Tukak Duodenum
-
Upload
ika-putri-yuliani -
Category
Documents
-
view
327 -
download
0
Transcript of Tukak Duodenum
TUKAK DUODENUM
Penyakit tukak peptik (TP) yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD)
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok
usia diatas 45 tahun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama TP/TD adalah
H.pylori sehingga penyakit ini disebut juga Acid H.pylori disease,namun demikian perasan
faktor lain dalam kejadian TP jelas ada sehingga TP dikatakan sebagai penyakit multifaktor.
Patogenesis terjadinya TP adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat
merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan
duodenum.
Definisi
TP secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/submukosa yang
berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat
terjadii perforasi. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan
lebih dalam dengan diameter ≥5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi TD yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang merusak pertahan
mukosa adalah H.pylori, NSAID, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta
kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian TD.
Faktor Agresif
H.pylori Merupakan bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam
dalam lambung/duodenum (antrum, korpus, bulbus) berbentuk kurva/S-
shaped dengan ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5 µm,
mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu ujungnya. Bakteri ini
ditularkan feko-oral atau oral-oral. Di dalam lambung terutama
terkonsentrasi dalam antrum.
Bakteri ini melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin
sehingga lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat
sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik
aktif atau duodenitis kronik aktif.
Apabila terjadi infeksi bakteri ini, host akan memberi respon untuk
mengeliminasi/memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel
PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan
mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi, seperti IL 8, gamma
interferon alfa, TNF dan lain-lain yang bersama-sama dengan reaksi imun
yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel epitel gastroduodenal
yang lebih parah namun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi
menjadi kronik.
Bakteri ini berkoloni secara stabil terutama dalam antrum dan akan
mengeluarkan bermacam-macam sitotoksin yang secara langsung dapat
merusak epitel mukosa gastroduodenal, seperti vacuolating cytotoxin (Vac
A gen), yang menyebabkan vakuolisasi sel epitel, cytotoxin associated gen
A (CagA gen). Selain itu, bakteri ini juga melepaskan berbagai enzim yang
dapat merusak sel epitel, misalnya urease, protease, lipase dan fosfolipase.
Urease memecah urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik
terhadap sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi
mukus menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan kaya
lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel ini, asam lambung
berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga terbentuk
tukak peptik. Pada antrum predominant gastritis juga terjadi kerusakan
pada sel D yang mengeluarkan somatostatin, sehingga produksi gastrin
tidak terkendali.
NSAID/OAINS Obat anti inflamasi non steroid merupakan salah satu obat yang paling
sering digunakan. Penggunaan OAINS secara kronik dan reguler dapat
menyebabkan terjadinya risiko perdarahan GI 3 kali lipat daripada yang
bukan pemakai. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama
gastroduodenal pada penggunaan OAINS adalah akibat toksis/iritasi
langsung pada mukosa yang memerangkap OAINS yang bersifat asam
sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang
paling utama adalah efek OAINS yang menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehinggga menekan produksi
prostaglandin/protasiklin yang memiliki fungsi dalam memelihara
keutuhan sel mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, prooliferasi
sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi imunosit mukosa
serta sekresi basal asam lambung.
Beberapa
faktor
lingkungan
atau penyakit
lain
1. Merokok
2. Faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin
3. Beberapa penyakit tertentu dimana prevalensi TD meningkat seperti
pada sindrom Zollinger Elison, mastositosis sistemik, penyakit
Crohn dan hiperparattiroidisme
4. Penyakit genetik
Faktor Defensif
Faktor
pertahanan
mukosa
Ada 3 faktor pertahanan mukosa
a) Preepitel
Mukus dan bikarbonat : menahan pengaruh asam lambung
dan pepsin
Mucoid cap : suatu strukitur yang terdiri dari mukus dan
fibrin, yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan
inflamasi
Active surface phospolipid : berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas
mukus
b) Epitel
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi
migrasi sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk
perbaikan
Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara
electrical gradient dan mencegah pengasaman sel
Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut
bikarbonat ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel
dan untuk mendorong asam keluar jaringan
Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.
c) Subepitel
Aliran darah(mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut
nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel
Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi
leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan
Gambaran Klinis
Gambaran klasik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom
dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort) pada epigastrium.
Anamnesis. Gejala TD memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang beberapa
waktu kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu merupakan gejala khas. Nyeri
epigastrium merupakan gejala yang paling dominan, walaupun sensitivitas dan spesifitasnya
sebagai marker adanya ulserasi mukosa rendah. Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar,
rasa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisir; biasanya terjadi setelah 90
menit- 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu
atau minum antasida. Hal ini menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam
patogenesis TD.
Nyeri yang spesifik pada 75% pasien TD adalah nyeri yang timbul dini hari, antara
tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien. Pada TD, nyeri yang
muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak ke
pankreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut perlu dicurigai
sebagai suatu perforasi.
Pada TP umumnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara perlahan tapi
menetap maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi pada outlet. Tinja berwarna seperti
ter (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak. Pada dispepsia kronik, sebagai
pedoman untuk membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik seperti TD,
yaitu pada TD dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom), antara lain berupa:
Umur > 45-50 taun keluhan muncul pertama kali
Adanya perdarahan hematemesis/melena
BB menurun >10%
Anoreksia/rasa cepat kenyang
Riwayat tukak peptik sebelumnya
Muntah yang persisten
Anemia yang tidak diketahui sebabnya
Pemeriksaan fisik. Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan
adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi
Diagnosis
Diagnosis pasti tukak duodenum dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi H.pylori atau dengan
pemeriksaan foto barium kontras ganda.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya adalah :
Perdarahan : hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan
perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia desifiensi besi.
Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
Penetrasi tukak yang mengenai pankreas : timbul nyeri tiba-tiba tembus ke belakang
Gastric outlet obstruction
Keganasan dalam duodenum
Tatalaksana
Pada umumnya manajemen atau pengobatan tukak peptik TD dilakukan secara
medikamentosa , sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti
perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi. Tujuan dari pengobatan adalah :
1. Menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium
2. Mempercepat penyembuhan tukak secara sempurna
3. Mencegah terjadinya komplikasi
4. Mencegah terjadinya kekambuhan
Penggunaan Obat-obatan
Untuk mencapai tujuan terapi , maka eradikasi H.pylori merupakan tujuan utama. Walaupun
antibiotik mungkin cukup untuk terapi TD namun kombinasi dengan penghambat pompa
proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (triple therapy) merupakan cara terapi terbaik
Kombinasi tersebut adalah :
a. PPI, amoksisilin, klaritromisin
b. PPI, amoksisilin, metronidazol
c. PPI, klaritromisin, metronidazol
Masing-masing diberikan selama 7-10 hari.
Jenis-jenis preparat dan kemasan PPI yang ada adalah Omeprazol, Rabeprazol,
Pantoprazol, Lanzoprazol, Esomeprazol.
H.pylori disertai penggunaan OAINS. Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama
tetap dilakukand dan bila mungkin OAINS dihentikan atau diganti dengan OAINS
spesifik COX 2 inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil pada
gastroduodenal walaupun harus diperhitungkan efek sampingnya pada jantung.
Penyembuhan akan tetap sama pada TP kausa H.pylori sendiri atau bersama dengan
OAINS yaitu dengan menggunakan PPI untuk meningkatkan pH lambung di atas 4.
Penggunaan OAINS terus menerus setelah erasikasi H.pylori perlu diberikan PPI
sebagai upaya pencegahan komplikasi
TD akibat OAINS. Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-1
akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan
OAINS pada pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus disertai
dengan obat yang dapat menekan produksi asam lambung seperti reseptor antagonis
H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas 4 atau dengan penggunaan
obat sintetik prostagloandin (misoprostol 200µg/hari) sebagai sitoprotektif apabila
penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan.
TD non H.pylori non OAINS. Pada TD yang hanya disebabkan oleh peningkatan
asam lambung, maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat
menetralisir asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam
lambung dan yang terbaik adalah PPI
Antasida. Obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosis biasanya lebih
tinggi dan digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama dan lebih sering (7
kali sehari dengan dosis total 1008 mEq/hari) dengan komplikasi diare yang
mungkin terjadi.
H2 Receptor Antagonist (H2RA). Berperan menghambat pengaruh histamin
sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-2 pada sel
parietal tapi kurang berpengaruh pada sekresi asam melalui pengaruh
kolinergik atau gastrin post prandial. Beberapa jenis preparat yang digunakan
adalah cimetidin, ranitidin, famotidin. Diberikan selama 8-12 minggu dengan
penyembuhan sekitar 90%
Proton Pump Inhibitor (PPI) merupakan obat pilihan untuk TP/TD, diberikan
sehari sekali sebelum sarapan pagi atau jika perlu 2 kali sehari sebelum makan
pagi dan makan malam selama 4 minggu dengan tingkat penyembuhan di atas
90%
Obat lain seperti sukralfat berfungsi menutup permukaan tukak sehingga menghindari
iritasi/pengaruh asam-pepsis dan garam empedu.