang juga ditemukan di dalam darah (Roitt &

Lehner, 1983).

20

Page 21: Tutorial Mekanisme

BAB 4

MAPPING

21

Page 22: Tutorial Mekanisme

BAB 5

PENUTUP

KESIMPULAN

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh

patogen serta sel tumor. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan

sistem imun nonspesifik. Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali

suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

imun yang spesifik terhadap substansi tersebut. Sedangkan sistem imun nonspesifik

merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu

dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Komponen sistem imun spesifik terdiri

dari dua macam yakni komponen sistem imun humoral spesifik dan komponen sistem imun

seluler spesifik. Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu: protein –

enzim, komplemen, komponen selular sistem imun nonspesifik. Faktor-faktor yang

bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva,

cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular. Proses fagositosis adalah

sebagai berikut: Pengenalan (recognition), pergerakan (chemotaxis), perlekatan (adhesion),

penelanan (ingestion), pencernaan (digestion), dan pengeluaran (releasing).

22

Page 23: Tutorial Mekanisme

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaya, Karnen Garna. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Kedokteran

Universitas Indonesia

Darmawan, Tannedy Y. 2006. Sekretori IgA dan Fungsi Biologisnya dalam Rongga

Mulut. Medan: FKG Universitas Sumatera Utara.

Ganong, William F. 1995. Fisiologi Kedokteran. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Jakarta.

Gunarso W, 1988.Buku AjarAlergiImunologi. IkatanDokterAnak Indonesia edisi 2.

Peranan Mikrofora Rongga Mulut pada Kelainan atau Penyakit Organ-Organ Bibir,

Mukosa Mulut, Lidah, Palatum, Faring dan Laring. Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada.

Setiaji, Zefri Eka.2012. Penurunan Imunitas Adaptif Rongga Mulut Tikus Wistasr Jantan

Akibat Stresor Rasa Sakit. Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Jember. Skripsi.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2007. Buku Kuliah Kesehatan Anak (3 Vol.). Depok: FKUI

Zakiudin Munasir, 2001 Sari Pediatri Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri, Vol. 2 No.: 193 – 197

23