tugas TMP a

24
PENDAHULUAN Latar Belakang Di era modern ini kebutuhan setiap masyarakat semakin kompleks. Dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut diperlukan adanya peranan dari pemerintah. Peran pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melakukan pelayanan public. Seluruh masyarakat tentunya menginginkan pelayanan public yang berkualitas baik agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Untuk mengukur kualitas pelayanan public tidak cukup hanya menggunakan indicator tunggal tetapi harus menggunakan multi-indicator atau indiator ganda. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik (Agus,2008:147). Setiap Negara termasuk Indonesia akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan public. Harus terlebih dahulu diketahui bagaimana kondisi kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia saat ini dilihat dari indikator efisiensi, responsivitas, dan non-partisian serta bagaimana cara peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia. Salah satu contoh praktek penyelenggaraan pelayanan public yang mencerminkan bagaimana kondisi kualitas pelayanan public di Indonesia saat ini adalah pelayanan pembuatan e- KTP. Proyek e-KTP ini dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvesional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memungkinkan penduduk yang ingin berbuat curang terhadap Negara untuk menduplikasikan KTP nya. Keberadaan e-KTP benar-benar diperlukan oleh masyarakat sebagai bukti legalitas diri yang sudah diatur UU No 23 tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan. Oleh karena itu, dalam pelayanan pembuatan e-KTP dari pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi seperti, jumlah alat pendukung yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan penguasaan teknologi

description

tugas TMP a

Transcript of tugas TMP a

PENDAHULUANLatar BelakangDi era modern ini kebutuhan setiap masyarakat semakin kompleks. Dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut diperlukan adanya peranan dari pemerintah. Peran pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melakukan pelayanan public. Seluruh masyarakat tentunya menginginkan pelayanan public yang berkualitas baik agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Untuk mengukur kualitas pelayanan public tidak cukup hanya menggunakan indicator tunggal tetapi harus menggunakan multi-indicator atau indiator ganda. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik (Agus,2008:147). Setiap Negara termasuk Indonesia akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan public. Harus terlebih dahulu diketahui bagaimana kondisi kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia saat ini dilihat dari indikator efisiensi, responsivitas, dan non-partisian serta bagaimana cara peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia.

Salah satu contoh praktek penyelenggaraan pelayanan public yang mencerminkan bagaimana kondisi kualitas pelayanan public di Indonesia saat ini adalah pelayanan pembuatan e-KTP. Proyek e-KTP ini dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvesional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memungkinkan penduduk yang ingin berbuat curang terhadap Negara untuk menduplikasikan KTP nya. Keberadaan e-KTP benar-benar diperlukan oleh masyarakat sebagai bukti legalitas diri yang sudah diatur UU No 23 tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan. Oleh karena itu, dalam pelayanan pembuatan e-KTP dari pemerintah harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat.

Dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi seperti, jumlah alat pendukung yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan penguasaan teknologi yang masing kurang dari pegawai. Tidak seimbangnya jumlah alat pendukung pembuatan e-KTP jumlah penduduk menyebabkan terjadinya antrian panjang masyarakat yang akan mengurus e-KTP. Selain itu pula dijumpai para pegawai yang belum bisa menggunakan teknologi yang ada walaupun sebagaian fasilitas sudah cukup tersedia. Para pegawai kurang serius dan sungguh sungguh dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya sehingga tujuan yang diharapkan instansi tersebut tidak akan maksimal. Kurangnya jiwa profesionalisme dan belum tumbuhnya kesadaran dan pentingnya tujuan instansi yang berorientasi pada hasil sehingga pada hasil sehingga pelayanan yang diberikan tidak maksimal. Keberadaan pegawai dalam organisasi merupakan kunci utama potensi yang menjalankan manajemen, baik pada perusahaan swasta maupun publik. Suatu organisasi membutuhkan pegawai yang handal yang mampu memberikan pelayanan dengan baik, dapat berinteraksi dengan pelanggan, dan mampu menggunakan sarana dan prasarana yang ada dalam proses pelayanan.

Pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP merupakan cerminan dari kualitas pelayanan public di Indonesia dan mengharuskan adanya perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan. Perbaikan dalam pelayanan pembuatan e-KTP dapat dilakukan jika kita sudah mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, apa saja permasalahan yang ada dan apa penyebab munculnya masalah itu, serta mengetahui apa saja upaya yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan pembuatan e-KTP.

Rumusan masalah

1. Bagaimana kondisi pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia saat ini ?2. Bagaimana pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia?3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia?4. Bagaimana cara meningkatkan kualitas pelayanan publik di Indonesia?LANDASAN TEORIPelayanan Publik

Menurut Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yad disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Menurut Sinambela mengungkapkan pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.Kemudian, Munir menambahkan terdapat tiga bentuk dalam pelayanan umum, yaitu layanan dengan lisan,layanan dengan menggunakan tulisan tulisan, dan layanan dengan menggunakan perbuatan. Menurut ketiganya bentuk layanan ini tidak dapat berdiri sendiri secara murni karena ketiganya sering berkombinasi dalam proses pemberian pelayanan. Jadi yang yang dimaksud pelayanan publik pada dasarnya sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,di daerah, dan dilingkungan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Pelayanan dapat di katakan sebagai suatu aktifitas dari seseorang, sekelompok dan/atau organisasi secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.

Kualitas Pelayanan

Penyelenggaraan pelayanan public merupakan proses yang strategis karena di dalamnya terdapat interaksi yang cukup intensif antara warga Negara dengan pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan public yang berkualitas merupakan kewajiban pemerintah, karena kualitas pelayanan public menjadi salah satu indicator dari kualitas suatu pemerintahan. Goetsch dan Davis (2002) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan juga diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/ kebutuhan pelanggan, di mana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

Kualitas pelayanan menurut Evans dan Lindsay (1997) dapat dilihat dari berbagai sudut. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas pelayanan selalu dihubungkan dengan sesuatu yang baik/prima (excellent). Jika kualitas pelayanan dipandang dari sudut product based, maka kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagi suatu fungsi yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda-beda dalam memberikan penilaian kualitas sesuai dengan karakteristik produk yangbersangkutan. Kualitas pelayanan jika dilihat dari sudut user based, maka kualitas pelayanan adalah sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan atau tingkat kesesuaian dengan keinginan pelanggan. Sedangkan, jika dilihat dari value based, maka kualitas pelayanan merupakan keterkaitan antara kegunaan atau kepuasan dengan harga.

Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan, sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan perusahaan akan mendapatkan manfaatnya.

Untuk menilai kualitas pelayanan terdapat sejumlah indicator yang digunakan, antara lain Efisien, Responsif dan Non-Partisan.a. Pelayanan Publik yang Efisien Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan terbaik antara input dan output. Hal ini berarti bahwa suatu output yang dapat dihasilkan dengan input yang seminimal mungkin, maka dapat dikatakan tingkat efisiensinya semakin baik. Input dalam pelayanan publik dapat berupa uang, tenaga, waktu dan materi lain yang digunakan untuk menghasilkan atau mencapai suatu output. Artinya, harga pelayanan publik tersebut harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat, dan diperoleh dalam waktu yang singkat dan tidak banyak menghabiskan tenaga. Hal ini bisa dilakukan dengan bantuan teknologi modern. Dari sisi input, pelayanan public dikatakan efisien apabila pelayanan tersebut menggunakan sumber daya yang murah dan tidak boros. Dari sisi proses, agar dapat dikatakan efisien maka prosedur layanan publik harus bersifat sederhana sehingga warga pengguna tidak mengeluarkan energy dan biaya dalam mengakses suatu layanan. Sedangkan dari sisi output, pelayanan publik dikatakan efisien apabila penggunaan sumber daya yang murah dan tidak boros tetap menghasilkan produk pelayanan yang sesuai dengan standara dapat memuskan pengguna layanan. Jadi, efisiensi dalam pelayanan publik ini dapat dilihat dari perspektif pemberi layanan (murah, singkat dan tidak boros sumber daya publik), maupun dari perspektif pengguna layanan ; murah, singkat dan hemat energi (AG. Subarsono dalam Agus Dwiyanto, 2005:150-151).

b. Pelayanan Publik yang Responsif

1. Pendekatan Know Your Customers (KYC)

Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan kepentingan pengguna atau pelanggan, birokrasi pelayanan publik harus mendekatkan diri dengan pelanggan atau berusaha menempatkan pelanggan pada posisi sentral. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan para pelanggan adalah survei, wawancara, dan observasi. Apabila menggunakan metode survei maka seperangkat daftar pertanyaan harus dipersiapkan untuk mengidentifikasi keinginan, kebutuhan, dan aspirasi para pelanggan. Aparat birokrasi juga dapat melakukan wawancara dengan para pelanggan dan sekaligus melakukan observasi untuk mengetahui keinginan mereka (AG. Subarsono dalam Agus Dwiyanto, 2005:153).

Menurut Osborne dan Gaebler (1996:208-212) yang dikutip AG. Subarsono dalam Agus Dwiyanto (2005:154-155) mengidentifikasi beberapa keuntungan sistem administrasi dan manajemen yang menempatkan pelanggan pada posisi sentral, yaitu : 1) Memaksa pemberi jasa bertanggung jawab kepada pelanggannya, 2) Mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi jasa, 3) Merangsang inovasi para pemberi jasa karena adanya persaingan, 4) Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan, 5) Menghindari pemborosan, 6) Mendorong pelanggan lebih memiliki komitmen, dan 7) Menciptakan peluang keadilan.

2. Pendekatan Citizens Charter (Kontrak Pelayanan)

Menurut Osborne dan Plastrik yang dikutip AG. Subarsono dalam Agus Dwiyanto (2005:156-158), agar birokrasi/penyedia layanan lebih responsif terhadap pelanggan/pengguna layanan maka diperlukan pendekatan Citizens Charter (kontrak pelayanan), yaitu adanya standar pelayanan publik yang ditetapkan berdasarkan masukan pelanggan, dan birokrasi berjanji untuk mematuhinya. Pendekatan Citizens Charter ini menempatkan pengguna layanan/pelanggan sebagai pusat perhatian, yang artinya kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan. Citizens Charter pada dasarnya merupakan kontrak sosial antara birokrasi dan pelanggan untuk menjamin mutu pelayanan publik, yang di dalamnya terdapat sistem untuk menangani keluhan pelanggan sehingga birokrasi bisa melakukan perbaikan. Keberhasilan pendekatan Citizens Charter dalam mewujudkan pelayanan publik yang responsif ini juga perlu didukung oleh adopsi teknologi.

Pendekatan Citizens Charter ini dilatarbelakangi oleh masih lemahnya posisi masyarakat melakukan kontrol atas proses penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah. Pendekatan Citizens Charter ini memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut : 1) Memberikan kepastian pelayanan baik waktu, biaya maupun prosedurnya, 2) Memberikan informasi hak dan kwajiban dari pengguna dan penyedia layanan maupun stakeholders, 3) Mempermudah warga pengguna layanan dan stakeholders mengontrol praktik penyelenggaraan pelayanan publik, 4) Memperkenalkan pemerintah/birokrasi pada kebutuhan, harapan, aspirasi pengguna layanan melalui survei.

Melalui pendekatan Citizens Charter dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diharapkan birokrasi pemerintah akan lebih terbuka dan melibatkan warga pengguna serta stakeholders lainnya, sehingga pelayanan publik akan jauh lebih demokratis dan humanis. Citizens Charter merupakan model penyelenggaraan pelayanan publik yang bercirikan pada semangat Good Governance, di mana kinerja pelayanan yang dihasilakan senantiasa mengembangkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, serta menghargai martabat warga pengguna layanan (Bambang Wicaksono Triantoro dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Nomor 2 Th. 2004 Vol.8 Hal.33-40 yang mengutip pendapat Agus Dwiyanto, dkk (2001).c. Pelayanan Publik yang Non-Partisan

Pelayanan publik yang non-partisan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan lain sebagainya. Hal ini berarti penyelenggaraan pelayanan harus berdasarkan asas equel before the law (kesamaan di depan hukum) yang juga sejalan dengan konsep negara demokrasi yang sedang kita bangun. Indikator dari pelayanan publik yang non-partisan yakni : 1) Adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan, 2) Pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, dan 3) Tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan. Keberadaan kode etik birokrasi juga diperlukan untuk mendorong aparat birokrasi untuk tidak berlaku diskriminatif (AG. Subarsono dalam Agus Dwiyanto, 2005:158-159).

ISU TERKINIMasalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP Pelaksanaan pelayanan pembutan e-kTP merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia.Namun dalam proses implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain :

1. ada beberapa permaslahan teknis dalam pelayanan pembuatan e-KTP antara lain kesalahan data penduduk dikarenakan jumlah penduduktidak sebanding dengan jumlah operator, adanya kantor pemerintahan yang enggan melakukan aktivasi e-KTP, dan kesalahan kesalahan foto dengan data yang tercentum.

2. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis.3. Di kelurahan Kebun Kosong Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli terhadap warga yang mengurus e-KTP yang ditunjukkan dengan benyaknya warga yang terus bolak-balik ke kantor kelurhan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah selesai atau belum tetapi petugas kelurahan terus menjawab bahwa e-KTP tersebut belum selesai tanpa memberikan kepastian.

PEMBAHASAN1. Kondisi Pelayanan Publik di Indonesia

Kondisi pelayanan public di Indonesia dapat dilihat melalui indikator efisiensi,responsivitas dan non-partisian. Ketiga indikator tersebut dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan public di Indonesia.

a. Efisiensi Pelayanan Publik di Indonesia

Efisiensi pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai perbandingan terbaik antara input dan output. Dari sisi input, pelayanan public dikatakan efisien apabila pelayanan tersebut menggunakan sumber daya yang murah dan tidak boros. Dari sisi proses, agar dapat dikatakan efisien maka prosedur layanan publik harus bersifat sederhana sehingga warga pengguna tidak mengeluarkan energy dan biaya dalam mengakses suatu layanan. Sedangkan dari sisi output, pelayanan publik dikatakan efisien apabila penggunaan sumber daya yang murah dan tidak boros tetap menghasilkan produk pelayanan yang sesuai dengan standara dapat memuskan pengguna layanan. Efektivitas dan efisiensi dalam hal waktu dan biaya pelayanan publik perlu lebih ditingkatkan, dan sebisa mungkin sesuai dengan keinginan masyarakat. Karena ketidakpastian dalam hal waktu dan biaya sering menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Agar kepastian dalam pelayanan publik di daerah dapat segera diwujudkan, pemerintah pusat perlu segera membuat standar pelayanan yang jelas yang harus diikuti oleh segenap instansi pemerintahan di bawahnya. Pembuatan standar pelayanan tersebut sebaiknya melibatkan warga dan stakeholders.

Dalam proses penyenggaraan pelayanan publik di Indonesia seringkali dijumpai adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh warga pengguna untuk diberikan kepada petugas agar dapat memperoleh produk atau jasa pelayanan. Hal ini menyebabkan harga pelayanan publik menjadi semakin tinggi, atau menjadi berbiaya padahal seharusnya tanpa biaya atau gratis. Biaya tambahan tersebut sering diinterpretasikan oleh petugas sebagai ucapan terima kasih atas pelayanan yang telah mereka berikan sehingga tidak membebani mental mereka. Sedangkan bagi pengguna layanan, uang tambahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pelayanan publik dan sekaligus membangun jaringan di dalam birokrasi untuk tujuan jangka panjang. Misalnya, ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratisHasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, memperlihatkan adanya uang tambahan dalam proses pelayanan public yang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel Pengakuan Aparat atas Pemberian Uang dari Warga Pengguna di Sumatera Barat, DI Yogyakarta dan Sumatera Selatan.

Pemberian Uang dari Warga PenggunaLokasi

Sumatra BaratD.I. YogyakartaSulawesi Selatan

N%N%N%

Ya 18464,120161,817558,3

Tidak10335,912438,212541,7

Jumlah287100,0325100,0300100,0

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelakasanaan pelayanan publik di Indonsia masih belum efisien karena adanya tambahan biaya yang membuat harga pelayanan public semakin tinggi. Efisiensi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia masih belum efisien, maka kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik.

b. Responsivitas Pelayanan Publik di Indonesia

Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik dimaksudkan sebagai kemampuan pemerintah untuk mengenali kebutuhan, menyusun agenda dan prioritas, dan mengembangkan progam-program yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan dengan kebutuhan masyarakat. Responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di Indonesia terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih rendah sebagaimana terlihat dari banyak keluhan dari masyarakat terkait kesalahan data yang dimasukkan dalam E-KTP yang tidak ditanggapi oleh pegawai kecamatan. Tidak ada kepastian dari mereka kapan data E-KTP tersebut dibenahi. Tidak ada keluhan dari warga pengguna yang ditindaklanjuti oleh birokrasi untuk memperbaiki kinerjanya dalam memberikan pelayanan publik. Responsivitas termasuk indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena reaponsivitas pelayanan publk di Indonesia masih rendah, maka kuallitas pelayana public di Indonesia masih kurang baik.

c. Pelayanan Publik di Indonesia dilihat dari Aspek Non-Partisan

Maksud dari pelayanan publik non-partisan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status social ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Dalam era otonomi daerah saat ini, seringkali kita menjumpai peraturan daerah yang bersifat diskriminatif dan tidak memberikan kesamaan di antara para pelaku ekonomi. Sebagai contoh, dalam pengurusan e-KTP, maka keluarga, teman terdekat, atau pejabat penting lah yang didahulukan. Perlakuan diskriminasi seperti ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya. Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan bidang kemasyarakatan lainnya. Adanya perbedaan tersebut sulit untuk dihindari dalam pelayanan publik, dan bisa menyebabkan realisasi tujuan pelayanan publik mengalamai kendala. Oleh karena itu aparat penyedia pelayanan publik harus selalu memperhatikan kondisi lokal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Karena keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik tergantung pada keselarasan dan keserasian hubungan antara kedua belah pihak tersebut. Pelayanan publk yang bersifat non-partisian merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia belum bersifat non-partisian, maka kualitas pelayanan public di Indonesia masih kurang baik.

Selain dapat dilihat dari tiga indikator tersebut, kualitas pelayanan publik di Indonesia juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyangkut pelaksanaan pelayanan public di Indonesia, salah satunya pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia. Masyarakat menghendaki e-KTP, dikerjakan dalam waktu yang singkat, dengan biaya relatif murah serta mutu yang baik. Jadi, bila yang mereka terima adalah pembuatannya dikerjakan berlarut-larut, biaya yang dikeluarkan cukup tinggi dan tidak transparan, serta mutu hasil layanan tersebut buruk, tidak bisa dibaca, salah tanggal dan nama, atau keliru lokasi maka berarti pelayanan yang diberikan masih jauh dari kata memuaskan sehingga diperlukan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan.2. Pelaksanaan Pelayanan Pembuatan e-KTP di IndonesiaPelaksanaan pelayanan pembutan e-KTP merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia.Namun dalam proses implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain :

a. terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data e-KTP, operator akan mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah benar atau belum dan selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk yang dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses perekaman hingga larut malam, kelelahan operator terkadang menimbulkan kekeliruan data yang di input.b. aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah data yang tercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas mendistribusikan e-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan melakukan aktivasi,c. kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena adanya Human Error karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat proses perekaman data untuk e-KTP, d. e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan aplikasi Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0 sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi lama, e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader Banke. Permasalahan yang dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, yaitu pada perekaman e-KTP, seperti masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan perekaman e-KTP. Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.f. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratisg. Di kelurahan Kebon Kosong Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai dokumen, termasuk e-KTP. Petugasnya, ibaratnya bersikap EGP (emang gue pikirin) terhadap warga yang sudah bolak-balik datang ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja, mengatakan belum selesai. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah balas sms warga, salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya, mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.Dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan punlik di Indonesia belum efisien yang ditunjukkan masih adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP. Selain itu dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP tersebut menunjukkan bahwa responsivitas dalam pelaksanaan pelayanan public di Indonesia masih kurang baik yang terlihat dari adanya petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolak-balik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau belum, petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan kepastian mengenai kapan e-KTP tersebut bias selesai.3. Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTPMarzan A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT sudah memberikan dukungan penuh pada pengembangan Grand Design e-KTP. Demikian pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011 dan 2012, BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis), serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis e-KTP, jelasnya.Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan cara penanganan yang dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan kerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu ke hilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitan e-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur proses dan mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman data hasil perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik mereview permasalahan teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi pemecahan masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).4. Cara Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia

Peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian.

a. Perbaikan Aspek efisiensi

Untuk memperbaiki aspek efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi.1) Deregulasi

Deregulasi dapat diakukan melalui :

Menyederhanakan formulir untuk semua jenis pelayanan public

Mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan prosedur serta biaya pelayanan agar warga pengguna dapat mengakses dan mengetahui secara mudah informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Mengoptimalkan penggunaan teknologi imternet sehingga tidak sekedar menampilkan data atau informasi saja, tetapi melengkapinya dengan fasilitas download untuk mendapatkan semua jenis formulir pelayanan publik.

2) Mengurangi biaya pelayanan public yang ditanggung warga dengan cata membebaskan biaya pelayanan yang bersifat mendasar atau yang dibutuhkan oeh setiap orang, misalnya pelayanan KTP, Akta Kelahiran, surat nikah, dan akta kematian.3) Dalam pemberian pelayanan hendaknya prosedur yang ada dibuat sesederhana mungkin. Kesederhanaan yang di maksud disini yaitu bahwa prosedur atau tata cara pelayanan yang ada diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang mnerima pelayanan. Adanya prosedur tidak dimaksudkan untuk mempersulit atau bahkan menghambat pelaksanaan pelayanan. Prosedur yang sederhana tentunya akan mempermudah segala kegiatan pelaksanaan pelayanan guna mencapai tujuan tercapainya pelayanan prima.4) Mengadopsi teknologi. Inti dari strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan infomasi, misalnya mengembangkan data base serta mengaplikasikan proses administrasi dan manajemen melalui sistem computer online.

b. Perbaikan Aspek ResponsivitasStrategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan public dengan menempatkan penggunan layanan sebagai pusat peerhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan kepentingan penggunan layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelenggaraan layanan. Citizen charter mendorong penyedia dan pengguna layanan serta para stakeholders lainnya secara bersama-sama menyepakati jenis, prosedur, waktu, serta biaya pelayanan. Kesepakatan ini harus mempertimbangkan keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia dan pengguna layanan. Karena perumusan kesepakatan dilakukan dengan melibatkan warga pengguna, maka citizen charter ini dapat memudahkan penyedia layanan untuk memahami kebutuhan dan aspirasi warga mengenai penyelenggaraan pelayanan. Selain itu, di dalam citizen charter mengatur mekanisme pengaduan keluhan dari pengguna sehingga memberikan peluang kepada penyedia layanan untuk dapat selalu mengetahui keluhan ataupun kebutuhan warga pengguna.c. Perbaikan Aspek Non-Partisian

Penyelenggaraan pelayanan punlik harus dilakukan tanpa mendiskriminasikan pengguna layanan. Untuk penyelengggaraan layanan public secara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat tiga prinsip yang harus dipegang. Pertama adalah prinsip atau asas kesamaan hokum. Penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk memperoleh layanan public, misalnaya pemberian layanan public didasarkan pada nomor urut formulir yang masu, bukan didasarkan atas faktor hubungan dekat. Kedua adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik, yaitu melarang semua PNS untuk menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Ketiga adalah menerapkan kode etik birokrasi. Beberapa hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah memberikan sanksi kepada pegawai yang melakukan praktik diskriminasi pelayanan, tidak memberlakukan semua bentuk surat rekomendasi untuk dispensasi pelayanan serta melarang warga pengguna untuk memberikan insentif kepada penyedia layanan.

PENUTUPKesimpulan

Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilihat melalui tiga indikator yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik (Agus,2008:147). Dilihat dari efisiensi, kualitas pelayanan publik di Indonesia masih rendah atau masih kurang baik karena masih belum efisien yang ditunjukkan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna layanan untuk mempermudah pelayanan publik. Dari segi responsivitas kualitas peelayanan publik juga dapat dikatakan masih rendah atau masih kurang baik karena responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di Indonesia terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih rendah sebagaimana terlihat dari birokrat di beberapa daerah di Indonesia yang hanya sekedar menampung keluhan masyarakat tanpa ditindaklanjuti.. Pelayanan publik di Indonesia yang masih bersifat diskriminatif menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari ketiga indikator tersebut, tetapi juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyangkut pelayanan publik di Indonesia, salah satunya pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia. Dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP masih ditemukan beberapa permasalahan, antara lain adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP dan adanya petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolak-balik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau belum, petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan kepastian mengenai kapan e-KTP tersebut bias selesai. Permasalahan pungutan liar dalam pelayanan pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia masih belum efisien karena biaya pelayanan publik jadi semakin tinggi. Permasalahan petugas yang tidak peduli terhadap warga dalam pelayanan pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa responsivitas pelayanan publik di Indonesia masih rendah. Pelayanan publik di Indonesia belum bersifat non-partisian atau masih bersifat diskriminatif karena masih lebih mengutamakan golongan kaya dibandingkan golongan miskin. Berdasarkan penjelasan mengenai kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang dijelaskan melalui tiga indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian serta melalui beberapa kasus pelayanan publik di Indonesia, dapat diketahui bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Oleh karena itu perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Untuk memperbaiki aspek efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi. Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan menempatkan pengguna layanan sebagai pusat peerhatian. Untuk penyelengggaraan layanan publik seara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat tiga prinsip yang harus dipegang, yaitu : Pertama adalah prinsip atau asas kesamaan hokum, Kedua adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik, Ketiga adalah menerapkan kode etik birokrasi. Saran

Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang dijelaskan melalui tiga indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian serta melalui beberapa kasus pelayanan publik di Indonesia, menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Oleh karena itu perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Jadi sebaiknya kita melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek tersebut, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian sebaiknya mendapat dukungan dari semua pihak, terutama dari pihak penyedia layanan, karena apabila masih ada oknum dari pihak penyedia layanan yang masih belum mendukung perbaikan pada tiga aspek tersebut, misalnya masih ada oknum penyedia layanan yang masih melakukan praktik pungutan liar, maka perbaikan dan peningkatan pada kualitas pelayanan publik di Indonesia akan sulit terwujud.DAFTAR PUSTAKAAgus Dwiyanto,dkk. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Iqrom, Pahrizal. 2013. Reformasi Birokrasi Nusantara. Malang: UB Press.Lembaga Administrasi Negara. 2003. Standar Pelayanan Publik. Jakarta: LAN

Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi AksaraMontung, Lidya Christine. 2014. Efektivitas Pemerintah dalam Pelayanan Pembuatan KTP dan Legalisir KTP di Kecamatan Matuari Kota Bitung. (online), http://ejournal.unsrat.ac.id , diakses pada 14 November 2014

Murdyastuti, Anastasia. Strategi Meingkatkan Kualitas Pelayanan Publik. (online), http://www.jurnalinspirat.com/Download/JI4_1.pdf , diakses pada 13 November 2014

Wirasari, Nina. Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Pemberdayaan Aparatur Kelurahan Beji Kecamatan Ungaran Timur dalam Pengelolaan Arsip. (online), http://ejournal.unnes.ac.id , diakses pada 14 November 2014