Tusus Alergi
-
Upload
wijaya-wisnu-putra -
Category
Documents
-
view
360 -
download
13
Transcript of Tusus Alergi
-
8/19/2019 Tusus Alergi
1/50
PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT ALERGIDI APOTEK
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA DIAPOTEK KIMIA FARMA NO. 202, 352 DAN 366
PERIODE BULAN JANUARI TAHUN 2016
Muhammad Sahlan 1106017446Natasya L.C Datunsolang 1106016102Nurrahmah Nawwir Azzahra 1106067633Rizky Ariena Mekhanindya 1106005780Rika Sofiani 1106067343Wijaya Wisnu Putra 1106051805Yulia Nur Ulfa 1506709246
DEPOK
JANUARI 2016
-
8/19/2019 Tusus Alergi
2/50
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iDAFTARISI ........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 32.1 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek ................................................. 32.2 Alergi ................................................................................................ 5
2.2.1 Definisi ..................................................................................... 52.2.2 Epidemiologi ............................................................................ 52.2.3 Etiologi ..................................................................................... 62.2.4 Faktor Risiko ............................................................................. 72.2.5 Patofisiologi .............................................................................. 82.2.6Gejala dan Tanda Klinik ............................................................ 92.2.7Penatalaksanaan Alergi .............................................................. 10
BAB 3. METODE PELAKSANAAN .................................................................. 223.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ........................................ 223.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan .......................................................... 22
3.3 Cara Kerja ......................................................................................... 22
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 234.1 Pengkajian Resep 1 ........................................................................... 234.2 Pengkajian Resep 2 ........................................................................... 294.3 Pengkajian Resep 3 ........................................................................... 344.4 Pengkajian Resep 4 ............................................................................ 39
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 455.1 Kesimpulan ....................................................................................... 455.2 Saran ................................................................................................. 45
DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 46
-
8/19/2019 Tusus Alergi
3/50
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan dalam upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranan sumber daya dibidang
kesehatan yaitu tenaga kesehatan dan sediaan farmasi bermanfaat dalam upaya
kesehatan dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan serta
kemampuan hidup sehat setiap orang. Apoteker sebagai tenaga kesehatan
berperan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas kesehatan, salah
satunya yaitu apotek untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak tepat.
Pekerjaan kefarmasian di apotek oleh tenaga kefarmasian dilakukan
berdasarkan standar pelayanan kefarmasian apotek pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014. Standar pelayanan kefarmasian di apotek
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, memberikan
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek terdiri atas pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan sediaan farmasi yaitu obat, obat tradisional, kosmetik dan bahan baku
obat meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian dan pencatatan dan pelaporan. Pelayanan farmasi klinik di apotek
meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
konseling, Pelayanan Kefarmasian di rumah ( home pharmacy care ), Pemantauan
Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Alergi adalah salah satu permasalahan di Indonesia yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, makanan, dan penyakit infeksi. Beberapa penelitian ilmiah
menunjukkan angka kejadian alergi terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Alergi dapat menyebabkan gangguan sistem tubuh dan perilaku
seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, dan gangguan tidur. Menurut
penelitian tahun 2010 dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah
-
8/19/2019 Tusus Alergi
4/50
2
salah satu dari tiga penyebab pasien berobat ke dokter dab tingkat penyakit alergi
meningkat diseluruh dunia hingga 30-35%. Jenis-jenis alergi yang sering terjadi
adalah alergi kulit, makanan, serangga, mata dan obat. Pelayanan kefarmasian di
apotek diperlukan sebagai salah satu upaya pencegahan dan pengobatanserta
melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional. Apoteker berperan
penting dalam memberikan informasi obat dan konseling terkait obat sehingga
diperlukan penatalaksanaan penyakit alergi di apotek dan analisis resep penyakit
alergi untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terkait dengan penyakit alergi.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan tugas khusus ini untuk mengetahui penatalaksanaan
penyakit alergi di apotek dan menganalisis resep penyakit alergi. Penatalaksanaan
penyakit alergi meliputi algoritma penyakit, terapi farmakologi dan terapi
farmakologi. Analisis resep alergi alergi meliputi pengkajian administrasi,
pengkajian farmasetik, pertimbangan klinik, Drug Related Problem (DRP),
Medication Error dan memberikan konseling kepada pasien.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
5/50
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi (PMK 35/2014):
1. Pengkajian Resep.Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
2. Dispensing;
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apotekerdalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingka
-
8/19/2019 Tusus Alergi
6/50
4
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
Obat. 6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
7/50
5
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
2.2 Alergi
2.2.1 Definisi
Alergi adalah suatu respon antigen yang berlebihan yang terjadi pada
individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau
alergen tertentu. Alergi dapat menimbulkan respon imun sekunder yang
berlebihan atau tidak wajar apabila seseorang pernah terpapar kembali dengan
suatu antigen untuk kedua kalinya sehingga menimbulkan reaksi yang merugikan
dan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuhnya.
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi alergi mengalami peningkatan sebesar 20-30% atau sebanyak
empat hingga lima kali lipat. Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di
Asia Tenggara termasuk Indonesia juga mengalami peningkatan prevalensi alergi.
Peningkatan kasus alergi di Indonesia disebabkan oleh faktor lingkungan dan
genetik.Insiden penyakit alergi (asma, rinitis alergik dan dermatitis atropik)
semakin meningkat. Penelitian tentang prevalensi alergi telah banyak dilakukan
berbagai negara dengan menggunakan kuesioner standar internasional,
International Study Ashtma and Allergies in Childhood (ISAAC).
Penelitian di Hongkong menyebutkan bahwa prevalensi dermatitis atopik
pada anak usia 13-14 tahun sebanyak 3,3% dan anak usia 6-7 tahun sekitar 4,3%.
Prevalensi asma di Inggris pada tahun 1999-2004 meningkat dibandingkan 1992-
-
8/19/2019 Tusus Alergi
8/50
6
1998 sebanyak >20% pada anak usia 6-7 tahun dan > 25% pada anak usia 13-14
tahun.
Penelitian di Korea menyatakan bahwa prevalensi asma pada anak
berumur 6-7 tahun pada tahun 1995 adalah 13,3% dan menurun pada tahun 2000
sebesar 5,8%. Pada anak umur 13-14 tahun terjadi peningkatan penyakit asma,
dapat dilihat pada tahun 1995 prevalensi asma di korea adalah sebesar 7,7% dan
meningkat menjadi 8,7% di tahun 2000 (Sang-II lee, 2010).
Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC,
2006), Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan
Yunani memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%.
Begitu juga dengan prevalensi asma bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi
rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong
(25-30%) (Corren ,1998).
Berdasarkan hasil survey di semarang dengan kuisioner ISAAC pada anak
sekolah dasar usia 6-7 tahun didapatkan jumlah kasus alergi berturut-turut meiputi
asma sebanyak 8,1%, rinitis alergik sebanyak 11,5% dan eksim sebanyak 8,2%.
2.2.3 EtiologiBerdasarkan mekanisme reaksi imunologi, Gell dan Coomb membagi
reaksi alergi menjadi empat golongan yaitu tipe 1 yaitu reaksi anafilaktik, tipe 2
yaitu reaksi sitotoksik, tipe 3 yaitu reaksi kompleks imun dan tipe 4 yaitu reaks
tipe lambat. Reaksi tipe 1 disebabkan oleh IgE (imunoglobulin E) yang melekat
pada sel mastosit atau basofil dan merangsang pelepasan mediator kimia yang
merangsang reaksi alergi. Reaksi tipe 2 terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem
komplemen setelah mendapat rangsangan dari kompleks antigen antibodi. Reaksitipe 2 terjadi pada transfusi darah, reaksi hemolitik akibat faktor rhesus pada bayi
baru lahir, anemia hemolitik akibat obat, dan reaksi penolakan jaringan
transplantasi. Reaksi tipe 3 disebabkan oleh IgG yang membentuk komplek
antigen antibodi dan menimbulkan reaksi inflamasi. Reaksi tipe 4 terjadi akibat
paparan antigen asing yang ditangkap oleh makrofag dan disajikan pada sel T
yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
9/50
7
2.2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan dalam kejadian alergi adalah genetik, umur,
lingkungan, regulasi sitokin dan faktor makanan.
1. Faktor genetik
Faktor genetik berperan penting dalam kemungkinan seseorang
mendapatkan atopi atau tidak. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok
anak dengan gangguan mengi pada usia kurang dari 3 tahun yang menetap
sampai usia 6 tahun mempunyai kemungkinan ibu atopi yaitu asma,
dermatitis atopi, dan rhinitis. Penelitian lain menunjukkan bahwa penderita
mengi akan berkembang menjadi asma yang mampu membentuk IgE dan
respon eosinofilia terhadap uji provokasi berbagai stimulasi.
2. Faktor umur
Perkembangan penyakit alergi mengikuti kurva allergic march, dimana
dermatitis atopi dan makanan menjadi manifestasi klinik pertama penyakit
atopi pada usia 6 bulan sampai 1 tahun pertama. Dermatitis atopi
berkembang menjadi asma atau rhinitis alergi. IgE total mencapai kadar
tertinggi pada anak dan mulai menurun secara bertahap pada umur 15
tahun. Penelitian Lewis dkk (1995) menunjukkan prevalensi asma padaumur 5 tahun adalah 9,9% dan menurun setelah umur 15 tahun.
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap timbulnya gejala alergi. Faktor-
faktor lingkungan yang terkait meliputi alergen, geografi, cuaca, keadaan
sosial, infeksi dan keluarga.
4. Regulasi Sitokin
Penyimpangan respon imun atau gangguan keseimbangan Th2 mendukung perkembangan alergi. Perkembangan Th2 terjadi pada masa bayi dan anak.
Regulasi sitokin dapat diketahui melalui pengujian IgE total, IgE spesifik,
uji kulit dan pola sekresi sitokin dan respon limfosit Th2.
5. Faktor Makanan
Penelitian oleh Zeiger dkk menunjukkan bahwa diet hipoalergik saat
menyusukan bayi akan menurunkan prevalensi alergi makanan dan
-
8/19/2019 Tusus Alergi
10/50
8
dermatitis atopi pada usia dini. Penyebab alergi pada makanan adalah
telur.
2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung
pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut
reaksi hipersensitivitas. Mekanisme imun yang mendasari terjadinya alergi adalah
mekanisme tipe I dalam klasifikasi Gell dan Coomb yang diperankan oleh IgE.
Selain itu ada juga sel mast dan basofil, dimana sel-sel ini mempunyai peran
penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator
yang dikandungnya, yaitu histamin dan zat peradangan lainnya.
Paparan awal, alergen akan dikenali oleh sel penyaji antigen (APC) untuk
selanjutnya mengekpresikan pada sel limfosit T secara langsung atau melalui
sitokin. Pada fase akut sel T helper (Th2) memproduksi macam-macam sitokin
seperti IL-4 dan IL-13. Sitokin ini menginduksi antibodi switching pembentukan
IgE dan ekspresi molekul adhesi endotel sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas
tipe cepat. Sel limfosit T tersensitisasi akan merangsang sel limfosit Bmenghasilkan antibodi dari berbagai kelas. Alergen yang utuh diserap oleh usus
dan mencapai pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus
(plak Peyer) dan akan membentuk imunoglobulin tipe IgG, IgM, IgA dan IgE.
Pada anak atopi, IgE dibentuk secara berlebihan dan akan menempel pada
reseptornya di sel mast, basofil dan eosinofil yang terdapat sepanjang saluran
cerna, kulit dan saluran nafas. Produksi dari IgE dipengaruhi dari sitokin yang
diproduksi dari Th2 yaitu IL-4, IL-9, IL-13, sedangkan sitokin yang berfungsimengaktifkan makrofag dan mensupresi Th1 adalah IL-4, IL-10 dan IL-13.
Kombinasi alergen dengan paparan alergen berikutnya adalah dua molekul
IgE yang terikat pada reseptornya akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan
mediator yang sudah ada dalam sel (preformed mediator) dan mediator yang
terbentuk kemudian ( newly performed mediator).
-
8/19/2019 Tusus Alergi
11/50
9
1. Mediator yang sudah ada dalam sel
Ada 3 jenis mediator yang penting yaitu histamin, eosinophil
chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil
chemotactic factor (NCF).
2. Mediator yang terbentuk kemudian
Mediator yang terdiri dari hasil metabolisme asam arakidonat, faktor
aktivasi trombosit, serotonin dan lain-lain. Metabolisme asam
arakidonat terdiri dari jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase
yang masing-masing akan mengeluarkan produk yang berperan sebagai
mediator bagi berbagai proses inflamasi.
Produk siklooksigenase yaitu prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) serta
tromboksan A2. Leukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien
LTE4 adalah zat yang membentuk slow reacting substance of anaphylaxis
(SRSA). Leukotrien LTB4 merupakan kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil,
sedangkan LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah zat yang dinamakan SRS-A yang
dibebaskan dari jaringan paru yang tersensitisasi.
2.2.6 Gejala dan Tanda KlinikGejala utama rinitis alergi adalah bersin, ingus encer dan hidung
tersumbat. Gejala alergi lainnya, antara lain hidung gatal, penciuman berkurang,
batuk kronis dan gangguan pendengaran. Gejala dan tanda tersebut dapat disertai
gejala lain apabila melibatkan organ sasaran lain seperti palatum, faring, laring,
telinga, kulit,mata dan paru (Dhingra, 2007).
Pada pemeriksaan di hidung sering tampak mukosa nasal pucat dan
udematous, konka membengkak, ingus encer seperti air. Sedangkan pada telingasering di jumpai retraksi pada membran timpani dan otitis media efusi sebagai
akibat dari sumbatan pada tuba Eustachius (Dhingra, 2007).
Gatal-gatal pada hidung sehingga hidung sering diusap-usap keatas dapat
terjadi allergic salute. Hal ini karena mencoba untuk mengurangi rasa gatal dan
sumbatan dari hidung. Warna kehitaman pada daerah infraorbita disertai dengan
pembengkakan disebut Allergic Shinners. Perubahan ini mungkin karena adanya
statis dari vena yang disebabkan udema dari mukosa hidung dan sinus. Karena
-
8/19/2019 Tusus Alergi
12/50
10
bernafas melalui mulut, mulut menganga dan mungkin disertai dengan maloklusi
dari gigi disebut Adenoid Facies/Sad Looking Face. Hal ini disebabkan obstruksi
karena udema yang disebabkan alergi dan pembesaran tonsil/adenoid.
Tahun 1984 Dr. Jhon Boyles pada makalahnya dalam kongres Otologi in
Chicago menyatakan bahwa dari 300 subjek alergi didapatkan dizziness 59%,
tinitus 25%, otalgia 15%, otitis media serosa 10%, gangguan pendengaran 10%,
infeksi telinga tengah 5%, gatal-gatal pada kanalis akustikus externus 5%.
Peradangan telinga tengah sering juga disebabkan karena alergi. Sebagai organ
sasaran adalah tuba Eustachius. Jika terdapat infeksi telinga tengah yang persisten
adanya faktor alergi jangan diabaikan. Shambough dalam penelitian pada anak-
anak, 75% dari otitis media serosa disebabkan karena alergi (Madiadipoera,
2009).
2.2.7 Penatalaksanaan Alergi
-
8/19/2019 Tusus Alergi
13/50
11
Penderita datang dengan gejala-gejala :
Ruam/bercak kemerahan padakulit
Gatal
Bengkak Luka-luka lecet akibat garukan
Apakah penderita memiliki
faktor resiko seperti ini?
Pemaparan terhadap zatiritan, seperti wool atau
serat sintesis, sabundan/atau deterjen, parfum,colognes, clorine, minyakmineral. Riwayat atropik dalamkeluarga (eksim, asma,urtikaria)
Apakah penderita
mengalami ruam
kemerahan pada
wajah, lipatan lutut,
tangan, dan kaki atau
sekeliling mata,
kelopak mata, alis
mata, dan bulu mata?
Penderita mungkin
mengalami Dermatitis
Atopik
Apakah penderita mengalami
gejala-gejala diatas sesudah:
Kulit terpapar dengan zatiritan, seperti tanamantertentu, karet (lateks),antibiotic, zat pewangi(parfum), zat pengawet, danlogam (nikel, cobalt) Bersentuhan dengan : krimtabir surya, after shave
lotion, parfum, atau terkenasinar matahari?
Apakah penderita mengalami
gejala-gejala berikut:
Terasa sangat gatal Kulit kemerahan ringan hingga pembengkakan berat, dan benjolan yang besar Ruam kulit yang mengandungvesikel-vesikel kecil Ruam hanya timbul pada areayang terpaapr dengan zat iritan
Penderita mungkin mengalami
Dermatitis Kontak
Halaman selanjutnya
Ya
Ya
Ya
Ya
tidak
Periksa lebih lanjut dan
berikan terapi yang tepat
Periksa lebih lanjut dan berikan terapi yang tepat
ALGORITMA TERAPI
ALERGI
-
8/19/2019 Tusus Alergi
14/50
12
Halaman sebelumnya
Apakah penderita memiliki
faktor-faktor berikut:
Riwayat alergi lain dalamkeluarga (urtikaria, asmaatau eksim) Usia anak-anak terutama bayi dan batita Mengonsumsi makanan berikut: telur, udang,kepiting, lobster, kacangkenari, dan kacang pecan;(pada anak-anak: susu sapi,gandum, kacang kedelai)
Apakah penderita adalahanak-anak danmengalamigejala mualdan/atau munta?Atau orangdewasa yangmengalamigatal-gatal padamulut, urtikaria,eksim, hidung
berair danasma?
Penderitamungkinmengalamialergi makanan.
Periksa lebihlanjut dan berikan terapiyang tepat
Apakah penderitamengeluhsesaknafas?
Bawasegerakerumahsakitterdekat
Apakah penderita memilikigejala-gejala sebagai berikut:
Mulut gatal dan berair Hidung meler/atau berair Gatal-gatal pada kulit,langit-langit mulut,tenggorokan dan mata Bersin-bersin Sakit kepala
Batuk Mengi Mudah marah
Halaman selanjutnya
tidak
Ya
Ya
-
8/19/2019 Tusus Alergi
15/50
13
Halaman sebelumnya
Apakah penderita memilikifaktor-faktor risiko berikutini?
Terpapar allergen, sepertiserbuk bunga, kutu, kecoa,lumut, dan bulu binatang Merupakan anak sulung Terpapar asap rokok padatahun pertama usianya Mudah marah
Anjurkan penderita untukmenjalani pemeriksaan lebihlanjut oleh dokter. Gejala-gejala diatas mungkindisebabkan oleh penyakitlainnya
Periksa lebih lanjutdan berikan terapiyang tepat
Anjurkan penderita untukmenjalani pemeriksaan lebihlanjut oleh dokter. Gejala-gejala diatas mungkindisebabkan oleh penyakitlainnya
PenderitamungkinmengalamiFotosensitivitasKimiawi
Penderita mungkinmengalami rhinitis alergi( Hay fever )
Ya
Ya
tidak
tidak
Halaman sebelumnya
Apakah penderitamenggunakan obat-obatan(ansiolitik, antidepresan,antipsikotik, antimikroba,antimalarial,antihiperglikemia, diuretic,obat kemoterapi, obat
jantung, obat kulit
Apakah penderita mengalamikulit kemerahan, inflamasi,dan atau berwarna kecoklatanatau kebiruan pada bagianyang terpapar sinar mataharimeskipun dalam waktu yangcukup singkat?Ya
Ya
-
8/19/2019 Tusus Alergi
16/50
14
ALGORITMA TERAPI DERMATITIS ATOPIK
DermatitisAtopik (AD)
Evaluasi berdasarkan
riwayat penyakit
Mempertimbangkankondisi lain
Atopik Dermatitis
parah?
Menejemen sukses
?
Menejemen Atopik Dermatitits:
Hidrasi kulit/moisturaizer Topical kostikosteroid Sediaan Tar Kasineurin inhibitor topical Mandi pemutih cair Antihistamin
Ecaluasi dan terapi :
Infeksi kulit Inhalasi dan alergi makanan Penyebab non spesifik
Follow Up : melakukan pengobatan yang proaktif
terhadap pasien yang mengalami
Penilaian kembali:apakah diagnosisAD sudah benar?
Konsultasikan dengan dokterspesialis AD dengan
mempertimbangkan kondisi lain
Konsultasikan penyakit dengan dokter spesialisAD dan intensifikasi menejemen dan pengobatan:
Dengan balutan basah hospitalisasi fototerapi imunologi sistemik atau terapi antiinflamatori
ya
tidak
ya
ya
tidak
tidak
tidak
-
8/19/2019 Tusus Alergi
17/50
15
ALGORITMA TERAPI RHINITIS ALERGI
2.2.7.1 Terapi Non Farmakologi
Prinsip terapi alergi adalah menghindari alergen dan menghindari obat-obat
yang menyebabkan alergi. Menghindari alergen merupakan cara terbaik untuk
mencegah alergi. Cara- cara pencegahan alergi antara lain: menghentikan
-
8/19/2019 Tusus Alergi
18/50
16
konsumsi obat penyebab alergi, menempatkan binatang peliharaan diluar rumah,
memasang alat penyaring udara, dan tidak memberi makan yang berpotensi
menimbulkan alergi.
Selain itu terapi non farmakologi ini dapat dilakukan dengan melakukan
control terhadap lingkungan hidup penderita alergi. Prinsip dari kontrol
lingkungan hidup ini adalah untuk mengurangi alergi dan dan iritasi dirumah
sehingga batas minimum tanpa mengubah gaya hidup dan pembelian alat
pembersih udara yang cukup mahal. Beberapa cara untuk melakukan kontrol
terhadap lingkungan hidup adalah dengan membersihkan tempat tidur anak secara
berkala agar tidak dihinggapi tungau. Membersihkan atau mencuci AC atau
penyejuk ruangan secara berkala. Selain itu menjaga agar rumah tidak dimasuki
oleh serangga atau tikus. Metode yang dianjurkan untuk mengatasinya:
membersihkan saluran air dan memperbaiki pipa saluran air yang bocor atau
rusak, menyimpan makanan dengan baik, dan menjaga agar rumah senantiasa
bersih.
Meningkatkan kebersihan udara di dalam rumah dengan mengurangi atau
membatasi fakto-faktor yang dapat mencemari udara, seperti asap rokok dll.
Menghindari pemaparan terhadap jamur dan lumut yang biasanya didapatkan pada gudang, tempat penampungan dll. Selain itu membersihkan karpet, gorden,
tempat sampah dan kamar mandi secara teratur.
Khusus untuk anak yang memiliki riwayat keluarga alergi, sebaiknya jangan
diperkenalkan dulu dengan jenis-jenis makanan alergeniktersebut hingga
mencapai usia tertentu, contohnya:
susu sapi dan makanan yang terbuat dari susu sapi (usia 12 bulan keatas)
Telur dan makanan yang mengandung telur (usia 24 bulan ke atas) Kacang-kacangan (usia 36 bulan keatas) Ikan dan kerang-kerangan (36 bulan ke atas)
2.2.7.2 Terapi Farmakologi
Prinsip dasar management alergi adalah menghentikan penggunaan obat penyebab
alergi jika mungkin, terapi tanda-tanda klinis dan symptoms dan penggantian obat
penyebab alergi jika mungkin.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
19/50
17
Terdapat beberapa tipe terapi farmakologi yang tersedia baik OTC atau obat yang
harus diresepkan oleh dokter. Obat-obat ini meliputi anyihistamin, dekongestan,
obat kombinasi, kortikosteroid dan lain sebagainya.
Immunotherapy yang secara bertahap meningkatkan kemampuan untuk
mentoleransi alergen juga dapat digunakan. Adapun golongan beberapa obat yang
dapat digunakan:
a. Antihistamin penghambat reseptor H 1(AH 1)AH 1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada
polinosis (tipe alergi pada serbuk sari) dan urtikaria (bentol). Efeknya
paliatif yaitu membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan
sewaktu reaksi antigen antibodi terjadi.
Obat golongan ini dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada
mata, hidunG dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH 1 efektif
untuk debu yang disebabkan oleh debu tetapi kurang efektif bila jumlah
debu banyak dan kontaknya lama.
Obat golongan ini tersedia dalam bentuk oral, ophthalmic dan
intranasal. Oral antihistamin dapat dibagi menjadi dua golongan: non
selektif (golongan 1) dan selektif periferal (generasi 2). Non selektif biasa
dikenal dengan antihistamin sedatif dan golongan 2 biasa dikenal dengan
antihistamin non sedatif.
Obat-obat yang termasuk golongan AH 1:
-
8/19/2019 Tusus Alergi
20/50
18
Mekanisme kerja AH 1
AH 1 termasuk antagonis reseptor H 1 yang bekerja secara antagonis
kompetitif terhadap histamin. AH 1 berikatan dengan reseptor H 1 tanpa
mengaktivasinya, sehingga mencegah histamin berikatan dengan reseptor
ini dan memberikan efek. Antihistamin terbaru juga berefek terhadap
komponen repon inflamasi seperti pelepasan histamin, adhesi molekul dan
influks sel inflamasi.
Mekanisme kerja golongan 1 belum sepenuhnya diketahui tetapi golongan
ini memiliki efek sentral yang bergantung terhadap kemapuan obat untuk
menembus blood-barrier otak. Kebanyakan bersifat larut lemak sehingga
mudah melewati barrier ini. Untuk golongan kedua memiliki sedikit efek
sentral atau bahkan tidak memiliki efek sentral atau efek sistem syaraf
otonom.
Efek samping
Drowsiness biasanya menjadi efek samping antihistamin, selain itu
menyebabkan efek antikolinergik.
b. DecongestanDekongestan dapat menghilangkan penyumbatan dan seringkali
diresepkan bersamaan dengan antihistamin. Tersedia dalam bentuk sediaan
nasal, spray, drop atau bentuk pil. Dekongestan dalam bentuk pil dan
cairan dapat digunakan untuk waktu yang lebih lama dibanding bentuk
spray dan drop. Penggunaan bentuk spray dan drop yang lebih dari 3-5
hari akan menyebabkan rhinitis medicamentosa atau rebound vasodilation
dengan kongesti yang lebih parah.
Obat dekongentan dalam bentuk drop dan spray adalah:
-
8/19/2019 Tusus Alergi
21/50
19
Sedangkan obat dekongestan oral adalah:
Mekanisme kerja
Selama reaksi alergi jaringan-jaringan pada hidung akan membengkak
karena adanya respon akibat kontak dengan alergen.. pembengkakan itu
akna menghasilkan cairan dan mukus. Selain itu pembuluh di mata juga
akan membengkak dan menyebabkan kemerahan pada mata. Dekongestandapat mengecilkan jarangan nasal dan pembuluh darh yang membengkak
untuk menghilangkan gejala. Dekongestan topikal (spray dan drop) dan
sistemik (oral) adalah agen simpatomimetik yang bekerja pada reseptor
adrenergik pada mukosa hidung, produksi vasokontriksi.
Efek samping
Meningkatkan tekanan darah, insomnia, membatasi aliran urin, rasa
terbakar, rasa tersengat, rasa kering dll.
c. KombinasiBeberapa obat-obat alergi juga mengandung antihistamin dan dekongestan
untuk mengobati gejala-gejala yang beragam. Selain itu juga terdapat
kombinasi lain seperti kombinasi obat antihistamin dengan obat asmadan
tetes mata antihistamin dengan obat penstabil sel mast.
Contoh sediaan
OTC: Zylec-D, benadryl allergy dan sinus, Tylenol allergy and sinus
Peresepan: Allegra-D, Claritin-D, semprez-D dll
d. Steroid Steroid dikenal secar medis dengan kortikosteroid yang bekerja
mengurangi inflamasi yang berkaitan dengan alergi. Kortikosteroid
mencegah dan mengobati nasal stuffiness, sneezing dan gatal-gatal, runny
nose due to seasonal or year round allergy . Obat golongan ini dapat
menurunkan inflamasi dan bengkak dari reaksi alergi tipe lain. Steroid
-
8/19/2019 Tusus Alergi
22/50
20
dapat juga menurunkan peradangan dan pembegkakan dari reaksi alergi
tipe lain.
Steroid dapat tersedia dalam bentuk pil untuk untuk alergi serius atau
asma, inhaler untuk asma, nasal spray untuk alergi musiman atau tahunan,
krim untuk alergi kulit atau dalam bentuk tetes mata untuk alergi untuk
konjungtivitis. Dokter meresepkan steroid sebagai tambahan terhadap obat
alergi lainnya.
Steroid lainnya
obat steroid nasal:
Inhaled steroidAzmacort, beclovent, flovent, dan pulmicort digunakan untuk
mengatasi asma. Steroid inhalasi tersedia hanya dengan resep
dokter.
Tetes mata: alrex dan dexamethasone Steroid oral: deltasone (prednisone)
Efek samping
Penggunaan jangka pendek: peningkatan berat badan, retensi cairan,
peningkatan tekanan darah.
Penggunaan jangka panjang: penekan pertumbuhan, diabetes, katarak pada
mata, penipisan tulang, kelemahan otot
Steroid inhalasi: batuk dan infeksi ragi pada mulut.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
23/50
21
e. Pengobatan alternatif Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrient pertama yang diterima
untuk pengobatan seasonal allergic rhinitis. Obat ini menghambat reseptor
sisteinil leukotrien dimana sisteinil leukotrien adalah mediator inflamasiyang dikeluarkan oleh sel mast. Montelukast efektif digunakan sendiri
ataupun dikombinasi dengan antihistamin. Namun berdasarkan studi,
montelukast tidak efektif dibandingkan dengan antihistamin selektif
perifer dan kurang efektif dibanding steroid intranasal tetapi ketika
dikombinasi dengan antihistamin, lebih efektif daripada antihistamin
sendiri.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
24/50
22
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 4-30 Januari 2016
diApotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352, Depok.
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Resep diperoleh dari dari Apotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352. Selain
itu, acuan teoritis yang digunakan diperoleh dari buku dan situs resmi dari internetyang dapat dipercaya.
3.3 Cara Kerja
Resep diperoleh dari dari Apotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352 di
Bulan Januari 2016. Objek yang digunakan adalah resep untuk penyakit alergi
yang ada di apotek di Bulan Januari.
Prosedur dari pelaksanaan tugas khusus adalah pengambilan resep yangkemudian dijelaskan alur pelayanan resep sesuai dengan pelayanan farmasi klinik
yang tertera pada standar pelayanan kefarmasian di apotek.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
25/50
23
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian Resep 1
a. Resep Asli
b. Pembacaan Resep
c. Skrining Resep1) Kajian Administrasi
a) Nama Pasien : Keyza
b) Umur pasien : 10 tahun
c) Jenis kelamin pasien : Perempuan
d) Berat badan pasien : -
R/ Lasal 0,5 mgMucopect 5 mgLameson ¼ tabmf pulv dtd No. XIIS 3 dd 1
R/ Ritez Drop 10 mlS 1 dd 0,4 ml
Pro : KeyzaUmur : 1 tahun
-
8/19/2019 Tusus Alergi
26/50
24
e) Nama dokter : Dr. K Silitonga
f) Nomor Surat Izin Praktek (SIP) :
g) Alamat dokter : Jalan Kejayaan Raya Blok IX No. 2
h) Nomor telepon dokter : 7704044
i) Paraf dokter :
j) Tanggal penulisan resep : 5 Januari 2016
2) Kajian Kesesuaian Farmasetik
Obat BentukSediaanKekuatanSediaan Stabilitas Kompatibilitas
Lasal Kapsul 0,5 mg dari
2-4 mgStabil
Tidak OTTMucopect Tablet 5 mg dari 30mg Stabil
Lameson Tablet 4;8;16 mg StabilRitez Drop Sirup 10 mg Stabil Tidak OTT
3) Pertimbangan Klinis
a) Ketepatan indikasi
– Lasal berisi salbutamol untuk asma bronkial, bronkitis kronik,
emfisema dan kondisi bronkospatik lain – Mucopect berisi ambroksol HCl untuk terapi sekretolitik pada
penyakit bronkopumonal akut dan kronik yang berhubungan
dengan sekresi mukus abnormal dan gangguan transportasi
mukus.
– Lameson berisi 6α metilprednisolon untuk kondisi alergi dan
inflamasi, penyakit reumatik yang memberi respon terhadap
terapi kortisteroid, penyakit kulit dan saluran pernapasan, penyakit endokrin, penyakit autoimun, gangguan hematologik,
dan sindroma nefrotik
– Ritez Drop berisi cetirizin HCl untuk alergi kronik dan musimal
misalnya rinitis alergi dan urtikaria kronik.
b) Dosis obat
– Lasal kapsul dosis dewasa adalah 2-4 mg dan anak 6-12 tahun
adalah 0,1-0,2 mg/kg berat badan, lasal sirup dosis dewasa adalah
-
8/19/2019 Tusus Alergi
27/50
25
5-10 ml dan anak 6-12 tahun adalah 5 ml, < 6 tahun adalah 2,5-5
ml diberikan 2-3 kali/hari. Lasal injeksi dosis dewasa adalah 0,5-1
ml dan anak 0,2-0,3 ml disuntikkan tiap 4 jam bila perlu.
– Mucopect tablet untuk dosis dewasa adalah 1 tablet dan anak 6-12
tahun ½ tablet diberikan 2-3 kali/hari.
– Lameson tablet dosis untuk anak adalah 0,8 – 1,1 mg/kg berat
badan sedangkan dosis untuk dewasa adalah 4 – 48 mg/hari,
kemudian diturunkan bertahan sampai dengan dosis efektif
terendah.
– Ritez Drop sirup dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 2
sdt/hari dan anak 6-12 tahun adalah 1-2 sdt/hari, 2-5 tahun adalah
½-1 sdt/hari.
c) Aturan
a. Puyer : tiga kali sehari
b. Ritez Drop : sehari satu kali 0,4 ml
d) Cara penggunaan obat
a. Puyer :oral
b. Ritez Drop : orale) Lama penggunaan obat : 4 hari
f) Duplikasi dan/atau polifarmasi : -
g) ROTD
a. Alergi
Mucopect dapat menyebabkan reaksi alergi. Ritez drop dapat
menyebabkan reaksi kulit.
b.
Efek samping obat Efek samping Lasal adalah tremor dan palpitasi. Efek samping Mucopect adalah reaksi alergi dan efek GI
ringan.
Efek samping Lameson adalah retensi natrium dan cairan,
gangguan penyembuhan luka, gangguan metabolisme
karbohidrat, lemah otot, peningkatan metabolisme TIO dan
TIK, osteoporosis.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
28/50
26
Efek samping Ritez Drop adalah sakit kepala,
pusing, mengantuk, agitasi, gangguan GI, nyeri perut, diare,
mual, reaksi kulit, mulut kering, epistaksis, laringitis dan
angiodema.
c. Manifestasi klinik
h) Kontraindikasi
a. Kontraindikasi Lasal : -
b. Kontraindikasi Mucopect: -
Peringatan mucopect untuk disfungsi hati dan ginjal, kehamilan
dan laktasi.
c. Kontraindikasi Lameson adalah hamil, stres, kecenderungan psikosis, insufisiensi ginjal, hipertensi dan ulkus peptik
d. Kontraindikasi Ritez Drop: -
i) Interaksi
a. Interaksi Lasal adalah efek antagonis dengan beta adrenoreseptor
bloker.
b. Interaksi Mucopect adalah amoksisilin, eritromisin, doksisiklin
dan sefuroksim.c. Interaksi Lameson adalah obat antidiabetik, AIND, rifampisin dan
barbiturat
d. Interaksi Ritez Drop adalah warfarin dapat meningkatkan rekasi
INR dan dapat menyebabkan epistaksis. Obat yang menekan SSP
dan antikolinergik dapat menyebabkan penurunan fungsi SSP.
d. Drug Related Problem (DRP)1) Indikasi
Indikasi obat pada DRP terdiri atas obat yang ada, tapi tidak
diperlukan, obat yang diperlukan, tapi tidak ada dan obat yang tidak
sesuai. Obat yang diresepkan sudah tepat karena pasien menerima
obat dengan indikasi yang jelas yaitu lasal untuk asma, mucopect
untuk terapi sekretolitik yang berhubungan dengan sekresi mukus
-
8/19/2019 Tusus Alergi
29/50
27
abnormal, lameson untuk alergi dan inflamasi dan Ritez Drop unuk
alergi kronik misalnya rinitis alergi.
2) Pemilihan obat tidak tepat
Pemilihan obat tidak tepat tidak ada.
3) Dosis terlalu rendah : tidak ada
4) Dosis terlalu tinggi : tidak ada
5) Efek samping obat
a. Efek samping Lasal adalah tremor dan palpitasi.
b. Efek samping Mucopect adalah reaksi alergi dan efek GI
ringan.
c. Efek samping Lameson adalah retensi natrium dan cairan,gangguan penyembuhan luka, gangguan metabolisme
karbohidrat, lemah otot, peningkatan metabolisme TIO dan
TIK, osteoporosis.
d. Efek samping Ritez Drop adalah sakit kepala, pusing,
mengantuk, agitasi, gangguan GI, nyeri perut, diare, mual,
reaksi kulit, mulut kering, epistaksis, laringitis dan angiodema.
6) Interaksi obata. Interaksi Lasal adalah efek antagonis dengan beta
adrenoreseptor bloker.
b. Interaksi Mucopect adalah amoksisilin, eritromisin, doksisiklin
dan sefuroksim.
c. Interaksi Lameson adalah obat antidiabetik, AIND, rifampisin
dan barbiturat
d.
Interaksi Ritez Drop adalah warfarin dapat meningkatkan rekasiINR dan dapat menyebabkan epistaksis. Obat yang menekan
SSP dan antikolinergik dapat menyebabkan penurunan fungsi
SSP.
Tidak ada interaksi obat antara Lasal, Mucopect, Lameson dan Ritez
Drop pada penggunaannya.
7) Ketidakpatuhan pasien : ketidakpatuhan pasien belum diketahui
karena belum dilakukan pemantauan lebih lanjut.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
30/50
28
8) Obat belum terbukti efektif : tidak ada
d. Medication Error
Tidak ada
e. Konseling Pasien
1) Ritez Drop mengandung Cetirizine HCl sebesar yang digunakan
untuk obat alergi. Ritez Drop digunakan 2 kali sehari 0,4 ml. Obat
diambil menggunakan pipet sampai batas 0,4 ml dan diberikan
kepada anak dengan cara memasukkan ujung pipe ke dalam mulut
dan menekan bagian atas pipet hingga obat habis keluar. Obat
digunakan pada pagi hari dan malam hari. Jika pasien mulai sarapan
pada pukul 7 pagi, maka obat diberikan pada pagi hari pukul 7 dan
malam hari pukul 9 malam. Ritez drop dapat menyebabkan reaksi
kulit tetapi tidak terjadi pada semua pasien. Obat disimpan didalam
wadah tertutup dan hindari terkena sinar matahari langsung.
2) Obat racikan mengandung 0,5 mg Lasar, 5 mg Mucopect dan ¼
tablet Lameson yang digunakan untuk asma, terapi sekretolitik dankondisi alergi pada pasien. Obat racikan dalam bentuk puyer. Obat
puyer dilarutkan dalam air secukupnya dan diberikan kepada anak.
Setiap setelah minum obat ini sebaiknya anak ibu dibimbing untuk
berkumur agar mulutnya tidak kering. Obat diberikan 3 kali sehari 1
bungkus. Diminumnya sehari 3x 1 bungkus, setiap 8 jam, setelah
makan, akan habi sdalam 5 hari. Misalnya, anak sarapan jam 6,
berarti puyer diminum, jam 6. Selanjutnya jam 2 siang setelahmakan siang/snack dan jam 10 malam setelah makan. Jika ada dosis
yang terlewat, segera minum dosis yang terlewat. Namun jika waktu
yang ada hampir mendekati waktu minum obat selanjutnya, lewati
pengkonsumsian yang tertinggal. Saat mengkonsumsi obat ini
mungkin akan ada efek samping seperti gemetar dan buang air kecil.
Namun tidak apa-apa, itu efek yang wajar. Bila mulut anak ibu
kering, diberi minum air putih saja.Bila muncul ruam kulit, segera
-
8/19/2019 Tusus Alergi
31/50
29
hubungi dokter ya Bu. Bila sudah tidak batuk, obat ini tidak perlu
diminum lagi. Namun sebaiknya sisa obatnya jangan dikonsumsi lagi
setelah lewat dari 1 bulan bila masih ada sisa.Simpan puyer pada
suhu kamar, sekitar 25°C dan terlindung dari cahaya serta
kelembaban.
4.2 Kajian Resep 2
a. Resep asli
Pembacaan resep
R/ Lameson 1/4 tab
CTM 1/5 tab
Mf pulv dtd no XII
S3dd pulv I
R/ Ritez drop 1 btl
S1dd 0,3 ml
R/ salicyltalk no I
b. Skrining Resep
1) Kajian Administrasi1) Nama Pasien : ada
2) Umur : ada
3) Jenis Kelamin : tidak ada
4) Berat badan : tidak ada
5) Nama Dokter : ada
6) Nomor SIP : ada
7)
Alamat : ada8) Nomor Telepon : ada
9) Paraf : tidak ada
10) Tanggal Penulisan Resep :Ada
2) Kajian Farmasetik
a) Bentuk Sediaan
lameson, CTM berbentuk tablet dibuat serbuk
Ritez berbentuk drop
-
8/19/2019 Tusus Alergi
32/50
30
Salicyl talk berbentu serbuk
b) Kekuatan: tidak disebutkan
c) Stabilitas: tidak disebutkan
d) Kompatibilitas: tidak disebutkan
3) Kajian Klinik
a) Indikasi
Lameson: kondisi alergi dan inflamasi, penyakit rematik yang
memberi respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit kulit
dan saluran nafas, penyakit endokrin, penyakit autoimun,
gangguan hematologik, sindroma nefrotik.
CTM: rinitis alergi dan demam biasa Ritez: rinitis alergi musiman, rinitis alergi tahunan, urtikaria
idiopatik kronik
Salicyl talk: psoriasis
b) Dosis
Lameson: (metilprednisolon) 4-48 mg/hari kemudian diturunkan
bertahap sampai dosis efektif terendah untuk pemeliharaan.
Anak 0,8-1,1 mg/kg BB. Dosis maksimal=1 gr CTM: (6 to 11 thn) 2 mg setiap 4-6 jam; MAX dose: 12 mg/hari.
(12 tahun atau lebih ) sustained-release, 8 mg setiap 12 jam.
87.5 mcg/kg or 2.5 mg/m(2) SUBQ 4 times daily. Dosis
maksimal 24 mg/hari. Untuk anak 1-2 tahun WHO menuliskan
dosis maksimalnya adalah 2mg/hari.
Ritez: (cetirizine) dewasa dan anak>12 tahun2sdt/hr.6-11 thn=
1-2 sdt/hari. 2-5 thn= ½ -1 sdt/hari. 6-23 bulan 2,5 mg/hari.Dewasa: 5-10 mg.
Salicyl talk: -
Perhitungan dosis maksimal untuk pasien ini:
Lameson: ,75,75
×
= 5 ,
Ctm: ,75,75
× = 1,41 /ℎ
Dosis dalam resep:
-
8/19/2019 Tusus Alergi
33/50
31
Lameson: (metilprednisolon): (diasumsikan lameson yang
digunakan 4 mg) × 4 = 2 × 3 = 6 /ℎ
CTM: 5 × 4 = 0,8 × 3 = 2,4 /ℎ
Ritez: 0,3 × 10 = 3
Salicyl talk: -
c) Aturan Puyer: 3 kali sehari Ritez: 1 kali sehari 0,3 ml Salicyl talk: jika perlu
d) Cara penggunaan obat Puyer : oral Ritez : oral Salicyl talk: topikal
e) Lama penggunaan obat : 4 hari
f) Duplikasi dan/atau polifarmasi : -
c. Drug Related Problem 1) Indikasi
Semua obat telah tepat indikasi, yaitu:
– Lameson: kondisi alergi dan inflamasi
– CTM: rinitis alergi
– Ritez: kondisi alergi dan inflamasi
– Salicyl talk: psoriasis (diasumsikan bahwa pasien mengalami
psoriasis. Psoriasis adalah penyakit autoimun yang mengenai kulit,ditandai dengan sisik yang berlapis berwarna keperakan, disertai
dengan penebalan warna kemerahan dan rasa gatal atau perih. Bila
sisik ini dilepaskan maka akan timbul bintik perdarahan di kulit
dibawahnya).
2) Pemilihan obat tidak tepat
Pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah tepat. Dalam resep
memang terdapat tiga jenis obat yang biasa digunakan untuk alergi, namun
-
8/19/2019 Tusus Alergi
34/50
32
tiga obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Lameson sebagai
kortikosteroid, ritez sebagai AH 1 non sedatif dan CTM sebagi AH 1 sedatif.
Kombinasi antara AH 1 dan kortikosteroid dalam mims dikatakan efektif
untuk mengobati alergi pda saluran pernafasan, mata dan kulit.
3) Dosis terlalu tinggi
Ya, dosis CTM yang digunakan melebihi dosis maksimal baik
berdasarkan WHO ataupun perhitungan menggunakan rumus. Dan ritez
yang digunakan juga sedikit melebihi dosis anjuran untuk anak usia 6-12
bulan.
4) Dosis terlalu rendah
Tidak ada
5) Efek samping obat
– Lameson: retensi Na dan cairan, gannguan penyembuhan luka,
gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot, peningakatan TIO,
TIK,osteoporosis.
– CTM: Gastrointestinal: Konstipasi, diare, mual dan muntah.
Neurologic: rasa kantuk.
– Ritez (cetirizine): sakit kepala, pusing, mengantuk,agitasi, mulutkering, rasa tidak nyaman pada GI.
– Salicyl talk: rasa terbakar, eritema, pruritus, rasa tersengat pada kulit
6) Interaksi obat
Tidak ada interaksi antara obat-obat yang digunakan, namun terdapat
sedikit interaksi antara lameson (metilprednisolon) jika digunakan bersama
dengan grape fruit (sejenis jeruk bali) dapat meningkatkan eksposur metil
prednisolon.7) Ketidakpatuhan pasien
Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut.
8) Obat belum terbukti efektif
Tidak ada
d. Medication Error
Baik dalam tahap prescribing, dispensing, dan administration tidak
ditemukan adanya medication error.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
35/50
33
e. Konseling
1) Pulveres/serbuk terbagi:
a) Memberitahukan kepada pasien bahwa puyer ini terdiri atas lameson
dan CTM.
b) Diminum 3 kali sehari satu puyer dengan cara di larutkan dalam air
telebih dahulu
c) Pasien diinformasikan untuk menghindari aktivitas yang
membutuhkan konsentrasi
d) Memberitahu pasien efek samping mungkin timbul jika
mengkonsumsi obat ini berupa retensi Na dan cairan, gangguan
penyembuhan luka, gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot,
peningakatan TIO, TIK,osteoporosis.Konstipasi, diare, mual dan
muntah, rasa kantuk.
e) Memberitahu pasien untuk menghindari merokok, obat depresan dan
alkohol.
f) Menginformasikan ke pasien untung melapor jika terjadi CNS
depression/excitation dan infeksi
g) Menginformasikan ke pasien untuk tidak menghentikan pengobatansecara tiba-tiba
h) Menginformasikan ke pasien untuk mengkonsumsi obat bersamaan
dengan makanan atau susu untuk mengurangi rasa tidak enak di perut
i) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya
dan pada suhu ruang.
2) Ritez
a)
Menginformasikan ke pasien bahwa ritez berisi metil prednisolonyang berfungsi sebagai antihistamin
b) Diminum 1 kali sehari sebanyak 0,3 ml
c) Diminum sebelum ataupun sesudah makan
d) Menginformasikan ke pasien bahwa mungkin timbul efek samping
berupa sakit kepala, pusing, mengantuk,agitasi, mulut kering, rasa
tidak nyaman pada GI.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
36/50
34
e) Memberitahu pasien untuk menghindari merokok, obat depresan dan
alkohol.
f) Pasien diinformasikan untuk menghindari aktivitas yang
membutuhkan konsentrasi seperti menyetir
g) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya
dan pada suhu ruang.
3) Salicyl talk
a) Digunakan ketika perlu dengan cara ditaburkan pada bagian kulit
yang mengalami abnormalitas
b) Menginformasikan efek samping yang mungkin terjadi seperti eritema
dan kering di kulit
c) Menginformasikan ke pasien untuk menghindari bagian mata dan
membran mukosa saat menggunakan bedak ini.
d) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya
dan pada suhu ruang.
4.3 KajianResep3
a. Resep asli
Pembacaan resep
R/ Loratadine tab No X
-
8/19/2019 Tusus Alergi
37/50
35
S1dd1
R/ Metil Prednisolon tab 4 No X
S2dd1
R/ Vitamin C tab No X
S1dd1
Pro: Ngasmin
b. Skrining Resep
1) Kajian Administrasi
a) Nama Pasien : Ada (tidak lengkap, seharusnya minimal terdiri dari 2
suku kata)
b) Umur : Tidak ada
c) Jenis Kelamin : Tidak ada
d) Berat badan : Tidak ada
e) Nama Dokter : Ada
f) Nomor SIP : Tidak ada
g) Alamat : Tidak ada
h) Nomor Telepon : Tidak adai) Paraf : Ada
j) Tanggal Penulisan Resep : Ada
2) Kajian Farmasetik
a) Bentuk sediaan : Ada
– Loratadine tablet
– Metil prednisolon 4 mg tablet
–
Vitamin C tablet b) Kekuatan sediaan : Tidak ada
– Loratadine
– Metil prednisolon 4 mg
– Vitamin C
c) Stabilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi
d) Kompatibilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat
jadi (bukan racikan)
-
8/19/2019 Tusus Alergi
38/50
36
3) Kajian Klinik
a) Ketepatan Indikasi :
– Loratadine: peradangan akibat selaput lendir di hidung akibat
alergi (rhinitis), urtikariakronik,
&kelainankulitlainnyaakibatalergi.
– Metil prednisolon 4 mg: keadaan alergi dan peradangan pada
kulit dan saluran pernafasan tertentu.
– Vitamin C: suplemen vitamin C, meningkatkan daya tahan
tubuh.
b) Ketepatan Dosis :
– Loratadine: dewasa dan anak >12 tahun 1 tab/hari; anak 6 -
12 tahun dengan berat badan > 30 kg 1 tab/hari; anak 6 - 12
tahun dengan berat badan < 30 kg 1/2 tab/hari
– Metil prednisolon 4 mg: 4 - 48 mg per hari, tergantung berat
ringannya penyakit – Vitamin C: 1 tablet per hari
c) Ada/tidaknya Kontraindikasi dan Interaksi Obat
– Kontraindikasi
Loratadine: Hipersensitif terhadap Loratadine
Metil Prednisolon: Infeksi jamur sistemik, herpes, diabetes
melitus, tukak lambung
Vitamin C: Nyeri lambung – Interaksi Obat
Loratadine: Alkohol, Ketokonazole, Eritromisin, Simetidin
Metil Prednisolon: AINS lainnya atau antiemetik, antidiabetes,
vaksinasi
Vitamin C: Preparat Fe
d) ROTD
-
8/19/2019 Tusus Alergi
39/50
37
– Alergi: tidak ada obat yang menyebabkan alergi atau reaksi
hipersensitivitas
– Efek Samping
Loratadine: lelah, sakit kepala, mulut kering, gangguan
pencernaan
Metil Prednisolon: gangguan cairan tubuh, kelemahan otot,
gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah,
maag
Vitamin C: perut kembung, nyeri ulu hati, diare, muntah, sakit
perut, batu ginjal
c. Drug Related Problem
1. Indikasi
Semua obat telah tepat indikasi
– Loratadine : Rhinitis, urtikariakronik,
dankelainankulitlainnyaakibatalergi
– Metil prednisolon 4 mg : Alergi dan peradangan karena alergi
– Vitamin C : Meningkatkan daya tahan tubuh2. Pemilihan obat tidak tepat
Pengobatan yang diberikan pada pasien sudah tepat
3. Dosis terlalu rendah
Tidak ada
4. Dosis terlalu tinggi
Tidak ada
5.
Efek samping obat – Loratadine : lelah, sakit kepala, mulut kering, gangguan
pencernaan
– Metil prednisolon 4 mg : gangguan cairan tubuh, kelemahan otot,
gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, maag
– Vitamin C : perut kembung, nyeri ulu hati, diare, muntah, sakit
perut, batu ginjal
6. Interaksi obat
-
8/19/2019 Tusus Alergi
40/50
38
Tidak terjadi interaksi antara obat-obat yang digunakan.
7. Kepatuhan pasien
Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut
8. Obat belum terbukti efektif
Tidak ada
d. Medication Error
Baik dalam tahap prescribing , dispensing , dan administration tidak
ditemukan adanya medication error.
e. Konseling a. Loratadine
– Obat ini diindikasikan untuk mengobati alergi.
– Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sebaiknya
diminum saat perut kosong, yaitu 1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan.
– Efek samping dari obat ini dapat menyebabkan mulut kering
sehingga dianjurkan untuk melakukan perawatan mulut. Selain itu, perlu diketahui juga bahwa obat ini dapat menyebabkan kelelahan
dan mengantuk.
– Bagi pasien yang lupa mengonsumsi obat ini, disarankan untuk
segera melakukannya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya
tidak terlalu dekat dan tidak dianjurkan untuk menggandakan dosis
Loratadine pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang
terlewat. – Penggunaanobatinidapatdihentikansegerasetelahgejalaalergitelahreda
.
b. Metil Prednisolon – Obat ini diindikasikan untuk mengobati alergi. – Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sebaiknya
diminum setelah makan atau bersamaan dengan makanan.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
41/50
39
– Usahakan untuk mengonsumsi obat pada waktu yang sama agar
dapat memberikan efek yang maksimal dalam tubuh.
– Jika membutuhkan vaksinasi atau obat lain harus melakukan
konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.
– Penggunaan obat ini dalam jangka panjang atau melebihi dosis dapat
meningkatkan risiko gangguan kelenjar adrenal, sehingga dosisnya
harus sesuai anjuran dokter.
– Obat ini akan menurunkan kekebalan tubuh, sehingga kebersihan
dan daya tahan tubuh perlu dijaga.
– Bagi pasien yang lupa mengonsumsi obat ini, disarankan untuk
segera melakukannya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya
tidak terlalu dekat dan tidak dianjurkan untuk menggandakan dosis
Metil prednisolon pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis
yang terlewat.
c. Vitamin C
– Obat ini merupakan suplemen vitamin C untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sesudah makan, tidakmelebihi dosis yang telah dianjurkan oleh dokter karena konsumsi suplemen
vitamin C pada dosis tinggi dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko
batu ginjal.
http://www.alodokter.com/batu-ginjalhttp://www.alodokter.com/batu-ginjal
-
8/19/2019 Tusus Alergi
42/50
40
4.4 Kajian Resep 4
a. Resep Asli
Pembacaan Resep
R/ Methylprednisolone tab 16 mg No. XIV
S1dd1
R/ Protopic 0,1% No. I
S1ddd ue
R/ Ikaneuron tab No. XXX
S1dd1
b. Skrinning Resep
1) Kajian Administratif
a) Nama Pasien : ada
b) Umur Pasien : tidak ada
c) Jenis Kelamin : tidak ada
d) Berat Badan : tidak ada
e) No. Telepon Pasien : tidak ada
f) Alamat Pasien : tidak ada
g) Nama Dokter : dr. Prima Kartika E., Sp.KK., M.Epid
h) Nomor SIP : 197106292005012002
-
8/19/2019 Tusus Alergi
43/50
41
i) Alamat Praktek : Jalan Dr. Sitanala Nomor 99, RSK Dr. Sitanala
Tangerang
j) No. Telepon Dokter : (021) 5523059
k) Tanggal resep : 5 Januari 2016
l) Paraf : tidak ada
2) Kajian Farmasetis
a) Methylprednisolone
- Bentuk sediaan : tablet
- Kekuatan sediaan : 16 mg
- Aturan pakai : per oral 1 x sehari- Jumlah sediaan : 14 tablet
- Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan
sediaan obat jadi.
b) Protopic
- Bentuk sediaan : salep
- Kekuatan sediaan : 0,1%
- Aturan pakai : pemakaian luar 1 x sehari- Jumlah sediaan : 1 buah
- Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan
sediaan obat jadi.
c) Ikaneuron
- Bentuk sediaan : tablet
- Kekuatan sediaan : -
-
Aturan pakai : per oral 1 x sehari- Jumalah sediaan : 30 tablet
- Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan
sediaan obat jadi.
3) Kajian Pertimbangan Klinis
a) Methylprednisolone 16 mg
-
8/19/2019 Tusus Alergi
44/50
42
Methyprednisolon merupakan obat golongan kortikosteroid
yang memiliki aksi kerja menekan pembentukan, pelepasan dan aksi dari
mediator inflamasi (seperti prostaglandin, kinin, histamin, enzim
liposom dan sistem komplemen) serta mempengaruhi respon imun
tubuh, Indikasi: terapi pada penyakit kulit; mengontrol alergi;
manajemen terapi pada gangguan pernafasan; terapi pengganti pada
keadaan insufisiensi korteks adrenal primer ataupun sekunder; terapi
pada inflamasi dan pruritus (untuk sediaan topikal). Dosis: untuk dewasa
4-48 mg/hari. Interaksi obat: menghambat efek antikolinesterase pada
miastenia gravis; barbiturate menurunkan efek farmakologi
metilprednisolon; rifampin meningkatkan klirens dan menurunkan
efikasi metilprednisolon; ketokonazol danantibiotik makrolida
menurunkan klirens metilprednisolon.
b) Protopic 0,1%
Protopic adalah salep kulit 10 gram yang mengandung
tacrolimus. Indikasi: terapi immunomodulator topical (non-steroid) yang
bekerja spesifik pada sel T, menghambat pembentukan kalsineurin yang
merupakan kunci utama timbulnya dermatitis atopic. Dosis: untukdewasa diatas 16 tahun dioleskan tipis pada daerah infeksi sebanyak 2
kali sehari. Terapi diteruskan selama 1 minggu setelah lesi hilang.
c) Ikaneuron
Ikaneuron mengandung Vitamin B 1 100 mg, vitamin B 6 200 mg,
dan vitamin B 12 200 mcg. Indikasi: polyneuritis, neuralgia, neuralgia
trigeminal, neuralgia intercostal, herpes zoster, neuropati diabetic,
skiatika, sindroma bahu-lengan, migren, lumbago, mati rasa padaeksremitas, hiperemesis gravidarum, kekurangan vitamin B, gangguan
system saraf perifer. Dosis: diberikan 1 tablet/hari. Interaksi obat:
levodopa.
c. Drug Related Problems
1) Indikasi
Semua obat telah tepat indikasi, yaitu:
-
8/19/2019 Tusus Alergi
45/50
43
- Methylprednisolone 16 mg : untuk alergi (inflamasi)
- Protopic 0,1% : dermatitis atopic
- Ikaneuron tab : rasa kebas pada tangan/kaki akibat
dermatitis
2) Pemilihan Obat tidak tepat
Pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah tepat
3) Dosis terlalu rendah
Tidak ada
4) Dosis terlalu tinggi
Tidak ada
5) Efek samping obata) Methylprednisolone 16 mg
Efek samping yang dapat timbul adalah neuritis, vertigo, sakit
kepala, luka yang tidak sembuh, kulit tipis dan rapuh, hiperpigmentasi
atau hipopigmentasi. Efek samping kortikosteroid yang paling sering
dilaporkan adalah mual, muntah, nyeri lambung hingga moon face.
Efek samping kortikosteroid bersifat dose related dan time related
sehingga penggunaannya tidak boleh lama dan dosis harus diturunkan perlahan sebelum berhenti.
b) Protopic 0,1%
Efek samping yang dapat timbul adalah ruam, pruritus, sensasi
terbakar, neuritis, vasodilatasi, eksaserbasi, hipoglikemia. Efek samping
yang paling sering dilaporkan pada penggunaan topikal adalah mual,
gastritis, kulit kering, dan fotosensitivitas.
c)
IkaneuronEfek samping tidak ada karena sediaan berisi vitamin.
6) Interaksi obat
Tidak ada interaksi obat
7) Ketidakpatuhan pasien
Tidak diketahui karena belum dilakukan pemantauan pasien
8) Obat belum efektif
Tidak ada
-
8/19/2019 Tusus Alergi
46/50
44
d. Medication Error
Baik dalam tahap prescribing dan dispensing tidak ditemukan adanya
medication error . Administration belum dapat diamati karena resep baru
pertama kali, tapi dilakukan pemberian informasi aturan pakai untuk
mencegah terjadinya kesalahan.
e. Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
1) Methylprednisolone 16 mg
- Minum obat diwaktu yang sama setiap harinya, diminum setelah
makan karena penyerapannya baik ketika bersamaan dengan
makanan.
- Memotivasi pasien untuk makan rendah natrium dan lemak.
- Mengingatkan pasien kemungkinan peningkatan nafsu makan.
- Memberikan informasi kemungkinan moon face.
- Simpan pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya serta jangkauan
anak-anak
- Anjurkan pasien untuk melaporkan ke dokter jika gejala-gejala initerjadi: bengkak pada kaki atau pergelangan kaki; tanda infeksi
(demam, luka tidak sembuh, sariawan); diare; mual; muntah; berat
badan turun; dan lemas.
2) Protopic 0,1%
- Menjelaskan kepada pasien untuk membersihkan daerah yang
terinfeksi sebelum dioleskan salep. - Mencuci tangan sebelum dan setelah mengoleskan salep
- Salep dioleskan secara tipis-tipis pada daerah infeksi selama 2 kali
sehari.
- Memotivasi pasien untuk tetap menggunakan salep ini selama 1
minggu setelah luka sembuh.
- Menyimpan obat pada suhu ruang dan terlindung dari `cahaya serta
jangkauan anak-anak.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
47/50
45
3) Ikaneuron
- Minum obat diwaktu yang sama setiap harinya, diminum setelah
makan karena penyerapannya baik ketika bersamaan dengan
makanan.
- Menjelaskan kepada pasien untuk menyimpan obat pada suhu ruang
dan terlindung dari cahaya.
- Memotivasi pasien untuk rutin mengonsumsi obat ini agar tidak
terjadi nyeri saraf.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
48/50
45
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan penyakit alergi meliputi algoritma penyakit, terapi
farmakologi, dan terapi nonfarmakologi dibutuhkan sebagai informasi bagi
apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien di apotek.
Analisis resep alergi alergi meliputi pengkajian administrasi, pengkajian
farmasetik, pertimbangan klinik, Drug Related Problem (DRP), Medication
Error ,sertapemberian konseling kepada pasien.Analisis resep 1, 2, 3, dan
4menunjukkan bahwa resep tepat indikasi, efektif, dan aman untuk digunakan
pada pasien.
5.2 Saran
Perlunya dilakukan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek
dan adanya peran aktif dari apoteker dalam pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien penyakit alergi.
-
8/19/2019 Tusus Alergi
49/50
46
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Allergy Medication. http://www.allergyescape.com/allergy-medication.html diunduh pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 22.00.
Baratawidjaya K. 1996. Hipersensitivitas. Imunologi Dasar. Edisi ke-3 Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Chapman et al. 2005. Food Allergy: A Practice Parameter. J Allergy Clin Immunol ; Vol 96.
Corren J. 1998. The impact of allergic rhinitis on bronchial asthma. J AllergyClin Immunol 1998; 101: 352-6.
Dhingra, PL., 2007b. Anatomy of Nose. Disiases of Ear, Nose and Throat. FourthEdition. Elsevier. India. 129-32.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M.(2008). Pharmacotherapy: A patophysiologic Approch Seventh Edition . TheMc Graw-Hill Company, Inc.
International Study of Asthma and Allergies in Childhood(http://isaac.auckland.ac.nz/) .
Loratadine. MIMS.comMadiadipoera Ta., 2009. Diagnosis Rinitis alergi. Di dalam Seminar dan
Workshop Alergi dan Imunologi. Parapat Medan.Madiadipoera Tb., 2009. Allergic March In Allergic Inflammation. Di dalam
Seminar dan Workshop Alergi dan Imunologi. Parapat Medan.MIMS Indonesia. 2016. Ascorbic Acid . Diambil dari Website MIMS Indonesia
pada tanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Ascorbic+acid
MIMS Indonesia. 2016. Loratadine . Diambil dari Website MIMS Indonesia padatanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Loratadine
MIMS Indonesia. 2016. Methylprednisolone . Diambil dari Website MIMSIndonesia pada tanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Methylprednisolone
MIMS, 2014, MIMS PetunjukKonsultasi Indonesia Edisi 14, PT MedidataIndonesia, Jakarta.
Mulyarjo. 2006. Penanganan Rinitis Alergi Pendekatan Berorientasi padaSimptom Dalam: Kumpulan Naskah Simposium NasionalPerkembangan Terkini Penatalaksanaan Beberapa Penyakit PenyertaRinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral, Masilektomi danSeptorinoplasti. Malang : pp10, 2, 1-18.
Munasir Z, Suryoko EMD. Reaksi hipersensitivitas. Dalam : Akib AAP,MunasirZ, Kurniati N.Penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008;115-25
Sang-II Lee. 2010. Prevalence of Childhood Asthma in Korea . Department ofPediatrics, Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University Schoolof Medicine, Seoul, Korea. doi: 10.4168/aair.2010.2.2.61.
http://isaac.auckland.ac.nz/http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://isaac.auckland.ac.nz/
-
8/19/2019 Tusus Alergi
50/50
Schneider et al. 2013. A Practice Parameter Update 2012. J Allergy Clin Immunol ;131:295-9.
Schwarz, T., Lechmann, P. 2011. Photodermatoses: diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int ; 108(9): 135 – 41. DOI: 10.3238/arztebl.2011.0135
Siregar SP. Kelainan kulit pada Alergi Makanan.Dalam: Pediatric skin allergy andist problem. Pendidikan kedokteran berkelanjutan LVIII di Jakartatanggal 20-21 Juni 2010.Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan AnakFKUI-RSCM.2010;17-22.
Tatro, David S., 2003, A to Z Drug Factors, Facts and Comparisons, USA.