Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

38
Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI TAMAN PADA LAHAN BASAH DAN LAHAN KERING Dosen Pengampu : Ir. Lilik Setyobudi, MS., Ph.D. Disusun oleh: KELOMPOK 2 KELAS A Gusti Ngurah Ketut B. 125040200111001 Joko Ariswanto 125040200111033 Asfin Kurnia 125040200111038 Dewinda Ika Wulandari 125040200111168 Lasmiati 125040200111187 Imtikhanna Dyanuar W. 125040201111053 Amul Heksa Bajafitri 125040201111131 M. Bayu Mario 125040201111238 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

Transcript of Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Page 1: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem

POLA ROTASI TAMAN

PADA LAHAN BASAH DAN LAHAN KERING

Dosen Pengampu : Ir. Lilik Setyobudi, MS., Ph.D.

Disusun oleh:

KELOMPOK 2 KELAS A

Gusti Ngurah Ketut B. 125040200111001

Joko Ariswanto 125040200111033

Asfin Kurnia 125040200111038

Dewinda Ika Wulandari 125040200111168

Lasmiati 125040200111187

Imtikhanna Dyanuar W. 125040201111053

Amul Heksa Bajafitri 125040201111131

M. Bayu Mario 125040201111238

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

BAB I :

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agroekosistem memiliki berbagai macam komponen yang saling berkaitan

satu sama lain, baik antara faktor biotik maupun faktor abiotik. Dalam

mengelola agroekosistem, kita harus mengetahui pengaruh dari faktor-faktor

tersebut terhadap tanaman yang dibudidayakan, misalnya pengaruh dari sinar

matahari, suhu, hama dan penyakit terhadap pertumbuhan tanaman. Hal itu

sangat penting dilakukan agar tidak terjadi kerugian akibat ketidakseimbangan

ekosistem. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menjaga

keseimbangan ekosistem adalah dengan melakukan rotasi tanaman.

Rotasi tanaman merupakan praktek penanaman berbagai jenis tanaman

secara bergiliran di satu lahan. Rotasi tanaman diketahui memberikan banyak

manfaat bagi tanah antara lain meningkatkan kualitas struktur tanah,

mengurangi tingkat kehilangan tanah akibat erosi oleh air dan

mempertahankan kesuburan dengan melakukan pergantian antara tanaman

berakar dalam dengan tanaman berakar dangkal. Selain itu, rotasi tanaman

mencegah terakumulasinya patogen dan hama yang sering menyerang satu

spesies saja.

Rotasi/pergiliran tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman yang

ditanam pada musim berikutnya bukan merupakan inang hama yang

menyerang tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan

pemutusan ketersediaan inang pada musim berikutnya populasi hama yang

sudah meningkat pada musim sebelumnya dapat ditekan pada musim

berikutnya. Oleh karena itu diperlukan pemilihan rotasi tanaman yang tepat

untuk menekan populasi hama pada musim sebelumnya sehingga hasil

produksi meningkat dan memenuhi kriteria lima komponen dalam manajemen

agroekosistem.

1.2 Tujuan

Page 3: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Memilih lahan basah dan lahan kering yang akan digunakan untuk rotasi

tanaman

Memilih komoditas yang sesuai untuk rotasi tanaman

Memilih pola tanam dan sistem tanam yang sesuai untuk dilakukan rotasi

tanaman

1.3 Manfaat

Mengetahui sistem rotasi tanaman yang paling sesuai untuk lahan basah

dan lahan kering sehingga bisa mencapai indikator keberhasilan manajemen

agroekosistem yang berupa produktivitas, stabilitas, sustainabilitas,

pemerataan dan autonomi.

Page 4: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

BAB II :

KAJIAN LITERATUR

2.1 Deskripsi Lahan

Menurut Suparman (2012) lahan sawah adalah jenis lahan basah, karena

ketika untuk penanaman padi sangat membutuhkan banyak air untuk

menggenangi permukaannya. Karena kondisi digenangi, sudaah pasti kandungan

air dalam tanah pun cukup tinggi.

Menurut Puspita (2010) tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering

yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau

tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan

tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata.

Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi

tanaman pertanian.

2.2 Deskripsi Komoditas

Padi

Tanaman padi dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah

sampai daratan tinggi. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU

sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan

musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan

atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan.

Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di

musim hujan, walaupun air melimpah prduksi dapat menurun karena

penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-

650 m dpl dengan temperatur 22-27oC sedangkan di dataran tinggi 650-1.500

m dpl dengan temperatur 19-23 derajat C. Tanaman padi memerlukan

penyinaram matahari penuh tanpa naungan. Padi sawah ditanam di tanah

berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah

permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-

22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan

akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0) (BAPPENAS1, 2000).

Page 5: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi 3 x setahun, tetapi pada

sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija.

Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi, biasanya setelah

satu tahun menanam padi (BAPPENAS1, 2000).

Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu

meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Varietas unggul

adalah varietas yang dapat ditanam berkali-kali disertai dengan perlakuan yang

baik. Hasil dari panen varietas ini bisa dijadikan benih kembali. Varietas padi

unggul biasanya telah dilepas oleh pemerintah dengan SK Menteri Pertanian.

Varietas unggul memegang peranan paling menonjol dalam peningkatan hasil

dan juga merupakan komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit

yang suka menyerang komoditas tanaman pangan ini. Ada beberapa varietas

padi unggul yaitu:

a. Varietas Unggul Produktivitas Tinggi

Padi Hibrida Maro, Rokan, Hipa-4, Hipa-5, Hipa-6

Potensi produksi 7-12 ton/ha, tahan terhadap wereng coklat, tahan

terhadap hawar daun bakteri.

Gilingsing, Cimelati, Ciapus, Fatmawati

Potensi produksi 10-15 ton/ha, jumlah anakkan 6-12 anakkan tetapi

semua terisi, batang kokoh, daun tegak dan tebal, jumlah gabah >250

butir per malai, rasio gabah / jerami > 0,5 sehingga efisien dalam

penggunaan hama.

b. Varietas Unggul Hasil Stabil

Memberamo, Widas, Ciherang, Cimelati

Varietas yang tahan hama wereng coklat dengan rasa nasi enak.

Tukad Petanu, Tukad Undo, Tukad Balian, Kalimas, Bondo yudo.

Varietas tahan tungro.

Angke, code.

Varietas tahan hawar daun.

Indra giri, Punggur, Marta pura, Mendawan, Mergasari, Siak raya,

Tenggulang.

Page 6: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Varietas padi lahan surut toleran thd kandungan Fe tinggi, Al dan Asam

Sulfat.

Danau Gaung, Batutegi, Silu gonggo, situ Patenggang, Situ Bagendit

Varietas padi gogo toleran terhadap tanah asam (keracunan Al),

toleran terhadap kekeringan dan naungan.

c. Varietas Unggul Mutu Cita Rasa

Ciherang, Cigeulis, Cibogo

Varietas beras pulen

Batang Lembang, Batang Piaman

Varietas beras pera

d. Varietas Unggul Mutu Gizi

Aek Sibundong (hasil persilangan Way Apoburu, Widas dan sitali)

Beras merah, warna merah (antosianin) merupakan komponen flavonoid

yang bersifat anti oksidan dan anti kanker, kaya vit B Kompleks dan asam

Folat, memperlambat penurunan daya ingat, menyingkirkan sumbatan

darah pemicu stroke dan jantung koroner. Produktivitas nya 8

ton/ha, umur genjah 110-120 hari, tahan wereng coklat biotipe 2 dan

3, tahan penyakit hawar daun bakteri strain IV, rasa enak dan pulen, kaya

vit. B kompleks dan Asam Folat.

e. Varietas Unggul Sawah Dataran Tinggi

Sarinah

Produktivitasnya 6,98 ton/ha, potensinya seperti Ciherang yang hanya

dapat di gunakan di dataran rendah.

f. Varietas Umur Genjah

Silu gonggo dan Ciujug,

Keunggulannya: cocok untuk antisipasi kekeringaan akibat anomali iklim.

Dengan penanaman dan pemeliharaan yang intensif, diharapkan produksi

mencapai 7 ton/ha. Saat ini hasil yang didapat hanya 4-5 ton/ha dengan

perkiraan keuntungan sebesar Rp. 3.096.745,00 (BAPPENAS1, 2000).

Page 7: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Jagung

Jagung (zea mays) ialah komoditas pangan penting setelah beras yang

tingkat kebutuhannya terus meningkat. Jagung banyak dimanfaatkan sebagai

bahan baku industri pakan ternak, makanan, minuman dan kebutuhan industri

lainnya. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri

digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%,

dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit.

Jagung adalah tanaman golongan C4 menghendaki pencahayaan secara

langsung, memiliki habitus tinggi, tegak, dan tidak bercabang dengan kanopi

yang renggang, memungkinkan tanaman ini memperoleh pencahayaan secara

langsung dan dapat memberikan kesempatan bagi tanaman lain tumbuh

dibawahnya. Tanaman jagung memiliki sistem perakaran serabut yang

menyebar dangkal, selama pertumbuhannya membutuhkan dalam jumlah

besar, khususnya unsur N (Koswara, 1983).

Syarat tumbuh tanaman jagung meliputi curah hujan ideal sekitar 85-200

mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu

mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang

musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi,

pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal.

Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan

tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan

berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik,

kemiringan tanah kurang dari 8%. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari

8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-

1800 mdpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 mdpl (Prabowo, 2007).

Tanaman jagung cocok ditanam di Indonesia, karena kondisi tanah dan

iklim yang sesuai. Di samping itu, tanaman jagung tidak banyak menuntut

persyaratan tumbuh serta pemeliharaannya pun lebih mudah, maka wajar para

petani selalu mengusahakan lahannya untuk menanam jagung. Produksi pada

tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, mampu memberikan hasil 17

ton/ha (BAPPENAS2, 2000).

Page 8: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Kedelai

Kedelai termasuk golongan tanaman C3. Tanaman ini memiliki habitus

yang pendek, tegak dan bercabang dengan kanopi yang rapat. Sistem

perakarannya berupa akar tunggang yang menyebar lebih dalam dan

membentuk bintil akar yang mampu menfiksasi Nitrogen secara simbiosis

dengan bakteri Rhizobium sp. Kedelai merupakan salah satu komoditas penting

dalam hal penyediaan pangan, pakan, dan bahan-bahan industri, sehingga telah

menjadi komoditas utama dalam pembangunan pertanian di Indonesia.

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis

dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila

cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada

jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab.

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan

sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal,

tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu

yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 derajat C, akan tetapi suhu

optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 derajat C. Pada proses

perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat

C. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari

pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan

pengeringan hasil. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang

tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman

indikator yang baik bagi kedelai (BAPPENAS3, 2000).

Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih

muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut

varietas yang dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai

ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi

masih mengandung cukup air. Waktu tanam yang tepat pada masing-masing

daerah sangat berbeda. Sebagai pedoman: bila ditanam di tanah tegalan, waktu

tanam terbaik adalah permulaan musim penghujan. Bila ditanam di tanah

sawah, waktu tanam paling tepat adalah menjelang akhir musim penghujan. Di

Page 9: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

lahan sawah dengan irigasi, kedelai dapat ditanam pada awal sampai

pertengahan musim kemarau (BAPPENAS3, 2000).

Beberapa karakter tanaman kedelai di antaranya sebagai berikut;

1. Pertumbuhannya sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang

disebabkan oleh kondisi iklim.

2. Mulai dari saat pembenihan tanaman sampai kepada tanaman mendekati

panen banyaknya hama yang menyerang tanaman yakni ada sekitar 23

spesies yang potensial.

3. Walaupun hanya sebagai tanaman palawiija yang tidak banyak

membutuhkan air, namun pada waktu stadia awal tumbuh, pembungaan,

pembentukan dan pengisian polong ketersediaan air sangat dibutuhkan.

Apabila mengalami kekeringan maka produkktifitas kedelai dapat

menurun sampai 40 – 65 %.

Kurangnya pengetahuan petani akan teknik budidaya kedelai yang benar

serta berbagai informasi penting seperti yang telah disebutkan di atas,

mengakibatkan produktifitas kedelai masih belum bisa dioptimalkan.

Produktifitas kedelai yang dihasilkan masih sekitar 1 ton/ha dan memiliki

senjang hasil dari potensi penelitian dengan angka di atas 1 ton/ha. Produksi

kedelai yang didasilkan para petani Indonesia rata-rata 600-700 kg/ha dengan

perkiraan keuntungan yang dapat didapat adalah sebesar Rp. 1.620.000,00

(BAPPENAS3, 2000).

Pisang

Indonesia, pisang menduduki tempat pertama di antara jenis buah-buahan

lainnya, baik dari segi sebaran, luas pertanamannya maupun dari segi

produksinya. Total produksi pisang Indonesia tahun 2006 sekitar 5.037.472 ton

dan Lampung menyumbang 535.732 ton, atau 10,6% dari produksi pisang

nasional. Namun demikian secara umum produktivitas pisang yang

dikembangkan masyarakat masih sangat rendah, seperti di Lampung

produktivitas pisang hanya 10-15 ton/ha, padahal potensi produktivitasnya bisa

mencapai 35-40 ton/ha. Kesenjangan produktivitas tersebut terutama

disebabkan teknik budidaya tidak tepat dan tingginya gangguan hama dan

penyakit terutama oleh serangan dua penyakit paling berbahaya dan

Page 10: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

mematikan, yaitu penyakit layu bakteri atau penyakit darah dan penyakit layu

Fusarium (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,

2008).

Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun

dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 m di atas permukaan

laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27oC, dan suhu

maksimumnya 38oC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5. Curah hujan 2000-

2500 mm/tahun atau paling tidak 100 mm/bulan. Apabila suatu daerah

mempunyai bulan kering berturut-turut melebihi 3 bulan maka tanaman pisang

memerlukan tambahan pengairan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan

baik (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).

Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah

berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah

berhumus dengan pemupukan. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang

tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07% (BAPPENAS4, 2000).

Belum ada standard produksi pisang di Indonesia, di sentra pisang dunia

produksi 28 ton/ha/tahun hanya ekonomis untuk perkebunan skala rumah

tangga. Untuk perkebunan kecil (10-30 ha) dan perkebunan besar (> 30 ha),

produksi yang ekonomis harus mencapai sedikitnya 46 ton/ha/tahun. Dengan

perkiraan harga 1 tandan Rp. 7.500,00, maka keuntungan selama 4 tahun

penanaman dapat mencapai Rp. 23.363.700,00 dengan keuntungan/tahun Rp.

5.840.925,00 (BAPPENAS4, 2000).

Jahe

Di antara tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas yang

menempati posisi penting dalam perekonomian Indonesia, karena merupakan

empat besar tanaman obat yang banyak diminta untuk keperluan jamu, industri

obat, bumbu dan ekspor. Terdapat tiga jenis jahe yang biasa diperdagangkan

yaitu jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc var. officinale), jahe putih kecil

(Zingiber officinale Rosc var rubrum) dan jahe merah (Zingiber officinale Rosc

var amarum). Jahe putih besar dipergunakan untuk bumbu dan dieskpor, jahe

putih kecil dan jahe merah untuk kebutuhan industri obat tradional dan jamu.

Jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah juga dapat diekstrak untuk

Page 11: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

menghasilkan oleoresin sebagai bahan dasar farmasi (Pribadi 2009). Jahe

merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil

sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga

memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga

cocok untuk ramuan obat-obatan.

Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara

2.500-4.000 mm/tahun. Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe

memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di

tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari. Suhu

udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35oC. Tanaman jahe

paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung

humus. Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan

tanah laterik. Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar

4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0 - 2.000

mdpl dan untuk di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 -

600 mdpl (BAPPENAS5, 2000).

Periode Panen Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan,

yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan

mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat

dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada

musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan

menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang

sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.

Perkiraan Hasil Panen Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar

antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti

berkisar antara 10-15 ton/hektar (Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp.

15.000.000,00) (BAPPENAS5, 2000).

Kacang Tanah

Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomis cukup

tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk

Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ketahun terus meningkat,

Page 12: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat,

kapasitas industri pakan dan makanan Indonesia (Fachruddin, 2000 dalam

Pinem, et al.).

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman kacang tanah

adalah pada ketinggian antara 500 m dpl. Jenis kacang tanah tertentu dapat

ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal. Curah

hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300 mm/tahun.

Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak

terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan

kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Suhu udara bagi tanaman

kacang tanah tidak terlalu sulit, karena suhu udara minimal bagi tumbuhnya

kacang tanah sekitar 28–32 derajat C. Bila suhunya di bawah 10oC

menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, bahkan jadi kerdil

dikarenakan pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Kelembaban udara

untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 65-75 %. Adanya curah hujan

yang tinggi akan meningkatkan kelembaban terlalu tinggi di sekitar

pertanaman (BAPPENAS6, 2000).

Kacang tanah dapat dibudidayakan di lahan kering (tegalan) maupun

lahan sawah setelah padi. Kacang tanah dapat ditanam pada tanah bertekstur

ringan maupun agak berat, yang penting tanah tersebut dapat mengatuskan air

sehingga tidak menggenang. Tanah yang paling sessuai adalah tanah yang

bertekstur ringan, berdrainase baik, remah, dan gembur. Di tanah yang berat

(lempung), bila terlalu becek, tanaman mati atau tidak berpolong. Dalam

kondisi kering, tanah lempung juga terlalu keras, sehingga ginofor (calon

polong) tidak dapt masuk dalam tanah, perkembangan polong terhambat dan

pada saat panen banyak polong tertinggal dalam tanah. Pada tanah yang

kandungan bahan organiknya tinggi (>2%), polong yang dihasilkan berwarna

kehitaman sehingga menjadi kurang menarik. Kacang tanah masih dapat

berproduksi dengan baik pada tanah yang ber-pH tinggi (7,5-8,5), kacang

tanah sering mengalami klorosis, yakni daun menguning. Apabila tidak diatasi,

polong menjadi hitam dan hasil menurun hingga 40% (Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2009).

Page 13: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Varietas unggul kacang tanah yang memiliki potensi produksi tinggi

antara lain varietas Turangga, Domba, Kelinci, dan Singa dengan biji 3 atau 4.

Untuk varietas Turangga, potensi hasil yang dapat dicapai hingga 3,6 ton/ha

polong kering, dengan umur panen 100-110 hari. Varietas ini tahan terhadap

layu, agak tahan bercak daun, agak tahan karat dan A. flavus, toleran

kekeringan, dan sesuai untuk tumpangsari. Varietas Domba memiliki potensi

produksi 4,2 ha/ton polong kering dengan umur panen 90-95 hari. Varietas ini

agak tahan terhadap bercak dan karat daun, agak tahan A. flavus, toleran

klorosis, dan adaptif di lahan Alfisol alkalis. Varietas kelinci memiliki potensi

produksi 4,3 ton/ha polong kering dengan umur panen 95 hari. Varietas ini

agak tahan penyakit layu bakteri, tahan karat daun, dan toleran bercak daun.

Varietas Singa memiliki potensi hasil 4,5 ton/ha polong kering dengan umur

panen 90-95 hari. Vrietas ini toleran penyakit layu, tahan karat daun, agak

tahan bercak daun, toleran kekeringan, dan memiliki adaptasi yang luas (Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2009).

Jumlah produksi panen yang normal dalam satuan luas, misalnya untuk

lahan seluas satu hektar produksi normal berkisar antara 1,5-2,5 ton polong

kering. Berdasarkan analisis usaha tani yang dilakukan dapat diperoleh

pendapatan Rp. 4.000.000,00 (Berupa polong kering 2.000 kg @ Rp. 2.000,00)

dan Rp. 4.800.000,00 (berupa biji kering (rendemen 0,6): 2.000 kg @ Rp.

4.000,00)/ sedangkan keuntungan bersih yang dapat didapatkan yakni Rp.

1.032.500,00 berupa polong kering maupun Rp. 1.832.500,00 berupa biji

kering (BAPPENAS6, 2000).

Menurut penelitian yang dilakukan Herlina (2011) berdasarkan kajian variasi

jarak dan waktu tanam jagung manis dalam sistem tumpangsari jagung manis dan

kacang tanah didapatkan hasil kacang tanah yakni 2,07 ton/ha dengan jarak tanam

70 x 20 cm.

2.3 Pola Tanam dan Sistem Rotasi Tanam

Pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam

satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Menurut Aak (1993),

pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman,

Page 14: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

maka dari sistem budidaya tanaman dapat dikembangkan satu atau lebih sistem

pola tanam. Pola tanam di daerah tropis seperti Indonesia, biasanya disusun

selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau

lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang

ditanam pun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah

hujan. Pengetahuan tentang pola tanam sangat perlu bagi petani, terutama petani

yang berusaha ingin maju. Sebab dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat

mendatangkan hasil yang maksimal. Tidak hanya menjadi objek, bahkan

keuntungan maksimum sangat mereka dambakan, disamping tidak mengabaikan

pengawetan tanah dan menjaga kestabilan kesuburan tanah.

Sebagai contoh pola tanam yang telah diterapkan yaitu padi-padi-padi;

padi-padi-jagung; padi-jagung-ubi jalar; padi-buncis-kubis; dan padi-buncis-

jagung selama satu tahun (Karo-Karo & Trivianto, 1983).

Dalam sistem tanam tanaman dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu sistem

tanam tunggal atau monokultur dan sistem tanam ganda atau polikultur.

Sistem tanam monokultur yaitu sistem tanam dengan menanam satu jenis

tanaman saja secara terus-menerus pada suatu lahan. Sedangkan, polikultur yaitu

sistem tanam dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman pada satu tahun

tanam di suatu lahan.

Pada sistem tanam polikultur dapat dibagi lagi menjadi dua macam yaitu

sequantial cropping dan intercropping. Sistem tanam sequantial cropping atau

beruntun yaitu penanaman 2 atau lebih jenis tanaman pada satu tahun tanam

dengan jenis tanaman lain ditanam pada saat setelah jenis tanaman sebelumnya

dipanen yang dilakukan secara beruntun pada suatu lahan. Contohnya padi-

palawija-padi-palawija. Sedangkan sistem tanam intercropping atau tumpang sari

yaitu penanaman dua atau lebih jenis tanaman yang ditanam secara bersamaan

pada suatu lahan. Contohnya jagung dan kedelai atau jagung dan kacang tanah.

Perbedaan antara pola tanam dan sistem tanam yang telah kami uraikan

diatas yaitu ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pola tanam ditinjau dari sudut

pandang dimensi waktu yang berhubungan dengan rotasi tanaman selama satu

tahun sedangkan, sistem tanam ditinjau dari sudut pandang dimensi ruang yang

lebih berfokus pada tata letak tanaman pada satu lahan dalam satu musim tanam

Page 15: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

yang sama. Contoh sistem tanam tumpang sari yaitu jagung dan kangkung; jagung

dan kedelai; jagung dan kangkung; jagung dan kacang tanah.

1. Sawah

a. Monokultur padi dengan menggunakan metode SRI (System of Rice

Intensification)

Perbedaan antara pola tanam pada metode Konvensional dan pada metode

SRI terdapat pada jarak tanam dan cara menanam bibit padi. Pada Metode

Konvensional, biasanya jarak tanam yang umumnya dipakai yaitu 20 cm x 20 cm,

dan menanam beberapa bibit padi dalam satu lubang dengan posisi taman yang

dalam, sedangkan pada metode SRI, biasanya jarak tanam sekitar 40 cm x 40 cm,

dan menanam hanya satu bibit padi dalam satu lubang dengan posisi tanam

dangkal. Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam.

Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tapi memanfaatkan jerami,

limbah geraji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk

tanahnya (Kurniadiningsih, 2013).

Pola tanam padi metode SRI, pada prakteknya memiliki banyak perbedaan

dengan sistem tanam Konvensional seperti terlihat pada tabel berikut ini

(Kurniadiningsih, 2013):

No. Komponen Konvensional SRI

1. Kebutuhan benih 30-40 kg/ha 5-7 kg/ha

2. Pengujian benih Tidak dilakukan Dilakukan

pengujuan

3. Umur di persemaian 20-30 HSS 7-10 HSS

4. Pengolahan tanah 2-3 kali (struktur

lumpur)

4 kali (struktur

lumpur dan rata)

5. Jumlah tanaman perlubang rata-rata 5

pohon/lubang 1 pohon/lubang

6. Kebutuhan Air Irigasi 0,61 liter/detik 0,42 liter/detik

7. Posisi akar waktu tanam Tidak teratur Posisi akar

horizontal (L)

8. Pengairan Terus digenangi Disesuaikan

dengan

Page 16: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

kebutuhan

9. Pemupukan Mengutamakan

pupuk kimia

Hanya dengan

pupuk organik

10. Penyiangan

Diarahkan

kepada

pemberantasan

gulma

Diarahkan

kepada

pengelolaan

perakaran

11. Rendemen 50-60% 60-70%

Keterangan: HSS = hari setelah semai

Secara umum penerapan pola SRI lebih ditekankan pada pola penghematan

dalam penggunaan air. Namun demikian penerapan pola SRI juga bertahap telah

mendorong pada substansi penggunaan input produksi usaha tani, seperti

penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang sebelumnya dipergunakan oleh

sebagaian besar petani padi. Pemahaman usaha tani pada SRI sebagai padi organic

dengan tidak mempergunakan pupuk anorganik, selain produksinya lebih bebas

residu kimia bagi kesehatan tubuh manusia, juga secara langsung mendukung

penyehatan tanah dan lingkungan.Hal tersebut menjadi dasar dilaksanakannya SR

(Kurniadiningsih, 2013).

Model SRI mampu menghemat saprodi berupa benih, pupuk dan insektisida.

Namun demikian, model SRI lebih boros dalam penggunaan kompos. Kalau biaya

kompos diperhitungkan maka usahatani padi model SRI akan menghasilkan

sedikit keuntungan. Paket teknologi yang diterapkan dalam usahatani SRI secara

nyata telah menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan input. Selain itu juga

terjadi penghematan benih. Jika pada cara konvensional kebutuhan benih

mencapai 25-30 kg per hektar, dalam pola SRI hanya sekitar 5-7 kg per hektar.

Model SRI tidak merekomendasikan penggunaan pupuk kimia. Tanpa

penggunaan pupuk kimia, secara signifikan mengurangi biaya tunai petani

meskipun dikompensasi dengan pencurahan tenaga lebih besar dalam pembuatan

kompos (Kurniadiningsih, 2013).

Efisiensi penggunaan input yang signifikan adalah penggunaan air irigasi.

Dengan kebutuhan pengairan yang hanya macak-macak saja, kebutuhan jumlah

Page 17: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

air per hektar mengalami penurunan sangat drastis.Hal ini membawa dampak pada

kemampuan air irigasi dalam mengairi sawah, terutama pada musim kemarau jika

pola SRI diterapkan dalam skala luas. Berikut ini perbedaan rata-rata

pertumbuhan antara metode organik dan konventional (Kurniadiningsih, 2013):

Berikut ini perbedaan biaya antara usaha tani metode SRI dan konvensional dalam

1 ha (Kurniadiningsih, 2013):

Berikut ini analisis usaha tani yang menggunakan metode SRI dan

Konventional (Kurniadiningsih, 2013):

Page 18: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Budidaya padi model SRI mampu meningkatkan hasil dibanding budidaya

model konvensional. Peningkatan hasil padi berkisar antara 40%. Peningkatan

hasil hanya dialami oleh petani yang telah melakukan kegiatan SRI lebih dari dua

musim, tetapi bagi petani pemula umumnya mengalami penurunan hasil

dibanding usahatani konvensional (Kurniadiningsih, 2013).

Dari hasil usaha tani, di dapat R/C pada budidaya metode SRI sebesar 2,95

sedangkan pada metode konvensional di dapat angka R/C sebesar 2,13. Pada hasil

R/C yang didapat dari metode SRI menunjukan angka lebih tinggi dibandingkan

dengan metode konvensional dan dari hasil tersebut, metode SRI sebenarnya

layak untuk dikembangkan dikarenakan hasil yang didapat lebih dari angka 1

(Kurniadiningsih, 2013).

b. Tumpangsari jagung dan kedelai

Tanaman yang ditanam secara tumpangsari sebaiknya mempunyai umur

atau periode pertumbuhan yang tidak sama, karena mempunyai perbedaan

kebutuhan terhadap faktor lingkungan seperti air, kelembaban, cahaya dan unsur

hara tanaman, karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedua

tanaman tersebut. Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara lain

pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total

persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara,

disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan

gulma (Thahir dan Hatmadi dalam Sagala et al. (2012)).

Page 19: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Tanaman kedelai dan jagung memungkinkan untuk ditumpangsari karena

tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat

memfiksasi nitrogen dari udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung

terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai (Lakitan dalam Sagala et al.

(2012)).

Kedelai dan jagung yang ditanam secara tumpangsari akan terjadi kompetisi

dalam memperebutkan unsur hara, air dan sinar matahari. Sehingga pengaturan

populasi dan pengaturan selang waktu tanam penting untuk mengurangi terjadinya

kompetisi tersebut (Subhan dalam Sagala et al. (2012)). Diantara faktor iklim

yang penting dan langsung mempengaruhi dalam pola tanam ganda terutama

faktor cahaya, sebab tanaman kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap

intensitas cahaya.

Menurut beberapa hasil penelitian, produksi jagung maupun kedelai akan

turun apabila tanaman tersebut ternaungi. Hasil penelitian Barus Afriani dalam

Sagala et al. (2012), penundaan saat tanam 10 hari setelah Jagung dengan

populasi 40.000 tanaman per hektar dapat menurunkan hasil 67% dibanding

dengan tanam bersamaan dan pada populsi 80.000 tanaman per hektar dapat

menurunkan 93%.

Hasil penelitian Indriati dalam Sagala et al. (2012), juga menunjukkan

dimana populasi tiga kedelai dan satu jagung menunjukkan pertumbuhan kedelai

yang meningkat tetapi menekan pertumbuhan jagung. Populasi dan saat tanam

sangat penting pada sistem tanaman ganda, terutama pada tanaman yang peka

terhadap naungan. Untuk mengurangi pengaruh tersebut, waktu tanam dan

populasi kedelai dan jagung perlu diatur agar pada periode kritis dari suatu

pertumbuhan terhadap persaingan dapat ditekan.

Tanaman kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan sinar matahari

penuh. Intensitas cahaya dan lama penaungan mempengaruhi pertumbuhan dan

hasil kedelai. Penurunan intensitas cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan

mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang,jumlah polong

dan hasil biji serta kadar protein. Tanaman kedelai yang dinaungi atau

ditumpangsarikan akan mengalami penurunan hasil 6-52% pada tumpangsari

Page 20: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

kedelai dan jagung dan 2-56% pada tingkat naungan 33% (Asadi, et al. dalam

Sagala et al. (2012)).

Berdasarkan hasil penelitian Sagala et al. (2012) yang berjudul “Pengaruh

Populasi dan Selang Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai

yang Ditumpangsarikan dengan Jagung” diketahui bahwa pada perlakuan populasi

tinggi terdapat hasil yang lebih tinggi seperti perlakuan populasi 3 baris kedelai 1

baris jagung memberikan pengaruh lebih baik atau tertinggi pada tanaman kedelai

dibanding perlakuan lainnya dan juga perlakuan 1 baris kedelai 1 baris jagung

pada tanaman jagung.

Hal ini dikarenakan pada populasi 3 baris kedelai 1 baris jagung, dalam

satuan luas lahan terdapat lebih tinggi populasi kedelai daripada tanaman jagung

maupun perlakuan populasi lainnya, sehingga kedelai bisa mendapatkan cahaya

matahari lebih banyak yang sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis juga

berkurangnya kompetisi dalam menyerap cahaya matahari, air, dan hara dari

tanah. Sehingga tanaman kedelai mampu tumbuh dengan baik dan jumlah

cabangnya semakin banyak sehingga mampu berproduksi lebih baik begitu juga

sebaliknya tanaman jagung pada perlakuan 1 baris kedelai 1 baris jagung. Pada

umumnya produksi tiap satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena

tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum diawal pertumbuhan dan

tanaman memberikan respon dengan mengurangi ukuran baik pada seluruh

tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu (Harjadi dalam Sagala et al.

(2012)).

Perlakuan waktu tanam kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai dan jagung, hal ini dikarenakan

tumpangsari mengakibatkan lamanya kedelai ternaungi akan berbeda-beda dan

periode penaungan juga berbeda untuk setiap perlakuan.

Dari hasil penelitian Sagala et al. (2012) didapat bahwa perlakuan selang

waktu tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai, jumlah buku

subur ,panjang tongkol, jumlah biji per tongkol, serta bobot biji per petak dan per

hektar. Selang waktu tanam dua minggu setelah tanam jagung mampu

meningkatkan tinggi tanaman pada awal pertumbuhan yaitu 2 MST dan 4 MST.

Hal ini disebabkan pada pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yang ditanam dua

Page 21: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

minggu setelah tanam jagung mengalami etiolasi, karena adanya naungan

tanaman jagung yang menyebabkan tanaman kedelai berusaha mencari cahaya

matahari sehingga terjadi pemanjangan batang (Fahmi dalam Sagala et al.

(2012)). Selain itu juga adanya penurunan dalam intensitas dan perubahan dalam

kualitas cahaya. Kualitas cahaya yang akhirnya jatuh pada tanaman yang dinaungi

akan lebih banyak sinar infra merah sehingga banyak tanaman jika hanya disinari

oleh sinar ini akan memperlihatkan pemanjangan batang. Pengaruh naungan

tanaman jagung secara tidak langsung mempengaruhi iklim mikro sekitar tanaman

kedelai yaitu kelembaban udara menjadi lebih tinggi dan radiasi matahari lebih

rendah (Khali dalam Sagala et al. (2012)).

Perlakuan selang waktu tanam secara dua minggu setelah tanam jagung

memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil jagung, seperti panjang

tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot biji per petak dan per hektar. Hal ini

dikarenakan perakaran jagung dapat menyerap air dan hara serta cahaya yang

cukup untuk proses fotosistesis yang dibutuhkan pertumbuhan dan pembentukan

biji. Selain itu juga diduga karena kacang kedelai telah mampu menyumbangkan

N hasil fiksasi kedalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh jagung. Sesuai

dengan Marthiana dalam Sagala et al. (2012) yang menyatakan perembesan

nitrogen dan bintil akar nyata pengaruhnya terhadap penambahan hasil biji jagung

yang ditanam dengan leguminosa.

Secara keseluruhan perlakuan populasi dan selang waktu tanam pada

tumpangsari jagung dan kedelai menunjukkan pengaruh yang baik terhadap

pertumbuhan kedelai maupun jagung, namun tidak menunjukkan hasil yang baik

terhadap tanaman kedelai. Sehingga didapat hasil jagung lebih baik daripada hasil

kedelai yang disebabkan terjadinya gagal pada pengisian polong. Rendahnya

produksi kedelai atau tingginya persentasi polong hampa pada penelitian ini

diduga karena terbatasnya unsur hara, antar tanaman terjadi persaingan yang kuat

dalam unsur hara. Pengaruh-pengaruh ini diakibatkan kurangnya hasil fotosintesis

pada masa vegetatif dan generatif, dimana hasil fotosintesis daun yang ternaungi

menjadi sedikit sehingga pada suatu saat dimana sangat dibutuhkan untuk

pengisian dan perkembangan polong, asimilat tidak mencukupi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Baharsjah dalam Sagala et al. (2012), yang menyatakan bahwa

Page 22: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

penaungan pada kacang tanah dan kedelai pada masa sebelum pembungaan akan

mengganggu pertumbuhan akar dan penaungan pada masa pembungaan akan

menggugurkan bunga serta penaungan pada awal pengisian polong akan

menghambat laju pengisian polong.

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman

tersebut seperti keadaan lingkungan yaitu iklim atau curah hujan dan tanah.

Pengaruh naungan tanaman jagung secara tidak langsung mempengaruhi iklim

mikro sekitar tanaman kedelai yaitu kelembaban udara menjadi lebih tinggi dan

radiasi matahari lebih rendah menyebabkan tanaman mengalami etiolasi.

Sehingga seperti pada perlakuan selang dua minggu setelah jagung terdapat

pertumbuhan kedelai yang baik yaitu pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Hama juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman seperti

penyebab gagal pembentukan biji seperti kepik piezodorus (Piezodorus

rubrofasciatus Fabricius) dan kepik polong (Riptortus linearis Fabricius)

menyerang dengan menusuk polong dan biji serta mengisap cairan biji pada stadia

pertumbuhan polong dan biji (Marwoto dalam Sagala et al, 2012).

Selama periode penanaman ini kebutuhan air untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman sudah mencukupi karena adanya curah hujan yang

merata. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur

tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan

pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat

tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong

(Prihatman dalam Sagala et al., 2012).

Berdasarkan hasil analisis Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL), bahwa pada

tumpangsari kedelai dengan jagung perlakuan yang menguntungkan adalah satu

baris kedelai satu baris jagung yang ditanam dua minggu setelah tanam jagung,

hal ini dapat dilihat dari nilai NKL= 1,25 artinya untuk mendapatkan hasil yang

sama dengan satu hektar diperlukan 1,25 hektar pertanaman secara monokultur.

Dari penelitian Sagala et al. (2012) dapat diambil beberapa kesimpulan,

yaitu:

1. Tumpangsari yang menguntungkan untuk kedelai adalah perlakuan 3 baris

kedelai dan 1 baris jagung yang ditanam bersamaan, sedangkan untuk tanaman

Page 23: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

jagung perlakuan yang menguntungkan adalah 1 baris kedelai dan 1 baris

jagung yang ditanam selang dua minggu setelah jagung.

2. Populasi tanaman memberikan hasil yang baik terhadap bobot 100 biji, bobot

biji per petak pada tanam kedelai, jumlah biji pertongkol. Bobot biji per petak

dan biji per hektar.

3. Selang waktu tanam memberikan hasil yang baik terhadap tinggi tanaman 2

MST, 4 MST dan jumlah buku subur tanaman kedelai, jumlah biji pe rtongkol,

bobot biji per petak bobot 100 biij, bobot biji per hektar tanaman jagung.

2. Ladang

a. Tumpangsari pisang dan jagung

b. Tumpangsari pisang dan jahe merah

Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang

dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi.

Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat

diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara

tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai

berikut (Warintek, 2005):

1. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.

2. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.

3. Meningkatkan produktivitas lahan.

4. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya

pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Praktek di lapangan, ada jahe

yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah,

cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan

palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.

Dari literatur diatas, memilih untuk menanam jahe dengan sistem

tumpangsari bersama tanaman pisang, karena pisang memiliki nilai ekonomi yang

cukup tinggi, dan tidak membutuhkan perawatan yang intensif sehingga bisa

mengurangi biaya kerja untuk pemeliharaan.

Tanaman jahe mampu tumbuh di bawah naungan, akan tetapi apabila

mendapatkan intensitas cahaya penuh akan meningkatkan laju fotosintesa,

Page 24: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

karbohidrat terlarut, dan akumulasi biomas, namun sebaliknya produksi metabolit

sekunder flavonoid dan fenol menurun (Rahardjo, 2012)

Page 25: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

BAB III :

PEMBAHASAN

3.1 Pola Rotasi Tanam pada Lahan Sawah dan Tegalan

3.1.1 Analisis Pola Rotasi Tanam Pada Lahan Sawah

Lahan Sawah Caturwulan I ( Januari – April )

Lahan Sawah Caturwulan II ( Mei - Agustus )

Lahan Sawah Caturwulan III ( September – Desember )

Lahan awah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk

pengelolaannya memerlukan genangan air, oleh karena itu sawah selalu memiliki

permukaan datar atau yang didatarkan (dibuat teras) dan dibatasi oleh pematang

untuk menahan air genangan (Puslitbangtanak, 2003 dalam Ritung, 2013).

Pemilihan sawah sebagai area pengembangan pertanian didasari oleh potensi

lahan sawah yang sangat strategis sebagai penghasil tanaman pangan utama

masyarakat Indonesia yakni padi. Sebagai gambaran, pada tahun 2003 dari total

Padi Varietas A

Padi Varietas B

Jagung

Kedelai

Page 26: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

produksi sebesar 52,1 juta ton padi, ternyata 49,3 juta ton (94,7%) diantaranya

dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya 2,8 juta ton (5,3%) dari lahan kering

(BPS, 2003 dalam Ritung, 2013). Selain itu, budidaya padi di lahan sawah telah

menjadi tradisi turun temurun bagi petani Indonesia. Mereka lebih terbiasa

menanam padi daripada tanaman pangan lainnya.

Dari lahan sawah seluas satu hektar, kami menanaminya dengan padi.

Namun, selama satu tahun lahan sawah tidak selalu ditanamai padi. Padi hanya

ditanam dua kali musim tanam secara monokultur. Penanaman musim pertama

dilakukan sekitar bulan September-Desember, selanjutnya musim tanam ke dua

dilakukan pada bulan Januari-April. Penggunaan varietas padi juga kami

perhatikan. Penggunaan varietas yang sama terus-menerus sebaiknya dihindari

karena dapat memicu peledakan hama utama padi. Ditinjau dari hal tersebut padi

yang kami gunakan di setiap musim tanam kami bedakan dengan musim tanam

selanjutnya.

Usahatani beberapa komoditas secara rotasi dengan tanaman lain mampu

memberikan keuntungan yang lebih baik ditinjau dari kualitas dan karakteristik

tanah, dalam kaitannya dengan persyaratan tumbuh tanaman. Rotasi tanaman

antara padi sawah dan palawija berdampak terhadap .penyegaran. sifat fisik-kimia

tanah, selain itu pengurasan unsur hara tertentu juga dapat dihindari (Djaenudin

dan Hendrisman 2006). Oleh karena itu, pada musim tanam ketiga, yaitu sekitaran

bualan Mei-Agustus, kami merekomendasikan rotasi tanaman padi dengan

tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan kedelai. Sebagai pangan sekunder

jagung dianggap sangat potensial untuk dibudidayakan. Selain sebagai pangan

hasil sampingan jagung dapat digunakan sebagai sumber bio-energi. Disisi lain

kedelai juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi seiring dengan tingginya

permintaan bahan olahan seperti tempe dan tahu di Indonesia. Dilihat dari

kompatibilitas tanaman, kombinasi kedelai dan jagung sangat serasi. Hal ini

berhubungan dengan beberapa sifat yang dimiliki oleh kedua jenis tanaman,

dimana kedelai termasuk tanaman golongan C3 yang cukup peka terhadap sinar

matahari yang mempunyai akar tunggang dan mampu menfiksasi N2 secara

simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp, sedangkan jagung tergolong tanaman C4

Page 27: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

yang membutuhkan pencahayaan secara langsung dan membutuhkan unsur hara

yang besar terutama unsur N.

3.1.2 Analisis Pola Rotasi Tanam Pada Lahan Tegalan

Lahan Tegalan Caturwulan I ( Januari – April )

Lahan Tegalan Caturwulan II ( Mei – Agustus )

Lahan Tegalan Caturwulan III ( September – Desember )

Pola tanam merupakan salah satu komponen terpenting dalam suatu proses

budidaya, dimana pola tanam merupakan urutan jenis komoditi tanaman yang

akan ditanam dalam jangka waktu tertentu (± 1 tahun). Pola tanam yang kami

rekomendasikan pada lahan tegalan Caturwulan I ( Januari – April ) adalah

tumpang sari pisang-jagung-kacang tanah, Caturwulan II ( Mei – Agustus )

pisang-kacang tanah-jahe merah, dan Caturwulan III ( September – Desember )

pisang- kacang tanah. Menurut Warsana (2009), Tumpangsari merupakan suatu

usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang

Pisang

Jagung

Kacang Tanah

Pisang

Jahe Merah

Kacang Tanah

Pisang

Kacang Tanah

Page 28: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara

ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya

jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang

umurnya berbeda-beda. Komoditi utama yang kami rekomendasikan adalah

pisang, Menurut Arifin, et. al., (2006) Kebanyakan tanaman yang ditanam tegalan

adalah tanaman tahunan separti pisang, jambu dan lain-lain karena hasil dari

tanamn tersebut dapat dimanfaatkan sepanjang tahun.

Pada Caturwulan I ( Januari – April ) tegalan ditanami tumpang sari

pisang-jagung-kacang tanah. Kombinasi ini dipilih karena kacang tanah dan

jagung merupakan tanaman semusim dan umur panen ± 3 bulan sehingga hasil

panen jagung dan kacang tanah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam

jangka waktu yang cukup singkat. Setelah dipanen biomasa jagung dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk hijau, dimana berdasarkan hasil penelitian Kusno

(2009), biomasa tanaman jagung mengandung kadar hara yang cukup tinggi yaitu

N sebesar 29,7 Kg/ton, P sebesar 3,0 Kg/ton, dan K sebesar 23,9 Kg/ton, sehingga

biomasa tanaman jagung dapat menambah hara dalam tanah.

Caturwulan II ( Mei – Agustus ) tegalan ditanami tumpang sari pisang-

kacang tanah-jahe merah. Kombinasi ini dipilih karena tanaman jahe merah

memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 30.000/Kg

(Liputan6.com, 2012). Selain itu jahe merah dipilih karena mampu beradaptasi

terhadap naungan tanaman pisang, tingkat naungan tanaman jahe merah berkiar 0-

30% (Rostiana, et. al., 2007).

Caturwulan III ( September – Desember ) tegalan ditanami tumpangsari

pisang- kacang tanah. Kacang tanah ditanam sepanjang tahun dikarenakan kacang

tanah merupakan tanaman famili Legume yang mwngandung Bakteri Rhizobium

sp. yang mampu mengikat Nitrogen bebas diudara menjadi N tersedia bagi

tanaman (Hidayat, 2008). Sealin itu biomasa kacang tanah dapat dimanfaatkan

sebagai pupuk hijau, karena biomasa kacang tanah mengandung unsur hara makro

yang cukup tinggi yaitu N sebesar 45,9 Kg/ton, P sebesar 2,5 Kg/ton, dan K

sebesar 20,3 Kg/ton (Kusno, 2009). Sehingga penanaman tumpangsari kacang

tanah mampu menambah kandungan hara tanah melalui fiksasi nitrogen oleh

Page 29: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Bakteri Rhizobium sp.dan dari biomasa kacang tanah yang dikembalikan kedalam

tanah.

Pengaplikasian pola tanam ini diharapkan dapat mengoptimalkan

pemanfaatan tegalan sebagai agroekosistem serta dapat memenuhi lima

komponen penilaian agroekosistem yang meliputi produktivitas, stabilitas,

keberlanjutan, kemerataan dan autonomi demi tercapainya ketahan pangan.

3.2 Analisis Agroekosistem Berdasarkan Pola Rotasi Tanam yang Dipakai

Dalam mengusahakan pertanian dalam agroekosistem ada beberapa hal

yang harus menjadi pokok perhatian. Hal tersebut meliputi produktivitas,

keberlanjutan, kesetaraan, kemandirian (otonomi) serta stabilitas. Semua

komponen tersebut menjadi acuan untuk melaksanakan berbagai teknik baik itu

pola tanam, komoditas tanaman yang dipilih maupun cara budidaya tanaman.

3.2.1 Analisis Agroekosistem Lahan Sawah

1. Produktivitas

Produktivitas adalah jumlah bahan pangan, energi atau serat yang

dihasilkan oleh agroekosistem yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia (Marten, 1988). Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa

produktivitas pada agroekosistem sawah adalah hasil produksi pada lahan tersebut

tiap musim tanam, dan apabila dihubungkan dengan rotasi tanaman, maka

produktivitas agroekosistem sawah merupakan hasil produksi pada lahan tersebut

setiap kali rotasi tanaman dilakukan.

Pada lahan sawah yang dipilih, rotasi tanaman dilakukan dengan menanam

padi dengan pola tanam monokultur dan menanam jagung dengan kedelai pada

pola tanam polikultur. Apabila dianalisis dari segi produktivitas, produksi padi

yang ditanam dengan monokultur lebih tinggi daripada polikultur jagung dan

kedelai. Setiap musim tanam produksi padi secara monokultur sekitar 6 ton/ha

(varietas ciherang) (Asep, 2010), dan produksi jagung dengan kedelai politkultur

sekitar 2-2,5 ton/ha jagung dan sekitar 1,5-1,7 ton/ha kedelai (Anonymous, 2008).

Apabila dibandingkan, pada kedua jenis pola tanam tersebut memiliki perbedaan

hasil, dimana pola tanam monokultur lebih tinggi hasilnya daripada polikultur,

tetapi keberagaman hasilnya lebih banyak yang polikultur sehingga keuntungan

Page 30: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

pada masing-masing komoditas dapat saling menambah sehingga meminmalkan

kerugian produksi.

2. Sustainabilitas

Menurut Marten (1988), sustainabilitas adalah kemampuan agroekosistem

dalam mempertahankan hasil produksinya dalam jangka waktu yang lama.

Ditinjau dari definisi tersebut, pada agroekosistem sawah yang dilakukan rotasi

tanaman akan memiliki sustainabilitas lebih tinggi daripada sawah yang tidak

dilakukan rotasi tanaman. Hal tersebut dikarenakan, pada sawah yang dilakukan

rotasi tanaman dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit yang monofag,

mengurangi terjadinya defisiensi unsur hara akibat penyerapan unsur hara yang

sama dalam jangka waktu yang panjang dan meningkatkan keseimbangan

ekosistem karena pola tanam yang berbeda akan memberikan keragaman unsur

biotik dan abiotik yang berbeda-beda.

3. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan agrekosistem untuk memberikan hasil

produksi yang konsisten (stabil) (Marten, 1988). Dari tinjauan stabilitas,

agroekosistem yang memiliki pola tanam monokultur akan memiliki stabilitas

yang rendah, ada kalanya naik dan adakalanya turun. Sedangkan apabila

dilakukan pola tanam monokultur, hasilnya akan beragam dan stabilitasnya akan

meningkat. Apabila kedua pola tanam tersebut digabngkan, maka produksi pada

agroekosistem tersebut akan lebih stabil dibandingkan hanya menggunakan

polikultur atau monokultu saja. hal tersebut dikarenakan variasi pola tanam akan

mempengaruhi faktor-faktor lain dalam agroekosistem yang menyebabkan

agroekosistem tersebut memiliki keseimbangan yang tinggi yang berpengaruh

pada meningkatnya stabilitas produksi

4. Ekuitabilitas

Menurut Marten (1988), ekuitabilitas berhubungan dengan pembagian

hasil produksi yang wajar. Wajar disini bisa berarti seimbang antara satu pihak

dengan pihak lainnya. Ditinjau dari segi ekuitabilitas, agroekosistem sawah

dengan pola tanam monokultur dan polikultur yang dilakukan scara bergantian

akan memiliki ekuitabilitas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil

Page 31: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

produksi dengan biaya prduksi yang dikeluarkan. Pada pola tanam monokultur,

hasilnya cenderung naik dan keuntungannya lebih banyak dibandingkan dengan

polikultur. Namun apabila terjadi ledakan hama karena pola tanam yang sama

dalam jangka panjang, maka penurunan produksinya akan sangat banyak.

Sedangkan pada pola tanam polikultur, biayanya cenderung banyak dan hasilnya

beragam. Hasil beragam tersebut yang akan menutupi kekurangan biaya yang

telah dikeluarkan. Apabila keduanya digabungkan, keuntungan yang diperoleh

akan jauh lebih banyak.

5. Otonomi

Marten (1988) menyatakan bahwa otonomi merupakan kemampuan suatu

agroekosistem yang berhubugan dengan kemandirian di dalam agroekosistem

tersebut. Kemandirian ini berupa kemampuan suatu agroekosistem untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri. Dari tinjauan otonomi, agroekosistem sawah

yang dilakukan rotasi denngan pola tanam monokultur dan polikultur memiliki

otonomi yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada pola tanam monokultur padi

yang membutuhkan banyak campur tangan manusia, terutama dalam hal

penyediaan air (irigasi), penyiangan, pemupukan, dan pemeliharaan hama dan

penyakit. Sedangkan pada pola tanam polikutur jagung dan kedelai, campur

tangan manusia lebih sedikit, terutama yang berhubungan dengan pengendalian

hama dan penyakit. Karena pada pola tanam polikutur jagung dan kedelai, ada

musuh alami dari kedua tanaman yang dapat membantu pengendalian hama dan

penyakit. Selain itu, keduanya memiliki perakaran yang berbeda sehingga dapat

menjaga unsur hara yang ada di dalam tanah.

3.2.2 Analisis Agroekosistem Lahan Tegalan

1. Produktivitas

Lahan tegalan pada caturwulan pertama ditanam pisang, jagung serta

kacang tanah. Pisang merupakan tanaman asli Indonesia yang hingga kini

memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga hal tersebut menjadi alasan

yang cukup kuat mengapa pisang harus ditanam pada lahan tegalan. Selain itu

tanaman pisang yang telah berbuah dan tidak produktif lagi, batangnya dapat

Page 32: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

digunakan sebagai pakan ternak sehingga mengurangi anggaran membeli pakan

ternak sekaligus membuka peluang ganda pertanian sekaligus peternakan.

Tanaman jagung yang ditumpangsarikan pada lahan tegalan merupakan tanaman

pangan potensial yang bisa diupayakan di lahan kering. Selanjutnya adalah kacang

tanah yang merupakan sumber utama bahan baku industri pangan kacang sangat

potensial dikembangkan pada lahan kering. Tujuan dari tumpangsari adalah untuk

memberi keuntungan relatif jika suatu saat terjadi gagal panen dari salah satu

tanaman. Selain itu tumpangsari juga mencegah adanya anjlok harga komoditas

tertentu ketika panen raya karena hasil panen tumpangsari lebih beragam.

Penanaman jahe merah pada caturwulan kedua didasarkan atas nilai ekonomi jahe

merah yang sangat tinggi sebagai tanaman obat.

2. Keberlanjutan

Dalam mengusahakan pertanian maka tidak hanya memperhatikan

produktivitas namun juga keberlanjutan ekosistem. Upaya-upaya yang dilakukan

seperti halnya pada lahan basah yaitu adanya rotasi tanaman dari tanaman padi

dengan tanaman jagung. Dalam satu periode basah tanaman padi telah diusahakan

namun pada periode kering lahan harus diistirahatkan dengan menanam tanaman

yang tidak membutuhkan air terlalu banyak seperti jagung dan kacang tanah.

Selanjutnya setelah tanaman jagung dan kacang tanah dipanen maka bisa ditanami

tanaman padi kembali. Selain itu indikator keberlanjutan juga ditinjau dari cara

pengolahan tanah yang tidak terlalu intensif, penggunaan bahan kimia sintetik

yang ditekan, penggunaan pestisida yang harus dikurangi. Sebab jika bahan-bahan

tersebut digunakan secara berlebihan maka ekosistem akan terganggu,

menimbulkan permasalahan baru seperti pemadatan tanah, rusaknya

mikroekosistem tanah, serta peledakan hama. Hal yang sama juga berlaku pada

lahan kering.

Petani harus beralih dari sistem pertanian konvensional ke pertanian

konservatif. Sistem pertanian konvensional disamping menghasilkan produksi

panenan yang meningkat namun juga telah terbukti menimbulkan dampak negatif

terhadap ekosistem pertanian itu sendiri dan juga lingkungan lainnya (Aryanta,

2010). Keberhasilan dalam sistem pertanian konvensional juga bersifat sementara,

akrena lambat laun ternyata tidak dapat dipertahankan akibat rusaknya habitat

Page 33: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

pertaian itu. Oleh karena itu perlu adanya upaya memperbaiki sistem

konvensional ini dengan mengeddepankan kaidah-kaidah ekosistem

berkelanjutan.

3. Kesetaraan

Dalam analisis kesetaraan berkaitan dengan upah tenaga kerja dan hasil

yang diperoleh dari budidaya harus dapat dinikmati oleh seluruh petani atau

pekerja yang mengusahakan budidaya tanaman baik pada lahan basah (sawah)

maupun lahan kering (tegalan). Dalam hal ini pada lahan sawah pada periode 1

memerlukan banyak tenaga kerja karena digunakan untuk pengolahan tanah,

pembukaan irigasi dan penyemaian sedangkan pada periode 2 (palawija) relatif

lebih sedikit karena tidak menggunakan irigasi. Sedangkan pada lahan tegalan

lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dibandingkan lahan basah. Jika ditinjau

dari hasil maka terjadi keseimbangan antara hasil tanaman pangan, palawija

dengan tanaman obat-obatan sehingga diharapkan dengan penanaman pada

periode tertentu akan ada selang untuk investasi pendapatan untuk memberi upah

pekerja maupun membagi hasil budidaya baik interval penanaman pada lahan

basah maupun lahan kering

4. Stabilitas

Stabilitas bergantung pada kemampuan lahan, ketersediaan tenaga kerja,

ketersediaan alat dan mesin pertanian secara berkala, penyediaan saprodi serta

kondisi iklim yang mendukung pada setiap periode. Selain itu hal ini juga

berkaitan langsung dengan lingkungan yang menentukan daya dukung lahan.

Lahan basah lebih rentan terhadap ketidakstabilan hasil karena sangat

menggantungkan air irigasi yang harus kontinyu. Jika kondisi iklim yang terus

berubah maka ketersediaan air tidak bisa diprediksi sehingga irigasi mutlak

terganggu. Selain itu lahan basah juga memerlukan tenaga kerja lebih banyak jika

orientasinya kepada pertanian konvensional serta memerlukan saprodi yang

lumayan kompleks.

5. Otonomi

Lahan basah relatif memiliki otonomi atau kemandirian yang rendah

karena sangat menggantungkan dari tenaga kerja, saprodi serta teknologi.

Page 34: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Sedangkan lahan kering seperti tegalan sifatnya hanya menggantungkan dari air

hujan sehingga teknologi untuk pembuatan irigasi tidak dibutuhkan, tenaga kerja

yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar. Selain itu dengan karakteristiknya yang

tidak membutuhkan irigasi maka kondisi iklim memiliki peran yang penting

sebagai penyedia air. Kemandirian itu juga nantinya tidak hanya dilihat dari sisi

on-farm namun juga off farm pada saat pasca panen. Lahan kering tegalan relatif

lebih mandiri dibandingkan sawah padi karena tidak membutuhkan alat giling dan

sebagainya sehingga panen bisa dilakukan sendiri dengan teknologi yang sudah

dikenal masyarakat petani tertetntu.

Page 35: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

BAB IV :

KESIMPULAN

Pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam

satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Dalam pola tanam

terdapat dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang mencangkup pengaturan jenis

dan tata letak tanaman, sedangkat dimensi waktu erat kaitannya dengan rotasi

tanaman.

Pada agroekosistem lahan basah kami memimlih lahan sawah. Hal tersebut

didasari oleh nilai strategis lahan sawah untuk produksi padi sebgagai tanaman

pangan utama yang dikomsumsi masyarakat Indonesia. Pola tanam monokultur

padi jagung kami kombinasikan denggan rotasi tanam tumpangsari jagung-

kedelai. Untuk agroekosistem lahan kering kami merekommendasikan pola tanam

tumpangsari dimana dalam satu tahun, pada caturwulan I (Januari – April)

daitanami tumpangsari pisang-jagung-kacang tanah, pada caturwulan II (Mei –

Agustus) pisang-kacang tanah-jahe merah, dan pada caturwulan III (September –

Desember) pisang- kacang tanah.

Dengan system pola tanam dan rotasi tanaman pada sawah dan tegalan

seperti dijelaskan sebelumnya, pola tanam polikutur yang diikuti rotasi tanaman

yang berbeda secara umum akan menyebabkan diversifikasi hasil produksi dan

biodifersitas ekosistem yang tinggi. Dari indikator tersebut diharapkan rancangan

agroekosistem yang telah kami pilih mampu mencapai keberhasilan

agroekosistem berupa produktivitas, stabilitas, sustainabilitas, pemerataan dan

autonomi secara seimbang.

Page 36: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta: Kanisius.

Anonymus. 2008. Budidaya Kedelai. (online) http://task-

list.blogspot.com/2008/05/budidaya-kedelai.html diakses pada 13 Mei

2014

Arifin, et. al.,.2006. revitalisasi pekaranga sebagai agroekosistem dalam

mendukung ketahan pangan didaerah pedesaan. Prosiding semiloka

nasional 22-23 desember 2006.fakultas pertanian:ITB

Aryanta, I Nyoman P. 2010. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan

Bandung : KPP Ilmu hayati LPPM-ITB.

Asep. 2010. Padi Ciherang. (online) http://epetani.pertanian.go.id/blog/padi-

ciherang-1462 diakses pada 13 Mei 2014

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi

Budidaya Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2009. Teknologi

Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi

Jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

BAPPENAS1. 2000. Padi. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan

di Perdesaan BAPPENAS

BAPPENAS2. 2000. Jagung. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen

Pembangunan di Perdesaan BAPPENAS

BAPPENAS3. 2000. Kedelai. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen

Pembangunan di Perdesaan BAPPENAS

BAPPENAS4. 2000. Pisang. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan

di Perdesaan BAPPENAS

BAPPENAS5. 2000. Budidaya Jahe. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen

Pembangunan di Perdesaan BAPPENAS

BAPPENAS6. 2000. Kacang Tanah. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen

Pembangunan di Perdesaan BAPPENAS

Djaenudin, D., dan M. Hendrisman. 2006. Evaluasi lahan secara kuantitatif studi

kasuspada tanaman jagung, kacang tanah, dan kacang hijau di daerah

Paguyaman, ProvinsiGorontalo. Jurn. Tanah dan Lingkungan 7 (1):27-34

Page 37: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Herlina. 2011. Kajian Variasi Jarak dan Waktu Tanam Jagung Manis dalam

Sistem Tumpang Sari Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) dan

Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Padang: Universitas Andalas

Hidayat. 2008. Pertumbuhan dan produktivitas kacang tanah varietas lokal

Karo-Karo, Kasta & Trivianto, Rosihan Yudhi. 1983. Sistim Pola Tanam Setahun

Pada Lahan Sawah Irigasi Studi Kasus Di Kelurahan Girikerto,

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Koswara, J. 1983. Jagung (Diktat Matakuliah Tanaman Setahun) Dept.

Agronomi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Kurniadiningsih, Yanti. 2013 . Evaluasi Untung Rugi Penerapan Metode SRI

(System of Rice Intensification) Di D.I. Cihea Kabupaten Cianjur Jawa

Barat. Program Studi Magister Sumber Daya Air. Fakultas Teknik Sipil dan

Lingkungan. Institut Teknologi Bandung

Kusno. 2009. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah. Balai

Penelitian Tanah. Departemen Pertanian RI. Liputan6.com. 2012. Harga

komoditi Jahe merah. http// liputan6.com. diakses tanggal 13 mei 2014.

madura pada berbagai jarak tanam dan dosis pupuk phospor.

AGROVIGOR VOL.1 NO.1. Fakulttas Pertanian Universitas Trunojoyo.

Marten, Gerald G. 1988. Productivity, Stability, Sustainability, Equitability and

Autonomy as Properties for Agroecosystem Assessment. Agricultural

Systems 26 (1988) 291-316

Pinem, et al. ____. Kajian Waktu Tanam dan Populasi Kacang Tanah terhadap

Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari

Jagung/Kacang Tanah. Fakultas Pertanian Unand, Padang.

Prabowo A. 2007. Teknis Budidaya Agrokomplek. (Online) budidaya-jagung.html

Diakses tanggal 12 Mei 2014

Pribadi, Ekwasita Rini. 2009. Usaha Tani dan Pemasaran Jahe. Bogor: Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Puspita, Dara. 2010. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap. Jakarta: Pustaka

Media.

Rahardjo, Mono. 2011. PENGARUH STRES AIR, INTENSITAS CAHAYA,

KONSENTRASI KARBON DIOKSIDA DAN SALINITAS TERHADAP

PARAMETER FISIOLOGIS DAN MORFOLOGIS TANAMAN JAHE

(Zingiber officinale Rosc.) . Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik:

Bogor

Page 38: Tugas Terstuktur Manajemen Agroekosistem POLA ROTASI …

Ritung, Sofyan dkk. 2013. Peluang Perluasan Lahan Sawah. (online)

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/eng/dokumentasi/buku/tanahsawah/t

nahsawah8.pdf diakses pada 13 Mei 2014

Rostiana, et. al. 2007. Budidaya jahe merah. Bogor: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan.

Sagala, Mei F., Ratna A. W., dan Farida Z. 2012. Pengaruh Populasi dan Selang

Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang

Ditumpangsarikan dengan Jagung. Program Studi Agronomi. Jurusan

Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya

Suparman. 2012. Bercocok Tanam Ubi Jalar. Jakarta: Ganeca Exact.

Warintek. 2005. Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.). (online)

www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2d1. Diakses pada

tanggal 13 Mei 2014.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah.

BPTP Jawa Tengah. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 25 Pebruar2009