TUGAS UAS ANTROPOLOGI

13
TUGAS UAS ANTROPOLOGI REVIEW FILM BUDAYA Bali : The Cemetery of Bali Aga Village “Trunyan” Denia Ghaisani Awanis Hubungan Internasional 1106016941 1

description

ANTROPOLOGI

Transcript of TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Page 1: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

TUGAS UAS ANTROPOLOGI

REVIEW FILM BUDAYA

Bali : The Cemetery of Bali Aga

Village “Trunyan”

Denia Ghaisani Awanis

Hubungan Internasional

1106016941

1

Page 2: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Pendahuluan

Desa Trunyan - Penduduk Asli Bali

Pulau Bali telah lama masyhur ke antero dunia akan keindahan alam dan budayanya.

Jutaan turis dari dalam dan luar negeri bertandang ke pulau ini setiap tahunnya. Rasanya kita

tidak akan kehabisan objek wisata menarik untuk dikunjungi selama di sana. Sebutlah

beberapa diantaranya tempat wisata yang telah akrab ditelinga kita, Pantai Sanur, Kuta,

Tanah Lot, Istana Tampak Siring, Bedugul, Kintamani, pementasan Tari Barong dan lain-

lain.

Selain dianugerahi alam yang sangat indah dan seni budaya yang eksotis, pulau yang

dijuluki Pulau Seribu Pura ini juga memendam banyak hal-hal unik yang bisa menjadi daya

tarik tersendiri bagi wisatawan. Salah satunya ada di Kawasan Desa Bali Aga (Bali Kuna)

Trunyan yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa kecil yang letaknya

memencil di tepi Danau Batur dan di kaki Bukit Abang ini suasana kehidupan masyarakatnya

masih menyiratkan corak masyarakat Bali tempo dulu dengan tradisinya yang masih

dipegangkuat.

Salah satu tradisi desa adat Trunyan yang masih dijaga hingga kini adalah tradisi

upacara kematian yang tidak ada bandingannya dengan daerah lain di dunia. Bali juga

mempunyai kekuatan magis tersendiri. Bali mempunyai tradisi pemakaman yang unik dan

luar biasa. Kita mengenalnya dengan “Ngaben” atau pembakaran mayat. Namun ternyata

selain Ngaben masih ada cara pemakaman unik yang ada di ranah Bali ini yaitu pemakaman

di Desa Trunyan.

Desa Trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau Batur, Kintamani,

Kabupaten Bangli. Desa ini merupakan sebuah desa Bali Aga, Bali Mula dengan kehidupan

masyarakat yang unik dan menarik Bali Aga, berarti orang Bali pegunungan, sedangkan Bali

Mula berarti Bali asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola kebudayaan

petani yang konservatif.

2

Page 3: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Berdasarkan folk etimologi, penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri

mereka dalam dua versi. Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena

mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan

versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul

penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.

Masyarakat Trunyan mempunyai 2 kasta yaitu banjar jero dan banjar jaba. Kasta ini

tidak didasarkan pada ide ide Hindu murni. Tetapi ditentukan oleh periode Dinasti Gelgel

Sistem kasta ini mempengaruhi kehidupan masyarakat Trunyan. Bagi mereka Jero Banjar

adalah keturunan penguasa yang ditunjuk untuk memerintah sedangkan Jaba Banjar adalah

keturunan biasa yang diperintah oleh Jero Banjar.

Masyarakat Trunyan hidup dalam sistem ekologi dengan adanya pohon Taru Menyan,

yaitu pohon yang menyebarkan bau-bauan wangi. Dari perdaduan kata “taru” dan “menyan”

berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama penduduk desa tersebut.

Desa Trunyan memiliki lima banjar (dusun), yang letaknya relatif berjauhan. Pusat

desa ini adalah Trunyan, sebuah perkampungan yang terletak di tepi timur Danau Batur.

Empat banjar lainnya adalah Banjar Madya, Banjar Bunut, Banjar Mukus, dan Banjar Puseh.

Banjar Madya dan Banjar Bunut berada di sebelah selatan Desa Trunyan dan berbatasan

langsung dengan Kabupaten Karangasem. Dari Desa Trunyan ke Banjar Bunut butuh waktu

sekitar dua jam berjalan kaki. Itu pun melewati jalan setapak dan mendaki Bukit Abang.

Warga Trunyan menyebut diri mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang pertama kali

turun dari langit dan menempati tanah Pulau Bali. Sementara penduduk Bali lainnya disebut

Bali Suku yang berasal dari Jawa, yang menyebar masuk pada masa kerajaan Majapahit

Desa Trunyan terletak di sebelah timur bibir danau Batur, letak ini sangat terpencil.

Jalan darat dari Penelokan, Kintamani , hanya sampai di desa Kedisan. Dari Kedisan ke desa

Trunyan orang harus menyeberang danau Batur selama 45 menit dengan perahu bermotor

atau 2 jam dengan perahu lesung yang digerakkan dengan dayung. Selain jalan air, Trunyan

juga dapat dicapai lewat darat, lewat jalan setapak melalui desa Buahan dan Abang.

Dari Desa Trunyan sendiri, kita mesti berperahu menyusur kaki bukit Abang menuju

lokasi kuburan, sekitar sepuluh menit. Kita akan tiba di sebuah pura yang terletak di kaki

3

Page 4: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

lereng Bukit Abang bagian barat, di tepi Danau Batur. Pura Dalem, namanya. Tidak jauh dari

pura tersebut berdiri sebuah dermaga kayu yang berada persis di depan sepasang candi

gerbang menuju lokasi Sema Wayah.

Hawa udara desa Trunyan sangat sejuk, suhunya rata-rata 17 derajat Celcius dan

dapat turun sampai 12 derajat Celcius. Danau Batur dengan ukuran panjang 9 km dan lebar 5

km merupakan salah satu sumber air dan sumber kehidupan agraris masyarakat Bali selatan

dan timur.

Berlawanan dengan ajaran agama Hindu Bali, masyarakat Trunyan tidak mngkremasi

mereka yang mati. Sebaliknya, setelah ritual membersihkan wajah dengan air hujan, tubuh

jenazah ditempatkan dalam kandang bambu dibawah pohon Taru Menyan sampai kekuatan

alam, khususnya angin telah membubarkan jaringan tubuh dan hanya kerangka tetap.

Kemudian tengkorak ditempatkan di altar batu berbentuk tangga yang terletak sekitar 100

meter utara dari Kuban Banjar.

Secara spesifik, terkait dengan kepercayaan orang Trunyan mengenai penyakit dan kematian,

maka cara pemakaman orang Trunyan ada 2 macam yaitu:

1. Meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka yang disebut dengan istilah

mepasah. Orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah adalah mereka yang

pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-orang

yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.

2. Dikubur / dikebumikan. Orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal adalah

mereka yang cacat tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum sembuh

seperti misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan lainnya.

Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri juga

dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum tanggal juga dikubur saat

meninggal.

4

Page 5: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Untuk keperluan pemakaman, di desa Trunyan terdapat 1 kuburan yaitu:

Sema wayah diperuntukkan untuk pemakaman jenis mepasah

Sema bantas, diperuntuukan untuk dengan penguburan.

Sema nguda, diperuntukkan untuk kedua jenis pemakaman yaitu mepasah (exposure)

maupun penguburan.

5

Page 6: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Deskripsi & Analisis

Judul film : Bali : The Cemetery of Bali Aga Village ( Trunyan) 

Sumber : Youtube

Durasi : 12 menit 20 detik

Pembuat Film : Hans & Fifi

Film ini adalah hasil dokumentasi dari Hans dan Fifi, turis yang pada tahun 2004

penasaran ingin melihat secara langsung cara pemakaman yang spesial yang dilakukan oleh

Bali Aga dan terletak di Trunyan.

Film ini diawali oleh perjalanan Hans dan Fifi menaiki perahu untuk menjangkau

daerah Trunyan ,Desa Trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau

Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa ini merupakan sebuah desa Bali Aga, Bali Mula

dengan kehidupan masyarakat yang unik dan menarik Bali Aga, berarti orang Bali

pegunungan, sedangkan Bali Mula berarti Bali asli. Kebudayaan orang Trunyan

mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang konservatif.

Antropolog James Danandjaja yang pernah meneliti di Trunyan menyebutkan,

masyarakat Trunyan memang memiliki kebanggaan pada ciri-ciri kelompoknya yang berbeda

dengan masyarakat Bali lainnya. Meskipun sama-sama menganut agama Hindu, nilai dan

tradisi yang dianut warga Trunyan berbeda dengan desa-desa di Bali lainnya. Dalam upacara

kematian, misalnya, warga Trunyan juga mengenal ngaben layaknya masyarakat Bali pada

umumnya, namun mayatnya tidak dibakar.

Di film ini terdapat tour guide yang menjelaskan segala hal tentang Trunyan kepada

Hans dan Fifi. dijelaskan bagaimana kehidupan masyarakat Bali Aga di Trunyan, kehidupan

sehari hari nya yang mereka lakukan. Dengan menggunakan perahu mereka menyisiri danau

batur untuk sampai di desa Trunyan. 

6

Page 7: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

Sesampai nya di dermaga desa, hans & fifi di sambut penduduk lokal yang sudah

menunggu dan langsung mengantar ke Kuburan desa. Dari Desa Trunyan sendiri, kita mesti

menyusur kaki bukit Abang menuju lokasi kuburan, sekitar sepuluh menit. Kita akan tiba di

sebuah pura yang terletak di kaki lereng Bukit Abang bagian barat, di tepi Danau Batur. Pura

Dalem, namanya. Di Pura Dalem terdapat upacara. Tidak jauh dari pura tersebut berdiri

sebuah dermaga kayu yang berada persis di depan sepasang candi gerbang menuju lokasi

Sema Wayah

Sesampainya di sana, Hans dan Fifi disambut oleh pemandangan tengkorak kepala

dan rokok yang di letakkan di samping tengkorak tersebut. Tengkorak dan rokok ini

diletakkan di pintu masuk Pura. Ini merupakan persembahan atau sesajen bagi tengkorak

tersebut. Setelah sampai, terlihat pemandangan onggokan mayat baru yang ditutupi oleh kain

putih atau sarung dan di lindungi oleh. Hans dan Fifi di jelaskan oleh tour guide bagaimana

asal muasal tradisi kebudayaan ini bisa terjadi. Sang tour guide mengatakan bahwa tradisi ini

hanya dilakukan oleh Bali Aga. Yaitu Balinese atau Pure Bali. Warga Trunyan menyebut diri

mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang pertama kali turun dari langit dan menempati

tanah Pulau Bali. Tour guide mengatakan bahwa Hindu yang ada di Denpasar atau Kuta

berbeda dengan yang ada di Trunyan dikarenakan Hindu yang tinggal di daerah Denpasar

atau Kuta merupakan bukan Bali original. Tetapi Bali migrasi yang berasal dari luar daerah

Bali misalnya daerah Jawa.

Setelah itu Hans dan Fifi ditunjukan ke pohon yang selama ini menyimpan misteri

tentang Trunyan. Fifi mencium bau nya dan fifi mengatakan bahwa baunya menyengat sekali.

Pohon besar tersebut berdiri di tengah, yang menurut seorang penduduk desa ( guide lokal )

yang di temui, pohon besar itu adalah Taru  Menyan ( Taru : Pohon Menyan : Harum ,

menyan )  juga merupakan asal kata dari desa Trunyan, yang di perkirakan berusia ribuan

tahun, aneh nya ukuran pohon ini tidak banyak mengalami perubahan. 

pohon ini dipercaya penduduk setempat yang menyerap bau busuk dari jenazah yang

mengalami proses pembusukan,  Masih menurut tour guide, cikal bakal penduduk desa tidak

membakar atau mengubur jenazah adalah, alkisah dahulu penduduk desa kebingungan karena

muncul bau harum yang sangat menyengat, setelah di telusuri ternyata bau harum itu berasal

dari sebuah pohon besar yang di kenal sebagai Taru Menyan , bau harum itu kadang sampai

membuat penduduk sampai pilek. Atas ide tetua di desa, diletakanlah jenazah di bawah

7

Page 8: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

pohon untuk menetralisir bau harumnya dan ide itu berhasil, penduduk tidak lagi terganggu

dengan bau harum yang menyengat. Tata cara penguburan itu masih tetap di laksanakan

samapai sekarang. Untuk informasi, tidak semua jenazah penduduk desa yang meninggal  di

letakkan disini. Ada peraturan yang berlaku, karena jumlah jenazah yang di kubur di kuburan

ini tidak boleh lebih dari 11 jenazah, yang di letak kan disini adalah jenazah yang meninggal

secara wajar dan pernah menikah, ada pun nama lain dari kuburan ini adalah  Sema wayah .

Selain Sema wayah ini desa Trunyan juga memiliki kuburan lain, apabila penyebab

kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang,

mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur

bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan

di Sema Muda. 

Selanjutnya khas untuk acara pemakaman Trunyan adalah bahwa hanya tubuh orang

yang menikah yang ditempatkan dalam sangkar bambu, jika yang meninggal belum

menikah,, tubuh jenazahnya biasanya di makamkan di pemakaman. Yang khas dari

pemakaman di desa Trunyan adalah bahwa perempuan tidak diizinklan untuk menghadiri

upacara pengiriman, yaitu membawa tubuh ke pohon Taru Menyan atau ke pemakaman.

Alasan ini adalah keyakinan bahwa jika ada perempuan yang menghadiri desa tersebut akan

dilanda bencana, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi atau tanah longsor.

8

Page 9: TUGAS UAS ANTROPOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

(REFERENSI)

Eliot,Joshua. Capaldi,Liz. Bickersteth, Jane. 2001. Indonesia Handbook page 385 . Footprint

Travel guides

Berkmoes,Ryan. Skolnick, Adam. Caroll, Marian. 2009. Bali & Lombok page 245 :Lonely

Planet

Turner,Don. 2002. Maverick Guide to Bali page 203. Pelican Publishing

Cooke, John. Mystery of the Candis, an Introduction to Early Balinese History

Capaldi,Liz. Eliot,Joshua. 2000. Bali Handbook with Lombok and the Eastern Isles page

156 ; Footprint Guide

Soebadio,Haryati. Soebagio,Noto. Carinne. Sarvaas,Marchie. 1978. Dynamic of Indonesian

History. North-Holland Pub.Co

Disrupted Death Ceremonies: Popular Culture and the Ethnography of BaliAuthor(s): Carol

WarrenReviewed work(s):Source: Oceania, Vol. 64, No. 1 (Sep., 1993), pp. 36-56 Published

by: Oceania Publications, University of Sydney . JSTOR

http://surgabali.biz/trunyan.php diakses tanggal

http://bali4u.wordpress.com/2010/03/29/trunyan-bali/

http://www.apasih.com/2011/01/trunyan-bali-tradisi-penguburan-mayat.html

http://balisightseeing.wordpress.com/2007/12/22/sekilas-tantang-desa-trunyan/

http://www.wonderfulbali.com/centralbali/trunyan.htm

http://www.indo.com/featured_article/trunyan.html

http://www.thejakartapost.com/news/2010/04/22/trunyan-where-dead-lie.htm

9