Tugas Ujian Anna Rumaisyah
-
Upload
sofiakusumadewi -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of Tugas Ujian Anna Rumaisyah
1. Jelaskan patofisiologi stroke emboli dan manajemen stroke emboli ?
Mekanisme terjadinya infark serebri adalah melalui pembentukan trombus,
emboli, atau gangguan hemodinamik. Dalam kategori klinis stroke infark dapat
dibedakan menjadi infark atherotrombotik, infark kardioemboli atau infark lakuner.
Stroke kardioemboli merupakan salah satu subtipe stroke Infark yang terjadi
karena oklusi arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau melalui
jantung. Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir diotak, sehingga defisit
neurologi sering merupakan manifestasi awal dari penyakit sistemik karena emboli.
Stroke kardioemboli diakibatkan dari emboli yang berasal dari jantung. Sebab
tersering timbulnya emboli ini adalah fibrilasi atrium atau terdapat kelainan
katup jantung
Pembentukan emboli yang menoklusi arteri di otak bisa bersumber dari jantung
sendiri atau berasal dari luar jantung, tetapi pada perjalanannya melalui jatung, misalnya
sel tumor, udara dan lemak pada trauma, parasit dan telurnya. Yang sering terjadi adalah
emboli dari bekuan daran (clots) karena penyakit jantungnya sendiri.
Caplan LR (2009) membagi berbagai tipe dari bahan emboli yang berasal dari jantung,
yaitu:
1. Trombus merah, trombus terutama mengandung fibrin (aneurisma ventrikel).
2. Trombus putih, aggregasi pletelet – fibrin (Infark miokard).
3. Vegetasi endocarditis marantik.
4. Bakteri dan debris dari vegetasi endocarditis.
5. Kalsium (kalsifikasi dari katup dan anulus mitral).
6. Myxoma dan framen fibroelastoma.
Gambar 1. Dasar otak pada pembedahan mayat memperlihatkan emboli merah
membengkakan arteri basilaris
Pembentukan Emboli Dari Jantung
Pembentukan trombus atau emboli dari jantung belum sepenuhnya diketahui,
tetapi ada beberapa faktor prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam proses
pembentukan emboli, yaitu:
1. Faktor mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial fibrilasi),
mungkin mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli. Terjadinya emboli di
serebri setelah terjadi kardioversi elektrik pada pasien atrial fibrilasi. Endokardium
mengontrol jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun
rangsangan tersebut berkurang pada endokardium yang intak. Trombus yang
menempel pada endokardium yang rusak (oleh sebab apapun), akan menyebabkan
reaksi inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang selanjutnya akan
menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata, sehingga akan melepaskan
material emboli.
Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli. Perlekatan
trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai resiko (kemungkinan)
yang lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan dengan trombus yang melekat
pada permukaan sempit seperti pada kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang
melekat pada permukaan sempit mudah lepas. Trombus yang mobil, berdekatan
dengan daerah yang hiperkinesis, menonjol dan mengalami pencairan di tengahnya
serta rapuh seperti pada endokarditis trombotik non bakterial cenderung menyebabkan
emboli.
2. Faktor aliran darah
Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk trombus yang
terutama mengandung trombosit, karena pada shear rate yang tinggi adesi trombosit
dan pembentukan trombus di subendotelial tidak tergantung pada fibrinogen, pada
shear rate yang tinggi terjadi penurunan deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit
meningkat.
Sebaliknya pada shear rate yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau resirkulasi
akan terbentuk trombus yang terutama mengandung fibrin, karena pada shear rate
yang rendah pembentukan trombus tergantung atau membutuhkan fibrinogen.
Stasis aliran darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada
penderita fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal jantung, infark miokardium,
kardiomiopati dilatasi.
3. Proses trombolisis di endokardium
Pemecahan trombus oleh enzim trombolitik endokardium berperan untuk terjadinya
emboli, walupun pemecahan trombus ini tidak selalu menimbulkan emboli secara
klinik. Hal ini telah dibuktikan bahwa bekuan (clot) setelah Infark miocard,
menghilang dari ventrikel kiri tanpa gejala emboli dengan pemeriksaan
ekhokardiografi. Keadaan kondisi aliran lokal yang menentukan kecepatan
pembentukan deposit platelet disertai dengan kerusakan endotelium yang merusak
proses litik, kedua hal ini akan menyebabkan trombus menjadi lebih stabil.
Perjalanan Emboli Dari Jantung
Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk ke
arkus aorta, 90% akan menuju ke otak, melalui. A.karotis komunis (90%) dan
a.veterbalis (10%). Emboli melalui a.karotis jauh lebih banyak dibandingkan dengan
a.veterbalis karena penampang a.karotis lebih besar dan perjalanannya lebih lurus,
tidak berkelok-kelok, sehingga jumlah darah yang melalui a.karotis jauh lebih banyak
(300 ml/menit), dibandingkan dengan a.vertebralis (100 ml/menit).
Emboli mempunyai predileksi pada bifurkatio arteri, karena diameter arteri
dibagian distal bifurkasio lebih kecil dibandingkan bagian proksitelnya, terutama pada
cabang a.serebrimedia bagian distal a.basilaris dan a.serebri posterior. Emboli
kebanyakan terdapat di a.serebri media, bahkan emboli ulang pun memilih arteri ini
juga, hal ini disebabkan a.serebri media merupakan percabangan langsung dari a.
karotis interna, dan akan menerima darah 80% darah yang masuk a.karotis interna.
Emboli tidak menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead pembuluh
darah intrakranial, karena ukurannya lebih besar dari diameter pembuluh darah
ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli, penyumbatan bisa terjadi di a.karotis
interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin meyumbat satu atau lebih cabang
arteri. Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi:
1. Endotel pembuluh darah
2. Permeabilitas pembuluh darah meningkat
3. Vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah
4. Iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal
Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstrupsi aliran darah, yang
dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah,
sehingga dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah
stagnasi baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam
beberapa menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap.
Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan
metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari
karbondiaksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler
dan vena regional. Akibat proses diatas dan tekananaliran darah dibagian proksimal
obstrupsi, emboli akan mengalami migrasi ke bagian distal. Emboli dapat mengalami
proses lisis, tergantung dari:
1. Faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran
dalam proses lisis emboli.
2. Komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama
terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (Klot) mudah
lisis.
2. Apa saja faktor risiko dan prognosis dari encephalitis
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:
a. Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-anak atau
orangtua.
b. Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun, misalnya
karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi organ, maka lebih
rentan terhadap ensefalitis.
c. Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus nyamuk umum
meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
d. Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi, seperti
berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati selama wabah
ensefalitis.
e. Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di akhir
musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika Serikat.
Prognosis :
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes
Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan
asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien ensefalitis
meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40% nya akan mempunyai
komplikasi atau gejala sisa.
3. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan pada HNP dan bagaimana cara
pemeriksaan serta indikasinya
a. Pemeriksaan Motoris (Mardjono & Sidharta, 2009)
1. Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan
fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
2. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
b. Pemeriksaan Sensoris (Mardjono & Sidharta, 2009)
1. Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
2. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
c. Tes-tes Khusus (Mardjono & Sidharta, 2009)
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari
ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5),
atau plantarfleksi (S1).
Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
4. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
5. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
6. Tes kernique
Gambar 1. Kernique Test
Tes Refleks (Mardjono & Sidharta, 2009)
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5 –S1 terkena.
Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
- Tes valsava, dengan test ini tekanan intratekal ditinggikan. Bila mana terdapat
proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian servikal, maka dengan
ditingkatnya tekanan intratekal akan bangkit nyeri radikuler. Caranya adalah
pasien di duruh mengejan sewaktu ia menahan napasnya. Test ini positif apabila
timbul nyeri radikuler yang berpangkal di tingkat leher dan menjalar ke lengan.
Tes Naffziger, dengan test ini tekanan intratekal ditinggikan dengan menyuruh
pasien mengejan pada waktu kedua vena jugulare ditekan oleh kedua tangan
pemeriksa. Dengan demikian tekanan intracranial itu diteruskan sepanjang rongga
arakhnoidal medulla spinalis. Bila terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis (tumor/ HNP), maka radiks yang terbentang atau teregang mendapat
serangan pada waktu test Naffzigger ini dilakukan. Karena itu akan timbul nyeri
radikuler yang melintasi kawasan dermatomnya. Tes ini dapat dilakukan pada
waktu pasien berdiri atau berbaring
- Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
Test Patrick, Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di
sendi panggul yang terkena penyakit. Dilakukann sebagai berikut : dengan
menempatkan tumit atua maleolus eksterna tungkai yang sakit pada lutut tungkai
lainnya dapat dibangkitkan nyeri di sendi panggul bila diadakan penekan pada
lutut yang difleksikan
Test Contra Patrick, lipat tungkai yang sakit dan endorotasikan serta aduksikan.
Kemudian adakan penekanan sejenak pada lutut tungkai itu. Nyeri yang bangkit
terasa di garis sendi sekroiliaka bila di situ terdapat suatu patologi
- Tes Distraksi dan Tes Kompresi
Tes distraksi, bila terdapat nyeri saraf karena kompresi pada radiks dorsalis
tingkat servikal, maka dengan mengikat kepala pasien.
Tes kompresi, bila terdapat nyeri saraf akibat kompresi di foramen intervertebrale
bagian servikal, maka kompresi pada kepala pasien akan menimbulkan rasa nyeri
yang sesuai dengan tingkat kompresi atau memperhebat nyeri radikuler. Kompresi
pada kepala dalam berbagai posisi kepala (miring kanan, miring kiri, tengadah,
menunduk) dikenal sebagai test Lhermitte atau tes Spurling
d. Penunjang Laboratorium (Mardjono & Sidharta, 2009)
- Darah
Tidak spesifik
- Urine
Tidak spesifik
- Liquor Serebrospinalis
Biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan peningkatan kadar protein ringan
dengan adanya penyakit diskus. Kecil manfaatnya untuk diagnosis.
Pemeriksaan Radiologi (Mansjoer et al., 2001)
a. Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau
memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan
pembentukan osteofit.
b. Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia.
Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan
tingkat protrusi diskus.
c. CT scan untuk melihat lokasi HNP
d. MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau
kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf. MRI merupakan standar baku emas untuk
HNP.
4. Jelaskan manajemen Gullian Barre Syndrome
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot
2. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
a. Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk
melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang
dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat
sampai lima kali exchange.
b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Ig juga
dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus
atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pengobatan dengan gamma
globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu
setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari. Pemberian PE
dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan hanya memberikan PE atau IVIg.
c. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Tetapi, digunakan pada SGB tipe
CIDP. Sebagian besar penderita (60-80 %) sembuh secara sempurna dalam waktu
enam bulan. Mortalitas pasien Sindrom Guillain Barre adalah 3-5%
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams and Victor's. 2005. Cerebrovascular Desease. Principles of Neurology. McGraw-
Hill: New York;. p. 700-4
2. Asinger RW. Cardiogenic brain embolism. The second report of the cerebral embolism task
force. Arc. Neurol. 2012 (46): 727-43
3. Caplan RL. 2009. Stroke a clinical approach. 4th ed. Boston: Butterworth, 349-68
4. Japardi I. 2012. Sindroma Guillan-Barre. Sumatera Utara : FK USU
5. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. 2009. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis
Dasar, Cetakan ke 8. Jakarta : Dian Rakyat
6. Toole JF. 2010. Cerebrovasculer disease. 3th ed. New York: Raven Press, 187-92