Tusus Alergi

download Tusus Alergi

of 19

Transcript of Tusus Alergi

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    1/50

    PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT ALERGIDI APOTEK

    LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA DIAPOTEK KIMIA FARMA NO. 202, 352 DAN 366

    PERIODE BULAN JANUARI TAHUN 2016

    Muhammad Sahlan 1106017446Natasya L.C Datunsolang 1106016102Nurrahmah Nawwir Azzahra 1106067633Rizky Ariena Mekhanindya 1106005780Rika Sofiani 1106067343Wijaya Wisnu Putra 1106051805Yulia Nur Ulfa 1506709246

    DEPOK

    JANUARI 2016

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    2/50

    ii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iDAFTARISI ........................................................................................................... ii

    BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 1

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 32.1 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek ................................................. 32.2 Alergi ................................................................................................ 5

    2.2.1 Definisi ..................................................................................... 52.2.2 Epidemiologi ............................................................................ 52.2.3 Etiologi ..................................................................................... 62.2.4 Faktor Risiko ............................................................................. 72.2.5 Patofisiologi .............................................................................. 82.2.6Gejala dan Tanda Klinik ............................................................ 92.2.7Penatalaksanaan Alergi .............................................................. 10

    BAB 3. METODE PELAKSANAAN .................................................................. 223.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ........................................ 223.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan .......................................................... 22

    3.3 Cara Kerja ......................................................................................... 22

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 234.1 Pengkajian Resep 1 ........................................................................... 234.2 Pengkajian Resep 2 ........................................................................... 294.3 Pengkajian Resep 3 ........................................................................... 344.4 Pengkajian Resep 4 ............................................................................ 39

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 455.1 Kesimpulan ....................................................................................... 455.2 Saran ................................................................................................. 45

    DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 46

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    3/50

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar BelakangKesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

    kesejahteraan yang harus diwujudkan dalam upaya untuk memelihara dan

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranan sumber daya dibidang

    kesehatan yaitu tenaga kesehatan dan sediaan farmasi bermanfaat dalam upaya

    kesehatan dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan serta

    kemampuan hidup sehat setiap orang. Apoteker sebagai tenaga kesehatan

    berperan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas kesehatan, salah

    satunya yaitu apotek untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang

    tidak tepat.

    Pekerjaan kefarmasian di apotek oleh tenaga kefarmasian dilakukan

    berdasarkan standar pelayanan kefarmasian apotek pada Peraturan Menteri

    Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014. Standar pelayanan kefarmasian di apotek

    bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, memberikan

    kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat

    dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien.

    Standar pelayanan kefarmasian di apotek terdiri atas pengelolaan sediaan farmasi,

    alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.

    Pengelolaan sediaan farmasi yaitu obat, obat tradisional, kosmetik dan bahan baku

    obat meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

    pengendalian dan pencatatan dan pelaporan. Pelayanan farmasi klinik di apotek

    meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO),

    konseling, Pelayanan Kefarmasian di rumah ( home pharmacy care ), Pemantauan

    Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

    Alergi adalah salah satu permasalahan di Indonesia yang dipengaruhi oleh

    faktor lingkungan, makanan, dan penyakit infeksi. Beberapa penelitian ilmiah

    menunjukkan angka kejadian alergi terus meningkat dalam beberapa tahun

    terakhir ini. Alergi dapat menyebabkan gangguan sistem tubuh dan perilaku

    seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, dan gangguan tidur. Menurut

    penelitian tahun 2010 dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    4/50

    2

    salah satu dari tiga penyebab pasien berobat ke dokter dab tingkat penyakit alergi

    meningkat diseluruh dunia hingga 30-35%. Jenis-jenis alergi yang sering terjadi

    adalah alergi kulit, makanan, serangga, mata dan obat. Pelayanan kefarmasian di

    apotek diperlukan sebagai salah satu upaya pencegahan dan pengobatanserta

    melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional. Apoteker berperan

    penting dalam memberikan informasi obat dan konseling terkait obat sehingga

    diperlukan penatalaksanaan penyakit alergi di apotek dan analisis resep penyakit

    alergi untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terkait dengan penyakit alergi.

    1.2 Tujuan

    Tujuan penulisan tugas khusus ini untuk mengetahui penatalaksanaan

    penyakit alergi di apotek dan menganalisis resep penyakit alergi. Penatalaksanaan

    penyakit alergi meliputi algoritma penyakit, terapi farmakologi dan terapi

    farmakologi. Analisis resep alergi alergi meliputi pengkajian administrasi,

    pengkajian farmasetik, pertimbangan klinik, Drug Related Problem (DRP),

    Medication Error dan memberikan konseling kepada pasien.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    5/50

    3

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

    Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

    Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

    dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan

    maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

    Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi (PMK 35/2014):

    1. Pengkajian Resep.Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan

    pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil

    pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.

    2. Dispensing;

    Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.

    3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

    Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apotekerdalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi

    dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat

    kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai

    Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis,

    bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,

    farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan

    penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

    4. Konseling

    Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

    pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

    dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat

    dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali

    konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingka

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    6/50

    4

    kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health

    Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

    keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

    Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

    a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau

    ginjal, ibu hamil dan menyusui).

    b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

    AIDS, epilepsi).

    c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan

    kortikosteroid dengan tappering down/off).

    d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

    fenitoin, teofilin).

    e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi

    penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

    satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

    Obat. 6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

    5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

    Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,

    meliputi :

    a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

    pengobatan

    b. Identifikasi kepatuhan pasien

    c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,

    misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

    d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

    e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat

    berdasarkan catatan pengobatan pasien

    f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

    menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    7/50

    5

    6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

    Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

    terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

    meminimalkan efek samping.

    7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

    Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

    merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

    digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau

    memodifikasi fungsi fisiologis.

    2.2 Alergi

    2.2.1 Definisi

    Alergi adalah suatu respon antigen yang berlebihan yang terjadi pada

    individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau

    alergen tertentu. Alergi dapat menimbulkan respon imun sekunder yang

    berlebihan atau tidak wajar apabila seseorang pernah terpapar kembali dengan

    suatu antigen untuk kedua kalinya sehingga menimbulkan reaksi yang merugikan

    dan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuhnya.

    2.2.2 Epidemiologi

    Prevalensi alergi mengalami peningkatan sebesar 20-30% atau sebanyak

    empat hingga lima kali lipat. Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di

    Asia Tenggara termasuk Indonesia juga mengalami peningkatan prevalensi alergi.

    Peningkatan kasus alergi di Indonesia disebabkan oleh faktor lingkungan dan

    genetik.Insiden penyakit alergi (asma, rinitis alergik dan dermatitis atropik)

    semakin meningkat. Penelitian tentang prevalensi alergi telah banyak dilakukan

    berbagai negara dengan menggunakan kuesioner standar internasional,

    International Study Ashtma and Allergies in Childhood (ISAAC).

    Penelitian di Hongkong menyebutkan bahwa prevalensi dermatitis atopik

    pada anak usia 13-14 tahun sebanyak 3,3% dan anak usia 6-7 tahun sekitar 4,3%.

    Prevalensi asma di Inggris pada tahun 1999-2004 meningkat dibandingkan 1992-

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    8/50

    6

    1998 sebanyak >20% pada anak usia 6-7 tahun dan > 25% pada anak usia 13-14

    tahun.

    Penelitian di Korea menyatakan bahwa prevalensi asma pada anak

    berumur 6-7 tahun pada tahun 1995 adalah 13,3% dan menurun pada tahun 2000

    sebesar 5,8%. Pada anak umur 13-14 tahun terjadi peningkatan penyakit asma,

    dapat dilihat pada tahun 1995 prevalensi asma di korea adalah sebesar 7,7% dan

    meningkat menjadi 8,7% di tahun 2000 (Sang-II lee, 2010).

    Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC,

    2006), Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan

    Yunani memiliki prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%.

    Begitu juga dengan prevalensi asma bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi

    rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong

    (25-30%) (Corren ,1998).

    Berdasarkan hasil survey di semarang dengan kuisioner ISAAC pada anak

    sekolah dasar usia 6-7 tahun didapatkan jumlah kasus alergi berturut-turut meiputi

    asma sebanyak 8,1%, rinitis alergik sebanyak 11,5% dan eksim sebanyak 8,2%.

    2.2.3 EtiologiBerdasarkan mekanisme reaksi imunologi, Gell dan Coomb membagi

    reaksi alergi menjadi empat golongan yaitu tipe 1 yaitu reaksi anafilaktik, tipe 2

    yaitu reaksi sitotoksik, tipe 3 yaitu reaksi kompleks imun dan tipe 4 yaitu reaks

    tipe lambat. Reaksi tipe 1 disebabkan oleh IgE (imunoglobulin E) yang melekat

    pada sel mastosit atau basofil dan merangsang pelepasan mediator kimia yang

    merangsang reaksi alergi. Reaksi tipe 2 terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem

    komplemen setelah mendapat rangsangan dari kompleks antigen antibodi. Reaksitipe 2 terjadi pada transfusi darah, reaksi hemolitik akibat faktor rhesus pada bayi

    baru lahir, anemia hemolitik akibat obat, dan reaksi penolakan jaringan

    transplantasi. Reaksi tipe 3 disebabkan oleh IgG yang membentuk komplek

    antigen antibodi dan menimbulkan reaksi inflamasi. Reaksi tipe 4 terjadi akibat

    paparan antigen asing yang ditangkap oleh makrofag dan disajikan pada sel T

    yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    9/50

    7

    2.2.4 Faktor Risiko

    Faktor risiko yang berperan dalam kejadian alergi adalah genetik, umur,

    lingkungan, regulasi sitokin dan faktor makanan.

    1. Faktor genetik

    Faktor genetik berperan penting dalam kemungkinan seseorang

    mendapatkan atopi atau tidak. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok

    anak dengan gangguan mengi pada usia kurang dari 3 tahun yang menetap

    sampai usia 6 tahun mempunyai kemungkinan ibu atopi yaitu asma,

    dermatitis atopi, dan rhinitis. Penelitian lain menunjukkan bahwa penderita

    mengi akan berkembang menjadi asma yang mampu membentuk IgE dan

    respon eosinofilia terhadap uji provokasi berbagai stimulasi.

    2. Faktor umur

    Perkembangan penyakit alergi mengikuti kurva allergic march, dimana

    dermatitis atopi dan makanan menjadi manifestasi klinik pertama penyakit

    atopi pada usia 6 bulan sampai 1 tahun pertama. Dermatitis atopi

    berkembang menjadi asma atau rhinitis alergi. IgE total mencapai kadar

    tertinggi pada anak dan mulai menurun secara bertahap pada umur 15

    tahun. Penelitian Lewis dkk (1995) menunjukkan prevalensi asma padaumur 5 tahun adalah 9,9% dan menurun setelah umur 15 tahun.

    3. Faktor lingkungan

    Faktor lingkungan berpengaruh terhadap timbulnya gejala alergi. Faktor-

    faktor lingkungan yang terkait meliputi alergen, geografi, cuaca, keadaan

    sosial, infeksi dan keluarga.

    4. Regulasi Sitokin

    Penyimpangan respon imun atau gangguan keseimbangan Th2 mendukung perkembangan alergi. Perkembangan Th2 terjadi pada masa bayi dan anak.

    Regulasi sitokin dapat diketahui melalui pengujian IgE total, IgE spesifik,

    uji kulit dan pola sekresi sitokin dan respon limfosit Th2.

    5. Faktor Makanan

    Penelitian oleh Zeiger dkk menunjukkan bahwa diet hipoalergik saat

    menyusukan bayi akan menurunkan prevalensi alergi makanan dan

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    10/50

    8

    dermatitis atopi pada usia dini. Penyebab alergi pada makanan adalah

    telur.

    2.2.5 Patofisiologi

    Mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung

    pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan

    mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut

    reaksi hipersensitivitas. Mekanisme imun yang mendasari terjadinya alergi adalah

    mekanisme tipe I dalam klasifikasi Gell dan Coomb yang diperankan oleh IgE.

    Selain itu ada juga sel mast dan basofil, dimana sel-sel ini mempunyai peran

    penting pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi tipe I) melalui mediator

    yang dikandungnya, yaitu histamin dan zat peradangan lainnya.

    Paparan awal, alergen akan dikenali oleh sel penyaji antigen (APC) untuk

    selanjutnya mengekpresikan pada sel limfosit T secara langsung atau melalui

    sitokin. Pada fase akut sel T helper (Th2) memproduksi macam-macam sitokin

    seperti IL-4 dan IL-13. Sitokin ini menginduksi antibodi switching pembentukan

    IgE dan ekspresi molekul adhesi endotel sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas

    tipe cepat. Sel limfosit T tersensitisasi akan merangsang sel limfosit Bmenghasilkan antibodi dari berbagai kelas. Alergen yang utuh diserap oleh usus

    dan mencapai pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus

    (plak Peyer) dan akan membentuk imunoglobulin tipe IgG, IgM, IgA dan IgE.

    Pada anak atopi, IgE dibentuk secara berlebihan dan akan menempel pada

    reseptornya di sel mast, basofil dan eosinofil yang terdapat sepanjang saluran

    cerna, kulit dan saluran nafas. Produksi dari IgE dipengaruhi dari sitokin yang

    diproduksi dari Th2 yaitu IL-4, IL-9, IL-13, sedangkan sitokin yang berfungsimengaktifkan makrofag dan mensupresi Th1 adalah IL-4, IL-10 dan IL-13.

    Kombinasi alergen dengan paparan alergen berikutnya adalah dua molekul

    IgE yang terikat pada reseptornya akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan

    mediator yang sudah ada dalam sel (preformed mediator) dan mediator yang

    terbentuk kemudian ( newly performed mediator).

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    11/50

    9

    1. Mediator yang sudah ada dalam sel

    Ada 3 jenis mediator yang penting yaitu histamin, eosinophil

    chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil

    chemotactic factor (NCF).

    2. Mediator yang terbentuk kemudian

    Mediator yang terdiri dari hasil metabolisme asam arakidonat, faktor

    aktivasi trombosit, serotonin dan lain-lain. Metabolisme asam

    arakidonat terdiri dari jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase

    yang masing-masing akan mengeluarkan produk yang berperan sebagai

    mediator bagi berbagai proses inflamasi.

    Produk siklooksigenase yaitu prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) serta

    tromboksan A2. Leukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien

    LTE4 adalah zat yang membentuk slow reacting substance of anaphylaxis

    (SRSA). Leukotrien LTB4 merupakan kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil,

    sedangkan LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah zat yang dinamakan SRS-A yang

    dibebaskan dari jaringan paru yang tersensitisasi.

    2.2.6 Gejala dan Tanda KlinikGejala utama rinitis alergi adalah bersin, ingus encer dan hidung

    tersumbat. Gejala alergi lainnya, antara lain hidung gatal, penciuman berkurang,

    batuk kronis dan gangguan pendengaran. Gejala dan tanda tersebut dapat disertai

    gejala lain apabila melibatkan organ sasaran lain seperti palatum, faring, laring,

    telinga, kulit,mata dan paru (Dhingra, 2007).

    Pada pemeriksaan di hidung sering tampak mukosa nasal pucat dan

    udematous, konka membengkak, ingus encer seperti air. Sedangkan pada telingasering di jumpai retraksi pada membran timpani dan otitis media efusi sebagai

    akibat dari sumbatan pada tuba Eustachius (Dhingra, 2007).

    Gatal-gatal pada hidung sehingga hidung sering diusap-usap keatas dapat

    terjadi allergic salute. Hal ini karena mencoba untuk mengurangi rasa gatal dan

    sumbatan dari hidung. Warna kehitaman pada daerah infraorbita disertai dengan

    pembengkakan disebut Allergic Shinners. Perubahan ini mungkin karena adanya

    statis dari vena yang disebabkan udema dari mukosa hidung dan sinus. Karena

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    12/50

    10

    bernafas melalui mulut, mulut menganga dan mungkin disertai dengan maloklusi

    dari gigi disebut Adenoid Facies/Sad Looking Face. Hal ini disebabkan obstruksi

    karena udema yang disebabkan alergi dan pembesaran tonsil/adenoid.

    Tahun 1984 Dr. Jhon Boyles pada makalahnya dalam kongres Otologi in

    Chicago menyatakan bahwa dari 300 subjek alergi didapatkan dizziness 59%,

    tinitus 25%, otalgia 15%, otitis media serosa 10%, gangguan pendengaran 10%,

    infeksi telinga tengah 5%, gatal-gatal pada kanalis akustikus externus 5%.

    Peradangan telinga tengah sering juga disebabkan karena alergi. Sebagai organ

    sasaran adalah tuba Eustachius. Jika terdapat infeksi telinga tengah yang persisten

    adanya faktor alergi jangan diabaikan. Shambough dalam penelitian pada anak-

    anak, 75% dari otitis media serosa disebabkan karena alergi (Madiadipoera,

    2009).

    2.2.7 Penatalaksanaan Alergi

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    13/50

    11

    Penderita datang dengan gejala-gejala :

    Ruam/bercak kemerahan padakulit

    Gatal

    Bengkak Luka-luka lecet akibat garukan

    Apakah penderita memiliki

    faktor resiko seperti ini?

    Pemaparan terhadap zatiritan, seperti wool atau

    serat sintesis, sabundan/atau deterjen, parfum,colognes, clorine, minyakmineral. Riwayat atropik dalamkeluarga (eksim, asma,urtikaria)

    Apakah penderita

    mengalami ruam

    kemerahan pada

    wajah, lipatan lutut,

    tangan, dan kaki atau

    sekeliling mata,

    kelopak mata, alis

    mata, dan bulu mata?

    Penderita mungkin

    mengalami Dermatitis

    Atopik

    Apakah penderita mengalami

    gejala-gejala diatas sesudah:

    Kulit terpapar dengan zatiritan, seperti tanamantertentu, karet (lateks),antibiotic, zat pewangi(parfum), zat pengawet, danlogam (nikel, cobalt) Bersentuhan dengan : krimtabir surya, after shave

    lotion, parfum, atau terkenasinar matahari?

    Apakah penderita mengalami

    gejala-gejala berikut:

    Terasa sangat gatal Kulit kemerahan ringan hingga pembengkakan berat, dan benjolan yang besar Ruam kulit yang mengandungvesikel-vesikel kecil Ruam hanya timbul pada areayang terpaapr dengan zat iritan

    Penderita mungkin mengalami

    Dermatitis Kontak

    Halaman selanjutnya

    Ya

    Ya

    Ya

    Ya

    tidak

    Periksa lebih lanjut dan

    berikan terapi yang tepat

    Periksa lebih lanjut dan berikan terapi yang tepat

    ALGORITMA TERAPI

    ALERGI

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    14/50

    12

    Halaman sebelumnya

    Apakah penderita memiliki

    faktor-faktor berikut:

    Riwayat alergi lain dalamkeluarga (urtikaria, asmaatau eksim) Usia anak-anak terutama bayi dan batita Mengonsumsi makanan berikut: telur, udang,kepiting, lobster, kacangkenari, dan kacang pecan;(pada anak-anak: susu sapi,gandum, kacang kedelai)

    Apakah penderita adalahanak-anak danmengalamigejala mualdan/atau munta?Atau orangdewasa yangmengalamigatal-gatal padamulut, urtikaria,eksim, hidung

    berair danasma?

    Penderitamungkinmengalamialergi makanan.

    Periksa lebihlanjut dan berikan terapiyang tepat

    Apakah penderitamengeluhsesaknafas?

    Bawasegerakerumahsakitterdekat

    Apakah penderita memilikigejala-gejala sebagai berikut:

    Mulut gatal dan berair Hidung meler/atau berair Gatal-gatal pada kulit,langit-langit mulut,tenggorokan dan mata Bersin-bersin Sakit kepala

    Batuk Mengi Mudah marah

    Halaman selanjutnya

    tidak

    Ya

    Ya

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    15/50

    13

    Halaman sebelumnya

    Apakah penderita memilikifaktor-faktor risiko berikutini?

    Terpapar allergen, sepertiserbuk bunga, kutu, kecoa,lumut, dan bulu binatang Merupakan anak sulung Terpapar asap rokok padatahun pertama usianya Mudah marah

    Anjurkan penderita untukmenjalani pemeriksaan lebihlanjut oleh dokter. Gejala-gejala diatas mungkindisebabkan oleh penyakitlainnya

    Periksa lebih lanjutdan berikan terapiyang tepat

    Anjurkan penderita untukmenjalani pemeriksaan lebihlanjut oleh dokter. Gejala-gejala diatas mungkindisebabkan oleh penyakitlainnya

    PenderitamungkinmengalamiFotosensitivitasKimiawi

    Penderita mungkinmengalami rhinitis alergi( Hay fever )

    Ya

    Ya

    tidak

    tidak

    Halaman sebelumnya

    Apakah penderitamenggunakan obat-obatan(ansiolitik, antidepresan,antipsikotik, antimikroba,antimalarial,antihiperglikemia, diuretic,obat kemoterapi, obat

    jantung, obat kulit

    Apakah penderita mengalamikulit kemerahan, inflamasi,dan atau berwarna kecoklatanatau kebiruan pada bagianyang terpapar sinar mataharimeskipun dalam waktu yangcukup singkat?Ya

    Ya

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    16/50

    14

    ALGORITMA TERAPI DERMATITIS ATOPIK

    DermatitisAtopik (AD)

    Evaluasi berdasarkan

    riwayat penyakit

    Mempertimbangkankondisi lain

    Atopik Dermatitis

    parah?

    Menejemen sukses

    ?

    Menejemen Atopik Dermatitits:

    Hidrasi kulit/moisturaizer Topical kostikosteroid Sediaan Tar Kasineurin inhibitor topical Mandi pemutih cair Antihistamin

    Ecaluasi dan terapi :

    Infeksi kulit Inhalasi dan alergi makanan Penyebab non spesifik

    Follow Up : melakukan pengobatan yang proaktif

    terhadap pasien yang mengalami

    Penilaian kembali:apakah diagnosisAD sudah benar?

    Konsultasikan dengan dokterspesialis AD dengan

    mempertimbangkan kondisi lain

    Konsultasikan penyakit dengan dokter spesialisAD dan intensifikasi menejemen dan pengobatan:

    Dengan balutan basah hospitalisasi fototerapi imunologi sistemik atau terapi antiinflamatori

    ya

    tidak

    ya

    ya

    tidak

    tidak

    tidak

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    17/50

    15

    ALGORITMA TERAPI RHINITIS ALERGI

    2.2.7.1 Terapi Non Farmakologi

    Prinsip terapi alergi adalah menghindari alergen dan menghindari obat-obat

    yang menyebabkan alergi. Menghindari alergen merupakan cara terbaik untuk

    mencegah alergi. Cara- cara pencegahan alergi antara lain: menghentikan

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    18/50

    16

    konsumsi obat penyebab alergi, menempatkan binatang peliharaan diluar rumah,

    memasang alat penyaring udara, dan tidak memberi makan yang berpotensi

    menimbulkan alergi.

    Selain itu terapi non farmakologi ini dapat dilakukan dengan melakukan

    control terhadap lingkungan hidup penderita alergi. Prinsip dari kontrol

    lingkungan hidup ini adalah untuk mengurangi alergi dan dan iritasi dirumah

    sehingga batas minimum tanpa mengubah gaya hidup dan pembelian alat

    pembersih udara yang cukup mahal. Beberapa cara untuk melakukan kontrol

    terhadap lingkungan hidup adalah dengan membersihkan tempat tidur anak secara

    berkala agar tidak dihinggapi tungau. Membersihkan atau mencuci AC atau

    penyejuk ruangan secara berkala. Selain itu menjaga agar rumah tidak dimasuki

    oleh serangga atau tikus. Metode yang dianjurkan untuk mengatasinya:

    membersihkan saluran air dan memperbaiki pipa saluran air yang bocor atau

    rusak, menyimpan makanan dengan baik, dan menjaga agar rumah senantiasa

    bersih.

    Meningkatkan kebersihan udara di dalam rumah dengan mengurangi atau

    membatasi fakto-faktor yang dapat mencemari udara, seperti asap rokok dll.

    Menghindari pemaparan terhadap jamur dan lumut yang biasanya didapatkan pada gudang, tempat penampungan dll. Selain itu membersihkan karpet, gorden,

    tempat sampah dan kamar mandi secara teratur.

    Khusus untuk anak yang memiliki riwayat keluarga alergi, sebaiknya jangan

    diperkenalkan dulu dengan jenis-jenis makanan alergeniktersebut hingga

    mencapai usia tertentu, contohnya:

    susu sapi dan makanan yang terbuat dari susu sapi (usia 12 bulan keatas)

    Telur dan makanan yang mengandung telur (usia 24 bulan ke atas) Kacang-kacangan (usia 36 bulan keatas) Ikan dan kerang-kerangan (36 bulan ke atas)

    2.2.7.2 Terapi Farmakologi

    Prinsip dasar management alergi adalah menghentikan penggunaan obat penyebab

    alergi jika mungkin, terapi tanda-tanda klinis dan symptoms dan penggantian obat

    penyebab alergi jika mungkin.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    19/50

    17

    Terdapat beberapa tipe terapi farmakologi yang tersedia baik OTC atau obat yang

    harus diresepkan oleh dokter. Obat-obat ini meliputi anyihistamin, dekongestan,

    obat kombinasi, kortikosteroid dan lain sebagainya.

    Immunotherapy yang secara bertahap meningkatkan kemampuan untuk

    mentoleransi alergen juga dapat digunakan. Adapun golongan beberapa obat yang

    dapat digunakan:

    a. Antihistamin penghambat reseptor H 1(AH 1)AH 1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada

    polinosis (tipe alergi pada serbuk sari) dan urtikaria (bentol). Efeknya

    paliatif yaitu membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan

    sewaktu reaksi antigen antibodi terjadi.

    Obat golongan ini dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada

    mata, hidunG dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH 1 efektif

    untuk debu yang disebabkan oleh debu tetapi kurang efektif bila jumlah

    debu banyak dan kontaknya lama.

    Obat golongan ini tersedia dalam bentuk oral, ophthalmic dan

    intranasal. Oral antihistamin dapat dibagi menjadi dua golongan: non

    selektif (golongan 1) dan selektif periferal (generasi 2). Non selektif biasa

    dikenal dengan antihistamin sedatif dan golongan 2 biasa dikenal dengan

    antihistamin non sedatif.

    Obat-obat yang termasuk golongan AH 1:

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    20/50

    18

    Mekanisme kerja AH 1

    AH 1 termasuk antagonis reseptor H 1 yang bekerja secara antagonis

    kompetitif terhadap histamin. AH 1 berikatan dengan reseptor H 1 tanpa

    mengaktivasinya, sehingga mencegah histamin berikatan dengan reseptor

    ini dan memberikan efek. Antihistamin terbaru juga berefek terhadap

    komponen repon inflamasi seperti pelepasan histamin, adhesi molekul dan

    influks sel inflamasi.

    Mekanisme kerja golongan 1 belum sepenuhnya diketahui tetapi golongan

    ini memiliki efek sentral yang bergantung terhadap kemapuan obat untuk

    menembus blood-barrier otak. Kebanyakan bersifat larut lemak sehingga

    mudah melewati barrier ini. Untuk golongan kedua memiliki sedikit efek

    sentral atau bahkan tidak memiliki efek sentral atau efek sistem syaraf

    otonom.

    Efek samping

    Drowsiness biasanya menjadi efek samping antihistamin, selain itu

    menyebabkan efek antikolinergik.

    b. DecongestanDekongestan dapat menghilangkan penyumbatan dan seringkali

    diresepkan bersamaan dengan antihistamin. Tersedia dalam bentuk sediaan

    nasal, spray, drop atau bentuk pil. Dekongestan dalam bentuk pil dan

    cairan dapat digunakan untuk waktu yang lebih lama dibanding bentuk

    spray dan drop. Penggunaan bentuk spray dan drop yang lebih dari 3-5

    hari akan menyebabkan rhinitis medicamentosa atau rebound vasodilation

    dengan kongesti yang lebih parah.

    Obat dekongentan dalam bentuk drop dan spray adalah:

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    21/50

    19

    Sedangkan obat dekongestan oral adalah:

    Mekanisme kerja

    Selama reaksi alergi jaringan-jaringan pada hidung akan membengkak

    karena adanya respon akibat kontak dengan alergen.. pembengkakan itu

    akna menghasilkan cairan dan mukus. Selain itu pembuluh di mata juga

    akan membengkak dan menyebabkan kemerahan pada mata. Dekongestandapat mengecilkan jarangan nasal dan pembuluh darh yang membengkak

    untuk menghilangkan gejala. Dekongestan topikal (spray dan drop) dan

    sistemik (oral) adalah agen simpatomimetik yang bekerja pada reseptor

    adrenergik pada mukosa hidung, produksi vasokontriksi.

    Efek samping

    Meningkatkan tekanan darah, insomnia, membatasi aliran urin, rasa

    terbakar, rasa tersengat, rasa kering dll.

    c. KombinasiBeberapa obat-obat alergi juga mengandung antihistamin dan dekongestan

    untuk mengobati gejala-gejala yang beragam. Selain itu juga terdapat

    kombinasi lain seperti kombinasi obat antihistamin dengan obat asmadan

    tetes mata antihistamin dengan obat penstabil sel mast.

    Contoh sediaan

    OTC: Zylec-D, benadryl allergy dan sinus, Tylenol allergy and sinus

    Peresepan: Allegra-D, Claritin-D, semprez-D dll

    d. Steroid Steroid dikenal secar medis dengan kortikosteroid yang bekerja

    mengurangi inflamasi yang berkaitan dengan alergi. Kortikosteroid

    mencegah dan mengobati nasal stuffiness, sneezing dan gatal-gatal, runny

    nose due to seasonal or year round allergy . Obat golongan ini dapat

    menurunkan inflamasi dan bengkak dari reaksi alergi tipe lain. Steroid

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    22/50

    20

    dapat juga menurunkan peradangan dan pembegkakan dari reaksi alergi

    tipe lain.

    Steroid dapat tersedia dalam bentuk pil untuk untuk alergi serius atau

    asma, inhaler untuk asma, nasal spray untuk alergi musiman atau tahunan,

    krim untuk alergi kulit atau dalam bentuk tetes mata untuk alergi untuk

    konjungtivitis. Dokter meresepkan steroid sebagai tambahan terhadap obat

    alergi lainnya.

    Steroid lainnya

    obat steroid nasal:

    Inhaled steroidAzmacort, beclovent, flovent, dan pulmicort digunakan untuk

    mengatasi asma. Steroid inhalasi tersedia hanya dengan resep

    dokter.

    Tetes mata: alrex dan dexamethasone Steroid oral: deltasone (prednisone)

    Efek samping

    Penggunaan jangka pendek: peningkatan berat badan, retensi cairan,

    peningkatan tekanan darah.

    Penggunaan jangka panjang: penekan pertumbuhan, diabetes, katarak pada

    mata, penipisan tulang, kelemahan otot

    Steroid inhalasi: batuk dan infeksi ragi pada mulut.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    23/50

    21

    e. Pengobatan alternatif Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrient pertama yang diterima

    untuk pengobatan seasonal allergic rhinitis. Obat ini menghambat reseptor

    sisteinil leukotrien dimana sisteinil leukotrien adalah mediator inflamasiyang dikeluarkan oleh sel mast. Montelukast efektif digunakan sendiri

    ataupun dikombinasi dengan antihistamin. Namun berdasarkan studi,

    montelukast tidak efektif dibandingkan dengan antihistamin selektif

    perifer dan kurang efektif dibanding steroid intranasal tetapi ketika

    dikombinasi dengan antihistamin, lebih efektif daripada antihistamin

    sendiri.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    24/50

    22

    BAB 3

    METODE PELAKSANAAN

    3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 4-30 Januari 2016

    diApotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352, Depok.

    3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan

    Resep diperoleh dari dari Apotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352. Selain

    itu, acuan teoritis yang digunakan diperoleh dari buku dan situs resmi dari internetyang dapat dipercaya.

    3.3 Cara Kerja

    Resep diperoleh dari dari Apotek Kimia Farma No. 202, 366 dan 352 di

    Bulan Januari 2016. Objek yang digunakan adalah resep untuk penyakit alergi

    yang ada di apotek di Bulan Januari.

    Prosedur dari pelaksanaan tugas khusus adalah pengambilan resep yangkemudian dijelaskan alur pelayanan resep sesuai dengan pelayanan farmasi klinik

    yang tertera pada standar pelayanan kefarmasian di apotek.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    25/50

    23

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengkajian Resep 1

    a. Resep Asli

    b. Pembacaan Resep

    c. Skrining Resep1) Kajian Administrasi

    a) Nama Pasien : Keyza

    b) Umur pasien : 10 tahun

    c) Jenis kelamin pasien : Perempuan

    d) Berat badan pasien : -

    R/ Lasal 0,5 mgMucopect 5 mgLameson ¼ tabmf pulv dtd No. XIIS 3 dd 1

    R/ Ritez Drop 10 mlS 1 dd 0,4 ml

    Pro : KeyzaUmur : 1 tahun

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    26/50

    24

    e) Nama dokter : Dr. K Silitonga

    f) Nomor Surat Izin Praktek (SIP) :

    g) Alamat dokter : Jalan Kejayaan Raya Blok IX No. 2

    h) Nomor telepon dokter : 7704044

    i) Paraf dokter :

    j) Tanggal penulisan resep : 5 Januari 2016

    2) Kajian Kesesuaian Farmasetik

    Obat BentukSediaanKekuatanSediaan Stabilitas Kompatibilitas

    Lasal Kapsul 0,5 mg dari

    2-4 mgStabil

    Tidak OTTMucopect Tablet 5 mg dari 30mg Stabil

    Lameson Tablet 4;8;16 mg StabilRitez Drop Sirup 10 mg Stabil Tidak OTT

    3) Pertimbangan Klinis

    a) Ketepatan indikasi

    – Lasal berisi salbutamol untuk asma bronkial, bronkitis kronik,

    emfisema dan kondisi bronkospatik lain – Mucopect berisi ambroksol HCl untuk terapi sekretolitik pada

    penyakit bronkopumonal akut dan kronik yang berhubungan

    dengan sekresi mukus abnormal dan gangguan transportasi

    mukus.

    – Lameson berisi 6α metilprednisolon untuk kondisi alergi dan

    inflamasi, penyakit reumatik yang memberi respon terhadap

    terapi kortisteroid, penyakit kulit dan saluran pernapasan, penyakit endokrin, penyakit autoimun, gangguan hematologik,

    dan sindroma nefrotik

    – Ritez Drop berisi cetirizin HCl untuk alergi kronik dan musimal

    misalnya rinitis alergi dan urtikaria kronik.

    b) Dosis obat

    – Lasal kapsul dosis dewasa adalah 2-4 mg dan anak 6-12 tahun

    adalah 0,1-0,2 mg/kg berat badan, lasal sirup dosis dewasa adalah

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    27/50

    25

    5-10 ml dan anak 6-12 tahun adalah 5 ml, < 6 tahun adalah 2,5-5

    ml diberikan 2-3 kali/hari. Lasal injeksi dosis dewasa adalah 0,5-1

    ml dan anak 0,2-0,3 ml disuntikkan tiap 4 jam bila perlu.

    – Mucopect tablet untuk dosis dewasa adalah 1 tablet dan anak 6-12

    tahun ½ tablet diberikan 2-3 kali/hari.

    – Lameson tablet dosis untuk anak adalah 0,8 – 1,1 mg/kg berat

    badan sedangkan dosis untuk dewasa adalah 4 – 48 mg/hari,

    kemudian diturunkan bertahan sampai dengan dosis efektif

    terendah.

    – Ritez Drop sirup dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 2

    sdt/hari dan anak 6-12 tahun adalah 1-2 sdt/hari, 2-5 tahun adalah

    ½-1 sdt/hari.

    c) Aturan

    a. Puyer : tiga kali sehari

    b. Ritez Drop : sehari satu kali 0,4 ml

    d) Cara penggunaan obat

    a. Puyer :oral

    b. Ritez Drop : orale) Lama penggunaan obat : 4 hari

    f) Duplikasi dan/atau polifarmasi : -

    g) ROTD

    a. Alergi

    Mucopect dapat menyebabkan reaksi alergi. Ritez drop dapat

    menyebabkan reaksi kulit.

    b.

    Efek samping obat Efek samping Lasal adalah tremor dan palpitasi. Efek samping Mucopect adalah reaksi alergi dan efek GI

    ringan.

    Efek samping Lameson adalah retensi natrium dan cairan,

    gangguan penyembuhan luka, gangguan metabolisme

    karbohidrat, lemah otot, peningkatan metabolisme TIO dan

    TIK, osteoporosis.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    28/50

    26

    Efek samping Ritez Drop adalah sakit kepala,

    pusing, mengantuk, agitasi, gangguan GI, nyeri perut, diare,

    mual, reaksi kulit, mulut kering, epistaksis, laringitis dan

    angiodema.

    c. Manifestasi klinik

    h) Kontraindikasi

    a. Kontraindikasi Lasal : -

    b. Kontraindikasi Mucopect: -

    Peringatan mucopect untuk disfungsi hati dan ginjal, kehamilan

    dan laktasi.

    c. Kontraindikasi Lameson adalah hamil, stres, kecenderungan psikosis, insufisiensi ginjal, hipertensi dan ulkus peptik

    d. Kontraindikasi Ritez Drop: -

    i) Interaksi

    a. Interaksi Lasal adalah efek antagonis dengan beta adrenoreseptor

    bloker.

    b. Interaksi Mucopect adalah amoksisilin, eritromisin, doksisiklin

    dan sefuroksim.c. Interaksi Lameson adalah obat antidiabetik, AIND, rifampisin dan

    barbiturat

    d. Interaksi Ritez Drop adalah warfarin dapat meningkatkan rekasi

    INR dan dapat menyebabkan epistaksis. Obat yang menekan SSP

    dan antikolinergik dapat menyebabkan penurunan fungsi SSP.

    d. Drug Related Problem (DRP)1) Indikasi

    Indikasi obat pada DRP terdiri atas obat yang ada, tapi tidak

    diperlukan, obat yang diperlukan, tapi tidak ada dan obat yang tidak

    sesuai. Obat yang diresepkan sudah tepat karena pasien menerima

    obat dengan indikasi yang jelas yaitu lasal untuk asma, mucopect

    untuk terapi sekretolitik yang berhubungan dengan sekresi mukus

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    29/50

    27

    abnormal, lameson untuk alergi dan inflamasi dan Ritez Drop unuk

    alergi kronik misalnya rinitis alergi.

    2) Pemilihan obat tidak tepat

    Pemilihan obat tidak tepat tidak ada.

    3) Dosis terlalu rendah : tidak ada

    4) Dosis terlalu tinggi : tidak ada

    5) Efek samping obat

    a. Efek samping Lasal adalah tremor dan palpitasi.

    b. Efek samping Mucopect adalah reaksi alergi dan efek GI

    ringan.

    c. Efek samping Lameson adalah retensi natrium dan cairan,gangguan penyembuhan luka, gangguan metabolisme

    karbohidrat, lemah otot, peningkatan metabolisme TIO dan

    TIK, osteoporosis.

    d. Efek samping Ritez Drop adalah sakit kepala, pusing,

    mengantuk, agitasi, gangguan GI, nyeri perut, diare, mual,

    reaksi kulit, mulut kering, epistaksis, laringitis dan angiodema.

    6) Interaksi obata. Interaksi Lasal adalah efek antagonis dengan beta

    adrenoreseptor bloker.

    b. Interaksi Mucopect adalah amoksisilin, eritromisin, doksisiklin

    dan sefuroksim.

    c. Interaksi Lameson adalah obat antidiabetik, AIND, rifampisin

    dan barbiturat

    d.

    Interaksi Ritez Drop adalah warfarin dapat meningkatkan rekasiINR dan dapat menyebabkan epistaksis. Obat yang menekan

    SSP dan antikolinergik dapat menyebabkan penurunan fungsi

    SSP.

    Tidak ada interaksi obat antara Lasal, Mucopect, Lameson dan Ritez

    Drop pada penggunaannya.

    7) Ketidakpatuhan pasien : ketidakpatuhan pasien belum diketahui

    karena belum dilakukan pemantauan lebih lanjut.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    30/50

    28

    8) Obat belum terbukti efektif : tidak ada

    d. Medication Error

    Tidak ada

    e. Konseling Pasien

    1) Ritez Drop mengandung Cetirizine HCl sebesar yang digunakan

    untuk obat alergi. Ritez Drop digunakan 2 kali sehari 0,4 ml. Obat

    diambil menggunakan pipet sampai batas 0,4 ml dan diberikan

    kepada anak dengan cara memasukkan ujung pipe ke dalam mulut

    dan menekan bagian atas pipet hingga obat habis keluar. Obat

    digunakan pada pagi hari dan malam hari. Jika pasien mulai sarapan

    pada pukul 7 pagi, maka obat diberikan pada pagi hari pukul 7 dan

    malam hari pukul 9 malam. Ritez drop dapat menyebabkan reaksi

    kulit tetapi tidak terjadi pada semua pasien. Obat disimpan didalam

    wadah tertutup dan hindari terkena sinar matahari langsung.

    2) Obat racikan mengandung 0,5 mg Lasar, 5 mg Mucopect dan ¼

    tablet Lameson yang digunakan untuk asma, terapi sekretolitik dankondisi alergi pada pasien. Obat racikan dalam bentuk puyer. Obat

    puyer dilarutkan dalam air secukupnya dan diberikan kepada anak.

    Setiap setelah minum obat ini sebaiknya anak ibu dibimbing untuk

    berkumur agar mulutnya tidak kering. Obat diberikan 3 kali sehari 1

    bungkus. Diminumnya sehari 3x 1 bungkus, setiap 8 jam, setelah

    makan, akan habi sdalam 5 hari. Misalnya, anak sarapan jam 6,

    berarti puyer diminum, jam 6. Selanjutnya jam 2 siang setelahmakan siang/snack dan jam 10 malam setelah makan. Jika ada dosis

    yang terlewat, segera minum dosis yang terlewat. Namun jika waktu

    yang ada hampir mendekati waktu minum obat selanjutnya, lewati

    pengkonsumsian yang tertinggal. Saat mengkonsumsi obat ini

    mungkin akan ada efek samping seperti gemetar dan buang air kecil.

    Namun tidak apa-apa, itu efek yang wajar. Bila mulut anak ibu

    kering, diberi minum air putih saja.Bila muncul ruam kulit, segera

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    31/50

    29

    hubungi dokter ya Bu. Bila sudah tidak batuk, obat ini tidak perlu

    diminum lagi. Namun sebaiknya sisa obatnya jangan dikonsumsi lagi

    setelah lewat dari 1 bulan bila masih ada sisa.Simpan puyer pada

    suhu kamar, sekitar 25°C dan terlindung dari cahaya serta

    kelembaban.

    4.2 Kajian Resep 2

    a. Resep asli

    Pembacaan resep

    R/ Lameson 1/4 tab

    CTM 1/5 tab

    Mf pulv dtd no XII

    S3dd pulv I

    R/ Ritez drop 1 btl

    S1dd 0,3 ml

    R/ salicyltalk no I

    b. Skrining Resep

    1) Kajian Administrasi1) Nama Pasien : ada

    2) Umur : ada

    3) Jenis Kelamin : tidak ada

    4) Berat badan : tidak ada

    5) Nama Dokter : ada

    6) Nomor SIP : ada

    7)

    Alamat : ada8) Nomor Telepon : ada

    9) Paraf : tidak ada

    10) Tanggal Penulisan Resep :Ada

    2) Kajian Farmasetik

    a) Bentuk Sediaan

    lameson, CTM berbentuk tablet dibuat serbuk

    Ritez berbentuk drop

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    32/50

    30

    Salicyl talk berbentu serbuk

    b) Kekuatan: tidak disebutkan

    c) Stabilitas: tidak disebutkan

    d) Kompatibilitas: tidak disebutkan

    3) Kajian Klinik

    a) Indikasi

    Lameson: kondisi alergi dan inflamasi, penyakit rematik yang

    memberi respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit kulit

    dan saluran nafas, penyakit endokrin, penyakit autoimun,

    gangguan hematologik, sindroma nefrotik.

    CTM: rinitis alergi dan demam biasa Ritez: rinitis alergi musiman, rinitis alergi tahunan, urtikaria

    idiopatik kronik

    Salicyl talk: psoriasis

    b) Dosis

    Lameson: (metilprednisolon) 4-48 mg/hari kemudian diturunkan

    bertahap sampai dosis efektif terendah untuk pemeliharaan.

    Anak 0,8-1,1 mg/kg BB. Dosis maksimal=1 gr CTM: (6 to 11 thn) 2 mg setiap 4-6 jam; MAX dose: 12 mg/hari.

    (12 tahun atau lebih ) sustained-release, 8 mg setiap 12 jam.

    87.5 mcg/kg or 2.5 mg/m(2) SUBQ 4 times daily. Dosis

    maksimal 24 mg/hari. Untuk anak 1-2 tahun WHO menuliskan

    dosis maksimalnya adalah 2mg/hari.

    Ritez: (cetirizine) dewasa dan anak>12 tahun2sdt/hr.6-11 thn=

    1-2 sdt/hari. 2-5 thn= ½ -1 sdt/hari. 6-23 bulan 2,5 mg/hari.Dewasa: 5-10 mg.

    Salicyl talk: -

    Perhitungan dosis maksimal untuk pasien ini:

    Lameson: ,75,75

    ×

    = 5 ,

    Ctm: ,75,75

    × = 1,41 /ℎ

    Dosis dalam resep:

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    33/50

    31

    Lameson: (metilprednisolon): (diasumsikan lameson yang

    digunakan 4 mg) × 4 = 2 × 3 = 6 /ℎ

    CTM: 5 × 4 = 0,8 × 3 = 2,4 /ℎ

    Ritez: 0,3 × 10 = 3

    Salicyl talk: -

    c) Aturan Puyer: 3 kali sehari Ritez: 1 kali sehari 0,3 ml Salicyl talk: jika perlu

    d) Cara penggunaan obat Puyer : oral Ritez : oral Salicyl talk: topikal

    e) Lama penggunaan obat : 4 hari

    f) Duplikasi dan/atau polifarmasi : -

    c. Drug Related Problem 1) Indikasi

    Semua obat telah tepat indikasi, yaitu:

    – Lameson: kondisi alergi dan inflamasi

    – CTM: rinitis alergi

    – Ritez: kondisi alergi dan inflamasi

    – Salicyl talk: psoriasis (diasumsikan bahwa pasien mengalami

    psoriasis. Psoriasis adalah penyakit autoimun yang mengenai kulit,ditandai dengan sisik yang berlapis berwarna keperakan, disertai

    dengan penebalan warna kemerahan dan rasa gatal atau perih. Bila

    sisik ini dilepaskan maka akan timbul bintik perdarahan di kulit

    dibawahnya).

    2) Pemilihan obat tidak tepat

    Pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah tepat. Dalam resep

    memang terdapat tiga jenis obat yang biasa digunakan untuk alergi, namun

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    34/50

    32

    tiga obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Lameson sebagai

    kortikosteroid, ritez sebagai AH 1 non sedatif dan CTM sebagi AH 1 sedatif.

    Kombinasi antara AH 1 dan kortikosteroid dalam mims dikatakan efektif

    untuk mengobati alergi pda saluran pernafasan, mata dan kulit.

    3) Dosis terlalu tinggi

    Ya, dosis CTM yang digunakan melebihi dosis maksimal baik

    berdasarkan WHO ataupun perhitungan menggunakan rumus. Dan ritez

    yang digunakan juga sedikit melebihi dosis anjuran untuk anak usia 6-12

    bulan.

    4) Dosis terlalu rendah

    Tidak ada

    5) Efek samping obat

    – Lameson: retensi Na dan cairan, gannguan penyembuhan luka,

    gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot, peningakatan TIO,

    TIK,osteoporosis.

    – CTM: Gastrointestinal: Konstipasi, diare, mual dan muntah.

    Neurologic: rasa kantuk.

    – Ritez (cetirizine): sakit kepala, pusing, mengantuk,agitasi, mulutkering, rasa tidak nyaman pada GI.

    – Salicyl talk: rasa terbakar, eritema, pruritus, rasa tersengat pada kulit

    6) Interaksi obat

    Tidak ada interaksi antara obat-obat yang digunakan, namun terdapat

    sedikit interaksi antara lameson (metilprednisolon) jika digunakan bersama

    dengan grape fruit (sejenis jeruk bali) dapat meningkatkan eksposur metil

    prednisolon.7) Ketidakpatuhan pasien

    Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut.

    8) Obat belum terbukti efektif

    Tidak ada

    d. Medication Error

    Baik dalam tahap prescribing, dispensing, dan administration tidak

    ditemukan adanya medication error.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    35/50

    33

    e. Konseling

    1) Pulveres/serbuk terbagi:

    a) Memberitahukan kepada pasien bahwa puyer ini terdiri atas lameson

    dan CTM.

    b) Diminum 3 kali sehari satu puyer dengan cara di larutkan dalam air

    telebih dahulu

    c) Pasien diinformasikan untuk menghindari aktivitas yang

    membutuhkan konsentrasi

    d) Memberitahu pasien efek samping mungkin timbul jika

    mengkonsumsi obat ini berupa retensi Na dan cairan, gangguan

    penyembuhan luka, gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot,

    peningakatan TIO, TIK,osteoporosis.Konstipasi, diare, mual dan

    muntah, rasa kantuk.

    e) Memberitahu pasien untuk menghindari merokok, obat depresan dan

    alkohol.

    f) Menginformasikan ke pasien untung melapor jika terjadi CNS

    depression/excitation dan infeksi

    g) Menginformasikan ke pasien untuk tidak menghentikan pengobatansecara tiba-tiba

    h) Menginformasikan ke pasien untuk mengkonsumsi obat bersamaan

    dengan makanan atau susu untuk mengurangi rasa tidak enak di perut

    i) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya

    dan pada suhu ruang.

    2) Ritez

    a)

    Menginformasikan ke pasien bahwa ritez berisi metil prednisolonyang berfungsi sebagai antihistamin

    b) Diminum 1 kali sehari sebanyak 0,3 ml

    c) Diminum sebelum ataupun sesudah makan

    d) Menginformasikan ke pasien bahwa mungkin timbul efek samping

    berupa sakit kepala, pusing, mengantuk,agitasi, mulut kering, rasa

    tidak nyaman pada GI.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    36/50

    34

    e) Memberitahu pasien untuk menghindari merokok, obat depresan dan

    alkohol.

    f) Pasien diinformasikan untuk menghindari aktivitas yang

    membutuhkan konsentrasi seperti menyetir

    g) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya

    dan pada suhu ruang.

    3) Salicyl talk

    a) Digunakan ketika perlu dengan cara ditaburkan pada bagian kulit

    yang mengalami abnormalitas

    b) Menginformasikan efek samping yang mungkin terjadi seperti eritema

    dan kering di kulit

    c) Menginformasikan ke pasien untuk menghindari bagian mata dan

    membran mukosa saat menggunakan bedak ini.

    d) Menginformasikan tempat penyimpanan yang terlindung dari cahaya

    dan pada suhu ruang.

    4.3 KajianResep3

    a. Resep asli

    Pembacaan resep

    R/ Loratadine tab No X

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    37/50

    35

    S1dd1

    R/ Metil Prednisolon tab 4 No X

    S2dd1

    R/ Vitamin C tab No X

    S1dd1

    Pro: Ngasmin

    b. Skrining Resep

    1) Kajian Administrasi

    a) Nama Pasien : Ada (tidak lengkap, seharusnya minimal terdiri dari 2

    suku kata)

    b) Umur : Tidak ada

    c) Jenis Kelamin : Tidak ada

    d) Berat badan : Tidak ada

    e) Nama Dokter : Ada

    f) Nomor SIP : Tidak ada

    g) Alamat : Tidak ada

    h) Nomor Telepon : Tidak adai) Paraf : Ada

    j) Tanggal Penulisan Resep : Ada

    2) Kajian Farmasetik

    a) Bentuk sediaan : Ada

    – Loratadine tablet

    – Metil prednisolon 4 mg tablet

    Vitamin C tablet b) Kekuatan sediaan : Tidak ada

    – Loratadine

    – Metil prednisolon 4 mg

    – Vitamin C

    c) Stabilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi

    d) Kompatibilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat

    jadi (bukan racikan)

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    38/50

    36

    3) Kajian Klinik

    a) Ketepatan Indikasi :

    – Loratadine: peradangan akibat selaput lendir di hidung akibat

    alergi (rhinitis), urtikariakronik,

    &kelainankulitlainnyaakibatalergi.

    – Metil prednisolon 4 mg: keadaan alergi dan peradangan pada

    kulit dan saluran pernafasan tertentu.

    – Vitamin C: suplemen vitamin C, meningkatkan daya tahan

    tubuh.

    b) Ketepatan Dosis :

    – Loratadine: dewasa dan anak >12 tahun 1 tab/hari; anak 6 -

    12 tahun dengan berat badan > 30 kg 1 tab/hari; anak 6 - 12

    tahun dengan berat badan < 30 kg 1/2 tab/hari

    – Metil prednisolon 4 mg: 4 - 48 mg per hari, tergantung berat

    ringannya penyakit – Vitamin C: 1 tablet per hari

    c) Ada/tidaknya Kontraindikasi dan Interaksi Obat

    – Kontraindikasi

    Loratadine: Hipersensitif terhadap Loratadine

    Metil Prednisolon: Infeksi jamur sistemik, herpes, diabetes

    melitus, tukak lambung

    Vitamin C: Nyeri lambung – Interaksi Obat

    Loratadine: Alkohol, Ketokonazole, Eritromisin, Simetidin

    Metil Prednisolon: AINS lainnya atau antiemetik, antidiabetes,

    vaksinasi

    Vitamin C: Preparat Fe

    d) ROTD

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    39/50

    37

    – Alergi: tidak ada obat yang menyebabkan alergi atau reaksi

    hipersensitivitas

    – Efek Samping

    Loratadine: lelah, sakit kepala, mulut kering, gangguan

    pencernaan

    Metil Prednisolon: gangguan cairan tubuh, kelemahan otot,

    gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah,

    maag

    Vitamin C: perut kembung, nyeri ulu hati, diare, muntah, sakit

    perut, batu ginjal

    c. Drug Related Problem

    1. Indikasi

    Semua obat telah tepat indikasi

    – Loratadine : Rhinitis, urtikariakronik,

    dankelainankulitlainnyaakibatalergi

    – Metil prednisolon 4 mg : Alergi dan peradangan karena alergi

    – Vitamin C : Meningkatkan daya tahan tubuh2. Pemilihan obat tidak tepat

    Pengobatan yang diberikan pada pasien sudah tepat

    3. Dosis terlalu rendah

    Tidak ada

    4. Dosis terlalu tinggi

    Tidak ada

    5.

    Efek samping obat – Loratadine : lelah, sakit kepala, mulut kering, gangguan

    pencernaan

    – Metil prednisolon 4 mg : gangguan cairan tubuh, kelemahan otot,

    gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, maag

    – Vitamin C : perut kembung, nyeri ulu hati, diare, muntah, sakit

    perut, batu ginjal

    6. Interaksi obat

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    40/50

    38

    Tidak terjadi interaksi antara obat-obat yang digunakan.

    7. Kepatuhan pasien

    Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut

    8. Obat belum terbukti efektif

    Tidak ada

    d. Medication Error

    Baik dalam tahap prescribing , dispensing , dan administration tidak

    ditemukan adanya medication error.

    e. Konseling a. Loratadine

    – Obat ini diindikasikan untuk mengobati alergi.

    – Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sebaiknya

    diminum saat perut kosong, yaitu 1 jam sebelum makan atau 2 jam

    setelah makan.

    – Efek samping dari obat ini dapat menyebabkan mulut kering

    sehingga dianjurkan untuk melakukan perawatan mulut. Selain itu, perlu diketahui juga bahwa obat ini dapat menyebabkan kelelahan

    dan mengantuk.

    – Bagi pasien yang lupa mengonsumsi obat ini, disarankan untuk

    segera melakukannya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya

    tidak terlalu dekat dan tidak dianjurkan untuk menggandakan dosis

    Loratadine pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang

    terlewat. – Penggunaanobatinidapatdihentikansegerasetelahgejalaalergitelahreda

    .

    b. Metil Prednisolon – Obat ini diindikasikan untuk mengobati alergi. – Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sebaiknya

    diminum setelah makan atau bersamaan dengan makanan.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    41/50

    39

    – Usahakan untuk mengonsumsi obat pada waktu yang sama agar

    dapat memberikan efek yang maksimal dalam tubuh.

    – Jika membutuhkan vaksinasi atau obat lain harus melakukan

    konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.

    – Penggunaan obat ini dalam jangka panjang atau melebihi dosis dapat

    meningkatkan risiko gangguan kelenjar adrenal, sehingga dosisnya

    harus sesuai anjuran dokter.

    – Obat ini akan menurunkan kekebalan tubuh, sehingga kebersihan

    dan daya tahan tubuh perlu dijaga.

    – Bagi pasien yang lupa mengonsumsi obat ini, disarankan untuk

    segera melakukannya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya

    tidak terlalu dekat dan tidak dianjurkan untuk menggandakan dosis

    Metil prednisolon pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis

    yang terlewat.

    c. Vitamin C

    – Obat ini merupakan suplemen vitamin C untuk meningkatkan daya

    tahan tubuh.

    Aturan pakai untuk obat ini adalah satu kali sehari sesudah makan, tidakmelebihi dosis yang telah dianjurkan oleh dokter karena konsumsi suplemen

    vitamin C pada dosis tinggi dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko

    batu ginjal.

    http://www.alodokter.com/batu-ginjalhttp://www.alodokter.com/batu-ginjal

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    42/50

    40

    4.4 Kajian Resep 4

    a. Resep Asli

    Pembacaan Resep

    R/ Methylprednisolone tab 16 mg No. XIV

    S1dd1

    R/ Protopic 0,1% No. I

    S1ddd ue

    R/ Ikaneuron tab No. XXX

    S1dd1

    b. Skrinning Resep

    1) Kajian Administratif

    a) Nama Pasien : ada

    b) Umur Pasien : tidak ada

    c) Jenis Kelamin : tidak ada

    d) Berat Badan : tidak ada

    e) No. Telepon Pasien : tidak ada

    f) Alamat Pasien : tidak ada

    g) Nama Dokter : dr. Prima Kartika E., Sp.KK., M.Epid

    h) Nomor SIP : 197106292005012002

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    43/50

    41

    i) Alamat Praktek : Jalan Dr. Sitanala Nomor 99, RSK Dr. Sitanala

    Tangerang

    j) No. Telepon Dokter : (021) 5523059

    k) Tanggal resep : 5 Januari 2016

    l) Paraf : tidak ada

    2) Kajian Farmasetis

    a) Methylprednisolone

    - Bentuk sediaan : tablet

    - Kekuatan sediaan : 16 mg

    - Aturan pakai : per oral 1 x sehari- Jumlah sediaan : 14 tablet

    - Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan

    sediaan obat jadi.

    b) Protopic

    - Bentuk sediaan : salep

    - Kekuatan sediaan : 0,1%

    - Aturan pakai : pemakaian luar 1 x sehari- Jumlah sediaan : 1 buah

    - Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan

    sediaan obat jadi.

    c) Ikaneuron

    - Bentuk sediaan : tablet

    - Kekuatan sediaan : -

    -

    Aturan pakai : per oral 1 x sehari- Jumalah sediaan : 30 tablet

    - Stabilitas/kompatibilitas tidak dijelaskan karena merupakan

    sediaan obat jadi.

    3) Kajian Pertimbangan Klinis

    a) Methylprednisolone 16 mg

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    44/50

    42

    Methyprednisolon merupakan obat golongan kortikosteroid

    yang memiliki aksi kerja menekan pembentukan, pelepasan dan aksi dari

    mediator inflamasi (seperti prostaglandin, kinin, histamin, enzim

    liposom dan sistem komplemen) serta mempengaruhi respon imun

    tubuh, Indikasi: terapi pada penyakit kulit; mengontrol alergi;

    manajemen terapi pada gangguan pernafasan; terapi pengganti pada

    keadaan insufisiensi korteks adrenal primer ataupun sekunder; terapi

    pada inflamasi dan pruritus (untuk sediaan topikal). Dosis: untuk dewasa

    4-48 mg/hari. Interaksi obat: menghambat efek antikolinesterase pada

    miastenia gravis; barbiturate menurunkan efek farmakologi

    metilprednisolon; rifampin meningkatkan klirens dan menurunkan

    efikasi metilprednisolon; ketokonazol danantibiotik makrolida

    menurunkan klirens metilprednisolon.

    b) Protopic 0,1%

    Protopic adalah salep kulit 10 gram yang mengandung

    tacrolimus. Indikasi: terapi immunomodulator topical (non-steroid) yang

    bekerja spesifik pada sel T, menghambat pembentukan kalsineurin yang

    merupakan kunci utama timbulnya dermatitis atopic. Dosis: untukdewasa diatas 16 tahun dioleskan tipis pada daerah infeksi sebanyak 2

    kali sehari. Terapi diteruskan selama 1 minggu setelah lesi hilang.

    c) Ikaneuron

    Ikaneuron mengandung Vitamin B 1 100 mg, vitamin B 6 200 mg,

    dan vitamin B 12 200 mcg. Indikasi: polyneuritis, neuralgia, neuralgia

    trigeminal, neuralgia intercostal, herpes zoster, neuropati diabetic,

    skiatika, sindroma bahu-lengan, migren, lumbago, mati rasa padaeksremitas, hiperemesis gravidarum, kekurangan vitamin B, gangguan

    system saraf perifer. Dosis: diberikan 1 tablet/hari. Interaksi obat:

    levodopa.

    c. Drug Related Problems

    1) Indikasi

    Semua obat telah tepat indikasi, yaitu:

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    45/50

    43

    - Methylprednisolone 16 mg : untuk alergi (inflamasi)

    - Protopic 0,1% : dermatitis atopic

    - Ikaneuron tab : rasa kebas pada tangan/kaki akibat

    dermatitis

    2) Pemilihan Obat tidak tepat

    Pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah tepat

    3) Dosis terlalu rendah

    Tidak ada

    4) Dosis terlalu tinggi

    Tidak ada

    5) Efek samping obata) Methylprednisolone 16 mg

    Efek samping yang dapat timbul adalah neuritis, vertigo, sakit

    kepala, luka yang tidak sembuh, kulit tipis dan rapuh, hiperpigmentasi

    atau hipopigmentasi. Efek samping kortikosteroid yang paling sering

    dilaporkan adalah mual, muntah, nyeri lambung hingga moon face.

    Efek samping kortikosteroid bersifat dose related dan time related

    sehingga penggunaannya tidak boleh lama dan dosis harus diturunkan perlahan sebelum berhenti.

    b) Protopic 0,1%

    Efek samping yang dapat timbul adalah ruam, pruritus, sensasi

    terbakar, neuritis, vasodilatasi, eksaserbasi, hipoglikemia. Efek samping

    yang paling sering dilaporkan pada penggunaan topikal adalah mual,

    gastritis, kulit kering, dan fotosensitivitas.

    c)

    IkaneuronEfek samping tidak ada karena sediaan berisi vitamin.

    6) Interaksi obat

    Tidak ada interaksi obat

    7) Ketidakpatuhan pasien

    Tidak diketahui karena belum dilakukan pemantauan pasien

    8) Obat belum efektif

    Tidak ada

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    46/50

    44

    d. Medication Error

    Baik dalam tahap prescribing dan dispensing tidak ditemukan adanya

    medication error . Administration belum dapat diamati karena resep baru

    pertama kali, tapi dilakukan pemberian informasi aturan pakai untuk

    mencegah terjadinya kesalahan.

    e. Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

    1) Methylprednisolone 16 mg

    - Minum obat diwaktu yang sama setiap harinya, diminum setelah

    makan karena penyerapannya baik ketika bersamaan dengan

    makanan.

    - Memotivasi pasien untuk makan rendah natrium dan lemak.

    - Mengingatkan pasien kemungkinan peningkatan nafsu makan.

    - Memberikan informasi kemungkinan moon face.

    - Simpan pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya serta jangkauan

    anak-anak

    - Anjurkan pasien untuk melaporkan ke dokter jika gejala-gejala initerjadi: bengkak pada kaki atau pergelangan kaki; tanda infeksi

    (demam, luka tidak sembuh, sariawan); diare; mual; muntah; berat

    badan turun; dan lemas.

    2) Protopic 0,1%

    - Menjelaskan kepada pasien untuk membersihkan daerah yang

    terinfeksi sebelum dioleskan salep. - Mencuci tangan sebelum dan setelah mengoleskan salep

    - Salep dioleskan secara tipis-tipis pada daerah infeksi selama 2 kali

    sehari.

    - Memotivasi pasien untuk tetap menggunakan salep ini selama 1

    minggu setelah luka sembuh.

    - Menyimpan obat pada suhu ruang dan terlindung dari `cahaya serta

    jangkauan anak-anak.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    47/50

    45

    3) Ikaneuron

    - Minum obat diwaktu yang sama setiap harinya, diminum setelah

    makan karena penyerapannya baik ketika bersamaan dengan

    makanan.

    - Menjelaskan kepada pasien untuk menyimpan obat pada suhu ruang

    dan terlindung dari cahaya.

    - Memotivasi pasien untuk rutin mengonsumsi obat ini agar tidak

    terjadi nyeri saraf.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    48/50

    45

    BAB 5

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Penatalaksanaan penyakit alergi meliputi algoritma penyakit, terapi

    farmakologi, dan terapi nonfarmakologi dibutuhkan sebagai informasi bagi

    apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien di apotek.

    Analisis resep alergi alergi meliputi pengkajian administrasi, pengkajian

    farmasetik, pertimbangan klinik, Drug Related Problem (DRP), Medication

    Error ,sertapemberian konseling kepada pasien.Analisis resep 1, 2, 3, dan

    4menunjukkan bahwa resep tepat indikasi, efektif, dan aman untuk digunakan

    pada pasien.

    5.2 Saran

    Perlunya dilakukan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek

    dan adanya peran aktif dari apoteker dalam pemberian informasi obat dan

    konseling kepada pasien penyakit alergi.

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    49/50

    46

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. Allergy Medication. http://www.allergyescape.com/allergy-medication.html diunduh pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 22.00.

    Baratawidjaya K. 1996. Hipersensitivitas. Imunologi Dasar. Edisi ke-3 Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Chapman et al. 2005. Food Allergy: A Practice Parameter. J Allergy Clin Immunol ; Vol 96.

    Corren J. 1998. The impact of allergic rhinitis on bronchial asthma. J AllergyClin Immunol 1998; 101: 352-6.

    Dhingra, PL., 2007b. Anatomy of Nose. Disiases of Ear, Nose and Throat. FourthEdition. Elsevier. India. 129-32.

    Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M.(2008). Pharmacotherapy: A patophysiologic Approch Seventh Edition . TheMc Graw-Hill Company, Inc.

    International Study of Asthma and Allergies in Childhood(http://isaac.auckland.ac.nz/) .

    Loratadine. MIMS.comMadiadipoera Ta., 2009. Diagnosis Rinitis alergi. Di dalam Seminar dan

    Workshop Alergi dan Imunologi. Parapat Medan.Madiadipoera Tb., 2009. Allergic March In Allergic Inflammation. Di dalam

    Seminar dan Workshop Alergi dan Imunologi. Parapat Medan.MIMS Indonesia. 2016. Ascorbic Acid . Diambil dari Website MIMS Indonesia

    pada tanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Ascorbic+acid

    MIMS Indonesia. 2016. Loratadine . Diambil dari Website MIMS Indonesia padatanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Loratadine

    MIMS Indonesia. 2016. Methylprednisolone . Diambil dari Website MIMSIndonesia pada tanggal 15 Januari 2016:http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?gener ic=Methylprednisolone

    MIMS, 2014, MIMS PetunjukKonsultasi Indonesia Edisi 14, PT MedidataIndonesia, Jakarta.

    Mulyarjo. 2006. Penanganan Rinitis Alergi Pendekatan Berorientasi padaSimptom Dalam: Kumpulan Naskah Simposium NasionalPerkembangan Terkini Penatalaksanaan Beberapa Penyakit PenyertaRinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral, Masilektomi danSeptorinoplasti. Malang : pp10, 2, 1-18.

    Munasir Z, Suryoko EMD. Reaksi hipersensitivitas. Dalam : Akib AAP,MunasirZ, Kurniati N.Penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008;115-25

    Sang-II Lee. 2010. Prevalence of Childhood Asthma in Korea . Department ofPediatrics, Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University Schoolof Medicine, Seoul, Korea. doi: 10.4168/aair.2010.2.2.61.

    http://isaac.auckland.ac.nz/http://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Loratadinehttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://www.mims.com/INDONESIA/Home/GatewaySubscription/?generic=Ascorbic+acidhttp://isaac.auckland.ac.nz/

  • 8/19/2019 Tusus Alergi

    50/50

    Schneider et al. 2013. A Practice Parameter Update 2012. J Allergy Clin Immunol ;131:295-9.

    Schwarz, T., Lechmann, P. 2011. Photodermatoses: diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int ; 108(9): 135 – 41. DOI: 10.3238/arztebl.2011.0135

    Siregar SP. Kelainan kulit pada Alergi Makanan.Dalam: Pediatric skin allergy andist problem. Pendidikan kedokteran berkelanjutan LVIII di Jakartatanggal 20-21 Juni 2010.Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan AnakFKUI-RSCM.2010;17-22.

    Tatro, David S., 2003, A to Z Drug Factors, Facts and Comparisons, USA.